BAB I PENDAHULUAN. nasional. Tanggung jawab penyelesaian masalah ini tidak hanya bertumpu pada satu
|
|
- Benny Darmali
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelesaian piutang negara macet merupakan salah satu aspek penting dari pengelolaan keuangan negara yang memerlukan perhatian khusus agar dapat terselenggara efektif, efisien, dan bertanggung jawab dalam rangka menunjang pembangunan nasional. Masalah piutang negara macet yang sebagian besar berasal dari kredit macet perbankan nasional, kini bukan lagi menjadi masalah perbankan. Tetapi sudah menjadi masalah nasional yang dapat mengganggu perkembangan perekonomian dan pembangunan bangsa. Oleh karena itu pengurusan piutang negara sebagai bagian dari pengelolaan keuangan negara merupakan tugas yang sangat penting dan strategis baik dilihat secara mikro maupun dalam kaitan dengan kegiatan pelaksanaan pembangunan nasional. Tanggung jawab penyelesaian masalah ini tidak hanya bertumpu pada satu instansi saja, tetapi juga pada berbagai instansi terkait lainnya 1. Potensi piutang negara saat ini dirasakan sangat besar dan potensial, baik itu dari segi jumlahnya maupundari segi kepentingan keuangan negara atau pemerintah untuk menyelamatkannya, sehingga terasa sangat relevan apabila semua unsur aparat 1 S. Mantayborbir, SH., MH., Kompilasi Sistem Hukum Pengurusan Piutang dan Lelang Negara, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Jakarta 2004, Hal 26. 8
2 dan atau institusi negara/pemerintah, khususnya Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Departemen Keuangan Republik Indonesia yang diberikan kewenangan dalam penyelesaian piutang negara macet, untuk secara sungguh sungguh mengupayakan dan mencari cara cara penyelesaian piutang negara secara optimal dengan mengefektifkan berbagai sarana hukum dan peraturan perundang undangan yang ada. Kepentingan negara dalam menyelamatkan piutang negara macet tersebut diatas secara konkrit telah diwujudkan dalam bentuk penerbitan Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, yaitu suatu Undang-undang yang mengatur secara khusus pengurusan piutang negara, baik dari segi kelembagaan, tugas, dan wewenang maupun tata cara pengurusan piutang negara. Tujuan yang ingin dicapai melalui Undang-undang tersebut adalah perolehan hasil pengurusan piutang yang maksimal melalui prosedur pengurusan dan penyelesaian yang cepat dan efektif. Pelaksanaan tugas pengurusan dan penyelesaian piutang negara tersebut secara administratif dilaksanakan oleh instansi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), yakni instansi setingkat eselon I yang berada dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia dan bertanggung jawab langsung kepada Menteri Keuangan. Dengan demikian hubungan antara PUPN dan DJKN sangat terkait dan dapat dikatakan bahwa kedua instansi tersebut harus bekerja secara bersama-sama dalam pengurusan dan penyelesaian piutang negara macet. Penerbitan Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 beserta peraturanperaturan pelaksanaannya pada hakikatnya adalah merupakan kemauan politik pemerintah dalam rangka menyelamatkan dan mengamankan keuangan negara yang 9
3 berbentuk piutang negara. Tujuan yang ingin dicapai melalui Undang-undang tersebut adalah perolehan hasil pengurusan dan penyelesaian piutang yang maksimal melalui prosedur yang cepat dan efektif 2. Penyelenggaraan pengurusan piutang negara itu sendiri, dalam penyelesaiannya memiliki keterkaitan dengan berbagai pihak. Sehingga keberhasilan keamanan keuangan negara dimaksud ditentukan pula oleh sikap, pandangan dan langkah yang ditempuh oleh berbagai instansi dan lembaga terkait. Piutang negara sesungguhnya adalah masalah klasik di Indonesia, ditandai dengan pendirian Panitia Penyelesaian Piutang Negara (P3N) pada tahun 1958 berdasarkan Keputusan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat No. Kpts/Peperpu/0241/1958. Kemudian panitia ini dibubarkan untuk digantikan dengan Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) berdasarkan Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2104) selanjutnya disebut dengan Undang-undang No. 49 Prp./1960. Namun krisis moneter yang melanda Indonesia di pertengahan tahun 1997 mulai memaksa pemerintah untuk memikirkan kembali langkah langkah penyelesaian piutang negara. Mulai dari wakil rakyat di DPR / MPR hingga masyarakat awam di kedai kedai kopi ramai membicarakan masalah ini, ditambah lagi dengan semakin gencarnya pemberitaan pers dan komentar berbagai pakar di media massa. Tak ketinggalan pula tekanan mahasiswa melalui demonstrasi 2 Abdoel Bahar, Penyelesaian Kredit Macet Melalui Badan Urusan Piutang dan lelang Negara, Makalah Seminar yang diselenggarakan oleh Musyawarah perbankan Daerah Sumut, Medan 1999, hal
4 menuntut pemerintah untuk lebih serius dan segera menuntaskan kasus-kasus piutang negara yang melibatkan konglomerat nasional 3. Pemerintah sendiri memang cukup serius memikirkan upaya penyelesaian piutang negara ini. Keseriusan ini sesungguhnya adalah sebuah kewajaran mengingat nilai piutang negara yang bertambah besar setiap tahun, sehingga sangan mempengaruhi keuangan negara. Likuidasi 16 Bank pada tanggal 1 November 1997 yang dilakukan pemerintah menyebabkan nilai piutang negara meningkat secara drastis. Mengantisipasi hal tersebut, Pemerintah Republik Indonesia kemudian mendirikan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), sebuah lembaga baru selain PUPN/DJKN, yang juga bertugas mengenai pengurusan piutang negara khusus kepada bank-bank yang dinyatakan tidak sehat oleh Bank Indonesia. Pendirian BPPN dilakukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1999 jo. Keputusan Presiden Nomor 27 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pengurusan piutang negara yang diselenggarakan oleh PUPN/DJKN mengacu kepada ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun Piutang negara yang ditangani adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara atau badan-badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun (Pasal 8) yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum (Pasal 4). 3 S. Mantayborbir, SH., MH., op.cit., Hal 30 11
5 Pada dasarnya pengurusan hutang piutang masuk dalam lingkup hukum perdata. Karena itu penyelesaiannya harus mengacu kepada hukum perdata dan hukum acara perdata yang berlaku di Indonesia yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata / BW), HIR dan RBg. Kasus-kasus yang berkaitan dengan hutang piutang seharusnya diselesaikan melalui lembaga pengadilan. Namun Undang-undang No. 49 Prp. Tahun 1960 jo. Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976 jo. Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2000 mengkhususkan pengurusan piutang negara yang diselenggarakan oleh PUPN/DJKN tidak menggunakan prosedur sebagaimana diatur dalam HIR dan RBg. Dengan Undang-undang No. 49 Prp. Tahun 1960, PUPN dimungkinkan untuk mengambil langkah-langkah penyelesaian piutang negara yang cepat tanpa melalui pengadilan. Langkah-langkah penyelesaian yang dilakukan oleh PUPN/DJKN adalah membuat Pernyataan Bersama (kesepakatan penyelesaian hutang) dengan Penanggung Hutang (selanjutanya disebut dengan PH), menerbitkan Surat Paksa yang memaksa PH untuk membayar hutang dalam waktu 1 x 24 jam setelah pemberitahuan Surat Paksa dan parate eksekusi 4, yang mana bila PH tetap tidak menyelesaiakn hutangnya, Surat paksa tersebut akan dilanjutkan dengan secara penyitaan dan pelelangan terhadap barang jaminan dan atau harta kekayaan lain dari Penanggung Hutang maupun Penjamin Hutang, serta Paksa Badan (gijzeling) terhadap Penanggung Hutang yang sebenarnya mampu namun tidak mau dan tidak mempunyai itikad baik dalam menyelesaikan hutangnya. Pengurusan piutang negara secara khusus yang memberikan kewenangan kepada PUPN/DJKN untuk mengurus piutang negara melalui pendekatan non 4 Soetarwo Soemowidjojo, Eksekusi Oleh PUPN, Proyek Pendidikan dan Latihan BPLK Departemen Keuangan Republik Indonesia, Jakarta 1996, Hal
6 eksekusi maupun pendekatan eksekusi tanpa melalui pengadilan menyebabkan dalam beberapa kasus penyelesaian piutang negara PUPN/DJKN sering berbenturan dengan eksekusi pengadilan 5. Dengan demikian sangatlah beralasan bahwa penyelesaian piutang negara macet harus dapat dilaksanakan secara maksimal dengan menggali seluruh potensi yang ada. Sehingga piutang negara macet yang ada pada dasarnya adalah uang yang berasal dari masyarakat tersebut dapat dikembalikan, yang pada akhirnya akan dapat membantu perkembangan ekonomi masyarakat itu sendiri disamping meningkatnya pembangunan nasional. Dalam praktiknya di lapangan, penyelesaian piutang negara macet ternyata tidaklah semudah yang dibayangkan. Perangkat hukum yang ada belumlah cukup bagi PUPN/DJKN untuk dapat menyelesaiakn piutang negara macet tersebut secara efektif, efisien, transparan, dan bertanggung jawab disamping tentunya sebagai lembaga/instansi pemerintah yang dapat diandalkan dan dibanggakan dalam melakukan pengamanan keuangan negara. Untuk mencapai hal-hal tersebutlah maka dirasa perlu untuk melakukan upayaupaya berupa suatu terobosan hukum dalam menyelesaikan piutang negara macet tersebut baik menyangkut tehnik, manajemen, maupun langkah-langkah yang cukup drastis menyangkut pengurusan dan penyelesaian piutang negara macet. 5 S. Mantayborbir, SH., MH., op.cit., Hal 29 13
7 B. Perumusan Masalah Adapun pokok-pokok permasalahan yang dirumuskan oleh penulis adalah sebagai berikut : 1. Mengapa terjadi piutang negara macet dalam praktik oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara? 2. Apakah hambatan yang terjadi dalam penyelesaian piutang negara macet dalam praktik oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan apakah upaya mempercepat proses penyelesaian piutang negara oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara? 3. Bagaimanakah peran KPKNL dalam upaya penyelesaian piutang negara macet? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Penulisan skripsi ini merupakan kewajiban mahasiswa yang akan menyelesaikan studi tingkat akhir dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan atau memenuhi program S1 pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Disamping itu merupakan bentuk sumbangan pikiran yang bermanfaat bagi masyarakat khususnya dibidang ilmu pengetahuan hukum yang berkaitan dengan upaya penyelesaian piutang negara macet. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menambah dan memadatkan ilmu pengetahuan hukum yang selama ini diperoleh, menjadi satu bentuk tulisan yang memberi ciri tersendiri sebagai seorang calon sarjana hukum. Akan tetapi penulis juga 14
8 menyadari bahwa dalam membahas permasalahan dalam ilmu pengetahuan, waktu dan hal-hal lainnya, sehingga menjadikan kewajiban penulis untuk memperbaiki dan menyempurnakan di kemudian hari. Selain itu, tujuan dan manfaat penulisan skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui apa sajakah sebab-sebab terjadi piutang negara macet dalam praktik oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. 2. Untuk mengetahui apa sajakah hambatan yang terjadi dalam penyelesaian piutang negara macet dalam praktik oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan apakah upaya mempercepat proses penyelesaian piutang negara oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara 3. Untuk Mengetahui apakah peran KPKNL dalam upaya penyelesaian piutang negara macet. D. Keaslian Penulisan Sepanjang informasi yang diperoleh dari penelusuran literatur dan bahan-bahan kepustakaan lainnya, belum terdapat judul yang sama dengan judul skripsi ini yang ditulis oleh penulis. Judul-judul yang ada tentang piutang negara macet tidak ada yang menyentuh materi pokok dalam bahan skripsi ini yaitu tentang Analisis Yuridis Terhadap Upaya Penyelesaian Piutang Negara Macet Dalam Praktik Oleh Direktorat 15
9 Jenderal Kekayaan Negara Departemen Keuangan Republik Indonesia. Oleh sebab itu judul pada skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan aturanaturan ilmiah bila ternyata terdapat judul di penambahan yang sama pada skripsi ini dibuat maka penulis bertanggungjawab sepenuhnya. E. Tinjauan Kepustakaan Tinjauan kepustakaan dilakukan dengan menelaah literatur yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam skripsi maupun yang tidak terkait secara langsung. Literatur tersebut seperti buku, diktat, modul, dan peraturan-peraturan. Tinjauan kepustakaan dilakukan juga terhadap literatur yang tidak terkait secara langsung dengan masalah yang dibahas dalam skripsi. Hal ini dimaksudkan untuk memperkaya wawasan dalam penulisan skripsi ini. F. Metode Adapun metode penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam penulisan skripsi ini adalah dengan mengumpulkan data dari pihak-pihak yang berkompeten dalam penyelesaian piutang negara baik secara lisan maupun tulisan dengan cara sebagai berikut : 1. Wawancara 16
10 Wawancara dilakukan kepada pihak yang terkait langsung dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Pihak-pihak tersebut berkompeten atas masalah yang dibahas sehingga pendapatnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 2. Pengamatan Langsung (observasi) Pengamatan langsung (observasi) dilakukan terhadap kegiatan penyelesaian piutang negara macet yang dilakukan oleh DJKN, dalam hal ini penulis melakukan analisis yuridis dan praktis pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan sebagai salah satu kantor operasional DJKN dalam melaksanakan tugas pengurusan dan penyelesaian piutang negara. 3. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan dilakukan dengan menelaah literatur yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam skripsi maupun yang tidak terkait secara langsung. Literatur tersebut seperti buku, diktat, modul, dan peraturanperaturan. Studi kepustakaan dilakukan juga terhadap literatur yang tidak terkait secara langsung dengan masalah yang dibahas dalam skripsi. Hal ini dimaksudkan untuk memperkaya wawasan dalam penulisan skripsi ini. G. Sistematika 17
11 Pembahasan skripsi ini terbagi menjadi 5 (lima) bab dan setiap bab terdiri dari beberapa sub-bab. Pembagian tersebut dilakukan secara sistematis sesuai dengan tahapan-tahapan uraiannya, sehingga tidak berdiri sendiri tetapi berhubungan erat satu sama lain dan merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Adapun isi dari tiap-tiap bab tersebut adalah sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan Dalam bab ini diuraikan latar belakang tujuan penulisan, metode penelitian yang didalamnya menjelaskan jasa cara-cara penelitian untuk memperoleh data pembuatan skripsi ini dan sebagai uraian yang terakhir mengenai sistematika skripsi. BAB II : Kelembagaan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara ( DJKN ) Menguraikan tentang struktur organisasi dan kelembagaan DJKN, PUPN dan hubungan satu dengan yang lainnya, juga menguraikan tentang tinjauan terhadap KPKNL. BAB III: Piutang Negara dalam Hukum Positif Dalam bab ini menguraikan tentang apa itu pengertian piutang negara, piutang negara macet, bagaimana prosedur pengurusan piutang negara, apa dasar hukumnya dan kaitannya dengan KUHPerdata dan bagaimana cara penyerahan hutang tersebut kepada DJKN. BAB IV: Upaya Penyelesaian Piutang Negara Macet dalam Praktik oleh DJKN. Bab ini membicarakan tentang apakah yang menjadi sebab sebab terjadinya piutang negara negara macet, apa saja hambatannya dan bagaimana upaya mempercepat penyelesaian piutang negara macet 18
12 dalam praktik oleh DJKN. Selain itu di dalam bab ini juga diuraikan juga apa peranan KPKNL dalam upaya penyelesaian piutang negara macet ini. BAB V: Penutup Memuat kesimpulan penulis mengenai segala sesuatu yang telah diuraikan pada bab-bab yang terdahulu serta saran-saran yang mungkin bermanfaat bagi pembaca skripsi ini terutama bagi yang berkepentingan. 19
BAB II KELEMBAGAAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA (DJKN)
BAB II KELEMBAGAAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA (DJKN) A. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) A.1. Sejarah dan Perkembangan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) adalah suatu Direktorat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Penyelesaian piutang Negara macet merupakan salah satu aspek penting dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyelesaian piutang Negara macet merupakan salah satu aspek penting dari pengelolaan keuangan Negara yang memerlukan perhatian khusus agar dapat terselanggara
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.
DAFTAR PUSTAKA 1. Buku, Diktat, Makalah Badruldzaman, Mariam Darus, dkk., Kumpulan Makalah diskusi Mengenai Penyelesaian Masalah Kredit Macet Perbankan, Bank Indonesia, Jakarta 4-5 Oktober 1993. Badruldzaman,
Lebih terperinciBAB II PROFIL INSTANSI. piutang Negara sebagaimana Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia
BAB II PROFIL INSTANSI A. Sejarah Ringkas Pada tahun 1971 struktur organisasi dan sumber daya manusia panitia urusan piutang Negara (PUPN) tidak mampu menangani penyerahan piutang Negara yang berasal dari
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1387, 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN. Piutang. Pengembalian. BUMN. BUMD. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168/PMK.06/2013 TENTANG TATA CARA
Lebih terperinciDepartemen Keuangan Republik Indonesia
Analisis Yuridis Terhadap Upaya Penyelesaian Piutang Negara Macet Dalam Praktik Oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Departemen Keuangan Republik Indonesia ( Studi Kasus di KPKNL Departemen Keuangan
Lebih terperinciJakarta V. Yang diteliti oleh peneliti tersebut adalah pembentukan dan. (PT. PPA) dan Tim Koordinasi Penyelesaian Penanganan Tugas-tugas TP-
12 Jakarta V. Yang diteliti oleh peneliti tersebut adalah pembentukan dan optimalisasi lembaga-lembaga yang dibentuk oleh pemerintah pasca berakhirnya masa tugas Badan Penyehatan Perbankan Nasional dalam
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat Berdirinya Kantor Wilayah VIII Direktorat Jenderal
BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1 Sejarah Singkat Berdirinya Kantor Wilayah VIII Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Bandung Sejak setelah Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1945, pemerintah telah menggulirkan
Lebih terperinciBAB III HASIL PEMBAHASAN KERJA PRAKTEK. Lelang (KPKNL) yang dimulai sejak tanggal 4 Juli sampai dengan 5 Agustus
BAB III HASIL PEMBAHASAN KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Dalam pelaksanaan Kerja Praktek di Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) yang dimulai sejak tanggal 4 Juli sampai dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinciPENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN
PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT.BANK PERKREDITAN RAKYAT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN TANGERANG Disusun Oleh : Nama NIM : Bambang
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KMK.08/2002 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KMK.08/2002 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa perubahan Struktur Organisasi Badan Urusan
Lebih terperinciBAB II KANWIL DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA SUMATERA UTARA. program pengucuran atau pemberian pinjaman dana untuk kredit bagi para
BAB II KANWIL DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA SUMATERA UTARA A. Sejarah Ringkas Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1945, pemerintah menggulirkan program pengucuran atau pemberian pinjaman dana
Lebih terperinciBAB II KANWIL DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA SUMATERA UTARA. program pengucuran atau pemberian pinjaman dana untuk kredit bagi para
BAB II KANWIL DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA SUMATERA UTARA A. Sejarah Ringkas Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1945, pemerintah menggulirkan program pengucuran atau pemberian pinjaman dana
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1976 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA DAN BADAN URUSAN PIUTANG NEGARA
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1976 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA DAN BADAN URUSAN PIUTANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : Bahwa lebih meningkatkan pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Lelang sebagai suatu kelembagaan telah dikenal saat pemerintahan Hindia Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam Staatsblad
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelesaian kredit macet perbankan yang terjadi pada bank-bank umum terutama pada bank umum milik pemerintah wajib di intensifkan dan harus dilaksanakan secara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan negara/daerah tidak lagi termasuk dalam ranah Piutang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerja Praktek Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 (PP No. 33 Tahun 2006) tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 (PP No. 14 Tahun 2005)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia
7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya perekonomian suatu bangsa, menyebabkan pemanfaatan tanah menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia itu sendiri. Hal ini terlihat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (dalam tulisan ini, undang-undang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana umum maupun pidana khusus, seperti kasus korupsi seringkali mengharuskan penyidik untuk
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2002 TENTANG RESTRUKTURISASI KREDIT USAHA KECIL, DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2002 TENTANG RESTRUKTURISASI KREDIT USAHA KECIL, DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka mempercepat proses pemulihan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merangsang dan menumbuhkan motivasi masyarakat untuk meningkatkan. produktifitas di bidang usahanya. Meningkatnya pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era pembangunan dewasa ini, peranan kredit sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan sangatlah penting untuk menunjang, merangsang dan menumbuhkan
Lebih terperinciPENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI
PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI Airlangga ABSTRAK Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
Lebih terperinciDiajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S-1) Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta
JAMINAN DAN EKSEKUSI Studi terhadap Pelaksanaan Eksekusi Barang Jaminan dalam Perjanjian Kredit di Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara Wilayah Kerja Salatiga \ \ Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan
Lebih terperinci2014, No c. bahwa guna memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan Pencegahan dalam rangka pengurusan Piutang Negara dan tidak dilaksanakannya
No.323, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Piutang Negara. Pengurusan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 /PMK.06/2014 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik dalam pengelolaan keuangan negara. yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum, strategi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kementerian Keuangan merupakan instansi pemerintah yang mempunyai peranan vital di dalam negara Indonesia untuk membantu melakukan pembangunan perekonomian. Peranan
Lebih terperinciPROBLEMATIKA PENYELESAIAN PIUTANG BUMN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Oleh: Wiwin Sri Rahyani, SH., MH *
PROBLEMATIKA PENYELESAIAN PIUTANG BUMN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Oleh: Wiwin Sri Rahyani, SH., MH * Saat ini, peraturan perundangundangan yang berlaku dalam pengurusan piutang negara dan piutang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Meningkatnya pertumbuhan perekonomian menciptakan motivasi masyarakat untuk bersaing dalam kehidupan. Hal ini di landasi dengan kegiatan usaha dan pemenuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lepas dari peran dan fungsi lembaga perbankan. Lembaga ini secara profesional
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era modern ini, peredaran uang dalam perekonomian sudah tidak bisa lepas dari peran dan fungsi lembaga perbankan. Lembaga ini secara profesional dapat bertindak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan prinsip syari ah tidak mungkin dihindari akan terjadinya konflik. Ada yang berujung sengketa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 504/KMK.01/2000 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 504/KMK.01/2000 TENTANG PERUBAHAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 334/KMK.01/2000 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DI BIDANG PENGURUSAN PIUTANG
Lebih terperinciPENGURUSAN KEKAYAAN/PIUTANG NEGARA OLEH PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MISBAHUL HUDA ABSTRAK
PENGURUSAN KEKAYAAN/PIUTANG NEGARA OLEH PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MISBAHUL HUDA ABSTRAK Guna mencegah kerusakan yang lebih buruk di sektor ekonomi yang dapat menimbulkan implikasi sosial secara luas,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kebutuhan masyarakat baik perorangan maupun badan usaha akan penyediaan dana yang cukup besar dapat terpenuhi dengan adanya lembaga perbankan yang
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.992, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Piutang Negara. Macet. Pengurusan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.40/Menhut-II/2013 TENTANG TATA
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 122 / PMK.06 / 2007 TENTANG KEANGGOTAAN DAN TATA KERJA PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN,
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 122 / PMK.06 / 2007 TENTANG KEANGGOTAAN DAN TATA KERJA PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum dan pembangunan merupakan dua variabel yang selalu sering mempengaruhi antara satu sama lain. Hukum berfungsi sebagai stabilisator yang mempunyai peranan menciptakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan
Lebih terperinciBAB III PENANGANAN ASET KREDIT NON ATK DAN KENDALANYA DALAM RANGKA PENGEMBALIAN KEUANGAN NEGARA
BAB III PENANGANAN ASET KREDIT NON ATK DAN KENDALANYA DALAM RANGKA PENGEMBALIAN KEUANGAN NEGARA 3.1. Penanganan Aset Kredit Non ATK Pada Kementerian Keuangan Republik Indonesia cq. Direktorat Jenderal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI. Sebagai negara berkembang Negara Republik Indonesia tengah
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI Sebagai negara berkembang Negara Republik Indonesia tengah menggalakkan pembangunan di segala bidang, yaitu pembangunan bidang ekonomi,
Lebih terperinciUNIVERSITAS MEDAN AREA BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai keinginan kuat untuk melaksanakan pembangunan di bidang perekonomian terlebih setelah krisis moneter
Lebih terperinciMenimbang : a. Mengingat : Peraturan...
1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.40/Menhut-II/2013 T E N T A N G TATA CARA PENGURUSAN PIUTANG NEGARA MACET LINGKUP KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1991 TENTANG BADAN URUSAN PIUTANG DAN LELANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 21 TAHUN 1991 TENTANG BADAN URUSAN PIUTANG DAN LELANG NEGARA PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan pengurusan piutang Negara dan peningkatan peranan lelang
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.5, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Penilai Internal. Ditjen Kekayaan Negara. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 /PMK.06/2014 TENTANG
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Penyelesaian piutang perbankan BUMN pra Putusan Mahkamah
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan, serta analisis dan pembahasan yang telah penulis lakukan pada bab-bab terdahulu, berikut
Lebih terperinciLELANG OBJEK JAMINAN PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH (BPD) OLEH PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA (PUPN)
SKRIPSI LELANG OBJEK JAMINAN PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH (BPD) OLEH PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA (PUPN) (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2911.K/Pdt/2000) THE WARRANT OBJECT AUCTION
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Piutang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional. Salah satu upaya untuk mewujudkan pembangunan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 46 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG DAERAH
BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 46 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON, Menimbang
Lebih terperinciWALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG
SALINAN WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI DAERAH ATAU PIUTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu produk yang diberikan oleh bank dalam membantu kelancaran usaha debiturnya, adalah pemberian kredit dimana hal ini merupakan salah satu fungsi bank yang sangat
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 04/PMK.06/2010 TENTANG PENILAI INTERNAL DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 04/PMK.06/2010 TENTANG PENILAI INTERNAL DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan perekonomian merupakan salah satu tujuan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang- Undang Dasar Republik Indonesia
Lebih terperinciPROSEDUR PENGURUSAN PIUTANG NEGARA DAN DAERAH PADA KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG (KPKNL) BOGOR
PROSEDUR PENGURUSAN PIUTANG NEGARA DAN DAERAH PADA KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG (KPKNL) BOGOR Virna Dewi Kasmoni dan Rachmatullaily Universitas Ibn Khaldun Bogor ABSTRAK Piutang negara atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinciImma Indra Dewi Windajani
HAMBATAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG YOGYAKARTA Imma Indra Dewi Windajani Abstract Many obstacles to execute mortgages by auctions on the Office of State Property
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pertahanan keamanan. Tujuan dari pembangunan tersebut adalah untuk. dapat dilakukan yaitu pembangunan di bidang ekonomi.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkembang, yaitu pembangunan di segala bidang, baik bidang
Lebih terperinciBAB IV. KESIMPULAN dan SARAN
BAB IV KESIMPULAN dan SARAN 1.1 Kesimpulan Istilah piutang negara ini timbul karena adanya perjanjian utang piutang diantara dua orang atau lebih subjek hukum. Subjek hukum itu adalah baik pribadi (perseorangan)
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 02/PRT/M/2009
MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 02/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENETAPAN STATUS PENGGUNAAN, PEMANFAATAN, PENGHAPUSAN DAN PEMINDAHTANGANAN BARANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman negara Indonesia telah banyak perkembangan yang begitu pesat, salah satunya adalah dalam bidang pembangunan ekonomi yang dimana sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan di Indonesia termasuk Hukum Perbankan Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan yang berdasarkan Demokrasi Ekonomi dengan fungsi utamanya yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, memiliki peranan yang strategis untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pajak adalah Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.777, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Piutang. Instansi Pemerintahan. Dikelola. Panitia Usaha Piutang Negara. Ditjen Kekayaan Negara. Penyelesaian. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
Lebih terperinciA. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian terus berlangsung di manapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan
Lebih terperinci2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang
No.993, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMKEU. Keanggotaan dan Tata Kerja Panitia. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102/PMK.06/2017 TENTANG KEANGGOTAAN DAN TATA KERJA
Lebih terperinci2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
No. 428, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. PNBP. Piutang Negara. Pengurusan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.27/Menlhk/Setjen/Keu-1/2/2016
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.588, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Penyelesaian. Piutang. Panitia Urusan Piutang Negara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88/PMK.06/2012 TENTANG PENYELESAIAN
Lebih terperinci2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembara
No. 149, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPORA. TPKN. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG TATA KERJA TIM PENYELESAIAN KERUGIAN NEGARA
Lebih terperinciTATA CARA PELAKSANAAN KEGIATAN INVENTARISASI DAN VERIFIKASI, REKONSILIASI, SERAH TERIMA BKPN, DAN PENERBITAN PRODUK HUKUM PASCA PENGEMBALIAN
2013, No.1387 8 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168/PMK.06/2013 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN PENGURUSAN PIUTANG YANG BERASAL DARI PENYERAHAN BADAN USAHA MILIK NEGARA/BADAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering dijumpai perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau disebut
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang
Lebih terperinciJamlat Jamlat Jamlat Jamlat Jamlat Jamlat Jamlat : : : : : : : Jamlat : : :
PENYEGARAN PENGURUSAN PIUTANG NEGARA DAN LELANG KURIKULUM 1. DESKRIPSI Penyegaran Pengurusan Piutang Negara dan Lelang dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan pegawai Inspektorat Jenderal Kementerian
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.680, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Piutang. Penyelesaian. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75/PMK.06/2016 TENTANG PENYELESAIAN PIUTANG INSTANSI PEMERINTAH YANG DIURUS/DIKELOLA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang menggerakkan roda perekonomian, dikatakan telah melakukan usahanya dengan baik apabila dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara permohonan dan perkara gugatan. Dalam perkara gugatan sekurangkurangnya ada dua pihak yang
Lebih terperinciKEWENANGAN PEJABAT LELANG KELAS I TERHADAP JUAL BELI LELANG OBYEK HAK TANGGUNGAN AKIBAT KREDIT MACET
KEWENANGAN PEJABAT LELANG KELAS I TERHADAP JUAL BELI LELANG OBYEK HAK TANGGUNGAN AKIBAT KREDIT MACET AUTHORITY OF THE CLASS AUCTION I OFFICER TOWARD THE AUCTION SALE OBJECT OF BURDEN RIGHT DUE TO BAD CREDIT
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 68-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 52, 1999 PERBANKAN. LIKUIDASI. IZIN USAHA. PEMBUBARAN. LEMBAGA KEUANGAN. (Penjelasan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia, khususnya dunia perbankan saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik, walaupun kegiatan bisnis bank umum sempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat dilakukan secara sendiri tanpa orang lain. Setiap orang mempunyai
Lebih terperinciMENTERIKEUANGAN REPUBUK INDONESIA SALIN AN
MENTERIKEUANGAN REPUBUK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PMK.06/2016 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 128/PMK.06/2007 TENTANG PENGURUSAN
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH PENANGANAN ASET KREDIT NON ATK
BAB IV ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH PENANGANAN ASET KREDIT NON ATK 4.1. Segi Dokumen Kredit a. Dokumen Kredit Tidak Lengkap Hal yang paling mendasar dalam penanganan aset kredit Non ATK adalah informasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi sebagai dampak krisis ekonomi global. tahun 2008 mencapai (dua belas ribu) per dollar Amerika 1).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian Indonesia dalam beberapa dekade mengalami situasi yang tidak menentu. Pada tahun 1997 sistem perbankan Indonesia mengalami keterpurukan dengan adanya krisis
Lebih terperinci2011, No Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Per
No.390, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Piutang Instansi Pemerintah Penyelesaian. Prosedur. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/PMK.06/2011 TENTANG PENYELESAIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Bank
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Piutang Negara. Pengurusan. Perubahan.
No.86, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Piutang Negara. Pengurusan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88/PMK.06/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 98 /PMK.06/2011 TENTANG PENYELESAIAN PIUTANG INSTANSI PEMERINTAH YANG DIKELOLA/DIURUS OLEH PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA/DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan Pembangunan Nasional, peranan pihak swasta dalam kegiatan pembangunan semakin ditingkatkan juga. Sebab
Lebih terperinciKEWENANGAN RELATIF KANTOR LELANG DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DEBITUR DI INDONESIA. Oleh : Revy S.M.Korah 1
KEWENANGAN RELATIF KANTOR LELANG DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DEBITUR DI INDONESIA Oleh : Revy S.M.Korah 1 A. PENDAHULUAN Lelang di Indonesia sebenarnya bukanlah merupakan suatu masalah yang baru, karena
Lebih terperinci2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 ten
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.637, 2016 KEMENKEU. Ditjen KN. Penilai Pemerintah. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64/PMK.06/2016 TENTANG PENILAI PEMERINTAH DI LINGKUNGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan orang di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
13 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali
11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dengan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BEKASI
BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 55 2014 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 55 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang
Lebih terperinci