PENGEMBANGAN PROSES COAL DRYING AND BRIQUETTING (CDB) Tim CDB

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN PROSES COAL DRYING AND BRIQUETTING (CDB) Tim CDB"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN PROSES COAL DRYING AND BRIQUETTING (CDB) Tim CDB Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara 2011 i

2 KATA PENGANTAR Teknologi upgrading batubara merupakan salah satu pilihan untuk pemanfaatan batubara peringkat rendah dengan jalan menurunkan kandungan air dan menaikkan nilai kalori batubara tersebut. Dengan diaplikasikannya teknologi upgrading batubara maka pemanfaatan LRC akan semakin bertambah besar, sehingga industri pertambangan batubara di Indonesia dapat berperan sebagai pemasok energi dalam negeri dan ekspor dimasa mendatang. Dalam rangka menciptakan teknologi upgrading yang terjangkau serta efisien, maka dilakukan penelitian peningkatan nilai kalor batubara melalui proses pengeringan yang diberi nama Coal Drying and Briquetting (CDB). Diharapkan penelitian ini akan menghasilkan teknologi upgrading batubara yang merupakan hasil karya sendiri. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga kegiatan Tim Pengembangan Teknologi Proses Upgrading Batubara Peringkat Rendah (Coal Drying and Briquetting) Tahun Anggaran 2011 dapat berjalan dengan baik. Mudahmudahan kegiatan ini bermanfaat bagi semua pihak. Bandung, Desember 2011 Kepala Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara tekmira Ir. Hadi Nursarya, M. Sc. NIP ii

3 SARI Teknologi upgrading batubara merupakan salah satu pilihan untuk pemanfaatan batubara peringkat rendah. Penelitian penurunan kandungan air batubara melalui proses pengeringan dan pembriketan yang diberi nama Coal Drying and Briquetting (CDB) telah dilakukan oleh Puslitbang tekmira sejak tahun 2010, yaitu penelitian skala laboratorium dan percobaan menggunakan peralatan rotary dryer di pilot plant UBC. Kegiatan pengembangan CDB pada tahun ini adalah menyiapkan peralatan pulverized coal burner (tungku pembakaran batubara bubuk) dan rotary dryer sebagai bagian dari peralat pilot plant CDB yang akan dibangun secara bertahap sampai tahun Pulverized coal burner dan rotary dryer telah tersedia di sentra pengolahan dan pemanfaatan batubara, Puslitbang tekmira di Palimanan, Cirebon. Modifikasi peralatan tersebut telah selesai dikerjakan untuk digunakan sebagai bagian dari pilot plant CDB. Pulverized coal burner telah dimodifikasi dan ditambah dengan ruang pengencer gas buang agar cocok digunakan sebagai media pengeringan batubara basah. Rotary dryer juga sudah dimodifikasi menjadi tipe aliran co-current yang cocok digunakan untuk proses pengeringan batubara. Bahan bakar untuk proses pengeringan juga sudah diganti menggunakan batubara yang diperoleh dari produk batubara hasil pengeringan. Pengeringan batubara menggunakan rangkaian alat Pulverized coal burner dan rotary dryer telah dilakukan dengan kesimpulan bahwa Pulverized coal burner dapat beroperasi dengan baik saat dioperasikan secara terpisah dari ruang pengencer gas dan rotary dryer, sedangkan jika dioperasikan secara bersamaan menimbulkan tekanan balik gas ke pulverized coal burner. Hal ini menyebabkan suhu di rotary dryer tidak mencapai sebagaimana diharapkan (400 o C). Modifikasi perlu dilakukan untuk mengatasi masalah tekanan balik dengan memperbesar sambungan antara pulverized coal burner dan ruang pengencer gas panas dan sambungan antara ruang pengencer gas panas dan rotary dryer yang terlalu kecil. iii

4 DAFTAR ISI Kata Pengantar.. ii Sari.... iii Daftar Isi. iv Daftar Tabel.. vi Daftar Gambar. vi I. Pendahuluan Latar belakang Ruang lingkup kegiatan Tujuan Sasaran Lokasi kegiatan 4 II. Kajian Status Teknologi Pengeringan Batubara Karakteristik Proses Pengeringan Batubara Wujud air dalam batubara Pelepasan air /Pengeringan /up-grading batubara Penyerapan kembali moisture setelah pengeringan Resiko Pengeringan batubara Pembakaran spontan (Spontaneous Combustion) Resiko Ledakan Debu Batubara (Coal Dust Explosion Risk) Manfaat Pengeringan Batubara untuk bahan bakar PLTU Status Beberapa Teknologi Upgrading Evaporative Drying Pengeringan Non-Evaporative Evaluasi Keekonomian Pengeringan Batubara dibandingkan dengan Pencampuran Batubara (Blending) III. Tahapan Kegiatan Pengembangan Teknologi Pengeringan Batubara Coal Drying And Briquetting (CDB) Tahapan persiapan Modifikasi/Fabrikasi dan konstruksi peralatan Tahapan percobaan pengeringan batubara Tahapan penulisan laporan 44 IV. Hasil Kegiatan Pengembangan Teknologi Pengeringan Batubara Coal Drying And Briquetting (CDB) Formatted: Font: (Default) Tahoma, 11 pt, Not Bold, Italic iv

5 4.1. Perhitungan Neraca Massa dan Neraca Panas Modifikasi/Fabrikasi dan Konstruksi Peralatan Tungku Pembakaran Batubara Bubuk (Pulverized Coal Burner) Modifikasi/Fabrikasi dan Konstruksi Peralatan Rotary Dryer Uji Coba Pengeringan Batubara 51 V. Penutup Kesimpulan Saran Modifikasi/Fabrikasi dan Konstruksi Rotary Dryer. 19 Daftar Pustaka 54 v

6 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Road map kegiatan CDB.. 3 Tabel 2.1 Pengaruh suhu pengeringan pada gugus fungsi batubara 11 Tabel 2.2 Total penghematan biaya (avoided cost) oleh adanya penggantian batubara basah menjadi batubara kering pada PLTU kapasitas 572 MW Tabel 2.3 Kondisi operasi pengering putar PT. Titan Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 2.6 Kharakteristik batubara sebelum dan sesudah dilakukan pengeringan BCB Kharakteristik pembakaran batubara sebelum dan sesudah dilakukan pengeringan BCB Hasil proses upgrading beberapa batubara menggunakan Pilot Plant UBC Tabel 2.7 Spesifikasi Kualitas Batubara yang Disyaratkan oleh PLTU Aceh Tabel 2.8 Perbandingan Skema Pemanfaatan Batubara lokal Untuk Pembangkit Listrik di PLTU Tabel 2.9 Cash Flow Incremental Pemilihan Skema Pemanfaatan Batubara lokal Untuk Pembangkit Listrik di PLTU (dalam USD) Tabel 4.1. Neraca massa proses CDB Tabel 4.2. Kalibrasi Force Burner Batubara DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Road map kegiatan CDB. 2 Gambar 2.1 Kurva Pengeringan Batubara. 9 Gambar 2.2 Kurva pelepasan air dan penyerapan kembali air pada proses pengeringan batubara Kaltim. 11 Gambar 2.3 Pengaruh peringkat batubara pada penyerapan air kembali setelah proses pengeringan 11 Gambar 2.4 Degradasi ukuran batubara setelah diletakkan di udara terbuka pada suhu ruangan 14 Gambar 2.5 Foto Debu Batubara. 15 vi

7 Gambar 2.6 Hubungan antara suhu penyalaan dan kandungan zat terbang Gambar 2.7 Pengering Putar (Rotary Dryer) Gambar 2.8 Kondisi dan hasil percobaan pengeringan batubara menggunakan steam tube rotary dryer Gambar 2.9 Sketsa Peralatan Flash Dryer Gambar 2.10 Photo pabrik BCB di Tabang, Kalimantan Timur Gambar 2.11 Sketsa peralatan pengeringan batubara dengan reaktor fluidized bed Gambar 2.12 Skema peralatan di pembangkit listrik setelah penambahan peralatan pengeringan batubara (warna hijau) Gambar 2.13 Performance tungku fluidized bed untuk pengeringan batubara dengan energi dari waste heat Gambar 2.14 Diagram alir proses UBC Gambar 2.15 Pengeringan batubara teknologi coldry Gambar 2.16 Diagram Alir Proses CHTD Gambar 2.17 Skema proses MTE Gambar 4.1 Diagram T Q proses pengeringan batubara Gambar 4.2 Peralatan tungku pembakaran batubara bubuk Gambar 4.3 Kalibrasi laju alir batubara pada screw feeder Gambar4.4 Pembakaran batubara dalam ruang bakar Gambar 4.5 Rotary dryer tipe aliran co-current Gambar 4.6 Penentuan kapasitas rotary dryer dan waktu tinggal batubara Gambar 4.7 Hubungan suhu rotary dryer terhadap skala putaran screw feeder 52 vii

8 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai cadangan batubara peringkat rendah yang cukup besar. Batubara jenis ini kurang diminati di pasaran karena mempunyai kadar air yang tinggi. Kegiatan pengembangan teknologi Coal Drying and Briquetting ini disusun berdasarkan pedoman pada beberapa ketentuan yang tercantum pada Peraturan Perundangan : UU no. 30/2007, tentang Energi UU No. 4/2009, tentang Pertambangan Mineral dan Batubara UU No. 4/2009, pasal , tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral dan Batubara PP No. 23/2010, tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba Inpres No. 2 tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Batubara yang dicairkan sebagai Bahan Bakar Lain Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional Permen ESDM no 4 tahun 2010, tanggal 7 Januari 2010 tentang Renstra ESDM , a.l memuat peningkatan nilai tambah pertambangan Kepmen Ristek No. 193/M/Kp/IV/2010 tgl. 30 April 2010 tentang Agenda Ristek Nasional Disamping peraturan tersebut di atas, terdapat pula beberapa tugas yang sedang dilaksanakan berkaitan dengan pemecahan masalah strategis berupa : Peningkatan Nilai Tambah Kelangsungan pasokan energi Kelangsungan pasokan bahan baku industri (gas sintesis untuk industri kimia) Puslitbang tekmira bekerjasama dengan JCOAL dan Kobe Steel Jepang telah sukses mengembangkan teknologi upgrading batubara yaitu teknologi UBC. Berbekal pengalaman dalam pengembangan UBC, maka akan dilakukan pengembangan proses upgrading baru yang sesuai untuk diaplikasikan pada perusahaan tambang berskala menengah kebawah. Proses baru ini diberi nama Coal Drying and Briquetting (CDB). Proses CDB direncanakan menggunakan reaktor rotary dryer suatu reaktor yang berkapasitas besar tetapi murah, dengan energi pemanasan berasal dari gas hasil 1

9 pembakaran batubara atau uap air. Proses CDB diharapkan mempunyai biaya investasi lebih kecil karena tidak menggunakan residu dan media minyak tanah. Walaupun demikian proses CDB diharapkan menghasilkan briket batubara yang lebih kuat karena kadar airnya masih tinggi dan tahan terhadap spontaneous combustion. Dengan dikembangkannya proses CDB diharapkan adanya teknologi upgrading yang dapat dijadikan alternatif bagi perusahaan-perusahaan batubara di Indonesia terutama yang mempunyai cadangan batubara peringkat rendah dengan kandungan air lebih dari 45%. Selain itu, sudah waktunya Balitbang ESDM mengembangkan kemampuan penelitinya untuk menghasilkan karya yang mandiri dan nyata untuk mendukung program diversifikasi energi. Pada tahun 2010 proses CDB telah di uji coba menggunakan peralatan pada pilot plant UBC milik JCOAL Jepang. Hasil uji coba menunjukkan bahwa batubara Indonesia dapat di keringkan sampai kandungan air 7% tanpa terjadi moisture reabsorption dan menghasilkan briket yang kuat. Mulai tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 akan dibangun pilot plant proses CDB dengan kapasitas 2 ton batubara umpan perhari. Akhir tahun 2013 disamping dihasilkan pilot plant akan dihasilkan juga desain pabrik CDB kapasitas ton/hari, atau dalam hal ini akan dihasilkan desain peralatan dengan scale- up ratio 10 sampai dengan 50 kali lipat kapasitas peralatan pilot plant. Tahapan kegiatan pengembangan proses CDB setiap tahun dapat dilihat pada gambar 1 dan Tabel 1. Gambar 1.1. Road Map Kegiatan CDB 2

10 Tabel 1.1. Road map kegiatan CDB Tahun Target Mendapatkan data teknis proses CDB Kegiatan Uji coba proses CDB dengan rotary dryer Rincian kegiatan Uji laboratorium untuk pengeringan batubara Percobaan pengeringan batubara Evaluasi hasil percobaan Beroperasinya peralatan pulverized burner, dan rotary dryer kapasitas 2 ton/hari. Pembuatan pulverized burner dan rotary dryer untuk mendukung pilot plant CDB kapasitas 2 ton/hari Desain pulverized burner, dan rotary dryer Fabrikasi pulverized burner, dan rotary dryer Konstruksi pulverized burner, dan rotary dryer Uji coba operasi pulverized burner, dan rotary dryer Beroperasinya peralatan siklon dan wet scrubber untuk mendukung pilot plant CDB kapasitas 2 ton/hari. Beroperasinya pilot plant CDB kapasitas 2 ton/hari secara kontinyu (2X24 Jam) Pembuatan siklon dan Optimasi proses CDB dan wet scrubber untuk Pengumpulan data teknis mendukung pilot plant dalam rangka scale-up CDB kapasitas 2 peralatan ton/hari. Desain siklon dan wet scrubber Fabrikasi siklon dan wet scrubber Konstruksi siklon dan wet scrubber Uji coba operasi siklon dan wet scrubber Ujicoba peralatan pilot plant CDB Uji coba pengeringan batubar Karakterisasi produk upgrading Uji emisi dan limbah pilot plant CDB Indikator keberhasilan Dihasilkannya batubara kering yang stabil terhadap moisture readsorption dan dapat dibuat briket yang kuat Beroperasinya peralatan pulverized burner, dan rotary dryer kapasitas 2 ton/hari secara kontinyu selama minimal 2 x 24 jam Beroperasinya peralatan siklon dan wet scrubber kapasitas 2 ton/hari secara kontinyu selama minimal 2 x 24 jam - Beroperasinya seluruh peralatan pilot plant kapasitas 2 ton/hari secara kontinyu selama minimal 2 x 24 jam - Didapatkan produk pengeringan batubara yang stabil dan memenuhi spesikasi batubara untuk PLTU I Pada tahun 2011 akan dilakukan desain/fabrikasi/konstruksi/modifikasi pulverized burner dan rotary dryer. Komponen alat pulverized burner terdiri dari screew feeder, blower, ruang pembakaran dan ruang pengenceran gas buang. Ruang pengenceran gas buang diperlukan untuk menurunkan suhu gas buang dari pulverized burner yang semula diperkirakan lebih tinggi dari 900 o C menjadi sekitar 500 o C. Gas buang dengan suhu ini diperkirakan cukup rendah untuk dipakai sebagai energi pengeringan batubara. 1.2 Ruang Lingkup Kegiatan Kegiatan pada tahun anggaran 2011 meliputi kegiatan modifikasi peralatan pulverized burner dan rotary dryer dan studi literatur teknologi pengeringan batubara. 3

11 1.3 Tujuan Tujuan jangka panjang kegiatan CDB adalah menghasilkan teknologi pengeringan batubara dalam negeri yang efisien, murah dan ramah lingkungan yang sesuai dengan karakteristik batubara Indonesia. 1.4 Sasaran Tujuan kegiatan CDB pada tahun anggaran 2011 adalah membuat/modifikasi peralatan pembakar batubara bubuk (pulverized coal burner) yang dilengkapi ruangan pengenceran gas buang dan membuat/memodifikasi alat pengering rotary dryer dalam rangka pembuatan pilot plant proses CDB kapasitas 2 ton batubara/hari. 1.5 Lokasi Kegiatan Kegiatan akan dilakukan di: a. Puslibang tekmira Bandung b. Sentra Teknologi Pemanfaatan Batubara di Palimanan, Cirebon. 4

12 II. KAJIAN STATUS TEKNOLOGI PENGERINGAN BATUBARA Batubara memainkan peran sentral dalam mendukung pembangunan ekonomi global, mengurangi kemiskinan dan memenuhi kebutuhan energi dunia. Batubara saat ini memasok 27% dari kebutuhan energi primer dunia dan 41% energi listrik dunia. Pada beberapa negara prosentase pembangkit listrik berbahan bakar batubara jauh lebih tinggi misalnya di Polandia lebih dari 94%, Afrika Selatan 92%, China selama 77%, dan Australia 76%. Dalam beberapa tahun terakhir, batubara telah menjadi sumber energi paling cepat berkembang di dunia melebihi pertumbuhan permintaan akan gas, minyak, hydro nuklir, dan energi terbarukan. Berbeda dengan harga minyak, harga batubara relatif tidak dipengaruhi oleh kondisi politik negara produsen karena sumber daya batubara di dunia berada dalam kondisi lebih tersebar. Cadangan batubara tersedia di sekitar 70 negara di dunia sedangkan minyak dan gas alam hanya terdapat pada negara-negara dalam jumlah yang terbatas. Lebih dari 62% minyak dan 64% cadangan gas yang terkonsentrasi di Timur Tengah dan Rusia. Pada tingkat produksi saat ini, cadangan terbukti (proven reserve) batubara dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan energi dunia sampai 119 tahun sementara itu cadangan terbukti minyak dan gas hanya akan berumur sampai 46 dan 63 tahun. Produksi batubara peringkat tinggi (hard coal) meningkat terus setiap tahun, pada tahun 2003 produksi batubara adalah 4 milyar 231 juta ton dan pada tahun 2009 adalah 5 milyar 990 juta ton atau terjadi peningkatan rata-rata antara 5 sampai dengan 6% per tahun. Kebutuhan batubara terutama untuk tenaga listrik diprediksi akan terus meningkat karena lebih dari 1,6 miliar orang (25% dari populasi dunia) tidak memiliki energi listrik. Ketersediaan energi listrik dengan harga terjangkau, aman dan handal akan meningkatkan pembangunan ekonomi untuk pengentasan kemiskinan. Dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2030, diperkirakan akan terjadi peningkatan konsumsi batubara dunia sekitar 53%. Sebagian besar (97%) peningkatan konsumsi batubara akan terjadi di negara-negara berkembang terutama untuk memenuhi kebutuhan listrik ( Pada tahun 2009 produksi batubara peringkat rendah/brown coal/lignit hanya sekitar 900 juta ton tetapi tingkat produksi ini diprediksi akan meningkat pada dekade mendatang karena adanya pertumbuhan akan permintaan energi dunia dan adanya teknologi pengeringan batubara yang andal dan cukup ekonomis untuk diterapkan. Batubara 5

13 peringkat rendah cukup mudah untuk ditambang dan umumnya mempunyai stripping ratio rendah (< 3) tetapi mempunyai kadar air tinggi (>40%) sehingga memerlukan ongkos transportasi persatuan energi yang mahal dan melepas emisi CO2 lebih banyak. Rata-rata emisi CO2 batubara peringkat rendah adalah 1300 kg per megawatt-hour sementara itu rata-rata emisi CO2 batubara bituminous (hard coal) adalah hanya 900 kg per megawatthour. Teknologi pengeringan batubara yang handal, murah dan dapat mengurangi emisi CO2 akan menjadi kebutuhan pada era mendatang. Teknologi pengeringan telah dikembangkan sejak tahun 1920-an. Pada tahun tersebut di Austria dikembangkan proses Fleissner untuk menurunkan kandungan air batubara peringkat rendah menggunakan media dan energi dari uap air superheated. Di Indonesia teknologi pengeringan batubara juga sedang dikembangkan misalnya teknologi UBC di tambang batubara Arutmin, Kalimantan Selatan, teknologi BCB di tambang batubara PT. Bayan Resources dan teknologi rotary dryer di Tambang Batubara PT. Titan Mining, Jambi. Meskipun teknologi pengeringan batubara sudah berumur 90 tahun dan beberapa teknologi telah dikembangkan ke skala besar tapi sampai saat ini belum ada teknologi yang andal dan komersial. Kajian ini dibuat dengan tujuan mengetahui hambatan-hambatan teknis yang menyebabkan penerapan teknologi pengeringan batubara di Indonesia masih belum komersial dan memberikan usulan tentang upaya yang harus dilakukan untuk mempercepat komersialisasi teknologi tersebut. Pada kajian ini akan dibahas peluang penerapan teknologi pengeringan batubara di Indonesia, karakteristik proses pengeringan batubara, teknologi pengeringan batubara yang ada di dunia dan keekonomian aplikasi teknologi pengeringan batubara. Kata Batubara Peringkat Rendah (BPR) dan kata lignit dalam laporan ini mempunyai arti yang sama dan sering dipakai bergantian. Upgrading batubara sejatinya meliputi pengertian antara lain peningkatan kualitas batubara dengan cara menghilangkan pengotor batubara (abu, natrium dan belerang) dan dengan cara menurunkan kandungan air. Pada laporan ini yang dimaksud dengan upgrading batubara penghilangan kadar air batubara. 6

14 2.1 Karakteristik Proses Pengeringan Batubara Air dalam batubara atau kelembaban batubara mempengaruhi karakteristik fisik dan kimia batubara dan pemilihan teknologi pemanfaatannya. Reaksi pembakaran batubara, reaksi gasifikasi, reaksi pengeringan, reaksi pirolisis, evolusi zat terbang, degradasi ukuran batubara, keekonomian transportasi dan titik nyala batubara dipengaruhi oleh kandungan air yang ada dalam batubara. Pada reaksi pembakaran, air dalam batubara menghambat laju pemanasan batubara dan menghalangi kontak batubara dengan oksigen. Kandungan air batubara juga mengurangi jumlah energi panas yang dapat dimanfaatkan karena sebagian energiy panas dipakai untuk menguapkan air batubara yang endothermik. Karakteristik pengeringan batubara perlu diketahui sebelum dilakukan desain reaktor pengeringan. Jumlah dan wujud air dalam batubara, suhu pengeringan dan penyerapan kembali oleh batubara mempengaruhi jumlah kandungan air dalam batubara kering yang dihasilkan. Batubara kering dengan ukuran halus sangat rentan pada terjadinya spontaneous combustion dan ledakan debu batubara (coal dust explosion), oleh sebab itu perlu kehati-hatian dalam menangani batubara kering halus produk pengeringan/upgrading batubara. Pada bab ini akan dibahas mengenai wujud air dalam batubara, pelepasan air dari batubara, penyerapan kembali air ke dalam batubara, spontaneous combustion dan coal dust explosion Wujud air dalam batubara Air dalam batubara sebagian terikat di permukaan batubara, dalam pori-pori batubara (pori mikro dan pori makro) dan sisanya terikat oleh gugus fungsi hiydroksil dan karboksil. Setelah proses pengeringan batubara, air dapat kembali ke dalam batubara bila pori-pori batubara tidak rusak atau tidak terjadi pemutusan ikatan air dengan gugus fungsi yang ada. Umumnya air di dalam batubara di klasifikasikan ke dalam dua jenis yaitu air bebas (free moisture) dan air terikat (bound water/inherent moisture). Free moisture berada pada permukaan batubara, didalam celah-celah batubara dan didalam pori-pori yang besar. Free moisture mempunyai sifat seperti air pada umumnya yaitu dalam kondisi normal akan menguap ke atmosfir. Inherent moisture adalah air yang terdapat dalam pori-pori batubara yang berukuran lebih kecil dan mempunyai tekanan uap lebih rendah sehingga dalam kondisi normal tidak menguap ke atmosfir. Status air dalam batubara dapat diketahui dengan mengamati panas desorpsinya. Sekitar 80% air dalam batubara adalah dalam bentuk bebas dan panas yang dibutuhkan untuk desorpsi adalah sama dengan panas latent penguapan. Dua puluh persen (20%) sisanya adalah air yang terikat lebih kuat dalam lignit. Air ini biasanya terdapat dalam pori-pori 7

15 batubara ukuran kecil (micropores). Dalam proses pengeringan batubara, variasi kekuatan ikatan air dalam batubara akan menghasilkan perilaku penguapan yang berbeda. Volume pori dalam batubara bituminous hampir sama dengan volume pori dalam lignit yaitu sekitar 0,1 ml/gram. Walaupun demikian, ikatan air dalam lignit berbeda dengan ikatan air dalam batubara bituminous. Sebagian besar pori dalam lignit adalah pori-pori ukuran besar (macro pores) dan sebagian besar air, berada dalam macro pores tersebut. Air dalam pori-pori makro relatif mudah untuk dilepaskan dengan cara pemanasan sebaliknya air dalam pori-pori mikro agak sulit dilepaskan karena ikatan dengan permukaan batubara dan karena adanya gaya kapiler Pelepasan air/pengeringan/up-grading batubara Kecepatan pelepasan air dari batubara dan suhu pengeringan berpengaruh pada struktur pori, sifat fisik dan sifat kimia batubara hasil pengeringan. Sebagian besar siystem peralatan pengeringan batubara yang ada saat ini adalah pengering dengan siystem pertukaran panas langsung. Pada siystem ini sebagian besar panas di transfer ke batubara melalui mekanisme konveksi. Dalam pengering, batubara basah dicampur dengan gas panas yang dihasilkan dalam ruang bakar terpisah. Gas yang digunakan untuk pengeringan terutama umumnya adalah udara yang tercampur beberapa gas lain produk dari proses pembakaran. Panas akan ditransfer dari gas pengeringan ke batubara basah sehingga air yang terkandung dalam batubara menguap. Setiap batubara mempunyai kharakteristik prilaku sendiri dalam proses pengeringannya. Prilaku ini biasanya digambarkan dalam sebuah kurva yang menghubungkan antara suhu/kecepatan gas/kondisi tekanan dengan waktu pengeringan. Kurva ini disebut sebagai kurva pengeringan. Gambar 3.1 menampilkan contoh kurva pengeringan batubara. Berdasarkan kurva pengeringan pada Gambar 2.1, proses pengeringan batubara dapat dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama (initial period) adalah tahap penghilangan air bebas (free moisture). Pada tahap ini laju pengeringan bertambah dengan berjalannya waktu. Pada tahap kedua (constant rate period), pengeringan batubara berlangsung pada laju yang konstan dan suhu batubara hanya sedikit meningkat. Pada tahap ini, energi panas yang ditransfer dari gas pengeringan adalah sama dengan panas yang dipakai untuk penguapan air pada permukaan batubara. Lebih kurang dibutuhkan 610 kkal panas untuk menguapkan 1 kg air dari dalam batubara. 8

16 Gambar 2.1 Kurva Pengeringan Batubara Laju pengeringan batubara ditentukan oleh sejumlah faktor, yaitu: Lluas permukaan ppartikel Selisih suhu batubara dan udara pengeringan Selisih tekanan uap pada permukaan batubara dan tekanan parsial uap air di atmosfer Volume dan kecepatan aliran gas pengeringan Tebal dan bulk density lapisan batubara Pengeringan tahap ketiga dimulai setelah permukaan batubara paling luar sudah hampir kering. Pada tahap ini pengeringan berlangsung dengan laju yang semakin lambat karena jumlah permukaan batubara basah yang dapat kontak langsung dengan gas panas semakin lama semakin sedikit. Uap air pada tahap ini berasal dari bagian dalam batubara dan bergerak keluar batubara dengan menembus pori-pori yang ada. Oleh sebab itu pengeringan batubara pada tahap ini sangat dipengaruhi oleh kharakterisktik masingmasing batubara Penyerapan kembali moisture setelah pengeringan Air dapat masuk kembali ke dalam batubara setelah proses pengeringan. Seberapa besar air dapat masuk kembali ke batubara dan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat masuknya air ke dalam batubara harus diketahui untuk mendapatkan produk batubara kering sesuai yang diinginkan. 9

17 Gambar 2.2 menunjukkan hubungan antara waktu dan kadar air batubara dalam proses pengeringan batubara pada suhu yang berbeda (75 C, 100 C dan 150 C) yang dilanjutkan dengan kurva penyerapan kembali air (moisture) dalam suhu kamar (27 o C) dan kelembaban 80%. Semakin tinggi suhu semakin cepat waktu pengeringan. Kadar air batubara kering meningkat dari 0% menjadi sekitar 10-13% setelah penyerapan kembali moisture dalam jangka waktu sekitar 2 sampai 4 hari. Kadar air batubara kering dapat diatur menjadi diatas 13% dengan mengatur waktu dan suhu pengeringan. Pengurangan kadar air batubara kering dibawah 10% agak sulit dilakukan tanpa memutus ikatan air dengan gugus fungsi yang ada dalam batubara. Gambar 2.2 Kurva pelepasan air dan penyerapan kembali air pada proses pengeringan batubara Kaltim (Karthikeyan, 2007) Pengaruh peringkat batubara pada tingkat penyerapan air dilihat pada Gambar 2.3. Sumbu Y pada Gambar 2.3 adalah rasio antara air yang masuk ke dalam batubara setelah pengeringan dengan air yang dilepas saat pengeringan. Pada batubara Bituminous semua air yang dilepas saat pengeringan 100% kembali lagi ke dalam batubara sementara itu pada batubara lignit hanya 30% dari air yang kembali ke batubara. Diperkirakan pori-pori dalam batubara bituminous berada dalam struktur yang sangat kuat oleh sebab proses pembatubaraan (coalification) di alam sehingga pori-pori batubara bituminous tidak rusak selama proses pengeringan dan air dapat kembali lagi ke dalam pori setelah proses pengeringan. Pengeringan batubara dapat menghasilkan produk dengan kadar air dibawah 10% bila dilakukan pada suhu lebih tinggi sehingga gugus fungsi karboksil yang ada dalam batubara 10

18 terlepas. Tabel 2.1 menampilkan hubungan antara suhu pengeringan dengan kandungan air dan kandungan gugus karboksil. Gambar 2.3 Pengaruh peringkat batubara pada penyerapan air kembali setelah proses pengeringan (Gorbarty, 1994). Tabel 2.1 Pengaruh suhu pengeringan pada gugus fungsi batubara (Mukherjee, 2004) Suhu Moisture Abu OCOOH OOH Moisture (%) o C (%) (%) (%) (%) (60% RH) 200 7,1 3,6 3,9 5,1 12, ,3 3,7 3,6 4,9 11, ,6 3,8 2,3 5,0 10, ,5 3,7 1,9 5,8 9, ,5 3,9 1,4 6,4 7, ,4 3,8 1,3 6,9 7,6 Dengan meningkatkan suhu pengeringan batubara dari 200 o C ke 350 o C jumlah gugus karboksil dapat diturunkan dari 3,9% menjadi 1,3% sementara itu kadar air batubara setelah penyerapan kembali air pada kelembapan relatif 60% (moisture at 60% RH) adalah menurun dari 12,3% menjadi 7,6%. 11

19 Walaupun suhu pengeringan menentukan jumlah moisture pada batubara kering tetapi dalam prakteknya suhu pengeringan batubara diusahakan setinggi mungkin tetapi dalam batas-batas aman. Dengan menggunakan suhu tinggi, volume gas pengeringan yang dibutuhkan menjadi semakin sedikit, yang pada gilirannya mengurangi kebutuhan bahan bakar, listrik dan jumlah debu yang dihasilkan oleh pengering. Efisiensi termal juga semakin tinggi dengan semakin tingginya suhu pengeringan. Faktor lain yang paling berpengaruh pada proses pengeringan batubara adalah waktu pengeringan. Tetapi sayangnya data mengenai waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan ini akan sesuai kalau data tersebut diperoleh dari hasil percobaan skala pilot atau sumber empiris lainnya. Dari fakctor-faktor yang dipertimbangkan di atas dapat disimpulkan bahwa fitur yang diinginkan pengering termal adalah: Harus ada pasokan gas panas pada suhu sedikit di atas suhu kritis bahan yang akan dikeringkan. Harus ada metode sehingga terjadi kontak yang baik antara gas panas dengan material yang sedang dikeringkan. Waktu tinggal bahan dalam pengering secepat mungkin tetapi dengan penguapan air yang memadai. Peralatan pengering batubara harus memiliki kemampuan untuk mengeringkan berbagai macam ukuran bahan tetapi tanpa menimbulkan kondisi pengeringan yang berlebihan atau sebailknya. Peralatan pengering batubara harus mempunyai kapasitas yang besar. Peralatan pengering batubara harus mampu mempertahankan temperatur gas buang pada tingkat yang cukup tinggi untuk mencegah kondensasi dalam sistem. Peralatan pengering batubara harus mempunyai desain yang sederhana, mudah dioperasikan dan mudah diperbaiki bila terjadi kerusakan. 2.2 Resiko Pengeringan batubara Pembakaran spontan (Spontaneous Combustion) Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya spontaneous combustion tetapi yang paling utama adalah oksidasi batubara (karbon) pada suhu kamar. Oksidasi batubara, seperti halnya semua reaksi oksidasi, adalah rekaksi eksotermik yang menghasilkan panas. Mekanisme sebenarnya tentang bagaimana pembakaran spontan dapat terjadi sampai saat ini masih belum dapat dipahami, tetapi para imuwan sepakat bahwa interaksi antara batubara dengan oksigen pada suhu rendah pada awalnya adalah dalam bentuk adsorpsi fisika yang dilanjutkan dengan adsorpsi kimia. 12

20 Tingkat konsumsi oksigen oleh batubara sangat tinggi selama beberapa hari pertama (terutama beberapa jam pertama) batubara diletakkan di udara terbuka. Tingkat konsumsi oksigen kemudian menurun dan menjadi sangat lambat bila tidak terjadi peningkatan suhu pada batubara dan lingkungannya. Bila panas terakumulasi dan terdapat aliran oksigen yang cukup maka proses oksidasi dapat berjalan lebih cepat dan suhu batubara semakin meningkat. Naiknya suhu menyebabkan proses oksidasi terus berlanjut menghasilkan ikatan karbon dan oksigen yang lebih stabil di permukaan batubara. Setelah suhu batubara mencapai suhu kritis maka terjadilah Spontaneous Combustion. Mekanisme spontaneous combustion sulit dipahami karena banyak facktor yang bisa meng-inisiasi meningkatnya suhu batubara dan mempengaruhi peningkatan suhu selanjutnya sampai terjadinya spontaneous combustion. Faktor-faktor yang dapat menginisiasi dan mengembangkan fenomena spontaneous combustion antara lain sebagai berikut: Kandungan pyrite dalam batubara dapat mempercepat terjadinya peristiwa spontaneous combustion. Perubahan kadar air, yaitu penyerapan air oleh batubara kering Degradasi ukuran batubara meningkatkan luas permukaan yang terbuka luas sehingga memudahkan reaksi oksidasi batubara. Batubara peringkat rendah mudah pecah menjadi ukuran lebih kecil (Gambar 2.4 ). Ukuran batubara menjadi sangat kecil setelah proses pengeringan sehingga menjadi seperti debu (Gambar 2.5) Kandungan abu batubara umumnya menghambat terjadinya spontaneous combustion tetapi beberapa komponen abu, seperti kapur, soda dan senyawa besi, mungkin dapat mempercepat reksi oksidasi sebaliknya alumina dan silika, menghambat rekasi oksidasi. Laju aliran udara bisa menghambat atau mempercepat reaksi oksidasi batubara. Pada laju alir yang tinggi, panas reaksi oksidasi batubara terbawa udara sehingga permukaan batubara menjadi lebih dingin. Laju alir udara akan mempercepat reaksi oksidasi bila pada tingkat alaju aliran tersebut kebutuhan oksigen bisa tercukupi tetapi panas oksidasi tidak terbawa oleh udara meninggalkan batubara. 13

21 Gambar 2.4 Degradasi ukuran batubara setelah diletakkan di udara terbuka pada suhu ruangan 14

22 Gambar 2.5 Foto Debu Batubara Resiko Ledakan Debu Batubara (Coal Dust Explosion Risk) Pabrik pengeringan batubara mempunyai resiko untuk terjadinya ledakan debu batubara. Pengeringan batubara menghasilkan produk sampingan berupa partikel halus yang panas yang bisa menyebabkan terjadinya ledakan, oleh sebab itu keamanan pabrik ini perlu mendapat perhatian. Kecelakaan tambang terburuk dalam sejarah umumnya disebabkan oleh ledakan debu batu bara. Pada tahun 1913 terjadi ledakan debu batubara di Senghenydd di South Wales yang menelan korban jiwa 439 penambang meninggal. Pada tahun 1962 ledakan debu batubara di tambang Courrières Prancis Utara menewaskan 1099 penambang dan di tambang batubara Luisenthal Mine Jerman merenggut 299 nyawa.ledakan debu batubara terburuk adalah yang terjadi pada tahun 1942 di Benxihu Colliery, Cina, yang menewaskan orang (sumber: Wikipedia). Ledakan debu batubara dapat terjadi dalam kondisi sebagai berikut yaitu adanya batubara ukuran halus, oksigen, energiy panas dan terbentuknya suspensi dalam suatu ruangan tertutup. Berikut adalah penjelasan fakctor-faktor terjadinya ledakan tersebut. 15

23 a. Peringkat Batubara Kharakteristik masing-masing batubara (kandungan zat terbang, ukuran partikel batubara dan konsentrasi partikel batubara) mempengaruhi pada kecenderungan terjadinya ledakan debu batubara. Batubara peringkat rendah selalu mempunyai titik nyala yang lebih rendah (lebih mudah) dibandingkan anthracite karena batubara peringkat rendah mempunyai jumlah zat terbang yang lebih banyak (Gambar 2.6). Kondisi ini juga berlaku pada fenomena terjadinya ledakan debu batubara. Semakin tinggi kandungan zat terbang dalam batubara semakin mudah untuk terjadinya ledakan partikel halus. Rasio zat terbang (volatile ratio) yang didefinisikan sebagai rasio kandungan zat terbang dengan total kandungan karbon tertambat dan kandungan zat terbang juga dapat dipakai sebagai parameter kecenderungan terhadap ledakan batubara. Batubara dengan volatile ratio diatas 12% mempunyai kecenderungan untuk terjadinya ledakan batubara. b. Ukuran partikel batubara Batubara dengan ukuran partikel lebih kecil membutuhkan energi yang lebih rendah untuk penyalaan (ignition) dibandingkan energi yang dibutuhkan untuk penyalaan batubara dengan ukuran lebih besar. Batubara dengan ukuran lebih besar dari 800 mikron kurang beresiko untuk menimbulkan ledakan debu batubara. Sebaliknya, partikel batubara dengan ukuran lebih kecil dari 800 mikron mempunyai kecenderungan untuk terjadinya ledakan debu batubara dan semakin kecil ukuran batubara semakin besar kecenderungannya untuk terjadinya ledakan debu batubara. Energi untuk penyalaan tersebut semakin kecil lagi bila batubara berukuran kecil tersebut mempunyai kandungan zat terbang yang besar. c. Konsentrasi batubara Debu batubara yang terbang di udara dapat terbakar bila ada energiy yang cukup untuk menyalakannya. Tetapi kebakaran tersebut tidak akan menjalar (propagation) kemanamana kalau konsentrasi debu batubara tersebut adalah rendah. Pada konsentrasi debu rendah, ada jarak antar partikel yang cukup jauh sehingga terbakarnya satu partikel tidak menyebabkan terbakarnya partikel lainnya. Sebaliknya pada konsentrasi debu batubara yang tinggi, partikel batubara berada dalam kondisi saling berdekatan sehingga partikel yang terbakar akan mampu menyalakan partikel lainnya. Konsentrasi minimum suspensi 16

24 debu batubara yang memungkinkan terjadinya ledakan debu batubara dinamakan Minimum Explosive cconsentration (MEC). MEC ditentukan oleh sejumlah faktor, seperti kandungan zat terbang dari batubara, ukuran distribusi partikel batubara dan juga keberadaan gas yang mudah terbakar seperti gas metan dalam suspensi batubara. Nilai MEC untuk batubara medium volatile bituminous adalah gram per meter kubik. Nilai MEC akan menurun bila jumlah zat terbang naik, ukuran partikel lebih kecil dan konsentrasi gas methan naik. d. Keberadaan sumber panas (heat) Partikel debu batubara dapat terbakar bila terdapat energi yang cukup untuk menyalakannya. Sumber energi panas ini dapat berasal dari udara panas di dalam mesin pengering atau percikan api. Jumlah energi yang dibutuhkan untuk menyalakan debu batubara adalah sekitar 60 mili joules. Penyalaan gas membutuhkan energi yang lebih sedikit dibanding batubara. Bila debu batubara bercampur gas seperti methan maka metan akan menyala lebih dulu dari batubara. Energi dari pembakaran gas metane ini yang selanjutnya akan menyalakan debu batubara dan menimbulkan ledakan. Gambar 2.6 Hubungan antara suhu penyalaan dan kandungan zat terbang 17

25 Debu batubara ter-suspensi umumnya membutuhkan suhu yang relatif tinggi (>500 o C) untuk proses penyalaannya. Tetapi, debu batubara yang sama, ketika berada dalam bentuk lapisan di lantai atau di atas peralatan memerlukan temperatur yang lebih rendah (> 170 o C) untuk terbakar dan membara. Hubungan antara suhu penyalaan (ignition temperature) dan jumlah zat terbang yang terdapat dalam ditunjukkan pada Gambar 3.6. e. Keberadaan Oksigen Untuk terjadinya kebakaran dan ledakan diperlukan oksigen yang cukup. Berdasarkan data-data percobaan resiko terjadinya kebakaran dan ledakan akan lebih rendah bila kandungan ooksigen dalam gas kurang dari 12%. f. Suspensi Debu Batubara akan meledak hanya jika debu tersuspensi di udara. Jika debu berada dalam bentuk lapisan diatas lantai atau diatas zat padat lainnya, debu tersebut hanya bisa terbakar dan membara. Walaupun demikian ledakan debu batubara dapat menghasilkan tekanan yang bisa mengangkat partikel batubara dalam lapisan menjadi dalam bentuk suspense yang pada gilirannya akan meningkatkan intensitas ledakan. g. Confinement (kurungan) Partikel debu batubara bisa menimbulkan ledakan bila partikel-partikel tersebut terkurung dalam suatu wadah sehingga jarak antar partikel menjadi lebih dekat yang memungkinkan api menjalar dari satu partikel ke partikel lainnya. Pada pabrik pengeringan batubara kondisi ini bisa terjadi dalam siklon dan bag house. Dalam bag house misalnya, partikel debu berada dalam ruangan tertutup yang memungkinkan membentuk konsentrasi debu yang sangat tinggi melebihi nilai MEC. Ledakan dalam suatu alat dapat menyebabkan rusaknya peralatan tersebut, oleh sebab itu peralatan yang beresiko tinggi menimbulkan ledakan perlu di lengkapi dengan safety valve yang dapat terbuka pada tekanan yang rendah. Untuk meminimalkan resiko akan terjadinya ledakan debu batu bara dalam sebuah pabrik pengeringan batubara dapat dilakukan tindakan-tindakan pencegahan sebagai berikut: Konsentrasi debu dalam udara (suspense) harus serendah mungkin. Kadar air produk atau dalam batubara kering hendaknya tidak terlalu rendah untuk mengurangi jumlah partikel halus. Suhu pengeringan sebaiknya tidak terlalu tinggi tetapi cukup untuk menguapkan air dalam batubara. Produk pengeringan terlebih dulu diturunkan suhunya sampai suhu aman sebelum dilakukan penimbunan/penyimpanan batubara kering tersebut. 18

26 Kandungan oksigen dari gas pengering harus dikontrol pada tingkat di bawah 12% misalnya dengan cara mensirkulasidua-pertiga gas buang ke generator gas panas. Selalu memonitor dan mengontrol konsentrasi dari suspense debu batubara dalam setiap peralatan Manfaat Pengeringan Batubara untuk bahan bakar PLTU Uraian manfaat pengeringan batubara untuk bahan bakar PLTU berikut ini di hitung menggunakan asumsi bahwa pabrik pengeringan batubara terintegrasi dengan PLTU dan menggunakan energi untuk pengeringan yang berasal dari condenser dan gas buang (flue gas) di PLTU. PLTU mempunyai kapasitas 572 MW menggunakan bahan bakar lignit dengan kadar air 38%. Pengeringan batubara untuk PLTU akan memberikan penghematan biaya antara lain sebagai berikut: Pengurangan biaya pembelian batubara Pengurangan biaya pembuangan abu batubara Pengurangan biaya penangkapan pollutan. Mengurangi biaya perawatan alat penggerus batubara (mill cost) dan Memperpanjang umur pemakaian alat penggerus. Berkurangnya kandungan moisture dalam batubara mengurangi volume gas buang dan menurunkan suhu gas buang sehingga meningkatkan efisiensi boiler. Pengurangan kadar air batubara dari 40% menjadi 20% meningkatkan efisiensi boiler antara 3% sampai dengan 5%. Berkurangnya volume gas buang juga mengurangi energi yang diperlukan oleh ID Fan sehingga menurunkan kebutuhan energi untuk pemakaian sendiri (service power) pada PLTU. Meningkatnya efisiensi boiler dan berkurangnya service power akan memperbaiki nilai heat rate dari pembangkit listrik. Pengurangan 20% moisture dalam batubara dapat memperbaiki nilai heat reate sampai 3,3%. Perbaikan nilai heat rate akan mengurangi konsumsi batubara, biaya pembuangan abu batubara dan biaya penangkapan pollutan. Kebutuhan energi untuk penggerusan batubara (grinding) sebanding dengan jumlah moisture yang ada dalam batubara. Kebutuhan energi tersebut menurun dengan berkurangnya jumlah air (moisture) dalam batubara. Batubara dengan kandungan moisture 20% memerlukan energi 2/3 dari kebutuhan energi untuk penggerusan batubara dengan kadar air 40%. Pengurangan energi ini disebabkan karena berkurangnya jumlah batubara yang harus digerus untuk menghasilkan produksi listrik yang sama. Penurunan kebutuhan energi untuk penggerusan ini akan mengurangi jumlah service power yang dibutuhkan. Untuk pembangkit listrik kapasitas 572 MW, pengeringan batubara dengan kandungan air 19

27 40% menjadi batubara dengan kandungan air 20% dapat menghemat service power sekitar 17 MW. Batubara kering juga mengurangi biaya perawatan dan memperpanjang waktu pemakaian alat penggerus (Mill Maintenance and Availability). Frekuensi perawatan alat penggerus ditentukan oleh volume umpan, mineral dalam batubara dan karakteristik ketergerusan batubara. Ketiga parameter diatas mempengaruhi tingkat keausan dinding alat penggerus dan komponen-komponen alat penggerus seperti gear box dan poros (shaft). Pada pembangkit listrik kapasitas 572 MW dengan bahan bakar batubara berkadar air 40% akan dibutuhkan enam (6) alat penggerus. Bila batubara yang digunakan adalah batubara kering dengan kadar air 20% maka hanya dibutuhkan lima (5) alat penggerus. Bila diasumsikan setiap alat penggerus biasanya memerlukan perawatan (maintenance) dua kali setahun dengan biaya maintenance untuk suku cadang dan tenaga kerja adalah US$ setiap maintenance. Alat penggerus yang beroperasi secara normal juga memerlukan overhaul sekali dalam dua tahun dengan biaya rata-rata per overhaul untuk suku cadang dan tenaga kerja adalah US$ Menggunakan asumsi tersebut diatas maka penggunaan batubara kering atau tidak dioperasikannya satu alat penggerus akan memberikan pengehematan baiaya perawatan dan overhaule sebesar US$ per tahun. PLTU juga kadang mengalami penurunan jumlah listrik yang dibangkitkan (derate) karena rusaknya alat penggerus batubara. Pada PLTU kapasitas 572 MW dengan enam alat penggerus batubara maka kerusakan sebuah alat penggerus akan mengakibatkan penurunan jumlah listrik yang dibangkitkan sebesar 1/6 x 572 MW. Bila perbaikan alat penggerus memerlukan waktu dua (2) hari dan harga listrik adalah US$ 0,05/kW-hr maka biaya yang harus dibayar karena derating tersebut adalah 1/6 x 572 MW x 2 x 24 jam x US$ 0,05 x 1000 per mw-hr = US$ Biaya ini dapat dihindari pada pemanfaatan batubara kering untuk PLTU karena hanya 5 alat penggerus yang dipakai sehingga satu alat penggerus batubara dapat stand by untuk menggantikan sewaktu-waktu penggerus yang sedang beroperasi mengalami kerusakan. Total penghematan per tahun oleh adanya penggantian bahan bakar dari batubara basah ke batubara kering ditampilkan pada Tabel 2.2. Untuk pembangkit listrik kapasitas 572 MW akan didapatkan penghematan dengan nilai antara US$ 4,3 juta sampai dengan US$ 6,6 juta. Semakin rendah kandungan kadar air batubara kering semakin besar nilai penghematan. Penghematan terbesar diperoleh dari penghematan biaya pembelian batubara diikuti oleh penghematan biaya penangkapan SO2, penangkapan NOx, penghematan biaya perawatan alat penggerus dan penghematan biaya pembuangan abu. 20

28 Tabel 2.2 Total penghematan biaya (avoided cost) oleh adanya penggantian batubara basah menjadi batubara kering pada PLTU kapasitas 572 MW (Levy, 2006) Persentase pengurangan kadar air Penghematan (US$) minimum rata-rata maksimum 9, , , , Status Beberapa Teknologi Upgrading Berdasarkan fasa air yang keluar saat proses, teknologi upgrading batubara dikelompokkan menjadi proses evaporative dan non-evaporative. Pada proses evaporative, air dikeluarkan dalam batubara dalam fasa gas/uap sedangkan pada proses non-evaporative karena tekanannya proses yang tinggi maka air keluar dari batubara dalam bentuk fasa cair. Sebagian besar teknologi pengeringan batubara adalah masuk ke dalam jenis teknologi evaporative drying seperti contoh teknologi UBC (upgraded brown coal), BCB (binderless coal briquetting) dan lain-lain. Teknologi yang termasuk kedalam jenis non-evaporative drying adalah technology hydrothermal dan mechanical thermal expression (MTE). Peralatan utama yang digunakan pada evaporative drying antara lain adalah pengering putar (rotary dryer), flash dryer, fluidized bed dryer, slurry evaporator sedangkan peralatan utama pada non-evaporative drying adalah autoclave dan hydraulic press. Berikut adalah penjelasan dari teknologi-teknologi tersebut Evaporative Drying Pengeringan evaporative dapat dilakukan pada beberapa rentang suhu yaitu antara suhu 40 o C-100 o C, 100 o C-200 o C dan 200 o C-400 o C. Pengeringan dibawah suhu penguapan air (< 100 o C) dilakukan dengan menggunakan udara kering (udara dengan tingkat kelembapan rendah). Contoh proses ini adalah cold dry process dan teknologi-teknologi pengeringan yang memanfaatkan waste heat (panas terbuang) dari pembangkit listrik yang dikembangkan oleh RWE dan WTA. Proses pengeringan diatas suhu 200 o C dapat 21

29 menghasilkan gas-gas CO/CO2, gas hydrocarbon dan tar. Pengeringan pada suhu tinggi memerlukan intalasi pengolahan limbah cair karena air dari batubara mengandung tar. Berikut adalah pengelompokan teknologi pengeringan evaporative berdasarkan peralatan utama yang digunakan: a. Pengering putar/rotary dryer (PT. Titan Mining, Muara Kilis Jambi dan Puslitbag tekmira) Pengering putar adalah pengering bahan padat yang paling umum digunakan dalam industri. Pengering ini terbuat dari kerangka/cangkang/shell berbentuk silinder. Gambar 2.7 menampilkan sketsa peralatan pengering putar. Komponen peralatan pengering putar terdiri atas peratan seperti coal burner untuk menghasilkan gas panas, pengumpan batubara (coal feeder) dan siklon. Gas panas harus disesuaikan suhunya sebelum dimasukkan ke dalam pengering putar dengan menambahkan udara (quench air). Posisi pengering sedikit miring terhadap bidang horizontal agar padatan dapat mengalir dari ujung satu ke ujung lainnya. Dalam siystem pemanasan langsung, gas panas dialirkan pada bagian dalam pengering putar sehingga bersentuhan dengan zat padat yang akan dikeringkan. Gambar 2.7 Pengering Putar (Rotary Dryer) Untuk meningkatkan intensitas interaksi antara fasa gas dan fasa padat, pada permukaan silinder pengering putar bagian dalam dipasang plat-plat besi sejajar (flight) yang berfungsi mengangkat zat padat kebagian atas dan menjatuhkannya kebagian bawah pada saat pengering sedang berputar. Pengering putar biasanya dapat digunakan untuk mengeringkan semua jenis partikel padat tetapi tidak dapat digunakan mengeringkan slurry dan pasta. Partikel padat tersebut bisa dalam bentuk bubuk (powder), butiran (granules) dan agglomerate. Ukuran partikel minimum yang digunakan pada pengering putar adalah sekitar 100 mikrometer. Waktu 22

30 tinggal partikel dalam pengering putar adalah antara beberapa menit sampai dengan satu jam, tergantung pada jenis material yang akan dikeringkan dan jumlah kadar air dalam umpan dan dalam produk. Waktu tinggal dapat diatur dengan memvariasikan kecepatan putaran dan kemiringan dari pengering putar. Volume zat padat dalam pengering putar adalah antara 7% sampai 25% dari volume pengering. Pengering putar cukup kuat (robust), mempunyai kapasitas tinggi dan harganya murah. Kelemahan pengering putar adalah bila menggunakan umpan dengan ukuran besar mengeluarkan suara berisik, umpan mudah pecah, dan memerlukan biaya perawatan yang tinggi. Salah satu contoh perusahaan yang menggunakan pengering putar untuk up grading batubara adalah PT. Titan Mining di Muara Kilis, Kabupaten Tebo, Propinsi Jambi. Di daerah tersebut, perusahaan ini mempunyai cadangan batubara sekitar 199 juta ton dengan kualitas sebagai berikut: Nila Kalor (ar) : kkal/kg Total Moisture (ar) : 30-48% Inherent Moisture (adb) : 16-18,5% Abu (adb) : 4,2-5,8% Zat terbang (adb) : 40-43% Fixed Carbon (adb) : 34-36% Belerang total (adb) : 0,2-0,35% HGI : PT. Titan Mining telah mendapat kontrak pembelian batubara sebesar 3,45 juta ton/tahun dari PLN untuk memenuhi kebutuhan batubara pada PLTU Suralaya, Labuan, Pelabuhan Ratu, Rembang dan Parit Baru Kalimantan Barat dengan spesikasi batubara yaitu nilai kalor =4200 kkal/kg dan kadar air total (Total Moisture/TM) maksimum 30%. PT. Titan menggunakan pengering putar untuk mengurangi kadar air dalam batubara sehingga memenuhi spesifikasi PLN. Energi panas pengering putar berasal dari pembakaran batubara. Kapasitas pengering putar ditentukan oleh kandungan air dalam batubara umpan dan kandungan air dalam batubara kering yang diinginkan. Semakin rendah kadar air produk semakin sedikit jumlah batubara umpan tetapi semakin banyak kebutuhan batubara untuk bahan bakar. Tabel 2.3 menampilkan kondisi umum (typical condition) pada pengering putar di PT. Titan (Kresnawahjuesa, 2010). 23

31 Kapasitas desain (ton/jam) Tabel 2.3 Kondisi operasi pengering putar PT. Titan TM batubara umpan (%) TM batubara yang diinginkan (%) Kapasitas actual (ton/jam) ,5 12,5 Kebutuhan bakar (ton/jam) ,67 11, ,43 9, ,92 7,69 Gambar 2.8 Kondisi dan hasil percobaan pengeringan batubara menggunakan steam tube rotary dryer (Rizwan, 2010) Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekmira) Kementerian ESDM telah melakukan percobaan pengeringan batubara menggunakan steam tube rotary dryer. Suhu steam masuk adalah 170 o C. Alat ini dapat digunakan dengan kapasitas yang bervariasi antara 10 kg sampai dengan 40 kg per jam. Suhu alat dijaga konstan dengan menambahkan atau mengurangi jumlah steam yang masuk ke pengering putar. Batubara yang digunakan adalah batubara Pendopo Sumatera Selatan dengan kandungan air (Total Moisture/TM)= 60%. Kondisi dan hasil percobaan ditampilkan pada Gambar 2.8. Pada laju alir umpan batubara 40 kg/jam dan aliran steam adalah sekitar 33 kg/jam maka dihasilkan batubara kering dengan kandungan air sekitar 15%. Kandungan air batubara kering dapat diturunkan lagi menjadi dibawah 10% bila umpan batubara dikurangi menjadi sekitar 20 kg/jam. Pengering putar dapat digunakan untuk mengeringkan batubara sampai total 24

32 moisture yang di inginkan dengan mengatur laju umpan, waktu tinggal dan ukuran batubara dan suhu pengering putar. b. Flash dryer (PT. Bayan Resources/Binderless Coal Briquettes dan PT Bhakti Energi Persada/Coal Up grading Briquettes) Pada flash dryer atau sering disebut pneumatic dryer, gas panas mengangkut sekaligus mengeringkan batubara. Laju gas panas dibuat cepat agar partikel batubara dapat terbawa oleh gas. Sementara itu suhu gas panas dibuat tinggi (> 400 o C) agar air dalam batubara dapat dikeluarkan dalam waktu yang cukup singkat. Kecepatan gas panas dalam flash dryer sekitar m/det atau 10 kali lebih cepat dibandingkan kecepatan gas dalam fluidized bed atau rotary dryer. Kata flash dipakai disini untuk menggambarkan betapa cepatnya proses pengeringan yaitu mulai dari mili detik sampai beberapa detik. Ukuran partikel batubara input maksimum adalah 1-2 mm. Karena proses pengeringan berlangsung singkat, flash dryer berukuran relative kecil tetapi mempunyai kapasitas besar. Gambar 2.9 adalah sketsa peralatan flash dryer. Gambar 2.9 Sketsa Peralatan Flash Dryer Satu unit peralatan flash driyer biasanya terdiri dari blower (ID fan), pemanas gas, pengumpan lignite, pipa pemanas, drying duct, siklon, bag filter dan mesin briket. Pengumpan lignite kadang dilengkapi dengan disintegrator untuk memecah gumpalan lignite yang keluar dari screw feeder. Proses pengeringan terjadi di riser, duct dan siklon. 25

33 Bila produk kurang kering, sebagian underflow cyclone dapat dirisaikel (recycled) lagi dengan cara mencampur lagi ke dalam umpan. Sebagian besar peralatan pengeringan berkapasitas besar di dunia adalah flash dryer. Satu unit flash dryer mampu menguapkan air sampai dengan 20 ton/jam. Capital cost flash dryer kapasitas 60 ton batubara/jam adalah antara US$ 2,2 juta dan US$ 4,4 juta dengan biaya operasi US$ 1,5/ton dan US$ 3/ton (Sumber: Allardice). PT. Kaltim Supacoal (KSC), perusahaan joint venture antara White Energy Australia dengan PT. Bayan Resources tbk, telah membangun pabrik pengeringan batubara kapasitas 1 juta ton per tahun di Tabang, Kalimantan Timur dengan biaya US$ 68 juta. Rencananya akan dibangun lagi pabrik tambahan sehingga bisa mencapai kapasitas 5 juta ton/tahun. Teknologi ini dinamakan Binderless coal briquetting (BCB) dengan peralatan utama adalah flash dryer dan mesin briket. BCB pertama dikembangkan sejak 1992 oleh Commonwealth Scientific Industrial Research Organisation (CSIRO) bekerjasama dengan TraDet Inc, K.R. Komarek Inc dan The Griffin Coal Mining Company Pty Ltd. Pilot Plant dan Development Plant teknologi BCB telah dibangun pada tahun 1994 dan Pada tahun 2008 mulai dibangun demo plant kapasitas 1 ton per tahun di Kalimantan. Gambar 2.10 menampilkan photo pabrik pengeringan batubara BCB di Tabang, Kalimantan Timur. Gambar 2.10 Photo pabrik BCB di Tabang, Kalimantan Timur (Coaltrans, 2010) 26

34 Teknologi BCB telah dicoba untuk mengeringkan beberapa jenis batubara Indonesia dengan kandungan air total antara 25-40% menghasilkan produk batubara kering dengan kandungan air antara 4-10% (Tabel 4.2). Pengembang teknologi BCB mengklaim bahwa proses BCB mampu menghasilkan batubara kering dengan HGI tinggi (>80) dan density tinggi yaitu 2,8 gram/ml. Hasil uji pembakaran produk proses BCB ditampilkan pada Tabel 2.5. Upgrading batubara sub-bituminous/lignit dengan teknologi akan meningkatkan efisiensi pembangkit listrik, mengurangi emisi SOx dan NOx serta mengurangi jumlah abu yang dihasilkan. Tabel 2.4 Kharakteristik batubara sebelum dan sesudah dilakukan pengeringan BCB Indonesian Mines A B C D E F Raw coal moisture (%) Moisture of BCB product, (%) Percent moisture reduction Energy as Received (kcal/kg) 4,094 4,468 5,159 2,656 4,980 3,817 Energy of BCB product (kcal/kg) 6,095 6,117 6,623 5,234 6,325 5,788 Percent energy increase Drop Shatter (% > 12.5mm) Tabel 2.5 Kharakteristik pembakaran batubara sebelum dan sesudah dilakukan pengeringan BCB Parameter Australian 14% ash Raw Sub-bit BCB Upgraded Sub-bit Boiler efficiency (%) 89.5% 85.3% 89.4% Parasitic load (%) 5.9% 6.4% 5.7% Overall efficiency (%) 36.1% 34.1% 36.3% NOx (mg/nm3) SOx (mg/nm3) Ash generation (kg/mwh)

35 Walaupun teknologi BCB telah dikembangkan cukup lama tetapi scale-up teknologi ini masih menghadapi kendala-kendala teknis. Pabrik BCB telah selesai dibangun pada 27 april 2009 tetapi sampai dengan april 2010 pabrik ini hanya beroperasi sekitar 30% dari kapasitas desainnya. Pada 25 juni 2010, setelah dilakukan perbaikan pada siystem injeksi batubara dan peralatan-peralatan penangkapan partikel halus batubara, pabrik ini baru mampu beroperasi 50% diatas kapasitas desainnya (KSC press release, 25 Juni 2010). PT. Bhakti Energi Persada (PT. BEP) sebuah holding company yang membawahi 7 perusahaan batubara berencana membangun pabrik pengeringan batubara menggunakan flash dryer dari Alstom. Perusahaan ini bekerjasama dengan PT. Advance Technology Indonesia telah membuat design pabrik dan telah menguji kharakteristik pengeringan batubara PT. BEP dalam flash dryer tetapi tidak diketahui kapan perusahaan ini akan mulai membangun pabrik pengeringan batubara. c. Fluidised-bed dryer Pada pengeringan batubara dalam unggun terfluidakan (fluidized bed), gas panas dengan kecepatan tertentu dilewatkan dalam tumpukan partikel batubara sehingga partikel tersebut dapat terangkat tetapi tidak terbang meninggalkan reakctor dan juga tidak jatuh ke lantai reakctor. Campuran gas panas dan batubara ini dapat begerak laksana fluida sehingga keadaan demikian dinamakan sebagai kondisi terfluidisasi. Bagian bawah reaktor dinamakan plenum chamber/wind box. Diatas plenum chamber terdapat gas distributor biasanya terdiri dari plat logam berlubang. Gas panas dimasukkan ke dalam wind box/plenum chamber selanjutnya keluar melalui distributor menuju unggun (bed) batubara. Jumlah dan ukuran lubang dalam distributor diatur/dihitung sehingga gas dapat terdistribusi merata dan mempunyai kecepatan yang cukup untuk mencegah masuknya partikel ke dalam plenum chamber. Dalam unggun batubara yang terfluidisasi ada persentuhan yang baik antara gas panas dengan partikel batubara yang dikeringkan dan antara partikel satu dengan partikel lainnya sehingga transfer panas berjalan sangat baik. Gambar 2.11 menampilkan diagram siystem pengeringan menggunakan pengering fluidized bed. Pengeringan dengan fluidized bed dapat juga dilakukan menggunakan energi yang berasal dari kondensasi steam (uap air) hasil proses pengeringan batubara sebagai tambahan energi proses pengeringan. Teknologi ini pertama ditemukan oleh Potter dari Universitas Monash pada tahun 1985 dan dikembangkan pada skala besar oleh Lurgi. Batubara dipanaskan menggunakan uap air superheated (superheated steam). Uap air berfungsi untuk membuat batubara terfluidisasi dan sebagai sumber panas pengeringan batubara. Pada proses ini uap air sisa proses di tingkatkan tekanannya untuk direcycle dan dimanfaatkan energiy-nya 28

36 dalam proses pengeringan. Uap air akan naik suhunya bila tekanannya di naikkan. Pada teknologi terdapat alat tukar panas (heat exchanger) dimasukkan ke dalam unggun batubara. Setelah energinya dipakai untuk proses pengeringan, sebagian uap air mengembun dalam alat tukar panas. Karena energiy yang digunakan adalah berasal dari uap air yang diberi tekanan dan air keluar dari siystem dalam fasa cair bukan dalam fasa gas maka proses ini diharapkan akan mempunyai efisiensi tinggi. Gambar 2.11 Sketsa peralatan pengeringan batubara dengan reaktor fluidized bed Pabrik pengeringan menggunakan teknologi ini telah dibangun di Loy Yang, Australia dengan kapasitas ton batubara kering/tahun. Batubara kering ukuran halus dari pabrik ini dipakai di pembangkit listrik yang jaraknya 3 km dari pabrik pengeringan. Meskipun teknologi pengeringan ini secara teknis cukup handal, tetapi produk yang dihasilkan masih dianggap cukup mahal sehingga tidak ada pembangkit listrik lainnya yang membeli produk pengeringan ini. Pabrik pengeringan batubara menggunakan reaktor fluidized bed di Loy Yang ini saat ini telah berhenti beroperasi. Pengembangan teknologi fluidized bed untuk pengeringan batubara menggeliat kembali setelah munculnya isu emisi CO2 yang menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Penggunaan lignit banyak ditentang karena lignit mengeluarkan emisi CO2 yang lebih banyak dibandingkan energiy yang dipakai saat ini. Dalam 100 liter minyak solar yang dibuat dari lignit akan dikeluarkan emisi CO2 sebanyak 5,8 ton sementara itu minyak solar yang dibuat dari minyak mentah (Petroleum crude oil) hanya menghasilkan 3,1 ton CO2. Penggunaan lignit baik sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik maupun sebagai bahan baku pada industri pencairan batubara (coal to liquids) atau sebagai bahan baku 29

37 industry petrokimia (coal to chemicals) menggantikan bahan bakar/ bahan baku konvensional yang dipakai saat ini akan menjauhkan komitmen dunia untuk mengurangi emisi CO2. Emisi CO2 dari pembakaran lignit dapat dikurangi dengan melakukan pengeringan menggunakan energi dari panas terbuang (waste heat). Energi jenis ini digolongkan sebagai energi dengan CO2 netral sehingga penggunaan energiy jenis ini tidak dihitung dalam inventarisasi emisi CO2. Pengeringan lignit dengan waste heat menggunakan reaktor fluidized bed sedang dikembangkan dibanyak Negara utamanya Amerika, Jerman dan Australia. Di Amerika, teknologi ini dikembangkan oleh perusahaan Great River Energy yang disponsori oleh departemen energi Amerika. Diagram alir pemanfaatan waste heat dari pembangkit listrik untuk pengeringan batubara ditampilkan pada Gambar Gambar 2.12 sskema peralatan di pembangkit listrik setelah penambahan peralatan pengeringan batubara (warna hijau). Pada Gambar 2.12 dapat dilihat bahwa energi panas yang biasanya dibuang melalui condenser dan cooling tower selama proses pembangkitan listrik dimanfaat untuk energy pengeringan batubara dalam reaktor fluidized bed. Udara untuk proses fluidisasi berasal dari blower, udara ini terlebih dulu dilewatkan ke gas heater untuk meningkatkan suhu gas. Energi panas yang berada dalam pipa condenser disamping untuk memanaskan udara dalam gas heater juga untuk memanaskan batubara dalam tungku fluidized bed. Batubara kering dari fluidized bed dimasukkan ke pulverizer dan boiler untuk energi pembangkitan listrik. Suhu udara dan suhu air dalam pipa yang masuk ke dalam tungku fluidized bed adalah sekitar o C. Karena suhunya yang rendah teknologi ini hanya mampu menurunkan kadar air batubara dari 37% menjadi 29%. Gambar 2.13 menampilkan kadar 30

38 air batubara umpan dan kadar air batubara kering yang dihasilkan oleh proses pengeringan dengan waste heat. Walaupun pengurangan kadar air tersebut kelihatan kecil tetapi manfaatnya cukup besar yaitu mengurangi energiy penggerusan batubara sekitar 4%, menurunkan suhu gas buang sekitar delapan derajat, mengurangi emisi NOx sekitar 8%, mengurangi emisi SOx sekitar 2% dan meningkatkan efisiensi PLTU sekitar 3%. Gambar 2.13 Pperformance tungku fluidized bed untuk pengeringan batubara dengan energiy dari waste heat Pengembangan teknologi pengeringan batubara menggunakan waste heat ini telah dimulai sejak Proyek ini mendapat bantuan dana dari Departemen Energiy Amerika Serikat sebesar US$ 13,5 juta pada tahun Pada tahun 2005 dibangun prototype plant kapasitas maksimum 112,5 ton/jam dan pada tahun 2007 tambahan module pengering batubara dibangun untuk memenuhi kebutuhan batubara pada pembangkit listrik Ccoal Ccreek unit 2 berkapasitas 546 MW (Great River Energy Press release, February 2008). Tahun 2010, Saat teknologi ini dilengkapi peralatan stratifikasi yang dapat memisahkan batubara kering berdasarkan berat jenisnya dan dinamakan dryfining technology (Sumber: Bismarck Tribune, 4 Juni 2010). Dengan demikian teknologi ini disamping dapat mengurangi kadar air batubara juga dapat mengurangi kadar abu batubara. Di Jerman teknologi pengeringan dengan fluidized bed ini dikembangkan oleh WTA. Teknologi WTA adalah pengembangan dari teknologi di Australia yang ditemukan oleh 31

39 Potter dari Universitas Monash. Pada teknologi ini uap air hasil pengeringan batubara dimasukkan ke dalam pipa dan diberi tekanan menggunakan compressor sehingga suhunya naik. Energi panas dalam pipa ini selanjutnya dipakai sebagai tambahan energiy pengeringan batubara. Setelah suhu air diekstrak untuk pengeringan batubara selanjutnya tekanannya dikurangi sehingga air keluar dalam fasa cair. Teknologi WTA dipakai di Pembangkit Listrik Frechen (kapasitas 53 ton umpan/jam) dan di pembangkit listrik Niederaussem (kapasitas 210 ton umpan/jam). Teknologi ini mampu mengurangi kadar air batubara dari 50-60% menjadi 10-20%. d. Up-graded Brown Coal (UBC) Proses pengeringan batubara teknologi UBC sangat unik karena menggunakan residu minyak/asphalt untuk mencegah kembalinya air ke dalam batubara dan mencegah terjadinya spontaneous combustion setelah pengeringan. Gambar 2.14 Diagram alir proses UBC (Coaltrans, 2010) Gambar 2.14 adalah diagram alir proses UBC. Komponen peralatan proses UBC meliputi slurry making drum, evaporator, decanter dan steam tube rotary dryer. Batubara ukuran halus, asphalt dan minyak tanah dicampur dalam slurry making drum pada suhu 60 o C sampai 80 o C. Rasio minyak tanah dengan batubara adalah antara 1,2 hingga 1,5. Lumpur (slurry) selanjutnya dimasukkan ke evaporator menggunakan pompa dan dipanaskan 32

40 sampai diatas titik didih air tetapi dibawah titik didih minyak tanah. Dari evaporator, slurry di pompa ke flash drum untuk memisahkan fasa gas (uap air) dan Ffasa cair/padat yaitu minyak tanah dan batubara. Kondisi operasi evaporator adalah sekitar 140 o C dan 350 kpa. Uap dari flash drum ini diberi tekanan menggunakan compressor dan di recycle sebagai energi pada evaporator. Recycle uap dengan cara ini mirip dengan yang dilakukan oleh WTA technology di Jerman atau mirip temuan Potter di Universitas Monash. Slurry selanjutnya menuju decanter untuk memisahkan minyak tanah dari batubara dan asphalt. Asphalt tertinggal di batubara dan diharapkan menutup pori-pori batubara. Produk UBC adalah berbentuk serbuk untuk memudahkan dalam transportasi maka dilakukan pembriketan pada produk UBC. Teknologi UBC pertama dikembangkan di Jepang pada tahun 1990-an. Pada tahun 2001 dibangun Pilot plant kapasitas 3 ton produk/hari di Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekmira), Palimanan, Cirebon. Pliot plant ini telah dioperasikan mulai tahun menjalani 2300 jam operasi dan telah meng-upgrade sekitar 300 ton batubara dari berbagai jenis. Tabel 2.6 adalah contoh hasil proses upgrading menggunakan peralatan pilot plant di Palimanan, Cirebon. Proses UBC dapat menurunkan kandungan air total (Total Moisture) dalam batubara dari 35% menjadi dibawah 10%. Dengan turunnya kandungan air ini nilai kalor batubara meningkat sampai diatas 6000 kkal/kg. Formatted: Font: 12 pt, Font color: Text 1 Tabel 2.6 Hasil proses upgrading beberapa batubara menggunakan Pilot Plant UBC Sejak tahun 2008 sampai sekarangdengan bulan (Desember 2010) telah dioperasikan demonstration plant teknologi UBC kapasitas 600 ton/hari di Satui, Kalimantan Selatan menggunakan batubara Asam-asam milik PT. Arutmin dengan TM =35%. Dengan demo plant ini telah didapat data-data teknis teknologi ini untuk scale-up ke tingkat komersial. 33

41 Kegiatan lain yang telah diselesaikan adalah uji pembakaran produk UBC, uji transportasi dan pengumpulan data untuk menghitung perkiraan biaya modal dan biaya operasi teknologi UBC skala komersial. Perkiraan biaya modal (capital cost) teknologi UBC kapasitas 1 juta ton/tahun adalah US$ 100 juta sampai dengan US$ 150 juta tergantung kandungan air dari batubara dan lokasi pabrik akan dibangun. Biaya operasi UBC adalah US$ 15/ton US$ 20/ton tergantung dari harga minyak tanah, harga listrik dan biaya tenaga kerja (coaltrans, 2010). Biaya modal dan biaya operasi proses UBC dikhawatirkan terlalu mahal dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk proses lainnya. e. Coldry Process Pelepasan moisture/air dari batubara selain dengan cara pemanasan juga dapat dilakukan dengan cara mengecilkan ukuran batubara sampai ukuran lebih kecil dari 10 mikro meter sehingga pori-pori batubara terbuka dan air lepas ke atmosfir. Teknologi ini dikembangkan oleh Environmental Clean Technologies Limited, Australia dan diberi nama coldry process. Proses coldry dapat mengurangi kadar air batubara dari 60-70% menjadi sekitar 10%. Gambar 2.15 menampilkan diagram alir proses coldry. Proses coldry dapat dikelompokkan menjadi 5 tahap proses yaitu: tahap persiapan baku, tahap penggerusan dan ekstrusi, tahap pengkondisian, dan tahap pengeringan. Tahap 1. Tahap persiapan bahan baku (Raw Feed Stock). Pada tahap ini batubara ukuran halus dengan kadar air antara 30-70% dimasukkan ke dalam bak penampung (hopper) selanjutnya diayak (screened) dan dibersihkan dari benda-benda lainnya sebelum dilakukan penambahan sedikit air (sampai 5% tergantung pada kadar air batubara). Tahap 2. Penggerusan dan ekstrusi (Attritioning & Extrusion). Campuran batubara dan air dimasukkan ke dalam sebuah "Attritioner" yang didalamnya permukaan masing-masing partikel batubara saling bergesekan sehingga memicu reaksi alami untuk mengeluarkan air dari batubara. Reaksi ini dapat berjalan lebih baik pada extruder. Tahap 3. Pengkondisian (Conditioning Conveyor). Pada tahap ini udara hangat (suhu 35 o C sampai dengan 40 o C) memanaskan briket dari extruder sehingga briket mengeras sehingga mampu untuk menahan beban pada proses pengeringan selanjutnya. Proses pengerasan/penguatan ditandai oleh adanya permukaan yang kering, dan pengerutan (shrinkage) briket. Step 4. Tahap pengeringan (Pack Bed Drying). Pengeringan briket dilanjutkan dalam Pack Bed Dryer pada suhu yang sama. Udara hangat untuk proses pengeringan ini dapat memanfaatkan panas terbuang dari pembangkit listrikn atau industriy lainnya. 34

42 Gambar 2.15 Pengeringan batubara teknologi coldry Pengeringan Non-Evaporative Proses pengeringan diklasifikasikan sebagai pengeringan non-evaporative bila pada suhu dan tekanan proses yang diterapkan kondisi air berada dalam fasa cair. Berikut ini adalah dua contoh teknologi pengeringan batubara non-evaporative. a. Pengeringan Hydrothermal (Hydrothermal Dewatering) Di Australia teknologi Hidrotermal Dewatering (HTD) dikembangkan oleh SECV (The State Electricity Commission of Victoria). SECV telah membangun pilot plant teknologi ini dengan kapasitas 1 m 3 /jam. Pilot plant dibangun setelah dilakukan pengujian menggunakan peralatan skala lebih kecil di North Dakota s Energy and Environmental Research Centre. 35

43 Dalam proses HTD, slurry (campuran batubara dengan air) dipanaskan sampai suhu sekitar 300ºC di bawah tekanan 100 bar sehingga air keluar dari batubara dalam fasa cair atau bukan fasa gas. Cara seperti ini menghasilkan batubara kering yang stabil dan mirip proses terjadinya batubara dari peringkat rendah ke peringkat tinggi oleh proses alam (coalification), hanya saja proses dalam HTD memerlukan waktu yang sangat singkat di bandingkan proses di alam. Produk HTD adalah dalam bentuk slurry yang dapat dipompakan langsung ke para pengguna untuk menggantikan penggunaan minyak berat. Disamping stabil (tidak terjadi penyerapan kembali air oleh batubara kering karena permukaan berubah dari hydrophilic menjadi hydrophobic) HTD menghasilkan batubara kering yang tidak rentan terhadap spontaneous combustion. Beberapa unsur yang biasanya menimbulkan masalah pada boiler seperti belerang dan alkali (sodium/kalium) juga dapat dihilangkan dari batubara dengan proses hydrothermal ini. Gambar 2.16 Diagram Alir Proses CHTD Perusahaan Exergen telah mengembangkan proses hidrotermal yang diberi nama CHTD (Continous Hidrothermal Dewatering). Sebuah konsorsium yang diberi nama Latrobe Valley Next Generation (LV-NG) beranggotakan Tata, Itochu, Thiess, Sedgman dan Exergen telah dibentuk untuk mengembangkan teknologi CHTD ke tingkat komersial. Saat ini CHTD mempunyai Pilot Plant kapasitas 4 ton/jam dan telah menyelesaikan studi kelayakan Demonstration Plant kapasitas 50 ton per jam dan pabrik skala komersial kapasitas 4000 ton per jam. Gambar 2.16 adalah diagram alir proses CHTD. Perbedaan 36

44 CHTD dengan proses hydrothermal lainnya adalah penggunaan hydrostatic pressure (gravity) sehingga dapat menghindari penggunaan compressor yang mahal. Proses CHTD di klaim memerlukan energiy yang kecil sehingga dapat menurunkan emisi CO2. Walaupun demikian proses CHTD perlu dibuktikan ke skala yang lebih besar karena proses CHTD memerlukan konstruksi sumur sedalam 1000 meter untuk menghasilkan tekanan reaksi 100 bar dengan cara gravitasi, ini adalah suatu teknologi yang belum pernah di aplikasikan secara komersial untuk memproses batubara. Gambar 2.17 Skema proses MTE b. Mechanical Thermal Expression (MTE) Teknologi MTE pada mulanya dikembangkan di Universitas Dortmund, Jerman. Dalam proses ini (Gambar 2.17) air dalam batubara dikeluarkan dengan cara pemanasan batubara pada suhu sampai dengan 150 ºC-200ºC yang diikuti oleh proses pemerasan. Pada proses pemerasan batubara ditekan sampai tekanan 60 bar menggunakan peralatan hidrolik untuk beberapa menit. Penggunaan tekanan mekanis pada suhu kamar untuk memeras air dalam batubara juga dapat dilakukan tetapi proses ini memerlukan tekanan tinggi sehingga dianggap kurang praktis. Penggunaan suhu tinggi pada proses MTE menghasilkan tekanan proses lebih rendah dan waktu proses yang lebih singkat. Proses MTE telah dikembangkan sampai skala 10 ton per jam dan di klaim telah dapat menurunkan kandungan air batubara menjadi dibawah 25% dengan konsumsi energiy yang relatif kecil. Teknologi MTE menjadi salah satu pilihan teknologi upgrading yang direkomendasikan oleh the CRC for 37

45 Clean Power from Lignite, Australia. Scale-up teknologi ini dan perubahan proses dari batch menjadi continue perlu menjadi perhatian. 2.4 Evaluasi Keekonomian Pengeringan Batubara dibandingkan dengan Pencampuran Batubara (Blending) Peningkatan kalori batubara untuk pembangkitan listrik di PLTU dapat ditempuh dengan skema: Pencampuran batubara lokal dengan batubara luar untuk mencapai spesifikasi kualitas minimum PLTU. Penerapan teknologi coal drying untuk meningkatkan kualitas batubara lokal sehingga dapat dimanfaatkan oleh PLTU. Evaluasi ekonomi opsi pemanfaatan batubara untuk PLTU bertujuan untuk menilai tingkat efesiensi biaya pemanfaatan batubara untuk keperluan pembangkit listrik di PLTU. Pada kajian ini PLTU yang akan dikaji adalah PLTU Aceh yang menggunakan batubara denganspesifikasi batubara seperti pada Tabel 2.7. Mengingat batubara di Aceh umumnya mempunyai nilai kalor kurang dari 3700 kkal/kg maka akan dilakukan blending batubara aceh dengan batubara Kalimantan atau sekenario kedua adalah melakukan pengeringan batubara aceh. Beberapa perbandingan mengenai skema pemanfaatan batubara lokal di atas dapat dilihat pada Tabel 2.8 Tabel 2.7 Spesifikasi Kualitas Batubara yang Disyaratkan oleh PLTU Aceh Parameter Proximate Analysis (% as received) - Total Moisture - Inherent Moisture - Ash - Volatile Matter - Fixed Carbon Specific Energy (as received) High Heating Value (kcal/kg) Range Minimum Maximum Typical Hardgrove Grindability Index (HGI)

46 Tabel 2.8 Perbandingan Skema Pemanfaatan Batubara lokal Untuk Pembangkit Listrik di PLTU Komponen Pencampuran Batubara Proses Mencampur batubara lokal CV 3300 Kkal/Kg (ar) dengan batubara luar CV 4000 Kkal/Kg (ar) pada komposisi 1:2. Pencampuran dilakukan dengan mendorong /memuat batubara ke dalam hooper sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan. Paralatan Peralatan dorong/muat menggunakan bulldozer ataupun wheel loader. Biasanya kedua alat tersebut dipergunakan di PLTU dengan ataupun tanpa skema pencampuran batubara. Investasi Harga Dasar Batubara Pengeringan Batubara Pengeringan menggunakan sistem rotary, dimana batubara dirancang agar memiliki waktu tinggal yang lama hingga hitungan jam karena ukuran batubara yang akan dikeringkan cukup besar (maksimal 25 mm). Tambahan instalasi satu unit sistem pengering rotary termasuk tungku batubara penyuplai panas. Tidak ada investasi khusus mengingat $ 1,364,000 bulldozer dan wheel loader juga dipergunakan pada PLTU meskipun pencampuran tidak dilaksanakan. Kebutuhan batubara campuran sebesar Kebutuhan batubara sebesar ton dengan komposisi: ton dengan menggunakan batubara lokal ton dan 100% batubara lokal. batubara luar ton Skenario minimal pendekatan biaya operasi: $ per ton Skenario maksimal pendekatan HBA: $ per ton Batubara lokal CV 3300 Kkal/Kg: Skenario minimal pendekatan biaya operasi: $ per ton Skenario maksimal pendekatan ICI: $ per ton Berdasarkan perbandingan tersebut di atas dilakukan analisis keekonomian untuk membandingkan 2 skema operasi pemanfaatan batubara di atas. Analisis keekonomian yang bertujuan untuk membandingkan 2 skema kerja disebut sebagai analisis incremental. Dengan menggunakan analisis incremental akan dihitung proyeksi nilai tambah (profit) karena penggunaan 100% batubara lokal yang mempunyai harga dasar batubara yang lebih murah karena menambahkan investasi fasilitas pengeringan sebelum batubara dibakar pada boiler dibandingkan dengan penerapan pencampuran batubara lokal dengan luar yang mempunyai nilai dasar lebih tinggi. Dengan kata lain analisis ini bertujuan untuk mengevaluasi apakah profit yang terjadi karena pemanfaatan batubara yang lebih murah pada proses pengeringan batubara dapat menutupi investasinya dibandingkan dengan proses pencampuran batubara yang tidak memerlukan investasi tambahan pada umur tertentu. Analisis keuangan dan keekonomian ini dilakukan berdasarkan konsep aliran kas diskonto (discounted cash flow analysis). Sebagai dasar analisis, komponen-komponen biaya 39

47 kapital, harga dasar batubara, dan tingkat kebutuhan batubara sebagai masukan utama. Indikator utama yang digunakan untuk menentukan pemilihan opsi pemanfaatan batubara lokal adalah Net Present Value (NPV) inkremental. Indikator akan menunjukkan bahwa suatu prospek bisnis layak untuk diusahakan jika prospek NPV-nya positif. Beberapa asumsi yang digunakan dalam melakukan perhitungan dengan pendekatan tersebut antara lain : Discount Rate menggunakan Weighted Average Cost of Capital dalam USD adalah 10.0% per tahun dengan asumsi proyek 100% dibiayai dengan menggunakan modal sendiri. Harga dasar batubara menggunakan skema harga dasar minimum dan maksimum Analisis menggunakan asumsi dollar konstan dimana dasar batubara tidak akan mengalami peningkatan selama umur analisis. Metoda perhitungan depresiasi. Depresiasi yang dikenakan untuk infrastruktur pengeringan batubara adalah selama 10 tahun. Karena pabrik dikenai depresiasi selama 10 tahun, maka analisis ekonomi akan dilakukan selama 10 tahun. Analisis cash flow merupakan analisis yang berhubungan pendapatan atau keuntungan yang ditimbulkan karena adanya pembelanjaan dan atau investasi. Apabila analisis cash flow memperhitungkan nilai waktu dari uang maka disebut dengan Discounted Cash Flow (DCF). Cash flow biasanya dihitung dengan basis perhitungan tahun dengan tujuan evaluasi, yang ditentukan melalui pengurangan cash outflow dari cash inflow yang dihasilkan dari kegiatan investasi. Model Cash Flow dalam melakukan analisis ekonomi untuk memilih skema pemanfaatan batubara lokal dapat dilihat pada Tabel 2.9. Hasil analisis cash flow incremental skema pengeringan batubara dibandingkan dengan skema pencampuran batubara (blending) menunjukkan indikator keekonomian yang menunjukkan tingkat efisiensi kedua metode tersebut adalah: Cash flow Incremental Blending (skenario minimum) selama 10 tahun adalah: US$ sedangkan cash flow incremental pengeringan batubara selama 10 tahun adalah US$

48 Cash flow Incremental Blending (skenario maksimum) selama 10 tahun adalah: US$ sedangkan cash flow incremental pengeringan batubara selama 10 tahun adalah US$ Hal tersebut menunjukkan bahwa investasi pada fasilitas pengeringan batubara akan memberikan efisiensi biaya selama 10 tahun sebesar $ (skema minimum) dan $ (skema maksimum) dibandingkan jika PLTU menggunakan batubara campuran yang berasal dari Kalimantan Selatan sepanjang waktu tersebut. Sehingga disimpulkan bahwa skema pengeringan batubara lebih ekonomis dibandingkan skema pencampuran 41

49 Tabel 2.9: Cash Flow Incremental Pemilihan Skema Pemanfaatan Batubara lokal Untuk Pembangkit Listrik di PLTU (dalam USD) Harga batubara blending minimum 60,43 US$/ton Harga batubara blending minimum 71,16 US$/ton Harga batubara blending minimum 35,66 US$/ton Harga batubara blending minimum 41,36 US$/ton Bunga bank 10 % Tahun Skema Blending Batubara Kebutuhan batubara Biaya Pembelian batubara minimum Biaya Pembelian batubara maksimum Investasi Blending 0 Cicilan pokok hutang Bunga bank Cash Flow harga Minimum ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) Cash Flow harga Maksimum ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) Skema Pengeringan Batubara Kebutuhan batubara Biaya Pembelian batubara minimum Biaya Pembelian batubara maksimum Investasi Pengeringan Batubara Cicilan pokok pinjaman Pokok Pinjaman Bunga pinjaman Cash Flow harga Minimum ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) Cash Flow harga Maksimum ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) 42

50 III. TAHAPAN KEGIATAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGERINGAN BATUBARA COAL DRYING AND BRIQUETTING (CDB) 3.1 Tahapan Persiapan a. Sub Tahapan Persiapan 1: Penulisan Rencana Operasional Perhitungan neraca panas dan neraca massa Desain peralatan Penulisan rencana operasional b. Sub Tahapan Persiapan 2: Studi Literatur/Koordinasi ke Instansi Terkait c. Sub Tahapan Persiapan 3:Pengadaan Sampel Batubara Kunjungan ke lokasi tambang Pengumpulan data sekunder mengenai sumberdaya, cadangan dan kualitas batubara Pembelian, Pengambilan dan pengiriman sample batubara 3.2 Modifikasi/Fabrikasi dan Konstruksi Peralatan a. Sub Tahapan Modifikasi/Fabrikasi dan Konstruksi Peralatan 1: Fabrikasi dan konstruksi tungku pembakaran batubara bubuk (pulverized coal burner) dan pengering putar (rotary dryer) Fabrikasi dan kostruksi screw feeder dan hopper Fabrikasi dan kostruksi tungku pembakaran batubara bubuk Fabrikasi dan kostruksi ruang penyesuaian suhu/pengenceran gas buang. Fabrikasi dan konstruksi siklon b. Sub Tahapan Fabrikasi dan Konstruksi Peralatan 2: Fabrikasi dan Konstruksi Peralatan Rotary Dryer dan Siklon Fabrikasi/modifikasi system pengumpanan rotary dryer Fabrikasi/modifikasi system pengeluaran produk rotary dryer Fabrikasi siklon pemisah batubara bubuk dan gas buang Instalasi peralatan untuk recycle gas buang siklon ke ruang penyesuaian suhu 43

51 3.3 Tahapan Percobaan Pengeringan Batubara Persiapan peralatan Persiapan batubara Percobaan proses CDB dengan variabel suhu proses, volume gas pemanas, waktu tinggal, dll. Karakterisasi produk CDB Pembersihan (cleaning) peralatan 3.4 Tahapan Penulisan Laporan Pembuatan laporan dan percetakan laporan hasil litbang 44

52 IV. HASIL KEGIATAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGERINGAN BATUBARA COAL DRYING AND BRIQUETTING (CDB) 4.1. Perhitungan Neraca Massa dan Neraca Panas Perhitungan neraca massa dilakukan untuk menghitung laju alir masing-masing aliran umpan dan produk pada proses pengeringan batubara. Perhitungan dilakukan dengan asumsi laju alir umpan batubara basah 200 kg/jam dengan kadar air total (total moisture) 50% dan produk batubara kering memiliki kadar air total (total moisture) sebesar 10%. Hasil perhitungan neraca massa dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Neraca massa proses CDB Aliran Batubara Basah Batubara Kering Uap Air Batubara, kg/jam 200,00 111,11 - Uap Air, kg/jam ,89 Perhitungan neraca panas dilakukan untuk menghitung kebutuhan energi pengeringan batubara. Kebutuhan energi pengeringan dipasok dari gas panas hasil pembakaran batubara. Pada proses pengeringan batubara, terjadi peristiwa pemanasan batubara bara basah dari suhu kamar sampai suhu 100 O C. Pada pada suhu tersebut kadar air dalam batubara mulai menguap. Uap air akan meninggalkan partikel batubara dan bergabung dengan gas panas (media pemanas). Uap air yang bergabung dengan gas buang mengalami pemanasan lagi mencapai suhu 140 O C (suhu gas panas keluar proses). Diagram T Q proses pengeringan batubara dapat dilihat pada Gambar

53 Suhu Produk, O C Pemanasan uap air Penguapan kadar air 40 Pemanasan batubara basah Kebutuhan Panas, kkal/jam Gambar 4.1. Diagram T Q proses pengeringan batubara Kebutuhan panas pengeringan batubara sebesar kkal/jam. Kebutuhan panas ini akan dipasok oleh pembakaran sebagian produk batubara kering. Asumsi-asumsi yang dipakai dalam perhitungan kebutuhan bahan bakar batubara adalah nilai kalor batubara kkal/kg(adb), efisiensi panas pada rotary dryer 60% dan efisiensi panas pada pulverized coal burner adalah 80%. Kebutuhan batubara untuk bahan bakar proses pengeringan batubara adalah 27,37 kg/jam (ar). Pemakaian bahan bakar batubara untuk memasok kebutuhan panas pengeringan akan mengurangi laju alir produk, sehingga laju alir produk batubara kering menjadi 83,73 kg/jam atau 2,0 ton/hari, sesuai dengan kapasitas yang diinginkan Modifikasi/Fabrikasi dan Konstruksi Peralatan Tungku Pembakaran Batubara Bubuk (Pulverized Coal Burner) Peralatan tungku pembakaran batubara bubuk (pulverized coal burner) merupakan rangkaian peralatan yang terdiri atas screw feeder, furnace (ruang bakar), dan ruang pengencer gas buang seperti terlihat pada Gambar 4.2. Screw feeder berfungsi untuk mengatur laju alir bahan bakar batubara yang diumpankan ke dalam furnace. Furnace berbentuk silinder tempat terjadi reaksi pembakaran batubara. Umpan batubara dimasukan bersama udara pembakaran dari arah penampang furnace. Gas panas hasil pembakaran kemudian dialirkan ke ruang pengencer gas yang berbentuk silinder. Kapasitas tungku pembakaran batubara bubuk didesain untuk pembakaran bahan bakar batubara 27,37 kg/jam (ar), yang sesuai untuk kebutuhan panas pengeringan batubara dalam rotary dryer. 46

54 Gambar 4.2. Peralatan tungku pembakaran batubara bubuk Pekerjaan modifikasi/fabrikasi dilakukan terhadap peralatan yang sudah ada di Sentra Percontohan Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara, Puslitbang tekmira di Palimanan, Cirebon. Pekerjaan yang dilakukan adalah memilih peralatan screw feeder, furnace (ruang bakar), dan ruang pengencer gas buang sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan. Setelah peralatan tersebut terpilih, kemudian dilakukan modifikasi dan penyambungan masingmasing peralatan tersebut sehingga menyatu dan dapat dioperasikan secara baik seperti terlihat pada Gambar 4.2. di atas. Laju alir bahan bakar batubara dalam screw feeder dapat diatur dengan mengubah putaran screw yang dapat dilakukan dengan memasang inverter pada peralatan. Hasil kalibrasi laju alir bahan bakar batubara terhadap frekuensi listrik dengan menggunakan inverter (selanjutnya disebut skala putaran screw feeder) ditunjukan oleh Gambar 4.3. Hasil percobaan menunjukan bahwa aliran batubara tidak konstan skala putaran screw feeder di bawah 7. Hasil kalibrasi tersebut menunjukan bahwa laju alir bahan bakar batubara untuk memasok panas pengeringan diperoleh pada skala putaran screw feeder 7. 47

55 Laju alir bahan bakar batubara, kg/jam y = 5,150x - 6, Skala putaran screw feeder Gambar 4.3. Kalibrasi laju alir batubara pada screw feeder Blower kapasitas motor 3,5 kw digunakan untuk menyuplai udara pembakaran. Pengaturan laju alir udara pembakaran diatur dengan valve dan membuang kelebihan udara pembakaran ke ruang terbuka. Orifice (RO) dengan lubang berdiameter 2 cm digunakan untuk mengukur laju alir udara pembakaran. Hasil kalibrasi laju alir udara pembakaran dapat dilihat pada Tabel 4.2. No Tekanan 1 (Sebelum RO) (kpa) Tabel 4.2. Kalibrasi Force Burner Batubara Tekanan 2 (Setelah RO) (kpa) perbedaan tekanan (kpa) Flowrate m/det Flowrate m 3 /jam 1 5,3-1 6,3 22,69 375,26 2 5,4-0,8 6,2 22,64 374,43 3 5,6-0,6 6,2 22,45 371,29 4 5,8-0,2 6 22,39 370, ,2 5,8 22,01 364,01 6 6,2 0,4 5,8 21,85 361,37 7 6,4 0,8 5,6 21,5 355,58 8 6,6 1,2 5,4 21,27 351,77 9 6,8 1,6 5,2 21,11 349, ,4 4,6 19,77 326, ,6 4,4 4,2 19,17 317,04 48

56 Furnace (Ruang bakar) merupakan bagian tungku pembakaran batubara bubuk sebagai tempat terjadinya reaksi pembakaran batubara berbentuk silinder dengan ukuran diameter 0,76 m dan panjang 1,20 m. Lubang pemasukan campuran batubara dan udara dimasukan melalui sisi penampang dan mengalir secara aksial dalam ruang furnace dan akan keluar pada sisi penampang yang lain. Pengoperasian tungku pembakaran batubara bubuk dimulai dengan memanaskan ruangan furnace sampai titik nyala batubara sekitar 400 O C. Pemanasan furnace dilakukan dengan pembakaran kayu bakar. Setelah suhu tercapai, campuran batubara dan udara dimasukan ke dalam furnace dan mengalami reaksi pembakaran. Uji coba pembakaran batubara dilakukan sebelum furnace dirangkai dengan ruang pengencer gas buang dapat dilihat pada Gambar 4.4. Hasil percobaan menunjukan bahwa tungku pembakaran batubara bubuk berkerja dengan baik. Gambar4.4. Pembakaran batubara dalam ruang bakar 4.3. Modifikasi/Fabrikasi dan Konstruksi Peralatan Rotary Dryer Modifikasi rotary dryer dilakukan untuk mengubah tipe aliran rotary dryer dari countercurrent menjadi co-current. Rotary dryer yang tersedia memiliki tipe aliran co-current yang cocok digunakan untuk pengeringan bahan-bahan yang tidak mudah terbakar. Jika rotary dryer ini digunakan untuk pengeringan batubara akan menyebabkan terjadinya kebakaran batubara hasil pengeringan. Hal ini terjadi karena batubara kering hasil pengeringan langsung kontak dengan gas panas. Untuk itu, tipe aliran rotary dryer perlu dimodifikasi menjadi cocurrent. Gas buang keluar rotary dryer juga dilewatkan siklon untuk menangkap batubara hasul yang terbawa oleh aliran gas buang. Rotary dryer tipe aliran co-current hasil modifikasi dapat dilihat pada Gambar

57 Gambar 4.5. Rotary dryer tipe aliran co-current Modifikasi lain pada rotary dryer adalah penggantian jenis bahan bahan bakar yang digunakan, yaitu mengganti bahan bakar minyak (BBM) menjadi batubara. Hal ini dilakukan untuk mengurangi biaya operasi dengan memanfaatkan batubara bubuk yang tersedia yaitu produk pengeringan batubara. Modifikasi dilakukan dengan cara mengganti burner BBM menjadi burner pembakaran batubara bubuk seperti telah dijelaskan pada sub bab 4.2. Kapasitas rotary dryer dan waktu tinggal batubara dalam rotary dryer merupakan parameter telah dihitung melalui percobaan. Pengumpanan batubara ke dalam rotary dryer masih dilakukan dengan cara manual seperti terlihat dalam Gambar 4.6.a. Kalibrasi hubungan antara waktu tinggal batubara dalam rotary dryer terhadap laju alir umpan batubara dapat dilihat pada Gambar 4.6.b. 50

58 Waktu tinggal batubara, jam 2,50 2,38 2,25 2,13 2,00 1,88 1,75 1,63 1, Laju alir umpan batubara, kg/jam a. Penentuan kapasitas rotary dryer b. Hubungan laju alir umpan batubara dan waktu tinggal batubara Gambar 4.6. Penentuan kapasitas rotary dryer dan waktu tinggal batubara Hasil kalibrasi menunjukan bahwa waktu tinggal batubara dalam rotary dryer untuk laju alir batubara 200 kg/jam yaitu 2 jam, lebih lama dari kebutuhan waktu pengeringan batubara hasil percobaan laboratorium yaitu sekitar 1 jam (Rijwan, I., dkk., 2010). Hal ini menunjukan bahwa rotary dryer dapat digunakan untuk pengeringan batubara dengan baik. Pengaturan waktu tinggal untuk percobaan selanjutnya dapat dilakukan melalui pengubahan elevasi rotary dryer dan putara rotary dryer. Putaran rotary dryer dapat dilakukan jika rotary dryer ditambah inverter Uji Coba Pengeringan Batubara Uji coba pengoperasion peralatan pulverized coal burner dan rotary dryer tanpa umpan batubara basah telah dilakukan. Pulverized coal burner dioperasikan dengan skala putaran screw feeder antara 7 10, yang setara dengan laju alir bahan bakar batubara kg/jam. Gas panas hasil pembakaran batubara kemudian dilewatkan pada rotary dryer. Pengamatan suhu dalam ruang rotary dryer dilakukan menggunakan dua buah termokopel yang dipasang pada bagian pengumpanan batubara (T1) dan bagian pengeluaran produk batubara kering (T2) seperti terlihat pada Gambar

PROSES UBC. Gambar 1. Bagan Air Proses UBC

PROSES UBC. Gambar 1. Bagan Air Proses UBC Penulis: Datin Fatia Umar dan Bukin Daulay Batubara merupakan energi yang cukup andal untuk menambah pasokan bahan bakar minyak mengingat cadangannya yang cukup besar. Dalam perkembangannya, batubara diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan sumberdaya alam yang melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang melimpah adalah batubara. Cadangan batubara

Lebih terperinci

Bab II Teknologi CUT

Bab II Teknologi CUT Bab II Teknologi CUT 2.1 Peningkatan Kualitas Batubara 2.1.1 Pengantar Batubara Batubara merupakan batuan mineral hidrokarbon yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang telah mati dan terkubur di dalam bumi

Lebih terperinci

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA 2.1. Peningkatan Kualitas Batubara Berdasarkan peringkatnya, batubara dapat diklasifikasikan menjadi batubara peringkat rendah (low rank coal) dan batubara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

Efisiensi PLTU batubara

Efisiensi PLTU batubara Efisiensi PLTU batubara Ariesma Julianto 105100200111051 Vagga Satria Rizky 105100207111003 Sumber energi di Indonesia ditandai dengan keterbatasan cadangan minyak bumi, cadangan gas alam yang mencukupi

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. keterdapatannya sangat melimpah di Indonesia, khususnya di Kalimantan dan

BAB III TEORI DASAR. keterdapatannya sangat melimpah di Indonesia, khususnya di Kalimantan dan BAB III TEORI DASAR 11 3.1 Batubara Peringkat Rendah Batubara termasuk kedalam sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, keterdapatannya sangat melimpah di Indonesia, khususnya di Kalimantan dan

Lebih terperinci

Pengaruh Kandungan Air pada Proses Pembriketan Binderless Batubara Peringkat Rendah Indonesia

Pengaruh Kandungan Air pada Proses Pembriketan Binderless Batubara Peringkat Rendah Indonesia Pengaruh Kandungan Air pada Proses Pembriketan Binderless Batubara Peringkat Rendah Indonesia Toto Hardianto*, Adrian Irhamna, Pandji Prawisudha, Aryadi Suwono Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Institut

Lebih terperinci

SUMARY EXECUTIVE OPTIMASI TEKNOLOGI AKTIVASI PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI BATUBARA

SUMARY EXECUTIVE OPTIMASI TEKNOLOGI AKTIVASI PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI BATUBARA SUMARY EXECUTIVE OPTIMASI TEKNOLOGI AKTIVASI PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI BATUBARA Oleh : Ika Monika Nining Sudini Ningrum Bambang Margono Fahmi Sulistiyo Dedi Yaskuri Astuti Rahayu Tati Hernawati PUSLITBANG

Lebih terperinci

Proses Pembakaran Dalam Pembakar Siklon Dan Prospek Pengembangannya

Proses Pembakaran Dalam Pembakar Siklon Dan Prospek Pengembangannya 5 Proses Pembakaran Dalam Pembakar Siklon Dan Prospek Pengembangannya 43 Penelitian Pembakaran Batubara Sumarjono Tahap-tahap Proses Pembakaran Tahap-tahap proses pembakaran batu bara adalah : pemanasan

Lebih terperinci

Perbandingan Kualitas Batubara Hasil Pengeringan Antara Suhu Rendah Tekanan Rendah dengan Suhu Tinggi Tekanan Tinggi Batubara Jambi

Perbandingan Kualitas Batubara Hasil Pengeringan Antara Suhu Rendah Tekanan Rendah dengan Suhu Tinggi Tekanan Tinggi Batubara Jambi Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Perbandingan Kualitas Batubara Hasil Pengeringan Antara Suhu Rendah Tekanan Rendah dengan Suhu Tinggi Tekanan Tinggi Batubara Jambi 1 Lely, 2 Linda Pulungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar minyak (BBM) dan gas merupakan bahan bakar yang tidak dapat terlepaskan dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional. Penyediaan energi listrik secara komersial yang telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB III TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG SEBAGAI ENERGI

BAB III TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG SEBAGAI ENERGI BAB III TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG SEBAGAI ENERGI Waste-to-energy (WTE) merupakan konsep pemanfaatan sampah menjadi sumber energi. Teknologi WTE itu sendiri sudah dikenal di dunia sejak

Lebih terperinci

UJICOBA PEMBAKARAN LIMBAH BATUBARA DENGAN PEMBAKAR SIKLON

UJICOBA PEMBAKARAN LIMBAH BATUBARA DENGAN PEMBAKAR SIKLON UJICOBA PEMBAKARAN LIMBAH BATUBARA DENGAN PEMBAKAR SIKLON Stefano Munir, Ikin Sodikin, Waluyo Sukamto, Fahmi Sulistiohadi, Tatang Koswara Engkos Kosasih, Tati Hernawati LATAR BELAKANG Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS

ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS Tri Tjahjono, Subroto, Abidin Rachman Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

KAJIAN PERBANDINGAN PENGGUNAAN AKUABAT, MINYAK BERAT (MFO), DAN BATUBARA PADA PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA. Gandhi Kurnia Hudaya

KAJIAN PERBANDINGAN PENGGUNAAN AKUABAT, MINYAK BERAT (MFO), DAN BATUBARA PADA PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA. Gandhi Kurnia Hudaya KAJIAN PERBANDINGAN PENGGUNAAN AKUABAT, MINYAK BERAT (MFO), DAN BATUBARA PADA PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA Gandhi Kurnia Hudaya Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Gandhi.kurnia@tekmira.esdm.go.id

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI Yunus Zarkati Kurdiawan / 2310100083 Makayasa Erlangga / 2310100140 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Gasifikasi Batubara Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Gasifikasi Batubara Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar energi yang digunakan rakyat Indonesia saat ini berasal dari bahan bakar fosil yaitu minyak bumi, gas dan batu bara. Pada masa mendatang, produksi batubara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diperoleh dari proses ekstraksi minyak sawit pada mesin screw press seluruhnya

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diperoleh dari proses ekstraksi minyak sawit pada mesin screw press seluruhnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Serat buah kelapa sawit (mesocarp), seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1 yang diperoleh dari proses ekstraksi minyak sawit pada mesin screw press seluruhnya digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendahuluan Metodologi penelitian ini menjelaskan tentang tahap-tahap yang dilakukan dalam suatu penelitian. Metode harus ditetapkan sebelum penelitian dilakukan, sehingga

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai Kecepatan Minimun Fluidisasi (U mf ), Kecepatan Terminal (U t ) dan Kecepatan Operasi (U o ) pada Temperatur 25 o C

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai Kecepatan Minimun Fluidisasi (U mf ), Kecepatan Terminal (U t ) dan Kecepatan Operasi (U o ) pada Temperatur 25 o C BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Percobaan Fluidisasi Penelitian gasifikasi fluidized bed yang dilakukan menggunakan batubara sebagai bahan baku dan pasir silika sebagai material inert. Pada proses gasifikasinya,

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara 1 Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara Afrizal Tegar Oktianto dan Prabowo Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

PENGERING PELLET IKAN DALAM PENGUATAN PANGAN NASIONAL

PENGERING PELLET IKAN DALAM PENGUATAN PANGAN NASIONAL KEGIATAN IPTEK bagi MASYARAKAT TAHUN 2017 PENGERING PELLET IKAN DALAM PENGUATAN PANGAN NASIONAL Mohammad Nurhilal, S.T., M.T., M.Pd Usaha dalam mensukseskan ketahanan pangan nasional harus dibangun dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar yang berasal dari fosil dari tahun ke tahun semakin meningkat, sedangkan ketersediaannya semakin berkurang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Batu bara merupakan mineral organik yang mudah terbakar yang terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap dan kemudian mengalami perubahan bentuk akibat proses fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi pada saat ini dan pada masa kedepannya sangatlah besar. Apabila energi yang digunakan ini selalu berasal dari penggunaan bahan bakar fosil tentunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari total sumber daya batubara Indonesia sebesar lebih kurang 90,452 miliar ton, dengan cadangan terbukti 5,3 miliar ton [Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin pada mulanya diciptakan untuk memberikan kemudahan bagi manusia dalam melakukan kegiatan yang melebihi kemampuannya. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Batubara Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat 81 BAB V PEMBAHASAN Pada pengujian kualitas batubara di PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, menggunakan conto batubara yang diambil setiap ada pengiriman dari pabrik. Conto diambil sebanyak satu sampel

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF Joko Triyanto, Subroto, Marwan Effendy Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl.

Lebih terperinci

Bab III CUT Pilot Plant

Bab III CUT Pilot Plant Bab III CUT Pilot Plant 3.1 Sistem CUT Pilot Plant Skema proses CUT Pilot Plant secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 3.1. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa sistem CUT dibagi menjadi beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produksi Konsumsi Ekspor Impor Gambar 1.1 Grafik konsumsi dan produksi minyak di Indonesia (Kementrian ESDM, 2011) 1

BAB I PENDAHULUAN. Produksi Konsumsi Ekspor Impor Gambar 1.1 Grafik konsumsi dan produksi minyak di Indonesia (Kementrian ESDM, 2011) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting bagi kehidupan manusia pada saat ini. Kebutuhan akan energi yang begitu besar pada kehidupan

Lebih terperinci

Aditya Kurniawan ( ) Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Aditya Kurniawan ( ) Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ANALISA KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET LIMBAH INDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN VARIASI PEREKAT DAN TEMPERATUR DINDING TUNGKU 300 0 C, 0 C, DAN 500 0 C MENGGUNAKAN METODE HEAT FLUX CONSTANT (HFC) Aditya Kurniawan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Tabel I. Produsen Batu Bara Terbesar di Dunia. 1. Cina Mt. 2. Amerika Serikat Mt. 3. Indonesia 281.

BAB I PENGANTAR. Tabel I. Produsen Batu Bara Terbesar di Dunia. 1. Cina Mt. 2. Amerika Serikat Mt. 3. Indonesia 281. BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Sumber daya berupa bahan tambang di Indonesia bisa dikatakan melimpah. Salah satunya adalah batubara. Indonesia merupakan salah satu penghasil batubara terbesar di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi yang sangat tinggi pada saat ini menimbulkan suatu pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu mengurangi pemakaian bahan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara Batubara merupakan bahan bakar padat organik yang berasal dari batuan sedimen yang terbentuk dari sisa bermacam-macam tumbuhan purba dan menjadi padat disebabkan tertimbun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Biomassa Guna memperoleh pengertian yang menyeluruh mengenai gasifikasi biomassa, maka diperlukan pengertian yang tepat mengenai definisi biomassa. Biomassa didefinisikan

Lebih terperinci

STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER.

STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER. TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER. DOSEN PEMBIMBING: Dr. Eng. Ir. PRABOWO, M. Eng. AHMAD SEFRIKO

Lebih terperinci

Pabrik Ekosemen (Semen dari Sampah) dengan Proses Kering. Oleh : Lailatus Sa adah ( ) Sunu Ria P. ( )

Pabrik Ekosemen (Semen dari Sampah) dengan Proses Kering. Oleh : Lailatus Sa adah ( ) Sunu Ria P. ( ) Pabrik Ekosemen (Semen dari Sampah) dengan Proses Kering Oleh : Lailatus Sa adah (2308 030 025) Sunu Ria P. (2308 030 035) Latar Belakang Peneliti Jepang Abu Sampah Semen Pabrik Ekosemen di Indonesia Pabrik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Bahan/material penyusun briket dilakukan uji proksimat terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dasar dari bahan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BATU BARA MENJADI TENAGA LISTIRK

PENGOLAHAN BATU BARA MENJADI TENAGA LISTIRK TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TENTANG PENGOLAHAN BATU BARA MENJADI TENAGA LISTIRK disusun oleh Ganis Erlangga 08.12.3423 JURUSAN SISTEM INFORMASI SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi Tulen yang berperan dalam proses pengeringan biji kopi untuk menghasilkan kopi bubuk TULEN. Biji

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN EKSPERIMENTAL TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET LIMBAH AMPAS KOPI INSTAN DAN KULIT KOPI ( STUDI KASUS DI PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA ) Oleh : Wahyu Kusuma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidak dapat dipungkiri bahwa minyak bumi merupakan salah satu. sumber energi utama di muka bumi salah. Konsumsi masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Tidak dapat dipungkiri bahwa minyak bumi merupakan salah satu. sumber energi utama di muka bumi salah. Konsumsi masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak dapat dipungkiri bahwa minyak bumi merupakan salah satu sumber energi utama di muka bumi salah. Konsumsi masyarakat akan bahan bakar fosil ini semakin meningkat

Lebih terperinci

KONVERSI ENERGI DI PT KERTAS LECES

KONVERSI ENERGI DI PT KERTAS LECES KONVERSI ENERGI DI PT KERTAS LECES 1. Umum Subagyo Rencana dan Evaluasi Produksi, PT. Kertas Leces Leces-Probolinggo, Jawa Timur e-mail: ptkl@idola.net.id Abstrak Biaya energi di PT. Kertas Leces (PTKL)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kendaraan bermotor merupakan salah satu alat yang memerlukan mesin sebagai penggerak mulanya, mesin ini sendiri pada umumnya merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

listrik di beberapa lokasi/wilayah.

listrik di beberapa lokasi/wilayah. PEMBANGUNAN PEMBANGKIT PLTU SKALA KECIL TERSEBAR 3 x 7 MW SEBAGAI PROGRAM 10.000 MW TAHAP KEDUA PT. PLN DI KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT Agus Nur Setiawan 2206 100 001 Pembimbing : Ir. Syariffuddin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. PLTU adalah jenis pembangkit listrik tenaga termal yang banyak digunakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. PLTU adalah jenis pembangkit listrik tenaga termal yang banyak digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PLTU adalah jenis pembangkit listrik tenaga termal yang banyak digunakan karena efisiensinya tinggi sehingga menghasilkan energi listrik yang ekonomis. PLTU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi merupakan faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis industri didirikan guna memenuhi

Lebih terperinci

I.1 JUDUL PENELITIAN PENGEMBANGAN DAN STUDI KARAKTERISTIK GASIFIKASI BATU BARA SUB - BITUMINUS MENGGUNAKAN REAKTOR JENIS FIX BED DOWNDRAFT GASIFIER

I.1 JUDUL PENELITIAN PENGEMBANGAN DAN STUDI KARAKTERISTIK GASIFIKASI BATU BARA SUB - BITUMINUS MENGGUNAKAN REAKTOR JENIS FIX BED DOWNDRAFT GASIFIER BAB I PENDAHULUAN I.1 JUDUL PENELITIAN PENGEMBANGAN DAN STUDI KARAKTERISTIK GASIFIKASI BATU BARA SUB - BITUMINUS MENGGUNAKAN REAKTOR JENIS FIX BED DOWNDRAFT GASIFIER I.2 LATAR BELAKANG MASALAH Penggunaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN BATUBARA

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN BATUBARA Puslitbang tekmira Jl. Jend. Sudirman No. 623 Bandung 40211 Telp : 022-6030483 Fax : 022-6003373 E-mail : Info@tekmira.esdm.go.id LAPORAN AKHIR Kelompok Pelaksana Litbang TeknologiPengolahan dan Pemanfaatan

Lebih terperinci

Studi Pembangunan PLTU 2x60 MW di Kabupaten Pulang Pisau berkaitan dengan Krisis Energi di Kalimantan Tengah

Studi Pembangunan PLTU 2x60 MW di Kabupaten Pulang Pisau berkaitan dengan Krisis Energi di Kalimantan Tengah Studi Pembangunan PLTU 2x60 MW di Kabupaten Pulang Pisau berkaitan dengan Krisis Energi di Kalimantan Tengah oleh: Alvin Andituahta Singarimbun 2206 100 040 DosenPembimbing 1: Ir. Syarifuddin M, M.Eng

Lebih terperinci

AQUABAT SEBAGAI BAHAN BAKAR BOILER. Datin Fatia Umar

AQUABAT SEBAGAI BAHAN BAKAR BOILER. Datin Fatia Umar AQUABAT SEBAGAI BAHAN BAKAR BOILER Datin Fatia Umar Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara tekmira datinf@tekmira.esdm.go.id S A R I Aquabat adalah adalah campuran batubara halus,

Lebih terperinci

Oleh : Dimas Setiawan ( ) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT.

Oleh : Dimas Setiawan ( ) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. Karakterisasi Proses Gasifikasi Downdraft Berbahan Baku Sekam Padi Dengan Desain Sistem Pemasukan Biomassa Secara Kontinyu Dengan Variasi Air Fuel Ratio Oleh : Dimas Setiawan (2105100096) Pembimbing :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketergantungan masyarakat pada energi terus meningkat setiap tahunnya. Kebutuhan yang terus meningkat mendorong para peneliti untuk terus berinovasi menciptakan teknologi-teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian batubara sebagai sumber energi telah menjadi salah satu pilihan di Indonesia sejak harga bahan bakar minyak (BBM) berfluktuasi dan cenderung semakin mahal.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split BAB II DASAR TEORI 2.1 AC Split Split Air Conditioner adalah seperangkat alat yang mampu mengkondisikan suhu ruangan sesuai dengan yang kita inginkan, terutama untuk mengkondisikan suhu ruangan agar lebih

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industi ITS - Surabaya LOGO

SIDANG TUGAS AKHIR Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industi ITS - Surabaya LOGO SIDANG TUGAS AKHIR Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industi ITS - Surabaya LOGO Pabrik Semen menggunakan Bahan Aditif Fly Ash dengan Proses Kering Oleh : Palupi Nisa 230 030 04 Hikmatul

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KOMPOSISI BIOBRIKET CAMPURAN ARANG KAYU DAN SEKAM PADI TERHADAP LAJU PEMBAKARAN, TEMPERATUR PEMBAKARAN DAN LAJU PENGURANGAN MASA

PENGARUH VARIASI KOMPOSISI BIOBRIKET CAMPURAN ARANG KAYU DAN SEKAM PADI TERHADAP LAJU PEMBAKARAN, TEMPERATUR PEMBAKARAN DAN LAJU PENGURANGAN MASA PENGARUH VARIASI KOMPOSISI BIOBRIKET CAMPURAN ARANG KAYU DAN SEKAM PADI TERHADAP LAJU PEMBAKARAN, TEMPERATUR PEMBAKARAN DAN LAJU PENGURANGAN MASA Subroto, Tri Tjahjono, Andrew MKR Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR

A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR B. ALASAN PEMILIHAN JUDUL PT. Globalindo Inti Energi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya energi, manusia dapat menjalankan aktivitasnya dengan lancar. Saat

BAB I PENDAHULUAN. adanya energi, manusia dapat menjalankan aktivitasnya dengan lancar. Saat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi merupakan salah satu kebutuhan vital manusia karena dengan adanya energi, manusia dapat menjalankan aktivitasnya dengan lancar. Saat ini energi yang banyak

Lebih terperinci

OPTIMASI UNJUK KERJA FLUIDIZED BED GASIFIER DENGAN MEVARIASI TEMPERATURE UDARA AWAL

OPTIMASI UNJUK KERJA FLUIDIZED BED GASIFIER DENGAN MEVARIASI TEMPERATURE UDARA AWAL OPTIMASI UNJUK KERJA FLUIDIZED BED GASIFIER DENGAN MEVARIASI TEMPERATURE UDARA AWAL Karnowo 1, S.Anis 1, Wahyudi 1, W.D.Rengga 2 Jurusan Teknik Mesin 1, Teknik Kimia Fakultas Teknik 2 Universitas Negeri

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH KAYU (BIOMASSA) UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK. PT. Harjohn Timber. Penerima Penghargaan Energi Pratama Tahun 2011 S A R I

PEMANFAATAN LIMBAH KAYU (BIOMASSA) UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK. PT. Harjohn Timber. Penerima Penghargaan Energi Pratama Tahun 2011 S A R I PEMANFAATAN LIMBAH KAYU (BIOMASSA) UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK PT. Harjohn Timber Penerima Penghargaan Energi Pratama Tahun 2011 S A R I PT. Harjhon Timber adalah salah satu Penerima Penghargaan Energi Pratama

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG 4. Indonesia Mt

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG 4. Indonesia Mt BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG Batubara adalah sumber energi terpenting untuk pembangkitan listrik dan berfungsi sebagai bahan bakar pokok untuk produksi baja dan semen.namun demikian, batubara juga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pengertian Biomassa Untuk memperoleh pengertian yang menyeluruh mengenai gasifikasi biomassa, diperlukan pengertian yang sesuai mengenai definisi biomassa. Biomassa didefinisikan

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Karbon Aktif Grade Industri Dari Tempurung Kelapa dengan Kapasitas 4000 ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Karbon Aktif Grade Industri Dari Tempurung Kelapa dengan Kapasitas 4000 ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia mengalami peningkatan secara kualitatif maupun kuantitatif, khususnya industri kimia. Hal ini menyebabkan kebutuhan bahan baku dan bahan

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU Sistem pembangkit listrik tenaga uap (Steam Power Plant) memakai siklus Rankine. PLTU Suralaya menggunakan siklus tertutup (closed cycle) dengan dasar siklus rankine dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBANGUNAN PLTU MADURA KAPASITAS 2 X 200 MW SEBAGAI PROGRAM MW PT. PLN BAGI PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PULAU MADURA

ANALISIS PEMBANGUNAN PLTU MADURA KAPASITAS 2 X 200 MW SEBAGAI PROGRAM MW PT. PLN BAGI PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PULAU MADURA ANALISIS PEMBANGUNAN PLTU MADURA KAPASITAS 2 X 200 MW SEBAGAI PROGRAM 10.000 MW PT. PLN BAGI PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PULAU MADURA OLEH : MUHAMMAD KHAIRIL ANWAR 2206100189 Dosen Pembimbing I Dosen

Lebih terperinci

MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 GASIFIKASI BATU BARA

MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 GASIFIKASI BATU BARA MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 GASIFIKASI BATU BARA Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Penyediaan Energi Dosen Pengajar : Ir. Yunus Tonapa Oleh : Nama

Lebih terperinci

BAB II ISI. 2.1 Komponen Penting PLTU Penanganan Batubara

BAB II ISI. 2.1 Komponen Penting PLTU Penanganan Batubara BAB I PENDAHULUAN Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), merupakan salah satu andalan pembangkit tenaga listrik yang menjadi jantung untuk kegiatan industry. Salah satu bahan bakar PLTU adalah batubara.

Lebih terperinci

Tenaga Uap (PLTU). Salah satu jenis pembangkit PLTU yang menjadi. pemerintah untuk mengatasi defisit energi listrik khususnya di Sumatera Utara.

Tenaga Uap (PLTU). Salah satu jenis pembangkit PLTU yang menjadi. pemerintah untuk mengatasi defisit energi listrik khususnya di Sumatera Utara. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi listrik terus-menerus meningkat yang disebabkan karena pertumbuhan penduduk dan industri di Indonesia berkembang dengan pesat, sehingga mewajibkan

Lebih terperinci

Sistem pengering pilihan

Sistem pengering pilihan Sistem pengering pilihan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan alat pengeringan yang khusus (pilihan) Sub Pokok Bahasan 1.Pengering dua tahap 2.Pengering

Lebih terperinci

Kata kunci: batubara peringkat rendah, proses upgrading, air bawaan, nilai kalor

Kata kunci: batubara peringkat rendah, proses upgrading, air bawaan, nilai kalor PENGARUH PROSES UPGRADING TERHADAP KUALITAS BATUBARA BUNYU, KALIMANTAN TIMUR Oleh: Datin Fatia Umar Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Jalan Jenderal Sudirman No. 623 Bandung 40211 Email: datinf@tekmira.esdm.go.id

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN ARANG KAYU DAN JERAMI

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN ARANG KAYU DAN JERAMI KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN ARANG KAYU DAN JERAMI Subroto Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl.A.Yani Tromol Pos I Pabelan, Kartasura ABSTRAK Dewasa ini,

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI BATUBARA TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN DAUN CENGKEH SISA DESTILASI MINYAK ATSIRI

PENGARUH KOMPOSISI BATUBARA TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN DAUN CENGKEH SISA DESTILASI MINYAK ATSIRI PENGARUH KOMPOSISI BATUBARA TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN DAUN CENGKEH SISA DESTILASI MINYAK ATSIRI Nur Aklis Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A.Yani Tromol Pos I Pabelan, Kartasura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali Indonesia. Selain terbentuk dari jutaan tahun yang lalu dan. penting bagi kelangsungan hidup manusia, seiring dalam

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali Indonesia. Selain terbentuk dari jutaan tahun yang lalu dan. penting bagi kelangsungan hidup manusia, seiring dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang ini pemanfaatan minyak bumi dan bahan bakar fosil banyak digunakan sebagai sumber utama energi di dunia tak terkecuali Indonesia. Selain terbentuk dari jutaan

Lebih terperinci

JENIS-JENIS PENGERINGAN

JENIS-JENIS PENGERINGAN JENIS-JENIS PENGERINGAN Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat membedakan jenis-jenis pengeringan Sub Pokok Bahasan pengeringan mengunakan sinar matahari pengeringan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konversi dari energi kimia menjadi energi mekanik saat ini sangat luas digunakan. Salah satunya adalah melalui proses pembakaran. Proses pembakaran ini baik berupa

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKING AND ROASTING

RINGKASAN BAKING AND ROASTING RINGKASAN BAKING AND ROASTING Bab I. Pendahuluan Baking dan Roasting pada pokoknya merupakan unit operasi yang sama: keduanya menggunakan udara yang dipanaskan untuk mengubah eating quality dari bahan

Lebih terperinci

UJI ULTIMAT DAN PROKSIMAT SAMPAH KOTA UNTUK SUMBER ENERGI ALTERNATIF PEMBANGKIT TENAGA

UJI ULTIMAT DAN PROKSIMAT SAMPAH KOTA UNTUK SUMBER ENERGI ALTERNATIF PEMBANGKIT TENAGA UJI ULTIMAT DAN PROKSIMAT SAMPAH KOTA UNTUK SUMBER ENERGI ALTERNATIF PEMBANGKIT TENAGA Agung Sudrajad 1), Imron Rosyadi 1), Diki Muhammad Nurdin 1) (1) Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

TECHNOLOGY NEED ASSESMENT

TECHNOLOGY NEED ASSESMENT 1. PENINGKATAN FAKTOR DAYA MENGGUNAKAN KAPASITOR BANK Peningkatan faktor daya menggunakan kapasitor bank akan menurunkan pemakaian daya listrik sehingga efisiensi pemakaian energi dalam proses peleburan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada proses pengeringan pada umumnya dilakukan dengan cara penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. Pengeringan dengan cara penjemuran

Lebih terperinci

1. Bagian Utama Boiler

1. Bagian Utama Boiler 1. Bagian Utama Boiler Boiler atau ketel uap terdiri dari berbagai komponen yang membentuk satu kesatuan sehingga dapat menjalankan operasinya, diantaranya: 1. Furnace Komponen ini merupakan tempat pembakaran

Lebih terperinci

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT Oleh : Harit Sukma (2109.105.034) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN: X

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN: X ANALISA KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET LIMBAH INDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN VARIASI PEREKAT DAN TEMPERATUR DINDING TUNGKU 300 0 C MENGGUNAKAN METODE HEAT FLUX CONSTANT (HFC) Novi Caroko, Wahyudi, Aditya

Lebih terperinci

Teknologi pengeringan bed fluidasi (fluidized Bed)

Teknologi pengeringan bed fluidasi (fluidized Bed) Teknologi pengeringan bed fluidasi (fluidized Bed) Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan teknologi pengeringan bed fluidasi (fluidized Bed) Sub

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.1.1 Waktu Penelitian Penelitian pirolisis dilakukan pada bulan Juli 2017. 3.1.2 Tempat Penelitian Pengujian pirolisis, viskositas, densitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan energi merupakan salah satu sumber kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan energi merupakan salah satu sumber kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kebutuhan energi merupakan salah satu sumber kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan. Energi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu energi yang bersumber

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008 SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK TERMAL MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Adsorption nomenclature [4].

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Adsorption nomenclature [4]. BAB II DASAR TEORI 2.1 ADSORPSI Adsorpsi adalah fenomena fisik yang terjadi saat molekul molekul gas atau cair dikontakkan dengan suatu permukaan padatan dan sebagian dari molekul molekul tadi mengembun

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG

RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG Idrus Abdullah Masyhur 1, Setiyono 2 1 Program Studi Teknik Mesin, Universitas Pancasila,

Lebih terperinci

1. MOISTURE BATUBARA

1. MOISTURE BATUBARA 1. MOISTURE BATUBARA Pada dasarnya air yang terdapat di dalam batubara maupun yang terurai dari batubara apabila dipanaskan sampai kondisi tertentu, terbagi dalam bentuk-bentuk yang menggambarkan ikatan

Lebih terperinci

STUDI GASIFIKASI BATU BARA LIGNITE DENGAN VARIASI KECEPATAN UDARA UNTUK KEPERLUAN KARBONASI

STUDI GASIFIKASI BATU BARA LIGNITE DENGAN VARIASI KECEPATAN UDARA UNTUK KEPERLUAN KARBONASI NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH STUDI GASIFIKASI BATU BARA LIGNITE DENGAN VARIASI KECEPATAN UDARA UNTUK KEPERLUAN KARBONASI Abstraksi Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh

Lebih terperinci