V. HASIL DAN PEMBAHASAN Evaluasi Kesesuaian Lahan Perumahan di Zona Buruk untuk Lahan Perumahan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN Evaluasi Kesesuaian Lahan Perumahan di Zona Buruk untuk Lahan Perumahan"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.. Evaluasi Kesesuaian Lahan Perumahan di Zona Buruk untuk Lahan Perumahan Analisis spasial menggunakan Sistem Informasi Geografis berbasis komputer untuk memperoleh zonasi kesesuaian lahan perumahan di kecamatan-kecamatan Kawasan Bandung Utara Kabupaten Bandung ditentukan berdasarkan : peta drainase, peta banjir, peta lereng permukaan, peta tekstur tanah, peta batuan, peta kedalaman efektif tanah dan peta erosi. Gambar peta-peta tematik input disajikan pada Lampiran sampai 7. Selisih skor terbesar dan terkecil hasil analisis (-7) adalah 4 atau sama dengan rentang. Selanjutnya adalah penentuan kesesuaian lahan untuk perumahan yang dibagi menjadi tiga kelas zona dengan panjang interval (ρ) sebesar 8 yaitu : () zona baik untuk kawasan perumahan dengan nilai antara 4 sampai dengan, () zona sedang untuk kawasan perumahan dengan nilai antara 6 sampai dengan dan () zona buruk untuk kawasan perumahan dengan nilai antara 7 sampai dengan 5. Gambar peta tematik output (peta zonasi kesesuaian lahan perumahan) disajikan pada Gambar 6. Hasil analisis spasial menggunakan Sistem Informasi Geografis berbasis komputer untuk memperoleh zonasi lokasi perumahan di kawasan budidaya kecamatankecamatan Kawasan Bandung Utara Kabupaten Bandung menunjukkan 0,9 ha lahan berkategori baik untuk lahan perumahan,.450,64 ha lahan berkategori sedang untuk lahan perumahan dan 7.90,6 ha lahan berkategori buruk untuk lahan perumahan. Hasil analisis spasial zonasi lokasi-lokasi perumahan di Kecamatan Lembang, Cilengkrang dan Cimenyan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil analisis spasial zonasi kesesuaian lahan perumahan di Kawasan Budidaya Kecamatan Lembang, Cilengkrang dan Cimenyan (ha) No Kecamatan Luas Kesesuaian Lahan untuk Perumahan (ha) Jumlah Baik Sedang Buruk. Lembang 0,9.966,78.5,6 5.70,60. Cilengkrang 0 48,5.7,07.599,58. Cimenyan 0,5 4.6,67 4.6,0 Jumlah 0,9.450, ,6.58,9 Persentase,99% 9,79% 68,% 00%

2 Hasil analisis spasial zonasi kesesuaian lahan untuk perumahan di Kecamatan Lembang, Cilengkrang dan Cimenyan menunjukkan 68,% (7.90,6 Ha) dari total luas lahan berada di zona buruk perumahan. Selain itu, hasil analisis spasial menunjukkan bahwa lahan di Kecamatan Lembang memiliki peluang lebih besar untuk dibangun perumahan dibandingkan Kecamatan Cilengkrang dan Cimenyan. Faktor kendala terbesar di zona baik untuk perumahan adalah parameter drainase tanah yang sangat buruk, yaitu kondisi tanah dengan tingkat bahaya genangan air yang tinggi sehingga tanah menjadi agak jenuh air. Evaporasi akan terhambat pada bagian tengah dari bangunan karena tanah tertutup bangunan sehingaa dapat menyebabkan tanah dibagian tepi lebih cepat kering daripada dibagian tengah bangunan. Hal ini dapat menyebabkan perbedaan pengerutan maupun kekuatan tanah sehingga sering terjadi penurunan pada bagian tengah dan menimbulkan keruntuhan. Untuk menghindari adanya kerusakan bangunan yang disebabkan oleh pengerutan tanah, hendaknya pondasi dibangun lebih dalam atau sampai pada kedalaman batuan sehingga tidak terjadi proses pengerutan tanah. Faktor kendala terbesar di zona sedang untuk perumahan selain parameter drainase tanah juga parameter kemiringan lereng diatas 5%. Pembangunan perumahan pada kemiringan lereng relatif curam tanpa dilakukan pengamanan lebih lanjut dapat menyebabkan tanah longsor. Kelongsoran terjadi pada lereng dengan material tanah yang bersifat sensitif terhadap perubahan kondisi air tanah. Kelongsoran awal terjadi pada bagian bawah lereng dan akan menyebabkan ketidakstabilan pada bagian lereng di atasnya. Kelongsoran lanjutan akan terjadi jika proses pembebanan, baik secara mekanik maupun adanya rembesan air hujan menyebabkan berkurangnya kuat geser tanah sehingga stabilitas lereng dalam kondisi kritis. Hal ini dapat dihindari selain membangun tembok penahan tanah adalah mengimplementasikan persyaratan teknis koefisien dasar bangunan sebesar 0 % dari luas tanah, membangun rumah konsep eco-architecture dan penanaman vegetasi pada teras bangku atau teras tangga. Hasil analisis spasial zonasi lokasi perumahan yang berada di kawasan lindung di kecamatan-kecamatan Kawasan Bandung Utara Kabupaten Bandung menunjukkan 64,69 ha lahan berkategori baik untuk lahan perumahan berada di kawasan lindung,.869,57 ha lahan berkategori sedang untuk lahan perumahan berada di kawasan lindung dan 4.5,7 ha lahan berkategori buruk untuk lahan perumahan berada di kawasan

3 4 lindung. Hasil analisis spasial zonasi lokasi-lokasi perumahan di Kawasan Lindung Kecamatan Lembang, Cilengkrang dan Cimenyan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil analisis spasial zonasi kesesuaian lahan perumahan di Kawasan Lindung Kecamatan Lembang, Cilengkrang dan Cimenyan (ha) No Kecamatan Luas Kesesuaian Lahan untuk Perumahan (ha) Jumlah Baik Sedang Buruk. Lembang 64,69.669,64.49,48.98,80. Cimenyan 0 5,7 957,89 96,6. Cilengkrang 0 94,.44,6.48,57 Jumlah 64,69.869,57 4.5,7 6.85,99 Kondisi nyata penggunaan lahan perumahan eksisting di Kecamatan Lembang, Cilengkrang dan Cimenyan secara numeris telah menyimpang dari batas zona Baik dan Sedang untuk lahan perumahan. Hasil analisis spasial menunjukkan 45,90% (0,87 Ha) luas terbangun di Kecamatan Lembang, Cilengkrang dan Cimenyan berada di zona buruk perumahan. Hasil analisis kondisi nyata lokasi-lokasi perumahan yang berada pada zona kesesuaian lahan untuk perumahan disajikan pada Tabel 8 dan Gambar 7. Tabel 8. Luas wilayah terbangun eksisting di zona kesesuaian lahan perumahan (ha) No Kecamatan Luas Wilayah Terbangun (ha) Jumlah Baik Sedang Buruk (ha). Lembang,65 989,04 48, 558,90. Cilengkrang - 85,08 08,6 9,7. Cimenyan ,0 476,0 Jumlah,65 074, 0,87 8,64 Persentase (5,90%) (48,0%) (45,90%) (00%) Penggunaan lahan perumahan eksisting di Kecamatan Cimenyan berada di zona buruk untuk perumahan atau 00 % telah menyimpang dari batas zona Baik dan Sedang untuk lahan perumahan yaitu seluas ha. Luas lahan perumahan eksisting di Kecamatan Lembang sebesar 8, % dan 56,08% di Kecamatan Cilengkrang berada di zona buruk untuk perumahan atau telah menyimpang dari batas zona Baik dan Sedang untuk lahan perumahan. Persentase luas lahan permukiman eksisting yang berada di zona kesesuaian lahan untuk perumahan di Kecamatan Lembang, Cilengkrang dan Cimenyan Kabupaten Bandung disajikan pada Tabel 9.

4 5 Tabel 9. Persentase luas wilayah terbangun di zona kesesuaian lahan perumahan di Kecamatan Lembang, Cilengkrang dan Cimenyan Kabupaten Bandung (ha) No Kecamatan % Luas Wilayah Terbangun Jumlah Baik Sedang Buruk (%). Lembang 8,45 6,44 8, Cilengkrang ,9 56, Cimenyan Hasil analisis spasial kondisi nyata penggunaan lahan perumahan eksisting yang berada di Kawasan Lindung di Kecamatan Lembang, Cilengkrang dan Cimenyan Kawasan Bandung Utara Kabupaten Bandung menunjukkan 44,4 ha lahan terbangun berada di Kawasan Lindung.,4 ha lahan terbangun perumahan berada di hutan lindung dan,07 ha lahan terbangun perumahan berada di daerah konservasi. Hal ini menunjukkan telah terjadi konversi lahan untuk Kawasan Lindung menjadi kawasan perumahan. Hasil analisis spasial wilayah terbangun perumahan di Kawasan Lindung Kecamatan Lembang, Cilengkrang dan Cimenyan disajikan pada Tabel 0 dan Gambar 8. Tabel 0. Luas wilayah terbangun eksisting di Kawasan Lindung (ha) No Kecamatan Luas Wilayah Terbangun (ha) Hutan Lindung Konservasi Jumlah (ha). Lembang 9,95 5,94 09,89. Cilengkrang,6 5, 6,9. Cimenyan 8, 0,00 8, Jumlah,4,07 44,4 Persentase 78,49%,5% 00%

5 Gambar 6. Peta Batas Administrasi Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan Lembang di Kabupaten Bandung 5

6 Gambar 6. Peta Kesesuaian Perumahan Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan Lembang di Kabupaten Bandung 6

7 Gambar 7. Peta Kondisi Nyata Wilayah Terbangun di Zona Kesesuaian Lahan Perumahan 7

8 Gambar 8. Peta kondisi nyata wilayah terbangun di zona kesesuian lahan untuk perumahan 8

9 9 5.. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Pemilihan Lokasi Perumahan di Zona Buruk Perumahan Hasil survei yang dilakukan pada bulan Februari dan Maret 007 di Kecamatan Lembang, Cilengkrang dan Cimenyan Kawasan Bandung Utara yang melibatkan Perumahan yaitu perumahan Pasir Honje, Bumi Asri, BCI, Tirtawening, Setiabudi Regensi, Komplek Atput, Komplek Kejaksaan, Pasir Layung, Merpati Duta, Nirwana, Bukit Mas, dan Cipaku Indah II sebanyak 6 Responden, menunjukkan status sosial dan ekonomi, keadaan lahan dan pengelolaan lahan perumahan, serta kebutuhan responden. Uraian masing-masing faktor tertera berikut ini : 5... Analisis Faktor untuk Variabel yang Berpengaruh terhadap Pemilihan Lokasi Perumahan di Zona Buruk Perumahan Tahap pertama analisis faktor adalah menilai mana saja variabel yang dianggap layak untuk dimasukan dalam analisis selanjutnya. Pengujian dilakukan dengan memasukkan semua variabel yang ada, kemudian pada variabel-variabel tersebut dikenakan sejumlah pengujian. Hasil pertama analisis faktor utama (PCA) menunjukkan angka Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy dan Barlett s Test of Sphericity adalah 0,77 >0,50 dengan signifikansi 0,000. Nilai KMO yang besar menunjukkan bahwa korelasi antar pasangan variabel bisa diterangkan oleh variabel lainnya dan analisis faktor dianggap sebagai teknik yang tepat untuk analisis matrik korelasi. Oleh karena angka tersebut sudah di atas 0,5 dan signifikansi jauh dibawah 0,05, maka variabel dan sampel yang ada sudah bisa dianalisis lebih lanjut. Hasil Anti Image Correlation, khususnya pada angka korelasi yang bertanda a (arah diagonal dari kiri atas ke kanan bawah) menunjukkan variabel-variabel yang layak diuji lanjut adalah variabel dengan nilai MSA diatas 0,5 yakni variabel panorama, luas lahan, harga lahan, daya dukung lahan, pengelolaan drainase, pengelolaan limbah, ketersediaan fasilitas sosial, jalan masuk dan kedekatan dengan tempat kerja dan tempat lain. Sesuai dengan tujuan dari analisis PCA adalah penyederhanaan variabel. Artinya variabel-variabel baru yang dihasilkan dari proses analisis komponen utama jumlahnya harus lebih sedikit dari jumlah variabel asalnya. Komponen utama yang dihasilkan dari

10 0 yang memiliki akar ciri (eigenvalue) tertinggi hingga terendah. Angka eigenvalue di bawah satu tidak digunakan dalam menghitung jumlah faktor yang terbentuk. Hasil analisis berdasarkan angka eigenvalue tertera pada Tabel. Tabel. Keragaman total pemilihan lokasi perumahan Komponen Akar Ciri (Eigenvalues) Total % Keragaman % Kumulatif 4,908 54,59 54,59,656 8,40 7,9,090, 85,04 4 0,68 7,569 9,6 5 0,7,6 96,44 6 0,8,0 98,75 7 0,4,570 99, ,0 0,50 99, ,00 0,006 00,000 Dari Tabel terlihat bahwa hanya tiga faktor yang terbentuk, karena dengan tiga faktor angka eigenvalue masih diatas satu yaitu,090. Namun untuk empat faktor angka eigenvalue sudah di bawah satu (0,68), sehingga proses factoring berhenti pada tiga faktor saja. Analisis dilanjutkan dengan menunjukkan distribusi ke sembilan variabel tersebut pada tiga faktor yang terbentuk. Rotated component matrix pada lampiran 4 memperlihatkan distribusi variabel yang lebih jelas dan nyata dibandingkan dengan tabel komponen matrik (component matrix). Hasil rotated component matrix (a) menunjukkan bahwa komponen satu (faktor fisik) terdiri dari variabel panorama, luas lahan, jalan masuk ke perumahan, kedekatan dengan tempat kerja/kegiatan lain dan daya dukung lahan. Komponen dua terdiri (faktor sosial) dari variabel sistem drainase, pengelolaan limbah, ketersediaan fasos. Sedangkan komponen tiga (faktor ekonomi) terdiri dari satu variabel yaitu harga lahan. Berdasarkan pertimbangan angka total akar ciri (eigenvalue), distribusi variabel berdasarkan rotated component matrix(a) dan koefisien skor faktor ditentukan nilai skor faktor masing-masing variabel pemilihan lokasi perumahan oleh penghuni. Berdasarkan nilai skor faktor dapat ditentukan nilai masing-masing faktor (F, F dan F) pemilihan lokasi perumahan berdasarkan rumus : Fi = Wi X + Wi X + Wi X +.+ Wi j X k F PLP(F) =,86 X +,76 X +,0 X +,68 X 0,4 X 5

11 F PLP(S) = 0,767 X 6 + 0,59 X 7 + 0,47 X 8 F PLP(E) = 0,79 X 9 Nilai skor faktor pemilihan lokasi perumahan oleh penghuni dapat dilihat pada Tabel. Tabel. Nilai skor faktor masing-masing variabel pemilihan lokasi perumahan Skor Keragaman Koefisien Skor faktor Nilai Skor Faktor Nilai Faktor Panorama ,87 Jalan Masuk ,87 Luas Lahan ,87 Kedekatan ,87 Daya Dukung 4, ,87 Sistem Drainase ,80 Pengelolan Limbah ,80 Ketersedian Fasos ,80 Harga ,79 Diagram faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan lokasi perumahan disajikan dalam Gambar 9. Harga Ketersedian Fasos Pengelolan Limbah Sistem Drainase Daya Dukung Kedekatan Luas Lahan Jalan Masuk Panorama Skor Faktor Gambar 9. Diagram faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan lokasi perumahan Selain itu, responden yang tinggal Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan Lembang di Kawasan Bandung Utara tidak mempertimbangkan kemampuan dan kesesuaian lahan, tidak peduli pada perbandingan luas tutupan lantai rumah dengan luas lahan dan tidak memperhatikan konstruksi rumah tahan gempa meskipun sebagian besar

12 responden (54,7%-74,6%) telah mendapatkan informasi tentang konservasi Kawasan Bandung Utara, kemampuan lahan dan kesesuaian lahan untuk perumahan, perbandingan luas tutupan lantai rumah dengan lahan, analisis dampak lingkungan, bencana yang mungkin timbul terkait dengan pembangunan perumahan, hubungan tutupan lahan dengan banjir, rumah berwawasan lingkungan, rumah tahan gempa, informasi keragaman flora dan fauna lokal Status Sosial dan Ekonomi Persentase laki-laki dan perempuan sebesar 55,7%:44, %. Persentase tingkat pendidikan untuk tingkat sarjana (S, S dan S ) sebesar 68, %, SMA (9, %), SMP (4,7 %), SD (, %), Diploma (0,79 %) dan tidak melalui jenjang pendidikan formal sebesar,59%. Kendaraan yang banyak dimiliki adalah kendaraan beroda dua (58,5 %), kendaraan beroda empat (40,5 %), dan tidak memiliki kendaraan (0,8 %). Pekerjaan kepala keluarga kebanyakan adalah Pegawai Negeri Sipil (4,6 %), Pegawai Swasta (9, %), Wiraswasta (8,5 %), Dosen (5,5 %), dan sisanya adalah pensiunan. Persentase pendapatan diatas juta yaitu sebesar 66,6 %, sedangkan pendapatan kurang dari juta sebesar,5 %. Pengeluaran keluarga terbesar tiap bulan adalah pengeluaran anggaran biaya untuk telepon (46,4%), pengeluaran untuk listrik (6,7%), pengeluaran untuk air bersih (8,9%), pengeluaran untuk iuran wajib (6,5%) dan pengeluaran untuk sampah (,48%). Dari pengeluaran keseluruhan itu dapat disimpulkan menjadi dua bagian yaitu 74,6% pengeluaran di bawah Rp ,00/bulan dan 5,% pengeluaran di atas Rp ,00/bulan. Persentase pengeluaran yang paling besar adalah pengeluaran biaya untuk perawatan rumah (46,%), pengeluaran untuk pajak kendaraan bermotor (,6%), biaya perawatan infrastruktur (9,7%) dan biaya untuk pajak bumi dan bangunan (6,45%). Status tempat tinggal yang ditempati kebanyakan adalah milik sendiri (79,4%), milik keluarga (7,4%), rumah dinas (,4 %).

13 54,7% responden memperoleh rumah dengan cara kredit dan,7% membayar tunai. Distribusi status sosial dan ekonomi responden disajikan pada Gambar 0. 00% 80% 60% % 0% % Sex Ratio Pendidikan Pekerjaan Kendaraan Pendapatan Pengeluaran Kepemilikan Perolehan 46,95%-79,4%,4%-44,% 4,7%-8,5% 5,5%-6,45% Gambar 0. Distribusi Status Sosial Ekonomi Penduduk 5... Tata Cara Pengelolaan Infrastruktur Perumahan Pengelolaan air kotor secara terpusat sebesar 48,4%, yang melakukannya dengan perumahan (,%) dan mandiri (9,%). Pengelolaan limbah padat secara mandiri sebesar 88,8%, terpusat (7,%) dan pengolahan dengan perumahan (,9 %). Pengelolaan limbah sampah bersatu dengan perumahan sebesar 56,%, terpusat (,8%) dan mandiri (9,8%). Sumber dan daya listrik yang banyak digunakan adalah 900 watt yaitu sebesar 5,7%, 00 watt (,%), 00 watt (7,7%) dan 450 watt, 7 %. 75,% responden mendapatkan sumber air bersih dari Non PDAM dan 4,6% mendapatkan sumber air bersih dari PDAM. Tata cara pengelolaan infrastruktur disajikan pada Gambar.

14 4 00% 80% % 40% % 0% Air Kotor Limbah Padat Sampah Air bersih Listrik Terpusat Perumahan Mandiri Gambar. Tata Cara Pengelolaan Infrastruktur Kondisi Infrastruktur di Lokasi Perumahan Kondisi infrastruktur di lokasi perumahan untuk jalan dan jenis perkerasan sebesar 60% adalah sedang, baik (7,7%), buruk (8,7%), sangat baik (,58%), sangat buruk (0,7 %). Kondisi drainase adalah sedang (68%), baik ( %), buruk (5,6%), sangat baik (,%), sangat buruk (0,8%). Pengelolaan air kotor adalah sedang (67,5%), baik (4%), buruk (4,7%) dan sangat baik (,9 %). Pengelolaan limbah padat adalah sedang (70%), baik (7%), sangat baik (, %), dan buruk (0,79%). Pengelolaan sampah adalah sedang (66,%), baik (4%), sangat baik (7,4%), buruk (4,8%) dan sangat buruk (4%). Kondisi infrastruktur listrik adalah baik (70,59%), sangat baik (,9 %), sedang (5,9%) dan buruk (, 59 %). Kondisi infrastruktur air bersih adalah sedang (64%), sangat baik (0%), baik (5,%) dan sangat buruk (0,8 %). Kondisi pengelolaan infrastruktur di lokasi perumahan disajikan pada Gambar.

15 5 00% % 60% % 0% 0% Jalan Drainase Air Kotor Limbah Padat Sampah Listrik Air Bersih Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk Gambar. Kondisi Pengelolan Infrastruktur Perumahan Tingkat Pemahaman dan Sikap Responden Para responden sebagian besar telah banyak mengetahui informasi tentang lokasi perumahan yang ditempati sekarang, baik informasi tentang kemampuan lahan (50%), kesesuaian lahan untuk perumahan (57,4%), ruang terbuka/fasilitas sosial/fasilitas umum (69,05), analisa dampak lingkungan (60,%), kawasan Bandung Utara (74,6%), bencana-bencana yang mungkin timbul (7,4%), hubungan tutupan lahan dengan bencana banjir (56,5%), rumah berwawasan lingkungan (6,90%), informasi tentang flora dan fauna lokal. Sebagian besar responden tidak mengetahui perbandingan luas tutupan lantai rumah dengan lahan (5,8%) dan pembangunan rumah yang tahan gempa (54,76%). Sebagian besar sikap responden merasa puas menetap di lokasi perumahan yang mereka tempati sekarang(54,8%), responden merasa sangat puas bahkan mereka ingin tetap menetap di lokasi perumahan yang mereka tempati sekarang (8,6 %), cukup puas tetapi ada berbagai pertimbangan akan mencari lokasi perumahan yang lain (,7%), tidak puas (,%), sangat tidak puas (0,79%).

16 Analisis Kebutuhan Responden Terhadap Program-program Pembangunan Analisis kebutuhan responden kepada berbagai pihak, baik terhadap pengembangan perumahan, pemerintah daerah terkait dengan penataan ruang, maupun kepada masyarakat sekitar lokasi perumahan. Kebutuhan responden terhadap pengembang perumahan 8,7% responden membutuhkan informasi tentang lokasi perumahan, mengharapkan kondisi infrastruktur perumahan yang perlu ditingkatkan lagi dan membutuhkan sarana dan prasarana transportasi juga perlu diperbaiki. 88% responden mengharapkan fasilitas umum, sosial dan ruang terbuka hijau perlu diperbaiki. Kebutuhan responden terhadap pengembang perumahan disajikan pada Gambar. RTH 88 Fasos/Fasum Sarana & prasarana Transportasi Infrastruktur Informasi lokasi ,7%-88% %-8,% Gambar. Kebutuhan responden terhadap pengembang perumahan Kebutuhan responden kepada pemerintah daerah terkait penataan ruang. 9,7% responden mengharapkan informasi kegiatan pembangunan yang lebih terbuka lagi, 8,% membutuhkan informasi perencanaan ruang yang menyeluruh, 90,48% membutuhkan subsidi pembangunan perumahan untuk rakyat dan pengendalian pembangunan perumahan, 80,6% membutuhkan insentif pembangunan vertikal atau rumah bertingkat. Kebutuhan responden kepada pemerintah daerah terkait penataan ruang disajikan pada Gambar 4.

17 7 Insentif pembangunan vertikal Subsidi pembangunan perumahan Perencanaan ruang Transparansi pembangunan % 0% 40% 60% 80% 00% 80,6%-9,7% 8,7%-9,84% Gambar 4. Kebutuhan responden terhadap pemerintah Kebutuhan responden terhadap masyarakat 90% responden membutuhan perlunya kegiatan pelatihan dan penyuluhan pembangunan perumahan, 9% adanya peran serta masyarakat terhadap pembangunan, 9,7% membutuhkan sosialisasi kawasan konservasi dan lahan subur, 96% masyarakat membutuhkan peningkatan pengelolaan sampah, 9,7% masyarakat membutuhkan peningkatan pengelolaan limbah rumah tangga dan 94,4% masyarakat membutuhkan peningkatan informasi manfaat dan pengorbanan kegiatan pembangunan perumahan serta adanya peningkatan kesadaran lingkungan perumahan yang sesuai dan sehat. Kebutuhan responden terhadap masyarakat disajikan pada Gambar 5. Informasi manfaat & pengorbanan Pengelolaan limbah RT Pengelolaan sampah Sosialisasi kawasan Peranserta masyarakat Pelatihan & penyuluhan % 0% 0% 0% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 00 % 90%-96% 45-0% Gambar 5. Kebutuhan responden terhadap masyarakat

18 8 5.. Perubahan Lingkungan di Zona Buruk untuk Lahan Perumahan 5... Tingkat Pelayanan Lalu Lintas Kendaraan Pembangunan Bandung Utara berdampak terhadap beban jalan yang mempengaruhi kelancaran, keselamatan dan kepadatan lalu-lintas yang dapat dilihat dari volume lalu-lintas yang lebih padat. Biasanya besar bangkitan lalu-lintas dipengaruhi oleh luas perumahan dan tingkat pengisiannya. Semakin besar luas perumahan dan tingkat pengisian maka semakin besar pula bangkitan lalu-lintasnya. Disamping itu pembangunan perumahan meningkatkan tarikan penduduk sehingga menambah volume kendaraan di koridor jalan. Secara garis besar permasalahan yang timbul adalah bangkitan pergerakan penduduk, yang membebani dan menambah volume lalu lintas di ruas jalan yang berada di wilayah pengaruh kawasan ini serta kemacetan dan penurunan tingkat pelayanan jalan. Wilayah pengaruh perkembangan akibat pembangunan perumahan di kawasan Bandung Utara adalah ruas jalan Lembang-KH Mustopha-Cilengkrang dan persimpangan jalan KH. Mustopha-Bojong Koneng-Cimuncang dan Padasuka-Jatihandap yang sebelumnya memang mempunyai volume lalu lintas yang cukup tinggi. Kondisi ini dikarenakan jalan Lembang-KH.Mustopha-Cilengkrang merupakan jalan arteri primer yang berfungsi sebagai trought traffic kota Bandung yang merupakan jalur lalu lintas kearah Subang dan Cirebon. Selain itu arus lalu lintas di ruas jalan pengaruh merupakan arus menerus menuju ke kawasan pusat kota dan juga merupakan arus pergerakan lokal yang dihasilkan oleh kegiatan yang berada di wilayah studi. Wilayah pengaruh perkembangan akibat pembangunan perumahan di kawasan Bandung Utara dapat dilihat pada Tabel. Tabel. Wilayah Pengaruh Pembangunan Bandung Utara Ruas Jalan Lebar Jalan (m) Kapasitas (smp) Cikutra-Bojong Koneng 7,5 66 PPH.Mustopa-Cimuncang 8,8 770 PPH.Mustopa-Padasuka 9,0 960 PPH. Mustopa-Jatihandap, Raya Ujungberung- Cilengkrang 8,8 40 Raya Lembang- Sersan Bajuri 8,8 57 Sumber : Hasil Perhitungan (007).

19 9 Hasil studi lapangan didapat jumlah kendaraan terbesar pada ruas jalan K.H. Mustopha-Jatihandap berkisar antara 694 sampai dengan 960 per jam untuk masingmasing arah. Untuk lebih jelasnya kondisi sekarang unit kendaraan pada ruas jalan dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 6. Tabel 4. Hasil Survei Lalu-Lintas Unit Kendaraan Per Jam Unit Kendaraan Per jam No. Lokasi Pagi Siang Sore Malam. Lembang Bojongkoneng Cimuncang Padasuka Jatihandap Cilengkrang Sumber : Hasil Perhitungan (007) Lembang Bojongkoneng Cimuncang Padasuka Jatihandap Cilengkrang Pagi Siang Sore Malam Gambar 6. Hasil Survei Lalu Lintas di Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan Lembang Volume lalu lintas terbesar dijumpai pada ruas jalan K.H. Mustopha-Jatihandap yaitu 056 smp per jam pada jam sibuk siang untuk masing-masing arah. Untuk lebih jelasnya kondisi eksisting volume lalu lintas pada ruas jalan terlihat pada Tabel 5.

20 0 Tabel 5. Volume Lalu-Lintas Satuan Mobil Penumpang (smp) Volume Lalu lintas (smp) No. Lokasi Pagi Siang Sore Malam. Lembang Bojongkoneng Cimuncang Padasuka Jatihandap Cilengkrang Sumber : Hasil Perhitungan (007) Hasil analisis tingkat pelayanan jalan menunjukkan sudah tidak ada lagi arus jalan yang lancar, volume lalu lintas rendah dan kendaraan tidak dapat dikemudikan dengan kecepatan tinggi. Arus lalu lintas stabil dengan kecepatan terbatas serta volume sesuai untuk jalan luar kota hanya pada ruas jalan Cikutra-Bojongkoneng (kelas tingkat pelayanan B). Untuk lebih jelasnya hasil analisis tingkat pelayanan jalan di Kecamatan Cimenyan, Lembang dan Cilengkrang dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Tingkat Pelayanan Jalan di Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan Lembang Tingkat Pelayanan Jalan (VCR) Lokasi Pagi Siang Sore Malam Lembang,4 F,7 F,47 F,0 F Bojongkoneng 0,9 E 0,9 E, F 0,6 B Cimuncang,7 F 0,9 E,6 F 0,96 E Padasuka, F,08 F,07 F 0,98 E Jatihandap 0,7 C,5 F,00 E 0,78 C Cilengkrang 0,77 C 0,74 C 0,86 D 0,9 E Pada jam sibuk pagi, tingkat pelayanan ruas jalan PPH. Mustopa-Jatihandap dan Cilengkrang adalah kelas C yang berarti arus lalu lintas stabil tetapi kecepatan dipengaruhi oleh lalu lintas dan volume masih sesuai untuk jalan kota. Pada ruas jalan Cikutra-Bojongkoneng menunjukkan tingkat pelayanan E artinya arus lalu lintas tidak stabil, kecepatan rendah dan volume mendekati kapasitas. Sementara itu, di ruas jalan PPH Mustopa-Cimuncang, PPH. Mustopa - Padasuka dan Raya Lembang-Setiabudhi tingkat pelayanan jalan F artinya arus sudah terhambat, kecepatan rendah, volume di bawah kapasitas dan kendaraaan banyak berhenti. Fluktuasi tingkat pelayanan jalan sepanjang ruas jalan Lembang-Cimenyan-Cilengkrang disajikan pada Gambar 7.

21 V C R Waktu Pengamatan Lembang Bojongkoneng Cimuncang Padasuka Jatihandap Cilengkrang Gambar 7. Fluktuasi tingkat pelayanan jalan di Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan Lembang Tingkat Pelayanan Ruas Jalan Cikutra-Bojong Koneng Pada jam sibuk pagi dan siang, ruas jalan Cikutra-Bojongkoneng menunjukkan tingkat pelayanan E berarti arus lalu lintas tidak stabil, kecepatan rendah dan volume mendekati kapasitas. Sementara itu, pada jam sibuk sore menunjukkan tingkat pelayanan jalan kelas F artinya arus sudah terhambat, kecepatan kendaraan rendah, volume lalu lintas di atas kapasitas jalan dan kendaraaan banyak berhenti. Arus lalu lintas kembali stabil dengan kecepatan terbatas serta volume sesuai untuk jalan luar kota hanya pada jam sibuk malam (kelas B). Grafik tingkat pelayanan jalan dapat dilihat pada Gambar 8.

22 Volume Lalu Lintas Bojongkoneng Kapasitas jalan bojongkoneng Gambar 8. Tingkat pelayanan ruas Jalan Cikutra-Bojong Koneng Tingkat Pelayanan Ruas Jalan PPH.Mustopa-Cimuncang Ruas jalan PPH.Mustopa-Cikutra pada jam sibuk pagi dan sore menunjukkan tingkat pelayanan jalan kelas F artinya arus sudah terhambat, kecepatan kendaraan rendah, volume lalu lintas di bawah kapasitas jalan dan kendaraaan banyak berhenti. Pada jam sibuk siang dan malam, menunjukkan tingkat pelayanan E berarti arus lalu lintas tidak stabil, kecepatan rendah dan volume mendekati kapasitas.grafik tingkat pelayanan jalan dapat dilihat pada Gambar Volume Lalu Lintas Cimuncang Kapasitas Jalan Cimuncang Gambar 9. Tingkat pelayanan ruas Jalan PPH.Mustopa-Cimuncang

23 Tingkat Pelayanan Ruas Jalan PPH.Mustopa-Padasuka Ruas jalan PPH.Mustopa-Padasuka pada jam sibuk pagi, siang dan sore menunjukkan tingkat pelayanan jalan F artinya arus sudah terhambat, kecepatan rendah, volume di atas kapasitas dan kendaraaan banyak berhenti. Sementara itu, pada jam sibuk malam menunjukkan tingkat pelayanan jalan E artinya arus lalu lintas tidak stabil, kecepatan rendah dan volume mendekati kapasitas. Grafik tingkat pelayanan jalan dapat dilihat pada Gambar Volume Lalu Lintas Padasuka Kapasitas jalan Padasuka Gambar 0. Tingkat pelayanan ruas Jalan PPH.Mustopa-Padasuka Tingkat Pelayanan Ruas Jalan PPH.Mustopa-Jatihandap Ruas jalan PPH.Mustopa-Jatihandap pada jam sibuk pagi dan malam menunjukkan tingkat pelayanan jalan kelas C yang berarti arus lalu lintas stabil tetapi kecepatan dipengaruhi oleh lalu lintas dan volume masih sesuai untuk jalan kota. Pada jam sibuk siang mengalami penurunan (tingkat pelayanan jalan F) artinya arus sudah terhambat, kecepatan rendah, volume di atas kapasitas dan kendaraaan banyak berhenti. Pada jam sibuk sore menunjukkan tingkat pelayanan jalan E artinya arus lalu lintas tidak stabil, kecepatan rendah dan volume mendekati kapasitas. Grafik tingkat pelayanan ruas jalan PPH. Mustopha-Jatihandap dapat dilihat pada Gambar.

24 Volume Lalu Lintas Jatihandap Kapasitas Jalan Jatihandap Gambar. Tingkat pelayanan ruas Jalan PPH.Mustopa-Jatihandap Tingkat Pelayanan Ruas Jalan Raya Ujung Berung- Cilengkrang Hasil analisis menunjukkan ruas jalan Raya Ujungberung-Cilengkrang pada jam sibuk pagi dan siang dan malam kelas menunjukkan tingkat pelayanan C yang berarti arus lalu lintas stabil tetapi kecepatan dipengaruhi oleh lalu lintas dan volume masih sesuai untuk jalan kota. Pada jam sibuk sore arus lalu lintas tidak stabil dengan kecepatan rendah (kelas D) dan mengalami penurunan pada jam sibuk malam menjadi kelas E dimana arus lalu lintas tidak stabil, kecepatan kendaraan rendah dan volume mendekati kapasitas. Grafik tingkat pelayanan ruas jalan Raya Ujung Berung-Cilengkrang dapat dilihat pada Gambar Volume Lalu Lintas Cilengkrang Kapasitas Jalan Cilengkrang Gambar. Tingkat pelayanan ruas Jalan Raya Ujung Berung-Cilengkrang

25 5 Tingkat Pelayanan Ruas Jalan Raya Lembang- Setiabudhi Pada jam sibuk pagi sampai malam di ruas jalan Lembang- Setiabudhi tingkat pelayanan jalan adalah kelas kelas F artinya arus sudah terhambat, kecepatan rendah, volume di bawah kapasitas dan kendaraaan banyak berhenti. Grafik tingkat pelayanan ruas jalan Raya Lembang-Setiabudi dapat dilihat pada Gambar Volume Lalu lintas Lembang Kapasitas Jalan Lembang Gambar. Tingkat pelayanan ruas Jalan Raya Lembang-Setiabudhi Keterkaitan Antara Luas Terbangun, Kapasitas Koridor, Volume Lalu Lintas, Kepadatan Lalu Lintas dan Laju Bangkitan Lalu Lintas Perumahan Tingkat aksesibilitas menuju perumahan berkaitan dengan laju bangkitan lalu lintas perumahan. Tingkat aksesibilitas menuju perumahan dapat digambarkan antara lain oleh kapasitas jalan pada koridor dimana perumahan berada. Jalan dengan kapasitas besar, selain mudah dilalui penduduk juga dapat menampung banyak kendaraan. Tabel 7 menunjukkan keterkaitan luas terbangun terhadap kapasitas, volume lalu lintas dan bangkitan lalu lintas perumahan. Tabel 7. Keterkaitan Antara Luas Terbangun, Kapasitas Koridor, Volume Lalu Lintas, Kepadatan Lalu Lintas dan Laju Bangkitan Lalu Lintas Perumahan Luas Volume Kapasitas Kepadatan Laju Bangkitan Kecamatan Terbangun (Ha) Lalu Lintas (smp) Jalan (smp) Lalu Lintas (VCR) Masuk (smp) Keluar (smp) Lembang , Cilengkrang , Cimenyan ,

26 6 Dari Tabel 7 terlihat adanya keterkaitan antara luas terbangun dengan laju bangkitan lalu lintas, semakin luas wilayah terbangun laju bangkitan masuk dan keluar semakin besar. Selain itu, ada kaitan antara kapasitas jalan dan volume lalu lintas terhadap bangkitan lalu lintas perumahan. Semakin besar volume lalu lintas dan kapasitas jalan, semakin tinggi laju bangkitan lalu lintas perumahan. Volume lalu lintas menggambarkan besarnya tarikan bepergian pada koridor. Bepergian pada koridor ini adalah masuk dan keluarnya kendaraan dari lokasi perumahan. Kapasitas jalan berkaitan dengan laju bangkitan lalu lintas perumahan. Semakin besar kapasitas jalan pada koridor dimana perumahan berlokasi, semakin besar laju bangkitan lalu lintas perumahan. Kapasitas jalan yang besar lebih memperlancar dan mempermudah menuju perumahan bila dibandingkan dengan jalan yang kapasitasnya kecil walaupun kepadatannya sama. Kepadatan lalu lintas yang ditunjukkan oleh rasio volume per kapasitas (V/C) tertinggi berada di sepanjang koridor jalan Cimenyan. Hal ini menunjukkan bahwa luas wilayah terbangun di Kecamatan Cimenyan mengakibatkan bangkitan lalu lintas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan yang lainnya. Pola Perubahan Lingkungan Akibat Penambahan Bangkitan Lalulintas Hasil pengukuran volume lalu lintas pada periode tahun 004 sampai tahun 007 menunjukkan parameter volume lalu lintas harian rata-rata mengalami kenaikan. Sedangkan untuk parameter laju pertumbuhan atau rate volume lalu lintas memiliki pola turun naik. Hasil pengukuran volume lalu lintas dan laju pertumbuhan volume lalu lintas tahun di kecamatan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Volume Lalu Lintas tahun , Laju Pertumbuhan, dan Dampak Bangkitan Dampak Laju Bangkitan Kecamatan Laju Masuk Keluar Lembang , 5.6% 7.87% Cilengkrang , % 0.04% Cimenyan ,0 55.% 9.5% Dari Tabel 6 terlihat bahwa ada kontribusi laju bangkitan lalu lintas terhadap volume lalu lintas. Laju bangkitan masuk di Kecamatan Cimenyan menyumbang

27 7 55,% terhadap volume lalu lintas dan 9,5% laju bangkitan keluar sepanjang koridor jalan di Kecamatan Cimenyan. Luas wilayah terbangun yang besar di Kecamatan Cimenyan meningkatkan tarikan penduduk sehingga menambah volume kendaraaan. Selain itu, besarnya luas wilayah terbangun mempengaruhi besarnya bangkitan lalu lintas di sepanjang koridor jalan. Tingkat kepadatan lalu lintas jalan terlihat sudah melampaui kapasitas jalan yang ada, sehingga tingkat pelayanan jalan di masing-masing ruas jalan di ketiga kecamatan tersebut mengalami penurunan yang menyebabkan kemacetan lalu lintas dan ketidaknyamanan para pengguna jalan. Perubahan lingkungan akibat penambahan bangkitan lalu lintas karena adanya pembangunan perumahan di Kecamatan Cimenyan, Lembang dan Cilengkrang Kawasan Bandung Utara dapat dilihat pada Gambar 4. 6, ,000 6 Volume Lalu Lintas (smp) 4, , Kapasitas_Jalan_Cimenyan_ Kapasitas_Jalan_Cilengkrang Kapasitas_Jalan_Lembang Volume_LL_Cimenyan Volume_LL_Cilengkrang Volume_LL_Lembang,000 Waktu (Tahun ) Gambar 4. Pola Perubahan Volume Lalu Lintas Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan Lembang Alternatif solusi terhadap dampak lalu lintas yang timbul dari pembangunan perumahan di Kawasan Bandung Utara terbagi menjadi dua bagian yaitu penambahan jumlah lajur jalan dan penambahan lebar jalan di tiap ruas jalan. Tabel 9. Alternatif Kebijakan Penambahan Lajur dan Lebar Jalan Ruas Jalan Jumlah Lajur Lebar Jalan Bojong Koneng 4 Cimuncang 5 Padasuka 5 Jatihandap 6 Cilengkrang Lembang 4 Sumber : Hasil Perhitungan (008)

28 Komponen Fisik dan Kimia Udara Hasil Analisis Fisik dan Kimia Udara di Kecamatan Cimenyan Analisis kualitas udara di Kecamatan Cimenyan dilaksanakan di Desa Padasuka. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 0 sampai. Tabel 0. Pemantauan kualitas udara di Desa Padasuka Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung selama 8 jam No x O SO CO SPM HC 4 Non HC Waktu Standard Baku Mutu Udara Ambien (Kep.4/MENKLH/999) 0.05 ppm 0.0ppm 0.0 ppm 0 ppm 50ug/m 0.4 ppm Jumlah Rata-rata Maksimal Minimal Tabel. Pemantauan tingkat kebisingan di Desa Padasuka Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung untuk perumahan dan permukiman dengan standar 55 db(a) berdasarkan Kep.MENLH No.Kep 48/MENLH//996 JAM PENGUKURAN Leq dba

29 9 Tabel. Hasil pemantauan kualitas udara di Desa Padasuka Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung dari titik pengukuran No Parameter Hasil Pengukuran Standar Titik Titik Titik. Sulfur Dioksida (SO) 0.0 ppm Karbon Monoksida (CO) 0 ppm Oksida Nitrogen (NOx) 0.05 ppm Oksidan (O) 0.0 ppm Debu (TSP) 0 ugr/m Debu (SPM0) 50 ugr/m Hidro Karbon (HC) 0.4 ppm Kebisingan 55 (dba) Temperatur (Rata-rata) 0C Kelembaban (Rata-rata) % Arah Angin - Utara Utara Utara Dari Tabel kualitas udara di Kecamatan Cimenyan dari hasil pengukuran di tiga titik terlihat bahwa parameter NOx, Debu (TSP), HC dan kebisingan kualitasnya sudah diatas baku mutu yang ditetapkan. Pola Perubahan Kualitas Udara di Kecamatan Cimenyan Hasil pengukuran kualitas udara pada periode tahun menunjukkan parameter-parameter kualitas udara di Kecamatan Cimenyan mengalami pola yang meningkat. Untuk parameter NO x, Pb, HC dan kebisingan memiliki nilai diatas baku mutu. Kualitas udara Kecamatan Cimenyan tahun dapat dilihat pada Tabel. Tabel. Kualitas Udara Kecamatan Cimenyan Tahun No Parameter Baku mutu Rate Rate. Sulfur Dioksida (SO) 0.0 ppm Karbon Monoksida (CO) 0 ppm Oksida Nitrogen (NOx) 0.05 ppm Oksidan (O) 0.0 ppm Debu (SPM0) 50 ugr/m Pb (Timbal) ugr/m Hidro Karbon (HC) 0.4 ppm Kebisingan 55 (dba) Sumber : (Hasil perhitungan 007)

30 40 Hasil pengukuran parameter NO x (Oksigen Nitrogen) di Kecamatan Cimenyan memiliki nilai di atas baku mutu yang ditetapkan. NO x dihasilkan dari pembakaran bensin dengan O dan N. Tingginya nilai NOx dipengaruhi oleh beban dan kecepatan putaran mesin kendaraan pada saat mesin bekerja dengan beban yang berat, waktu penyalaan api pada mesin bensin dan temperatur yang tinggi. Sementara itu, parameter Pb selain memiliki nilai di atas baku mutu juga memiliki laju kenaikan yang paling tinggi dibanding parameter-parameter yang lainnya. Parameter Hidrokarbon memiliki nilai diatas baku mutu yang ditetapkan. Hidrokarbon ini merupakan pencemar utama yang diemisikan oleh kendaraan bermotor dari padatnya lalu lintas di sepanjang ruas jalan PPH.Mustopa-Padasuka. Kemacetan kendaraan di ruas jalan ini meningkatkan kadar hidrokarbon di udara. Kadar hidrokarbon ini pada tahun 006 walaupun mempunyai laju perubahan yang menurun dibandingkan tahun sebelumnya tetapi tetap di atas baku mutu yang telah ditetapkan. Hasil pengukuran parameter kebisingan (noise) memiliki nilai diatas baku mutu yang ditetapkan untuk kawasan perumahan dan permukiman hal ini disebabkan tidak seimbangnya pertumbuhan luas jalan dan jumlah kendaraan. Selain itu, hal ini juga disebabkan banyaknya persimpangan jalan dan lampu lalu lintas serta pertemuan jalan yang sempit dan lebar di sepanjang ruas jalan PPH. Mustopa- Padasuka. Sementara itu, parameter Pb selain memiliki nilai di atas baku mutu juga memiliki laju kenaikan yang paling tinggi dibanding parameter-parameter yang lainnya. Pola perubahan kualitas udara untuk parameter NO x, Pb, HC dan kebisingan dapat dilihat pada Gambar 5. 0 Nilai Parameter NOx 0 Waktu (Tahun) Baku_Mutu_NOx_005 NOx_Cimenyan Nili Parameter Pb Waktu Baku_Mutu_Pb_ Pb_Cimenyan Nilai Parameter HC 0 0 Baku_Mutu_HC_04 HC_Cimenyan Nilai Parameter Bising Baku_Mutu_Bising_55 Kebisingan_Cimenyan Waktu (Tahun) Waktu Gambar 5. Pola Perubahan Kualitas Udara Parameter NO x, Pb, HC dan Kebisingan di Kecamatan Cimenyan

31 4 Hasil pengukuran parameter debu (SPM 0) walaupun masih dibawah baku mutu tetapi memiliki kecenderungan pola meningkat. Partikulat ini dihasilkan akibat proses mekanis yang dapat menghasilkan abu dari pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna dari kendaraan, kontribusi sumber transportasi dalam mengemisikan partikulat lebih dari 5 % dari total emisi partikulat dan sisanya dari aktifitas lain. Selain debu, parameter-parameter SO, CO, dan O masih memiliki nilai di bawah baku mutu tetapi memiliki pola perubahan yang meningkat karena memiliki rate kenaikan yang tinggi. Pola perubahan kualitas udara untuk parameter SO, CO, O dan SPM 0 dapat dilihat pada Gambar 6. Nilai Parameter SO Waktu (Tahun) SO_Cimenyan Baku_Mutu SO_0 Nilai Parameter CO Waktu (Tahun) C0_Cimenyan Baku_Mutu_CO_ 0 Nilai Parameter O Waktu (Tahun) O_Cimenyan Baku_Mutu_O_0 Nilai Parameter SPM Waktu (Tahun) SPM_Cimenyan Baku_Mutu SPM _50 Gambar 6. Pola Perubahan Kualitas Udara Parameter SO, CO, O dan SPM 0 di Kecamatan Cimenyan

32 4 Hasil Analisis Fisik dan Kimia Udara di Kecamatan Cilengkrang Analisis fisik dan kimia udara di Kecamatan Cilengkrang dilaksanakan di Desa Jatiendah. Hasil analisis kualitas udara dapat dilihat pada Tabel 4 sampai 6. Tabel 4. Pemantauan Kualitas Udara di Desa Jatiendah Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung selama 8 jam No x O SO CO SPM HC 4 Non HC Waktu Standard Baku Mutu Udara Ambien (Kep.4/MENKLH/999) 0.05 ppm 0.0ppm 0.0 ppm 0 ppm 50 ug/m 0.4 ppm Jumlah Rata-rata Maksimal Minimal Tabel 5. Pemantauan Tingkat Kebisingan di Desa Jatiendah Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung untuk Perumahan dan Permukiman dengan Standar 55 db(a) berdasarkan Kep.MENLH No.Kep.48/MENLH//996 JAM PENGUKURAN Leq dba

33 4 Tabel 6. Hasil Pemantauan Kualitas Udara di Desa Jatiendah Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung dari titik pengukuran No Parameter Hasil Pengukuran Standar Titik Titik Titik. Sulfur Dioksida (SO ) 0.0 ppm Karbon Monoksida (CO) 0 ppm Oksida Nitrogen (NOx) 0.05 ppm Oksidan (O ) 0.0 ppm Debu (TSP) 0 ugr/m Debu (SPM0) 50 ugr/m Hidro Karbon (HC) 0.4 ppm Kebisingan 55 (dba) Temperatur (Rata-rata) 0C Kelembaban (Rata-rata) % Arah Angin - Utara Utara Utara Dari Tabel 6 terlihat bahwa kualitas udara di Kecamatan Cilengkrang dari hasil pengukuran di tiga titik hanya parameter Hidrokarbon dan kebisingan kualitasnya sudah diatas baku mutu yang ditetapkan. Pola Perubahan Kualitas Udara di Kecamatan Cilengkrang Hasil pengukuran kualitas udara di Kecamatan Cilengkrang pada periode tahun menunjukkan parameter NOx (Oksida Nitrogen), debu (Suspended Particulate Matter), Pb (timbal), HC (Hidrokarbon) dan Kebisingan mengalami kenaikan, sedangkan untuk parameter SO, CO, dan O memiliki pola turun naik. Kualitas udara di Kecamatan Cilengkrang tahun dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Kualitas Udara Kecamatan Cilengkrang Tahun No Parameter Baku mutu Rate Rate Sulfur Dioksida (SO ) 0.0 ppm Karbon Monoksida (CO) 0 ppm Oksida Nitrogen (NOx) 0.05 ppm Oksidan (O ) 0.0 ppm Debu (SPM0) 50 ugr/m Pb (Timbal) ugr/m Hidro Karbon (HC) 0.4 ppm Kebisingan 55 (dba)

34 44 Hasil pengukuran parameter HC (Hidrokarbon) memiliki nilai diatas baku mutu yang ditetapkan dan mempunyai pola meningkat. Hidrokarbon ini merupakan pencemar utama yang diemisikan oleh kendaraan bermotor dari padatnya lalu lintas di sepanjang ruas jalan Raya Ujung Berung-Cilengkrang. Kemacetan kendaraan di sepanjang ruas jalan ini meningkatkan kadar hidrokarbon di udara. Walaupun laju kenaikan parameter hidrokarbon ini pada tahun 006 menurun dibandingkan tahun sebelumnya tetapi nilai pengukuran tetap diatas baku mutu yang telah ditetapkan. Hasil pengukuran parameter kebisingan (noise) memiliki nilai diatas baku mutu yang ditetapkan untuk kawasan perumahan dan permukiman. Hal ini disebabkan tidak seimbangnya pertumbuhan luas jalan dan jumlah kendaraan serta banyaknya persimpangan jalan dan lampu lalu lintas di sepanjang ruas jalan Raya Ujung Berung- Cilengkrang. Pola perubahan kualitas udara untuk Hidrokarbon dan kebisingan di Kecamatan Cilengkrang dapat dilihat pada Gambar 7. Nilai Parameter HC 0 0 Waktu (Tahun) HC Baku_Mutu_HC_04 Nilai Parameter Bising Waktu (Tahun) Kebisingan Baku_Mutu_Bising_55 Gambar 7. Pola Perubahan Kualitas Udara Untuk Parameter Hidrokarbon dan Kebisingan di Kecamatan Cilengkrang Parameter NOx (Oksida Nitrogen), debu (Suspended Particulate Matter), Pb (timbal) walaupun masih dibawah baku mutu tetapi memiliki kecenderungan pola meningkat. Parameter NOx selain memiliki pola meningkat juga memiliki nilai laju yang tinggi setelah CO. NO x dihasilkan dari pembakaran bensin dengan O dan N. Tingginya nilai NOx dipengaruhi oleh beban dan kecepatan putaran mesin kendaraan pada saat mesin bekerja dengan beban yang berat, waktu penyalaan api pada mesin bensin dan temperatur yang tinggi. Pola perubahan kualitas udara untuk NOx, SPM0 dan Pb di Kecamatan Cilengkrang dapat dilihat pada Gambar 8.

35 45 Nilai Parameter SPM Waktu (Tahun ) SPM Baku_Mutu SPM Nilai Parameter NOx Waktu NOx Baku_Mutu_NOx Nilai Parameter Pb Waktu (Tahun) PB Baku_Mutu_Pb Gambar 8. Pola Perubahan Kualitas Udara Untuk Parameter NOx, SPM0 dan Pb di Kecamatan Cilengkrang Parameter-parameter SO, CO, dan O masih dibawah baku mutu dan memiliki pola naik turun. Parameter CO selain memiliki pola turun naik juga memiliki nilai laju tertinggi dibandingkan parameter-parameter lainnya. Pola perubahan kualitas udara untuk CO, O dan SO di Kecamatan Cilengkrang dapat dilihat pada Gambar 9. Nilai Parameter SO Waktu (Tahun ) SO Baku_Mutu SO 5 Nilai Parameter CO Waktu (Tahun) C0 Baku_Mutu_CO Nilai Parameter O Waktu (Tahun) O Baku_Mutu_O Gambar 9. Pola Perubahan Kualitas Udara Untuk Parameter CO, O dan SO di Kecamatan Cilengkrang

36 46 Hasil Analisis Fisik dan Kimia Udara Kecamatan Lembang Analisis fisik dan kimia udara di Kecamatan Lembang dilaksanakan di Desa Kayuambon. Kualitas udara di Kecamatan Lembang dari hasil pengukuran di tiga titik, menunjukkan bahwa parameter Debu (TSP), Debu (SPM0), Hidrokarbon dan kebisingan kualitasnya sudah diatas baku mutu yang ditetapkan. Hasil analisis kualitas udara di Kecamatan Lembang dapat dilihat pada Tabel 8 sampai 40. Tabel 8. Pemantauan Kualitas Udara di Desa Kayuambon Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung selama 8 jam Waktu No x O SO CO SPM HC 4 Non HC Standard Baku Mutu Udara Ambien (Kep.4/MENKLH/999) 0.05 ppm 0.0 ppm 0.0 ppm 0 ppm 50 ug/m 0.4 ppm Jumlah Rata-rata Maksimal Minimal Tabel 9. Pemantauan Tingkat Kebisingan di Desa Kayuambon Kecamatan Lembang untuk Perumahan dan Permukiman selama 8 jam dengan standar 55 db(a) berdasarkan Kep.MENLH No.Kep.48/MENLH//996 JAM PENGUKURAN Leq dba

37 47 Tabel 40. Hasil Pemantauan Kualitas Udara di Desa Kayuambon Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung dari Titik Pengukuran No Parameter Hasil Pengukuran Standar Titik Titik Titik. Sulfur Dioksida (SO) 0,0 ppm 0,05 0,0 0,008. Karbon Monoksida(CO) 0 ppm 4,749,5 0,98. Oksida Nitrogen (Nox) 0,05 ppm 0,0 0,0 0, Oksidan (O) 0,0 ppm ,0 5. Debu (TSP) 0 ugr/m 77 75, 7,96 6. Debu (SPM0) 50 ugr/m 96,6 87, 76, 7. Hidro Karbon (HC) 0,4 ppm,664,499,86 8. Kebisingan (Rata-rata) 55 (dba) 76, 7, 69,9 9. Temperatur (Rata-rata) 0C Kelembaban (Rata-rata) % 7,7 7,7 7,7. Arah Angin (Rata-rata) - Utara Utara Utara Dari Tabel 40 dapat terlihat bahwa kualitas udara di Kecamatan Lembang dari hasil pengukuran di tiga titik untuk parameter Debu TSP, SPM0, Hidrokarbon dan kebisingan kualitasnya sudah diatas baku mutu yang ditetapkan. Pola Perubahan Kualitas Udara di Kecamatan Lembang Hasil pengukuran kualitas udara di ruas jalan Raya Lembang- Setiabudhi pada periode tahun menunjukkan parameter-parameter CO, O, Debu SPM 0, Pb (timbal), HC dan kebisingan mengalami kenaikan, sedangkan untuk parameter SO dan NO x memiliki pola turun naik. Kualitas udara di Kecamatan Lembang tahun dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kualitas Udara di Kecamatan Lembang Tahun No. Parameter Baku mutu Rate Rate. Sulfur Dioksida (SO ) 0.0 ppm Karbon Monoksida (CO) 0 ppm Oksida Nitrogen (NOx) 0.05 ppm Oksidan (O ) 0.0 ppm Debu (SPM0) 50 ugr/m Pb (Timbal) ugr/m Hidro Karbon (HC) 0.4 ppm Kebisingan 55 (dba)

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iii vi iv xi xiii xiv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA Taty Alfiah 1, Evi Yuliawati 2, Yoseph F. Bota 1, Enggar Afriyandi 1 1) Jurusan Teknik Lingkungan, 2) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kendaraan bermotor sudah menjadi kebutuhan mutlak pada saat ini. Kendaraan yang berfungsi sebagai sarana transportasi masyarakat adalah salah satu faktor penting

Lebih terperinci

KESESUAIAN LOKASI PERUMAHAN

KESESUAIAN LOKASI PERUMAHAN KESESUAIAN LOKASI PERUMAHAN Kesesuaian lokasi perumahan di Wilayah Gedebage Kota Bandung didasarkan pada hasil evaluasi. Evaluasi kesesuaian lahan adalah suatu evaluasi yang akan memberikan gambaran tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata, budaya, dan pendidikan. Hal ini menjadikan perkembangan kota ini menjadi pesat, salah satunya ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dengan luas wilayah 32,50 km 2, sekitar 1,02% luas DIY, jumlah

Lebih terperinci

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe)

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) Gustina Fitri *) ABSTRAK Simpang Empat Bersinyal Kota

Lebih terperinci

VIII. SKENARIO KEBIJAKAN

VIII. SKENARIO KEBIJAKAN VIII. SKENARIO KEBIJAKAN 8.. Pendahuluan Pada bagian ini akan dibahas pemilihan kebijakan dari beberapa alternatif kebijakan yang ada dengan menggunakan analisis sensitivitas model. Pada bagian sebelumnya,

Lebih terperinci

PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG. Grace Wibisana NRP : NIRM :

PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG. Grace Wibisana NRP : NIRM : PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG Grace Wibisana NRP : 9721053 NIRM : 41077011970288 Pembimbing : Ir. Budi Hartanto Susilo, M. Sc Ko-Pembimbing : Ir. Gugun Gunawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran udara di Kota Padang cukup tinggi. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk 2.191.140 jiwa pada tahun 2014 (BPS Provinsi Sumut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh beberapa kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kemacetan lalu lintas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume kendaraan, kecepatan kendaraan dan analisis kualitas udara disekitar kemacetan jalan Balaraja Serang. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sangat pesat terjadi di segala bidang, terutama bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat mempengaruhi berjalannya suatu proses pekerjaan meliputi

Lebih terperinci

VI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN. Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang

VI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN. Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang VI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN 6.1 Peningkatan Volume Lalu Lintas Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang berhubungan dengan jumlah gerakan per

Lebih terperinci

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Studi ini menyajikan analisis mengenai kualitas udara di Kota Tangerang pada beberapa periode analisis dengan pengembangan skenario sistem jaringan jalan dan variasi penerapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi Lampung, Indonesia. Berdasarkan Profil Penataan Ruang Kabupaten dan Kota Provinsi Lampung Tahun

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS EVALUASI KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI PERKOTAAN

PETUNJUK TEKNIS EVALUASI KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI PERKOTAAN 1 2 PETUNJUK TEKNIS EVALUASI KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI PERKOTAAN Tata cara ini merupakan rangkaian kegiatan yang harus dilaksanakan tahap demi tahap oleh tim lapangan dalam rangka pemantauan

Lebih terperinci

VI. HASIL PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN

VI. HASIL PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN VI. HASIL PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN Pemilihan lokasi perumahan oleh penghuni, pengembang, dan pemerintah dianalisis berdasarkan hasil kuesioner dengan menggunakan sofware SPSS for windows. Penentuan faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara adalah campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Udarajuga merupakan

Lebih terperinci

PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN

PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN Pemilihan lokasi perumahan oleh penghuni, pengembang, dan pemerintah dianalisis berdasarkan hasil kuesioner dengan teknik analisis komponen utama menggunakan sofware SPSS for

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian 1.1.1 Gambaran Wilayah Penelitian Kota Gorontalo merupakan Ibukota Provinsi Gorontalo. Secara geografis mempunyai luas 79,03 km 2 atau 0,65

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. udara terbesar mencapai 60-70%, dibanding dengan industri yang hanya

BAB I PENDAHULUAN. udara terbesar mencapai 60-70%, dibanding dengan industri yang hanya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kontribusi emisi gas buang kendaraan bermotor sebagai sumber polusi udara terbesar mencapai 60-70%, dibanding dengan industri yang hanya berkisar antara 10-15%. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran udara adalah masuknya atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA Abstrak Tingkat pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat bahkan beberapa kota sudah melampaui ambang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan sasaran. Selain itu dibahas pula ruang lingkup penelitian yang meliputi ruang lingkup wilayah, dan ruang lingkup materi,

Lebih terperinci

Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak

Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak Analisis Dispersi Gas Sulfur Dioksida (SO 2 ) Dari Sumber Transportasi Di Kota Pontianak Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak win@pplh-untan.or.id Abstrak Pencemaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bandara merupakan salah satu sumber tarikan perjalanan bagi suatu zona. Meningkatnya aktivitas di bandara dapat menyebabkan jumlah perjalanan yang tertarik ke tata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kota-kota seluruh dunia.

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kota-kota seluruh dunia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak kota di dunia dilanda oleh permasalahan lingkungan, paling tidak adalah semakin memburuknya kualitas udara. Terpapar oleh polusi udara saat ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sarana dan prasarana fisik seperti pusat-pusat industri merupakan salah satu penunjang aktivitas dan simbol kemajuan peradaban kota. Di sisi lain, pembangunan

Lebih terperinci

Tabel 2.1. Lokasi Pengambilan Sampel Kualitas Udara Ambient Jalan Raya. Provinsi Jawa Barat

Tabel 2.1. Lokasi Pengambilan Sampel Kualitas Udara Ambient Jalan Raya. Provinsi Jawa Barat 1.1.1 Lokasi Sampling NO. Tabel 2.1. Lokasi Pengambilan Sampel Kualitas Udara Ambient Jalan Raya NAMA KABUPATEN / KOTA Provinsi Jawa Barat LOKASI PEMANTAUAN KOORDINAT 1. Kab. Bandung Barat 1. Pertigaan

Lebih terperinci

Tabel 24.1 Status Kualitas Air Sungai di Provinsi Jawa barat Tahun Frekuensi Sampling. 1 Sungai Ciliwung 6 5 memenuhi-cemar ringan

Tabel 24.1 Status Kualitas Air Sungai di Provinsi Jawa barat Tahun Frekuensi Sampling. 1 Sungai Ciliwung 6 5 memenuhi-cemar ringan 24. LINGKUNGAN HIDUP 184 Tabel 24.1 Status Kualitas Air Sungai di Provinsi Jawa barat Tahun 2010 No Nama Jumlah Titik Sampling Frekuensi Sampling Kisaran Status Mutu Air Sungai Berdasarkan KMA PP 82/2001

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Jalan Raya Kasomalang merupakan jalan provinsi Jawa Barat yang

V. GAMBARAN UMUM. Jalan Raya Kasomalang merupakan jalan provinsi Jawa Barat yang V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Jalan Raya Kasomalang merupakan jalan provinsi Jawa Barat yang menghubungkan Kecamatan Jalan Cagak dengan Kecamatan Cisalak Kabupaten Subang. Jalur

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI.

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI. PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi saat ini menjadi masalah yang sangat penting karena dapat mengindikasikan kemajuan suatu daerah. Transportasi sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

SELEKSI MASUK UNIVERSITAS INDONESIA (SIMAK-UI) Mata Pelajaran : IPA TERPADU Tanggal : 01 Maret 2009 Kode Soal : 914 PENCEMARAN UDARA Secara umum, terdapat 2 sumber pencermaran udara, yaitu pencemaran akibat

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) D216 Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Untuk Menyerap Emisi CO 2 Kendaraan Bermotor Di Surabaya (Studi Kasus: Koridor Jalan Tandes Hingga Benowo) Afrizal Ma arif dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara yang berada di bumi merupakan komponen yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Penggunaannya akan tidak terbatas selama udara mengandung unsur-unsur

Lebih terperinci

EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU

EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU Oleh: Imam Yanuar 3308 100 045 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN 1 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banyaknya pengguna kendaraan bermotor di Kota Bandung telah menimbulkan berbagai dampak negatif bagi warga Bandung. Kemacetan lalu lintas kendaraan bermotor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandung merupakan kota dengan aktivitas masyarakat yang tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung dikunjungi banyak masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Saat ini Indonesia memiliki indeks pencemaran udara 98,06 partikel per meter kubik

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 551/2001 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 551/2001 TENTANG KEPGUB DKI JAKARTA No. 551 TAHUN 2001 Tentang Penetapan Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan Di Propinsi DKI Jakarta Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta KEPUTUSAN NOMOR 551/2001

Lebih terperinci

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA 1. Kontaminan Adalah semua spesies kimia yang dimasukkan atau masuk ke atmosfer yang bersih. 2. Cemaran (Pollutant) Adalah kontaminan

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas udara berarti keadaan udara di sekitar kita yang mengacu pada

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas udara berarti keadaan udara di sekitar kita yang mengacu pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas udara berarti keadaan udara di sekitar kita yang mengacu pada udara yang bersih atau tercemar. Pencemaran udara terjadi ketika komposisi udara dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. pencemaran udara, serta pemodelan dari volume lalu lintas dan kecepatan lalu

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. pencemaran udara, serta pemodelan dari volume lalu lintas dan kecepatan lalu BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, data yang akan dianalisis dan dibahas terdiri dari empat bagian yaitu analisis kinerja ruas jalan, analisis tingkat kebisingan, analisis tingkat pencemaran

Lebih terperinci

Elaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO)

Elaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO) PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGIS (SUHU, KECEPATAN ANGIN) TERHADAP PENINGKATAN KONSENTRASI GAS PENCEMAR CO, NO₂, DAN SO₂ PADA PERSIMPANGAN JALAN KOTA SEMARANG (STUDI KASUS JALAN KARANGREJO

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berwawasan lingkungan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat dengan sesedikit mungkin memberikan dampak negatif pada lingkungan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASI

ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASI BAB V ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASI A. ISU STRATEGIS Penentuan Isu Strategis dikaji dengan pendekatan kuantitatif berdasarkan data dan tekanan lingkungannya serta status nilai, dan juga dikaji dari pendekatan

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd PENCEMARAN LINGKUNGAN Purwanti Widhy H, M.Pd Pengertian pencemaran lingkungan Proses terjadinya pencemaran lingkungan Jenis-jenis pencemaran lingkungan PENGERTIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Berdasarkan UU Pokok

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto WALIKOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan perlu didukung data dan informasi lingkungan hidup yang akurat, lengkap dan berkesinambungan. Informasi

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai ERP Dilihat dari Willingness To Pay (WTP) Pengguna Jalan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai ERP Dilihat dari Willingness To Pay (WTP) Pengguna Jalan VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai ERP Dilihat dari Willingness To Pay (WTP) Pengguna Jalan Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP responden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk di Kota Padang setiap tahun terus meningkat, meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan jumlah transportasi di Kota Padang. Jumlah kendaraan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

BAB 6 PERILAKU MODEL KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN TINGKAT PELAYANAN JALAN TOL

BAB 6 PERILAKU MODEL KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN TINGKAT PELAYANAN JALAN TOL 112 BAB 6 PERILAKU MODEL KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN TINGKAT PELAYANAN JALAN TOL 6.1. Pendahuluan Setelah suatu struktur model dibangun dan divalidasi, model tersebut sudah dapat dipergunakan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai pertemuan dari jalan-jalan yang terlibat pada sistem jaringan jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai pertemuan dari jalan-jalan yang terlibat pada sistem jaringan jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PERSIMPANGAN Simpang merupakan sebuah bagian dari suatu jaringan jalan dan berfungsi sebagai pertemuan dari jalan-jalan yang terlibat pada sistem jaringan jalan tersebut. Dalam

Lebih terperinci

ANALISIS INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI BERDASARKAN KAPASITAS JALAN

ANALISIS INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI BERDASARKAN KAPASITAS JALAN ANALISIS INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI BERDASARKAN KAPASITAS JALAN TUGAS AKHIR Oleh : Beri Titania 15403053 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN DAN

Lebih terperinci

Makalah Baku Mutu Lingkungan

Makalah Baku Mutu Lingkungan Makalah Baku Mutu Lingkungan 1.1 Latar Belakang Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup seyogyanya menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan bagian yang sangat bernilai dan diperlukan saat ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun pada sisi

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D 300 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TAPAK

BAB IV ANALISA TAPAK BAB IV ANALISA TAPAK 4.1 Deskripsi Proyek 1. Nama proyek : Garuda Bandung Arena 2. Lokasi proyek : Jln Cikutra - Bandung 3. Luas lahan : 2,5 Ha 4. Peraturan daerah : KDB (50%), KLB (2) 5. Batas wilayah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN. 4.1 Analisis Obyek Rancangan Terhadap Kondisi Eksisting

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN. 4.1 Analisis Obyek Rancangan Terhadap Kondisi Eksisting BAB IV ANALISIS PERANCANGAN 4.1 Analisis Obyek Rancangan Terhadap Kondisi Eksisting Terdapat beberapa hal yang benar-benar harus diperhatikan dalam analisis obyek perancangan terhadap kondisi eksisting

Lebih terperinci

PENILAIAN ANALISA DAMPAK LALU LINTAS AKIBAT PERTUMBUHAN BANGKITAN DAN TARIKAN LALU LINTAS (Studi Kasus Industri Cold Storage Banyuwangi)

PENILAIAN ANALISA DAMPAK LALU LINTAS AKIBAT PERTUMBUHAN BANGKITAN DAN TARIKAN LALU LINTAS (Studi Kasus Industri Cold Storage Banyuwangi) PENILAIAN ANALISA DAMPAK LALU LINTAS AKIBAT PERTUMBUHAN BANGKITAN DAN TARIKAN LALU LINTAS (Studi Kasus Industri Cold Storage Banyuwangi) Irawati Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemar kendaraan bermotor di kota besar makin terasa. Pembakaran bensin dalam kendaraan bermotor merupakan lebih dari separuh penyebab polusi udara. Disamping

Lebih terperinci

LOGO Potens i Guna Lahan

LOGO Potens i Guna Lahan LOGO Potensi Guna Lahan AY 11 Contents 1 Land Capability 2 Land Suitability 3 4 Ukuran Guna Lahan Pengantar Proses Perencanaan Guna Lahan Land Capability Pemanfaatan Suatu lahan untuk suatu peruntukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kian meningkat dalam aktivitas sehari-harinya. Pertumbuhan sektor politik,

BAB 1 PENDAHULUAN. kian meningkat dalam aktivitas sehari-harinya. Pertumbuhan sektor politik, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Ambon merupakan ibu kota Provinsi Maluku di Negara Republik Indonesia yang semakin berkembang, dikarenakan pertumbuhan penduduk di kota Ambon semakin hari semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan sumber daya alam milik bersama yang besar pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk bernafas umumnya tidak atau kurang

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan saat ini masih sangat terpusat di Pulau Jawa dan Bali, sedangkan pertumbuhan kota-kota menengah dan kecil, terutama di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Udara di perkotaan tak pernah terbebas dari pencemaran asap beracun yang dimuntahkan oleh jutaan knalpot kendaraan bermotor. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan

Lebih terperinci