BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beragamnya stasiun televisi di Indonesia, membuat stasiun televisi menonjolkan kekhasan dari stasiun televisi tersebut. Salah satu stasiun televisi adalah Metro TV yang fokus pada program berita. Salah satu program acara Metro TV adalah talk show. Pandangan tentang pentingnya program ini juga berbeda di tiap-tiap stasiun televisi. Hanya saja, pada hakikatnya program talk show memiliki fungsi atau kepentingan sebagai media penyebaran, pembelajaran serta pengetahuan tentang realita sosial, budaya, keindahan alam, bahkan sebagai media propaganda yang bisa mengarahkan atau membentuk pendapat masyarakat. Metro TV merupakan salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia yang merupakan televisi berita. Sejak 25 November tahun 2000, Metro TV menjadi stasiun televisi berita pertama di Indonesia yang melakukan siaran selama 12 jam, dan menjadi 24 jam sejak 1 April Terkait dengan posisinya tersebut, Metro TV bertujuan untuk menyebarkan berita dan informasi ke seluruh pelosok Indonesia. Selain bermuatan berita, Metro TV juga menayangkan beragam program informasi mengenai kemajuan teknologi, kesehatan, pengetahuan umum, seni dan budaya ( diakses pada 23 Maret 2015, pukul WIB). Metro TV adalah stasiun pertama yang menayangkan 70% program acara berita (news), yang ditayangkan dalam 3 bahasa, yaitu Indonesia, Inggris, dan Mandarin, ditambah dengan 30% program non berita (non news) yang edukatif. pertama kali MetroTV mengudara dalam bentuk siaran ujicoba di 7 kota. Pada awalnya, hanya bersiaran 12 jam sehari, namun sejak tanggal 1 April 2001, MetroTV mulai mengudara selama 24 jam. Hanya mengandalkan 280 orang stasiun ini beroperasi pada awalnya (Profile Company Metro TV). 1

2 Visi Metro TV yaitu untuk menjadi stasiun televisi yang berbeda di Indonesia dengan peringkat nomor satu untuk berita, menawarkan kualitas hiburan dan gaya hidup pemrograman. Memberikan peluang iklan yang unik dan mencapai loyalitas dengan pemirsa dan pengiklan. Misi Metro TV yaitu (1) untuk merangsang dan mempromosikan kemajuan bangsa dan negara menuju suasana yang demokratis, dalam rangka untuk unggul dalam persaingan global, dengan apresiasi yang tinggi dari moral dan etika. (2) untuk menambahkan kehadiran berharga untuk industri televisi dengan memberikan perspektif baru, dengan meningkatkan cara informasi disajikan dan dengan menawarkan alternatif hiburan berkualitas. (3) untuk mencapai tingkat signifikan pertumbuhan dengan mengembangkan dan meningkatkan aset, untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan karyawan, dan untuk menghasilkan keuntungan yang signifikan bagi pemegang saham (Profile Company Metro TV). Oleh karena itu Metro TV dianggap lebih mendalam dalam mengangkat sebuah kasus atau isu untuk diberitakan, meningat stasiun televisi tersebut hakikatnya memang fokus sebagai stasiun televisi berita. Terkait dengan program acaranya, Metro TV memiliki enam katagori program, yaitu entertainment, filler, information, news, religious, dan sport. Untuk katagori news, beberapa sub programnya mencakup feature news, hard news, special news, dan talkshow. Pada dasarnya seluruh program tersebut diarahkan untuk memuat informasi dan memiliki muatan edukatif (Profile Company Metro TV). Program News dan Sport antara lain : Breaking News, Headline News, Metro Pagi, Metro Xin Wen, Suara Anda, Metro Sport,Sport Club, dan lain-lain. Program Talk Show antara lain: Eight-Eleven Show, Mata Najwa Kick Andy, Democrazy, Just Alvin, Mario Teguh Golden Ways, Healthy Life, dan lain sebagainya. Sementara untuk program dokumenter antara lain: Oasis, Expedition, Archipelago, Metro Files, dan lain-lain. Salah satu talk show di Metro TV adalah Mata najwa dan 811 Show. Program acara Mata Najwa mengangkat mengenai kasus pencemaran nama baik yaitu kasus Fadli, seorang PNS yang mengkritik kinerja kepala daerah melalui jejaring sosial Line. Sementara 811 Show mengenai kasus 2

3 pencemaran nama baik yang dilakukan oleh Florence Sihombing yang mengunggah statusnya lewat media sosial Path ( Kedua talk show tersebut membahas mengenai Pasal 27 ayat (3) Undang-undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Elektronik. Pasal tersebut merupakan pasal pencemaran nama baik yang multi tafsir, dan banyak digunakan oleh banyak orang sebagai alat untuk menyerang orang lain. Pasal tersebut dikaji lebih dalam talk show Mata Najwa dan 811 show agar masyarakat lebih memahami apa makna dari pasal 27 ayat (3). Mata Najwa adalah talk show yang menampilkan wawancara menarik dengan tokoh masyarakat yang memberikan informasi, wawasan dan sisi lain yang selama ini belum banyak diungkap oleh media massa lainnya. Pemilihan tokoh, riset yang kuat tentang latar belakang tokoh, pertanyaan spontan dan di luar dugaan sang tokoh, mewakili perasaan dan pikiran audiens. Hal tersebut yang membuat Mata Najwa digemari dan memiliki rating cukup tinggi. Beberapa penghargaan telah diterima seperti PWI Jaya Award pada tahun 2005, Panasonic Award tahun 2007, 2009, 2010, 2011, Young Globel Leader tahun 2011 dan Asian Television Awards (ATA) pada tahun 2007, 2009, dan Sementara program 811 Show merupakan program baru yang bermutu karena menyajikan tayangan yang beragam dari acara talkhow, penyiaran berita, hingga acara hiburan seperti musik dan masak-memasak. Sesuai namanya, 8-11 Show (Eight Eleven Show), adalah sebuah program acara talkshow di Metro TV yang ditayangkan dari mulai pukul 8 pagi hingga 11 siang. Program 811 show dikonsep secara ringan seperti bukan program berita. Tata panggung tidak seperti program berita, melainkan ruang tengah keluarga menengah atas yang terdapat sofa empuk, televisi layar datar, piano, dan dapur modern. Pemirsa bisa dialog langsung dengan ketiga pembawa acara melalui telepon, atau berkomentar lewat twitter dan facebook. (Profile Company Metro TV). Perbedaan konsep kedua program acara tersebut tentu tidak dapat dilepaskan dari perbedaan proses pembingkaian isu oleh masing- 3

4 masing redaksinya. Hal inilah yang membuat peneliti ingin membahas mengenai Mata Najwa dan 811 Show. Kasus yang ditayangkan dalam talk show tersebut bertujuan untuk diinformasikan kepada banyak khalayak. Sama halnya dengan framing yang tujuannya untuk memberikan informasi dan tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak pembaca. Berdasakan uraian diatas peneliti ingin mengetahui pembingkaian isu Undang-Undang ITE dalam program acara Mata Najwa dan 811 Show. Oleh karena itu akan dilakukan penelitian dengan judul Pembingkaian Isu Mengenai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik pada Program Talk Show (Studi terhadap Program Acara Mata Najwa dan 811 Show Metro TV). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang dapat disusun dalam penelitian ini adalah: Bagaimana program Mata Najwa dan 811 Show membingkai isu mengenai Undang-Undang ITE? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui framing isu Undang-Undang ITE dalam program acara Mata Najwa dan 811 Show. 2. Untuk mengetahui posisi program acara Mata Najwa dan 811 Show terhadap isu Undang-Undang ITE. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Akademis Melengkapi hasil penelitian sebelumnya, sehingga dapat berkontribusi pada perkembangan ilmu komunikasi, terutama berkaitan 4

5 dengan kajian mengenai analisis framing terhadap isu mengenai Undang- Undang Informasi dan Transaksi Elektronik 2. Manfaat Praktis a. Penulis dapat mengaplikasikan pengetahuan tentang framing dan menambah pengetahuan tentang frame berita di media massa, khususnya program acara Mata Najwa dan 811 Show. b. Menjadi bahan pembelajaran bagi masyarakat untuk dapat memanfaatkan sosial media dengan lebih tepat. E. Objek Penelitian Objek pada penelitian ini adalah dua program acara talk show di Metro TV, yaitu Mata Najwa dan 811 Show. Dua program acara tersebut dipilih karena pembawaan host dua acara yang berbeda. Acara Mata Najwa komunikasi sangat terjalin antara pembawa acara dengan narasumber, sedangkan program acara 811 Show pembawa acara langsung mewawancarai para ahli atau pakar. Karakteristik utama program acara talk show adalah adanya beberapa segmen, yang pada umumnya meliputi segmen pembukaan dan pengenalan topik, diskusi atau dialog tentang topik yang diangkat, dan kesimpulan penutup. Segmen diskusi atau dialog tentang topik yang diangkat dapat terbagi menjadi beberapa bagian sebab segmen tersebut merupakan bagian inti dari program acara talk show. Berikut merupakan dua program acara Metro TV yang menjadi objek penelitian ini: 1. Mata Najwa edisi Dari Kata Jadi Penjara (24 Februari 2015) yang mengangkat beberapa kasus pidana atas pelanggaran Undang-Undang ITE. Segmen diskusi atau dialog tentang topik yang diangkat pada program ini meliputi: a. Kasus penahanan Arsyad yang terjadi terkait dengan pencemaran nama baik melalui status BBM. b. Kasus Ervani yang dipenjara karena dianggap mencemarkan nama baik melalui akun Facebook. 5

6 c. Kasus penjeratan Undang-Undang ITE terhadap Fadli yang dianggap mencemarkan nama baik karena mengktirik kinerja kepala daerah melalui jejaring sosial media Line Show edisi Waspada Dunia Maya (1 September 2014). Segmen diskusi atau dialog tentang topik yang diangkat pada program ini adalah kasus Florence Sihombing yang terjerat Undang-Undang ITE karena beberapa posting di akun Path miliknya yang dinilai memiliki muatan pencemaran nama baik. Kedua kasus berbeda yang ditayangkan oleh dua program acara tersebut akan menjadi objek penelitian dalam penelitian ini. Hal utama yang diamati adalah proses pembingkaian isu mengenai Undang-Undang ITE pada kedua program acara tersebut, sehingga fokusnya adalah pada framing pengelola atau tim redaksi kedua program tersebut. Salah satu hal yang menjadi ciri khas dari framing pada program Mata Najwa adalah bahwa framing dilakukan dengan peran Najwa Shihab sebagai pembawa acara yang secara langsung mewawancarai pihak yang terlibat dalam kasus tersebut. Hal ini menyebabkan framing berlangsung melalui teknik empati dan packing yang membuat khalayak tidak berdaya untuk membenarkan pemikiran Najwa Shihab dalam program Mata Najwa. Sementara pada program acara 811 show, narasumbernya merupakan para ahli atau pakar. Oleh sebab itu, proses framing lebih mengarah pada asosiasi dan packing, di mana ketidakberdayaan khalayak menerima pemikiran narasumber tumbuh karena pembangunan kesadaran atas isu-isu di luar kondisi normatif penerapan Undang-Undang ITE yang masih terjadi. F. Kerangka Pemikiran 1. Pendekatan Ekonomi Politik Media Television talk has proven over time to be valuable commodity and talk show host themselves are valuable commodities. Their worth to networks and advertisers is reflected to their salaries (Timberg, 2002). Pernyataan Timber tersebut terlihat jelas bagaimana talk show bersaing dengan produk 6

7 televisi yang lain. Host tetap menjadi ikon, bahkan pengiklan akan melihat bagaimana kredibilitas seorang host dan latar belakang host dalam membawakan acara talk show. Sebagai sebuah komoditas yang sangat terkait dengan finansial, maka talk show terkait dengan apa yang disebut Timberg sebagai the invisible rules. Narasumber akan dipilih secara hati-hati dan pertanyaan akan dipilih sebelum acara talk show ini diproduksi. Oleh karena itu secara ekonomi talk show 811 Show dan Mata Najwa juga dikomersialisasi oleh stasiun televisi dengan mengangkat kasus-kasus terbaru atau yang sedang banyak dibahas. Penelitian ini menggunakan pendekatan ekonomi politik media. Pendekatan ekonomi politik media berpendapat bahwa isi media lebih ditentukan oleh kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik di luar pengelolaan media. Faktor seperti pemilik media, modal, dan pendapatan media dianggap lebih menentukan bagaimana wujud isi media. Kepemilikan media (media ownership) dalam pendekatan ekonomi politik media mempunyai arti penting untuk melihat peran, ideologi, konten media dan efek yang ditimbulkan media kepada masyarakat. Faktor-faktor inilah yang menentukan peristiwa apa saja yang bisa atau tidak bisa ditampilkan dalam pemberitaan, serta ke arah mana kecenderungan pemberitaan sebuah media hendak diarahkan (Sudibyo, 2001). Acara 811 Show dan Mata Najwa dalam hal ini mengangkat Undang-Undang ITE sebagai tema acara, karena maraknya kasus yang menggunakan Pasal pencemaran nama baik untuk menjerat seseorang. Maka diangkatlah kasus mengenai Undang-Undang ITE dalam dua program acara tersebut untuk melihat posisi korban juga melihat dimana posisi Undang-Undang ITE. Vincent Mosco mengemukakan ekonomi politik media telah menjadikan media terlibat sama dengan tumpuan yang diberikan sebuah perhatian dalam strategi ke bidang ekonomi, politik dan sebagian dari bahan lainnya (Mosco, 2009). Keterlibatan media bermakna mempertimbangkan sistem komunikasi melengkapi pada asas ekonomi, politik, sosial dan budaya yang terus-menerus terjadi dalam masyarakat. 811 Show dan Mata Najwa dalam mengangkat tema Undang-Undang ITE terdapat unsur politik 7

8 didalamnya, karena kasus-kasus tersebut beberapa berhungan dengan politik. Sebagai sebuah produk media massa, talk show televisi merupakan sebuah komoditas yang dapat dipersaingkan dengan program-program televise yang lain. Studi media massa dalam penerapan pendekatan ekonomi politik memiliki tiga konsep awal, yaitu komodifikasi, spasialisasi, dan strukturasi. Komodifikasi adalah upaya mengubah apapun yang menjadi komoditas atau barang dagangan sebagai alat mendapatkan keuntungan. Media massa memiliki tiga hal yang saling terkait yaitu isi media, jumlah audiens dan iklan. Berita atau isi media adalah komoditas untuk menaikkan jumlah audiens atau oplah. Jumlah audiens atau oplah juga merupakan komoditas yang dapat dijual pada pengiklan. Uang yang masuk merupakan profit dan dapat digunakan untuk ekspansi media. Ekspansi media menghasilkan kekuatan yang lebih besar lagi dalam mengendalikan masyarakat melalui sumber-sumber produksi media berupa teknologi. Melalui talk show 811 Show dan Mata Najwa, program acara tersebut dijadikan komodifikasi, spasialisasi, dan strukturasi, dengan menyajikan kasus-kasus hangat yang sedang dibahas dan topik yang dibahas memiliki kualitas yang bagus dan dapat menjadi pelajaran bagi masyarakat yang awam terhadap undang-undang dan perpolitikan. 2. Komunikasi Massa Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat Indonesia (Jalaludin, 2003). Menurut Bittner komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah orang besar (Elvinaro, 2004). Komunikasi massa dapat dikatakan sebuah pesan yang disampaikan oleh banyak orang untuk memberikan informasi kepada khalayak banyak. Komunikasi massa dilakukan oleh media massa agar informasi dan pesan yang disampaikan lebih cepat menyebar luas kepada khalayak banyak. 811 Show dan Mata Najwa yang dapat dilihat oleh di televisi, dapat ditonton oleh siapa saja. Bahasan mengenai Undang-Undang ITE diangkat untuk dikomunikasikan 8

9 pada khalayak banyak, karena maraknya pelaporan menggunakan Undang- Undang ITE terkait pasal pencemaran nama baik. Undang-undang seharusnya melindungi rakyat tetapi rakyat banyak menjadi korban Undang-Undang ITE. Komunikasi massa memiliki empat fungsi, di antaranya menyampaikan informasi, mendidik, menghibur, mempengaruhi. Fungsifungsi tersebut yaitu (Elvinaro, 2004): a. Menyampaikan Informasi Kegiatan untuk mengumpulkan, menyimpan data, fakta dan pesan, opini, dan komentar, sehingga orang bisa mengetahui keadaan yang terjadi di luar dirinya, apakah itu dalam lingkungan daerah, nasional, atau internasional. 811 Show dan Mata najwa ditayangkan di televisi berguna untuk menyampaikan informasi kepada khalayak banyak terkait berbagai informasi. Mulai politik, hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), kisah heroik, hingga kisah-kisah mencapai kesuksesan. Berbagai informasi disampaikan pada publik untuk dijadikan contoh bagi masyarakat. b. Mendidik Membuka kesempatan untuk memperoleh pendidikan secara luas, baik untuk pendidikan formal di sekolah maupun untuk di luar sekolah. Juga meningkatkan kualitas penyajian materi yang baik, menarik, dan mengesankan. Tema yang dibahas pada 811 Show dan Mata Najwa adalah tema yang mendidik, salah satunya adalah tema mengenai Undang-Undang ITE yang banyak orang kurang memahami mengenai undang-undang tersebut. tema tersebut mengajak para penonton untuk tidak sembarang melaporkan orang lain dengan Undang-Undang ITE yang dampaknya, para tersangka dapat mencicipi dinginnya tembok tahanan penjara. c. Menghibur Media massa telah menyita banyak waktu luang untuk semua golongan usia dengan difungsikanya sebagai alat hiburan dalam rumah tangga. Sifat estetika yang dituangkan dalam bentuk lagu, lirik, dan bunyi maupun gambar dan bahasa, membawa orang pada situasi menikmati hiburan seperti halnya kebutuhan pokok lainya. Selain memberikan informasi serta pendidikan, talk 9

10 show 811 Show dan Mata Najwa ditayangkan untuk menghibur penonton dengan kemasan yang berbeda. Tayangan yang dibuat ringan, tetapi dapat menghibur penonton dengan gaya dan kata-kata yang berbeda. d. Mempengaruhi Fungsi mempengaruhi dari media massa secara implisit terdapat pada tajuk atau editorial, features, iklan, berita atau tayangan lainnya yang dapat mempengaruhi khalayak televisi. Talk show 811 Show dan Mata Najwa ditayangkan untuk mempengaruhi penonton, agar tidak mengikuti arus massa yang tidak mengerti tetapi hanya ikut-ikut saja. Undang-Undang ITE ditayangkan sebagai tema, agar penonton terpengaruh tiidak menjadikan Undang-Undang ITE sebagai senjata untuk membuat seseorang terjerat perkara pidana. Komunikasi massa merupakan proses yang dilakukan melalui media massa dengan berbagai tujuan komunikasi dan untuk menyampaikan informasi kepada khalayak luas. Komunikasi massa memiliki unsur-unsur, unsur-unsur tersebut yang mendukung komunikasi massa menjadi cepat menyebar ke masyarakat. Unsur-unsur penting dalam komunikasi massa adalah (Bungin, 2006): a. Komunikator 1) Merupakan pihak yang mengandalkan media massa dengan teknologi informasi modern sehingga dalam menyebarkan suatu informasi, maka informasi tersebut dengan cepat ditangkap oleh publik. 2) Komunikator dalam penyebaran informasi mencoba berbagai informasi, pemahaman, wawasan, dan solusi-solusi dengan jutaan massa yang tersebar tanpa diketahui jelas keberadaan mereka. 3) Komunikator juga berperan sebagai sumber pemberitaan yang mewakili institusi formal yang bersifat mencari keuntungan dari penyebaran informasi tersebut. Komunikator dalam hal ini adalah stasiun televisi yaitu Metro TV, Metro TV merupakan pihak yang mengandalkan media massa untuk menyebarkan informasi kepada publik. Informasi tersebut dikemas dalam 10

11 bentuk talk show yaitu 811 Show dan Mata Najwa. Metro TV sebagai komunikator membuat acara yang berbobot untuk menarik penonton menonton talk show yang ditayangkan. b. Media Massa Media massa merupakan media komunikasi dan informasi yang melakukan penyebaran secara massal dan dapat diakses oleh masyarakat secara massal pula. Media massa adalah institusi yang berperan sebagai agent of change, yaitu sebagai institusi pelopor perubahan. Ini adalah paradigma utama media massa. c. Informasi Massa Informasi massa merupakan informasi yang diperuntukan kepada masyarakat secara massal, bukan informasi yang hanya boleh dikonsumsi oleh pribadi. Dengan demikian, maka informasi massa adalah milik publik, bukan ditujukan kepada individu masing-masing. d. Gatekeeper Merupakan penyeleksi informasi informasi. Sebagaimana diketahui bahwa komunikasi massa dijalankan oleh beberapa orang dalam organisasi media massa, mereka inilah yang akan menyeleksi informasi yang akan disiarkan atau tidak disiarkan. e. Khalayak Khalayak merupakan massa yang menerima informasi massa yang disebarkan oleh media massa, mereka ini terdiri dari publik pendengar atau pemirsa sebuah media massa. f. Umpan Balik Umpan balik dalam komunikasi massa umumnya mempunyai sifat tertunda sedangkan dalam komunikasi tatap muka bersifat langsung. Akan tetapi, konsep umpan balik tertunda dalam komunikasi massa ini telah dikoreksi karena semakin majunya teknologi, maka proses penundaan umpan balik menjadi sangat tradisional Media komunikasi massa pada kasus Undang-Undang ITE memiliki peran sebagai media informasi. Kasus Undang-Undang ITE yang sejauh ini 11

12 bermunculan karena efek dari komunikasi massa yang lebih condong kepada ekonomi politik. Komunikasi massa pada penelitian ini memiliki peran sebagai media informasi yang lebih mengarah kepada ekonomi politik. Hal tersebut lebih mengarah kepada pendekatan ekonomi politik. Pendekatan politik ekonomi media berpendapat bahwa isi media lebih ditentukan oleh kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik di luar pengelolaan media (Sudibyo, 2001). Kepemilikan media (media ownership) dalam pendekatan politik ekonomi, media mempunyai arti penting untuk melihat peran, ideologi, konten media dan efek yang ditimbulkan media kepada masyarakat. Vincent Mosco mengemukakan ekonomi politik media telah menjadikan media terlibat sama dengan tumpuan yang mereka berikan sebuah perhatian dalam strategi ke bidang ekonomi, politik dan sebagian dari bahan lainnya (Mosco, 2009). Keterlibatan media bermakna mempertimbangkan sistem komunikasi melengkapkan kepada asas ekonomi, politik, sosial dan budaya yang terus-menerus terjadi dalam masyarakat. Guna menyempurnakan dilakukan dengan berbagai cara, seperti memulai dari sebagian sistem kapitalis, pemusatan modal, gaji, buruh, dan lain-lainnya serta menempatkan media ikut serta menghasilkan pedoman kerja dan memproduksi sebagian dari padanya. Seperti dikatakan Donald K. Robert dalam Schramm dan Roberts ada yang beranggapan bahwa efek hanyalah perubahan perilaku manusia setelah diterpa media massa karena fokusnya pesan, maka pengaruh haruslah berkaitan dengan pesan yang disampaikan media massa (Schramm dan Roberts, 1977). Ini berarti bahwa akibat-akibat personal dan sosial dari media, yakni karena perpanjangan diri kita, timbul karena skala baru yang dimaksudkan pada diri kita oleh perluasan diri kita atau oleh teknologi baru. Media adalah pesan karena media membentuk hubungan dan tindakan manusia (McLuhan, 1964). 3. Media Komunikasi Menurut penjelasan Heinich, Molenda dan Russell, media komunikasi ialah apa-apa saja yang membawa maklumat antara sumber 12

13 dan penerima (McLuhan, 1964). Media komunikasi dapat dinyatakan suatu penyampai informasi yang berguna untuk penyebaran suatu informasi atau pesan bagi khalayak banyak dan atau masyarakat banyak. Televisi menayangkan beragam stasiun televisi salah satunya adalah Metro TV. Salah satu program acara yang ditayangkan Metro TV adalah 811 Show dan Mata Najwa. Melalui media massa kasus Undang-Undang ITE disebarkan untuk memberikan informasi kepada publik terkait banyaknya masyarakat yang salah paham dengan pemahaman mengenai Undang- Undang ITE. Azizan Bahari menyatakan media dan komunikasi memainkan peranan yang penting dalam pembinaan masyarakat. Aspek media dan komunikasi bertindak sebagai agen sosialisasi masyarakat dan sudah pasti peranannya amat signifikan terhadap kehidupan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan media dan komunikasi menyumbang berbagai hal dalam proses perubahan gaya hidup masyarakat dan dari berbagai lapisan. Pesan yang mampu menyentuh perasaan dan mempengaruhi pemikiran serta memperlihatkan sikap tertentu mengakibatkan seseorang dapat berpandangan negatif terhadap peranannya, terutama masalah gaya hidup yang bertentangan dengan nilai-nilai ketimuran yang luhur. Kajian yang dijalankan terhadap media komunikasi dan belia jelas menunjukkan betapa pengaruh media komunikasi begitu kuat mencengkam jiwa belia (Basir, 2009). Media komunikasi adalah tempat dimana banyak oarang mencari informasi yang tentunya dapat mengubah cara pandang juga cara berpikir seseorang, dalam hal ini mengenai Undang-Undang ITE yang disiarkan pada media komunikasi berupa televisi atau radio. Kasus mengenai Undang-Undang ITE tersebut ditayangkan dalam tals show yang dipandu secara rapi yaitu 811 Show dan Mata Najwa. Penyebaran melaui media messa televisi dirasa lebih efektif, karena penonton juga dapat melihat secara langsung percakapan yang diwawancara dan tokoh-tokoh yang menjadi korban Undang-Undang ITE. 13

14 Media komunikasi modern telah memungkinkan jutaan masyarakat menjangkau dunia seperti dalam bola (globe). Oleh karena itu, media bisa dikatakan sebagai mediasi. Media menjangkau seluruh khalayak dan yang lainnya (Littlejohn, 1992). Mengenai kasus Undang-Undang ITE yang disiarkan dalam media komunikasi, membuat yang melihat pada media tersebut dapat mengubah cara pandangnya menjadi pro atau kontra. Media komunikasi pada penelitian ini lebih kepada media komunikasi televisi. Secara langsung maupun tidak langsung televisi pasti memberikan pengaruh besar terhadap perubahan kehidupan masyarakat. Massa dalam hal ini adalah masyarakat merupakan pihak yang berperan sebagai komunikan sedangkan para insan pertelevisian berperan sebagai komunikator yang memberikan pesan berupa informasi, hiburan edukasi maupun pesan-pesan lainnya. Menurut Mar at, acara televisi pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi, dan perasaan para penonton. Ini adalah hal yang wajar. Jadi, jika hal-hal yang mengakibatkan penonton terharu, terpesona, atau latah bukanlah sesuatu yang istimewa. Sebab salah satu pengaruh psikologis dari televisi ialah seakan-akan menghipnotis penonton sehingga penonton dihanyutkan dalam suasana pertunjukan televisi (Effendy, 2006). Pesan yang disampaikan melalui televisi akan sampai ke khalayak dengan cepat. Proses penghantaran pesan antara komunikator dan komunikan inilah yang kita sebut sebagai arus informasi. Agar pesan bisa diterima baik oleh komunikan dalam kasus ini yaitu masyarakat, maka diperlukan pengendalian arus informasi. Melalui media massa diharapkan kasus Undang-Undang ITE yang dikemas dalam talk show 811 show dan Mata Najwa dapat diterima dengan mudah oleh penonton. Media komunikasi dalam hal ini mampu mempengaruhi komunikan dalam menerima pesan yang disampaikan komunikator. Hal tersebut tergantung pada proses komunikasi yang terjadi. Proses komunikasi bagaimana terjadi dapat dilihat dari dua perspektif yaitu 14

15 perspektif proses komunikasi secara psikologis dan secara mekanistis. Proses komunikasi dalam perspektif psikhologis terjadi pada komunikator dan komunikan. Ketika seseorang komunikator berniat akan menyampaikan suatu pesan kepada komunikan, maka dalam dirinya terjadi suatu proses (Effendy, 2006). Proses komunikasi secara psikhologis mencakup isi dan lambang pesan. Isi pesan berupa pikiran, atau apa yang terlintas dalam otaknya (picture in our head), sedangkan lambang pesan berupa: bahasa, baik bahasa verbal (dapat berupa oral/ terucap ataupun berupa tulisan (write) maupun dalam bahasa yang non verbal. 4. Framing Konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses seleksi aspek-aspek khusus dari sebuah realita tertentu oleh media. Dalam ranah studi komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisis fenomena atau aktivitas komunikasi. Hal ini dikarenakan pada dasarnya konsep framing bukan merupakan konsep yang berasal dari ilmu komunikasi, tetapi merupakan konsep dalam ilmu psikologis kognitif. Unsur multidisipliner semakin terlihat karena pada prosesnya disertakan pula konsep-konsep sosiologis, politis, dan kultural untuk menganalisis realitas terkait komunikasi (Wibowo, 2014). Realitas tersebut selanjutnya dapat dipahami berbagai konteks yang melingkupinya. Analisis framing digunakan untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksikan fakta sebelum diberitakan pada khalayak. Berkaitan dengan cara-cara media mengkontruksikan fakta, analisis isi mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan tautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perpektif tertentu yang diharapkan oleh media (Sobur, 2006). Sementara terkait dengan ideologi media, cara pandang atau perspektif yang dianut media dalam hal ini pada akhirnya menentukan akan dibawa ke mana arah suatu 15

16 pemberitaan. Kondisi ini membuat ideologi yang dianut media kemudian seolah membuat pemberitaan memuat unsur-unsur manipulatif. Oleh sebab itu, diperlukan upaya untuk menafsirkan peristiwa tertentu untuk melihat kebenarannya (Nugroho et.al., 1999). Analisis Framing termasuk ke dalam paradigma kostruktifis, yaitu paradigma yang mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkan (Eriyanto, 2002). Paradigma ini memandang realitas kehidupan sosial bukanlah suatu realitas yang bersifat natural, tetapi suatu hasil dari konstruksi (Eriyanto, 2002). Konstruksi yang dimaksud dalam hal ini berkaitan dengan berbagai upaya yang dilakukan media dalam menyampaikan realitas pada khalayak. Artinya, kebenaran dari realitas tersebut tidak diingkari secara total, tetapi dibelokkan secara halus, memberikan sorotan pada aspek tertentu saja, menggunakan istilah yang berkonotasi tertentu, serta disandingkan dengan ilustrasi visual sebagai pendukungnya (Fauzi, 2007). Berbagai hal tersebut pada akhirnya menjadi suatu bentuk konstruksi yang dilakukan media terhadap realitas tertentu, sehingga informasi yang diterima khalayak sejalan dengan tujuan atau perspektif media. Oleh karena itu, konsentrasi analisis pada paradigma konstruktifis adalah menemukan peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi atau dibentuk. Sementara titik perhatian paradigma ini adalah masing-masing pihak yang terlibat dalam komunikasi dan saling memproduksi atau mempertukarkan makna (Eriyanto, 2002). Hal ini dikarenakan proses framing tidak hanya melibatkan pekerja media saja, tetapi juga pihakpihak yang berkepentingan terhadap pemberitaan realitas tertentu. Kondisi tersebutlah yang membuat framing tidak jarang dipandang sebagai arena perang simbolik berbagai pihak yang sama-sama menginginkan didukung oleh khalayak (Fauzi, 2007). Menurut Eriyanto (2002), framing yang dilakukan media dapat memberikan dampak tertentu sebagai berikut: 16

17 a. Framing yang dilakukan dengan mendefinisikan realitas tertentu berdampak pada tidak diperhatikannya definisi lain atas suatu realitas oleh khalayak b. Framing yang dilakukan dengan menonjolkan aspek tertentu akan berdampak pada kaburnya aspek lain yang tidak ditonjolkan c. Framing yang dilakukan dengan penyajian sisi tertentu akan berdampak pada penghilangan sisi lain yang tidak disajikan d. Framing yang dilakukan dengan pemilihan fakta tertentu akan berdampak pada pengabaian fakta lain yang tidak dipilih Framing yang dilakukan dengan menonjolkan aspek tertentu dan mengaburkan aspek lain umumnya disebut sebagai fokus. Secara sadar ataupun tidak, khalayak diarahkan pada aspek tertentu saja dalam suatu realitas, misalnya aspek politik saja, ekonomi saja, sosial saja, dan lainnya. Framing yang dilakukan dengan menampilkan sisi tertentu dan melupakan sisi lain berkaitan dengan suatu rangkaian proses realita yang hanya diberitakan satu bagian sisinya saja, tidak secara keseluruhan. Framing juga dapat dilakukan dengan menampilkan aktor tertentu dengan menyembunyikan aktor lain. Efeknya yaitu menyebabkan aktor lain yang mungkin relevan dan penting dalam pemberitaan menjadi tersembunyi. Hal ini pada akhirnya mengarah pada mobilisasi masa atau menggiring khalayak pada ingatan tertentu (Eriyanto, 2002: 197). Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media (Eriyanto, 2002). Secara teknis, media tidak dapat melakukan framing pada seluruh bagian berita, sehingga langkah awal adalah menentukan bagian-bagian terpenting dari suatu realita yang paling menonjol. Bagian ini dapat dilihat dari permasalahan utama yang diangkat oleh media. Selanjutnya, framing dapat dilakukan dengan beberapa cara. Misalnya yaitu dengan teknik empati, asosiasi, atau packing (Eriyanto, 2002): 17

18 a. Empati. Empati dilakukan dengan membentuk pribadi khayal dalam diri khalayak. Teknik ini memungkinkan munculnya pemikiran yang seolah-olah ikut merasakan hal yang terjadi dalam pemberitaan (Eriyanto, 2002). Dalam hal ini khalayak diangankan menempatkan diri sesuai realita yang diberitakan, sehingga menumbuhkan empati pada khalayak. b. Asosiasi Asosiasi dilakukan dengan menggabungkan kondisi, kebijakan, atau objek tertentu yang sedang aktual dengan fokus berita (Eriyanto, 2002). Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan pemikiran dalam diri khalayak sehingga khalayak memperoleh kesadaran bahwa isu di luar kondisi normatif masih terjadi. Kondisi normatif yang dimaksud dapat dilihat dari kondisi nyata, kebijakan, atau objek actual tertentu. Sementara fokus berita dipaparkan dengan muatan sebaliknya, sehingga mengarah pada tidak tercapainya kondisi normatif tersebut. c. Packing Packing dilakukan dengan pembingkaian realita melalui cara memberikan dukungan berupa bukti penunjang, sehingga khalayak tidak berdaya untuk menolak realita yang diberitakan (Eriyanto, 2002). Dalam hal ini, media akan menonjolkan bukti-bukti kuat yang mendukung gagasan atau sudut pandangnya. Hal ini membawa khalayak pada kondisi tidak berdaya untuk menyanggah pemikiran atau sudut pandang media tersebut. Cara-cara tersebut digunakan oleh media untuk membingkai realita yang diberitakan pada khalayak. Pada dasarnya, analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media (Eriyanto, 2002). Analisis framing lahir sebagai hasil elaborasi terhadap pendekatan analisis wacana (Fauzi, 2007). Dalam hal ini, analisis framing difokuskan untuk menganalisis proses pembingkaian realita oleh media (Eriyanto, 2002). 18

19 Dalam framing ada dua dimensi besar yang menjadi bagian dalam proses pembentukan konstruksi realita oleh media masa, yaitu (Eriyanto, 2002): a. Pertama adalah aspek seleksi isu, aspek ini berhubungan dengan seleksi fakta yang harus dipilih untuk disajikan. Dalam aspek seleksi isu ini fakta yang ada diseleksi, fakta yang tidak sesuai dengan kepentingan media tersebut akhirnya tidak dipilih karena dianggap tidak menguntungkan. Dalam proses seleksi isu ini aspek pertimbangan untung rugi sangat mempengaruhi dalam pemilihan fakta yang disajikan. Aspek untung rugi yang dimaksud berkaitan erat dengan sisi manfaat positif atau negatif yang diperoleh media jika menayangkan isu tertentu. b. Kedua adalah penonjolan aspek isu tententu. Aspek isu yang dimaksud dalam hal ini adalah bagian-bagian atau unsur tertentu dari suatu topik pemberitaan. Dalam aspek penonjolan isu tertentu, isu yang tidak sesuai dengan kepentingan media tersebut akan dikesampingkan atau tidak akan dimunculkan. Sebaliknya aspek yang menguntungkan mendapat ruang yang besar dan terus di publikasikan dengan maksud tertentu yang diharapkan dari khalayak. Berdasarkan proses tersebut, selanjutnya akan terdapat bagianbagian tertentu yang ditonjolkan dan bagian lain yang disamarkan atau bahkan dihilangkan dalam pemberitaan suatu peristiwa oleh media. Bagian yang tidak ditonjolkan selanjutnya cenderung tidak menjadi perhatian dan akan dilupakan oleh khalayak. Artinya bahwa khalayak diarahkan pada realitas tertentu yang ditonjolkan oleh media. Hal demikian menunjukkan bahwa framing berkaitan dengan cara penyajian peristiwa oleh media, sehingga kepentingan tertentu dalam realitas yang diberitakan dapat masuk pada proses tersebut (Sobur, 2006). Oleh sebab itu, suatu realitas yang sama dapat menghasilkan berita berbeda ketika dibingkai dengan cara yang juga berbeda (Eriyanto, 2002). 19

20 Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya framing adalah proses pembingkaian realita oleh media. Proses tersebut memungkinkan media menonjolkan unsur tertentu dari suatu realitas, sehingga diharapkan timbul persepsi di kalangan khalayak sesuai yang diharapkan. Analisis framing berkaitan dengan pesan yang dibentuk secara bersama-sama antara pengirim dan penerima atau pihak yang berkomunikasi dan dihubungkan dengan konteks sosial yang ada di sekitar pihak-pihak tersebut. Intinya adalah bagaimana pesan dibuat atau diciptakan oleh komunikator dan bagaimana pesan tersebut secara aktif ditafsirkan oleh individu sebagai penerima pesan (Eriyanto, 2002). Pihak komunikator dalam hal ini adalah media, sedangkan komunikan atau penerima pesannya yaitu khalayak atau masyarakat. Terdapat berbagai model framing yang dikemukakan oleh para ahli. Salah satunya adalah Gamson dan Modigliani. Gamson dan Modigliani memahami wacana media sebagai satu gugusan perspektif interpretasi (interpretative package) saat mengkonstruksi dan memberi makna isu tertentu. Struktur model framing Gamson dan Modigliani didasari oleh konstruksionis yang terdiri dari perspektif interpretasi dengan konstruksi makna tertentu. Setiap package tersebut mempunyai dua unsur, yaitu core frame (gagasan sentral) dan considering symbol (simbol yang dimanfaatkan) (Sobur, 2006). Unsur pertama merupakan pusat organisasi elemen-elemen atas ide yang membantu komunikator untuk menunjukkan substansi isu tertentu. Sementara unsur kedua terdiri dari dua sub struktur, yaitu framing devices (perangkat framing) dan reasoning devices (perangkat penalaran). Struktur framing devices berfokus pada bagaimana melihat suatu isu dengan mencakup unsur metaphors, exemplars, catchphrases, depictions, dan visual images. Sementara reasoning devices berfokus pada pembenaran terhadap cara melihat suatu isu, yaitu mencakup unsur roots (analisis kausal) dan appeals to principle (klaim moral) (Sobur, 2006). Berikut 20

21 merupakan uraian yang menjelaskan secara lebih rinci unsur-unsur analisis framing Gamson dan Modigliani: a. Core Frame (Gagasan Sentral) Gagasan sentral berisi elemen-elemen inti untuk memberikan pengertian yang relevan terhadap suatu peristiwa tertentu. Selain itu, gagasan sentral juga mengarahkan makna isu yang dibangun untuk considering symbol (Sobur, 2006). Dalam suatu program acara, gagasan sentral ini dapat dilihat dari judul atau pokok bahasan utama yang diangkat dalam setiap tayangannya. Judul atau pokok bahasan utama ini akan mencerminkan gagasan sentral dalam keseluruhan rangkaian acara setiap penayangannya. b. Considering Symbol (Simbol yang Dimanfaatkan) Interaksi perangkat simbolik mendasarkan framing pada dua struktur, yaitu (Sobur, 2006): 1) Framing Devices (Perangkat Framing), yaitu berfokus pada bagaimana melihat suatu isu dengan mencakup: a) Metaphors, yaitu cara memindahkan makna dengan membuat relasi antara dua fakta analogi, atau menggunakan kiasan dengan kata-kata seperti ibarat, bak, sebagai, umpama, dan sebagainya. Unsur ini memiliki peran ganda, yaitu sebagai perangkat diskursif (ekspresi piranti mental), dan berasosiasi dengan asumsi atau penilaian sehingga memaksa suatu teks untuk membuat sense tertentu. Dalam suatu program acara, pemindahan makna tersebut terjadi sehingga suatu realitas dimaknai khalayak seperti yang diinginkan media. Pemindahan makna terjadi melalui setiap kata kiasan yang digunakan. Hal ini dapat dilihat dari keterkaitan penggunaan kata kiasan dengan asumsi yang dibangun tentang isu tertentu yang diangkat. b) Exemplars, yaitu mengemas fakta secara mendalam untuk membuat satu sisi memiliki bobot makna lebih sebagai rujukan. 21

22 Unsur ini merupakan pelengkap dari bingkai inti dalam satu kesatuan berita untuk membenarkan perspektif tertentu. Dalam suatu program acara, unsur ini dapat dilihat dari cara tim redaksi menggali suatu bagian saja dari keseluruhan bagian yang mungkin digali atas satu isu tertentu. Proses ini berkaitan dengan pembangunan makna yang diharapkan media dalam diri khalayaknya. c) Catchphrases, yaitu bentukan kata atau frase yang menjadi ciri khas dari fakta tertentu dengan merujuk pada pemikiran tertentu. Pada teks berita, catchphrases tercermin dalam bentuk jargon, slogan, atau semboyan tertentu yang digunakan. Dalam suatu program acara, berbagai jargon, slogan, atau semboyan tersebut relevansinya dapat dilihat dari penilaian atau tanggapan atas pemikiran yang dibangun tim redaksi. d) Depictions, yaitu penggambaran fakta dengan menggunakan istilah, kata, atau kalimat konotatif tertentu yang membuat khalayak terarah pada citra tertentu pula. Asumsinya, penggunaan kata khusus tersebut akan membangkitkan prasangka, pikiran, dan tindakan tertentu ke arah yang diinginkan. Unsur ini dapat dilihat dari bentuk stigmatisasi serta akronimisasi. Pada suatu program acara, unsur ini dapat diidentifikasi melalui pengamatan penggunaan kata-kata istilah dan akronim yang mengarah pada asumsi tertentu. Selanjutnya, citra atau stigma yang terbentuk dari penggunaan istilah tersebut akan cenderung mengarahh pada makna sebagaimana diharapkan tim redaksi program acara. e) Visual images, yaitu penggunaan foto, diagram, grafis, tabel. Kartun, dan sebagainya untuk mengekspresikan kesan tertentu yang akan ditonjolkan, seperti perhatian atau penolakan. Bentuknya dapat berupa ukuran yang dibesarkan atau dikecilkan, penebalan atau dimiringkan, serta penggunaan 22

23 warna. Dalam suatu program acara, unsur ini dapat dilihat dari penggunaan foto, diagram, grafis, tabel maupun VT yang ditayangkan. Selain itu, ekspresi dan gerak tubuh yang ditonjolkan melalui zoom kamera juga menjadi bagian dari visual image. Berbagai hal tersebut akan mengarah pada kesan tertentu yang telah diperkuat dengan visual image itu sendiri, yaitu kesan perhatian maupun kesan penolakan. 2) Reasoning Devices (Perangkat Penalaran), yaitu berfokus pada pembenaran terhadap cara melihat suatu isu dengan mencakup (Sobur, 2006): a) Roots (analisis kausal), yaitu pembenaran isu dengan menghubungkan suatu objek yang dianggap menjadi sebab dari timbulnya hal lain. Tujuannya adalah untuk membenarkan penyimpulan fakta berdasarkan hubungan sebab-akibat tertentu yang digambarkan. Pada suatu program acara, unsur ini dapat dilihat dari proses penyimpulan fakta berdasarkan hubungan sebab-akibat yang ditonjolkan. Kesimpulan tersebut selanjutnya akan mengarah pada satu kesimpulan utama yang ditonjolkan sebagai faktor penyebab di antara berbagai penyebab lain sebagai pemicu munculnya dampak tertentu. b) Appeal to principle (klaim moral), yaitu pemikiran, prinsip, atau klaim moral yang dijadikan argumen pembenar untuk membangun berita. Bentuknya dapat berupa pepatah, cerita rakyat, mitos, doktrin, atau hal lain sejenisnya. Tujuannya adalah untuk membuat khalayak tidak berdaya untuk menyanggah argument yang digunakan media. Oleh sebab itu, unsur ini berfokus pada upaya untuk memanipulasi emosi khalayak agar mengarah ke sifat, waktu, tempat, dan cara tertentu yang dikehendaki, bahkan tertutup dari berbagai pemikiran atau bentuk penalaran lain yang tidak dikehendaki. Dalam suatu program acara, unsur ini dapat dilihat dari 23

24 penggunaan pepatah, mitos, doktrin, atau klaim moral lainnya yang digunakan tim redaksi untuk memperkuat argumennya. Penggunaan klaim moral tersebut dapat dilihat dari kesimpulan akhir yang dibangun dalam program acara. Jika kesimpulan tidak dapat disanggah, maka klaim moral telah digunakan secara tepat untuk mendukung argumen yang diajukan tim redaksi program acara. Selain model framing Gamson dan Modigliani, adapula model framing Zhongdang Pan dan Gerald Kosicki. Dalam hal ini, Zhongdang Pan dan Gerald Kosicki mempertimbangkan struktur teks dan hubungan antar kalimat secara keseluruhan. Model framing Zhongdang Pan dan Gerald Kosicki memuat empat unsur analisis sebagai berikut (Nugroho et.al., 1999): 1) Struktur sintaksis (cara wartawan menyusun fakta) dengan perangkat framing skema berita. Meliputi pengamatan pada headline, lead, latar informasi, kutipan sumber, pernyataan, penutup 2) Struktur skrip (cara wartawan mengisahkan fakta) dengan perangkat framing kelengkapan berita. Meliputi pengamatan pada unsur 5W dan 1H 3) Struktur tematik (cara wartawan menulis fakta) dengan perangkat framing detail, maksud, nominalisasi, koherensi, bentuk kalimat, dan kata ganti. Meliputi pengamatan pada paragraf, proposisi, kalimat, dan hubungan antar kalimat 4) Struktur retoris (cara wartawan menekankan fakta) dengan perangkat framing leksikon, grafis, metaphor, dan pengandaian. Meliputi pengamatan pada kata, idiom, gambar, foto, dan grafik. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dilihat bahwa berbeda dari model Gamson dan Modigliani, model framing Zhongdang Pan dan Gerald Kosicki lebih banyak berfokus pada unsur isi dan penulisan berita. Sementara unsur konteks realita dan proses konstruksi yang dilakukan media belum cukup terlihat, seperti misalnya analisis pada nilai-nilai moral yang digunakan dalam membingkai realita sebagaimana menjadi bagian perangkat penalaran pada model framing Gamson dan Modigliani. 24

25 Selain model framing Gamson dan Modigliani serta Zhongdang Pan dan Gerald Kosicki, adapula model framing Robert Entman. Model framing Robert Entman fokus pada pembagian analisis menjadi empat bidang sebagai berikut (Fauzi, 2007): 1) Define Problems (menentukan sumber masalah), meliputi penjelasan masalah dan definisi masalah 2) Diagnose Causes (menemukan suatu penyebab masalah), meliputi identifikasi penyenan masalah dan mencari pihak penyebab timbulnya masalah 3) Make Moral Judgement (membuat keputusan moral), meliputi nilai moral yang diungkap media dalam berita dan benturan moral yang terjadi 4) Treatment Recommendation (memberikan rekomendasi), meliputi jalan keluar yang ditawarkan media untuk mengatasi masalah, dan rekomendasi yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah. Uraian tersebut menunjukkan bahwa model framing Robert Entman menganalisis pula unsur pemecahan masalah atau rekomendasi yang ditawarkan media atas suatu permasalahan yang diangkat sebagai realita kepada khalayak. Hanya saja, dalam hal ini unsur-unsur yang secara struktural membentuk kalimat dalam pemberitaan media tidak dianalisis. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa model framing Gamson dan Modigliani memberikan gambaran yang lebih komprehensif dalam menganalisis pembingkaian berita media. Hal ini dikarenakan unsur framingnya meliputi unsur struktural pembentuk kalimat, serta menganalisis pula unsur konteks dari pemberitaan seperti nilai moral dan hubungan sebab akibat dalam perangkat penalaran framingnya. Oleh sebab itu, pada penelitian ini model framing yang digunakan adalah model framing Gamson dan Modigliani. 5. Framing Talk Show Sebagai sebuah tayangan televisi yang khas, talk show mempunyai beberapa prinsip yang membedakannya dengan tayangan televisi lainnya. Menurut Timberg (2002), terdapat empat ciri khas dari program acara talk show yang membedakannya dengan program acara lain, yaitu adanya host 25

26 atau pembawa acara, waktu pembicaraan, karakteristik talks show sebagai produk media, dan bagaimana talk show dikonstruksi. Terkait dengan framing talk show, maka komponen keempat dalam hal ini menjadi yang paling utama. Adanya proses konstruksi inilah yang kemudian menjadikan talk show menjadi menarik untuk dianalisis melalui analisis framing. Lebih lanjut, Timberg (2002) menjelaskan bahwa proses yang tersaji dan terjadi dalam talk show harus terlihat spontan, namun juga harus diatur sesuai tujuan talk show tersebut. Karakter talk show yang menarik adalah jawaban-jawaban narasumber yang spontan dan terlihat seolah tanpa ada penggalan yang dibuat-buat, namun untuk mencapai hal tersebut narasumber harus secara benar-benar dipilih dengan tepat dan pertanyaan agar tepat sasaran. Framing membuat realitas dapat dibentuk sedemikian rupa demi tujuan tertentu. Konstruksi realitas tersebut antara lain adalah untuk menonjolkan sebuah isu agar mendapatkan perhatian dari khalayak, ketika isu tersebut disebarkan melalui penayangan dialognya dalam talk show. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dilihat bahwa proses konstruksi muatan informasi dalam program acara talk show dalam hal ini dilakukan oleh program acara, bukan semata-mata oleh jurnalis yang bertindak sebagai host. Hal ini dikarenakan rangkaian pertanyaan dan pemilihan narasumber seluruhnya telah dipersiapkan oleh redaksi talk show sebagai program acara. Terkait dengan hal tersebut, Scheufele (1999) membedakan kerja framing di level media dengan audiens. Pada level media, adanya tekanan organisasi, ideologi individu, dan golongan elit yang mempengaruhi program acara dapat mempengaruhi framing media. Hal tersebut berkaitan dengan orientasi media, preferensi nilai dari jurnalis, dan pendapat kaum elit yang menjadi opinion leader. Sementara pada level individu, framing media tersebut akan menjadi input bagi framing di level individu. Oleh sebab itu, framing yang diterapkan dalam talk show sebagai suatu program acara selanjutnya akan mempengaruhi proses framing di tingkat individu audiensnya. Pada akhirnya, realitas 26

27 yang dibentuk dalam talk show akan dimaknai audiens sesuai dengan harapan tim redaksi program acara tersebut. 6. Kontroversi Undang-Undang ITE Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Undang-Undang ITE) merupakan undang-undang pertama di Indonesia yang secara khusus mengatur tindak pidana siber (cyber). Undang-Undang ITE sendiri mulai berlaku di Indonesia setelah disahkan pada tanggal 21 April Undang-Undang ITE terdiri dari 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail aturan berkomunikasi di dunia maya dan transaksi yang terjadi didalamnya. Kelahiran Undang-Undang ITE ini diawali dengan penyusunan dua naskah akademik oleh instutusi pendidikan Universitas Padjajaran dan Universitas Indonesia. Universitas Padjajaran ditunjuk oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi, sedangkan Universitas Indonesia oleh Kementerian Perindustrian dan Perdagangan. Kementerian Komunikasi dan Informasi dalam hal ini berfokus pada unsur pemanfaatan teknologi informasi, sementara Universitas Indonesia pada aspek informasi elektronik dan transaksi elektronik (Samurai, 2014). Sementara itu, secara empiris terdapat beberapa hal yang kemudian mendorong penyusunan Undang-Undang ITE. Sebagaimana diungkapkan dalam aturan penjelasan Undang-Undang ITE yang menyinggung tentang transaksi elektronik untuk kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik yang terus berkembang seiring dengan perkembangan bidang teknologi informasi, media, dan informatika (telematika). Perkembangan tersebut terus terjadi tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media, dan komunikasi. Oleh sebab itu, kerentanan akan terjadinya tindak kejahatan dalam ranah tersebut juga semakin meningkat sehingga perlu diatur secara jelas melalui peraturan perundang-undangan. Terdapat sekitar 11 pasal yang mengatur tentang perbuatanperbuatan yang dilarang dalam Undang-Undang ITE, yang mencakup 27

BAB III METODE PENELITIAN. menyeluruh dan dengan cara deksripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada

BAB III METODE PENELITIAN. menyeluruh dan dengan cara deksripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian analisis teks media.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. lukisan secara sitematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifatsifat

BAB III METODOLOGI. lukisan secara sitematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifatsifat 44 BAB III METODOLOGI 3.1 Tipe/Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti

Lebih terperinci

Konsep dan Model-Model Analisis Framing. Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom

Konsep dan Model-Model Analisis Framing. Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom Konsep dan Model-Model Analisis Framing Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom Konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Dalam berbagai aspek, paradigma membantu merumuskan apa yang harus dipelajari. Ia merupakan suatu kesatuan konsensus yang terluas dalam suatu bidang ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma dalam penelitian berita berjudul Maersk Line Wins European Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview menggunakan

Lebih terperinci

peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak.

peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak. BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian ini menggunakan analisis framing, analisis framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analisis isi, dengan model analisis framingnya model Zhongdang Pan dan

BAB III METODE PENELITIAN. analisis isi, dengan model analisis framingnya model Zhongdang Pan dan 47 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian analisis isi, dengan model analisis framingnya model Zhongdang Pan dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 46 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Jenis penelitian ini memiliki fokus penelitian yang kompleks dan luas. Ia bermaksud memberi makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selanjutnya dicarikan cara pemecahannya. 1

BAB III METODE PENELITIAN. selanjutnya dicarikan cara pemecahannya. 1 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yaitu seperangkat pengetahuan tentang langkahlangkah yang sistematis dan logis tentang pencairan data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisis,

Lebih terperinci

09Ilmu. Analisis Framing. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom

09Ilmu. Analisis Framing. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Modul ke: Analisis Framing Memahami analisis framing dalam Pemberitaan Media. Jenis analisis framing, framing dan ideologi. Fakultas 09Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian atau metode riset adalah seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah yang sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Elemen dasar seluruh isi media massa, entah itu hasil liputan seperti berita, laporan pandangan mata, hasil analisis berupa artikel berupa artikel opinion adalah bahasa (verbal dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki media televisi seperti fungsi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki media televisi seperti fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Televisi merupakan salah satu media massa yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki media televisi seperti fungsi audio visual

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe atau jenis penelitian ini adalah penelitian interpretif dengan pendekatan kualitatif. Paradigma merupakan sebuah konstruksi manusia yaitu gagasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat yang kian berkembang pada dasarnya memiliki rasa ingin tahu yang besar. Mereka ingin tahu apa yang terjadi di tengah-tengah dunia global. Program informasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang

BAB III METODE PENELITIAN. seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang 50 BAB III METODE PENELITIAN Fungsi penelitian adalah untuk mencari penjelasan dan jawaban terhadap permasalahan yang ada. Oleh karena itu diperlukan metodelogi penelitian, yakni seperangkat pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial manusia atau masyarakat. Aktifitas komunikasi dapat terlihat

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial manusia atau masyarakat. Aktifitas komunikasi dapat terlihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia di dunia tidak dapat dilepaskan dari aktifitas komunikasi karena komunikasi merupakan bagian integral dari sistem dan tatanan kehidupan sosial

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruksionis. Menurut Bogdan dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruksionis. Menurut Bogdan dan 34 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Penelitian ini menggunakan paradigma konstruksionis. Menurut Bogdan dan Bikien, paradigma adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan untuk mengurai atau menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif. Menurut Crasswell, beberapa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 108 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Judul penelitian ini adalah : Konstruksi Nilai Rancangan Pesan ESQ 165 Dalam Pembangunan Karakter Indonesia Emas (Analisis Framing Program Indonesia Emas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan 49 BAB III METODE PENELITIAN A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan konstruksionis. Dan pendekatan ini mempunyai paradigma yang mempunyai posisi dan pandangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. konstruksi media dalam pemberitaan adalah model framing yang dikemukakan

BAB III METODE PENELITIAN. konstruksi media dalam pemberitaan adalah model framing yang dikemukakan BAB III METODE PENELITIAN Pendekatan Model framing yang digunakan dalam menganalisis konstruksi media dalam pemberitaan adalah model framing yang dikemukakan oleh Pan dan Kosicki. Dalam model ini, perangkat

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008 31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Adapun bentuk penelitiannya adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan suatu objek yang berkenaan dengan masalah yang diteliti tanpa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. masalah-masalah tertentu. Penelitian adalah suatu metode studi yang dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. masalah-masalah tertentu. Penelitian adalah suatu metode studi yang dilakukan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metodologi penelitian merupakan seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematik logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Pemberitaan seputar eksekusi terpidana mati Amrozi cs 2008 telah menarik

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Pemberitaan seputar eksekusi terpidana mati Amrozi cs 2008 telah menarik BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Pemberitaan seputar eksekusi terpidana mati Amrozi cs 2008 telah menarik perhatian besar beberapa surat kabar dan menjadi berita hangat di beberapa surat kabar di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberitakan di berbagai media massa. Pemberitaan Kisruh APBD DKI merupakan

BAB I PENDAHULUAN. diberitakan di berbagai media massa. Pemberitaan Kisruh APBD DKI merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa Kisruh APBD DKI merupakan salah satu peristiwa sedang ramai diberitakan di berbagai media massa. Pemberitaan Kisruh APBD DKI merupakan berita yang di dalamnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Televisi sebagai salah satu media massa, masih menempati posisi jawara paling diminati, dibanding media massa lainnya. Televisi memberi banyak kemungkinan ilustrasi

Lebih terperinci

09ILMU. Modul Perkuliahan IX. Metode Penelitian Kualitatif. Metode Analisis Framing. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm KOMUNIKASI.

09ILMU. Modul Perkuliahan IX. Metode Penelitian Kualitatif. Metode Analisis Framing. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm KOMUNIKASI. Modul ke: Modul Perkuliahan IX Metode Penelitian Kualitatif Metode Analisis Framing Fakultas 09ILMU KOMUNIKASI Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm Program Studi Public Relations Judul Sub Bahasan Pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian seseorang secara luas. Televisi mampu menekan pesan secara efektif

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian seseorang secara luas. Televisi mampu menekan pesan secara efektif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Televisi sebagai bagian dari kebudayaan audiovisual baru merupakan salah satu media massa yang memiliki pengaruh paling kuat dalam pembentukan sikap dan kepribadian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang menggunakan metode analisis framing dari Zhongdang Pan dan Gerald

BAB III METODE PENELITIAN. yang menggunakan metode analisis framing dari Zhongdang Pan dan Gerald 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif, yang menggunakan metode analisis framing dari Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki,

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. Komunikasi akan berjalan dengan diterapkannya sebuah bahasa yang baik

Bab 1 PENDAHULUAN. Komunikasi akan berjalan dengan diterapkannya sebuah bahasa yang baik 1 Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Komunikasi akan berjalan dengan diterapkannya sebuah bahasa yang baik dalam diri seseorang, terutama wartawan. Seorang wartawan sebagai penulis yang selalu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dimana penelitian ini berusaha melihat konsrtuksi dari iklan. Menurut Bogdan dan Taylor bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis kelamin, pendidikan, maupun status sosial seseorang. Untuk mendukung

BAB I PENDAHULUAN. jenis kelamin, pendidikan, maupun status sosial seseorang. Untuk mendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, siaran televisi dipandang sebagai salah satu media informasi dan hiburan yang memiliki banyak sekali penonton, tanpa mengenal batas usia, jenis kelamin,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian pendekatan kualitatif adalah suatu penelitian yang bermaksud untuk

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian pendekatan kualitatif adalah suatu penelitian yang bermaksud untuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Tipe penelitian pendekatan kualitatif adalah suatu penelitian yang bermaksud untuk memahami

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. deskriptif kualitatif, dimana penelitian ini berusaha melihat makna teks yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. deskriptif kualitatif, dimana penelitian ini berusaha melihat makna teks yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analisis framing dengan pendekatan deskriptif kualitatif, dimana penelitian ini berusaha melihat makna teks yang terdapat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme seperti yang diungkapkan oleh Suparno : pertama, konstruktivisme radikal; kedua, realisme hipotesis; ketiga, konstruktivisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebebasan pers merupakan salah satu indikator penting dalam membangun suatu negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia. Pasca reformasi 1998 media massa

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. kondisi empirik objek penelitian berdasarkan karakteristik yang dimiliki. 25

BAB III METODELOGI PENELITIAN. kondisi empirik objek penelitian berdasarkan karakteristik yang dimiliki. 25 BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini tipe yang digunakan adalah bersifat deskriptif kualitatif dimana, penelitian memberikan gambaran atau penjabaran tentang kondisi empirik

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB II KERANGKA TEORITIS BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. Media Massa Media adalah pengantara atau saluran dalam menyebarkan suatu informasi atau pesan dari komunikator kepada komunikan. Menurut McLuhan (Nova. 2009: 204) media massa

Lebih terperinci

13 ZHONGDANG PAN DAN GERALD M. KOSICKI

13 ZHONGDANG PAN DAN GERALD M. KOSICKI 13 ZHONGDANG PAN DAN GERALD M. KOSICKI KELOMPOK 12 : DEWI KUSUMA ( 056182 ) DEWI PUSPITA ( 056058 ) MOCH. AKBAR ( 056179 ) NURMAWATI D. LIANA ( 056080 ) SUCHI MAHADEWI ( 056067 ) Zhongdang Pan dan Gerald

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode penelitian 1. Pendekatan dan jenis penelitian Dalam melakukan penelitian untuk memperoleh fakta yang dipercaya kebenarannya, maka metode penelitian itu penting artinya,

Lebih terperinci

Bab III. Metodologi Penelitian. diciptakan melalui tayangan program Minta Tolong di RCTI.

Bab III. Metodologi Penelitian. diciptakan melalui tayangan program Minta Tolong di RCTI. Bab III Metodologi Penelitian 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, dimana penelitian ini berusaha melihat konstruksi realitas sosial yang diciptakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Penelitian ini menggunakan paradigma konstruksionis. Menurut Bogdan dan Bikien, paradigma adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah stasiun DAAI TV merupakan sebuah stasiun televisi milik Yayasan Buddha

BAB I PENDAHULUAN. adalah stasiun DAAI TV merupakan sebuah stasiun televisi milik Yayasan Buddha BAB I PENDAHULUAN Salah satu TV Lokal yang konsisten dalam mengangkat isu/konten daerah adalah stasiun DAAI TV merupakan sebuah stasiun televisi milik Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Yayasan Buddha Tzu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan kemajuan zaman. Masyrakat modern kini menjadikan informasi sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan kemajuan zaman. Masyrakat modern kini menjadikan informasi sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi terus berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Masyrakat modern kini menjadikan informasi sebagai kebutuhan pokok,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sesuai dengan jenis penelitiannya yakni Penelitian Analisis Teks

BAB III METODE PENELITIAN. Sesuai dengan jenis penelitiannya yakni Penelitian Analisis Teks BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Sesuai dengan jenis penelitiannya yakni Penelitian Analisis Teks Media (ATM) yang bersifat non kancah, maka pendekatan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Teori konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Deli dan rekan-rekan sejawatnya. Teori konstruktivisme

Lebih terperinci

EPILOG (ditujukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Analisis Framing)

EPILOG (ditujukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Analisis Framing) EPILOG (ditujukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Analisis Framing) oleh : Erma Restiani (056056) Galih Pratiwi (056471) Irma Yulita Silviani (057160) Rini Septiani (056411) FAKULTAS PENDIDIKAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Dalam bab sebelumnya penulis menguraikan bangunan konsep dan teori-teori yang relevan sebagai bahan rujukan berkaitan dengan topik penelitian. Selanjutnya dalam bab tiga ini, penulis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks yang berada dalam kategori penelitian konstruksionis. Paradigma ini memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media massa adalah sarana penunjang bagi manusia untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Media massa adalah sarana penunjang bagi manusia untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Media massa adalah sarana penunjang bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan akan informasi maupun hiburan. Saat ini begitu banyak media massa yang kita kenal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, sebagai prosedur penelitian data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Wardi Bahtiar dalam bukunya Metodologi Penelitian Dakwah. kesimpulan dan selanjutnya dicarikan cara pemecahannya 26.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Wardi Bahtiar dalam bukunya Metodologi Penelitian Dakwah. kesimpulan dan selanjutnya dicarikan cara pemecahannya 26. 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pada dasarnya penelitian itu merupakan usaha menemukan, mengembangkan dan melakukan verifikasi terhadap kebenaran suatu peristiwa atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia informasi di era globalisasi seperti sekarang ini sangat berkembang pesat khususnya media elektronik seperti televisi. Di Indonesia siaran televisi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif-kualitatif dengan menggunakan studi dokumentasi yang diperoleh berupa

Lebih terperinci

PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KASUS KORUPSI SPORT CENTER DI HAMBALANG PADA SURAT KABAR JAWA POS DAN KOMPAS. Skripsi

PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KASUS KORUPSI SPORT CENTER DI HAMBALANG PADA SURAT KABAR JAWA POS DAN KOMPAS. Skripsi 41 PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KASUS KORUPSI SPORT CENTER DI HAMBALANG PADA SURAT KABAR JAWA POS DAN KOMPAS (Studi Analisis Framing head line Pemberitaan Kasus Korupsi Sport Center di Hambalang Pada Surat

Lebih terperinci

Idham Samawi dan Persatuan Sepakbola Indonesia Bantul (Persiba) di. Rubrik Sportmania Harian Kedaulatan Rakyat

Idham Samawi dan Persatuan Sepakbola Indonesia Bantul (Persiba) di. Rubrik Sportmania Harian Kedaulatan Rakyat Idham Samawi dan Persatuan Sepakbola Indonesia Bantul (Persiba) di Rubrik Sportmania Harian Kedaulatan Rakyat (Studi Analisis Framing Pemberitaan Rubrik Sportmania Harian Kedaulatan Rakyat periode 27 Juli

Lebih terperinci

Analisis Framing Pesan Mario Teguh di Acara Golden Ways Metro TV dengan Judul (Pacaran Yes or No) dalam Perspektif Dakwah

Analisis Framing Pesan Mario Teguh di Acara Golden Ways Metro TV dengan Judul (Pacaran Yes or No) dalam Perspektif Dakwah Prosiding Komunikasi Penyiaran Islam ISSN: 2460-6405 Analisis Framing Pesan Mario Teguh di Acara Golden Ways Metro TV dengan Judul (Pacaran Yes or No) dalam Perspektif Dakwah 1 Eneng Imas Masitoh, 2 M.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. jenis penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalamdalamnya.

BAB III METODE PENELITIAN. jenis penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalamdalamnya. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif, yaitu jenis penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalamdalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Film merupakan salah satu media yang berfungsi menghibur penonton

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Film merupakan salah satu media yang berfungsi menghibur penonton BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Film merupakan salah satu media yang berfungsi menghibur penonton atau pemirsanya. Namun fungsi film tidak hanya itu. Film juga merupakan salah satu media untuk berkomunikasi.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tentang langkah langkah yang sistematis dan logis tentang pencarian data yang

BAB III METODE PENELITIAN. tentang langkah langkah yang sistematis dan logis tentang pencarian data yang 32 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian atau metodologi riset adalah seperangkat pengetahuan tentang langkah langkah yang sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Komunikasi merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan umat manusia. Oleh karena itulah, ilmu komunikasi saat ini telah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Temuan

BAB V PENUTUP A. Temuan BAB V PENUTUP A. Temuan Harian Jogja merupakan media lokal yang cukup aktif dalam memantau berbagai perkembangan mengenai pembangunan bandara di Kulon Progo. Arah pemberitaan (September 2014 - Oktober

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena industri media semakin mengutamakan keuntungan. Bahkan, bisnis

BAB I PENDAHULUAN. karena industri media semakin mengutamakan keuntungan. Bahkan, bisnis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri media di Indonesia yang kini berorientasi pada kepentingan modal telah menghasilkan suatu konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan, yaitu berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan selalu ingin berkomunikasi dengan manusia lain untuk mencapai tujuannya. Sebagai makhluk sosial, manusia harus taat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dianalisis, diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan pemecahannya. 1

BAB III METODE PENELITIAN. dianalisis, diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan pemecahannya. 1 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian atau metodologi riset adalah seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah yang sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini terjadi di Jalan Thamrin Jakarta. Peristiwa Bom Thamrin ini mengejutkan

BAB I PENDAHULUAN. ini terjadi di Jalan Thamrin Jakarta. Peristiwa Bom Thamrin ini mengejutkan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Peristiwa Bom Thamrin yang terjadi pada tanggal 14 Januari 2016 ini terjadi di Jalan Thamrin Jakarta. Peristiwa Bom Thamrin ini mengejutkan banyak pihak karena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sendiri berasal dari kata method, yang berarti ilmu yang menerangkan cara-cara

BAB III METODE PENELITIAN. sendiri berasal dari kata method, yang berarti ilmu yang menerangkan cara-cara 46 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian memiliki makna asal dari bahasa inggris. Metode sendiri berasal dari kata method, yang berarti ilmu yang menerangkan cara-cara yang di tempuh untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan minat terhadap efek pesan yang disampaikan melalui media massa telah berkembang sejak sebelum abad ke 20. Hal ini disebabkan perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendapatkan informasi dari luar dirinya. Berbagai upaya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendapatkan informasi dari luar dirinya. Berbagai upaya dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang memerlukan pemenuhan kebutuhan dalam mendapatkan informasi dari luar dirinya. Berbagai upaya dilakukan oleh manusia dalam mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain

BAB I PENDAHULUAN. pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar belakang masalah Proses komunikasi pada hakekatnya adalah suatu proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Secara umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya.sebagai mahluk sosial manusia tidak bisa hidup sendiri dan selalu. Seiring dengan perkembangnya jaman dan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya.sebagai mahluk sosial manusia tidak bisa hidup sendiri dan selalu. Seiring dengan perkembangnya jaman dan kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah hal yang mendasar yang diperlukan manusia dalam hidupnya.sebagai mahluk sosial manusia tidak bisa hidup sendiri dan selalu membutuhkan komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Televisi dibandingkan dengan media massa lainnya seperti radio, surat kabar, majalah, buku dan sebagainya, tampaknya memiliki sifat istimewa. Televisi merupakan gabungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri dan selalu

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri dan selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi adalah hal yang mendasar yang diperlukan manusia dalam hidupnya. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia Broadcasting (penyiaran) adalah dunia yang selalu menarik

BAB I PENDAHULUAN. Dunia Broadcasting (penyiaran) adalah dunia yang selalu menarik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia Broadcasting (penyiaran) adalah dunia yang selalu menarik perhatian bagi masyarakat khususnya di Indonesia. Televisi memiliki keunggulan yang menyebabkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peranan penting dalam berkomunikasi yaitu untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peranan penting dalam berkomunikasi yaitu untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki peranan penting dalam berkomunikasi yaitu untuk memudahkan makhluk hidup berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Berdasarkan penyampaiannya, komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses kehidupannya, manusia akan selalu terlihat dalam tindakan tindakan

BAB I PENDAHULUAN. proses kehidupannya, manusia akan selalu terlihat dalam tindakan tindakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan kebutuhan dasar manusia. Sejak lahir dan selama proses kehidupannya, manusia akan selalu terlihat dalam tindakan tindakan komunikasi. Tindakan

Lebih terperinci

1.1 Gambaran Umum Talkshow Kick Andy

1.1 Gambaran Umum Talkshow Kick Andy BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Talkshow Kick Andy Talkshow Kick Andy tayang di stasiun televisi Metro TV tanggal 1 Maret 2006. Program ini berawal dari ide dari pemilik stasiun televisi Metro TV sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harinya, masyarakat mengkonsumsi media demi memenuhi kebutuhan informasi

BAB I PENDAHULUAN. harinya, masyarakat mengkonsumsi media demi memenuhi kebutuhan informasi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan informasi saat ini berkembang sangat pesat. Setiap harinya, masyarakat mengkonsumsi media demi memenuhi kebutuhan informasi mereka. Media menjadi pilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat akan informasi yang terjadi setiap harinya, sudah menjadi kebutuhan penting di setiap harinya. Media massa merupakan wadah bagi semua informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berita sudah menjadi hal yang dapat dinikmati oleh masyarakat dengan berbagai macam bentuk media seperti media cetak dalam wujud koran dan berita gerak (media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media massa pada dasarnya selalu melakukan pembingkaian (framing)

BAB I PENDAHULUAN. Media massa pada dasarnya selalu melakukan pembingkaian (framing) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa pada dasarnya selalu melakukan pembingkaian (framing) terhadap sebuah isu atau peristiwa melalui berita atau opini yang diterbitkannya. Praktik pembingkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan media massa dalam menyuguhkan informasi yang akurat dan faktual semakin dibutuhkan di tengah-tengah masyarakat. Kebutuhan tersebut diiringi dengan semakin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat atau berinteraksi dengan orang lain, bahasa menjadi hal yang sangat penting. Melalui bahasa, seseorang dapat menyampaikan gagasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa saat ini berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan media massa sangat erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa saat ini berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan media massa sangat erat kaitannya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa saat ini berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan media massa sangat erat kaitannya dengan komunikasi, lisan maupun tulisan. Seiring perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses kerja unit dalam pengiriman pesan-pesannya dari suatu tempat ke tempat

BAB I PENDAHULUAN. proses kerja unit dalam pengiriman pesan-pesannya dari suatu tempat ke tempat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media televisi sebagai media komunikasi massa adalah mengutamakan suatu proses kerja unit dalam pengiriman pesan-pesannya dari suatu tempat ke tempat lainnya saat yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Teori yang digunakan

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Teori yang digunakan BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Teori yang digunakan 2.1.1 Televisi Sebagai Media Massa Televisi sebagai suatu bentuk media massa memiliki karateristik tersendiri yang berbeda dengan media massa lainnya. Bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, segala sesuatu yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, segala sesuatu yang ada di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, segala sesuatu yang ada di dunia ini mengalami perkembangan, mulai dari informasi, teknologi, gaya hidup, dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian terdahulu sebagai bahan rujukan berjudul:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian terdahulu sebagai bahan rujukan berjudul: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu sebagai bahan rujukan berjudul: Analisa Framing Pemberitaan Pemilukada Kabupaten Mesuji Tahun 2011 pada skh Lampung Post,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sifat Penelitian Secara harafiah, metodologi dibentuk dari kata metodos, yang berarti cara, teknik, atau prosedur, dan logos yang berarti ilmu. Jadi metodologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan salah satu unsur utama dalam segala kegiatan kehidupan manusia, baik secara pribadi maupun kelompok. Komunikasi sangat erat kaitannya dengan segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjumlah 101 daerah, yang terdiri dari 7 provinsi, 18 kota, dan 76 kabupaten. Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat.

BAB I PENDAHULUAN. berjumlah 101 daerah, yang terdiri dari 7 provinsi, 18 kota, dan 76 kabupaten. Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian Tanggal 15 Februari 2017 merupakan pesta demokrasi bagi sebagian masyarakat di Indonesia yang melaksanakan pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah

Lebih terperinci

PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KASUS KORUPSI SIMULATOR SIM SKRIPSI

PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KASUS KORUPSI SIMULATOR SIM SKRIPSI PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KASUS KORUPSI SIMULATOR SIM (Analisis Framing Berita Tentang Kasus Korupsi Simulator SIM Yang Melibatkan Djoko Susilo Pada Surat Kabar Jawa Pos dan Kompas Edisi Desember 2012

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sekaligus menyatakan tanggung jawab media kepada masyarakat. Beberapa ahli

BAB 1 PENDAHULUAN. sekaligus menyatakan tanggung jawab media kepada masyarakat. Beberapa ahli BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Televisi sebagai media komunikasi massa memiliki beberapa fungsi, yang sekaligus menyatakan tanggung jawab media kepada masyarakat. Beberapa ahli mengungkapkan banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. terhadap teks yang terdapat pada website Komisi Penyiaran Indonesia dan. Masyarakat Ikut Awasi TV edisi 25 Maret 2014.

BAB V PENUTUP. terhadap teks yang terdapat pada website Komisi Penyiaran Indonesia dan. Masyarakat Ikut Awasi TV edisi 25 Maret 2014. BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Bab ini menjelaskan kesimpulan dari fungsi media massa sebagai medium penyebar informasi dalam mengonstruksi literasi media. Penelitian ini dilakukan terhadap teks yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menyampaikan pesannya bersifat audio visual, yakni dapat dilihat dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menyampaikan pesannya bersifat audio visual, yakni dapat dilihat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Televisi sebagai salah satu media elektronik, merupakan sebuah media komunikasi yang dinilai paling berhasil dibandingkan dengan media massa lainnya dalam menyampaikan

Lebih terperinci