Studi Pemantauan Lingkungan Eksplorasi Geothermal di Kecamatan Sempol Kabupaten Bondowoso dengan Sistem Informasi Geografis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Studi Pemantauan Lingkungan Eksplorasi Geothermal di Kecamatan Sempol Kabupaten Bondowoso dengan Sistem Informasi Geografis"

Transkripsi

1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: ( Print) 1 Studi Pemantauan Lingkungan Eksplorasi Geothermal di Kecamatan Sempol Kabupaten Bondowoso dengan Sistem Informasi Geografis Aldila Dea Ayu Permata 1), M. Taufik 2), Widya Utama 3) Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya Indonesia taufik_srmd@yahoo.com Abstrak Meski kegiatan eksplorasi panas bumi dikenal sebagai energi ramah lingkungan, namun tetap berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Salah satu upaya yang bisa dilakukan ialah meminimalisir dampak negatif dengan melakukan prediksi pemantauan lingkungan berdasarkan kondisi eksisting wilayah tersebut. Pada penelitian ini, dilakukan studi pemantauan lingkungan kegiatan eksplorasi panas bumi Blawan-Ijen di Kecamatan Sempol, Kabupaten Bondowoso. Studi pemantauan lingkungan dilakukan dengan cara menganalisa rona lingkungan awal daerah penelitian untuk mengetahui kondisi fisik lingkungan serta memprediksi daerah potensi bencana longsor, banjir dan pencemaran udara. Setelah itu dilakukan permodelan fitur-fitur spasial seperti lokasi pengeboran, pembukaan akses jalan, pembuatan jalur pipa menggunakan software ArcGIS dengan berpedoman pada matriks pemantauan lingkungan dalam dokumen UKL-UPL proyek panas-bumi Blawan-Ijen. Output dari penelitian ini adalah prediksi secara spasial mengenai pemantauan dampak negatif yang mungkin terjadi akibat diadakannya proyek eksplorasi geothermal dalam suatu geodatabase. Melalui penelitian ini didapatkan lokasi prioritas dan bukan prioritas untuk dilakukan pemantauan. Ditentukan 15 titik yang direkomendasikan untuk dijadikan lokasi pemantauan lingkungan yang ditinjau dari dampak negatif lingkungan yang mungkin terjadi. Kata kunci---panas Bumi, Blawan-Ijen, Sempol, Pemantauan Lingkungan, UKL-UPL, Sistem Informasi Geografis, ArcGIS, Geodatabase I. PENDAHULUAN emantauan merupakan kegiatan yang berlangsung secara Pterus-menerus, sistematis dan terencana. Pemantauan dilakukan terhadap komponen lingkungan yang relevan untuk digunakan sebagai indikator untuk mengevaluasi penaatan, kecenderungan, dan tingkat kritis dari suatu pengelolaan lingkungan hidup. Pemantauan lingkungan hidup dapat digunakan untuk memahami fenomena-fenomena yang terjadi guna memahami perilaku dampak yang timbul akibat usaha dan atau kegiatan [1]. Obyek studi dalam penelitian ini ialah kegiatan eksplorasi panas bumi Blawan-Ijen di Kecamatan Sempol, Kabupaten Bondowoso. Dengan mengacu pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 24 tahun 2009 bahwa aspek lingkungan yang harus diperhatikan dalam pemantauan lingkungan terkait batas ekologis ialah persebaran/ pencemaran dan/ atau dampak melalui media air, udara, dan tanah. Dalam penelitian ini dilakukan optimasi pengolahan data DEM sehingga dapat menghasilkan data olahan yang menunjang, yakni berupa data ketinggian wilayah, kelerengan, arah lereng, basin, arah aliran, arah akumulasi aliran, dll. Data olahan tersebut kemudian dianalisa untuk mendapatkan prediksi lokasi potensi bencana erosi, dan banjir. Sedangkan untuk prediksi daerah potensi pencemaran udara diperoleh melalui integrasi Peta Arah Angin dan data sampel pengukuran udara. Beberapa data lain seperti Peta Tutupan Lahan, Data Iklim, Dokumen RTRW, Dokumen UKL-UPL, serta data penunjang lainnya digunakan untuk membuat Permodelan Pemantauan Lingkungan berdasarkan Matriks Pemantauan Lingkungan. Output dari penelitian ini sederhananya merupakan model yang lebih nyata dan aktual dari dokumen UKL-UPL, khususnya dalam pemantauan lingkungan. Dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis memungkinkan untuk dilakukan analisa melalui integrasi dari berbagai jenis data, baik itu data spasial maupun data nonspasial menjadi suatu informasi baru yang sangat dibutuhkan dalam upaya pemantauan lingkungan yang baik, sehingga dampak lingkungan dapat teridentifikasi dan memiliki solusi. Hasil dari penelitian ini nantinya dapat menjadi pertimbangan pengambilan keputusan serta sebagai bahan evaluasi mengenai pengelolaan lingkungan. II. METODOLOGI PENELITIAN Lapangan panas bumi Blawan-Ijen berlokasi di Kecamatan Sempol pada koordinat 7 8 7,69 LS ,9 BT dan ,3 LS ,29 BT. Luas area Kecamatan Sempol mencapai 217,20 km 2. Secara geografis, Kecamatan Sempol terletak pada ketinggian antara hingga meter di atas permukaan laut. Perancangan penelitian ini terbagi dalam tiga tahap. Tahaptahap tersebut terdiri dari pengumpulan data, pengolahan data serta hasil dan analisa. Berikut adalah diagram alir pengolahan data:

2 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: ( Print) 2 dibuat berdasarkan matriks pemantauan lingkungan dalam dokumen UKL-UPL kegiatan eksplorasi geothermal di Kec. Sempol, Kab. Bondowoso dengan memperhatikan Zona Prioritas Pemantauan. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Fisik Wilayah Kecamatan Sempol terletak pada ketinggian antara 365 hingga 2936 meter di atas permukaan laut sehingga termasuk dalam daerah dataran tinggi. Sebagian besar wilayah Kecamatan Sempol (51%) memiliki ketinggian di atas 1500 mdpl yakni meliputi Desa Jampit, Desa Kalianyar dan Desa Sumberrejo. Sebagian besar wilayah di Kecamatan Sempol memiliki kelerengan berkisar antara % dan lebih dari 45%. Sehingga bagian wilayah yang berpotensi untuk terjadi erosi relatif cukup besar. Jenis tanah di Kecamatan Sempol ada tiga macam, yakni Andosol, Latosol, dan Regosol. Gambar 1. Diagram Alir Pengolahan Data Tahap pertama yakni melakukan digitasi kontur peta RBI Kecamatan Sempol skala 1 : menjadi format vektor (.shp). Kemudian dilakukan konversi format vektor ke raster dengan menggunakan tools 3D Analyst >> Raster Interpolation >> Topo to Raster sehingga menghasilkan Raster DEM (Digital Elevation Model). Peta Kelerengan dan Peta Ketinggian dibuat dengan mengolah DEM menggunakan 3D Analyst tools sedangkan Peta Aliran Air dan Peta Batas Air dibuat dengan menggunakan Hydrology Tools. Kemudian dilakukan Prediksi Daerah Rawan Erosi serta prediksi daerah rawan banjir. Zona Prioritas Pemantauan adalah pengklasifikasian area berdasarkan prioritas aman atau tidaknya untuk digunakan sebagai lokasi kegiatan eksplorasi geothermal tahap lanjut dengan berpedoman pada dokumen UKL-UPL serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup. Klasifikasi kriteria dilakukan dengan metode analisis boolean intersect. Pada setiap peta yang dibuat, area studi diklasifikasikan kedalam dua kelas, sesuai dan tidak sesuai. Overlay yang dilakukan meliputi Peta Tutupan Lahan Daerah Eksplorasi Geothermal, Peta Kelerengan, Peta Ketinggian, Peta Jenis Tanah, dan Data Curah Hujan dapat diketahui Peta Daerah Rawan Erosi, kemudian dengan melakukan overlay Peta Aliran Air, Peta Batas Air dan dengan bantuan data-data sekunder seperti data kejadian bencana data pengelolaan lingkungan. Permodelan pemantauan lingkungan Secara hidrologis, Kecamatan Sempol termasuk dalam Wilayah Aliran Sungai Pekalen dan merupakan Sub DAS Banyuputih yang memiliki luas sekitar 217,2 hektar. DAS Banyuputih bersumber dari arah utara Kecamatan Sempol lalu bercabang menjadi 3 aliran sungai. Tiga aliran sungai tersebut yakni, Kali Pait, Curah Sibujuk, dan Kali Guci. Bersumber dari data iklim dari stasiun BMKG Banyuwangi (stasiun terdekat) dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, curah hujan maksimum di Kecamatan Sempol terjadi pada bulan Januari 2013 yaitu 340,1 mm. Sementara itu curah hujan minimum terjadi pada bulan September 2011, yaitu hanya 4,0 mm. B. Estimasi Daerah Potensi Bencana Kondisi fisik wilayah sebagaimana yang telah diurakan di bab sebelumnya menjadikan Kecamatan Sempol memiliki tingkat kerawanan yang cukup tinggi terhadap terjadinya bencana alam. Daerah rawan bencana alam meliputi daerah rawan erosi dan daerah rawan banjir. Estimasi daerah rawan bencana erosi dilakukan secara sederhana berdasarkan sistem klasifikasi kemampuan lahan menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 837/KPTS/1980. Melalui hasil overlay peta aspek kelerengan, jenis tanah, dan curah hujan maka dihasilkan peta daerah potensi erosi Kecamatan Sempol dengan empat klasifikasi kelas erosi yakni rendah 6,93%, sedang 23,39%, tinggi 49,80%, dan sangat tinggi 19,86%. Kelas potensi erosi tinggi terdapat di sebagian besar desa Jampit, sebagian desa Sumberrejo, sebagian besar desa Kalianyar dan sebagian kecil desa Kalisat. Tabel 1. Hasil Klasifikasi Potensi Erosi No Kelas Erosi Luas (km 2 ) Prosentase 1 Rendah 14,451 6,93% 2 Sedang 48,790 23,39% 3 Tinggi 103,853 49,80% 4 Sangat Tinggi 41,412 19,86% Jumlah 208, % Sumber : Hasil Analisa, 2013

3 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: ( Print) 3 Prediksi daerah rawan banjir didapat dengan mengoverlaykan layer Basin, Arah Aliran, Arah Akumulasi Aliran. Melalui flow direction bisa didapatkan basin, flow accumulation, dan stream order. Layer-layer tersebut dioverlaykan dan dianalisa menurut literatur yang ada bahwa luasan basin yang terbesar serta stream order dengan orde terbesar merupakan daerah prioritas untuk penanganan banjir. Hasil dari proses ini divalidasi dengan data potensi banjir pada RTRW Bondowoso tahun sehingga dapat disimpulkan bahwa sub-das Banyuputih di utara Kec. Sempol berbatasan dengan hilir DAS Sampean yang memiliki karakteristik menyempit, sementara arah akumulasi aliran bermuara ke tempat tersebut. Selain itu topografi di bagian utara Kec. Sempol datar, sehingga memungkinkan terjadi potensi banjir. zona prioritas pemantauan yang pada bagian sebelumnya telah dijelaskan. Dalam tahap ini dilakukan plotting wilayah sebesar 100 m 2 dengan melakukan buffering 5,7 meter dari titik pengeboran. Pembuatan Akses Jalan Pembuatan akses jalan meliputi pemilihan daerah berdasarkan kelerengan lahan yang paling sesuai serta pemilihan jalur akses yang tepat supaya tidak merusak banyak tumbuhan dan pepohonan. Dari hasil klasifikasi kelerengan dipilih kesesuaian lahan 0-8% dan 8-15%. Untuk tutupan lahan dipilih jenis rumput/ tanah kosong. Kemudian dilakukan plotting beberapa alternatif jalan yang memungkinkan. Selain itu, akses jalan yang dibuat harus berada jarak aman dari pemukiman. Pemilihan akses jalan yang tepat menggunakan tools Network Analyst dengan terlebih dahulu membuat Network Dataset pada Feature Datasets akses_jalan yang telah dibuat. Dari tools tersebut akan didapatkan rute terbaik dari beberapa akses jalan. Gambar 2. Basin terluas dengan akumulasi aliran orde 9 C. Klasifikasi Zona Prioritas Pemantauan Dalam upaya untuk meminimalisir dampak negatif dari kegiatan eksplorasi geothermal maka dilakukan zonasi wilayah menjadi kategori aman dan tidak aman untuk kegiatan eksplorasi tersebut. Kesesuaian area secara fisik didapatkan dengan mengintegrasikan hasil dari proses buffering fitur-fitur yang berpengaruh secara fisik seperti jenis tutupan lahan hutan lindung, cagar alam, kelerengan dan sungai. Kesesuaian area secara sosio-ekonomi didapatkan dengan mengintegrasikan hasil dari proses buffering area pemukiman dan akses jalan. Sedangkan kesesuaian area secara teknis didapatkan dengan mengoverlapkan layer geologisnya. Setelah itu dioverlay-kan lagi dengan peta potensi bencana erosi dan banjir untuk mendapatkan klasifikasi zona prioritas pemantauan. D. Permodelan Pemantauan Lingkungan Permodelan pemantauan dilakukan dengan membuat prediksi model fitur-fitur sumber dampak sesuai dengan matriks pemantauan lingkungan. Fitur sumber dampak yang dibuat adalah meliputi Pembuatan Area Pengeboran dan Cellar dan Kolam Pembuangan, Pembuatan Akses Jalan, dan Pembuatan Jalur Pipa. Pengeboran, Pembuatan Cellar dan Kolam Pembuangan Pembuatan cellar dan kolam pembuangan dilakukan di lokasi pengeboran sehingga harus berada pada zona aman karena semua alat berat yang digunakan akan beroperasi di lokasi titik tersebut. Selain itu, penempatan cellar dan kolam pembuangan diletakkan pada lokasi yang permeabilitas tanahnya rendah. Penentuan titik pengeboran didasarkan pada Gambar 3. Menentukan Akses Jalan dengan Network Analyst Tools Point hitam menunjukkan lokasi site dan titik awal jalan masuk menuju Kecamatan Sempol. Logika dari analisis ini adalah untuk mendapatkan jarak terdekat dari pintu masuk Kecamatan Sempol menuju site dengan melewati zona aman berdasarkan parameter kondisi fisik wilayah dan parameter lingkungan hidup yang dipantau. Melalui proses analisis jarak dari akses jalan tersebut didapatkan rute yang sesuai yakni rute dengan akses jarak paling dekat, seperti yang dijelaskan dalam Tabel 4. dan Gambar 4. berikut. Tabel 2. Memilih Rute Terbaik Point 4-6 Point 5-6 Point 3-6 Point 2-6 Rute m m m m Rute m m m 9866 m Rute m Terpilih (Rute 2) Sumber : Hasil Analisa, m (Rute 1) m (Rute 1) 9866 m (Rute 2) Selanjutnya adalah melakukan proses buffering terhadap fitur akses jalan baru tersebut selebar +8 meter kemudian meng-intersect hasil buffer tersebut dengan layer tutupan lahan. Hingga didapatkan luasan area yang harus dibebaskan berkenaan dengan pembukaan akses jalan.

4 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: ( Print) 4 Pembuatan Jalur Pipa untuk Penyediaan Air Tujuan dari penentuan jalur pipa adalah untuk memastikan jalur tersebut tidak mengganggu tanaman dan kebun dan untuk meminimalisir dampak negatif lainnya. Dalam proses pengeboran dan kegiatan pendukung akan membutuhkan air dalam jumlah yang cukup besar (400 m 3 setiap sumur). Lokasi sumber air yang dipilih pada dokumen UKL-UPL terletak di sekitar Gunung Geleman dan aliran mata air sumber Tancak. Untuk melakukan analisa berdasarkan poin-poin di atas, tahap pertama ialah dengan membubuhkan layer kelerengan yang relatif datar dengan kelerengan 0-8% dan kurva yang rendah (ditunjukkan dengan peta curvature). Kemudian dengan layer stream order ditentukan aliran air dengan akumulasi tinggi yakni yang memiliki orde 7-9. Karakteristik batuan bersifat permeabilitas sedang hingga rendah. Gambar 5. Menentukan Jalur Pipa dengan Network Analyst Tools Ditinjau dari segi ekonomis, bahwa biaya tinggi berada pada daerah perkotaan, perairan dan jalan, biaya sedang pada area hutan dan tanah basah dengan kelerengan tinggi, biaya terendah didapatkan pada area dengan lahan kosong rumput kering, vegetasi jarang, dan lahan pertanian [3]. Sehingga layer yang ditambahkan ialah layer rumput kering, vegetasi jarang, dan lahan pertanian. E. Pemantauan Dampak Lingkungan Pada bagian ini akan dijelaskan analisis dari permodelan pemantauan lingkungan berkenaan dengan dampak negatif lingkungan yang mungkin terjadi berdasarkan sumber dampaknya. 1. Pembebasan Lahan Sebagian besar wilayah Kecamatan Sempol merupakan perkebunan dan hutan produksi. Pembukaan area, pembangunan akses jalan, dan kegiatan operasional lainnya dari proyek eksplorasi panas-bumi akan dapat merubah kondisi fisik wilayah secara drastis. Persepsi negatif dan gangguan kamtibmas akan timbul dari penduduk Kecamatan Sempol yang mayoritas pekerjaannya di bidang perkebunan karena adanya perubahan fungsi perkebunan menjadi jalan dan lokasi pengeboran. Parameter lingkungan hidup yang dipantau adalah pemilihan jalur jalan akses yang tidak merusak banyak pepohonan/ tumbuhan. Pemantauan lingkungan yang perlu dilakukan adalah memantau sikap dan persepsi masyarakat terkait pemilihan jalur jalan akses. Berikut adalah luasan area pembukaan lahan yang merupakan penjumlahan dari prediksi pembukaan lahan untuk akses jalan, pembuatan jalur pipa, dan pembuatan cellar dan kolam pembuangan. Tutupan Lahan Tabel 3. Prediksi Luasan Pembebasan Lahan Luas Semula (ha) Luas Pembebasan Lahan (ha) Pengeb Pembuata oran n Jalan Pembuatan Jalur Pipa Total Luas (ha) Hutan 8012,97 0,007 5,65 0,95 6,60 Perkebunan 2189,16-7,54 0,01 7,55 Tegalan 1386,63-0,12 0,17 0,29 Rerumputan 3384,72 0,026 11,88 1,15 13,06 Pemukiman 269,01-0,65 0,01 0,66 Semak Belukar 6059,88 0,018 4,74 1,37 6,13 Sumber : Hasil Analisa, Pembuatan Akses Jalan, Cellar dan Kolam Pembuangan Pembuatan akses jalan akan menyebabkan penurunan kualitas udara, peningkatan kebisingan, timbulnya getaran, peningkatan volume lalulintas, kecelakaan lalulintas dan gangguan pada flora dan fauna. Pembuatan cellar dan kolam pembuangan berpotensi menimbulkan gangguan pada flora dan fauna. Namun luas lahan pengeboran cukup kecil hanya 100 m 2 sehingga gangguan yang besar hanya akan terjadi pada area pengeboran. Untuk kolam pembuangan dipilih tempat yang karakteristik tanah permeabilitas rendah. Penurunan Kualitas Udara Angin merupakan penentu arah dan jauhnya polutan akan tersebar. Tiupan angin barat akan mengakibatkan polutan bergerak ke arah timur. Tiupan angin kencang akan membuat polutan mampu menjangkau objek penerima dampak yang lebih jauh. Semakin kencang angin bertiup maka semakin rendah konsentrasi sebaran polutan polutan di suatu titik[6]. Berdasarkan Windrose/ Peta Arah Angin pada gambar 6, bahwa arah angin dominan pada daerah penelitian menuju ke arah selatan dengan kecepatan 4-7 knot, 1 knot setara dengan 1,852 km/jam. Maka, angin dapat berhembus ke selatan hingga radius 12,9 km tiap jamnya. Gambar 6. Windrose di stasiun meteorologi terdekat tahun Melalui interpretasi bentang alam Kecamatan Sempol dalam tampilan DEM pada gambar 7, dapat diketahui bahwa letak site yang merupakan sumber dampak pencemaran udara berada di lereng gunung Ijen dan Raung yang menghadap ke arah barat daya sementara kawasan pemukiman terdekat berada di arah barat laut dari lokasi eksplorasi. Tanah dengan kontur tinggi, seperti bukit, gunung, dan sejenisnya, akan menyebabkan perubahan arah angin di dalam wilayah studi. Di siang hari, pemanasan lembah akan menyebabkan angin bertiup ke puncak gunung, sehingga akan terjadi hembusan angin kuat ke arah utara hingga timur laut. Pada malam hari

5 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: ( Print) 5 angin bertiup ke dasar gunung sehingga hembusan angin berbalik arah menuju arah barat daya hingga barat. Gambar 7. DEM Daerah Eksplorasi Panas Bumi Di Kecamata n Sempol Kriteria dampak pencemar an udara, mengacu pada peraturan pemerintah no, 27 Tahun 1999 dan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-056/Tahun Berdasarkan hasil pengukuran kualitas udara pada dokumen UKL-UPL, hasil yang diperoleh menunjukkan kualitas udara jauh di bawah baku mutu sehingga masih dapat dikatakan aman. Yang perlu dilakukan adalah memantau dampak debu dan penurunan kualitas udara dengan pengukuran secara berkala agar tidak melebihi baku mutu lingkungan. Titik pemantauan kualitas udara diletakkan di arah yang dekat dengan pemukiman untuk mengukur kandungan udara secara rutin. Peletakan cerobong asap yang sebisa mungkin tidak berada di sebelah selatan pemukiman karena hembusan angin dominan berasal dari arah selatan. Pengerjaan kegiatan eksplorasi yang menghasilkan polutan sebaiknya dilakukan di siang hari karena pada siang hari hembusan angin kuat ke arah utara hingga timur laut. Timbulnya Getaran dan Kebisingan Berdasarkan KEP-49/MENLH/11/1996 dalam Silaban (2011) mengenai baku mutu tingkat getaran bahwa kendaraan dengan muatan terbesar 1672,8 kg pada jarak m menghasilkan getaran tanah sebesar 3,9 mm/s masuk dalam kategori A, tidak menimbulkan kerusakan). Sedangkan jarak m memiliki getaran tanah sebesar 5 mm/s masuk dalam kategori B (kemungkinan timbulnya keretakan plesteran). Dengan menggunakan tools Euclidean Distance dapat diketahui bahwa sebagian besar area pemukiman terletak pada radius kurang dari 1100 m dari akses jalan bahkan ada dua kompleks pemukiman yang terdapat pada radius kurang dari 350 m. Sehingga dampak lingkungan berupa getaran masuk dalam kategori B. Menurut dokumen UKL-UPL eksplorasi panas-bumi Kec. Sempol Kab. Bondowoso, bila kecepatan dump truck kurang dari 10 km/jam maka rambatan getaran yang ditimbulkan adalah kurang dari 2 m/s sehingga masuk dalam kategori A. Sedangkan bila kecepatan dump truck 40 km/jam menimbulkan rambatan getaran 5 m/s sehingga masuk dalam kategori B. Sehingga pada titik-titik tersebut perlu dilakukan pemantauan meliputi kecepatan kendaraan dump truck yang melintas. Kecepatan dump truck yang melintas pada daerah yang memiliki radius kurang dari 350 m tidak boleh lebih dari 10 km/jam, untuk menghindari kerusakan kategori B. Titik pemantauan tingkat kebisingan dipasang di kawasan pemukiman yang tidak boleh lebih dari 55 db, kawasan ruang terbuka hijau, yakni hutan lindung serta perkebunan yang tidak boleh lebih dari 50 db, fasilitas umum dan pemerintahan yang tidak boleh lebih dari 60 db. Titik pemantauan lalulintas diletakkan pada jalan utama Kecamatan Sempol dan jalan yang berpotensi terjadi erosi dan banjir. 3. Penyediaan Air Penyediaan air akan menimbulkan dampak persepsi negatif masyarakat dan gangguan kamtibnas. Sebagaimana telah diulas sebelumnya bahwa sebagiaan besar wilayah Kecamatan Sempol merupakan daerah air langka, hal ini sesuai dengan hasil wawancara pada penduduk sekitar bahwa penduduk di daerah sana mayoritas mengambil dari sumber mata air Tancak dan penampungan air di saat musim kemarau. Untuk itu pengambilan air dari sumber mata air Tancak tidak dilakukan pada musim kemarau (Agustus, September, Oktober). Kemudian melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan pemerintahan, instansi terkait dan masyarakat sebelum pemasaan perpipaan. Gambar 10. Lokasi penyediaan air Gambar 8. Analisis Dampak Getaran pada Akses Jalan dengan Euclidean Distance Berdasarkan Peta hidrologi yang dibuat dari hasil overlay Peta Hidrogeologi, Stream Order, dan Basin diketahui bahwa mata air Tancak termasuk dalam aliran air yang memiliki debit kategori sedang dan berada pada luasan basin kategori agak tinggi (satu tingkat dibawah kategori basin terluas). Dari aspek geologi daerah tersebut memiliki karakteristik lapisan tanah dengan permeabilitas sedang sampai tinggi, termasuk akifer

6 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: ( Print) 6 daerah air tanah langka, dan komposisi litologi endapan vulkanik muda. Pada kasus ini terjadi sedikit perbedaan identitas lokasi bahwa mata air Tancak menurut dokumen UKL-UPL berada di Desa Jampit, sedangkan menurut peta RBI sungai Tancak berada di Desa Sumberrejo. Jika ditinjau dari segi geologisnya akan lebih baik jika penyediaan air diambil dari selatan Kecamatan Sempol tepatnya di Desa Jampit dengan karakteristik batuan akifer produktif setempat. IV. KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Kondisi fisik wilayah Kecamatan Sempol memiliki topografi yang dominan curam sehingga berpotensi terjadi bencana Longsor. Pada daerah Sub-DAS Banyuputih di utara Kec. Sempol berbatasan dengan hilir DAS Sampean yang memiliki karakteristik menyempit, sementara arah akumulasi aliran bermuara ke tempat tersebut sehingga memungkinkan terjadi banjir. 2. Peletakan cerobong asap sebisa mungkin tidak berada di sebelah selatan pemukiman karena hembusan angin dominan berasal dari arah selatan. Pengerjaan kegiatan eksplorasi yang menghasilkan polutan sebaiknya dilakukan di siang hari karena pada siang hari hembusan angin kuat ke arah utara hingga timur laut. 3. Kecepatan dump truck yang melintas pada daerah yang memiliki radius kurang dari 350 m tidak boleh berkecepatan lebih dari 10 km/jam, untuk menghindari kerusakan kategori B. 4. Sumber penyedia air memiliki karakteristik lapisan tanah yang kurang sesuai dalam segi jenis batuan (akifer daerah air tanah langka). Selain itu terjadi perbedaan identitas lokasi bahwa mata air Tancak menurut dokumen UKL- UPL berada di Desa Jampit, sedangkan menurut peta RBI sungai Tancak berada di Desa Sumberrejo. Sehingga perlu dilakukan evaluasi mengenai identitas lokasi penyediaan air. 5. Titik pemantauan getaran dipasang di sepanjang jalur akses jalan yang memiliki radius kurang dari 350 m dari pemukiman. Titik pemantauan kualitas udara diletakkan di arah yang dekat dengan pemukiman untuk mengukur kandungan udara secara rutin. Titik pemantauan tingkat kebisingan dipasang di kawasan pemukiman, hutan lindung serta perkebunan, fasilitas umum dan pemerintahan. Titik pemantauan lalu lintas diletakkan pada jalan utama Kecamatan Sempol dan jalan yang berpotensi terjadi longsor dan banjir. Titik pemantauan penyediaan air adalah di sepanjang jalur pipa yang memiliki tingkat kelerengan agak tinggi. Titik pemantauan pelaksanaan pengeboran sumur eksplorasi adalah radius 300 meter dari lokasi pengeboran. [3] Delavar and Naghibi Pipeline Routing Using Geospatial Information System Analysis. Teheran : Dept. of Surveying and Geomatic Eng.University of Tehran, Tehran, IRAN [4] Manuhua, Devi Estimasi Penyebaran Potensi Erosi Melalui Pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG) Pada Kawasan Hutan Wisata Gunung Meja Manokwari. Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua Manokwari [5] Pramojanee. An Application of GIS for Mapping of Flood Hazard and Risk Area in Nakorn Sri Thammarat Province, South of Thailand. South of Thailand : Prince of Songkla University. [6] R. Jones and M. Barron Site selection of Petroleum Pipelines: A GIS Approach to Minimize Environmental Impacts and liabilities. 0.htm, ESRI Library, 2005.php [7] Yousefi, H Application Of GIS In The Environtmental Impact Assessment Of Sabalan Geothermal Field, NW-Iran. Iran, Teheran: Ministry of Energy. Iran Energy Efficiency Organization [8] Yousefi, H GIS Integration Method For Geothermal Power Plant Siteing In Sabalan Area, NW Iran. Fukuoka, Jepang: Department of Earth Resources Engineering, Kyushu University. [9] Yuwono, Rudi. dkk Memprakirakan Dampak Lingkungan Kualitas Udara. Jakarta : Deputi Bidang Tata Lingkungan - Kementrian Negara Lingkungan Hidup [10] Flash Flood Early Warning System Reference Guide. Boulder : The University Corporation for Atmospheric Research. od LAMPIRAN Gambar 11. Peta Rawan Bencana Kegiatan Eksplorasi Panas Bumi DAFTAR PUSTAKA [1] Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup. [2] Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 24 tahun 2009 Gambar 12. Peta Zona Prioritas Pemantauan Kegiatan Eksplorasi Panas Bumi

Kriteria Layak Pantau

Kriteria Layak Pantau Kriteria Layak Pantau Tabel 7. Kriteria Zona Layak Pantau Dataset Layer Area Tidak Sesuai Fisik Hutan Lindung 700 m buffer Cagar Alam 2,5 km buffer Kelerengan > 40 % Sungai 200 m buffer Sosio-Eko Jalan

Lebih terperinci

STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ALDILA DEA AYU PERMATA - 3509 100 022 JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

STUDI UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (UKL) EKSPLORASI GEOTHERMAL DI KECAMATAN SEMPOL, KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

STUDI UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (UKL) EKSPLORASI GEOTHERMAL DI KECAMATAN SEMPOL, KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (UKL) EKSPLORASI GEOTHERMAL DI KECAMATAN SEMPOL, KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Hana Sugiastu Firdaus (3509100050) Dosen Pembimbing : Dr.Ir. Muhammad

Lebih terperinci

Analisis Rona Awal Lingkungan dari Pengolahan Citra Landsat 7 ETM+ (Studi Kasus :Daerah Eksplorasi Geothermal Kecamatan Sempol, Bondowoso)

Analisis Rona Awal Lingkungan dari Pengolahan Citra Landsat 7 ETM+ (Studi Kasus :Daerah Eksplorasi Geothermal Kecamatan Sempol, Bondowoso) JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Mar, 2013) ISSN: 2301-9271 Analisis Rona Awal Lingkungan dari Pengolahan Citra Landsat 7 ETM+ (Studi Kasus :Daerah Eksplorasi Geothermal Kecamatan Sempol, Bondowoso)

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Mei, 2013) ISSN:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Mei, 2013) ISSN: Analisa Penggunaan Lahan Daerah Pengembangan Potensi Panas Bumi di Kecamatan Sempol, Bondowoso Melisa Amalia Mahardianti 1), M. Taufik 2), Widya Utama 3) Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) A714 Pembuatan Peta Daerah Rawan Bencana Tanah Longsor dengan Menggunakan Metode Fuzzy logic (Studi Kasus: Kabupaten Probolinggo) Arief Yusuf Effendi, dan Teguh Hariyanto Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Hidrologi sebagai cabang ilmu yang basisnya adalah pengukuran Fenomena Alam, dihadapkan pada tantangan bagaimana memodelkan atau memprediksi proses hidrologi pada

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78 Identifikasi Daerah Rawan Tanah Longsor Menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografis) Dr. Ir. M. Taufik, Akbar Kurniawan, Alfi Rohmah Putri Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Letak dan Batas Letak suatu wilayah adalah lokasi atau posisi suatu tempat yang terdapat di permukaan bumi. Letak suatu wilayah merupakan faktor yang sangat

Lebih terperinci

APLIKASI SIG DALAM MENENTUKAN LOKASI TPA DI KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

APLIKASI SIG DALAM MENENTUKAN LOKASI TPA DI KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG APLIKASI SIG DALAM MENENTUKAN LOKASI TPA DI KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG Latar Belakang Masalah sampah akan berdampak besar jika tidak dikelola dengan baik, oleh karena itu diperlukan adanya tempat

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014 Analisis Geospasial Persebaran TPS dan TPA di Kabupaten Batang Menggunakan Sistem Informasi Geografis Mufti Yudiya Marantika, Sawitri Subiyanto, Hani ah *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto

SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto Pengertian SIG Sistem informasi yang menggunakan komputer untuk mendapatkan, mengolah, menganalisis dan menyajikan data yang mengacu pada lokasi geografis

Lebih terperinci

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro BAB III DATA LOKASI 3.1 Data Makro 3.1.1 Data Kawasan wilayah Kabupaten Sleman yaitu : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang (Provinsi Jawa Tengah) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Intepretasi Variabel BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Langkah paling awal dalam penelitian ini adalah penentuan lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini ditentukan dengan membuat peta daerah aliran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dapat bermanfaat. Metode penelitian dilakukan guna menunjang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dapat bermanfaat. Metode penelitian dilakukan guna menunjang BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian atau riset merupakan suatu usaha untuk mencari pembenaran dari suatu permasalahan hingga hasilnya dapat ditarik kesimpulan dan dari hasil penelitian yang diperoleh

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG Oleh : Muhammad 3615100007 Friska Hadi N. 3615100010 Muhammad Luthfi H. 3615100024 Dini Rizki Rokhmawati 3615100026 Klara Hay 3615100704 Jurusan Perencanaan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Gorontalo merupakan salah satu kota di Indonesia yang rawan terjadi banjir. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi berkisar antara 106 138mm/tahun,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banjir merupakan salah satu peristiwa alam yang seringkali terjadi. Banjir dapat terjadi karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret-Agustus 2015 9 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta 4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Secara geografis DI. Yogyakarta terletak antara 7º 30' - 8º 15' lintang selatan dan

Lebih terperinci

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab. C6 Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab. Lumajang) Zahra Rahma Larasati, Teguh Hariyanto, Akbar Kurniawan Departemen

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kawasan Bandung Utara terbentuk oleh proses vulkanik Gunung Sunda dan Gunung Tangkuban Perahu pada kala Plistosen-Holosen. Hal tersebut menyebabkan kawasan ini tersusun

Lebih terperinci

ANALISA BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DARI DATA ASTER GDEM TERHADAP DATA BPDAS (STUDI KASUS : SUB DAS BUNGBUNTU DAS TAROKAM)

ANALISA BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DARI DATA ASTER GDEM TERHADAP DATA BPDAS (STUDI KASUS : SUB DAS BUNGBUNTU DAS TAROKAM) ANALISA BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DARI DATA ASTER GDEM TERHADAP DATA BPDAS (STUDI KASUS : SUB DAS BUNGBUNTU DAS TAROKAM) Yogyrema Setyanto Putra, Muhammad Taufik Program Studi Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah 1. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3241-1994, membagi kriteria pemilhan loasi TPA sampah menjadi tiga, yaitu: a. Kelayakan regional Kriteria yang digunakan

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

RINGKASAN PROGRAM PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN TAHUN 2013

RINGKASAN PROGRAM PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN TAHUN 2013 RINGKASAN PROGRAM PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN TAHUN 2013 PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI LAHAN KRITIS DAN EROSI (SILKER) MENGGUNAKAN FREE OPEN SOURCES SOFTWARE FOSS-GIS ILWIS Tahun ke 1 dari

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO Iqbal L. Sungkar 1, Rieneke L.E Sela ST.MT 2 & Dr.Ir. Linda Tondobala, DEA 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan beberapa kota dan kabupaten seperti Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting

Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting Artikel Ilmiah Diajukan kepada Program Studi Sistem Informasi guna memenuhi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran (KST); Sub DAS Kali Madiun, DAS Solo. Sebagian besar Sub-sub DAS KST secara administratif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

Analisis Kondisi Hidrologi Daerah Aliran Sungai Kedurus untuk Mengurangi Banjir Menggunakan Model Hidrologi SWAT

Analisis Kondisi Hidrologi Daerah Aliran Sungai Kedurus untuk Mengurangi Banjir Menggunakan Model Hidrologi SWAT JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN : 2337-3539 (2301-9271 Print) C-107 Analisis Kondisi Hidrologi Daerah Aliran Sungai Kedurus untuk Mengurangi Banjir Menggunakan Model Hidrologi SWAT Santika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kata kunci : Air Baku, Spillway, Embung.

I. PENDAHULUAN. Kata kunci : Air Baku, Spillway, Embung. Perencanaan Embung Tambak Pocok Kabupaten Bangkalan PERENCANAAN EMBUNG TAMBAK POCOK KABUPATEN BANGKALAN Abdus Salam, Umboro Lasminto, dan Nastasia Festy Margini Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perbandingan Data Elevasi 1. DEM dan Kontur BIG Perbandingan antara data elevasi DEM dan Kontur BIG disajikan dalam perbandingan 100 titik tinjauan elevasi yang tersebar merata

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

Tahapan Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro

Tahapan Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro I. Prinsip Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Secara teknis, Mikrohidro memiliki tiga komponen utama dalam pemuatan PLTMH yaitu air (sebagai sumber energi), turbin, dan generator. Air yang mengalir

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016 73 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta DAS penelitian

Gambar 1. Peta DAS penelitian Gambar 1. Peta DAS penelitian 1 1.1. Proses Penentuan Model Kemiringan Lereng Kemiringan lereng ditentukan berdasarkan informasi ketinggian dan jarak pada data DEM yang berbasis raster (piksel). Besarnya

Lebih terperinci

PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH KABUPATEN BANGKALAN DENGAN BANTUAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH KABUPATEN BANGKALAN DENGAN BANTUAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH KABUPATEN BANGKALAN DENGAN BANTUAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Siti Maulidah 1, Yuswanti Ariani Wirahayu 2, Bagus Setiabudi Wiwoho 2 Jl. Semarang 5

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur 11 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian DAS, Banten merupakan wilayah yang diambil sebagai daerah penelitian (Gambar 2). Analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Curah Hujan Data curah hujan sangat diperlukan dalam setiap analisis hidrologi, terutama dalam menghitung debit aliran. Hal tersebut disebabkan karena data debit aliran untuk

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi 2.1. Alur Studi Alur studi kegiatan Kajian Tingkat Kerentanan Penyediaan Air Bersih Tirta Albantani Kabupaten Serang, Provinsi Banten terlihat dalam Gambar 2.1. Gambar 2.1. Diagram Alir Studi II - 1 2.2.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013 APLIKASI DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG UNTUK ANALISIS KESESUAIAN PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KEMAMPUAN LAHAN (Studi Kasus : Daerah Aliran Sungai Karang Mumus) Dwi Agung Pramono (*), Teguh Hariyanto,

Lebih terperinci

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 14 Informasi Geologi Untuk Penentuan Lokasi TPA UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 1. Melaksanakan k pengelolaan l sampah dan memfasilitasi i penyediaan

Lebih terperinci

Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis

Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis Jurnal Rekayasa LPPM Itenas No.1 Vol. XV Institut Teknologi Nasional Januari Maret 2011 Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis M. ABDUL BASYID, DIAN SURADIANTO Jurusan Teknik Geodesi FTSP

Lebih terperinci

Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan

Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan Rossana Margaret, Edijatno, Umboro Lasminto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN 3.1. Tinjauan Umum Kota Yogyakarta Sleman Provinsi Derah Istimewa Yogyakarta berada di tengah pulau Jawa bagian selatan dengan jumlah penduduk 3.264.942 jiwa,

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perbandingan Peta Topografi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perbandingan Peta Topografi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perbandingan Peta Topografi 1. DEM dan Kontur RBI Perbandingan peta topografi antara data DEM dan Kontur RBI disajikan dalam bentuk degredasi warna yang diklasifikasikan menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ditentukan sesuai dengan SNI nomor :1994 yang dianalisis dengan

BAB III METODE PENELITIAN. ditentukan sesuai dengan SNI nomor :1994 yang dianalisis dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif, yakni penentuan lokasi untuk TPA sampah. Penentuan lokasi TPA sampah ditentukan sesuai dengan

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

Pemanfaatan Lahan pada Lokasi Bekas Tambang Tanah Urug di Kecamatan Ngoro, Mojokerto

Pemanfaatan Lahan pada Lokasi Bekas Tambang Tanah Urug di Kecamatan Ngoro, Mojokerto JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-36 Pemanfaatan Lahan pada Lokasi Bekas Tambang Tanah Urug di Kecamatan Ngoro, Mojokerto Linda Purba Ningrum, Ardy Maulidy Navastara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI III-1

BAB III METODOLOGI III-1 BAB III METODOLOGI 3.1 Tinjauan Umum Pekerjaan pembangunan embung teknis (waduk kecil), diawali dengan survei dan investigasi secara lengkap, teliti dan aktual di lapangan, sehingga diperoleh data - data

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Tinjauan Umum

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Tinjauan Umum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum Air adalah unsur yang sangat penting dalam kehidupan di dunia ini. Distribusi air secara alamiah, dipandang dari aspek ruang dan waktu adalah tidak ideal. Sebagai contoh,

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

PRA - STUDI KELAYAKAN RENCANA PEMBANGUNAN PLTMH SUBANG

PRA - STUDI KELAYAKAN RENCANA PEMBANGUNAN PLTMH SUBANG PRA - STUDI KELAYAKAN RENCANA PEMBANGUNAN PLTMH SUBANG 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Pengembangan Pembangkit Listrik Mini Hidro (PLTMH) merupakan salah satu prioritas pembangunan yang dilaksanakan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Analisa Spasial Untuk Kesesuaian Lahan Tanaman Jarak Pagar (Studi Kasus: Kabupaten Sumenep Daratan)

Pemanfaatan Analisa Spasial Untuk Kesesuaian Lahan Tanaman Jarak Pagar (Studi Kasus: Kabupaten Sumenep Daratan) Pemanfaatan Analisa Spasial Untuk Kesesuaian Lahan Tanaman Jarak Pagar (Studi Kasus: Kabupaten Sumenep Daratan) 1 Alfian Sukri Rahman, Yuwono, dan Udiana Wahyu Deviantari Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar

Lebih terperinci

UKL DAN UPL TPA SAMPAH TALANGAGUNG KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG

UKL DAN UPL TPA SAMPAH TALANGAGUNG KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan pada dasarnya adalah usaha untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dengan jalan memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam yang dimiliki, namun disisi

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Pemetaan Lahan Pertanian di Wilayah Mojokerto

Sistem Informasi Geografis (SIG) Pemetaan Lahan Pertanian di Wilayah Mojokerto Sistem Informasi Geografis (SIG) Pemetaan Lahan Pertanian di Wilayah Mojokerto Retno Mufidah 1, Arif Basofi S.Kom., M.T., OCA 2, Arna Farizza S.Kom., M.Kom 3 Mahasiswa Jurusan Teknik Informatika 1, Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa

Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa puguh.draharjo@yahoo.co.id Floods is one of the natural phenomenon which happened in jawa island. Physical characteristic

Lebih terperinci

12. DAERAH ALIRAN SUNGAI

12. DAERAH ALIRAN SUNGAI D a e r a h A l i r a n S u n g a i 69 12. DAERAH ALIRAN SUNGAI Sumber (ArcGis Desktop Help) Fungsi pada bagian ini menerangkan tentang indentifikasi areaarea yang merupakan tempat berkumpulnya air (batas

Lebih terperinci

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa.

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa. BAB III METODA ANALISIS 3.1 Lokasi Penelitian Kabupaten Bekasi dengan luas 127.388 Ha terbagi menjadi 23 kecamatan dengan 187 desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa. Sungai

Lebih terperinci