BAB I PENDAHULUAN. terkenal. Semasa hidupnya, Iḥsān Abdu al-quddūs telah menghasilkan banyak

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Iḥsān Abdu al-quddūs adalah salah satu sastrawan besar Mesir yang terkenal. Semasa hidupnya, Iḥsān Abdu al-quddūs telah menghasilkan banyak karya, yakni 49 novel yang kemudian diangkat menjadi film, lima novel yang diangkat menjadi drama, sembilan novel yang diangkat menjadi program serial radio, sepuluh novel diangkat menjadi cerita televisi, dan sepuluh buku (Fathoni, 2007:80). Novel al-khaiṭu ar-rafī u merupakan salah satu karya Iḥsān Abdu al- Quddūs. Novel ini bercerita tentang seorang profesor yang bernama Ūdu aṣ- Ṣubbār yang memiliki postur tubuhnya yang pendek dan wajahnya yang jelek. Namun kondisi ini tidak membuatnya rendah diri dan malu. Hingga suatu hari, dia bertemu dan jatuh cinta pada seorang pegawai bank yang bernama Yūlanda. Berbagai usaha dilakukan Ūdu aṣ-ṣubbār untuk meraih cinta Yūlanda. Awalnya, Yūlanda memilih untuk menjalin hubungan dengan seorang rekan bisnis Ūdu aṣ- Ṣubbār. Hal ini semakin membuat Ūdu aṣ-ṣubbār merasa terpuruk dan rendah diri. Keinginan untuk dicintai dan memiliki yang dialami oleh tokoh utama dalam novel ini dapat dianalisis menggunakan analisis psikologi sastra karena secara definitif, tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam sebuah karya (Ratna, 2013:342). Dalam ilmu psikologi, ada tiga mazhab yang paling menonjol, yakni psikoanalis, behaviorisme, dan humanistik. Aliran psikoanalisis dikembangkan oleh neurolog terkenal, Sigmund Freud. Pengalaman Freud menghadapi problem 1

2 2 mental membuatnya mengembangkan teori ini. Dalam teori ini, Freud mengemukakan bahwa pikiran manusia dipengaruhi oleh keadaan bawah sadar (unconscious mind) ketimbang alam sadar (conscious mind) (Minderop, 2013:13). Selain teori mimpi, Freud juga mengembangkan teori struktur kepribadian manusia, yaitu id, ego, dan superego. Adapun mazhab kedua adalah behaviorisme yang dikembangkan oleh B. F. Skinner. Skinner mengembangkan teori ini dengan melakukan pengamatan terhadap hewan, seperti tikus, merpati, dan anjing. Menurut Skinner, tingkah laku dapat dikontrol dan mengikuti hukum tertentu. Berseberangan dengan kedua teori di atas, Abraham H. Maslow mengembangkan teori ketiga yang menjadi salah satu pilar teori psikologi, yakni teori holistik-dinamis atau yang lebih dikenal dengan nama teori humanistik. Maslow tidak menyetujui penelitian terhadap orang neurotik dan hewan karena menurut Maslow manusia memiliki dalam dirinya potensi untuk berkembang sehat dan kreatif (Alwisol, 2014:199). Maslow mengembangkan teori kebutuhan bertingkat karena Maslow beranggapan bahwa tingkah laku manusia dimotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan ini. Novel al-khaiṭu ar-rafī u akan dianalisis menggunakan teori humanistik Abraham Maslow karena tokoh utama dalam novel ini termotivasi untuk memenuhi kebutuhan bertingkatnya sesuai dengan teori Maslow. Menurut Endraswara (2013:99), penelitian psikologi sastra memiliki landasan pijak yang kokoh karena baik sastra maupun psikologi sama-sama mempelajari hidup manusia. Bedanya, sastra mempelajari manusia sebagai ciptaan pengarang, sedangkan psikologi mempelajari manusia sebagai ciptaan

3 3 Ilahi secara riil. Novel atau cerpen sebagai bentuk karya sastra, merupakan jagad realita yang di dalamnya terjadi peristiwa dan perilaku yang dialami dan diperbuat manusia (tokoh) (Siswantoro, 2005:29) Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, rumusan masalah yang dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana kehidupan pengarang dan apakah pemikiran pengarang yang tertuang dalam karyanya, serta bagaimana cara tokoh utama dalam novel al-khaiṭu ar-rafī u memenuhi kebutuhan-kebutuhannya berdasarkan teori humanistik Abraham Maslow dan kondisi inferior yang dialami tokoh utama dalam pencapaian kebutuhan bertingkat. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan kehidupan pengarang dan pemikirannya yang tertuang dalam karyanya, serta bagaimana cara tokoh utama dalam novel al-khaiṭu ar-rafī u karya Iḥsān Abdu al-quddūs memenuhi kebutuhan-kebutuhannya berdasarkan teori humanistik Abraham Maslow dan mengungkapkan kondisi inferior yang dialami tokoh utama dalam pencapaian kebutuhan bertingkat. 1.4 Tinjauan Pustaka Sejauh pengamatan yang dilakukan, ditemukan novel al-khaiṭu ar-rafī u pernah diteliti oleh Irwan Diwan Nur Ridwan (2011) dengan judul skripsi Musykilāt al-takafū` Fi Tarjamah Riwayah al-khaiṭu ar-rafī u li Iḥsān Abdu al-quddūs. Penelitian ini dilakukan untuk mengungkapkan bentuk-bentuk

4 4 kesulitan padanan kata yang terdapat dalam novel al-khaiṭu ar-rafī u, seperti tarkīb waṣfī, tarkīb iḍāfī, tarkīb isnādī, dan tarkīb aṭfī. Pada tahun 2008, novel Iḥsān Abdu al-quddūs yang berjudul Lā Tatrukūnī Hunā Waḥdīy telah diteliti oleh Nasihin. Novel ini bercerita tentang seorang wanita Mesir yang memiliki dua kepribadian, yakni sebagai wanita Yahudi bernama Luciana dan sebagai wanita muslimah bernama Zaenab. Novel ini diteliti menggunakan analisis kritik feminis karena di dalam novel ini banyak menyinggung tentang nilai moral tokoh wanita, persamaan hak antara perempuan dan laki-laki, serta tujuan hidup tokoh perempuan. Selain novel, karya Iḥsān Abdu al-quddūs yang telah diteliti adalah cerpen. Zainurrahman (2014) meneliti cerpen dengan judul penelitian Unsur- Unsur Intrinsik Cerpen Kullu Hażā al-jamāli dalam Antologi Cerpen Ulbatun min aṣ-ṣafiḥ Karya Iḥsān Abdu al-quddūs: Analisis Struktural Stanton. Dalam penelitian ini, Zainurrahman mengungkapkan tema cerpen ini bahwa ketampanan dan kecantikan yang hakiki tidak dilihat dari fisik, melainkan dari akhlak dan perilaku. Selain tema, penelitian ini juga mengungkapkan unsur-unsur intrinsik lain, yaitu tokoh (penokohan), alur, latar tempat dan waktu, serta keterkaitan antar unsur. Tidak jauh berbeda dengan Zainurrahman, Prasetya (2014) juga meneliti cerpen Iḥsān Abdu al-quddūs dengan judul penelitian Unsur-Unsur Intrinsik Cerpen Ikhtisyāfu al-alūmuniūm dalam Antologi Cerpen Ulbatun Min aṣ- Ṣafiḥ Karya Iḥsān Abdu al-quddūs: Analisis Struktural Robert Stanton. Dalam

5 5 penelitian ini, Prasetya mengungkapkan unsur-unsur intrinsik dalam cerpen Iktisyāfu al-alūmuniūm serta keterkaitan antar unsurnya. Setelah dilakukan pengamatan yang mendalam, selain penelitian yang dilakukan oleh Irwan Diwan Nur Ridwan, belum ditemukan penelitian lain terkait novel al-khaiṭu ar-rafī u karya Iḥsān Abdu al-quddūs ini. Oleh karena itu, penelitian tentang novel ini dengan menggunakan analisis psikologi sastra layak dilanjutkan. 1.5 Landasan Teori Teori yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teori psikologi sastra. Namun sebelum itu, novel ini dianalisis menggunakan teori struktural untuk mengungkap tokoh utama yang terdapat dalam novel. Teori struktural adalah suatu disiplin ilmu yang memandang karya sastra sebagai suatu struktur yang terdiri atas beberapa unsur yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain (Sangidu, 2005:16). Untuk memahami maknanya, karya sastra harus dikaji berdasarkan struktur yang membentuknya, lepas dari latar belakang sejarah, lepas dari diri dan niat penulis, dan lepas pula dari efeknya pada pembaca. Analisis struktural pada karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan (Nurgiantoro, 2013:60). Sebagai karya fiksi, novel menawarkan sebuah dunia imajinatif yang dibangun oleh unsur-unsur intrinsiknya, seperti peristiwa, tokoh, plot, tokoh (dan penokohan), latar, dan sudut pandang yang kesemuanya bersifat imajinatif (Nurgiyantoro, 2012:4). Walaupun karya fiksi memiliki banyak unsur intrinsik,

6 6 tetapi yang akan menjadi obyek analisis adalah tokoh. Menurut Nurgiyantoro (2012:165), istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita yang terdapat dalam novel atau karya fiksi. Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca. Walaupun tokoh cerita hanya merupakan tokoh ciptaan pengarang, ia haruslah merupakan seorang tokoh yang hidup secara wajar, sewajar bagaimana kehidupan manusia yang terdiri dari darah dan daging, yang mempunyai pikiran dan perasaan (Nurgiyantoro, 2012:167). Endraswara (2008:15) berpendapat sastra dan psikologis dapat bersimbiosis dalam perannya terhadap kehidupan, karena keduanya memiliki fungsi yang sama dalam hidup ini, yakni sama-sama berurusan dengan persoalan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Menurut Semi (via Sangidu, 2004:30), psikologi sastra adalah suatu disiplin ilmu yang memandang karya sastra sebagai suatu karya yang memuat peristiwa-peristiwa kehidupan manusia yang diperankan oleh tokoh-tokoh imajiner yang terdapat di dalamnya atau mungkin juga diperankan oleh tokoh faktual. Tokoh dalam sebuah karya sastra muncul untuk membangun suatu objek dan secara psikologis merupakan wakil sastrawan karena pesan sastrawan tampil melalui para tokoh (Endraswara, 2008:185). Ratna (2013:342) berpendapat bahwa tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya. Menurut Endraswara (2008:89), langkah pemahaman teori psikologi sastra dapat melalui tiga cara. Pertama, melalui pemahaman teori-teori psikologi kemudian dilakukan analisis terhadap suatu karya sastra. Kedua, dengan terlebih

7 7 dahulu menentukan sebuah karya sastra sebagai objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang dianggap relevan untuk digunakan. Ketiga, secara stimultan menemukan teori dan objek penelitian. Ratna (2013:342) mengungkapkan bahwa harus ada keseimbangan dalam teori psikologi dan karya sastra karena karya sastra yang menentukan teori, bukan sebaliknya. Salah satu konsep psikologi yang dominan dalam analisis psikologi sastra adalah teori kepribadian humanistik yang diungkapkan oleh Abraham Maslow. Teori humanistik merupakan aliran teori psikologi yang ketiga setelah teori psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow berpendapat bahwa kedua teori sebelumnya tidak berhasil menangkap nilai-nilai keajaiban manusia karena kedua teori tersebut dikembangkan berdasarkan penelitian terhadap orang neurotik dan binatang (Alwisol, 2014:199). Minderop (2013:48) mengungkapkan bahwa Maslow beranggapan bahwa sejatinya manusia adalah makhluk yang baik, sehingga memiliki hak untuk merealisasikan jatidirinya agar mencapai self actualization (aktualisasi diri). Alwisol (2014:199) mengungkapkan bahwa teori humanistik yakin bahwa manusia di dalam dirinya potensi untuk berkembang sehat dan kreatif. Maslow berpendapat bahwa manusia memiliki struktur psikologik yang analog dengan unsur fisik: mereka memiliki kebutuhan, kemampuan, dan kecenderungan yang bersifat genetif (Alwisol, 2014:200). Karena pendapat itu, Maslow mengembangkan teori humanistik berdasarkan tingkat kebutuhan manusia. Konsep teori kebutuhan bertingkat milik Maslow ini berjumlah lima poin, yaitu sebagai berikut; (1) kebutuhan fisiologis, (2) rasa aman, (3)

8 8 kepemilikan dan rasa ingin dicintai, (4) rasa penghargaan/harga diri; dan (5) aktualisasi diri (Minderop, 2013: ). Maslow menekankan bahwa seorang manusia harus terlebih dahulu mencapai kebutuhan yang mendasar sebelum berusaha untuk mencapai kebutuhan di atasnya. Jika kebutuhan yang paling mendasar, kebutuhan fisiologis, tercapai, maka seseorang akan menginginkan kebutuhan yang selanjutnya, yakni rasa aman. Sebaliknya, jika kebutuhan fisiologis belum tercapai, maka seseorang tidak akan berusaha mencapai dan mendapatkan kebutuhan yang di atasnya. Kegagalan untuk memuaskan kebutuhan dasar mengakibatkan individu merasakan kekurangan sesuatu, karena itu kebutuhan dasar juga disebut kebutuhan defisit atau kebutuhan karena kekurangan (Alwisol, 2014:203). Adapun penjelasan dari kebutuhan-kebutuhan bertingkat tersebut adalah sebagai berikut. Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan yang mempunyai kekuatan/pengaruh paling besar dari semua kebutuhan (Feist dan Feist, 2010:332). Kebutuhan fisiologis meliputi kebutuhan terhadap makanan, air, tidur, oksigen, vitamin, protein, gula, garam, dan berbagai kebutuhan fisik lainnya. Pemuasan terhadap kebutuhan ini sangat penting bagi keberlangsungan hidup karena kebutuhan ini merupakan kebutuhan terkuat dari semua kebutuhan (Minderop, 2013:283). Kebutuhan rasa aman meliputi kebutuhan akan jaminan, stabilitas, perlindungan, ketertiban, bebas dari ketakutan dan kecemasan (Minderop, 2013:283). Kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman adalah kebutuhan

9 9 mempertahankan kehidupan. Namun ada satu hal yang membedakan keduanya, yaitu kebutuhan fisiologis adalah pertahanan hidup jangka pendek, sedangkan kebutuhan rasa aman adalah pertahanan hidup jangka panjang (Alwisol, 2014:204). Setelah kebutuhan fisiologis dan rasa aman terpenuhi, orang akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan rasa cinta dan memiliki, seperti keinginan untuk berteman, keinginan untuk mempunyai pasangan dan anak, kebutuhan untuk menjadi bagian dari sebuah keluarga, lingkungan, masyarakat, atau negara (Feist dan Feist, 2010:334). Menurut Maslow (via Alwisol, 2014:205), kegagalan dalam memenuhi kebutuhan rasa cinta menjadi sebab hampir semua psikopatologi. Menurut Maslow (via Minderop, 2013:283), kebutuhan penghargaan/rasa harga diri ini terbagi menjadi dua, yaitu penghargaan yang berasal dari orang lain dan penghargaan terhadap diri sendiri. Adapun bentuk penghargaan terhadap diri sendiri adalah kebutuhan kekuatan, penguasaan, kompetisi, prestasi, kemandirian, dan kebebasan. Adapun penghargaan dari orang lain berupa kebutuhan prestise, penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, kehormatan, dan menjadi orang penting. Menurut Maslow (via Alwisol, 2014:202), aktualisasi diri adalah kebutuhan orang untuk menjadi yang seharusnya sesuai dengan potensi yang dia miliki. Proses aktualisasi adalah perkembangan dan penemuan jati diri dan mekarnya potensi yang ada atau yang tersembunyi (Goble, 2006:51). Seseorang akan mencapai kebutuhan ini apabila ia mampu melewati masa-masa sulit yang

10 10 berasal dari diri sendiri, seperti mengalahkan rasa takut, malu, ataupun dari luar, seperti adanya diskriminasi dari lingkungan (Minderop, 2013:307). Teori humanistik ini diterima dengan baik karena membawa angin baru di dunia psikologi positif. Teori humanistik berbeda dengan psikoanalis yang terkesan pesimis dan behaviorisme yang dianggap gagal menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang baik. Menurut Maslow, tingkah laku manusia dimotivasi oleh lima kebutuhan bertingkat yang membentuk satu hirarki. Kegagalan dalam pencapaian kebutuhan-kebutuhan ini membuat manusia merasa tidak puas, kurang, dan kosong. Selain menggunakan teori humanistik, penelitian ini membutuhkan teori bantu, yaitu teori psikologi individual yang digagas Alfred Adler untuk mengungkapkan kondisi inferior yang dialami tokoh utama. Inferiorita bagi Adler adalah perasaan lemah dan tidak terampil dalam menghadapi tugas yang diselesaikan. Bukan rendah diri terhadap orang lain dalam pengertian yang umum, walaupun ada unsur membandingkan kemampuan khusus diri dengan kemampuan orang lain yang lebih matang dan berpengalaman (Alwisol, 2004:85). Perasaan inferiorita ada pada setiap orang, karena manusia mulai hidup sebagai makhluk kecil dan lemah. Berkat perasaan itu, orang mengkompensasi dengan berjuang untuk mencapai kesehatan jiwa dan hidup yang berguna. Namun ada yang memakai inferiorita sebagai legitimasi taklukan, mengkompensasi dengan menarik diri dari orang lain, dan melakoni hidup yang tidak berguna (Alwisol, 2004:88).

11 11 Berdasarkan uraian teori di atas, teori humanistik Abraham Maslow ini digunakan untuk mengungkapkan perjuangan tokoh utama dalam novel al-khaiṭu ar-rafī u dalam mencapai kebutuhan bertingkatnya berdasarkan teori Maslow. Dalam novel ini, tokoh utama secara instintif berusaha memenuhi empat kebutuhan bertingkat dan kebutuhan tertinggi, aktualisasi diri. Kebutuhankebutuhan bertingkat ini menjadi motivasi tokoh utama dalam melakukan berbagai usahanya. Namun dalam usaha pencapaian kebutuhan-kebutuhan ini, tokoh utama mengalami perasaan inferior yang membuatnya melakukan perbuatan egois untuk mencapai tujuan individunya. 1.6 Metode Penelitian Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memulai suatu kegiatan penelitian guna mencapai tujuan yang telah ditentukan (Sangidu, 2004:13). Secara lebih luas, Ratna (2013:34) mengungkapkan bahwa metode dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode struktural dan metode psikologi sastra. Metode struktural digunakan untuk mengungkapkan tokoh utama dan karakternya yang menjadi objek penelitian. Metode psikologi sastra digunakan untuk mengungkapkan dan menguraikan tokoh utama dalam novel. Scott (via Sangidu, 2004:30) mengungkapkan ada tiga metode yang umumnya digunakan untuk menganalisis suatu karya. Pertama, menguraikan hubungan ketidaksengajaan antara penulis dan

12 12 pembaca. Kedua, menguraikan kehidupan pengarang untuk memahami karyanya. Ketiga, menguraikan tokoh yang terdapat dalam karya yang diteliti. Penelitian ini akan menggunakan metode ketiga, yaitu menguraikan tokoh yang terdapat dalam karya sastra. Adapun langkah untuk mengurai tokoh yang terdapat dalam novel al- Khaiṭu ar-rafī u adalah menentukan objek material penelitian berupa novel al- Khaiṭu ar-rafī u, membaca novel al-khaiṭu ar-rafī u, kemudian menentukan objek formal untuk menganalisis novel, yang berupa perjuangan tokoh utama dan kondisi inferior yang dialaminya dalam pencapaian kebutuhan bertingkat. Sebelum mencatat data yang berupa langkah-langkah tokoh utama untuk memenuhi kebutuhan bertingkatnya, novel ini diurai menggunakan teori struktural untuk mengungkapkan tokoh utama di dalamnya. Selanjutnya, kutipan-kutipan data berbahasa Arab tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Setelah mencatat data yang diperlukan, data ini dianalisis menggunakan teori psikologi sastra. Hasil analisis data ini disajikan dalam bentuk laporan. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika hasil penelitian ini disusun dalam empat bab. Bab pertama berupa pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan, dan pedoman transliterasi. Bab kedua biografi pengarang dan sinopsis novel al-khaiṭu ar-rafī u sebagai jawaban untuk permasalahan pertama, yaitu kehidupan pengarang dan pemikirannya yang tertuang dalam karyanya. Bab ketiga berisi analisis perjuangan tokoh utama novel al-khaiṭu ar-rafī u untuk

13 13 memenuhi kebutuhan bertingkat dan kondisi inferior yang dialami tokoh utama sebagai jawaban atas rumusan masalah kedua dan ketiga. Bab keempat berisi kesimpulan. 1.8 Pedoman Transliterasi Arab-Latin Penulisan transliterasi Arab-Latin dalam Penelitian ini menggunakan pedoman transliterasi berdasar keputusan bersama Menteri Agama RI dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI no. 158 tahun 1987 dan no. 0543/b/u/ Konsonan Konsonan bahasa Arab dilambangkan dengan huruf hijaiyah atau disebut dengan huruf Arab. Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan أ ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز Alif - tidak dilambangkan bā b - tā t - sā ṡ s dengan titik di atasnya Jīm j - ḥā ḥ h dengan titik di bawahnya khā kh - Dāl d - Zāl ż z dengan titik di atasnya rā r - zā z -

14 14 Huruf Arab س ش ص ض ط ظ ع غ ف ق ك ل م ن و ه ال ء ي Nama Huruf Latin Keterangan Sīn s - Syīn sy - Sād ṣ s dengan titik di bawahnya Dād ḍ d dengan titik di bawahnya tā ṭ t dengan titik di bawahnya zā ẓ z dengan titik di bawahnya ain koma terbalik Gain g - Fā f - Qāf q - Kaf k - Lām l - Mīm m - Nŭn n - Wawu w - hā h - lam alif - - Hamzah ` Apostrof yā y -

15 15 2. Vokal Vokal Pendek Vokal Panjang Diftong : a : ā ا : ai ي : i... : ī ي : au و : u... : ū و 3. Tā Marbūṭah Transliterasi untuk tā Marbūṭah ada dua, yaitu: a. Tā Marbūṭah hidup atau mendapat harakat fatḥah, kasrah, atau ḍammah, transliterasinya adalah /t/. b. Tā Marbūtah mati atau mendapat sukūn, transliterasinya adalah /h/. Kalau pada kata yang terakhir dengan Tā Marbūṭah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al serta kedua kata itu terpisah, maka Tā Marbūṭah itu ditransliterasikan dengan /h/. Munawwarah. Contoh: املنو رة :املدينة al-madīnah al-munawwarah atau al-madīnatul- 4. Syaddah Tanda Syaddah dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah tersebut. Contoh: نز ل : nazzala 5. Kata Sandang Transliterasi kata sandang dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah.

16 16 a. kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf /I/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang tersebut. Contoh: الش مس : asy-syamsu b. kata sandang yang diikuti huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu /I/ ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Contoh: القمر : al-qamar 6. Hamzah Hamzah ditransliterasikan dengan apostrof jika terletak ditengah dan akhir kata. Bila terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab berupa alif. Contoh: إن : inna, أيخذ : ya`khużu, قرأ : qara`a 7. Penulisan Kata Pada dasarnya setiap kata ditulis terpisah, tetapi untuk kata-kata tertentu yang penulisannya dalam huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka transliterasinya dirangkaikan dengan kata lain yang mengikutinya. Contoh: وإن هللا هلو خري الر ازقني : Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn atau innallāha lahuwa khairur-rāziqīn

17 17 8. Huruf Kapital Meskipun dalam sistem tulisan Arab tidak dikenal huruf kapital, tetapi dalam transliterasinya huruf kapital digunakan dengan ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Contoh: و ما دمحم إال رسول : Wa mā Muḥammadun illā rasūl