BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN. V.1 Kesimpulan. 1. Pemberian ekstrak kulit pisang kepok dosis 16 g/kgbb (ekuivalen 5-HTP 3

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN. V.1 Kesimpulan. 1. Pemberian ekstrak kulit pisang kepok dosis 16 g/kgbb (ekuivalen 5-HTP 3"

Transkripsi

1 BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN V.1 Kesimpulan 1. Pemberian ekstrak kulit pisang kepok dosis 16 g/kgbb (ekuivalen 5-HTP 3 mg/kgbb) menyebabkan imunoreaktivitas serotonin yang lebih tinggi di sel epitel mukosa kolon kolon pada tikus Wistar jantan. 2. Pemberian ekstrak kulit pisang kepok tidak menyebabkan perubahan konsistensi feses. V.2 Saran 1. Penelitian imunoreaktivitas serotonin pada penelitian selanjutnya disarankan menggunakan metode stereologi yang lebih akurat 2. Pemunculan imunoreaktivitas yang lebih spesifik pada sel enterokromaffin akan lebih jelas dengan pengecatan kromogranin, sehingga disarankan metode ini pada penelitian selanjutnya. 3. Penelitian ini telah dapat memunculkan perbedaan bermakna imunoreaktivitas serotonin dengan pemberian ekstrak kulit pisang dosis tertinggi. Intervensi tertentu dapat diberikan dalam rangka menstimulasi pelepasan serotonin sehingga dampak serotonin di saluran cerna terlihat lebih kuat. 4. Penelitian lanjutan dengan dosis ekstrak kulit pisang mulai dosis 16 g/kgbb dapat disarankan untuk melihat potensi ekstrak kulit pisang secara dosedependent. 63

2 V.3 Ringkasan V.3.1 Latar Belakang Sistem pencernaan merupakan salah satu sistem dalam tubuh manusia yang menjalankan fungsi digesti, absorbsi dan defekasi. Tubuh mempunyai serangkaian mekanisme pengaturan agar sistem ini senantiasa berfungsi baik, salah satunya pengaturan motilitas. Motilitas yang baik diperlukan agar proses digesti, absorbsi dan defekasi berjalan baik. Motilitas saluran cerna merupakan salah satu faktor yang menentukan bowel transit time yang menggambarkan seberapa lama makanan berada dalam saluran cerna (Ganong, 2005). Bowel transit time merefleksikan regulasi aktivitas otot polos saluran cerna yang terintegrasi baik. Adanya perubahan transit time dapat dilihat dengan menilai konsistensi feses (Degen & Philips, 1996; Russo et al., 2013). Serotonin atau 5-Hydroxytryptamine (5-HT) merupakan monoamine neurotransmitter yang berperan penting dalam berbagai fungsi fisiologis tubuh, terutama di sistem saraf pusat dan sistem pencernaan (O Connel, 2006; Hansen, 2008; Mawe, 2013). Pada saluran cerna, kadar serotonin yang cukup diperlukan untuk fungsi sekresi, motilitas (Hansen et al., 2008) dan sensitivitas viseral (Cirillo, et al., 2011). Serotonin berasal dari metabolisme bahan makanan yang mengandung asam amino triptofan. Sebagian besar serotonin tubuh disintesis dan disimpan dalam sel enterokromafin di saluran cerna. Fungsi serotonin pada sistem gastrointestinal yaitu menghantarkan sinyal dari lumen gastrointestinal ke neuron intrinsik dan ekstrinsik

3 serta menghantarkan sinyal sinaps di enteric nervous system (ENS) (Gershon & Tack, 2007). Serotonin yang disekresikan dari sel enterokromafin menginisiasi refleks peristaltik, sekresi, vasodilatasi, nosiseptif dan vagal (Crowell, 2004). Pemberian serotonin secara intraperitoneal menyebabkan terjadinya diare pada mencit dalam 60 menit (Hagbom et al., 2011). Penelitian yang dilakukan Hansen et al., 2006, menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kontraktilitas usus setelah pemberian serotonin intravena. Perubahan motilitas usus akan berpengaruh pada bowel transit time dan pada akhirnya mempengaruhi konsistensi feses (Ganong, 2005). 5-Hydroxytryptophan (5-HTP) merupakan metabolit intermediate dari triptofan dalam proses biosintesis serotonin (Birdsall, 1998). Keseluruhan 5-HTP akan diubah menjadi serotonin. Penelitian yang dilakukan Lyn-Bullock et al. (2004) menunjukkan bahwa pemberian dosis tunggal 5-HTP secara oral dapat meningkatkan imunoreaktivitas neuron serotonergik di otak tikus. Pemberian 5- HTP juga terbukti menurunkan asupan makan pada tikus yang diinduksi stress (Amer et al., 2003). Pisang kepok (Musa balbisiana) merupakan jenis pisang olahan yang paling sering dikonsumsi. Kandungan gizi dalam pisang cukup lengkap, dari karbohidrat, protein B6, B3, B5 (USDA, 2015), vitamin, dan mineral (Emaga et al., 2007). Hasil samping dari pengolahan pisang adalah limbah berupa kulit yang bila tidak diperhatikan dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Limbah kulit pisang sangat memungkinkan untuk diolah lebih lanjut karena ketersediaannya yang juga melimpah. Jika dihitung beratnya, maka berat kulit pisang sekitar 40% dari total

4 berat pisang. Selain itu, kulit pisang ternyata memiliki kandungan gizi yang tidak kalah dengan bagian daging buahnya, yaitu memiliki kadar phytoserotonin ng/g. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan daging buahnya yang memiliki kadar phytoserotonin ng/g (Rayne, 2010). Kadar mineral dalam kulit buah pisang jenis plantain mencapai 1910 mg/kg (Emaga et al., 2007). Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pisang ternyata mengandung kadar triptofan 2,5 mg/kg, serotonin 0,8 mg/kg (Ohla et al., 2010) dan 5-HTP 1,0 µmol/kg (Kema et al., 1992). Triptofan dan 5-HTP merupakan prekursor pembentukan serotonin. Salah satu cara untuk meningkatkan kadar serotonin dalam tubuh adalah dengan mengkonsumsi prekursornya. Kulit Pisang kepok dengan potensi kandungan prekursor serotonin dapat menjadi bahan alami untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak kulit pisang kepok terstandar 5-HTP terhadap imunoreaktivitas serotonin di epitel mukosa kolon dan konsistensi feses pada tikus Wistar (Rattus norvegicus) jantan. V.3.2 Tinjauan Pustaka Sistem pencernaan atau gastrointestinal merupakan sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna keluar dari tubuh. Dinding traktus gastrointestinal dari luar ke dalam terdiri atas 4 lapisan, yaitu lapisan serosa, lapisan otot longitudinal dan otot sirkuler, lapisan submukosa dan lapisan mukosa (Guyton,

5 2011). Fungsi sistem gastrointestinal diatur secara ketat untuk memaksimalkan fungsi digesti dan absorbsi makanan. Ada 4 faktor yang terlibat dalam regulasi ini, yaitu fungsi otot polos otonom, pleksus saraf intrinsik, saraf ekstrinsik dan hormon gastrointestinal (Sherwood, 2006). Pleksus saraf intrinsik berperan dalam koordinasi aktivitas lokal pada saluran cerna. Sedangkan saraf ekstrinsik yang berasal dari sistem saraf otonom mempengaruhi motilitas dan sekresi saluran cerna dengan mempengaruhi aktivitas pleksus saraf intrinsik, hormon gastrointestinal dan dapat pula beraksi langsung pada otot polos dan kelenjar (Sherwood, 2006). Kolon terdiri atas 3 bagian, yaitu kolon asenden, kolon transversum, dan kolon desenden. Pada akhir kolon desenden, terdapat bagian yang berbentuk S dan disebut kolon sigmoid (Sherwood, 2006). Fungsi utama kolon ada 2, yaitu yang pertama absorbsi air dan elektrolit dari kimus untk membentuk feses yang solid. Yang kedua menyimpan massa feses sampai saatnya dikeluarkan. Pada bagian proksimal kolon berfungsi untuk absorbsi dan bagian distal untuk penyimpanan (Guyton, 2011). Bowel transit time menggambarkan berapa lama makanan berada di usus sampai dengan saat dikeluarkan melalui proses defekasi. Transit time merefleksikan regulasi aktivitas otot polos saluran cerna yang terintegrasi baik (Degen & Philips, 1996). Peningkatan bowel transit time akan menyebabkan feses menjadi lebih lunak, akibat waktu absorbsi air di kolon menjadi berkurang. Sebaliknya, pemanjangan transit time akan menyebabkan feses menjadi keras.

6 Lewis & Houton (1997), mengembangkan suatu stool scale form untuk menilai melihat adanya perubahan intestinal transit time pada manusia secara tidak langsung yang disebut Bristol Stool Form Scale (BSFS). Pada BSFS terdapat 7 tipe konsistensi feses pada manusia. Tipe 4 merupakan tipe normal dengan variasi diameter antara 1 cm sampai 2 cm. Pada penelitian menggunakan tikus, skala penilaian feses yang dikembangkan oleh Pokkunuri et al. (2012) yang merupakan modifikasi dari Bristol Stool Chart. Penilaian yang digunakan menggunakan 3 skor, meliputi skor 1 untuk feses normal, 2 untuk feses lembek dan tidak berbentuk, 3 untuk feses berair. Serotonin merupakan indolamine yang berasal dari metabolisme asam amino esensial triptofan. Sintesis serotonin melalui dua tahap reaksi enzimatis. Tahap pertama, hidroksilasi triptofan oleh enzim tryptophan hydroxylase yang merupakan rate-limiting enzyme, menghasilkan 5-hydroxytryptophan (5-HTP). Tahap kedua, dekarboksilasi 5-HTP oleh enzim aromatic L-amino acid decarboxylase menghasilkan serotonin. Dalam jaringan, serotonin dimetabolisme dengan cepat, terutama oleh aktivitas enzim monoamine oksidase (MAO). Di ginjal dan liver, enzim MAO dan aldehide dehidrogenase mengubah 5-HT menjadi 5- hydroxyindole acetic acid (5-HIAA) yang dikeluarkan dari tubuh melalui urin (Kim & Camilleri, 2000). Lebih dari 95% serotonin tubuh diproduksi di usus. Kurang lebih 90% dihasilkan oleh sel enterokromafin dan 10% oleh saraf enterik. Kadar serotonin yang ada dalam darah semuanya berasal dari saluran pencernaan. Otak harus

7 mensintesis serotonin sendiri, sebab serotonin dari sirkulasi tidak dapat menembusi sawar otak (Kim & Camilleri, 2000). Sel enterokromafin terdistribusi sepanjang traktus gastrointestinal, dari kardia lambung sampai dengan anus. Sel enterokromafin mensintesis, menyimpan dan melepaskan serotonin (Hansen et al., 2008). Pada manusia, frekuensi terbanyak di duodenum (Wheatcroft et al., 2005). Di dalam sel enterokromafin, Serotonin yang baru terbentuk berada di vesicular monoamine transporter 1 (VMAT1), dan dilepaskan terutama dari granul yang berada di dekat basal border sel enterokromafin. Setelah dilepaskan, serotonin ditransport ke sel epitel di sekelilingnya oleh SERT dan didegradasi menjadi 5- HIAA oleh monoamine oksidase yang terletak di mitokondria (Bertrand & Bertrand, 2010). Serotonin berperan penting pada fungsi sekresi dan motilitas saluran cerna. Serotonin mengaktivasi saraf intrinsik dan ekstrinsik aferen, berturut-turut, menginisiasi refleks peristaltik dan sekresi serta menghantarkan informasi ke sistem saraf pusat (Gershon & Tack, 2007). Serotonin yang disekresikan dari sel enterokromafin menginisiasi refleks peristaltik, sekresi, vasodilatasi, nosiseptif dan vagal. Disebutkan bahwa serotonin dapat mempengaruhi fungsi sekresi dan motorik saluran cerna, dan abnormalitasnya menyebabkan konstipasi atau diare (Crowell, 2004). Stimulus yang menyebabkan sel enterokromafin melepaskan serotonin meliputi stimulus mekanik (Hansen et al., 2008), stimulasi kimia seperti peubahan

8 ph, asam empedu dan glukosa (Smith et al., 2006). Stimuli mekanik secara langsung di mukosa usus akan memicu pelepasan serotonin ke lumen yang akan meningkatkan peristaltik (O Hara et al., 2004). Sel enterokromafin dapat memantau kadar serotonin dalam darah dan melepaskan serotonin sesuai kebutuhan, melalui mekanisme SERT (Chen et al., 1998). Serotonin yang dilepaskan dari granul di basal border sel enterokromafin masuk ke lamina propria dan berinteraksi dengan terminal saraf, sel imun dan dapat pula di uptake oleh trombosit ke aliran darah. Untuk dapat mempengaruhi terminal saraf, serotonin harus dilepaskan secara paracrine manner. Serotonin pada konsentrasi tinggi dapat mengaktivasi sensor intrinsik dan ekstrinsik terminal saraf melalui reseptor 5-HT3 (Bertrand et al., 2000). Sementara jika kadarnya rendah akan mengaktivasi reseptor 5-HT4 atau 5-HT1P (Pan & Gershon, 2000). Gershon & Tack (2007) menjelaskan bahwa kerja serotonin pada dinding usus dimulai ketika sel enterokromafin mensekresikan serotonin akibat adanya suatu stimulus. Serotonin akan menstimulasi saraf ekstrinsik dan intrinsic primary afferen neurons (IPANs) yang berada di pleksus submukosa dan pleksus myenterikus. Reseptor 5HT1P mengaktivasi IPANs submukosa sedangkan reseptor 5HT3 mengaktivasi IPANs myenterikus. Setelah teraktivasi, IPANs mengeluarkan asetilkolin. Selain itu, IPANs submukosa juga mengeluarkan CGRP. Pelepasan asetilkolin dan CGRP diamplifikasi oleh reseptor 5HT4 yang bersifat presinaptik. IPANs submukosa banyak dikaitkan dengan refleks peristaltik dan sekresi, sedangkan IPANs myenterikus banyak dikaitkan dengan giant migrating

9 contractions ( Gershon & Tack, 2007). Kerja serotonin diterminasi dengan melalui SERT ke sel epitel (Martel et al., 2003). 5-HTP merupakan prekursor intermediate dalam biosintesis serotonin (Birdsall, 1998). Dalam saluran cerna, 5-HTP diabsorbsi dengan baik, dengan prosentase kadarnya dalam darah mencapai 70% (Magnussen et al., 1980). Penggunaan 5-HTP dalam terapi memotong jalur perubahan triptofan ke 5HTP yang mana melibatkan enzim tryptophan hydroxylase yang bersifat terbatas (ratelimiting). Pisang kepok (Musa balbisiana) merupakan jenis pisang olahan yang paling sering diolah digoreng, dibuat aneka olahan tradisional, dan tepung. Kandungan karbohidrat yang tinggi menjadikan pisang dapat digunakan sebagai alternatif pangan pokok. Kandungan gizi pisang kepok cukup lengkap, dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Penelitian menunjukkan bahwa pisang mengandung serotonin (Ramakrishna et al., 2011) dan prekursor serotonin, yaitu triptofan dan 5-HTP (Kema et al.,1992). Hasil kuantifikasi yang dilakukan Ohla et al. (2010), menunjukkan bahwa pisang mengandung kadar triptofan, 2,5 mg/kg, serotonin 0,8 mg/kg. Kema et al. (1992) melakukan penelitian menggunakan beberapa buah tropis dan mendapatkan bahwa dalam pisang terdapat kadar triptofan 54,8 µmol/kg, 5-HTP 1,0 µmol/kg, dan serotonin 66,5 µmol/kg (Kema et al., 1992). Pisang kepok memiliki kulit yang sangat tebal dengan warna kuning kehijauan dan kadang bernoda cokelat, serta daging buahnya manis. Prosentase

10 kadar kulit mencapai 40% dari berat total pisang. Emaga et al. (2007) menyebutkan bahwa pisang mempunyai kandungan mineral pada bagian daging sebanyak 370 mg/kg dan pada bagian kulit sebanyak 1910 mg/kg. V.3.3 Cara Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimental dengan rancangan post test only controlled group design. Penelitian ini menggunakan hewan coba berupa tikus wistar (Rattus norvegicus) jantan yang diperoleh dari LPPT UGM. Tikus yang akan digunakan adalah tikus berusia 6-8 minggu dan berat badan gram. Perhitungan besar sampel penelitian menggunakan rumus Federer (David & Arkeman, 2008). Subjek penelitian dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan secara random. Kelompok perlakuan terdiri atas kelompok kontrol negatif (KN, n=5), kontrol positif (KP, n=5), ekstrak kulit pisang dosis 4 g/kgbb (EP1, n=5), ekstrak kulit pisang dosis 8 g/kgbb (EP2, n=5) dan ekstrak kulit pisang dosis 16 g/kgbb (EP3, n=5). Ekstrak kulit pisang dibuat dengan metode yang dikembangkan oleh Tee & Hassan (2011). Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar 5-HTP dalam ekstrak dengan metode spektrofometri menggunakan standar 5-HTP (H9772 Sigma- Aldrich). Pengukuran absorbansi dilakukan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 348 nm menggunakan kurva standar. Penilaian konsistensi feses dilakukan hari ke-0 sampai hari ke-3. Penilaian konsistensi feses mengacu pada penelitian Pokkunuri et al. (2012), menggunakan

11 skor konsistensi feses. Skor 1 untuk feses normal, skor 2 untuk feses lembek, dan skor 3 untuk feses cair. Setelah 3 hari perlakuan, dilakukan dekapitasi tikus dari semua kelompok. Segmen kolon diambil dan kemudian difiksasi dengan larutan formalin buffer, selanjutnya dilakukan pembuatan blok parafin. Jaringan yang telah dibuat blok parafin diwarnai dengan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE). Imunoreaktivitas serotonin di epitel mukosa kolon enterokromafin ditentukan dengan metode semikuantitatif dengan melihat serapan warna. Jumlah sel dihitung dalam bentuk prosentasi dikalikan intensitasnya ditambah 1 sehingga didapatkan hasil berupa angka histoscore (H-score) menggunakan rumus dari McCarty et al. (1986) : H-Score= (i+1) Pi. Keterangan : Pi= prosentase sel yang terwarnai positif (0-100%). i= skor 0, 1, 2, 3. Hasil penghitungan akan menunjukkan angka minimal 100 dan maksimal 400. Penghitungan sel dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Image Raster. Data yang akan dikumpulkan ditabulasi dan disajikan dalam bentuk grafik. Data numerik disajikan dengan bentuk rerata±sd. Data parameter ini diuji normalitas dengan uji Saphiro-wilk dan diuji homogenitas dengan Levene test. Jika data terdistribusi normal dan homogen, maka dilakukan uji One Way Anova dan dilanjutkan dengan uji post hoc LSD. Jika data tidak terdistribusi normal atau homogen, maka dilakukan uji non parametrik yaitu Kruskal Wallis dan dilanjutkan dengan uji post hoc Mann Whitney. Nilai p < 0,05 digunakan sebagai kriteria signifikansi.

12 V.3.4 Hasil Penelitian Dan Kesimpulan V Kadar 5-HTP Pada Kulit Pisang Nilai kadar 5-HTP dalam ekstrak etanol kulit pisang kepok kuning yang diukur dengan metode spektrofotometri didapatkan sebesar 0,98 mg/g ekstrak. Dengan menghitung jumlah bahan kulit pisang yang digunakan dan volume residu, didapatkan bahwa tiap 100 g kulit pisang segar mengandung 0,38 mg 5-HTP. V Penilaian Imunoreaktivitas Serotonin di Epitel Mukosa Kolon Pada penelitian ini didapatkan rerata H-score kelompok KN (199,91 ± 20,75), KP (235,42 ± 90,65), EP1 (258,12 ± 53,60), EP2 (250,13 ± 44,87) dan EP3 (307,34 ± 69,22). Uji one way ANOVA terhadap kelompok KP, EP1, EP2 dan EP3 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,384). Ini menunjukkan bahwa ekstrak kulit pisang mampu menimbulkan imunoreaktivitas serotonin yang setara dengan 5-HTP. 5-HTP merupakan substansi yang telah terbukti dapat meningkatkan imunoreaktivitas serotonin (Lyn-bullock et al., 2004; Baumann et al., 2011; Hranilovick et al. 2011). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa dalam kulit pisang mengandung substansi yang berpotensi meningkatkan serotonin, antara lain triptofan, 5-HTP, vitamin B6 dan magnesium (Kema et al., 1992; Emaga et al., 2007; USDA, 2015). Uji one way ANOVA kelompok KN, EP1, EP2 dan EP3 menunjukkan terdapat perbedaan bermakna (p=0,031). Uji post hoc LSD pada kelompok kontrol dibandingkan dengan kelompok EP1 dan EP2 yaitu dosis 4 g/kgbb dan 8 g/kgbb menunjukkan nilai p=0,086 dan p=0,134. Keduanya tidak menunjukkan perbedaan

13 yang bermakna. Sebaliknya pada kelompok EP3 dengan dosis 16 g/kgbb didapatkan nilai p= 0,04 dibandingkan kelompok kontrol (KN). Rerata H-score kelompok EP1 dan EP2 lebih tinggi dibandingkan kelompok KN, tetapi pada uji statistik tidak terdapat perbedaan bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan sudah dapat memberikan efek namun belum signifikan. Penyebab mengapa tidak ada perbedaan signifikan ini mungkin disebabkan karena dosis yang kurang optimal. Dosis yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan standar suplemen makanan dari EFSA yang dikonversikan ke dosis pada tikus yaitu yaitu 1,5 mg/kgbb. Dosis ini dipilih dengan harapan bahwa konsumsi jangka panjang pada individu sehat akan mendapatkan efek positif tanpa takut akan toksisitasnya. Kelompok EP3 memiliki rerata H-score paling tinggi dibandingkan kelompok KN dengan nilai p <0,05. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kulit pisang dosis 16 g/kgbb dapat menyebabkan imunoreaktivitas yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan kelompok kontrol. Hasil ini merupakan temuan baru karena belum pernah diteliti sebelumnya. Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa ekstrak kulit pisang merupakan bahan yang mengandung substansi yang berpotensi meningkatkan serotonin, antara lain triptofan, 5-HTP, vitamin B6 dan magnesium. Pada penelitian terdahulu suplementasi menggunakan 5-HTP sintetis telah terbukti dapat meningkatkan imunoreaktivitas serotonin di otak (Lyn-bullock et al., 2004; Baumann et al., 2010), dan di jaringan perifer (Hranilovic et al., 2011). Suplementasi menggunakan triptofan juga sudah terbukti dapat

14 meningkatkan imunoreaktivitas serotonin di otak (Sarwar, 2001; Coskun et al., 2005; Musumeci et al., 2014). Kadar 5-HTP pada ekstrak kulit pisang yang diberikan kelompok EP3 ekuivalen dengan 5 HTP 3 mg/kgbb. Kadar ini jauh lebih kecil dibandingkan dosis 5-HTP pada penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian Lyn-bullock et al. (2004) menggunakan dosis 10 mg/kgbb, Baumann et al. (2010), dosis 10 mg/kgbb dan 30 mg/kgbb. Penelitian lainnya adalah oleh Hranilovic et al. (2011) menggunakan 5-HTP dosis 10 mg/kgbb. Ada dua kemungkinan alasan yang menjadi penyebab mengapa hal ini bisa terjadi. Alasan pertama adalah bahwa ekstrak kulit pisang tidak hanya memiliki kandungan 5-HTP, tetapi juga triptofan, vitamin B6 dan mineral (Emaga et al., 2007) yang diperlukan dalam sintesis serotonin. 5-HTP dan triptofan merupakan prekursor serotonin yang sudah terbukti dapat meningkatkan imunoreaktivitas serotonin. Vitamin B6 berperan sebagi kofaktor enzim dalam pembentukan serotonin, yaitu dalam reaksi perubahan 5-HTP menjadi serotonin (Hartvig et al., 1995). Mineral, khususnya magnesium merupakan kofaktor dalam biosintesis dopamin dan serotonin (Szewczyk et al., 2008). Pemberian ekstrak kulit pisang ini menyebabkan peningkatan bahan prekursor dan koenzim yang digunakan untuk pembentukan serotonin. Triptofan dari kulit ekstrak pisang akan dikonversi menjadi 5-HTP oleh enzim tryptophan hidroxylase. Selanjutnya 5-HTP dikonversi menjadi 5-HT oleh enzim L-amino acid decarboxylase. 5-HTP dari ekstrak kulit pisang akan langsung dikonversi menjadi serotonin. Serotonin yang baru terbentuk berada di vesicular monoamine transporter 1 (VMAT1) di sitoplasma enterokromafin.

15 Alasan yang kedua adalah bahwa bahwa efektivitas penyerapan zat nutrisi akan lebih baik jika dalam bentuk food matrix dibandingkan jika dalam bentuk komponen nutrisi tunggal. Kandungan nutrisi berupa karbohidrat, lemak, protein, serat, mineral dan nutrisi lain dalam ekstrak pisang akan membuat sinergi sehingga meningkatkan bioavailability zat-zat tersebut (Jacobs et al., 2009). Bahan makanan yang berasal dari alam memiliki konstituen biologik yang terkoordinasi baik (Jacobs et al., 2009) sehingga menghasilkan sinergi. Konstituen biologik yang terkoordinasi baik ini dikarenakan tumbuhan sebagai sumber makanan mempunyai mekanisme homeostasis dan imunitas seperti halnya pada hewan. Sinergi yang dihasilkan dari food matrix berkaitan dengan efek pelambatan absorbsi, sehingga terhindar dari efek bolus. Selain itu, aspek lain dari sinergi adalah adanya efek peningkatan absorbsi nutrisi oleh nutrisi yang lain, misalnya vitamin C dapat meningkatkan absorbsi zat besi (Lee et al., 2007). Kandungan nutrisi dan adanya matrix menyebabkan kulit pisang pada kelompok EP3 mempunyai potensi yang sama kuat dalam meningkatkan imunoreaktivitas serotonin dibandingkan dengan 5-HTP yang dosisnya jauh lebih tinggi. V Penilaian Konsistensi Feses Berdasarkan hasil pengamatan konsistensi feses menggunakan skor konsistensi feses diperoleh data bahwa rerata skor konsistensi feses sebelum perlakuan pada kelompok KN (1,00 ± 0), KP (1,00 ± 0), EP1 (1,00±0), EP2 (1,0 ± 0), dan EP3 (1,00 ± 0). Rerata skor konsistensi feses setelah hari ke-3 perlakuan pada kelompok KN (1,00 ± 0), KP (1,00 ± 0), EP1 (1,33 ± 0,51), EP2 (1,00 ± 0),

16 dan EP3 (1,50 ± 0,54). Uji normalitas menunjukkan data tidak terdistribusi normal (p<0,05). Setelah dilakukan transformasi data masih tidak terdistribusi normal, sehingga dilakukan uji nonparametrik. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antar kelompok perlakuan (p=0,077). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian 5-HTP yang terbukti menyebabkan peningkatan imunoreaktivitas serotonin tetapi tidak menyebabkan perubahan transit time. Alasan mengapa hal tersebut dapat terjadi adalah bahwa peningkatan imunoreaktivitas ini tidak selalu diikuti dengan peningkatan pelepasan serotonin. Pelepasan serotonin dari sel enterokromafin distimulasi oleh berbagai stimulus antara lain stimulus mekanik, kimiawi dan osmotik (Hansen et al., 2008). Stimulus kimiawi seperti peubahan ph, asam empedu, glukosa, asam lemak rantai pendek atau panjang, peptida, akan menyebabkan pelepasan serotonin dari sel enterokromafin (Bertrand & Bertrand, 2003; Gershon & Tack, 2007). Serotonin disimpan dalam vesikel-vesikel di dalam sel enterokromafin sampai saatnya dilepaskan. Sel enterokromafin dapat memantau kadar serotonin dalam darah dan melepaskan serotonin sesuai kebutuhan, melalui mekanisme SERT (Chen et al., 1998). Dengan meningkatnya jumlah simpanan serotonin di sel enterokromafin, maka akan dapat memberi efek perlindungan ketika ada kebutuhan tubuh akan zat tersebut. Cadangan serotonin yang cukup akan berguna untuk mengoptimalkan motilitas usus. Dengan motilitas yang optimal maka proses pencernaan, penyerapan dan pembuangan zat sisa dapat berjalan baik.

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan fungsi digesti, absorbsi dan defekasi. Tubuh mempunyai serangkaian

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan fungsi digesti, absorbsi dan defekasi. Tubuh mempunyai serangkaian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem pencernaan merupakan salah satu sistem dalam tubuh manusia yang menjalankan fungsi digesti, absorbsi dan defekasi. Tubuh mempunyai serangkaian mekanisme pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia, sebagai sumber energi vital manusia agar dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari dengan baik. Kandungan dalam makanan yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan post

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan post 23 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan post test only group design. Penelitian eksperimental bertujuan untuk mengetahui kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare merupakan penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia, selain itu diare juga membunuh 1.5 juta anak tiap tahunnya. Angka kejadian diare akut diperkirakan

Lebih terperinci

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati)

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati) BIOKIMIA NUTRISI Minggu I : PENDAHULUAN (Haryati) - Informasi kontrak dan rencana pembelajaran - Pengertian ilmu biokimia dan biokimia nutrisi -Tujuan mempelajari ilmu biokimia - Keterkaitan tentang mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak lepas dari kegiatan belajar, mengingat dan mengenal sesuatu. Belajar merupakan proses mendapatkan informasi yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dibagi menjadi kelompok kontrol dan perlakuan lalu dibandingkan kerusakan

BAB III METODE PENELITIAN. dibagi menjadi kelompok kontrol dan perlakuan lalu dibandingkan kerusakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratorik. Penelitian dilakukan dengan memberikan perlakuan pada sampel yang telah dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. cukup luas di masyarakat, mulai dari produk makanan ringan hingga masakan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. cukup luas di masyarakat, mulai dari produk makanan ringan hingga masakan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Monosodium glutamat (MSG) merupakan penguat rasa yang penggunaannya cukup luas di masyarakat, mulai dari produk makanan ringan hingga masakan olahan. Luasnya penggunaan

Lebih terperinci

SARI KURMA (PHOENIX DACTYLIFERA) SEBAGAI SUPLEMEN NUTRISI UNTUK MENAMBAH KADAR HAEMOGLOBIN PADA TIKUS PUTIH BETINA (RATUS NORVEGICUS)

SARI KURMA (PHOENIX DACTYLIFERA) SEBAGAI SUPLEMEN NUTRISI UNTUK MENAMBAH KADAR HAEMOGLOBIN PADA TIKUS PUTIH BETINA (RATUS NORVEGICUS) SARI KURMA (PHOENIX DACTYLIFERA) SEBAGAI SUPLEMEN NUTRISI UNTUK MENAMBAH KADAR HAEMOGLOBIN PADA TIKUS PUTIH BETINA (RATUS NORVEGICUS) Setyo mahanani Nugroho 1, Masruroh 2, Lenna Maydianasari 3 setyomahanani@gmail.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan the

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan the 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan the post test only group design. Penelitian eksperimental bertujuan untuk mengetahui kemungkinan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Adonis Fitness pada tanggal 2-9 Agustus 2016 dan dilakukan di Sanggar Senam Adinda pada tanggal 16-30 Agustus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Setiap makhluk hidup memerlukan energi untuk melaksanakan setiap aktivitas kehidupannya. Energi ini berasal dari metabolisme yang bahan dasarnya berasal dari makanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil perhitungan frekuensi atau jumlah diare rata-rata terhadap. a. Kelompok I (kontrol normal) : 0 ± 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil perhitungan frekuensi atau jumlah diare rata-rata terhadap. a. Kelompok I (kontrol normal) : 0 ± 0 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Perhitungan Frekuensi Diare Hasil perhitungan frekuensi atau jumlah diare rata-rata terhadap kelompok perlakuan sebagai berikut: a. Kelompok I (kontrol normal) :

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan penelitian ini adalah bidang Histologi, Patologi Anatomi, dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium, dengan rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan uji sebagai sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorik dengan rancangan penelitian pretest and posttest with control

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorik dengan rancangan penelitian pretest and posttest with control BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Design Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan peneliti adalah studi eksperimental laboratorik dengan rancangan penelitian pretest and posttest with control group

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

SISTEM PENCERNAAN. Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok

SISTEM PENCERNAAN. Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok SISTEM PENCERNAAN Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok PENDAHULUAN Sistem pencernaan bertanggung jawab untuk menghancurkan dan menyerap makanan dan minuman Melibatkan banyak organ secara mekanik hingga kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekatul tidak banyak dikenal di masyarakat perkotaan, khususnya anak muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari beras yang terlepas saat

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Histologi, Patologi

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Histologi, Patologi BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Histologi, Patologi Anatomi dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan penelitian ini mencakup bidang Histologi, Patologi Anatomi, dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian yang dilakukan oleh dr.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian yang dilakukan oleh dr. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian yang dilakukan oleh dr. Tiwuk Susantiningsih, M.Biomed mengenai pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Patologi Anatomi, Histologi, dan Farmakologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 1)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kedokteran khususnya ilmu Biokimia dan Farmakologi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kedokteran khususnya ilmu Biokimia dan Farmakologi. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kedokteran khususnya ilmu Biokimia dan Farmakologi. 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan rancangan percobaan post test only control group design. Pengambilan hewan uji sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Zat besi Besi (Fe) adalah salah satu mineral zat gizi mikro esensial dalam kehidupan manusia. Tubuh

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas

BAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1. Lingkup Tempat Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Negeri Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 23 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup Penelitian 4.1.1 Ruang Lingkup Keilmuan Penelitian ini mencakup bidang Histologi, Patologi Anatomi, dan Farmakologi. 4.1.2 Ruang Lingkup Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN Tikus jantan galur Sprague dawley yang digunakan dalam penelitian ini berumur 9 minggu sebanyak 18 ekor dibagi menjadi 3 kelompok ( kontrol, P1 dan P2 ), selama penelitian semua

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saluran pencernaan merupakan bagian tubuh manusia yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Saluran pencernaan yang bekerja dengan baik senantiasa dapat menyediakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental, postest only control group design. Postes untuk menganalisis perubahan jumlah purkinje pada pada lapisan ganglionar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekarang ini hampir semua orang lebih memperhatikan penampilan atau bentuk tubuh, baik untuk menjaga kesehatan ataupun hanya untuk menjaga penampilan agar lebih menarik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

PERGERAKAN MAKANAN MELALUI SALURAN PENCERNAAN

PERGERAKAN MAKANAN MELALUI SALURAN PENCERNAAN PERGERAKAN MAKANAN MELALUI SALURAN PENCERNAAN FUNGSI PRIMER SALURAN PENCERNAAN Menyediakan suplay terus menerus pada tubuh akan air, elektrolit dan zat gizi, tetapi sebelum zat-zat ini diperoleh, makanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Perbedaan Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Perbedaan Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Perbedaan Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Pretest dan Post Test yang Diinduksi Asap Rokok dan Diberi Ekstrak Kulit Jeruk Manis (Citrus sinensis)

Lebih terperinci

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR UREA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR UREA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR UREA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK SKRIPSI Oleh Mochamad Bagus R. NIM 102010101090 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eskperimental laboratorik dengan rancangan pre test and post test with control

BAB III METODE PENELITIAN. eskperimental laboratorik dengan rancangan pre test and post test with control BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan peneliti merupakan penelitian eskperimental laboratorik dengan rancangan pre test and post test with control group

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Growth Hormone, yaitu untuk menguji peningkatan miofibril dan peningkatan

BAB VI PEMBAHASAN. Growth Hormone, yaitu untuk menguji peningkatan miofibril dan peningkatan 84 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Subyek Penelitian Dalam penelitian ini digunakan tikus sebagai hewan coba yang diberikan Growth Hormone, yaitu untuk menguji peningkatan miofibril dan peningkatan jumlah nukleus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Patologi Anatomi, Histologi, dan Farmakologi. Laboratorium Patologi Anatomi RSUP dr. Kariadi Semarang.

BAB III METODE PENELITIAN. Patologi Anatomi, Histologi, dan Farmakologi. Laboratorium Patologi Anatomi RSUP dr. Kariadi Semarang. BAB III METODE PENELITIAN 3.3 Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1 Ruang Lingkup Keilmuan Pada penelitian ini, ruang lingkup keilmuan yang digunakan adalah Patologi Anatomi, Histologi, dan Farmakologi. 3.1.2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Daya ingat atau memori adalah proses penyimpanan dan pengeluaran kembali informasi yang didapat dari proses belajar. 1 Berdasarkan durasi, memori dapat dibagi menjadi

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

PROSES PEMANFAATAN PAKAN PADA TUBUH IKAN

PROSES PEMANFAATAN PAKAN PADA TUBUH IKAN 3. PROSES PEMANFAATAN PAKAN PADA TUBUH IKAN Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya bahwa pakan merupakan sumber energi dan materi bagi ikan. Di dalam proses pemanfaatannya, pakan akan mengalami beberapa

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. jam yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari latihan dan hari tidak

BAB V PEMBAHASAN. jam yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari latihan dan hari tidak BAB V PEMBAHASAN A. Asupan Karbohidrat Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan food recall 1 x 24 jam yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari latihan dan hari tidak latihan diketahui bahwa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah eskperimental

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah eskperimental BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah eskperimental laboratorik dengan rancangan penelitian pre test & post test control group design

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental in vivo pada hewan. uji dengan posttest only control group design

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental in vivo pada hewan. uji dengan posttest only control group design BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental in vivo pada hewan uji dengan posttest only control group design B. Subjek Penelitian Hewan uji yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian eksperimental murni dengan rancangan post test control group

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian eksperimental murni dengan rancangan post test control group BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan rancangan post test control group design. B. Subyek Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium dengan 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium dengan rancangan Post Test Only Control Group Design. Pengambilan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa otot-otot tubuh. Penurunan fungsi organ tubuh pada lansia akibat. dari berkurangnya jumlah dan kemampuan sel tubuh, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. berupa otot-otot tubuh. Penurunan fungsi organ tubuh pada lansia akibat. dari berkurangnya jumlah dan kemampuan sel tubuh, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Lansia merupakan proses penuaan dengan bertambahnya usia individu yang ditandai dengan penurunan fungsi organ tubuh seperti otak, jantung, hati dan ginjal serta peningkatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan the post test only control group design karena pengukuran. dilakukan sesudah perlakuan pada hewan coba.

BAB III METODE PENELITIAN. dengan the post test only control group design karena pengukuran. dilakukan sesudah perlakuan pada hewan coba. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni laboratorium dengan the post test only control group design karena pengukuran dilakukan sesudah perlakuan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Farmakologi, Farmasi dan Patologi Anatomi. 4.2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. design. Posttest untuk menganalisis perubahan jumlah sel piramid pada

BAB III METODE PENELITIAN. design. Posttest untuk menganalisis perubahan jumlah sel piramid pada BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental, posttest only control group design. Posttest untuk menganalisis perubahan jumlah sel piramid pada korteks

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian post test only with control group

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1 Lingkup Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Negeri Semarang, Laboratorium Histologi Universitas Diponegoro, Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Hewan penelitian adalah tikus jantan galur wistar (Rattus Norvegicus), umur

III. METODOLOGI PENELITIAN. Hewan penelitian adalah tikus jantan galur wistar (Rattus Norvegicus), umur III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Subjek Penelitian Hewan penelitian adalah tikus jantan galur wistar (Rattus Norvegicus), umur 8-12 minggu dengan berat badan 200-300 gr. Sampel penelitian dipilih secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design. Melibatkan dua kelompok subyek, dimana salah satu kelompok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berkaitan dengan Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Patologi Anatomi, dan Toksikologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Pemeliharaan hewan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini adalah ilmu kedokteran forensik, farmakologi dan ilmu patologi anatomi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Adaptasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian post test only controlled group design. Universitas Lampung dalam periode Oktober November 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian post test only controlled group design. Universitas Lampung dalam periode Oktober November 2014. BAB III METODE PENELITIAN III.1 Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian post test only controlled group design. III.2 Tempat dan Waktu Penelitian Hewan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang ilmu Gizi Klinik, Farmakologi,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang ilmu Gizi Klinik, Farmakologi, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang ilmu Gizi Klinik, Farmakologi, dan Biokimia. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Farmakologi. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Biokimia, Gizi dan 4.2 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. : Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. : Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini memiliki ruang lingkup pada ilmu Farmakologi dan Biokimia. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat : Laboratorium Penelitian

Lebih terperinci

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN Diabetes mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang ditandai dengan kondisi hiperglikemia (Sukandar et al., 2009). Diabetes menurut WHO (1999) adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitan pengaruh variasi dosis tepung ikan gabus terhadap pertumbuhan dan hemoglobin ikan lele, dengan beberapa indikator yaitu pertambahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging puyuh merupakan produk yang sedang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Meskipun populasinya belum terlalu besar, akan tetapi banyak peternakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Model penelitian ini adalah eksperimental murni yang dilakukan dengan rancangan post test controlled group design terhadap hewan uji. B. Populasi dan Sampel

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas merupakan masalah global pada sebagian besar penduduk dunia. Menurut WHO, kurang lebih terdapat 1,6 milyar penduduk dewasa mengalami overweight (BMI > 25)

Lebih terperinci

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Pendahuluan Dasarnya : neurofarmakologi studi ttg obat yang berpengaruh terhadap jaringan saraf Ruang lingkup obat-obat SSP: analgetik, sedatif, antikonvulsan, antidepresan,

Lebih terperinci

Komunikasi di Sepanjang dan Antar Neuron. Gamaliel Septian Airlanda

Komunikasi di Sepanjang dan Antar Neuron. Gamaliel Septian Airlanda Komunikasi di Sepanjang dan Antar Neuron Gamaliel Septian Airlanda Prinsip Dasar Jalannya Rangsang a) Resting Membrane Potensial b) Potensial Membrane c) Potensial aksi d) Sifat elektrik pasif membrane

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Deskripsi Subjek Penelitian Subyek penelitian ini yaitu tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Wistar, usia 90 hari dengan berat badan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan Post

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan Post BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan Post Test Only Control Group Design. Pengambilan data akan dilakukan pada akhir penelitian

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terkontrol. Menggunakan 25 ekor tikus putih ( Rattus norvegicus) jantan

BAB III METODE PENELITIAN. terkontrol. Menggunakan 25 ekor tikus putih ( Rattus norvegicus) jantan 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode acak terkontrol. Menggunakan 25 ekor tikus putih ( Rattus norvegicus) jantan galur Sprague

Lebih terperinci

Pendahuluan kebutuhan energi basal bertahan hidup Lemak sumber energi tertinggi asam lemak esensial Makanan mengandung lemak Pencernaan

Pendahuluan kebutuhan energi basal bertahan hidup Lemak sumber energi tertinggi asam lemak esensial Makanan mengandung lemak Pencernaan Metabolisme lemak Dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Lektor mata kuliah ilmu biomedik Departemen Biokimia, Biologi Molekuler, dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Unila Pendahuluan Manusia memiliki kebutuhan energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat modern cenderung hidup dengan tingkat stres tinggi karena kesibukan dan tuntutan menciptakan kinerja prima agar dapat bersaing di era globalisasi, sehingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pada penelitian ini, berat badan setiap ekor mencit ditimbang dari mulai tahap persiapan sampai akhir perlakuan. Selama penggemukan mencit diberi pakan berlemak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup ilmu penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi. 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian Adaptasi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 22 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Farmakologi, Farmasi dan Patologi Anatomi. 4.2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian 31 BAB III METODE PENELITIAN III.1 Jenis dan Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian Post Test Controlled Group Design. III.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu Anestesiologi, Farmakologi, dan Patologi Klinik. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 34 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. HASIL Dalam penelitian ini sampel diambil dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) UGM untuk mendapatkan perawatan hewan percobaan yang sesuai dengan

Lebih terperinci

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Pendahuluan Dasarnya : neurofarmakologi studi ttg obat yang berpengaruh terhadap jaringan saraf Ruang lingkup obat-obat SSP: analgetik, sedatif, antikonvulsan, antidepresan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Proksimat Sampel Tabel 8 menyajikan data hasil analisis proksimat semua sampel (Lampiran 1) yang digunakan pada penelitian ini. Data hasil analisis ini selanjutnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Senyawa 2-Methoxyethanol (2-ME) tergolong senyawa ptalate ester (ester

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Senyawa 2-Methoxyethanol (2-ME) tergolong senyawa ptalate ester (ester BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Infertilitas merupakan masalah yang memiliki angka kejadian yang cukup besar di Indonesia. Penyebab infertilitas pria dipengaruhi oleh banyak faktor,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari.

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan, air, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minuman isotonik atau dikenal juga sebagai sport drink kini banyak dijual

BAB I PENDAHULUAN. Minuman isotonik atau dikenal juga sebagai sport drink kini banyak dijual BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Minuman isotonik atau dikenal juga sebagai sport drink kini banyak dijual di pasaran. Menurut Badan Standar Nasional (1998), minuman isotonik merupakan salah satu produk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Farmakologi dan Terapi 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hewan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini meliputi ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok (THT)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini meliputi ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok (THT) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini meliputi ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok (THT) divisi Alergi-Imunologi dan Patologi Anatomi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. random pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar jantan.

BAB III METODE PENELITIAN. random pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar jantan. 34 BAB III METODE PENELITIAN A. DESAIN PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorik dengan post-test only control group design. Pemilihan hewan uji sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang THT-KL, Farmakologi, dan Patologi Anatomi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian 21 BAB III METODE PENELITIAN III.1 Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian Post Test Controlled Group Design. III.2 Tempat dan Waktu Penelitian Hewan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Ilmu Patologi Anatomi dan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Ilmu Patologi Anatomi dan BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Ilmu Patologi Anatomi dan Fisika kedokteran. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 4.2.1 Tempat 1. Laboratorium

Lebih terperinci

Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan. menggunakan pendekatan post test only control group design.

Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan. menggunakan pendekatan post test only control group design. 53 4.1. Disain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan menggunakan pendekatan post test only control group design. Disain penelitian ini memberikan efisiensi pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare merupakan masalah umum yang terjadi di seluruh dunia. Tingginya morbiditas dan mortalitas diare berpengaruh terhadap tingkat pengangguran dan hilangnya produktivitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis Hasil perhitungan konsumsi karbohidrat, protein, lemak dan sumbangan kalori dari karbohidrat, protein dan lemak dari ransum,

Lebih terperinci

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri.

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakso adalah makanan yang banyak digemari masyarakat di Indonesia. Salah satu bahan baku bakso adalah daging sapi. Mahalnya harga daging sapi membuat banyak

Lebih terperinci