BAB I PENDAHULUAN. gerakan pendidikan dan dakwah (Muhammad Hakiki, 2011). masih sangat tradisional, sehingga kegiatan-kegiatan filantropi kurang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. gerakan pendidikan dan dakwah (Muhammad Hakiki, 2011). masih sangat tradisional, sehingga kegiatan-kegiatan filantropi kurang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Praktik filantropi Islam di Indonesia sudah dimulai sejak kehadiran agama Islam di Nusantara pada abad ke 8-9 M, namun mulai tampak pada abad ke 12 M saat berjayanya kerajaan-kerajaan Islam dan berlanjut pada masa kolonial yang lebih banyak terfokus pada pembangunan masjid dan pesantren. Sejak saat itu, dua institusi yang menyemai tindakan filantropi bagi masyarakat muslim adalah masjid dan pesantren. Kedua lembaga ini telah mulai dibangun sejak abad ke-15 M, ketika masyarakat muslim khususnya di Jawa mulai menjadikan kedua tempat tersebut sebagai pusat gerakan pendidikan dan dakwah (Muhammad Hakiki, 2011). Masjid disebut juga sebagi bait al-maal untuk menyimpan zakat dari masyarakat. Di Indonesia kegiatan bait al-maal disahkan oleh Belanda pada abad ke 19 dengan menyebut Moskeeskas. Menilik sejarahnya, kegiatan filantropi di masa dahulu di Indonesia, masih sangat tradisional, sehingga kegiatan-kegiatan filantropi kurang berkembang. Penyebab kondisi tersebut karena beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah manajemen penggalangan dan penyaluran dana yang kurang tepat sehingga kepercayaan publik lambat laun menjadi hilang. 1

2 Ada sebuah kasus filantropi Islam yang terjadi di tahun 2008 silam, seorang dermawan di Pasuruan Jawa Timur bermaksud membagikan zakatnya secara langsung kepada kaum miskin di sekitar daerahnya tersebut. Jumlah dana sekitar Rp ,- hingga Rp ,- dalam masing-masing amplop. Pembagian zakat digelar secara besar-besaran di rumah muzaki (orang yang mengeluarkan zakat) ini. Awalnya memang acara ini berjalan dengan tertib, namun kerumunan lebih dari lima ribu orang tersebut makin berdesak-desakan dan berebut untuk segera mendapat derma. Dalam peristiwa ini banyak ibu-ibu dan lansia yang menjadi korban. Tidak hanya cedera karena terinjak-injak kerumunan, bahkan dikabarkan lebih dari 20 jiwa meninggal dunia. Ini menunjukkan bahwa manajemen yang ada dalam masyarakat dalam pelaksanaan filantropi Islam belum berkembang dengan baik (Hilman Latief, 2013). Belajar dari pengalaman tersebut, maka kini banyak bermunculan lembaga atau yayasan yang mengelola dana filantropi Islam dengan menggunakan manajeman modern yang lebih baik. Di Indonesia, pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, dikeluarkan anjuran untuk menghimpun zakat secara sistematis dan terorganisasi. Pernyataan tersebut ditindak lanjuti dengan terbentuknya Badan Amil Zakat (BAZ). Awal kemunculannya hanya ada di DKI Jakarta, namun akhirnya menjamur di propinsi-propinsi lainnya. Kegiatan pengelolaan zakat di BAZ didukung dengan adanya UU RI No. 38 Tahun 1999 sebagai landasan konstitusionalnya. Dalam undang-undang tersebut menyatakan 2

3 bahwa pemerintahlah yang lebih berhak dan berkewajiban mengelola zakat, namun sementara pemerintah belum siap mengelola zakat secara efektif, maka zakat dapat dikelola melalui lembaga atas dasar kemaslahatan umat. Hal ini menjadi penyebab kemunculan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang merupakan lembaga non-pemerintah dalam membantu pengelolaan zakat dengan manajemen yang lebih modern (Nurkholis, 2006). Saat ini UU tentang zakat tersebut telah diperkuat kembali dalam UU RI No. 23 Tahun 2011, dalam pasal 17 disebutkan bahwa untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ dengan ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan organisasi, mekanisme perizinan, pembentukan perwakilan, pelaporan, dan pertanggungjawaban LAZ diatur dalam Peraturan Pemerintah..Pengelolaan ZIS pada pemerintahan Soeharto lebih banyak menggunakan paradigma bahwa negara sebagai agen pembangunan. Tampak sekali dalam strategi dan pendekatan pembangunan bersifat sentralistis dan top-down. Kebijakan yang diimplementasikanpun bersifat seragam, padahal kebutuhan masyarakat berbeda-beda. Pembagian peran yang dominan pada negara menyebabkan institusi lokal menjadi lemah. Masyarakat hanya berperan menjadi pe-respon kebijakan yang sudah jadi. Saat ini peran 3 stakeholder dalam pembangunan telah berada dalam posisi yang seimbang. Begitu juga dalam kegiatan filantropi Islamnya. Sebab kegiatan filantropi Islam semakin berkembang dan tidak hanya berbentuk 3

4 charity, namun juga dikelola lebih mendalam untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan ketergantungan melalui pemberdayaan masyarakat. Filantropi Islam dalam hal ini bisa diartikan sebagai kegiatan, baik dilakukan oleh sebuah lembaga maupun komunitas, yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pengelolaan dana filantropi Islam (zakat, infak dan sedekah) dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat, sehingga kegiatan yang dilaksanakan memiliki sifat yang berkelanjutan. Karitas atau yang biasa disebut sebagai filantropi tradisional memang diarahkan pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar yang mendesak, sedangkan filantropi modern bertujuan mempromosikan prakarsa-prakarsa keadilan sosial yang berjangka panjang (Aileen Shaw dalam Irfan Abubakar, 2006). Adanya program kegiatan yang berkelanjutan, bukan berarti karitas tidak dibutuhkan lagi, sebab pemenuhan kebutuhan dasar mendesak juga penting. Sehingga dua bentuk filantropi ini harus dipandang saling melengkapi, bukan saling meniadakan. Beberapa permasalahan yang ada tersebut tak pelak juga terjadi di Maguwo Banguntapan Bantul. Adanya ketimpangan yang terjadi di masyarakat kampung Maguwo menjadi penyebab dibentuknya sebuah lembaga pengelola ZIS yakni Baitul Maal Al-Muthi in. LAZIS yang berdiri dibawah payung hukum Yayasan Al-Muthi in sejak tahun 2007 ini memiliki tujuan untuk memperbaiki manajemen pengelolaan zakat, infak dan sedekah 4

5 (ZIS), serta mengoptimalkan daya gunanya untuk masyarakat Maguwo pada khususnya. Kampung Maguwo dengan mayoritas penduduk muslim pastinya memiliki potensi yang besar dalam kegiatan filantropi Islam. Namun, persoalan baru muncul mengenai strategi dan cara yang tepat untuk menggalang dana ZIS tersebut. Sebab sebelumnya, dana ZIS yang merupakan dana filantropi Islam dari para muzakki (orang yang berzakat) di Maguwo hanya dibayarkan beberapa hari pada momen bulan Ramadhan dan itu pun panitia zakat ( amil) hanya pasif menerima, belum aktif mengambil atau memungut ZIS tersebut, sehingga Baitul Maal Al-Muthi in mulai berinovasi dalam penggalangan dana ZIS. Oleh karenanya, penting untuk diketahui mengenai strategi dan cara Baitul Maal Al-Muthi in dalam memaksimalkan penggalangan dana ZIS. Selain itu, dana tersebut memiliki potensi yang sangat besar jika dimanfaatkan dengan baik untuk kesejahteraan warga. Program-program yang dilaksanakan oleh Baitul Maal Al-Muthi in pun bermacam-macam. Ada dua jenis filantropi, yakni filantropi tradisional dan juga filantropi untuk keadilan sosial. Menarik untuk diketahui mengenai program-program yang dilakukan Baitul Maal untuk menyejahterakan masyarakat Kampung Maguwo. Termasuk, bentuk filrantropi yang menjadi orientasi dari Baitul Maal Al-Muthi in, sehingga nantinya akan diketahui secara keseluruhan mengenai peran dari Baitul Maal Al-Muthi in di Kampung Maguwo. 5

6 1.2. RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, maka rumusan masalah yang ada adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana strategi Baitul Maal Al-Muthi in dalam mengoptimalkan penggalangan dana ZIS? 2. Bagaimana Baitul Maal Al-Muthi in mendayagunakan ZIS untuk masyarakat di Kampung Maguwo, Desa Banguntapan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul? 3. Bagaimanakah bentuk filantropi yang saat ini menjadi orientasi dari Baitul Maal Al-Muthi in di Kampung Maguwo, Desa Banguntapan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul? 1.3. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui strategi yang dilakukan Baitul Maal Al-Muthi in dalam penggalangan dana melalui inovasi-inovasi program. 2. Mengetahui pelaksanaan pendayagunaan ZIS Baitul Maal Al-Muthi in di Kampung Maguwo, Desa Banguntapan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul. 3. Mengetahui jenis filantropi yang saat ini menjadi orientasi dari Baitul Maal Al-Muthi in di Kampung Maguwo, Desa Banguntapan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul. 6

7 1.4. MANFAAT PENELITIAN 1. Penelitian ini bagi peneliti bermanfaat untuk memperluas pengetahuan dan wawasan tentang strategi penggalangan ZIS melalui inovasi program Baitul Maal Al-Muthi in serta mengetahui pendayagunaan ZISnya. Selain itu juga untuk mengetahui jenis filantropi yang dijalankan oleh Baitul Maal Al-Muthi in. 2. Bagi almamater Universitas Gadjah Mada untuk menambah koleksi hasil penelitian, khususnya dalam filantropi Islam dan pemberdayaan masyarakat TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan zakat sebagai usaha untuk mensejahterakan masyarakat telah banyak dilakukan oleh badan maupun lembaga pengelola zakat, baik dari Badan Amil Zakat (BAZ) milik pemerintah maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dikelola oleh masyarakat non-pemerintah. Di BAZ Kabupaten Bantul, zakat dikelola dengan cara pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Pengumpulan zakat berasal dari infak dan sedekah jajaran pegawai di berbagai instansi daerah Bantul, baik negeri maupun swasta dengan besaran seikhlasnya yang dikirim ke nomor rekening BAZ di bank yang bekerjasama dengan BAZ Kabupaten Bantul. Dalam pendistribusian zakat, BAZ Kabupaten Bantul memberikan kepada empat kelompok asnaf, yakni fakir miskin sebesar 50%, kelompok mualaf 10%, sabilillah 30%, garim dan tempat ibadah 10%. Proporsi tersebut 7

8 merupakan patokan dasar, tetapi tidak menutup kemungkinan apabila sewaktu-waktu berubah sesuai kebutuhan mustahik. Pendayagunaan zakat bersifat konsumtif dan produktif. Usaha BAZ Kabupaten Bantul dalam mengelola zakat dianggap belum efektif karena kecilnya sumber yang terkumpul yang mengakibatkan penyaluran dana untuk berbagai kegiatan menjadi terbatas. Penggunaan zakat secara produktif juga masih dalam lingkup yang kecil, amil pun belum bekerja secara full-time, selain itu job description yang telah ditetapkan belum berjalan sebagaimna mestinya (Hermin Sukawati, 2005). Pengelolaan ZIS di LAZ Baitul Maal Muamalat (BMM) yang merupakan lembaga nirlaba, dilaksanakan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan pada penghimpunan, pendistribusian dan pendayagunaan ZIS. Program pengentasan kemiskinan diwadahi dalam program pemberdayaan masyarakat dengan pengembangan ekonomi mikro. BMM memiliki empat poin utama dalam Bina Ekonomi Terpadu, Bina Sosial, Bina Pendidikan, Bina Kesehatan. Dari empat poin tersebut, Bina Ekonomi Terpadu menjadi kegiatan utama dengan anggaran dana 50% dari total zakat yang terkumpul. ZIS dikelola secara produktif. Sejauh ini program berjalan dengan baik sesuai hukum syari ah maupun peraturan pemerintah. Terbukti dengan adanya usaha dari peserta program yang terbilang cukup sukses. Namun perlu digaris bawahi bahwa pengelolaan ZIS harus lebih transparan serta masyarakat yang mengajukan bantuan harus 8

9 jujur dan amanah serta memiliki visi dan misi yang sama dengan BMM agar kegiatan berjalan dengan baik (Nurkholis, 2006). Berbeda dengan BAZ Kabupaten Bantul maupun LAZ BMM, program pertanian dari Baitul Maal Desa (BMD) merupakan praktik pengelolaan dan penyaluran dana zakat dengan skema investasi zakat di bidang pertanian. Investor dalam BMD ini adalah ZIS Dompet Dhuafa dan bantuan dari muzaki yang berdomisili di sekitar BMD. Investasi zakat yang ada, digunakan untuk menyewa lahan, menyewa saprodi, bantuan pupuk, bibit, dan investasi barang modal. Hasil panen yang didapat akan di bagi hasil (50:50) antara peserta dan BMD. Dana hasil panen tersebut, BMD menggunakannya untuk mengembangkan program-program. Adanya bantuan investasi zakat pertanian ini mampu menaikkan pendapatan yang diperoleh oleh buruh tani hingga 77,12% dari pendapatan sebelum mengikuti program ini. Kesimpulannya, investasi zakat telah berhasil meningkatkan kesejahteraan petani (Royyan Djayusman, 2010). Dari beberapa studi yang pernah dilaksanakan tersebut, terdapat beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaan dalam penelitian ini terletak pada tema tentang pengelolaan zakat, infak dan sedekah serta jenis lembaga sebagai agen pengelola ZISnya. Perbedaannya terletak pada strategi penggalangan dana ZISnya. Baitul Maal Al-Muthi in melakukan inovasi agar masyarakat Maguwo gemar berzakat, infak dan sedekah. Selain itu juga Baitul Maal Al-Muthi in memberikan ZIS pada masyarakat Maguwo tidak hanya dalam bentuk karitas, namun juga dalam bentuk modal usaha agar 9

10 bersifat berkesinambungan dengan program-program pemberdayaan ekonomi masyarakatnya. Studi-studi sebelumnya lebih banyak membahas ZIS dari kacamata syari ah dan ekonomi, sedangkan dalam penelitian ini akan lebih banyak membahas dari segi filantropi Islam dan pemberdayaan ekonomi masyarakat KERANGKA BERFIKIR LAZIS Dalam UU no 23 tahun 2011 pasal 1, Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disingkat LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Pada masa sekarang, LAZ semakin berkembang dengan dana yang dikelolanya yang mencakup dana infak dan sedekah dan biasa disebut dengan LAZIS (Lembaga Amil Zakat, Infak dan Sedekah). Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukan yang diikrarkan oleh pemberi dan harus dilakukan pencatatan dalam pembukuan tersendiri. LAZ di Indonesia biasa disebut dengan Baitul Maal. Baitul Maal berasal dari bahasa Arab bait yang berarti rumah, dan al-maal yang berarti harta. Baitul Maal merupakan lembaga keuangan negara yang 10

11 bertugas menerima, menyimpan, dan mendistribusikan uang negara sesuai ketentuan syariat. Ringkasnya, Baitul Maal dapat disamakan dengan kas negara yang ada dewasa ini (Dahlan dalam Aziz, 2010). Baitul Maal merupakan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang membantu pemerintah untuk menggalang, mengelola dan mendistribusikan ZIS dari muzaki kepada mustahik. LAZ merupakan lembaga non-pemerintah yang bersifat non-profit. Dalam penelitian ini, Baitul Maal Al-Muthi in dilihat sebagai sebuah lembaga yang menjadi agen dalam menggalang dana ZIS dengan inovasi-inovasinya, sekaligus sebagai agen pelaksana filantropi Islam. Baitul Maal berbeda dengan Baitul Maal wat Tamwil atau yang biasa disebut sebagai BMT. Baitul Maal lebih banyak bergerak dibidang sosial keagamaan, sedangkan BMT lebih banyak bergerak dalam bidang perbankan syari ah Penggalangan dan Pendayagunaan ZIS Pengelolaan zakat dimulai dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Zakat berasal dari tumbukan kata zaka yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang (Mu jam Wasith, dalam Abdul Aziz dan Mariyah Ulfah, 2010). Menurut Eri Sudewo, zakat merupakan salah 11

12 satu aspek untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan. Zakat dijadikan sebagai suatu modal untuk menciptakan industri agar tertampung mustahik untuk bekerja. Dalam UU RI No 23 Tahun 2011, Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Seorang muslim yang berzakat disebut juga dengan muzaki. Infak berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu (Abdul Aziz dan Mariyah Ulfa, 2010). Jika zakat ada nisabnya, infak tidak mengenal nisab. Infak dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia di saat lapang maupun sempit. Jika zakat harus diberikan kepada mustahik tertentu (8 asnaf), maka infak boleh diberikan kepada siapapun, seperti orangtua, anak yatim, dan sebagainya. Sedekah berasal dari kata shadaqa yang berarti benar. Orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Jika infak berkaitan dengan materi, sedekah memiliki arti lebih luas, menyangkut hal yang bersifat non-materiil. Ada 8 asnaf penerima zakat atau yang biasa disebut degan mustahik, seperti yang telah disebutkan dalam Al-Quran surat At-Taubah ayat 60, seperti yang akan dijelaskan berikut ini, 12

13 Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah bagi orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (At-Taubah:60). Tidak semua asnaf tersebut bisa diberikan zakat. Amil zakat harus jeli melihat mana yang menjadi prioritas dan sasaran utama dari zakat. Berbeda dengan zakat, pemberian infak dan sedekah tidak hanya diberikan kepada 8 asnaf, namun dengan sasaran yang lebih luas. Baitul Maal memiliki peran dalam penggalangan dana ZIS terlebih dahulu sebelum mendayagunakannyat. ZIS dikumpulkan dengan beberapa cara agar menarik warga untuk mudah mengeluarkan sebagian hartanya dan berbagi dengan sesamanya. Pengumpulan ZIS tersebut dilakukan dengan cara-cara yang menurut lembaga pengelola ZIS dirasa paling efektif. Biasanya lembaga tersebut akan membuat inovasi program untuk lebih menarik masyarakat. Seperti yang dilakukan oleh Baitul Maal Al-Muthi in dalam penggalangan dana ZISnya. Setelah ZIS terkumpul, lalu digunakan oleh Baitul Maal Al-Muthi in sebagai modal pendukung pelaksanaan kegiatan filantropi Islam dengan berbagai macam programnya. Sumber dana ZIS di Baitul Maal Al-Muthi in berasal dari masyarakat Kampung Maguwo dan sekitarnya. 13

14 Pendayagunaan ZIS dilakukan dalam berbagai macam program seperti yang dijelaskan dalam Filantropi Islam berikut ini, Filantropi Islam Robert Poyton (dalam Irfan Abubakar, 2006) menjelaskan bahwa filantropi sebagai pemberian sumbangan secara sukarela kepada orang lain, diluar keluarga sendiri, untuk tujuan kemaslahatan umum. Hal ini berbeda dengan konsep filantropi dalam Islam, sebab Islam menganjurkan bahwa infak dan sedekah dianjurkan lebih dulu diberikan kepada kerabat seperti keluarga, saudara, maupun tetangga dekat yang membutuhkan. Filantropi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti cinta kasih (kedermawanan) kepada sesama manusia. Secara etimologi filantropi berarti cinta kepada kemanusiaan atau charity atau sering diterjemahkan dengan kedermawanan, namun filantropi dalam Islam lebih bermotif moral yakni berorientasi pada kecintaan terhadap manusia, sementara dalam Islam, basis filosofisnya adalah kewajiban dari Yang di Atas untuk mewujudkan keadilan sosial di muka bumi. Filantropi Islam berarti wujud dari jalinan hubungan baik dengan Allah dan kepedulian masyarakat Islam terhadap lingkungan sekitarnya (Dian Interfidei 2012). Sehingga filantropi Islam membawa nilai sacral dan nilai profane sekaligus. Filantropi Islam harus memiliki sasaran ganda, yakni perubahan individual dan perubahan kolektif. Pertama mengubah individu menjadi 14

15 manusia peduli, lebih dari sekadar memberi, dan yang kedua, mengubah tatanan sosial atau kolektif untuk membangun kultur tanggung jawab sosial dan kesejahteraan bersama. (Hilman Latief, 2012). Perubahan paradigma filantropi Islam jelas terlihat pada tradisi karitatif menuju tradisi baru yang mencoba menggunakan pendekatan baru dalam menyelesaikan permasalahan sosial, yaitu menyelesaikan masalah dari akarnya secara terencana, berjangka panjang, dan terukur. Ini artinya, filantropi tidak lagi dipraktikkan sebatas pemberian makanan, minuman, pakaian, maupun pembangunan masjid, madrasah atau pesantren. Lebih dari itu, filantropi berupaya membangun manusianya dengan pemberdayaan ekonomi, perhatian pada dunia pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan sebagainya. Melihat dari fenomena perkembangan lembaga filantropi di Indonesia, maka, berdasarkan sifatnya dikenal dua bentuk filantropi, yakni filantropi tradisional dan filantropi untuk keadilan sosial yang biasa disebut juga dengan filantropi modern. Berikut ini adalah tabel mengenai bentuk filantropi tersebut, 15

16 Tabel 1.1. Perbedaan Antara Filantropi Tradisional dengan Filantropi Untuk Keadilan Sosial Filantropi Tradisional (Karitas) Filantropi untuk Keadilan Sosial Motif Individual Publik, Kolektif Orientasi Kebutuhan mendesak Kebutuhan jangka panjang Bentuk Pelayanan sosial langsung Mendukung perubahan sosial Sifat Tindakan yang berulang-ulang Kegiatan menyelesaikan ketidakadilan struktur Dampak Mengatasi gejala ketidak adilan sosial Mengobati akar penyebab ketidakadilan sosial Contoh Menyediakan tempat tinggal bagi Advokasi perundang-undangan tuna wisma perubahan kebijakan public Sumber : Revitalisasi Filantropi Islam, Studi Kasus Lembaga Zakat dan Wakaf di Indonesia (Andi Agung P dalam Chaider Bamualim dan Irfan Abubakar, 2005). Filantropi tradisional menurut Andi Agung Prihatna dalam Irfan Abubakar (2005) adalah filantropi yang berbasis karitas (charity). Praktek filantropi tradisional berbentuk pemberian untuk kepentingan pelayanan sosial, misalkan pemberian langsung para dermawan untuk kalangan 16

17 miskin dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti memenuhi kebutuhan makanan, tempat tinggal, pakaian dan lain-lain. Dilihat dari orientasinya, filantropi tradisional lebih bersifat individual. Bentuknya masih tradisional yakni penderma langsung memberikan derma (zakat, infak, sedekah) kepada penerima derma (dalam Al-Qur an disebutkan ada 8 Asnaf). Serta belum ada usaha pengelolaan derma secara kelembagaan didalamnya. Filantropi Islam di Indonesia masih berkutat pada hal yang sifatnya ritual vertikal, yakni dana filantropi Islam baru ditujukan untuk pembangunan masjid, madrasah, pengadaan tanah untuk kuburan, dan lain-lain. Dana filantropi Islam yang diberikan langsung oleh pendermanya dalam bentuk uang tunai hanya akan membuat masyarakat miskin berebut dan rela berdesak-desakkan demi sejumlah uang sedekah yang nominalnya tidak begitu besar. Dengan kata lain, dana hasil filantropi Islam belum secara optimal diarahkan untuk mendukung upaya-upaya pemberdayaan masyarakat di Indonesia. Melihat dari bentuk penyaluran dana tersebut, bentuk filantropi seperti ini rawan adanya manipulasi dana berbentuk pengayaan individual, egosentrisme di mata publik. Di samping kelemahan-kelemahan lainnya yakni tidak bisa mengembangkan taraf kehidupan masyarakat miskin atau dalam istilah sehari-hari hanya memberi ikan tapi tidak memberi pancing (kail). Hal ini akan membuat masyarakat miskin terus bergantung pada pemberian orang lain tanpa mau berusaha. Filantropi tradisional banyak 17

18 dilaksanakan sebelum adanya lembaga atau badan pengelola zakat di Indonesia. Masyarakat memilih melaksanakan kewajiban dengan langsung memberi kepada yang berhak (charity). Selain filantropi tradisional, ada juga filantropi keadilan sosial (social justice philanthropy). Bentuk filantropi ini merupakan bentuk kedermawanan sosial yang dimaksudkan untuk dapat menjembatani jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Jembatan tersebut diwujudkan dengan upaya memobilisasi sumberdaya untuk mendukung kegiatan yang menggugat ketidakadilan struktur yang menjadi penyebab langgengnya kemiskinan. Dengan kata lain, filantropi jenis ini adalah mencari akar permasalahan dari kemiskinan tersebut, yakni adanya faktor ketidakadilan dalam alokasi sumberdaya dan akses kekuasaan dalam masyarakat. Namun yang perlu diingat bahwa adanya filantropi untuk keadilan sosial tidak membuat filantropi tradisional tidak dibutuhkan lagi, sebab pemenuhan kebutuhan dasar mendesak juga penting. Sehingga dua bentuk filantropi ini harus dipandang saling melengkapi, bukan saling meniadakan. Dalam konsep filantropi untuk keadilan sosial ini, terdapat unsurunsur pemberdayaan masyarakat. Secara etimologis, pemberdayaan berasal dari kata daya yang berarti kekuatan atau kemampuan. Maka pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya, atau proses untuk memperoleh daya / kekuatan / kemampuan, dan atau proses 18

19 pemberian daya / kekuatan / kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya (Ambar Teguh Sulistiyani, 2004). Pemberdayaan merupakan upaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat sebagai proses yang multi dimensi, mencakup sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya sosial (Soetomo, 2009). Dari sudut pandang sosial budaya, sumber daya manusia merupakan pelaku pembangunan dalam kapasitasnya sebagai individu dan anggota masyarakat yang meliputi kapasitas untuk berproduksi, pemerataan, pemberian kekuatan wewenang, kelangsungan untuk berkembang dan kesadaran akan interdependensi (Effendi dalam Soetomo, 2009). Sumber daya manusia berbeda dengan sumber daya alam dimana semakin banyak kuantitas atau jumlahnya maka memiliki potensi yang semakin banyak pula untuk pembangunan, namun pada sumber daya manusia, aspek kualitas jauh lebih penting ketimbang aspek kuantitasnya. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya sumber daya manusia, bisa jadi menjadi sebuah beban dan bukan menjadi aset. Selain itu, kualitas mampu mempengaruhi produktivitas. Kualitas sumber daya manusia bisa dilihat dalam beberapa aspek seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik, dan lain-lain. Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat paling strategis dilaksanakan oleh media yang keberadaannya tidak hanya sebagai organisasi, melainkan juga sebagai pranata sosial (social institution). Di 19

20 antara berbagai institusi lokal dibedakan dalam sektor publik, privat, dan sukarela, dan institusi sukarela lebih tepat digunakan sebagai media pemberdayaan masyarakat. Hal ini karena institusi sukarela tumbuh, berkembang dan berakar dari dinamika kehidupan masyarakat sendiri, sehingga tidak terlalu dikendalikan oleh penetrasi ekstenal termasuk negara. Dalam penelitian ini, pengurus Baitul Maal Al-Muthi in yang merupakan bagian dari masyarakat Kampung Maguwo, maka pemberdayaan yang dilakukan disini merupakan bentuk Community Driven Development karena kegiatan pembangunannya digerakkan oleh masyarakat (Soetomo, 2011). Selain itu, cakupan, sasaran dan pelaku pemberdayaannya pun berada dalam lingkup masyarakat yang sama, yakni Kampung Maguwo. Baitul Maal Al-Muthi in melakukan pemberdayaan masyarakat mempertimbangkan nilai-nilai Islam seperti sasaran program pemberdayaannya, dan lain-lain. Ada berbagai model pemberdayaan masyarakat seperti pemberdayaan dalam bidang pendidikan, bidang kesehatan, usaha mikro dan bisnis kecil, pemberdayaan bagi penganggur tidak terdidik, pemberdayaan dalam sektor peternakan, sektor pertanian, sektor kehutanan, sektor kelautan dan perikanan, pemberdayaan di permukiman transmigrasi, pemberdayaan usaha kerajinan, dan pemberdayaan melalui program tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) (Anonim, 2010). 20

21 Satu hal yang sangat penting untuk kembali lagi diingat, kegiatan pemberdayaan sebagai usaha yang sustainable bukan berarti meniadakan karitas, justru perpaduan keduanya mampu makin menguatkan masyarakat menuju keberdayaan, seperti dalam memenuhi kebutuhan jangka panjang dan juga jangka pendek. Kegiatan pemberdayaan lebih tepat bagi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jangka panjang, namun keritas akan lebih tepat bagi kebutuhan jangka pendek atau mendesak, misalnya seperti biaya pengobatan METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif (qualitative research). Menurut Bogdan dan Taylor dalam Lexy J. Moleong (1990), metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin mendapatkan realita di balik fenomena secara mendalam, rinci dan tuntas. Sehingga penelitian kualitatif sebagian alat buktinya tidak berupa data numerik yang dianalisis dengan uji statistik, namun berupa data (kata-kata), tindakan, dan dokumen Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data untuk penelitian ini pada LAZIS Baitul Maal Al-Muthi in yang lokasinya berada di Kampung Maguwo, Jalan 21

22 Cendrawasih, Dusun Wonocatur, Kelurahan Banguntapan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini karena Baitul Maal Al-Muthi in memiliki ciri tersendiri yang berbeda dengan Baitul Maal lain dalam penggalangan dana ZIS serta pelaksanaan kegiatan filantropi Islamnya Jenis Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Dengan penelitian deskriptif, diharapkan peneliti dapat menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tipe deskriptif karena peneliti ingin memperoleh data dan informasi yang mendalam mengenai kegiatan filantropi Islam yang dilakukan oleh Baituk Maal Al-Muthi in, seperti penggalangan ZIS hingga program pemberdayaan ekonomi masyarakatnya. Penelitian kualitatif-deskriptif merupakan penelitian dengan data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan merupakan angka-angka. Maka laporan penelitian akan berisi kutipankutipan data untuk memberi dambaran penyajian laporan tersebut. Data bisa saja berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya (Lexy J. Moleong. 1990). 22

23 Teknik Pengumpulan Data Dalam pelaksanaan penelitian kualitatif, salah satu tahap yang harus dilakukan adalah tahap pengumpulan data. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah : a. In-depth Interview Wawancara adalah percakapan langsung dan tatap muka (face to face) dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan, dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Wawancara mendalam sendiri dilakukan dengan alasan ingin mengetahui informasi secara mendalam, lengkap, dan terperinci dari pengalaman yang dialami oleh interviewee. Kualitas wawancara sangat ditentukan oleh bagaimana kualitas hubungan interaksi yang dibangun oleh kedua belah pihak, semakin dekat si pewawancara dengan yang diwawancarai maka informasi yang didapat akan semakin banyak. Informasi yang dihimpun dari proses wawancara mendalam ini dilakukan secara terus menerus dan tidak dapat hanya dilakukan sekali saja. Kejelian si peneliti diasah dalam proses pencarian data melalui wawancara mendalam ini. Wawancara adalah proses percakapan dengan maksud untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan dan sebagainya, yang dilakukan dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dengan yang 23

24 diwawancarai (interviewee) (Heru Irianto dan Burhan Bungin, 2001). Wawancara sering disebut juga sebagai tanya jawab sebab peneliti biasanya mengajukan beberapa pertanyaan untuk memperoleh informasi dengan maksud pihak yang ditanya akan memberikan jawaban. Wawancara dilakukan peneliti dengan cara sederhana terutama wawancara yang ditujukan pada pengurus Baitul Maal Al-Muthi in dan masyarakat Kampung Maguwo yang menjadi peserta programprogram filantropi Islam dari Baitul Maal Al-Muthi in dengan pewakilan dari masing-masing program dengan mempertimbangkan masukan dari pengurus Baitul Maal Al-Muthi in guna mengetahui secara lebih mendalam informasi mengenai hubungan dan peran-peran Baitul Maal Al-Muthi in terhadap inovasi yang dilakukan dalam penggalangan dana ZIS dan pendayagunaannya. 24

25 Interviewee dari pihak Baitul Maal dan perangkat dusun dalam penelitian ini adalah : Tabel 1.2. Interviewee dari pihak Baitul Maal Al-Muthi in, Perangkat Dusun dan Desa 1 Nama Pekerjaan Bachrun Kepala Dusun Wonocatur 2 Nama Pekerjaan Budi Waluyo Staf Bagian Kependudukan Desa Banguntapan 3 Nama Pekerjaan Abu Hamid Pembina Yayasan Al- Muthi in 4 Nama Pekerjaan Muhammad Danuri Pengurus Harian / Sekretaris Baitul Maal Al- Muthi in Sumber : Struktur pengurus yayasan dan baitul maal Al-Muthi in serta perangkat dusun. 25

26 Berikut adalah interviewee peserta program Baitul Maal Al-Muthi in : Tabel 1.3. Interviewee Peserta Program Baitul Maal Al-Muthi in 1 Nama Usia Pekerjaan 2 Nama Usia Pekerjaan 3 Nama Usia Pekerjaan 4 Nama Usia Pekerjaan 5 Nama Usia Pekerjaan 6 Nama Usia Pekerjaan Slamet 42 tahun Buruh tidak tetap Sri Asih 42 tahun Penjahit Ngatijan 60 tahun Buruh / tukang bangunan Rosiana 19 tahun Mahasiswi Ummi 42 tahun Buruh cuci Sriyono 32 tahun Pengepul barang bekas Sumber : Peserta Program Baitul Maal Al-Muthi in 26

27 b. Observasi Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki (Sutrisno Hadi, 1983). Observasi didalam penelitian akan dilaksanakan sebelum dilakukannya wawancara dan pencarian dokumenter dari pihak-pihak yang terkait. Istilah observasi berasal dari bahasa latin yang berarti melihat, dan memperhatikan. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Tujuan dari observasi ini adalah sebagai alat re-checking atau pembuktian terhadap informasi dan keterangan yang diperoleh sebelumnya. Alasan pemanfaatan metode pengamatan adalah sebagai berikut. Pertama teknik pengamatan didasarkan atas pengalaman secara langsung. Kedua, teknik pengamatan memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keaadan sebenarnya. Ketiga, pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proposisional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data. Keempat, sering terjadi keraguan pada peneliti bila kemungkinan data yang diambilnya ada yang bias, karena kurang dapat mengingat peristiwa atau hasil wawancara. Jalan terbaik untuk mengecek kepercayaan data tersebut 27

28 ialah dengan cara memanfaatkan pengamatan. Kelima, teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit (Lexy J. Moleong, 1990). Observasi akan membantu melihat keadaan sekitar dan mengetahui realita gambaran fisik objek serta keadaan sosial masyarakat Kampung Maguwo khususnya kegiatan filantropi Islam mulai dari usaha penggalangan dana hingga pendayagunaan dana ZIS yang dilaksanakan oleh Baitul Maal Al-Muthi in Sumber Data Penelitian ini terdiri dari dua jenis sumber data yakni data primer dan data sekunder. a. Sumber Data Primer Sumber data primer merupakan objek atau dokumen original-material mentah dari pelaku yang disebut juga first-hand information. Data ini dikumpulkan dari situasi aktual ketika peristiwa berlangsung. Data atau sumber primer dalam penelitian ini dihimpun oleh peneliti melalui pengamatan dan wawancara secara langsung dilapangan terhadap pengurus Baitul Maal Al-Muthi in dan masyarakat yang menjadi peserta program pendayagunaan ZIS. 28

29 b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder merupakan data yang dikumpulkam dari tangan kedua atau dari sumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian dilakukan. Bahan-bahan dalam sumber data sekunder dapat diperoleh dari artikel-artikel dalam surat kabar dan majalah populer, buku, artikel-artikel yang ditemukan dalam jurnal-jurnal ilmiah, dan internet. Data sekunder berguna untuk memperkuat kevaliditasan dan reliabilitas dari data primer Teknik Analisis Data Analisis data didefinisikan sebagai proses merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti disarankan data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis baru (Bogdan dan Taylor dalam Lexy J. Moleong, 1990). Analisis data dapat disimpulkan sebagai proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan data. Dikarenakan penelitian bersifat kualitatif maka semua data yang ada dianalisis secara terus-menerus dari awal hingga akhir penelitian. Analisis data kualitatif berfokus pada penunjukan makna, deskripsi, penjernihan, dan penempatan data pada konteksnya masingmasing dan seringkali melukiskannya ke dalam kata-kata daripada ke 29

30 dalam angka-angka. Oleh karena itu, catatan harian yang dihasilkan dalam pengumpulan data, seperti hasil wawancara atau hasil observasi perlu direduksi dan dimasukkan ke dalam pola, kategori, fokus atau tema yang hendak dipahami dan dimengerti. Menurut Miles dan Huberman dalam Silalahi (2010), kegiatan analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verivikasi. a. Reduksi Data Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstraksian, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Kegiatan melakukan reduksi data berlangsung secara terus menerus, terutama selama proyek yang berorientasi kualitatif berlangsung atau selama pengumpulan data. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadi tahapan reduksi (membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi, dan menulis memo). b. Penyajian Data Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Setelah data di coding dalam alur reduksi data sesuai pertanyannya maka selanjutnya data dapat di kategorisasikan 30

31 sesuai dengan kesamaannya dan perbedaannya untuk kemudian disajikan dalam bentuk teks naratif. c. Penarikan Kesimpulan Alur yang terakhir adalah menarik kesimpulan. Setelah data disajikan melalui kategorisasi maka akan muncul kecenderungan atau tendensi atas fenomena apa yang sebenarnya terjadi. Dari alur terakhir inilah akan diperoleh hasil analisis data yang pada akhirnya akan di interpretasikan oleh peneliti Pengecekan Keabsahan Untuk menghindari kesalahan data yang akan dianalisis, maka keabsahan data dapat diuji dengan beberapa hal berikut : a. Pengumpulan data secara countinuous pada subyek penelitian yang sama. Hal ini dilakukan secara berkesinambungan dengan ketekunan peneliti terhadap faktor-faktor yang menonjol sehingga tampak salah satu atau seluruh faktor yang telah dipahami dengan cara yang biasa. b. Triangulasi dengan data lain yang dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Denzin dalam Lexy J. Moleong (1990) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. 31

BAB VI PENUTUP. kesimpulan mengenai strategi Baitul Maal Al-Muthi in dalam menggalang

BAB VI PENUTUP. kesimpulan mengenai strategi Baitul Maal Al-Muthi in dalam menggalang BAB VI PENUTUP Penutup berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang diperoleh. Seperti kesimpulan mengenai strategi Baitul Maal Al-Muthi in dalam menggalang dana ZIS, program-program yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Angka kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan data statistik pada tahun 2014 baik di kota maupun di desa sebesar 544.870 jiwa, dengan total persentase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijauhi. Diantara perintah-perintah tersebut adalah saling berbagi - bagi

BAB I PENDAHULUAN. dijauhi. Diantara perintah-perintah tersebut adalah saling berbagi - bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk besar yang sebagian besar penduduknya menganut agama Islam, dimana dalam ajaran Islam terdapat perintah yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, infaq, dan shadaqah merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, infaq, dan shadaqah merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zakat, infaq, dan shadaqah merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mampu secara finansial. Zakat menjadi salah satu rukun islam keempat setelah puasa di bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran dan kemiskinan merupakan masalah di banyak negara,

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran dan kemiskinan merupakan masalah di banyak negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian Pengangguran dan kemiskinan merupakan masalah di banyak negara, termasuk negara maju seperti Amerika Serikat (AS) sekalipun. Ternyata tercatat 15 juta tenaga kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlawanan dengan semangat dan komitmen Islam terhadap. yang sejahtera dan baik yang menjadi tujuan utama mendirikan Negara.

BAB I PENDAHULUAN. yang berlawanan dengan semangat dan komitmen Islam terhadap. yang sejahtera dan baik yang menjadi tujuan utama mendirikan Negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi di sebuah negara yang kaya dengan sumber daya alam dan mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti Indonesia, merupakan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT I. UMUM Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mendapatkan informasi untuk digunakan sebagai solusi atau jawaban atas

BAB III METODE PENELITIAN. mendapatkan informasi untuk digunakan sebagai solusi atau jawaban atas 64 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki suatu masalah tertentu dengan maksud mendapatkan informasi untuk digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minallah atau dimensi vertikal dan hablum minannas atau dimensi horizontal.

BAB I PENDAHULUAN. minallah atau dimensi vertikal dan hablum minannas atau dimensi horizontal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakat adalah ibadah yang mengandung dua dimensi yaitu dimensi hablum minallah atau dimensi vertikal dan hablum minannas atau dimensi horizontal. Ibadah zakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Namun, pada kenyataannya, masih ada yang tidak mendapat bagian. Inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. Namun, pada kenyataannya, masih ada yang tidak mendapat bagian. Inilah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesungguhnya seluruh kebutuhan manusia telah diciptakan Allah SWT, sehingga manusia tidak perlu khawatir lagi tidak akan memperoleh bagian rezeki. Namun, pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zakat secara demografik dan kultural, sebenarnya memiliki potensi. yang layak dikembangkan menjadi salah satu instrumen pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. Zakat secara demografik dan kultural, sebenarnya memiliki potensi. yang layak dikembangkan menjadi salah satu instrumen pemerataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakat secara demografik dan kultural, sebenarnya memiliki potensi yang layak dikembangkan menjadi salah satu instrumen pemerataan pendapatan khususnya masyarakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

Lebih terperinci

Dr. Mulyaningrum Bakrie School of Management Jakarta, Indonesia

Dr. Mulyaningrum Bakrie School of Management Jakarta, Indonesia Dr. Mulyaningrum Bakrie School of Management Jakarta, Indonesia PENDAHULUAN BMT berkembang dari kegiatan Baitul maal : bertugas menghimpun, mengelola dan menyalurkan Zakat, Infak dan Shodaqoh (ZIS) Baitul

Lebih terperinci

Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muslim dengan jumlah 88,1 persen dari jumlah penduduk indonesia

BAB I PENDAHULUAN. muslim dengan jumlah 88,1 persen dari jumlah penduduk indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2015 jumlah penduduk Indonesia 230.641.326 juta jiwa, dimana mayoritas penduduknya adalah muslim dengan jumlah 88,1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan ibadah yang tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan ibadah yang tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan ibadah yang tidak hanya berhubungan dengan nilai ketuhanan saja namun berkaitan juga dengan hubungan kemanusian yang bernilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani, 2002,

BAB I PENDAHULUAN. hal Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani, 2002, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zakat merupakan ibadah yang mengandung 2 dimensi, yaitu dimensi hablumminallah dan hablumminannas 1. Zakat dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat terutama

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Menurut Aziz

BAB I PENDAHULUAN. kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Menurut Aziz BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang besar dan merupakan negara dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia. Islam mengenal istilah

Lebih terperinci

yang diwajibkan Allah kepada orang-orang yang berhak. mensucikan orang yang mengeluarkannya dan menumbuhkan pahala. Sedangkan

yang diwajibkan Allah kepada orang-orang yang berhak. mensucikan orang yang mengeluarkannya dan menumbuhkan pahala. Sedangkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian Zakat dan Infak Sedekah a. Zakat Dari segi bahasa, zakat berarti tumbuh, bersih, berkah, berkembang dan baik. Sedangkan dari segi istilah, zakat

Lebih terperinci

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL PERATURAN BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN TAHUNAN BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL, BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL PROVINSI, DAN BADAN AMIL ZAKAT

Lebih terperinci

No (BAZNAS) yang secara kelembagaan mempunyai kewenangan untuk melakukan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat secara nasional

No (BAZNAS) yang secara kelembagaan mempunyai kewenangan untuk melakukan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat secara nasional TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5508 KESEJAHTERAAN. Zakat. Pengelolaan. Pelaksanaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 38) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan sebuah fenomena umum yang terjadi pada negara-negara

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan sebuah fenomena umum yang terjadi pada negara-negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan sebuah fenomena umum yang terjadi pada negara-negara dunia ketiga atau negara berkembang, termasuk Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penerimaan dan penyaluran dana zakat, infak, sedekah yang telah dilakukan oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penerimaan dan penyaluran dana zakat, infak, sedekah yang telah dilakukan oleh A. Tinjauan Penelitian Terdahulu BAB II KAJIAN PUSTAKA Istutik (2013) meneliti mengenai penerapan standar akuntansi Zakat Infak/Sedekah (PSAK: 109) pada pertanggungjawaban keuangan atas aktivitas penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membicarakan masalah kemiskinan berarti membicarakan suatu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Membicarakan masalah kemiskinan berarti membicarakan suatu masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membicarakan masalah kemiskinan berarti membicarakan suatu masalah yang sebenarnya telah berlangsung lama dalam kehidupan manusia. Kemiskinan merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 38,4 juta jiwa (18,2%) yang terdistribusi 14,5% di perkotaan dan 21,1% di

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 38,4 juta jiwa (18,2%) yang terdistribusi 14,5% di perkotaan dan 21,1% di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah besar bagi bangsa Indonesia. Kemiskinan ini sudah ada sejak lama dan telah menjadi kenyataan dalam kehidupan. Krisis ekonomi yang berkepanjangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara demografik dan kultural, bangsa Indonesia, khususnya masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Secara demografik dan kultural, bangsa Indonesia, khususnya masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara demografik dan kultural, bangsa Indonesia, khususnya masyarakat muslim Indonesia sebenarnya memiliki potensi strategis yang layak dikembangkan menjadi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara layak. Menurut Siddiqi mengutip dari al-ghazali dan Asy-Syathibi

BAB I PENDAHULUAN. secara layak. Menurut Siddiqi mengutip dari al-ghazali dan Asy-Syathibi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adanya lembaga filantropi di dalam memberdayakan usaha mikro agar dapat menjadikan manusia yang produktif melalui peran penyaluran dana ZIS yang telah dikumpulkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang pemilihan judul

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang pemilihan judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang pemilihan judul Kemajuan ekonomi menjadi salah satu tolak ukur suatu negara untuk mendapatkan pengakuan dari negara lain, bahwa negara itu termasuk negara maju atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu serta menjadi unsur dari Rukun Islam, sedangkan Infaq dan Shodaqoh

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu serta menjadi unsur dari Rukun Islam, sedangkan Infaq dan Shodaqoh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Zakat, infaq, dan shodaqoh (ZIS) merupakan bagian dari kedermawanan (filantropi) dalam konteks masyarakat Muslim. Zakat merupakan kewajiban bagian dari setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan yang bersifat spritual. Firman Allah QS. Al-Māidah/5: telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-ku, dan telah Ku-ridhai

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan yang bersifat spritual. Firman Allah QS. Al-Māidah/5: telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-ku, dan telah Ku-ridhai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam merupakan sistem kehidupan yang bersifat komprehensif, yang mengatur semua aspek, baik dalam sosial, ekonomi, dan politik maupun kehidupan yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengendalikan tujuan perusahaan. Good Corporate Governance yang. seringkali digunakan dalam penerapannya di perusahaan-perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. mengendalikan tujuan perusahaan. Good Corporate Governance yang. seringkali digunakan dalam penerapannya di perusahaan-perusahaan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum Good Corporate Governance merupakan sebuah sistem yang terdapat pada sebuah perusahaan atau badan usaha baik yang mencari laba maupun nirlaba yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Wimmer dan Dominick menyebut pendekatan sebagai paradigma, yaitu seperangkat teori, prosedur, dan asumsi yang diyakini tentang bagaimana peneliti

Lebih terperinci

2016, No menetapkan Peraturan Badan Amil Zakat Nasional tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan Badan Amil Zakat Nasiona

2016, No menetapkan Peraturan Badan Amil Zakat Nasional tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan Badan Amil Zakat Nasiona BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1846, 2016 BAZNAS. Penyusunan RKA Tahunan. Baznas Provinsi. Baznas Kabupaten/Kota. Pedoman. PERATURAN BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Strategi Pendistribusian Zakat Oleh BAZNAS Kabupaten Jepara Dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Jepara zakat menurut bahasa berarti berkah, bersih, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam memahami zakat masih sedikit di bawah shalat dan puasa.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam memahami zakat masih sedikit di bawah shalat dan puasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Islam dibangun di atas lima pilar yang terangkum dalam rukun Islam. Zakat yang merupakan rukun ketiga dari lima rukun Islam tersebut tidak seperti shalat ataupun puasa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SHADAQAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SHADAQAH 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SHADAQAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akademis serta bermunculannya lembaga perekonomian islam di Indonesia. Begitu

BAB I PENDAHULUAN. akademis serta bermunculannya lembaga perekonomian islam di Indonesia. Begitu BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang. Perkembangan ekonomi islam telah menjadikan islam sebagai satu-satunya solusi masa depan. Hal ini di tandai dengan semakin banyak dan ramainya kajian akademis serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia dan di akhirat nanti. Islam sangat memegang tinggi prinsip solidaritas yang

BAB I PENDAHULUAN. dunia dan di akhirat nanti. Islam sangat memegang tinggi prinsip solidaritas yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam merupakan agama yang bisa memberikan rahmat kepada manusia di dunia dan di akhirat nanti. Islam sangat memegang tinggi prinsip solidaritas yang hakiki.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, zakat memiliki arti kata berkembang (an-namaa), mensucikan (atthaharatu)

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, zakat memiliki arti kata berkembang (an-namaa), mensucikan (atthaharatu) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zakat adalah salah satu pilar penting dalam ajaran Islam. Secara etimologis, zakat memiliki arti kata berkembang (an-namaa), mensucikan (atthaharatu) dan berkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu kewajiban yang bersifat dogmatis dan hanya mengandung

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu kewajiban yang bersifat dogmatis dan hanya mengandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelusuran dan penjelasan masalah zakat menjadi penting, karena masyarakat muslim Indonesia masih ada yang melihat eksistensi zakat sebagai suatu kewajiban yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan satu dari lima rukun Islam. Kewajiban mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan satu dari lima rukun Islam. Kewajiban mengeluarkan BAB I PENDAHULUAN A. KONTEKS PENELITIAN Zakat merupakan satu dari lima rukun Islam. Kewajiban mengeluarkan zakat itu berlaku bagi setiap muslim yang dewasa, merdeka, berakal sehat, dan telah memiliki harta

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan lahiriyah dan batiniyah saja tetapi juga keseimbangan,

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan lahiriyah dan batiniyah saja tetapi juga keseimbangan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang sekarang ini tengah giat giatnya melaksanakan perubahan dalam pembangunan, baik fisik maupun non fisik. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. itu juga berfungsi sebagai dana masyarakat yang dimanfaatkan untuk kepentingan

BAB 1 PENDAHULUAN. itu juga berfungsi sebagai dana masyarakat yang dimanfaatkan untuk kepentingan 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Zakat merupakan rukun Islam yang keempat dan merupakan salah satu unsur pokok bagi tegaknya syari at agama Islam. Menurut Mutia dan Anzu (2009) zakat diyakini mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zakat dan Infaq merupakan ibadah yang tidak hanya bersifat vertikal (hablun min

BAB I PENDAHULUAN. zakat dan Infaq merupakan ibadah yang tidak hanya bersifat vertikal (hablun min BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakat dan Infaq mempunyai peranan sangat besar dalam meningkatan kualitas kehidupan sosial masyarakat kurang mampu. Hal ini disebabkan karena zakat dan Infaq

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad M. Saefuddin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, (Jakarta: CV Rajawali, 1987), h.71.

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad M. Saefuddin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, (Jakarta: CV Rajawali, 1987), h.71. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan suatu keharusan jika suatu negara ingin meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyatnya. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

2004), h Studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial.lihat Robert K Yin,

2004), h Studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial.lihat Robert K Yin, 93 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sifat Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan mencari data melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia dan di akhirat. Disamping itu, Islam juga mengajarkan kepada

BAB I PENDAHULUAN. di dunia dan di akhirat. Disamping itu, Islam juga mengajarkan kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Islam adalah agama yang diturunkan sebagai rahmat bagi alam semesta, yakni agama yang membimbing umat manusia untuk mencapai kebahagian hidup di dunia dan di akhirat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 G. Kartasapoetra, Praktek Pengelolaan Koperasi, Jakarta: Rineka Cipta, 2013, h.5

BAB I PENDAHULUAN. 1 G. Kartasapoetra, Praktek Pengelolaan Koperasi, Jakarta: Rineka Cipta, 2013, h.5 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koperasi syariah merupakan lembaga keuangan mikro yang menghimpun dana dari anggota dan menyalurkanya kepada anggota untuk mensejahterakan taraf hidup para anggota koperasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 13 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 13 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 23 SERI E.23 ================================================================= PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 13 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tlogowungu Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah. Peneliti melakukan

BAB III METODE PENELITIAN. Tlogowungu Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah. Peneliti melakukan BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Suwatu Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah. Peneliti melakukan penelitian di tempat

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Key Success Factor BAZNAS

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Key Success Factor BAZNAS BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini dibahas strategi untuk meningkatkan pengumpulan dana BAZNAS. Strategi yang dilakukan adalah pengelompokan faktor-faktor internal dan eksternal, membuat Matriks IE, Matriks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan hal yang terpenting bagi setiap Negara,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan hal yang terpenting bagi setiap Negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan hal yang terpenting bagi setiap Negara, hal ini dikarenakan pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

Di dalam al-quran telah disebutkan bahwa zakat diperuntukkan kepada 8 as{na>f, sebagaimana surah al- Taubah ayat 60 berikut;

Di dalam al-quran telah disebutkan bahwa zakat diperuntukkan kepada 8 as{na>f, sebagaimana surah al- Taubah ayat 60 berikut; 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dana zakat harus didukung dengan peranan amil yang profesional agar dampak zakat secara sosial ekonomi dapat dirasakan oleh masyarakat. Di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian adalah semua kegiatan pencarian, penyelidikan dan percobaan secara alamiah dalam suatu bidang tertentu, untuk mendapatkan fakta-fakta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap perusahaan memerlukan pencatatan transaksi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap perusahaan memerlukan pencatatan transaksi yang terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap perusahaan memerlukan pencatatan transaksi yang terjadi dalam operasional usahanya. Pencatatan ini sering disebut dengan akuntansi atau pembukuan. Pencatatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam perannya pada aspek sosial-ekonomi yang sangat besar.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam perannya pada aspek sosial-ekonomi yang sangat besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mampu serta menjadi unsur dari rukun Islam. Zakat merupakan pilar utama dalam Islam khususnya dalam perannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Lembaga keuangan Mikro Syariah BMT mempunyai dua sisi. membawa misi sosial pada masyarakat, keberadaan BMT ditengah-tengah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Lembaga keuangan Mikro Syariah BMT mempunyai dua sisi. membawa misi sosial pada masyarakat, keberadaan BMT ditengah-tengah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai Lembaga keuangan Mikro Syariah BMT mempunyai dua sisi kelembagaan yang berbeda, tidak hanya berorientasi pada pengelolaan yang profit tetapi juga mempunyai

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ZAKAT. BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ZAKAT. BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

HAK ZAKAT BAGI PENGUNGSI

HAK ZAKAT BAGI PENGUNGSI HAK ZAKAT BAGI PENGUNGSI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan syarat-syarat guna memperoleh gelar sarjana Hukum Islam jurusan Syariah pada Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta NAMA

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 9 Tahun 2012 TENTANG

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 9 Tahun 2012 TENTANG 1 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 9 Tahun 2012 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT PROFESI, INFAK DAN SEDEKAH PEGAWAI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Undang Undang. Nomor 23 Tahun Republik Indonesia ZAKAT PENGELOLAAN. Tentang

Undang Undang. Nomor 23 Tahun Republik Indonesia ZAKAT PENGELOLAAN. Tentang Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang PENGELOLAAN ZAKAT Kementerian Agama Republik lndonesia Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Zakat Tahun 2012

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA PEMBAYARAN ZAKAT MELALUI LAYANAN MOBILE-ZAKAT (M-ZAKAT) MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 38 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DIAN NOVITA Fakultas Hukum, Universitas Wiraraja Sumenep dianovita79@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif, yaitu data yang dikumpulkan berbentuk kata-kata, gambar, bukan angka-angka. 1 Menurut Bogdan

Lebih terperinci

A. Ringkasan atau Isi Penting dari Artikel

A. Ringkasan atau Isi Penting dari Artikel ARTICLE REVIEW Oleh: Afifah Hasbi (Prodi Ekonomi Syariah Pps UIN Ar-Raniry) Judul artikel : Pendistribusian Zakat Produktif Dalam Perspektif Islam Penulis artikel: Siti Zalikha Penerbit : Jurnal Ilmiah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berlaku secara universal dengan dua ciri dimensi, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berlaku secara universal dengan dua ciri dimensi, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan bahaya besar bagi umat manusia dan tidak sedikit umat yang jatuh peradabannya hanya karena kefakiran. Karena itu seperti sabda Nabi yang menyatakan

Lebih terperinci

BAB V PENGEMBANGAN STRATEGI PENGGALANGAN DANA UNTUK PENDIDIKAN. melakukan pengembangan strategi penggalangan dana Rumah Zakat dan Lembaga

BAB V PENGEMBANGAN STRATEGI PENGGALANGAN DANA UNTUK PENDIDIKAN. melakukan pengembangan strategi penggalangan dana Rumah Zakat dan Lembaga BAB V PENGEMBANGAN STRATEGI PENGGALANGAN DANA UNTUK PENDIDIKAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab 4, peneliti mencoba melakukan pengembangan strategi penggalangan dana Rumah Zakat dan

Lebih terperinci

RINGKASAN. Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Zakat Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat

RINGKASAN. Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Zakat Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat RINGKASAN Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Zakat Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat Disertasi ini memfokuskan kajian tentang peran pemerintah Kabupaten Mamuju dalam mengoptimalkan

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam berguna untuk membangun keadilan sosial dan ekonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Islam berguna untuk membangun keadilan sosial dan ekonomi yang lebih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Distributive justice yang terkandung dalam prinsip-prinsip ekonomi Islam berguna untuk membangun keadilan sosial dan ekonomi yang lebih besar melalui redistribusi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terencana yang dilakukan secara sadar oleh masyarakat atau pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. terencana yang dilakukan secara sadar oleh masyarakat atau pemerintah untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu rangkaian usaha yang terencana yang dilakukan secara sadar oleh masyarakat atau pemerintah untuk mengubah kepada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan adalah kurangnya atau terbatasnya barang-barang dan jasa-jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan adalah kurangnya atau terbatasnya barang-barang dan jasa-jasa yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Para penganut sistem ekonomi kapitalisme berpendapat bahwa inti masalah ekonomi adalah masalah produksi. Mereka berpendapat bahwa penyebab kemiskinan adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warga non-muslim agar memeluk agama Islam. Hal ini diperlukan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. warga non-muslim agar memeluk agama Islam. Hal ini diperlukan tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia. Kondisi ini memiliki keuntungan tersendiri bagi proses pembangunan menuju masyarakat muslim

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHODAQOH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 73 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. 1 Kemudian dalam penelitian ini digunakan beberapa teknik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Islam memandang bahwa sumber daya alam yang tersedia cukup untuk seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Islam memandang bahwa sumber daya alam yang tersedia cukup untuk seluruh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Islam memandang bahwa sumber daya alam yang tersedia cukup untuk seluruh makhluk. Menurut (Wijaya, 2014) Al-quran meyakinkan bahwa sumber daya itu tersedia

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LUMAJANG NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ, DAN SEDEKAH DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan bagian dari kedermawanan

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan bagian dari kedermawanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan bagian dari kedermawanan dalam konteks masyarakat muslim. Zakat merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu serta

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 2003 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHODAQOH DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU

Lebih terperinci

- 2 - PERATURAN BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 2 - PERATURAN BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 2 - PERATURAN BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Baitul Mal wa Tamwil atau di singkat BMT adalah lembaga. yang ada pada Alquran dan Hadist. Sesuai dengan namanya yaitu baitul

BAB 1 PENDAHULUAN. Baitul Mal wa Tamwil atau di singkat BMT adalah lembaga. yang ada pada Alquran dan Hadist. Sesuai dengan namanya yaitu baitul 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Baitul Mal wa Tamwil atau di singkat BMT adalah lembaga keuangan mikro yang berdasarkan prinsip bagi hasil dengan ketentuan yang ada pada Alquran dan Hadist.

Lebih terperinci

PENDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. (Studi Kasus Pada Lembaga Amil Zakat L-ZIS Assalaam Solo)

PENDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. (Studi Kasus Pada Lembaga Amil Zakat L-ZIS Assalaam Solo) PENDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus Pada Lembaga Amil Zakat L-ZIS Assalaam Solo) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. narkoba oleh mahasiswa di Kota Yogyakarta dilakukan di Kepolisian Resort

BAB III METODE PENELITIAN. narkoba oleh mahasiswa di Kota Yogyakarta dilakukan di Kepolisian Resort BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian tentang upaya polisi dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba oleh mahasiswa di Kota Yogyakarta dilakukan di Kepolisian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA SERANG, WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN Menimbang : PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT WALIKOTA SERANG, a. bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban umat Islam yang mampu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. 34 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Dan Tipe Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut Sutopo (2010:1) penelitian kualitatif adalah suatu penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. of founds) dengan pihak yang mengalami kekurangan dana. Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. of founds) dengan pihak yang mengalami kekurangan dana. Sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara tentang kesejahteraan tidak akan lepas dengan lembaga keuangan. Lembaga keuangan telah berperan sangat besar dalam pengembangan dan pertumbuhan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. 1 Agama Islam

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. 1 Agama Islam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam dan Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. 1 Agama Islam memiliki instrumen penting yang bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahan lama (zatnya) kepada seseorang atau nadzir (penjaga wakaf), baik berupa

BAB I PENDAHULUAN. tahan lama (zatnya) kepada seseorang atau nadzir (penjaga wakaf), baik berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Wakaf diambil dari kata waqafa, menurut bahasa berarti menahan atau berhenti. Dalam hukum Islam, wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan suatu cara atau jalan untuk memperoleh kembali pemecahan terhadap segala permasalahan. 1 Metode dapat diartikan juga sebagai suatu cara atau teknis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dukungan penuh agama untuk membantu orang-orang miskin yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dukungan penuh agama untuk membantu orang-orang miskin yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zakat adalah sebuah langkah kemandirian sosial yang diambil dengan dukungan penuh agama untuk membantu orang-orang miskin yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAYAGUNAAN DANA ZAKAT DALAM PROGRAM PENUMBUHAN WIRAUSAHA BARU. kesejahteraan masyarakat terutama untuk mengentaskan masyarakat dari

BAB IV ANALISIS PENDAYAGUNAAN DANA ZAKAT DALAM PROGRAM PENUMBUHAN WIRAUSAHA BARU. kesejahteraan masyarakat terutama untuk mengentaskan masyarakat dari BAB IV ANALISIS PENDAYAGUNAAN DANA ZAKAT DALAM PROGRAM PENUMBUHAN WIRAUSAHA BARU A. Penghimpunan dan Penyaluran Dana Zakat Zakat adalah istilah sesuatu yang diberikan seseorang kepada orang lain yang berhak

Lebih terperinci

pertama, Iman dan Ketaatan dari subyek amal. Dalam konteks zakat

pertama, Iman dan Ketaatan dari subyek amal. Dalam konteks zakat 143 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Konsep fiqh al-awlawiyyah pada prioritas kebutuhan mustahik dalam distribusi zakat terbagi menjadi dua metode dalam penetapan skala prioritasnya. Adapun metode pertama

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 1 TAHUN 2012 SERI E NOMOR 1 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG Menimbang: a. bahwa zakat merupakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis data sekunder serta pengungkapan pendapat secara langsung (brainstorming) maupun melalui kuesioner dari penelitian yang berjudul: Faktor Penyebab

Lebih terperinci