PEMETAAN LOKASI MAKAN BURUNG PANTAI MIGRAN GENUS. Calidris DI KAWASAN PESISIR TRISIK KULON PROGO YOGYAKARTA SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMETAAN LOKASI MAKAN BURUNG PANTAI MIGRAN GENUS. Calidris DI KAWASAN PESISIR TRISIK KULON PROGO YOGYAKARTA SKRIPSI"

Transkripsi

1 PEMETAAN LOKASI MAKAN BURUNG PANTAI MIGRAN GENUS Calidris DI KAWASAN PESISIR TRISIK KULON PROGO YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta Untuk memenuhi sebagai persyaratan Guna memperoleh gelar Sarjana sains Disusun oleh : HARUN SUBEKTI PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2010 i

2

3

4

5 MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO Usaha terpenting manusia adalah mencari kerindaan Allah SWT dan semua yang diberikan Allah SWT adalah hal yang terbaik buat kita KARYA INI SAYA PERSEMBAHKAN UNTUK : 1. Ayah dan ibuku tercinta 2. Kakak-kakak dan adikku 3. Bionic v

6 ABSTRAK PEMETAAN LOKASI MAKAN BURUNG PANTAI MIGRAN GENUS Calidris DI KAWASAN PESISIR TRISIK KULON PROGO YOGYAKARTA Oleh : Harun Subekti NIM Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan jumlah individu burung pantai migran genus Calidris, lokasi mencari makan, dan jenis organisme makanan burung pantai migran genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik Banaran Galur Kulon Progo Yogyakarta. Penelitian dilakukan dengan cara observasi deskriptif, penelitian dimulai bulan Oktober 2009 sampai Januari 2010 di desa Banaran Galur Kulon Progo Yogyakarta yang terletak pada titik ordinat antara S dan E Prosedur kerja yang dilakukan untuk memperoleh data dilakukan dengan tiga tahap yaitu, pengamatan seluruh kawasan lokasi aktifitas burung pantai genus Calidris, mengamati perilaku mencari makan, dan identifikasi jenis organisme makanan burung pantai migran genus Calidris di tiap lokasi mencari makan. Hasil penelitian diketahui bahwa ada tiga jenis burung pantai migran genus Calidris yang datang ke Kawasan Pesisir Trisik yaitu Calidris alba sebanyak 3113 individu, Calidris ruficollis sebanyak 21 individu dan Calidris tenuirostris sebanyak 98 individu. Untuk jumlah burung yang mencari makan, Calidris alba hanya ada 1606 individu yang teramati mencari makan sedangkan individu lainnya teramati sedang istirahat dan mandi bersamaan waktunya dengan individu lain yang mencari makan, Calidris ruficollis dan Calidris tenuirostris semuanya teramati mencari makan. Ada lima lokasi yang digunakan sebagai lokasi mencari makan yaitu Rawa asin, Pantai 1, Pantai 2, Pantai 3 dan Delta 4. Calidris alba mencari makan di lima lokasi yaitu di Rawa asin sebanyak 1,2 %, di Pantai 1 sebanyak 30,4 %, di Pantai 2 sebanyak 5,9 %, di Pantai 3 sebanyak 3,9 % dan di Delta 4 sebanyak 58,6 %. Calidris ruficollis mencari makan di dua lokasi yaitu di Rawa asin sebanyak 28,6 % dan di Delta 4 sebanyak 71,4 %. Calidris tenuirostris mencari makan hanya di satu lokasi yaitu di Delta 4 sebanyak 100 %. Berdasarkan perilaku mencari makan (kedalaman paruh burung saat mengambil organisme makanan); ukuran, bentuk dan warna organisme, serta pengambilan contoh organisme dari substrat lokasi mencari makan dengan metode Core diinterpretasikan bahwa Calidris alba memakan Kece (Tellinidae), Penaus spp, Eubranchipus sp, Emerita sp, Stolephorus sp, Rasbora sp, Lalat, dan Anisolabis sp. Calidris ruficollos diinterpretasikan memakan Anisolabis sp dan Eubranchipus sp. Calidris tenuirostris diinterpretasikan memakan Kece (Tellinidae). Kata kunci : Pemetaan, Lokasi, Makan, Burung, Calidris. vi

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah swt. Dzat Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala limpahan rahmat, hidayah dan inayahnya kepada kita semua, khususnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu terhaturkan kepada Rasullah Muhammad saw. beserta keluarga dan sahabat yang menghantarkan umatnya menuju kehidupan yang lebih baik. Amiin. Penulis menyadari bahwa penulisan ini telah banyak mendapat bimbingan, bantuan moral dan spirit yang sangat berarti dalam proses penelitian hingga terselesaikannya penulisan karya ilmiah ini. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Dr. Ariswan, M. Si selaku Dekan FMIPA UNY yang telah memberikan ijin penelitian. 2. Suhandoyo, M.S selaku Kajurdik Biologi FMIPA UNY yang telah memberikan ijin untuk penelitian dan penggunaan fasilitas laboratorium di Jurusan Pendidikan Biologi. 3. Siti Umniyatie, M. Si selaku Kaprodi Biologi FMIPA UNY yang telah memberikan ijin penelitian dan bantuan dalam penyelesaian penelitian ini. 4. Ratnawati, MS selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan akademik. vii

8 5. Satino, M. Si selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan masukan, arahan dan bimbingan sehingga terselesaikannya ujian skripsi ini. 6. Sukarni Hidayati, M. Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan masukan, arahan dan bimbingan sehingga terselesaikannya ujian skripsi ini. 7. Sukirman, M.S selaku Dosen penguji II yang telah memberikan masukan dan arahan sehingga terselesaikan penulisan skripsi ini. 8. Sukiya, M.Si selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan masukan dan arahan sehingga terselesaikan penulisan skripsi ini. 9. Bapak Dwi Haryanto selaku Kepala Desa Banaran dan warga setempat yang telah memberikan ijin penelitian dan bantuan dalam penyelesaian penelitian ini. 10. Ayah (Alm), Ibu, Kakak, Adik dan seluruh saudara-saudara ku tercinta yang telah mendoakan dan memberi support untuk menyelesaikan penelitian. 11. Mas Imam Taufiqurrahman, yang telah membantu dan memberikan dukungan serta masukannya. 12. Helmy Zulfikar Ulya yang telah berpartipasi untuk mengambil data penelitian. 13. Kekasih tercinta Octavie Rofiqoh yang telah support untuk menyelesaikan penelitian ini. 14. Seluruh teman-teman Bionic atas dukungannya. viii

9 15. Sahabat dan teman-teman kelas BIORE 05 seperjuangan yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu atas dukungannya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk semuanya. Yogyakarta, Juni 2010 Penulis ix

10 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PERSETUJUAN.. ii HALAMAN PERNYATAAN iii HALAMAN PENGESAHAN..iv HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN..v ABSTRAK.vi KATA PENGANTAR.vii DAFTAR ISI.x DAFTAR TABEL...xiii DAFTAR GAMBAR...xiv DAFTAR LAMPIRAN...xv BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1 B. Identifikasi Masalah.3 C. Pembatasan Masalah....4 D. Rumusan Masalah...4 E. Tujuan Penelitian.5 F. Manfaat Penelitian... 5 G. Batasan Operasional.6 x

11 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori Migrasi Burung Pantai Habitat Burung Pantai Migrasi di Indonesia Wilayah Pesisir Burung Pantai di Indonesia Burung Pantai di Kawasan Pesisir Trisik Burung Pantai Genus Calidris Organisme makanan Burung Pantai Perilaku Burung Pantai Migran Metode survei dan penghitungan burung pantai Identifikasi Organisme Makanan Burung Pantai.23 B. Kerangka Berfikir...26 BAB III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian B. Populasi dan Sampel..27 C. Instrumentasi dan Teknik Pengumpulan Data...28 D. Analisa Data...31 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Umum Kawasan Penelitian.32 B. Jenis dan Jumlah Individu Burung Pantai migran Genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik xi

12 C. Lokasi Mencari Makan Burung Pantai Migran Genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik 36 D. Perilaku Mencari Makan.55 E. Jenis Organisme yang Dimakan oleh Burung Pantai Migran Genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik 61 BAB V. PENUTUP A. Simpulan B. Saran C. Rekomendasi.72 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

13 DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Halaman Lokasi dan persentase burung Pantai yang mencari makan di tiap lokasi 37 Kondisi lingkungan di lokasi mencari makan genus Calidris. 38 Hasil Analisis Chi-Square lokasi mencari makan tiga jenis burung pantai genus Calidris di Pesisir Trisik.. 43 Hasil analisis Korelation Antara suhu substrat dengan Calidris alba mencari makan. 50 Hasil analisis Regresi Linier antara suhu substrat dengan jumlah Calidris alba mencari makan Hasil analisis Korelation antara kelembaban substrat dengan Calidris ruficollis mencari makan.. 52 Hasil analisis Regresi Linier antara kelembaban substrat dengan Calidris ruficollis mencari makan.. 52 Pergerakan paruh burung pantai genus Calidris saat mengambil organisme makanan. 56 Tabel 10. Jenis organisme yang ditemukan di tiap lokasi mencari makan.. 62 xiii

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Siklus migrasi burung pantai.. 9 Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Tiga jenis burung pantai genus Calidris di Pesisir Trisik Grafik fluktuasi kehadiran burung pantai migran genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik 36 Grafik persentase genus Calidris mencari makan di tiap Lokasi Grafik hubungan suhu dengan jumlah Calidris alba mencari makan Grafik hubungan kelembaban lokasi dengan jumlah Calidris ruficollis mencari makan Gambar 7. Lokasi penelitian.. 54 Gambar 8. Peta lokasi mencari makan Gambar 9. Organisme yang ditemukan di lokasi mencari makan burung pantai genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik 66 xiv

15 DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta Lokasi penelitian 2. Dokumentasi 3. Hasil Analisa Data 4. Surat Keputusan Penunjukkan Dosen Pembimbing Skripsi 5. Surat Keputusan Penunjukkan Dosen Penguji Skripsi 6. Surat-surat Ijin Penelitian xv

16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan habitatnya, burung dikelompokkan menjadi dua yaitu burung tanah dan burung air. Selanjutnya, berdasarkan tipe habitatnya burung air dikelompokkan menjadi tiga yaitu burung rawa, burung laut dan burung pantai. Burung rawa secara ekologis bergantung perairan rawa untuk mencari makan dan berbiak, burung laut secara ekologis bergantung pada laut lepas untuk mencari makan dan burung pantai secara ekologis bergantung pada pantai untuk mencari makan dan atau berbiak (Mackinnon, 1991: 1; Howes, dkk, 2003: 2). Burung pantai yang berasal dari Belahan Bumi bagian utara setiap tahunnya melakukan perjalanan migrasi menuju ke Belahan Bumi bagian selatan. Perjalanan ini bertujuan untuk menghindari kondisi dingin yang ekstrim. Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi rute perlintasan dan persinggahan dari berbagai jenis burung pantai. Rute terbang yang melintasi Indonesia dikenal sebagai Jalur Terbang bagian Timur Asia-Australia. Melalui rute ini, setiap tahunnya burung migran yang berasal dari Siberia, Cina dan Alaska menempuh perjalanan hingga ke Asia Tenggara, Papua New Guine, Australia, Selandia Baru dan Kepulauan Pasifik (Howes, 2003: 13-18). Berbagai jenis burung pantai yang hidup di lahan basah secara bersamaan akan mengakibatkan terjadinya hubungan kompetitif antara jenis satu dengan yang lainnya sehingga menyebabkan pemisahan kegiatan (partition). Burung 1

17 2 pantai yang hidup di lahan basah memiliki spesialisasi dalam hal cara dan tempat memperoleh makanannya (Susanto, 2000: 75). Kawasan Pesisir Trisik merupakan lahan basah yang menjadi tempat persinggahan dan tempat mencari makan burung pantai migran. Tipe lahan basah di Pesisir Trisik terdiri dari pantai berpasir dan dataran pasir, daerah aliran Sungai Progo yang bermuara ke pantai membentuk Delta dengan sedimen berlumpur, dan Rawa asin. Kawasan ini telah ditetapkan sebagai kawasan dilindungi untuk satwa jenis burung berdasarkan Instruksi Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta nomor: 10/INTSR/1998 tanggal 30 juli 1998 (Kerjasama Unit Konservasi Sumber Daya Alam D.I.Y. dengan Desa Banaran). Menurut Arifin (2007: 3) berdasarkan pendataan tahun 2007, terdapat 18 jenis burung pantai di Kawasan pesisir Trisik yang dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, salah satunya adalah genus Calidris. Burung pantai migran di kawasan Pesisir Trisik dianggap biasa oleh masyarakat sekitar, sehingga terjadi perburuan burung pantai migran di kawasan tersebut. Kawasan Pesisir Trisik juga menjadi tempat berbagai aktifitas masyarakat seperti mencari kayu bakar, memancing, bercocok tanam (bertani), merumput, menggembala domba dan pembuatan tambak. Perburuan, perubahan habitat dan berbagai aktifitas masyarakat sangat memungkinkan dapat mengganggu keberlanjutan proses migrasi burung pantai migran ke Kawasan Pesisir Trisik (Sin, 2003: 2-3). Informasi tentang burung pantai dan pentingnya kawasan Pesisir Trisik sebagai habitat burung pantai dapat digunakan untuk

18 3 menyelamatkan kawasan tersebut agar tetap sesuai dengan kebutuhan burung pantai. Penelitian tentang makanan burung air di Indonesia terutama untuk burung pantai sampai saat ini sangat sedikit. Sedikitnya penelitian mengenai makanan burung pantai tersebut menyulitkan para peneliti untuk mengumpulkan informasi mengenai pola ekologis burung pantai di Indonesia (Howes, dkk, 2003: 226). Dengan demikian perlu dilakukan penelitian mengenai lokasi mencari makan dan jenis organisme mangsa burung pantai, khususnya burung pantai genus Calidris yang mempunyai jumlah individu yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah individu genus lainnya di Kawasan Pesisir Trisik. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang dan hasil observasi di lapangan, masalah yang ada di Kawasan Pesisir Trisik berkaitan pada kebutuhan hidup burung pantai migran adalah: 1. Burung pantai memerlukan habitat lahan basah sebagai lokasi mencari makan dan beristirahat, akan tetapi tidak semua tipe lahan basah dapat menjadi lokasi mencari makan bagi burung pantai. 2. Kehadiran burung pantai ke suatu lokasi mencari makan dipengaruhi oleh ketersediaan makanan dan kondisi fisik substrat. 3. Burung pantai migran mempunyai perbedaan ukuran dan bentuk paruh sehingga memiliki perbedaan perilaku dan tempat mencari makan.

19 4 4. Belum banyak penelitian mengenai lokasi mencari makan dan jenis organisme makanan burung pantai migran di Indonesia. 5. Faktor lingkungan mendukung keberadaan jenis makanan bagi burung pantai 6. Adanya beberapa faktor yang dapat mengganggu kelestarian burung pantai migran dan habitatnya. 7. Batas dan waktu singgah burung pantai migran di lokasi belum diketahui C. Pembatasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada pengkajian mengenai lokasi mencari makan dan jenis organisme makanan bagi burung pantai genus Calidris. Terkait dengan waktu migrasi burung pantai, pengambilan data dilakukan saat musim migrasi burung pantai pada bulan Oktober 2009 sampai Januari Sedangkan lokasi pengambilan data dibatasi di Kawasan Pesisir Trisik, Galur, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. D. Rumusan Masalah 1. Ada berapa jenis dan jumlah individu tiap jenis burung pantai dari genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik? 2. Di manakah lokasi yang dijadikan sebagai lokasi mencari makan oleh burung pantai migran genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik? 3. Apa saja jenis organisme yang dimakan oleh burung pantai migran genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik?

20 5 E. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk tujuan sebagai berikut: 1. Mengetahui jumlah jenis dan individu tiap jenis burung pantai dari genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik. 2. Memetakan lokasi mencari makan Burung pantai migran genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik. 3. Mengetahui jenis organisme yang dimakan oleh burung pantai migran genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik F. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan ini mempunyai manfaat sebagai berikut : 1. Memberikan informasi mengenai jumlah jenis dan jumlah individu burung pantai migran dari genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik. 2. Memberikan informasi mengenai lokasi-lokasi penting yang digunakan oleh burung pantai migran genus Calidris 3. Memberikan informasi mengenai jenis organisme makanan yang dapat berpotensi sebagai sumber makanan untuk mendukung keberlangsungan hidup burung pantai migran genus Calidris saat bermigrasi di Kawasan Pesisir Trisik. 4. Memberikan informasi mengenai pentingnya kawasan Pesisir Trisik sebagai salah satu tujuan migrasi berbagai burung pantai migran sehingga dapat dimanfaatkan lebih lanjut.

21 6 G. Batasan Operasional 1. Peta adalah gambaran atau lukisan yang menunjukkan letak atau tempat berdasarkan ruang dan waktu. 2. Lokasi makan adalah lokasi yang digunakan sebagai tempat mencari makan bagi burung pantai migran genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik. 3. Migran adalah hewan (burung) yang melakukan migrasi. 4. Migrasi adalah perpindahan dari satu tempat ke tempat lain bagi burung karena pergantian musim. 5. Burung pantai migran genus Calidris adalah semua jenis burung pantai genus Calidris yang bermigrasi ke Kawasan pesisir Trisik. 6. Jenis makanan adalah semua jenis organisme yang dimakan oleh burung pantai migran genus Calidris dan ditemukan di substrat lokasi mencari makan. 7. Pantai adalah daerah pasang surut, antara pasang tertinggi dan surut terendah. 8. Pesisir adalah pertemuan antara darat dan laut. Ke arah darat masih dipengaruhi sifat-sifat laut, sedangkan ke arah laut masih dipengaruhi oleh proses alami maupun kegiatan manusia di darat. 9. Kawasan Pesisir Trisik adalah semua tipe lahan basah yang masuk kedalam kategori lahan basah pesisir yang ada di Trisik. 10. Deskriptif adalah menggambarkan apa adanya. 11. Ekploratif adalah penjelajahan lapangan dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak tentang kondisi yang diteliti. 12. Observasi adalah pengamatan atau peninjauan secara cermat.

22 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Migrasi Burung Pantai Kata migrasi berasal dari kata migrant (bahasa Latin) yang berarti pergi dari satu tempat ke tempat lain atau pergi ke berbagai tempat. Migrasi dalam kehidupan hewan didefinisikan sebagai pergerakan musiman yang dilakukan secara terus menerus dari satu tempat ke tempat lain dan kembali ke tempat semula, biasanya dilakukan dalam dua musim yang meliputi datang dan kembali ke daerah perkembangbiakan (Anonim, 2009: 5). Hewan melakukan migrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kepadatan populasi dan faktor kondisi fisik lingkungan seperti adanya perubahan suhu dan persediaan sumber makanan (Susanto, 2000: 190). Burung pantai setiap tahunnya melakukan perjalanan migrasi dari belahan bumi utara menuju ke belahan bumi selatan. Burung pantai melakukan migrasi sangat dipengaruhi oleh perubahan kondisi alam yang ekstrim di lokasi berbiaknya sehingga menyebabkan berkurangnya pasokan makanan. Perjalanan migrasi burung pantai ke belahan bumi selatan dilakukan sebagai upaya menghindari perubahan alam (cuaca) yang ekstrim dan memenuhi kebutuhan makanan untuk keberlangsungan hidupnya (Howes, dkk, 2003: 14). Jenis migrasi hewan secara umum dibedakan berdasarkan lokasi dan waktunya. Berdasarkan lokasinya, migrasi burung pantai termasuk jenis migrasi 7

23 8 arah (latitudinal migration) yaitu perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, dimana ketinggian lokasi asal dan lokasi tujuan tidak menjadi faktor utama. Jenis migrasi arah biasanya dilakukan antara dua tempat berjauhan dan memilki perbedaan kondisi alam (cuaca) yang ektstrim. Kemudian, berdasarkan waktunya migrasi burung pantai termasuk dalam jenis migrasi balik (return migration), yaitu perpindahan yang dilakukan ke suatu tujuan tertentu dan kemudian kembali lagi ke lokasi asal secara teratur (Howes, dkk, 2003: 14-16). Berdasarkan jarak areal yang ditempuh, perjalanan migrasi burung pantai dapat dibedakan menjadi tiga yaitu, migrasi jarak pendek (hop), migrasi jarak menengah (skip) dan migrasi jarak jauh (lump). Migrasi jarak pendek (hop) adalah perjalan dengan jarak tempuh km, migrasi jarak menengah (skip) adalah migrasi dengan jarak tempuh mencapai 1000 km dan migrasi jarak jauh (lump) adalah perjalanan dengan jarak tempuh mencapai 6000 km atau lebih. Rute migrasi burung pantai dikelompokkan ke dalam suatu kelompok rute yang disebut Flyway (jalur terbang). Jalur terbang di Asia dikenal ada dua jalur terbang utama yaitu jalur terbang bagian timur Asia-Australia dan jalur terbang Indo-Asia. Jalur terbang bagian timur Asia-Australia mencakup daerah berbiak di Siberia, Cina dan Alaska menempuh perjalanan hingga ke Asia Tenggara, Papua New Guine, Australia, Selandia Baru dan Kepulaun Pasifik. Sedangkan jalur terbang Indo-Asia mencakup dari daerah berbiak di Siberia tengah, melalui Himalaya hingga ke daratan Sub-benua India. Indonesia menjadi salah satu negara yang menjadi rute migrasi burung pantai dan termasuk kedalam jalur terbang bagian timur Asia-Australia. Burung pantai yang bermigrasi ke Indonesia

24 9 biasanya mulai datang pada bulan September sampai dengan Maret dan waktu kembali lagi ke lokasi berbiak pada bulan Maret sampai bulan April (Ramadhan, Gambar 1. Siklus migrasi burung pantai Menurut Mead (Anonim 2009: 6) selama migrasi dari tempat asal ketempat tujuan, burung pantai menggunakan berbagai macam kemampuan untuk menentukan arahnya. Burung pantai dapat menentukan arah terbangnya dengan tepat dalam berbagai keadaaan seperti siang hari, malam hari, cuaca mendung maupun berkabut. Pedoman utama yang dijadikan patokan arah terbang oleh burung pantai selama terbang bermigrasi adalah kompas matahari pada siang hari dan pola bintang pada malam hari. Pedoman lain yang dipakai adalah penglihatan visual, tanda magnet bumi, indera penciuman dan rasa, serta kemampuan untuk mendeteksi variasi gravitasi.

25 10 2. Habitat Burung Pantai Migran di Indonesia Burung pantai saat bermigrasi ke tempat tujuan memanfaatkan berbagai tipe habitat lahan basah baik yang bersifat temporar maupun permanen (Skagen and Knopf, 1994: 91). Indonesia mempunyai berbagai habitat lahan yang dapat dimanfaatkan oleh burung pantai yang sedang bermigrasi. Menurut Finlayson (2003: 6) lahan basah adalah wilayah-wilayah rawa, daratan rendah, gambut atau air, baik alami atau buatan, permanen atau temporer, dengan air tenang atau mengalir, tawar, payau atau asin, termasuk area laut dengan kedalaman air yang tidak melebihi 6 meter pada saat air surut. Lahan basah di Indonesia yang menjadi habitat penting bagi burung pantai, baik untuk mencari makan maupun untuk beristirahat selama periode migrasi adalah mangrove, hamparan lumpur, pantai berpasir, muara sungai, laguna, rawa rumput, savanna, rawa herba, danau dan lahan basah buatan lainnya (Howes, dkk, 2003: 4-8). 3. Wilayah Pesisir Menurut Soegiarto (Dahuri, dkk, 1996: 8) dan Supriharyono (2000: 1) wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan rembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan

26 11 aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Berdasarkan pengertian wilayah pesisir, menunjukkan bahwa garis batas nyata wilayah pesisir tidak ada. Batas wilayah pesisir hanyalah garis khayal yang letaknya ditentukan oleh kondisi dan situasi setempat (Supriharyono, 2000: 2). Menurut Dahuri, dkk (1996: 15-17) ada tiga batasan yang dapat dipakai untuk menentukan batas wilayah pesisir, meskipun penggunaannya ditentukan oleh kondisi dan situasi setempat, pertama batas wilayah pesisir ke arah darat pada umumnya adalah jarak secara artbitrer dari rata-rata pasang tinggi dan batas ke arah laut umumnya adalah sesuai dengan batas juridiksi propinsi, kedua batas wilayah pesisir adalah daerah daratan terdapat kegiatan manusia yang dapat menimbulkan dampak secara nyata terhadap lingkungan dan sumber daya pesisir, dan ketiga batas wilayah pesisir kearah darat dari suatu wilayah pesisir dapat berubah. Kondisi suatu wilayah pesisir erat kaitannya dengan sistem sungai yang bermuara di wilayah itu. Perubahan sifat sungai yang mungkin terjadi baik yang disebabkan oleh proses alami maupun sebagai akibat kegiatan manusia akan mempengaruhi wilayah pesisir yang bersangkutan. Oleh karena itu, secara alami wilayah pesisir merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu sistem wilayah sungai (Supriharyono, 2000: 2). Wilayah pesisir mempunyai satu atau lebih ekosistem dan sumber daya pesisir (Dahuri, dkk, 1996: 11). Ekosistem wilayah pesisir terdiri dari laut dangkal permanen, terumbu karang, padang lamun, dataran lumpur dan dataran pasir,

27 12 mangrove, wilayah Pasang surut, estuarin, laguna air tawar di pesisir pantai dan sistem-sistem hidrologis di bawah tanah (Finlayson, 2003: 59; dan Komite Nasional Pengelolaan Ekosistem Lahan Basah, 2004: 7). Sumber daya pesisir terdiri dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan tidak dapat diperbaharui. Sumber daya pesisir yang dapat diperbaharui antara lain sumber daya perikanan (Plankton, Bentos, Ikan, Molusca, Crustacea, Mamalia laut), rumput laut, padang lamun, hutan mangrove dan terumbu karang. Sumber daya pesisir yang tidak dapat diperbaharui ialah berbagai jenis bahan tambang (Dahuri, dkk, 1996: 11). 4. Burung Pantai di Indonesia Burung pantai di Indonesia sebagian besar merupakan burung pantai pendatang atau migran yang menghabiskan waktu di wilayah lahan basah untuk mencari makan serta menunggu kembali ke daerah berbiaknya (Howes, dkk: 2-3). Menurut Sukmantoro, dkk (2007: 31-33) burung pantai yang ada di Indonesia terdiri dari 9 suku yaitu suku Jacanidae, Rostratulidae, Haematopidae, Charadriidae, Scolopacidae, Recurvirostridae, Phalaropodidae, dan Glareolidae. Jenis burung pantai dari 9 suku tersebut, terdiri dari 16 jenis sebagai burung pantai penetap dan 52 jenis sebagai burung pantai migran. Berikut ini adalah burung pantai penetap dan burung pantai migran di Indonesia berdasarkan sukunya: a. Burung pantai penetap di Indonesia, terdiri dari : 1) Suku Jacanidae, terdiri dari jenis Irediparra gallinaece (Burung Sepatu jengger) dan Metopidius indicus (Burung Sepatu Picisan).

28 13 2) Suku Rostratulidae, terdiri dari jenis Rostratula benghalensis (Berkik kembang besar). 3) Suku Haematopidae, terdiri dari jenis Haematopus longirostris (Kedidir Belang). 4) Suku Charadriidae, terdiri dari jenis Vanellus cinerus (Trulek Kelabu), Vanellus indicus (Trulek Gelambir-merah), Vanellus macropterust (Trulek jawa), Vanellus miles (Trulek Topeng), Charadrius javanicus (Cerek Jawa), dan Charadrius peronii (Cerek Melayu). 5) Suku Scolopacidae, terdiri dari jenis Numenius tahitiensis (Gajahan Tahiti), Scolopax saturate (Berkik Gunung Merah), Scolopax rosenbergii (Berkik Gunung Papua), Scolopax celebensis (Berkik Gunung Sulawesi), dan Scolopax rochussenii (Berkik Gunung Maluku). 6) Suku Recurvirostridae, terdiri dari jenis Himantopus leucocephalus (Gagang Bayam Belang). 7) Suku Burhinidae, terdiri dari jenis Burhinus grallarius (Wili-wili Semak), dan Esacus neglectus (Wili-wili Besar). b. Burung pantai migran di Indonesia, terdiri dari : 1) Suku Jacanidae, terdiri dari jenis Hydrophasianus chirurgus (Burung Sepatu Teratai). 2) Suku Haematopidae, terdiri dari jenis Haematopus fuliginosus (Kedidir Kelam).

29 14 3) Suku Charadriidae, terdiri dari jenis Pluvialis squatarola (Cerek Besar), Pluvialis fulva (Cerek Kernyut), Charadrius dubius (Cerek Kalung Kecil), Charadrius alexandrinus (Cerek Tilil), Charadrius ruficapillus (Cerek Topi-Merah), Charadrius pladicus (Cerek Paruh Panjang), Charadrius mongolus (Cerek Pasir Mongolia), Charadrius leschenaulitii (Cerek Pasir Besar), Charadrius veredus (Cerek Asia), dan Erythrogonys cinctus (Cerek Lutut-Merah). 4) Suku Scolopacidae, terdiri dari jenis Numenius minutus (Gajahan Kecil), Numenius phaeopus (Gajahan Penggala), Numenius arquata (Gajahan Erasia), Numenius masdagacariensis (Gajahan Timur), Limosa limosa (Birulaut Ekor-hitam), Limosa lappanica (Birulaut Ekor-blorok), Tringa erytropus (Trinil Tutul), Tringa tetanus (Trinil Kaki-merah), Tringa stagnatilis (Trinil Rawa), Tringa nebularia (Trinil Kaki-hijau), Tringa guttifer (Trinil Nordmann), Tringa flavipes (Trinil Kaki-kuning), Tringa ocrophus (Trinil Hijau), Tringa glareola (Trinil Semak), Xenus cinereus (Trinil Bedaran), Actitis hypoleucos (Trinil Pantai), Heteroscelus brevipes (Trinil Ekor-kelabu), Heteroscelus incanus (Trinil Penjelajah), Arenaria interpres (Trinil Pembalik-batu), Limnodromus scolopaceus (Trinil Lumpur Paruh Panjang), Recurvirostra novaehollandiae (Trinil Lumpur Leher Merah), Gallinago hardwickii (Berkik Jepang), Gallinago stenura (Berkik Ekor Lidi), Gallinago megala (Berkik Rawa), Gallinago gallinago (Berkik Ekor-Kipas), Calidris tenuirostris (Kedidi Besar),

30 15 Calidris canutus (Kedidi Merah), Calidris alba (Kedidi Putih), Calidris ruficollis (Kedidi Leher-merah), Calidris temminckii (Kedidi Temminck), Calidris subminuta (Kedidi Jari-panjang), Calidris acuminate (Kedidi Ekor-panjang), Calidris ferruginae (Kedidi Golgol), Limicola falcinellus (Kedidi Paruh-lebar), dan Philomachus pugnax (Trinil Rumbai). 5) Suku Phalaropodidae, terdiri dari jenis Phalaropus lobatus (Kaki Rumbai Kecil). 6) Suku Glareolidae, terdiri dari jenis Stiltia Isabella (Terik Australia), dan Glareola maldivarum (Terik Asia). 5. Burung Pantai di Kawasan Pesisir Trisik Kawasan lahan basah di Indonesia merupakan kawasan penting bagi burung pantai. Salah satu lahan basah yang menjadi tempat tujuan migrasi adalah kawasan Pesisir Trisik yang berada di pesisir selatan Daerah Istimewa Yogyakarta. Terdapat 18 jenis burung pantai di kawasan Pesisir Trisik ini, terdiri dari 17 jenis sebagai burung pantai migran dan 1 jenis burung pantai penetap. Ke 18 jenis burung pantai migran terdiri dari 12 jenis dari suku Scolopacidae, yaitu Trinil pantai, Trinil semak, Trinil kaki hijau, Trinil pembalik batu, Trinil rawa, Kedidi Putih, Kedidi Leher Merah, Kedidi Golgol, Kedidi Besar, Trinil Ekor Kelabu, Berkik dan Trinil Bedaran; 1 jenis dari suku Glareolidae, yaitu Terik Asia; dan 4 jenis dari suku Rostratulidae yang terdiri dari Cerek Kernyut, Cerek Kalung Kecil, Cerek Kalung Besar dan Cerek Pasir Besar. Sedangkan 1 jenis

31 16 sebagai burung pantai penetap yaitu jenis Cerek Jawa dari suku Rostratulidae (Arifin, dkk, 2007 : 3). 6. Burung Pantai Genus Calidris Burung pantai genus Calidris adalah salah satu kelompok kecil dari suku Scolopacidae yang merupakan burung perancah dan mempunyai kebiasaan mencari makan dengan menusuk-nusukkan paruhnya di sedimen (substrat) dan dikelompokkan berdasarkan struktur paruh dan perilaku makannya. Genus Calidris memiliki anggota beragam, mulai dari berukuran kecil sampai dengan berukuran sedang. Sebagian besar burung pantai genus Calidris berbiak di Utara dan merupakan pengembara jarak jauh. Selama musim tidak berbiak, burung pantai genus Calidris umumnya berkumpul dalam kelompok besar di wilayah Asia. Terbang dalam kelompok besar dengan pola terbang yang berubah-ubah. Genus burung ini mencari makan dengan menggunakan indera peraba yang sensitif di ujung paruhnya (Howes, dkk : 84). Menurut Arifin, dkk (2007: 3) berdasarkan hasil monitoring burung pantai pada tahun 2007, burung pantai genus Calidris di kawasan Pesisir Trisik terdiri dari Kedidi Putih (Calidris alba), Kedidi Leher Merah (Calidris ruficollis), Kedidi Golgol (Calidris ferrugines) dan Kedidi Besar (Calidris tenuirostris). a. Klasifikasi burung pantai genus Calidris Menurut Mackinnon, dkk (2000: ) klasifikasi keempat jenis burung pantai migran genus tersebut ialah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

32 17 Fillum Class Order Family Genus Species : Chordata : Aves : Charadriformes : Scolopacidae : Calidris : Calidris alba (Kedidi Putih), Calidris ruficollis (Kedidi Leher Merah), Calidris tenuirostris (Kedidi Besar), Calidris ferrugines (Kedidi Golgol). b. Morfologi burung pantai genus Calidris Menurut Mackinnon, dkk (2000: ) dan Prater, dkk (1977: 77-87) morfologi keempat jenis burung pantai genus Calidris tersebut ialah sebagai berikut: 1) Calidris alba (Kedidi putih ) Calidris alba berukuran agak kecil dengan panjang tubuh 20 cm, panjang sayap 12,7 cm, panjang paruh 2,42 cm dan panjang tarsus 2,49 cm. Tubuh berwarna abu-abu dengan pundak berwarna hitam mencolok. Pada bagian iris berwarna coklat tua, paruh dan kaki berwarna hitam. Bagian sayap saat terbang terlihat palang putih, bagian ekor berwarna gelap dengan bagian sisi-sisinya berwarna putih. Burung kedidi Putih ini mempunyai ciri khas dengan tidak mempunyai jari belakang. 2). Calidris ruficollis (Kedidi Leher Merah) Calidris ruficollis berukuran kecil dengan panjang tubuh 15 cm, panjang sayap 10,5 cm, panjang paruh 1,75 cm dan panjang tarsus 1,92

33 18 cm. Tubuh berwarna coklat keabu-abuan dengan kaki hitam dan bagian atas pucat coret. Bagian atas coklat keabu-abuan, berbintik, dan bercoret, alis mata putih, pusat tungging dan ekor coklat gelap, sisi ekor dan bagian bawah putih. Iris berwarna coklat, paruh serta kaki berwarna hitam. 3). Calidris ferrugines (Kedidi Golgol) Calidris ferrugines berukuran agak kecil dengan panjang tubuh 21 cm. Tungging putih, paruh hitam panjang dan melengkung ke atas. Bagian atas umumnya abu-abu, bagian bawah putih. Alis dan palang bulu atas penutup ekor putih. Mempunyai iris mata coklat, paruh hitam dan kaki kekuningan sampai hijau. 4). Calidris tenuirostris (Kedidi Besar) Calidris tenuirostris berukuran agak besar dengan panjang tubuh 27 cm, panjang sayap 19 cm, panjang paruh 4,39 cm dan panjang tarsus 3,47 cm. Tubuh berwarna keabu-abuan dengan paruh panjang sedikit melengkung kebawah. Bagian atas tubuh lebih gelap dengan coretan samar. Mahkota bercoret, dada dan sisi tubuh berbintik hitam, tungging dan sayap bergaris putih. Iris mata berwarna coklat, paruh hitam dan kaki abu-abu kehijauan. 7. Organisme makanan burung pantai Burung pantai mencari makan sebagian besar di daerah perairan dangkal karena banyak organisme yang hidup di daerah tersebut yang dapat menjadi makanan burung pantai. Burung pantai secara umum menghabiskan 50% - 70 %

34 19 populasi invertebrata yang hidup di Pesisir timur Amerika Serikat (Sumich, 1984: 91). Meskipun banyak jenis organisme yang hidup di wilayah pesisir, pada kenyataannya hanya sebagian saja yang dapat menjadi makanan yang menguntungkan bagi burung pantai. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa untuk wilayah Asia terdapat 5 kelompok organisme makanan burung pantai secara umum yang penting yaitu Bivalvia, Gastropoda, Crustacean, Polychaeta dan Pisces (Howes, dkk, 2003: 226). Selain 5 kelompok tersebut, burung pantai juga memakan Insekta (Tsipoura dan Burger, 1999: 640). Organisme makanan burung pantai genus Calidris dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, Calidris alba memakan organisme dari kelompok Bivalvia dan Cacing (Kober, 2004: 82), kelompok Crustacean (Evan, dkk, 1979 : 19), larva Invertebrata, Kutu pasir (Sand fleas) dan Siput (Anonim : 178). Calidris ruficollis memakan organisme dari kelompok Insekta dan Invertebrate berukuran kecil lainnya (Wikipedia.com). Calidris tenuirostris memakan organisme dari kelompok Bivalvia berukuran kecil, Cacing Polychaeta dan Udang kecil (Piersma, 1984: 33). 8. Perilaku burung pantai migran Menurut Baker, Burton, Metcalfe dan Furness (Leon, dkk, 1999: 645) aktifitas perilaku burung pantai dibagi menjadi 6 (enam) kategori yaitu: a. Perilaku makan

35 20 Perilaku makan merupakan kegiatan aktif untuk mencari makan. Ada 3 cara burung pantai untuk mencari makan yaitu dengan cara peck (pergerakan paruh yang ditunjukkan untuk mengambil makanan dari permukaan substrat), jab (pergerakan hampir setengah panjang paruh terbenam ke dalam substrat) dan probe (pergerakan lebih dari setengah panjang paruh dibenamkan ke dalam substrat). b. Perilaku tidur Aktifitas tidur burung pantai merupakan kegiatan yang ditandakan dengan sedikit gerakan tubuh dengan paruh menyelempit di bawah sayap, kepala dan leher tidak bergerak, dan dengan mata tertutup. c. Perilaku bersiap siaga atau waspada Perilaku bersiap siaga atau waspada merupakan kegiatan untuk mewaspadai dari berbagai macam gangguan baik dari predator maupun gangguan manusia. Bersiap siaga burung pantai ditandai dengan penglihatan burung ke segala arah. d. Perilaku merawat tubuh Merawat tubuh merupakan kegiatan untuk menjaga kondisi tubuh agar tetap dalam keadaan baik. Aktifitas merawat tubuh burung pantai dilakukan dengan cara mandi, preening, terbang dan memanjangkan leher. e. Perilaku menyerang Menyerang yaitu kegiatan untuk mengejar dengan cara mematuk terhadap individu lain. f. Perilaku locomotion

36 21 Locomotion yaitu kegiatan untuk berpindah tempat dari tempat satu ke tempat lainnya. Perpindahan tempat burung pantai biasanya dengan cara menyeberang, berlari, berenang dan terbang. Pola perilaku, adaptasi struktur, penyesuaian dan toleransi fisiologik burung menentukan dalam pemilihan tempat untuk melakukan aktivitasnya serta menentukan keterbatasan suatu spesies pada suatu relung khusus. Gambaran keadaan fisik mikrohabitat substratum, ruang dan mikrohabitat merupakan determinan dasar atau penentu pokok mengenai kedudukan spesies tertentu (Soetjipta, 1999: 90). 9. Metode Survei dan Penghitungan Burung Pantai Menurut Sutherland, dkk (2004: 36-52) metode yang dapat digunakan untuk sensus dan survei burung secara umum ada empat belas cara yaitu dengan metode mapping, Transects, line transects, Point transects, rules for recording birds in the field, choosing between line and point transects, detection probalities, colonial birds, counting roots and flocks, counting leks, counting migrants, capture techniques, tape playback, and vocal individuality. Seluruh metode tersebut tidak sama penggunaannya dalam survei lapangan, akan tetapi penggunaan disesuaikan dengan persoalan yang akan dipecahkan. Metode yang baik dan dapat digunakan untuk survei burung pantai dilapangan ialah dengan metode penggunaan peta (Mapping). Pada saat burung pantai melakukan migrasi, biasanya akan memanfaatkan berbagai tipe lahan basah sehingga dapat diketahui daerah-daerah yang akan dimanfaatkan oleh burung

37 22 pantai (Howes, dkk, 2003: 113). Keuntungan dengan menggunakan metode mapping ialah hasilnya lebih terperinci mengenai distribusi dan ukuran teritori, serta membolehkan kita untuk mengkaitkan distribusi burung dengan habitatnya (Sutherland, dkk, 2004: 37). Kemudian, untuk mengetahui jumlah total atau populasi burung dapat menggunakan metode sensus lengkap. Tujuan metode sensus lengkap adalah untuk menghitung jumlah total seluruh satwa di suatu wilayah tertentu guna mendapatkan perhitungan kepadatan yang tidak bias tanpa penarikan kesimpulan secara statistik dan tanpa asumsi-asumsi yang mendasarinya. Oleh karena itu, sensus lengkap akan sangat berguna untuk spesies yang menempati habitat yang telah diketahui secara jelas dan memiliki ciri-ciri tersendiri (Whitworth, dkk, 2008: 96). Penghitungan burung pantai yang dilakukan secara berkala di suatu lokasi tertentu merupakan kegiatan mendasar yang harus dilakukan dalam melakukan penelitian. Melalui penghitungan yang dilakukan secara berkala akan mendapatkan informasi yang sangat bermanfaat untuk menghitung fluktuasi populasi serta mengkaji keperluan yang dibutuhkan untuk memberikan perlindungan terhadap populasi yang diamati. Metode untuk penghitungan burung pantai ada dua cara yaitu dengan menghitung secara akurat menggunakan alat penghitung (Tally counter) dan penghitungan perkiraan dengan metode blok. Penggunaan kedua metode tersebut bergantung kepada beberapa faktor di lapangan seperti periode waktu yang tersedia, kondisi lokasi, ukuran lokasi, perilaku burung, kondisi cuaca dan jumlah burung (Howes, 2003: ). Pada saat tempat burung pantai sangat beragam atau berkelompok sangat padat atau

38 23 pada situasi dimana waktu sangat terbatas, mungkin lebih baik dilakukan perkiraan jumlahnya saja dari pada menghitung seluruh populasi. Juru hitung yang berpengalaman dapat memperkirakan secara tepat 10, 20, 50, 100 ekor secara cepat dan dapat melakukan penghitungan terhadap kelompok burung dengan menggunakan alat hitung. Sesuai kondisinya, lebih baik membuat perkiraan dalam unit-unit kecil daripada langsung dalam jumlah yang besar (Whitworth, dkk, 2008: 96). 10. Identifikasi organisme makanan burung pantai Menurut Howes, dkk (2003: ) untuk mengetahui 85jenis organisme yang dimakan oleh burung pantai dapat dilakukan secara langsung dengan mengamati burung saat beraktifitas mencari makan. Mangsa yang dimakan tergantung dengan jenis burungnya, semakin besar ukuran burung tersebut maka semakin besar pula ukuran mangsa yang dimakan. Ketepatan identifikasi mangsa burung pantai dengan pengamatan secara langsung saat burung beraktifitas mencari makan akan bergantung pada jarak pengamatan serta kemampuan dalam mengidentifikasinya. Untuk mendukung ketepatan dalam identifikasi mangsanya, ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendukung ketepatan identifikasi mangsa, diantaranya adalah dengan cara penarikan contoh habitat untuk mangsa yang berpotensi, analisa muntahan, kotoran burung dan analisa isi perut burung (Howes, dkk, 2003: 234; dan Verkuil, 1996: 60).

39 24 Penarikan contoh habitat untuk mangsa yang berpotensi dapat digunakan bergantung dengan pengamatan di lapangan dengan beberapa asumsi, diantaranya adalah wilayah makan burung telah diketahui, teknik yang digunakan burung untuk menangkap mangsa telah diketahui, perilaku mangsa telah diketahui dan pada tingkat tertentu kelompok mangsa diketahui atau setidaknya dapat mengetahui ukuran mangsa besar atau kecil. Penarikan contoh habitat untuk mangsa dapat diketahui dengan metode Core dan ayakan (Sieve) di wilayah pengamatan, tepatnya di lokasi burung mencari makan. Dengan menggunakan metode ini dapat memperoleh contoh mangsa yang hidup baik di atas permukaan, di dalam substrat yang dangkal (< 10 cm) maupun yang dalam (10-30 cm). Metode ini merupakan metode yang digunakan oleh Swennen dan Marteijn pada tahun 1985, dan telah dikembangkan oleh Netherland Institute for Sea Rese-arch dan juga telah digunakan untuk mengambil contoh pakan burung pantai di Semenanjung Malaysia dan Thailand, serta di gunakan oleh Heather E. Beeler di pantai California pada tahun Metode ini dapat menangkap dan mengidentifikasi mangsa secara akurat, akan tetapi untuk jenis burung berukuran kecil sering kali mangsa tidak dapat diidentifikasi dengan akurat karena ukurannya yang terlalu kecil (Howes, dkk, 2003: 234; dan Beeler, 2009: 13-14). Analisa muntahan dan kotoran burung tidak terlalu mudah untuk dilakukan. Ada beberapa kelemahan pada analisa muntahan dan kotoran untuk mengetahui jenis makanan burung pantai yaitu sedimen yang lembut dan basah menyebabkan sisa-sisa muntahan dan kotoran cepat tercampur dengan sedimen sehingga sulit untuk dipisahkan, apabila jumlah contoh kotoran sedikit maka informasi yang

40 25 diperoleh tidak akan terlalu bermanfaat, lemah untuk mengetahui mangsa yang berukuran kecil. Kelebihan dengan analisa muntahan dan kotoran lebih sedikit dibandingkan dengan kelemahannya. Kelebihan analisa ini adalah tidak membutuhkan sejumlah tempat dan waktu penyelidikan lebih santai (Verkuil, 1996: 60-61). Analisis isi perut merupakan metode yang dianggap sebagai metode yang penting dalam analisa mengenai jenis-jenis mangsa burung pantai. Akan tetapi kenyataannya metode ini tidak akan lebih akurat dibandingkan dengan pengamatan langsung di lapangan. Salah satu hal penting yang menyebabkan kurang akuratnya informasi yang diperoleh dari cara membunuh burung adalah karena burung pantai memiliki laju metabolisme yang cepat sehingga makanan yang dimakan dicerna dengan cepat. Dengan demikian, hasil yang diperoleh dari pembedahan tidak mencerminkan yang sebenarnya dimakan oleh burung pantai (Verkuil, 1996: 61-62).

41 26 B. Kerangka Berfikir Kawasan Pesisir Trisik menjadi habitat penting bagi burung pantai migran setiap tahunnya yang digunakan untuk mencari makan dan beristrirahat. Adanya perburuan burung pantai oleh masyarakat serta adanya pemanfaatan habitat penting bagi burung pantai oleh masyarakat sebagai tempat mencari kayu bakar, bertani, menambang pasir, mencari ikan, merumput, tambak dan menggembala domba. Tingginya kegiatan masyarakat di Kawasan Pesisir Trisik dapat berpotensi mengganggu aktifitas burung pantai dan habitatnya Perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui lokasi-lokasi penting yang digunakan untuk lokasi mencari makan serta organisme makanan yang mendukung kehidupan burung pantai yang ada di Kawasan tersebut Hasil penelitian dapat digunakan sebagai data untuk pengelolaan dan perlindungan lokasi-lokasi penting bagi burung pantai

42 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksploratif, sedangkan cara pengambilan data dilakukan dengan teknik observasi deskriptif. 1. Lokasi penelitian a. Pengambilan data Burung pantai migran genus Calidris dan jenis makanan dilaksanakan di Kawasan Pesisir Trisik Desa Banaran Kecamatan Galur Kulon Progo Yogyakarta. b. Pengamatan dan identifikasi jenis organisme makanan burung pantai genus Calidris dilakukan di Laboratorium Biologi UNY. 2. Waktu penelitian Pengambilan data pada bulan Oktober 2009 sampai bulan Januari B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Burung pantai dari genus Calidris yang sedang bermigrasi ke Kawasan Pesisir Trisik, Banaran Kecamatan Galur Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta. Metode yang digunakan untuk mengetahui populasi atau jumlah total burung dengan metode sensus lengkap (Whitworth, dkk, 2008). 27

43 28 2. Sampel Burung pantai dari genus Calidris yang sedang mencari makan di Kawasan Pesisir Trisik Banaran Kecamatan Galur Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta. Teknik pengambilan data burung yang mencari makan dengan cara Focal observation method (memilih satu individu sasaran), dilanjutkan dengan individu terdekatnya. C. Instrumentasi dan Teknik Pengumpulan Data 1. Instrumentasi a. Alat Alat yang digunakan meliputi : Teropong (Binokuler), Field guide (Buku Mackinnon, dkk tahun 2000), Handly Tally Counter, Kamera digital, Alat perekam, Corer, Saringan dengan lebar mata 1 mm, Tabung plastik bekas film, Jam tangan, formulir dan alat tulis, Penggaris, Mikroskop, Salinity conductivity meter, Soil tester, dan Termometer tanah. b. Bahan Bahan yang digunakan adalah kertas label dan alkohol 70% 2. Teknik pengumpulan data Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama dilakukan untuk menentukan lokasi yang biasa digunakan untuk berbagai aktifitas burung pantai genus Calidris. Tahap kedua, mengamati perilaku makan dan jenis makanan yang teramati secara langsung di bantu alat dokumentasi (kamera dan binokuler). Tahap ketiga adalah pengambilan contoh organisme makanan burung di substrat

44 29 lokasi mencari makan untuk medukung tahap kedua mengenai ketepatan identifikasi dan keberadaan jenis makan yang dimakan oleh burung pantai genus Calidris tersebut. Berikut ini adalah prosedur penelitian ketiga tahap tersebut : a. Pengamatan lokasi burung pantai genus Calidris Pengamatan seluruh Kawasan Pesisir Trisik yang digunakan burung pantai genus Calidris bertujuan untuk mengetahui lokasi-lokasi yang digunakan untuk melakukan berbagai aktifitasnya. Sehingga lokasi yang teridentifikasi menjadi lokasi aktifitasnya akan dijadikan sebagai titik lokasi pengamatan lebih lanjut. Berikut ini cara kerja yang dilakukan untuk penentuan lokasi burung pantai genus Calidris : 1. Memindai (scanning) wilayah penelitian dengan Teropong (Binokuler) di seluruh kawasan Pesisir Trisik. 2. Identifikasi jenis burung dari genus Calidris berdasarkan buku Mackinnon, dkk, tahun Menghitung dan menentukan seluruh lokasi yang di gunakan untuk beraktifitas burung pantai genus Calidris di kawasan tersebut. 4. Menentukan lokasi yang digunakan untuk mencari makan burung pantai genus Calidris. 5. Mengukur suhu, kelembaban, ph dan salinitas lokasi mencari makan. b. Pengamatan perilaku mencari makan di lokasi pengamatan 1. Mengamati burung pantai genus Calidris di lokasi mencari makan dengan Binokuler.

45 30 2. Mendokumentasikan perilaku makan dan tipe pergerakan paruh saat mencari makan. 3. Memperkirakan ukuran organisme mangsa yang ditangkap oleh burung genus Calidris dengan dibandingkan panjang paruh burung yang diamati. 4. Menghitung jumlah burung dari genus Calidris yang teramati di lokasi mencari makan dengan metode penghitungan secara akurat menggunakan Tally counter ketika jumlah burung sedikit dan menggunakan penghitungan secara perkiraan dengan metode blok ketika jumlah burung sangat banyak. 5. Mengamati interaksi dengan individu lain sejenis atau dengan individu lain yang berlainan jenis. c. Identifikasi mangsa burung pantai genus Calidris Setelah diketahui mengenai lokasi mencari makan, perilaku dan teknik yang digunakan burung Calidris untuk menangkap mangsa, perilaku mangsa seperti hidup didalam substrat atau di atas permukaan substrat, ukuran atau kelompok mangsa yang diambil burung Calidris (Pada tahap pengamatan lokasi mencari makan dan perilaku mencari makan burung Calidris) maka untuk mengetahui atau mengidentifikasi jenis mangsa yang diambil oleh burung Calidris dapat dilakukan dengan menggunakan metode Core. Dengan metode Core ini dapat diidentifkasi lebih jauh mengenai organisme yang berpotensi dimangsa oleh burung Calidris di tiap lokasi. Langkah kerjanya adalah sebagai berikut :

46 31 1. Memasukkan Core pada substrat melebihi dalamnya panjang paruh burung yang dimasukkan ke dalam substrat ketika mencari makan atau dengan kedalaman ±10 cm di lokasi burung tersebut mencari makan. 2. Memasukkan substrat yang didapatkan dari Core ke dalam Ember dan mencapurnya dengan air. 3. Mengayak substrat yang telah dicampurkan dengan air agar partikel atau organisme yang ukurannya lebih dari 1mm dapat disaring dan tertinggal dalam ayakan. 4. Memisahkan mahluk hidup yang tersaring berdasarkan jenis atau kelompoknya dan memasukkannya ke dalam Plastik bekas film yang telah diisi alkohol 70 %. 5. Memberi label pada Plastik bekas film sesuai dengan lokasi burung pantai mencari makan. 6. Mengidentifikasi jenis organisme yang dimangsa oleh burung pantai genus Calidris berdasarkan ciri-ciri yang teramati dan berdasarkan perilaku burung saat mencari makan di lokasi tersebut. D. Analisa Data Analisis data mengenai pemilihan atau preferensi lokasi yang digunakan untuk mencari makan dilakukan dengan analisis deskriptif dan Chi-square. Sedangkan untuk mengetahui hubungan kondisi lingkungan (suhu, kelembaban, ph dan salinitas) dengan aktifitas mencari makan burung pantai genus Calidris dianalisis dengan analisis korelasi dan regresi linier pada SPSS 12.0 for Windows.

47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Umum Kawasan Penelitian Daerah penelitian berada di Pesisir Trisik Desa Banaran Galur Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak pada titik ordinat S dan E Batas administrasi desa Banaran adalah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan desa Kranggan dan Nomporejo, sebelah barat berbatasan dengan desa Karangsewu, sebelah selatan berbatasan dengan samudera Indonesia dan sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Srandakan. Desa Banaran mempunyai luas wilayah 907,25 Ha yang terdiri dari Lahan basah 289,14 Ha, Tanah Kering 181,09 Ha, Bangunan 47,55 Ha dan lain-lain 389, 47 Ha (Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo, 2008: 3-4). Lahan basah di Kawasan terdiri dari kawasan Lahan basah Pesisir dan Kawasan Lahan Basah darat. Kawasan Lahan Basah Pesisir berada di dusun Trisik dan dikenal sebagai Pesisir Trisik. Pantai Trisik membentang dari barat ketimur sepanjang 2,4 km. Pantai ini dibuka sebagai daerah wisata sejak tahun 1987 dan mulai ramai dikunjungi orang tahun Upaya meningkatkan daya tarik wisata dan ekonomi masyarakat dilakukan dengan pengoperasian perahu motor dan pembangunan TPI (Tempat pelelangan ikan) pada tahun Namun, erosi akibat meluapnya sungai Progo menyebabkan perubahan wilayah, yaitu hilangnya sebagian lokasi wisata. Pemerintah kemudian membangun bendungan batu untuk mencegah terjadinya erosi yang lebih parah pada tahun

48 33 Pembangunan bendungan ini menyebabkan air yang tergenang membentuk Rawa asin, pada tahun 2009 Rawa asin diubah pemanfaatannya menjadi tambak ikan bandeng oleh masyarakat. Sungai Progo yang bermuara ke pantai Trisik membentuk beberapa delta di dekat muara sungai dengan sedimen berlumpur. B. Jenis dan Jumlah Individu Burung Pantai Genus Calidris Pengambilan data mengenai burung pantai migran genus Calidris dilakukan dengan memindai (scanning) seluruh Kawasan Pesisir Trisik yang digunakan sebagai tempat berbagai aktifitasnya, kemudian semua lokasi yang diketahui menjadi tempat aktifitas burung pantai migran genus Calidris dijadikan sebagai lokasi pengamatan lebih lanjut. Pengamatan lebih lanjut di seluruh lokasi aktifitas burung pantai migran genus Calidris dilakukan tiap satu minggu sekali, mulai pada bulan Oktober 2009 sampai dengan Januari Berdasarkan hasil pengambilan data yang telah dilakukan, burung pantai migran genus Calidris yang berada di Kawasan Pesisir Trisik terdiri dari 3 jenis yaitu, Kedidi Putih (Calidris alba), Kedidi Leher Merah (Calidris ruficollis) dan Kedidi Besar (Calidris tenuirostris). Jumlah total individu ketiga jenis burung pantai migran genus Calidris tersebut selama pengamatan ada sekitar 3232 individu. Jumlah total individu setiap jenis tertinggi yang dijumpai adalah Calidris alba sebanyak 3113 individu, Calidris tenuirostris sebanyak 98 individu dan jumlah individu yang terkecil ialah Calidris ruficollis sebanyak 21 individu. Jumlah total yang digunakan pada penelitian ini jumlah kumulatif yang teramati mulai minggu pertama hingga minggu terakhir selama pengambilan data berlangsung, karena

49 34 pengambilan data dilakukan dengan sensus lengkap di seluruh Kawasan lokasi yang digunakan oleh ketiga jenis burung Calidris tersebut. Meskipun ada kemungkinan bahwa individu burung yang dihitung minggu pertama bisa terhitung kembali lagi pada minggu kedua dan ada kemungkinan bahwa minggu pertama dan minggu kedua individu berbeda dan seterusnya (Grafik 3), karena belum diketahui dengan pasti berapa lama waktu individu ketiga jenis Calidris singgah di Kawasan pesisir Trisik tersebut. Calidris alba Calidris ruficollis Calidris tenuirostris Gambar 2. Tiga jenis burung pantai migran genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik Menurut Mackinnon, dkk (2000: ) Calidris alba merupakan burung yang berasal dari wilayah Utara yang mempunyai penyebaran bersifat holartik dan sering terdapat di Pesisir selatan Jawa, Calidris ruficollis berasal dari Siberia dan Alaska sebagai pendatang umum dan tetap di Pesisir, sedangkan Calidris tenuirostris berasal dari Siberia timur sebagai pengunjung tidak tetap di Sunda Besar. Menurut Howes, dkk (2003: 23) Indonesia merupakan tempat persinggahan antara bagi burung pantai migran sebelum menuju tempat tujuan akhir dari migrasi. Ketiga jenis burung pantai migran genus Calidris yang berada di Kawasan Pesisir Trisik singgah untuk sementara waktu sebelum menuju tujuan akhirnya ke Australia, sedangkan untuk Calidris tenuirostris juga sampai ke

50 35 Selandia baru sebelum kembali lagi ke daerah berbiaknya. Arifin (2007: 7) menyatakan bahwa selama Monitoring burung pantai Indonesia di Pesisir Trisik selama delapan bulan (April-Oktober 2007), pada tanggal 16 Mei 2007 seorang pengamat burung bernama Iwan febriyanto berhasil menjumpai seekor burung pantai Calidris ruficollis berbendera yang penandaanya dilakukan oleh peneliti dari Australia Barat Daya. Kehadiran burung pantai migran genus Calidris ke Kawasan Pesisir Trisik dari minggu pertama hingga minggu terakhir pengamatan diketahui terjadi fluktuasi. Fluktuasi kehadiran ketiga jenis burung tersebut menggambarkan ada gelombang datang dan pergi secara berkelompok dalam perjalanan migrasinya. Terjadinya fluktuasi kehadiran ketiga jenis burung pantai migran genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik lebih utama disebabkan oleh periode musim migrasi burung pantai. Tiap burung pantai Calidris alba, Calidris ruficollis dan Calidris tenuirostris mempunyai waktu kehadiran dan pergi yang berbeda-beda di Kawasan Pesisir Trisik. Calidris alba pada minggu pertama pengamatan (23 Oktober 2009) teramati telah datang ke Kawasan pesisir. Jenis ini cenderung bertambah jumlah individunya pada bulan November dan mencapai puncaknya pada minggu ke VI (21 November 2009) dengan jumlah individu mencapai 441 ekor. Setelah mencapai puncaknya, kehadiran burung Calidris alba akan semakin sedikit meskipun tercatat masih ada fluktuasi kehadiran tiap minggunya. Calidris ruficollis pada minggu pertama pengamatan (23 Oktober 2009) teramati telah datang ke Kawasan pesisir Trisik dan mencapai puncaknya pada

51 36 minggu ke IV (7 November 2009) dengan jumlah individu mencapai 14 ekor. Setelah itu tidak teramati lagi pada minggu berikutnya di Kawasan pesisir Trisik. Calidris tenuirostris mulai teramati pada minggu ke IV (7 November 2009) di Kawasan Pesisir Trisik dan mencapai puncaknya pada minggu ke V (14 November 2009) dengan jumlah individu mencapai 71 ekor. Setelah itu teramati lagi pada minggu ke VIII (13 Desember 2009), akan tetapi jumlah individu lebih sedikit. Burung pantai migran genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik 450 J 400 u m 350 l a 300 h 250 i n 200 d i 150 v i 100 d 50 u 0 Calidris alba Calidris ruficollis Calidris tenuirostris I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII Waktu pengamatan I-XII = pengamatan minggu ke- Gambar 3. Grafik fluktuasi kehadiran burung pantai migran genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik C. Lokasi Mencari Makan Burung Pantai Migran Genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik Secara umum burung pantai menggunakan tempat sebagai daerah hidup pada habitat lumpur basah ataupun adanya perairan dangkal (Skagen, dkk. 1994: 95). Calidris alba sering ditemukan di daerah pantai yang landai bersubstrat pasir, dekat karang dan teluk kecil, sepanjang dataran lumpur dan pesisir pantai yang

52 37 terbuka. Calidris alba mencari makan di sepanjang pantai berpasir pada tepian air terpaan ombak dan di antara tumpukan akar Lumut laut (National Park and Wildlife Service, 1999a: 3) dan umumnya mencari makan di tempat yang tertutup oleh air atau di perairan dangkal (Nybakken and Bertness, 2004: 333). Calidris ruficollis sering mengunjungi gosong lumpur di pantai dalam jumlah besar, umum di temukan di pesisir, aktif berjalan atau berlarian mengambil makanan kecil (Mackinnon, dkk, 2000: 144) dan mempunyai kebiasaan mencari makan di atas tepian air (Burger, dkk, 1977: 755). Calidris tenuirostris biasanya sering mengunjungi gosong lumpur pada daerah Pasang surut, Beting pasir, Padang rumput di Pantai (Mackinnon, dkk. 2000: 143), Estuarin dan Laguna (National Park and Wildlife Service, 1999b: 1). Burung pantai genus Calidris (Calidris alba, Calidris ruficollis, dan Calidris tenuirostris) di Kawasan Pesisir Trisik diketahui menggunakan lima lokasi yang berbeda untuk mencari makan dan setiap jenis burung pantai genus Calidris mempunyai perbedaan persentase jumlah individu di tiap lokasinya. Sementara itu, kondisi lingkungan dari lima lokasi yang digunakan mencari makan mempunyai perbedaan. Lokasi, persentase tiap jenis yang mencari makan dan kondisi lingkungan lokasi mencari makan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Lokasi dan persentase burung pantai genus Calidris yang mencari makan di tiap lokasi Pesisir Trisik Jenis burung Burung % Burung yang mencari makan Lokasi mencari makan Ra P1 P2 P3 D4 C. alba ,2 30,4 5,9 3,9 58,6 C. ruficollis 21 28, ,4 C. tenuirostris

53 38 Tabel 2. Kondisi lingkungan di lokasi mencari makan genus Calidris Lokasi mencari makan Parameter Ra P1 P2 P 3 D4 Suhu rata-rata ( 0 C) 33,6 33,7 33,8 33,9 33,7 Kelembaban rata-rata (%) 95,8 95,8 97,5 88,3 94,9 ph rata-rata 6,8 6,6 6,8 6,8 6,8 Salinitas rata-rata % 0,6 1,9 1,5 0,18 0,2 Substrat pasir Pasir Pasir pasir lumpur Keterangan : Ra = Rawa asin P1, P2, P3 = Pantai 1, Pantai 2, Pantai 3 D4 = Delta 4 Berdasarkan tabel diatas, Lokasi yang digunakan untuk mencari makan oleh burung pantai migran genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik ada lima lokasi yaitu di Rawa asin, Pantai 1, Pantai 2, Pantai 3 dan Delta 4. Kemudian, untuk jumlah total individu Calidris alba yang teramati sedang mencari makan selama pengamatan dalam pengambilan data ada 1606 individu dari jumlah totalnya 3113 individu. Calidris ruficollis dan Calidris tenuirostris dari jumlah total individu yang datang ke Kawasan Pesisir Trisik semuanya teramati sedang mencari makan. 1. Rawa asin Rawa asin di Kawasan Pesisir Trisik terbentuk karena pemutusan sungai Progo yang dibuat tanggul dengan bebatuan untuk mencegah abrasi yang disebabkan muara sungai progo sering kali berpindah-pindah tempat. Mulai bulan Juli 2009, Rawa asin diubah fungsinya menjadi Tambak Ikan Bandeng oleh warga setempat. Rawa asin digunakan oleh dua jenis burung pantai dari genus Calidris sebagai lokasi mencari makan yaitu Calidris alba dan Calidris ruficollis. Burung Calidris alba mencari makan di bagian air yang dangkal hingga ke atas tepian air Rawa asin. Persentase Calidris alba yang mencari makan di Rawa asin sebesar

54 39 1,2 % dari seluruh Calidris alba yang mencari makan di Kawasan Pesisir Trisik. Sedangkan persentase Calidris ruficollis yang mencari makan di Rawa asin sebesar 28,6% dari jumlah seluruhnya yang mencari makan di Kawasan Pesisir Trisik. Kondisi lingkungan bagian Rawa asin yang digunakan oleh Calidris alba dan Calidris ruficollis sebagai lokasi mencari makan mempunyai suhu substrat rata-rata 33,6 0 C, kelembaban substrat rata-rata 95,8 %, ph substrat rata-rata 6,8 dan salinitas air 0,6 %. Substrat di bagian Rawa asin yang digunakan sebagai lokasi mencari makan mempunyai substrat pasir. 2. Pantai 1 Pantai 1 merupakan daerah pasang surut yang berada di sebelah barat dari tanggul bebatuan dan berjauhan dengan Muara sungai Progo. Pantai 1 mempunyai substrat pasir halus berwarna gelap. Pantai 1 digunakan oleh satu jenis burung pantai dari genus Calidris sebagai lokasi mencari makan yaitu Calidris alba. Burung ini mencari makan di batas ombak tertinggi hingga ombak terendah. Persentase Calidris alba yang mencari makan di Pantai 1 sebesar 30,4 % dari seluruh burung jenis ini yang mencari makan di Kawasan Pesisir Trisik. Kondisi lingkungan bagian Pantai 1 yang digunakan oleh Calidris alba sebagai lokasi mencari makan mempunyai suhu substrat rata-rata 33,7 0 C, kelembaban substrat rata-rata 95,8 %, ph substrat rata-rata 6,6 dan salinitas air 1,9 %. Lokasi yang digunakan mencari makan di Pantai 1 substratnya berupa pasir.

55 40 3. Pantai 2 Pantai 2 merupakan daerah pasang surut yang berada di sebelah timur tanggul bebatuan dan langsung berhubungan dengan Muara sungai Progo. Pantai 2 digunakan oleh satu jenis burung pantai dari genus Calidris sebagai lokasi mencari makan yaitu Calidris alba. Burung ini mencari makan di batas ombak tertinggi hingga ombak terendah. Persentase Calidris alba yang mencari makan di Pantai 1 sebesar 5,9 % dari seluruh burung jenis ini yang mencari makan di Kawasan Pesisir Trisik. Kondisi lingkungan bagian Pantai 2 yang digunakan oleh Calidris alba sebagai lokasi mencari makan mempunyai suhu substrat rata-rata 33,8 0 C, kelembaban substrat rata-rata 97,5 %, ph substrat rata-rata 6,8 dan salinitas air 1,5 %. Substrat di pantai 2 yang digunakan sebagai lokasi mencari makan mempunyai substrat pasir. 4. Pantai 3 Pantai 3 merupakan pantai yang berada di bagian tepi sungai Progo yang berada di dekat Muaranya. Pantai 3 digunakan oleh satu jenis burung pantai dari genus Calidris sebagai lokasi mencari makan yaitu Calidris alba. Burung ini mencari makan di batas ombak tertinggi hingga ombak terendah, serta di bagian air yang dangkal ketika arus sungai kecil dan ombak laut kecil. Persentase Calidris alba yang mencari makan di Pantai 3 sebesar 3,9 % dari seluruh burung jenis ini yang mencari makan di kawasan Pesisir Trisik. Kondisi lingkungan bagian Pantai 3 yang digunakan oleh Calidris alba sebagai lokasi mencari makan mempunyai suhu substrat rata-rata 33,9 0 C,

56 41 kelembaban substrat rata-rata 88,3 %, ph substrat rata-rata 6,8 dan salinitas air rata-rata 0,18 %. Substrat di Pantai 3 yang digunakan sebagai lokasi mencari makan mempunyai substrat pasir. 5. Delta 4 Delta 4 merupakan endapan lumpur yang berada di tengah-tengah Sungai Progo dan letaknya berada di sebelah timur. Delta 4 bersubstrat lumpur dengan kedalaman mencapai lutut orang dewasa dengan kondisi perairan yang dangkal dan luas di Delta 4 sehingga digunakan oleh tiga jenis burung pantai migran genus Calidris (Calidris alba, Calidris ruficollis dan Calidris tenuirostris) sebagai lokasi mencari makan. Burung Calidris alba mencari makan di Delta 4 di bagian air yang dangkal hingga di atas tepian air yang kelembaban substratnya masih tinggi. Persentase Calidris alba yang mencari makan di Delta 4 sebesar 58,6 % dari seluruh Calidris alba yang mencari makan di Kawasan Pesisir Trisik. Calidris ruficollis mencari makan di Delta 4 di bagian di atas tepian air. Persentase Calidris ruficollis yang mencari makan di Delta 4 sebesar 71,4% dari seluruh Calidris ruficollis yang mencari makan di Kawasan Pesisir Trisik. Sedangkan Calidris tenuirostris mencari makan di Delta 4 di bagian air yang dangkal hingga ke bagian atas tepian air. Persentase Calidris tenuirostris yang mencari makan di Delta 4 sebesar 100 % dari seluruh jenis ini yang mencari makan di Kawasan Pesisir Trisik. Kondisi lingkungan bagian Delta 4 yang digunakan oleh Calidris alba, Calidris ruficollis dan Calidris tenuirostris sebagai lokasi mencari makan mempunyai suhu substrat rata-rata 33,7 0 C, kelembaban substrat rata-rata 94,9 %,

57 42 ph substrat rata-rata 6,8 dan salinitas air rata-rata 0,2 %. Substrat di Delta 4 yang digunakan untuk mencari makan mempunyai substrat lumpur. Berdasarkan besarnya persentase burung Calidris yang mencari makan di Kawasan Pesisir Trisik. Lokasi Delta 4 menjadi lokasi paling banyak digunakan oleh ketiga jenis burung pantai genus Calidris baik dari jenis Calidris alba, Calidris ruficollis dan Calidris tenuirostris dibandingkan dengan lokasi mencari makan di Rawa asin, Pantai 1, Pantai 2 maupun di Pantai 3. Berikut ini adalah grafik persentase ketiga jenis burung pantai genus Calidris di tiap lokasi mencari makan kawasan Pesisir Trisik: Grafik persentase Calidris mencari makan di tiap lokasi 100 % m e n c a r i m a k a n C. alba C. ruficollis C. tenuirostris 0 Raw a asin Pantai 1 Pantai 2 Pantai 3 Delta 4 Lokasi mencari makan Gambar 4. Grafik persentase genus Calidris mencari makan di tiap lokasi Hal tersebut sesuai dengan Nybaken dan Bertness (2004: 332) yang menyatakan bahwa berbagai jenis burung pantai mempunyai pilihan sendiri untuk menggunakan mikrohabitat atau lokasi mencari makan. Untuk mengetahui

58 43 pemilihan lokasi mencari makan atau preferensi dari ketiga jenis burung pantai genus Calidris tersebut di lima lokasi mencari makan di Kawasan Pesisir Trisik, di analisis dengan analisis Chi-squre. Berikut ini adalah Hasil dari analisis Chisquare: Tabel 3. Hasil analisis Chi-square lokasi mencari makan tiga jenis burung pantai genus Calidris di Pesisir Trisik Jenis burung Lokasi mencari makan Ra P1 P 2 P 3 D 4 C. alba X 2 3,000 16,333 13,500 16,333 6,000 Asymp. Sig. 0,558 0,003 * 0,001 * 0,003 * 0,647 C. ruficollis X 2 9, ,636 Asymp. Sig. 0,009 * ,003 * C. tenuirostris X ,00 Asymp. Sig ,001 * Keterangan : * = berpengaruh nyata Berdasarkan hasil analisis Chi-Square menunjukkan bahwa Calidris alba memiliki preferensi lokasi mencari makan di Pantai 1, Pantai 2 dan di Pantai 3 dibandingkan dengan di Rawa asin dan di Delta 4. Calidris ruficollis memiliki preferensi untuk mencari makan di Rawa asin dan di Delta 4. Sedangkan untuk Calidris tenuirostris memiliki preferensi untuk mencari makan di Delta 4. Preferensi atau pemilihan lokasi mencari makan bagi ketiga jenis burung pantai tersebut di Kawasan Pesisir Trisik berkaitan erat dengan ketersediaan organisme makanan, substrat lokasi mencari makan dan keberadaan kegiatan masyarakat di lokasi mencari makan. a. Ketersediaan makanan Tiap lokasi yang digunakan sebagai lokasi mencari makan oleh Calidris alba, Calidris ruficollis, dan Calidris tenuirostris di Kawasan Pesisir Trisik tersedia berbagai jenis organisme yang menjadi makanan bagi ketiga jenis burung

59 44 Calidris tersebut. Tiap lokasi ditemukan adanya perbedaan jumlah jenis organisme makanan burung pantai. Hal ini berdasarkan hasil pengambilan organisme makanan di substrat lokasi yang menjadi lokasi mencari makan dengan metode Core. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Backwell, dkk (1998: 1659) bahwa tersedianya makanan berperan penting pada kehidupan hewan, termasuk distribusi geografis, keberhasilan berkembangbiak, pemilihan habitat dan migrasi. Erftemejier dan Swennen (Whiten, dkk. 1999: 374) menyatakan berbagai jenis organisme yang hidup di pesisir sebagian besar merupakan makanan utama bagi burung pantai dan penyebaran organisme tersebut antara tempat satu dengan lainnya sangat tidak merata. Ketersediaan makanan merupakan faktor penting yang menarik perhatian burung, diikuti oleh ukuran, kedalaman organisme makanan dan daya tembus substrat. menyatakan bahwa beberapa tempat di Jawa, kepadatan biomassa organisme makanan burung pantai sangat beragam dari 1-37 g/m 2 dan kepadatan di sekitar Jawa lebih rendah dibandingkan dengan tempat lainnya. Salah satu hal yang menyebabkan rendahnya kepadatan biomassa organisme makanan burung pantai adalah tingginya fluktuasi kadar garam sebagai akibat aliran sungai yang sangat beragam pada musim hujan dan kemarau di daerah jawa. Menurut Evans (1976: 117) ketersediaan makanan bagi burung pantai saat musim non-breeding atau saat migrasi ialah berperan penting dalam tiga hal yaitu, untuk memelihara panas tubuh dan proses metabolisme, sebagai energi terbang ke dan dari daerah mencari makan serta untuk menghindari predator, dan untuk

60 45 memenuhi kekurangan makanan yang energinya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan makanan di hari yang sama. b. Substrat lokasi mencari makan Ketiga jenis burung pantai genus Calidris (Calidris alba, Calidris ruficollis dan Calidris tenuirostris) di Kawasan Pesisir Trisik persentase mencari makan lebih besar di Delta 4 yang mempunyai substrat berlumpur dibandingkan dengan empat lokasi lainnya (Rawa asin, Pantai 1, Pantai 2 dan Pantai 3) yang mempunyai substrat berpasir. Persentase mencari makan di Delta 4 untuk Calidris alba 58,6 %, Calidris ruficollis 71,4 %, dan Calidris tenuirostris 100 %. Persentase mencari makan di Rawa asin Calidris alba 1,2 %, Calidris ruficollis 28,6 %, dan Calidris tenuirostris tidak ditemukan. Pantai 1, Pantai 2 dan Pantai 3 hanya digunakan oleh Calidris alba dengan persentase burung mencari makan 30,4 % di Pantai 1; 5,9 % di Pantai 2 dan 3,9 % di Pantai 3. Besarnya persentase ketiga burung Calidris tersebut mencari makan berdasarkan penyusun substrat sesuai dengan pernyataan Quamen (Grant, 1984: 296) dan Ens et all (Backwell, dkk, 1998: 1665) bahwa burung pantai lebih banyak mencari makan di lokasi dengan substrat berlumpur di bandingkan dengan lokasi bersubstrat pasir. Lokasi dengan substrat pasir dapat mengganggu penangkapan organisme makanan oleh burung pantai karena sulit untuk membedakan organisme yang dimakan dengan penyusun substratnya, sehingga energi yang dibutuhkan untuk menemukan organisme makanan di substrat berpasir oleh burung pantai lebih besar. Menurut Quamen (Whiten, dkk. 1999: 374) Burung pantai dapat mengenali lokasi yang baik untuk mencari makan melalui tanda-tanda fisik lokasi seperti penyusun

61 46 substrat. Burung pantai sebagian besar juga menggunakan kepekaan sentuhannya lebih dari kemampuan melihat tanda-tanda fisik. Burung pantai mempunyai paruh yang ujungnya peka sehingga dapat merasakan adanya mangsa di bawah substrat. Berdasarkan hasil analisis Chi-square menunjukkan bahwa Calidris ruficollis dan Calidris tenuirostris mempunyai preferensi yang signifikan lebih besar di Delta 4 yang mempunyai substrat berlumpur dibandingkan dengan empat lokasi lainnya. Lokasi di Pantai 3 terdapat jenis organisme yang merupakan organisme makanan bagi Calidris tenuirostris, akan tetapi tidak terlihat kedatangan Calidris tenuirostris untuk mencari makan di lokasi Pantai 3 tersebut. Calidris alba mempunyai preferensi signifikan di Pantai 1, Pantai 2 dan Pantai 3 yang mempunyai substrat berpasir dibandingkan dengan dua lokasi lainnya. Menurut Evans (1976: 124), Harrington dan Schneider (Nybakken dan Bertness, 2004: 332) Calidris alba lebih suka mencari makan di Pantai berpasir dibandingkan dengan lokasi berlumpur karena lebih utama disebabkan oleh letak dan aktifitas organisme intertidal, seperti kelompok Crustacea yang menjadi makanannya lebih aktif pada air pasang surut di pantai berpasir. Sehingga Calidris alba lebih sering mencari makan di bagian air yang dangkal di tepian air pasang dengan mengikuti gelombang. Lokasi mencari makan burung pantai genus Calidris di Pantai 3 sering terjadi perubahan bentuk hamparan substrat pasirnya. Ketika arus sungai Progo kecil dan ombak kecil maka hamparan pasir di pantai 3 menjadi landai dan luas sehingga teramati burung pantai genus Calidris yang sedang mencari makan. Ketika arus air sungai deras dan ombak pantai besar maka hamparan pasir akan

62 47 semakin sempit dan kadang hilang menjadi curam atau hanya terlihat tebing sungai dengan substrat berpasir sehingga lokasi untuk mencari organisme makanan hilang dan tidak teramati burung pantai Calidris yang sedang mencari makan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tjallingii; Evans; Myers, dkk (Grant 1984: 296) bahwa adanya perubahan substrat atau bentuk substrat yang tidak tetap merupakan faktor penghalang aktifitas burung pantai untuk mencari makan. c. Aktifitas masyarakat di lokasi mencari makan burung Calidris Menurut Thomas (2000: 9) berbagai aktifitas manusia di habitat burung pantai dapat mengganggu aktifitas burung pantai yang sedang mencari makan di habitatnya. Respon burung pantai tehadap aktifitas manusia di habitat mencari makan ialah dengan cara berlari dan terbang. Kemudian menurut Burger (Nurhasyim, 2008: 29) pada area dengan aktifitas manusia yang terbatas, burung pantai menghabiskan 70% waktunya untuk mencari makan dn 30% untuk menghindari aktifitas manusia atau predator lainnya. Ketika keberadaan manusia meningkat, perilaku mencari makan menurun menjadi kurang dari 40%. Kawasan Pesisir Trisik yang menjadi lokasi mencari makan burung pantai migran genus Calidris banyak dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk berbagai kegiatan. Dari Kelima lokasi yang digunakan oleh burung pantai genus Calidris untuk mencari makan, Delta 4 merupakan satu lokasi yang sangat jarang dikunjungi atau dijadikan tempat kegiatan oleh warga sekitar. Sehingga di Delta 4 menjadi lokasi yang paling besar persentasenya digunakan oleh burung pantai genus Calidris untuk mencari makan, baik oleh Calidris alba, Calidris ruficollis

63 48 maupun Calidris tenuirostris dibandingkan lokasi di Rawa asin, Pantai 1, Pantai 2 dan Pantai 3. Burung pantai genus Calidris yang sedang mencari makan di tepian Rawa asin akan berlarian dan terbang ketika sekelompok Domba datang mendekati Rawa asin untuk memakan rumput di dekat lokasi tersebut. Rawa asin ini, sejak tanggal 24 juli 2009 telah diubah peruntukkannya menjadi tempat budidaya Ikan Bandeng, sehingga banyak aktifitas manusia yang dilakukan di sekitar Rawa asin yang dapat mengganggu aktifitas burung pantai yang mencari makan. Menurut Arifin, dkk (2007: 29) Rawa asin di Pesisir Trisik pada tahun 2007 merupakan salah satu lokasi yang banyak digunakan oleh burung pantai untuk mencari makan dan beristirahat. Burung pantai genus Calidris yang mencari makan di sepanjang pantai baik di Pantai 1, Pantai 2 dan Pantai 3 akan berlari, terbang beberapa meter dari pantai atau terbang jauh untuk menuju lokasi lainnya ketika ada warga yang mendekat atau datang ke lokasi pantai tersebut untuk beraktifitas. Sepanjang pantai yang menjadi lokasi mencari makan bagi burung pantai genus Calidris ini banyak warga yang melakukan aktifitas di lokasi ini. Aktifitas warga di sepanjang pantai ini diantaranya ialah aktifitas untuk memancing dan menjaring ikan. Selain itu, di tepian pantai ada aktifitas warga yang mencari kayu bakar atau barang bekas yang terbawa oleh arus Sungai Progo dan hempasan ombak laut. Berbagai aktifitas warga tersebut dapat mengganggu burung pantai genus Calidris untuk mencari makan.

64 49 Delta Sungai Progo ada yang tidak di jadikan sebagai lokasi mencari makan oleh burung pantai genus Calidris ada tiga dari empat Delta yaitu Delta 1, Delta 2, dan Delta 3. Meskipun di tiga Delta tersebut juga tersedia beberapa jenis organisme yang dapat dijadikan sebagai sumber makan. Kemungkinan besar tidak digunakan tiga Delta tersebut sebagai lokasi mencari makan oleh burung pantai Calidris ialah karena banyaknya aktifitas warga di lokasi tersebut yang dapat mengganggu seperti kegiatan bertani atau bercocok tanam di Delta, merumput untuk makanan ternak, tepian Delta menjadi tempat berjalan bagi warga yang sedang menjala dan menjaring ikan di sungai dan adanya kegiatan menambang pasir di dekat Delta sungai Progo. Hubungan parameter lingkungan seperti suhu, kelembaban, ph dan salinitas dengan jumlah burung mencari makan tiap jenis Calidris diketahui dengan menggunakan analisis korelasi dan regresi. Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa parameter lingkungan yang mempunyai hubungan signifikan dengan jumlah burung mencari makan hanya suhu substrat dengan Calidris alba, dan kelembaban substrat dengan Calidris ruficollis. 1). Suhu substrat Hasil dari analisis korelasi dan regresi linier antara suhu substrat dengan jumlah burung yang mencari makan, menunjukkan bahwa suhu substrat mempunyai hubungan yang signifikan dengan jumlah Calidris alba mencari makan.

65 50 Tabel 4. Hasil analisis korelasi antara suhu substrat dengan jumlah Calidris alba mencari makan Suhu Jumlah burung Suhu Pearson Correlation * Sig. (2-tailed) 0,012 Jumlah burung Pearson Correlation -324 * 1 Sig. (2-tailed) 0,012 Tabel 5. Hasil analisis regresi linier antara suhu substrat dengan jumlah Calidris alba mencari makan Variable tergayut Predictor R R 2 F Sig Jumlah burung Suhu 0,324 0,105 6,792 0,012 Berdasarkan tabel di atas, suhu substrat berkorelasi negatif (sign < 0,05) dengan jumlah burung Calidris alba yang mencari makan. Semakin tinggi suhu substrat maka jumlah burung Calidris alba yang mencari makan semakin sedikit atau sebaliknya. Hubungan suhu dengan jumlah Calidris alba sesuai dengan pernyataan Pienskowski (Anderson, 2003: 101) bahwa suhu diketahui mempunyai pengaruh signifikan terhadap aktifitas burung pantai mencari makan dan ketersediaan makanannya. Saat suhu lingkungan naik, maka akan terjadi penurunan termoregulasi pada tubuh Calidris alba sehingga energi yang dibutuhkan untuk mencari makan berkurang dan aktifitas untuk mencari makan ikut berkurang juga. Selain itu, suhu substrat yang tinggi dapat mengurangi ketersediaan organisme makanan burung pantai. Kehidupan invertebrata intertidal pada substrat akan berpindah saat suhu meningkat untuk menghindari kekeringan. Organisme intertidal yang menjadi organisme makanan burung pantai mencari tempat perlindungan atau ke bagian air genangan (Evans, 1976: 123). Seiring dengan adanya gangguan termoregulasi dan berkurangnya ketersediaan makanan saat suhu lingkungan naik, maka akan menyebabkan semakin sedikit jumlah

66 51 Calidris alba untuk mencari makan. Hal ini terlihat bahwa Calidris alba yang datang ke Kawasan Pesisir Trisik dari jumlah total 3113 individu, yang teramati sedang mencari makan hanya ada sekitar 1606 individu atau 51,6 % dari keseluruhan. Calidris alba di Kawasan Pesisir Trisik saat suhu harian lingkungan mencapai suhu 29 0 C dengan cuaca mendung, tercatat lebih banyak jumlah Calidris alba mencari makan dibandingkan dengan saat pengamatan dengan suhu diatas 29 0 C. Suhu tidak mempunyai hubungan signifikan dengan aktifitas Calidris ruficollis dan Calidris tenuirostris mencari makan. Menurut Cartar dan Morrison; Wiersma dan Piersma; dan Verboven dan Piersma (Anderson, 2003: 102) alasan utama untuk hal ini belum jelas. Jika beberapa penjelasan metabolik digunakan, mungkin Calidris ruficollis dan Calidris tenuirostris beradaptasi baik pada suhu rendah. Ini memberikan arti bahwa suhu lingkungan pada rentang optimal akan menaikkan nilai metabolisme, selanjutnya mengatur termoregulasi pada suhu rendah atau evaporasi pendinginan pada suhu tinggi. Dengan demikian, meskipun ketersediaan organisme makanan Calidris ruficollis dan Calidris tenuirostris berkurang, kedua jenis burung pantai ini akan tetap mencari makan karena masih mempunyai energi yang cukup untuk menemukan atau mencari makanan.

67 Max jumlahburung ). Kelembaban substrat Hasil analisis korelasi dan regresi linier antara kelembaban substrat dengan jumlah burung yang mencari makan, menunjukkan bahwa kelembaban substrat mempunyai hubungan yang signifikan dengan jumlah Calidris ruficollis mencari makan suhu Gambar 5. Grafik hubungan suhu dengan jumlah Calidris alba mencari makan Tabel 6. Hasil analisis korelasi antara kelembaban substrat dengan Calidris ruficollis mencari makan Kelembaban Jumlah burung Kelembaban Pearson Correlation * Sig. (2-tailed) 0,00 Jumlah burung Pearson Correlation -850 * 1 Sig. (2-tailed) 0,00 Tabel 7. Hasil analisis regresi linier antara kelembaban substrat dengan jumlah Calidris ruficollis mencari makan. Variable tergayut Predictor R R 2 F Sig Jumlah burung Kelembaban 0,850 0,723 57,455 0,000

68 53 Berdasarkan tabel diatas, kelembaban substrat berkorelasi negatif (sign <0,05) dengan jumlah burung Calidris ruficollis mencari makan. Semakin rendah kelembaban substrat lokasi mencari makan maka akan semakin banyak jumlah burung Calidris ruficollis yang mencari makan di lokasi tersebut atau sebaliknya. Adanya hubungan antara kelembaban substrat dengan jumlah Calidris ruficollis mencari makan, berkaitan dengan aktifitas Calidris ruficollis yang biasa mencari makan diatas tepian air (Burger, dkk, 1977: 755). Sehingga kelembaban substrat lokasi mencari makan yang digunakan lebih rendah dibandingkan dengan lokasi mencari makan Calidris alba dan Calidris tenuirostris yang umumnya mencari makan di lokasi yang tertutup oleh air atau di perairan dangkal (Nybakken and Bertness, 2004: 333) Max jumlahburungmencarimakan kelembaban Gambar 6. Grafik hubungan kelembaban lokasi dengan jumlah Calidris ruficollis mencari makan

69 54 Berikut peta lokasi penelitian dan lokasi mencari makan ketiga jenis burung pantai genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik: Gambar 7. Lokasi Penelitian Gambar 8. Peta lokasi mencari makan ketiga jenis burung pantai genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik

70 55 D. Perilaku mencari makan Secara morfologi antara Calidris alba, Calidris ruficollis dan Calidris tenuirostris mempunyai ukuran tubuh yang berbeda begitu juga dengan panjang paruhnya. Panjang paruh Calidris alba 2,42 cm, panjang paruh Calidris ruficollis 1,75 cm dan panjang paruh Calidris tenuirostris 4,39 cm (Prater, dkk. 1977: 77-87). Ciri-ciri morfologi termasuk perbedaan kaki dan panjang paruh dapat mempengaruhi tempat untuk mendapatkan makanan, dan pola perilaku untuk mendapatkan organisme makanan beperan penting (Nybakken dan Bertness, 2004: 332). Adanya kesamaan cara atau pergerakan paruh untuk mengambil organisme makanan dari dalam substrat oleh ketiga burung tersebut bukan berarti sama jangkauan atau kedalaman paruh yang masuk ke dalam substrat. Menurut Baker; Burton; Metcalfe dan Furness (Leon, dkk, 1999: 645) cara atau pergerakan paruh burung pantai saat mencari makan ada tiga tipe untuk mengambil organisme makanannya yaitu peck, jab, dan probe. Pergerakan paruh dengan cara peck untuk burung pantai secara umum merupakan pergerakan untuk mengambil makanan di permukaan substrat, sehingga untuk ketiga jenis burung pantai genus Calidris kategori ini adalah sama. Pergerakan paruh jab adalah pergerakan hampir setengah panjang paruh masuk ke dalam substrat. Sehingga, untuk Calidris alba dinyatakan sebagai gerakan jab jika paruh menusuk substrat sedalam 1,2 cm, Calidris ruficollis sedalam 0,87 cm, dan Calidris tenuirostris sedalam 2,1 cm. Pergerakan probe merupakan pergerakan paruh lebih dari setengah panjang paruh masuk ke dalam substrat. Jadi, untuk Calidris alba dinyatakan gerakan jab jika paruh yang masuk ke dalam

71 56 substrat lebih dari 1,2 cm atau sepanjang paruhnya, untuk Calidris ruficollis sedalam lebih dari 0,87 cm atau sepanjang paruhnya, dan untuk Calidris tenuirostris sedalam lebih dari 2,1 cm atau sepanjang paruhnya. Dengan adanya perbedaan jangkauan atau kedalaman tiap jenis burung Calidris pada tipe pergerakan paruh maka ada kemungkinan kesamaan dan perbedaan jenis organisme yang dimakan oleh burung tersebut, akan tetapi ada perbedaan strata tanah dan lokasi yang digunakan. Berdasarkan hasil pengamatan cara mengambil makan di tiap lokasi mencari makan ketiga jenis burung pantai genus Calidris tersebut di Kawasan Pesisir Trisik didapatkan data sebagai berikut: Tabel 8.Pergerakan paruh burung pantai genus Calidris mengambil organisme Tipe Pergerakan Paruh untuk mengambil organisme Peck Jab Probe Calidris alba Calidris ruficollis - Calidris alba Calidris ruficollis Calidris tenuirostris Calidris alba - Calidris tenuirostris Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa adanya kesamaan dan perbedaan pergerakan paruh antara ketiga burung pantai genus Calidris yang mencari makan di Kawasan Pesisir Trisik. Menurut Anderson (2003: 29) dan Kober (2004: 122) perbedaan cara mencari makan dapat digunakan untuk menyelidiki lebih dalam mengenai pemilihan mangsa atau organisme yang dimakan karena perbedaan pergerakan cara mencari makan akan berbeda juga organisme makanan yang didapatkan. Calidris alba dan Calidris ruficollis teramati adanya perbedaan pergerakan paruh untuk mengambil makanan di setiap lokasinya. Menurut Kober (2004: 122) cara mencari makan dipengaruhi oleh faktor biotik dan faktor abiotik,

72 57 maka dengan adanya perbedaan lokasi yang digunakan untuk mencari makan akan berbeda juga cara untuk mencari makan. 1. Calidris alba (Kedidi Putih) Pergerakan paruh Calidris alba saat mencari makan di Kawasan Pesisir Trisik teramati ada tiga tipe pergerakan yaitu dengan cara peck, jab dan probe. Ada perbedaan pergerakan paruh Calidris alba saat mencari makan di lima lokasi yang digunakan sebagai lokasi mencari makan. Calidris alba di Rawa asin mencari makan di bagian air yang dangkal hingga ke bagian atas tepian air, mengambil organisme makanan dengan cara berjalan-berhenti-jab. Organisme yang diambil oleh Calidris alba dari dalam substrat tepian Rawa asin ukurannya lebih kecil dari paruhnya, sehingga tidak terlihat organisme yang diambil berkalikali dari dalam substrat. Perilaku mencari makan di Pantai 1, Pantai 2 dan Pantai 3 teramati ada perilaku yang sama serta ada juga perilaku yang berbeda saat mencari makan. Perilaku yang sama Calidris alba saat mencari makan di Pantai 1, Pantai 2 dan Pantai 3 yaitu berlarian mengikuti pergerakan ombak dan mengambil organisme yang dimakan dengan cara peck terhadap organisme yang ukurannya lebih besar dari paruhnya, berwarna terang, panjangnya hampir sama dan ada juga yang lebih panjang dari paruh yang berada di permukaan substrat. Perilaku yang sama Calidris alba antara di Pantai 1 dan Pantai 2 ialah mencari makan dengan berlarian menyusuri pantai dan mengambil organisme makanan dengan cara jab dan Probe terhadap terhadap organisme yang ukurannya lebih besar dari paruhnya, berwarna terang, panjangnya hampir sama dengan paruh; dan terhadap oganisme yang ukurannya pendek dan agak tebal berwarna agak gelap

73 58 yang berada di dalam substrat. Kemudian di Pantai 1 dan Pantai 2 Calidris alba mencari makan dengan berjalan menyusuri garis pantai tertinggi dan mengambil organisme yang terdampar dan berada di permukaan substrat dengan cara peck. Akan tetapi, ada perbedaan ciri-ciri organisme yang diambil dengan cara peck antara di kedua lokasi tersebut, di Pantai 1 organisme yang diambil dengan cara peck ukurannya lebih kecil dari paruhnya, sedangkan di Pantai 2 organisme yang diambil panjangnya hampir sama dengan paruh dan berbentuk pipih memanjang berwarna terang. Sementara itu, di Pantai 3 teramati ada perilaku mencari makan yang berbeda dengan di Pantai 1 dan Pantai 2. Di Pantai 3, saat air sungai kecil dan ombak pantai juga kecil Calidris alba teramati mencari makan dengan menunggu di perairan dangkal serta mengambil organisme makanan dengan cara jab dan probe. Calidris alba di Delta 4 mencari makan dengan berjalan menyusuri bagian air yang dangkal, tepian air dan hamparan lumpur yang terlihat saat air sungai Progo surut. Pergerakan paruh Calidris alba saat mengambil organisme yang dimakan dengan cara jab dan probe terhadap organisme yang berukuran lebih kecil dari paruhnya sehingga tidak terlihat ketika mengambilnya berkali-kali dari dalam substrat dan terhadap organisme berukuran kecil berbentuk agak oval, tipis berwarna agak gelap. Menurut Kober (2004: 112) berdasarkan pergerakan paruh Calidris alba saat mencari makan di Kawasan pesisir Trisik, burung Calidris alba termasuk burung pantai yang mencari makan dengan mengandalkan penglihatan (dengan cara peck) serta indra peraba yang sensitif di ujung di ujung paruhnya.

74 59 Calidris alba di Pesisir Trisik teramati saat mencari makan secara berkelompok dan juga mencari makan bersama jenis burung pantai lain seperti Cerek Jawa (Charadrius javanicus) dan Kedidi Besar (Calidris tenuirostris). Antar jenis Calidris alba kadang terjadi saling memperebutkan makanan ketika individu lain mendapatkan makanan. Burung dengan jenis yang sama akan berlari menuju individu yang sedang mendapatkan makanan untuk memperebutkannya. Individu yang mendapatkan makanan tersebut akan berlarian untuk menghindari individu lain yang akan merebut makanannya. Sedangkan Calidris alba dengan jenis lainnya yaitu dengan Cerek Jawa (Charadrius javanicus) dan Kedidi Besar (Calidris tenuirostris) tidak terjadi perebutan makanan. Calidris alba yang berada di suatu lokasi makan juga teramati berbagai aktifitas lainnya seperti istirahat, menyelisik bulu, dan mandi secara bersamaan waktunya dengan aktifitas mencari makan dengan individu lain, sehingga waktu mengamati tidak semua burung Calidris alba terlihat mencari makan di lokasi tersebut. Tempat antara mencari makan dengan aktifitas lainnya berbeda. Aktifitas mencari makan biasanya dilakukan di tepian air hingga ke perairan yang dangkal. Sedangkan aktifitas istirahat, menyelisik bulu berada di bagian yang tidak terkena air, sedangkan aktifitas mandi berada di air yang dangkal. 2. Calidris ruficollis (Kedidi Leher Merah) Pergerakan paruh Calidris ruficollis saat mencari makan di Kawasan Pesisir Trisik teramati ada dua tipe pergerakannya yaitu dengan cara peck dan jab. Calidris ruficollis di Rawa asin mencari makan di atas tepian air dengan cara berjalan-berhenti-jab terhadap organisme yang ukurannya lebih kecil dari

75 60 paruhnya, sehingga tidak terlihat organisme tersebut yang diambil berkali-kali dari dalam substrat. Sedangkan di Delta 4, Calidris ruficollis mencari makan di atas tepian air hingga beberapa meter di atas tepian air dengan cara berjalanberhenti-peck dan jab terhadap organisme yang ukurannya lebih kecil dari paruhnya, sehingga tidak terlihat orgasnisme yang diambil berkali-kali baik dari permukaan dan di dalam substrat. Menurut Kober (2004: 112) berdasarkan cara mencari organisme yang dimakan Calidris ruficollis termasuk burung yang mencari makan dengan menggunakan penglihatan atau visual serta mengandalkan indra peraba yang sensitif di ujung paruhnya. Calidris ruficollis mencari makan secara soliter serta dalam kelompok kecil. Saat mencari makan Calidris ruficollis tidak terlihat mencari makan bersama dengan jenis burung lainnya. Burung jenis ini cenderung menghindari kedatangan burung jenis lain saat mencari makan. Antar jenis Calidris ruficollis tidak terlihat adanya kompetisi untuk mendapatkan makanan. 3. Calidris tenuirostris (Kedidi Besar) Pergerakan paruh Calidris tenuirostris saat mencari makan di kawasan Pesisir Trisik ada dua tipe pergerakan yang digunakan yaitu dengan cara jab dan probe. Saat mencari makan di Delta 4, Calidris tenuirostris mencari makan dengan menyusuri bagian air yang dangkal dan tepian air dengan berjalanberhenti-jab dan Probe terhadap organisme yang berukuran lebih pendek dari paruhnya, berbentuk oval melebar, agak tebal, dan berwarna agak gelap. Khusus saat Calidris tenuirostris mengambil organisme makanan dengan cara probe ini biasanya tidak satu kali gerakan langsung berhasil untuk mengambil satu

76 61 organisme makanan tersebut dari dalam substrat. Akan tetapi, butuh 3 sampai 5 kali gerakan probe untuk mendapatkan satu organisme yang ada di dalam substrat. Bahkan gerakan probe saat mengambil organisme makanan di dalam substrat, kepala dari Calidris tenuirostris juga terlihat ikut masuk kedalam subtrat untuk menjangkau organisme yang diambil dari dalam subtrat. Calidris tenuirostris mencari makan secara berkelompok dan juga mencari makan bersama dengan jenis lainnya seperti Kedidi Putih (Calidris alba) dan Birulaut Ekor Blorok (Limosa lapponica). Antar Calidris tenuirostris saat mencari makan terlihat ada perebutan makanan yang didapatkan oleh individu satu dengan individu lainnya. Ketika salah satu individu burung Calidris tenuirostris mendapatkan makanan maka individu lain yang sejenis kadang-kadang mendekati burung yang mendapatkan mangsa untuk merebutnya. Individu yang mendapatkan makanan tersebut mempertahankan makanan tersebut dengan cara menghindar dan menjauhi individu lain yang berusaha memperebutkannya. Sementara itu, Calidris tenuirostris dengan jenis lainnya yaitu (Calidris alba) dan Birulaut Ekor Blorok (Limosa lapponica) tidak terjadi kompetisi untuk mendapatkan makanan. E. Jenis Organisme yang Dimakan oleh Burung Pantai Migran Genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik Lahan basah daerah pesisir menjadi tempat produksi berbagai jenis organisme invertebrate yang dapat menjadi sumber makanan bagi burung pantai (Komite Nasional Pengelolaan Lahan Basah. 2004: 10). Untuk mengetahui dan mengidentifikasi jenis organisme makanan burung pantai di lokasi mencari makan pada peneltian ini dilakukan dengan menggunakan metode Core. Hasil dari

77 62 pengambilan organisme di substrat lokasi mencari makan dengan metode Core, dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 9. Jenis organisme yang ditemukan di tiap lokasi mencari makan Jenis makanan Lokasi Kelas Spesies Nama lokal L P 1 P 2 P 3 D 4 1. Bivalvia Tellinidae (Supersuku) Kece Crustacea Penaus sp Udang A Penaus sp Udang B + Eubranchipus sp Udang + Emerita sp Undur-undur pantai + + Ocypodidae (Suku) Gangsing + + Scopimera spp Kepiting Pisces Stolephorus sp Teri jui + + Rasbora sp Wader ayu + 4. Insekta Lalat + Anisolabis sp Serangga sayap + selaput 5. Gastropoda Cerithiniaceae (Supersuku) + + Keterangan : A dan B = menunjukkan udang yang termasuk dalam satu genus dengan spesies berbeda + = ada organisme di substrat Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa dari lima lokasi yang digunakan untuk mencari makan burung pantai migran genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik ada dua belas jenis organisme dari lima kelas berbeda yang ditemukan di lokasi mencari makan. Lima kelas organisme tersebut ialah kelas Bivalvia, Crustaceae, Pisces, Insekta dan Gastropoda. Bivalvia yang ditemukan di lokasi mencari makan terdiri dari satu jenis, yaitu dari suku Tellinidae atau dengan nama lokal Kece. Kece ditemukan di dalam substrat perairan maupun di tepian air Pantai 3 dan Delta 4. Kece yang ditemukan dengan ciri-ciri berwarna kuning bercak hitam berukuran 0,6 cm sampai 2,5 cm.

78 63 Crustacea yang ditemukan di lokasi terdiri empat jenis, yaitu Penaus sp (Udang A dan B), Eubranchipus sp, Gangsing dan Scopimera sp (Kepiting). Penaus sp yang ditemukan ada dua jenis dari genus yang sama (udang A dan B) yang mempunyai 8 segmen dengan 6-7 abdomen dan 1 telson. Udang A ditemukan di Pantai 1, Pantai 2 dan Pantai 3 dengan ciri-ciri berwarna agak kecoklatan dengan ukuran tubuh 2 cm. Sedangkan Udang B ditemukan di Pantai 2 dengan ciri-ciri berwarna putih yang besarnya tubuhnya mencapai 3 cm. Menurut Romimohtarto dan Juwana (2004: 25) Kedua Penaus sp (Udang A,B ) ini merupakan udang muda yang biasanya berada di perairan pantai, berkeliaran kesana kemari menyusuri sungai. Kedua jenis tersebut di pesisir Trisik terdapat di pantai pasang surut yang terbawa oleh ombak pantai yang kemudian masuk ke dalam substrat berpasir dan juga ditemukan di permukaan pasir karena terdampar oleh ombak pantai yang besar. Eubranchipus sp merupakan Crustacea kelompok Anostracida, hidup di permukaan dan di dalam substrat berlumpur di sekitar tepian dan perairan dangkal. Mempunyai ciri-ciri tubuh panjang, bersegmen banyak dan tidak mempunyai karapak, berwarna terang dengan ukuran hanya 1 mm, mudah terbawa oleh ombak atau riak air ketika di permukaan sehingga menyebabkan jenis udang ini terdampar di atas substrat dan mudah ditemukan oleh burung pantai. Eubranchipus sp ini di temukan di lokasi Delta 4. Emerita sp (Undur-undur pantai) hidup di sekitar pantai, ketika terbawa ombak ke tepian pantai Emerita sp ini mempunyai perilaku untuk segera bersembunyi di dalam substrat pantai yang biasanya ditemukan di pantai berpasir. Emerita sp yang ditemukan dan dimakan oleh burung pantai berukuran kurang lebih hanya 0,5 cm.

79 64 Emerita sp ini ditemukan di Pantai 1, dan Pantai 2. Gangsing merupakan kelompok Crustacea supersuku dari Ocypodidae yang mempunyai bentuk tubuh seperti kepiting. Warna terang kekuningan, tubuh berukuran kecil, dan memiliki empat pasang kaki dengan sepasang kaki di depan lebih kecil. Gangsing ini banyak ditemukan di Pesisir selatan Yogyakarta (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta, 2006: 6). Di Lokasi mencari makan burung pantai genus Calidris, Gangsing ditemukan di tepian air dan perairan dangkal di Pantai 2 dan Pantai 3 yang hidup secara berkelompok. Scopimera sp (Kepiting) ini umum ditemukan menggali pada sedimen pasir pantai. Ciri-ciri Kepiting ini mempunyai empat pasang kaki dan dengan satu pasang capit. Kepiting banyak ditemukan di permukaan substrat baik di Pantai 2 dan di Pantai 3. Pisces atau ikan ada dua jenis yang terdapat di lokasi makanan bagi burung Calidris di Kawasan Pesisir Trisik, yaitu Stolephorus sp (Ikan Teri Jui) dan Rasbora sp (Ikn Wader Ayu). Stolephorus sp oleh nelayan setempat dinamakan dengan ikan Teri Jui. Ikan ini biasanya muncul di permukaan air dan sering bergerombol mendekati pantai dan juga muara sungai sehingga mudah terdampar ke tepian pantai ketika terkena ombak atau arus sungai yang deras. Stolephorus sp mempunyai ciri-ciri kecil, tipis, memanjang antara perut dan kepala hampir sama lebarnya kemudian mulai mengecil di bagian ekor, bersisik halus dan mata besar. Stolephorus sp (Ikan Teri Jui) ini di temukan di Pantai 2 dengan panjang tubuh 2,5 cm. Kemudian untuk Rasbora sp (Ikan Wader ayu) menurut Sterba (1973: 87) biasa hidup bergerombol dan muncul ke permukaan air mendekati daratan. Jenis Rasbora sp di Pesisir Trisik mudah ditemukan di Pantai 3 atau di tepian air Muara

80 65 sungai progo, sehingga mudah terdampar ketika ombak pantai besar masuk ke muara sungai. Ikan ini mempunyai ciri-ciri bersisik halus, berukuran kecil 2,5 cm, berwarna terang dan bening, tipis dan memanjang dan bagian perut lebih besar dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya. Insekta yang terdapat di lokasi mencari makanan bagi burung Calidris ada dua jenis yaitu Lalat dan Anisolabis sp (Serangga sayap selaput). Lalat ini ditemukan di permukaan pantai 1, keberadaan Lalat ini di permukaan substrat dikarenakan terkena ombak pantai saat Lalat sedang berada di tepian Pantai yang terdapat banyak sisa-sisa tumbuhan dan sampah yang menjadi habitatnya. Lalat ini termasuk dalam kelompok Diptera yang mempunyai ciri-ciri berwarna kekuningan ataupun kecoklatan, tubuh berukuran kecil dengan panjang tubuh hanya 0,4 cm. Sementara itu untuk Anisolabis sp (Serangga sayap selaput) yang termasuk kedalam family Dermaptera ditemukan di tepian air Rawa asin. Serangga sayap selaput yang ditemukan di lokasi ini berukuran kecil dengan panjang 0,4 cm, berwarna gelap, tidak mempunyai sayap atau dengan satu atau dua pasang sayap, bagian depan sayap kecil, sayap membrane, mempunyai cerci di bagian akhir posterior dari abdomen. Menurut Engemenn (Borror, dkk, 1992: 608) Anisolabis sp ini biasanya ditemukan di sepanjang pesisir Atlantik dan pesisir Pasifik. Gastropoda yang ditemukan di lokasi mencari makan burung pantai migran genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik hanya terdapat satu jenis yaitu dari supersuku Cerithiaceae. Organisme ini banyak ditemukan di permukaan dan di dalam substrat Pantai 3 dan di Delta 4. Ciri-ciri Cerithiaceae yang ditemukan

81 66 ialah bercangkang keras dan tebal, bentuk memanjang dan meruncing di ujungnya, mempunyai lima ulir dan permukaan cangkang kasar dengan garis kecil berwarna gelap ( 5 April 2009). Tellinidae (kece) Penaus sp (Udang A) Penaus sp (Udang B) Emerita sp Eubranchipus sp Ocypodidae(Gangsing) 2 cm 2 cm Kepiting Stolephorus sp Rasbora sp Lalat Anisolabis sp Cerithiaceae Gambar 9. Organisme yang ditemukan di lokasi mencari makan burung pantai migran genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik.

82 67 Berdasarkan pergerakan dan perilaku mencari makan ketiga jenis burung pantai genus Calidris (kedalaman paruh burung saat mengambil organisme makanan); ukuran, bentuk dan warna organisme yang teramati saat diambil oleh ketiga jenis burung pantai tersebut dan membandingkan langsung dengan organisme yang diambil dengan metode Core di substrat tiap lokasi mencari makan, diinterpretasikan ada sembilan jenis organisme yang menjadi makanan dari dua belas jenis organisme yang ditemukan di tiap lokasi mencari makan Kawasan Pesisir Trisik. Jenis organisme yang menjadi makanan antara burung pantai jenis Calidris alba, Calidris ruficollis, dan Calidris tenuirostris ada yang sama dan ada yang berbeda. a. Organisme makanan Calidris alba Beberapa penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa organisme yang menjadi sumber makanan bagi Calidris alba adalah kelompok Bivalvia dan Cacing (Kober, 2004: 82), kelompok Crustacea (Evan, dkk. 1979: 19), larva dan Kutu pasir (Sand fleas) (Anonim, 2003: 178). Menurut Smith, Barker and Vestjens, Higgin & Davies (NWS, 1999: 3) makanannya ialah invertebrate kecil lain, tanaman, Cacing, Crustacean, laba-laba, insekta, ubur-ubur, ikan, moluska. Berdasarkan perilaku mencari makan Calidris alba di tiap lokasi mencari makan; ukuran, bentuk dan warna organisme yang teramati saat dimakan dan dengan membandingkan langsung organisme di tiap substrat lokasi mencari makan, diinterpretasikan Calidris alba memakan sembilan jenis organisme di Kawasan Pesisir Trisik yaitu Kece (Tellinidae), Penaus sp (Udang A dan B),

83 68 Eubranchipus sp, Emerita sp, Stolephorus sp, Rasbora sp, Lalat dan Anisolabis sp. Antara lokasi mencari makan satu dengan yang lainnya ada kesamaan dan perbedaan jenis organisme yang dimakan di setiap lokasi. Calidris alba di Rawa asin memakan Anisolabis sp yang ada di dalam substrat, di Pantai 1 calidris alba memakan Penaus sp (udang A), Emerita yang terbawa oleh ombak ke tepi pantai serta di lokasi ini Calidris alba juga memakan Lalat yang terdampar oleh ombak ketika banyak terdapat sampah dan sisa tumbuhan di tepian pantai. Di Pantai 2 Calidris alba memakan Penaus sp (udang A dan B), Emerita sp yang terbawa ombak baik yang ada di dalam maupun di permukaan substrat, selain itu di lokasi ini juga Calidris alba memakan ikan jenis Stolephorus sp yang berada di permukaan substrat karena terdampar oleh ombak. Di Pantai 3 Calidris alba memakan ikan jenis Rasbora sp yang terbawa oleh arus sungai dan juga pergerakan ombak yang berada dipermukaan substrat, selain itu burung ini memakan Penaus sp (Udang A) yang ada di dalam substrat di perairan dangkal ketika bagian tepi Pantai 3 datar dan landai sebab di pantai 3 ini sering kali terjadi perubahan bentuk tepian pantai karena substrat terbawa oleh arus sungai dan juga ombak pantai. Kemudian di Delta 4 Calidris alba memakan Eubranchipus sp, dan Kece (Tellinidae) yang berukuran kecil kurang lebih 0,6 cm. b. Organisme makanan Calidris ruficollis Organisme makanan Calidris ruficollis adalah kelompok insekta dan invertebrata berukuran kecil yang berada di dataran lumpur intertidal dan di sepanjang lumpur tepian air tawar (Wikipedia.com).

84 69 Berdasarkan perilaku mencari makan Calidris ruficollis di tiap lokasi mencari makan; ukuran, bentuk dan warna organisme yang teramati saat dimakan dan dengan membandingkan langsung organisme di tiap substrat lokasi makan, diinterpretasikan Calidris ruficollis memakan dua jenis organisme di Pesisir Trisik yaitu Anisolabis sp dan Eubranchipus sp. Setiap lokasi yang digunakan untuk mencari makan ada perbedaan jenis organisme yang dimakan. Di Rawa asin burung Calidris ruficollis memakan Anisolabis sp yang ada di dalam substrat dan di Delta 4 memakan Eubranchipus sp yang berada di dalam maupun di permukaan substrat tepian air. c. Organisme makanan Calidris tenuirostris Beberapa penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa Calidris tenuirostris memakan organisme dari kelompok Bivalvia yang berukuran kecil, Cacing polychaeta, Crustacea, dan Gastropoda (Piersma, 1984: 33; dan National Parks and wildlife Service, 1999b: 2). Berdasarkan perilaku mencari makan Calidris tenuirostris di tiap lokasi mencari makan; ukuran, bentuk dan warna organisme yang teramati saat dimakan dan dengan membandingkan langsung organisme di tiap substrat lokasi makan, diinterpretasikan Calidris tenuirostris memakan satu jenis organisme di Kawasan Pesisir Trisik yaitu memakan Kece (Tellinidae). Kece yang dimakan diambil dari dalam substrat baik di perairan dangkal maupun yang berada di dalam substrat di tepian air di lokasi Delta 4.

85 BAB V PENUTUP A. Simpulan 1. Burung pantai migran dari genus Calidris yang bermigrasi ke Pesisir Trisik ada tiga jenis yaitu Calidris alba sebanyak 3113 ekor dan yang teramati mencari makan ada 1606 ekor, Calidris ruficollis sebanyak 21 ekor dan Calidris tenuirostris sebanyak 98 ekor semuanya teramati mencari makan. 2. Ada lima lokasi yang digunakan burung pantai Calidris untuk mencari makan di Kawasan Pesisir Trisik yaitu di Rawa asin, Pantai 1, Pantai 2, Pantai 3 dan Delta 4. a. Calidris alba mencari makan di lima lokasi yaitu di Rawa asin, Pantai 1, Pantai 2, Pantai 3 dan Delta 4. Calidris alba sebanyak 1,2 % mencari makan di Rawa asin pada bagian perairan dangkal hingga diatas tepian air dengan rentang kelembaban 80 90% dan suhu substrat 29 0 C hingga 35 0 C. Calidris alba sebanyak 30,4 % mencari makan di Pantai 1 pada bagian ombak tertinggi hingga batas ombak terendah dengan rentang kelembaban substrat % dan suhu substrat C. Calidris alba sebanyak 5,9 % mencari makan di Pantai 2 pada bagian ombak tertinggi hingga batas ombak terendah dengan rentang kelembaban % dan suhu substrat C. Calidris alba sebanyak 3,9 % mencari makan di Pantai 3 pada bagian ombak tertinggi hingga batas ombak terendah dengan rentang kelembaban % dan suhu substrat C. Calidris alba 70

86 71 sebanyak 58,6 % mencari makan di Delta 4 pada bagian perairan dangkal hingga di atas tepian air dengan rentang kelembaban % dan suhu substrat C. b. Calidris ruficollis mencari makan di dua lokasi yaitu di Rawa asin dan di Delta 4. Calidris ruficollis sebanyak 28,6 % mencari makan di Rawa pada bagian atas tepian perairan dengan rentang kelembaban % dan suhu substrat C. Calidris ruficollis sebanyak 71,4 % mencari makan di Delta 4 pada bagian atas tepian air dengan rentang kelembaban % dan suhu substrat 35 0 C. c. Calidris tenuirostris mencari makan hanya di satu lokasi saja yaitu di Delta 4. Calidris tenurostrsi sebanyak 100 % mencari makan di Delta 4 pada bagian perairan dangkal hingga di atas tepian air dengan kelembaban substrat 100 % dan suhu 35 0 C. 3. Ditemukan ada Sembilan jenis organisme yang diinterpretasikan menjadi makanan ketiga jenis burung pantai migran genus Calidris di Kawasan Pesisir Trisik. Calidris alba diinterpretasikan memakan Kece (Tellinidae) berukuran kecil, Penaus sp (udang A dan B), Eubranchipus sp, Emerita sp, Stolephorus sp, Rasbora sp, Lalat, dan Anisolabis sp. Calidris ruficollis diinterpretasikan memakan Anisolabis sp dan Eubranchipus sp. Calidris tenuirostris diinterpretasikan memakan Kece (Tellinidae).

87 72 B. Saran 1. Bagi para peneliti, penelitian dapat di lanjutkan mengenai: a. Berbagai perilaku burung pantai Kelompok Calidris selain mencari makan b. Keanekaragam organisme yang menjadi makanan berbagai jenis burung pantai c. Memetakan lokasi mencari makan jenis burung pantai lain d. Waktu singgah tiap jenis burung pantai migran di lokasi lahan basah tempat migrasinya. 2. Bagi pemerintah setempat atau lembaga yang terkait: a. Melakukan monitoring secara rutin di Kawasan Pesisir Trisik saat migrasi burung pantai b. Pengelolaan lebih lanjut mengenai lokasi mencari makan bagi burung pantai migran dengan bekerjasama dengan masyarakat setempat. C. Rekomendasi Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh kondisi lingkungan terhadap aktifitas burung pantai mencari makan.

88 73 DAFTAR PUSTAKA Anderson. G. M Investigations into Shorebird Community Ecology: Interrelation Between Morphology, Behaviour, Habitat and Abiotic Factor. Thesis. The University of Auckland. Anonim Konservasi dan Monitoring Burung Pantai Migran. Baluran: Taman Nasional Baluran Backwell, P.R.Y., O hara, P.D., and Christy, J.H Prey Availability and Selective Foraging in Shorebirds. Animal Behaviour. 55. Hal: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Ypgyakarta Gangsing Sumber Protein Pakan Itik yang Menguntungkan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 28. Hal: 6-7. Burger, J., Howe, M.A., Hahn, D.C., and Chase, J Effect of Tide Cycle on Habitat Selection and Habitat Partitioning by Migrating Shorebirds. The Auk 94. Hal: Evans. P.R., Energy Balance and Optimal Foraging Strategies in Shorebird: Some Implication for Their Distributions and Movent in The Non-breeding Season. Ardea. 64. Hal: Borror, D.J., Tripleharn, C.A., and Johnson, N.F Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi Ke Enam. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Finlayson, C.M. Panduan Inventarisasi Lahan Basah Asia. Versi 1.0 (Indonesia). Malaysia: Wetlands International Heather E. Beeler Community Succession in Macroalgal Wrack: Implications for Prey Resources of Breeding Western snowy plovers (Charadrius alexandrinus nivosus) on Northern California Beaches. Thesis. The Faculty of Humboldt State University. Howes,J., Bakewell, D., dan Noor, Y.,R Panduan Survey Burung Pantai. Bogor : Wetlands Internasional Jonathan Grant Sediment Microtopography and Shorebird Foraging. Marine Ecologi-Progress Series. Vol. 19. Hal:

89 74 Kober,K Foraging Ecology and Habitat Use of Wading Bird and Shorebirds in The Mangrove Ecosystem of Caete Bay, Northeast Para, Brasil. Dissertation. Universitat Bremen. Komite Nasional Pengelolaan Ekosistem Lahan Basah Strategi Nasional dan Rencana Aksi Pengelolaan Lahan Basah Indonesia. Jakarta : Kementerian lingkungan Hidup Leon, T.,M. dan Smith,L.,M Behavior of Migrating Shorebird at North Dakota Praire Potholes. The Condor Texas: The Cooper ornithological society. Hal : Mackinnon, J Field Guide ti The Birds of Java and Bali. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pres. MacKinnon,J., Phillips, K., Balen,B.,W Burung-Burung di Sumatera, Jawa, bali dan Kalimantan (termasuk Sabah, Sarawak, dan Brunei darussalam). Bogor : Puslitbang Biologi-LIPI Muhammad Arifin Monitoring Burung Pantai Indonesia di Pantai trisik Kulon Progo Yogyakarta. Kumpulan Makalah Diskusi Hasil Penelitian Bionic. FMIPA UNY Muhammad Nurhasyim Struktur Komunitas Burung Pantai Migran di Kawasan Lahan Basah Tambak Sari Sayung Demak. Laporan Skripsi. FMIPA UNDIP. National Parks and Wildlife Service. 1999a. Great Knot. Australia: Hurtsville National Parks and Wildlife Service. 1999b. Sanderling. Australia: Hurtsville Nellie Tsipoura and Joanna Burger Shorebirds Diet During Spring Migration Stopover on Delaware Bay. The Condor Hal: Nybakken, J. W., and Bertness, M. D Marine biology an Ecological Approach. San Francisco: Publishing as Benjamin Cummings Ramadhan, Eko Prasetyo Pengenalan Burung Air dan Habitat. Rabu, 02 September

90 75 Rohmin Dahuri, Jacub Rais, Sapta Putra Ginting, M.J.Sitepu Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: Pradya Paramita. Romimohtarto,K, dan Juwana, S Biologi Laut : Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Jakarta : Penerbit Djambatan Sin, Lim Wen Ngisi Bensin di Progo. Kabar Burung. April Yogyakarta: Yayasan Kutilang Indonesia. Hal: 2. Skagen, S.K., and Knopf, F.L Migration Shorebirds and Habitat Dynamics at A Prairie Wetland Complex. Wilson Bull. 106 (1). Hal: Soetjipta Dasar-Dasar Ekologi Hewan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi proyek Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Pendidikan Sterba, G Freshwater Fishes of The World Volume 2. London: T.F.H. Publication,Inc. Sumich. J. L An introduction to the biology of marine life third edition. United states of America : Wm. C. Brown Publisher Supriharyono Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Sutherland, W.J., Newton, I., and Green, R.E Bird Ecology and Conservation. New York: Oxford University Press. Piersma, Theunis Dispersion During Foraging,and Prey Choice, of Waders in The Nakdong Estuary, South Korea. Korea selatan. Prater, A.J., Marchant, J.H., and Vuorinen, J Guide to The Identification and Ageing of Holartic Waders. British: British Trust for Ornithology. Pudjo Susanto Pengantar Ekologi Hewan. Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departeman Pendidikan Nasional Thomas Kate The Effect of Human Activity on The foraging Behaviour of Sanderling (Calidris alba). A Capstone Project. California State University.

91 76 Quammen. M. L Influence of Substrate on Feeding by Shorebirds on Intertidal Mudflats. Marine Biology. 17. Hal: Verkuil, Y Stomach-Pumping of Waders does not Necessarily Provide More Information on Diet Than Faecal Analysis. Wader Study Group Bull. 79. Hal: Whithuorth, D., Newman, S., Mudkur, T., dan Harris, P Panduan Burung Liar dan Flu Burung. Jakarta: Wetlands International-Indonesia Programe. Whitten,T.,Soeriaatmadja, R.,M., dan Afiff, S.,A Seri Ekologi Indonesia Jilid II; Ekologi Jawa dan Bali. Jakarta : Prenhallindo Wisnu Sukmantoro, dkk Daftar Burung Indonesia No. 2. Bogor: LIPI Wikipedia.com 5 april 2010.

92 77 LAMPIRAN Gambar 1. Peta desa Banaran Galur Kulon Progo DIY

93 78 Gambar 2. Papan larangan berburu burung Gambar 3. Patok budidaya Bandeng Gambar 4. Rawa asin diubah menjadi tambak Gambar 5. Core untuk mengambil organisme Gambar 6. Soil tester dan Thermometer Gambar 7. Sieve dengan lebar lubang 1 mm

94 79 Gambar 8. C. alba terbang bergerombol Gambar 9. C. alba mencari makan di perairan Gambar 9. C. alba mencari makan di permukaan Gambar 10. C. alba mencari makan mengikuti ombak Pantai Gambar 11. C. ruficollis mencari makan di tepian Gambar 12. C. Tenuirostris mencari makan di Perairan

95 80 Gambar 14. C. tenuirostris bersama jenis lain Gambar 15. bekas paruh C. alba di substrat Gambar 16. Bekas paruh C. ruficollis di substrat Gambar 17. Bekas paruh C. tenuirostris (lubang besar) dan C. alba (lubang kecil) Gambar 18. Kayu bakar yang dikumpulkan warga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Burung Pantai Menurut Mackinnon et al. (2000) dan Sukmantoro et al. (2007) klasifikasi burung pantai adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Fillum : Chordata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai keanekaragaman burung yang tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan jumlah burung yang tercatat di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan mempertimbangkan jumlah populasi yang membentuknya dengan kelimpahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan mempertimbangkan jumlah populasi yang membentuknya dengan kelimpahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Keragaman Jenis Keragaman adalah gabungan antara kekayaan jenis dan kemerataan dalam satu nilai tunggal (Ludwig, 1988 : 8). Menurut Wirakusumah (2003 : 109),

Lebih terperinci

KERAGAMAN JENIS BURUNG PANTAI DI KAWASAN PESISIR TRISIK KULON PROGO YOGYAKARTA SKRIPSI

KERAGAMAN JENIS BURUNG PANTAI DI KAWASAN PESISIR TRISIK KULON PROGO YOGYAKARTA SKRIPSI KERAGAMAN JENIS BURUNG PANTAI DI KAWASAN PESISIR TRISIK KULON PROGO YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

EKOLOGI MAKAN BURUNG PANTAI DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI LINGKUNGAN LAHAN BASAH WONOREJO, SURABAYA NANANG KHAIRUL HADI

EKOLOGI MAKAN BURUNG PANTAI DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI LINGKUNGAN LAHAN BASAH WONOREJO, SURABAYA NANANG KHAIRUL HADI EKOLOGI MAKAN BURUNG PANTAI DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI LINGKUNGAN LAHAN BASAH WONOREJO, SURABAYA NANANG KHAIRUL HADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMIRAN Lampiran A. Nilai Kelimpahan Relatif Burung Air di Kawasan antai Labu amili pesies.ancol.baru.m.indah Ardeidae 1. Ardea cinerea 0,22 - - 2. Ardea purpurea 0,22 0,189 0,314 3. Bulbucus ibis 0 0,661

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Lokasi. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Peta Lokasi. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Peta Lokasi Lampiran 2. Bagan erja Tekstur Tanah Tanah Hasil Disaring 10 mesh sebanyak 25 gram Dimasukkan tanah kedalam tabung Erlenmeyer Ditambahkan Natrium piroposfat 50 ml Digoncang selama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Jenis-jenis burung pantai yang ditemukan di Kawasan Pesisir Trisik ada 21

BAB V PENUTUP. 1. Jenis-jenis burung pantai yang ditemukan di Kawasan Pesisir Trisik ada 21 BAB V PENUTUP A. Simpulan 1. Jenis-jenis burung pantai yang ditemukan di Kawasan Pesisir Trisik ada 21 jenis. Jumlah individu jenis terbanyak adalah Calidris alba 3.149 ekor sedangkan yang paling sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau berbintil yang termasuk dalam filum echinodermata. Holothuroidea biasa disebut timun laut (sea cucumber),

Lebih terperinci

SKRIPSI. PREVALENSI PARASIT MALARIA UNGGAS PADA BURUNG BERKIK EKOR-LIDI (Gallinago stenura Bonaparte) DI PANTAI TRISIK, YOGYAKARTA.

SKRIPSI. PREVALENSI PARASIT MALARIA UNGGAS PADA BURUNG BERKIK EKOR-LIDI (Gallinago stenura Bonaparte) DI PANTAI TRISIK, YOGYAKARTA. SKRIPSI PREVALENSI PARASIT MALARIA UNGGAS PADA BURUNG BERKIK EKOR-LIDI (Gallinago stenura Bonaparte) DI PANTAI TRISIK, YOGYAKARTA Disusun oleh : Agustinus Prasetio NPM : 050800992 UNIVERSITAS ATMA JAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

PILAR INDONESIA empowering people preserving nature

PILAR INDONESIA empowering people preserving nature PILAR INDONESIA empowering people preserving nature Misi kami : Berdedikasi untuk konservasi Sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati Meningkatkan kesadaran, kapasitas (masyarakat, lembaga) tentang pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang tergenang pada

Lebih terperinci

V PEMBAHASAN UMUM Kesesuaian Habitat Burung Air

V PEMBAHASAN UMUM Kesesuaian Habitat Burung Air 121 V PEMBAHASAN UMUM Kesesuaian Habitat Burung Air Banyaknya spesies burung air yang ditemukan sangat didukung oleh tersedianya habitat lahan basah yang bervariasi. Hasil analisis spasial menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali ABSTRAK Penelitian tentang aktivitas burung kuntul kecil (Egretta garzetta) dilakukan di Pulau Serangan antara bulan Mei dan Juni 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas harian burung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove

Lebih terperinci

HIDROSFER V. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER V. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER V Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami rawa, fungsi, manfaat, dan pengelolaannya.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keanekaragaman Menurut Krebs (1978) keanekaragaman (diversity) merupakan banyaknya jenis yang biasanya disebut kekayaan jenis (species richness). Helvoort (1981)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat vital, baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, ekosistem mangrove memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Ekosistem mangrove adalah tipe ekosistem yang terdapat di daerah pantai dan secara teratur di genangi air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega-biodiversity dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega-biodiversity dengan tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara mega-biodiversity dengan tingkat keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, ditandai dengan ekosistem, jenis dalam ekosistem, dan plasma nutfah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

Strategi Pelaksanaan untuk Kemitraan Jalur Terbang Asia Timur Australasia:

Strategi Pelaksanaan untuk Kemitraan Jalur Terbang Asia Timur Australasia: Strategi Pelaksanaan untuk Kemitraan Jalur Terbang Asia Timur Australasia: 2007-2011 Dokumen ini diambil langsung dari Teks Kemitraan dan memberikan kerangka kerja untuk memandu pelaksanaan Kemitraan Jalur

Lebih terperinci

LAMUN. Project Seagrass. projectseagrass.org

LAMUN. Project Seagrass. projectseagrass.org LAMUN Project Seagrass Apa itu lamun? Lamun bukan rumput laut (ganggang laut), tetapi merupakan tumbuhan berbunga yang hidup di perairan dangkal yang terlindung di sepanjang pantai. Lamun memiliki daun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup yang berada di suatu lingkungan akan saling berinteraksi, interaksi terjadi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup itu sendiri maupun makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang secara geografis memiliki daerah pesisir yang sangat panjang. Di sepanjang daerah tersebut hidup beranekaragam biota laut (Jati dan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk kedalam negara kepulauan yang memiliki garis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk kedalam negara kepulauan yang memiliki garis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia termasuk kedalam negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat, Kanada dan Rusia. Panjang garis pantai

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan salah satu kelompok terbesar dari hewan bertulang belakang (vertebrata) yang jumlahnya diperkirakan ada 8.600 jenis dan tersebar di seluruh dunia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pulau Bintan Timur, Kepulauan Riau dengan tiga titik stasiun pengamatan pada bulan Januari-Mei 2013. Pengolahan data dilakukan

Lebih terperinci

Disusun oleh Malang Eyes Lapwing, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang

Disusun oleh Malang Eyes Lapwing, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang Disusun oleh Malang Eyes Lapwing, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang Mengapa kita mengamati burung? Berbagai jawaban bias diberikan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Ada yang tertarik karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati hidupan liar lainnya (Ayat, 2011). Indonesia merupakan

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati hidupan liar lainnya (Ayat, 2011). Indonesia merupakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman jenis burung yang tinggi dapat mencerminkan tingginya keanekaragaman hayati hidupan liar lainnya (Ayat, 2011). Indonesia merupakan salah satu kawasan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan pesisir terletak di wilayah bagian utara Jakarta yang saat ini telah diberikan perhatian khusus dalam hal kebijakan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia membentang 6 0 LU 11 0 LS dan 95 0-141 0 BT, sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua Australia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di desa Doro yang terletak di wilayah pesisir barat Pulau Halmahera Bagian Selatan. Secara administratif Desa Doro termasuk ke dalam wilayah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove yang ada di Indonesia makin lama makin berkurang akibat perubahan bentuk menjadi kawasan pemukiman, pertanian maupun tambak atau mendapat tekanan yang besar

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

sebagai sumber pendapatan masyarakat. Indonesia mempunyai potensi sumber memberikan kontribusi yang besar bagi rakyatnya.

sebagai sumber pendapatan masyarakat. Indonesia mempunyai potensi sumber memberikan kontribusi yang besar bagi rakyatnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu Negara agraris, disini sektor pertanian dapat menjadi penghasil pangan, penyerap tenaga kerja, sumber bahan baku industri dan sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah perairan, perairan tersebut berupa laut, sungai, rawa, dan estuari. Pertemuan antara laut dengan sungai disebut dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir PENDAHULUAN Latar belakang Wilayah pesisir merupakan peralihan ekosistem perairan tawar dan bahari yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup kaya. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan mungkin paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti rawa,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tembakang Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy, hidup pada habitat danau atau sungai dan lebih menyukai air yang bergerak lambat dengan vegetasi

Lebih terperinci

TINGKAT KESAMAAN KOMUNITAS HERBA DI SAVANA ALAS MALANG DAN SAVANA WATUNUMPUK TAMAN NASIONAL BALURAN SITUBONDO JAWA TIMUR

TINGKAT KESAMAAN KOMUNITAS HERBA DI SAVANA ALAS MALANG DAN SAVANA WATUNUMPUK TAMAN NASIONAL BALURAN SITUBONDO JAWA TIMUR TINGKAT KESAMAAN KOMUNITAS HERBA DI SAVANA ALAS MALANG DAN SAVANA WATUNUMPUK TAMAN NASIONAL BALURAN SITUBONDO JAWA TIMUR SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan laut yang masih di pengaruhi pasang dan surut air laut yang merupakan pertemuan anatara darat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas garis pantai yang panjang + 81.000 km (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007), ada beberapa yang

Lebih terperinci

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU Zonasi Wilayah Pesisir dan Lautan PESISIR Wilayah pesisir adalah hamparan kering dan ruangan lautan (air dan lahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik (perairan)

Lebih terperinci

AssAlAmu AlAyku m wr.wb

AssAlAmu AlAyku m wr.wb AssAlAmu AlAyku m wr.wb BIOMA Bioma adalah wilayah yang memiliki kondisi iklim tertentu dan batas-batas yang sebagian besar dikendalikan di daratan oleh iklim dan yang dibedakan oleh dominasi tertentu,

Lebih terperinci

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA Materi Penyebaran Komunitas Fauna di Dunia Keadaan fauna di tiap-tiap daerah (bioma) tergantung pada banyak kemungkinan yang dapat diberikan daerah itu untuk memberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau dengan garis pantai sepanjang 99.023 km 2 (Kardono, P., 2013). Berdasarkan UNCLOS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muka bumi ini oleh karena itu di dalam Al-Qur an menyebutkan bukan hanya

BAB I PENDAHULUAN. muka bumi ini oleh karena itu di dalam Al-Qur an menyebutkan bukan hanya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman makhluk hidup begitu banyak dalam kehidupan di muka bumi ini oleh karena itu di dalam Al-Qur an menyebutkan bukan hanya tumbuhan, hewan pun memiliki

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. WILAYAH. NASIONAL. Pantai. Batas Sempadan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga menghasilkan komunitas yang khas (Pritchard, 1967).

I. PENDAHULUAN. sehingga menghasilkan komunitas yang khas (Pritchard, 1967). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Estuari adalah perairan semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut yang bersalinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar yang bersalinitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah beriklim tropis dan merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya perairan. Laut tropis

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar 17.000 pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau menjadikan Indonesia berpotensi memiliki keanekaragaman habitat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014. Pengambilan sampel dilakukan di Rawa Bawang Latak, Desa Ujung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastropoda atau dikenal sebagai siput merupakan salah satu kelas dari filum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastropoda atau dikenal sebagai siput merupakan salah satu kelas dari filum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastropoda atau dikenal sebagai siput merupakan salah satu kelas dari filum molusca yang memiliki cangkang tunggal, biasa tumbuh dalam bentuk spiral. Gastropoda berasal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2016 TENTANG PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DISTRIBUSI KEBUTUHAN DAN KETERCUKUPAN GURU BIDANG STUDI DALAM RUMPUN IPS TINGKAT SMA SE KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 SKRIPSI

DISTRIBUSI KEBUTUHAN DAN KETERCUKUPAN GURU BIDANG STUDI DALAM RUMPUN IPS TINGKAT SMA SE KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 SKRIPSI DISTRIBUSI KEBUTUHAN DAN KETERCUKUPAN GURU BIDANG STUDI DALAM RUMPUN IPS TINGKAT SMA SE KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

POTENSI DAN ZONASI KAWASAN WISATA MUARA SUNGAI PROGO

POTENSI DAN ZONASI KAWASAN WISATA MUARA SUNGAI PROGO POTENSI DAN ZONASI KAWASAN WISATA MUARA SUNGAI PROGO Skripsi Diajukan kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sebagai syarat memperoleh derajat Sarjana Pertanian Disusun oleh : Oktiana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perairan Indonesia Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan samudera Hindia dan mempunyai tatanan geografi laut yang rumit dilihat dari topografi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis ix H Tinjauan Mata Kuliah utan tropis yang menjadi pusat biodiversitas dunia merupakan warisan tak ternilai untuk kehidupan manusia, namun sangat disayangkan terjadi kerusakan dengan kecepatan yang sangat

Lebih terperinci

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat

TINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat 17 TINJAUAN PUSTAKA Bio-ekologi Burung Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai hampir di setiap tempat. Jenisnya sangat beranekaragam dan masingmasing jenis memiliki nilai

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS GASTROPODA DI HUTAN MANGROVE SEGORO ANAK BLOK BEDUL TAMAN NASIONAL ALAS PURWO SKRIPSI. Oleh : Saniatur Rahmah NIM.

KEANEKARAGAMAN JENIS GASTROPODA DI HUTAN MANGROVE SEGORO ANAK BLOK BEDUL TAMAN NASIONAL ALAS PURWO SKRIPSI. Oleh : Saniatur Rahmah NIM. KEANEKARAGAMAN JENIS GASTROPODA DI HUTAN MANGROVE SEGORO ANAK BLOK BEDUL TAMAN NASIONAL ALAS PURWO SKRIPSI Oleh : Saniatur Rahmah NIM. 071810401011 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sepanjang khatulistiwa dan km dari utara ke selatan. Luas negara Indonesia

I. PENDAHULUAN. sepanjang khatulistiwa dan km dari utara ke selatan. Luas negara Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, sekitar 17.508 buah pulau yang membentang sepanjang 5.120 km dari timur ke barat sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Budidaya laut (marinecultur) merupakan bagian dari sektor kelautan dan perikanan yang mempunyai kontribusi penting dalam memenuhi target produksi perikanan. Walaupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan 1 2 Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Menurut Mastaller (1997) kata mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno mangi-mangi untuk menerangkan

Lebih terperinci