ANALISA PENGARUH PERUBAHAN RAPAT ARUS TERHADAP PEMBENTUKAN PASSIVE LAYER Al 2 O 3 PADA PROSES HARD ANODIZING MATERIAL QQA-250/4, AMS 4037

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISA PENGARUH PERUBAHAN RAPAT ARUS TERHADAP PEMBENTUKAN PASSIVE LAYER Al 2 O 3 PADA PROSES HARD ANODIZING MATERIAL QQA-250/4, AMS 4037"

Transkripsi

1 TUGAS AKHIR TF ANALISA PENGARUH PERUBAHAN RAPAT ARUS TERHADAP PEMBENTUKAN PASSIVE LAYER Al 2 O 3 PADA PROSES HARD ANODIZING MATERIAL QQA-250/4, AMS 4037 MUHAMMAD ALIEF RIZAL ROMADHONI NRP Dosen Pembimbing Dr.-Ing. Doty Dewi Risanti, S.T., M.T. Ir. Agussalim DEPARTEMEN TEKNIK FISIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017

2

3 TUGAS AKHIR TF ANALISA PENGARUH PERUBAHAN RAPAT ARUS TERHADAP PEMBENTUKAN PASSIVE LAYER Al 2 O 3 PADA PROSES HARD ANODIZING MATERIAL QQA-250/4, AMS 4037 MUHAMMAD ALIEF RIZAL ROMADHONI NRP Dosen Pembimbing Dr.-Ing. Doty Dewi Risanti, S.T., M.T. Ir. Agussalim DEPARTEMEN TEKNIK FISIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017 i

4

5 FINAL PROJECT TF ANALYSIS ON THE EFFECT OF CURRENT DENSITY VARIATION ON PASSIVE LAYER Al 2 O 3 FORMATION DURING HARD ANODIZING PROCESS OF QQA-250/4, AMS 4037 MUHAMMAD ALIEF RIZAL ROMADHONI NRP Supervisor Dr.-Ing. Doty Dewi Risanti, S.T, M.T Ir. Agussalim ENGINEERING PHYSICS DEPARTMENT FACULTY OF INDUSTRIAL TECHNOLOGY INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017 iii

6

7 PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Muhammad Alief Rizal Romadhoni NRP : Departemen/Prodi : Teknik Fisika/S1 Teknik Fisika Fakultas : Fakultas Teknologi Industri Perguruan Tinggi : Institut Teknologi Sepuluh Nopember Dengan ini menyatakan bahwa Tugas Akhir dengan judul Analisa Pengaruh Perubahan Rapat Arus Terhadap Pembentukan Passive Layer Al 2 O 3 pada Proses Hard Anodizing Material QQA-250/4, AMS 4037 adalah benar karya saya sendiri dan bukan plagiat dari karya orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat pada Tugas Akhir ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. Demikian surat ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Surabaya, 24 Juli 2017 Yang membuat pernyataan, Muhammad Alief Rizal Romadhoni NRP v

8

9 LEMBAR PENGESAHAN ANALISA PENGARUH PERUBAHAN RAPAT ARUS TERHADAP PEMBENTUKAN PASSIVE LAYER Al 2 O 3 PADA PROSES HARD ANODIZING MATERIAL QQA- 250/4, AMS 4037 TUGAS AKHIR Oleh : Muhammad Alief Rizal Romadhoni NRP Surabaya, 24 Juli 2017 Mengetahui/Menyetujui Pembimbing I, Pembimbing II, Dr.-Ing. Doty Dewi Risanti, S.T., M.T. NIPN Ir. Agussalim NIK vii

10

11 LEMBAR PERSETUJUAN ANALISA PENGARUH PERUBAHAN RAPAT ARUS TERHADAP PEMBENTUKAN PASSIVE LAYER Al 2 O 3 PADA PROSES HARD ANODIZING MATERIAL QQA- 250/4, AMS 4037 Tugas Akhir Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Bidang Studi Rekayasa Bahan Program Studi S-1 Depertemen Teknik Fisika Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Oleh Muhammad Alief Rizal Romadhoni NRP Disetujui oleh Tim Penguji Tugas Akhir : 1. Dr.-Ing. Doty Dewi Risanti, S.T., M.T... (Pembimbing I) 2. Ir. Agussalim.. (Pembimbing II) 3. Ir. Zulkifli A., M.Sc... (Ketua Penguji) 4. Dyah Sawitri, S.T., M.T... (Penguji II) 5. Andi Rahmadiansyah, S.T., M.T... (Penguji III) SURABAYA 24 JULI, 2017 ix

12

13 ANALISA PENGARUH PERUBAHAN RAPAT ARUS TERHADAP PEMBENTUKAN PASSIVE LAYER Al 2 O 3 PADA PROSES HARD ANODIZING MATERIAL QQA- 250/4, AMS 4037 Nama Mahasiswa : Muhammad Alief Rizal Romadhoni NRP : Departemen : Teknik Fisika FTI-ITS Dosen Pembimbing : Dr.-Ing. Doty Dewi Risanti, S.T., M.T. Ir. Agussalim Abstrak Hard anodizing merupakan salah satu perlakuan permukaan yang diberikan pada logam aluminium dengan memanfaatkan prinsip elektrolisis untuk membentuk lapisan pasif di atas permukaan logam dasar. Pada penelitian ini digunakan paduan aluminium 2024 T3, dimana material ini memiliki sifat mekanik material yang lebih kuat jika dibandingkan dengan aluminium murni, namun memiliki ketahanan korosi yang buruk diakibatkan kandungan unsur tembaga (Cu) pada campuran ini. Salah satu variabel yang mempengaruhi proses ini adalah rapat arus yang digunakan. Penelitian ini dilakukan dengan memvariasikan 3 rapat arus, yaitu 2 A/dm 2, 4 A/dm 2, dan 6 A/dm 2. Dari hasil penelitian yang didapatkan, nilai ketebalan, kekerasan, coating weight, dan ketahanan abrasi memiliki kecenderungan semakin tinggi pada setiap kenaikan rapat arus. Untuk sifat elektrokimia nilai V corr pada rapat arus 6 A/dm 2 yang memiliki kecenderungan tahan terhadap terjadinya korosi yaitu sebesar -0,537 V dikarenakan kualitas oksida yang terbentuk memiliki porositas yang paling rendah. Kemudian untuk nilai I corr didapatkan nilai paling kecil adalah pada rapat arus 4 A/dm 2 dengan 7,82 x 10-9 A/cm 2, hal tersebut mempengaruhi nilai laju korosi pada rapat arus ini menjadi yang paling rendah juga dengan nilai laju korosi sebesar 1,42 x mm/yr. Berdasarkan penelitian ini, rapat arus 4 A/dm 2 merupakan rapat arus yang paling optimum. Kata kunci : hard anodizing, rapat arus, paduan aluminium, sifat mekanik, korosi xi

14

15 ANALYSIS ON THE EFFECT OF CURRENT DENSITY VARIATION ON PASSIVE LAYER Al 2 O 3 FORMATION DURING HARD ANODIZING PROCESS OF MATERIAL QQA-250/4, AMS 4037 Collage Student Name : Muhammad Alief Rizal Romadhoni NRP : Departement : Teknik Fisika FTI-ITS Supervisor : Dr.-Ing. Doty Dewi Risanti, S.T., M.T. Ir. Agussalim Abstract Hard anodizing is a surface treatment which is applied to aluminium through principle of electrolysis to form passive layer on the surface of base material. Current density is known to be one of variables influencing the process. In this research we use AA 2024 T3 as base metal for anodizing. This material has a good mechanical properties but poor corrosion resistance caused by Cu phase containing on this alloy. This research used variation of current density they are 2 A/dm 2, 4 A/dm 2, and 6 A/dm 2. The result from this process show that as the current density increases the thickness, hardness, coating weight, and wear resistance are also increased. For electrochemical properties, 6 A/ dm 2 result in high value of V corr i.e. -0,537 V indicating that the quality of oxide layer is preserved. The smallest I corr obtained was 7,82 x 10-9 A/cm 2 for 4 A/dm 2, leading to the smallest corrosion rate with value of 1,42 x mm/yr. Based on these results, the most optimum current density for optimized oxide properties values is 4 A/dm 2. Keyword : hard anodizing, current density, mechanical properties, corrosion xiii

16

17 KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa dipanjatkan kepada Allah SWT yang Maha Agung dan Maha Bijaksana, karena atas berkah, rahmat, petunjuk dan karunia-nya, penulis mampu menyelesaikan dan menyusun Tugas Akhir yang berjudul : Analisa Pengaruh Perubahan Rapat Arus Terhadap Pembentukan Passive Layer Al 2 O 3 pada Proses Hard Anodizing Material QQA-250/4, AMS 4037 Penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Untuk itu diucapkan terimakasih kepada : 1. Bapak Agus Muhammad Hatta, S.T., M.Si., Ph.D. selaku Ketua Jurusan Teknik Fisika saat ini. 2. Kedua Orang tua saya, Bapak Kol. (Cku) Amad Sugiyono, S.E., M.M. dan Ibu Dra. Siti Sa adah yang saya sayangi serta kedua adik saya Muhammad Danil Hadyan Darojat dan Suci Fatimah Nur Virajati yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. 3. Ibu Dr. Ing. Doty Dewi Risanti, S.T., M.T. dan Ir. Agussalim selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 4. Bapak Kojali, Bapak Ahmad, Ibu Indah, Ibu Rina, Bapak Ajat, Bapak Asep Arifin, Bapak Azwar dan Bapak Agus yang telah membantu pelaksanaan tugas akhir di PT. Dirgantara Indonesia. 5. Bapak Dr. Dhany Arifianto, S.T., M.Eng. selaku Dosen wali selama menempuh pendidikan di Teknik Fisika. 6. Bapak dan Ibu dosen serta karyawan jurusan Teknik Fisika FTI-ITS 7. Laboratorium Elektrokimia Teknik Kimia FTI-ITS yang telah membantu pengujian potensiodinamik tugas akhir ini. 8. Laboratorium SEM-EDS Departemen Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS yang telah membantu pengujian SEM. xv

18 9. Laboratorium Metalurgi Departemen Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS yang telah membantu pengujian metalografi. 10. Choirun Nisaa Firdausy yang telah menemani penulis selama mengerjakan laporan dan memberi dukungan semangat serta spiritual. 11. Mas Ical, Adhit, Ditra, Hasbi, Kira, Dan, Bonar, Hilmi, Billy, serta semua teman-teman Griapena yang telah menemani penulis sejak menginjakan kaki di Surabaya hingga lulus. 12. Aloy, Nural, Dan, Afin, Emir, Hafizh, Robert, Gea, Abyan, Reza, Irving, Fatih, Arfiq, Audi, Friandi, dan Bintang yang menjadi teman dekat penulis sejak berkuliah di Teknik Fisika ITS. 13. Yasha, Afif, Dimie, Hafidz, Yasser, Esti, Maitsa, Fatmala, Mitha, Alam, Nugroho, Risky, Ilham, Firman, Supri, Indah, dan semua teman-teman VSNMC yang telah memberikan dukungan selama pengerjaan Tugas Akhir. 14. Emir, Devita, Riyadh, Risandi, dan Thomas sebagai teman seperjuangan dalam menyelesaikan Tugas akhir bidang Rekayasa Bahan. 15. Semua asisten Laboratorium Rekayasa Bahan Departemen Teknik Fisika FTI-ITS yang telah membantu dalam pengerjaan Tugas Akhir. 16. Teman-teman angkatan 2013 yang tak bisa saya sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa penulisan laporan Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran dari semua pihak sehingga mampu lebih baik lagi. Penulis berharap semoga laporan ini dapat menambah wawasan yang bermanfaat bagi pembacanya. Surabaya, 24 Juli 2017 xvi Penulis

19 DAFTAR ISI Hal HALAMAN AWAL BAHASA INDONESIA i HALAMAN AWAL BAHASA INGGRIS iii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI v LEMBAR PENGESAHAN vii LEMBAR PERSETUJUAN ix ABSTRAK xi ABSTRACT xiii KATA PENGANTAR xv DAFTAR ISI xvii DAFTAR GAMBAR xix DAFTAR TABEL xxiii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Batasan Masalah 3 BAB II DASAR TEORI Aluminium Anodizing Analisa Elektrokimia dengan Metode 22 Polarisasi BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Eksperimen Pengujian 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Ketebalan Hasil Pengujian Kekerasan Hasil Pengujian Metalografi dan SEM 46 xvii

20 4.4 Hasil Pengujian Ketahanan Abrasi Hasil Pengujian Coating Weight Hasil Pengujian Potensiodinamik Interpretasi Data 54 BAB V PENUTUP Kesimpulan 59 DAFTAR PUSTAKA 61 LAMPIRAN 65 BIODATA PENULIS 67 xviii

21 DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 2.1 Proses Hall-Heroult 7 Gambar 2.2 Diagram fasa Al-Cu 10 Gambar 2.3 Proses aging pada paduan aluminium 11 Gambar 2.4 Proses perubahan butir pada aging 12 Gambar 2.5 Hubungan antara kekerasan dan kekuatan terhadap waktu aging pada temperatur konstan selama presipitasi 13 Gambar 2.6 Skema terjadinya pembentukan fasa 13 presipitat θ. (a) larutan pada fasa tunggal α. (b) transisi fasa θ" (c) fasa setimbang fasa θ dengan matriks fasa α Gambar 2.7 Lapisan oksida anodizing 17 Gambar 2.8 Proses pembentukan oksida anodizing 17 Gambar 2.9 Hubungan temperatur dengan berat lapisan 18 oksida Gambar 2.10 Hubungan rapat arus dengan ketebalan lapisan oksida 19 Gambar 2.11 Hubungan waktu anodisasi dengan 20 ketebalan lapisan oksida Gambar 2.12 Hubungan konsentrasi pelarut dengan 21 berat lapisan oksida Gambar 2.13 Hubungan nomor seri aluminium dengan 22 berat lapisan oksida Gambar 2.14 Diagram tafel oksidasi material logam 23 dengan reduksi hidrogen Gambar 2.15 Kurva polarisasi pada diagram Tafel 24 Gambar 3.1 Diagram alur penelitian 27 Gambar 3.2 Proses hard anodizing 31 Gambar 3.3 Dermitron xix

22 Gambar 3.4 Probe module 33 Gambar 3.5 Skema pengujian dengan prinsip eddy 34 current Gambar 3.6 Vickers Tester 35 Gambar 3.7 Indentor piramid Vickers 35 Gambar 3.8 Taber Abraser Wheel CS Gambar 3.9 Spesimen setelah proses ketahanan uji 36 abrasi Gambar 3.10 Penimbangan spesimen 37 Gambar 3.11 Skema pengujian ketahanan abrasi 37 Gambar 3.12 Proses striping 38 Gambar 3.13 SEM Zeiss EVO MA Gambar 3.14 Coating spesimen 40 Gambar 3.15 Blok diagram SEM 40 Gambar 3.16 Potensiostat PGSTAT302N 41 Gambar 3.17 Tempat pemasangan elektroda 41 Gambar 4.1 Pengaruh rapat arus terhadap ketebalan 43 Gambar 4.2 Pengaruh rapat arus terhadap kekerasan 44 Gambar 4.3 Skema pengukuran kekerasan 45 Gambar 4.4 Persebaran kekerasan pada setiap rapat 45 arus Gambar 4.5 Metalografi dekat ujung oksida 47 Gambar 4.6 Metalografi pada tengah sisi atas spesimen 47 Gambar 4.7 Metalografi pada tengah sisi bawah oksida 48 spesimen Gambar 4.8 Metalografi dekat sisi potong 48 Gambar 4.9 Permukaan lapisan oksida rapat arus 2 49 A/dm 2 Gambar 4.10 Permukaan lapisan oksida rapat arus 4 49 A/dm 2 Gambar 4.11 Permukaan lapisan oksida rapat arus 6 A/dm 2 50 xx

23 Gambar 4.12 Gambar 4.13 Gambar 4.14 Gambar 4.15 Pengaruh rapat arus terhadap ketahanan abrasi Pengaruh rapat arus terhadap coating weight Diagram Tafel pengujian pada 3 variasi rapat arus Perbandingan koefisien difusi terhadap rapat arus xxi

24 xxii

25 DAFTAR TABEL Hal Tabel 2.1 Daftar nomer seri paduan aluminium 8 wrought alloy Tabel 2.2 Persentase pengotor aluminium 9 Tabel 4.1 Hasil pengujian ketebalan 43 Tabel 4.2 Hasil pengujian kekerasan 44 Tabel 4.3 Hasil pengujian kekerasan pada setiap titik 46 dengan rapat arus yang berbeda Tabel 4.4 Hasil pengujian ketahanan abrasi 51 Tabel 4.5 Hasil pengujian coating weight 52 Tabel 4.6 Hasil pengujian potensiodinamik 53 Tabel 4.7 Hasil perhitungan uji pada potensiodinamik 53 xxiii

26

27 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aluminium merupakan material non-ferous berwarna keperakan yang banyak digunakan dalam bidang industri manufaktur khususnya dalam bidang pesawat terbang (Bouchama, et al., 2013). Aluminium banyak digunakan dalam industri pesawat terbang karena bersifat ringan, mudah dibentuk sesuai kebutuhan, dan tahan korosi. Namun, meskipun aluminium memiliki kelebihan tersebut, aluminum memiliki kelemahan yang sangat berpengaruh pada performa material pada saat digunakan, yaitu bersifat mudah terdeformasi, memiliki nilai kekerasan yang rendah dan memiliki nilai ketahanan aus yang rendah. Sehingga untuk menutupi kelemahan tersebut, dalam dunia industri yang membutuhkan kemampuan mekanik material yang baik, maka aluminium dipadukan dengan unsur lain yang umumnya disebut dengan paduan aluminium (Rooy, 1990). Sebanyak 70% hingga 80% material penyusun rangka pesawat adalah paduan aluminium (Niu, 1988). Dalam dunia industri pesawat terbang banyak digunakan paduan aluminium 2024 T3. Pada material ini, unsur yang paling dominan adalah unsur tembaga (Cu) yang mampu meningkatkan sifat mekaniknya, namun tidak dengan ketahanannya terhadap korosi (Rooy, 1990). Logam dengan campuran utama tembaga cenderung mudah terkena korosi karena adanya perbedaan potensial elektrokimia antara matriks (dalam hal ini Aluminium) dengan tembaga. Selain itu, dengan adanya unsur tembaga pada paduan aluminium menyebabkan material sulit untuk dilakukan proses anodizing karena fasa intermetalik (Al-Cu, Al-Cu-Fe, dan Al-Cu-Mg) yang membuat pertumbuhan evolusi oksigen dapat meningkat, timbulnya reaksi parasit anodik yang menurunkan efisiensi faradik, dan secara tidak langsung meningkatkan pertumbuhan porositas serta peningkatan cacat pada permukaan lapisan oksida (Bozza dkk. 2016) Hard anodizing adalah perlakuan yang sangat penting dan berguna yang diberikan pada logam non ferrous (dalam hal ini 1

28 2 paduan aluminium). Hard anodizing merupakan sebuah metode elektrokimia yang bertujuan mengubah permukaan aluminium menjadi lapisan pasif dalam bentuk oksida (Al 2 O 3 ) dengan menerapkan arus listrik kedalam larutan anodizing yang merupakan asam sulfat (H 2 SO 4 ) (Stevenson, 1990). Proses tersebut membuat paduan aluminium memiliki peningkatan sifat mekanik seperti kekerasan dan ketahanan abrasi yang lebih baik dari logam yang dilapisi (Febriyanti. 2011). Cacat pada permukaan oksida paduan aluminium memiliki beberapa faktor, antara lain adalah tingginya arus listrik, rendahnya temperatur anodizing, perbedaan distribusi medan listrik dan tegangan listrik yang tinggi. Hal tersebut dapat membuat permukaan oksida yang terbentuk menjadi tidak merata atau bahkan akan mengalami burning (terlarutnya paduan aluminium) (Bozza dkk. 2015). Untuk mengurangi kecacatan pada permukaan oksida dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain mengurangi nilai kerapatan arus dan meningkatkan suhu anodizing (Stevenson, 1990). Hal tersebut sangat efektif untuk mengurangi cacat permukaan oksida yang tidak merata, namun hal tersebut akan membuat kualitas oksida akan berkurang karena akan membuat struktur menjadi lebih lunak dan meningkatkan porositas yang membuat material tidak mampu bertahan dalam kondisi kritis (Bozza dkk. 2016). Karena hal tersebut, perlu dilakukan sebuah penelitian untuk menguji bagaimana pengaruh salah satu variabel yang mempengaruhi hard anodizing, yaitu rapat arus, terhadap lapisan oksida yang terbentuk selama proses hard anodizing. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana perbedaan karakteristik lapisan Al 2 O 3 yang dihasilkan oleh setiap nilai rapat arus yang diberikan? 2. Bagaimana perbedaan ketahanan korosi pada lapisan Al 2 O 3 yang dhasilkan oleh setiap nilai rapat arus yang diberikan?

29 3. Bagaimana sruktrur mikro lapisan Al 2 O 3 yang memiliki kualitas sifat mekanik maupun ketahanan korosi yang baik? 1.3 Tujuan Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui perbedaan karakteristik lapisan Al 2 O 3 setiap nilai rapat arus yang diberikan. 2. Mengetahui perbedaan ketahanan korosi lapisan Al 2 O 3 setiap nilai rapat arus yang diberikan. 3. Mengetahui struktur mikro lapisan Al 2 O 3 yang memiliki kualitas sifat mekanik maupun ketahanan korosi yang baik. 1.4 Batasan Masalah Batasan masalah yang ada pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Variabel yang diubah adalah rapat arus 2. Variabel lain dibuat sesuai standard 3. Proses pengerjaan hard anodizing dilakukan di PTDI 3

30 4 Halaman ini sengaja dikosongkan

31 BAB II DASAR TEORI 2.1 Aluminium Aluminium ditemukan oleh Sir Humphrey Davy pada tahun 1809 sebagai suatu unsur dan pada tahun 1825 aluminium diproduksi sebagai logam oleh H. C. Oersted. Aluminium merupakan logam elemen paling berlimpah kedua yang ada di dalam perut bumi setelah silikon dan oksigen Produksi aluminium di dunia mencapai 15 juta ton per tahun pada 1981 (Rooy, 1990). Di alam, aluminium ditemukan dalam bijih bauksit. Bijih bauksit merupakan salah satu sumber yang memiliki kandungan aluminium. Zat pengotor tersebut antara lain SiO 2, Fe 2 O 3 dan TiO 2. Untuk memisahkan zat pengotor tersebut dari bauksit dan mendapatkan aluminium murni, dilakukan proses pemurnian dengan proses Bayer dan Hall-Heroult. Aluminium memiliki nomer atom 13 dengan simbol Al. Logam ini memiliki densitas sebesar 2,7 g/cm 3 atau sekitar sepertiga densitas baja (8,83 g/cm 3 ) (Rooy, 1990). Faktor paling penting pada pemilihan aluminium dan paduannya adalah Memiliki kegunaan yang beragam. Sifat yang menjadi kelebihan aluminium adalah strength-to-weight ratio yang tinggi jika dipadukan dengan unsur tertentu, ketahanan korosi yang baik, konduktivitas termal dan elektrik yang tinggi, serta fabrikasi yang mudah. Hal tersebut merupakan faktor yang membuat aluminium menjadi material yang sangat penting pada aplikasi pesawat terbang, otomotif, konstruksi, packaging, dan mesin industri (Dong, 2010). Meskipun aluminium memiliki kelebihan tersebut, aluminium memiliki kelemahan yang sangat berpengaruh pada performa material pada saat digunakan, yaitu mudah terdeformasi serta memiliki kekerasan dan ketahanan aus yang rendah (Febriyanti, 2011). Sehingga untuk menutupi kelemahan tersebut, dalam dunia industri yang memubutuhkan kemampuan mekanik 5

32 6 material yang baik, maka aluminium dicampur dengan unsur lain yang umumnya disebut dengan paduan aluminium (Rooy, 1990) Proses Pemurnian Aluminium Dalam industri aluminium, pemurnian logam aluminium dilakukan 2 proses, yaitu proses Bayer dan proses Hall-Heroult. Berikut ini langkah-langkah untuk proses Bayer : 1. Ekstraksi Bauksit yang mengandung aluminium hidroksida (Al(OH) 3 ) diberikan NaOH untuk mendapatkan natrium aluminat (NaAlO 2 ). Al(OH) 3 (s) + NaOH (l) NaAlO 2 (l) + 2H 2 O (aq) (2.1) Aluminium hidroksida akan larut dalam NaOH karena bersifat amfoter, untuk zat pengotor yang ada didalam bauksit yang tidak dibutuhkan dalam proses ini seperti SiO 2, Fe 2 O 3, dan TiO 2 tidak dapat larut dan membentuk endapan yang disebut red mud. 2. Tahap Pemisahan Natrium aluminat yang terbentuk kemudian dipisahkan dengan red mud dengan cara difiltrasi. 3. Tahap Presispitasi Tahap presipitasi bertujuan untuk mengubah natrium aluminat menjadi aluminum hidroksida. Untuk membantu terbentuknya presipitat aluminium hidrat digunakan Kristal Al(OH) 3 untuk memicu terjadinya preispitasi. NaAlO 2 (l) + 2H 2 O (aq) Al(OH) 3 (l) + NaOH (l) (2.2) 4. Tahap Kasinasi Presipitat aluminium hidrat yang terbentuk dikeringkan di dalam rotary kiln atau fluid-bed calciners pada suhu C untuk melepaskan H 2 O. Al(OH) 3 (l) Al 2 O 3 (s) + 3H 2 O (aq) (2.3) Alumina yang didapatkan dalam proses bayer kemudian diproses kembali untuk mendapatkan Aluminium murni dengan

33 proses Hall-Heroult. Proses Hall-Heroult merupakan proses reaksi elektrolisis yang terdiri dari anoda dalam bentuk batang karbon, elektrolit yang berupa cryolite (Na 3 AlF 6 ) dan katoda dalam bentuk bak berbahan dasar baja yang dilapisi dengan karbon. Proses Hall- Heroult ditunjukkan oleh Gambar Gambar 2.1 Proses Hall-Heroult (Prasad, 2000) Suhu bak sel eletrolisis mencapai C, hal tersebut sudah cukup membuat alumina terlarut pada cryolite dalam bentuk lelehan, meskipun titik leleh alumina sebenarnya adalah C. Dari catu daya listrik dialirkan menuju anoda, kemudian aliran listrik mengalir melalui elektrolit dan lelehan alumina. Ion aluminium (Al 3+ ) pada lelehan alumina kemudian mengalami reduksi menjadi aluminium (Al). Aluminium yang terbentuk akan terkumpul di daerah sekitar katoda. Sedangkan ion oksigen yang terbentuk akan bereaksi dengan anoda menjadi karbon dioksida (CO 2 ). Reaksi anoda C (s) + 2O 2 (l) CO 2 (g) + 4e (2.4) Reaksi katoda Al 3+ (l) + 3e Al (l) (2.5) Dari reaksi di katoda dan anoda yang terjadi, reaksi keseluruhannya adalah :

34 8 2Al 2 O 3 (l) + 3C 2 (s) 4Al (l) + 3CO 2 (g) (2.6) Lelehan aluminium yang terbentuk akan dialirkan menuju proses selanjutnya melalui valve yang terletak di bawah bak katoda Paduan Aluminium Penggunaan aluminium sebagai material pesawat terbang tidak menggunakan aluminium murni, melainkan dengan memadukan aluminium dengan unsur lain (paduan aluminium) sehingga memiliki karakteristik baru, bahkan memiliki sifat mekanik dua kali lipat dari aluminium murni. Terdapat 2 jenis paduan aluminium sesuai dengan jenis pembuatannya, yaitu dengan proses cor (casting) atau tempa (wrought) (Rooy, 1990). Pada Penelitian ini, digunakan aluminium yang didapatkan dengan proses tempa (wrought). Unsur-unsur yang digunakan sebagai campuran paduan aluminium dibedakan berdasarkan nomer seri berdasarkan Aluminium Association Classification yang ditunjukkan oleh Tabel 2.1. Tabel 2.1 Daftar nomer seri paduan aluminium wrought alloy (Rooy, 1990) No. Seri 1xxx 2xxx 3xxx 4xxx 5xxx 6xxx 7xxx 8xxx Unsur Pengotor yang Dominan Aluminium Murni Cu Mn Si Mg Mg dan Si Zn Elemen lain (Li, Sn, Ni, Fe) Dari penomoran seri aluminium tersebut, pada digit awal menandakan logam pengotor yang dominan pada paduan aluminium. Untuk digit kedua, pada seri 1xxx menunjukkan batas

35 pengotor alaminya, dan untuk seri 2xxx hingga 8xxx menunjukkan adanya modifikasi paduan. Dua digit terakhir merupakan presentase minimal alumunium untuk seri 1xxx, dan untuk 2xxx hingga 8xxx tidak menunjukkan makna tertentu, hanya untuk membedakan seri aluminium satu dengan yang lainnya (Rooy, 1990). Pada penelitian ini, digunakan paduan aluminium 2024, komposisi yang menyusun paduan aluminium 2024 ditunjukkan oleh Tabel 2.2. Tabel 2.2 Persentase pengotor aluminium (Rooy, 1990) Nomor Si Fe Cu Mn Mg Zn Ti Cr Seri (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) Al ,5 0,5 3,8-4,9 0,3-0,9 1,2-1,8 0,25 0,15 0,1 Dari setiap unsur pengotor tambahan yang ada pada paduan aluminium memiliki fungsi dan kegunaan masing-masing yang berpengaruh pada sifat mekanik paduan aluminium, berikut ini sifat yang dihasilkan dari setiap unsur yang ada pada paduan paduan aluminium (Rana, Rajesh, & Das, 2012); a. Tembaga (Cu) memiliki pengaruh pada peningkatan kekerasan dan kekuatan karena tembaga dapat memperhalus struktur butir. Namun tembaga memberi pengaruh pada ketahanan korosi yang buruk dan menurunkan keuletan material. b. Mangan (Mn) memiliki pengaruh pada peningkatan kekuatan tarik yang baik tanpa mengurangi keuletan, terjadi peningkatan terhadap ketahanan korosi, dan peningkatan ketahanan aus yang baik. c. Silikon (Si) memiliki pengaruh pada penurunan titik leleh dan meningkatkan fluiditas. d. Magnesium (Mg) memiliki pengaruh pada peningkatan kekuatan dan kekerasan yang cukup baik serta meningkatkan ketahanan terhadap korosi. e. Seng (Zn) memiliki pengaruh pada peningkatan kekuatan dan kekerasan paling tinggi. Namun penambahan Zn 9

36 10 berdampak pada rentannya mengalami retak yang diakibatkan korosi tegangan. f. Besi (Fe) memiliki pengaruh pada sedikit peningkatan kekuatan dan peningkatan keuletan yang cukup baik. g. Krom (Cr) memiliki pengaruh untuk mencegah pertumbuhan butir menjadi lebih besar dan mencegah rekristalisasi. Selain itu dapat meningkatkan ketangguhan dan mengurangi terjadinya korosi tegangan. h. Titanium (Ti) memiliki pengaruh pada pembentukan struktur butir yang halus dan mencegah terjadinya retak saat dilas Temper Aluminium Gambar 2.2 Diagram fasa Al-Cu (Calister, Jr & Rethwisch, 2009) Paduan aluminium merupakan material utama yang saat ini digunakan dalam industri pesawat terbang. Material yang digunakan harus melalui perlakuan temper untuk mendapatkan sifat atau karakteristik material yang dibutuhkan sebagai material pesawat terbang yang tepat guna. Proses ini juga dapat dikenal sebagai precipitation hardening (Calister, Jr & Rethwisch, 2009). Pada proses ini dibutuhkan diagram fasa seperti yang ditunjukkan

37 Temperatur 0 C 11 pada Gambar 2.2 untuk menunjukkan proses yang terjadi pada saat precipitation hardening berlangsung dari solution heat treatment hingga aging. Untuk penelitian ini, digunakan material AA 2024 dengan perlakuan temper T3. Pada perlakuan temper dengan kode T3 bersifat heat treatable, dimana material paduan didapatkan dari proses solution heat treated, cold worked/quenching, dan natural aging seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3 (Rooy, 1990). 490 ± 5 C Quenching 160 ± 1 C Air Cooling Solution Treating Natural Aging Artificial Aging Gambar 2.3 Proses aging pada paduan aluminium (United States of America Patent No. US A1, 2014) Solution heat treatment diaplikasikan pada rentang waktu yang cukup untuk mendapatkan struktur lewat jenuh yang homogen. Proses ini harus dilakukan pada waktu yang tepat. Jika waktu pengoperasian terlalu singkat, maka tidak semua elemen paduan akan terlarut secara merata. Jika waktu pengoperasian terlalu lama, maka akan memboros energi yang digunakan. Temperatur yang digunakan pada proses ini biasanya dibatasi hingga C. Temperatur yang terlampau tinggi akan memicu adanya tegangan termal yang lebih tinggi yang berimbas pada proses quenching dan beresiko meleburkan fasa Cu. Meleburnya

38 12 fasa Cu berdampak pada kecenderungan sifat mekanik yang turun (Mohamed & Samuel, 2012). Quenching merupakan proses penurunan temperatur secara cepat hingga temperatur ruang. Quenching bertujuan untuk menekan presipitat dengan jumlah maksimal pada larutan logam untuk membentuk larutan padat lewat jenuh pada temperatur rendah dan untuk menjebak ruang kosong semaksimal mungkin dalam kisi-kisi atom. Laju quenching yang makin cepat akan menahan konsentrasi ruang kosong yang lebih besar dan memungkinkan mobilitas elemen pada fasa Al yang lebih besar selama proses aging. Laju optimum quenching sangat penting untuk menahan konsentrasi ruang kosong dan meminimalisir bagian yang terdistorsi setelah quenching. Laju quenching yang pelan akan mengurangi tegangan residu dan distorsi pada komponen, hal itu disebabkan oleh dampak yang mengganggu seperti presipitasi selama quenching, over aging lokal, reduksi batas butir, meningkatkan kecenderungan terjadinya korosi, dan mengurangi pengaruh yang ditimbulkan dari proses aging treatment (Mohamed & Samuel, 2012). Gambar 2.4 Proses perubahan butir pada aging (Smith, 1993) Aging merupakan metode paling penting pada proses hardening logam paduan aluminium. Pada proses ini terjadi presipitasi fasa paduan yang dipengaruhi oleh waktu dan temperatur aging sesuai dengan Gambar 2.4. Pada proses pembuatan paduan aluminium 2024 T3 mengaplikasikan natural

39 13 aging, dimana proses aging dilakukan pada temperatur ruang dan dalam rentang waktu yang berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Pada proses ini akan terjadi pengelompokan atom paduan Cu hingga membentuk klaster kisi yang tersebar secara merata pada matriks aluminium dan membentuk G-P zones yang lebih tahan terhadap pergeseran dislokasi terhadap kisi dan membuatnya menjadi kuat. Pada G-P zones terdapat beberapa fase metastabil yaitu θ", θ', dan fasa stabil θ seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5 (Calister, Jr & Rethwisch, 2009). Gambar 2.5 Hubungan antara kekerasan dan kekuatan terhadap waktu aging pada temperatur konstan selama presipitasi (Calister, Jr & Rethwisch, 2009) Gambar 2.6 Skema terjadinya pembentukan fasa presipitat θ. (a) larutan pada fasa tunggal α. (b) transisi fasa θ" (c) fasa setimbang fasa θ dengan matriks fasa α. (Calister, Jr & Rethwisch, 2009) Pada Gambar 2.6 menunjukkan skema mikro terjadinya proses presipitasi. Diawali dengan pada tahap (a) yaitu atom Cu

40 14 masih tersebar secara merata pada matriks Al karena proses solution heat treatment. Kemudian selama waktu berjalan, proses aging mulai terjadi, dimana atom Cu membentuk kelompok atau klaster yang terjadi pada tahap (b), dan terjadi distorsi kisi kristal disekitar fasa Cu. Selama proses deformasi plastis, gerakan dislokasi secara efektif berkurang dikarenakan distorsi yang terjadi dan sebagai konsekuensinya paduan menjadi lebih keras dan kuat. Kemudaian pada tahap (c) terbentuk fasa θ diakibatkan oleh overaging dimana material menjadi lemah dan lunak (Calister, Jr & Rethwisch, 2009). 2.2 Anodizing Anodizing merupakan proses pembentukan oksida pada permukaan aluminium dengan proses elektrolisis dimana benda kerja diposisikan pada anoda. Pada proses ini katoda hanya berfungsi sebagai penghantar arus listrik dan tidak berfungsi sebagai logam pelapis. Pada prinsipnya, proses anodizing alumunium adalah menghasilkan aluminium oksida (Al 2 O 3 ) atau lapisan pasif yang melapisi material dasar yang ada di bawahnya, hal tersebut dapat terjadi setelah proses anodizing dikondisikan dalam temperatur yang dibutuhkan, konsentrasi elektrolit dan aditif yang digunakan, serta diberikan tegangan listrik dan arus listrik dengan besar tertentu pada proses elektrolisis anodizing (Stevenson, 1990). Banyak kelebihan yang diberikan proses anodizing pada sebuah material, antara lain (Stevenson, 1990) ; 1. Meningkatkan ketahan terhadap korosi dengan adanya lapisan pasif oksida yang terbentuk diatas permukaan material dasar. 2. Meningkatkan penampilan dekoratif material dasar. 3. Meningkatkan ketahanan abrasi (ketahanan abrasi) khususnya untuk proses hard anodizing. 4. Meningkatkan daya rekat cat. 5. Mempermudah lubrikasi. 6. Membuat material bersifat insulator listrik

41 15 7. Dapat dilapisi dengan proses lain 8. Dapat digunakan sebagai indikator pendeteksi kecacatan. 9. Meningkatkan emisivitas. Pada dunia industri manufaktur seperti industri otomotif dan pesawat terbang terdapat 3 macam tipe anodizing, yaitu (Stevenson, 1990) : 1. Chromic Acid Anodizing (menggunakan larutan asam kromik) atau disebut juga anodizing tipe I. 2. Sulfuric Acid Anodizing (menggunakan larutan asam sulfat) atau disebut juga anodizing tipe II. 3. Hard Anodizing (menggunakan larutan asam sulfat dengan pengkodisinan rapat arus yang lebih tinggi dan temperature operasi yang rendah) atau disebut juga anodizing tipe III. Selain ketiga macam anodizing yang umum di dunia industri manufaktur saat ini, terdapat juga beberapa jenis anodizing yang penggunaannya dilakukan secara khusus sesuai dengan kebutuhan perusahaan maupun penggunaannya dilakukan untuk menggantikan peran dari 3 tipe anodizing untuk menutupi kekurangannya seperti penggunaan tartaric sulfuric acid anodizing yang digunakan untuk menggantikan chromic acid anodizing karena sifat krom yang beracun dan tidak ramah lingkungan. Berikut ini beberapa macam anodizing diluar 3 tipe yang umum ada di industri manufaktur saat ini (Stevenson, 1990) : 1. Oxalic Acid Anodizing 2. Phosporic Acid Anodizing 3. Boric Acid Anodizing 4. Sulfosalicylic Acid Anodizing 5. Sulfophtalic Acid Anodizing 6. Tartaric Acid Anodizing Hard Anodizing Proses hard anodizing dan sulfuric acid anodizing memiliki kemiripan dalam penggunaan jenis larutannya, yaitu asam sulfat.

42 16 Namun yang membedakan antara hard anodizing dan sulfuric acid anodizing adalah pada suhu operasi yang lebih rendah pada rentang 0 0 C hingga 10 0 C dan rapat arus yang lebih tinggi pada rentang 2,6 A/dm 2 hingga 5,1 A/dm 2 serta terdapat pengaduk spesimen. Pada saat terjadinya proses elektrolisis pada anoda, elektrolit pada sistem yang berupa asam sulfat (H 2 SO 4 ) dibantu oleh arus listrik yang dialirkan melalui katoda akan membuat oksigen yang ada di elektrolit menempel pada permukaan aluminium dan akan bereaksi dengan aluminium menjadi aluminium oksida (Stevenson, 1990). Reaksi oksidasi yang terjadi, Al (s) Al 3+ (l) + 3e (2.6) 2H 2 O (aq) 4H + (l) +O 2 (g) + 4e (2.7) Reaksi reduksi yang terjadi, 3 2 O 2 2 (g) + 6e O (l) (2.8) 2H 2 O (aq) + 2e H 2 (g) + 2OH (aq) (2.9) Setalah didapatkan ion-ion pada proses elektrolisis, maka ion-ion tersebut akan saling bertemu dan melakukan reaksi untuk membentuk Al 2 O 3, 2Al 3+ (l) + 3O 2 (l) Al 2 O 3 (s) (2.10) 2Al 3+ (l) + 3OH + (l) Al 2 O 3 (s) + 3H (l) (2.11) Reaksi total dari proses anodizing adalah, 2Al (s) + 3H 2 O (aq) Al 2 O 3 (s) + 6H + (l) + 6e (2.12) Dari lapisan oksida yang terbentuk, terdapat 2 bagian, yaitu lapisan oksida barrier dan lapisan oksida porous. Lapisan oksida barrier merupakan lapisan oksida yang terletak di dasar yang bersentuhan langsung dengan aluminium. Lapisan ini tipis dan padat yang berfungsi sebagai perlindungan korosi tahap akhir. Lalu yang kedua merupakan lapisan oksida porous yang memiliki struktur berlubang yang disebabkan oleh gas hidrogen yang terbentuk dari reaksi oksidasi aluminium pada proses anodizing. Lapisan porous juga yang membuatnya dapat mempermudah

43 pengecatan karena terdapat pori-pori sebagai tempat merekatnya cat (Kim, et al., 2010). Struktur lapisan oksida yang terbentuk oleh proses hard anodizing ditunjukkan oleh Gambar Gambar 2.7 Lapisan oksida anodizing (Kim, et al., 2010) Gambar 2.8 Proses pembentukan oksida anodizing (Dong, 2010) Pada Gambar 2.8 menunjukkan proses pertumbuhan oksida pada permukaan material dasar. Pada tahap I, merupakan proses pelapisan awal dimana oksida yang terbentuk masih tipis, kemudian pada tahap II ketebalan oksida akan bertambah seiring pelarutan material dasar dan akan mulai terbentuk bakal-bakal pori karena serangan lektrolit pada lapisan oksida. Pada tahap III poripori terbentuk semakin kedalam menuju material dasar. Pada tahap IV sudah tidak terjadi penambahan ketebalan dan pori-pori terbentuk secara merata pada seluruh permukaan lapisan oksida.

44 Faktor yang Mempengaruhi Anodizing Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil coating dari proses anodizing : a. Temperatur Temperatur elektrolit sangat berpengaruh pada berat lapisan oksida. Dimana semakin besar temperatur elektrolit, maka penambahan berat akan menurun seiring berjalannya waktu proses anodizing berlangsung. Sedangkan pada suhu rendah akan mengalami kenaikan linier dan tidak mengalami penurunan yang berakibat pada penuruan berat lapisan oksida. Hal ini sesuai dengan grafik yang ditunjukkan pada Gambar 2.9. Gambar 2.9 Hubungan temperatur dengan berat lapisan oksida (Gazapo & Gea, 1994) Selain nilai coating weight yang rendah, hal tersebut juga membuat lapisan yang terbentuk menjadi lebih tipis, lebih lunak dan lebih poros. Suhu yang tinggi akan mengakibatkan tebal lapisan akan tereduksi dan semakin tipis dikarenakan semakin tingginya daya larut elektrolit. Untuk aplikasi hard anodizing, suhu yang digunakan memiliki rentang 0 0 C hingga 10 0 C, berbeda dengan chormic acid anodizing dan sulfuric acid anodizing yang cenderung memiliki suhu operasi yang lebih tinggi yaitu pada rentang 15 0 C hingga 25 0 C. sehingga untuk pengaplikasian pada

45 19 hard anodizing cenderung akan memiliki lapisan yang lebih tebal dan memilki porositas yang rendah jika dibandingkan dengan chromic acid anodizing dan sulfuric acid anodizing (Gazapo & Gea, 1994). b. Rapat Arus Gambar 2.10 Hubungan rapat arus dengan ketebalan lapisan oksida (Gazapo & Gea, 1994) Rapat arus yang rendah akan membuat lapisan oksida menjadi lebih tipis, lebih lunak dan cenderung memiliki porositas yang tinggi. Semakin besar nilai rapat arus yang diberikan, maka pembentukan lapisan oksida akan semakin lebih cepat dengan kecenderungan sedikit penguraian oleh elektrolit, sehingga menyebabkan lapisan lebih keras dan memilki porositas yang rendah. Namun perlakuan peningkatan rapat arus yang terlalu besar akan menyebakan terjadinya burning (terlarutnya aluminium oleh larutan elektrolit). Hal tersebut sesuai dengan grafik pada Gambar Rapat arus yang digunakan pada setiap tipe anodizing berbeda-beda. Untuk pengaplikasian pada hard anodizing, memiliki rentang standard dari 2,6 hingga 5,1 A/dm 2. Hal ini berbeda dengan chromic acid anodizing dan sulfuric acid

46 20 anodizing yang cenderung memiliki rapat arus operasi maksimal adalah 1,5 A/dm 2 (Gazapo & Gea, 1994). Secara teoritis, ketebalan lapisan oksida yang terbentuk dapat dihitung berdasarkan oleh pengaruh rapat arus dan waktu anodizing (Febriyanti, 2011). ketebalan (μm) = rapat arus (A/dm2 ) time (min) (2.13) 3 c. Waktu Anodizing Gambar 2.11 Hubungan waktu anodisasi dengan ketebalan lapisan oksida (Gazapo & Gea, 1994) Ketebalan lapisan akan bertambah seiring waktu anodizing. Pada kondisi aktual proses anodizing, seiring berjalannya waktu akan terjadi peningkatan laju penebalan yang cepat dan konstan, namun hal tersebut akan berubah pada periode tertentu dan laju pertumbuhan tebal lapisan akan berkurang. Pada akhirnya akan terjadi tahap jenuh, dimana tidak terjadi penambahan ketebalan ketika dilakukan pengaliran arus lisrik yang terus menerus. Hal tersebut sesuai dengan grafik pada Gambar Selama proses anodizing terjadi pertumbuhan ketebalan secara berkelanjutan dan dibarengi dengan terlarutnya material dasar oleh chemical attack. Nilai tebal secara teori berbanding lurus terhadap waktu anodizing (Gazapo & Gea, 1994).

47 21 d. Konsentrasi Elektrolit Gambar 2.12 Hubungan konsentrasi pelarut dengan berat lapisan oksida (Gazapo & Gea, 1994) Peningkatan konsentrasi elektrolit memiliki pengaruh yang sama dengan suhu meskipun pengaruh temperatur akan lebih berpengaruh terhadap lapisan oksida. Peningkatan konsentrasi membatasi pertumbuhan tebal maksimum lapisan oksida dikarenakan semakin tingginya daya larut dari larutan. Hal ini sesuai dengan Gambar 2.12 (Gazapo & Gea, 1994). e. Nomor Seri Alumunium Pada dasarnya anodizing pada aluminium murni akan menghasilkan kualitas oksida yang lebih baik dari pada paduan aluminium. Kandungan paduan yang terdapat didalam material dasar akan sangat mempengaruhi kualitas dari lapisan anodizing. Selain itu, ukuran, bentuk, dan persebaran presipitat pada material dasar juga berpengaruh. Setiap paduan aluminium pun memiliki perlakuan yang berbeda pada larutan yang digunakan. Beberapa paduan teroksidasi atau terurai jauh lebih cepat dibandingkan

48 22 dengan aluminium yang menghasilkan lapisan poros (Gazapo & Gea, 1994). Hal tersebut sesuai dengan Gambar Gambar 2.13 Hubungan nomor seri aluminium dengan berat lapisan oksida (Gazapo & Gea, 1994) 2.3 Analisa Elektrokimia dengan Metode Polarisasi Analisa korosi dengan metode polarisasi saat ini menjadi metode yang telah banyak digunakan karena dapat menentukan perilaku korosi yang terjadi dan mengetahui laju korosi secara akurat. Pada metode ini menggunakan besaran elektrik untuk mengetahui perilaku korosi yang terjadi pada sebuah material, yaitu seperti potensial (E) dan rapat arus (I). Kedua besaran tersebut kemudian dibandingkan dan diplot pada sebuah diagram yang dinamakan diagram Tafel (Calister, Jr & Rethwisch, 2009). Diagram Tafel menggambarkan hubungan potensial dan logartimik rapat arus pada saat terjadinya korosi antara 2 sel elektroda. Pada kurva polarisasi katoda akan terjadi reaksi reduksi atau penambahan elektron dan pada kurva polarisasi anoda akan terjadi reaksi oksidasi atau pelepasan elektron. Diagram Tafel ditunjukkan pada Gambar Kurva polarisasi digunakan untuk menggambarkan fenomena pasifasi pada logam. Hal ini dapat dilihat pada Gambar

49 2.15 mengenai fenomena korosi yang terjadi pada setiap perubahan potensial yang diaplikasikan pada elektroda sel (Popov, 2015). 23 Gambar 2.14 Diagram Tafel oksidasi material logam dengan reduksi hidrogen (Calister, Jr & Rethwisch, 2009) a. Pada potensial yang lebih negatif dari E corr (daerah aktif) reaksi yang terjadi adalah reaksi reduksi yang laju reaksinya mengikuti tipe kurva Tafel. Untuk material pada daerah aktif biasanya daerah ini identik dengan logam pada umumnya, dimana penambahan daya oksidasi dengan menggunakan elektroda potensial diikuti dengan penambahan laju korosi. b. Potensial yang lebih positif dari dari E corr laju reaksi oksidasi yaitu disolusi dari suatu logam M (M M n+ + n e ) mengikuti tipe kurva tafel. c. Pada titik E pp (Primary or Peak Pasivation Potensial) sampai dengan E f potensial menuju keseimbangan antara logam M dan salah satu dari oksida oksida (MO) diikuti dengan semakin lambatnya laju reaksi. Pada titik ini metal mulai menjadi pasif. Arus yang bersesuaian pada titik ini

50 24 dinamakan I crit (Critical Pasivatting Current Density). Untuk material yang berada pada daerah pasif, penambahan daya oksidasi tidak mempengaruhi laju korosi yang terjadi pada material tersebut. Gambar 2.15 Kurva polarisasi pada diagram Tafel (Calister, Jr & Rethwisch, 2009) d. Pada potensial yang lebih besar dari E f, terbentuk lapisan oksida pasif yang sangat tipis pada permukaan, sehingga laju reaksi dari disolusi metal menjadi lambat dan cenderung konstan. Arus yang bersesuaian dengan titik adalah Ip sebagai passivation current density. Peristiwa korosi disini cenderung berhenti. Kenaikan potensial berikutnya menyebabkan lapisan cenderung rusak oleh disolusi kimiawi atau serangan dari ion agresif seperti ion klorida (Cl - ). e. Pada potensial yang lebih positif daripada Er yaitu pada daerah transpasif korosi metal mulai terjadi karena pecahnya lapisan oksida atau hidroksida (OH), sehingga oksigen kembali bereaksi dengan logam M. Sedangkan untuk daerah transpasif, penambahan daya oksidasi tidak mempengaruhi

51 laju korosi, namun untuk penambahan daya oksidasi yang besar, laju korosi material tersebut juga ikut bertambah. Nilai potensial korosi antara katoda dan anoda yang ditunjukkan pada diagram Tafel berguna untuk menggambarkan terjadinya fenomena korosi. Tetapi hal ini belum dapat menggambarkan laju korosi sebenarnya. Laju korosi yang terjadi dipengaruhi oleh arus korosi. Semakin tinggi arus korosi yang timbul maka dampak korosi akan semakin besar begitupun juga sebaliknya. Arus korosi sendiri sendiri memiliki persamaan sebagai berikut. β I corr = a β c (2.14) 2.303(β a +β c )R p dengan : I corr = Arus korosi (A) β a = Konstanta Tafel anodik β c = Konstanta Tafel katodik R p = Resistansi polarisasi (Ω) Laju korosi pada kurva polarisasi dinyatakan dengan adanya potensial korosi (E corr ) dan arus korosi (I corr ). E corr dan I corr tidak bisa langsung didapatkan dalam kurva polarisasi, tetapi dimodelkan melalui persamaan Tafel dan persamaan Buttler Volmer. Dalam proses korosi terjadi dua reaksi yaitu reaksi katodik dan anodik. Persamaan Tafel dalam reaksi katodik dan anodik dikenal dengan persamaan Butler-Volmer sebagai berikut: I = I corr (e 2,303(E Ecorr) βa e 2,303(E Ecorr) Dengan : I = arus terukur (A) I corr = arus korosi (A) E = potensial elektroda (V) E corr = potensial korosi (V) β a = konstanta tafel beta anodik = konstanta tafel beta katodik β c 25 βc ) (2.15) Pemodelan tersebut didekati dengan adanya analisis Tafel yaitu ekstrapolasi garis lurus pada daerah katodik dan anodik

52 26 sehingga bertemu pada satu titik. Titik ini menyatakan E corr dan I corr. Pada saat benda uji dimasukkan pada larutan elektrolit maka akan terjadi aliran elektron dari anoda ke katoda. Semakin banyak aliran elektron dari anoda ke katoda maka arus yang dihasilkan menjadi lebih tinggi. Semakin tinggi arus yang dihasilkan maka laju korosi juga semakin tinggi. Sehingga perumusan laju korosi sebagai berikut. CPR = 0,13 I corr W (2.16) A ρ dengan: CPR = Corrosion Penetration Rate (mm/yr) I corr = Arus korosi (A) W = Berat ekivalen (gr) ρ = Densitas (gr/cm 3) A = Luasan area (cm 2 )

53 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang tahapan pengerjaan dari penelitian yang telah dilakukan. Berikut ini merupakan diagram alir tahapan pengerjaan secara umum : Gambar 3.1 Diagram alur penelitian 3.1 Alat dan Bahan Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 27

54 lempeng paduan aluminium 2024 T3 ukuran 75 x 75 mm, 3 lempeng paduan aluminium 2024 T3 ukuran 100 x 100 mm, dan 3 lempeng paduan aluminium 2024 T3 ukuran 20 x 20 mm buah kikir 3. 1 buah pisau kait 4. 1 kain putih ukuran 20 x 20 cm 5. 1 rak anodizing ukuran 80 x 60 cm yang telah dilakukan masking 6. 4 m kawat aluminium berdiameter 3 mm 7. 1 tangki alkaline cleaning 8. 1 tangki deoxidizing 9. 1 tangki rinsing tangki sealing tangki hard anodizing beserta peralatan (instrumen listrik, chiller, shaker, dan katoda Pb compressor Dermitron vicker tester (beserta alat pendukung pengujian : amplas (kekasaran 80, 220, 800, dan 1000), autosol, mesin grinding, dan mikroskop) Taber Abraser CS Timbangan digital SEM EVO-MA Zeiss Potensiostat PGSTAT302N Adapun juga bahan yang digunakan pada penelitian ini, antara lain sebagai berikut : ml larutan MEK (Mehyl Ethyl Keton) L Turco 4315 NCLT (40-60 g/l) L Deoxidizer 6-16 (Cr 6+ : g/l dan HNO 3 : g/l) L deionized water L larutan H 2 SO g/l L larutan Na 2 Cr 2 O 7.H 2 O ( g/l) ml larutan NaCl 3,5 % 8. 2 ml HF

55 ml HCl ml HNO ml aquades 3.2 Eksperimen Adapun beberapa kerja dalam eksperimen ini, antara lain sebagai berikut Specimen Preparation Spesimen preparation merupakan tahap penyiapan material uji yang akan dilakukan surface treatment untuk menghilangkan sudut runcing yang ada pada spesimen agar tidak membuat spesimen mengalami burning dengan kikir dan pisau kait. Kemudian spesimen dilakukan tahap pembersihan dari kotoran berupa minyak, lemak, tinta, dan kotoran lainnya yang dapat dibersihkan secara manual. Langkah pembersihan ini menggunakan larutan MEK (Methyl Ethyl Keton) Racking & Masking Racking merupakan proses penyusunan dan pemasangan spesimen pada rak spesimen. Spesimen diikat dengan kawat berdiameter 3 mm. Masking merupakan proses pelapisan rak dengan polimer agar menjadi material yang resistif dan tidak menggangu proses anodizing, namun langkah ini dilakukan jika dibutuhkan Alkaline Cleaning Alkaline Cleaning merupakan proses pembersihan lemak, finger print, dan minyak pada permukaan spesimen yang tidak hilang pada saat manual cleaning dengan menggunakan larutan basa Turco 4215 NCLT. Larutan yang digunakan berdasarkan ISO 10074:2010. Konsentrasi larutan : g/l Temperatur tanki : C Waktu : menit Rinsing Rinsing merupakan proses pembilasan spesimen yang telah melalui proses alkaline cleaning dengan menggunakan deionized

56 30 water untuk menghilangkan larutan yang tertinggal pada spesimen dan tidak mengkontaminasi larutan yang lain. Setelah proses ini dilakukan water film breaking test yaitu pengamatan secara manual apakah masih ada noda atau kotoran yang belum dihilangkan pada proses alkaline cleaning dan dilakukan minimal selama 30 detik. Larutan yang digunakan berdasarkan ISO 10074:2010. Temperatur : C Waktu : 2-5 menit Deoxidizing Deoxidizing merupakan proses pembersihan permukaan aluminium dari oksida yang terbentuk sebelum terjadinya proses anodizing. Proses ini menggunakan larutan deoxidizer Larutan yang digunakan berdasarkan ISO 10074:2010. Konsentrasi Larutan Cr +6 : 4,5-13,5 g/l Konsentrasi Larutan HNO3 : g/l Impuritis Larutan Al : 17,2 g/l Temperatur : C Waktu : 1 10 menit Rinsing Rinsing merupakan proses pembilasan spesimen yang telah melalui proses deoxidizing dengan menggunakan deionized water untuk menghilangkan larutan yang tertinggal pada spesimen dan tidak mengkontaminasi larutan yang lain. Larutan yang digunakan berdasarkan ISO 10074:2010. Temperatur : C Waktu : 2-5 menit Hard Anodizing Hard anodizing merupakan proses utama pada surface treatment ini. Proses ini bertujuan membentuk lapisan oksida pada permukaan aluminium dengan larutan H 2 SO 4. Pada proses hard anodizing harus selalu dipantau setiap 1 menit, hal itu disebabkan oksida rentan mengalami burning dan kenaikan arus listrik harus dilakukan secara perlahan setiap menitnya. Larutan yang digunakan berdasarkan ISO 10074:2010. Bak proses hard anodizing seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2.

57 31 Konsentrasi H 2 SO 4(l) : g/l Konsentrasi Aditif MAE : 4-5 % Impuritis Al +3 Terlarut : 3,75 g/l Impuritis Cl -, Fe or Cr 3+ : 160 ppm Impuritis Cu : 120 ppm Rapat Arus (CD) : 2,6 5,1 A/dm 2 Temperatur : C (Al 2024) Waktu : menit Gambar 3.2 Proses hard anodizing Rinsing Rinsing merupakan proses pembilasan spesimen yang telah melalui proses hard anodizing dengan menggunakan deionized water untuk menghilangkan larutan yang tertinggal pada spesimen dan tidak mengkontaminasi larutan yang lain. Larutan yang digunakan berdasarkan ISO 10074:2010. Temperatur : C Waktu : 2-5 menit

58 Sealing Sealing merupakan proses pelapisan terakhir yang bertujuan untuk menutup pori-pori yang terbentuk pada lapisan anodizing dengan menggunakan natrium dikromat (Na 2 Cr 2 O 7 ). Penggunaan sealing pada hard anodizing bertujuan untuk melindungi dari serangan korosi pada saat uji korosi, biasanya dilakukan hanya pada pengujian korosi dengan metode salt-spray corossion resistance test. Larutan yang digunakan berdasarkan ISO 10074:2010. Konsentrasi Larutan Na 2 Cr 2 O 7.2H 2 O : g/l Impuritis Cl - sebagai NaCl : 0,2 g/l Temperatur : 96 % Waktu : menit Rinsing Rinsing merupakan proses pembilasan spesimen yang telah melalui proses sealing dengan menggunakan deionized water untuk menghilangkan larutan yang tertinggal pada spesimen dan tidak mengkontaminasi larutan yang lain. Larutan yang digunakan berdasarkan ISO 10074:2010. Temperatur : C Waktu : 2-5 menit Drying Drying merupakan proses pengeringan spesimen yang telah mengalami proses anodizing yang telah dilakukan sealing maupun tidak dilakukan sealing. Tujuan drying adalah menghilangkan sisa-sisa rinsing water yang berasal dari proses rinsing yang masih tersisa pada permukaan spesimen. Proses ini menggunakan compressor yang memberi tekanan udara pada spesimen. 3.3 Pengujian Pada penelitian ini dilakukan 7 pengujian yaitu ketebalan dengan menggunakan dermitron, kekerasan mikro dengan metode vickers, ketahanan abrasi dengan Taber abraser, coating weight dengan metode striping, potensidinamik dengan potensiostat PGSTAT302N, Metalografi, dan SEM.

59 Uji Ketebalan Gambar 3.3 Dermitron 3000 Gambar 3.4 Probe module Uji ketebalan non-destructive merupakan pengujian ketebalan lapisan oksida dengan menggunakan alat ukur Dermitron 3000 (Gambar 3.3) dengan prinsip kerja eddy current. Pengukuran ini berdasarkan ASTM B 244. Pengukuran dilakukan pada 4 titik pada setiap permukaan pada 1 spesimen secara acak dengan probe module (Gambar 3.4). Standard nilai ketebalan yang diizinkan sebesar 50 ± 5 µm.

60 34 Eddy current sendiri merupakan salah satu metode NDT (Non Destructive Test) yang menggunakan prinsip elektromagnetik untuk mengukur ketebalan. Eddy current dihasilkan melalui proses induksi elektromagnetik yang dihasilkan oleh lilitan dalam probe. Ketika arus induksi diterapkan pada konduktor dalam kondisi lilitan didekatkan pada material uji, medan magnet akan merambat ke dalam dan sekitar konduktor. Kemudian eddy current akan terinduksi dan melemahkan medan magnet yang dihasilkan oleh lilitan. Medan magnet yang melemah akan meningkatkan impedansi pada lilitan dan akan berpengaruh pada penurunan arus listrik yang dialirkan pada lilitan (Garcia- Martin, Gomez-Gil, & Vazquez-Sanchez, 2011). Skema pengukuran ketebalan ditunjukkan pada Gambar 3.5. Gambar 3.5 Skema pengujian dengan prinsip eddy current (Garcia-Martin, Gomez-Gil, & Vazquez- Sanchez, 2011) Hal lain akan terjadi ketika lilitan dijauhkan sejauh l 2 pada Gambar 3.5, maka arus eddy akan melemah dan medan magnet akan menguat, kemudian karena menguatnya medan magnet, maka impedansi akan turun dan arus pun akan. Nilai perubahan arus tersebut yang kemudian dikonversi menjadi satuan jarak (Garcia- Martin, Gomez-Gil, & Vazquez-Sanchez, 2011) Uji Kekerasan Vickers Uji kekerasan Vickers merupakan pengujian terhadap kekerasan lapisan oksida dengan metode destructive test. Proses ini

61 35 berdasarkan ASTM E 384. Pengujian dilakukan pada spesimen yang telah dilakukan mounting, grinding dan polishing yang bertujuan untuk mempermudah pengamatan. Setelah dilakukan proses tersebut, spesimen diberikan beban tekanan 50 gram pada Vickers tester (Gambar 3.5). Untuk mengamati hasil penekanan dengan menggunakan Vickers tester, spesimen diamati pada mikroskop yang diberikan perbesaran 200 x. Jumlah pengujian dilakukan sebanyak 5 titik pada tempat yang berbeda. Nilai kekerasan minimal yang terukur untuk lapisan oksida hard anodizing adalah 250 HV. Gambar 3.6 Vickers Tester Gambar 3.7 Indentor piramid Vickers (Calister, Jr & Rethwisch, 2009) Cara kerja Vickers Tester yaitu dengan melakukan penekanan bidang material yang diuji dengan indentor intan yang berbentuk piramid. Sudut yang dibentuk pada ujung pyramid adalah sebesar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.7. Setelah ditekan, maka besar diagonal yang dihasilkan kemudian dimasukkan ke dalam persamaan berikut.

62 36 HV = 1,854 W (3.1) d 2 HV = Kekerasan Vickers (HV) W = Berat beban (N) d = diagonal bidang yang terbentuk (m) Uji Ketahanan Abrasi Uji ketahanan abrasi merupakan pengujian dengan melakukan penggesekan terhadap lapisan oksida dengan menggunakan taber abraser wheel CS 17 (Gambar 3.8). Pengujian ini sesuai dengan ASTM D Spesimen yang dilakukan pengujian memiliki dimensi 100 x 100 mm (Gambar 3.9). Gambar 3.8 Taber Abraser Wheel CS 17 Gambar 3.9 Spesimen setelah proses ketahanan uji abrasi Pengujian diawali dengan melubangi bagian tengah spesimen dengan bor berdiameter 6,5 mm agar dapat dipasang pada

63 37 Taber abraser dan ditimbang berat awalnya dengan timbangan digital (Gambar 3.10) sebelum dilakukan uji ketahanan abrasi. Setelah itu spesimen dipasang pada Taber abraser dan dilakukan uji ketahanan abrasi dengan beban 2 kg pada siklus serta pada kecepatan 70 rpm. Setelah selesai pengujian, dilakukan penimbangan kedua untuk mencari berat yang hilang pada lapisan oksida. Standard untuk Al 2024 T3 kehilangan massa maksimal sebesar 40 mg. Gambar 3.10 Penimbangan spesimen Gambar 3.11 Skema pengujian ketahanan abrasi

64 Uji Coating Weight Gambar 3.12 Proses striping Uji Coating weight merupakan pengujian berat lapisan oksida dengan menimbang berat spesimen pada saat memiliki lapisan oksida dikurangi berat spesimen pada saat tidak memiliki lapisan oksida. Pengujian ini sesuai ASTM B 137. Nilai standard dari berat lapisan oksida minimal sebesar 18,3 mg/dm 2 untuk ketebalan per 25 µm. Pengujian ini diawali dengan menimbang berat spesimen yang telah melalui proses anodizing. Setelah itu dilakukan proses striping dengan larutan campuran asam fosfat (H 3 PO 4 ) dan CrO 3 yang ditunjukkan pada Gambar Konsentrasi Larutan H 3 PO 4 : g/l Konsentrasi Larutan CrO 3 : g/l Temperatur : C Waktu : sesuai kebutuhan Setelah lapisan oksida terkikis semua pada saat proses striping, spesimen dikeringkan pada oven dengan suhu maksimum 60 o C sampai spesimen benar-benar kering kemudian dimasukkan ke desikator ±15 menit untuk mendapatkan berat yang konstan dan kemudian ditimbang kembali Scanning Electron Microscopy (SEM) Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui struktur morfologi sebuah material.

65 39 SEM yang digunakan adalah Zeiss EVO MA 10 (Gambar 3.13). Perbesaran yang digunakan adalah 3000x magnitude dan 5000x magnitude. Pengamatan dilakukan pada permukaan lapisan oksida, sehingga harus dilakukan coating (Gambar 3.14) pada permukaannya dengan karbon. Gambar 3.13 SEM Zeiss EVO MA 10 Untuk melakukan pengujian SEM, kondisi spesimen di dalam SEM harus dalam keadaan vakum untuk menghindari gangguan pada berkas elektron yang disebabkan oleh molekul udara. Pada Gambar 3.15 dapat dilihat komponen yang terdapat pada SEM dan cara kerjanya, yaitu yang pertama terdapat sebuah filamen yang digunakan sebagai sumber elektron, pada penelitian ini digunakan filamen dengan bahan tungsten. Kemudian terdapat 3 pasang lensa elektromagnetik yang berfungsi memfokuskan berkas elektron dari sumber elektron hingga menjadi titik kecil yang berfokus pada spesimen. Kemudian 2 pasang scan coil discan dengan frekuensi variabel pada permukaan sampel. Kemudian terdapat imaging detector yang berfungsi untuk mengubah sinyal elektron menjadi gambar. Sesuai dengan jenis elektronnya, detektor dibagi menjadi 2, yaitu BSE (Backscattered Electron) dan SE (Secondary Electron).

66 40 Gambar 3.14 Coating spesimen Gambar 3.15 Blok diagram SEM (Sujatno, Salam, Bandriyana, & Dimyati, 2015) Uji Potensiodinamik Uji potensiodinamik merupakan pengujian elektrokimia untuk mengetahui laju korosi sebuah material. Pada penelitian ini, pengujian dilakukan dengan potensiostat PGSTAT302N (Gambar 3.16). pengujian ini sesuai dengan standard ASTM F Spesimen yang digunakan dalam pengujian ini memiliki dimensi 20 x 20 mm. pengujian dilakukan dengan memasangkan spesimen

67 41 sebagai katoda pada alat uji (Gambar 3.17). Setelah itu dilakukan pengaliran arus listrik. Dari hasil pengujian akan terbentuk diagram Tafel dan nilai laju korosi dapat dianalisa dengan memasukkan nilai data massa spesimen yang diuji dan coating weight pada persamaan (3.12). Gambar 3.16 Potensiostat PGSTAT302N Gambar 3.17 Tempat pemasangan elektroda Pengujian potensiodinamik pada penelitian kali ini menggunakan tiga elektroda, yaitu elektroda kerja merupakan spesimen uji, elektroda acuan berupa AgCl, dan elektroda bantu

68 42 berupa platina. Ketiga elektroda kemudian dicelupkan pada larutan NaCl 3,5%. Setelah dicelupkan, elektroda dialiri potensial dan diukur oleh elektroda kerja dan elektroda acuan. Secara bersamaan, elektroda kerja dan elektroda bantu mengukur arus korosi Metalografi Metalografi merupakan pengujian yang dilakukan pada material dasar untuk melihat struktur mikro. Karena spesimen menggunakan paduan aluminium, proses etsa yang digunakan adalah dengan menggunakan larutan Keller s Reagent dengan komposisi larutan ditunjukkan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Komposisi larutan Keller s Reagent (Walker & Tarn, 1991) Larutan Volume (ml) HF 2 HCl 3 HNO 3 5 Aquades 190 Sebelum dilakukan etsa, spesimen dipotong dan dimounting dengan menggunakan resin untuk mempermudah pengamatan. Kemudian spesimen di-grinding untuk meratakan permukaan spesimen yang akan diamati secara kasar dan diratakan secara halus dengan polishing menggunakan autosol. setalah itu spesimen dietsa selama 3 menit dan diamati pada mikroskop untuk melihat batas butir yang terbentuk dan presipitat yang terbentuk pada paduan aluminium.

69 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Ketebalan Pada pengujian ketebalan dengan metode Eddy Current dengan alat Dermitron 3000 didapatkan data yang ditunjukkan pada Tabel 4.1. Kemudian data diplot untuk mempermudah pembacaan dari ketebalan yang dihasilkan akibat pengaruh rapat arus pada Gambar 4.1. Tabel 4.1 Hasil pengujian ketebalan Variabel Rapat Arus Ketebalan (A/dm 2 ) (µm) 2 16, , ,11 Gambar 4.1 Pengaruh rapat arus terhadap ketebalan Dari data tersebut didapatkan nilai ketebalan paling tinggi pada rapat arus 4 A/dm 2 sebesar 49,05 µm dan paling rendah adalah rapat arus 2 A/dm 2 sebesar 16,67 µm. nilai rapat arus 6 A/dm 2 memiliki nilai yang sedikit lebih kecil jika dibandingkan rapat arus 4 A/dm 2 yaitu sebesar 48,11 µm. 43

70 Hasil Pengujian Kekerasan Hasil dari pengujian kekerasan dengan metode Vickers ditunjukkan pada Tabel 4.2, kemudian diplot untuk mengetahui hubungan antara kekerasan terhadap nilai rapat arus yang ditunjukkan oleh Gambar 4.2. Tabel 4.2 Hasil pengujian kekerasan Variabel Rapat Arus Kekerasan (A/dm 2 ) (HV) 2 243, , ,89 Gambar 4.2 Pengaruh rapat arus terhadap kekerasan Dari hasil pengujian didapatkan nilai kekerasan yang naik dari rapat arus terendah hingga tertinggi, secara berturut-turut dari rapat arus terkecil hingga terbesar sebesar 243,25 HV, 273,38 HV, dan 330,89 HV. Kemudian pengujian kekerasan dilanjutkan pada setiap titik dari ujung sisi yang memiliki lapisan oksida, di tengah, dan di dekat potongan spesimen untuk pengujian kekerasan yang harus dilakukan mounting. Setiap titik akan ditarik garis dari permukaan atas oksida ke permukaan bawah oksida sebanyak 5 titik dari lapisan oksida atas, titik dekat lapisan oksida atas pada material

71 dasar, di tengah material dasar, titik dekat lapisan oksida bawah pada material dasar, dan pada lapisan oksida bawah. Titik pengujian sesuai pada Gambar ,5 cm Lapisan Oksida Atas Lapisan Oksida Bawah 0,5 cm Material Dasar 0,4 mm 0,4 mm 0,8 mm Keterangan : = Titik Pengujian Vickers = Lapisan Oksida = Material Dasar Gambar 4.3 Skema pengukuran kekerasan Gambar 4.4 Persebaran kekerasan pada setiap rapat arus Berdasarkan data pengujian, didapatkan nilai kekerasan pada setiap titik berdasarkan nilai rapat arus. Nilai kekerasan

72 46 ditampilkan pada Tabel 4.3 dan nilai diplot pada Gambar 4.4 dengan nilai kekerasan dari ujung lapisan oksida hingga sisi potong dirata-rata karena nilai kekerasan saling mendekati. Tabel 4.3 Hasil pengujian kekerasan pada setiap titik dengan rapat arus yang berbeda Rapat Arus (A/dm 2 ) Titik Uji okisda atas material dasar 1 material dasar 2 material dasar 3 oksida bawah oksida atas material dasar 1 material dasar 2 material dasar 3 oksida bawah oksida atas material dasar 1 material dasar 2 material dasar 3 oksida bawah Kekerasan (HV) Ujung Lapisan Sisi Tengah Rata-Rata Oksida Potongan Hasil Pengujian Metalografi dan SEM Pada penelitian ini dilakukan pengujian metalografi untuk mengetahui persebaran batas butir dan presipitat yang terbentuk pada material AA 2024 T3. Material yang diuji dilakukan pada 1 material dasar yang mewakili seluruh spesimen yang digunakan

73 pada penelitian ini. Gambar 4.5 hingga Gambar 4.8 merupakan hasil pengujian metalografi µm Gambar 4.5 Metalografi dekat ujung oksida resin oksida 50 µm Gambar 4.6 Metalografi pada tengah sisi atas spesimen

74 Dekat sisi potong 48 oksida resin 50 µm Gambar 4.7 Metalografi pada tengah sisi bawah oksida spesimen 50 µm Gambar 4.8 Metalografi dekat sisi potong Berdasarkan pengujian metalografi yang didapatkan, bahwa lapisan oksida yang terbentuk tidak menyebabkan struktur mikro dari material dasar berubah. Bentuk butir paduan aluminium berbentuk memanjang karena spesimen yang digunakan dalam bentuk lembaran, yang berarti spesimen telah mengalami proses canai (rolling). Lapisan oksida hanya menempel saja pada sisi terluar material dasar.

75 49 5 µm Gambar 4.9 Permukaan lapisan oksida rapat arus 2 A/dm 2 5 µm Gambar 4.10 Permukaan lapisan oksida rapat arus 4 A/dm 2

76 50 5 µm Gambar 4.11 Permukaan lapisan oksida rapat arus 6 A/dm 2 Pada pengamatan dengan SEM dengan perbesaran kali dapat dilihat permukaan oksida pada rapat arus 6 A/dm 2 cenderung kasar jika dibandingkan dengan kedua rapat arus yang lain. Hal itu merupakan sisa kikisan lapisan oksida akibat terjadinya disolusi pada pengaplikasian rapat arus yang sangat tinggi, yaitu 6 A/dm Hasil Pengujian Ketahanan Abrasi Dari pengujian ketahanan abrasi yang telah dilakukan menggunakan metode abrasive wheel dan menggunakan alat Taber Abrasser Wheel CS 17 didapatkan data pengaruh rapat arus terhadap sifat ketahanan abrasi yang ditunjukkan pada Tabel 4.4 dan data diplot untuk menunjukkan pengaruh rapat arus terhadap sifat ketahanan abrasi yang ditunjukkan oleh Gambar Pada pengujian ketahanan abrasi yang dilakukan didapatkan nilai massa yang hilang akibat abrasi cenderung makin kecil seiring dengan meningkatnya nilai rapat arus. Nilai dari rapat arus terkecil hingga terbesar adalah 68,8 mg, 37,5 mg, dan 36,8 mg.

77 Nilai laju abrasi memiliki hubungan persamaan dengan variabel uji kekerasan, yaitu (Bhushan, 2013) : v = k W x (4.1) H v = volume partikel yang terabrasi (cm 3 ) k = koefisien abrasi x = jarak gesekan (cm) H = kekerasan (HV) Tabel 4.4 Hasil pengujian ketahanan abrasi Variabel Rapat Arus Ketahanan Abrasi (A/dm 2 ) (mg) 2 68,8 4 37,5 6 36,8 51 Gambar 4.12 Pengaruh rapat arus terhadap ketahanan abrasi 4.5 Hasil Pengujian Coating Weight Dari pengujian coating weight dengan melakukan proses striping pada lapisan oksida, didapatkan data pengaruh rapat arus terhadap nilai coating weight yang ditunjukkan pada Tabel 4.5.

78 52 Data tersebut diplot untuk mempermudah pembacaan pengaruh rapat arus terhadap nilai coating weight sesuai Gambar Dari hasil pengujian coating weight didapatkan nilai coating weight yang cenderung naik pada setiap peningkatan rapat arus. Coating weight yang didapatkan dari rapat arus terbesar hingga terkecil adalah 4,319 g/cm 3, 5,112 g/cm 3, dan 5,302 /cm 3. Tabel 4.5 Hasil pengujian coating weight Variabel Rapat Arus Coating Weight (A/dm2) (g/cm 3 ) 2 4, , ,302 Gambar 4.13 Pengaruh rapat arus terhadap coating weight 4.6 Hasil Pengujian Potensiodinamik Pada penelitian ini dilakukan pengujian potensiodinamik untuk mengetahui sifat elektrokimianya. Didapatkan data nilai V corr dan I corr beserta dengan nilai laju korosi pada setiap pengaplikasian rapat arus hard anodizing.pada Tabel 4.6 dan kemudian diolah untuk mendapatkan nilai I corr dan laju korosi dengan persamaan (2.10) dan (2.12) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.7. Dari data yang didapatkan, kemudian dilakukan plot

79 untuk mendapatkan diagram Tafel yang dihasilkan oleh hasil pengujian potensiodinamik berdasarkan Gambar Rapat Arus (A/dm 2 ) Tabel 4.6 Hasil pengujian potensiodinamik β a β c R p (Ω) V corr (V) 2 0, , ,5-0, , , , Tabel 4.7 Hasil perhitungan uji pada potensiodinamik Rapat Arus (A/dm 2 ) I corr (A/cm 2 ) Laju Korosi (mm/yr) 2 2, , , , , , Gambar 4.14 Diagram Tafel pengujian pada 3 variasi rapat arus

80 Interpretasi Data Dari hasil pengujian, nilai ketebalan memiliki kecenderungan naik pada setiap kenaikan rapat arus. Untuk nilai ketebalan, kenaikan yang spesifik terjadi dari rapat arus 2 A/dm 2 yang sebesar 16,67 µm kemudian naik hingga 4 A/dm 2 sebesar 49,05 µm. Peningkatan yang spesifik pada rapat arus 2 A/dm 2 menuju 4 A/dm 2 diakibatkan nilai rapat arus 2 A/dm 2 belum mencapai batas minimal standard untuk hard anodizing yang sebesar 2,6 A/dm 2 sehingga lapisan oksida yang terbentuk cenderung sangat tipis. Hal lain terjadi pada peningkatan rapat arus dari 4 A/dm 2 menuju 6 A/dm 2 yang cenderung sedikit turun walaupun sebesar 0,94 µm, dari 49,05 µm menuju 48,11 µm. Terjadinya penurunan diakibatkan nilai rapat arus 6 A/dm 2 melebihi ambang batas standard rapat arus hard anodizing yang sebesar 5,1 A/dm 2. Adanya lapisan oksida yang terlalu tipis pada rapat arus 2 A/dm 2 dan turunnya ketebalan lapisan oksida pada rapat arus 6 A/dm 2 sesuai dengan Gambar Sehingga terjadi disolusi permukaan oksida karena tingginya rapat arus yang bekerja. Jika dibandingkan dengan standard ASTM B 244, untuk rapat arus 4 A/dm 2 dan 6 A/dm 2 memenuhi standard yaitu 50 ± 5 µm. Jika penambahan rapat arus dilakukan lagi, maka kemungkinan akan terjadi penurunan ketebalan lapisan oksida dan akan terjadi burning. Koefisien difusi pertumbuhan oksida didapatkan dari Hukum Fick I dengan persamaan sebagai berikut. J = D C (4.1) x dengan : J = Rapat arus yang digunakan (A/m 2 ) D = Koefisien difusi (m 2 /s) C = Konsentrasi larutan (g/m 3 ) (0,262-0,382 g/m 3 ) x = Tebal lapisan oksida (m) (sesuai Tabel 4.1) Dari persamaan (4.1) didapatkan nilai koefisien difusi pada setiap rapat arus yang berbeda yang ditunjukkan Gambar 4.15 dimana masing-masing rapat arus memiliki nilai koefisien difusi sebesar 0,1072 m 2 /s pada rapat arus 2 A/dm 2, 0,6312 m 2 /s pada rapat arus 4 A/dm 2, dan m 2 /s pada rapat arus 6 A/dm 2. Dari

81 nilai koefisien difusi yang didapatkan, kemudian dicari waktu berlangsungnya difusi dengan Hukum Fick II pada persamaan sebagai berikut. C = D 2 C (4.2) t x 2 dengan : C = Konsentrasi larutan (g/m 3 ) (0,262-0,382 g/m 3 ) t = Waktu difusi (s) D = Koefisien difusi ((m/s 2 ) x = Tebal lapisan (m) Dari persamaan (4.2) didapatkan waktu difusi dari rapat arus terendah hingga tertinggi adalah 161,105 menit, 80,5 menit, dan 53,67 menit. Dari nilai waktu yang didapatkan, pada rapat arus 6 A/dm 2 terjadi proses kontrol reaksi yang menunjukkan pertumbuhan oksida cenderung linier jika dibawah waktu pengaplikasian hard anodizing pada penelitian ini yang sebesar 80 menit. Untuk rapat arus 2 A/dm 2 dan 4 A/dm 2 menunjukkan proses kontrol difusi, dimana pertumbuhan oksida terjadi secara parabolik karena lebih besar sama dengan waktu pengaplikasian hard anodizing pada penelitian ini (Zambuto, 1989). 55 Gambar 4.15 Perbandingan keofisien difusi terhadap rapat arus Pada pengujian kekerasan, terjadi kenaikan nilai kekerasan pada setiap kenaikan rapat arus. Kenaikan tersebut menunjukkan

82 56 bahwa semakin tinggi rapat arus yang diaplikasikan, maka akan semakin tinggi nilai kekerasan. Nilai kekerasan memiliki kecenderungan untuk naik disebabkan nilai kerapatan partikel yang didapatkan dari pengujian coating weight juga cenderung naik. Nilai kekerasan dipengaruhi oleh nilai kerapatan partikel oksida yang terbentuk karena jika partikel yang terbentuk semakin rapat, maka partikel mampu menahan beban yang diberikan secara merata pada seluruh permukaan yang tertekan oleh indentor piramid saat pengujian Vickers, sehingga diagonal yang terbentuk akibat tekanan semakin kecil dan nilai kekerasan semakin besar. Nilai coating weight pada proses hard anodizing AA 2024 T3 jika dibandingkan AA 7075 T6 (material lain yang banyak digunakan di industri pesawat terbang) memiliki nilai coating weight yang lebih besar, hal ini dikarenakan kandungan fasa Al-Cu pada AA 2024 T3 yang sulit untuk larut pada proses anodizing jika dibandingkan dengan AA 7075 T6 yang cenderung lebih mudah (Bononi, Giovanardi, Bozza, & Mattioli, 2016). Berdasarkan standard ASTM B 137, nilai kekerasan yang didapatkan dari proses hard anodizing dengan rapat arus 4 A/dm 2 dan 6 A/dm 2 memenuhi standard yaitu minimal sebesar 250 HV. Jika dibandingkan dengan Al 2 O 3 yang terbentuk secara murni, nilai kekerasan yang dihasilkan adalah sebesar 800 HV hingga 2000 HV (Auerkari, 1996), hal itu menunjukkan lapisan oksida yang terbentuk pada proses hard anodizing lebih bersifat poros jika dibandingkan dengan aluminium oksida murni. Adapun nilai kekerasan pada persebaran di seluruh titik yang ada pada spesimen memiliki kecenderungan nilai yang hampir sama dari ujung oksida hingga sisi potong spesimen pada setiap rapat arus. Dari nilai kekerasan pada material dasar menunjukkan nilai yang hampir sama pada kisaran 80 HV hingga 95 HV, hal ini tidak begitu berbeda dengan nilai material dasar sebelum mengalami proses hard anodizing yaitu sebesar 61 HV hingga 90 HV. Hal itu didukung oleh pengujian metalografi yang menunjukkan persebaran butir yang terbentuk hampir merata pada setiap sisi pengamatan. Meratanya nilai kekerasan pada setiap titik yang hampir sama menandakan juga proses hard anodizing tidak mempengaruhi struktur material

83 57 dasar. Jika diamati pada hasil metalografi, lapisan oksida hanya menempel saja pada material dasar. Pengujian ketahanan abrasi menunjukkan semakin terjadi peningkatan rapat arus maka semakin sedikit massa lapisan oksida yang hilang akibat abrasi, hal itu menunjukkan bahwa ketahanan abrasinya semakin baik. Lapisan yang mengalami abrasi pada rapat arus 2 A/dm 2 memiliki nilai yang sangat besar jika dibandingkan dengan rapat arus 4 A/dm 2 dan 6 A/dm 2. Hal tersebut diakibatkan nilai rapat arus 2 A/dm 2 yang belum mencapai nilai ideal hard anodizing yang memiliki rapat arus optimum minimum sebesar 2,6 A/dm 2, sehingga nilainya sangat jauh jika dibandingkan dengan rapat arus 4 A/dm 2 dan 6 A/dm 2. Kecenderungan nilai ketahanan abrasi yang naik disebabkan nilai kekerasan yang juga cenderung naik, dimana massa oksida yang terabrasi berbanding terbalik dengan kekerasan. Untuk rapat arus 4 A/dm 2 dan 6 A/dm 2 memiliki nilai yang sesuai dengan ASTM D 4060 yaitu di bawah 40 mg. Dari data pengujian korosi didapatkan analisa bahwa nilai V corr pada rapat arus 6 A/dm 2 memiliki kecenderungan lebih besar jika bandingkan dengan rapat arus 2 A/dm 2 dan 4 A/dm 2 yang cenderung hampir sama, hal ini menunjukkan bahwa oksida dengan rapat arus 6 A/dm 2 memiliki sifat yang cenderung lebih reaktif jika dibandingkan dengan rapat arus lain. Pada Gambar 4.13 menunjukkan nilai V corr yang berada pada kisaran -0,566 V hingga -0,537 V yang menunjukkan potensial korosi setimbang yang terjadi pada reaksi oksidasi paduan aluminium dan reduksi ion OH - adalah antara -0,76 V hingga 0,41 V, Hal tersebut yang membuat potensial korosi dapat bernilai negatif. Pada diagram tafel Gambar 4.13, sisi kiri merupakan garis polarisasi reaksi reduksi dan sisi kanan merupakan garis polarisasi reaksi oksidasi. Nilai I corr yang didapatkan pada setiap kenaikan rapat arus akan cenderung turun sangat jauh dari 2,71 x 10-6 A/cm 2 menuju 7,82 x 10-9 A/cm 2 dan terjadi kenaikan nilai I corr pada rapat arus 6 A/dm 2 menjadi 1,18 x 10-7 A/cm 2. Hal itu disebabkan nilai ketebalan yang berbanding lurus dengan nilai resistansi polarisasi, kemudian nilai resistansi polarisasi akan berpengaruh pada nilai I corr yang

84 58 didapatkan. Pada penelitian ini didapatkan nilai ketebalan pada rapat arus 2 A/dm 2 terlampau sangat tipis jika dibandingkan dengan rapat arus 4 A/dm 2 dan 6 A/dm 2, sehingga dapat dikatakan spesimen yang diberikan rapat arus 2 A/dm 2 jauh lebih mudah mengalami korosi jika dibandingkan dengan 2 rapat arus yang lain. Dari nilai I corr akan mempengaruhi besarnya laju korosi, dimana rapat arus 4 A/dm 2 memiliki laju korosi paling rendah yaitu sebesar 1,42 x mm/yr (Mubarok, Wahab, Sutarno, & Wahyudi, 2015). Untuk nilai laju korosi pada rapat arus 2 A/dm 2 yang sebesar 6,31 x 10-8 mm/yr cenderung jauh lebih besar ketimbang nilai rapat arus yang lain dikarenakan nilai I corr dan nilai coating weight yang jauh lebih kecil jika dibandingkan kedua rapat arus yang lain.

85 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Rapat arus 6 A/dm 2 menghasilkan sifat mekanik (kekerasan dan ketahanan abrasi) dan sifat fisik coating weight paling baik jika dibandingkan dengan rapat arus lain, yaitu sebesar 330,89 HV, 36,8 mg massa yang hilang akibat mengalami abrasi, dan 5,302 g/cm 3 untuk nilai coating weight. 2. Rapat arus 2 A/dm 2 menghasilkan lapisan Al 2 O 3 yang sangat tipis sehingga memilki kecenderungan untuk mengalami korosi lebih besar jika dibandingkan dengan rapat arus lain. Sedangkan rapat arus 6 A/dm 2 menghasilkan lapisan yang berkualitas baik disebabkan permukaan lapisan Al 2 O 3 yang terbentuk memiliki porositas rendah. 3. Lapisan Al 2 O 3 dengan tebal 49,05 µm, kekerasan 273,38 HV, dan ketahanan abrasi 37,5 mg yang dihasilkan rapat arus 4 A/dm 2 menghasil ketahanan korosi yang paling baik dengan laju korosi paling rendah, yaitu sebesar 7,86 x mm/yr. 59

86 60 Halaman ini sengaja dikosongkan

87 DAFTAR PUSTAKA Auerkari, P. (1996). Mechanical and Physical Properties of Engineering Alumina Ceramics. VVT Manufacturing Technology. Bhushan, B. (2013). Introduction to Tribology. Ohio: Wiley. Bononi, M., Giovanardi, R., Bozza, A., & Mattioli, P. (2016). Pulsed Current Efect on Hard Anodizing Process of T3 Aluminium Alloy. Surface&Coatings Technology. Bouchama, L., Azzouz, N., Boukmouche N, Chopart, J. P., Daltin, A. L., & Bousnit, Y. (2013). Enhancing Aluminium Corrosion Resistance by Two-Step Anodizing Process. Surface & Coatings Technology, 235, doi: Bozza, A., Giovanardi, R., Manfredini, T., & Mattioli, P. (2015). Pulsed Current Effect on Hard Anodizing Process of T6. Surface & Coatings Technology, 270, doi: Calister, Jr, W. D., & Rethwisch, D. G. (2009). Materials science and engineering an introduction (8 ed.). United States of America: John Wiley & Sons, Inc. de Moura, S. L. (2013). Aluminium Anodizing : The Study of The Structure of The Alumina Layer. University of Barcelona, Physical Chemistry, Barcelona. Dong, H. (2010). Surface Engineering of Light Alloys. Cambridge, United Kingdom: Woodhead. Febriyanti, E. (2011). Optimasi Proses Pelapisan Anodisasi Keras pada Paduan Aluminium. Majalah Metalurgi, 26(ISSN ), Garcia-Martin, J., Gomez-Gil, J., & Vazquez-Sanchez, E. (2011). Non-destructive test based on eddy current testing. PubMed. 61

88 62 Gazapo, J. L., & Gea, J. (1994). TALAT Lecture 5203 : Anodizing of Aluminium. INSEPAL Laminacion (p. 27). Alicante: European Aluminium Association. Jacobs, M. H. (1999). Prescipitation Hardening. Birmingham: European Aluminium Association. Kim, H. s., Kim, D. h., Lee, W., Cho, S. J., Hahn, J. H., & Ahn, H. S. (2010, July 23). Trobological properties of nanoporous anodic aluminium oxide film. Surface & Coating Technology, 205, Klakurkova, L., Julis, M., Celko, L., Horynova, M., Hegr, E., & Svejcar, J. (2015). Analysis of Surface Defect of Aluminium Components with Hard Anodized Layers. Engineering Failure Analysis, 56, doi: Mohamed, A. M., & Samuel, F. H. (2012). A review on the heat treatment of Al-Si-Cu/Mg casting alloys. Material Science, 4, doi: /50282 Mubarok, M. Z., Wahab, Sutarno, & Wahyudi, S. (2015). Effect of anodzing parameters in Tartaric-Sulfuric Acid on coating thickness and corrosion resistance of Al 2024 T3 Alloy. Mineral and Materials Characterization and Engineering, 3, Niu, M. C. (1988). Airframe Structural Design. California: Conmilit Press. Popov, B. N. (2015). Corrosion Engineering: Priciples and Solved Problems. Oxford, United Kingdom: Elsevier. Prasad, S. (2000). Studies on The Hall-Heroult Aluminium Electrowinning Process. Universidade federal de Paraiba, Engenheria Quimica. Campina Grande: Soc. Bras. Quimica. Rana, R. S., Rajesh, P., & Das, S. (2012). Reviews on the influences of alloying elements on the microstructure and mechanical properties of aluminium alloys and aluminium

89 63 alloy composites. International Journal of Scientific and Reasearch Publication, 2(6), 1-7. Rooy, E. L. (1990). ASM Handbook Volume 2 Properties and Selection : Nonferrous Alloys and Special-Perpose Materials. United States of America: ASM International. Smith, W. F. (1993). Foundation of Materials Science and Engineering. New York: McGraw-Hill, Inc. Stevenson, F. M. (1990). ASM Handbook Volume 5 Surface Engineering. United States of America: ASM Handbook. Sujatno, A., Salam, R., Bandriyana, & Dimyati, A. (2015). Studi Scannig Electron Microscopy (SEM) untuk karakterisasi proses oxidasi paduan zirkonium. Jurnal Forum Nuklir, 9(2). Vaillancourt, A., & Travis, A. (2009). Adhesive Technology: Preparation Techniques on Aluminium. Walker, P., & Tarn, W. H. (1991). Handbook of Metal Etchants. New York: CRC Press. Wang, Q., Wenying, Y., & Traub, J. R. (2014, September 18). United States of America Patent No. US A1. Zambuto, M. (1989). Semiconductor Device. Singapore: McGraw- Hill.

90 64 Halaman ini sengaja dikosongkan

91 LAMPIRAN Oksida Aluminium A-1 Lapisan oksida rapat arus 2 A/dm 2 dari sisi samping Oksida Oksida Aluminium A-2 Lapisan oksida rapat arus 4 A/dm 2 dari sisi samping 65

92 66 Oksida Aluminium A-3 Lapisan oksida rapat arus 6 A/dm 2 dari sisi samping

93 BIODATA PENULIS Nama lengkap penulis adalah Muhammad Alief Rizal Romadhoni, lahir di kota Kupang pada tanggal 7 Februari Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis telah menyelesaikan pendidikan formal yaitu SDN Setiamanah Mandiri 1 Cimahi, SMPN 3 Cimahi, dan SMAT Krida Nusantara. Setelah lulus dari SMA, penulis diterima di Depertemen Teknik Fisika ITS. Selama kuliah, penulis telah aktif dalam beberapa organisasi seperti Kepala Departemen Peralatan di Marching Band VSNMC ITS periode , Staf Creative Campaign Earth Hour Surabaya periode , Percussion Caption Head di VSNMC ITS periode dan Asisten Laboratorium Rekayasa Bahan Teknik Fisika ITS Pada saat masa kuliah, penulis mengikuti internship di PT. Dirgantara Indonesia, Divisi Produksi dengan tema studi surface treatment pada bidang hard anodizing material pesawat terbang. Bagi pembaca yang memiliki kritik, saran atau ingin berdiskusi mengenai tugas akhir ini, dapat menghubungi penulis melalui romadhoni28tf@gmail.com 67

Analisa Pengaruh Perubahan Rapat Arus terhadap Pembentukan Passive Layer Al 2 O 3 pada Proses Hard Anodizing Material QQA-250/4, AMS 4037

Analisa Pengaruh Perubahan Rapat Arus terhadap Pembentukan Passive Layer Al 2 O 3 pada Proses Hard Anodizing Material QQA-250/4, AMS 4037 F277 Analisa Pengaruh Perubahan Rapat Arus terhadap Pembentukan Passive Layer Al 2 O 3 pada Proses Hard Anodizing Material QQA-250/4, AMS 4037 Muhammad Alief Rizal Romadhoni 1, Agussalim 2 dan Doty Dewi

Lebih terperinci

Analisa Pengaruh Perubahan Rapat Arus Terhadap Pembentukan Passive Layer Al 2 O 3 Pada Proses Hard Anodizing Material QQA-250/4, AMS 4037

Analisa Pengaruh Perubahan Rapat Arus Terhadap Pembentukan Passive Layer Al 2 O 3 Pada Proses Hard Anodizing Material QQA-250/4, AMS 4037 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-279 Analisa Pengaruh Perubahan Rapat Arus Terhadap Pembentukan Passive Layer Al 2 O 3 Pada Proses Hard Anodizing Material QQA-250/4,

Lebih terperinci

BAB II ALUMINIUM DAN PADUANNYA

BAB II ALUMINIUM DAN PADUANNYA BAB II ALUMINIUM DAN PADUANNYA Aluminium adalah salah satu logam ringan (light metal) dan mempunyai sifat-sifat fisis dan mekanis yang baik, misal kekuatan tarik cukup tinggi, ringan, tahan korosi, formability

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI WAKTU ANODIZING TERHADAP STRUKTUR PERMUKAAN, KETEBALAN LAPISAN OKSIDA DAN KEKERASAN ALUMINIUM 1XXX. Sulaksono Cahyo Prabowo

PENGARUH VARIASI WAKTU ANODIZING TERHADAP STRUKTUR PERMUKAAN, KETEBALAN LAPISAN OKSIDA DAN KEKERASAN ALUMINIUM 1XXX. Sulaksono Cahyo Prabowo 1 PENGARUH VARIASI WAKTU ANODIZING TERHADAP STRUKTUR PERMUKAAN, KETEBALAN LAPISAN OKSIDA DAN KEKERASAN ALUMINIUM 1XXX Sulaksono Cahyo Prabowo Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Pengaruh penambahan konsentrasi..., Martino R. Hutasoit, FT UI, 2008

BAB II DASAR TEORI. Pengaruh penambahan konsentrasi..., Martino R. Hutasoit, FT UI, 2008 BAB II DASAR TEORI 2.1 ALUMINIUM Dalam penggunaan logam di bidang industri, aluminium merupakan logam yang paling banyak kedua digunakan setelah baja. Hal ini berarti dalam klasifikasi logam non ferrous,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA 30 BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Polarisasi Potensiodinamik 4.1.1 Data Laju Korosi (Corrosion Rate) Pengujian polarisasi potensiodinamik dilakukan berdasarkan analisa tafel dan memperlihatkan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI AISI 1020 HASIL ELEKTROPLATING Zn DI MEDIA NaCl. Oleh : Shinta Risma Ingriany ( )

PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI AISI 1020 HASIL ELEKTROPLATING Zn DI MEDIA NaCl. Oleh : Shinta Risma Ingriany ( ) SIDANG TUGAS AKHIR PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI AISI 1020 HASIL ELEKTROPLATING Zn DI MEDIA NaCl Oleh : Shinta Risma Ingriany (2706100025) Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sulistijono,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Anodizing Hasil anodizing aluminium 1XXX dengan variasi intensitas arus 0,016A/mm 2, 0,022A/mm 2, 0,028A/mm² dan waktu pencelupan 10 menit, terdapat kegagalan atau

Lebih terperinci

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERSETUJUAN... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERSETUJUAN... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERSETUJUAN... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v vi ix xi xii BAB 1

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Laju Korosi Baja Karbon Pengujian analisis dilakukan untuk mengetahui prilaku korosi dan laju korosi baja karbon dalam suatu larutan. Pengujian ini dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Untuk mempermudah penelitian proses anodizing maka dibuat diagram alir penelitian proses anodizing, dapat ditunjukkan pada Gambar 3.1. Mulai Observasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka. Aluminium adalah material logam yang banyak digunakan pada berbagai macam aplikasi seperti di bidang industri hingga keperluan rumah tangga. Alumunium memiliki

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR. oleh : Rosalia Ishida NRP Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA Dr. Hosta Ardhyananta, ST, MSc

SIDANG TUGAS AKHIR. oleh : Rosalia Ishida NRP Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA Dr. Hosta Ardhyananta, ST, MSc SIDANG TUGAS AKHIR oleh : Rosalia Ishida NRP 2706 100 005 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA Dr. Hosta Ardhyananta, ST, MSc Dalam penggunaannya, baja sering mengalami kerusakan, salah satunya

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PERLAKUAN PANAS PADA ALUMINIUM

BAB IV PROSES PERLAKUAN PANAS PADA ALUMINIUM BAB IV PROSES PERLAKUAN PANAS PADA ALUMINIUM 4.1. Proses Perlakuan Panas pada Aluminium Proses perlakuan panas merupakan suatu proses yang mengacu pada proses pemanasan dan pendinginan, dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) Sudaryatno Sudirham ing Utari Mengenal Sifat-Sifat Material (1) 16-2 Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) BAB 16 Oksidasi dan Korosi Dalam reaksi kimia di mana oksigen tertambahkan

Lebih terperinci

Mengubah energi kimia menjadi energi listrik Mengubah energi listrik menjadi energi kimia Katoda sebagi kutub positif, anoda sebagai kutub negatif

Mengubah energi kimia menjadi energi listrik Mengubah energi listrik menjadi energi kimia Katoda sebagi kutub positif, anoda sebagai kutub negatif TUGAS 1 ELEKTROKIMIA Di kelas X, anda telah mempelajari bilangan oksidasi dan reaksi redoks. Reaksi redoks adalah reaksi reduksi dan oksidasi. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membuat suatu produk, bahan teknik merupakan komponen. yang penting disamping komponen lainnya. Para perancang, para

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membuat suatu produk, bahan teknik merupakan komponen. yang penting disamping komponen lainnya. Para perancang, para 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam membuat suatu produk, bahan teknik merupakan komponen yang penting disamping komponen lainnya. Para perancang, para pengambil keputusan dan para ahli produksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. ALUMINIUM Aluminium merupakan logam dengan karakteristik massa jenis yang relative rendah (2,7 g/cm 3 ), terletak pada golongan IIIA, dan memiliki nomor atom 13, memiliki konduktivitas

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian eksperimental nyata (true experimental research). Dalam hal ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian eksperimental nyata (true experimental research). Dalam hal ini BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metoda Penelitian Metoda penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda penelitian eksperimental nyata (true experimental research). Dalam hal ini penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI LARUTAN NaCl TERHADAP KETAHANAN KOROSI HASIL ELEKTROPLATING Zn PADA COLDROLLED STEEL AISI 1020

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI LARUTAN NaCl TERHADAP KETAHANAN KOROSI HASIL ELEKTROPLATING Zn PADA COLDROLLED STEEL AISI 1020 SIDANG TUGAS AKHIR PENGARUH VARIASI KONSENTRASI LARUTAN NaCl TERHADAP KETAHANAN KOROSI HASIL ELEKTROPLATING Zn PADA COLDROLLED STEEL AISI 1020 Oleh: Pathya Rupajati (2706 100 039) Dosen Pembimbing: Prof.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penemuan logam memberikan manfaat yang sangat besar bagi. kehidupan manusia. Dengan ditemukannya logam, manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. Penemuan logam memberikan manfaat yang sangat besar bagi. kehidupan manusia. Dengan ditemukannya logam, manusia dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penemuan logam memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Dengan ditemukannya logam, manusia dapat membuat serta menciptakan alat-alat yang dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

Pengaruh Waktu Penahanan Artificial Aging Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Coran Paduan Al-7%Si

Pengaruh Waktu Penahanan Artificial Aging Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Coran Paduan Al-7%Si Pengaruh Waktu Penahanan Artificial Aging Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Coran Paduan Al-7%Si Fuad Abdillah*) Dosen PTM Otomotif IKIP Veteran Semarang Abstrak Waktu penahanan pada temperatur

Lebih terperinci

VARIASI RAPAT ARUS DALAM PROSES PELAPISAN KHROMIUM KERAS PADA CINCIN TORAK. Yusep Sukrawan 1

VARIASI RAPAT ARUS DALAM PROSES PELAPISAN KHROMIUM KERAS PADA CINCIN TORAK. Yusep Sukrawan 1 VARIASI RAPAT ARUS DALAM PROSES PELAPISAN KHROMIUM KERAS PADA CINCIN TORAK Yusep Sukrawan 1 ABSTRAK VARIASI RAPAT ARUS DALAM PROSES PELAPISAN KHROMIUM KERAS PADA CINCIN TORAK. Pelapisan khromium keras

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH ARUS PADA PROSES ANODISASI ALUMINUM TERHADAP KETEBALAN LAPISAN OKSIDA DAN LAJU KOROSI

PENGARUH ARUS PADA PROSES ANODISASI ALUMINUM TERHADAP KETEBALAN LAPISAN OKSIDA DAN LAJU KOROSI PENGARUH ARUS PADA PROSES ANODISASI ALUMINUM TERHADAP KETEBALAN LAPISAN OKSIDA DAN LAJU KOROSI Agung Setyo Darmawan 1, Tri Widodo Besar Riyadi 2 1 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara Untuk mengetahui laju korosi baja karbon dalam lingkungan elektrolit jenuh udara, maka dilakukan uji korosi dengan

Lebih terperinci

PENGARUH KUAT ARUS PADA PROSES ANODIZING TERHADAP KARAKTERISTIK VELG MOBIL MERK BSA

PENGARUH KUAT ARUS PADA PROSES ANODIZING TERHADAP KARAKTERISTIK VELG MOBIL MERK BSA 34 PENGARUH KUAT ARUS PADA PROSES ANODIZING TERHADAP KARAKTERISTIK VELG MOBIL MERK BSA Hanung Hermawan 1), Nani Mulyaningsih 2), Catur Pramono 3) 1 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Tidar

Lebih terperinci

PERCOBAAN LOGAM KOROSI BASAH DAN KOROSI ATMOSFERIK

PERCOBAAN LOGAM KOROSI BASAH DAN KOROSI ATMOSFERIK LAPORAN RESMI PRAKTIKUM REKAYASA BAHAN P1 PERCOBAAN LOGAM KOROSI BASAH DAN KOROSI ATMOSFERIK DIONISIUS ANDY K NRP 2412.100.106 ASISTEN NUR KHOLIS JAUHARI NRP 2411.100.093 PROGRAM STUDI S1 TEKNIK FISIKA

Lebih terperinci

Sidang TUGAS AKHIR. Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir.Sulistijono,DEA

Sidang TUGAS AKHIR. Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir.Sulistijono,DEA Sidang TUGAS AKHIR Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir.Sulistijono,DEA Latar Belakang Abdul Latif Murabbi / 2708.100.088 Batasan Masalah Abdul Latif Murabbi / 2708.100.088 PERMASALAHAN Abdul Latif Mrabbi /

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV. 1 Analisis Hasil Pengujian Metalografi dan Spektrometri Sampel Baja Karbon Dari hasil uji material pipa pengalir hard water (Lampiran A.1), pipa tersebut terbuat dari baja

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan prosedur pengujian pada Bab III maka didapatkan hasil pengujian Imersi, Potensiodinamik dan SEM sebagai berikut : 4.1 Hasil Pengujian Immerse Dari hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.1. Tempat penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Jurusan Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Surakarta 3.1.2. Alat dan bahan 3.2.1 Alat Alat yang dipergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Aluminium merupakan jenis logam yang banyak digunakan dalam industri maupun rumah tangga. Aluminium banyak dimanfaatkan dikarenakan memiliki kelebihan diantaranya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 24 3.1. Metodologi penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan menggunakan diagram alir seperti Gambar 3.1. PEMOTONGAN SAMPEL UJI KEKERASAN POLARISASI DICELUPKAN DALAM LARUTAN DARAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang selalu. sehingga tercipta alat-alat canggih dan efisien sebagai alat bantu dalam

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang selalu. sehingga tercipta alat-alat canggih dan efisien sebagai alat bantu dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin tinggi kebutuhan dan tuntutan hidup manusia, membuat manusia berpikir dengan akal dan budinya seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 PENGAMATAN VISUAL Pengamatan visual dilakukan terhadap sampel sebelum dilakukan proses anodisasi dan setelah proses anodisasi. Untuk sampel yang telah mengalami proses anodisasi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat pengambilan data bertempat di Laboratorium Bahan Teknik

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat pengambilan data bertempat di Laboratorium Bahan Teknik BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Waktu dan tempat analisis sebagai berikut : 1. Tempat pengambilan data bertempat di Laboratorium Bahan Teknik Departemen Teknik Mesin Sekolah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengujian anodizing pada aluminium seri 1xxx, maka diperoleh data-data pengujian yang kemudian dijabarkan melalui beberapa sub-sub pembahasan dari masing-masing

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. II.1. Electrorefining

BAB II PEMBAHASAN. II.1. Electrorefining BAB II PEMBAHASAN II.1. Electrorefining Electrorefining adalah proses pemurnian secara elektrolisis dimana logam yangingin ditingkatkan kadarnya (logam yang masih cukup banyak mengandung pengotor)digunakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil-hasil pengujian yang telah dilakukan pada material hasil proses pembuatan komposit matrik logam dengan metode semisolid dan pembahasannya disampaikan pada bab ini. 4.1

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl

PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl Abdur Rozak 2709100004 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan ST, M.sc. Latar Belakang

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN Laporan Tugas Akhir PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN Nama Mahasiswa : I Made Pasek Kimiartha NRP

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Uji Korosi Dari pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil berupa data hasil perhitungan weight loss, laju korosi dan efisiensi inhibitor dalam Tabel

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT MEKANIK MATERIAL TROMOL REM SEPEDA MOTOR DENGAN PENAMBAHAN UNSUR CHROMIUM TRIOXIDE ANHYDROUS (CrO 3 )

ANALISIS SIFAT MEKANIK MATERIAL TROMOL REM SEPEDA MOTOR DENGAN PENAMBAHAN UNSUR CHROMIUM TRIOXIDE ANHYDROUS (CrO 3 ) Nama : Gilang Adythia NPM : 23409095 Jurusan : Teknik Mesin Pembimbing: Ir. Tri Mulyanto, MT ANALISIS SIFAT MEKANIK MATERIAL TROMOL REM SEPEDA MOTOR DENGAN PENAMBAHAN UNSUR CHROMIUM TRIOXIDE ANHYDROUS

Lebih terperinci

STUDI PELAPISAN KROM PADA BAJA KARBON DENGAN VARIASI WAKTU PENCELUPAN 10, 20, 30, 40, 50 MENIT DAN TEGANGAN 9 VOLT DENGAN ARUS 5 AMPERE

STUDI PELAPISAN KROM PADA BAJA KARBON DENGAN VARIASI WAKTU PENCELUPAN 10, 20, 30, 40, 50 MENIT DAN TEGANGAN 9 VOLT DENGAN ARUS 5 AMPERE STUDI PELAPISAN KROM PADA BAJA KARBON DENGAN VARIASI WAKTU PENCELUPAN 10, 20, 30, 40, 50 MENIT DAN TEGANGAN 9 VOLT DENGAN ARUS 5 AMPERE Disusun Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Jurusan

Lebih terperinci

ANALISIS KEGAGALAN PISTON SEPEDA MOTOR BENSIN 110 cc

ANALISIS KEGAGALAN PISTON SEPEDA MOTOR BENSIN 110 cc D.22. Analisis Kegagalan Piston Sepeda Motor Bensin 110 cc (Sri Nugroho) ANALISIS KEGAGALAN PISTON SEPEDA MOTOR BENSIN 110 cc Sri Nugroho dan Azis Purwanto Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UNDIP Jl.

Lebih terperinci

PENGARUH KUAT ARUS DAN WAKTU TERHADAP HASIL PEWARNAAN DAN MASSA ALUMINIUM PADA PROSES ANODIZING DENGAN ELEKTROLIT H 2 SO 4 15%

PENGARUH KUAT ARUS DAN WAKTU TERHADAP HASIL PEWARNAAN DAN MASSA ALUMINIUM PADA PROSES ANODIZING DENGAN ELEKTROLIT H 2 SO 4 15% PENGARUH KUAT ARUS DAN WAKTU TERHADAP HASIL PEWARNAAN DAN MASSA ALUMINIUM PADA PROSES ANODIZING DENGAN ELEKTROLIT H 2 SO 4 15% Arif Andrianto*, Suwardiyono, Laeli Kurniasari Jurusan Teknik Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1 FENOMENA FADING PADA KOMPOSISI PADUAN AC4B Pengujian komposisi dilakukan pada paduan AC4B tanpa penambahan Ti, dengan penambahan Ti di awal, dan dengan penambahan

Lebih terperinci

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP Pengaruh Variasi Bentuk dan Ukuran Scratch Polyethylene Wrap Terhadap Proteksi Katodik Anoda Tumbal Al-Alloy pada Baja AISI 1045 di Lingkungan Air Laut Moch. Novian Dermantoro NRP. 2708100080 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi dapat didefinisikan sebagai penurunan mutu suatu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, yang melibatkan pergerakan ion logam ke dalam larutan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER. NAMA : BUDI RIYONO NPM : KELAS : 4ic03

PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER. NAMA : BUDI RIYONO NPM : KELAS : 4ic03 PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER NAMA : BUDI RIYONO NPM : 21410473 KELAS : 4ic03 LATAR BELAKANG MASALAH Dewasa ini perkembangan dunia otomotif sangat berkembang dengan pesat, begitu juga halnya dengan

Lebih terperinci

Pengaruh Jarak Anoda-Katoda dan Durasi Pelapisan Terhadap Laju Korosi pada Hasil Electroplating Hard Chrome

Pengaruh Jarak Anoda-Katoda dan Durasi Pelapisan Terhadap Laju Korosi pada Hasil Electroplating Hard Chrome JTERA - Jurnal Teknologi Rekayasa, Vol. 1, No. 1, Desember 2016, Hal. 1-6 ISSN 2548-737X Pengaruh Jarak Anoda-Katoda dan Durasi Pelapisan Terhadap Laju Korosi pada Hasil Electroplating Hard Chrome Abid

Lebih terperinci

Elektrokimia. Sel Volta

Elektrokimia. Sel Volta TI222 Kimia lanjut 09 / 01 47 Sel Volta Elektrokimia Sel Volta adalah sel elektrokimia yang menghasilkan arus listrik sebagai akibat terjadinya reaksi pada kedua elektroda secara spontan Misalnya : sebatang

Lebih terperinci

Momentum, Vol. 13, No. 2, Oktober 2017, Hal ISSN

Momentum, Vol. 13, No. 2, Oktober 2017, Hal ISSN Momentum, Vol. 13, No. 2, Oktober 217, Hal. 19-24 ISSN 216-7395 PENGARUH TEGANGAN PELAPISAN NIKEL PADA TEMBAGA DALAM PELAPISAN KHROM DEKORATIF TERHADAP KETEBALAN, KEKERASAN DAN KEKASARAN LAPISAN Musa Assegaff

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA ANODA KORBAN ALUMINIUM GALVALUM III TERHADAP LAJU KOROSI PELAT BAJA KARBON ASTM A380 GRADE C

PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA ANODA KORBAN ALUMINIUM GALVALUM III TERHADAP LAJU KOROSI PELAT BAJA KARBON ASTM A380 GRADE C PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA ANODA KORBAN ALUMINIUM GALVALUM III TERHADAP LAJU KOROSI PELAT BAJA KARBON ASTM A380 GRADE C Kharisma Permatasari 1108100021 Dosen Pembimbing : Dr. M. Zainuri, M.Si JURUSAN

Lebih terperinci

TES AWAL II KIMIA DASAR II (KI-112)

TES AWAL II KIMIA DASAR II (KI-112) TES AWAL II KIMIA DASAR II (KI112) NAMA : Tanda Tangan N I M : JURUSAN :... BERBAGAI DATA. Tetapan gas R = 0,082 L atm mol 1 K 1 = 1,987 kal mol 1 K 1 = 8,314 J mol 1 K 1 Tetapan Avogadro = 6,023 x 10

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aluminium digunakan secara luas, karena mempunyai sifat sifat seperti

I. PENDAHULUAN. Aluminium digunakan secara luas, karena mempunyai sifat sifat seperti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aluminium digunakan secara luas, karena mempunyai sifat sifat seperti ringan, bercahaya, daya hantar listrik tinggi, dan mudah dipadukan dengan unsur unsur lain. Sifat

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Oleh : Agus Solehudin Dipresentasikan pada : Seminar Nasional VII Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Diselenggarakan

Lebih terperinci

PRODUKSI GAS HIDROGEN MELALUI PROSES ELEKTROLISIS SEBAGAI SUMBER ENERGI

PRODUKSI GAS HIDROGEN MELALUI PROSES ELEKTROLISIS SEBAGAI SUMBER ENERGI PRODUKSI GAS HIDROGEN MELALUI PROSES ELEKTROLISIS SEBAGAI SUMBER ENERGI Oleh: Ni Made Ayu Yasmitha Andewi 3307.100.021 Dosen Pembimbing: Prof. Dr.Ir. Wahyono Hadi, M.Sc JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK Bambang Suharnadi Program Diploma Teknik Mesin Sekolah Vokasi UGM suharnadi@ugm.ac.id Nugroho Santoso Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permukaan bumi dan paling berlimpah ketiga. Melimpahnya aluminium

BAB I PENDAHULUAN. permukaan bumi dan paling berlimpah ketiga. Melimpahnya aluminium BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aluminium merupakan elemen yang berjumlah sekitar 8% dari permukaan bumi dan paling berlimpah ketiga. Melimpahnya aluminium menjadikanya salah satu logam yang sering

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG NASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Pengukuran laju korosi logam tembaga dilakukan dengan menggunakan tiga metode pengukuran dalam larutan aqua regia pada ph yaitu 1,79; 2,89; 4,72 dan 6,80. Pengukuran pada berbagai

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI CuCN DAN GELATIN DALAM ELEKTROLIT GEL CuCN TERHADAP KETEBALAN LAPISAN TEMBAGA PADA ELEKTROPLATING BAJA JIS G 3141

PENGARUH KONSENTRASI CuCN DAN GELATIN DALAM ELEKTROLIT GEL CuCN TERHADAP KETEBALAN LAPISAN TEMBAGA PADA ELEKTROPLATING BAJA JIS G 3141 PENGARUH KONSENTRASI CuCN DAN GELATIN DALAM ELEKTROLIT GEL CuCN TERHADAP KETEBALAN LAPISAN TEMBAGA PADA ELEKTROPLATING BAJA JIS G 3141 TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik 1 METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik Tool Steel (Baja Perkakas) 2 W Pengerasan dengan air (Water hardening) Pengerjaan Dingin (Cold Work) O Pengerasan dengan oli (Oil hardening) A Pengerasan dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proses Celup panas (Hot Dipping) Pelapisan hot dipping adalah pelapisan logam dengan cara mencelupkan pada sebuah material yang terlebih dahulu dilebur dari bentuk padat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manufacturing dan automotive, maka banyak sekali inovasi-inovasi maupun

BAB I PENDAHULUAN. manufacturing dan automotive, maka banyak sekali inovasi-inovasi maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan semakin berkembangnya dunia industri, khususnya dunia manufacturing dan automotive, maka banyak sekali inovasi-inovasi maupun penemuan baru yang terdapat dalam

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #11

Pembahasan Materi #11 1 TIN107 Material Teknik Pembahasan 2 Tool Steel Sidat dan Jenis Stainless Steel Cast Iron Jenis, Sifat, dan Keterbatasan Non-Ferrous Alloys Logam Tahan Panas 1 Tool Steel (Baja Perkakas) 3 W Pengerasan

Lebih terperinci

SKRIPSI. PENGARUH PENAMBAHAN SILIKON TERHADAP LAJU KOROSI PADA PADUAN PERUNGGU TIMAH PUTIH ( 85 Cu 15 Sn ) Oleh : Yoppi Eka Saputra NIM :

SKRIPSI. PENGARUH PENAMBAHAN SILIKON TERHADAP LAJU KOROSI PADA PADUAN PERUNGGU TIMAH PUTIH ( 85 Cu 15 Sn ) Oleh : Yoppi Eka Saputra NIM : SKRIPSI PENGARUH PENAMBAHAN SILIKON TERHADAP LAJU KOROSI PADA PADUAN PERUNGGU TIMAH PUTIH ( 85 Cu 15 Sn ) Oleh : Yoppi Eka Saputra NIM : 1104305004 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

Elektrokimia. Tim Kimia FTP

Elektrokimia. Tim Kimia FTP Elektrokimia Tim Kimia FTP KONSEP ELEKTROKIMIA Dalam arti yang sempit elektrokimia adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam sel elektrokimia. Sel jenis ini merupakan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH ANNEALING 290 C PADA PELAT ALUMINUM PADUAN (Al-Fe) DENGAN VARIASI HOLDING TIME 30 MENIT DAN 50 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam proses pembuatan komponen-komponen atau peralatan-peralatan permesinan dan industri, dibutuhkan material dengan sifat yang tinggi maupun ketahanan korosi yang

Lebih terperinci

Redoks dan Elektrokimia Tim Kimia FTP

Redoks dan Elektrokimia Tim Kimia FTP Redoks dan Elektrokimia Tim Kimia FTP KONSEP ELEKTROKIMIA Dalam arti yang sempit elektrokimia adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam sel elektrokimia. Sel jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aluminium merupakan jenis logam yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Material ini dipergunakan dalam bidang yang luas bukan saja dalam alat-alat rumah

Lebih terperinci

Aryo Cahyo T 1, Budi Agung K, ST, M.Sc 2, Ir Rochman Rochiem, M.Sc 2

Aryo Cahyo T 1, Budi Agung K, ST, M.Sc 2, Ir Rochman Rochiem, M.Sc 2 ANALISIS PENGARUH PENGELASAN ULANG ALUMINIUM 5083 DENGAN METODE GAS METAL ARC WELDING (GMAW) TERHADAP SIFAT MEKANIK, STRUKTUR MIKRO DAN KETAHANAN KOROSINYA Aryo Cahyo T 1, Budi Agung K, ST, M.Sc 2, Ir

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007) BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Proses pengelasan semakin berkembang seiring pertumbuhan industri, khususnya di bidang konstruksi. Banyak metode pengelasan yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Klasifikasi Baja [7]

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Klasifikasi Baja [7] BAB II DASAR TEORI 2.1 BAJA Baja merupakan material yang paling banyak digunakan karena relatif murah dan mudah dibentuk. Pada penelitian ini material yang digunakan adalah baja dengan jenis baja karbon

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Tempat pengambilan data bertempat di Laboratorium Bahan Teknik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Tempat pengambilan data bertempat di Laboratorium Bahan Teknik BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Tempat dan Waktu Pelaksanaan Waktu dan tempat analisis sebagai berikut : 1. Tempat pengambilan data bertempat di Laboratorium Bahan Teknik Departemen Teknik Mesin Sekolah

Lebih terperinci

Sulistyani, M.Si.

Sulistyani, M.Si. Sulistyani, M.Si. sulistyani@uny.ac.id Reaksi oksidasi: perubahan kimia suatu spesies (atom, unsur, molekul) melepaskan elektron. Cu Cu 2+ + 2e Reaksi reduksi: perubahan kimia suatu spesies (atom, unsur,

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pengertian Korosi Korosi berasal dari bahasa Latin corrous yang berarti menggerogoti. Korosi didefinisikan sebagai berkurangnya kualitas suatu material (biasanya berupa logam

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI WAKTU ANODIZING TERHADAP STRUKTUR PERMUKAAN, KETEBALAN LAPISAN OKSIDA DAN KEKERASAN ALUMINIUM 1XXX

PENGARUH VARIASI WAKTU ANODIZING TERHADAP STRUKTUR PERMUKAAN, KETEBALAN LAPISAN OKSIDA DAN KEKERASAN ALUMINIUM 1XXX PENGARUH VARIASI WAKTU ANODIZING TERHADAP STRUKTUR PERMUKAAN, KETEBALAN LAPISAN OKSIDA DAN KEKERASAN ALUMINIUM 1XXX TUGAS AKHIR Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Strata-1 Pada Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aluminium sering digunakan untuk pabrikasi. Karena aluminium memiliki sifat yang lunak dan mudah di bentuk di bandingkan dengan material logam lainnya. Untuk segi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Proses pelapisan plastik ABS dengan menggunakan metode elektroplating dilaksanakan di PT. Rekayasa Plating Cimahi, sedangkan pengukuran kekasaran, ketebalan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Metode Penelitian Adapun langkah-langkah pengerjaan dalam penelitian ini adalah pertama mengambil sampel baja karbon dari pabrik tekstil yang merupakan bagian dari pipa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh variasi..., Agung Prasetyo, FT UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh variasi..., Agung Prasetyo, FT UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan beberapa tahun terakhir dalam hal material bioaktif, polimer, material komposit dan keramik, serta kecenderungan masa depan kearah sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anodizing atau yang dikenal dengan nama pelapisan logam (plating) atau (surface treatment), adalah suatu perlakuan permukaan untuk melapisi permukaan logam agar terlindung

Lebih terperinci

PENGARUH KUAT ARUS LISTRIK TERHADAP KEKERASAN, KECERAHAN DAN KETEBALAN LAPISAN OKSIDA HASIL PROSES ANODIZING PADA ALUMINIUM

PENGARUH KUAT ARUS LISTRIK TERHADAP KEKERASAN, KECERAHAN DAN KETEBALAN LAPISAN OKSIDA HASIL PROSES ANODIZING PADA ALUMINIUM PENGARUH KUAT ARUS LISTRIK TERHADAP KEKERASAN, KECERAHAN DAN KETEBALAN LAPISAN OKSIDA HASIL PROSES ANODIZING PADA ALUMINIUM Wawan Hartanto Program Studi S-1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

Hand Out HUKUM FARADAY. PPG (Pendidikan Profesi Guru) yang dibina oleh Pak I Wayan Dasna. Oleh: LAURENSIUS E. SERAN.

Hand Out HUKUM FARADAY. PPG (Pendidikan Profesi Guru) yang dibina oleh Pak I Wayan Dasna. Oleh: LAURENSIUS E. SERAN. Hand Out HUKUM FARADAY Disusun untuk memenuhi tugas work shop PPG (Pendidikan Profesi Guru) yang dibina oleh Pak I Wayan Dasna Oleh: LAURENSIUS E. SERAN 607332411998 Emel.seran@yahoo.com UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH TEGANGAN DAN SUHU ELEKTROLIT PADA KUALITAS PEWARNAAN KOMPOSIT AL 6061 ABU BATUBARA

ANALISA PENGARUH TEGANGAN DAN SUHU ELEKTROLIT PADA KUALITAS PEWARNAAN KOMPOSIT AL 6061 ABU BATUBARA ANALISA PENGARUH TEGANGAN DAN SUHU ELEKTROLIT PADA KUALITAS PEWARNAAN KOMPOSIT AL 6061 ABU BATUBARA Zainun Achmad Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif.

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif. Hal ini karena alumina memiliki sifat fisis

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN PADUAN AL-SI (SERI 4032) TERHADAP HASIL PENGECORAN Ir. Drs Budiyanto Dosen Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAK Proses produksi

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRSI CaCO 3 TERHADAP SIFAT KOROSI BAJA ST.37 DENGAN COATING PANi (HCl) CaCO 3

PENGARUH KONSENTRSI CaCO 3 TERHADAP SIFAT KOROSI BAJA ST.37 DENGAN COATING PANi (HCl) CaCO 3 Tugas Akhir PENGARUH KONSENTRSI CaCO 3 TERHADAP SIFAT KOROSI BAJA ST.37 DENGAN COATING PANi (HCl) CaCO 3 Oleh: Ahmad Hijazi 1106 100 018 Pembimbing: Drs. Suminar Pratapa, M.Sc., ph.d. JURUSAN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS

PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS Pengaruh Penambahan Mg Terhadap Sifat Kekerasan dan... ( Mugiono) PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

Nama Kelompok : Adik kurniyawati putri Annisa halimatus syadi ah Alfie putri rachmasari Aprita silka harmi Arief isnanto.

Nama Kelompok : Adik kurniyawati putri Annisa halimatus syadi ah Alfie putri rachmasari Aprita silka harmi Arief isnanto. Nama Kelompok : Adik kurniyawati putri Annisa halimatus syadi ah Alfie putri rachmasari Aprita silka harmi Arief isnanto III Non Reguler JURUSAN ANALISA FARMASI DAN MAKANAN POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II

Lebih terperinci