HAMBATAN INVESTASI DARI SUDUT PANDANG TATA RUANG WILAYAH DAN PENGAKUAN TERHADAP HAK ULAYAT. Oleh Fitri*) Abstrak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HAMBATAN INVESTASI DARI SUDUT PANDANG TATA RUANG WILAYAH DAN PENGAKUAN TERHADAP HAK ULAYAT. Oleh Fitri*) Abstrak"

Transkripsi

1 HAMBATAN INVESTASI DARI SUDUT PANDANG TATA RUANG WILAYAH DAN PENGAKUAN TERHADAP HAK ULAYAT Oleh *) Abstrak Faktor yang berpengaruh dalam bidang investasi yaitu dari sudut pandang tata ruang wilayah dan pengakuan terhadap hak ulayat. Sehingga permasalahan yang akan dibahas adalah hambatan investasi dari sudut pandang tersebut serta analisis mengenai Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No. 32 Tahun 2011 ditinjau dari pengakuan atas hak ulayat masyarakat hukum adat, tata ruang dan kepastian berinvestasi. Analisis ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yang bersifat deskriptif melalui peraturan perundang-undangan. Hasil analisis yang didapat adalah ketidakpastian penataan ruang wilayah daerah-daerah di Indonesia akan mengakibatkan keengganan investor untuk menanamkan modalnya serta ketidakpastian hukum pada wilayah masyarakat hukum adat yang menimbulkan banyak konflik antara masyarakat hukum adat dengan investor yang akan menimbulkan kerugian besar di kedua belah pihak. Dengan diakui eksistensinya masyarakat Baduy dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No. 32 Tahun 2011, maka memberikan kepastian perlindungan bagi masyarakat adat itu sendiri dan pihak luar yang akan berinvestasi. Kata Kunci : Investasi, wilayah, investor, ulayat, adat A. PENDAHULUAN Indonesia termasuk negara berkembang yang diantara kegiatan usaha perekonomian nasionalnya adalah Penanaman Modal. Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia. Dalam suatu negara Penanaman Modal memiliki tujuan untuk mengolah potensi ekonomi menjadi suatu kekuatan ekonomi yang nyata. Dewasa ini perkembangan penanaman modal asing sering sekali mendapatkan hambatanhambatan yang mengakibatkan iklim usaha investasi yang kurang kondusif di Indonesia. Investasi merupakan sektor yang paling berpengaruh dalam setiap perekonomian suatu negara. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan merujuk pada besaran investasi maka kita dapat memperkirakan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai negara yang bersangkutan. Tantangan Indonesia dalam membangkitkan lagi peluang bisnis di daerah dewasa ini sangatlah berat oleh karena adanya beberapa faktor yang berpengaruh. Dewasa ini perkembangan penanaman modal sering sekali mendapatkan hambatan-hambatan yang mengakibatkan iklim usaha investasi yang kurang kondusif di Indonesia. Permasalahan yang dihadapi secara garis besar yaitu belum optimal pelaksanaan harmonisasi antara pusat dan daerah, tingginya *) Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh-Yusuf Tangerang Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 1

2 biaya perizinan untuk berinvestasi, masih cukup banyak peraturan daerah yang menghambat iklim investasi, kondisi sosial dan keamanan yang belum kondusif. Salah satu permasalahan tersebut yang dihadapi saat ini yaitu hambatan investasi dari sudut pandang tata ruang wilayah dan pengakuan terhadap hak ulayat, yaitu ketidakpastian lokasi yang dapat dijadikan tempat investasi karena masih banyaknya daerah yang belum memiliki rencana tata ruang wilayah sehingga mengakibatkan investor enggan untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Selain itu, adanya ketidakpastian wilayah hukum adat sehingga menimbulkan bentrok antara investor dan masyarakat itu sendiri. Dari 365 Kelompok Etnik Masyarakat Adat yang secara resmi diakui oleh Direktorat Jenderat Komunitan Adat Terpencil, Kementerian Sosial, baru 11 kelompok adat yang ditetapkan dalam perda terkait tanah adat/ulayat. Dari 11 kelompok adat tersebut, hanya 1 yang dapat dilanjutkan dengan proses penetapan di Badan Pertanahan Nasional sehingga hak ulayat masyarakat hukum adat masih belum banyak yang mendapat penetapan dalam peraturan daerah padahal hak ulayat merupakan hak asasi manusia yang diakui dan dilindungi konstitusi. Penetapan dari Badan Pertanahan Nasional adalah Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No. 32 Tahun Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang dirumuskan dalam makalah ini terdiri dari beberapa pertanyaan yaitu: 1. Bagaimana hambatan investasi dari sudut pandang tata ruang wilayah dan pengakuan terhadap hak ulayat? 2. Bagaimana analisa mengenai Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No. 32 Tahun 2001 ditinjau dari Hukum Agraria, Tata Ruang, dan kepastian berinvestasi? B. PEMBAHASAN Pengertian Investasi Penanaman modal sering juga disebut investasi yang diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan dana yang dimiliki dengan menanamkan ke usaha atau proyek yang produktif, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan harapan selain mendapat pengembalian modal awalnya di kemudian hari, tentunya pemilik modal juga akan mendapatkan sejumlah keuntungan dari penanaman modal dimaksud. 1 Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang- Undang No. 25 Tahun 2007, penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. Dalam Kamus Istilah Keuangan dan Investasi digunakan istilah investment (investasi) yang mempunyai arti penggunaan modal untuk menciptakan uang, baik melalui sarana yang menghasilkan pendapatan maupun melalui ventura, yang lebih berorientasi ke resiko yang dirancang untuk mendapatkan modal. Investasi dapat pula berarti menunjuk ke suatu investasi keuangan (dimana investor menempatkan uang ke dalam suatu sarana) atau menunjuk ke investasi suatu usaha 1 Pengertian penanaman modal dipersamakan dengan investasi, yang merupakan terjemahan dari istilah investment dalam bahasa Inggris. Lihat John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, cetakan XXIII, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996, hlm 330. Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 2

3 atau waktu seseorang yang ingin memetik keuntungan dari keberhasilan pekerjaannnya. 2 Dalam Kamus Hukum Ekonomi, Investasi yang berarti penanaman modal yang biasanya dilakukan untuk jangka panjang misalnya berupa pengadaan aktiva tetap perusahaan atau membeli sekuritas dengan maksud untuk mem-peroleh keuntungan. 3 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan investasi berarti pertama penanaman atau modal di suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan; dan kedua, jumlah uang atau modal yang ditanam. 4 Setiap usaha investasi harus diarahkan kepada kesejahteraan masyarakat. Artinya, dengan adanya investasi yang ditanamkan para investor dapat meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia. Secara umum ada tiga faktor yang mempengaruhi minat suatu negara berinvestasi di negara lain, yakni faktor ekonomi, stabilitas politik, dan kepastian hukum. 5 Dalam menanamkan modal dengan tujuan dan arah pembangunan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Program Pembangunan Nasional (PROPE- 2 Lihat John dan Jordon Elliot Goodman, Kamus Istilah Keuangan dan Investasi, alih bahasa oleh Soesanto Budhidarmo, Jakarta: Elex Media Komputendo, 1994), hlm A.F. Elly Erawaty dan J.S. Badudu, Kamus Hukum Ekonomi Indonesia Inggris, (Jakarta: ELIPS Pendahuluan, 1996) hlm Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (Jakarta: Balai Pustaka edisi keempat, 1995), hlm Erman Rajagukguk et.al., Modul Kuliah Hukum tentang Investasi Swasta dan Pembangunan (Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005). NAS) yakni berusaha mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur, di mana masyarakat adil dan makmur itu akan diwujudkan melalui pembangunan di berbagai bidang, diantaranya bidang ekonomi. 6 Arah pembangunan ekonomi Indonesia sebagaimana yang terkandung di dalam konstitusi menempatkan penanaman modal dalam negeri pada tempat yang mempunyai makna filosofis yang dalam. Hal tersebut sudah dianut sejak dari semula ketika kemerdekaan Indonesia diproklamirkan. Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) UUD 1945 menyebutkan bahwa (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas kekeluargaan dan (4) perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi sosial. Prinsip kebersamaan mempunyai makna bahwa rakyat Indonesia secara bersama-sama memiliki tanggung jawab untuk menyukseskan pembangunan nasional, sedang prinsip kemandirian memiliki makna bahwa pembangunan nasional harus dilaksanakan oleh bangsa Indonesia secara mandiri. 7 Penanaman modal merupakan kegiatan yang mengandung risiko, baik risiko yang berkaitan dengan nilai riil (real value) dari modal yang ditanamkan, maupun risiko yang berkaitan dengan ketidakpastian apakah akan mendapatkan kembali modal yang telah 6 Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm Murdifidin Haming & Salim Basalamah, Studi Kelayakan Investasi, Proyek & Bisnis, (Jakarta: Penerbit PPM, 2003), hlm Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 3

4 ditanamkan sebagaimana yang diperkirakan semula. 8 Tujuan Penyelenggaraan Penanaman Modal Menurut Pasal 3 Undang- Undang No. 25 Tahun 2007, tujuan penyelenggaraan penanaman modal, antara lain untuk: a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional; b. Menciptakan lapangan kerja; c. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan; d. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional; e. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional; f. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan; g. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan h. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Motif suatu perusahaan menanamkan modalnya di suatu negara adalah mencari keuntungan. Keuntungan tersebut diperoleh dari berbagai faktor: upah buruh yang murah, dekat dengan sumber bahan mentah, luasnya pasar yang baru, menjual teknologi (merek, paten, rahasia dagang, desain industri), menjual barang baku untuk dijadikan barang jadi, insentif untuk investor. 9 Tata Ruang Wilayah luar negeri dan dalam negeri dalam penanaman modal langsung (direct Invesment) pasti memerlukan tanah, 8 Ibid hlm 4. 9 Erman Rajagukguk, Hukum Investasi dan Pembangunan (Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011), hal. 1. baik untuk pembangunan pabriknya atau menanam modal di bidang perkebunan. Penyediaan kebutuhan atas ruang baik berupa tanah dan lainnya harus menyesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah nasional dan daerah. Dasar pemanfaatan ruang wilayah baik untuk kepentingan investasi atau kepentingan lainnya didasarkan pada zonasi-zonasi yang telah ditetapkan oleh masing-masing daerah dalam rencana tata ruang wilayah. Hal ini tercantum dalam Pasal 33 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang menyatakan: (1) Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lain. (2) Dalam rangka pengembangan penatagunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan kegiatan penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan tanah, neraca penatagunaan sumber daya air, neraca penatagunaan udara, dan neraca penatagunaan sumber daya alam lain. (3) Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk pembangunan prasarana dan sarana bagi kepentingan umum memberikan hak prioritas pertama bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah. (4) Dalam pemanfaatan ruang pada ruang yang berfungsi lindung, diberikan prioritas pertama bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah jika yang bersangkutan akan melepaskan haknya. Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 4

5 (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah. Selanjutnya dalam Pasal 35 dikatakan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaaan sanksi. Pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah maka dapat dikenakan sanksi pidana maupun sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha maupun pencabutan status badan hukum. Permasalahan muncul ketika investor akan berinvestasi di daerah tertentu yang masih belum memilki rencana tata ruang wilayah. Apabila investor mendapat izin untuk berinvestasi dengan menggunakan lahan di daerah tersebut kemudian muncul peraturan daerah tentang tata ruang wilayah tersebut yang isinya bertentangan, kemungkinan yang terjadi adalah izin akan dicabut dan proyek yang terbengkalai, sehingga perusahaan harus menanggung kerugian yang tidak kecil. Ketidakpastian penataan ruang wilayah daerah-daerah di Indonesia akan mengakibatkan keengganan investor untuk menanamkan modalnya. Di bawah ini terdapat informasi bahwa masih banyak daerah yang belum memiliki rencana tata ruang wilayah: a. Baru 15 provinsi yang sudah memiliki Peraturan Daerah rencana tata ruang wilayah dan 61 persen kabupaten-kota dari seluruh kabupaten-kota seluruh Indonesia. 10 b. Untuk tata ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dari tiga ratusan lebih kabupaten/kota se Indonesia dan 33 Provinsi, baru ada tujuh daerah yang memiliki rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. 11 Khusus untuk tata ruang wilayah laut sampai sekarang baru ada amanat pembentukan undang-undang undangundangnya. Ketidak beradaan tata ruang wilayah laut tentu juga akan mengakibatkan ketidakpastian penggunaan ruang-ruang laut. Hak Ulayat Secara umum, hak atas tanah adat yang terdapat pada berbagai suku di Indoensia dapat dibedakan atas dua bentuk, yaitu: "hak ulayat" dan "hak pakai". Hak ulayat merupakan hak meramu atau mengumpulkan hasil hutan serta hak untuk berburu. Pada hak ulayat yang bersifat komunal ini, pada hakekatnya terdapat pula hak perorangan untuk menguasai sebagian dari objek penguasaan hak ulayat tersebut. Untuk sementara waktu, seseorang berhak mengolah serta menguasai sebidang tanah dengan mengambil hasilnya, tetapi bukan berarti bahwa hak ulayat atas tanah tersebut menjadi terhapus karenanya. Hak ulayat tetap melapisi atau mengatasi hak pribadi atau perseorangan tersebut. Hak ulayat baru pulih kembali bila orang yang bersangkutan telah melepaskan hak penguasaannya atas tanah ulayat tersebut. Sementara hak pakai membolehkan seseorang untuk memakai. Sebidang tanah bagi kepentingannya biasanya terhadap tanah sawah dan ladang yang telah dibuka dan 10 Hanya 45% Provinsi yang Punya Rencana Tata Ruang Wilayah, dapat diakses di: 11 Baru Tujuh Daerah di Indonesia yang Punya Perda Zonasi, dapat diakses di: Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 5

6 dikerjakan terus-menerus dalam waktu yang lama. 12 Menurut Rizal, 13 hak ulayat yang disebut juga dengan hak persekutuan adalah daerah dimana sekelompok masyarakat hukum adat bertempat tinggal mempertahankan hidup tempat berlindung yang sifatnya magis-religius. Masyarakat yang hidup di dalam hak ulayat berhak mengerjakan tanah itu, dimana setiap anggota masyarakat dapat memperoleh bagian tanah dengan batasan-batasan tertentu. Berlakunya hak ulayat ini menurut sistematika Ter Haar adalah sebagai berikut: Anggota masyarakat hukum bersama-sama dapat mengambil manfaat atas tanah serta tumbuhtumbuhan maupun hewan liar yang hidup di atasnya. 2. Anggota masyarakat hukum untuk keperluan sendiri berhak berburu, mengumpulkan hasil hutan yang kemudian dimiliki dengan hakmilik bahkan berhak memiliki beberapa pohon yang tumbuh liar apabila pohon itu dipelihara olehnya. 3. Mereka mempunyai hak untuk membuka hutan dengan sepengetahuan kepala suku atau kepala masyarakat hukum. Hubungan hukum antara orang yang membuka tanah dengan tanah tersebut makin lama makin kuat, apabila tanah tersebut terus menerus dipelihara/digarap dan akhirnya 12 Purnadi Purbacaraka dan Ridwan Halim, Sendi-Sendi Hukum Agraria, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993), hlm Syamsul Rizal, Kebijaksanaan Agraria Sebelum dan Sesudah Keluarnya UUPA, (Medan: Fakultas Hukum Bagian Hukum Perdata, Universitas Sumatra Utara, 2003) 14 Ter Haar, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, (Bandung: Sumur Batu, 1985) dapat menjadi hak milik si pembuka. Sekalipun demikian, hak ulayat masyarakat hukum tetap ada walaupun melemah. Sebaliknya, apabila tanah yang dibuka itu tidak diurus atau diterlantarkan, maka tanah akan kembali menjadi tanah masyarakat hukum. Selain itu, transaksi-transaksi penting mengenai tanah harus dengan persetujuan kepala suku. 4. Berdasarkan kesepakatan masyarakat hukum setempat, dapat ditetapkan bagian-bagian wilayah yang dapat digunakan untuk tempat permukiman, makam, pengembalaan umum, dan lain-lain. 5. Anggota suku lain tidak boleh mengambil manfaat daerah hak ulayat, kecuali dengan seizin pimpinan suku atau masyarakat hukum, dan dengan memberi semacam hadiah kecil (uang pemasukan) terlebih. Hambatan Investasi dari Sudut Pandang Tata Ruang Wilayah dan Pengakuan Terhadap Hak Ulayat Penataan ruang sangat terkait dengan kepentingan yang bersifat lintas sektoral dan diatur belasan undangundang dan puluhan peraturan turunannya yang seringkali berbenturan dan tumpang tindih. Penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan, antara lain, adalah Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat 15. Dapat diterjemahkan bahwa pemangku kepentingan dalam arti masyarakat termasuk juga masyarakat hukum adat. Oleh karena itu, setiap penetapan 15 Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang. Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 6

7 rencana tata ruang suatu wilayah haruslah memperhatikan kepentingan masyarakat hukum adat. Sebagaimana kita ketahui bahwa eksistensi masyarakat hukum adat diakui dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Dalam dua peraturan tersebut dikatakan bahwa masyarakat hukum adat memiliki wilayah berupa tanah ulayat. Pada tanah ulayat tersebut melekat hak ulayat yang diartikan sebagai kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahirian dan batiniah turun menurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan. Pelaksanan hak ulayat dapat dilakukan sepanjang sepanjang pada kenyataannya masih ada dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut ketentuan hukum adat setempat dan hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila : a. Terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatau persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari, b. Terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari-hari, dan c. Terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguaasaan dan penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tersebut. Akan tetapi pada kenyataannya banyak hak ulayat masyarakat hukum adat belum mendapat pengakuan. Kepala Pusat Hukum dan Humas BPN RI Kurnia Toha mengatakan, BPN RI secara tegas mengakui dan menghormati eksistensi hak ulayat sepanjang pada kenyataannya masih ada. Hak ulayat merupakan hak asasi manusia yang diakui dan dilindungi konstitusi. Beliau mengatakan bahwa saat ini sudah banyak tanah-tanah adat yang kepemilikannya bersifat individual sudah didaftar oleh BPN. Namun, untuk tanah ulayat masyarakat hukum adat pelaksanaan pendaftaran tanahnya baru bisa dilaksanakan setelah ada peraturan daerah (perda) yang mengatur hal tersebut. 16 Dari 365 Kelompok Etnik Masyarakat Adat yang secara resmi diakui oleh Direktorat Jenderal Komunitas Adat Terpencil, Kementerian Sosial, baru 11 kelompok adat yang ditetapkan dalam perda terkait tanah adat/ulayat. Dari 11 kelompok adat yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah, hanya Hak Ulayat Masyarakat Adat Baduy yang ditetapkan secara jelas batasan wilayahnya. Daerah yang teridentifikasi telah memiliki Perda terkait tanah ulayat adalah Provinsi Bali Perda 3/2003, Provinsi Sumatera Barat - Perda 2/2007, Perda 16/2008, 16 BPN siap daftarkan hak ulayat masyarakat hukum adat, dapat diakses di: Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 7

8 dan Perda 21/2012, Provinsi Kalimantan Tengah - Perda 16/2008 dan Pergub 13/2009, Provinsi Papua - Perda 22/2008 dan Perda 23/2008, Kab. Lebak - Perda 32/2001, Kab. Nunukan - Perda 34/2003, Kab. Malinau - Perda 4/2001, Kab. Gunung Mas Perda 33/2011, Kab. Muara Enim - Perda 2/2007, Kab. Kampar - Perda 12/1999, dan Kota Ternate -Perda 13/ Tidak adanya pengakuan terhadap hak ulayat dari banyak daerah di Indonesia mengakibatkan kepentingan masyarakat hukum adat tidak terakomodir dalam penetapan tata ruang. Ketidakpastian tata ruang wilayah mengakibatkan ketidakpastian pemanfaatan ruang baik untuk kepentingan investasi maupun kepentingan lainnya. Ketidakpastian ini sering menimbulkan konflik yang berkepanjangan antara masyarakat hukum adat dengan investor yang mengakibatkan kerugian materil dan imateril. Sebagai contoh beberapa konflik antara masyarakat hukum adat dengan investor: 1. PT Riau Andalan Pulp and Paper harus menghentikan operasinya selama 2 tahun lamanya karena adanya kasus pembunuhan operatornya oleh kelompok masyarakat yang menolak keberadaan perusahaan di Pulau Padang, Riau Konflik di kawasan Tapanuli dan sekitar Danau Toba, Sumatera 17 Paparan Kebijakan Nasional Penetapan Tanah Adat/Ulayat, Direktur Tata Ruang dan Pertanahan BAPPENAS, Disampaikan pada Lokakarya Realisasi Hak Atas Tanah dan Rumah di Daerah Tertinggal Kerjasama Bappenas-UN Habitat, dapat diakses di: 18 Perjuangan Korporasi Sikapi Hak Masyarakat Adat, dapat diakses di: Utara yang telah berlangsung selama 27 tahun antara masyarakat-masyarakat adat Batak dengan oleh PT Inti Indorayon Utama (IIU) yang belakangan berubah jadi PT Toba Pulp Lestari (TPL) Di Halmahera Utara terjadi konflik antar masyarakat adat Pagu dengan PT. Nusa Halmahera Mineral, dimana masyarakat adat pagu turun ke jalan menduduki wilayah konsesi dan mendesak perwakilan perusahaan untuk turun berdiskusi dengan warga terkait tuntutan mereka Konflik di Saparua, Maluku Tengah antara masyarakat adat Negeri Paperu dengan PT. Maluku Diving and Tourism, dimana masyarakat adat Negeri Paperu melakukan pemasangan plang penanda wilayah adat di wilayah Tanjung Souino dan akan mengajukan kasus ini ke Pengadilan. 21 Analisis Mengenai Hambatan Investasi dari Sudut Pandang Tata Ruang Wilayah Dan Pengakuan Terhadap Hak Ulayat Dari 365 Kelompok Etnik Masyarakat Adat yang secara resmi diakui oleh Direktorat Jenderal Komunitas Adat Terpencil, Kementerian Sosial, baru 11 kelompok adat yang ditetapkan dalam perda terkait tanah adat/ulayat. Dari 11 kelompok adat yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah, hanya Hak Ulayat Masyarakat Adat 19 Investasi Bisnis Versus Hak Adat, dapat diakses di: 20 Data Kasus Perampasan Wilayah Masyarakat Adat Anggota Komunitas AMAN, dapat diakses di: 21 Ibid Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 8

9 Baduy yang ditetapkan secara jelas batasan wilayahnya. Hak Ulayat Masyarakat Adat Baduy ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 32 Tahun 2001 tentang Perlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy. Peraturan Daerah tersebut merupakan tindak lanjut dari Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 31 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lebak. Kemudian dipertegas dengan Keputusan Bupati Lebak Nomor 590/Kep.233/ Huk/2002 tentang Penetapan Batas- Batas Detail Tanah Ulayat Masyarakat Adat Baduy di Desa Kanekes. 1. Ditinjau dari Pengakuan Atas Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Eksistensi hak masyarakat hukum adat diakui oleh Undang-Undang Dasar Pengaturan tentang keberadaan MHA (Masyarakat Hukum Adat) diatur dalam Pasal 18 B ayat (2) dalam bab tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 28 l ayat (3) dalam bab tentang Hak Asasi Manusia. Adapun bunyi lengkap kedua pasal tersebut adalah sebagai berikut: Pasal 18 B ayat (2) : Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Keratuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Pasal 28 l ayat (3): Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. Eksistensi tersebut juga diakui dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria dan dipertegas dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Ketentuan yang paling tegas tentang kedudukan hak ulayat dalam Undang-Undang Pokok Agraria ditentukan dalam Pasal 3 yang menyatakan: "Dengan mengingat ketentuanketentuan dalam Pasal dan pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakatmasyarakat Hukum Adat sepanjang menurut kenayataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undangundang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi" Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat hak ulayat diberi batasan yang lebih jelas, yaitu: Pelaksananaan hak ulayat sepanjang pada kenyataannya masih ada dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut ketentuan hukum adat stempat. Hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila: a. terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya sebgai warga bersama suatau persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari, Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 9

10 b. terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari-hari, dan c. terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguaasaan dan penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tersebut. Penelitian dan penentuan masih adanya hak ulayat dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan mengikutsertakan para pakar hukum adat, masyarakat hukum adat yang ada di daerah yang bersangkutan, Lembaga Swadaya Masyarakat dan instansiinstansi yang mengelola sumber daya alam. Keberadaan tanah ulayat masyarakat hukum adat yang masih ada dinyatakan dalam peta dasar pendaftaran tanah dengan membubuhkan suatu tanda kartografi dan, apabila memungkinkan, menggambarkan batasbatasnya serta mencatatnya dalam daftar tanah. 22 Masyarakat Baduy sebagai masyarakat adat telah diakui eksistensinya dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 32 Tahun 2001 dan Keputusan Bupati Lebak Nomor 590/ Kep.233/Huk/2002. Masyarakat Baduy terikat oleh tatanan hukum adatnya memiliki wilayah yang bersifat ulayat serta memiliki hubungan dengan wilayahnya tersebut sehingga dalam melakukan hubungan dengan wilayahnya diatur dan dibatasi pada wilayah ulayatnya dan perlu dilindungi. Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 32 Tahun 2001 disebutkan bahwa Hak Ulayat Masya- 22 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 rakat Baduy dibatasi terhadap tanahtanah di wilayah Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak yang diukur sesuai dengan peta rekonstruksi dan dituangkan dalam Berita Acara sebagai landasan penetapan Keputusan Bupati. Dimana batas Desa Kanekes sebagai wilayah pemukiman Masyarakat Baduy memiliki batas-batas Desa sebagai berikut: a. Utara: 1. Desa Bojongmenteng Kecamatan Leuwidamar. 2. Desa Cisimeut Kecamatan Leuwidamar. 3. Desa Nyagati Kecamatan Leuwidamar. b. Barat: 1. Desa Parakanbeusi Kecamatan Bojongmanik. 2. Desa Keboncau Kecamatan Bojongmanik. 3. Desa Karangnunggal Kecamatan Bojongmanik. c. Selatan Cikate Kecamatan Cijaku d. Timur: 1. Karangcombong Kecamatan Muncang. 2. Desa Cilebang Kecamatan Muncang. dan wilayah Masyarakat Baduy yang berlokasi di Desa Kanekes memiliki batas-batas alam sebagai berikut: a. Utara: Kali Ciujung; b. Selatan: Kali Cidikit; c. Barat: Kali Cibarani; d. Timur: Kali Cisimeut. Batas-batas yang lebih detail tentang keberadaan Hak Ulayat Masyarakat Baduy yang diukur berdasarkan hasil pengukuran dan pematokan oleh Dinas/Instansi terkait ditetapkan dengan Keputusan Bupati, yaitu Keputusan Bupati Lebak Nomor 590/Kep.233/ Huk/2002 tentang Penetapan Batas- Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 10

11 Batas Detail Tanah Ulayat Masyarakat Adat Baduy di Desa Kanekes. 2. Ditinjau dari Tata Ruang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang menyatakan bahwa Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lain. Penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan, antara lain, adalah Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. 23 Selanjutnya dalam Pasal 35 dikatakan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengeneaan sanksi. Oleh karena itu, pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah maka dapat dikenakan sanksi pidana maupun sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha maupun pencabutan status badan hukum. Batas-batas hak ulayat Masyarakat Hukum Adat Baduy yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 32 Tahun 2001 dan Keputusan Bupati Lebak Nomor 590/ Kep.233/Huk/2002 memberi kepastian perlindungan bagi masyarakat adat itu sendiri sekaligus memberi kepastian bagi pihak luar yang akan masuk atau akan berinvestasi dalam wilayah tersebut. Dengan adanya atas-batas tersebut otomatis akan mempermudah Pemerintah Daerah dalam membuat 23 Investasi Bisnis Versus Hak Adat, dapat diakses di: rencana tata ruang wilayah ataupun untuk memperbaharuinya berikut pemanfaatannya. 3. Ditinjau dari Kepastian Berinvestasi Adanya kepastian hak ulayat Masyarakat Hukum Adat Baduy, investor yang akan melakukan penanaman modal dan akan menggunakan hak ulayat masyarakat hukum adat dapat dengan mudah menghubungi perwakilan Masyarakat Hukum Adat Baduy. Investor dapat bernegosiasi dengan perwakilan masyarakat pemegang tanah ulayat dan negosiasi dapat berjalan dengan lancar karena kepastian status hukum dan batas-batas fisik tanah ulayat Setiap investor pasti mencari kejelasan dari kebijakan pemerintah untuk menghindari keruagian maupun konflik. Demikian pula pemerintah maupun investor dapat merencanakan investasi menjadi lebih baik dengan mempertimbangkan keberadaan masyarakat adat. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan tanah adat bagi orang diluar persekutuan masyarakat hukum adat, hak ulayat mempunyai daya berlaku eksternal, artinya bahwa orang-orang asing yang bukan anggota persekutuan baik para pendatang maupun juga yang berasal dari persekutuan tetangga, dapat memanfaatkan tanah adat dengan lebih dahulu mendapatkan izin dari kepala persekutuan dengan membayar sejumlah uang pengakuan terlebih dahulu dan sebuah ganti rugi yang dibayar kemudian, yang didalamnya orang asing pada prinsipnya tidak dapat memperoleh hak individual atas tanah yang lebih lama dari hak menikmatinya ialah satu periode panen (hak menikmati), dan bahwa para pendatang dari luar ialah orang-orang nonpersekutuan tidak diperkenankan mewarisi, mewariskan maupun mem- Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 11

12 beli dan menerima gadai atas tanahtanah pertanian, bahkan memasuki daerah hak ulayat dapat saja dilarang secara hukum adat atau di ikat dengan persyaratan-persyaratan. 24 Dalam Pasal 22 ayat (1) Undangundang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengatur kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf (a) dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan dapat diperbaharui kembali atas pemohonan penanaman modal, berupa : a. Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (Sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbaharui selama 35 (tiga puluh lima) tahun; b. Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbaharui selama 30 (tiga puluh) tahun; dan c. Hak pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbaharui selama 25 (dua puluh lima) tahun. Pasal 22 ayat 2 menerangkan hak atas tanah diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus untuk kegiatan penanaman modal, dengan persyaratan antara lain: 24 Ter Haar B, 2011, Asas-asas Dan Tatanan Hukum Adat (Terjemahan), Mandar Maju, Bandung, hlm. 55 a. Penanaman modal yang dilakukan dalam jangka panjang dan terkait dengan perubahan struktur perekonomian Indonesia yang lebih berdaya saing; b. Penanaman modal dengan tingkat resiko penanaman modal yang memerlukan pengembalian modal dalam jangka panjang sesuai dengan jenis kegiatan penanaman modal yang dilakukan; c. Penanaman modal yang tidak memerlukan area yang luas; d. Penanaman modal dengan menggunakan hak atas tanah negara; dan e. Penanaman modal yang tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat dan tidak merugikan kepentingan umum. C. PENUTUP Investasi merupakan salah satu indikator dalam pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Dengan kata lain, semakin tinggi nilai investasi dalam suatu negara maka akan semakin tinggi pula pertumbuhan dan pembangunan ekonomi dari suatu negara. Upaya melakukan investasi di suatu daerah membutuhkan berbagai perangkat hukum dalam menjamin keamanan dalam berinvestasi. Pemerintah harus menciptakan sebuah regulasi dalam menjamin keamanan dan kepastian hukum utamanya dalam hal perolehan lahan yang akan di gunakan untuk berinvestasi. Ketidakpastian hukum wilayah masyarakat hukum adat yang menimbulkan banyak konflik antara masyarakat hukum adat dengan investor pasti akan menimbulkan kerugian yang besar di kedua belah pihak. Dasar pemanfaatan ruang wilayah baik untuk kepentingan investasi atau kepentingan lainnya didasarkan pada zonasi-zonasi yang telah ditetapkan Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 12

13 oleh masing-masing daerah dalam rencana tata ruang wilayah. Dengan adanya Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No. 32 Tahun Masyarakat Baduy sebagai masyarakat adat yang terikat oleh tatanan hukum adatnya memiliki wilayah yang bersifat ulayat sehingga dalam melakukan hubungan dengan wilayahnya diatur dan dibatasi pada wilayah ulayatnya. Adanya kepastian hak ulayat Masyarakat Hukum Adat Baduy, investor yang akan melakukan penanaman modal akan menggunakan hak ulayat masyarakat hukum adat tersebut. Upaya peningkatan penanaman modal harus terus diupayakan lagi atau dikaitkan dengan peranan terhadap laju pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, percepatan penetapan peraturan daerah tentang penetapan tata ruang wilayah di daerah harus lebih ditingkatkan. Pemerintah juga harus memperjelas status tanah ulayat dan masyarakat adat dengan suatu peraturan, sehingga pengusaha dapat merencanakan investasi menjadi lebih baik dengan mempertimbangkan keberadaan masyarakat adat dan tanah adat yang telah diakui oleh pemerintah tersebut. D. DAFTAR PUSTAKA BUKU: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Jakarta: Balai Pustaka edisi keempat, Erawaty, A.F. Elly dan J.S. Badudu, Kamus Hukum Ekonomi Indonesia Inggris, Jakarta: ELIPS Pendahuluan, Erman Rajagukguk, Hukum Investasi dan Pembangunan Depok: Fakultas Huku Universitas Indonesia, Haming, Haming & Salim Basalamah, Studi Kelayakan Investasi, Proyek & Bisnis, Jakarta: Penerbit PPM, Ilmar, Aminuddin, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Jakarta: Kencana, Purbacaraka, Purnadi dan Ridwan Halim, Sendi-Sendi Hukum Agraria, Jakarta: Ghalia Indonesia, Rizal, Syamsul, Kebijaksanaan Agraria Sebelum dan Sesudah Keluarnya UUPA, Medan: Fakultas Hukum Bagian Hukum Perdata, Universitas Sumatra Utara, 2003 Ter Haar B, Asas-asas Dan Tatanan Hukum Adat (Terjemahan), Mandar Maju, Bandung, 2011 Ter Haar, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Bandung: Sumur Batu, 1985 INTERNET: Hanya 45% Provinsi yang Punya Rencana Tata Ruang Wilayah, dapat diakses di: Baru Tujuh Daerah di Indonesia yang Punya Perda Zonasi, dapat diakses di: BPN siap daftarkan hak ulayat masyarakat hukum adat, dapat diakses di: Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 13

14 Paparan Kebijakan Nasional Penetapan Tanah Adat/Ulayat, Direktur Tata Ruang dan Pertanahan BAPPENAS, Disampaikan pada Lokakarya Realisasi Hak Atas Tanah dan Rumah di Daerah Tertinggal Kerjasama Bappenas- UN Habitat,dapat diakses di: n.com. Perjuangan Korporasi Sikapi Hak Masyarakat Adat, dapat diakses di: Data Kasus Perampasan Wilayah Masyarakat Adat Anggota Komunitas AMAN, dapat diakses di: PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN: Indonesia, Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang 14

KEBIJAKAN NASIONAL PENETAPAN TANAH ADAT/ULAYAT

KEBIJAKAN NASIONAL PENETAPAN TANAH ADAT/ULAYAT 1 KEBIJAKAN NASIONAL PENETAPAN TANAH ADAT/ULAYAT Direktur Tata Ruang dan Pertanahan BAPPENAS Disampaikan pada Lokakarya Realisasi Hak Atas Tanah dan Rumah di Daerah Tertinggal. Kerjasama Bappenas-UN Habitat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 05 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 05 TAHUN 1999 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 05 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN PENYELESAIAN MASALAH HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR: 65 TAHUN 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 32 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR: 65 TAHUN 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 32 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR: 65 TAHUN 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 32 TAHUN 2001 TENTANG PERLINDUNGAN ATAS HAK ULAYAT MASYARAKAT BADUY DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR: 65 TAHUN 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 32 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR: 65 TAHUN 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 32 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR: 65 TAHUN 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 32 TAHUN 2001 TENTANG PERLINDUNGAN ATAS HAK ULAYAT MASYARAKAT BADUY DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2 kenyataannya masih ada, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; c. bahwa ha

2 kenyataannya masih ada, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; c. bahwa ha BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.742, 2015 KEMEN. ATR. Tata Cara Hak Komunal Tanah. Hukum Adat. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.207, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Hak Guna Air. Hak Guna Pakai. Hak Guna Usaha. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5578) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.207, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Hak Guna Air. Hak Guna Pakai. Hak Guna Usaha. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5578) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT DAN HAK PERORANGAN WARGA MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT PAPUA

HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT PAPUA HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT PAPUA Sumber: www.survivalinternational.org I. PENDAHULUAN Konsep hukum tanah nasional bersumber pada hukum adat, sehingga mengakui adanya hak ulayat masyarakat hukum adat

Lebih terperinci

LANGKAH STRATEGIS PENGELOLAAN HUTAN DAN MEKANISME PENETAPAN HUTAN ADAT PASCA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012

LANGKAH STRATEGIS PENGELOLAAN HUTAN DAN MEKANISME PENETAPAN HUTAN ADAT PASCA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 LANGKAH STRATEGIS PENGELOLAAN HUTAN DAN MEKANISME PENETAPAN HUTAN ADAT PASCA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 disampaikan oleh: MENTERI KEHUTANAN Jakarta, 29 Agustus 2013 1. Pemohon KERANGKA PAPARAN

Lebih terperinci

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN Disampaikan pada Seminar dengan Tema HGU & HGB : Problem, Solusi dan Perlindungannya bedasarkan UU No. 25 Tahun

Lebih terperinci

KEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh)

KEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh) KEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh) Latar Belakang Tak sekali terjadi konflik horizontal di tengah masyarakat

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG PENERBITAN IZIN LOKASI DAN PERSETUJUAN PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat

BAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat BAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat Penyebutan masyarakat dapat ditemukan dalam berbagai peraturan. Masyarakat yang dimaksud tersebut bukan berarti menunjuk pada kerumunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa sebagai upaya pengendalian agar penggunaan tanah dalam

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN/ATAU KEMUDAHAN KEPADA MASYARAKAT DAN/ATAU PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikaruniakan

Lebih terperinci

PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK

PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN - Supardy Marbun - ABSTRAK Persoalan areal perkebunan pada kawasan kehutanan dihadapkan pada masalah status tanah yang menjadi basis usaha perkebunan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 6 Undang-undang Pokok Agraria Tahun 1960 menetapkan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ini berarti, bahwa penggunaan tanah harus sesuai dengan

Lebih terperinci

KEPASTIAN HUKUM HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DAN SUMBERDAYA ALAM

KEPASTIAN HUKUM HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DAN SUMBERDAYA ALAM Prosiding Seminar Nasional Volume 02, Nomor 1 ISSN 2443-1109 KEPASTIAN HUKUM HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DAN SUMBERDAYA ALAM Muslim Andi Yusuf 1 Universitas Cokroaminoto Palopo 1 Penelitian ini

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2008 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PERAIRAN DI SEKITARNYA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2008 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PERAIRAN DI SEKITARNYA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2008 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PERAIRAN DI SEKITARNYA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERANGIN, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa untuk mempercepat pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan dinamika pembangunan,

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT (VERSI KEMENDAGRI)

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT (VERSI KEMENDAGRI) DAFTAR INVENTARISASI MASALAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT (VERSI KEMENDAGRI) NO 1. RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT I. Pendahuluan Badan Legislasi telah menerima surat tertanggal 27 Juli 2017 perihal usulan Rancangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah memiliki peran yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT KAMPUNG KUTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI Draf tanggal 7-8 Juli 2014 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan bagian yang paling penting dan sangat erat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan bagian yang paling penting dan sangat erat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan bagian yang paling penting dan sangat erat hubunganya dengan manusia, karena tanah mempunyai nilai ekonomis untuk segala aspek kehidupan manusia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transmigrasi merupakan bagian integral dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia dan tanah tidak dapat dipisahkan. Manusia diciptakan dari tanah, hidup

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 35/PUU-X/2012 Tentang Tanah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 35/PUU-X/2012 Tentang Tanah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 35/PUU-X/2012 Tentang Tanah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat I. PEMOHON 1. IR. Abdon Nababan (Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara)........ Pemohon I.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN

Lebih terperinci

Oleh : Lili Naili Hidayah 1

Oleh : Lili Naili Hidayah 1 M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a 88 PENGADAAN TANAH UNTUK INVESTASI DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG INVESTASI DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa air permukaan mempunyai peran

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG EVALUASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 40 TAHUN 1996 (40/1996) Tanggal : 17 JUNI 1996 (JAKARTA)

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI Draf tanggal 25-26 Agustus 2014 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah memiliki peran yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22,2012 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penanaman modal juga harus sejalan dengan perubahan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penanaman modal juga harus sejalan dengan perubahan perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan penanaman modal merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG EVALUASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SOLOK SELATAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna meningkatkan kualitas manusia

Lebih terperinci

1. Hak individual diliputi juga oleh hak persekutuan.

1. Hak individual diliputi juga oleh hak persekutuan. Van Vollenhoven menyebutkan enam ciri hak ulayat, yaitu persekutuan dan para anggotanya berhak untuk memanfaatkan tanah, memungut hasil dari segala sesuatu yang ada di dalam tanah dan tumbuh dan hidup

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR Ir. Saroni Soegiarto, ME Kasubdit Pemanfaatan SDA Makassar, 23 Maret 2016 Subdit Pemanfaatan SDA Direktorat

Lebih terperinci

Menimbang: Mengingat:

Menimbang: Mengingat: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 40 Tahun 1996 Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Menimbang: Presiden Republik Indonesia, a. bahwa tanah memiliki peran yang sangat

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN SAHAM DAN BATASAN LUASAN LAHAN DALAM PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DI SEKITARNYA DALAM RANGKA

Lebih terperinci

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM, Menimbang : a.

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PERTANAHAN NASIONAL. Surveyor. Berlisensi. Pengukuran. Pemetaan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BERITA NEGARA. BADAN PERTANAHAN NASIONAL. Surveyor. Berlisensi. Pengukuran. Pemetaan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL No.1013, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PERTANAHAN NASIONAL. Surveyor. Berlisensi. Pengukuran. Pemetaan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN 1996 Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah memiliki peran yang sangat penting artinya alam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Oleh : Ir. Bahal Edison Naiborhu, MT. Direktur Penataan Ruang Daerah Wilayah II Jakarta, 14 November 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Pendahuluan Outline Permasalahan

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran No.647, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR. Izin Lokasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN/ATAU KEMUDAHAN KEPADA MASYARAKAT DAN/ATAU PENANAM MODAL

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN/ATAU KEMUDAHAN KEPADA MASYARAKAT DAN/ATAU PENANAM MODAL GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN/ATAU KEMUDAHAN KEPADA MASYARAKAT DAN/ATAU PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Konsep Hubungan Manusia Dengan Tanah

BAB II TEORI DASAR 2.1 Konsep Hubungan Manusia Dengan Tanah BAB II TEORI DASAR Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Sistem Konsep Hubungan Manusia Dengan Tanah (Bab 2.1) Sistem Kepemilikan Tanah (Bab 2.2), Hukum Pertanahan Adat (Bab 2.3), dan Kedudukan Hukum Adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Cagar Budaya merupakan salah satu kekayaan negara yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Cagar Budaya merupakan salah satu kekayaan negara yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Cagar Budaya merupakan salah satu kekayaan negara yang dapat menunjukkan identitas bangsa. Pencarian akar budaya di masa lampau dan upaya perlindungan atasnya merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebut tanah, selain memberikan manfaat namun juga melahirkan masalah lintas sektoral

BAB I PENDAHULUAN. sebut tanah, selain memberikan manfaat namun juga melahirkan masalah lintas sektoral BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Sumber daya agraria atau sumber daya alam berupa permukaan bumi yang di sebut tanah, selain memberikan manfaat namun juga melahirkan masalah lintas sektoral

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PENYUSUNAN STRATEGI PERCEPATAN PENGAKUAN HUTAN ADAT PASCA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012

PENYUSUNAN STRATEGI PERCEPATAN PENGAKUAN HUTAN ADAT PASCA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 PENYUSUNAN STRATEGI PERCEPATAN PENGAKUAN HUTAN ADAT PASCA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 2013 Ketentuan yang dimohonkan Pengujian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228

Lebih terperinci