ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN USAHA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN DI KABUPATEN INDRAMAYU LEONARDO M. SIREGAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN USAHA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN DI KABUPATEN INDRAMAYU LEONARDO M. SIREGAR"

Transkripsi

1 ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN USAHA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN DI KABUPATEN INDRAMAYU LEONARDO M. SIREGAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN USAHA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN DI KABUPATEN INDRAMAYU adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Desember 2011 LEONARDO M. SIREGAR NRP H

3 ABSTRACT LEONARDO M. SIREGAR. Economic Analysis of Sustainable Management of Fisheries Effort in Indramayu Regency. Supervised by AHMAD FAUZI and SAHAT M.H. SIMANJUNTAK. As an archipelagic country, Indonesia has territorial water at 5,8 million km 2 consisted about islands and coastal line more km with various of fish resource. According to DPK of Indramayu Regency (2010a), the production of sea fishery in Regency of Indramayu is stable at 2009 reaching ,6 ton with value about Rp That production must influence stock capacities of fish resources in fishing ground, so that its exploiting require to be controlled, inclusive maximum economic yield (MEY). The aim of the research to analyse stock capacities and maximum economic yield of fisheries resources, to analyse sustainability of fisheries effort, and to formulate the development strategic of sustainable economic based on fisheries effort in Indramayu Regency. Method of this research are biological analysis, bio-economical model, economic interest analysis, economic intensity analysis, and strategic analysis with use analytical hierarchy process (AHP). Fish resources with potential and become main products of fishermen in Indramayu Regency Indramayu are manyung, tenggiri, peperek, kembung, and tongkol. The production of fifth fish species about 85,6 % from fish production total in territorial water of Indramayu Regency. Maximum stock capacities (MSY) of manyung, tenggiri, peperek, kembung, dan tongkol in territorial water of Indramayu Regency each are 1291,37 ton/year, 1120,70 ton/year, 4227,93 ton/year, 1135,76 ton/year, and 5343,58 ton/year. Maximum economic yield (MEY) of manyung, tenggiri, peperek, kembung, and tongkol in territorial water of Indramayu Regency each are Rp /tahun, Rp /tahun, Rp /tahun, Rp /tahun, and Rp /tahun. Drift gillnet (JIH), set gillnet (JIT), payang, bottom long line, handline, dan shrimp gillnet (JK) can be laboured on an ongoing basis in Indramayu Regency. Economi interest of drift gillnet (JIH), set gillnet (JIT), payang, bottom long line, handline, dan shrimp gillnet (JK) each are Rp , Rp , Rp , Rp , Rp , dan Rp Return of return of drift gillnet (JIH), set gillnet (JIT), payang, bottom long line, handline, dan shrimp gillnet (JK) each are 42,01 %, 31,35 %, 56,72 %, 58,52 %, 66,74 %, dan 43,53 %. Development strategic of sustainable economic based on fisheries effort in Indramayu Regency from priority most important to less be important are ; (a) Repair of management of fisheries effort (RK = 0,255, II = 0,05), (b) Construction of human resources of fisheries sector (RK = 0,230, II = 0,05), (c) Development of capitalization cooperation (RK = 0,193, II = 0,05), (d) Development of scale small fisheries ( RK = 0,186, II = 0,05), and (e) Development of supporting units of fisheries effort (RK = 0,136, II = 0,05). Key words : economic intensity, stock capacities, sustainable, and development strategic

4 RINGKASAN LEONARDO M. SIREGAR. Analisis Ekonomi Pengelolaan Usaha Perikanan Tangkap yang Berkelanjutan Di Kabupaten Indramayu. Dibimbing oleh AHMAD FAUZI dan SAHAT M.H. SIMANJUNTAK. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki luas wilayah laut 5,8 juta km 2 yang terdiri dari sekitar pulau dengan panjang garis pantai kurang lebih km yang didalamnya terdapat berbagai potensi sumberdaya alam di bidang perikanan dan kelautan. Perikanan laut merupakan potensi utama sumberdaya perikanan di sebagian besar wilayah Indonesia, termasuk di Kabupaten Indramayu. Menurut DPK Kabupaten Indramayu (2010a), produksi perikanan laut di Kabupaten Indramayu termasuk stabil dan pada tahun 2009 mencapai ,6 ton dengan nilai sekitar Rp Hal ini disamping karena jumlah usaha perikanan di lokasi banyak, jumlah usaha perikanan tersebut umumnya dikembangkan dalam skala menengah ke atas. Produksi yang besar tersebut tentu mempengaruhi kapasitas stock sumberdaya ikan di lokasi yang menjadi fishing ground, sehingga pemanfaatannya perlu dikontrol termasuk kesesuaiannya dengan potensi ekonomi lestari sumberdaya ikan. Di samping itu, usaha perikanan tangkap yang dikembangkan nelayan perlu diperhatikan keberlanjutannya karena banyak nelayan yang menggantungkan hidup dan cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. DPK Kabupaten Indramayu (2010b) menyatakan bahwa peningkatan jumlah nelayan di Kabupaten Indramayu cukup signifikan, yaitu mencapai 6,92% per tahun. Penelitian ini bertujuan menganalisis kapasitas stock dan potensi ekonomi lestari sumberdaya ikan, menganalisis keberlanjutan usaha perikanan, dan merumuskan strategi pengembangan ekonomi berkelanjutan dengan berbasis pada usaha perikanan. Penelitian ini dilaksanakan di sentra-sentra ekonomi berbasis sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Indramayu, seperti Karangsong, Pabean Udik, dan Singaraja. Penelitian ini dilaksanakan selama 7 (tujuh) bulan dimulai dari bulan Januari 2011 sampai dengan Juli Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari analisis biologi menggunakan metode surplus produksi, pendugaan model keseimbangan bio-ekonomi perikanan menggunakan model Gordon Schaefer, analisis rente ekonomi, analisis intensitas ekonomi, dan analisis strategi menggunakan analytical hierarchy process (AHP). Dengan metode surplus produksi dilakukan analisis kapasitas stock lestari (MSY) dan upaya penangkapan optimum (Emsy). Dalam pendugaan model keseimbangan bio-ekonomi perikanan dianalisis potensi ekonomi leastari (MEY) dan keseimbangan total revenue (penerimaan total) dengan total cost (biaya operasional penangkapan total). Analisis intensitas energi yang dilakukan mencakup analisis intensitas energi, analisis intensitas tenaga kerja, analisis intensitas produksi, dan analisis intensitas biaya. Dalam analisis AHP dilakukan perancangan struktur hierarki, analisis matriks perbandingan, uji konsistensi dan uji sensitivitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumberdaya ikan yang menjadi potensial dan menjadi hasil tangkapan utama nelayan di Kabupaten Indramayu terdiri dari ikan manyung, tenggiri, peperek, kembung, dan tongkol. Menurut DPK Kabupaten Indramayu (2010b), hasil tangkapan kelima jenis ikan tersebut mencapai 85,6 % dari total produksi ikan laut di Kabupaten Indramayu. Kapasitas stock lestari (MSY) sumberdaya ikan manyung, tenggiri, peperek, kembung, dan tongkol di perairan Kabupaten Indramayu berturut-turut adalah 1291,37 ton per tahun, 1120,70 ton per

5 tahun, 4227,93 ton per tahun, 1135,76 ton per tahun,dan 5343,58 ton per tahun. Sedangkan upaya penangkapan optimum (Emsy) ikan manyung, tenggiri, peperek, kembung, dan tongkol di Kabupaten Indramayu masing-masing 4683 trip per tahun, 3202 trip per tahun, 3232 trip per tahun, trip per tahun, dan 4026 trip per tahun. Potensi ekonomi lestari (MEY) sumberdaya ikan manyung, tenggiri, peperek, kembung, dan tongkol di perairan Kabupaten Indramayu berturut-turut adalah Rp per tahun, Rp per tahun, Rp per tahun, Rp per tahun, dan Rp per tahun. Dari kelima jenis hasil tangkapan utama nelayan tersebut, tingkat pemanfaatan ikan tenggiri (122,72 %) dan ikan kembung (139,64 %) sudah melebihi potensi lestari yang ada. Sedangkan tingkat pemanfaatan ikan manyung, peperek, dan tongkol masing-masing mencapai 70,32 %, 66,39 %, dan 48,01 %. Tingkat pemanfaatan ikan kembung paling tinggi lebih karena upaya penangkapan aktualnya (Eaktual = 11830,73 trip per tahun) yang lebih tinggi daripada upaya penangkapan ekonomi optimalnya. Dalam kaitan dengan keberlanjutan, usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), payang, rawai tetap, handline, dan jaring klitik dapat terus diusahakan di Kabupaten Indramayu, karena layak secara ekonomi. Rente ekonomi usaha perikanan JIH, JIT, payang, rawai tetap, handline, dan JK berturutturut Rp , Rp , Rp , Rp , Rp , dan Rp Sedangkan tingkat pengembalian (return of return) JIH, JIT, payang, rawai tetap, handline, dan JK berturut-turut adalah 42,01 %, 31,35 %, 56,72 %, 58,52 %, 66,74 %, dan 43,53 %. Pola hubungan variabel intensitas energi (Ei), intensitas tenaga kerja (Li), intensitas produksi (Pi), dan intensitas biaya (Ci) dalam mendukung produksi ikan oleh (a) jaring insang hanyut (JIH) dirumuskan dengan YJIH = 16812,565-2,095EiJIH-1,210LiJIH+0,016PiJIH-0,554CiJIH, (b) jaring insang tetap (JIT) dirumuskan dengan YJIT = 10226,986-3,265EiJIT+0,270LiJIT-0,022PiJIH-0,438CiJIT, (c) payang (Py) dirumuskan dengan YPy = 15191,641-0,724EiPy+0,199LiPy-0,113PiPy-0,619CiPy, (d) rawai tetap (RT) dirumuskan dengan YRT = 1127,835-0,154EiRT+0,016LiRT+0,011PiRT- 0,045CiRT, (e) handline (HL) dirumuskan dengan YHL = 100,447-0,020EiHL- 0,008LiHL+0,002CiHL, dan (f) jaring klitik (JK) dirumuskan dengan YJK = 185,663-0,013EiJK-0,007LiJK-0,002CiJK. Strategi yang dapat dikembangkan untuk mendukung keberlanjutan ekonomi wilayah berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu ada lima jenis. Penetapan kelima strategi tersebut telah melalui pertimbangan tiga kriteria/aspek pengembangan (sumberdaya dan lingkungan, teknis, serta ekonomi dan sosial) serta empat pembatas pengelolaan yang ada di lokasi (SDM, SDI, modal dan regulasi). Adapun kelima strategi tersebut dari prioritas paling penting ke kurang penting adalah perbaikan manajemen usaha perikanan (RK = 0,255 pada II = 0,05), pembinaan sumberdaya manusia perikanan (RK = 0,230 pada II = 0,05), pengembangan kerjasama pemodalan (RK = 0,193 pada II = 0,05), pengembangan usaha perikanan skala kecil (RK = 0,186 pada II = 0,05), dan pengembangan usaha pendukung perikanan (RK = 0,136 pada II = 0,05). Sebagai strategi prioritas pertama (terpilih), perbaikan manajemen usaha perikanan stabil terhadap perubahan apapun terkait aspek sumberdaya dan lingkungan dan teknis operasi penangkapan. Namun sensitif terhadap perubahan/perhatian yang berlebihan terkait aspek ekonomi dan sosial (hanya mengejar keuntungan tinggi, pemenuhan semua kebutuhan tersier, dan lainnya). Kata Kunci : intensitas ekonomi, kapasitas stock, keberlanjutan, strategi pengembangan

6 Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.

7 ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN USAHA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN DI KABUPATEN INDRAMAYU LEONARDO M. SIREGAR Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr

9 Judul Tesis : Analisis Ekonomi Pengelolaan Usaha Perikanan Tangkap yang Berkelanjutan di Kabupaten Indramayu Nama Mahasiswa : Leonardo M Siregar Nomor Pokok : H Program Studi : Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Disetujui, Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M. Sc Ketua Ir. Sahat M.H. Simanjuntak, M.Sc Anggota Diketahui, PS. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Ketua, Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M. Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian : 15 Desember 2011 Tanggal Lulus :

10 PRAKATA Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Januari 2011 hingga Juli 2011 ini berjudul Analisis Ekonomi Pengelolaan Usaha Perikanan Tangkap yang berkelanjutan di Kabupaten Indramayu Karya ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Master (S2) pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Selaku Ketua Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan - IPB dan Ketua Komisi Pembimbing yang selalu memberikan ilmu dan motivasi kepada penulis selama menempuh dan menyelesaikan pendidikan pascasarjana. 2. Ir. Sahat M.H. Simanjuntak, M.Sc Selaku pembimbing yang penulis hormati atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis. 3. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr selaku penguji luar komisi yang penulis hormati atas semua arahan dan masukan yang telah diberikan kepada penulis. 4. Seluruh Jajaran Dosen dan Staf Departemen ESL atas bantuannya selama penulis menempuh pendidikan pascasarjana, khususnya mbak Sofi, dukungan dan bantuannya membuat semuanya menjadi mudah dan tidak merepotkan. 5. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu beserta Staf atas izin, bantuan, dan kemudahan kepada penulis ketika melakukan penelitian di Kabupaten Indramayu. 6. Kepala TPI Karangsong, Pabean Udik dan Singaraja beserta Staf atas izin, bantuan, fasilitas, dan kemudahan yang diberikan kepada penulis ketika melakukan penelitian di Kabupaten Indramayu. 7. Orang Tua Tercinta Dj.T Siregar dan Siti Marwah di Kabupaten Banggai, serta Kak Uli, Kak Tomo, Risma dan Anggi atas doa, dukungan dan kasih sayangnya. 8. Istriku Mutmainnah dan Anakku tercinta Amira Farzana Siregar yang rela ditinggal untuk sementara waktu hanya untuk mengejar cita-cita luhur, terima kasih atas perhatiannya atas pengorbanannya selama ini.

11 9. Sahabat dan teman sejawat mahasiswa Program S2 ESL Angkatan 2008, 2009, 2010 dan Kuliah bersama, makan bersama, dan kegiatan kuliah lapang menjadi kenangan yang tak terlupakan. Akhir kata, penulis berharap kiranya tesis ini bisa bermanfaat, khususnya dapat menginspirasi penelitian-penelitian lanjutan tentang ekonomi perikanan di Indonesia. Bogor, Desember 2011 Leonardo M. Siregar

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Masing Batui (Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah) pada tanggal 14 Februari 1982 anak kedua dari empat bersaudara dari Ayah Dj.T Siregar dan Ibu Siti Marwah. Penulis menikah dengan Mutmainnah dan sekarang dikarunia seorang anak Amira Farzana Siregar. Tahun 2000 penulis lulus dari Madrasah Aliyah Al Khairaat Palu Sulawesi Tengah dan pada tahun 2011 diterima di Universitas Al Khairaat Palu pada Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan Fakultas Perikanan. Penulis mendapat gelar Sarjana Perikanan pada tahun Tahun 2006 penulis bekerja di Projec Management Unit (PMU) Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Selayar sampai Desember 2007, selanjutnya bekerja di Projec Management Unit (PMU) Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pangkep hingga Tahun 2008 penulis berkesempatan melanjutkan Studi di Program S2 Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL) Sekolah Pascasarjana IPB. Tahun 2009 hingga sekarang penulis juga bekerja di Direktorat Monitoring dan Evaluasi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Jakarta.

13 DAFTAR ISI halaman 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Hipotesis Kerangka Pemikiran 5 2 TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Ikan Laut Jenis Sumberdaya Ikan Kondisi Stok Sumberdaya Ikan Konsep Pengelolaan Sumberdaya Ikan Usaha Perikanan Komponen Pendukung Usaha Perikanan Kinerja Usaha Perikanan Pelaku Ekonomi Perikanan Pengembangan Ekonomi Perikanan Komponen Pengembangan Tujuan Pengembangan Ekonomi Perikanan METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Jenis Data yang Dikumpulkan Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengumpulan Data Primer Teknik Pengambilan Data Sekunder Metode Analisis Data Analisis Parameter Biologi Pendugaan Model Keseimbangan Bio-Ekonomi Analisis Rente Ekonomi Intensitas Ekonomi (Economic Intensity) Analisis Strategi HASIL PENELITIAN Kapasitas Stock dan Potensi Ekonomi Lestari Sumberdaya Ikan di Kabupaten Indramayu Hasil Tangkapan dan Upaya Penangkapan di Kabupaten Indramayu Kapasitas Stock Sumberdaya Ikan di Kabupaten Indramayu. 39 i

14 4.1.3 Potensi Ekonomi Lestari Sumberdaya Ikan di Kabupaten Indramayu Rente Ekonomi Usaha Perikanan Tangkap Intensitas Ekonomi Usaha Perikanan Tangkap Intensitas Energi Usaha Perikanan Tangkap Intensitas Tenaga Kerja Usaha Perikanan Tangkap Intensitas Produksi Usaha Perikanan Tangkap Intensitas Biaya Usaha Perikanan Tangkap Hubungan Antar Variabel Ekonomi Rancangan Hierarki Pengembangan Ekonomi Berkelanjutan Hasil Analisis Kepentingan Komponen Kriteria dan Pembatas Hasil Analisis Kepentingan Komponen Kriteria Pengembangan Hasil Analisis Kepentingan Komponen Pembatas Pengelolaan Hasil Analisis Prioritas Strategi Pengembangan PEMBAHASAN Pengelolaan Kapasitas Stock dan Potensi Ekonomi Lestari Sumberdaya Ikan Pengelolaan Kapasitas Stock Lestari Sumberdaya Ikan Pengelolaan Potensi Ekonomi Lestari Sumberdaya Ikan Keberlanjutan Usaha Perikanan Tangkap Kelayakan Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Peran Usaha Perikanan Tangkap bagi Ekonomi Kawasan Arahan Pengembangan Usaha Perikanan Menurut Interaksi Variabel Ekonomi Terkait Strategi Pengembangan Ekonomi Berkelanjutan Prioritas Strategi Pengembangan Sensitivitas Strategi Prioritas KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran.. 93 DAFTAR PUSTAKA. 95 LAMPIRAN. 100 ii

15 DAFTAR GAMBAR halaman 1.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Hubungan antara potensi ekonomi lestari (MEY) ikan manyung dan upaya penangkapannya di Kabupaten Indramayu selama tahun Hubungan antara potensi ekonomi lestari (MEY) ikan tenggiri dan upaya penangkapannya di Kabupaten Indramayu selama tahun Hubungan antara potensi ekonomi lestari (MEY) ikan peperek dan upaya penangkapannya di Kabupaten Indramayu selama tahun Hubungan antara potensi ekonomi lestari (MEY) ikan kembung dan upaya penangkapannya di Kabupaten Indramayu selama tahun Hubungan antara potensi ekonomi lestari (MEY) ikan tongkol dan upaya penangkapannya di Kabupaten Indramayu selama tahun Perbandingan intensitas ekonomi usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu Struktur hierarki strategi pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu Rasio kepentingan kriteria pengembangan Hasil banding berpasangan (format AHP) diantara kriteria pengembangan Hasil analisis kepentingan komponen pembatas pengelolaan terkait kriteria SDLINK Hasil analisis kepentingan komponen pembatas pengelolaan terkait kriteria TEKNIS Hasil analisis kepentingan komponen pembatas pengelolaan terkait kriteria EKOSOS Hasil analisis prioritas strategi pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan Matriks analisis uji banding berpasangan keempat opsi strategi terkait pembatas kualitas SDM dalam mendukung kondisi sumberdaya dan lingkungan yang baik Matriks analisis uji banding berpasangan keempat opsi strategi terkait pembatas keterbatasan modal dalam mendukung kondisi ekonomi dan sosial yang baik. 70 iii

16 DAFTAR TABEL halaman 3.1 Skala banding berpasangan Kriteria uji konsistensi dan uji sentivitas Hasil tangkapan ikan manyung, tenggiri, peperek, kembung, dan tongkol selama periode tahun di Kabupaten Indramayu Upaya penangkapan standar ikan manyung, tenggiri, peperek, kembung, dan tongkol selama periode tahun di Kabupaten Indramayu Kapasitas stock lestari (MSY), upaya penangkapan optimal (Emsy), dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Indramayu Rente ekonomi usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu Rate of return usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu Intensitas energi usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu Intensitas tenaga kerja usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu Intensitas produksi usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu Intensitas biaya usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu Hasil analisis hubungan variabel ekonomi dalam mendukung produksi ikan oleh usaha perikanan JIH Hasil analisis hubungan variabel ekonomi dalam mendukung produksi ikan oleh usaha perikanan JIT Hasil analisis hubungan variabel ekonomi dalam mendukung produksi ikan oleh usaha perikanan payang Hasil analisis hubungan variabel ekonomi dalam mendukung produksi ikan oleh usaha perikanan rawai tetap Hasil analisis hubungan variabel ekonomi dalam mendukung produksi ikan oleh usaha perikanan handline Hasil analisis hubungan variabel ekonomi dalam mendukung produksi ikan oleh usaha perikanan jaring klitik Sensitivitas strategi prioritas iv

17 DAFTAR LAMPIRAN halaman 1 Status dan jumlah nelayan di Kabupaten Indramayu Perbandingan nilai CPUE dalam penangkapan sumberdaya ikan manyung FPI masing-masing alat tangkap ikan manyung Standarisasi effort dalam penangkapan sumberdaya ikan manyung Standarisasi biaya dan harga dalam penangkapan sumberdaya ikan manyung Analisis potensi lestasi (MSY) sumberdaya ikan manyung Perbandingan nilai CPUE dalam penangkapan sumberdaya ikan tenggiri FPI masing-masing alat tangkap ikan tenggiri Standarisasi effort dalam penangkapan sumberdaya ikan tenggiri Standarisasi biaya dan harga dalam penangkapan sumberdaya ikan tenggiri Analisis potensi lestasi (MSY) sumberdaya ikan tenggiri Perbandingan nilai CPUE dalam penangkapan sumberdaya ikan peperek FPI masing-masing alat tangkap ikan peperek Standarisasi effort dalam penangkapan sumberdaya ikan peperek Standarisasi biaya dan harga dalam penangkapan sumberdaya ikan peperek Analisis potensi lestasi (MSY) sumberdaya ikan peperek Perbandingan nilai CPUE dalam penangkapan sumberdaya ikan kembung FPI masing-masing alat tangkap ikan kembung Standarisasi effort dalam penangkapan sumberdaya ikan kembung Standarisasi biaya dan harga dalam penangkapan sumberdaya ikan kembung Analisis potensi lestasi (MSY) sumberdaya ikan kembung Perbandingan nilai CPUE dalam penangkapan sumberdaya ikan tongkol FPI masing-masing alat tangkap ikan tongkol Standarisasi effort dalam penangkapan sumberdaya ikan tongkol Standarisasi biaya dan harga dalam penangkapan sumberdaya ikan tongkol Analisis potensi lestasi (MSY) sumberdaya ikan tongkol Hasil analisis regresi dalam perhitungan MEY sumberdaya ikan manyung Biaya operasional usaha perikanan per trip Hasil analisis rente ekonomi usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH) Hasil analisis rente ekonomi usaha perikanan jaring insang tetap (JIT) Hasil analisis rente ekonomi usaha perikanan payang Hasil analisis rente ekonomi usaha perikanan rawai tetap Hasil analisis rente ekonomi usaha perikanan handline Hasil analisis rente ekonomi usaha perikanan jaring klitik (JK) Intensitas ekonomi usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH) Intensitas ekonomi usaha perikanan jaring insang tetap (JIT) Intensitas ekonomi usaha perikanan payang Intensitas ekonomi usaha perikanan rawai tetap Intensitas ekonomi usaha perikanan Handline Intensitas ekonomi usaha perikanan jaring klitik (JK) Hasil banding berpasangan diantara komponen pembatas terkait terkait kriteria SDLINK Hasil banding berpasangan diantara komponen pembatas terkait terkait kriteria teknis Hasil banding berpasangan diantara komponen pembatas terkait terkait kriteria v

18 EKOSOS Hasil analisis kepentingan kelima opsi strategi terkait pembatas potensi stock SDI dalam mendukung kondisi sumberdaya dan lingkungan yang baik Hasil analisis kepentingan kelima opsi strategi terkait pembatas regulasi dalam mendukung kondisi sumberdaya dan lingkungan yang baik Hasil analisis kepentingan kelima opsi strategi terkait pembatas kualitas SDM dalam mendukung kondisi teknis operasi perikanan yang baik Hasil analisis kepentingan kelima opsi strategi terkait pembatas regulasi dalam mendukung kondisi teknis operasi perikanan yang baik Hasil analisis kepentingan kelima opsi strategi terkait pembatas potensi stock SDI dalam mendukung kondisi sosial ekonomi yang baik Hasil analisis kepentingan kelima opsi strategi terkait pembatas ketersediaan modal dalam mendukung kondisi sosial ekonomi yang baik Perbandingan kepentingan strategi terpilih (perbaikan manajemen usaha perikanan) dengan strategi pembinaan SDM perikanan Perbandingan kepentingan strategi terpilih (perbaikan manajemen usaha perikanan) dengan strategi kerjasama pemodalan Perbandingan kepentingan strategi terpilih (perbaikan manajemen usaha perikanan) dengan strategi pengembangan usaha perikanan skala kecil Perbandingan kepentingan strategi terpilih (perbaikan manajemen usaha perikanan) dengan strategi pengembangan usaha pendukung perikanan Hasil uji sensitivitas strategi terpilih (perbaikan manajemen usaha perikanan) terhadap intervensi/perubahan pada aspek teknis operasi perikanan Hasil uji sensitivitas strategi terpilih (perbaikan manajemen usaha perikanan) terhadap intervensi/perubahan pada aspek ekonomi dan sosial Dokumentasi penelitian. 179 vi

19 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan Indonesia memiliki luas wilayah laut 5,8 juta km 2 yang terdiri dari sekitar pulau dengan panjang garis pantai kurang lebih km yang didalamnya terdapat berbagai potensi sumberdaya alam di bidang perikanan dan kelautan. Perikanan laut merupakan potensi utama sumberdaya perikanan Indonesia dan memiliki peluang besar untuk dikembangkan. Potensi lestari sumberdaya ikan laut tersebut mencapai 6,4 juta ton per tahun dan tersebar di wilayah perairan Indonesia termasuk di perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Wilayah perairan tersebut terbagi dalam 9 (sembilan) wilayah, yaitu; Wilayah I Selat Malaka, Wilayah II Laut Cina Selatan, Wilayah III Laut Jawa, Wilayah IV Selat Makassar, Wilayah V Laut Banda, Wilayah VI Teluk Tomini dan Laut Maluku, Wilayah VII Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, Wilayah VIII Laut Arafuru, dan Wilayah IX Samudera Hindia (DKP, 2008, dan DKP, 2004). Menurut DKP-RI (2008), kesembilan wilayah perairan tersebut telah menghasilkan produksi perikanan laut yang dalam kurun waktu 2004 sampai 2007 menunjukkan perkembangan positif dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar ton per tahun. Produksi perikanan laut pada tahun 2007 mencapai sebesar ton atau naik 4,92% dari produksi tahun sebelumnya. Produksi perikanan laut ini, telah memberikan konstribusi sebesar 57,47% dari total ton produksi perikanan nasional pada tahun 2007 tersebut. Untuk wilayah Jawa Barat, Kabupaten Indramayu merupakan penyumbang utama (sekitar 51 %) dari produksi perikanan laut yang ada. Menurut DPK Kabupaten Indramayu (2010a), produksi perikanan laut di Kabupaten Indramayu termasuk stabil dan pada tahun 2009 mencapai ,6 ton dengan nilai sekitar Rp Hal ini disamping karena jumlah usaha perikanan di lokasi banyak, jumlah usaha perikanan tersebut umumnya dikembangkan dalam skala menengah ke atas. Aktivitas usaha perikanan tersebut umumnya berbasis di Karangsong, Pabean Udik, dan Singaraja. Karangsong sangat terkenal dengan tempat pendaratan ikannya (TPI Karangsong) yang

20 dikelola secara swadaya oleh masyarakat Indramayu melalui Koperasi Perikanan Laut (KPL) Mina Sumitra. Meskipun tidak banyak mendapat bantuan fasilitas pengelolaan dari Pemerintah, tetapi aktivitas pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Indramayu (terutama TPI Karangsong) termasuk paling sibuk dan stabil di Propinsi Jawa Barat. Peningkatan aktivitas pemanfaatan tersebut pasti akan mempengaruhi stock sumberdaya ikan di lokasi yang menjadi fishing ground nelayan Kabupaten Indramayu. Stock tersebut tidak dapat dikontrol, sehingga bila hal ini tidak dikelola dengan baik, maka dapat mengancam kelestarian sumberdaya ikan dan dapat mengancam aktivitas ekonomi berbasis perikanan yang terjadi di lokasi. Potensi lestari stock dan nilai ekonomi sumberdaya ikan menjadi hal penting yang harus dijaga untuk menjamin keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya ikan, dan dalam dalam kaitan ini maka berbagai aspek terkait dengan pengelolaan harus diperhatikan. Menurut Cochrane (2002), beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam pengelolaan sumberdaya ikan adalah kelestarian potensi sumberdaya ikan, dampak lingkungan kegiatan penangkapan ikan yang minimal, kehandalan teknis dari sarana dan prasarana yang digunakan, kinerja usaha dalam mendukung pengembangan ekonomi dan kehidupan sosial yang lebih bagi masyarakat nelayan dan daerah. Di Kabupaten Indramayu, hal ini termasuk sangat penting mengingatkan sumberdaya ikan di perairan utara Pulau Jawa diindikasi sudah menipis, dan perairannya telah mengalami banyak pencemaran, sehingga usaha perikanan yang dikembangkan perlu lebih selektif. Banyaknya nelayan dan masyarakat yang menggantungkan hidup pada kegiatan perikanan dengan basis TPI Karangsong, maka dampak ekonomi dan sosial yang ditimbulkannya selalu menjadi perhatian di kawasan. Penyerapan tenaga kerja terutama sebagai nelayan ini menjadi alasana utama perlunya. Menurut DKP (2008), jumlah nelayan di Indonesia mencapai sebanyak jiwa dengan jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) pada tahun Jumlah nelayan ini mengalami peningkatan rata-rata 4,18% per tahun atau sebesar jiwa per tahun dalam kurun waktu Peningkatan jumlah nelayan tersebut cukup signifikan terjadi di Kabupaten Indramayu yang mencapai 6,92% per tahun (DPK Kabupaten Indramayu, 2010b). 2

21 Mengingat banyak masyarakat nelayan yang menggantungkan hidup pada aktivitas pemanfaatan sumberdaya ikan ini, maka usaha perikanan yang ada terus dipertahankan dan dikelola secara baik, sehingga dapat mendukung kesejahteraan nelayan dan masyarakat pesisir secara jangka panjang. Upaya awal yang dapat dilakukan terkait hal ini adalah memastikan dan mengindentifikasi jenis usaha perikanan yang layak dan dapat memberi kehidupan yang lebih baik bagi nelayan dan pelakunya. Hal ini penting supaya kegiatan ekonomi berbasis usaha perikanan tersebut dapat memberi dampak baik dan bukan sebagai sumber konflik di kawasan. Penelitian ini akan mencoba membantu hal ini sehingga kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan yang terjadi di lokasi dapat membantu ekonomi masyarakat kawasan dan produksi perikanan nasional. Supaya hal ini dapat berkelanjutan, maka penelitian ini juga memandang perlu untuk merumuskan strategi pengembangan ekonomi dengan berbasis pada usaha perikanan yang ada dan potensial untuk dikembangkan. 1.2 Perumusan Masalah Mengacu kepada latar belakang tersebut, penelitian empirik perlu dilakukan untuk mengembangkan analisis ekonomi pengelolaan usaha perikanan yang memanfaatkan potensi lestari sumberdaya ikan Kabupaten Indramayu sehingga berkelanjutan di masa datang. Ada tiga permasalahan yang diajukan dan diharapkan dapat dipecahkan melalui penelitian ini, yaitu : a. Stock sumberdaya ikan di perairan utara Pulau Jawa diindikasi sudah menipis, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan kelangsungan pemanfaatan. Terkait dengan ini, maka kapasitas stock dan potensi ekonomi lestari sumberdaya ikan di lokasi dirasa perlu untuk diketahui dengan pasti, supaya tindakan pengelolaan dapat dilakukan secara tepat. b. Usaha perikanan yang berkembang di Kabupaten Indramayu belum dikelola dengan manajemen dan sistem keuangan yang baik, meskipun menjadi penyumbang utama produk perikanan laut di Propinsi Jawa Barat (mencapai ,6 ton pada tahun 2009). Hal ini menyebabkan belum 3

22 dapat diketahuinya secara pasti, jenis-jenis usaha perikanan yang sehat secara finansial dan lebih terjamin keberlanjutannya. c. Kegiatan perikanan sebagai basis ekonomi nelayan dan masyarakat pesisir di lokasi belum mempunyai arahan/strategi yang jelas terutama terkait pengembangannya di masa datang. Program perikanan yang ada umumnya disusun berdasarkan interest dan perkembangan yang bersifat spontanitas yang terjadi di lokasi. Hal ini tentu kurang mendukung untuk pengembangan ekonomi perikanan secara berkelanjutan di Kabupaten Indramayu. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian terkait Analisis Ekonomi Pengelolaan Usaha Perikanan Yang Berkelanjutan di Kabupaten Indramayu bertujuan : 1. Menganalisis kapasitas stock dan potensi ekonomi lestari sumberdaya ikan laut di Kabupaten Indramayu. 2. Menganalisis keberlanjutan usaha perikanan di Kabupaten Indramayu. 3. Merumuskan strategi pengembangan ekonomi berkelanjutan dengan berbasis pada usaha perikanan yang ada di Kabupaten Indramayu. 1.4 Kegunaan Penelitian Beberapa kegunaan yang dapat diperoleh dari adanya penelitian ini, antara lain : 1. Menemukenali perspektif lain dalam memandang pemanfaatan sumberdaya ikan oleh nelayan dan pelaku perikanan setempat sehingga solusi yang ditawarkan tidak hanya berorientasi pada teknis (sarana dan prasarana), tetapi juga melihat secara menyeluruh aspek pengelolaan yang ada baik mencakup sumberdaya itu sendiri dan lingkungan maupun aspek ekonomi dan sosial yang ditimbulkannya. 2. Bagi pemerintah, pengetahuan tentang pengelolaan sumberdaya perikanan secara bijak dengan mempertimbangkan kepentingan semua aspek pengelolaan yang ada, serta pengembangan suatu perangkat kebijakan dan 4

23 strategi dengan mempertimbangkan masukan semua stakholders terkait di kawasan. 3. Bagi nelayan, pengetahuan tentang pengelolaan usaha perikanan yang layak secara finansial sehingga dapat memberi kesejahteraan yang lebih baik dan menjamin keberlanjutan usaha hingga masa mendatang. 4. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya terkait dengan kajian ekonomi dari suatu kegiatan pengelolaan suatu sumberdaya alam dan lingkungan. 5. Memenuhi persyaratan untuk meraih gelar Master Sains (M.Si) di Program Studi Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarja Institut Pertanian Bogor. 1.5 Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah : 1. Pemanfaatan sumberdaya ikan melalui usaha perikanan yang ada di Kabupaten Indramayu telah melebihi kapasitas stock dan potensi ekonomi lestari perikanan lokasi 2. Terdapat usaha perikanan yang tidak layak atau kurang terjamin keberlanjutannya untuk dikembangkan di Kabupaten Indramayu 1.6 Kerangka Pemikiran Pemanfaatan sumberdaya ikan melalui usaha perikanan rakyat telah menjdi andalan utama mata pencaharian masyarakat pesisir dan perekonomian daerah di Kabupaten Indramayu. Menurut DPK Kabupaten Indramayu (2010a), Kabupaten Indramayu merupakan kabupaten yang produksi ikannya termasuk di Propinsi Jawa Barat dan pada tahun 2009, nilai produksinya mencapai Rp Nilai produksi yang besar ini telah menjadi menjadikan sektor perikanan sebagai sektor ekonomi utama kabupaten Indramayu di samping sektor pertanian. Namun demikian, stock sumberdaya ikan di perairan utara Pulau Jawa termasuk yang menjadi fishing ground nelayan Indramayu cenderung menipis dan hal ini sama sekali tidak bisa dikontrol. Disamping sudah pasti mengancam 5

24 kelestarian sumberdaya ikan di lokasi, kondisi ini dapat mengganggu usaha perikanan dan perekonomian pesisir di Kabupaten Indramayu. Kondisi dan permasalahan ini menjadi dasar pemikiran penting untuk dilakukannya penelitian ini. Secara detail, kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.1 Permasalahan : 1. Stock sumberdaya ikan di fishing ground nelayan Indramayu diindikasi menipis 2. Usaha perikanan yang lebih terjamin keberlanjutannya belum diketahui pasti 3. Belum ada arahan/strategi yang jelas untuk pengembangan usaha perikanan di masa datang Kondisi Saat Ini : Kabupaten Indramayu merupakan penyumbangan utama (sekitar 51 %) dari produksi perikanan laut Jawa Barat. Hasil tangkapan usaha perikanan tahun 2009 mencapai ,6 ton dengan nilai sekitar Rp Potensi ekonomi sumberdaya ikan menggerakkan usaha perikanan dan ekonomi pesisir Dampak : Mempengaruhi kelangsungan usaha perikanan dan kontribusinya bagi kesejahteraan nelayan dan masyarakat ii Evaluasi stock & potensi ekonomi lestari Analisis Keberlanjutan Usaha Analisis Kebijakan Underfishing YA Layak YA Prospektif YA TIDAK Pemeliharaan TIDAK TIDAK Solusi Perbaikan dan Recovery Pola Pengelolaan Usaha Perikanan Yang Berkelanjutan Gambar 1.1 Kerangka pemikiran penelitian 6

25 Meskipun kontribusinya besar, usaha perikanan yang berkembang di Kabupaten Indramayu belum dikelola dengan manajemen usaha yang baik. Kondisi ini menyulitkan rencana pengembangan ke depan karena jenis-jenis usaha perikanan yang sehat secara finansial dan layak mendapat dukungan investasi tidak diketahui pasti. Disamping itu, strategi pengembangan ekonomi berkelanjutan dengan berbasis pada usaha perikanan juga belum tersedia dengan baik. Kondisi ini semakin memperkuat pemikiran peneliti untuk dilakukannya penelitian ini. Dalam kaitan dengan stock sumberdaya ikan, menipis tidaknya dapat diketahui dengan menganalisis potensi lestari (MSY) sumberdaya ikan tersebut kemudian dibandingkannya dengan hasil tangkapan yang didapat oleh nelayan Indramayu selama ini. Oleh kerena pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut banyak ditujukan untuk kegiatan komersial yang mendukung kehidupan nelayan dan masyarakat pesisir, serta perekonomian Kabupaten Indramayu, maka analisis tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan ukuran atau parameter ekonomi yang tepat. Hal ini penting supaya prospek ekonomi untuk pengembangan kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan melalui usaha ekonomi berbasis perikanan yang dilakukan nelayan dan masyarakat pesisir diketahui langsung, sehingga tindakan pengelolaan yang tepat juga dapat dilakukan. Terkait dengan pemikiran ini, maka penelitian memandang perlu untuk dilakukan analisis potensi sumberdaya ikan di lokasi baik berdasarkan kapasitas stock sumberdaya ikan tersebut maupun potensi ekonomi lestari untuk pemanfaatannya ke depan. Analisis stock lestari sumberdaya ikan (Maximum Sustainable Yield/MSY) memberi informasi tentang batas maksimum sumberdaya ikan yang dapat ditangkap sehingga kelestarian sumberdaya ikan ekonomis yang selama ini ditangkap oleh nelayan Indramayu tidak punah. Informasi MSY ini dapat menjadi arahan tentang jumlah ikan maksimum yang boleh ditangkap oleh nelayan setiap tahunnya di lokasi. Sedangkan analisis potensi ekonomi lestari (Maximum Economic Yield/MEY) memberi informasi tentang nilai ekonomi maksimum sumberdaya ikan yang terdapat di lokasi dan dapat dimanfaatakan terus-menerus tanpa mengganggu keberlanjutan pemanfaatan di kemudian hari. Informasi MEY ini dapat menjadi pertimbangan untuk pengembangan usaha perikanan ke depan di 7

26 Kabupaten Indramayu. Bila stock sumberdaya ikan sudah overfishing, maka dalam penelitian ini akan diupayakan dicari solusi perbaikannya. Begitu juga tindakan pengelolaan yang lebih baik akan diambil bila ada usaha perikanan yang tidak layak secara finansial dan ada kebijakan perikanan yang tidak efektif. Untuk mendapat informasi tentang jenis-jenis usaha perikanan yang layak dan lebih terjamin keberlanjutannya, maka dalam penelitian ini akan dilakukan analisis rente ekonomi. Pemilihan metode analisis ini didasarkan pada pemikiran bahwa layak dan berkelanjutan tidaknya usaha perikanan dilakukan sangat ditentukan oleh nilai lebih (surplus) yang dapat diperoleh dan perbandingan penerimaan (benefit) dengan biaya (cost) yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha perikanan. Dalam kaitan dengan analisis kebijakan akan dikolaborasi dengan metode AHP. Pemikiran pengembangan metode AHP untuk evaluasi kebijakan didasarkan pada kemampuan metode ini untuk menganalisis dan memilih strategi kebijakan terbaik diantara beberapa alternatif yang ada. Dalam analisis ini, setiap kriteria dan pembatas pengembangan ekonomi akan dipertimbangkan, sehingga strategi kebijakan tersebut benar-benar menjadi strategi terbaik untuk pengembangan ekonomi berkelanjutan dengan berbasis pada usaha perikanan yang ada di Kabupaten Indramayu. 8

27 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Laut Jenis Sumberdaya Ikan Sebagai suatu negara tropis, perikanan laut Indonesia termasuk multi spesies. Secara sederhana, potensi sumberdaya ikan laut tersebut dikelompokkan menjadi kelompok sumberdaya ikan demersal dan pelagis. Sedangkan menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2002), sumberdaya ikan laut meliputi ikan (pisces), kelompok udang (crustacea), binatang berkulit lunak (mollusca) dan rumput laut. Bila mengacu kepada lingkup ini, maka jenis sumberdaya ikan laut dapat dikelompokkan ke dalam 4 kelompok (Naamin dan Badrudin, 1992 yang diacu dalam Ihsan, 2000) yaitu : (1) Sumberdaya ikan demersal, merupakan jenis ikan yang hidup di atau dekat dasar perairan. (2) Sumberdaya pelagis kecil, merupakan jenis ikan yang berada di sekitar permukaan. (3) Sumberdaya ikan pelagis besar, merupakan jenis ikan oseanik yang sangat jauh (seperti tuna dan cakalang) dan, (4) Sumberdaya udang dan biota laut non ikan lainnya. Perairan laut Indonesia sangat kaya dengan jenis sumberdaya ikan, baik dari jenis ikan demersal, ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, maupun udang dan biota laut non ikan. Dari jenis tersebut, ikan sangat potensial di perairan utara Jawa sebagai lokasi fishing ground nelayan Kabupaten Indramayu potensi diantaranya adalah ikan kembung (Indian mackerel), teri (anchovies), selar (trevallies), kurisi (treadfin breams), kuwe (caranx sexfaciatus), tongkol (eastem litle tuna), tenggiri (narrow barred king mackerel), lemuru (indian oil sardinella), layur (hair tails), peperek (pony fishes/sleep mouths), ekor kuning (yellow tail/fusiliers), udang putih (banana prawn), layang (scales), cumi-cumi (common squid). Namun potensi sumberdaya ikan di lokasi maupun belahan dunia lainnya memperlihatkan kecenderungan yang menurun.

28 2.1.2 Kondisi Stok Sumberdaya Ikan FAO (2005) melaporkan bahwa stok sumberdaya ikan baik secara global maupun regional pada dekade terakhir ini telah mengalami penurunan yang sangat drastis, akibat penangkapan yang terus menerus dan tidak ramah lingkungan. Berdasarkan beberapa kajian yang dilakukan, penyebab penurunan stok sumberdaya ikan laut ini dapat dikelompokkan menjadi dua faktor utama, yaitu adanya perubahan lingkungan (baik perubahan iklim global maupun penurunan kualitas lingkungan) dan peningkatan pemanfaatan sumberdaya ikan laut. Kedua hal ini terjadi karena kebutuhan dan aktivitas kehidupan masyarakat dunia yang terus meningkat. Menurut DKP (2008) dan Seijo et al, (1998), sotck sumberdaya ikan laut tersebut perlu dikelola dengan menginteraksi secara harmonis komponen sumberdaya ikan dengan komponen sumberdaya manusia, modal, teknologi dan informasi melalui pengembangan usaha perikanan yang tepat. Pertambahan penduduk dunia yang begitu cepat telah meningkatkan permintaan ikan, sehingga harmonisasi interaksi dalam pengelolaan potensi sumberdaya sangat dibutuhkan. Peningkatan upaya penangkapan ikan melalui penambahan armada penangkapan ikan maupun teknologi penangkapan yang tidak terkendali, telah mendorong percepatan terjadinya penurunan potensi sumberdaya ikan di berbagai belahan bumi, termasuk di perairan Indonesia. Potensi lestari sumberdaya ikan laut Indonesia mencapai 6,4 juta ton per tahun Upaya perbaikan terhadap kondisi stok sumberdaya ikan laut bukannya tidak dilakukan. Menurut FAO (2005), dalam beberapa tahun terakhir telah dikembangkan metoda kebijakan pengendalian pemanfaatan sumberdaya ikan yang didasarkan pada kajian aspek biologi, seperti penerapan TAC (Total Allowable Catch), ITQ (Individual Transferable Quota), MSY (Maximum Sustainable Yield), dan sebagainya. Namun, upaya ini belum berhasil baik karena pelaku pemanfaatan belum banyak mengembangkan usaha perikanan yang ramah lingkungan dan kebijakan yang diterapkan oleh banyak tidak efektif. Di satu pihak masing-masing akan berusaha untuk memaksimumkan hasil tangkapan, di lain pihak masing-masing mempunyai insentif untuk mempertahankan ataupun meningkatkan kelestarian sumberdaya yang pada 10

29 akhirnya tetap merugikan nelayan lemah yang merupakan mayoritas penduduk setempat yang justru tidak mendapatkan manfaat dari kekayaan sumberdaya wilayahnya sendiri Konsep Pengelolaan Sumberdaya Ikan Sumber daya ikan mempunyai sifat yang spesifik yang dikenal dengan akses terbuka (open access) yang memberikan anggapan bahwa setiap orang atau individu merasa memiliki sumberdaya tersebut secara bersama (common property). Oleh karena pengelolaan sumberdaya ikan harus dilakukan dengan konsep memberi kesempatan yang sama kepada setiap individu baik nelayan, pengusaha perikanan, maupun masyarakat luas untuk memanfaatkan sumberdaya ikan yang ada. Namun demikian, pengelolaan tersebut harus dilakukan secara bertanggung jawab mengedepankan prinsip kelestarian dan keadilan. Menurut Sparre dan Venema (1999), hal yang sering dilupakan dalam pengelolaan sumberdaya ikan adalah sering aspek biologi dan dominannya aspek eksploitasi dan mengalokasikan alat tangkap secara berlebihan. Sebagai megapredator, nelayan mempunyai perilaku yang sangat unik dalam merespon baik perubahan sumberdaya ikan, iklim maupun kebijakan yang diterapkan. Sejarah collapse-nya perikanan anchovy di Peru dapat menjadi pelajaran bahwa kebijakan pembatasan upaya penangkapan tanpa dibarengi dengan pengetahuan yang baik dalam mengantisipasi perilaku nelayan dalam merespon setiap perubahan baik internal maupun eksternal stok sumberdaya ikan telah menggagalkan upaya untuk keberlanjutan pengelolaan sumberdaya ikan. Menurut UU No. 45 Tahun 2009 dan Bahari (1989) pengelolaan sumberdaya ikan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik dengan memperhatikan aspek-aspek pengelolaan yang ada. Aspek-aspek pengelolaan tersebut dapat mencakup : Aspek sumberdaya, terkait dengan potensi sumberdaya ikan, penyebaran ikan, komposisi ukuran hasil tangkapanan dan jenis spesies. 11

30 Aspek teknis, terkait dengan unit penangkapan, jumlah kapal, fasilitas penanganan di kapal, fasilitas pendaratan dan fasilitas penanganan ikan di darat. Aspek ekonomi, terkait dengan investasi, hasil produksi, pengolahan, pemasaran hasil, dan efisiensi biaya operasional yang berdampak kepada penerimaan dan keuntungan. Aspek sosial, terkait dengan kelembagaan, ketenagakerjaan, kesejahteraan, dan konflik pengelolaan. Pengelolaan sumberdaya ikan di wilayah perairan Indonesia tidak dapat terlepas dari peraturan-peraturan yang berlaku, baik internasional maupun nasional. UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan (perubahan UU Nomor 31 Tahun 2004) dinyatakan bahwa pengelolaan perikanan adalah semua upaya termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. Disamping itu, juga dinyatakan bahwa pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisisensi dan kelestarian yang berkelanjutan. Hal ini harus menjadi perhatian dan konsepsi dalam semua tindakan pengelolaan sumberdaya ikan di Indonesia. Namun demikian, konsep pengelolaan tersebut sering tidak berjalan dengan baik karena berbagai implikasi yang terjadi dari kegiatan pengelolaan. Menurut Seijo et al. (1998), implikasi kegiatan pengelolaan tersebut dapat terkait populasi sumberdaya ikan, jumlah upaya penangkapan, biaya operasi, dan keuntungan. Penambahan jumlah upaya penangkapan akan mengurangi ketersediaan stok ikan dan akan meningkatkan biaya tangkapan untuk pengguna lain. Kerusakan stok dan populasi sumberdaya ikan akan terjadi apabila nelayan bersama-sama melakukan tindakan pemanfaatan pada lokasi yang sama. Pada fishing ground terjadi konflik penggunaan alat tangkap, yang selanjutnya akan mengubah struktur populasi ikan, dinamika populasi spesies target dan 12

31 mempengaruhi kelimpahan ikan non target. Dalam kaitan dengan biaya operasi, nelayan hanya melihat biaya yang dikeluarkan sendiri, sementara peningkatan biaya yang dikeluarkan nelayan lain karena pengurangan stok ikan diabaikan. Dengan demikian nelayan secara umum cenderung menempatkan terlalu banyak modal usaha perikanan. Nelayan yang beroperasi pada suatu fishing ground yang produktif akan mendapatkan keuntungan. Hal ini menyebabkan nelayan lain akan merugi dan menanggung biaya marginal karena kehabisan stok sumberdaya ikan. Konsep pengelolaan harus semaksimal mungkin menghindari implikasi negatif tersebut, sehingga sumberdaya ikan tetap lestari dan kegiatan pemanfaatan dapat berkelanjutan. 2.3 Usaha Perikanan Komponen Pendukung Usaha Perikanan Menurut PP No. 15 tahun 1990, usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersil. Usaha perikanan merupakan salah satu komponen penting dalam pemanfaatan sumberdaya ikan secara komersial. Hal ini karena usaha perikanan menjadi penggerak utama kegiatan pemanfaatan, dimana pemanfaatan tersebut akan menguntungkan atau tidak sangat tergantung pada kinerja usaha perikanan yang ada. Menurut Monintja (2001) dan Hanafiah dan Saefuddin (1986), dalam operasionalnya, usaha perikanan membutuhkan dukungan dan berkaitan erat dengan komponen lainnya, seperti sumberdaya manusia, sarana produksi, prasarana pelabuhan, dan pasar. (1) Sumberdaya manusia Sumberdaya manusia merupakan penggerak suatu usaha perikanan. Supaya kinerja usaha perikanan baik, maka sumberdaya manusia harus berkualitas dan menguasai teknologi yang dibutuhkan dalam operasi usaha perikanan. (2) Sarana produksi Pada bidang perikanan tangkap, sarana produksi ini dapat mencakup alat tangkap, pabrik es, kapal, instalasi air tawar dan listrik, pusat pendidikan dan 13

32 pelatihan tenaga kerja. Sarana produksi penting karena pelaksanaan operasi usaha perikanan sangat tergantung pada kesiapan sarana produksi ini. (3) Prasarana pelabuhan Pelabuhan perikanan merupakan tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Prasarana pelabuhan ini sangat dibutuhkan karena menjadi penghubung kegiatan operasi usaha perikanan dengan pasar dan konsumen. (4) Pasar Pasar merupakan tempat dimana terjadi arus pergerakan barang-barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen. Pasar produk dari usaha perikanan akan menentukan keberlanjutan usaha perikanan. Perlu disadari, bahwa operasional usaha perikanan perlu diarahkan sehingga dapat menjaga kelestraian sumberdaya ikan, mengatur pemanfaatan, dan mengantisipasi perilaku nelayan sehingga sejalan dengan kebijakan yang diterapkan. Menurut Fachruddin (2004), operasional usaha perikanan merupakan upaya yang dinamis, yaitu sesuai permintaan dengan konsumen yang senantiasa terus berkembang. Dalam kaitan ini, maka kontribusi setiap komponen pendukung menjadi semakin penting guna mengantispasi perubahan-perubahan dalam hal ekonomi, teknologi, dan lingkungan, termasuk penggunaan cara-cara tradisional dalam penanganan sumberdaya perikanan. Sebagai implikasi dari perkembangan kebutuhan konsumen, maka menurut Fauzi (2004) penyesuaian atau perubahan dapat terjadi pada tujuan, strategi dan operasional usaha perikanan. Semakin efisien alat penangkapan berarti semakin banyak ikan yang dapat ditangkap per satuan waktu; juga dengan adanya kemampuan sarana penyimpan seperti freezer, maka lebih banyak ikan yang dapat disimpan. Hal ini dilakukan dalam rangka memberi pelayanan kepada konsumen yang dari waktu ke waktu jenis kebutuhan terus meningkat dan berubah termasuk untuk produk perikanan. 14

33 2.3.2 Kinerja Usaha Perikanan Usaha perikanan merupakan usaha komersial yang mengejar keuntungan, sehingga penilaian kinerja menjadi hal penting untuk dilakukan. Secara umum kinerja (performance) merupakan kemampuan kerja dari suatu usaha yang ditunjukkan dengan hasil kerja. Hawkins (1979) menyatakan bahwa Performance is: (1) the process or manner of performing, (2) a notable action or achievement, (3) the performing of a play or other entertainment. Dalam arti yang lebih luas, kinerja merupakan jumlah output yang dihasilkan oleh unit kerja per satuan waktu tertentu, yang ditunjukkan oleh jumlah keuntungan, retribusi, pajak, dan sebagainya. Oleh karena itu kinerja usaha perikanan bertujuan memanfaatkan potensi sumberdaya ikan secara maksimal. Namun demikian, upaya tersebut perlu dilakukan dalam koridor tetap menjaga melestarikan sumberdaya perikanan dan kondisi lingkungan, dan memastikan diterapkannya keadilan terhadap para pengguna yang telah memanfaatkan sumberdaya alam milik umum tersebut. Menurut Fauzi (2004) dan Sukmadinata (1995), kinerja usaha perikanan merupakan jumlah produk perikanan yang dihasilkan oleh suatu usaha perikanan dalam suatu periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan. Kinerja hendaknya merupakan hasil yang dapat diukur dan menggambarkan kondisi pengelolaan suatu usaha perikanan milik perorangan (individu) atau badan hukum (perusahaan) dari berbagai ukuran yang disepakati. Usaha perikanan adalah sebuah sistem yang terdiri dari berbagai elemen perikanan yang saling terkait dan saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pada lingkungan yang sangat kompleks. Penilaian terhadap sistem perikanan ini merupakan salah upaya untuk mengukur kinerja perikanan. Sultan (2004), usaha perikanan merupakan suatu gugus dari elemen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari tujuan-tujuan di bidang perikanan. Jika pengembangan usaha perikanan di suatu wilayah perairan ditentukan pada perluasan kesempatan kerja, maka teknologi yang perlu dikembangkan adalah jenis unit penangkapan ikan yang relatif dapat menyerap tenaga kerja banyak, dengan pendapatan nelayan memadai. 15

34 Untuk mengetahui apakah kinerja suatu usaha perikanan sesuai atau tidak dengan standar yang ditetapkan, maka dilakukan penilaian kinerja dan hal ini biasanya dilakukan dengan pendekatan analisis kinerja dengan ukuran keuangan atau finansial usaha yang dicapai maka perlu dilakukan penilaian kinerja. Disini pihak manajemen perusahaan cenderung hanya ingin memuaskan shareholders, dan kurang memperhatikan ukuran kinerja yang lebih luas yaitu kepentingan stakeholders. Atkinson et al. (1997) menyatakan bahwa pengukuran kinerja sebagai berikut: Performance measurement is perhaps the most important, most misunderstood, and most difficult task in management accounting. An effective system of performance measurement containts critical performance indicator (performance measures) that (1) consider each activity and the organization it self from the customer s perspective, (2) evaluate each activity using customer validated measure of performance, (3) consider all facets of activity performance that affect customers and, therefore, are comprehensive, and (4) provide feedback to help organization members identity problems and opportunities for improvement. Safi i (2007) dan Seijo et al. (1998) menyatakan bahwa pengelolaan usaha perikanan dihadapkan pada tantangan yang timbul karena faktor-faktor yang menyangkut perkembangan penduduk, perkembangan sumberdaya dan lingkungan, perkembangan teknologi dan ruang lingkup internasional. Pengukuran kinerja usaha perikanan perlu mempertimbangkan hal tersebut. Sumberdaya ikan laut termasuk pada kriteria sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, namun demikian pemanfaatannya sangat tergantung pada kearifan manusia menjadi tantangan besar dalam pengukuran kinerja ini. Terkait dengan ini, maka pengukuran kinerja ini juga harus mempertimbangkan keterbatasan dan perubahan alamiah yang ada. Penilaian kinerja sangat penting, kemungkinan memiliki salah pengertian, dan merupakan tugas yang paling sulit dalam akuntansi manajemen. Menurut Atkinson et al. (1997), penilaian kinerja yang efektif sebaiknya mengandung indikator kinerja, yaitu: (1) Memperhatikan setiap aktivitas organisasi dan menekankan pada perspektif pelanggan, 16

35 (2) Menilai setiap aktivitas dengan menggunakan alat ukur kinerja yang mengesahkan pelanggan, (3) Memperhatikan semua aspek aktivitas kinerja secara komprehensif yang mempengaruhi pelanggan, dan (4) Menyediakan informasi berupa umpan balik untuk membantu anggota organisasi mengenali permasalahan dan peluang untuk melakukan perbaikan. Mengacu kepada hal ini, maka penilaian kinerja usaha perikanan mencakup kegiatan yang mengukur berbagai aktivitas usaha perikanan sehingga menghasilkan informasi umpan balik untuk manfaat keuangan yang layak bagi nelayan dan pelaku usaha perikanan. Penilaian kinerja usaha perikanan dalam ukuran keuangan juga memberi informasi untuk perbaikan pengelolaan usaha perikanan. Perbaikan usaha perikanan ini (Fauzi, 2005 dan Ruddle et al., 1992) mencakup : (1) perbaikan perencanaan perbekalan, (2) perbaikan metode operasi (penangkapan ikan, penanganan hasil, dan lainnya), dan (3) perbaikan evaluasi kerja usaha perikanan. Hasil penilaian kinerja ini akan menentukan tingkat kelayakan pengembangan suatu usaha perikanan. 2.4 Pelaku Ekonomi Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2002) dan Munasinghe (1993), pelaku ekonomi perikanan dapat mencakup nelayan tradisional, pengusaha perikanan dan kelompok nelayan. Menurut Sudarsono (1986) dan Hanafi dan Saefuddin (1986), koperasi dapat menjadi bagian dari pelaku ekonomi suatu bidang bisnis bila mereka terlibat langsung. Dengan demikian, koperasi perikanan juga termasuk pelaku ekonomi perikanan. Pemerintah dapat dianggap sebagai pelaku ekonomi perikanan bila secara mengembangkan kebijakan yang mendukung kegiatan ekonomi perikanan. (1). Nelayan tradisional Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung (seperti penebar dan pamakai jaring) maupun secara tidak langsung (seperti juru mudi perahu layar, nakhoda kapal ikan bermotor, ahli mesin kapal, juru masak kapal penangkap ikan) sebagai mata pencaharian. (Fauzi, 17

36 2005). Nelayan tradisional merupakan bagian terbesar dari masyarakat nelayan di Indonesia. Nelayan tradisional ini umumnya dapat dicirikan dengan tingkat kepemilikannya kecil dan penguasaan faktor produksi serta kemampuan managerial relatif terbatas. Keterbatasan ini akan mempengaruhi motivasi, perilaku dan gugus kesempatan. Selain itu, vokalitas untuk memperjuangkan pendapat dan kebutuhan dari kelompok ini biasanya relatif rendah, sehingga nelayan tradisional umumnya tersisihkan bila kegiatan ekonomi perikanan berkembang pesat di suatu kawasan.. Menurut Nikijuluw (2002), motivasi utama dari nelayan tradisional dalam melakukan kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan adalah memperoleh hasil produksi atau tangkapan setinggi-tingginya dengan tujuan utama yakni untuk memenuhi kebutuhan keluarganya disamping kesejahteraannya. Dengan segala keterbatasan yang dimiliki dan ketidakpastian yang dihadapi seperti cuaca, musim ikan, harga faktor-faktor produksi, dan harga jual hasil tangkapan para nelayan ini umumnya lebih bersikap pasif dan konservatif terhadap berbagai bentuk inovasi. Nelayan tardisional umumnya menerima semua bentuk inovasi yang ada, namun kesulitan untuk mengembangkannya. (2). Pengusaha perikanan Pengusaha perikanan (nelayan kaya) lebih dianggap sebagai kelompok pelaku yang sukses dan bermodal besar dalam melakukan kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan. Berbeda dengan nelayan tradisional, gugus kesempatan pengusaha perikanan swasta skala besar biasanya jauh lebih longgar. Mereka memiliki akses yang lebih besar terhadap berbagai fasilitas seperti perbankan, pelayanan dan penerapan teknologi baru. Mereka juga mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi pembuat kebijaksanaan bila ada kebijakan yang dapat mengancam eksistensi mereka. Menurut Dahuri, et. al (2001), pengusaha perikanan dan nelayan kaya dapat menghidupkan kegiatan perikanan dengan lebih optimal di suatu kawasan pesisir. Hal ini karena mempunyai motivasi bisnis yang umumnya memaksimumkan keuntungan dan mereka dapat juga melakukan berbagai bentuk strategi mulai dari integrasi vertikal baik ke hulu maupun ke hilir, sampai integrasi 18

37 horizontal untuk memaksimumkan keuntungan dan akumulasi modal. Pengusaha perikanan ini umumnya mempekerjakan nelayan kecil dan tradisional dalam menjalanakan bisnis perikanannya. (3). Kelompok nelayan Menurut Elfindri (2002), kelompok nelayan merupakan perkumpulan yang terdapat di masyarakat nelayan yang dibentuk atas kesadaran nelayan. Dengan kelompok, nelayan dapat memperoleh manfaat baik dalam hal menekan biaya pengadaan sarana produksi dan biaya untuk pemasaran hasil, terutama untuk menekan biaya transportasi. Nikijuluw (2002) menyatakan bahwa kelompok nelayan juga dapat meningkatkan vokalitas nelayan dalam mengartikulasikan pendapat dan kepentingannya. Kegiatan berkelompok dapat dipandang sebagai bentuk integrasi horizontal terutama untuk memperkuat bargaining position nelayan, misalnya dalam pemasaran hasil produksinya. (4). Pedagang Ikan Berdasarkan tahapan perdagangan yang dilakukan, pedagang ikan termasuk jenis pedagang perantara. Menurut Hou (1997), pedagang perantara merupakan perorangan atau organisasi yang berusaha dalam bidang tataniaga, yang menggerakkan barang dari produsen sampai konsumen melalui jual-beli. Dalam saluran tataniaga dapat terdiri dari satu atau beberapa pedagang perantara seperti: pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang eceran. Disamping pedagang perantara, juga terdapat pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang eceran. Dalam kaitan tentang kepentingan produsen dan konsumen serta peran pemerintah di bidang perikanan, maka peran pedagang perantara sangat dibutuhkan. Pedagang perantara dapat membantu nelayan dalam menjual hasil tangkapannnya, sehingga mereka dapat beristirahat cukup setelah melaut. Sedangkan konsumen juga merasa terbantu, karena tidak harus jauh-jauh mencari protein hewan ikan asal ikan ke perkampungan nelayan. Menurut Muvyarto (1987), tujuan utama dari operasi jual-belinya ialah mencari untung, sehingga ada kecenderungan untuk berusaha membeli semurah-murahnya dan berusaha menjual 19

38 semahal-mahalnya. Hal ini sering diterapkan oleh pedagang perantara, dan bila kurang fleksibel dapat menimbulkan konflik dengan nelayan sebagai produsen. (5). Koperasi Unit Desa (KUD Mina) Dalam Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa koperasi merupakan satu dari tiga sektor kegiatan perekonomian, selain pemerintah dan swasta. Sebagaimana bandan usaha ekonomi lainnya, koperasi termasuk koperasi perikanan (KUD Mina) juga bertujuan untuk mencari keuntungan, dan keuntungan tersebut menjadi milik anggota yang dibagi setiap periode yang disepakati. Pembagian keuntungan didasarkan atas pemilikan modal, serta keterlibatan anggota dalam kegiatan koperasi (Sudarsono, 1986). Menurut Inpres No 4 tahun 1984, KUD Mina berada dalam lingkup KUD Serba Usaha, namun dapat memiliki susunan pengurus tersendiri sebagai salah satu kegiatan KUD. Kondisi ini menyebabkan KUD Mina lebih bebas dalam menjalankan kegiatannya. Adapun kegiatan KUD Mina dapat mencakup pengelolaan TPI, penanganan pemasaran hasil-hasil perikanan, pelayanan perkreditan, pengelolaan kios perbekalan, pengelolaan pabrik es dan perbengkelan, dan kegiatan pembinaan dan pelayanan kesehatan nelayan anggota. (6). Pemerintah Dalam kegiatan ekonomi, pemerintah hendaknya berada posisi netral antara produsen dan konsumen. Namun dalam kenyataannya, pemerintah mempunyai misi dan motivasi tersendiri yang perlu diperhitungkan dalam melihat permasalahan perekonomian yang ada termasuk di bidang perikanan. Menurut Hardjomidjojo (2004), pemerintah berupaya untuk mencapai semaksimal mungkin didalam meningkatkan produksi, produktivitas, pendapatan nelayan, ekspor komoditi perikanan, pertumbuhan investasi, konsumsi ikan dan dalam mewujudkan kualitas kehidupan terutama disenta-sentra perikanan. Hal ini penting untuk kelangsungan kegiatan ekonomi berbasis perikanan di lokasi. 20

39 2.5 Pengembangan Ekonomi Perikanan Komponen Pengembangan Pengembangan merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan usaha perubahan dari sesuatu yang kurang baik ke arah yang lebih baik. Pengembangan merupakan suatu proses yang maju dan menuju ke arah yang lebih baik. Pengembangan ekonomi perikanan merupakan suatu proses yang membawa peningkatan kemampuan nelayan dalam pengelolaan usaha perikanan yang disertai dengan perbaikan ekonomi dan taraf hidup bagi nelayan dan masyarakat sekitar. Pengembangan ekonomi perikanan tidak dapat dilepaskan dari pengembangan bisnis perikanan secara holistik, yaitu pemberdayaan nelayan, pembinaan usaha perikanan, perbaikan dan penambahan jaringan pasar, peningkatan kualitas produk perikanan, dan lainnya yang dilakukan secara menyeluruh sehingga satu sama lain saling mendukung (Satria et al., 2002)). Dalam pengembangan ekonomi perikanan, berbagai komponen yang berpengaruh harus diperhatikan, sehingga usaha ekonomi tersebut bertahan lama. Dalam pengembangan usaha perikanan, semua aspek tersebut perlu dilaksanakan secara sinergi sehingga tidak menimbulkan ekses negatif bagi usaha itu sendiri dan dilingkungan sekitarnya. Menurut Mann dan Lazier (1991), komponen yang harus diperhatikan tersebut adalah : (1) Komponen pemasaran yang mencakup : 1) Permintaan dan harga di masa datang, akibat perubahan konsumsi masyarakat, perubahan populasi penduduk, pertumbuhan penerimaan, dan respon terhadap barang substitusi. 2) Demand masa kini dan lampau (trend penjualan, harga jual dan perilaku pembeli) 3) Persaingan pasar produk baik di tingkat lokal, nasional dan internasional 4) Perencanaan kebijakan pemasaran di masa datang. (2) Komponen sumberdaya ikan yang mencakup : 1) Lokasi fishing ground 2) Kondisi potensi lestari sumberdaya ikan. 3) Fluktuasi produksi perikanan 4) Distribusi (sebaran) ikan menurut daerah penangkapan dan musim 21

40 5) Karakteristik komersial sumberdaya ikan. 6) Peluang pengembangan produksi ke depan 7) Nilai jasa lingkungan di sekitar habitat sumberdaya ikan (3) Komponen teknis, antara lain mencakup : 1) Kapal perikanan 2) Alat tangkap 3) Alat pendukung penangkapan 4) ABK 5) Bahan perbekalan 6) Penanganan produk perikanan 7) Fasilitas pelabuhan perikanan (4) Komponen organisasi dan sosial, antara lain mencakup : 1) Perijinan usaha 2) Struktur organisasi yang ada 3) Uraian tugas, tanggung jawab dan kewenangan setiap personil 4) Uraian tugas setiap personel 5) Kualitas sumberdaya manusia 6) Pendapatan dan insentif 7) Pembinaan masyarakat sekitar 8) Ketersediaan fasilitas umum Tujuan Pengembangan Ekonomi Perikanan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang perikanan, tujuan pengembangan ekonomi perikanan melekat pada berbagai kegiatan pengelolaan usaha perikanan. Tujuan tersebut adalah (1) meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil, (2) meningkatkan penerimaan dan devisa negara, (3) mendorong perluasan dan kesempatan kerja, (4) meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan, (5) mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan, (6) meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing, (7) meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan, (8) mencapai pemanfaatan sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan lingkungan sumberdaya ikan 22

41 secara optimal, serta (9) menjamin kelestarian sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan dan tata ruang. Sedangkan menurut Code of Conduct Responsible Fisheries (CCRF), tujuan pengembangan ekonomi perikanan melekat pada kewajiban negara-negara di dunia untuk melakukan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara bertanggungjawab bagi kesejahteraan masyarakatnya. Cochrane (2002) menyatakan bahwa tujuan (goal) umum pengembangan ekonomi perikanan melalui pengembangan usaha penangkapan ikan meliputi 4 (empat) aspek yaitu sumberdaya (biologi), teknis, ekonomi, dan sosial. Adapun tujuan tersebut adalah : 1. Untuk menjaga sumberdaya ikan pada kondisi di atas tingkat yang diperlukan bagi keberlanjutan produktivitas 2. Untuk meminimalkan dampak teknis kegiatan penangkapan ikan bagi lingkungan fisik serta sumberdaya non-target (by-catch), serta sumberdaya lainnya yang terkait. 3. Untuk memaksimalkan pendapatan nelayan 4. Untuk memaksimalkan peluang kerja bagi nelayan dan masyarakat di lokasi. Pengembangan ekonomi perikanan perlu diarahkan agar dapat menunjang tujuan-tujuan pembangunan umum perikanan. Menurut Fauzi (2005) dan Nikijuluw (2002), tujuan umum pembangunan perikanan merupakan upaya perbaikan yang dilakukan pada bidang perikanan untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat. Tujuan tersebut tersirat dalam upaya pengembangan teknologi perikanan yang mencakup : (1) Menyediakan kesempatan kerja yang banyak. (2) Menjamin pendapatan yang memadai bagi para tenaga kerja atau nelayan. (3) Menjamin jumlah produksi yang tinggi. (4) Mendapatkan jenis ikan komoditi ekspor atau jenis ikan yang bisa diekspor, tidak merusak kelestarian sumberdaya ikan. Untuk mendukung hal ini, maka langkah-langkah yang harus dikaji dan kemudian diusahakan pelaksanaannya adalah: (1) pengembangan prasarana 23

42 perikanan, (2) pengembangan agroindustri, pemasaran dan permodalan di bidang perikanan, (3) pengembangan kelembagaan dan penyelenggaraan penyuluhan perikanan, (4) pengembangan sistem informasi manajemen perikanan (DKP, 2008 dan Elfindri, 2002). 24

43 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di sentra-sentra ekonomi berbasis sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Indramayu, seperti Karangsong, Pabean Udik, dan Singaraja. Penelitian ini dilaksanakan selama 7 (tujuh) bulan dimulai dari bulan Januari 2011 sampai dengan Juli 2011, dengan kegiatan dimulai dari penyusunan rencana penelitian, orientasi lapangan, pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data, penyusunan tesis, seminar, dan ujian. 3.2 Jenis Data Yang Dikumpulkan Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan di lapangan berkaitan kegiatan ekonomi dan pengelolaan sumberdaya perikanan laut. Data sekunder adalah data-data yang sudah tersedia yang mendukung kelengkapan data penelitian. Adapun data yang dikumpulkan baik dari jenis, data primer maupun data sekunder meliputi : 1) Data teknis dan ekonomi usaha perikanan di Kabupaten Indaramayu. Data usaha perikanan meliputi ukuran kapal dan alat tangkap, kapasitas mesin, kelengkapan alat tangkap dan navigasi, nilai investasi, pembiayaan operasi, jumlah tenaga kerja, ongkos tenaga kerja dan sistem bagi hasil, biaya konsumsi (perbekalan), sumber pemodalan, biaya cicilan modal investasi, keuntungan, dan lainnya. 2) Data potensi sumberdaya ikan dan lingkungan di Kabupaten Indaramayu. Data ini meliputi data sumberdaya ikan perairan, komposisi hasil tangkapan nelayan, jenis ikan komersial, data nilai ekonomis ikan konsumsi, status pemanfaatan sumberdaya ikan, kondisi harga jual, dampak terhadap pencemaran, dampak terhadap biodiversity, dampak terhadap terumbu karang dan padang lamun, konflik pemanfaatan sumberdaya, dan lainnya. 3) Data terkait dengan kebijakan pengembangan kegiatan ekonomi berbasis perikanan, seperti undang-undang perikanan, peraturan perikanan, kebijakan

44 daerah tentang usaha perikanan, jenis hasil tangkapan, pengembangan alat tangkap, retribusi perikanan, dan lainnya. 3.3 Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengumpulan Data Primer Data primer dikumpulkan melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner terhadap perwakilan stakeholders seperti nelayan, pengolah/pedagang ikan, pengelola pelabuhan/tempat pendaratan ikan, lembaga keuangan/perbankan, pihak PEMDA, dan masyarakat sekitar. Pengamatan dilakukan dengan cara mengunjungi dan mengamati secara langsung kondisi lokasi bisnis perikanan, kegiatan usaha perikanan (persiapan, produksi, pemasaran hasil, dan lainnya), kegiatan usaha pendukung, dan lainnya yang terdapat di lokasi. Jumlah responden yang diwawancara untuk pengambilan data terkait kelayakan/keberlanjutan pengembangan usaha perikanan ditetapkan sekitar 5-10 % dari jumlah populasi (Irianti dalam Bungin, 2004, dan Fauzi, 2001). Sedangkan populasinya adalah total jumlah usaha perikanan yang terdapat di lokasi. Hal yang sama juga untuk pengambilan data untuk pemilihan usaha perikanan yang tepat berdasarkan aspek teknis, ekonomi, sumberdaya dan lingkungan. Namun respondennya berasal dari perwakilan semua stakholders terkait. Sedangkan jumlah responden untuk perumusan strategi pengembangan berkisar antara orang berasal dari perwakilan semua stakeholders terkait. Jumlah ini sesuai persyaratan sampel untuk analisis strategi menggunakan AHP Teknik Pengambilan Data Sekunder Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka, konsultasi pakar, dan kombinasi keduanya. Data sekunder yang bersifat time series diambil dari data perikanan selama 15 tahun. Studi pustaka digunakan untuk mengumpulkan data sekunder yang berasal dari literatur, hasil penelitian, laporan kegiatan di lokasi tersebut maupun lokasi lain dengan permasalahan yang relevan. Pendapat pakar digunakan untuk mengkonfirmasi data yang kurang jelas dari hasil penelitian atau literatur. Pakar dapat berasal dari birokrat, pengamat, maupun akademisi yang berkompeten dengan kegiatan ekonomi/bisnis berbasis perikanan. 26

45 3.4 Metode Analisis Data Analisis Parameter Biologi Analisis parameter biologi perikanan dalam penelitian ini dilakukan dengan metode surplus produksi. Menurut Sparre dan Venema (1999) dan Fauzi (2010), metode surplus produksi ini penting untuk menentukan tingkat upaya penangkapan optimal (f opt ) yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan hasil tangkapan maksmum lestari (MSY). Analisis menggunakan model surplus produksi dapat dilakukan dengan memanfaatkan data time series hasil tangkapan (catch) per unit upaya tengkap (effort) atau CPUE di Kabupaten Indramayu. Sedangkan data time series yang digunakan adalah data lima belas tahun. Adapun tahapan yang dilakukan dalam perhitungan nilai potensi lestari (MSY) dan CPUE optimum sumberdaya ikan di lokasi penelitian adalah : 1) Analisis hubungan antara jumlah hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan dengan upaya penangkapan (f) dengan rumus : CPUE i = a + bf`... (1) 2) Analisis hubungan antara hasil tangkapan (c) dengan upaya penangkapan (f) dengan rumus : c = af + bf 2...(2) 3) Perhitungan upaya penangkapan optimum (E opt ) dilakukan dengan cara menyamakan turunan pertama dari persamaan 2 dengan nol : dc df = a + 2 bf......(3) a f MSY = (4) 2b 4) Perhitungan MSY diperoleh dengan cara mensubstitusikan nilai upaya penangkapan optimum (E opt ) : MSY + 2 = af msy b( f msy )...(5) 27

46 2 a a MSY = a + b..... (6) 2b 2b 2 a MSY =......(7) 4b Pendugaan Model Keseimbangan Bio-Ekonomi Pendugaan model keseimbangan bio-ekonomi perikanan di Kabupaten Indramayu menggunakan model Gordon Schaefer. Menurut Fauzi (2010), model Gordon Schaefer merupakan pengembangan model biologi yang sudah dikembangkan oleh Schaefer sejak tahun Hal penting yang diperhatikan terkait dengan penerapan model ini adalah parameter biologi, biaya operasional penangkapan, dan harga rata-rata ikan. Dalam penerapan model ini, harga ikan per kg (p) dan biaya operasional penangkapan per unit upaya tangkap diasumsikan konstan. Dengan demikian, total penerimaan nelayan dari usaha penangkapan ikan (TR) dapat dihitung dengan rumus : TR = p. C...(8) Keterangan : TR p C = total revenue (penerimaan total) = harga rata-rata ikan per kg (Rp) = Jumlah produksi ikan (kg) Sedangkan total biaya penangkapan (TC) dihitung dengan rumus : TC = c. E...(9) Keterangan : TC c E = total cost (biaya operasional penangkapan total) = total pengeluaran rata-rata unit penangkapan ikan (Rp) = jumlah upaya penangkapan (unit). 28

47 Sehingga keuntungan bersih usaha penangkapan ikan tersebut (π) dapat dihitung dengan rumus (Fauzi, 2010) : π = TR TC π = p. C c. E...(10) 2 π = p( a. E be ) c. E Analisis Rente Ekonomi Analisis ini dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis usaha perikanan yang secara ekonomi dinyatakan layak dan lebih terjamin keberlanjutan pengembangannya di Kabupaten Indramayu. Analisis keberlanjutan ini menggunakan konsep rente ekonomi, yang secara umum memperhatikan nilai surplus dari penerimaan (benefit) dan biaya (cost) dari suatu usaha perikanan. Menurut Fauzi (2010), rente merupakan nilai dari input produksi ketika digunakan melebihi biaya yang dikeluarkan. Rente tidak lain adalah residual setelah seluruh biaya dibayarkan dan biasanya diterima oleh pemilik usaha. Analisis rente ekonomi yang mengedepankan konsep perimbangan penerimaan (benefit) dan biaya (cost) ini memberi arahan tentang pola pemanfaatan sumberdaya ikan yang terdapat di kawasan yang memberikan manfaat yang wajar bagi nelayan dan pelaku perikanan lainnya. Analisis ini dilakukan dengan membandingkan semua penerimaan dari suatu investasi untuk pengelolaan sumberdaya perikanan dengan semua pengeluaran yang harus dikeluarkan selama proses investasi usaha perikanan. Supaya dapat diperbandingkan satu sama lain, maka penerimaan total (TR) dan semua komponen biaya dinyatakan dalam bentuk uang dan harus dihitung selama periode operasi yang sama (Garrod dan Willis, 1999). Sedangkan komponen biaya tersebut dapat mencakup biaya konsumsi antara (intermediate consumption/ic), biaya untuk pembayaran tenaga kerja (compensation of employee/ce), biaya untuk pembayaran modal tetap (compensation of fixed capital/cfc), dan penyisihan untuk keuntungan normal (normal profil/np) yang dihitung dari perkalian nilai model yang diinvestasikan suku bunga (i). Adapun perhitungan rente ekonomi sumberdaya (resource rent/rr) untuk analisis kelayakan usaha perikanan di lokasi dinyatakan dengan rumus : 29

48 RR = TR (IC+CE+CFC+NP)... (11) Keterangan : RR = rente ekonomi sumberdaya (resource rent) TR = total penerimaan usaha (total revenue) IC = biaya operasional atau biaya konsumsi antara (intermediate consumption) CE = biaya untuk pembayaran tenaga kerja (compensation of employee) CFC = biaya untuk pembayaran modal tetap (compensation of fixed capital) NP = penyisihan untuk keuntungan normal (normal profil/np) Intensitas Ekonomi (Economic Intensity) Intensitas ekonomi merupakan metode analisis yang banyak digunakan untuk mengukur tingkat peran atau intensitas suatu usaha perikanan tangkap terhadap kegiatan perikanan di suatu kawasan. Tingkat peran / intensitas ekonomi ini sangat menentukan keberlanjutan usaha perikanan tangkap di masa yang akan datang. Menurut Fauzi (2010), intensitas ekonomi ini dapat dilihat dari intensitas energi yang digunakan, intensitas tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan perikanan, dan intensitas produksi perikanan. Intensitas ekonomi ini dapat dihitung untuk jangka waktu tertentu, tergantung kondisi siklus atau trip usaha yang bisa dinilai. Untuk usaha perikanan, biasanya membutuhkan waktu dalam hitungan hari untuk setiap setiap siklus atau trip usahanya, sehingga intensitas ekonomi sudah dapat diukur untuk jangka waktu satu bulan. Adapun metode analisis untuk setiap jenis intensitas tersebut, disajikan berikut ini. a. Intensitas Energi (Energy Intensity) Intensitas energi (energy intensity/e i ) perikanan tangkap dapat dihitungkan dengan membandingkan nilai uang yang dikeluarkan untuk pengadaan energi usaha perikanan tangkap dengan jumlah produksi ikan dari usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu. EV E i =...(12) PN 30

49 Keterangan : E i EV PN = energy intensity (intensitas energi) = nilai uang yang dikeluarkan untuk pengadaan energi (solar) usaha perikanan tangkap = jumlah produksi ikan dari usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu b. Intensitas Tenaga Kerja(Labour Intensity) Intensitas tenaga kerja (labour intensity/li) perikanan tangkap dapat dihitungkan dengan membandingkan nilai uang yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja (fee of labour) usaha perikanan tangkap dengan dengan jumlah produksi ikan dari usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu. FL L i =...(13) PN Keterangan : L i FL PN = labour intensity (intensitas tenaga kerja) = nilai uang yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja (fee of labour) usaha perikanan tangkap = jumlah produksi ikan dari usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu c. Intensitas Produksi (Production Intensity) Intensitas produksi (production intensity/pi) perikanan tangkap dapat dihitungkan dengan membandingkan nilai produksi suatu usaha perikanan terhadap jumlah produksi ikan dari usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu. PV P i =...(14) PN Keterangan : P i = production intensity (intensitas produksi) 31

50 PV PN = nilai produksi usaha perikanan tangkap = jumlah produksi ikan dari usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu Untuk mengetahui korelasi/hubungan diantara variabel ekonomi tersebut termasuk dengan biaya (C i ), maka analisis korelasi. Secara umum, analisis korelasi intensitas variabel terhadap output dirumuskan : Y = f (E i, L i, P i, dan C i )...(15) Keterangan : E i = energy intensity (intensitas energi) L i = labour intensity (intensitas tenaga kerja) P i = production intensity (intensitas produksi) C i = cost intensity (intensitas biaya) Analisis Strategi Analisis ini dimaksud untuk merumuskan prioritas strategi yang dapat digunakan untuk pengembangan ekonomi berbasis usaha perikanan yang berkelanjutan di Kabupaten Indramayu. Untuk maksud ini, maka penetapan prioritas strategi dilakukan dengan mengakomodir kepentingan semua stakeholders terkait dan tetap mempertimbangkan semua keterbatasan/hambatan yang ada. Analisis hierarki ini menggunakan Analitical Hierachy Process (AHP) dengan sofware Expert Choice. Prinsip penting perlu diperhatikan dalam analisis AHP ini adalah : (a) menyederhanakan masalah yang komplek yang bersifat strategis dan dinamis melalui panataan rangkaian variabelnya dalam suatu hierarki, (b) tingkat kepentingan dari setiap variabel diberi nilai numerik (secara subyektif) yang dapat menjelaskan arti pentingnya suatu variabel dibandingkan variabel lainnya, (c) mensistesis informasi yang tersedia guna menentukan variabel mana yang memiliki tingkat prioritas paling tinggi disamping memiliki peran yang mempengaruhi hasil dalam sistem dimaksud, dan (d) secara grafis, persoalan keputusan dikonstruksikan sebagai bentuk diagram bertingkat, tersusun. Dalam 32

51 kaitan dengan analisis strategi pengembangan ekonomi berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu, maka analisis menggunakan AHP ini diatur sedemikian rupa sehingga dapat mengkaji interaksi menyeluruh dari semua komponen yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya perikanan di lokasi. Adapun tahapan analisis yang dilakukan dalam perumusan strategi pengembangan ekonomi berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu adalah : a. Pendefinisian Masalah/Komponen Untuk memecahklan permasalahan yang ada secara kompherensif, maka semua komponen yang berkaitan dengan pengembangan ekonomi berbasis perikanan perlu didefinisikan dan ditetapkan terlebih dahulu. Lingkup komponen yang didefinisikan mencakup maksud dan tujuan pengembangan ekonomi berbasis perikanan, kriteria atau kepentingan stakeholders pihak yang terkait dengan pengembangan ekonomi dimaksud perlu diakomodir, pembatas (limit factor) dalam pengembangan, serta alternatif strategi pengembangan ekonomi berbasis usaha perikanan yang ditawarkan di lokasi. b. Perancangan Struktur Hierarki Struktur hierarki diawali dengan maksud atau tujuan, dilanjutkan dengan kriteria pelaku, pembatas, dan alternatif strategi pada tingkatan kriteria yang paling bawah. Struktur hierarki diawali dengan maksud atau tujuan, dilanjutkan dengan kriteria pelaku, pembatas, dan alternatif strategi pada tingkatan kriteria yang paling bawah. Secara umum, rancangan struktur hierarki analisis strategi pengembangan ekonomi berbasis usaha perikanan terbagi dalam 4 level mengacu kepada Wilson et.al. (2002), yaitu level goal (tujuan), level kriteria, level pembatas (limit factor), dan level opsi strategi pengembangan. Goal (tujuan) dalam rancangan yang diusulkan adalah perumusan strategi pengembangan ekonomi berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu. Sedangkan yang menjadi kriteria, pembatas, dan opsi strategi akan ditetapkan berdasarkan hasil analisis bagian sebelumnya. 33

52 c. Penyusunan Matriks Perbandingan Komparasi perbandingan ini dimaksudkan untuk menggambarkan pengaruh relatif atau pengaruh setiap komponen terhadap masing-masing kriteria yang setingkat di atasnya, perbandingan berdasarkan judgement dari stakeholders terkait, dengan menilai tingkat kepentingan satu komponen dibandingkan dengan komponen lainnya. Untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu komponen terhadap komponen lainnya, maka dilakukan pembobotan. Teknis pembobotan mengacu kepada Saaty (1993) tentang skala banding berpasangan, dan ditunjukkan pada Tabel 3.1. Untuk mengkualifikasikan data kualitatif yang didapatkan dari wawancara, maka digunakan nilai skala komparasi 1 sampai 9. Skala 1 sampai dengan 9 merupakan skala yang terbaik dalam mengkualifikasikan pendapat, yaitu berdasarkan akurasinya yang ditunjukkan dengan nilai RMS (Root Mean Square deviation) dan MAD (Median Absolute Deviation). 34

53 Tabel 3.1 Skala banding berpasangan Tingkat Kepentingan ,4,6,8 Keterangan Kedua elemen sama pentingnya. Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya. Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lain. Elemen yang satu jelas lebih penting daripada elemen yang lain. Elemen yang satu mutlak lebih penting daripada elemen yang lain. Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan. Penjelasan Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama terhadap tujuan. Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibandingkan elemen lainnya. Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen lainnya. Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek. Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan. Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan. Kebalikan Jika untuk aktifitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktifitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i. Sumber : Saaty (1993) d. Formulasi Data dan Simulasi Formulasi data merupakan kegiatan menginput data hasil analisis skala banding berpasangan ke dalam struktur hierarki. Pembuatan hierarki dan input data ini dilakukan menggunakan sofware Expert Choice. Sedangkan data yang diinput disiapkan menggunakan program MS Excell, SPSS, atau lainnya. Setelah data diinput semua, maka dilakukan simulasi untuk mengetahui kinerja dari data yang digunakan. e. Pengujian Konsistensi dan Sensitivitas Tahapan ini bertujuan untuk menguji konsistensi dan sensitivitas dari hasil simulasi yang telah dilakukan. Bila dari hasil simulasi diperoleh rasio inconsistency 0,1 atau lebih, maka hasil simulasi tidak konsistensi dan harus 35

54 dilakukan pengambilan data ulang. Pengujian konsistensi dilakukan bersamaan dengan perhitungan uji banding berpasangan. Uji sensitivitas dilakukan untuk mengetahui sensitivitas hasil simulasi terhadap berbagai intervensi/perubahan yang mungkin. Tabel 3.2 menyajikan kriteria uji konsistensi dan uji sentivitas yang digunakan. Tabel 3.2 Kriteria uji konsistensi dan uji sensitivitas Jenis Pengujian Kriteria Rasio inconsistency < 0,1 Sensitivity test Sumber : Expert Choice 9.5 Diharapkan tidak terlalu sensitif f. Interpretasi Hasil Analisis Tahapan interpretasi ini merupakan tahapan penggunaan hasil analisis hierarki dalam menjelaskan dan memberikan rekomendasi prioritas strategi pengembangan ekonomi berbasis sumberdaya perikanan di Kabupaten Indramayu. Kegiatan interpretasi ini juga menjelaskan berbagai hal yang mungkin bila strategi prioritas diimplementasikan di lokasi. 36

55 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Kapasitas Stock dan Potensi Ekonomi Lestari Sumberdaya Ikan di Kabupaten Indramayu Hasil Tangkapan dan Upaya Penangkapan Ikan di Kabupaten Indramayu Potensi sumberdaya ikan, kemampuan armada dan kondisi perairan sangat mempengaruhi jumlah hasil tangkapan dan tingkat upaya penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan, termasuk di Kabupaten Indramayu. Sumberdaya ikan yang dominan dan menjadi hasil tangkapan utama nelayan di Kabupaten Indramayu diantaranya adalah ikan manyung, tenggiri, peperek, kembung, dan tongkol. Menurut DPK Kabupaten Indramayu (2010b), hasil tangkapan kelima jenis ikan tersebut mencapai 85,6 % dari total produksi ikan laut di Kabupaten Indramayu. Tabel 4.1 menyajikan hasil tangkapan ikan manyung, tenggiri, peperek, kembung, dan tongkol selama periode tahun di Kabupaten Indramayu. Tabel 4.1 Hasil tangkapan ikan manyung, tenggiri, peperek, kembung, dan tongkol selama periode tahun di Kabupaten Indramayu Hasil Tangkapan (ton/tahun) Tahun Manyung Tenggiri Peperek Kembung Tongkol Total Sumber : Hasil olahan data (2011) 37

56 Hasil tangkapan ikan tersebut sangat dipengaruhi oleh upaya penangkapan ikan yang dilakukan usaha perikanan tangkap yang bersesuaian di lokasi. Suatu jenis usaha perikanan tangkap dapat menangkap satu atau lebih dari jenis ikan hasil tangkapan utama yang ada. Tabel 4.2 menyajikan upaya penangkapan standar ikan manyung, tenggiri, peperek, kembung, dan tongkol selama periode tahun di Kabupaten Indramayu. Tabel 4.2 Upaya penangkapan standar ikan manyung, tenggiri, peperek, kembung, dan tongkol selama periode tahun di Kabupaten Indramayu Tahun Effort Standard (trip/tahun) Manyung Tenggiri Peperek Kembung Tongkol Sumber : Hasil olahan data (2011) Ikan manyung umumnya ditangkap menggunakan jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), payang, dan rawai tetap. Tenggiri ditangkap menggunakan jaring insang hanyut (JIH), payang, dan handline. Peperek ditangkap menggunakan jaring insang hanyut (JIH), payang, dan handline. Kembung menggunakan jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), dan jaring klitik (JK). Sedangkan tongkol ditangkap menggunakan jaring insang hanyut (JIH), jaring klitik, rawai tetap, dan handline. Upaya penangkapan dari setiap usaha perikanan tangkap tersebut berbeda-beda tergantung musim ikan sasaran dan jumlah hari operasi setiap trip penangkapan. Secara umum, jaring 38

57 insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), dan payang umumnya dioperasikan sekitar 15 hari atau lebih setiap trip operasi penangkapan, rawai tetap sekitar 4 hari setiap trip operasi penangkapan, serta handline dan jaring klitik (JK) umumnya dioperasikan sekitar 1 hari setiap trip operasi penangkapannya Kapasitas Stok Sumberdaya Ikan di Kabupaten Indramayu Penentuan kapasitas stock sumberdaya ikan (potensi maksimum lestari sumberdaya ikan) ini dilakukan menggunakan metode holistik sederhana yang dikenal dengan model produksi surplus (Sparre dan Venema, 1999). Tujuan penggunaan model produksi surplus adalah untuk menentukan tingkat upaya optimum, yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimum yang lestari tanpa mempengaruhi produktivitas stok secara jangka panjang. Hasil tangkapan maksimum yang lestari juga disebut kapasitas stok sumberdaya ikan yang bisa ditangkap secara lestari atau Maximum Sustainable Yield (MSY). Berdasarkan hasil regresi terhadap CPUE dan effort selama kurun waktu lima belas tahun terakhir didapatkan nilai fungsi CPUE ikan manyung (CPUEmanyung) = 0,5516 (a) 0,00006 (b), nilai fungsi CPUE ikan tenggiri (CPUEtenggiri) = 0, (a) 0,00011 (b), nilai fungsi CPUE ikan peperek (CPUEpeperek) = 2,61615 (a) 0,00040 (b), nilai fungsi CPUE ikan kembung (CPUEkembung) = 0,19922 (a) 0,00001 (b), dan nilai fungsi CPUE ikan tongkol (CPUEtongkol) = 2,65441 (a) 0,00033 (b). Hasil analisis detail disajikan pada Lampiran 6, 11, 16, 21, dan 26. Nilai intercept (a) dan independent (b) kemudian digunakan untuk menganalisis kapasitas stok sumberdaya ikan lestari (MSY) dan upaya penangkapan (effort) optimum (Emsy). Hasil analisis kapasitas stok lestari (MSY) ikan manyung, tenggiri, peperek, kembung, dan tongkol, upaya penangkapan optimalnya (Emsy) di Kabupaten Indramayu disajikan pada Tabel 4.3. Pada Tabel 4.3 tersebut juga disajikan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan saat ini Kabupaten Indramayu. 39

58 Tabel 4.3 Kapasitas stok lestari (MSY), upaya penangkapan optimal (Emsy), dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Indramayu Uraian Sumberdaya Ikan Manyung Tenggiri Peperek Kembung Tongkol MSY (ton/tahun) Emsy (trip/tahun) Tingkat Pemanfaatan(%) Berdasarkan Tabel 4.3, kapasitas stok lestari (MSY) sumberdaya ikan manyung mencapai 1291,37 ton per tahun. Sedangkan hasil tangkapan aktual sekitar 908,10 ton per tahun (tahun 2010). Kondisi ini tentu memberi peluang bagi pengembangan usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), payang, dan rawai tetap yang selama ini digunakan untuk menangkap sumberdaya ikan manyung. Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan manyung saat ini baru mencapai 70,32 %. Kapasitas stok lestari (MSY) sumberdaya ikan tenggiri dan peperek masing- masing mencapai 1120,70 ton per tahun dan 4227,93 ton per tahun. Kapasitas stok lestari tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal pada kondisi upaya penangkapan ikan tenggiri dan peperek masing-masing 3201,74 ton per tahun dan 3232,18 ton per tahun. Namun bila dihubungkan dengan kondisi saat ini, maka upaya penangkapan ikan tenggiri sudah berlebihan, dimana upaya penangkapan aktual pada tahun 2010 mencapai 5998,06 trip per tahun (Lampiran 9). Kondisi juga menyebabkan hasil tangkapan melebihi MSY ikan tenggiri (tingkat pemanfaatan 122,72 %). Terkait dengan ini, maka jaring insang hanyut (JIH), payang, dan handline yang banyak menangkap ikan tenggiri selama ini sebaiknya dialihkan kepada penangkapan sumberdaya ikan lain yang upaya penangkapannya masih rendah. Untuk ikan peperek, hasil tangkapan aktualnya (2807,10 ton per tahun) belum melebihi kapasitas stok lestari (MSY), sehinggga masih ada peluang ditingkatkan pemanfaatannya. Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan peperek saat ini baru mencapai 66,39 %. 40

59 Kapasitas stok lestari (MSY) sumberdaya ikan kembung dan tongkol masing-masing mencapai 1135,76 ton per tahun dan 5343,58 ton per tahun. Sedangkan upaya penangkapan optimumnya masing-masing sekitar trip per tahun dan 4026 trip per tahun. Bila kapasitas stok lestari (MSY) dihubungkan kondisi hasil tangkapan nelayan saat ini di Kabupaten Indramayu, maka untuk ikan kembung sudah terjadi kelebihan tangkap (tingkat pemanfaatan 139,64 %) sedangkan ikan tongkol masih ada peluang untuk ditingkatkan pemanfaatan/penangkapannya (tingkat pemanfaatan baru mencapai 48,01 %). Terkait dengan ini, maka operasi penangkapan ikan kembung menggunakan jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), dan jaring klitik (JK) perlu dikendalikan sementara, dan operasi penangkapan dapat dialihkan kepada sumberdaya ikan lainnya yang peluang masih besar seperti ikan manyung, peperek, dan tongkol. Usaha penangkapan ikan tongkol menggunakan jaring insang hanyut (JIH), jaring klitik, rawai tetap, dan handline tetap dapat dilanjutkan bahkan sangat berpeluang untuk ditingkatkan. Dalam kaitan dengan kapasitas stok lestari (MSY) ini, secara umum usaha perikanan tangkap yang dikelola nelayan selama ini di Kabupaten Indramayu dapat terus dijalankan karena ikan ekonomis penting lainnya masih berpeluang untuk ditingkatkan pemanfaatannya. Hal ini akan dievaluasi terkait pada Bagian 4.2 terkait rente ekonomi Potensi Ekonomi Lestari Sumberdaya Ikan di Kabupaten Indramayu Analisis potensi ekonomi lestari (maximum economic yield/mey) ini dilakukan dengan pendekatan bio-ekonomi yang dalam operasionalnya menggunakan model Gordon Schaefer. Pendekatan bio-ekonomi bertujuan untuk melihat dari aspek ekonomi apakah suatu usaha perikanan tersebut menguntungkan dengan batasan-batasan dari aspek sumberdaya ikan. Pendekatan ini diperkenalkan oleh Gordon-Schaefer dimana analisisnya tergantung pada biaya operasional (cost) per satuan upaya yang terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Dalam penggunaan model bio-ekonomi ini perlu dikembangkan beberapa asumsi yang relevan yang memungkinkan perhitungan potensi ekonomi lestari 41

60 dapat diketahui secara akurat. Menurut Fauzi (2004), asumsi yang biasa digunakan diantaranya biaya per satuan upaya dan harga per satuan hasil tangkapan bernilai tetap (konstan), yang berarti hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan. Berdasarkan hasil survai dan penelusuran pustaka, pengeluaran rata-rata per trip tersebut dapat mencakup biaya operasional, biaya tenaga kerja, dan biaya ekonomi tetap. Nilai tersebut merupakan biaya nominal (nominal cost), dan selanjutnya dikoreksi dengan indeks harga konsumen (IHK) untuk mengetahui biaya riil (real cost) dalam operasi penangkapan suatu jenis sumberdaya ikan tertentu. Harga jual hasil tangkapan mengacu kepada harga jual ikan hasil tangkapan rata-rata yang bisa dinikmati nelayan selama ini, dan selanjutnya dikoreksi dengan IHK untuk mengetahui harga real berdasarkan pengukuran pada saat penelitian. Hasil analisis potensi ekonomi lestari (MEY) ikan manyung, tenggiri, peperek, kembung, dan tongkol di Kabupaten Indramayu disajikan pada Gambar 4.1 Gambar Penerimaan, Biaya (Rp) MEY = Rp /tahun OA Eaktual Emsy Emey Eoa TC TR Effort (trip) Gambar 4.1 Hubungan antara potensi ekonomi lestari (MEY) ikan manyung dan upaya penangkapannya di Kabupaten Indramayu selama tahun

61 Penerimaan, Biaya (Rp) MEY = Rp /tahun OA TC TR Emey Emsy Eoa Eaktual Effort (trip) Gambar 4.2 Hubungan antara potensi ekonomi lestari (MEY) ikan tenggiri dan upaya penangkapannya di Kabupaten Indramayu selama tahun Penerimaan, Biaya (Rp 000) MEY=Rp /tahun OA TC Eaktual Emey Emsy Eoa TR Effort (trip) Gambar 4.3 Hubungan antara potensi ekonomi lestari (MEY) ikan peperek dan upaya penangkapannya di Kabupaten Indramayu selama tahun Penerimaan, Biaya (Rp 000) MEY=Rp /tahun OA Eaktual Emsy Emey Eoa TC TR Effort (trip) Gambar 4.4 Hubungan antara potensi ekonomi lestari (MEY) ikan kembung dan upaya penangkapannya di Kabupaten Indramayu selama tahun

62 Penerimaan, Biaya (Rp 000) MEY=Rp /tahun Eaktual Emsy Emey Effort (trip) OA TC TR Gambar 4.5 Hubungan antara potensi ekonomi lestari (MEY) ikan tongkol dan upaya penangkapannya di Kabupaten Indramayu selama tahun Eoa Berdasarkan Gambar 4.1 dan Gambar 4.2, potensi ekonomi lestari (MEY) sumberdaya ikan manyung dan ikan tenggiri di perairan Kabupaten Indramayu masing-masing mencapai Rp per tahun dan Rp per tahun. Potensi ekonomi lestari (MEY) ikan manyung didapat pada upaya penangkapan ekonomi optimal (Emey) sekitar 4738 trip per tahun untuk ikan manyung dan 3125 trip per tahun untuk ikan tenggiri. Sedangkan upaya penangkapan aktual (Eaktual) sumberdaya ikan manyung dan ikan tenggiri masing-masing 1568,57 trip per tahun dan 5998,06 trip per tahun. Terkait dengan ini, maka upaya penangkapan ikan manyung yang ada saat ini masih bisa ditingkatkan, sedangkan upaya penangkapan ikan tenggiri perlu dikurangi. Bila upaya penangkapan ekonomi optimal dibandingkan upaya penangkapan optimal berdasarkan potensi lestari (Emsy), maka Emey sumberdaya ikan manyung lebih tinggi sedangkan Emey sumberdaya ikan tenggiri lebih rendah. Potensi ekonomi lestari (MEY) sumberdaya ikan peperek, kembung, dan tongkol masing-masing mencapai Rp per tahun, Rp per tahun, dan Rp per tahun (Gambar 4.3 Gambar 4.5). Potensi ekonomi lestari (MEY) sumberdaya ikan peperek, kembung, dan tongkol dicapai pada upaya penangkapan ekonomi optimal (Emey) masing-masing sekitar 3177 trip per tahun, trip per tahun, dan 4029 trip per tahun. Upaya penangkapan aktual (Eaktual) sumberdaya ikan peperek sekitar 44

63 845,04 trip per tahun, sehingga masih terbuka untuk ditingkatkan guna memanfaatkan potensi ekonomi lestari yang mencapai Rp per tahun. Upaya penangkapan aktual (Eaktual) sumberdaya ikan kembung mencapai 11830,73 trip per tahun. Upaya penangkapan aktual (Eaktual) ini sedikit lebih tinggi daripaya upaya penangkapan ekonomi optimal (Emey) ikan kembung, sehingga operasi penangkapan ikan kembung saat ini sudah perlu dikendalikan. Hal ini juga bersesuaian dengan hasil analisis Bagian yang menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan saat ini (tahun 2010) sudah melebihi potensi lestari sumberdaya ikan kembung. Upaya penangkapan aktual (Eaktual) ikan tongkol mencapai 3748,93 trip per tahun lebih rendah daripada upaya penangkapan ekonomi optimal (Emsy), sehingga dari segi ekonomi, operasi penangkapan ikan tongkol masih bisa dikembangkan di perairan Kabupaten Indramayu. 4.2 Rente Ekonomi Usaha Perikanan Tangkap Usaha perikanan tangkap yang banyak dikembangkan di Kabupaten Indramayu umumnya terdiri dari jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), payang, rawai tetap, handline, dan jaring klitik. Usaha perikanan JIH, JIT, dan payang umumnya diusahakan dalam skala besar, sedangkan rawai tetap, handline, dan jaring klitik diusahakan dalam skala menengah ke bawah. Keberlanjutan usaha perikanan tangkap tersebut di Kabupaten Indramayu sangat tergantung pada perimbangan penerimaan (benefit) dan biaya (cost) dalam pengusahaannya. Konsep rente ekonomi merupakan konsep analisis yang memberi perhatian pada nilai surplus dari penerimaan (benefit) dan biaya (cost) dari suatu usaha perikanan. Nilai surplus tersebut merupakan suatu keuntungan dari menjalankan usaha perikanan tangkap, yang nilai selalu diharapkan positif (> 0). Tabel 4.4 menyajikan hasil analisis rente ekonomi usaha perikanan JIH, JIT, payang, rawai tetap, handline, dan jaring klitik di Kabupaten Indramayu. 45

64 Tabel 4.4 Rente Ekonomi usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu Usaha Perikanan Tangkap Rente Ekonomi (Rp) JIH 1,029,134,326 JIT 579,915,247 Payang 992,640,822 Rawai Tetap 263,338,992 Handline 56,725,341 Jaring Klitik 76,184,501 Berdasarkan Tabel 4.4, usaha perikanan JIH mempunyai rente ekonomi paling tinggi, yaitu mencapai Rp Hal ini berarti bahwa usaha perikanan JIH memberikan kelebihan penerimaan dari semua biaya yang dikeluarkan yang lebih besar daripada usaha perikanan tangkap lainnya. Usaha perikanan JIH dan payang juga mempunyai rente ekonomi yang tinggi, yaitu masing-masing Rp dan Rp Usaha perikanan handline dan jaring klitik mempunyai rente ekonomi yang lebih kecil, yaitu masing-masing Rp dan Rp Kecilnya nilai rente ekonomi ini tidak selalu mengindikasikan bahwa usaha perikanan tangkap tersebut tidak dapat dilaksanakan secara berjelanjuran di lokasi. Hal ini sangat tergantung pada tingkat pengembalian (rate of return) usaha perikanan tangkap tersebut terhadap modal yang dikeluarkan. Tabel 4.5 menyajikan hasil analisis rate of return usaha perikanan JIH, JIT, payang, rawai tetap, handline, dan jaring klitik di Kabupaten Indramayu. Tabel 4.5 Rate of return usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu. Usaha Perikanan Tangkap Standar (%) Rate of Return (%) JIH 6, JIT 6, Payang 6, Rawai Tetap 6, Handline 6, Jaring Klitik 6,

65 Berdasarkan Tabel 4.5, semua usaha perikanan rate of return keenam usaha perikanan tangkap mempunyai rate of return yang lebih tinggi daripada suku bunga deposito (6,25 %). Kondisi ini memberi indikasi bahwa menggunakan uang/modal untuk berinvestasi pada JIH, JIT, payang, rawai tetap, handline, dan jaring klitik masih lebih baik daripada menabung uang tersebut di bank. Hal ini tentu lebih baik untuk menjamin keberlanjutan usaha perikanan tangkap tersebut, karena nelayan Kabupaten Indramayu masih lebih tertarik menjalankan usaha perikanan tangkap tersebut daripada menyimpan uang investasinya di bank. Handline mempunyai rate of return yang lebih tinggi daripada lima usaha perikanan tangkap lainnya, yaitu mencapai 66,74 %. Rate of return payang (56,72%) dan rawai tetap (58,52 %) juga termasuk tinggi di Kabupaten Indamayu. Meskipun JIT umumnya diusahakan dalam skala besar dan mendatangkan keuntungan/rente ekonomi tinggi setiap tahunnya sekitar Rp , tetapi rate of returnnya paling kecil (31,35 %). Modal usaha perikanan JIT yang besar mencapai Rp sangat mempengaruhi capaian nilai rate of return tersebut Intensitas Ekonomi Usaha Perikanan Tangkap Intensitas Energi Usaha Perikanan Tangkap Intensitas energi berguna untuk mengetahui tingkat peran usaha perikanan tangkap terhadap aktivitas ekonomi berbasis perikanan di Kabupaten Indramayu. Tingkat peran ini akan menentukan keberlanjutan usaha perikanan dalam pengembangan ekonomi masyarakat pesisir di Kabupaten Indramayu. Intensitas energi (energy intensity/e i ) ini diukur dengan membandingkan nilai uang yang dikeluarkan untuk pengadaan solar (sebagai bahan bakar utama) pada usaha perikanan tangkap dengan jumlah produksi ikan dari usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu. Jumlah uang yang dikeluarkan ini per satuan berat hasil tangkapan menunjukkan tingkat peran atau kontribusi usaha perikanan tangkap dari aspek pemanfaatan energi yang mendukung aktivitas ekonomi masyarakat. Tabel 4.6 menyajikan hasil analisis intensitas energi dalam pengelolaan usaha 47

66 perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu, sedangkan hasil analisis detailnya disajikan pada Lampiran Tabel 4.6 Intensitas energi usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu Trip Intensitas Energi (Rp/kg) Penangkapan Rawai Jaring JIH JIT Payang Handline Tetap Klitik Rata-rata Berdasarkan Tabel 4.6, intensitas energi rata-rata usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), payang, rawai tetap, handline, dan jaring klitik masing-masing sekitar Rp 447,86 per kg, Rp 386,70 per kg, Rp 434,02 per kg, Rp 1281,75 per kg, Rp 923,58 per kg, dan Rp 1723,19 per kg. Bila dilihat per trip operasi penangkapan, maka intensitas energi usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH) cukup fluktuatif, yaitu berkisar antara Rp 272,73 per kg Rp 715,38 per kg. Sedangkan intensitas energi jaring insang tetap (JIT) dan 48

67 payang berfluktuasi masing-masing antara Rp 192,43 per kg Rp 991,53 per kg dan antara Rp 166,15 per kg Rp 677,23 per kg. Nilai intensitas energi rawai tetap, handline, dan jaring klitik berfluktuasi masing-masing antara Rp 936 per kg Rp 2400 per kg, Rp 514,29 per kg Rp 1500,00 per kg, dan antara Rp 775,86 per kg Rp 2812,50. Secara umum, nilai intensitas energi rawai tetap, handline, dan jaring klitik lebih tinggi daripada nilai intensitas energi jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), dan payang. Skala operasi usaha perikanan rawai tetap, handline dan jaring klitik lebih kecil daripada skala operasi jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), dan payang Intensitas Tenaga Kerja Usaha Perikanan Tangkap Intensitas tenaga kerja berguna untuk mengetahui tingkat peran usaha perikanan tangkap dalam mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat yang menjadi tenaga kerja pada bidang perikanan di Kabupaten Indramayu. Intensitas tenaga kerja ini memberi gambaran tentang besarnya biaya yang dapat dikelaurkan untuk melibatakan sejumlah tenaga kerja pada suatu usaha perikanan sehingga mendukung keberlanjutannya di suatu kawasan. Dengan kata lain, intensitas tenaga kerja mendukung peningkatan kesejahteraan nelayan dan masyarakat pesisir di Kabupaten Indramayu. Intensitas tenaga kerja ini merupakan perbandingan nilai uang yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja (fee of labour) suatu usaha perikanan tangkap dengan dengan jumlah produksi ikan dari usaha perikanan tangkap tersebut dalam kurun waktu tertentu. Jumlah uang yang dikeluarkan untuk upah memberi indikasi tentang manfaat yang dapat dinikmati oleh tenaga kerja perikanan (ABK) untuk setiap satuan berat (kg) hasil tangkapan yang didapat pada suatu trip operasi penangkapan ikan. Tabel 4.7 menyajikan hasil analisis intensitas tenaga kerja dalam pengelolaan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu, sedangkan hasil analisis detailnya disajikan pada Lampiran

68 Tabel 4.7 Intensitas tenaga kerja usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu Trip Intensitas Tenaga Kerja (Rp/kg) Penangkapan Rawai Jaring JIH JIT Payang Handline Tetap Klitik Rata-rata Pada Tabel 4.7 terlihat bahwa intensitas tenaga kerja rata-rata usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), payang, rawai tetap, handline, dan jaring klitik masing-masing sekitar Rp 2776,39 per kg, Rp 3085,09 per kg, Rp 3144,51 per kg, Rp 3211,79 per kg, Rp 2141,96 per kg, dan Rp 1788,34 per kg. Semakin tinggi nilai intensitas tenaga kerja ini, maka semakin besar kontribusi usaha perikanan tangkap dalam mendukung peningkatan kesejahteraan nelayan. Nilai intensitas tenaga kerja JIH yang bernilai Rp 2776,39 per kg misalnya, memberi indikasi bahwa setiap kg ikan yang ditangkap dalam 50

69 operasi penangkapan menggunakan JIH, maka akan memberi manfaat bagi kelompok nelayan yang terlibat sekitar Rp 2776,39. Dari 25 trip operasi penangkapan yang dianalisis per usaha perikanan tangkap, intensitas tenaga kerja jaring insang hanyut (JIH) berfluktuasi antara nilai Rp 1806,84 per kg Rp 4388,89 per kg, intensitas tenaga kerja jaring insang tetap (JIT) berfluktuasi antara nilai Rp 1970,40 per kg Rp 56 77,97 per kg, dan intensitas tenaga kerja payang berfluktuasi antara nilai Rp 1856,52 per kg Rp 4881,08 per kg. Intensitas tenaga kerja rawai tetap berfluktuasi Rp 1137,93 per kg Rp 5444,44 per kg. Sedangkan intensitas tenaga kerja handline dan jaring klitik berfluktuasi masing-masing antara nilai Rp 937,50 per kg Rp 4200,00 per kg dan antara nilai Rp 869,57 per kg Rp 4166,67 per kg. Kisaran nilai intensitas tenaga kerja tersebut memberi gambaran tentang kisaran nilai manfaat yang dapat dinikmati oleh nelayan pelaku operasi penangkapan ikan dari setiap kg hasil tangkapan yang didapatnya Intensitas Produksi Usaha Perikanan Tangkap Intensitas produksi merupakan indikator ekonomi yang digunakan untuk melihat keberlanjutan usaha perikanan tangkap dari nilai jual produk yang dihasilkannya. Intensitas produksi ini merupakan perbandingan nilai produksi/harga jual dengan jumlah produksi ikan dari usaha perikanan tangkap. Intensitas produksi ini merepresentasikan nilai uang kotor yang dapat dinikmati oleh pelaku perikanan untuk setiap kg ikan yang didapat dari operasi penangkapan yang dilakukannya. Hasil analisis intensitas produksi dalam pengelolaan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu disajikan pada Tabel

70 Tabel 4.8 Intensitas produksi usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu Intensitas Produksi (Rp/kg) Trip Rawai Jaring Penangkapan JIH JIT Payang Handline Tetap Klitik Rata-rata Berdasarkan Tabel 4.8 terlihat bahwa intensitas produksi rata-rata usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), payang, rawai tetap, handline, dan jaring klitik masing-masing sekitar Rp 19871,00 per kg, Rp 20068,40 per kg, Rp 21618,00 per kg, Rp 21392,00 per kg, Rp 21302,00 per kg, dan Rp 19350,00 per kg. Intensitas produksi payang, rawai tetap, dan handline cenderung lebih tinggi daripada tiga usaha perikanan tangkap lainnya. Hal ini memberi indikasi bahwa ikan hasil tangkapan payang, rawai tetap, dan handline ini mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi daripada ikan hasil tangkapan jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), dan jaring klitik. Sedangkan ikan hasil tangkapan yang bernilai ekonomis tinggi di Kabupaten Indramayu, diantaranya tenggiri dan kakap. Harga ikan tenggiri dan kakap segar di PPI 52

71 Karangsong Indramayu masing berkisar antara Rp Rp per kg dan Rp Rp per kg. Bila melihat lebih detail terhadap 25 trip operasi penangkapan yang dianalisis dalam penelitian ini, maka intensitas produksi jaring insang hanyut (JIH) berfluktuasi antara nilai Rp 16500,00 per kg Rp per kg, intensitas produksi jaring insang tetap (JIT) berfluktuasi antara nilai Rp per kg Rp per kg, dan intensitas produksi payang berfluktuasi antara nilai Rp per kg Rp per kg. Intensitas produksi rawai tetap berfluktuasi antara nilai Rp per kg Rp per kg, handline berfluktuasi antara nilai Rp per kg Rp per kg, dan intensitas produksi jaring klitik berfluktuasi antara nilai Rp per kg Rp per kg. Dari nilai tersebut, fluktuasi intensitas produksi payang, rawai tetap, dan jaring klitik cenderung lebih tinggi daripada tiga usaha perikanan tangkap lainnya Intensitas Biaya Usaha Perikanan Tangkap Intensitas biaya merupakan parameter ekonomi yang digunakan untuk mengetahui tingkat biaya total yang digunakan dalam memproduksi suatu jenis produk. Pada perikanan tangkap, total biaya tersebut merupakan akumulasi dari biaya operasioanl, biaya tetap, dan biaya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk menjalankan suatu usaha perikanan. Intensitas biaya ini juga memberikan gambaran tentang besar pembiayaan yang harus dikeluarkan untuk memproduksi/menangkap ikan segar di perairan Kabupaten Indramayu dan sekitarnya. Tabel 4.9 menyajikan hasil analisis intensitas biaya dalam pengelolaan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu. Berdasarkan Tabel 4.9, intensitas biaya rata-rata usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), payang, rawai tetap, handline, dan jaring klitik masing-masing sekitar Rp 7682,06 per kg, Rp 9331,51 per kg, Rp 8686,73 per kg, Rp 9015,58 per kg, Rp 2430, 85 per kg, dan Rp 13925,20 per kg. Semakin tinggi nilai intensitas biaya, maka semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan suatu usaha perikanan tangkap, dan sebaliknya jika semakin kecil intensitas biayanya maka semakin kecil pula biaya yang dikeluarkan. Nilai intensitas biaya handline lebih kecil daripada usaha perikanan tangkap lainnya. 53

72 Nilai intensitas biaya usaha perikanan JIH dan payang juga cukup rendah mengindikasi bahwa kedua alat tangkap ini juga efisien dalam operasinya. Tabel 4.9 Intensitas biaya usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu Trip Intensitas Biaya (Rp/kg) Penangkapan Rawai Jaring JIH JIT Payang Handline Tetap Klitik Rata-rata Usaha perikanan jaring klitik memerlukan biaya yang jauh lebih besar dari pada lima usaha perikanan tangkap lainnya untuk menjalankan trip operasi penangkapan. Bila melihat polanya dalam 25 trip operasi penangkapan ikan yang dilakukan, intensitas biaya jarring klitik berfluktuatif antara nilai Rp 7434,78 per kg Rp 23611,11 per kg. Sedangkan intensitas tenaga kerja JIH, JIT, payang, rawai tetap, dan handline berfluktuasi masing-masing antara Rp 5139,70 per kg Rp 13577,78, Rp 6492,32 per kg Rp 14708,59, Rp 4071,30 per kg 14612,26 per kg, Rp 3034,48 per kg Rp 16500,00, Rp 937,50 per kg Rp 8888,89 per kg. 54

73 Gambar 4.6 memperlihatkan intensitas ekonomi usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu. E nergy Int. (liter/kg) JIH JIT Payang Rawai Tetap Handline Jaring Klitik Energy Int. (R p /kg) JIH JIT Payang Rawai Tetap Handline Jaring Klitik Usaha Perikanan Tangkap Usaha Perikanan Tangkap (a) Intensitas energi Labour Int. (orang/kg) JIH JIT Payang Rawai Tetap Handline Jaring Klitik Labour Int. (R p /kg) JIH JIT Payang Rawai Tetap Handline Jaring Klitik Usaha Perikanan Tangkap Usaha Perikanan Tangkap (b) Intensitas tenaga kerja Gambar 4.6. Perbandingan intensitas ekonomi usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu Berdasarkan Gambar 4.6, jaring klitik dan rawai tetap mempunyai pengaruh yang besar dalam penggunaan energi solar pada kegiatan perikanan di Kabupaten Indramayu, yaitu dengan intensitas 0,28 liter/kg (Rp 1281,75/kg) dan 0,38 liter/kg (Rp 1723,19/kg). Sedangkan dalam penggunaan tenaga kerja, jaring klitik dan handline mempunyai pengaruh yang besar dari segi jumlah tenaga kerja (masing-masing 0,0256 orang/kg dan 0,0296 orang/kg), namun lebih kecil dari segi biaya tenaga kerja (masing-masing Rp 2141,96/kg dan Rp 1788,34/kg) Hubungan Antar Variabel Ekonomi Energi (salor), tenaga, biaya, dan kegiatan produksi merupakan variabel yang tidak terpisahkan satu sama lain untuk memproduksi ikan sasaran di Kabupaten Indramayu. Bila dukungan satu variabel tidak ada, maka ikan hasil 55

74 tangkapan yang menjadi penopang kehidupan nelayan dan masyarakat pesisir tidak akan pernah dihasilkan melalui usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu. Intensitas energi (Ei), intensitas tenaga kerja (Li), intensitas produksi (Pi), dan intensitas biaya (Ci) merupakan representasi hubungan diantara variabel ekonomi terkait dalam mendukung produksi ikan (Y) oleh usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu. Tabel 4.10, Tabel 4,15, dan Tabel 4.12 menyajikan hasil analisis hubungan antar variabel ekonomi tersebut dalam mendukung produksi ikan oleh usaha perikanan JIH, JIT, dan payang. Tabel 4.10 Hasil analisis hubungan variabel ekonomi dalam mendukung produksi ikan oleh usaha perikanan JIH Unstandardized Coefficients Coefficients a Standardized Coefficients Model B Std. Error Beta t Sig. 1 (Constant) EiJIH LiJIH PiJIH CiJIH a. Dependent Variable: YJIH Tabel 4.11 Hasil analisis hubungan variabel ekonomi dalam mendukung produksi ikan oleh usaha perikanan JIT Unstandardized Coefficients Coefficients a Standardized Coefficients Model B Std. Error Beta t Sig. 1 (Constant) EiJIT LiJIT PiJIT CiJIT a. Dependent Variable: YJIT 56

75 Berdasarkan Tabel 4.10, pola hubungan variabel intensitas energi JIH (EiJIH), intensitas tenaga kerja JIH (LiJIH), intensitas produksi JIH (PiJIH), dan intensitas biaya JIH (CiJIH) dalam mendukung produksi ikan oleh usaha perikanan JIH dapat diilustrasikan : YJIH = 16812,565-2,095EiJIH-1,210LiJIH+0,016PiJIH-0,554CiJIH Tabel 4.12 Hasil analisis hubungan variabel ekonomi dalam mendukung produksi ikan oleh usaha perikanan payang Unstandardized Coefficients Coefficients a Standardized Coefficients Model B Std. Error Beta t Sig. 1 (Constant) EiPy LiPy PiPy CiPy a. Dependent Variable: Ypy Pola hubungan variabel intensitas energi JIT (EiJIT), intensitas tenaga kerja JIT (LiJIT), intensitas produksi JIT (PiJIT), dan intensitas biaya JIT (CiJIT) dalam mendukung produksi ikan oleh usaha perikanan JIT dapat diilustrasikan : YJIT = 10226,986-3,265EiJIT+0,270LiJIT-0,022PiJIH-0,438CiJIT Sedangkan pola hubungan variabel intensitas energi payang (EiPy), intensitas tenaga kerja payang (LiPy), intensitas produksi payang (PiPy), dan intensitas biaya payang (CiPy) dalam mendukung produksi ikan oleh usaha perikanan payang (Tabel 4.12) dapat diilustrasikan : YPy = 15191,641-0,724EiPy+0,199LiPy-0,113PiPy-0,619CiPy Ilustrasi hubungan tersebut memberi arahan tentang upaya yang dapat dilakukan terkait energi, tenaga kerja, biaya, dan kegiatan produksi dalam mendukung usaha perikanan tangkap berkelanjutan di Kabupaten Indramayu. 57

76 Hasil analisis hubungan antar variabel ekonomi dalam mendukung produksi ikan oleh usaha perikanan rawai tetap, handline, dan jaring klitik disajikan pada Tabel 4.13, Tabel 4.14, dan Tabel Tabel 4.13 Hasil analisis hubungan variabel ekonomi dalam mendukung produksi ikan oleh usaha perikanan rawai tetap Unstandardized Coefficients Coefficients a Standardized Coefficients Model B Std. Error Beta t Sig. 1 (Constant) EiRT LiRT PiRT CiRT a. Dependent Variable: YRT Tabel 4.14 Hasil analisis hubungan variabel ekonomi dalam mendukung produksi ikan oleh usaha perikanan handline Unstandardized Coefficients Coefficients a Standardized Coefficients Model B Std. Error Beta t Sig. 1 (Constant) EiHL LiHL PiHL CiHL a. Dependent Variable: YHL Berdasarkan Tabel 4.13, pola hubungan variabel intensitas energi rawai tetap (EiRT), intensitas tenaga kerja rawai tetap (LiRT), intensitas produksi rawai tetap (PiRT), dan intensitas biaya rawai tetap (CiRT) dalam mendukung produksi ikan oleh usaha perikanan rawai tetap dapat diilustrasikan : YRT = 1127,835-0,154EiRT+0,016LiRT+0,011PiRT-0,045CiRT 58

77 Tabel 4.15 Hasil analisis hubungan variabel ekonomi dalam mendukung produksi ikan oleh usaha perikanan jaring klitik Model Unstandardized Coefficients Coefficients a Standardized Coefficients B Std. Error Beta 1 (Constant) t Sig. EiJK LiJK PiJK CiJK a. Dependent Variable: YJK Sedangkan pola hubungan variabel intensitas energi handline (EiHL), intensitas tenaga kerja handline (LiHL), intensitas produksi handline (PiHL), dan intensitas biaya handline (CiHL) dalam mendukung produksi ikan oleh usaha perikanan handline dapat diilustrasikan : YHL = 100,447-0,020EiHL-0,008LiHL+0,002CiHL Bila mengacu Tabel 4.15, pola hubungan variabel intensitas energi jaring klitik (EiJK), intensitas tenaga kerja jaring klitik (LiJK), intensitas produksi jaring klitik (PiJK), dan intensitas biaya jaring klitik (CiJK) dalam mendukung produksi ikan oleh usaha perikanan jaring klitik dapat diilustrasikan : YJK = 185,663-0,013EiJK-0,007LiJK-0,002CiJK 4.4 Rancangan Hierarki Pengembangan Ekonomi Berkelanjutan Komponen terkait dengan pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu perlu dirancang pola interaksinya dalam bentuk struktur hierarki. Hal ini penting supaya strategi pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan yang dipilih merupakan strategi terbaik, dalam artian telah mempertimbangkan semua aspek/komponen yang terkait dengan pengembangan ekonomi tersebut baik secara horizontal maupun vertikal. 59

78 Pemilihan alternatif strategi pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu sangat ditentukan oleh kriteria atau harapan pengembangan yang ingin dicapai, kondisi pengelolaan saat ini, dan alternatif strategi pengembangan yang ditawarkan. Pada Bagian 4.3 telah dinyatakan bahwa keberlanjutan usaha perikanan di Kabupaten Indramayu sangat ditentukan oleh progres yang baik usaha perikanan semua aspek pengelolaan, yaitu aspek sumberdaya dan lingkungan, teknis, serta ekonomi dan sosial. Terkait dengan ini, maka ketiga aspek pengelolaan tersebut menjadi kriteria penting dari kegiatan pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu. Implementasi pencapaian kriteria tersebut terjadi kegiatan perikanan yang melibatkan semua stakeholders terkait, baik langsung maupun tidak langsung, seperti nelayan, pengusaha, pengolah/pedagang ikan, pelaku usaha pendukung perikanan, pemerintah, dan ilmuan/pakar. Dalam struktur hierarki AHP, ketiga aspek pengelolaan yang menjadi kriteria pengembangan ekonomi berbasis perikanan ini berada di level 2 setelah goal (strategi pengembangan) di level 1. Adapun hal-hal penting yang perlu dicapai dari setiap kriteria/aspek pengelolaan tersebut adalah : a. Kondisi sumberdaya dan lingkungan baik Sumberdaya ikan tetap lestari Tidak terjadi pencemaran lingkungan Ikan yang tertangkap sesuai target b. Kondisi teknis operasi perikanan baik Ukuran kapal standar Ada transfer teknologi alat tangkap dan alat pendukung penangkapan Metode operasi penangkapan efektif c. Kondisi ekonomi dan sosial baik Pengelolaan usaha perikanan menguntungkan Tidak terjadi konflik pengelolaan Kehidupan keluarga nelayan lebih baik 60

79 Strategi pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu ini juga dipengaruhi berbagai faktor pembatas pengelolaan, seperti kualitas sumberdaya manusia (SDM) perikanan, potensi stock sumberdaya ikan (SDI), ketersediaan modal, dan regulasi yang mengatur usaha perikanan. Kondisi faktor pembatas ini akan menentukan dan mempengaruhi pencapaian setiap kriteria/aspek pengelolaan yang ada, dan dalam struktur hierarki AHP pengembangan ekonomi berbasis usaha perikanan ini berada di level 3. Hasil analisis Bagian Bagian 4.3 memberikan informasi tentang kapasitas stock dan potensi ekonomi lestari sumberdaya ikan, jenis-jenis usaha perikanan tangkap yang dapat terus dilanjutkan pengusahaan, kondisi pembiayaan, dan kondisi pengelolaan usaha perikanan dan pendukungnya. Dari informasi ini dirumuskan beberapa alternatif strategi pengembangan ekonomi berkelanjutan yang dapat ditawarkan dengan tujuan memperbaiki atau menggantikan kondisi kurang baik dan mempertahankan yang baik dari kegiatan pengelelolaan usaha perikanan dan pendukung, sehingga dapat berkelanjutan di masa datang. Secara umum, ada lima alternatif strategi pengembangan yang dapat ditawarkan, yaitu : a. Pembinaan sumberdaya manusia (SDM) perikanan b. Perbaikan manajemen usaha perikanan c. Pengembangan kerjasama pemodalan d. Pengembangan usaha pendukung perikanan e. Pengembangan usaha perikanan skala kecil Namun demikian, pelaksanaan strategi pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan tersebut tentu tidak bisa sekaligus, terutama karena anggaran terbatas tidak hanya untuk bidang perikanan. Analisis ini diharapkan dapat menemukan strategi pengembangan ekonomi prioritas yang dapat mengakomodir dengan baik semua kriteria/harapan pengembangan dan faktor pembatas pengelolaan yang ada di lokasi. Gambar 4.7 menyajikan hasil perancangan struktur hierarki strategi pengembangan ekonomi berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu dengan memperhatikan semua kriteria pengembangan yang ingin dicapai, faktor pembatas, dan alternatif strategi pengembangan ekonomi berkelanjutan yang ditawarkan. 61

80 Strategi Pengembangan Ekonomi Berkelanjutan Berbasis Usaha Perikanan Sumberdaya &Lingkungan Teknis Operasi Perikanan Ekonomi & Sosial Kualitas Sumberdaya Manusia Potensi Sumberdaya Ikan Ketersediaan Modal Pembinaan Sumberdaya Manusia Perikanan Perbaikan Manajemen Usaha Perikanan Pengembangan Kerjasama Pemodalan Pengembangan Usaha Pendukung Perikanan Regulasi Perikanan Pengembangan Usaha Perikanan Skala Kecil Gambar 4.7 Struktur hierarki strategi pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu Untuk mengakomodir kebutuhan nyata terkait pencapaian kriteria pengembangan maupun penanganan faktor pembatas pengelolaan, maka data yang digunakan untuk analisis hierarki AHP merupakan pendapat dan harapan semua perwakilan stakeholders dan komponen yang berinteraksi selama ini dengan kegiatan ekonomi berbasis perikanan di Kabupaten Indramayu. Hasil analisis hierarki terkait penentuan strategi pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan ini disajikan pada Bagian 4.5 dan Bagian Hasil Analisis Kepentingan Komponen Kriteria dan Pembatas Hasil Analisis Kepentingan Komponen Kriteria Pengembangan Untuk memudahkan analisis menggunakan Program AHP (sofware TeamEC), maka kriteria pengembangan yang ingin dipenuhi perlu disingkat atau disimbulkan dengan huruf atau angka yang mudah dimengerti dan maksimum 8 karakter. Terkait dengan ini, maka tiga kriteria pengembangan yang digunakan dalam analisis disingkat dengan ketentuan : 62

81 Kondisi sumberdaya dan lingkungan yang baik (SDI lestari, tidak pencemaran, dan ikan tertangkap sesuai target), disimbulkan dengan SDLINK Kondisi teknis operasi perikanan baik (kapal standar, ada transfer teknologi, dan metode operasi efektif), disimbulkan dengan TEKNIS Kondisi ekonomi dan sosial baik (usaha menguntungkan, tidak ada konflik, kehidupan keluarga baik), disimbulkan dengan EKOSOS Berdasarkan analisis AHP yang dilakukan, didapatkan tingkat kepentingan setiap kriteria pengembangan dalam mendukung strategi ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu seperti ditunjukkan pada Gambar 4.8. Gambar 4.8 Rasio kepentingan kriteria pengembangan Dari Gambar 4.8 tersebut, kondisi sumberdaya dan lingkungan baik merupakan kriteria yang paling berkepentingan dengan pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu, yaitu dengan rasio kepentingan (RK) 0,413 pada inconsistency terpercaya 0,05. Dikatakan terpercaya karena nilai inconsistency-nya masih di bawah batas maksimum yang dipersyaratkan, yaitu 0,1. Tingginya rasio kepentingan kriteria pengembangan ini terlihat dari akumulasi perbandingan berpandangan diantara kriteria pengembangan terkait, dimana kepentingan kriteria sumberdaya dan lingkungan baik ini sama atau lebih 63

82 tinggi daripada kepentingan kriteria lainnya, maka selalu nilainya lebih tinggi. Hasil uji banding berpasangan (format AHP) tersebut disajikan pada Gambar 4.9 Gambar 4.9 Hasil banding berpasangan (format AHP) diantara kriteria pengembangan Berdasarkan Gambar 4.9, kondisi sumberdaya dan lingkungan baik terkait pembangunan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan lebih tinggi dua kali dibandingkan kondisi teknis operasi perikanan baik, dan sama penting dengan kondisi ekonomi dan sosial yang baik. Kondisi ekonomi dan sosial yang baik merupakan kriteria pengembangan yang berkepentingan tertinggi kedua terhadap pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu, yaitu dengan rasio kepentingan (RK) 0,327 pada inconsistency terpercaya 0, Hasil Analisis Kepentingan Komponen Pembatas Pengelolaan Berdasarkan hasil identifikasi sebelumnya, beberapa komponen pembatas dalam pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu dan simbulnya adalah : kualitas sumberdaya manusia (SDM), potensi sumberdaya ikan (SDI), ketersediaan modal (MODAL), dan regulasi yang mengatur operasi perikanan (REGULASI). Pembatas tersebut harus menjadi pertimbangan penting setiap kriteria pengembangan untuk memilih alternatif strategi pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan terbaik, sehingga strategi yang terpilih nantinya benar-benar merupakan strategi 64

83 yang paling tepat. Hasil analisis terkait dengan komponen pembatas ini disajikan pada Gambar Gambar 4.10 Hasil analisis kepentingan komponen pembatas pengelolaan terkait kriteria SDLINK Berdasarkan Gambar 4.10, komponen potensi stock sumberdaya ikan merupakan komponen pembatas yang paling penting terkait penciptaan kondisi sumberdaya dan lingkungan baik (SDLINK), yaitu dengan rasio kepentingan (RK) 0,346 pada inconsistency terpercaya 0,07. Kualitas sumberdaya manusia dan ketersediaan modal merupakan komponen pembatas yang paling penting kedua dan ketiga yang penting dalam mempertahankan kondisi sumberdaya dan lingkungan yang baik. Regulasi perikanan merupakan komponen pembatas yang paling rendah kepentingannya dalam mendukung sumberdaya dan lingkungan yang baik, yaitu dengan rasio kepentingan (RK) 0,163 (paling kecil) pada inconsistency terpercaya 0,07. Rasio kepentingan tersebut merupakan representasi penilaian stakeholders terkait, seperti nelayan, pengolah/pedagang ikan, pengelola pelabuhan/tempat pendaratan ikan, lembaga keuangan/perbankan, pihak PEMDA, dan masyarakat sekitar. Meskipun ada yang terkesan bertentangan, namun perlu menjadi perhatian dalam pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu. Gambar 4.11 menyajikan hasil analisis kepentingan komponen pembatas pengelolaan terkait kriteria TEKNIS. 65

84 Gambar 4.11 Hasil analisis kepentingan komponen pembatas pengelolaan terkait kriteria TEKNIS Diantara empat pembatas yang ada, potensi stock sumberdaya ikan dan ketersediaan modal merupakan komponen pembatas paling penting untuk menciptakan kondisi teknis operasi perikanan (TEKNIS) yang baik terkait pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu. Hal ini ditunjukkan oleh rasio kepentingan kedua yang tinggi dibandingkan dua komponen pembatas lainnya, yaitu 0,333 pada inconsistency terpercaya 0,00. Tingginya rasio kepentingan potensi sumberdaya ikan dan ketersediaan modal ini besar kemungkinan karena keduanya dibutuhkan langsung dalam operasi perikanan. Kualitas sumberdaya manusia dan regulasi perikanan lebih rendah kepentingannya, bisa jadi karena dibutuhkan saat kegiatan perikanan mulai dioperasikan. Keduanya masing-masing mempunyai rasio kepentingan (RK) 0,167 pada pada inconsistency terpercaya 0,00. Dalam kaitan ini, maka untuk memajukan kegiatan operasi perikanan secara teknis, maka faktor ketersediaan sumberdaya ikan dan modal menjadi hal pertama yang harus dilihat. Bila hal ini dapat diperhatikan dengan baik, maka pengembangan ekonomi berbasis usaha perikanan akan dapat terlaksana secara maksimal di Kabupaten Indramayu. 66

85 Gambar 4.12 Hasil analisis kepentingan komponen pembatas pengelolaan terkait kriteria EKOSOS Untuk menciptakan kondisi ekonomi dan sosial yang lebih baik dalam pengembangan ekonomi perikanan, maka ketersediaan modal merupakan faktor pembatas yang paling penting untuk diperhatikan. Hal ini ditunjukkan oleh rasio kepentingan (RK) MODAL yang mencapai 0,333 pada inconsistency terpercaya 0,03 (Gambar 4.12). Kualitas sumberdaya manusia merupakan komponen pembatas kedua yang perlu diperhatikan yang ditunjukkan oleh 0,306 pada inconsistency terpercaya 0,03. Regulasi perikanan merupakan komponen komponen pembatas yang paling rendah kepentingannya untuk menciptakan kondisi ekonomi dan sosial yang baik dalam pengembangan ekonomi berbasis usaha perikanan (RK = 0,125 pada inconsistency terpercaya 0,03) Hasil Analisis Prioritas Strategi Pengembangan Prioritas strategi ini merupakan tujuan akhir dari kegiatan analisis pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan menggunakan AHP dalam penelitian ini. Keberhasilan memilih strategi, akan menentukan keberhasilan pengembangan ekonomi berbasis usaha perikanan tersebut. Sebagaimana yang dijelasksan pada Bagian 4.4, beberapa alternatif strategi pengembangan yang ditawarkan untuk pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan dan simbulnya adalah : 67

86 a. Pembinaan sumberdaya manusia perikanan (BINASDM) b. Perbaikan manajemen usaha perikanan (MNJUSAHA) c. Pengembangan kerjasama pemodalan (KJSMODAL) d. Pengembangan usaha pendukung perikanan (PUSHPDKG) e. Pengembangan usaha perikanan skala kecil (PUSHKCIL) Hasil analisis rasio kepentingan setiap alternatif strategi pengembangan ekonomi berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu tersebut setelah diolah menggunakan sofware TeamEC ditunjukkan pada Gambar Gambar 4.13 Hasil analisis prioritas strategi pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan Berdasarkan Gambar 4.13, opsi strategi perbaikan manajemen usaha perikanan (MNJUSAHA) mempunyai rasio kepentingan paling tinggi dibandingkan empat opsi alternatif strategi pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu, yaitu mencapai 0,255 pada inconsistency terpercaya 0,05. Sedangkan secara statistik, batas inconsistency yang diperbolehkan adalah tidak lebih dari 0,1. Dengan demikian, opsi strategi perbaikan manajemen usaha perikanan (MNJUSAHA) ini menjadi strategi prioritas untuk pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu. Tingginya rasio kepentingan opsi strategi perbaikan manajemen usaha perikanan (MNJUSAHA) ini sudah terlihat dari interaksi beberapa komponen 68

87 pembatas/prasyarat, seperti interaksi pembatas kualitas SDM dalam mendukung kondisi sumberdaya dan lingkungan yang baik (Gambar 4.14) dan interaksi pembatas keterbatasan modal dalam mendukung kondisi ekonomi dan sosial yang baik (Gambar 4.15). Gambar 4.14 Matriks analisis uji banding berpasangan keempat opsi strategi terkait pembatas kualitas SDM dalam mendukung kondisi sumberdaya dan lingkungan yang baik Berdasarkan Gambar 4.14, opsi strategi perbaikan manajemen usaha perikanan (MNJUSAHA) umumnya mempunyai kepentingan (imfortance) paling tinggi dibandingkan opsi strategi lainnya terkait pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan. Untuk mendukung kondisi sumberdaya dan lingkungan tetap baik pada keterbatasan kualitas SDM yang mengelolanya, strategi perbaikan manajemen usaha perikanan (MNJUSAHA) lebih penting dua kali daripada pengembangan kerjasama pemodalan, pengembangan usaha pendukung perikanan, dan pengembangan usaha perikanan skala kecil. 69

88 Gambar 4.15 Matriks analisis uji banding berpasangan keempat opsi strategi terkait pembatas keterbatasan modal dalam mendukung kondisi ekonomi dan sosial yang baik Berdasarkan Gambar 4.15, opsi strategi perbaikan manajemen usaha perikanan (MNJUSAHA) mempunyai kepentingan (importance) paling tinggi dibandingkan strategi pengembangan kerjasama pemodalan (KJSMODAL) dan strategi pengembangan usaha perikanan skala kecil (PUSHKCIL). Opsi strategi perbaikan manajemen usaha perikanan hanya sama penting dengan strategi pengembangan usaha pendukung perikanan terkait pembatas keterbatasan modal dalam mendukung kondisi ekonomi dan sosial yang baik. Ditinjau dari nilai rasio kepentingannya, maka opsi strategi perbaikan manajemen usaha perikanan (MNJUSAHA) ini mempunyai rasio kepentingan sangat tinggi terkait pembatas keterbatasan modal dalam mendukung kondisi sosial ekonomi baik, yaitu sekitar 0,283 pada inconsistency terpercaya 0,06. Sedangkan opsi strategi pembinaan SDM perikanan mempunyai rasio kepentingan 0,222 pada inconsistency terpercaya 0,06. Sumbangan nilai rasio kepentingan parsial inilah yang menjadikan strategi perbaikan manajemen usaha perikanan (MNJUSAHA) sebagai strategi prioritas pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu (Gambar 4.14). Opsi strategi 70

89 kerjasama pemodalan (KJSMODAL) mempunyai rasio kepentingan (RK) 0,193 pada inconsistency terpercaya 0,05, sehingga dapat menjadi back-up bagi opsi strategi perbaikan manajemen usaha dan opsi strategi pembinaan SDM perikanan. Opsi strategi pengembangan usaha perikanan skala kecil dan pengembangan usaha pendukung perikanan mempunyai rasio kepentingan masing-masing 0,186 dan 0,135 pada inconsistency terpercaya 0,05. 71

90 5 PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Kapasitas Stok dan Potensi Ekonomi Lestari Sumberdaya Ikan Pengelolaan Kapasitas Stok Lestari Sumberdaya Ikan Pada Bab 4 telah dijelaskan bahwa ikan manyung, tenggiri, peperek, kembung, dan tongkol merupakan hasil tangkapan utama (85,6 %) nelayan di Kabupaten Indramayu. Selama ini, hasil tangkapan utama ini menjadi pemasok penting ikan segar untuk pasar, swalayan, dan industri pengolahan hasil perikanan yang terdapat di Kabupaten Indramayu dan daerah lainnya di Propinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta, dan bahkan untuk tujuan ekspor. Menurut DPK Kabupaten Indramayu (2010b), di samping pasar ikan segar, ikan hasil tangkapan nelayan di Kabupaten Indramayu menjadi penyuplai penting bahan baku industri yang terdapat di Karawang, Bekasi, dan Jakarta Utara, dimana pengirimannya dilakukan setiap hari. Produksi perikanan laut di Kabupaten Indramayu termasuk stabil dan pada tahun 2009 mencapai ,6 ton dengan nilai sekitar Rp Mengingat pentingnya peran hasil perikanan laut dari Kabupaten Indramayu ini, maka sumberdaya ikan yang terutama dari jenis hasil tangkapan utama nelayan ini perlu dilestarikan. Menurut DKP (2004), pelestarian stok sumberdaya ikan menjadi bagian penting dari rencana strategis perikanan nasional yang harus diimplementasikan pada semua zona pengelolaan perikanan Indonesia. Kapasitas stok lestari (MSY) menjadi acuan penting dari setiap operasi penangkapan ikan dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan Indonesia, dimana pemanfaatan yang dilakukan tidak boleh melebihi kapasitas stok lestari yang ada. Pada Bab 4 telah dijelaskan bahwa kapasitas stok lestari (MSY) sumberdaya ikan manyung, tenggiri, peperek, kembung, dan kakap di perairan yang menjadi fishing ground nelayan di Kabupaten Indramayu masing-masing mencapai 1291,37 ton per tahun, 1120,70 ton per tahun, 4227,93 ton per tahun, 1135,76 ton per tahun, dan 5343,58 ton per tahun. Kapasitas stok lestari ini perlu patokan pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan Kabupaten Indramayu, karena 72

91 pada kondisi ini sumberdaya ikan tersebut memberi manfaat maksimal bagi nelayan dan masyarakat pesisir, serta kelestarian tetap terjaga. Musick, et. al (2008) menyatakan pemanfaatan sumberdaya ikan yang bersesuaian dengan kapasitas stok lestari dapat menjamin keberlanjutan pemanfaatan di masa mendatang. Hal ini karena pada kondisi ini tingkat pemanfaatan sumberdaya tidak melebihi laju perkembangan sumberdaya ikan dan habitatnya. Namun bila kapasitas stok sumberdaya ikan tersebut dibandingkan dengan jumlah produksi ikan aktual di Kabupaten Indramayu, maka pemanfaatan sumberdaya ikan tenggiri dan kembung sudah melebihi kapasitas stok lestarinya, sedangkan pemanfaatan ikan manyung, peperek, dan tongkol masih di bawah kapasitas stok lestarinya. Hasil pada Bab 4 menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan ikan tenggiri dan kembung di atas 100 %, yaitu masing-masing 122,72 % dan 139,64 %. Sedangkan tingkat pemanfaatan ikan manyung, peperek, dan tongkol masing-masing 70,32 %, 66,39 %, dan 48,01 %. Fauzi (2010) menyatakan bahwa tingkat pemanfaatan yang belum mencapai 100 % kapasitas stok lestari (MSY) dapat memberi manfaat ekonomi yang berarti masyarakat pesisir tanpa mengganggu kelestarian sumberdaya ikan itu sendiri. Terkait dengan ini, kapasitas stok lestari sumberdaya ikan harus dikelola dan dijaga dengan baik, sehingga sumberdaya ikan yang menjadi sumberdaya mata pencaharian utama nelayan dan masyarakat pesisir Kabupaten Indramayu terus terpelihara. Pengelolaan kapasitas stok lestari sumberdaya ikan ini dapat dilakukan dengan mengatur jumlah upaya penangkapan ikan sehingga tidak melebihi upaya penangkapan yang optimal dan wajar bagi berkembangnya sumberdaya ikan tersebut kembali. Pada Bab 4 dijelaskan bahwa upaya penangkapan optimal (Emsy) untuk sumberdaya ikan manyung, tenggiri, peperek, kembung, dan tongkol di Kabupaten Indramayu masing-masing 4683 trip per tahun, 3202 trip per tahun, 3232 trip per tahun, trip per tahun, dan 4026 trip per tahun. Upaya penangkapan optimal ini harus menjadi acuan dalam mengatur jumlah trip operasi penangkapan oleh kapal/usaha perikanan tangkap yang dapat menangkap kelima jenis hasil tangkapan utama tersebut. Dalam aplikasinya pengaturan ini dapat dilakukan melalui penertiban pengurusan izin melaut, penertiban zona 73

92 penangkapan untuk setiap jenis/ukuran kapal, dan pengawasan dalam bongkar muat di pelabuhan (PPI Karangsong). Hamdan et.al (2006) menyatakan bahwa perizinan, zonasi, dan bongkar-muat lebih mudah diawasi di Kabupaten Indramayu karena selain aktivitas perikanan tangkap tersentralisasi di PPI Karangsong, juga karena administrasi pelabuhan dan syah bandar yang baik di lokasi. Pengelolaan kapasitas stok lestari (MSY) sumberdaya ikan ini menjadi hal yang mutlak dilakukan untuk menjamin keberlanjutan usaha perikanan yang menjadi penopang ekonomi nelayan dan masyarakat pesisir, terutama untuk ikan tenggiri dan kembung yang sudah mengalami kelebihan tangkap. Usaha perikanan yang bisa menangkap kedua jenis sumberdaya ikan ini hendaknya mengalihkan operasi penangkapannya pada ikan ekonomi penting lain yang masih berpeluang ditingkatkan pemanfaatannya, seperti ikan manyung, peperek, tongkol, dan lainnya. Fauzi (2004) menyatakan dalam konteks ekonomi berkelanjutan, sumberdaya alam dengan cadangan melimpah dapat ditingkatkan pemanfaatan, sedangkan sumberdaya alam dengan cadangan yang semakin menipis perlu dikonservasi kembali. Bila hal ini dapat dilakukan secara konsisten, kapasitas stok lestari sumberdaya ikan di Kabupaten Indramayu dapat terjaga dengan baik. Hal ini mutlak dilakukan, karena bila melihat hasil regresi terhadap CPUE dan effort selama kurun waktu lima belas tahun terakhir ( ), maka pengaruh peningkatan effort (upaya penangkapan) cenderung negatif terhadap CPUE. Hal ini ditandai oleh nilai independent (b) dalam regresi yang negatif untuk kelima jenis sumberdaya ikan tersebut. Mustaruddin (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kecenderungan menurun hasil tangkapan yang didapat nelayan Indramayu dalam setiap trip operasi penangkapan yang dilakukannya menjadi titik lemah pengelolaan perikanan dalam skala industri di Kabupaten Indramayu. Hal ini tidak hanya mengurangi minat investor untuk berinvestasi di bidang perikanan tetapi juga menjadi penghambat kesejahteraan nelayan dan optimisme pengelolaan perikanan di Kabupaten Indramayu. Terkait dengan ini, maka kapasitas stok lestari kelima sumberdaya ikan ekonomi penting tersebut perlu dijaga dengan baik. Pemerintah melalui unit pelaksana teknis (UPT) 74

93 perlu mengatur operasi penangkapan ikan yang ada, dan secara berkala memberi penyuluhan/pembinaann akan pentingnya kelestarian stok sumberdaya ikan Pengelolaan Potensi Ekonomi Lestari Sumberdaya Ikan Hasil tangkapan utama nelayan di Kabupaten Indramayu, seperti ikan manyung, tenggiri, peperek, kembung, dan tongkol mempunyai potensi ekonomi yang sangat besar. Potensi ekonomi tersebut memberi ruang untuk pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut. Hasil analisis kapasitas stok yang dijelaskan pada bagian sebelumnya memberi arahan tentang jumlah ikan yang dapat dimanfaatkan secara maksimum, tanpa mengganggu kelestarian kelima sumberdaya ikan tersebut. Konversi kapasitas stok lestari ke dalam nilai uang memberi informasi tentang potensi ekonomi lestari sumberdaya ikan tersebut. Pada Bab 4 dijelaskan bahwa potensi ekonomi lestari (MEY) sumberdaya ikan manyung di Kabupaten Indramayu mencapai per tahun. Potensi ekonomi lestari ini sangat besar dan dapat dioptimalkan pemanfaatannya. Sparre dan Venema (1999) menyatakan bahwa optimalisasi pemanfaatan potensi ekonomi lestari sumberdaya ikan dapat dilakukan selama pemanfaatan yang ada saat ini tidak melebihi kapasitas stok lestari yang ada dan ini diindikasi oleh upaya penangkapan aktual yang masih rendah. Upaya penangkapan aktual (Eaktual) sumberdaya ikan manyung di Kabupaten Indramayu sekitar 1569 trip per tahun, sedangkan upaya penangkapan ekonomi optimal (Emey) sekitar 4738 trip per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa upaya penangkapan yang ada saat ini masih bisa ditingkatkan. Terkait dengan ini, maka usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), payang, dan rawai tetap dapat dikembangkan lebih lanjut untuk tujuan penangkapan berupa ikan manyung. Namun demikian, pengembangan tersebut perlu dilakukan secara terkendali sehingga tidak terjadi kelebihan upaya tangkap dan biaya produksi tinggi yang menyebabkan TR = TC (kondisi OA, keuntungan 0). Wilson, et. al (2002) menyatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan potensial dapat dilakukan dengan memobilisasi secara tepat/terkendali usaha perikanan yang sesuai dan hal ini harus didukung secara integratif oleh semua 75

94 komponen perikanan terkait. Partisipasi dan dukungan yang positif dari komponen/stakeholders perikanan harus diberikan sehingga pengelolaan tersebut bisa memberi manfaat maksimal bagi nelayan dan masyarakat pesisir secara keseluruhan di Kabupaten Indramayu. Untuk sumberdaya ikan tenggiri dan peperek, masing-masing mempunyai potensi ekonomi lestari (MEY) sekitar Rp per tahun dan Rp per tahun. Potensi ekonomi lestari kedua jenis ikan termasuk besar, namun untuk ikan tenggiri sudah terjadi kelebihan tangkap. Hasil analisis sebelumnya menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan tenggiri di Kabupaten Indramayu ini mencapai 122,72 %, terjadi kelebihan tangkap sekitar 22,72 % dari potensi lestari yang ada. Hal ini juga ditunjukkan oleh upaya penangkapan aktual ikan tenggiri (Eaktual = 5998,06 trip per tahun) yang lebih tinggi daripada upaya penangkapan ekonomi optimal (Emey = 3125 trip per tahun). Oleh karena itu, operasi penangkapan ikan tenggiri perlu dikurangi di perairan Kabupaten Indramayu. Hal ini merupakan tindakan pengelolaan yang perlu diambil untuk kapasitas stok sumberdaya ikan tenggiri tetap lestari di perairan Kabupaten Indramayu dan juga dapat memberi manfaat ekonomi yang berkelanjutan bagi generasi mendatang. Tomascik, et. al (1997) menyatakan bahwa kegiatan pengelolaan tidak hanya dimaksudkan untuk mengatur dan memanfaatkan suatu sumberdaya tetapi juga merupakan kegiatan pengendalian dan pencegahan sehingga terjadi keseimbangan ekologis pada sumberdaya tersebut dan lingkungan sekitarnya. Untuk sumberdaya ikan peperek karena tingkat pemanfaatannya baru mencapai 66,39 %, maka dapat ditingkatkan mendekati potensi ekonomi lestari yang ada. Terkait dengan ini, maka jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), dan payang dapat dikembangkan lagi dengan fokus utama pada penangkapan sumberdaya ikan peperek tersebut. Namun demikian, pengembangan ini juga harus ada kelanyakan pengembangan usaha perikanan tangkap tersebut ekonomi. Bagian 5.3 akan membahas kelayakan pengembangan setiap usaha perikanan yang digunakan dalam pemanfaatan kelima jenis sumberdaya ikan potensial yang ada. Bila melihat upaya penangkapannya, maka upaya penangkapan aktual ikan peperek (Eaktual = 845,04 trip per tahun) masih 76

95 jauh lebih rendah daripada upaya penangkapan ekonomi optimalnya (Emey = 3177 trip per tahun) sehingga sangat berpeluang untuk dikembangkan. Dibandingkan dengan lima sumberdaya ikan lainnya, potensi ekonomi lestari (MEY) ikan kembung termasuk paling kecil, yaitu sekitar Rp per tahun. Upaya penangkapan ekonomi optimal (Emey) ikan kembung ini mencapai trip per tahun, sedangkan upaya penangkapan aktualnya (Eaktual) mencapai 11830,73 trip per tahun. Terkait dengan ini, maka upaya penangkapan ikan kembung sudah melebihi upaya penangkapan maksimum yang dapat menjamin kelestarian sumberdaya ikan tersebut. Hal ini juga ditunjukkan oleh tingkat pemanfaatannya yang sudah mencapai 139,64 % dari kapasitas stok lestari yang ada. Sedangkan Mamuaya, et. al (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemanfaatan yang melebihi daya dukung akan sangat cepat menyebabkan kelangkaan sumberdaya ikan dan memerlukan waktu puluhan tahun. Bila upaya penangkapan tersebut terus ditingkatkan, maka bukan tidak mungkin upaya penangkapan mendekati Eoa (14150 trip per tahun), sehingga menyebabkan usaha perikanan tidak memperoleh keuntungan dari operasi penangkapan ikan kembung yang dilakukannya (TR = TC). Terkait dengan ini, maka operasi penangkapan ikan kembung menggunakan jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), dan jaring klitik (JK) sebaiknya dikurangi dan penangkapan dialihkan kepada sasaran yang potensial lainnya, misalnya ikan manyung, peperek, dan tongkol. Fauzi (2010) menyatakan bahwa kondisi dimana penerimaan total (total revenue/tr) menurun akibat upaya penangkapan yang berlebihan sehingga mendekati biaya operasional penangkapan total (total cost/tc) akan memberi dampak yang kurang baik pengelolaan perikanan, dimana pendapatan nelayan menurun, terjadi perebutan fishing ground, daya beli turun, harga beli tidak stabil, dan lainnya. Potensi ekonomi lestari (MEY) ikan tongkol di perairan Kabupaten Indramayu mencapai Rp per tahun. Potensi ekonomi ini termasuk besar dan bila melihat tingkat pemanfaatannya (baru sekitar 48,01 %), maka sangat terbuka peluang untuk pengembangannya. Suman, et.al (1993) menyatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya dapat ditingkatkan hingga mendekati potensi 77

96 lestariya, dan bila hal ini dilakukan secara konsisten, maka dapat menjamin keberlanjutan pemanfaatan ekonomi sumberdaya ikan tersebut di masa mendatang. Terkait dengan ini, maka pengaturan dan pengawasan pemanfaatan oleh usaha jaring insang hanyut (JIH), jaring klitik (JK), rawai tetap, dan handline perlu dilakukan secara serius oleh nelayan, aparat terkait, dan masyarakat. Oleh karena di Kabupaten Indramayu, usaha perikanan ini umumnya terpusat di PPI Karangsong, maka pengaturan dan pengawasan tersebut lebih mudah dilakukan. Untuk memberi manfaat ekonomi yang memadai bagi nelayan pelakunya, maka disamping dari jenis ikan potensial yang ditangkap, usaha perikanan tangkap harus layak secara finansial untuk dilakukan. Bagian berikut akan menjelaskan hal ini, sehingga terjadi keberlanjutan ekonomi berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu. 5.2 Keberlanjutan Usaha Perikanan Tangkap Kelayakan Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Usaha perikanan tangkap dapat dijamin keberlanjutannya, bila usaha perikanan tangkap layak secara finansial terutama dalam memberi manfaat bagi nelayan pelakunya. Munasinghe (1993) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan dapat terjadi bila kegiatan pembangunan tersebut terasa manfaatnya bagi kemakmuran masyarakat. Kemakmuran merupakan kondisi dimana daya beli meningkat dan masyarakat mempunyai kemudahan dalam memenuhi berbagai kebutuhan dasar dalam hidupnya. Usaha perikanan tangkap bisa dirasakan manfaatnya secara nyata bila menghasilkan keuntungan yang cukup dan dapat menunjang kehidupan nelayan pelakunya. Hasil analisis pada Bab 4 menempatkan jaring insang hanyut (JIH) sebagai usaha perikanan tangkap dengan keuntungan/rente ekonomi tertinggi setiap tahunnya, yaitu mencapai Rp Bila diperbandingkan modal usaha yang dikeluarkan, maka usaha perikanan JIH menghasilkan tingkat pengembalian (rate of return) investasi sekitar 42,01 %. Tingkat pengembalian investasi tersebut sangat bagus dan bahkan jauh di atas bunga deposito mencapai 6,25 % setiap tahunnya. Menurut Hamdan, et. al (2006), usaha perikanan yang mempunyai tingkat pengembalian investasi yang tinggi akan mempercepat perkembangan 78

97 usaha, memberi kepastian terhadap modal investasi, dan memberi kesejahteraan bagi pelakunya. Lebih jauh terkait investasi ini, handline, payang, dan rawai tetap mempunyai tingkat pengembalian investasi (rate of return) yang lebih baik daripada usaha perikanan tangkap lainnya termasuk JIH, yaitu masing-masing 56,72 %, 58,52 %, dan 66,74 %. Hal ini menunjukkan bahwa menginvestasikan uang pada usaha perikanan handline, payang, dan rawai tetap jauh lebih baik daripada mendepositokannya di bank maupun menjalankan usaha perikanan JIH. Memang dari segi rente ekonomi, ketiga usaha perikanan tangkap ini lebih rendah daripada usaha perikanan JIH, tetapi karena modal investasi yang dikeluarkan juga rendah, maka cukup wajar bila keuntungan yang didapat lebih rendah. Menurut Hanley dan Spash (1993), keberlanjutan usaha ekonomi tidak sepenuhnya dapat dilihat dari keuntungan yang didapat, karena keuntungan/rente ekonomi bersifat relatif, yaitu bila skala usaha dan biaya produksi besar, maka keuntungan dengan nominal besar bisa tidak berarti usaha dapat kembali modal. Terkait dengan ini, maka analisis yang lebih dalam seperti benefit-cost ratio dan internal rate of return sangat diperlukan untuk mengkroscek tingkat manfaat dari sejumlah modal investasi yang dikeluarkan. Namun secara umum, JIH, JIT, payang, rawai tetap, handline, dan jaring klitik termasuk layak dikembangkan di Kabupaten Indramayu karena mempunyai rate of return yang lebih menarik daripada hanya sekedar menyimpan uang modal di bank. Bunga terbesar yang bisa diterima di bank setiap tahunnya hanya sekitar 6,25 % (bunga deposito), sedangkan bila menjalankan usaha perikanan tersebut dapat mendapatkan manfaat minimal 31,35 % dari total modal yang diinvestasikan. Nilai manfaat yang besar tersebut tentu lebih menarik minat investor sehingga lebih menjamin keberlanjutan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu Peran Usaha Perikanan Tangkap bagi Ekonomi Kawasan Bagi Kabupaten Indramayu, usaha perikanan tangkap merupakan kegiatan ekonomi dominan dan paling banyak menyerap tenaga kerja dari masyarakat 79

98 lokal. Usaha perikanan tangkap mendukung aktivitas ekonomi berbasis perikanan dan pengembangan usaha pendukung seperti usaha perbekalan, sumber energi, jasa pelabuhan, dan lainnya. Nikijuluw (2002) menyatakan bahwa pengembangan usaha perikanan terutama yang berbasis pada penangkapan akan menjadi cikal bakal pengembangan ekonomi kawasan, karena dapat mendorong berkembangnya kegiatan pendukung baik dalam pengadaan bahan/peralatan operasi penangkapan, distribusi hasil tangkapan, maupun jasa pelabuhan. Energi terutama solar merupakan bahan utama yang dibutuhkan untuk mendukung operasi penangkapan ikan menggunakan jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), payang, rawai tetap, handline, dan jaring klitik. Hasil analisis intensitas energi pada Bab 4 memberi indikasi tentang pentingnya kegiatan penyediaan bahan bakar solar bagi berlangsungnya kegiatan perikanan di Kabupaten Indramayu. Setiap kg ikan yang ditangkap nelayan membutuhkan sejumlah solar dalam jumlah tertentu untuk menangkapnya. Menurut Hanna (1995), untuk menjamin keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam, maka setiap satuan sumberdaya input yang digunakan hendaknya dapat menghasilkan sumberdaya output dengan nilai yang lebih besar dari sumberdaya input. Harga jual ikan di Kabupaten Indramayu berkisar antara Rp Rp per kg. Bila nilai dihubungkan dengan intensitas energi rata-rata usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), payang, rawai tetap, handline, dan jaring klitik masing-masing sekitar Rp 447,86 per kg, Rp 386,70 per kg, Rp 434,02 per kg, Rp 1281,75 per kg, Rp 923,58 per kg, dan Rp 1723,19 per kg, maka nilai sumberdaya output jauh lebih besar daripada sumberdaya input berupa solar. Dalam kaitan ini, maka dari segi intensitas energi, keenam usaha perikanan tangkap tersebut dapat dilakukan secara berkelanjutan di lokasi, sehingga perannya bagi pengembangan ekonomi kawasan dapat terus dilanjutkan. Menurut Tomascik, et.al (1999), peran usaha perikanan bagi ekonomi Indonesia sangat dirasakan di kawasan pesisir dan untuk mempertahankannya perlu keseimbangan dengan perkembangan sumberdaya ikan dan lingkungan sekitarnya. Usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), payang, rawai tetap, handline, dan jaring klitik juga menyerap tenaga kerja yang 80

99 cukup besar. Setiap usaha perikanan JIH, JIT, dan payang dapat menyerap tenaga kerja 7 15 orang, sedangkan rawai tetap dan jaring klitik dapat menyerapkan tenaga kerja sekitar 4-8 orang dan setiap handline menyerap tenaga kerja 1 3 orang. Fauzi (2010) menyatakan bahwa nilai manfaat yang diberikan usaha perikanan kepada nelayan pelakunya akan menjadi jaminan penting keberlanjutan usaha perikanan tersebut di suatu kawasan perikanan. Hasil analisis intensitas tenaga kerja pada Bab 4 menjadi gambaran penting tentang manfaat yang bisa diterima oleh nelayan/tenaga kerja perikanan Kabupaten Indramayu dari setiap kg ikan yang ditangkapnya. Jaring insang tetap (JIT), payang, dan rawai tetap mempunyai intensitas tenaga kerja yang tinggi, masing-masing sekitar Rp 3085,09 per kg, Rp 3144,51 per kg, dan Rp 3211,79 per kg. Bila mengacu kepada nilai intensitas ini, maka setiap kg ikan yang ditangkap menggunakan JIH, payang, dan rawai tetap maka akan memberikan manfaat kepada nelayan/tenaga kerja perikanan yang terlibat masing-masing Rp 3085,09, Rp 3144,51, dan Rp 3211,79. Manfaat tersebut direalisasikan dalam bentuk upah/bagi hasil setelah melakukan trip operasi penangkapan. Mengacu kepada hal ini, maka kontribusi ketiga usaha perikanan tangkap ini dalam mendukung kesejahteraan nelayan sedikit lebih baik daripada tiga usaha perikanan tangkap lainnya dengan intensitas tenaga kerja yang lebih kecil. Bila nilai intensitas tenaga kerja tersebut dibandingkan dengan harga yang bisa dinikmati pemilik usaha perikanan dari setiap kg ikan yang ditangkapnya, maka intensitas tenaga kerja ini jauh lebih rendah. Terkait dengan ini, maka keberlanjutan usaha perikanan tangkap tersebut dapat dipertahankan karena membawa manfaat bagi nelayan/tenaga kerja perikanan maupun pemilik usaha perikanan. Sutisna (2007) dalam penelitiannya di Pantai Selatan Jawa menyatakan kunci keberhasilan pembangunan perikanan sangat tergantung pada dukungan masyarakat sekitar. Sementara dukungan masyarakat akan timbul bila ada manfaat ekonomi yang bisa dinikmati baik dalam kapasitas sebagai nelayan buruh maupun sebagai nelayan pemilik. Terkait dengan ini, maka pembinaan dan pengembangan sangat dibutuhkan sehingga usaha perikanan JIH, JIT, payang, rawai tetap, handline, dan jaring klitik 81

100 dapat terus memberi manfaat ekonomi bagi berbagai pihak yang terkait. Manajemen usaha perlu terus dibenahi sehingga efektif dan efisien dalam pengelolaannya, serta ikan hasil tangkapan yang dijual tetap berkualitas baik. Intensitas produksi memberi indikasi tentang kinerja manajemen usaha perikanan tersebut dalam menghasilkan ikan hasil tangkapan yang dibutuhkan pasar. Menurut Kotler (1997) menyatakan bahwa penerimaan pasar yang baik (harga jual layak) dari suatu produk menjadi ukuran penting dari keberhasilan produksi. Sedangkan Mamuaya, et. al (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa keberlanjutan usaha perikanan sangat ditentukan oleh penerimaan pasar terhadap produk perikanan, kontinyuitas produk, dan nilai manfaat yang diterima pelaku perikanan. Bila melihat hasil analisis intensitas produksi pada Bab 4, maka usaha perikanan JIH, JIT, payang, rawai tetap, handline, dan jaring klitik mempunyai intensitas produksi yang relatif sama dan termasuk tinggi berkisar Rp 19350/kg Rp 21392/kg). Hal ini menunjukkan bahwa kinerja keenam usaha perikanan tangkap tersebut sudah cukup baik. Perbaikan masih dapat dilakukan, sehingga harga jual tersebut selalu dapat diraih dalam setiap trip operasi penangkapan ikan yang dilakukan. Hou (1997) menyatakan bahwa bisnis yang baik harus selalu mengupayakan harga terbaik dari produk yang dihasilkannya dan hal itu akan dapat dicapai bila didukung secara penuh dalam praktek produksi yang dilakukan. Secara sepintas, intensitas produksi payang, rawai tetap, dan handline cenderung lebih tinggi daripada tiga usaha perikanan tangkap lainnya, dan hal ini memberi indikasi bahwa ketiganya mempunyai kinerja yang lebih baik. Hal ini perlu terus dipertahankan sehingga dapat mendukung secara positif pengembangan ekonomi kawasan, karena setiap satuan hasil tangkapan yang diperdagangkan akan memberikan dampak ekonomi baik masyarakat pelakunya maupun bagi daerah dalam bentuk retribusi, pajak perawatan muara, dan lainnya. Fauzi (2005) menyatakan bahwa sebagian dari manfaat ekonomi yang diterima usaha bisnis harus disisihkan untuk pemeliharaan sumberdaya dan lingkungan. Retribusi dan pajak pengelolaan sumberdaya diarahkan untuk maksud ini sehingga perlu didukung dan dikelola secara transparan. 82

101 Intensitas biaya memberi gambaran tentang perimbangan keseluruhan biaya yang digunakan dengan output berupa ikan hasil tangkapan selama menjalankan usaha perikanan tangkap. Handline merupakan usaha perikanan tangkap intensitas biaya rata-rata terendah yang mencapai Rp 2430,85 per kg. Hal ini memberi indikasi bahwa dalam pengusahaan handline terjadi penghematan signifikan. Menurut Hanley dan Spash (1993), penggunaan biaya yang rendah dapat meningkatkan nilai manfaat suatu produk kepada pelakunya. Hal ini karena untuk mendapatkan hasil tangkapan yang sama dengan usaha perikanan tangkap lainnya, handline mengeluarkan biaya yang lebih rendah. Berkurangnya biaya operasi suatu usaha perikanan tangkap terjadi karena ada penghematan dalam penggunaan berbagai kebutuhan operasi. Bila melihat lebih jauh, kapal handline yang berukuran relatif kecil di Kabupaten Indramayu dapat dioperasikan secara manual dengan dayung (tanpa mesin dan bahan bakar). Hal ini tentu lebih baik karena keuntungan/bagi hasil bagi nelayan pelaku menjadi lebih banyak. Bila dapat dilakukan secara konsisten, maka keberlanjutan usaha perikanan tangkap tersebut di Kabupaten Indramayu dapat lebih terjaga, begitu juga perannya bagi kesejahteraan nelayan dan ekonomi kawasan. Hermawan (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa keberlanjutan usaha perikanan tidak lepas dari tingkat pemanfaatan usaha bagi rumah tangga nelayan (RTN). Usaha perikanan tangkap yang memberikan penghematan dalam biaya, handal dalam penangkapan ikan, serta memberi manfaat banyak pada masyarakat sekitar akan selalu dilindungi dan dipertahankan keberlanjutan. Usaha perikanan JIH, JIT, payang, rawai tetap, handline, dan jaring klitik melibatkan banyak nelayan lokal (sekitar 90 %) dan mempunyai rate of return yang baik (> bunga bank), sehingga layak dikembangkan di masa datang Arahan Pengembangan Usaha Perikanan Menurut Interaksi Variabel Ekonomi Terkait Pada Bab 4 diilustrasikan pola interaksi variabel intensitas energi (Ei), intensitas tenaga kerja (Li), intensitas produksi (Pi), dan intensitas biaya (Ci) dalam mendukung produksi ikan oleh usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu. Untuk usaha prikanan JIH misalnya diilustrasikan dengan rumus 83

102 YJIH= 16812,565-2,095EiJIH-1,210LiJIH+0,016PiJIH-0,554CiJIH. Berdasarkan ilustrasi tersebut, peningkatan jumlah energi yang digunakan (EiJIH), upaha tenaga kerja (LiJIH), dan biaya produksi (CiJIH) tidak dapat meningkatkan produksi ikan dalam operasi usaha perikanan JIH, namun justru sebaliknya. Hal ini bisa jadi karena penggunaan energi dan biaya lainnya dapat meningkat bila nelayan kesulitan mendapatkan hasil tangkapan yang memadai. Konidis tersebut umumnya terjadi pada musim paceklik, dimana nelayan terkadang lebih sibuk mencari fishing ground yang tepat daripada melakukan operasional penangkapan (setting). Menurut Mamuaya, et. al (2006), pencarian fishing ground bisa memakan waktu lama dan berada ditempat jauh pada bulanbulan tertentu, dan bila hal ini berlanjut dapat menambah biaya solar (energi), upah (karena lebih lama melaut), dan biaya operasianl lainnya. Terkait dengan ini, maka dalam operasional JIH di Kabupaten Indramayu perlu memperhatikan pola tersebut. Sebaiknya tidak memaksa melakukan kegiatan penangkapan bila pada bulan-bulan tertentu diindikasi hasil tangkapan sulit didapat karena dapat menyebabkan pemborosan dalam operasional penangkapan ikan. Peningkatan nilai jual hasil tangkapan ikan oleh JIH (PiJIH) cenderung memacu peningkatan produksi ikan, dimana setiap harga naik Rp 16 dapat memacu peningkatan produksi ikan sebesar 1 ton. Sudarsono (1986) menyatakan bahwa dalam aplikasi teknis perdagangan, harga jual selalu menjadi pelecut peningkatan produksi, karena setiap peningkatan harga jual/nilai produk akan langsung menjadi tambahan keuntungan dalam pemasaran produk tersebut. Hal ini perlu menjadi perhatian, untuk pengembangan usaha perikanan JIH yang umumnya dilakukan dalam skala besar, sehingga manfaatnya lebih terasa bagi nelayan dan masyarakat sekitar. Pola interaksi variabel intensitas energi JIT (EiJIT), intensitas tenaga kerja JIT (LiJIT), intensitas produksi JIT (PiJIT), dan intensitas biaya JIT (CiJIT) dalam mendukung produksi ikan oleh usaha perikanan JIT yang diilustrasikan dengan rumus YJIT = 10226,986-3,265EiJIT+0,270LiJIT-0,022PiJIH-0,438CiJIT, juga memberikan gambaran variabel yang mendukung secara positif dan negatif. Penambahan upah tenaga kerja cenderung mendukung secara positif peningkatan produksi ikan pada usaha perikanan JIT. Menurut Fauzi (2004), apresiasi yang tinggi terhadap tenaga kerja dapat meningkatkan kinerja dan loyalitas mereka 84

103 dalam berusaha. Pengaruh apresiasi dalam bentuk penambahan upah atau bonus tersebut terkadang tidak bisa diprediksi, pada kondisi tertentu dapat membawa dampak pantastis dan pada kondisi lainnya bisa sangat kecil dan bahkan tidak ada. Berdasarkan ilustrasi rumus tersebut, penambahan energi, intensitas produksi, dan pembiayaan tidak berbanding lurus dengan jumlah produksi JIT. Hal ini bisa jadi penambahan pembiayaan tersebut lebih untuk menormalkan kondisi produksi pada kondisi sulit, daripada untuk meningkatkan kinerja poduksi yang ada. Nikijuluw (2002) menyatakan perhitungan bisnis perikanan hendaknya perlu dilakukan secara matang sehingga tidak ada pembengkakan biaya di kemudian hari. Hal ini penting supaya usaha perikanan tersebut dapat dikelola secara berkelanjutan hingga masa mendatang. Pengaruh upah tenaga kerja pada usaha perikanan payang juga positif bagi peningkatan produksi, seperti diilustrasikan pada rumus YPy = 15191,641-0,724EiPy+0,199LiPy-0,113PiPy-0,619CiPy. Berdasarkan ilustrasi ini, setiap peningkatan Rp 199 upah tenaga kerja dapat meningkatkan jumlah produksi sekitar 1 ton. Sedangkan pengaruh penambahan solar dan biaya lainnya dalam operasi penangkapan ikan menggunakan payang ini cenderung tidak bisa membantu peningkatan jumlah produksi. Hal ini karena bahan operasional dan pembiayaan tersebut ditambah lebih karena kesulitan hasil tangkapan yang didapat nelayan dan bukan perbaikan kinerja sudah terbentuk. Menurut Pearce dan Robinson (1997), kinerja merupakan cerminan dari budaya kerja suatu kegiatan bisnis, yang bila sudah terbentuk dan diikuti bersama sulit untuk dirubah kembali. Dalam operasional usaha perikanan rawai tetap, peningkatan upah/intensitas tenaga kerja (LiRT) dan peningkatan harga jual/intensitas produksi (PiRT) cenderung memacu peningkatan jumlah produksi ikan di Kabupaten Indramayu. Nilai positif untuk koefisien LiRT dan PiRT pada rumus YRT = 1127,835-0,154EiRT + 0,016LiRT + 0,011PiRT - 0,045CiRT (Bab 4) mengindikasikan hal ini. Hal ini bisa jadi karena rawai tetap biasanya diusahakan dalam skala menengah ke bawah, dimana apresiasi yang tinggi kepada tenaga kerja dan harga jual yang positif sangat mudah meningkatkan motivasi tenaga kerja/abk yang rata-rata hanya 6 orang per unit rawai tetap. Menurut Hermawan (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ABK usaha perikanan tangkap 85

104 skala kecil umumnya lebih kompak daripada usaha perikanan berskala industri. Hal ini karena mereka umumnya berasal dari kerabat dan saling mengenal dengan baik satu sama lain. Terkait dengan ini, maka apresiasi dalam bentuk tambahan upah, bonus atau lembur perlu diperhatikan dengan baik pada usaha rawai tetap ini, dan operasi penangkapan perlu dioptimalkan pada saat harga jual baik. Penambahan biaya produksi pada usaha perikanan handline cenderung meningkatkan kinerja usaha (jumlah produksi ikan meningkat), sedangkan pada usaha perikanan jaring klitik dampak positif tersebut tidak terjadi. Bila melihat lebih jauh, peningkatan biaya produksi pada handline cenderung terjadi penambahan atau peningkatan kualitas umpan, sedangkan yang lainnya tidak banyak berubah. Bila demikian, maka peningkatan jumlah produksi ikan cukup wajar terjadi karena umpan yang digunakan lebih baik. Hal ini perlu menjadi perhatian penting dalam operasional usaha perikanan tangkap yang menggunakan umpan. Sedangkan pada usaha perikanan jaring klitik, umpan tidak digunakan sehingga peningkatan biaya dapat terjadi bila ada penambahan bahan bakar (solar), perbekalan dan lainnya. Sedangkan penambahan solar jaring klitik (EiJK) juga tidak membawa dampak baik pada peningkatan jumlah produksi (YJK), seperti ditunjukkan pada rumus YJK = 185,663-0,013EiJK-0,007LiJK-0,002CiJK. Hal ini memberi indikasi bahwa penambahan biaya dalam operasi penangkapan ikan pada jaring klitik tidak di Kabupaten Indramayu belum menyentuh secara langsung pada kegiatan teknis penangkapan ikan. Monintja (2001) menyatakan bahwa aspek teknis seperti umpan, alat tangkap, dan alat bantu penangkapan (GIS, fish finder, dan lainnya) harus dipersiapkan setiap teras kehandalannya dalam operasi penangkapan ikan. Terkait dengan ini, maka aspek teknis yang berpengaruh langsung pada kegiatan penangkapan perlu menjadi perhatian dan dipersiapkan secara serius, terutama pada usaha perikanan skala kecil yang terbatas/sederhana peralatannnya. 86

105 5.3. Strategi Pengembangan Ekonomi Berkelanjutan Prioritas Strategi Pengembangan Berdasarkan hasil analisis Bab 4, strategi perbaikan manajemen usaha perikanan (MNJUSAHA) mempunyai rasio kepentingan paling tinggi dibandingkan empat opsi alternatif strategi pengembangan lainnya, yaitu mencapai 0,255. Hasil analisis ini dapat dipercaya karena mempunyai inconsistency sekitar 0,05, sedangkan batas inconsistency yang dipercaya/diperbolehkan < 0,1. Hal ini dapat dipahami karena, karena pengelolaan usaha perikanan di lokasi Kabupaten Indramayu belum dilaksanakan dengan baik, meskipun hasil tangkapan ikan umumnya memuaskan. Menurut DPK Kabupaten Indramayu (2010), sebagian nelayan belum tertib dalam administrasi kerja terutama terkait dengan siklus keuangan, dimana banyak penggunaan uang diluar keperluan melaut yang tidak dicatat sehingga sering membebani keuangan terutama bila berangkat melaut. Disamping itu, serah terima barang (bahan perbekalan maupun hasil tangkapan) sering tidak dikontrol sehingga memberi peluang untuk terjadinya kecurangan oleh petugas yang tidak bertanggung jawab. Terkait dengan ini dan berdasarkan hasil analisis AHP, maka opsi strategi perbaikan manajemen usaha perikanan (MNJUSAHA) menjadi strategi prioritas pertama untuk pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu. Strategi pembinaan SDM perikanan (BINASDM) menjadi strategi prioritas kedua karena mempunyai rasio kepentingan tertinggi (RK = 0,230) pada inconsistensy terpercaya 0,05. Setiawan (2007) dalam penelitian menhyatakan bahwa pengembangan sumberdaya manusia (SDM) perlu menjadi menjadi perhatian penting untuk keberlanjutan usaha perikanan. Keberhasilan usaha perikanan yang berskala kecil sangat tergantung pada kemampuan nelayan pemilik dalam menentukan fishing ground dan pengelolaan keuangan usaha. Sedangkan menurut Muslich (1993), pengembangan usaha ekonomi menempatkan jenis usaha dan keahlian manusia sebagai penggerak utama usaha ekonomi dalam menghadapi persaingan yang semakin kompetitif. Pengembangan 87

106 kerjasama pemodalan merupakan strategi ekonomi yang tepat untuk membantu pembiayaan usaha perikanan skala kecil di Kabupaten Indramayu, seperti handline dan jaring klitik. Strategi kerjasama ini menjadi strategi prioritas ketiga dalam mendukung pengembangan ekonomi berkelanjutan di Kabupaten Indramayu. Strategi ini mempunyai rasio kepentingan 0,193 pada inconsistensy terpercaya 0,05. Menurut Nikijuluw (2002), pengembangan kerjasama diantara usaha ekonomi yang saling bergantung bahan baku, usaha perikanan dengan perbankan, dan pengusaha besar dengan nelayan kecil sangat dibutuhkan pada resim pengelolaan yang cenderung berpihak kepada pelaku ekonomi besar. Strategi pengembangan kerjasama pemodalan dapat disinkronkan dengan strategi pengembangan usaha perikanan skala kecil (prioritas keempat). Hal ini karena usaha perikanan kecil tidak terlalu banyak berkembang di lokasi, dimana perhatian dan bantuan lebih banyak diberikan kepada usaha perikanan skala besar seperti jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), dan payang. Kerjasama pemodalan diharapkan dapat membantu pelaku perikanan skala kecil sehingga lebih eksis dan dapat mendukung secara maksimal pembangunan perikanan di lokasi. Hasil analisis Bab 4 disebutkan bahwa usaha perikanan skala kecil di Kabupaten Indramayu mempunyai tingkat pengembalian (rate of return) yang baik, misalnya seperti rawai tetap sekitar 58,52 %, handline sekitar 66,74 %, dan jaring klitik 43,53 %. Terkait dengan ini, maka pengembangan usaha perikanan skala kecil layak dilakukan termasuk dengan melakukan kerjasama pemodalan. Pengembangan usaha pendukung perikanan merupakan strategi prioritas kelima (RK = 0,135 pada inconsistency terpercaya 0,05) untuk mendukung pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu. Pengembangan usaha pendukung perikanan menjadi prioritas terakhir bisa jadi karena selama ini di lokasi telah banyak berkembang usaha pendukung seperti koperasi, SPBU, pabrik es, dan kios penyediaan perbekalan. menurut DPK Kabupaten Indramayu (2010), penyediaan es balok, bahan bakar, dan perbekalan tidak mengalami kesulitan di Kabupaten Indramayu karena semuanya dikordinir oleh Koperasi Nelayan Karangsong. 88

107 5.3.2 Sensitivitas Strategi Prioritas Diantara berbagai strategi pengembangan yang ada, strategi prioritas pertama akan menjadi strategi terpilih atau diandalkan pertama kali untuk mendukung tujuan pengembangan yang ditetapkan. Terkait dengan pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu, maka strategi perbaikan manajemen usaha perikanan (MNJUSAHA) tentu menjadi pilihan. Dalam mendukung aplikasinya secara nyata di lokasi, maka strategi perbaikan manajemen usaha perikanan perlu diketahui sensitivistasnya. Informasi tentang sensitifitas ini tidak hanya penting untuk mengetahui keunggulan perbaikan manajemen usaha perikanan (MNJUSAHA) sebagai strategi prioritas, tetapi juga penting untuk membuat langkah antisipasi pengelolaan akibat berbagai perubahan yang ada di lokasi. Informasi tersebut dapat menjadi panduan untuk implementasi berbagai program terkait pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu maupun lokasi lainnya. Di alam nyata, berbagai perubahan dapat terjadi akibat adanya intervensi dari pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengembangkan suatu aspek pengelolaan tertentu yang menurutnya dianggap lebih baik/lebih menguntungkan. Strategi perbaikan manajemen usaha perikanan (MNJUSAHA) harus dapat mensiasati berbagai perubahan tersebut sehingga tetap merupakan strategi terbaik dan terandalkan bagi pengembangan ekonomi berkelanjutan di pesisir Kabupaten Indramayu. Pada Tabel 5.1 disajikan tingkat sensitivitas strategi perbaikan manajemen usaha perikanan (strategi prioritas) untuk mensiasati berbagai intervensi kepentingan stakeholders/pihak terkait dalam bentuk pemberian perhatian pada pengembangan aspek/kriteria pengelolaan tertentu. 89

108 Tabel 5.1. Sensitivitas strategi prioritas No. Kriteria/Aspek Pengembangan 1 Sumberdaya dan lingkungan yang baik 2 Teknis operasi perikanan baik 3 Ekonomi dan sosial baik Rasio Sensitivitas Kepentingan (RK) Awal Range RK Stabil Range RK Sensitif 0, Tidak Ada 0, Tidak Ada 0, ,826 0,826 1 Berdasarkan Tabel 5.1 tersebut, range RK stabil strategi perbaikan manajemen usaha perikanan (MNJUSAHA) terhadap intervensi kepentingan untuk pengembangan kondisi sumberdaya dan lingkungan yang lebih baik berada pada kisaran 0 1. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun aspek sumberdaya dan lingkungan tidak diperhatikan sama sekali (RK = 0) dalam pengelolaan usaha perikanan di Kabupaten Indramayu, maupun menjadi satu-satunya aspek pengelolaan yang dikembangkan, tidak akan merubah pilihan perbaikan manajemen usaha perikanan (MNJUSAHA) sebagai strategi prioritasnya. Hendriwan et. al (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa sumberdaya ikan merupakan penyebab utama kegiatan perikanan tangkap di Teluk Lampung, sehingga bila perhatian diberikan sepenuhnya kepada pengembangan sumberdaya ikan dan lingkungan perairan, maka semua stakhokders perikanan mendukung. Terkait hal ini, maka cukup wajar bila perhatian terhadap pengembangan sumberdaya ikan dan lingkungan perairan diberikan secara maksimal di Kabupaten Indramayu, karena perannya yang besar dalam mendukung kegiatan ekonomi berbasis perikanan. Dalam beberapa tahun terakhir ini, program perikanan belum terkait langsung dengan konservasi sumberdaya ikan dan lingkungan (RK = 0), namun ikan masih bisa didapatkan di perairan Kabupaten Indramayu. Hal yang sama juga untuk aspek teknis operasi perikanan. Ada tidaknya program pengembangan untuk menjadikan ukuran kapal standar, transfer teknologi, dan metode operasi efektif dalam pengelolaan perikanan Kabupaten Indramayu, tidak akan menyebabkan perbaikan manajemen usaha perikanan (MNJUSAHA) tergantikan oleh strategi lainnya. Hal ini karena manajemen usaha 90

109 penting untuk mengatur siklus keuangan pada usaha perikanan terutama yang berskala besar sehingga terjadi perimbangan antara pengeluaran dengan pendapatan. Setiawan, et.al (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa usaha perikanan skala kecil yang masih sederhana alat tangkap dan metode operasinya juga membutuhkan manajemen usaha yang baik untuk tetap eksis dan memberikan manfaat maksimal kepada nelayan pelakuknya. Strategi perbaikan manajemen usaha perikanan (MNJUSAHA) hanya sensitif terhadap aspek ekonomi dan sosial. Bila perhatian terhadap aspek ekonomi dan sosial saat ini (RK awal = 0,327) ditingkatkan sehingga lebih dari 82,6 % (RK > 0,826), maka strategi perbaikan manajemen usaha perikanan (MNJUSAHA) tidak efektif lagi untuk mengembangkan ekonomi Kabupaten Indramayu dengan berbasis pada operasional usaha perikanan tangkap yang ada. Tetapi strategi tersebut akan digantikan oleh strategi pembinaan SDM perikanan. Perhatian berlebih terhadap aspek sosial dan ekonomi tersebut dapat berupa pengelolaan usaha hanya difokuskan pada pencapaian keuntungan tinggi, semua kebutuhan keluarga nelayan ingin dipenuhi dari usaha perikanan tangkap, sehingga semua upaya ditempuh (termasuk yang merusak lingkungan dan habitat ikan) untuk mendapatkan hasil tangkapan banyak dan menguntungkan. Pada kondisi ini perbaikan manajemen usaha bukan menjadi prioritas lagi, tetapi pembinaan SDM lebih dibutuhkan untuk mengontrol perilaku pengelolaan tersebut. Hasil analisis sensitivitas ini memberi arahan untuk implementasi strategi prioritas (perbaikan manajemen usaha perikanan) dan pada kondisi mana harus digantikan oleh strategi lainnya, sehingga pengembangan ekonomi berbasis usaha perikanan dapat berkelanjutan. 91

110 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dilakukan dalam penelitian, maka dapat disimpulkan : 1. Sumberdaya ikan yang menjadi potensial dan menjadi hasil tangkapan utama nelayan di Kabupaten Indramayu terdiri dari ikan manyung, tenggiri, peperek, kembung, dan tongkol. Kapasitas stock lestari (MSY) sumberdaya ikan manyung, tenggiri, peperek, kembung, dan tongkol di perairan Kabupaten Indramayu berturut-turut adalah 1291,37 ton per tahun, 1120,70 ton per tahun, 4227,93 ton per tahun, 1135,76 ton per tahun,dan 5343,58 ton per tahun. Sedangkan potensi ekonomi lestari (MEY) sumberdaya ikan manyung, tenggiri, peperek, kembung, dan tongkol di perairan Kabupaten Indramayu berturut-turut adalah per tahun, Rp per tahun, Rp per tahun, Rp per tahun, dan Rp per tahun. Dari kelima jenis hasil tangkapan utama nelayan tersebut, tingkat pemanfaatan ikan tenggiri (122,72 %) dan ikan kembung (139,64 %) sudah melebihi potensi lestari yang ada. Sedangkan tingkat pemanfaatan ikan manyung, peperek, dan tongkol masing-masing mencapai 70,32 %, 66,39 %, dan 48,01 %. 2. Usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), payang, rawai tetap, handline, dan jaring klitik dapat diusahakan secara berkelanjutan di Kabupaten Indramayu. Rente ekonomi usaha perikanan JIH, JIT, payang, rawai tetap, handline, dan JK berturut-turut Rp , Rp , Rp , Rp , Rp , dan Rp Sedangkan tingkat pengembalian (return of return) JIH, JIT, payang, rawai tetap, handline, dan JK berturut-turut adalah 42,01 %, 31,35 %, 56,72 %, 58,52 %, 66,74 %, dan 43,53 %. Pola hubungan variabel intensitas energi (Ei), intensitas tenaga kerja (Li), intensitas produksi (Pi), dan intensitas biaya (Ci) dalam mendukung produksi ikan oleh (a) jaring insang hanyut (JIH) dirumuskan dengan 92

111 YJIH = 16812,565-2,095EiJIH-1,210LiJIH+0,016PiJIH-0,554CiJIH, (b) jaring insang tetap (JIT) dirumuskan dengan YJIT = 10226,986-3,265EiJIT+0,270LiJIT-0,022PiJIH-0,438CiJIT, (c) payang (Py) dirumuskan dengan YPy = 15191,641-0,724EiPy+0,199LiPy-0,113PiPy- 0,619CiPy, (d) rawai tetap (RT) dirumuskan dengan YRT = 1127,835-0,154EiRT+0,016LiRT+0,011PiRT-0,045CiRT, (e) handline (HL) dirumuskan dengan YHL = 100,447-0,020EiHL-0,008LiHL+0,002CiHL, dan (f) jaring klitik (JK) dirumuskan dengan YJK = 185,663-0,013EiJK- 0,007LiJK-0,002CiJK. 3. Strategi pengembangan ekonomi berkelanjutan berbasis usaha perikanan di Kabupaten Indramayu dari prioritas paling penting ke kurang penting adalah perbaikan manajemen usaha perikanan (RK = 0,255 pada II = 0,05), pembinaan sumberdaya manusia perikanan (RK = 0,230 pada II = 0,05), pengembangan kerjasama pemodalan (RK = 0,193 pada II = 0,05), pengembangan usaha perikanan skala kecil (RK = 0,186 pada II = 0,05), dan pengembangan usaha pendukung perikanan (RK = 0,136 pada II = 0,05). Sebagai strategi prioritas pertama (terpilih), perbaikan manajemen usaha perikanan stabil terhadap perubahan apapun terkait aspek sumberdaya dan lingkungan dan teknis operasi penangkapan. Namun sensitif terhadap perubahan/perhatian yang berlebihan terkait aspek ekonomi dan sosial. Perhatian berlebih tersebut dapat berupa pengelolaan usaha hanya difokuskan pada pencapaian keuntungan tinggi, semua kebutuhan (terutama kebutuhan tersier) keluarga ingin dipenuhi, dan lainnya. 6.2 Saran Adapun saran yang diberikan terkait kesimpulan hasil dan pembahasan penelitian ini adalah : 1. Upaya penangkapan ikan tenggiri dan kembung sebaiknya dikurangi tingkat pemanfaatannya sudah lebih dari 100 %. Oleh karena usaha perikanan tangkap (seperti JIH dan JIT) yang biasa digunakan untuk kedua jenis ikan tersebut layak secara finansial, maka usaha perikanan tangkap 93

112 dapat dialihkan untuk menangkap ikan potensial lainnya, seperti ikan manyung, peperek, dan tongkol. 2. Perlu secara rutin dilakukan pembinaan kepada nelayan dan pelaku perikanan lainnya di Kabupaten Indramayu terkait pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. Dalam pembinaan (penyuluhan dan pelatihan) tersebut, perlu diberikan pemahaman tentang pentingnya pencapaian keuntungan yang selaras dengan potensi lestari sumberdaya, skala prioritas dalam pemenuhan kebutuhan keluarga sesuai dengan kemampuan tiap nelayan, dan lainnya. Bila pemahaman ini dapat tersampaikan, maka kehawatiran bahwa nelayan akan menempuh semua upaya (termasuk yang merusak lingkungan dan habitat ikan) untuk mendapatkan hasil tangkapan dan keuntungan yang banyak tidak akan terjadi di Kabupaten Indramayu. 94

113 DAFTAR PUSTAKA Atkinson, A. A., J. H. Waterhouse, and R. B. Wells A Stakeholder Approach to Strategic Performance Measurement. Corporate Strategic, Fiannce Management. Bahari, R Peranan Koperasi Perikanan dalam Pengembangan Perikanan Rakyat. Prosiding Temu Karya Ilmiah Perikanan Rakyat. Jakarta, Desember Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. 36 hal. Bungin, B Metode Penelitian Kuantitatif. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Cochrane, K. L A Fishery Manager s Guidebook. Management Measures and Their Application. Senior Fishery Resources Officer. Fishery Resources Division. FAO Fisheries Department. Rome. 231 p. Dahuri, R., J. Rais., S.P. Ginting, M.J. Sitepu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta. Departemen Kelautan dan Perikanan [DKP] Studi Pengembangan Kebijakan Perikanan Berbasis Kawasan. Program Kerjasama Ditjen KP3K-DKP. Jakarta. Departemen Kelautan dan Perikanan [DKP] Rencana Strategis Departemen kelautan dan Perikanan Tahun DKP. Jakarta. Dinas Perikanan dan Kelautan [DPK] Kabupaten Indramayu. 2010a. Data Statistik Perikanan Tangkap dan Perairan Umum Kabupaten Indramayu Tahun DPK Kabupaten Indramayu. Dinas Perikanan dan Kelautan [DPK] Kabupaten Indramayu. 2010b. Laporan Akhir dan Evaluasi Kinerja Tahun DPK Kabupaten Indramayu. Direktorat Jendral Perikanan Tangkap Rencana Strategis Pembangunan Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 96 hal. Elfindri Ekonomi Patron-klien. Fenomena Mikro Rumah Tangga Nelayan dan Kebijakan Makro. Andalas University Press. Fachruddin, K Pendekatan Analisa Cost Benefit Sebagai Alat Pengambil Keputusan Dalam Menentukan Konservasi Daerah Lahan Basah. Makalah pribadi. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 95

114 Fauzi, A Ekonomi Perikanan : Teori, Kebijakan, dan Pengelolaan PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 224 hal. Fauzi, A Kebijakan Perikanan dan Kelautan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Fauzi, A Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Teori dan Aplikasi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Fauzi A Makalah Prinsip-Prinsip Penelitian Sosial Ekonomi. Bogor: Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Food Agriculture Organization [FAO] The State of World Fisheries and Agriculture (SOFIA). FAO. Garrod, G. dan K. G. Willis Economic Valuation on the Environment, Method and Case Studies. Edward Elgar, Massachusetts, USA. Hamdan, Monintja, DR., Purwanto J., Budiharsono S., dan Purbayanto A Analisis Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tangkap Berkelanjutan di Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat. Buletin PSP Vol. XV. 3 : Hanafiah, A.M dan Saefuddin, M.M Tata Niaga Hasil Perikanan UI-Press. Jakarta. Hanley ND. and Spash C Cost-Benefic Analysis and the Environment. Edward Elgar, Cheltenham, UK. Hanna, S Efficiencies of User Participation in Nautral Resource Management. In Hanna, S. and M. Munasinghe (eds.) In Property Rights and the Environment - Social and Ecological Issues. Biejer International Institute of Ecological Economics and The World Bank. Washington, D.C Hardjomidjojo, H Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah di Indonesia (Makalah), Bogor. 11 hal. Hawkins. T Policy Recommendations adopted by Joint Federal-State land Use Planning Commission for Alaska. USA. Hendriwan, M. F. A. Sondita, J. Haluan, dan B. Wiryawan Analisis Optimasi Pengelolaan Perikanan Tangkap dan Strategi Pengembangannya di Teluk Lampung. Buletin PSP Volume XVII No.1 April Hal

115 Hermawan M Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil. Disertasi Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor Hou W. C Practical Marketing: An Asia Prespective. Pemasaran Praktis Cara Asia. Penerbit Mega Asia. Jakarta. Ihsan Kajian Model Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Dalam Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Secara Optimal. Program Pascasarjana, IPB. Bogor (Thesis). Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1984 tentang Pembinaan dan Pengembangan Koperasi Unit Desa (KUD). Kotler P Manajemen Pemasaran. Marketing Management 9 e. Analisis Perencanaan Implementasi dan Kontrol. Simon & Schuster (Asia) Pte. Ltd. Kuntoro, M dan T. Listiarini Analisa Keputusan, Pendekatan Sistem Dalam Manajemen Usaha dan Proyek. Baskara. Bandung. 271 hal. Mamuaya GE., Haluan J, Wisudo SH, dan Astika IW Status Keberlanjutan Perikanan Tangkap di Daerah Kota Pantai : Penelaahan Kasus di Kota Manado. Buletin PSP Vol. XVI. 1 : Mann K. H, J. R. N. Lazier Dynamics of Marine Ecosystems, Biological- Physical Interactions in the Ocean. Blackwell Scientific Publications. Boston. Monintja, D. R Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dalam Bidang Perikanan Tangkap. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 156 hal. Mubyarto Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Cetakan Kedua. Penerbit Sinar Harapan. Jakarta. Munasinghe, M Environment Economics and Sustainable Development. The World Bank. Washington. Musick, J. A., S. A. Berkeley, G. M. Cailliet, M. Camhi, G. Huntsman, M. Nammack, and M. L. Warren Protection of Marine Fish Stocks at Risk of Extinction. Fisheries of Jr. Maret Muslich, M Metode Kuantitatif. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. 445 hal. 97

116 Mustaruddin Pola Pengembangan Industri Perikanan Tangkap di Kabupaten Indramayu Menggunakan Pendekatan Analisis Persamaan Struktural. Buletin PSP, FPIK IPB, Oktober hal Nikijuluw, V. P. H Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Kerja sama Pusat Pemberdayaan dan Pembangunan Regional (P3R), dengan PT. Pustaka Cidesindo, Jakarta, Pearce D dan Robinson, E Manajemen Strategik. Formulasi, Implementasi dan Pengendalian. Jilid Satu. Alih Bahasa Terbitan Pertama Bina Aksara. Jakarta. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1990 tentang Usaha Perikanan. Rangkuti F Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Ruddle, K., E. Hviding, and R. E. Johannes Marine Resource Management In The Context Of Customary Tenure. Marine Resource Economics, (7), pp Saaty, T.L Pengambilan Keputusan. Bagi Para Pemimpin. PT Pusaka Binaman Pressindi, Jakarta. 270 hal. Safi i, H. M Strategi dan Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah Perspektif Teoritik. Cetakan I. Averroes Press. Malang. Satria, A., A. Umbari dan A. Fauzi Menuju Desentralisasi Kelautan. Cetakan Pertama, Jakarta: Diterbitkan atas kerjasama Pusat Kajian Agraria IPB, Partnership for Governance Reform in Indonesia dengan PT. Pustaka Cidesindo. Bogor. Seijo, J.C., O. Defeo, S. Salas Fisheries Bioekonomics. FAO Fisheries Technical Paper, No 368. Rome, Italy. 108 hlm. Setiawan, I., Monintja, D. R., Nikijuluw, V. P. H., dan Sondita, M. F. A Analisis Ketergantungan Daerah Perikanan sebagai Dasar Pelaksanaan Program Pemberdayaan Nelayan : Studi Kasus di Kabupaten Cirebon dan Indramayu. Buletin PSP Vol. XVI. 2 : Setiawan, I Kinerja Pengembangan Perikanan Tangkap : Suatu Analisis Program Pemberdayaan Nelayan Kecil. Disertasi Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor. Sparre, P. Dan S.C. Venema., Introduksi Pengkajian Stok Ikan tropis (Terjemahan) Oleh: J. Widodo, I.G.S. Merta, S. Nurhakim, M. Badrudin. FAO-Puslitbangkan-Balitbangkan. Jakarta. 438 hal. 98

117 Sudarsono Pengantar Ekonomi Mikro. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Jakarta. Sukmadinata,T Kajian Kelembagaan Transaksi Dalam Pemasaran Hasil Usaha Penangkapan Ikan di Jawa Timur. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Desertasi S3. Suman, A., Rijal, M., dan Subani, W Status Perikanan Udang Karang di Perairan Pangandaran, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Laut 81 : 1-7. Sutisna, D. H Pola Pengembangan Perikanan Tangkap di Pantai Selatan Propinsi Jawa Barat. Disertasi Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor Tomascik, T., A.J. Mah., A. Nontji, and K.M. Moosa The Ecology of The Indonesian Seas Part One and Two. The Ecology Journal of Indonesia Series Vol. 8. Peripcus, Singapore Undang-Undang (UU) Nomor 45 Tahun 2009, Perubahan dari Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Wilson, J.C., Saade, E., and Green, C. D UNCLOS Survey-an Expert Team Needs Integrated Specialised Tools. The Hydrographic Journal No. 99

118 Lampiran 1. Status dan jumlah nelayan di Kabupaten Indramayu No. Kecamatan Status Nelayan Jumlah Pemilik (RTP) Buruh (RTP) 1. Haurgeulis Gantar Kroya Gabuswetan Cikedung Terisi Lelea Bangodua Widasari Kertasemaya Sukagumiwang Karangekng Karangampel Kedokan Bunder Juntinyat Sliyeg Jatibarang Balongan Indramayu Sindang Cantigi Lohbener Arahan Losarang Kandanghaur Bongas Anjatan Sukra Jumlah Keterangan : RTP = rumah tangga nelayan 100

119 Lampiran 2. Perbandingan nilai CPUE dalam penangkapan sumberdaya ikan manyung CPUEs- HTs- HTs-JIH Fes-JIH HTs-Py Fes-Py CPUEs-Py HTs-JIT Fes-JIT CPUEs-JIT HTs-RT Fes-RT CPUEs-RT Tahun JIH (ton) (trip) (ton) (trip) (ton/trip) (ton) (trip) (ton/trip) (ton) (trip) (ton/trip) Manyung (ton/trip) (ton)

120 Lampiran 3. FPI masing-masing alat tangkap ikan manyung Tahun CPUEi- JIH (ton/trip) FPIi-JIH CPUEi- Py (ton/trip) FPIi-Py CPUEi- JIT (ton/trip) FPIi-JIT CPUEi-RT (ton/trip) FPIi-RT

121 Tahun Lampiran 4. Standarisasi effort dalam penangkapan sumberdaya ikan manyung FPIi- JIH Fes-JIH (trip) SE-JIH (trip) FPIi- Py Fes-Py (trip) SE-Py (trip) FPIi-JIT Fes- JIT (trip) SE-JIT (trip) FPIi- RT Fes-RT (trip) SE-RT (trip) SE-Gab Manyung (trip)

122 Lampiran 5. Standarisasi biaya dan harga dalam penangkapan sumberdaya ikan manyung Tahun HTs-Manyung (ton) HTs-Total (ton) Share IHK IHK Standar Nomimal Cost (Rp/trip) Real Cost (Rp/trip) Real Price(Rp/ton) Nilai Produksi (Rp) ,240 1,996,982 10,554,864 11,997,713, ,513 3,343,277 13,064,901 21,766,124, ,871 1,603,455 9,300,917 14,267,607, ,358 1,105,438 11,169,602 10,653,566, ,418 1,218,262 14,546,956 12,599,118, ,834 1,369,657 14,936,090 13,180,800, ,170,253 2,182,112 13,984,877 17,023,790, ,465,592 2,573,264 15,363,119 21,449,986, ,284,466 2,118,725 15,340,334 14,817,229, ,366,365 2,066,517 14,367,985 11,597,837, ,448,303 1,912,458 12,676,627 10,929,153, ,367,490 2,922,769 12,345,432 13,866,388, ,290,268 2,491,861 11,424,222 11,169,462, ,460,831 3,662,050 11,904,098 12,882,614, ,616,841 2,616,841 11,750,000 11,621,925,000 Ratarata ,212,245 12,848,

123 Lampiran 6. Analisis potensi lestasi (MSY) sumberdaya ikan manyung Tahun HTs-Manyung (ton) SE-Gab Manyung (trip) CPUE (ton/trip) Total Standar Deviasi Rata-rata Intercep (a) Slope (b) MSY Emsy 4683 Pemanfaatan (%) 70.32% 105

124 Lampiran 7. Perbandingan nilai CPUE dalam penangkapan sumberdaya ikan tenggiri Tahun HTs-JIH (ton) Fes-JIH (trip) CPUEs-JIH (ton/trip) HTs-Py (ton) Fes-Py (trip) CPUEs-Py (ton/trip) HTs-HL (ton) Fes-HL (trip) CPUEs-HL (ton/trip) HTs-Tenggiri (ton)

125 Lampiran 8. FPI masing-masing alat tangkap ikan tenggiri Tahun CPUEi-JIH CPUEi-Py CPUEi-HL FPIi-JIH FPIi-Py (ton/trip) (ton/trip) (ton/trip) FPIi-HL

126 Lampiran 9. Standarisasi effort dalam penangkapan sumberdaya ikan tenggiri Tahun FPIi-JIH Fes-JIH (trip) SE-JIH (trip) FPIi- Py Fes-Py (trip) SE-Py(trip) FPIi-HL Fes-HL (trip) SE-HL (trip) SE-Gab Tenggiri (trip)

127 Lampiran 10. Standarisasi biaya dan harga dalam penangkapan sumberdaya ikan tenggiri HTs- HTs-Total IHK Nomimal Cost Tahun Tenggiri Share IHK (ton) Standar (Rp/trip) (ton) Real Cost (Rp/trip) Real Price(Rp/ton) Nilai Produksi (Rp) ,179 2,318,129 31,184,825 41,148,376, ,323 2,129,222 32,662,252 34,655,302, ,107 1,269,719 18,601,835 22,596,020, ,302 1,619,100 22,339,205 31,207,869, ,062 1,187,176 25,602,643 21,608,630, , ,483 24,721,805 13,945,075, ,477 1,322,927 24,613,384 18,164,677, ,675 1,660,402 26,336,775 23,726,800, ,077 1,547,356 28,041,472 19,781,014, ,180,165 1,784,905 29,492,180 20,561,948, ,268,943 1,675,616 29,710,843 22,442,976, ,601,723 1,977,397 30,863,579 23,453,234, ,446,373 2,661,706 29,920,582 31,247,261, ,830,257 2,994,814 31,215,190 27,626,067, ,638,602 3,638,602 33,000,000 45,384,900,000 Rata-rata ,910,837 27,887,

128 Lampiran 11. Analisis potensi lestasi (MSY) sumberdaya ikan tenggiri Tahun HTs-Tenggiri (ton) SE-Gab Tenggiri (trip) CPUE(ton/trip) Total Standar Deviasi Rata-rata Intercep (a) Slope (b) MSY Emsy 3202 Pemanfaatan (%) % 110

129 Lampiran 12. Perbandingan nilai CPUE dalam penangkapan sumberdaya ikan peperek CPUEs- HTs-JIH Fes-JIH HTs-Py Fes-Py CPUEs-Py Tahun JIH (ton) (trip) (ton) (trip) (ton/trip) (ton/trip) HTs-JIT (ton) Fes-JIT (trip) CPUEs-JIT (ton/trip) HTs- Peperek (ton)

130 Lampiran 13. FPI masing-masing alat tangkap ikan peperek Tahun CPUEi-JIH (ton/trip) FPIi-JIH CPUEi-Py (ton/trip) FPIi-Py CPUEi-JIT (ton/trip) FPIi-JIT

131 Lampiran 14. Standarisasi effort dalam penangkapan sumberdaya ikan peperek Tahun FPIi-JIH Fes-JIH SE-JIH Fes-Py SE- Fes-JIT SE-JIT SE-Gab FPIi-Py FPIi-JIT (trip) (trip) (trip) Py(trip) (trip) (trip) Peperek (trip)

132 Lampiran 15. Standarisasi biaya dan harga dalam penangkapan sumberdaya ikan peperek HTs- HTs-Total IHK Nomimal Tahun Peperek Share IHK (ton) Standar Cost (Rp/trip) (ton) Real Cost (Rp/trip) Real Price(Rp/ton) Nilai Produksi (Rp) ,343,526 6,445,786 16,791,829 61,609,219, ,364,644 6,367,477 17,497,635 55,519,995, ,320,651 3,319,801 10,055,046 31,934,825, ,977,916 4,909,453 11,169,602 47,314,435, ,071,674 4,821,848 11,637,565 39,893,572, ,442,575 5,032,072 11,536,842 37,404,749, ,580,267 4,811,295 11,654,064 31,279,508, ,202,636 5,623,140 11,851,549 36,159,074, ,841,830 6,337,092 12,371,237 35,740,505, ,891,965 7,398,703 12,704,324 36,715,495, ,553,663 7,333,512 12,214,458 40,380,997, ,352,723 7,842,711 12,345,432 37,207,896, ,272,311 7,912,428 11,968,233 37,155,379, ,974,431 9,496,222 12,962,240 36,375,933, ,426,686 7,426,686 13,500,000 37,895,850,000 Ratarata ,338,

133 Lampiran 16. Analisis potensi lestasi (MSY) sumberdaya ikan peperek Tahun HTs-Peperek (ton) SE-Gab Peperek (trip) CPUE(ton/trip) Total Standar Deviasi Rata-rata Intercep (a) Slope (b) MSY Emsy 3232 Pemanfaatan (%) 66.39% 115

134 Lampiran 17. Perbandingan nilai CPUE dalam penangkapan sumberdaya ikan kembung CPUEs- HTs- Fes- CPUEs- HTs-JIH Fes-JIH Tahun JIH JIT JIT JIT (ton) (trip) (ton/trip) (ton) (trip) (ton/trip) HTs-JK (ton) Fes-JK (trip) CPUEs- JK (ton/trip) HTs- Kembung (ton)

135 Lampiran 18. FPI masing-masing alat tangkap ikan kembung Tahun CPUEi-JIH (ton/trip) FPIi-JIH CPUEi-JIT (ton/trip) FPIi-JIT CPUEi-JK (ton/trip) FPIi-JK

136 Lampiran 19. Standarisasi effort dalam penangkapan sumberdaya ikan kembung Tahun FPIi-JIH Fes-JIH (trip) SE-JIH (trip) FPIi- JIT Fes-JIT (trip) SE-JIT(trip) FPIi-JK Fes-JK (trip) SE-JK (trip) SE-Gab Kembung (trip)

137 Lampiran 20. Standarisasi biaya dan harga dalam penangkapan sumberdaya ikan kembung Tahun HTs- Kembung (ton) HTs-Total (ton) Share IHK IHK Standar Nomimal Cost (Rp/trip) Real Cost (Rp/trip) Real Price(Rp/ton) Nilai Produksi (Rp) , ,072 7,196,498 6,167,398, , ,359 7,932,261 6,559,979, , ,669 5,278,899 5,358,082, , ,974 6,205,335 3,741,816, , ,796 7,564,417 5,953,196, , ,940 8,240,602 8,420,246, , ,162 8,390,926 8,357,362, , ,905 8,778,925 5,210,291, , ,510 9,484,615 7,189,338, , ,074 9,830,727 5,389,204, , ,442 9,573,494 9,158,961, , ,480 9,876,345 7,442,813, ,057,004 1,150,043 9,520,185 11,547,984, ,118,004 1,183,007 10,316,885 9,695,808, ,560,901 1,560,901 11,000,000 17,446,000,000 Rata-rata ,

138 Lampiran 21. Analisis potensi lestasi (MSY) sumberdaya ikan kembung Tahun HTs-Kembung (ton) SE-Gab Kembung (trip) CPUE(ton/trip) Total Standar Deviasi Rata-rata Intercep (a) Slope (b) Pemanfaatan (%) MSY Emsy % 120

139 Lampiran 22. Perbandingan nilai CPUE dalam penangkapan sumberdaya ikan tongkol HTs- Fes- CPUEs- HTs- CPUEs- HTs- Fes-JK Tahun JIH JIH JIH JK JK HL (trip) (ton) (trip) (ton/trip) (ton) (ton/trip) (ton) Fes-HL (trip) CPUEs- HL (ton/trip) HTs- RT (ton) Fes-RT (trip) CPUEs- RT (ton/trip) HTs- Tongkol (ton)

140 Lampiran 23. FPI masing-masing alat tangkap ikan tongkol CPUEi- CPUEi-JK Tahun JIH FPIi-JIH FPIi-JK (ton/trip) (ton/trip) CPUEi- HL (ton/trip) FPIi-HL CPUEi-RT (ton/trip) FPIi-RT

141 Lampiran 24. Standarisasi effort dalam penangkapan sumberdaya ikan tongkol Tahun FPIi-JIH Fes-JIH (trip) SE-JIH (trip) FPIi-JK Fes-JK (trip) SE-JK (trip) FPIi-HL Fes-HL (trip) SE-HL (trip) FPIi-RT Fes-RT (trip) SE-RT (trip) SE-Gab Tongkol (trip)

142 Lampiran 25. Standarisasi biaya dan harga dalam penangkapan sumberdaya ikan tongkol Tahun HTs-Tongkol (ton) HTs-Total (ton) Share IHK IHK Standar Nomimal Cost (Rp/trip) Real Cost (Rp/trip) Real Price(Rp/ton) Nilai Produksi (Rp) , ,564 8,395,914 19,542,330, , ,769 9,332,072 23,622,273, , ,746 5,781,651 20,992,019, , ,280 6,701,761 20,317,730, , ,534 7,215,290 24,813,383, , ,301 7,210,526 18,642,815, , ,533 7,924,764 13,419,794, , ,365 8,076,611 17,587,627, , ,245 8,247,492 17,170,452, , ,800 8,318,307 15,845,543, , ,834 8,253,012 20,139,000, , ,239 8,641,802 19,860,589, , ,731 8,432,164 21,481,781, , ,066 8,994,207 15,473,634, ,166,535 1,166,535 9,300,000 37,888,200,000 Ratarata ,569 8,055,

143 Lampiran 26. Analisis potensi lestasi (MSY) sumberdaya ikan tongkol Tahun HTs-Tongkol (ton) SE-Gab Tongkol (trip) CPUE(ton/trip) Total Standar Deviasi Rata-rata Intercep (a) Slope (b) MSY Emsy 4026 Pemanfaatan (%) 48.01% 125

144 Lampiran 27. Hasil analisis regresi dalam perhitungan MEY sumberdaya ikan manyung Manyung Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate a E5 a. Predictors: (Constant), Emanyung Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Model B Std. Error Beta t Sig. 1 (Constant) Emanyung a. Dependent Variable: Ymanyung Tenggiri Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate a E6 a. Predictors: (Constant), Etenggiri 126

145 Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients B Std. Error Beta T Sig. 1 (Constant) 2.031E Etenggiri a. Dependent Variable: Ytenggiri Peperek Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate a E6 a. Predictors: (Constant), Epeperek Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Model B Std. Error Beta T Sig. 1 (Constant) 3.456E Epeperek a. Dependent Variable: Ypeperek 127

146 Kembung Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate a E5 a. Predictors: (Constant), Ekembung Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Model B Std. Error Beta T Sig. 1 (Constant) Ekembung a. Dependent Variable: Ykembung 128

147 Tongkol Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate a E6 a. Predictors: (Constant), Etongkol Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Model B Std. Error Beta T Sig. 1 (Constant) 2.112E Etongkol a. Dependent Variable: Ytongkol 129

148 Lampiran 28. Biaya operasional usaha perikanan per trip Jaring Insang Hanyut (JIH) Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Biaya (Rp/trip) a. BBM Solar 833 liter 4,500 3,748,500 Minyak Tanah 125 liter 9,000 1,125,000 b. Oli 20 liter 25, ,000 c. Air Tawar 12 drum 15, ,000 d. Es 175 balok 7,000 1,225,000 e. Perbekalan 1 paket 16,500,000 16,500,000 f. SIB 1 paket 750, ,000 g. Retribusi 1 trip 4,220,570 4,220,570 Total Biaya Operasional (Rp/trip) 28,249,070 Jaring Insang Tetap (JIT) Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Biaya (Rp/trip) a. BBM Solar 423 liter 4, ,500 Minyak Tanah 98 liter 9, ,000 b. Oli 15 liter 25, ,000 c. Air Tawar 10 drum 15, ,000 d. Es 150 balok 7,000 1,050,000 e. Perbekalan 1 paket 13,500,000 13,500,000 f. SIB 1 paket 650, ,000 g. Retribusi 1 trip 2,645,099 2,645,099 Total Biaya Operasional (Rp/trip) 21,155,

149 Payang Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Biaya (Rp/trip) a. BBM Solar 719 liter 4,500 3,233,700 Minyak Tanah 120 liter 9,000 1,080,000 b. Oli 25 liter 25, ,000 c. Air Tawar 20 drum 15, ,000 d. Es 160 balok 7,000 1,120,000 e. Perbekalan 1 paket 17,500,000 17,500,000 f. SIB 1 paket 800, ,000 g. Retribusi 1 trip 4,112,841 4,112,841 Total Biaya Operasional (Rp/trip) 28,771,541 Rawai Tetap Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Biaya (Rp/trip) a. BBM Solar 218 liter 4, ,360 Minyak Tanah 20 liter 9, ,000 b. Oli 5 liter 25, ,000 c. Air Tawar 10 drum 15, ,000 d. Es 40 balok 7, ,000 e. Perbekalan 1 paket 1,250,000 1,250,000 f. SIB 1 paket 300, ,000 g. Retribusi 1 trip 433, ,943 Total Biaya Operasional (Rp/trip) 3,700,

150 Handline Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Biaya (Rp/trip) a. BBM Solar 13 liter 4,500 59,760 Minyak Tanah 5 liter 9,000 45,000 b. Oli 1 liter 25,000 25,000 c. Air Tawar 5 drum 15,000 75,000 d. Es 10 balok 7,000 70,000 e. Perbekalan 1 paket 250, ,000 f. SIB 1 paket 50,000 50,000 g. Retribusi 1 trip 35,977 35,977 Total Biaya Operasional (Rp/trip) 610,737 Jaring Klitik Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Biaya (Rp/trip) a. BBM Solar 44 liter 4, ,440 Minyak Tanah 10 liter 9,000 90,000 b. Oli 2 liter 25,000 50,000 c. Air Tawar 8 drum 15, ,000 d. Es 20 balok 7, ,000 e. Perbekalan 1 paket 500, ,000 f. SIB 1 paket 50,000 50,000 g. Retribusi 1 trip 58,382 58,382 Total Biaya Operasional (Rp/trip) 1,207,

151 Lampiran 29. Hasil analisis rente ekonomi usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH) Keragaan Finansial Keragaan Ekonomi Rp/tahun Rp/tahun Penerimaan 3,376,456,000 Penerimaan 3,376,456,000 Biaya Operasional Total Biaya Operasional 564,981,400 a. BBM Solar 74,970,000 Minyak Tanah 22,500,000 Biaya Tenaga Kerja b. Oli 10,000,000 a. ABK 1,405,737,300 c. Air Tawar 3,600,000 b. Jabatan Nakhoda 140,573,730 d. Es 24,500,000 Total Biaya Tenaga Kerja 1,546,311,030 e. Perbekalan 330,000,000 f. SIB 15,000,000 g. Retribusi 84,411,400 Biaya Ekonomi Tetap Total Biaya Operasional 564,981,400 a. Total Biaya Tetap 230,964,560 b. (+) Depresiasi 5,064,684 Biaya Tenaga Kerja/Upah 1,405,737,300 Total Biaya Ekonomi Tetap 236,029,244 Biaya Tetap a. Perawatan Kapal 180,000,000 Rente Ekonomi 1,029,134,326 b. Administrasi 17,000,000 Nilai Modal (Capital Value) 2,450,000,000 c. Perawatan Muara 200,000 d. Lain-lain (karlak, dll) 33,764,560 Rate of Return (%) Total Biaya Tetap 230,964,560 Keuntungan (Financial Profit) 1,174,772,

152 Lampiran 30. Hasil analisis rente ekonomi usaha perikanan jaring insang tetap (JIT) Keragaan Finansial Keragaan Ekonomi Rp/tahun Rp/tahun Penerimaan 2,221,882,908 Penerimaan 2,221,882,908 Biaya Operasional Total Biaya Operasional 444,267,573 a. BBM Solar 39,973,500 Minyak Tanah 18,522,000 Biaya Tenaga Kerja b. Oli 7,875,000 a. ABK 888,807,668 c. Air Tawar 3,150,000 b. Jabatan Nakhoda 88,880,767 d. Es 22,050,000 Total Biaya Tenaga Kerja 977,688,434 e. Perbekalan 283,500,000 f. SIB 13,650,000 g. Retribusi 55,547,073 Biaya Ekonomi Tetap Total Biaya Operasional 444,267,573 a. Total Biaya Tetap 216,678,829 b. (+) Depresiasi 3,332,824 Biaya Tenaga Kerja/Upah 888,807,668 Total Biaya Ekonomi Tetap 220,011,653 Biaya Tetap a. Perawatan Kapal 178,500,000 Rente Ekonomi 579,915,247 b. Administrasi 15,750,000 Nilai Modal (Capital Value) 1,850,000,000 c. Perawatan Muara 210,000 d. Lain-lain (karlak, dll) 22,218,829 Rate of Return (%) Total Biaya Tetap 216,678,829 Keuntungan (Financial Profit) 672,128,

153 Lampiran 31. Hasil analisis rente ekonomi usaha perikanan payang Keragaan Finansial Keragaan Ekonomi Rp/tahun Rp/tahun Penerimaan 3,290,272,960 Penerimaan 3,290,272,960 Biaya Operasional Total Biaya Operasional 575,430,824 a. BBM Solar 64,674,000 Minyak Tanah 21,600,000 Biaya Tenaga Kerja b. Oli 12,500,000 a. ABK 1,357,421,068 c. Air Tawar 6,000,000 b. Jabatan Nakhoda 135,742,107 d. Es 22,400,000 Total Biaya Tenaga Kerja 1,493,163,175 e. Perbekalan 350,000,000 f. SIB 16,000,000 g. Retribusi 82,256,824 Biaya Ekonomi Tetap Total Biaya Operasional 575,430,824 a. Total Biaya Tetap 224,102,730 b. (+) Depresiasi 4,935,409 Biaya Tenaga Kerja/Upah 1,357,421,068 Total Biaya Ekonomi Tetap 229,038,139 Biaya Tetap a. Perawatan Kapal 176,000,000 Rente Ekonomi 992,640,822 b. Administrasi 15,000,000 Nilai Modal (Capital Value) 1,750,000,000 c. Perawatan Muara 200,000 d. Lain-lain (karlak, dll) 32,902,730 Rate of Return (%) Total Biaya Tetap 224,102,730 Keuntungan (Financial Profit) 1,133,318,

154 Lampiran 32. Hasil analisis rente ekonomi usaha perikanan rawai tetap Keragaan Finansial Keragaan Ekonomi Rp/tahun Rp/tahun Penerimaan 833,171,136 Penerimaan 833,171,136 Biaya Operasional Total Biaya Operasional 177,614,558 a. BBM Solar 47,105,280 Minyak Tanah 8,640,000 Biaya Tenaga Kerja b. Oli 6,000,000 a. ABK 327,778,289 c. Air Tawar 7,200,000 b. Jabatan Nakhoda 32,777,829 d. Es 13,440,000 Total Biaya Tenaga Kerja 360,556,118 e. Perbekalan 60,000,000 f. SIB 14,400,000 g. Retribusi 20,829,278 Biaya Ekonomi Tetap Total Biaya Operasional 177,614,558 a. Total Biaya Tetap 30,411,711 b. (+) Depresiasi 1,249,757 Biaya Tenaga Kerja/Upah 327,778,289 Total Biaya Ekonomi Tetap 31,661,468 Biaya Tetap a. Perawatan Kapal 14,400,000 Rente Ekonomi 263,338,992 b. Administrasi 7,200,000 Nilai Modal (Capital Value) 450,000,000 c. Perawatan Muara 480,000 d. Lain-lain (karlak, dll) 8,331,711 Rate of Return (%) Total Biaya Tetap 30,411,711 Keuntungan (Financial Profit) 297,366,

155 Lampiran 33. Hasil analisis rente ekonomi usaha perikanan handline Keragaan Finansial Keragaan Ekonomi Rp/tahun Rp/tahun Penerimaan 310,839,120 Penerimaan 310,839,120 Biaya Operasional Total Biaya Operasional 131,919,138 a. BBM Solar 12,908,160 Minyak Tanah 9,720,000 Biaya Tenaga Kerja b. Oli 5,400,000 a. ABK 89,459,991 c. Air Tawar 16,200,000 b. Jabatan Nakhoda - d. Es 15,120,000 Total Biaya Tenaga Kerja 89,459,991 e. Perbekalan 54,000,000 f. SIB 10,800,000 g. Retribusi 7,770,978 Biaya Ekonomi Tetap Total Biaya Operasional 131,919,138 a. Total Biaya Tetap 32,268,391 b. (+) Depresiasi 466,259 Biaya Tenaga Kerja/Upah 89,459,991 Total Biaya Ekonomi Tetap 32,734,650 Biaya Tetap a. Perawatan Kapal 21,600,000 Rente Ekonomi 56,725,341 b. Administrasi 5,400,000 Nilai Modal (Capital Value) 85,000,000 c. Perawatan Muara 2,160,000 d. Lain-lain (karlak, dll) 3,108,391 Rate of Return (%) Total Biaya Tetap 32,268,391 Keuntungan (Financial Profit) 57,191,

156 Lampiran 34. Hasil analisis rente ekonomi usaha perikanan jaring klitik (JK) Keragaan Finansial Keragaan Ekonomi Rp/tahun Rp/tahun Penerimaan 420,350,760 Penerimaan 420,350,760 Biaya Operasional Total Biaya Operasional 217,407,969 a. BBM Solar 35,899,200 Minyak Tanah 16,200,000 Biaya Tenaga Kerja b. Oli 9,000,000 a. ABK 91,324,256 c. Air Tawar 21,600,000 b. Jabatan Nakhoda - d. Es 25,200,000 Total Biaya Tenaga Kerja 91,324,256 e. Perbekalan 90,000,000 f. SIB 9,000,000 g. Retribusi 10,508,769 Biaya Ekonomi Tetap Total Biaya Operasional 217,407,969 a. Total Biaya Tetap 34,803,508 b. (+) Depresiasi 630,526 Biaya Tenaga Kerja/Upah 91,324,256 Total Biaya Ekonomi Tetap 35,434,034 Biaya Tetap a. Perawatan Kapal 22,500,000 Rente Ekonomi 76,184,501 b. Administrasi 6,300,000 Nilai Modal (Capital Value) 175,000,000 c. Perawatan Muara 1,800,000 d. Lain-lain (karlak, dll) 4,203,508 Rate of Return (%) Total Biaya Tetap 34,803,508 Keuntungan (Financial Profit) 76,815,

157 Lampiran 35. Intensitas ekonomi usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH) Intensitas Energi JIH Trip Kebutuhan Solar Biaya Solar Jumlah Produksi Intensitas Energi (liter/trip) (Rp/trip) (kg/trip) (liter/kg) (Rp/kg) Rata-rata

158 Intensitas Tenaga Kerja JIH Trip Kebutuhan Tenag Kerja Upah Tenaga Kerja Jumlah Produksi Intensitas Tenaga Kerja (orang/trip) (Rp/trip) (kg/trip) (orang/kg ) (Rp/kg) ,450, ,500, ,400, ,500, ,500, ,750, ,450, ,750, ,500, ,850, ,200, ,500, ,350, ,450, ,450, ,250, ,750, ,650, ,450, ,500, ,750, ,650, ,450, ,150, ,750, Rata-rata

159 Intensitas Produksi JIH Trip Nilai Produksi Jumlah Produksi Intensitas Produksi (Rp/trip) (kg/trip) (Rp/kg) 1 160,437, ,825, ,375, ,320, ,200, ,550, ,975, ,672, ,990, ,877, ,250, ,171, ,495, ,775, ,485, ,125, ,250, ,125, ,162, ,164, ,325, ,270, ,450, ,980, ,320, Rata-rata

160 Intensitas Biaya JIH Trip Biaya Operasional dan Tetap Upah Tenaga Kerja Jumlah Produksi Intensitas Biaya (Rp/trip) (Rp/trip) (kg/trip) (Rp/kg) 1 40,500,000 25,450, ,450,000 24,500, ,850,000 28,400, ,650,000 22,500, ,250,000 27,500, ,350,000 19,750, ,350,000 18,450, ,500,000 24,750, ,500,000 26,500, ,500,000 21,850, ,670,000 25,200, ,450,000 19,500, ,760,000 25,350, ,700,000 27,450, ,650,000 22,450, ,750,000 17,250, ,250,000 22,750, ,650,000 23,650, ,570,000 18,450, ,250,000 19,500, ,750,000 21,750, ,200,000 22,650, ,850,000 21,450, ,750,000 20,150, ,750,000 22,750, Rata-rata

161 Lampiran 36. Intensitas ekonomi usaha perikanan jaring insang tetap (JIT) Intensitas Energi JIT Trip Kebutuhan Solar Biaya Solar Jumlah Produksi Intensitas Energi (liter/trip) (Rp/trip) (kg/trip) (liter/kg) (Rp/kg) Rata-rata

162 Intensitas Tenaga Kerja JIT Trip Kebutuhan Upah Tenaga Jumlah Intensitas Tenaga Tenag Kerja Kerja Produksi Kerja (orang/trip) (Rp/trip) (kg/trip) (orang/kg) (Rp/kg) ,500, ,500, ,250, ,550, ,450, ,500, ,500, ,750, ,250, ,500, ,500, ,750, ,450, ,250, ,150, ,500, ,750, ,500, ,250, ,450, ,350, ,500, ,475, ,500, ,650, Rata-rata

163 Intensitas Produksi JIT Trip Nilai Produksi Jumlah Produksi Intensitas Produksi (Rp/trip) (kg/trip) (Rp/kg) 1 79,975, ,764, ,749, ,525, ,932, ,300, ,600, ,450, ,087, ,884, ,636, ,902, ,750, ,375, ,787, ,675, ,325, ,156, ,620, ,852, ,310, ,812, ,980, ,690, ,958, Rata-rata

164 Intensitas Biaya JIT Trip Biaya Operasional dan tetap Upah Tenaga Kerja Jumlah Produksi Intensitas Biaya (Rp/trip) (Rp/trip) (kg/trip) (Rp/kg) 1 32,475,000 15,500, ,650,000 12,500, ,200,000 10,250, ,450,000 17,550, ,750,000 16,450, ,250,000 18,500, ,450,000 12,500, ,250,000 16,750, ,450,000 18,250, ,750,000 16,500, ,150,000 12,500, ,450,000 16,750, ,750,000 13,450, ,650,000 19,250, ,500,000 20,150, ,250,000 16,500, ,450,000 12,750, ,600,000 14,500, ,850,000 18,250, ,560,000 14,450, ,600,000 12,350, ,750,000 17,500, ,500,000 10,475, ,650,000 14,500, ,450,000 17,650, Rata-rata

165 Lampiran 37. Intensitas ekonomi usaha perikanan payang Intensitas Energi Payang Trip Kebutuhan Solar Biaya Solar Jumlah Produksi Intensitas Energi (liter/trip) (Rp/trip) (kg/trip) (liter/kg) (Rp/kg) Rata-rata

166 Intensitas Tenaga Kerja Payang Trip Kebutuhan Upah Tenaga Jumlah Intensitas Tenaga Tenag Kerja Kerja Produksi Kerja (orang/trip) (Rp/trip) (kg/trip) (orang/kg) (Rp/kg) ,500, ,500, ,250, ,500, ,450, ,500, ,500, ,750, ,250, ,500, ,500, ,650, ,470, ,350, ,150, ,697, ,560, ,500, ,250, ,340, ,500, ,500, ,500, ,600, ,450, Rata-rata

167 Intensitas Produksi Payang Trip Nilai Produksi Jumlah Produksi Intensitas Produksi (Rp/trip) (kg/trip) (Rp/kg) 1 127,132, ,230, ,700, ,080, ,065, ,675, ,450, ,825, ,625, ,925, ,987, ,810, ,600, ,275, ,137, ,137, ,250, ,856, ,620, ,375, ,912, ,820, ,362, ,615, ,375, Rata-rata

168 Intensitas Biaya Payang Trip Biaya Operasional dan Tetap Upah Tenaga Kerja Jumlah Produksi Intensitas Biaya (Rp/trip) (Rp/trip) (kg/trip) (Rp/kg) 1 45,270,000 27,500, ,560,000 30,500, ,750,000 17,250, ,250,000 26,500, ,250,000 27,450, ,950,000 18,500, ,750,000 17,500, ,250,000 30,750, ,650,000 18,250, ,750,000 16,500, ,150,000 18,500, ,650,000 27,650, ,750,000 23,470, ,470,000 21,350, ,650,000 20,150, ,250,000 22,697, ,650,000 22,560, ,450,000 24,500, ,750,000 28,250, ,750,000 27,340, ,550,000 19,500, ,750,000 17,500, ,650,000 27,500, ,750,000 21,600, ,750,000 23,450, Rata-rata

169 Lampiran 38. Intensitas ekonomi usaha perikanan rawai tetap Intensitas Energi Rawai Tetap Trip Kebutuhan Jumlah Biaya Solar Solar Produksi Intensitas Energi (liter/trip) (Rp/trip) (kg/trip) (liter/kg) (Rp/kg)

170 Intensitas Tenaga Kerja Rawai Tetap Trip Kebutuhan Upah Tenaga Jumlah Intensitas Tenaga Tenag Kerja Kerja Produksi Kerja (orang/trip) (Rp/trip) (kg/trip) (orang/kg) (Rp/kg) 1 5 4,500, ,600, ,250, ,550, ,350, ,100, ,500, ,650, ,820, ,500, ,500, ,750, ,450, ,700, ,475, ,500, ,750, ,200, ,850, ,450, ,350, ,700, ,450, ,850, ,450, Rata-rata

171 Intensitas Produksi Rawai Tetap Trip Nilai Produksi Jumlah Produksi Intensitas Produksi (Rp/trip) (kg/trip) (Rp/kg) 1 34,375, ,825, ,312, ,491, ,298, ,829, ,625, ,625, ,344, ,302, ,270, ,612, ,050, ,875, ,662, ,625, ,850, ,875, ,475, ,266, ,580, ,750, ,482, ,730, ,812, Rata-rata

172 Intensitas Biaya Rawai Tetap Trip Biaya Upah Tenaga Jumlah Operasional Kerja Produksi Intensitas Biaya (Rp/trip) (Rp/trip) (kg/trip) (Rp/kg) 1 3,850,000 4,500, ,500,000 5,600, ,500,000 2,250, ,750,000 2,550, ,250,000 2,350, ,950,000 4,100, ,250,000 2,500, ,750,000 1,650, ,850,000 1,820, ,750,000 2,500, ,600,000 1,500, ,950,000 1,750, ,750,000 3,450, ,975,000 2,700, ,750,000 2,475, ,670,000 1,500, ,150,000 1,750, ,960,000 2,200, ,750,000 1,850, ,670,000 2,450, ,825,000 2,350, ,100,000 1,700, ,975,000 2,450, ,860,000 1,850, ,950,000 2,450, Rata-rata

173 Lampiran 39. Intensitas ekonomi usaha perikanan Handline Intensitas Energi Handline Trip Kebutuhan Jumlah Biaya Solar Solar Produksi Intensitas Energi (liter/trip) (Rp/trip) (kg/trip) (liter/kg) (Rp/kg) Rata-rata

174 Intensitas Tenaga Kerja Handline Trip Kebutuhan Upah Tenaga Jumlah Tenag Kerja Kerja Produksi Intensitas Tenaga Kerja (orang/trip) (Rp/trip) (kg/trip) (orang/kg) (Rp/kg) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Rata-rata

175 Intensitas Produksi Handline Trip Nilai Produksi Jumlah Produksi Intensitas Produksi (Rp/trip) (kg/trip) (Rp/kg) 1 2,340, ,612, ,025, , ,410, ,397, ,000, ,612, ,260, ,202, ,155, ,309, ,137, ,881, ,189, ,827, ,687, ,720, ,703, ,189, , ,305, ,470, ,404, ,404, Rata-rata

176 Intensitas Biaya Handline Trip Biaya Operasional dan Tetap Upah Tenaga Kerja Jumlah Produksi Intensitas Biaya (Rp/trip) (Rp/trip) (kg/trip) (Rp/kg) 1 650, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,055, , , , , , , , , , ,000 90, , , ,000 75, , , , , ,000 95, , , , , ,000 85, , , Rata-rata

177 Lampiran 40. Intensitas ekonomi usaha perikanan jaring klitik (JK) Intensitas Energi JK Trip Kebutuhan Jumlah Biaya Solar Solar Produksi Intensitas Energi (liter/trip) (Rp/trip) (kg/trip) (liter/kg) (Rp/kg) Rata-rata

178 Intensitas Tenaga Kerja JK Trip Kebutuhan Tenag Kerja Upah Tenaga Kerja Jumlah Produksi Intensitas Tenaga Kerja (orang/trip) (Rp/trip) (kg/trip) (orang/kg) (Rp/kg) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Rata-rata

179 Intensitas Produksi JK Trip Nilai Produksi Jumlah Produksi Intensitas Produksi (Rp/trip) (kg/trip) (Rp/kg) 1 3,240, ,345, ,249, ,340, ,702, ,376, ,368, ,556, ,170, ,294, ,093, ,667, ,232, ,400, ,410, ,301, ,887, ,682, ,700, ,110, ,800, ,229, ,236, ,250, ,740, Rata-rata

180 Intensitas Biaya JK Trip Biaya Operasional Upah Tenaga Jumlah dan Tetap Kerja Produksi Intensitas Biaya (Rp/trip) (Rp/trip) (kg/trip) (Rp/kg) 1 1,550, , ,200, , , , ,250, , , , ,100, , ,750, , ,250, , ,650, , ,550, , ,450, , , , ,650, , ,350, , ,650, , ,750, , ,100, , ,650, , , , , , ,050, , ,650, , ,625, , ,650, , ,750, , Rata-rata

181 Lampiran 41. Hasil banding berpasangan diantara komponen pembatas terkait terkait kriteria SDLINK 163

182 Lampiran 42. Hasil banding berpasangan diantara komponen pembatas terkait terkait kriteria teknis 164

183 Lampiran 43. Hasil banding berpasangan diantara komponen pembatas terkait terkait kriteria EKOSOS 165

184 Lampiran 44. Hasil analisis kepentingan kelima opsi strategi terkait pembatas potensi stock SDI dalam mendukung kondisi sumberdaya dan lingkungan yang baik 166

185 Lampiran 45. Hasil analisis kepentingan kelima opsi strategi terkait pembatas regulasi dalam mendukung kondisi sumberdaya dan lingkungan yang baik 167

186 Lampiran 46. Hasil analisis kepentingan kelima opsi strategi terkait pembatas kualitas SDM dalam mendukung kondisi teknis operasi perikanan yang baik 168

187 Lampiran 47. Hasil analisis kepentingan kelima opsi strategi terkait pembatas regulasi dalam mendukung kondisi teknis operasi perikanan yang baik 169

188 Lampiran 48. Hasil analisis kepentingan kelima opsi strategi terkait pembatas potensi stock SDI dalam mendukung kondisi sosial ekonomi yang baik 170

189 Lampiran 49. Hasil analisis kepentingan kelima opsi strategi terkait pembatas ketersediaan modal dalam mendukung kondisi sosial ekonomi yang baik 171

190 Lampiran 50. Perbandingan kepentingan strategi terpilih (perbaikan manajemen usaha perikanan) dengan strategi pembinaan SDM perikanan 172

191 Lampiran 51. Perbandingan kepentingan strategi terpilih (perbaikan manajemen usaha perikanan) dengan strategi kerjasama pemodalan 173

192 Lampiran 52. Perbandingan kepentingan strategi terpilih (perbaikan manajemen usaha perikanan) dengan strategi pengembangan usaha perikanan skala kecil 174

193 Lampiran 53. Perbandingan kepentingan strategi terpilih (perbaikan manajemen usaha perikanan) dengan strategi pengembangan usaha pendukung perikanan 175

194 Lampiran 54. Hasil uji sensitivitas strategi terpilih (perbaikan manajemen usaha perikanan) terhadap intervensi/perubahan pada aspek teknis operasi perikanan 176

195 Lampiran 55. Hasil uji sensitivitas strategi terpilih (perbaikan manajemen usaha perikanan) terhadap intervensi/perubahan pada aspek ekonomi dan sosial 177

196 Lampiran 56. Dokumentasi Penelitian Usaha Perikanan Jaring Insang Hanyut Usaha Perikanan Payang PPI Karangsong (di muara sungai) Tempat Pelelangan Ikan di Karangsong Kantor Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu SPBU yang mensuplai BBM bagi usaha perikanan tangkap 178

197 Pelayanan es balok Aktivitas lelang di Karangsong Wawancara nelayan Wawancara pihak Dinas Perikanan dan Kelautan Salah satu kios penyedia perbekalan nelayan Ikan hasil tangkapan nelayan di Kabupaten Indramayu 179

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4.1 Kondisi Alat Tangkap dan Armada Penangkapan Ikan merupakan komoditas penting bagi sebagian besar penduduk Asia, termasuk Indonesia karena alasan budaya

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR 1 PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR (Trichiurus sp.) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT Adnan Sharif, Silfia Syakila, Widya Dharma Lubayasari Departemen Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON 6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON Pada dasarnya pengelolaan perikanan tangkap bertujuan untuk mewujudkan usaha perikanan tangkap yang berkelanjutan. Untuk itu, laju

Lebih terperinci

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Maspari Journal 03 (2011) 24-29 http://masparijournal.blogspot.com Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Onolawe Prima Sibagariang, Fauziyah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia telah melakukan kegiatan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sejak jaman prasejarah. Sumberdaya perikanan terutama yang ada di laut merupakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR Nurul Rosana, Viv Djanat Prasita Jurusan Perikanan Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas Hang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI Hazmi Arief*, Novia Dewi**, Jumatri Yusri**

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis Data Yang Dikumpulkan

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis Data Yang Dikumpulkan 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di sentra-sentra ekonomi berbasis sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Indramayu, seperti Karangsong, Pabean Udik, dan Singaraja.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut memiliki sifat spesifik, yakni akses terbuka (open access). Sumberdaya perikanan juga bersifat kepemilikan bersama (common property). Semua individu

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

VI. ANALISIS BIOEKONOMI 111 VI. ANALISIS BIOEKONOMI 6.1 Sumberdaya Perikanan Pelagis 6.1.1 Produksi dan Upaya Penangkapan Data produksi yang digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi adalah seluruh produksi ikan yang ditangkap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac. KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta rinda@ut.ac.id ABSTRAK Aktivitas usaha perikanan tangkap umumnya tumbuh dikawasan

Lebih terperinci

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH Bimafika, 2010, 2, 141-147 1 POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH Achmad Zaky Masabessy * FPIK Unidar Ambon ABSTRACT Maluku Tengah marine water has fish resources,

Lebih terperinci

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang memiliki lebih dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ' ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Status dan jumlah nelayan di Kabupaten Indramayu

Lampiran 1. Status dan jumlah nelayan di Kabupaten Indramayu Lampiran 1. Status dan jumlah nelayan di Kabupaten Indramayu No. Kecamatan Status Nelayan Jumlah Pemilik (RTP) Buruh (RTP) 1. Haurgeulis 0 0 0 2. Gantar 0 0 0 3. Kroya 0 0 0 4. Gabuswetan 0 0 0 5. Cikedung

Lebih terperinci

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung 6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung Supaya tujuh usaha perikanan tangkap yang dinyatakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang bersifat terbarukan (renewable). Disamping itu sifat open access atau common property yang artinya pemanfaatan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT JEANNY FRANSISCA SIMBOLON SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu pilihan yang strategis untuk dikembangkan, terutama di Kawasan Timur Indonesia (KTI) karena memiliki potensi yang sangat

Lebih terperinci

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5.1 Pendahuluan Pemanfaatan yang lestari adalah pemanfaatan sumberdaya perikanan pada kondisi yang berimbang, yaitu tingkat pemanfaatannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan

Lebih terperinci

FLUKTUASI HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DENGAN ALAT TANGKAP JARING INSANG HANYUT (DRIFT GILLNET) DI PERAIRAN DUMAI, PROVINSI RIAU

FLUKTUASI HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DENGAN ALAT TANGKAP JARING INSANG HANYUT (DRIFT GILLNET) DI PERAIRAN DUMAI, PROVINSI RIAU FLUKTUASI HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DENGAN ALAT TANGKAP JARING INSANG HANYUT (DRIFT GILLNET) DI PERAIRAN DUMAI, PROVINSI RIAU Helisha Damayanti 1), Arthur Brown 2), T. Ersti Yulika Sari 3) Email : helishadamayanti@gmail.com

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN Edy H.P. Melmambessy Staf Pengajar Univ. Musamus-Merauke, e-mail : edymelmambessy@yahoo.co.id ABSTRAK Ikan tongkol termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan perikanan di Indonesia secara umum bersifat terbuka (open access), sehingga nelayan dapat dengan leluasa melakukan kegiatan penangkapan di wilayah tertentu

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 2 ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prospek pasar perikanan dunia sangat menjanjikan, hal ini terlihat dari kecenderungan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 20 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

Moch. Prihatna Sobari 2, Diniah 2, dan Danang Indro Widiarso 2 PENDAHULUAN

Moch. Prihatna Sobari 2, Diniah 2, dan Danang Indro Widiarso 2 PENDAHULUAN ANALISIS MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD DAN MAXIMUM ECONOMIC YIELD MENGGUNAKAN BIO-EKONOMIK MODEL STATIS GORDON-SCHAEFER DARI PENANGKAPAN SPINY LOBSTER DI WONOGIRI 1 (Analysis of Maximum Sustainable Yield and

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi PENGANTAR ILMU PERIKANAN Riza Rahman Hakim, S.Pi Bumi Yang Biru begitu Kecilnya dibandingkan Matahari Bumi, Planet Biru di antara Planet lain The Blue Planet 72 % Ocean and 28 % Land Laut Dalam Al Qur

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lemuru merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup penting. Berdasarkan data statistik perikanan Indonesia tercatat bahwa volume tangkapan produksi ikan lemuru

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid Program Studi Ilmu Kelautan STITEK Balik Diwa Makassar Email : hartati.tamti@gmail.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS INVESTASI OPTIMAL PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN LAYANG (Decapterus spp) DI KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO

ANALISIS INVESTASI OPTIMAL PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN LAYANG (Decapterus spp) DI KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO 1 ANALISIS INVESTASI OPTIMAL PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN LAYANG (Decapterus spp) DI KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO SUDARMIN PARENRENGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ARMADA PENANGKAPAN DAN POTENSI PRODUKSI PERIKANAN UDANG DI LAUT ARAFURA

PRODUKTIVITAS ARMADA PENANGKAPAN DAN POTENSI PRODUKSI PERIKANAN UDANG DI LAUT ARAFURA PRODUKTIVITAS ARMADA PENANGKAPAN DAN POTENSI PRODUKSI PERIKANAN UDANG DI LAUT ARAFURA FISHING FLEET PRODUCTIVITY AND POTENTIAL PRODUCTION OF SHRIMP FISHERY IN THE ARAFURA SEA ABSTRAK Purwanto Anggota Komisi

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN

TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN ANDI HERYANTI RUKKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2 0 0 6 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 14 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April tahun 2012. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan April tahun 2012 sedangkan

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu 24 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012 yang meliputi: observasi lapang, wawancara, dan pengumpulan data sekuder dari Dinas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan, Politeknik Perikanan Negeri Tual. Jl.

Lebih terperinci

MALUKU SEBAGAI LUMBUNG IKAN NASIONAL: TINJAUAN ATAS SUATU KEBIJAKAN

MALUKU SEBAGAI LUMBUNG IKAN NASIONAL: TINJAUAN ATAS SUATU KEBIJAKAN MALUKU SEBAGAI LUMBUNG IKAN NASIONAL: TINJAUAN ATAS SUATU KEBIJAKAN Dionisius Bawole *, Yolanda M T N Apituley Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis

I. PENDAHULUAN. dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki 17.508 pulau dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis pantai 91.000

Lebih terperinci

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN Vol. 4 No. 1 Hal. 1-54 Ambon, Mei 2015 ISSN. 2085-5109 POTENSI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN TONGKOL (Auxis thazard) DI PERAIRAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA The Potential

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA Prosiding Seminar Antarabangsa Ke 8: Ekologi, Habitat Manusia dan Perubahan Persekitaran 2015 7 POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer METODE PENELITIAN 108 Kerangka Pemikiran Agar pengelolaan sumber daya udang jerbung bisa dikelola secara berkelanjutan, dalam penelitian ini dilakukan beberapa langkah perhitungan untuk mengetahui: 1.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN ANALISIS BIOEKONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN KAKAP DI KABUPATEN KUTAI TIMUR (Bio-economic Analysis of Blood Snaper Resources Utilization in Kutai Timur Regency) ERWAN SULISTIANTO Jurusan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

POSITION PAPER KPPU TERKAIT KEBIJAKAN KLASTER PERIKANAN TANGKAP

POSITION PAPER KPPU TERKAIT KEBIJAKAN KLASTER PERIKANAN TANGKAP POSITION PAPER KPPU TERKAIT KEBIJAKAN KLASTER PERIKANAN TANGKAP KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA 2010 1 POSITION PAPER KPPU TERKAIT KEBIJAKAN KLASTER PERIKANAN TANGKAP Sektor perikanan

Lebih terperinci

OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP

OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP SEKOLAH PASCA SARJANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 OPTIMISASI PERIKANAN

Lebih terperinci

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang 5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang Pemanfaatan sumberdaya perikanan secara lestari perlu dilakukan, guna sustainability spesies tertentu, stok yang ada harus lestari walaupun rekrutmen

Lebih terperinci

5 EVALUASI UPAYA PENANGKAPAN DAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN

5 EVALUASI UPAYA PENANGKAPAN DAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN 5 EVALUASI UPAYA PENANGKAPAN DAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN 5.1 Pendahuluan Armada penangkapan yang dioperasikan nelayan terdiri dari berbagai jenis alat tangkap,

Lebih terperinci

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Andi Adam Malik, Henny Setiawati, Sahabuddin Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan merupakan salah satu sektor andalan bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, baik dalam skala lokal, regional maupun negara, dimana sektor

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 6 0'0"S 6 0'0"S 6 0'0"S 5 55'0"S 5 50'0"S 28 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada Maret 2011. Penelitian dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum PPP Labuan, Banten Wilayah Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6 0 21-7 0 10 Lintang Selatan dan 104 0 48-106 0 11 Bujur Barat dengan luas

Lebih terperinci

STUDI BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BELAWAN GABION KOTA MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA

STUDI BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BELAWAN GABION KOTA MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA STUDI BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BELAWAN GABION KOTA MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA BIOECONOMY STUDY OF MACKEREL (Rastrelliger spp) IN BELAWAN GABION OCEAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI ARIZAL LUTFIEN PRASSLINA PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian 21 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan dan pengumpulan data di lapangan dilakukan pada Bulan Maret sampai dengan April 2009. Penelitian dilakukan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5.1 Sumberdaya Ikan Sumberdaya ikan (SDI) digolongkan oleh Mallawa (2006) ke dalam dua kategori, yaitu SDI konsumsi dan SDI non konsumsi. Sumberdaya ikan konsumsi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Kenaikan Rata-rata *) Produksi

1 PENDAHULUAN. Kenaikan Rata-rata *) Produksi 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan dan industri yang bergerak dibidang perikanan memiliki potensi yang tinggi untuk menghasilkan devisa bagi negara. Hal tersebut didukung dengan luas laut Indonesia

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian.

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian. 31 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data untuk kebutuhan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011 hingga Mei 2011 bertempat di Sibolga Propinsi Sumatera Utara (Gambar 3).

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK BENI PRAMONO. Strategi Pengelolaan Perikanan Jaring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI PERIKANAN PELAGIS KECIL DI KOTA TERNATE

ANALISIS POTENSI PERIKANAN PELAGIS KECIL DI KOTA TERNATE ANALISIS POTENSI PERIKANAN PELAGIS KECIL DI KOTA TERNATE Aisyah Bafagih* *Staf Pengajar THP UMMU-Ternate, email :aisyahbafagih2@yahoo.com ABSTRAK Potensi sumberdaya perikanan tangkap di kota ternate merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh yang memiliki potensi sumberdaya ikan. Jumlah sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 11.131 ton terdiri

Lebih terperinci

Potensi Lestari Ikan Kakap di Perairan Kabupaten Sambas

Potensi Lestari Ikan Kakap di Perairan Kabupaten Sambas Vokasi Volume 9, Nomor 1, Februari 2013 ISSN 1693 9085 hal 1-10 Potensi Lestari Ikan Kakap di Perairan Kabupaten Sambas LA BAHARUDIN Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan, Politeknik Negeri Pontianak, Jalan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdapat dalam sektor perikanan dan kelautan yang meliputi beberapa elemen sebagai subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi

Lebih terperinci

Sriati Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Kampus Jatinangor UBR

Sriati Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Kampus Jatinangor UBR Jurnal Akuatika Volume II Nomor 2/September 2011 ISSN 0853-2523 KAJIAN BIO-EKONOMI SUMBERDAYA IKAN KAKAP MERAH YANG DIDARATKAN DI PANTAI SELATAN TASIKMALAYA, JAWA BARAT Sriati Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 257 11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 11.1 Pendahuluan Perikanan tangkap merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang sangat kompleks, sehingga tantangan untuk memelihara

Lebih terperinci