EVALUASI FAKTOR ERGONOMI PADA FASILITAS DAN LINGKUNGAN PENGERAJIN FURNITURE DI DESA BOJONG

Transkripsi

1

2 EVALUASI FAKTOR ERGONOMI PADA FASILITAS DAN LINGKUNGAN PENGERAJIN FURNITURE DI DESA BOJONG Ade Supriatna, ST. MT, Ir. Atik Kurnianto, MEng. Fakultas Teknik / Jurusan Teknik Industri Abstrak Usaha mikro yang lebih terkenal dengan usaha tradisional adalah salah satu penopang perekonomian nasional. Dengan segala hingar bingarnya usaha mikro memiliki beberapa kertebatasan dalam pengelolaan tenaga kerjanya. Begitu pula usaha mikro yang bergerak pada bidang pengerajin kayu seperti furniture. Dengan slogan para pekerja yang penting kerjaan selesai mengenyampingkan kesehatan dan keselamatan kerja. Oleh sebab itu dari hasil penelitian pada tahun 2012 yang dilakukan oleh saudara Pandu bahwa tingkat kecelakaan kerja cukup tinggi dengan rata-rata kejadian 135 kecelakaan kerja perbulannya. Penelitian ini akan difokuskan pada perancangan sistem kerja yang ergonomis dengan menguji faktor antropometri dan lingkungan kerja.. Jenis penelitian ini kualitatif deskriptif (case studies) atau studi kasus di Desa Bojong Kecamatan Pondok Kelapa Jakarta Timur. Metode pengumpulan data menggunakan metode observasi, interview/wawancara dan dokumentasi. Dari hasil perhitungan faktor-faktor lingkungan kerja ketiga usaha furniture di desa Bojong,Jakarta Timur yaitu :Usaha furniture Pak Edo,Pak H.Lasmin dan Pak Neon untuk Tingkat Pencahayaan : 992,4 lux, 84,4 lux, 166,5 lux dan tingkat pencahayaan akhir : 217,9 lux, 225,3 lux. Temperatur Ruangan : 33,77 C, 33,84 C dan 33,64 C. Tingkat Kebisingan : 88,18 db, 92,66 db dan 87,69 db. hasil perhitungan antropometri pekerja ketiga usaha furniture di desa Bojong,Jakarta Timur,untuk perbaikan meja kerja di usaha furniture :Pak Edo,Pak H.Lasmin dan Pak Neon yaitu dengan dimensi : tinggi 92 cm,96 cm,99 cm,lebar 56 cm,62 cm,64 cm dan panjang 200 cm,200 cm,200 cm. Hasil tersebut menunjukan bahwa rata-rata perlu ada perbaikan baik dari factor lingkungan dan antropometri. Kata kunci: Ergonomi, Antropometri, Usaha mikro, sistem kerja 1. Pendahuluan Kondisi faktor-faktor penunjang produktivitas pada UMKM khususnya pada usaha mikro cukup memprihatinkan. Direktur Pelayanan PT Jamsostek Djoko Sungkono mengungkapkan Angka kecelakaan kerja lima tahun terakhir cenderung naik. Pada 2011 terdapat kasus atau rata-rata 414 kasus kecelakaan kerja per hari, sedangkan tahun sebelumnya hanya kasus kecelakaan kerja, 2009 terdapat kasus, 2008 terdapat kasus, dan 2007 terdapat kasus. Dalam peneltian lain yang dilakukan oleh Hary Purnomo didapat

3 Pengaruh setiap komponen sistem kerja terhadap tingkat produktivitas kerja adalah faktor organisasi (X1) sebesar 39.44%, regulasi (X2) sebesar 2.46%, budaya (X3) sebesar 56.85%, personality (X4) sebesar 37.95%, pekerjaan (X5) sebesar 13.91%, lingkungan kerja (X6) sebesar 12.32%, peralatan kerja (X7) sebesar 9.55%, dan manajemen kerja (X8) sebesar 0.69%. Berdasarkan hal tersebut diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menemukan desain sistem kerja baru yang dapat mengenai pencegahan resiko seperti kecelakaan kerja yang diakibatkan kelemahan pada factor-faktor penunjang kerja itu sendiri. Salah satunya adalah factor ergonomi baik dalam tata letak ruang kerja, sikap kerja maupun penggunaan alat bantu yang tidak ergonomis. 2. HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1 Proses Pemotongan Pada proses pemotongan kayu terlebih dahulu pekerja mengambil bahan baku yaitu kayu bentuk papan yang diletakan pada palet. Selanjutnya kayu dibawa menuju meja pemotongan untuk dipotong-potong sesuai dengan ukuran yang ditentukan. Gambar 1. Proses pemotongan 2.2 Proses Pengamplasan Setelah proses pemotongan bahan baku selesai,selanjutnya kayu dibawa ke meja pengamplasan.kayu yang sudah sesuai ukuran sebelum dirakit dan dicat maka harus diproses pengampalasan terlebih dahulu agar semua permukaannya rata dan halus.

4 Gambar 2. Proses Pengamplasan 2.3 Proses Perakitan dan Pengecatan Proses selanjutnya adalah perakitan dan pengecatan kayu.proses ini belum memiliki meja kerja khusus untuk pengecatan,pekerja hanya meletakan kayu yang telah diamplas pada kayu balok lalu disenderkan pada dinding dengan posisi miring. Maka proses pengecatan dapat dilakukan oleh para pekerja Gambar 3. Proses Perakitan dan Pengecatan 2.4 Tingkat kecelakaan kerja Dengan menggunakan data history dan juga pengukuran langsung didapatkan grafik kecelakaan kerja pada ketika usaha mikro furniture di desa Bojong, yaitu milik bapak Edo, bapak Lasmin dan bapak Neon. Dari ketiga grafik kecelakaan kerja pada ketiga tempat usaha tersebut terlihat bahwa tingkat kecelakaan kerja tertinggi adalah pada proses perakitan dan pengecatan dimana terjadi kecelakaan kerja diatas 58 kali selama bulan April dan Mei.

5 70 60 Data Kecelakaan Kerja Furniture Pak Edo Pemotongan Pengamplasan Perakitan dan Pengecatan 0 APRIL MEI Gambar 4. Grafik kecelakaan kerja usaha pak Edo Data Kecelakaan Kerja Furniture H.Lasmin APRIL MEI Pemotongan Pengamplasan Perakitan dan Pengecatan Gambar 5. Grafik kecelakaan kerja usaha pak H. Lasmin Sedangkan tingkat kecelakaan tertinggi kedua pada usaha furniture adaah proses pemotongan dengan rata-rata 50 kali kecelakaan selama dua bulan tersebut. Dan tingkat kecelakaan terendah adalah pada proses pengamplasan (rata-rata 37 kecelakaan kerja).

6 Data Kecelakaan Kerja Furniture Neon APRIL MEI 52 Pemotongan Pengamplasan Perakitan dan Pengecatan Gambar 6. Grafik kecelakaan kerja usaha pak Neon Dilihat dari rata-rata kecelakaan kerja keseluruhan dari setiap usaha furniture, bapak Edo, H lasmin dan bapak Neon berurutan sebagai berikut 157, 148, dan 130 kecelakaan kerja perbulannya. Milik bapak Neon yang mempunyai tingkat kecelakaan kerja yang paling rendah. 3. Faktor-faktor Lingkungan 1.1 Pencahayaan Untuk tingkat pencahayaan yang sesuai standar adalah diatas 200 lux karena tergolong pekerjaan kasar dan setelah melakukan pengukuran ternyata yang memenuhi standar adalah tempat produksi furniture milik Pak Edo, 992,4 lux, sedang untuk tempat produksi yang Pak H.Lasmin dan Pak Neon adalah 84,4 lux, 166,5 lux. Kedua tempat produksi ini dibawah standar yang sudah ditetapkan KEPMENKES RI. No. 1405/MENKES/SK/XI/02. Kurangnya tingkat pencahayaan disebabkan fasilitas penerangan yang minim baik itu lampu-lampu saat berlangsungnya produksi lemari kerena pemilik usaha menilai perlunya faktor ekonomis maupun minimnya pemanfaatan sinar matahari sebagai sumber cahaya di ruang produksi. Oleh karena itu perlunya cahaya lampu sebagai sumber pencahayaan utama pekerja saat melakukan produksi lemari agar pekerja merasa nyaman dan terhindar dari kecelakaan kerja. 1.2 Temperatur

7 Berdasarkan perhitungan hasil pengamatan terhadap factor temperatur ketiga usaha furniture di Desa Bojong,Jakarta Timur maka di dapat hasil rata-rata nilai temperatur udara ketiga usaha furniture yaitu : usaha furniture milik Pak Edo sekitar 33,7 C,usaha furniture milik Pak H.Lasmin sekitar 33,8 C dan usaha furniture milik Pak Neon sekitar 33,6 C.Dari hasil tersebut ketiga usaha furniture tersebut harus mengalami perbaikan agar temperatur udara tempat produksi sesuai standar KEPMENKES RI NO.405 tahun 2002 yaitu sekitar C. Terlalu tingginya temperatur udara di ruang produksi dapat mengakibatkan kelelehan dan dehidrasi pada pekerja karena terlalu banyak mengeluarkan keringat.ada beberapa pilihan cara untuk menurunkan suhu ruangan yaitu dengan pemberian kipas angin,ventilasi exhaust electric fan atau turbin ventilator tetapi cara tersebut tidak efektif karena dapat membuat debu serbuk kayu berterbangan di ruang produksi. Tingginya temperatur udara di ruangan produksi karena terlalu pendeknya tiang-tiang atap ruangan yang hanya sekitar 3 meter dan atap ruangan produksi hanya menggunakan atap berbahan seng,standar tinggi atap bangunan industri di Indonesia yaitu 6 meter,perlu adanya perubahan tinggi tiang-tiang atap dan penambahan aluminium foil untuk melapisi atap seng. 1.3 Kebisingan. Berdasarkan perhitungan hasil pengamatan ketiga usaha furniture di Desa Bojong,Jakarta Timur maka di dapat hasil rata-rata tingkat kebisingan.standar tingkat kebisingan untuk lingkungan industri sesuai KEPMENAKER RI. No. 51 tahun 2004 untuk lama kerja 8 jam yaitu tidak boleh melebihi 85 db.dari ketiga usaha furniture melebihi batas ambang yang telah di tentukan yaitu usaha furniture milik Pak Edo sekitar 88,18 db,usaha furniture milik Pak H.Lasmin sekitar 92,66 db dan usaha furniture milik Pak Neon sekitar 87,69 db. Analisa tingkat kebisingan yang dilakukan pada ketiga usaha furniture di desa Bojong,Jakarta timur bahwa tingkat kebisingan ketiga usaha furniture melibihi ambang batas sesuai KEPMENAKER RI. No. 51 tahun 2004 untuk lama kerja 8 jam yaitu tidak boleh melebihi 85 db.bila pekerja dibiarkan pada kondisi tersebut terlalu lama maka akan mengakibatkan kerusakan pada sistem pendengaran para pekerja dan bisa berakibat fatal seperti rusaknya gendang selaput telinga.untuk keamanan dan kenyamanan pekerja saat menggunakan mesin produksi maka para pekerja di wajibkan menggunkan ear plug kerena dapat meredam suara kebisingan mesin produksi dengan ukurannya yang kecil dan nyaman digunakan oleh sebab itu tidak mengganggu aktifitas pekerja serta harganya yang cukup ekonomis.

8 4. Faktor Antropometri Pada factor antropometri yang dilihat adalah fasilitas atau mesin pendukung produksi seperti meja. pengukuran antropometri pekerja ketiga usaha furniture maka didapat rata-rata tinggi siku pekerja dan rata-rata panjang lengan pekerja.untuk rata-rata pekerja usaha furniture milik Pak Edo yaitu 986,7 mm dan 573,4 mm, rata-rata pekerja usaha furniture milik Pak H.Lasmin yaitu 1026,7 mm dan 633,4 mm dan rata-rata pekerja usaha furniture milik Pak Neon yaitu 1060 mm dan 645 mm.data tersebut digunakan untuk usulan perbaikan meja kerja produksi di ketiga usaha furniture tersebut. pengukuran antropometri pekerja ketiga usaha furniture maka didapat rata-rata tinggi siku pekerja dan rata-rata panjang lengan pekerja.untuk rata-rata pekerja usaha furniture milik Pak Edo yaitu 986,7 mm dan 573,4 mm, rata-rata pekerja usaha furniture milik Pak H.Lasmin yaitu 1026,7 mm dan 633,4 mm dan rata-rata pekerja usaha furniture milik Pak Neon yaitu 1060 mm dan 645 mm.data tersebut digunakan untuk usulan perbaikan meja kerja produksi di ketiga usaha furniture tersebut. Dari pengukuran antropometri salah satu pekerja ketiga usaha furniture maka didapat rata-rata tinggi siku pekerja dan rata-rata panjang lengan pekerja. Tinggi meja ditentukan dari tinggi siku operator saat berdiri, lebar meja ditentukan dari panjang rentang tangan ke depan sedangkan untuk panjang meja kerja ditentukan dari panjangnya bahan baku.dalam hal ini perhitungan tinggi meja dan lebar meja ditentukan oleh data rata-rata antropometri dengan persentil 5%.Untuk perbaikan meja kerja di usaha furniture milik Pak Edo yaitu dengan dimensi : tinggi 92 cm,lebar 56 cm, panjang 200 cm, usaha furniture milik Pak H.Lasmin yaitu dengan dimensi : tinggi 96 cm,lebar 62 cm,panjang 200 cm, sedangkan usaha furniture milik Pak Neon yaitu dengan dimensi : tinggi 99 cm,lebar 64 cm, panjang 200 cm. 5. KESIMPULAN Faktor-faktor lingkungan kerja :Usaha furniture Pak Edo,Pak H.Lasmin dan Pak Neon untuk Tingkat Pencahayaan : 992,4 lux, 84,4 lux, 166,5 lux dan tingkat pencahayaan akhir :

9 217,9 lux, 225,3 lux. Temperatur Ruangan : 33,77 C, 33,84 C dan 33,64 C. Tingkat Kebisingan : 88,18 db, 92,66 db dan 87,69 db. antropometri pekerja ketiga usaha furniture :Pak Edo,Pak H.Lasmin dan Pak Neon yaitu dengan dimensi : tinggi 92 cm,96 cm,99 cm,lebar 56 cm,62 cm,64 cm dan panjang 200 cm,200 cm,200 cm. Hasil tersebut menunjukan bahwa rata-rata perlu ada perbaikan baik dari factor lingkungan dan antropometri DAFTAR PUSTAKA Nurmianto, Eko,, 2003, Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Edisi Pertama, Guna Widya, Surabaya. Sutalaksana., 2006, Teknik Tata Cara Kerja, Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung, Guna Widaya, Surabaya,. Wigjosoebroto, Sritomo, 2003, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu : Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja, Edisi Pertama, PT. Gunawidya. SNI , Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja,Penerbit Badan Standardisasi Nasional,2004 SNI 7231:2009, Metoda Pengukuran Intensitas Kebisingan di Tempat Kerja, Penerbit Badan Standardisasi Nasional,2009