BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Yandi Atmadja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Paru Paru-paru adalah organ penting dari respirasi, jumlahnya ada dua, terletak di samping kanan dan kiri mediastinum, dan terpisah satu sama lain oleh jantung dan organ lainnya dalam mediastinum. Paru-paru memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40 m 2 untuk pertukaran udara (Faiz & Moffat, 2003). Karakteristik paru-paru yaitu berpori, tekstur kenyal ringan; mengapung di air, dan sangat elastis. Permukaan paru-paru halus, bersinar, dan membentuk beberapa daerah polihedral, yang menunjukkan lobulus organ: masing-masing daerah dibatasi oleh garis-garis yang lebih ringan (fisura). Paru kanan dibagi oleh fisura transversa dan oblik menjadi tiga lobus: atas, tengah, dan bawah. Paru kiri memiliki fisura oblik dan dua lobus (Gray, 2008). Gambar 2.1. Anatomi paru Sumber : Sobotta: Atlas Anatomi Manusia (2013)
2 6 Setiap paru memiliki bentuk kerucut yang terdiri dari bagian puncak (apeks), dasar (basis), tiga perbatasan, dan dua permukaan. Puncak (apeks pulmonis) memiliki permukaan halus dan tumpul. Puncak apeks menonjol ke atas dalam leher sekitar 2,5 cm di atas klavikula. Dasar (basis pulmonis) memiliki permukaan luas, konkaf, dan terletak di atas diafragma, yang memisahkan paru-paru kanan dari lobus kanan hati, dan paru-paru kiri dari lobus kiri hati, lambung, dan limpa. Karena diafragma sebelah kanan lebih tinggi daripada di sisi kiri, kecekungan dasar paru kanan lebih dalam dari yang di sebelah kiri. Basis pulmonalis paru turun selama inspirasi dan naik selama ekspirasi (Snell, 2012). Permukaan mediastinal adalah permukaan medial yang cekung. Pada permukaan mediastinal terdapat dari hilus pulmonis, yaitu suatu cekungan dimana bronkus, pembuluh darah, dan saraf yang membentuk radiks pulmonalis masuk dan keluar paru. Ligamentum pulmonal adalah lipatan ganda yang menghubungkan kedua lapisan pleura pada hilus paru. Ruang diafragma (base) tergantung dengan permukaan cembung diafragma dimana di sebelah kanan lebih cekung karena adanya hati (Snell, 2012) Fisiologi Paru a. Mekanisme Bernapas. Perubahan ritme kapasitas volume rongga dada dipengaruhi oleh kinerja otototot pernapasan. Pada pernapasan normal, saat inprirasi, otot interkostal eksternal berkontraksi, tulang kosta dan sternum akan tertarik ke atas, karena tulang kosta pertama tidak bergerak. Diameter anterior-posterior dari rongga dada bagian atas akan membesar dan memperbesar diameter transversal rongga dada bagian bawah. Pada saat inspirasi, diafragma berkontraksi sehingga turun, akibatnya kapasitas rongga dada meningkat (Faiz & Moffat, 2003). Akibatnya, tekanan antar permukaan pleura (dalam keadaan normal negatif) menjadi lebih negatif: -2.5 menjadi -6 mmhg, lalu jaringan elastis pada paru akan meregang, dan paru akan mengembang
3 7 memenuhi kapasitas rongga dada. Pada saat ini tekanan udara di alveolus adalah -1,5 mmhg (lebih rendah dari tekanan atmosfir). Udara akan masuk ke dalam alveolus akibat perbedaan tekanan tersebut. Sebaliknya, pada saat ekspirasi dalam pernapasan normal, otot interkostal eksternal akan relaksasi. Tulang kosta dan sternum akan turun. Lebar dan dalamnya dada akan berkurang. Diafragma akan relaksasi, melengkung naik, panjang rongga dada akan berkurang. Kapasitas rongga dada akan berkurang. Tekanan antar permukaan pleura menjadi kurang negatif: dari -6 menjadi -2 mmhg. Jaringan elastis paru akan kembali ke keadaan semula. Tekanan udara pada alveolus saat ini adalah +1,5 mmhg (lebih tinggi dari tekanan udara). Udara akan terdorong keluar alveolus. Gambar 2.2. Aktifitas otot pernafasan saat inspirasi dan ekspirasi Sumber : Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (2011) Pada keadaan pernafasan paksa, tepatnya saat inspirasi, otot cuping hidung dan otot glotis akan berkontraksi untuk membantu masuknya udara ke dalam paru-paru. Otot pada leher akan berkontraksi, tulang kosta pertama akan bergerak ke atas (dan sternum bergerak naik dan ke depan). Pada saat ekspirasi pada pernapasan paksa, otot interkostal internal berkontraksi, sehingga tulang kosta akan menurun lebih dari
4 8 pernafasan normal. Otot abdominal juga berkontraksi untuk membantu naiknya diafragma (Sherwood, 2011). b. Volume dan Kapasitas Paru Volume tidal: volume udara yang masuk dan keluar selama pernapasan normal. Volume tidal pada manusia umumnya kurang lebih 500 ml. Volume cadangan inspirasi (Inspiratory Reserve Volume,IRV): volume udara tambahan yang dapat secara maksimal dihirup di atas volume alun napas istirahat. IRV dicapai oleh kontraksi maksimal diafragma, otot interkostal eksternal, dan otot inspirasi tambahan. Nilai rerata = 3000 ml. Kapasitas inspirasi (inspiratory capacity, IC): volume udara maksimal yang dapat dihirup pada akhir ekspirasi tenang normal (IC = IRV + TV). Nilai rerata = 3500 ml. Volume cadangan ekspirasi (Expiratory Reserve Volume, ERV): volume udara tambahan yang dapat secara aktif dikeluarkan dengan mengkontraksikan secara maksimal otot-otot ekspirasi melebihi udara secara normal dihembuskan secara pasif pada akhir volume alun napas istirahat. Nilai rerata = 1000 ml. Volume residual (Residual Volume, RV): volume udara minimal yang tertinggal di paru bahkan setelah ekspirasi maksimal. Nilai rerata = 1200 ml. Kapasitas residual fungsional (Functional Residual Capacity, FRC): volume udara di paru pada akhir ekspirasi pasif normal (FRC = ERV + RV). Nilai rerata = 2200 ml. Kapasitas vital (Forced Vital Capacity, FVC) volume udara maksimal yang dapat dikeluarkan dalam satu kali bernapas setelah inspirasi maksimal (VC = IRV + TV + ERV). Kapasitas ini menggambarkan nilai kapasitas fungsional paru. Nilai rerata = 4500 ml.
5 9 Volume ekspirasi paksa dalam satu detik (forced expiratory volume in one second, FEV 1 ): volume udara yang dapat dihembuskan selama detik pertama ekspirasi dalam suatu penentuan VC. Normalnya FEV 1 adalah sekitar 80% dari VC. Rasio antara FVC dengan FEV 1 sangat berguna untuk menentukan tingkat penyakit jalan napas (Sherwood, 2011). GG Gambar 2.3. Variasi volume paru pada laki-laki dewasa sehat Sumber : Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (2011) 2.3. Penyakit Paru Obstruktif Kronik Pengertian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang sering terjadi yang dapat dicegah ataupun diterapi dengan karakteristik terbatasnya aliran
6 10 udara persisten yang biasanya progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi yang kronik di saluran nafas dan paru-paru terhadap gas ataupun partikel berbahaya (GOLD, 2014) Epidemiologi Menurut hasil Riskesdas 2013, prevalensi tertinggi penderita PPOK dengan umur 30 tahun, terdapat di Nusa Tenggara Timur (10,0%), diikuti Sulawesi Tengah (8,0%), Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan masing-masing 6,7 persen. Untuk Sumatera Utara, prevalensi penderita PPOK adalah 3,6 persen. Menurut karakteristik, prevalensi PPOK meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Sekitar 1,6 persen penderita PPOK berusia tahun. Sedangkan di Amerika, pada tahun 2007 sampai 2009, sekitar 5,1% atau 11,8 juta orang berusia 18 tahun ke atas menderita PPOK. Angka tersebut berjalan stabil sejak 1998 sampai 2009 (Akinbami & Liu, 2011). Prevalensi PPOK lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan dan lebih tinggi terjadi di perdesaan dibanding perkotaan. Prevalensi PPOK cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah dan kuintil indeks kepemilikan terbawah (Riskesdas, 2013) Faktor Risiko 1. Genetik Genetik sebagai faktor risiko yang pernah di ditemukan adalah defisiensi berat antitripsin alfa-1, yang merupakan inhibitor dari sirkulasi serin protease. Walaupun defisiensi antitripsin alfa-1 relevan hanya pada sedikit populasi di dunia, itu cukup menggambarkan interaksi antara genetik dan paparan lingkungan dapat menyebabkan PPOK. Risiko genetik terhadap keterbatasan bernafas telah di observasi pada saudara atau orang terdekat penderita PPOK berat yang juga merokok, dengan sugesti dimana genetik dan faktor lingkungan secara bersamaan dapat mempengaruhi terjadinya
7 11 PPOK. Gen tunggal seperti gen yang memberi kode matriks metalloproteinase 12 (MMP12) berhubungan dengan menurunnya fungsi paru (GOLD, 2014). 2. Umur dan Jenis Kelamin Umur sering dikaitkan sebagai faktor risiko PPOK. Masih belum jelas apakah keadaan fisik yang menurun pada usia tua atau akibat pajanan lingkungan yang secara kumulatif didapat di sepanjang hidup yang menjadi penyebab PPOK. Sebelumnya, kebanyakan penelitian menunjukkan prevalensi dan angka mortalitas lebih tinggi pada pria dibanding wanita. Namun pada data di negara berkembang menunjukkan bahwa prevalensi penyakit pada pria maupun wanita hampir sama, mungkin akibat perubahan pola merokok tembakau di masyarakat. Beberapa penelitian juga memperkirakan wanita lebih mudah terkena efek rokok tembakau dibanding pria (GOLD, 2014). 3. Pertumbuhan dan Perkembangan Paru Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses masa kehamilan, kelahiran, dan pajanan pada masa kecil dan remaja. Sebuah penelitian besar, secara meta analisis menemukan hubungan positif antara berat lahir dan FEV 1 pada masa dewasa dan beberapa menemukan infeksi paru saat anak-anak (GOLD, 2014). 4. Merokok Di seluruh dunia, merokok merupakan faktor risiko paling umum pada PPOK. Prevalensi tertinggi gejala gangguan pernafasan dan penurunan fungsi paru terjadi pada perokok. Angka penurunan FEV 1, dan angka mortalitas lebih tinggi didapat pada perokok dibanding non perokok. Paparan asap rokok pada perokok pasif juga merupakan faktor risiko terjadinya gangguan pernafasan dan PPOK dengan peningkatan kerusakan paru akibat partikel dan gas yang masuk.
8 12 Pada penelitian yang telah dilakukan di negara-negara Eropa dan Asia, menunjukkan bahwa adanya hubungan antara merokok dan terjadinya PPOK menggunakan metode cross-sectional dan cohort (Eisner et al, 2010). 5. Paparan lingkungan kerja Paparan lingkungan kerja seperti debu organik dan anorganik, bahan kimia, dan asap dari bahan kimia, tidak begitu dipermasalahkan sebagai faktor risiko PPOK. Eisner dkk (2010) sudah menemukan cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa adanya hubungan antara paparan lingkungan kerja dan peningkatan keparahan PPOK. Hubungan yang konsisten antara paparan lingkungan kerja dan PPOK tersebut sudah diobservasi dengan penelitian epidemiologi multipel berkualitas tinggi. 6. Polusi udara Polusi udara di daerah kota dengan level tinggi sangat menyakitkan bagi pasien PPOK. Penelitian cohort longitudinal menunjukkan bukti kuat tentang hubungan polusi udara dan penurunan pertumbuhan fungsi paru di usia anak-anak dan remaja. Hubungan tersebut diobservasi dengan ditemukannya karbon hitam di makrofag pada saluran pernafasan dan penurunan fungsi paru yang progresif. Hal ini menunjukkan hal yang masuk akal secara biologi bagaimana peran polusi udara terhadap penurunan perkembangan fungsi paru (GOLD, 2014). 7. Asma Asma tidak digolongkan sebagai PPOK karena bersifat reversibel (Ward, Ward, Leach & Wiener, 2007). Ada hubungan antara asma kronik dengan obstruksi jalan napas dan percepatan penurunan fungsi paru. Karena obstruksi jalan napas dapat menyebabkan PPOK, dapat disimpulkan bahwa asma, dengan atau tanpa faktor risiko tambahan, dapat menjadi predisposisi terjadinya PPOK (GOLD, 2014).
9 Patofisiologi Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Bronkitis kronik dan emfisema merupakan dua penyakit yang sering ditemukan bersama-sama pada PPOK. Temuan patologis utama pada bronkitis kronik adalah hipertrofi kelenjar mukosa bronkus dan peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel goblet, dengan infiltrasi sel-sel radang dan edema mukosa bronkus. Pembentukan mukus yang meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi mukus menyebabkan bronkiolus rusak dan dindingnya melebar (Wilson, 2012). Pasien bronkitis kronik lanjut mengalami penurunan dorongan respirasi dan retensi CO 2, yang berhubungan dengan nadi kuat, vasodilatasi, konfusi, nyeri kepala, flapping tremor, dan edema papil (Ward, Ward, Leach & Wiener, 2007). Rokok dan polusi udara merupakan predisposisi infeksi rekuren karena memperlambat aktivitas silia dan fagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya melemah. Alfa 1 -antiprotease penting sebagai perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami. Kekurangan protease ini merupakan faktor penting terjadinya emfisema. Protease dihasilkan oleh bakteri, PMN, monosit, dan makrofag sewaktu proses fagositosis berlangsung dan mampu memecah elastin dan makromolekul lain pada jaringan paru. Normalnya, antiprotease mencegah kerusakan jaringan paru. Selama inspirasi, lumen bronkiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mukus. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkiolus tersebut kembali menyempit, sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara. Hilangnya elastisitas dinding bronkiolus pada emfisema juga dapat menyebabkan kolaps prematur. Dengan dengan demikian udara
10 14 terperangkap pada segmen paru yang terkena, akibatnya terjadi pengembangan (distensi) berlebihan serta penggabungan beberapa segmen alveolus. Pada emfisema dapat timbul banyak bula (rongga parenkim yang terisi udara dengan diameter lebih dari 1 cm) yang dapat ataupun tidak saling berhubungan. Bleb (rongga subpleura yang terisi udara) yang terbentuk akibat ruptura alveoli dapat pecah ke dalam rongga pleura sehingga menimbulkan pneumotoraks spontan (Wilson, 2012) Diagnosis Diagnosis PPOK dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, lalu pemeriksaan penunjang. 1. Anamnesis Diagnosis klinis pada PPOK harus dipertimbangkan pada pasien yang mengalami sesak napas (dyspnea), batuk kronis atau produksi sputum kronis, mengi dan riwayat terpapar faktor resiko dari PPOK (Gleadle, 2006). Batuk kronis merupakan gejala awal pada umumnya, sering diabaikan pasien sebagai gejala karena dianggap merupakan gejala konsekuensi dari merokok ataupun paparan lingkungan. Produksi sputum pada penderita PPOK umunya terjadi ketika pasien mengalami batuk yang kuat (GOLD, 2014). Pada pasien bronchitis kronik, produksi sputum dialami hampir setiap hari selama 3 bulan atau 2 tahun berturut-turut (Gleadle, 2006). Dyspnea merupakan penyebab utama keterbatasan dan kekhawatiran pada pasien. Penilaian kuantitas dyspnea dan hubungannya dengan kualitas kesehatan dan prediksi mortalitas penderita PPOK dapat diukur menggunakan kuesioner Modified Medical Research Council scale (mmrc scale) (GOLD, 2014).
11 15 Tabel 2.1. Skala sesak menurut Modified Medical Research Council (mmrc) Skala Keluhan Sesak Berkaitan dengan Aktivitas Sesak 0 Hanya mengalami sesak saat melakukan aktivitas berat. 1 Sesak mulai timbul jika berjalan cepat atau naik tangga 1 tingkat. 2 Berjalan lebih lambat dibandingkan orang-orang seumur saya karena merasa sesak dan akan berhenti berjalan untuk bernapas saat berjalan. 3 Sesak timbul jika berjalan 100 meter atau setelah beberapa menit. 4 Sesak bila berjalan keluar rumah atau sesak bila mandi atau berpakaian. (GOLD, 2014) Pada saat anamnesis kita perlu mempertimbangkan apakah pasien memiliki riwayat merokok ataupun bekas perokok, baik dengan gejala maupun tanpa gejala pernafasan. Penentuan derajat merokok dapat dilihat menggunakan indeks Brinkman. Indeks Brinkman yaitu jumlah batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. Interpretasi hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.2. Derajat merokok menurut indeks Brinkman Indeks Brinkman Klasifikasi Perokok ringan Perokok sedang >600 Perokok berat (PDPI, 2003) Pertimbangkan kemungkinan pasien pernah terpapar zat iritan yang bermakna di tempat kerja. Pasien dengan riwayat penyakit emfisema pada keluarga juga perlu kita pertimbangkan dalam anamnesis pasien PPOK. Faktor predisposisi pada masa bayi/anak misalnya berat bayi lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas, infeksi
12 16 saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara dapat membantu penegakkan diagnosa kita (PDPI, 2003). 2. Pemeriksaan fisik a. Inspeksi Terlihat adanya tanda-tanda seperti pursed - lips breathing yaitu sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik. Hal lain yang dapat ditemukan pada inspeksi penderita PPOK adalah barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding), penggunaan otot bantu napas, hipertropi otot bantu napas, pelebaran sela iga, bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai. Selain itu tampak juga penampilan pink puffer yaitu gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed lips breathing atau blue bloater, yaitu gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer (PDPI, 2003). b. Palpasi Pada emfisema didapati suara fremitus melemah dan sela iga melebar (PDPI, 2003). c. Perkusi Pada emfisema, terdengar suara perkusi hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma lebih rendah, dan hepar terdorong ke bawah (PDPI, 2003). d. Auskultasi Pada saat auskultasi terdengar suara napas vesikuler normal, atau melemah. Selain itu terdengar suara ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
13 17 ekspirasi paksa. Periode ekspirasi pada pasien PPOK terdengar memanjang dan bunyi jantung terdengar jauh (PDPI, 2003). 3. Pemeriksaan penunjang a. Faal paru Pemeriksaan rutin faal paru menggunakan spirometri. Dalam hasil pemeriksaan spirometri akan didapatkan hasil VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP. Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi dalam persen (%) dan atau VEP1/KVP dalam persen (%). Dinyatakan obstruksi apabila nilai persentase VEP1(VEP1/VEP1 pred) adalah < 80% dan nilai persentase VEP1 (VEP1/KVP) < 75 %. VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Uji bronkodilator dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil (PDPI, 2003). b. Darah rutin Hb, Ht, leukosit c. Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain Pada emfisema terlihat gambaran hiperinflasi, hiperlusen, ruang retrosternal melebar, diafragma mendatar, jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance). Pada bronkitis kronik gambaran paru cenderung normal, namun terdapat corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus (PDPI, 2003). d. Pemeriksaan bakteriologi Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat.
14 18 Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia (PDPI, 2003) Klasifikasi Tabel 2.3. Tabel klasifikasi PPOK berdasarkan spirometri Berat Penyakit Fungsi Paru Hasil Spirometri Derajat I (Ringan) VEP1/KVP < 70%, VEP1 80% prediksi Derajat II (Sedang) VEP1/KVP < 70% 50% VEP1 < 80% prediksi Derajat III (Berat) VEP1/KVP < 70% 30% VEP1 < 50% prediksi Derajat IV (Sangat berat) VEP1/KVP < 70%, VEP1 < 30% prediksi (GOLD, 2014) Diagnosis banding Lima penyakit yang menjadi diagnosis banding PPOK adalah asma, sindroma obstruksi pascatuberkulosis, pneumotoraks, gagal jantung kronik, dan penyakit obstruksi saluran napas lain misalnya bronkiektasis (PDPI, 2003). Tabel 2.4. Tabel gejala klinis diagnosis banding PPOK Diagnosis Gambaran Klinis PPOK Onset pada usia tua. Progresifitas simptom lambat. Riwayat merokok atau terpapar rokok. Asma Onset pada usia muda (biasanya pada anak-anak). Gejala berbeda jauh dari hari ke hari. Gejala memburuk pada pagi atau malam hari. Alergi, rinitis, dan/atau eczema juga didapati. Ada riwayat asma pada keluarga. Penyakit Jantung X-ray dada menunjukkan dilatasi jantung, edema paru. Kongestif Tes fungsi pulmonal menunjukkan restriksi volume,
15 19 bukan terbatasnya aliran udara. Bronkiektasis Sputum purulen dalam volume besar. Umumnya berhubungan dengan infeksi bakteri. Gambaran X-ray/CT dada menunjukkan dilatasi bronkial, penebalan dinding bronkial. Tuberkulosis Onset terjadi pada semua umur. Gambaran X-ray dada menunjukkan infiltrat paru. Konfirmasi mikrobiologi. Berada pada daerah prevalensi tinggi tuberculosis. Bronkiolitis Obliteratif Onset pada usia muda, bukan perokok. Memiliki riwayat arthritis reumatik atau paparan debu akut. Terjadi setelah transplantasi paru atau sumsum tulang. Gambaran CT pada saat ekspirasi menunjukkan gambaran hipodens. Panbronkitis difus Terjadi pada laki-laki dan bukan perokok. Kebanyakan pasien memiliki sinusitis kronis. Gmabaran X-ray dada dan HRCT menunjukkan nodul cenntrilobular difus kecil dan hiperinfalsi. (GOLD, 2014) Penatalaksanaan 1. Edukasi Menurut skala prioritas, edukasi yang pertama adalah berhenti merokok. (PDPI, 2003). Dokter juga harus berpartisipasi mengatasi kecanduan nikotin yang dialami perokok. Dalam mempertahankan pasien tidak merokok dalam jangka panjang, dokter bisa menganjurkan konsumsi nikotin dalam bentuk permen karet, inhaler, spray, dan tablet sublingual. Dokter harus memberi edukasi tentang dosis konsumsi yang tepat agar hasilnya optimal. Kontraindikasi pemberian nikotin
16 20 tersebut adalah penyakit arteri koroner tidak stabil, ulkus peptikum, dan stroke. Selain konsumsi nikotin pengganti rokok, dokter juga dapat meresepkan sediaan varenicline dan bupropion dalam mengatasi kecanduan nikotin (GOLD, 2014). 2. Bronkodilator Merupakan penatalaksanaan yang meningkatkan FEV 1 dan variabel spirometri lainnya. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebulizer tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting). Golongan antikolinergik digunakan pada derajat ringan sampai berat. Golongan ini bekerja menginhibisi reseptor muskarinik (Chest, 2008). Pada short acting antikolonergik seperti ipratotrium bromida dan oxitropium bromida, akan menginhibisi reseptor M2 dan M3. Pada long acting seperti tiotropium, akan menginhibisi reseptor M3 dan M1 (GOLD, 2014). Disamping sebagai bronkodilator, antikolinergik juga mengurangi sekresi lendir (PDPI, 2003). Golongan agonis beta 2 bekerja mereleaksasi otot polos pernafasan dengan menstimulasi reseptor beta-2 adrenergik yang akan menghasilkan antagonis fungsional bronkokonstriksi (GOLD, 2014). Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak. Peningkatan jumlah penggunaan dapat digunakan sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang (long acting) seperti tulobuterol. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, namun tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi berat (PDPI, 2003). Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2 akan memperkuat efek bronkodilatasi, yang lebih baik karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita (PDPI, 2003).
17 21 Golongan xantin dalam bentuk lepas lambat (slow release) digunakan sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Sediaan teoflin biasanya berguna bagi anak yang tidak dapat menggunakan inhalan dan orang orang dewasa yang gejala nokturnalnya lebih dominan (Neal, 2006). Bentuk tablet biasa atau puyer digunakan untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang harus monitor kadar aminofilin darah (PDPI, 2003). 3. Antiinflamasi Antiinflamasi digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi. Golongan yang dipilih umumnya metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator yaitu meningkat > 20% dan minimal 250 mg (PDPI, 2003). 4. Antibiotik Antibiotik diberikan pada pasien yang memiliki riwayat infeksi saluran napas. Ditandai dengan adanya demam, leukositosis, dan perubahan temuan radiografi (Chest, 2008). Antibiotik yang digunakan sebagai lini pertama umumnya amoksisilin dan makrolid. Lini kedua antibiotik diberikan sediaan amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, dan makrolid baru. Jika pasien dalam perawatan di rumah sakit dapat dipilih sediaan amoksilin dan klavulanat atau sefalosporin generasi II & III injeksi atau kuinolon per oral dan dikombinasikan dengan yang anti pseudomonas seperti aminoglikose per injeksi, kuinolon per injeksi, sefalosporin generasi IV per injeksi (PDPI, 2003). 5. Mukolitik Mukolitik bekerja mengurangi viskositas sputum dan mengurangi adhesitivitas untuk membantu ekspektorasi (Chest, 2008). Namun jika dievaluasi secara keseluruhan, manfaat mukolitik pada PPOK hanya sedikit (GOLD, 2014). Mukolitik hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena. Walaupun
18 22 mukolitik dapat mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin. (PDPI, 2003) 6. Antitusif Batuk, walaupun sering dikeluhkan pasien, namun dapat menjadi faktor protektif signifikan. Oleh karena itu, antitusif harus diberikan dengan hati hati (GOLD, 2014). 7. Terapi oksigen Terapi oksigen berkepanjangan (> 15 jam per hari) pada pasien PPOK telah terbukti meningkatkan daya tahan pasien dengan hipoksemia berat. Indikasi pemberian terapi oksigen berkepanjangan adalah PaO kpa (55 mmhg) atau SaO 2 88%, dengan atau tanpa hiperkapinia dikonfirmasi terjadi dua kali dalam periode tiga minggu. Indikasi lain terapi oksigen berkepanjangan pada PPOK adalah PaO 2 berada diantara 7.3 kpa (55 mmhg) dan 8.0 kpa (60 mmhg) atau SaO 2 berada di 88% disertai hipertensi pulmonal, edema perifer akibat penyakit gagal jantung kongestif, atau polisitemia (hematokrit >55%) (GOLD, 2014). Terapi oksigen jangka panjang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila tidur atau sedang aktivitas. Lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1-2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu aktivitas bertujuan menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan aktivitas. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90% (PDPI, 2003). 8. Ventilasi mekanik Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.ventilasi mekanik terdiri dari ventilasi intermiten non invasif (NIV), baik yang menggunakan tekanan negatif ataupun positif (NIPPV), dan ventilasi
19 23 mekanik invasif dengan oro-tracheal tube atau trakeostomi. Dahulukan penggunaan NIPPV, bila gagal dipikirkan penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi (PDPI, 2003) Komplikasi Komplikasi dari PPOK adalah adanya gagal napas. Gagal napas kronik dijumpai hasil analisis gas darah PO 2 < 60 mmhg dan PCO 2 > 60 mmhg, dan ph normal. Gagal napas akut dan gagal napas kronik ditandai dengan adanya sesak napas dengan atau tanpa sianosis, sputum bertambah dan purulen, demam, dan kesadaran menurun. Selain gagal napas, infeksi berulang juga menjadi komplikasi PPOK. Pada pasien PPOK, produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini sistem imun menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah. Kor pulmonal juga menjadi komplikasi PPOK yang ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kanan. (PDPI, 2003).
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DEFINISI PPOK Penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bronkitis Kronik 2.1.1. Definisi bronkitis kronik Terma bronkitis kronik diperkenalkan di negara Inggris pada awal abad ke-19 untuk mendiskripsi inflamasi mukosal bronkial yang
Lebih terperinciSuradi, Dian Utami W, Jatu Aviani
KEDARURATAN ASMA DAN PPOK Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr. Moewardi Surakarta WORKSHOP PIR 2017 PENDAHULUAN PPOK --> penyebab utama mortalitas
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian PPOK Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. PPOK adalah penyakit paru obstruksi kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik 2.1.1 Definisi PPOK adalah penyakit paru obstruksi kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun
Lebih terperinciGambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Pada penelitian ini kerangka konsep mengenai karakteristik pasien PPOK eksaserbasi akut akan diuraikan berdasarkan variabel katagorik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang telah membudaya bagi masyarakat di sekitar kita. Di berbagai wilayah perkotaan sampai pedesaan, dari anak anak sampai orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan beban kerja pernafasan, yang menimbulkan sesak nafas, sehingga pasien mengalami penurunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk proses respirasi. Respirasi merupakan proses
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya
Bab I Pendahuluan Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya reversibel,
Lebih terperinciPENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT
PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT Faisal Yunus Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan Jakarta PENDAHULUAN Asma penyakit kronik saluran napas Penyempitan saluran napas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut data World Health Organization (WHO) 2012, bahwa Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit yang mengancam jiwa. Lebih dari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah inflamasi saluran napas kecil. Pada bronkitis kronik terdapat infiltrat dan sekresi mukus di saluran pernapasan. Sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena penyakit ini merupakan penyebab kematian dengan nomor urut lima di Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. PPOK atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang
BAB I PENDAHULUAN PPOK atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritik 1. Merokok a. Definisi Rokok Berdasarkan PP No. 19 tahun 2003, diketahui bahwa rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus yang meliputi kretek dan rokok
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,
Lebih terperinciSistem Pernapasan - 2
Anatomi sistem pernapasan Proses inspirasi dan ekspirasi Definisi pernapasan Eksternal Internal Mekanik pernapasan Inspirasi dan ekspirasi Peran otot pernapasan Transport gas pernapasan Ventilasi, difusi,
Lebih terperinci2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma
2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma penatalaksanaan asma terbaru menilai secara cepat apakah asma tersebut terkontrol, terkontrol sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini sangat memberi berbagai dampak, baik itu dampak positif
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan terjadinya inflamasi disebabkan respon paru- paru terhadap partikel atau
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian PPOK Menurut Europan Respiratory Society (1995), PPOK adalah kondisi keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Kondisi ini berkaitan dengan terjadinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan penyakit umum pada masyarakat yang di tandai dengan adanya peradangan pada saluran bronchial.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Asma merupakan penyakit yang sering di jumpai di masyarakat, asma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan barangkali merupakan istilah yang tepat, namun tidak populer dan tidak menarik bagi perokok. Banyak orang sakit akibat merokok, tetapi orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gerak adalah aktivitas fisik dan merupakan ciri kehidupan. Sesuai dengan pepatah yang mengatakan Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat, maka aktivitas fisik
Lebih terperinciPemakaian obat bronkodilator sehari- hari : -Antikolinergik,Beta2 Agonis, Xantin,Kombinasi SABA+Antikolinergik,Kombinasi LABA +Kortikosteroid,,dll
LAMPIRAN 1 Lembaran Pemeriksaan Penelitian Nama : Umur :...tahun Tempat / Tanggal Lahir : Alamat : Pekerjaan : No telf : No RM : Jenis kelamin : 1. Laki laki 2. Perempuan Tinggi badan :...cm Berat badan
Lebih terperinciFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/ RS Dr M DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/ RS Dr M DJAMIL PADANG Pendahuluan asma merupakan proses inflamasi kronik dimana yang berperan adalah sel-sel inflamasi maupun struktural dari bronkus GINA 2010
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan
BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini membahas tentang gambaran pengelolaan terapi batuk efektif bersihan jalan nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan keadaan sakit sesak nafas karena terjadinya aktivitas berlebih terhadap rangsangan tertentu sehingga menyebabkan peradangan dan penyempitan pada saluran
Lebih terperinciTask Reading: ASBES TOSIS
Task Reading: ASBES TOSIS Pendahuluan Asbestosis merupakan menghirup serat asbes. gangguan pernapasan disebabkan oleh Asbes atau Asbestos adalah bentuk serat mineral silika tahan terhadap asam kuat, serta
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. kelamin pria dipilih karena mayoritas populasi sampel di BBKPM adalah pria dan
BAB V PEMBAHASAN Dalam penelitian ini pasien yang dipilih adalah berjenis kelamin pria. Jenis kelamin pria dipilih karena mayoritas populasi sampel di BBKPM adalah pria dan supaya sampel homogen. Secara
Lebih terperinciPENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK ( PPOK )
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK ( PPOK ) 1973-2003 PEDOMAN DIAGNOSIS & PENATALAKSANAAN DI INDONESIA Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2003 DAFTAR ISI I Definisi 2 II Permasalahan di Indonesia 2 III Faktor
Lebih terperinciEFEK PENUAAN TERHADAP FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI
Tinjauan Kepustakaan V Selasa 7 Januari 2014 EFEK PENUAAN TERHADAP FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI Penyusun: Rina Puspasari S., dr. Pembimbing: Marina Moeliono, dr., SpKFR(K) Penilai: Marietta Shanti P., dr.,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini
Lebih terperinciANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN
ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK Juniartha Semara Putra ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP
Lebih terperinciABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA
ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA Siti A. Sarah M, 2011. Pembimbing I : dr.jahja Teguh Widjaja,Sp.P.,FCCP Pembimbing II: dr.sijani
Lebih terperinciOrgan yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru
Exit Hidung Faring Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia Laring Trakea Bronkus Bronkiolus Alveolus Paru-paru Hidung Hidung berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra pembau. Pada hidung
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang dikarenakan bukan hanya penyakit menular yang menjadi tanggungan negara tetapi dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan epidemiologi kesehatan pada umumnya berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, dapat dilihat dari sejarah ilmu epidemiologi itu sendiri,
Lebih terperinciBab 2 TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronis. yang ditandai dengan pembatasan aliran udara yang irreversibel (Celli & Macnee,
Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) a. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronis Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah keadaan progresif lambat yang
Lebih terperinciINSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( )
1 INSUFISIENSI PERNAFASAN Ikbal Gentar Alam (131320090001) Pendahuluan 2 Diagnosa dan pengobatan dari penyakit penyakit respirasi tergantung pada prinsip dasar respirasi dan pertukaran gas. Penyakit penyakit
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Pengertian Asma Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan dengan peningkatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba memerlukan tatalaksana segera dan kemungkinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Serangan asma masih merupakan penyebab utama yang sering timbul dikalangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat sudah banyak yang mengetahui bahwa menghisap rokok adalah kebiasaan yang tidak sehat, tetapi sampai sekarang masyarakat Indonesia masih banyak yang merokok,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit dengan preventif dan terapi yang umum, penyakit ini dicirikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan penyakit paru obstruktif kronik telah di bahas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1022/MENKES/ SK/XI/2008 tentang pedoman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.
1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut. A. Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia sangat dipengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses inflamasi kronik ini menyebabkan saluran pernapasan menjadi hiperesponsif
Lebih terperinci5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea
1. Terjadinya inspirasi pada proses pernapasan manusia adalah karena diafragma.... a. melengkung, tulang rusuk dan dada terangkat b. melengkung, tulang rusuk dan dada turun c. mendatar, tulang rusuk dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) mempengaruhi 15 juta orang Amerika dan mengakibatkan kematian 160.000 jiwa pertahun, peringkat ke-empat sebagai penyebab kematian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Patofisiologi Kelainan Paru akibat Paparan Uap/Gas BBM Secara fisiologis sebelum masuk ke paru udara inspirasi sudah dibersihkan dari partikel debu dan asap yang memiliki diameter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang besar di dunia luas dengan prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia luas dengan prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini telah menjadi enam
Lebih terperinciSMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan
JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA A. Organ-Organ Pernapasan Bernapas merupakan proses yang sangat penting bagi manusia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibutuhkan manusia dan tempat pengeluaran karbon dioksida sebagai hasil sekresi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paru-paru merupakan salah satu organ vital pada manusia yang berfungsi pada sistem pernapasan manusia. Bertugas sebagai tempat pertukaran oksigen yang dibutuhkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun. nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok umumnya terbagi menjadi tiga kelompok yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Spirometri adalah salah satu uji fungsi paru yang dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) (Health Partners, 2011). Uji fungsi paru
Lebih terperinciPertukaran gas antara sel dengan lingkungannya
Rahmy Sari S.Pd PERNAPASAN/RESPIRASI Proses pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida (CO 2 ), dan menghasilkan energi yang dibutuhkan tubuh) Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Pernapasan
Lebih terperinciRESPIRASI MELIBATKAN EMPAT PROSES: VENTILASI (PERGERAKAN UDARA. ANATOMI SISTEM RESPIRASI
RESPIRASI MELIBATKAN EMPAT PROSES: VENTILASI (PERGERAKAN UDARA. ANATOMI SISTEM RESPIRASI Respirasi melibatkan empat proses: ventilasi (pergerakan udara keluar-masuk paru-paru), respirasi eksternal (pertukaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diatasi, dikarakterisir dengan keterbatasan aliran udara yang menetap, yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD), Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diatasi, dikarakterisir
Lebih terperinciSMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18
SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18 1. Perhatikan gambar berikut! Image not found http://www.primemobile.co.id/assets/uploads/materi/bio9-18-01.png Bagian yang ditunjukkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan adanya trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma
Lebih terperinciFaktor Risiko Terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat memicu terjadi PPOK ini, yaitu: a. Kebiasaan merokok
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 2.1.1. Definisi PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Paru. Paru adalah satu-satunya organ tubuh yang berhubungan dengan
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Paru Paru adalah satu-satunya organ tubuh yang berhubungan dengan lingkungan di luar tubuh, yaitu melalui sistem pernapasan. Fungsi paru utama untuk respirasi, yaitu pengambilan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Konsep Pernapasan a) Fisiologi Pernapasan Potter dan Perry (2006) menyatakan bahwa pernapasan adalah upaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan membuat paru
Lebih terperinciPrevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.
L/O/G/O Buku pedoman ASMA DEFINISI : Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.Boalemo 11,0% Riskesdas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global Initiatif for Asthma
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan salah satu jenis dari penyakit tidak menular yang paling banyak ditemukan di masyarakat dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema, dan asma. Penyakit Paru Obstruksi
Lebih terperinciAsma sering diartikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi atau gabungan.
A S M A DEFINISI Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulun tertentu. Asma dimanifestasikan dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan dasar pembuatan batik adalah lilin batik. Lilin batik ini akan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Paparan Asap Pembakaran Lilin Batik 2.1.1. Lilin Batik Bahan dasar pembuatan batik adalah lilin batik. Lilin batik ini akan dilelehkan menggunakan kompor berbahan bakar kayu,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang bisa dicegah dan diobati. PPOK ditandai dengan adanya
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Definisi Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi sehingga menimbulkan gejala yang berhubungan dengan luas inflamasi,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Data prevalensi, morbiditas, dan mortalitas berbeda tiap negara namun secara umum terkait
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. EPIDEMIOLOGI Saat ini penyakit paru obstruksi kronik (PPOK ) merupakan masalah kesehatan global. Data prevalensi, morbiditas, dan mortalitas berbeda tiap negara namun secara
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Penyakit Paru Obstruksi Kronik a. Definisi Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah penyakit yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang bersifat menetap
Lebih terperinciPENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan
PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan
Lebih terperinciSTATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : UJI LATIHAN PERNAFASAN TERHADAP FAAL PARU, DERAJAT SESAK NAFAS DAN KAPASITAS FUNGSIONAL PENDERITA PPOK STABIL
LAMPIRAN 1 STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : UJI LATIHAN PERNAFASAN TERHADAP FAAL PARU, DERAJAT SESAK NAFAS DAN KAPASITAS FUNGSIONAL PENDERITA PPOK STABIL No : RS/No.RM : Tanggal I. DATA PRIBADI 1. Nama
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. penemu teori kognitif sosial (social cognitif theory).
digilib.uns.ac.id 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Efikasi Diri a. Definisi Efikasi diri pertama dikemukakan oleh Bandura yang merupakan penemu teori kognitif sosial (social cognitif theory).
Lebih terperinciSPIROMETRI. Deddy Herman. Bagian Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FK UNAND
SPIROMETRI Deddy Herman Bagian Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FK UNAND RESPIRASI Ventilasi Difusi Perfusi VENTILASI Peristiwa masuk dan keluar udara ke dalam paru : Inspirasi Ekspirasi Inspirasi :
Lebih terperinciABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013
ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 Data WHO 2013 dan Riskesdas 2007 menunjukkan jumlah penderita
Lebih terperinciSMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL
1. Perhatikan gambar berikut! SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL Bagian yang ditunjukan nomor 2 dan 4 adalah... Bronkiolus dan alveolus Bronkus danalveolus Bronkus
Lebih terperinciRespirasi melibatkan empat proses: ventilasi (pergerakan udara. Anatomi Sistem Respirasi
Respirasi melibatkan empat proses: ventilasi (pergerakan udara keluar-masuk paru-paru), respirasi eksternal (pertukaran gas antara darah dan ruang paru-paru yang terisi udara), transport gas respirasi
Lebih terperinciSTATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK SETELAH DILAKUKAN PROGRAM REHABILITASI PARU No : RS/No.
LAMPIRAN 1 STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK SETELAH DILAKUKAN PROGRAM REHABILITASI PARU No : RS/No.RM : Tanggal I. DATA PRIBADI 1. Nama 2. Umur 3. Alamat 4. Telepon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, terdapat sekitar 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak
Lebih terperinciPENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI
PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok menimbulkan berbagai masalah, baik di bidang kesehatan maupun sosio-ekonomi. Rokok menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti gangguan respirasi, gangguan
Lebih terperinciCURRICULUM VITAE. Nama : DR. Dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, K-P, SpP(K) Tempat, tanggal lahir : Ujung Pandang, 12 April 1959 Agama: Islam
CURRICULUM VITAE Nama : DR. Dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, K-P, SpP(K) Tempat, tanggal lahir : Ujung Pandang, 12 April 1959 Agama: Islam Email: nurahmad_59@yahoo.co.id Jabatan: Ketua Divisi Pulmonologi Dept.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan
1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Saat ini asma semakin berkembang menjadi penyakit pembunuh bagi masyarakat di dunia, selain penyakit jantung. Serangan yang terjadi akibat asma menjadi momok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai karakteristik keterbatasan aliran nafas yang persisten, bersifat progresif dan berkaitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini zaman semakin berkembang seiring waktu dan semakin memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. Saat ini tingkat ozon naik hingga
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). Asma merupakan penyakit inflamasi
Lebih terperinciBAB 1. Pendahuluan. Faktor perinatal menjadi faktor risiko gangguan respiratorik kronis masa
BAB 1. Pendahuluan 1.1 Latar belakang: Faktor perinatal menjadi faktor risiko gangguan respiratorik kronis masa anak anak karena masa perkembangan dan maturasi fungsi paru dimulai sebelum lahir. Berat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Pengertian PPOK
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 2.1.1 Pengertian PPOK Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik karena adanya hambatan aliran udara di saluran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. populasi dalam negara yang berbeda. Asma bronkial menyebabkan kehilangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Asma bronkial merupakan masalah kesehatan yang serius secara global. Diperkirakan sekitar 300 juta orang menderita asma bronkial di seluruh dunia setiap
Lebih terperinci