BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id 40 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Bab ini menjelaskan hasil penelitian hubungan antara usia, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, kebiasaan merokok, asupan makanan, dan stres terhadap risiko stroke iskemik dengan menggunakan analisis univariat, bivariat dan multivariat. Penelitian dilakukan terhadap 105 subjek penelitian yang terdiri dari 35 orang penderita stroke iskemik dan 70 orang penderita penyakit saraf (non stroke iskemik) di instalasi rawat jalan RSI Sunan Kudus pada bulan Mei-Juni Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik subjek penelitian diidentifikasi berdasarkan usia, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, kebiasaan merokok, asupan makanan, stres dan kejadian stroke iskemik. Tabel distribusi frekuensi karakteristik subjek penelitian digambarkan dalam Tabel 4.1 dan 4.2. Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan usia, kebiasaan merokok, dan stres Karakteristik N % SD Mean Min Max Usia (tahun) Stroke Non stroke Kebiasaan Merokok Jumlah Batang rokok (batang/hari) Lama merokok (tahun) Stres Ringan (<150) Sedang ( ) Berat ( 300) Sumber: data primer, ,3 67,7 32,4 32,4 30,5 34,3 35,2 11,58 9,88 12,27 7,145 11, ,8 36,060 36, ,84 48,04 50, ,74 25,74 228,91 84,97 188,61 392,62 total 105 subjek penelitian. Subjek penelitian yang merokok rata-rata commit to user mengkonsumsi 12 batang rokok/hari, sedangkan jumlah maksimal konsumsi Berdasarkan Tabel 4.1, menunjukkan bahwa usia termuda dari semua subjek penelitian adalah 20 tahun dan tertua 74 tahun. Subjek penelitian yang mengalami stroke rata-rata berusia 48 tahun, dengan usia termuda 29 tahun dan usia tertua 74 tahun. Subjek penelitian yang merokok sebanyak 34 dari

2 digilib.uns.ac.id 41 sebanyak 24 batang/hari. Lama merokok subjek penelitian rata-rata 25 tahun sedangkan lama maksimal 45 tahun. Skor stres yang dialami subjek penelitian rata-rata sebesar 228, skor terendah 37 dan skor tertinggi 658. Tabel 4.2 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, dan risiko stroke iskemik Karakteristik N % Jenis Kelamin Laki-laki perempuan Pendapatan < Pendidikan SD SMP SMA PT Kejadian stroke iskemik Non strokeiskemik Stroke iskemik Sumber: data primer, ,3 65,7 34,3 17,1 29, ,7 33,3 Berdasarkan Tabel 4.2, menunjukkan bahwa jenis kelamin perempuan mendominasi sebesar 60%. Mayoritas subjek penelitian mempunyai pendapatan keluarga (65,7%). Persentase pendidikan SD, SMP, SMA, dan PT tidak berbeda jauh. Penyakit non stroke iskemik mendominasi sebesar 66,7% dan penyakit stroke sebesar 33,3%. commit to user

3 digilib.uns.ac.id Pengujian Hipotesis a. Analisis Univariat Tabel 4.3 Distribusi frekuensi hubungan antara usia, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, kebiasaan merokok, asupan makanan, dan stres dengan risiko stroke iskemik Variabel N Persentase (%) Usia < 46 tahun 46 tahun Pendidikan <SMA (SD dan SMP) SMA (SMA dan PT) Kebiasaan Merokok Jumlah batang rokok Tidak merokok Perokok Pasif < 10 batang/hari 10 batang/hari Lama merokok Tidak merokok < 20 tahun 20 tahun Asupan makanan Lemak Jarang (< 1 kali/hari) Sering( 1 kali/hari) Protein Jarang (< 3 kali/hari) Sering( 3 kali/hari) Serat Jarang (< 1 kali/hari) Sering( 1 kali/hari) Natrium Jarang (< 1 kali/hari) Sering( 1 kali/hari) Stres Ringan (skor < 150) Sedang-Berat (skor 150) Sumber: data primer, meliputi variabel jumlah batang rokok yang dikonsumsi didominasi oleh commit to user kategori tidak merokok (54,3%) dan kategori 10 batang/hari (21,9%), ,5 49,5 54,3 13,3 10,5 21,9 67,6 11,4 21,0 78,1 21,9 30,5 69,5 73,3 26,7 54,3 45,7 30,5 69,5 Berdasarkan Tabel 4.3, menunjukkan bahwa persentase usia subjek penelitian sebagian besar berada pada kategori usia 46 tahun yaitu sebesar 59%. Kategori pendidikan < SMA (50,5%) tidak berbeda jauh dengan kategori SMA sebesar 49,5%. Data kebiasaan merokok yang

4 digilib.uns.ac.id 43 sedangkan variabel lama konsumsi rokok sebagian besar pada kategori tidak merokok (67,6%) dan 20 tahun (21%). Data variabel asupan makanan diketahui bahwa sebagian besar subjek penelitian jarang mengkonsumsi lemak (78,1%), sering mengkonsumsi protein (69,5%), jarang mengkonsumsi serat (73,3%), dan jarang mengkonsumsi natrium (54,3%). Sebagian besar subjek penelitian mengalami stres sedang-berat (69,5%). b. Analisis Bivariat Analisis bivariat pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan usia, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, kebiasaan merokok, asupan makanan, dan stres terhadap risiko stroke iskemik dengan menggunakan uji chi square pada software SPSS. Variabel yang berpengaruh secara signifikan dengan risiko stroke iskemik ditunjukkan dengan nilai p<0,05. 1) Hubungan usia dengan risiko stroke iskemik Tabel 4.4 Hasil analisis hubungan usia dengan risiko stroke iskemik Risiko stroke iskemik Usia Non stroke Stroke Total OR 95% CI iskemik iskemik P N % N % N % Usia < 46 tahun Usia 46 tahun ,4 61, ,6 38, ,84 0,78-4,32 0,161 Total 70 66, ,3 105 Sumber: data primer, 2015 Tabel 4.4 menyajikan analisis bivariat tentang hubungan usia dengan risiko stroke iskemik yang menggunakan uji chi square. Data tersebut menunjukkan bahwa subjek penelitian yang mengalami stroke iskemik dengan usia < 46 tahun sebesar 25,6%, sedangkan usia 46 tahun sebesar 38,7%. Hasil statistik analisis bivariat menunjukkan nilai p= 0,161 dengan nilai OR= 1,84; 95% CI= 0,78-4,32 yang berarti subjek penelitian dengan usia 46 tahun kemungkinan mengalami risiko stroke iskemik 1,8 kali lebih tinggi daripada subjek penelitian dengan usia < 46 tahun. Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan yang positif dan sedang antara usia dengan risiko stroke iskemik, namun secara commit statistik to tidak user signifikan (p=0,161).

5 digilib.uns.ac.id 44 2) Hubungan jenis kelamin dengan risiko stroke iskemik Tabel 4.5 Hasil analisis hubungan jenis kelamin dengan risiko stroke iskemik Risiko stroke iskemik Jenis Non stroke Stroke 95% Total kelamin iskemik iskemik OR CI P N % N % N % Perempuan 45 71, ,6 63 1,7 0,75-0,205 Laki-laki 25 59, ,5 42 3,87 Total 70 66, ,3 105 Sumber: data primer, 2015 Tabel 4.5 menyajikan analisis bivariat tentang hubungan jenis kelamin dengan risiko stroke iskemik yang menggunakan uji chi square. Persentase subjek penelitian yang mengalami stroke iskemik dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 40,5%, sedangkan perempuan sebesar 28,6%. Hasil uji statistik analisis bivariat menjelaskan bahwa nilai p= 0,205 dengan nilai OR= 1,7; 95% CI= 0,75-3,87 berarti subjek penelitian yang memiliki jenis kelamin laki-laki kemungkinan mengalami risiko stroke iskemik 1,7 kali lebih tinggi daripada jenis kelamin perempuan. Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan yang positif dan sedang antara jenis kelamin dengan risiko stroke iskemik, namun secara statistik tidak signifikan (p=0,205). 3) Hubungan pendapatan dengan risiko stroke iskemik Tabel 4.6 Hasil analisis hubungan pendapatan dengan risiko stroke iskemik Risiko stroke iskemik Total OR P Pendapatan Non stroke iskemik Stroke iskemik 95% CI N % N % N % < ,9 52, ,1 47, ,54 1,08-5,91 0,029 Total 70 66, ,3 105 Sumber: data primer, 2015 Tabel 4.6 menyajikan analisis bivariat tentang hubungan pendapatan dengan risiko stroke iskemik yang menggunakan uji chi square. Persentase subjek penelitian yang mengalami stroke iskemik dengan pendapatan < sebesar 47,2%, sedangkan pendapatan commit sebesar to user 26,1%. Hasil uji statistik analisis

6 digilib.uns.ac.id 45 bivariat menunjukkan nilai p= 0,029 dengan nilai OR= 2,54; 95% CI= 0,17-0,92 yang berarti subjek penelitian dengan pendapatan < kemungkinan mengalami risiko stroke iskemik 2,5 kali lebih tinggi daripada subjek penelitian dengan pendapatan Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan yang positif dan sedang antara pendapatan dengan risiko stroke iskemik, serta secara statistik signifikan (p=0,029). 4) Hubungan pendidikan dengan risiko stroke iskemik Tabel 4.7 Hasil analisis hubungan pendidikan dengan risiko stroke iskemik Risiko stroke iskemik Total OR P Pendidikan Non stroke iskemik Stroke iskemik 95% CI N % N % N % < SMA 33 62, ,7 53 0,67 0,3-1,52 0,334 SMA 37 71, ,8 52 Total 70 67, ,3 105 Sumber: data primer, 2015 Tabel 4.7 menyajikan analisis bivariat tentang hubungan pendidikan dengan risiko stroke iskemik yang menggunakan uji chi square. Persentase subjek penelitian yang mengalami stroke iskemik dengan pendidikan < SMA sebesar 37,7%, sedangkan pendidikan SMA sebesar 28,8%. Hasil uji statistik analisis bivariat menunjukkan nilai p= 0,334 dengan nilai OR= 0,67; 95% CI= 0,3-1,52 yang berarti subjek penelitian dengan pendidikan SMA kemungkinan mengalami risiko stroke iskemik 0,67 kali lebih rendah daripada subjek penelitian dengan pendidikan < SMA. Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan yang negatif dan sedang antara pendidikan dengan risiko stroke iskemik. Pendidikan SMA menjadi faktor protektif dari stroke iskemik, meskipun secara statistik hubungannya tidak signifikan. commit to user

7 digilib.uns.ac.id 46 5) Hubungan kebiasaan merokok dengan risiko stroke iskemik Tabel 4.8 Hasil analisis hubungan kebiasaan merokok dengan risiko stroke iskemik Risiko stroke iskemik Kebiasaan merokok Non stroke Stroke Total P iskemik iskemik N % N % N % Jumlah batang rokok 0,051 Tidak Merokok Pasif < 10 batang/hari 10 batang/hari Total ,4 64,3 72,7 43,5 66, ,6 35,7 27,3 56,5 33, Lama merokok 0,054 Tidak Merokok < 20 tahun 20 tahun Total ,2 66,7 45,5 66, ,8 33,3 54,5 33, Sumber: data primer, 2015 Tabel 4.8 menyajikan analisis bivariat tentang hubungan kebiasaan merokok dengan risiko stroke iskemik yang menggunakan uji chi square. Data variabel kebiasaan merokok terdiri dari subvariabel jumlah batang rokok yang dikonsumsi dan lama merokok. Sebagian besar subjek penelitian yang mengalami stroke iskemik mengkonsumsi rokok sebanyak 10 batang/hari sebesar 56,5%, sedangkan yang tidak merokok sebesar 24,6 %. Hasil uji chi square menunjukkan nilai p= 0,051 yang berarti jumlah batang rokok yang dikonsumsi memiliki hubungan yang mendekati signifikan dengan risiko stroke iskemik. Hasil penelitian dari sub variabel lama merokok menunjukkan bahwa kategori 20 tahun mendominasi sebesar 54,5%, sedangkan yang tidak merokok 26,8%. Hasil uji chi square menunjukkan nilai p= 0,054 yang berarti lama merokok memiliki hubungan yang mendekati signifikan dengan risiko stroke iskemik. commit to user

8 digilib.uns.ac.id 47 6) Hubungan asupan makanan dengan risiko stroke iskemik Tabel 4.9 Hasil analisis hubungan asupan makanan dengan risiko stroke iskemik Risiko stroke iskemik Asupan makanan Non stroke Stroke 95% Total iskemik iskemik OR CI P N % N % N % Lemak Jarang (< 1x/hari) Sering ( 1x/hari) Protein , , ,8 1,08-7,23 0,03 Sering ( 3x/hari) Jarang (< 3x/hari) Serat Sering ( 1x/hari) Jarang (< 1x/hari) Natrium Jarang (< 1x/hari) Sering ( 1x/hari) ,8 68,8 78,6 62,3 73,7 58, ,2 31,2 21,4 37,7 26,3 41, ,87 2,21 2 0,36-0,764 2,13 0,80-0,119 6,10 0,88-0,096 4,55 Total 26 34, ,3 75 Sumber: data primer, 2015 Tabel 4.9 menyajikan analisis bivariat tentang hubungan asupan makanan dengan risiko stroke iskemik yang menggunakan uji chi square. Subjek penelitian yang mengalami stroke iskemik mengkonsumsi lemak pada kategori sering ( 1 kali/hari) sebesar 52,2%. Hasil uji statistik analisis bivariat menunjukkan nilai p= 0,03 dengan nilai OR= 2,8; 95% CI= 1,08-7,23 yang berarti subjek penelitian yang mengkonsumsi lemak pada kategori sering ( 1 kali/hari) kemungkinan mengalami risiko stroke iskemik 2,8 kali lebih tinggi daripada subjek penelitian yang mengkonsumsi lemak pada kategori jarang (< 1 kali/hari). Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan yang positif dan sedang antara asupan lemak dengan risiko stroke iskemik, serta secara statistik signifikan (p=0,03). Subjek penelitian yang mengalami stroke iskemik mengkonsumsi protein pada kategori jarang (< 3 kali/hari) sebesar 31,2%. Hasil uji statistik analisis bivariat menunjukkan nilai p= 0,764 dengan nilai OR= 0,87; 95% CI= 0,36-2,13 yang berarti subjek penelitian yang mengkonsumsi protein pada kategori jarang (< 3 kali/hari) kemungkinan commit mengalami to user risiko stroke iskemik 0,87 kali

9 digilib.uns.ac.id 48 lebih rendah daripada subjek penelitian yang mengkonsumsi protein pada kategori sering ( 3 kali/hari). Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan yang negatif dan lemah antara asupan protein dengan risiko stroke iskemik, tetapi secara statistik tidak signifikan (p=0,764). Subjek penelitian yang mengalami stroke iskemik mengkonsumsi serat pada kategori jarang (< 1 kali/hari) sebesar 37,7%. Hasil uji statistik analisis bivariat menunjukkan nilai p= 0,119 dengan nilai OR= 2,21; 95% CI= 0,80-6,10 yang berarti subjek penelitian yang mengkonsumsi serat pada kategori jarang (< 1 kali/hari) kemungkinan mengalami risiko stroke iskemik 2,2 kali lebih tinggi daripada subjek penelitian yang mengkonsumsi serat pada kategori sering ( 1 kali/hari). Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan yang positif dan sedang antara asupan serat dengan risiko stroke iskemik, tetapi secara statistik tidak signifikan (p=0,119). Subjek penelitian yang mengalami stroke iskemik mengkonsumsi natrium pada kategori sering ( 1 kali/hari) sebesar 41,7%. Hasil uji statistik analisis bivariat menunjukkan nilai p= 0,096 dengan nilai OR= 2; 95% CI= 0,88-4,55 yang berarti subjek penelitian yang mengkonsumsi natrium pada kategori sering ( 1 kali/hari) kemungkinan mengalami risiko stroke iskemik 2 kali lebih tinggi daripada subjek penelitian yang mengkonsumsi natrium pada kategori jarang (< 1 kali/hari). Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan yang positif dan sedang antara asupan natrium dengan risiko stroke iskemik, namun secara statistik mendekati signifikan (p=0,096). 7) Hubungan stres dengan risiko stroke iskemik Tabel 4.10 Hasil analisis hubungan stres dengan risiko stroke iskemik Risiko stroke iskemik Stres Non stroke Stroke Total iskemik iskemik OR 95% CI P N % N % N % Stres ringan 27 84,4 5 15,6 32 3,77 1,30-10,89 0,011 Stres sedangberat 43 58, ,1 73 Total 26 34, ,3 75 Sumber: data primer, 2015 commit to user

10 digilib.uns.ac.id 49 Tabel 4.10 menyajikan analisis bivariat tentang hubungan stres dengan risiko stroke iskemik yang menggunakan uji chi square. Persentase subjek penelitian yang mengalami stroke iskemik dengan stres sedang-berat sebesar 41,1%, sedangkan stres ringan sebesar 15,6%. Hasil uji statistik analisis bivariat menunjukkan nilai p= 0,011 dengan nilai OR= 3,77; 95% CI= 1,30-10,89 yang berarti subjek penelitian dengan stres sedang-berat kemungkinan mengalami risiko stroke iskemik 3,77 kali lebih tinggi daripada subjek penelitian dengan stres ringan. Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan yang positif dan kuat serta secara statistik signifikan antara stres dengan risiko stroke iskemik (p=0,011). c. Analisis Multivariat Analisis multivariat yang digunakan adalah model regresi logistik ganda, dengan prediktor sesuai dengan teori risiko stroke iskemik pada tinjauan pustaka. Analisis multivariat bertujuan untuk melihat semua variabel independen yang berpengaruh paling kuat terhadap variabel dependen. Variabel independen yang diuji pada penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, kebiasaan merokok (jumlah batang rokok dan lama merokok), asupan makanan (lemak, protein, serat, dan natrium), dan stres. Analisis Multivariat pada penelitian ini menggunakan 2 model regresi logistik ganda untuk menghindari terjadinya redundansi pada variabel kebiasaan merokok (jumlah batang rokok dan lama merokok) yang berakibat hasil uji statistik yang kurang valid. Model pertama pada tabel 4.11 menyajikan uji multivariat untuk semua variabel bebas, kecuali lama merokok. Model kedua pada tabel 4.12 menyajikan uji multivariat untuk semua variabel bebas, kecuali jumlah batang rokok. Berikut ini hasil pengujian variabel tersebut dengan menggunakan analisis regresi logistik ganda pada Tabel 4.11 dan 4.12 commit to user

11 digilib.uns.ac.id 50 Tabel 4.11 (Model.1) Hasil analisis regresi logistik ganda hubungan antara usia, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, asupan makanan (lemak, protein, serat, dan natrium), stres, danjumlah batang rokok dengan risiko stroke iskemik. Variabel Independen OR 95%CI Batas bawah Batas atas P Usia ( 46 tahun) 1,64 0,48 5,63 0,431 Jenis kelamin (laki-laki) 1,29 0,25 6,63 0,764 Pendapatan (< ) 4,04 0,99 16,29 0,050 Pendidikan ( SMA) 2,52 0,68 9,35 0,169 Asupan lemak (sering) 13,09 3,01 56,98 0,001 Asupan protein (jarang) 1,74 0,49 6,25 0,394 Asupan serat (jarang) 2,20 0,60 8,10 0,234 Asupan natrium (sering) 2,40 0,87 6,61 0,090 Stres (sedang-berat) 6,38 1,45 28,14 0,014 Jumlah batang rokok Perokok pasif 0,97 0,20 4,63 0,972 < 10 batang/hari 0,92 0,14 5,92 0, batang/hari 4,62 0,72 29,60 0,106 N observasi Log likelihood 98,298 Nagelkerke R 2 39,7% Sumber: data primer, 2015 Tabel 4.12 (Model.2) Hasil analisis regresi logistik ganda hubungan antara usia, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, asupan makanan (lemak, protein, serat, dan natrium), stres, dan lama merokok dengan risiko stroke iskemik. Variabel Independen OR 95%CI Batas bawah Batas atas P Usia ( 46 tahun) 1,55 0,43 5,61 0,503 Jenis kelamin (laki-laki) 1,86 0,42 8,27 0,413 Pendapatan (< ) 3,49 0,91 13,42 0,069 Pendidikan ( SMA) 2,13 0,59 7,67 0,246 Asupan lemak (sering) 13,45 3,19 56,67 <0,0001 Asupan protein (jarang) 1,74 0,50 6,03 0,380 Asupan serat (jarang) 2,21 0,61 8,01 0,228 Asupan natrium (sering) 2,49 0,91 6,86 0,077 Stres (sedang-berat) 6,01 1,39 25,86 0,016 Lama Merokok < 20 tahun 1,97 0,29 13,32 0, tahun 2,05 0,38 11,01 0,402 N observasi Log likelihood 101,572 Nagelkerke R 2 36,6% Sumber: data primer, 2015 commit to user

12 digilib.uns.ac.id 51 Berdasarkan hasil analisis 2 model regresi logistik ganda tersebut menunjukkan bahwa model.1 lebih sesuai daripada model.2, karena model.1 memiliki nilai -2 Log likelihood lebih kecil dan nilai Negelkerke R 2 lebih besar dari model.2. Nilai -2 Log likelihood merupakan parameter yang menunjukkan kesesuaian antara model analisis regresi logistik ganda dan sampel yang dianalisis, semakin kecil parameter tersebut maka semakin sesuai antara model dan datanya. Model.1 menyajikan nilai -2 Log likelihood sebesar 98,298. Angka ini kurang dari sehingga antara model dan data sampel cukup sesuai. Nilai Negelkerke R 2 sebesar 39,7% berarti bahwa variabel bebas (usia, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, jumlah batang rokok, asupan lemak, asupan protein, asupan serat, asupan natrium, dan stres) mampu menjelaskan variasi risiko stroke iskemik sebesar 39,7% dan sisanya yaitu sebesar 60,3% dijelaskan oleh faktor lain di luar model penelitian. Hasil analisis model.1 digunakan untuk pembahasan uji multivariat untuk semua variabel bebas, kecuali variabel lama merokok yang menggunakan model.2. Model.1 menunjukkan bahwa usia 46 tahun mempunyai risiko stroke iskemik 1,6 kali lebih tinggi daripada usia < 46 tahun. Hubungan usia dengan risiko stroke iskemik memiliki hubungan positif dan sedang, namun secara statistik tidak signifikan (OR=1,64; 95%CI= 0,48-5,63; p=0,431). Laki-laki mempunyai risiko stroke iskemik 1,29 kali lebih tinggi daripada perempuan. Hubungan jenis kelamin dengan risiko stroke iskemik memiliki hubungan positif dan lemah, namun secara statistik tidak signifikan (OR=1,29; 95%CI= 0,25-6,63; p=0,764). Pendapatan < mempunyai risiko stroke iskemik 4 kali lebih tinggi daripada pendapatan Hubungan pendapatan dengan risiko stroke iskemik memiliki hubungan positif dan kuat, serta secara statistik signifikan (OR=4,04; 95%CI= 0,99-16,29; p=0,050). Pendidikan SMA mempunyai risiko stroke iskemik 2,5 kali lebih tinggi daripada pendidikan < SMA. Hubungan pendidikan dengan risiko stroke iskemik memiliki hubungan positif dan sedang, namun secara statistik tidak signifikan (OR= 2,52; 95%CI= commit 0,68-9,35; to user p=0,169). Hasil statistik untuk

13 digilib.uns.ac.id 52 variabel asupan makanan menunjukkan bahwa subjek penelitian yang sering mengkonsumsi lemak ( 1 kali/hari) memiliki risiko stroke iskemik 13 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang jarang (< 1 kali/hari) mengkonsumsi lemak. Hubungan asupan lemak dengan risiko stroke iskemik memiliki hubungan positif dan sangat kuat, serta secara statistik signifikan (OR=13,09; 95%CI= 3,01-56,98; p=0,001). Konsumsi protein secara jarang (< 3 kali/hari) memiliki risiko stroke iskemik 1,74 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang sering mengkonsumsi protein ( 3 kali/hari). Hubungan asupan protein dengan risiko stroke iskemik memiliki hubungan positif dan sedang, tetapi secara statistik tidak signifikan (OR=1,74; 95% CI= 0,49-6,25; p=0,394). Subjek penelitian yang jarang mengkonsumsi serat (< 1 kali/hari) mempunyai risiko stroke iskemik 2,2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang sering mengkonsumsi serat ( 1 kali/hari). Hubungan asupan serat dengan risiko stroke iskemik memiliki hubungan positif dan sedang, tetapi secara statistik tidak signifikan (OR= 2,20; 95%CI= 0,60-8,10; p=0,234). Natrium yang dikonsumsi secara sering ( 1 kali/hari) mempunyai risiko stroke iskemik 2,4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang jarang dikonsumsi (< 1 kali/hari). Hubungan asupan natrium dengan risiko stroke iskemik memiliki hubungan positif dan sedang, serta secara statistik mendekati signifikan (OR= 2,40; 95%CI= 0,87-6,61; p=0,090). Subjek penelitian yang mengalami stres sedang-berat mempunyai risiko stroke iskemik 6,3 kali lebih tinggi daripada yang mengalami stres ringan. Hubungan stres dengan risiko stroke iskemik memiliki hubungan positif dan kuat, serta secara statistik signifikan (OR=6,38; 95%CI= 1,45-28,14; p=0,014). Hasil analisis variabel jumlah batang rokok yang dikonsumsi menunjukkan bahwa perokok pasif mempunyai risiko stroke iskemik 0,97 kali lebih rendah daripada orang yang tidak merokok. Hubungan perokok pasif dengan risiko stroke iskemik memiliki hubungan negatif dan lemah. Perokok pasif merupakan faktor protektif dari stroke iskemik, namun secara statistik tidak signifikan (OR=0,97; 95%CI= 0,20-4,63; p=0,972). commit Merokok to user < 10 batang/hari mempunyai

14 digilib.uns.ac.id 53 risiko stroke iskemik 0,92 kali lebih rendah daripada orang yang tidak merokok. Hubungan merokok < 10 batang/hari dengan risiko stroke iskemik memiliki hubungan negatif dan lemah. Merokok < 10 batang/hari merupakan faktor protektif dari stroke iskemik, namun secara statistik tidak signifikan (OR=0,92; 95%CI= 0,14-5,92; p=0,927). Merokok 10 batang/hari mempunyai risiko stroke iskemik 4,6 kali lebih tinggi daripada orang yang tidak merokok. Hubungan merokok 10 batang/hari dengan risiko stroke iskemik memiliki hubungan positif dan kuat, namun secara statistik tidak signifikan (OR=4,62; 95%CI= 0,72-29,60; p=0,106). Hasil uji multivariat untuk variabel lama merokok yang terdapat pada model.2 menunjukkan bahwa merokok < 20 tahun mempunyai risiko stroke iskemik 1,97 kali lebih tinggi daripada orang yang tidak merokok. Hubungan merokok < 20 tahun dengan risiko stroke iskemik memiliki hubungan positif dan sedang, namun secara statistik tidak signifikan (OR=1,97; 95%CI= 0,29-13,32; p=0,485). Merokok 20 tahun mempunyai risiko stroke iskemik 2 kali lebih tinggi daripada orang yang tidak merokok. Hubungan merokok 20 tahun dengan risiko stroke iskemik memiliki hubungan positif dan sedang, namun secara statistik tidak signifikan (OR=2,05; 95%CI= 0,38-11,01; p=0,402). B. Pembahasan Pembahasan hasil penelitian yang telah peneliti laksanakan sesuai dengan alur kerangka konsep yang ada dengan menghubungkan teori dan temuan penelitian sebelumnya. 1. Hubungan usia dengan risiko stroke iskemik Subjek penelitian yang mengalami stroke iskemik rata-rata berusia 48 tahun, dengan usia termuda 29 tahun dan usia tertua 74 tahun. Persentase yang mengalami stroke iskemik dengan < 46 tahun sebesar 25,6%, sedangkan usia 46 tahun sebesar 38,7%. Berdasarkan hasil tersebut ditemukan pola kecenderungan hubungan yaitu persentase subjek yang mengalami stroke iskemik lebih besar yang berasal dari usia lansia daripada commit to user usia dewasa. Persentase penderita stroke dibawah usia 46 tahun yang tidak

15 digilib.uns.ac.id 54 sedikit jumlahnya menunjukkan bahwa stroke tidak lagi diderita lansia saja tetapi sudah mengarah pada usia muda. Penyebab terjadinya stroke pada usia muda dikarenakan perubahan gaya hidup seperti mengkonsumsi makanan cepat saji (fast food) yang mengandung kadar lemak tinggi, kerja berlebihan, kurang berolahraga, stres, dan kebiasaan merokok (Sitorus et al., 2008). Hasil statistik analisis multivariat menunjukkan nilai OR= 1,64; 95% CI= 0,48-5,63 yang berarti subjek penelitian dengan usia 46 tahun kemungkinan mengalami risiko stroke iskemik 1,6 kali lebih tinggi daripada subjek penelitian dengan usia < 46 tahun. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang positif dan sedang antara usia dengan risiko stroke iskemik, namun secara statistik tidak signifikan. Hubungan yang tidak signifikan terjadi karena kebetulan yang besar yaitu 431 dari 0 temuan (p=0,431). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Yenni (2011) yang menunjukkan bahwa lansia tua lebih berisiko menderita stroke sebesar 1,3 kali dibanding dengan lansia dini (OR= 1,35; p= 0,702), hal ini diperkuat oleh penelitian Denti et al. (2010) yang menunjukkan bahwa usia > 80 tahun memiliki risiko stroke iskemik 1,5 kali lebih besar dibanding usia < 80 tahun. Pernyataan yang sama dikemukakan oleh Sutrisno (2007) yang mengatakan bahwa risiko stroke akan meningkat dua kali lipat setiap tahun setelah usia 55 tahun. Seiring bertambahnya usia seseorang semakin besar pula risiko stroke iskemik, hal ini dikarenakan terjadinya degenerasi fungsi organ dalam tubuh salah satunya terjadi penurunan aliran darah ke otak. Penurunan aliran darah sampai 18ml/ gram jaringan otak permenit dapat menyebabkan jaringan otak mati (infark) yang berakibat terjadinya stroke iskemik (Gofir, 2009). 2. Hubungan jenis kelamin dengan risiko stroke iskemik Persentase subjek penelitian yang mengalami stroke iskemik dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 40,5%, sedangkan perempuan sebesar 28,6%. Berdasarkan hasil tersebut terdapat pola kecenderungan hubungan yaitu persentase jenis kelamin laki-laki lebih tinggi untuk mengalami stroke iskemik daripada perempuan. Hasil uji statistik analisis multivariat menjelaskan bahwa nilai OR= 1,29; 95% CI= 0,25-6,63 yang berarti commit subjek to user penelitian dengan jenis kelamin laki-

16 digilib.uns.ac.id 55 laki kemungkinan mengalami risiko stroke iskemik 1,29 kali lebih tinggi daripada subjek penelitian dengan jenis kelamin perempuan. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang positif dan lemah antara jenis kelamin dengan risiko stroke iskemik, namun secara statistik tidak signifikan. Hubungan yang tidak signifikan terjadi karena kebetulan yang sangat besar yaitu 764 dari 0 temuan (p=0,764). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Lloyd-Joneset al. (2010) yang menunjukkan bahwa rasio kejadian stroke pada pria dibanding wanita adalah 1,25 kali pada kelompok usia tahun, 1,50 kali pada kelompok usia tahun, 1,07 kali pada kelompok usia tahun dan 0,76 kali pada kelompok usia diatas 85 tahun. Penelitian Denti et al. (2010) mendukung hal tersebut yang menunjukkan bahwa perempuan memiliki risiko stroke iskemik 0,61 kali lebih rendah dari pada laki-laki pada usia < 80 tahun (HR=0,61;95% CI= 0,44-0,87), tetapi pada usia > 80 tahun perempuan memiliki risiko kecacatan parah hampir 4 kali lipat (OR= 3,75; 95% CI=3,02 4,65) daripada laki-laki. Peningkatan kejadian stroke pada laki-laki diusia muda dikarenakan kebiasaan merokok, minum alkohol, dan peran hormon testosteron yang dapat meningkatkan jumlah Low Density Lipoprotein (LDL), sehingga memicu peningkatan infark serebri yang berakibat terjadinya stroke iskemik. Perempuan memiliki risiko stroke iskemik lebih rendah karena sebelum menopause, seorang perempuan mempunyai hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL) sehingga dapat melindungi dari atherosclerosis yang merupakan pemicu terjadinya stroke iskemik. (Qodriani, 2010; Gofir, 2009; Bull, 2007). 3. Hubungan pendapatan dengan risiko stroke iskemik Persentase subjek penelitian yang mengalami stroke iskemik dengan pendapatan < sebesar 47,2%, sedangkan pendapatan sebesar 26,1%. Berdasarkan hasil tersebut terdapat pola kecenderungan hubungan yaitu persentase pendapatan < lebih tinggi untuk mengalami stroke iskemik daripada pendapatan commit to user

17 digilib.uns.ac.id 56 Hasil uji statistik analisis multivariat menunjukkan nilai OR= 4,04; 95% CI= 0,99-16,29; p= 0,05 yang berarti subjek penelitian dengan pendapatan < kemungkinan mengalami risiko stroke iskemik 4 kali lebih tinggi daripada subjek penelitian dengan pendapatan Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang positif dan kuat serta secara statistik signifikan antara pendapatan dengan risiko stroke iskemik. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan pada tahun 1970 dan 2008 yang menunjukkan bahwa insiden stroke di negara berpenghasilan tinggi mengalami penurunan sebesar 42%, dari 163 (95% CI= ) ke 94 (95% CI= ) per.000 orang/tahun (Feigin et al., 2009). Pendapatan yang meningkat dapat mempengaruhi pembelian pangan dalam hal kualitas dan kuantitas menjadi lebih baik (Sulviana, 2008). Menurunnya faktor risiko stroke di populasi disebabkan oleh peningkatan kesadaran publik tentang bahaya yang mengancam kesehatan oleh tekanan darah tinggi, kolesterol darah yang tinggi, dan bahaya merokok (Lloyd-Jones et al., 2010). Hasil berbeda terjadi di negara dengan penghasilan rendah dan sedang, dimana sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 1970 dan 2008 terjadi peningkatan insiden stroke lebih dari %, dari 52/.000 menjadi 117/.000 orang/tahun (Feigin et al., 2009). Peningkatan ini dikarenakan asupan makanan dan gaya hidup yang tidak baik yang ditimbulkan dari industri, urbanisasi, serta modernisasi. Konsumsi kalori yang berlebih, peningkatan prevalensi obesitas, sindrom metabolik, dan diabetes mellitus tipe 2 dapat mengancam penurunan insidensi stroke di negara berpenghasilan tinggi dan meningkatkan insidensi stroke di negara berpenghasilan rendah dan sedang (Dans et al., 2011; Finucane et al., 2011; Swinburn et al., 2011; Lock et al., 2010). 4. Hubungan pendidikan dengan risiko stroke iskemik Persentase subjek penelitian yang mengalami stroke iskemik dengan pendidikan < SMA sebesar 37,7%, sedangkan pendidikan SMA sebesar 28,8%. Berdasarkan hasil tersebut terdapat pola kecenderungan hubungan yaitu persentase pendidikan SMA lebih rendah untuk mengalami stroke iskemik daripada pendidikan commit < SMA. to user

18 digilib.uns.ac.id 57 Hasil uji statistik analisis multivariat menunjukkan nilai OR= 2,52; 95% CI= 0,68-9,35 yang berarti subjek penelitian dengan pendidikan SMA kemungkinan mengalami risiko stroke iskemik 2,5 kali lebih tinggi daripada subjek penelitian dengan pendidikan < SMA. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan positif dan sedang antara pendidikan dengan risiko stroke iskemik, tetapi secara statistik tidak signifikan. Hubungan yang tidak signifikan terjadi karena kebetulan yang besar yaitu 169 dari 0 temuan (p= 0,169). Hasil analisis multivariat tersebut berbeda dengan penelitian Yenni (2011) yang menunjukkan bahwa orang yang mempunyai pendidikan rendah lebih berisiko stroke 6,2 kali dibanding orang yang berpendidikan tinggi. Tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi kemampuan mendengar, menyerap informasi, menyelesaikan masalah, serta perilaku dan gaya hidup. Latar belakang pendidikan akan mempengaruhi pola pikir seseorang tentang kesehatan guna menjaga kesehatannya, ini berarti seseorang yang berpendidikan tinggi akan lebih mudah menyerap informasi dan dapat mengubah perilaku serta gaya hidup kearah lebih positif dengan cara mengkonsumsi asupan makanan bergizi dan menghindari kebiasaan merokok, sehingga dapat menurunkan risiko kejadian stroke (Weltermann, et al., 2013; Yenni, 2011). 5. Hubungan kebiasaan merokok dengan risiko stroke iskemik a. Jumlah batang rokok Subjek penelitian perokok pasif dan mengalami stroke iskemik sebesar 35,7%, sedangkan yang tidak merokok 24,6%. Berdasarkan hasil tersebut terdapat pola kecenderungan hubungan yaitu persentase subjek penelitian yang perokok pasif lebih besar untuk mengalami stroke iskemik daripada yang tidak merokok. Hasil uji statistik analisis multivariat menunjukkan nilai OR= 0,97; 95% CI= 0,20-4,63 yang berarti perokok pasif mempunyai risiko stroke iskemik 0,97 kali lebih rendah daripada yang tidak merokok. Hampir tidak ada hubungan antara perokok pasif dengan risiko stroke iskemik, karena nilai OR yang mendekati 1 commit dan secara to user statistik tidak signifikan. Hubungan

19 digilib.uns.ac.id 58 yang tidak signifikan terjadi karena kebetulan yang sangat besar yaitu 972 dari 0 temuan (p=0,972). Hasil tersebut berbeda dengan penelitian dilakukan oleh Zhang et al. (2005) terhadap wanita perokok pasif dengan wanita yang tidak terpapar rokok. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa wanita perokok pasif yang suaminya mengkonsumsi rokok 1-9 batang/hari memiliki risiko stroke sebesar 1,28 kali (OR=1,28; 95% CI= 0,92 1,77), wanita perokok pasif yang suaminya mengkonsumsi rokok batang/hari memiliki risiko stroke 1,32 kali (OR=1,32; 95% CI= 1,01 1,72) dan wanita perokok pasif yang suaminya mengkonsumsi rokok 20 batang/hari memiliki risiko stroke 1,62 kali lebih tinggi daripada yang tidak mengkonsumsi rokok (OR=1,62; 95% CI= 1,28 2,05). Penelitian ini juga diperkuat oleh sebuah studi kohort oleh Iribarren et al. (2004) yang dilakukan di Amerika Serikat terhadap individu yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan risiko stroke iskemik sebesar 1,5 kali (95% CI= 1,07-2,09) pada wanita yang terpapar asap rokok secara pasif selama 20 jam atau lebih setiap minggu dibandingkan dengan wanita yang terpapar asap rokok secara pasif kurang dari 1 jam setiap minggu. Subjek penelitian yang merokok < 10 batang/hari dan mengalami stroke iskemik sebesar 27,3%, sedangkan yang tidak merokok 24,6%. Berdasarkan hasil tersebut terdapat pola kecenderungan hubungan yaitu persentase subjek penelitian yang merokok < 10 batang/hari lebih besar untuk mengalami stroke iskemik daripada yang tidak merokok, tetapi bedanya tidak terlalu jauh. Hasil uji statistik analisis multivariat menunjukkan nilai OR= 0,92; 95% CI= 0,14-5,92 yang berarti merokok < 10 batang/hari mempunyai risiko stroke iskemik 0,92 kali lebih rendah daripada yang tidak merokok. Hampir tidak ada hubungan antara merokok < 10 batang/hari dengan risiko stroke iskemik, karena nilai OR yang mendekati 1 dan secara statistik tidak signifikan. Hubungan yang tidak signifikan terjadi karena kebetulan yang sangat besar yaitu 927 dari 0 temuan (p=0,927). commit to user

20 digilib.uns.ac.id 59 Hasil tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kellyet al. (2008) di China pada laki-laki dan perempuan yang menunjukkan hubungan signifikan (p< 0,0001) antara orang yang merokok sebanyak 1-9 batang per hari memiliki risiko sebesar 1,21 kali dibanding orang yang tidak merokok (RR=1,21), orang yang merokok sebanyak batang per hari memiliki risiko sebesar 1,21 kali dibanding orang yang tidak merokok (RR=1,21), dan orang yang merokok sebanyak 20 batang per hari memiliki risiko sebesar 1,36 kali dibanding orang yang tidak merokok (RR=1,36). Persentase subjek penelitian yang merokok 10 batang/hari dan mengalami stroke iskemik sebesar 56,5%, sedangkan yang tidak merokok sebesar24,6%. Berdasarkan hasil tersebut terdapat pola kecenderungan hubungan yaitu persentase merokok 10 batang/hari lebih tinggi untuk mengalami stroke iskemik daripada tidak merokok. Hasil uji statistik analisis multivariat menunjukkan nilai OR= 4,62; 95% CI=0,72-29,60 yang berarti subjek penelitian yang merokok 10 batang/hari kemungkinan mengalami risiko stroke iskemik 4,6 kali lebih tinggi daripada subjek penelitian yang tidak merokok. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan positif dan kuat antara merokok 10 batang/hari dengan risiko stroke iskemik, tetapi secara statistik tidak signifikan. Hubungan yang tidak signifikan terjadi karena kebetulan yang besar yaitu 106 dari 0 temuan (p=0,106). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bhat et al. (2008) yang menunjukkan bahwa orang yang merokok sebanyak batang per hari memiliki risiko sebesar 2,5 kali dibanding orang yang tidak merokok (OR=2,5), orang yang merokok sebanyak batang per hari memiliki risiko sebesar 4,3 kali dibanding orang yang tidak merokok (OR=4,3), dan orang yang merokok sebanyak 40 batang per hari atau lebih memiliki risiko sebesar 9,1 kali dibanding orang yang tidak merokok (OR=9,1). Penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Song dan Cho (2008) yang menunjukkan bahwa perokok berat (> 20 batang/hari) yang berhenti commit merokok to user menunjukkan hasil yang signifikan

21 digilib.uns.ac.id 60 dengan menurunkan risiko stroke iskemik sebesar 0,66 kali (HR= 0,66; 95% CI= 0,55-0,79) dibandingkan dengan perokok berat yang masih terus merokok. b. Lama merokok Persentase subjek penelitian yang merokok <20 tahun dan mengalami stroke iskemik sebesar 33,3%, sedangkan yang tidak merokok sebesar 26,8%. Berdasarkan hasil tersebut terdapat pola kecenderungan hubungan yaitu persentase merokok <20 tahun lebih tinggi untuk mengalami stroke iskemik daripada tidak merokok, meskipun selisihnya tidak terlalu besar. Hasil uji statistik analisis multivariat menunjukkan nilai OR= 1,97; 95% CI=0,29-13,32 yang berarti subjek penelitian yang merokok < 20 tahun kemungkinan mengalami risiko stroke iskemik 1,97 kali lebih tinggi daripada subjek penelitian yang tidak merokok. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan positif dan sedang antara merokok < 20 tahundengan risiko stroke iskemik, tetapi secara statistik tidak signifikan. Hubungan yang tidak signifikan terjadi karena kebetulan yang sangat besar yaitu 485 dari 0 temuan (p=0,485). Persentase subjek penelitian yang merokok 20 tahun dan mengalami stroke iskemik sebesar 54,5%, sedangkan yang tidak merokok sebesar 26,8%. Berdasarkan hasil tersebut terdapat pola kecenderungan hubungan yaitu persentase merokok 20 tahun lebih tinggi untuk mengalami stroke iskemik daripada tidak merokok. Hasil uji statistik analisis multivariat menunjukkan nilai OR= 2,05; 95% CI=0,38-11,01 yang berarti subjek penelitian yang merokok 20 tahun kemungkinan mengalami risiko stroke iskemik 2 kali lebih tinggi daripada subjek penelitian yang tidak merokok. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan positif dan sedang antara merokok 20 tahun dengan risiko stroke iskemik, tetapi secara statistik tidak signifikan. Hubungan yang tidak signifikan terjadi karena kebetulan yang sangat besar yaitu 402 dari 0 temuan (p=0,402). commit to user

22 digilib.uns.ac.id 61 Hasil analisis lama merokok sesuai dengan sebuah studi yang dilakukan oleh Wu et al. (2013) yang menunjukkan bahwa lama merokok 1-20 tahun memiliki risiko 0,83 kali lebih rendah untuk mengalami stroke daripada orang yang tidak merokok (HR= 0.83; 95% CI= ), merokok tahun memiliki risiko 4% lebih tinggi untuk mengalami stroke daripada orang yang tidak merokok (HR= 1.04; 95% CI= ), sedangkan orang yang merokok selama tahun memiliki risiko 6% untuk mengalami stroke daripada orang yang tidak merokok (HR= 1.06; 95% CI= ). Kandungan yang ada dalam rokok sangat berpengaruh terhadap kejadian stroke, hal ini juga dipengaruhi oleh lamanya seseorang dalam merokok serta jumlah rokok yang dikonsumsi, semakin banyak rokok yang dikonsumsi maka semakin tinggi risiko stroke yang dapat terjadi serta semakin banyak kadar nikotin yang ada didalam tubuh seseorang yang kemudian menyebabkan terjadinya atherosclerosis yang berakhir dengan kejadian stroke (Shah dan Cole, 2010). 6. Hubungan asupan makanan dengan risiko stroke iskemik a. Asupan lemak Subjek penelitian yang sering mengkonsumsi lemak ( 1 kali/hari) dan mengalami stroke iskemik sebesar 52,2%, sedangkan yang jarang (< 1 kali/hari) mengkonsumsi lemak28%. Berdasarkan hasil tersebut terdapat pola kecenderungan hubungan yaitu persentase subjek penelitian yang sering ( 1 kali/hari) mengkonsumsi lemak lebih besar untuk mengalami stroke iskemik daripada yang jarang (< 1 kali/hari) mengkonsumsi lemak. Hasil uji statistik analisis multivariat digunakan untuk pembahasan variabel asupan makanan karena sudah mengendalikan faktor perancu. Variabel asupan lemak menunjukkan bahwa subjek penelitian yang sering ( 1 kali/hari) mengkonsumsi lemak memiliki risiko stroke iskemik 13 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang jarang mengkonsumsi lemak (< 1 kali/hari). Asupan lemak dengan risiko stroke iskemik memiliki hubungan positif dan sangat kuat, serta secara statistik signifikan (OR= 13,09; 95% CI= 3,01-56,98; commit p= 0,001). to user

23 digilib.uns.ac.id 62 Hal ini sesuai dengan sebuah studi meta-analisis yang meneliti individu, menunjukkan bahwa total konsumsi daging satu porsi/hari berhubungan dengan peningkatan risiko stroke iskemik sebesar 1,24 kali (RR= 1,24; 95% CI= 1,08-1,43) (Micha et al., 2010). Tipe daging yang berhubungan dengan tingginya risiko stroke adalah daging berwarna merah, karena daging tersebut mengandung asam lemak jenuh dan kolesterol (Mozaffarian et al., 2011). Susu sapi juga menunjukkan risiko terhadap kejadian stroke, yang dibuktikan oleh sebuah studi kohort yang menunjukkan bahwa konsumsi susu sapi tinggi lemak sebanyak 10 gram/hari berhubungan dengan peningkatan semua kasus kematian akibat stroke sebesar 1,04 kali (RR= 1,04; 95% CI= 1,01-1,06) (Goldbohm et al., 2011). Sebuah studi kasus kontrol menyatakan bahwa konsumsi susu rendah lemak dibandingkan dengan susu sapi tinggi lemak berhubungan dengan penurunan risiko semua jenis stroke sebesar 0,49 kali (OR= 0,49; 95% CI= 0,31-0,76) dan 0,43 kali untuk stroke iskemik (OR= 0,43; 95% CI= 0,26-0,72), hal ini dikarenakan susu sapi mempunyai kandungan lemak sebesar 30 gr dan kadar kolesterol 109 mg, sedangkan susu rendah lemak mempunyai kadar glukosa dan lemak yang rendah (Hankey, 2011). Konsumsi mentega dalam jumlah tinggi juga berakibat pada stroke, hal tersebut disebabkan oleh kandungan lemak yang tinggi pada mentega yaitu sebesar 81,6 gr dan kolesterol sebesar 250 mg. Tingginya kadar lemak dan kolesterol yang ada dapat meningkatkan risiko tersumbatnya pembuluh darah (Tejasari, 2005). Lemak yang dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi tubuh, seperti hiperlipidemia, obesitas, penyakit kardiovaskuler, dan stroke (Yuniastuti, 2008). Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya endapan kolesterol dalam dinding pembuluh darah berupa plak. Plak akan bercampur dengan protein dan ditutupi oleh sel-sel otot dan kalsium yang akhirnya berkembang menjadi atherosclerosis. Pembuluh darah koroner yang mengalami atherosclerosis menjadi tidak elastis dan mengalami penyempitan sehingga aliran commit darah to user dalam pembuluh koroner naik.

24 digilib.uns.ac.id 63 Kenaikan tekanan darah sistolik oleh karena pembuluh darah yang tidak elastis serta kenaikan tekanan darah diastolik akibat penyempitan pembuluh darah menyebabkan hipertensi dan memperberat kerja jantung, jika keadaan ini terus berlanjut bisa berakibat terjadinya stroke (Almatsier, 2009; Vilareal, 2008). b. Asupan protein Jarang mengkonsumsi protein (< 3 kali/hari) memiliki risiko stroke iskemik 1,74 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang sering mengkonsumsi protein ( 3 kali/hari). Asupan protein dengan risiko stroke iskemik memiliki hubungan positif dan sedang, tetapi secara statistik tidak signifikan (OR= 1,74; 95% CI=0,49-6,25). Hubungan yang tidak signifikan terjadi karena kebetulan yang sangat besar yaitu 394 dari 0 temuan(p=0,394). Hasil tersebut sesuai dengan studi observasi di Jepang yang menunjukkan bahwa peningkatan asupan protein berhubungan dengan penurunan risiko stroke (Sauvagetet al., 2004). Sebuah meta-analisis dari 15 studi, menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi tiga porsi ikan setiap minggu berhubungan dengan penurunan risiko stroke sebesar 6% (95% CI= 1-11) (Larsson dan Orsini, 2011). Penelitian tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan O Donnell et al. (2010) yang menunjukkan bahwa ikan yang merupakan sumber protein tinggi dapat menurunkan risiko stroke sebesar 0,78 kali (OR= 0,78; 99% CI= 0,66-0,91).Sebuahpenelitian yang diplubikasikan dalam British Journal of Nutrition (Blomhoff R, Carlsen MH), menyatakan bahwa beberapa kacang pada makanan nabati dengan kandungan total antioksidan tinggi, dapat menjadi kunci untuk melindungi dari penyakit kardiovaskuler dan stroke (Sustrani et al., 2005). Protein berfungsi untuk memelihara dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak. Asam amino yang terkandung dalam protein memiliki peranan penting dalam tubuh untuk menurunkan kadar LDL, meningkatkan kadar HDL dan menurunkan risiko terjadinya bekuan pada pembuluh darah yang menjadi penyebab terjadinya commit stroke to iskemik user (Almatsier, 2009; Yuniastuti,

25 digilib.uns.ac.id ). Sumber protein hewani merupakan jenis protein yang baik, seperti ikan dan telur. Sumber protein nabati terdiri dari kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai, dan hasil olahannya seperti tempe dan tahu (Almatsier, 2009). Ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin, dan mineral yang sangat baik. Ikan sebagai sumber protein hewani mengandung omega-3 essential, asam eicosapentaenoic, dan asam decosahexaenoic. Keunggulan utama protein ikan dibandingkan dengan produk lainnya adalah kelengkapan komposisi asam amino yang mudah untuk dicerna. Asam amino yang terkandung pada ikan dapat menurunkan risiko kejadian stroke (Hankey, 2011). Telur merupakan sumber protein, lemak, mineral, dan vitamin yang baik bagi tubuh. Telur sebagai sumber protein mempunyai kandungan asam amino yang lengkap. Protein telur merupakan protein yang bermutu tinggi dan mudah dicerna. Sebutir telur yang beratnya 50 gram, mempunyai kandungan protein sebesar 6 gram. Konsumsi telur sangat baik untuk meningkatkan asupan protein di dalam tubuh (Setiawan, 2009). Jenis kacang-kacangan yang signifikan sebagai pencegah hipertensi dan stroke adalah biji bunga matahari (kwaci). Kacang-kacangan ini kaya akan kalium yang berfungsi dapat membantu mengatasi kelebihan natrium, sehingga dengan volume darah yang ideal dapat dicapai kembali tekanan darah yang normal. Kacang-kacangan juga kaya akan isoflavone yang dapat menurunkan risiko penyakit jantung dengan membantu menurunkan kadar kolesterol darah. Kandungan isoflavone yang terdiri atas genistein, daidzein dan glicitein, dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler dengan cara mengikat profil lemak darah. Protein pada kedelai dapat menyebabkan penurunan yang nyata dalam kolesterol total. c. Asupan serat Subjek penelitian yang jarang mengkonsumsi serat (< 1 kali/hari) dan mengalami stroke iskemik sebesar 37,7%, sedangkan yang sering mengkonsumsi serat ( 1 kali/hari) sebesar 21,4%. Berdasarkan hasil tersebut terdapat pola kecenderungan hubungan yaitu persentase subjek penelitian yang jarang mengkonsumsi commit to user serat (< 1 kali/hari) lebih tinggi

26 digilib.uns.ac.id 65 untuk mengalami stroke iskemik daripada yang sering mengkonsumsi serat ( 1 kali/hari). Subjek penelitian yang jarang mengkonsumsi serat (<1 kali/hari) mempunyai risiko stroke iskemik 2,2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang sering mengkonsumsi serat ( 1 kali/hari). Asupan serat dengan risiko stroke iskemik memiliki hubungan positif dan sedang, tetapi secara statistik tidak signifikan (OR= 2,2; 95%CI= 0,60-8,10). Hubungan yang tidak signifikan terjadi karena kebetulan yang besar yaitu 234 dari 0 temuan (p=0,234). Hasil tersebut sesuai dengan sebuah penelitian yang dilakukan terhadap individu yang diikuti selama 13 tahun menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi buah dan sayur lebih dari lima porsi/hari menurunkan risiko stroke sebesar 0,74 kali daripada konsumsi 3 porsi/hari (RR=0,74; 95% CI= 0,69-0,79) (He et al., 2006), tetapi konsumsi sayur secara sendiri tanpa konsumsi buah menunjukkan hasil tidak ada hubungan dengan penurunan risiko stroke iskemik 0,91 kali (OR= 0,91; 99% CI= 0,75-1,10) (O Donnell et al., 2010). Konsumsi buah dan sayur lima porsi/hari atau lebih dapat menurunkan tekanan darah sistolik kurang lebih 4,0 mmhg (95% CI= 2,0-6,0) dan 1,5 mmhg (95% CI= 0,2-2,7) tekanan darah diastolik (Hankey, 2011). Konsumsi beras sereal meningkatkan homeostasis insulin, meningkatkan fungsi endotel, menurunkan inflamasi dan menurunkan berat badan. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi beras 2,5 porsi/hari dibanding 0,2 porsi/hari berhubungan dengan penurunan risiko stroke 0,83 kali (OR= 0,83; 95% CI= 0,68-1,02) dan penurunan risiko penyakit kardiovaskuler sebesar 0,79 kali (OR= 0,79; 95% CI= 0,73-0,85) (Mellen et al., 2008). Kerusakan pembuluh darah bisa dicegah dengan mengkonsumsi serat. Serat larut air seperti pektin, gum, dan mukilase lebih efektif menjerat lemak dan garam empedu (produk akhir kolesterol) di dalam saluran pencernaan, sehingga dapat mereduksi plasma kolesterol yaitu LDL dan meningkatkan kadar HDL. Serat pangan dapat membantu meningkatkan pengeluaran commit kolesterol to user melalui feses dengan jalan

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang jantung. Organ tersebut memiliki fungsi memompa darah ke seluruh tubuh. Kelainan pada organ tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. mengancam hidup seperti penyakit kardiovaskuler.

BAB 1 : PENDAHULUAN. mengancam hidup seperti penyakit kardiovaskuler. BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK)merupakan penyakit jantung yang terutama disebabkan oleh penyempitanarteri koronaria akibat proses aterosklerosis atau spasme atau keduanya.

Lebih terperinci

Mitos dan Fakta Kolesterol

Mitos dan Fakta Kolesterol Mitos dan Fakta Kolesterol Oleh admin Selasa, 01 Juli 2008 09:19:20 Apakah mengonsumsi makanan yang mengandung kolesterol tidak baik bagi tubuh? Apakah kita tak boleh mengonsumsi makanan berkolesterol?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular terus berkembang dengan semakin meningkatnya jumlah penderitanya, dan semakin mengancam kehidupan manusia, salah satu penyakit tidak menular

Lebih terperinci

Tingkat Cholesterol Apa artinya, Diet dan Pengobatannya

Tingkat Cholesterol Apa artinya, Diet dan Pengobatannya Tingkat Cholesterol Apa artinya, Diet dan Pengobatannya Apakah Kolesterol Kita dapat mengaitkan kolesterol dengan makanan berlemak, tetapi sebagian besar zat lilin dibuat oleh tubuh kita sendiri. Hati

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Menurut WHO (2011) secara global hampir mencapai satu milyar orang memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) dan dua pertiga ada di negara berkembang. Hipertensi

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. IMT arteri karotis interna adalah 0,86 +0,27 mm. IMT abnormal terdapat pada 25

BAB 5 PEMBAHASAN. IMT arteri karotis interna adalah 0,86 +0,27 mm. IMT abnormal terdapat pada 25 57 BAB 5 PEMBAHASAN Subjek penelitian adalah 62 pasien pasca stroke iskemik. Variabel independen adalah asupan lemak, yang terdiri dari asupan lemak total, SFA, MUFA, PUFA dan kolesterol. Variabel dependen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemasalahan kesehatan yang berkaitan dengan penyakit degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi di dunia. Stroke merupakan penyakit neurologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir diseluruh dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Esa Unggul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak bisa bertugas dengan baik. Penyakit jantung merupakan penyakit yang paling ditakuti di dunia karena dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Indonesia saat ini juga

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Indonesia saat ini juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang berkembang saat ini dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Indonesia saat ini juga menghadapi dampak perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hipertensi a. Pengertian Hipertensi Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dengan tekanan sistolik di atas 140 mmhg dan tekanan diastolik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan masalah kesehatan global dan telah muncul sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor risiko untuk kanker, hipertensi, hiperkolesterolemia,

Lebih terperinci

KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU

KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU Yeni Mulyani 1, Zaenal Arifin 2, Marwansyah 3 ABSTRAK Penyakit degeneratif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan suatu keadaan akibat terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi koroner. Penyempitan atau penyumbatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 29 orang, PNS yang mengajar di SD N Pujokusuman 1 Yogyakarta sebanyak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 29 orang, PNS yang mengajar di SD N Pujokusuman 1 Yogyakarta sebanyak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Responden Penelitian mengambil tempat di dalam ruangan kerja karyawan kantor dan ruang guru di sekolah-sekolah negeri. Responden dalam penelitian ini terdiri

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang utama 1.Masalah kesehatan yang timbul akibat stoke sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan cairan empedu, dinding sel, vitamin dan hormon-hormon tertentu, seperti hormon seks dan lainnya (Gondosari, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan cairan empedu, dinding sel, vitamin dan hormon-hormon tertentu, seperti hormon seks dan lainnya (Gondosari, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol merupakan konstituen utama membrane plasma dan lipoprotein plasma. Senyawa ini sering ditemukan sebagai ester kolesteril, dengan gugus hidroksil di posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas. mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas. mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat. World Health Organization (WHO) memperkirakan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

Lebih terperinci

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia umumnya digunakan untuk menggambarkan makanan yang dianggap bermanfaat bagi kesehatan, melebihi diet sehat normal yang diperlukan bagi nutrisi manusia. Makanan Sehat "Makanan Kesehatan" dihubungkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena banyak

Lebih terperinci

DISLIPIDEM IA. Gangguan Metabolisme Lemak (Kolesterol, Trigliserid)

DISLIPIDEM IA. Gangguan Metabolisme Lemak (Kolesterol, Trigliserid) DISLIPIDEM IA Gangguan Metabolisme Lemak (Kolesterol, Trigliserid) DISLIPIDEMIA DIS = Salah ; Gangguan LIPID = Lemak (Kolesterol, Trigliserid) DISLIPIDEMIA : gangguan metabolisme lemak Metabolisme lemak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini biasanya menyerang tanpa tanda-tanda. Hipertensi itu sendiri bisa menyebabkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit gangguan pada jantung dan pembuluh darah, termasuk penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung kongestif, penyakit vaskular

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan, penyerapan dan penggunaan zat gizi. Status gizi berkaitan dengan asupan makanan yang dikonsumsi baik

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyebab utama kematian di dunia, yang bertanggung jawab atas 68% dari 56 juta kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014).

Lebih terperinci

sebanyak 23 subyek (50%). Tampak pada tabel 5 dibawah ini rerata usia subyek

sebanyak 23 subyek (50%). Tampak pada tabel 5 dibawah ini rerata usia subyek BAB 4 HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Oktober 2011 sampai dengan Desember 2011 di instalasi rawat jalan Ilmu Penyakit Saraf RSUP Dr.Kariadi Semarang. Pengambilan subyek penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kadar kolesterol darah yang dikenal dengan istilah hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit dan menempati

BAB I PENDAHULUAN. darah merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit dan menempati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Departemen Kesehatan RI (2009), penyakit sistem sirkulasi darah merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit dan menempati urutan teratas pada tahun 2007

Lebih terperinci

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita 12 Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita hiperkolesterolemia yang menderita penyakit jantung koroner, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dimasa mendatang masalah penyakit tidak menular akan menjadi perioritas masalah kesehatan di indonesia, salah satu masalah tersebut adalah masalah hipertensi. Hipertensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini hipertensi masih menjadi masalah utama di dunia, baik di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data American Heart Association

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif yang harus diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di negara maju maupun negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolesterol terbentuk secara alamiah. Dari segi ilmu kimia, kolesterol merupakan senyawa kompleks yang dihasilkan oleh tubuh bermacammacam fungsi, lain untuk membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan penurunan fungsi organ tubuh, maka resiko terjadinya penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering terjadi pada lansia antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi atau yang dikenal dengan sebutan penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang mencapai lebih dari 140/90 mmhg. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah >140 mm Hg (tekanan sistolik) dan/ atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. otak atau penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan otot

BAB 1 PENDAHULUAN. otak atau penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan otot 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah suatu gejala peningkatan tekanan darah yang berpengaruh pada sistem organ yang lain, seperti stroke untuk otak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian terdiri atas analisis deskriptif dan analisis data secara statistik, yaitu karakteristik dasar dan hasil analisis antar variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumsi diet tinggi lemak dan fruktosa di masyarakat saat ini mulai meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya konsumsi junk food dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah suatu gangguan fungsional otak dengan tanda dan gejala fokal maupun global, yang terjadi secara mendadak, berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat modern cenderung hidup dengan tingkat stres tinggi karena kesibukan dan tuntutan menciptakan kinerja prima agar dapat bersaing di era globalisasi, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah lansia (Khomsan, 2013). Menurut Undang-Undang No.13/1998

BAB I PENDAHULUAN. jumlah lansia (Khomsan, 2013). Menurut Undang-Undang No.13/1998 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu dampak dari keberhasilan pembangunan nasional di bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial antara lain meningkatnya angka rata-rata usia harapan hidup penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Penyakit hipertensi merupakan penyakit nomor satu di Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American Heart Association (2001) terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Pemeliharaan Kesehatan terhadap Penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Pemeliharaan Kesehatan terhadap Penyakit BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemeliharaan Kesehatan terhadap Penyakit Sindrom Metabolik Upaya pemeliharaan kesehatan meliputi aspekaspek promotif, preventif, kuratif, serta rehabilitatif secara tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian R. Mia Ersa Puspa Endah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian R. Mia Ersa Puspa Endah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Energi dibutuhkan oleh manusia dalam melakukan aktiftasnya. Energi didapatkan dari makanan sehari-hari yang dikonsumsi. Sebagai sumber energi, lemak memberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan gangguan aliran. yang menyumbat arteri. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah otak

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan gangguan aliran. yang menyumbat arteri. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah otak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan gangguan aliran darah otak. Terdapat dua macam stroke yaitu iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan menuju hidup sehat 2010 yaitu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan menuju hidup sehat 2010 yaitu meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan ini tidak hanya

Lebih terperinci

METODE. Desain, Waktu dan Tempat

METODE. Desain, Waktu dan Tempat Kerangka pemikiran dalam penelitian ini disusun berdasarkan rangkuman tinjauan teori yang ada, khususnya mengenai hubungan antara satu faktor risiko dengan faktor risiko lain yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. golongan lipida. Orang menganggap kolesterol merupakan satu-satunya lemak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. golongan lipida. Orang menganggap kolesterol merupakan satu-satunya lemak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kolesterol 1. Definisi kolesterol Kolesterol ditinjau dari sudut kimiawi dapat diklasifikasikan dalam golongan lipida. Orang menganggap kolesterol merupakan satu-satunya lemak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu akibat terjadinya penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh koroner. Penyumbatan atau penyempitan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan di bidang ekonomi, sosial, dan teknologi memberikan dampak positif dan negatif terhadap gaya hidup dan pola konsumsi makanan pada masyarakat di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia sedang berkembang menuju masyarakat industri yang membawa kecenderungan baru dalam pola penyakit dalam masyarakat. Perubahan ini memberi peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkannya. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan menetap, maka dapat menimbulkan penyakit hipertensi.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkannya. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan menetap, maka dapat menimbulkan penyakit hipertensi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmhg dan tekanan darah diastolik lebih dari 80 mmhg. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang-kacangan (Leguminosa), seperti kacang hijau, kacang tolo, kacang gude, kacang merah, kacang kedelai, dan kacang tanah, sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini didapatkan 65 orang penderita pasca stroke iskemik dengan

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini didapatkan 65 orang penderita pasca stroke iskemik dengan 62 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini didapatkan 65 orang penderita pasca stroke iskemik dengan hipertensi yang kontrol ke Instalasi Rawat Jalan Ilmu Penyakit Saraf

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit stroke merupakan masalah kesehatan yang utama di negara maju maupun negara berkembang. Stroke mengakibatkan penderitaan pada penderitanya, beban sosial ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 1. Masalah penyakit menular masih merupakan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA LAKI-LAKI PENGUNJUNG PUSKESMAS MANAHAN DI KOTA SURAKARTA

FAKTOR-FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA LAKI-LAKI PENGUNJUNG PUSKESMAS MANAHAN DI KOTA SURAKARTA FAKTOR-FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA LAKI-LAKI PENGUNJUNG PUSKESMAS MANAHAN DI KOTA SURAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijasah S1 Kesehatan Masyarakat Disusun Oleh:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit sekarang ini telah mengalami perubahan dengan adanya transisi epidemiologi. Proses transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan pola penyakit dan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari Penelitian ini

BAB V PEMBAHASAN. infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari Penelitian ini BAB V PEMBAHASAN Penelitian mengenai hubungan derajat berat merokok dengan kejadian infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari 2015. Penelitian ini dilakukan di Poliklinik dan Ruang Rawat

Lebih terperinci

Lecithin Softgel, Herbal Obat Kolesterol

Lecithin Softgel, Herbal Obat Kolesterol Lecithin Softgel, Herbal Obat Kolesterol Lecithin softgel mengandung 60% atau sekitar 720mg natural sari kedelai konsentrat yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia. Manusia telah makan kedelai sejak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas. a. Perokok aktif adalah orang yang memang sudah merokok.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas. a. Perokok aktif adalah orang yang memang sudah merokok. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rokok 1. Pengertian Rokok dan Merokok Rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas. Merokok adalah menghisap gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas. (Kamus

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini 61 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 44 subyek pasien pasca stroke iskemik dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini perkembangan berbagai penyakit degeneratif sangatlah pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang mengiringi proses penuaan. Penyakit degeneratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya berbagai fasilitas dan pelayanan kesehatan serta kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan hidup (UHH) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, masyarakat Indonesia terutama di kota-kota besar telah memasuki arus modernisasi. Hal ini menyebabkan pergeseran ataupun perubahan, terutama dalam gaya

Lebih terperinci

HUBUNGAN RASIO LINGKAR PINGGANG PINGGUL DENGAN PROFIL LIPID PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)

HUBUNGAN RASIO LINGKAR PINGGANG PINGGUL DENGAN PROFIL LIPID PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) HUBUNGAN RASIO LINGKAR PINGGANG PINGGUL DENGAN PROFIL LIPID PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) DI POLIKLINIK JANTUNG RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah koroner, yang terutama disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rokok Pengetahuan tentang merokok yang perlu diketahui antara lain meliputi definisi merokok, racun yang terkandung dalam rokok dan penyakit yang dapat ditimbulkan oleh rokok.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 7%, sehingga Indonesia mulai masuk dalam kelompok negara berstruktur

BAB I PENDAHULUAN. 7%, sehingga Indonesia mulai masuk dalam kelompok negara berstruktur BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Presentase penduduk lansia Indonesia telah mencapai angka diatas 7%, sehingga Indonesia mulai masuk dalam kelompok negara berstruktur usia tua atau lansia. Derajat kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama kematian di negara dengan pendapatan rendah dan menengah

BAB I PENDAHULUAN. utama kematian di negara dengan pendapatan rendah dan menengah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner termasuk ke dalam kelompok penyakit kardiovaskuler, dimana penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama kematian di negara dengan pendapatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Stroke WHO mendefinisikan stroke sebagai gangguan saraf yang menetap baik fokal maupun global(menyeluruh) yang disebabkan gangguan aliran darah otak, yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) sudah menjadi masalah kesehatan yang cukup serius di negara maju. Di Amerika Serikat (USA) dan negara-negara Eropa, 33,3% -50% kematian

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. ANALISIS UNIVARIAT 5.1.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Lansia 5.1.1.1. Distribusi Frekuensi Umur Tabel 1 Gambaran Umur Pada Lansia Binaan Puskesmas Pekayon Jaya Kota Bekasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari segi ilmu kimia kolesterol merupakan senyawa lemak yang kompleks

BAB I PENDAHULUAN. Dari segi ilmu kimia kolesterol merupakan senyawa lemak yang kompleks BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kolesterol merupakan salah satu kata yang sering diucapkan oleh masyarakat umum terutama bila menyangkut masalah kesehatan, biasanya dengan konotasi yang negatif. Sesungguhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit jantung koroner merupakan penyebab tersering terjadinya gagal jantung di Negara Barat yaitu sekitar 60-75% kasus. Hipertensi mempunyai kontribusi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia. Penyebabnya adalah terjadinya hambatan aliran darah pada arteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari sama dengan 90mmHg untuk diastolik.

Lebih terperinci

Pentingnya mengenal faktor. usaha mencegah serangan Jantung

Pentingnya mengenal faktor. usaha mencegah serangan Jantung Pentingnya mengenal faktor resiko PJK dalam usaha mencegah serangan Jantung Pendahuluan Di Indonesia Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problema kesehatan urutan urutan ke 6. Sementara tingkat kematian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. traditional lifestyle menjadi sedentary lifestyle (Hadi, 2005). Keadaan ini

I. PENDAHULUAN. traditional lifestyle menjadi sedentary lifestyle (Hadi, 2005). Keadaan ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan disertai dengan peningkatan perekonomian mengubah gaya hidup masyarakat (terutama diperkotaan) dari traditional lifestyle menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya usia, banyak perubahan yang akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya usia, banyak perubahan yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya usia, banyak perubahan yang akan terjadi pada manusia baik perubahan pada fungsi tubuh maupun psikologis akibat proses menua. Lanjut usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang masih menjadi masalah di bidang kesehatan. Hipertensi yang dikenal juga sebagai tekanan darah tinggi, adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi yang biasa disebut sebagai silent

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi yang biasa disebut sebagai silent BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi yang biasa disebut sebagai silent killer merupakan penyebab kematian dan kesakitan yang tinggi karena merupakan pembunuh tersembunyi.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian tenggara. RSUD Dr. Moewardi memiliki beberapa program

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian tenggara. RSUD Dr. Moewardi memiliki beberapa program BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD Dr. Moewardi merupakan rumah sakit kelas A. RSUD Dr. Moewardi ditetapkan sebagai rumah sakit rujukan wilayah Eks Karesidenan Surakarta dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Wilayah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mempertahankan kesehatan dan daya tahan jantung, paru-paru, otot dan sendi.

BAB I PENDAHULUAN. dan mempertahankan kesehatan dan daya tahan jantung, paru-paru, otot dan sendi. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit jantung koroner merupakan keadaan dimana terjadinya penimbunan plak di pembuluh darah koroner. Hal ini menyebabkan arteri koroner menyempit atau tersumbat.

Lebih terperinci

Pola hidup sehat untuk penderita diabetes

Pola hidup sehat untuk penderita diabetes Pola hidup sehat untuk penderita diabetes Penanganan diabetes berfokus pada mengontrol kadar gula darah (glukosa). Hal tersebut dapat dijalankan dengan memperhatikan pola makan dan olahraga, serta merubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diabetes melitus ditandai oleh adanya hiperglikemia kronik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hipertensi dikatakan sebagai pembunuh diam-diam atau the silent killer karena pada umumnya terjadi tanpa gejala, sebagian besar orang tidak merasakan apa pun, walau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Armilawati, 2007). Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN. (Armilawati, 2007). Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di negara maju maupun negara berkembang. Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tidak ada gejala yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanan/left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ di otak

BAB I PENDAHULUAN. kanan/left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ di otak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut ke suatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menurut WHO MONICA project, stroke didefinisikan sebagai gangguan

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menurut WHO MONICA project, stroke didefinisikan sebagai gangguan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO MONICA project, stroke didefinisikan sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda klinis fokal atau global yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik responden yang mempengaruhi tekanan darah. rentang tahun dan lansia akhir pada rentang tahun.

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik responden yang mempengaruhi tekanan darah. rentang tahun dan lansia akhir pada rentang tahun. BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik responden yang mempengaruhi tekanan darah Seluruh responden pada penelitian ini memiliki rentang usia 45-65 tahun di posyandu Lansia RW 18 dan RW 19 Kelurahan Jebres,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suplai darah ke seluruh tubuh sangat penting bagi kehidupan karena di dalam darah terkandung oksigen yang sangat dibutuhkan sebagai pengangkut bahan makanan.

Lebih terperinci