BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. dengan orang lain. Kekurangan ini boleh diartikan sebagai kebodohan, kejahilan,
|
|
- Hendra Johan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 7 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoretis Hakikat Perilaku Malu A. Pengertian Perilaku Malu Secara umumnya, malu merupakan perasaan rendah diri ataupun berasa segan terhadap kekurangan yang ada pada diri sendiri apabila dibandingkan dengan orang lain. Kekurangan ini boleh diartikan sebagai kebodohan, kejahilan, tidak sertimpal, tidak seperti, maupun tidak setaraf. Individu yang mengalami perasaan begini menganggap dirinya lebih kecil dan hina daripada orang lain yang dianggapnya mempunyai serba kelebihan pula. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, malu bisa berarti: 1) merasa sangat tidak enak hati (hina, rendah, dan sebagainya) karena berbuat sesuatu yang kurang baik (kurang benar, berbeda dengan kebiasaan,mempunyai cacat atau kekurangan, dan sebagainya); 2) segan melakukan sesuatu karena ada rasa hormat,agak takut, dan sebagainya; dan 3) kurang senang (rendah, hina, dan sebagainya). (Marzuki, 2001:1). Sedang malu dalam bahasa Belanda, seperti diungkapkan YB Mangunwijaya dalam (diunduh tanggal 26 Oktober 2013), adalah oost indisch doof. Secara harfiah diartikan sebagai tuli gaya Hindia Timur yaitu biasanya ditujukan kepada seseorang, yang sebenarnya sadar bahwa dirinya dipanggil, namun purapura tidak mendengar. 7
2 8 Herman Elia dalam (diunduh tanggal 26 Oktober 2013), menggambarkan rasa malu akibat rendah diri sebagai perasaan tidak nyaman, yang biasanya berkaitan dengan membuka diri kepada orang lain. Timbul perasaan seolah sedang disoroti atau dinilai negatif oleh orang lain atau merasa kurang berharga dibandingkan yang lain, sehingga membuat kita cenderung menutup diri, jelasnya. Namun, ada malu yang disebabkan oleh faktor lain. Bisa karena rasa bersalah, atau terlalu peka sehingga lebih mudah malu, tambah Herman. Lebih lanjut Zen (2010:107) menjelaskan, ada ahli yang mengatakan bahwa pemalu adalah suatu sifat bawaan atau karakter yang terberi sejak lahir. Ahli lain mengatakan bahwa pemalu adalah perilaku yang merupakan hasil belajar atau respond terhadap suatu kondisi tertentu. Secara definitif, pemalu sebagai suatu keadaan dalam diri seseorang dimana orang tersebut sangat peduli dengan penilaianorang lain terhadap dirinya dan merasa cemas karena penilaian sosial tersebut, sehingga cenderung untuk menarik diri. Menurut Kemendiknas (2010:60) mengemukakan bahwa pemalu adalah suatu sifat bawaan atau karakter yang terberi sejak lahir. Ahli lain mengatakan bahwa pemalu adalah perilaku yang merupakan hasil belajar atau respond terhadap suatu kondisi tertentu. Secara definitif, penulis menjabarkan pemalu sebagai suatu keadaan dalam diri seseorang dimana orang tersebut sangat peduli dengan penilaian orang lain terhadap dirinya dan merasa cemas karena penilaian sosial tersebut, sehingga cenderung untuk menarik diri.
3 9 Dari beberapa pendapat para ahli diatas, maka penulis menarik kesimpulan yaitu pemalu adalah suatu sifat bawaan atau karakter yang terberi sejak lahir yang terjadi karena rendah diri sebagai perasaan tidak nyaman yang biasanya berkaitan dengan membuka diri kepada orang lain. B. Ciri-Ciri Anak Pemalu Swallow dalam Zen (2010:107) seorang psikiater anak, membuat daftar hal-hal yang biasanya dilakukan/dirasakan oleh anak yang pemalu: a) menghindari kontak mata; b) tidak mau melakukan apa-apa; c) terkadang memperlihatkan perilaku mengamuk/temper tantrums (dilakukan untukmelepaskan kecemasannya); d) tidak banyak bicara, menjawab secukupnya saja seperti "ya", "tidak", "tidak tahu", "halo"; e) tidak mau mengikuti kegiatankegiatan di kelas; f) tidak mau meminta pertolongan atau bertanya pada orang yang tidak dikenal; g) mengalami demam panggung (pipi memerah, tangan berkeringat, keringat dingin, bibirterasa kering) di saat-saat tertentu; h) menggunakan alasan sakit agar tidak perlu berhubungan dengan orang lain (misalnya agattidak perlu pergi ke sekolah);i) mengalami psikosomatis; dan j) merasa tidak ada yang menyukainya. Hal ini diamini oleh Sugiarto dalam Wibowo (2010:4), ciri-ciri anak pemalu (rendah diri) yang dapat kita amati adalah: sering menghindari kontak mata (menunduk / membuang pandangan ke arah lain), sering mengamuk untuk melepaskan kecemasan, tidak banyak bicara (sering menjawab secukupnya bila ditanya, seperti: ya atau tidak, bahkan hanya mengangguk atau menggelengkan kepala), tidak mau mengikuti kegiatan-kegiatan di kelas maupun
4 10 di luar kelas (pasif), tidak mau meminta pertolongan atau bertanya pada orang yang belum dikenal dengan baik, mengalami demam panggung di saat-saat tertentu, misalnya saat diminta maju ke depan kelas, sulit berbaur dengan lingkungan / situasi baru (butuh waktu yang cukup lama untuk menyesuaikan diri). Menurut Rosmala dalam Nursin (2010:2-3) bahwa ciri anak pemalu adalah sebagai berikut: a) Kurang berani berbicara dengan guru dan teman lain. Anak yang pemalu, selalu gugup dalam berkata-kata sehingga cenderung jadi seorang pendiam dan kurang berbicara orang lain yang dikenalnya; b) Sifat pemalu anak juga dapat dilihat dari keberaniannya mengadakan kontak dengan orang lain. Anak pemalu selalu berusaha menghindari bertatapan mata dengan lawan bicaranya. Saat berkomunikasi dengan orang lain, anak tersebut memilih untuk menunduk atau mengalihkan pandangan ke arah lain; c) Situasi di sekolah terkadang mengharuskan anak untuk melakukan sesuatu yang diperintahkan gurunya, misalnya bernyanyi, bercerita atau mengucap syair. Anak yang pemalu cenderung bersikap pasif atau menolak perintah yang mengharuskan dia menjadi objek perhatian, sehingga dia selalu menolak ketika mendapat giliran untuk tampil di depan kelas; d) Karena merasa diri banyak kekurangan seorang yang pemalu sering memilih untuk melakukan aktivitas sendiri. Kecenderungan ini menyebabkan dia selalu menolak ajakan orang lain untuk bergabung bersama; e) Anak yang memiliki sifat pemalu, tidak suka bertutur panjang lebar dalam berkomunikasi dengan orang lain ia lebih suka berbicara seperlunya saja; dan f) Sifat pemalu dapat pula disebabkan
5 11 oleh rasa kurang percaya diri atau merasa dirinya sangat jauh dari kesempurnaan. Hal ini menyebabkan dia takut untuk berterus terang atau terbuka dengan masalah yang dihadapinya. Sehingga segala sesuatu yang menjadi beban pikirannya seringkali disimpannya dalam hati, atau dipecahkannya sendiri. Adapun ciri-ciri orang yang menderita rasa malu menurut Maris dalam (di unduh tanggal 26 Oktober 2013), menjelaskan: a) mempunyai semangat tinggi dan sekaligus rendah; b) mempunyai niat yang kuat dan sekaligus lemah; c) daya juang antara ada dan tiada; d) ada dorongan untuk melakukan hal-hal yang baik dan perlu; dan e) tidak dapat bertingkah wajar, berbicara enak dan berprestasi normal. Lebih lanjut menurut Maris dalam (diunduh tanggal 26 Oktober 2013), ciri-ciri orang yang menderita rasa malu dalam pergaulan : a)menjadi obyek permainan dan tertawaan; b) dibiarkan sendiri atau malah dianggap sepi sama sekali; c) hak milik dan kepentingan sendiri mudah dirugikan; d) tidak mampu melawan tindak curang dan tipu daya; e) dalam bisnis jarang menang, f) bila jadi bawahan sulit berhubungan dengan atasan dan terlalu mudah dihinggapi rasa salah; dan g) bila jadi pimpinan sulit untuk menuntut bawahan dan menegakkan ketertiban di tempat kerja. C. Faktor yang Mempengaruhi Anak Pemalu Menurut Amril dalam (diunduh tanggal 26 Oktober 2013), adapun faktorfaktor yang menyebabkan anak merasa malu yaitu :
6 12 a) Unsur Keturunan Hal ini merupakan faktor yang tidak langsung dan belum pasti. Sejak lahir anak tersebut terlihat agak sensitif dan kemungkinan hal itu terjadi karena pembawaan saat ibu yang ketika sedang mengandung mengalami tekanan jiwa maupun fisik. Namun ini juga belum dapat menjadi suatu bukti yang kuat apakah kelak anak yang sensitif itu akan menjadi seorang pemalu. b) Masa Kanak-kanak Kurang Gembira Ada sebagian anak yang mengalami hal-hal yang kurang menyenangkan pada masa kanak-kanaknya. Misalnya orangtua sering berpindah- pindah, orangtua bercerai, orangtua meninggal, dipaksa pindah sekolah atau dihina oleh teman dan sebagainya. Semua pengalaman itu mengakibatkan terganggunya hubungan sosial mereka dengan lingkungan, suka menghindar atau mundur, dan tidak berani bergaul dengan orang yang tidak dikenal. c) Kurang Bermasyarakat Sifat pemalu akan terjadi bila anak hidup dengan latar belakang di mana ia diabaikan oleh orangtuanya, atau dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang mengasingkan diri, terlalu dikekang sehingga mereka tidak dapat mengalami hubungan sosial yang normal dengan masyarakat. d) Perasaan Rendah Diri Mungkin perasaan malu itu timbul karena anak bertubuh pendek, bersikap kaku atau punya kebiasaan yang jelek, lalu berusaha untuk menutupinya dengan cara menyendiri atau menghindari pergaulan dengan orang lain.
7 13 Karena kurang rasa percaya diri dan beranggapan dirinya tidak sebanding dengan orang lain, ia tidak suka memperlihatkan diri di keramaian. e) Pandangan Orang Lain Banyak anak yang menjadi pemalu karena pandangan orang lain yang telah merasuk ke dalam dirinya sejak kecil. Mungkin orang dewasa sering mengatakan bahwa ia pemalu, bahkan guru dan teman-teman juga berpendapat sama, sehingga akhirnya ia benar-benar menjadi seorang pemalu. Ditambahkan oleh Enung, (2006:7), faktor-faktor yang Mempengaruhi Malu yaitu : a. Keadaan anak Keadaan individu pada anak, misalnya cacat tubuh ataupun kekurangan pada diri anak akan sangat mempengaruhi perkembangan emosional, bahkan akan berdampak lebih jauh pada kepribadian anak. Misalnya: rendah diri, mudah tersinggung, atau menarik diri dari lingkunganya. b. Faktor belajar Pengalaman belajar anak akan menentukan reaksi potensial mana yang mereka gunakan untuk marah. Pengalaman belajar yang menunjang perkembangan perilaku malu antara lain: Belajar dengan coba-coba : Anak belajar dengan coba-coba untuk mengekspresikan keinginnya dalam bentuk perilaku yang memberi pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberi kepuasan. Belajar dengan mempersamakan diri : Anak meniru reaksi anak orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah
8 14 membangkitkan rasa malunya orang yang ditiru. Disini anak hanya meniru orang yang dikagumi Hakikat Token Economic A. Pengertian Token Economic Token economic adalah sebuah program dimana sekelompok individu bisa mendapatkan token untuk beberapa perilaku yang diharapkan muncul, dan token yang dihasilkan bisa ditukar dengan back up reinforcer. Token economic dibuat berdasarkan prinsip conditioning reinforcement. Conditioning reinforcement adalah stimulus yang tidak secara langsung menguatkan perilaku, namun stimulus tersebut bisa menjadi penguat jika dipasangkan dengan reinforcer lain. ( Economic.doc di unduh tanggal 10 Agustus 2013) Teknik token ekonomi adalah suatu cara untuk penguatan tingkah laku yang ditujukan seorang anak yang sesuai dengan target yang telah disepakati dengan menggunakan hadiah untuk penguatan yang simbolik. Dalam token ekonomi tingkah laku yang diharapkan muncul bisa diperkuat dengan sesuatu yang diinginkan oleh anak, sehingga hasil perilaku yang diharapkan oleh kita bisa ditukar dengan sesuatu yang diinginkan oleh anak. Token ekonomi merupakan salah satu contoh dari perkuatan ekstrinsik yang menjadikan seseorang melakukan sesuatu untuk diraihnya yakni bisa meningkatkan perhatiannya baik dari tingkat tenasitas maupun dari tingkat vigilitas, tujuannya adalah mengubah motivasi yang ekstrinsik menjadi motivasi yang instrinsik, dengan cara ini diharapkan bahwa
9 15 perolehan tingkah laku yang diinginkan dapat menjadi ganjaran untuk memelihara tingkah laku yang baru. (Tarbox dan Wilson dalam Mulyani, 2013:39) Token economy merupakan salah satu bentuk penguatan (reinforcement) positif. Token economy adalah suatu sistem dalam modifikasi perilaku melalui penguatan positif yang berasal dari dasar operant conditioning. Respons dalam operant conditioning, terjadi tanpa didahului stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri sesungguhnya adalah stimulus yang dapat meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu (Syah dalam A isah dkk, (2008:4). B. Langkah-Langkah Dilaksanakan Untuk Implementasi Token Economic Dalam Economic. doc (di unduh tanggal 10 Agustus 2013), adapun Langkah-langkah yang dapat dilaksanakan untuk Implementasi Token Economic yaitu 1. Menentukan Perilaku Target Semakin homogen individu kelompok yang akan dikenai token economic, maka akan semakin mudah menstandardisasikan aturan-aturan yang berlaku dalam token economic. 2. Mencari Garis Basal Yakni memperoleh data sebelum melakukan penanganan, biasanya melalui pengamatan selama dua minggu terhadap perilaku target. Sesudah program dimulai, kita bisa membandingkan data dengan data yang diperoleh saat menentukan garis basal, sehingga dapat menentukan efektivitas program.
10 16 3. Memilih Back up Reinforcer Perlu diperhatikan bagaimana karakteristik peserta program dan apa saja ikira-kira barang yang dibutuhkannya. Barang yang menjadi pengukuh pendukung haruslah barang yang dapat digunakan atau consumable. Perlu diperhatikan pula tempat penyimpanan, dan dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan program. 4. Memilih Tipe Token Yang Akan Digunakan Secara umum, tipe token haruslah menarik, ringan, mudah dipindahkan, tahan lama, mudah dipegang, dan tidak mudah dipalsukan. Beberapa contoh yaitu stiker, keping logam, koin, check-mark, poin, poker chip, stempel yang dicap di buku, tanda bintang, kartu, dll. 5. Mengidentifikasi Sumber-sumber Yang Bisa Membantu Beberapa sumber yang bisa membantu adalah staf, relawan, mahasiswa, residen, orang yang akan dikenai token itu sendiri. 6. Memilih Lokasi Yang Tepat. Token dapat diberikan dimana saja, asal diberikan setelah perilaku target muncul. 7. Menyiapkan Manual / pedoman Token Economic Pada Klien Dan Staf. Dalam token ekonomi terdapat beberapa komponen didalamnya (Miltenberger dalam Mulyani, 2013:39). Pertama, mendefinisikan sasaran perilaku yang bertujuan untuk menjamin bahwa klien tahu perilaku apa yang diharapkan dari mereka, mereka tahu apa yang harus dilakukan supaya menerima token. Banyaknya token diberikan atau yang diambil untuk masing-masing perilaku tertentu juga ditetapkan dan dijelaskan sebelumnya. Kedua,
11 17 mengidentifikasi item untuk digunakan sebagai token, dalam hal ini token diutamakan yang disukai, menarik, mudah untuk dibawa atau dibagikan, dan juga sulit untuk dipalsukan. Biasanya mengunakan materi termasuk chip poker, stiker, objek jumlah, kelereng atau uang mainan. Ketika individu menampilkan perilaku yang diinginkan, dia dengan segera diberi sejumlah token. Token tidak memiliki nilai berarti, namun token kemudian dikumpulkan dan dipertukarkan untuk suatu objek yang penuh arti. Ketiga, mengidentifikasi motif penguatan (back-up reinforcement). Suatu token ekonomi yang dirancang akan baik dengan penggunaan motifmotif penguat yang dipilih oleh individu sendiri dibanding oleh yang dipilihkan. Keempat, perlu menetapkan waktu dan tempat untuk menukar token. Terakhir, implementasi konsistensi token ekonomi oleh staf. Dalam suatu proses token ekonomi untuk berhasil, semua fasilitator yang dilibatkan harus memberi penghargaan perilaku-perilaku yang sama, menggunakan jumlah yang sesuai dari token, menghindari motif penguat dibagikan dengan bebas dan mencegah token dari pemalsuan, mencuri atau diperoleh secara tidak adil. Tanggung jawab staf dan ketentuan-ketentuan token ekonomi harus dijelaskan disuatu manual dan tertulis. Lebih lanjut Economic. doc (di unduh tanggal 10 Agustus 2013) mengemukakan bahwa dalam teknik Token Economic dapat diterapkan serta memiliki kelemahan sebagai berikut : Penerapan Token Economic 1. Membantu murid yang cacat di dalam ruang kelas
12 18 2. Menangani anak anak dengan masalah antisocial 3. Treatment untuk pecandu alkohol 4. Menurunkan tingkat absent dan meningkatkan performa kerja 5. Mengurangi perilaku agresif tahanan. 6. Mengelola perilaku anak dalam keluarga. Kelemahan Token Economic 1. Kurangnya pembentukan motivasi intrinsik, karena token merupakan dorongan dari luar diri. 2. Dibutuhkan dana lebih banyak untuk penyediaan pengukuh pendukung /back up reinforcer 3. Adanya beberapa hambatan dari orang yang memberikan dan menerima token Peran Token Economic dalam meminimalkan perilaku malu pada anak Dalam kehidupan awal seorang anak, orangtua mempunyai arti penting bagi kehidupannya. Hubungan antara anak dan figur orangtua sangat menentukan perkembangan selanjutnya. Kelekatan figur orangtua dan anak merupakan sesuatu yang alami sifatnya karena kelekatan merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya. Salah satu permasalahan muncul dihadapi orangtua dan anak saat anak pertama kali anak harus berpisah dalam waktu yang cukup lama dengan orangtua yang menjadi figur kelekatan, yang biasanya dialami saat anak menjalani pendidikan di taman kanak-kanak, yang ditandai adanya rasa cemas anak untuk
13 19 berpisah dari orangtua atau pengasuhnya. Hal ini wajar karena kedekatan anak dan orang tua terjalin sejak kecil saat anak terpenuhi kebutuhan dasarnya. Namun, perilaku anak menjadi tidak wajar ketika dalam memelihara kedekatannya dengan orang tua pada anak muncul rasa tidak aman yang disebabkan oleh perilaku ibu yang terlalu melindungi atau overprotektif atau suka mengatur segala hal, sehingga ibu tidak dapat mempercayakan pengasuhan kepada orang lain. Banyak terjadinya stress pada anak usia dini ketika memasuki sekolah baru dan senantiasa meminta ibunya untuk menunggu ketika sekolah sampai selesai, bahkan terjadi aksi guling-mengguling dan menangis ketika harus berpisah dengan ibunya. Fenomena yang terjadi pada sebagaian besar anak yang akan memasuki bangkus taman kanak-kanak, sehingganya beberapa orangtua khususnya ibu banyak menghabiskan waktunya untuk menunggu putranya sekolah. Hasil wawancara dari salah satu guru di sekolah menunjukkan bahwa fenomena menunggu anak ketika sekolah terjadi kemungkinan karena kurang adanya aktivitas yang dimiliki seorang ibu kecuali mengurus anak dan keluarganya sehingga ibu senantiasa mengikuti sekolah ketika anak sekolah. Gangguan kecemasan berpisah merupakan bentuk kecemasan yang dialami anak-anak ketika mereka akan meninggalkan rumah dan keluarga mereka, untuk bergabung dengan teman-temannya di sekolah yang ia anggap sebagai orang asing. Kecemasan ini dapat mempengaruhi fungsi-fungsi kehidupan anak sehingga, anak tidak bisa mandiri. Hal inilah yang membuat anak sulit untuk bersosialisasi dangan anak lain ataupun guru.
14 20 Banyak pendekatan yang dapat digunakan untuk menangani anak yang mengalami perilaku malu tersebut antara lain menggunakan pendekatan kognitif, menggunakan analisis keluarga, menggunakan terapi perilaku, dan masih banyak lagi. Namun pendekatan tersebut kurang mendapatkan respon yang baik dari anak itu sendiri. Token ekonomi telah banyak diteliti dan terbukti efektif diberbagai latar belakang, baik sekolah, mulai dari taman kanak-kanak sampai sekolah menenengah, klinik psikiatri serta lembaga rehibilitasi anak-anak dengan permasalahan perilaku, Token ekonomi merupakan intervensi yang paling banyak diteliti dan terbukti valid dalam setting sekolah (McLaughlin & Williams, dalam Hasanah, 2013:6). Token ekonomi yang telah terbukti efektif untuk meningkatkan ketrampilan akademik di sekolah umum diasumsikan mampu untuk mengurangi perilaku lekat di sekolah pada anak yang mengalami gangguan kecemasan berpisah ataupun malu bersosialisasi. Adapun fungsi dari token ekonomi sendiri yakni token tersebut dapat diberikan langsung setelah perilaku yang diharapkan muncul dan kemudian ditukarkan untuk sebuah motif penguat (hadiah). Hal tersebut dapat digunakan untuk menjembatani penundaan yang sangat lama antara respon perilaku target dan hadiah, ketika terjadi kesulitan atau tidak mungkin untuk memberikan penguat cadangan (hadiah) secara langsung setelah perilaku target muncul. Dengan token juga, dapat mempermudah dalam mengelola konsistensi dan keefektifan penguat (hadiah) keika menangani sekelompok individu.
15 21 Tujuan akhir dari pemberian perlakuan ini adalah ketika perilaku yang diharapkan muncul. Perilaku diharapkan muncul akibat kebiasaan yang dilakukan dalam hal ini keberanian menggkapkan pendapat. Harapannya anak mampu mengungkapkan pendapat bukan atas dasar hadiah yang diperolehnya, melainkan perilaku tersebut telah terbentuk dengan sendirinya akibat dari kebiasaan yang dilakukan dalam proses pemberian perlakuan. 2.2 Hipotesis Adapun hipotesis dalam penelitian ini yaitu Jika guru menggunakan teknik token economic maka perilaku malu berbicara pada anak kelompok A TK negeri pembina Ki Hadjar Dewantoro Kecamatan Dungingi dapat di minimalisir
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERILAKU PEMALU PADA ANAK SEKOLAH DASAR. Suriaty Nursin Guru SDN Pembina Luwuk
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERILAKU PEMALU PADA ANAK SEKOLAH DASAR Suriaty Nursin Guru SDN Pembina Luwuk Abstrak Bahwa faktor-faktor yang menyebabkan perilaku pemalu pada anak diantaranya adalah karena anak
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. yang ditandai oleh sikap mengerutkan tubuh untuk menghindari kontak dengan orang lain yang masih
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sifat Pemalu Menurut Prayitno (2004:208) bahwa malu adalah bentuk yang lebih ringan dari rasa takut yang ditandai oleh sikap mengerutkan tubuh untuk menghindari kontak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dibawah situasi yang menekan/stres (Torres et. al, 2012). Menurut Bowlby
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelekatan (attachment) adalah sebuah ikatan afektif yang terus bertahan, yang ditandai oleh kecendrungan untuk mencari dan memelihara kedekatan dengan figur tertentu,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. TK (Taman kanak-kanak) merupakan salah satu lembaga pendidikan formal
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang TK (Taman kanak-kanak) merupakan salah satu lembaga pendidikan formal dalam rangka sistem pendidikan nasional yang merupakan salah satu bentuk
Lebih terperinciBAB IV PENERAPAN LATIHAN ASERTIF DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA YANG MEMILIKI ORANG TUA TUNGGAL (SINGLE PARENT)
BAB IV PENERAPAN LATIHAN ASERTIF DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA YANG MEMILIKI ORANG TUA TUNGGAL (SINGLE PARENT) A. Teknik Latihan Asertif Latihan asertif atau sering dikenal dengan latihan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia 6 tahun. Secara alamiah perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik jasmani maupun rohani sehingga anak memiliki kesiapan untuk memasuki
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian stimulus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki sekolah bukanlah suatu hal yang selalu membahagiakan bagi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki sekolah bukanlah suatu hal yang selalu membahagiakan bagi anak. Walaupun dari segi usia relatif sama, tetapi dari sifat-sifat umum lainnya terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah seorang individu yang sedang menjalani suatu proses tahap perkembangan yang pesat dan fundamental dalam hidupnya. Pada masa ini proses
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah 1. Pengertian Sosialisasi Sosialisasi menurut Child (dalam Sylva dan Lunt, 1998) adalah keseluruhan proses yang menuntun seseorang, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini adalah anak yang unik, dan memiliki karakteristik khusus,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah anak yang unik, dan memiliki karakteristik khusus, salah satunya adalah mempunyai rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN
LAMPIRAN KUESIONER KEMANDIRIAN Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan dengan berbagai kemungkinan jawaban. Saudara diminta untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban yang tersedia sesuai dengan keadaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masalah, terutama masalah perkembangannya. Oleh karena itu, perkembangan. anak perlu diperhatikan, khususnya oleh orang tua dan guru.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Setiap orang tua memiliki kewajiban untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki anak serta membantu anak dalam menyelesaikan masalah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Kualitas sumber daya manusia tergantung pada kualitas pendidikannya. Upaya peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beranjak dewasa. Selain tugas-tugas akademis yang dikerjakan, mahasiswa juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa memiliki tugas yang beragam meliputi tugas-tugas kehidupannya yaitu sebagai seorang remaja ataupun seseorang yang sedang beranjak dewasa. Selain tugas-tugas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa ini sering kali disebut dengan masa keemasan the Golden Age, masa-masa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah individu yang unik, dimana anak selalu bergerak, memiliki rasa ingin tahu yang kuat, memiliki potensi untuk belajar dan mampu mengekspresikan diri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang lain pada manusia ternyata sudah muncul sejak ia lahir,
Lebih terperinciPENGGUNAAN TOKEN ECONOMY UNTUK MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI PADA ANAK USIA DINI. Irma Daniati 1 Giyono 2 Ratna Widiastuti 3
PENGGUNAAN TOKEN ECONOMY UNTUK MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI PADA ANAK USIA DINI Irma Daniati (Irmadaniati9@gmail.com) 1 Giyono 2 Ratna Widiastuti 3 ABSTRACT The purpose of this study was to determine
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar belakang masalah. Setiap anak pada umumnya senang bergaul dan bermain bersama dengan teman
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Setiap anak pada umumnya senang bergaul dan bermain bersama dengan teman sebayanya. Saat bersama dengan teman, seorang anak biasanya selalu penuh dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Pada dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada zaman yang serba konsumtif, orang tua lupa mengajak anakanaknya. untuk hidup hemat, apalagi menabung. Alih-alih mengajak anak
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pada zaman yang serba konsumtif, orang tua lupa mengajak anakanaknya untuk hidup hemat, apalagi menabung. Alih-alih mengajak anak menabung, orangtua sendiri terkadang
Lebih terperinciPermasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY
Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Pendahuluan Setiap anak memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda-beda. Proses utama perkembangan anak merupakan hal
Lebih terperinciPenerapan Reinforcement Theory Pada Anak
Penerapan Reinforcement Theory Pada Anak Beragam problem terkait dengan motivasi berprestasi siswa di sekolah seringkali dihadapi guru. Ada siswa yang senantiasa menyelesaikan pekerjaan, namun jarang mengerjakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan pengertiannya tentang fakta-fakta atau kenyataan. Untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Citra merupakan image yang diberikan seseorang berdasarkan pengetahuan dan pengertiannya tentang fakta-fakta atau kenyataan. Untuk mengetahui citra seseorang terhadap
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA KONSELING BEHAVIOR DALAM MENANGANI SELECTIVE MUTISM SISWA SD RADEN PATAH SURABAYA
91 BAB IV ANALISIS DATA KONSELING BEHAVIOR DALAM MENANGANI SELECTIVE MUTISM SISWA SD RADEN PATAH SURABAYA A. Analisa Proses Konseling Behavior dalam Menangani Selective Mutism Siswa SD Raden Patah Surabaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Kesuksesan (keberhasilan, keberuntungan) yang berasal dari dasar kata sukses yang berarti berhasil, beruntung (Kamus Bahasa Indonesia,1998), seringkali menjadi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1. Prestasi Belajar 2.1.1. Pengertian Belajar Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari perbuatannya yaitu belajar. Hal ini dikarenakan belajar merupakan suatu
Lebih terperinciBAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.
BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Menurut Piaget, remaja usia 11-20 tahun berada dalam tahap pemikiran formal operasional.
Lebih terperinci: PETUNJUK PENGISIAN SKALA
65 No : PETUNJUK PENGISIAN SKALA 1. Sebelum menjawab pernyataan, bacalah secara teliti 2. Pada lembar lembar berikut terdapat pernyataan yang membutuhkan tanggapan Anda. Pilihlah salah satu tanggapan yang
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. tujuan hidupnya, prestasi, kesuksesan dan juga penghargaan. Tanpa didukung oleh
7 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Hakikat Kemandirian Anak 2.1.1 Pengertian Kemadirian Kemandirian merupakan salah satu aspek terpenting yang harus dimiliki setiap individu dan anak, karena
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Lebih terperinci5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya)
Nama : No HP : Alamat : Pendidikan Terakhir : 1. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Pemikiran dan perhatian ditujukan ke dalam,
Lebih terperinci2016 PENGGUNAAN TEKNIK TEGURAN TERHADAP PERILAKU STEREOTYPE PADA PESERTA DIDIK TOTALLY BLIND DI SLB NEGERI A KOTA BANDUNG
A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Orang tunanetra merupakan seseorang yang kehilangan seluruh maupun sebagian dari fungsi penglihatannya, terdapat beberapa dampak yang ditimbulkan dari ketunanetraan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. datang, jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun. Anak usia dini merupakan sumber daya manusia yang sangat penting dan berpotensi tinggi untuk
Lebih terperinciBERPIKIR POSITIF MINIMALKAN PARANOID Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si., psikolog*
BERPIKIR POSITIF MINIMALKAN PARANOID Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si., psikolog* Tidak ada yang benar bagi seorang paranoid. Melihat orang tersenyum; seolah mengejek dirinya, mendengar orang saling bercakap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Fungsi utama Rumah Sakit yakni melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan sistem sosialisasi bagi anak, dimana anak mengalami pola disiplin dan tingkah laku afektif. Walaupun seorang anak telah mencapai masa remaja dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan, kini orangtua semakin memiliki banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk mendaftarkan
Lebih terperinciBAB III HASIL PENELITIAN UPAYA GURU DALAM MELATIH KEMANDIRIAN ANAK USIA DINI DI TK PERTIWI PAGUMENGANMAS. A. Gambaran Umum TK Pertiwi Pagumenganmas
44 BAB III HASIL PENELITIAN UPAYA GURU DALAM MELATIH KEMANDIRIAN ANAK USIA DINI DI TK PERTIWI PAGUMENGANMAS A. Gambaran Umum TK Pertiwi Pagumenganmas 1. Sejarah TK Pertiwi Pagumenganmas TK Pertiwi Pagumenganmas
Lebih terperinciBab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan salah satu negara maju yang ada di dunia. Jepang juga di kenal sebagai negara yang menjunjung tinggi kebudayaan. Sebagai negara maju, Jepang tidak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri Menurut Coopersmith (1967 ; dalam Sert, 2003; dalam Challenger, 2005; dalam Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN
HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi
Lebih terperinciantara stimulus dan respon. Menurut Pavlov respon dari seseorang tergantung
Teori teori Behaviorisme 1. Classical Conditioning, Ivan Pavlov (1849 1936) Pavlov adalah seorang psikolog dari Rusia yang menemukan hubungan antara stimulus dan respon. Menurut Pavlov respon dari seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam zaman pembangunan di Indonesia dan globalisasi dunia yang menuntut kinerja yang tinggi dan persaingan semakin ketat, semakin dibutuhkan sumber daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan yang unik. Masa ini merupakan masa yang tepat untuk menenrukan dasardasar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak usia taman kanak-kanak merupakan masa dimana setiap individu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Masa ini disebut sebagai masa keemasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangannya, dan terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak usia dini sering disebut anak prasekolah, memiliki masa peka dalam perkembangannya, dan terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespons
Lebih terperinciINSTRUMEN PENELITIAN PROFIL PROAKTIVITAS PESERTA DIDIK SMP PETUNJUK PENGISIAN
INSTRUMEN PENELITIAN PROFIL PROAKTIVITAS PESERTA DIDIK SMP Identitas Diri Nama : Tanggal : Jenis Kelamin : L / P Kelas : PETUNJUK PENGISIAN Assalamu alaikum Wr.Wb. Angket ini bukan suatu tes, tidak ada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kurun waktu terdekat ini kemajuan disegala aspek kehidupan menuntut masyarakat untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia, bahasa merupakan alat menyatakan pikiran dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia, bahasa merupakan alat menyatakan pikiran dan perasaan serta sekaligus sebagai alat komunikasi antar manusia. Pengembangan bahasa di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang-orang yang ada disekitarnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan IPTEK yang semakin pesat saat ini mempengaruhi perilaku individu termasuk siswa. Perilaku yang sering muncul pada siswa di sekolah paling banyak pada hal-hal
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan manusia, sekaligus dasar
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan manusia, sekaligus dasar eksistensi suatu masyarakat yang dapat menentukan struktur suatu masyarakat dalam suatu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Respon Penerimaan Anak 1. Pengertian Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selanjutnya. Masa ini dapat disebut juga sebagai The Golden Age atau masa. pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berkembang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah investasi masa depan bagi keluarga dan bangsa yang sedang menjalani proses perkembangan dengan pesat untuk menjalani kehidupan selanjutnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. usia Taman Kanak-kanak memiliki karakteristik yaitu rasa ingin tahu dan antusias
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia TK memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dikuasai karena anak usia TK adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindakan operasi merupakan pengalaman yang biasa menimbulkan kecemasan, kecemasan biasanya berhubungan dengan segala macam prosedur asing yang dijalani pasien dan juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa
15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dipercayai tentang diri sendiri akan membentuk kepribadian diri dalam berkreasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang terlahir dengan berbagai macam karakteristik. Karakteristik tersebut memberikan konsekuensi bagi perkembangan pribadi. Setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan upaya pembinaaan dan pengasuhan yang ditujukan kepada anak sejak lahir hingga anak usia 6 tahun, meskipun sesungguhnya
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. pengetahuan bila anak mengadakan hubungan dengan orang lain. Anak yang
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Hakikat Kemampuan Mengucap Syair 1. Pengertian Bahasa merupakan bentuk utama dalam mengekspresikan pikiran dan pengetahuan bila anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengembangan karakter manusia sebagai makhluk sosial. membutuhkan manusia lainnya untuk berinteraksi.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan karakter manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk berinteraksi. Untuk berhubungan dengan orang lain dibutuhkan komunikasi yang
Lebih terperinciPOLA ASUH MELALUI KOMUNIKASI EFEKTIF AUD. Zumrotus Sholichati PPL PLS UNY
POLA ASUH MELALUI KOMUNIKASI EFEKTIF AUD Zumrotus Sholichati PPL PLS UNY 2016 085643378090 PENGERTIAN Komunikasi pada dasarnya merupakan kegiatan penyampaian pesan. Proses tersebut melibatkan dua pihak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tak akan terlepas dari kodratnya, yaitu manusia sebagai makhluk sosial, yang mana ia harus hidup berdampingan dengan manusia lainnya dan sepanjang hidupnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. laku. Mulai dari kandungan sampai beranjak dewasa sampai tua manusia
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas adalah dunia pendidikan. Pendidikan memiliki tujuan untuk mencerdaskan, meningkatkan
Lebih terperinciBAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS
BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS Kim dan Gudykunts (1997) menyatakan bahwa komunikasi yang efektif adalah bentuk komunikasi yang dapat mengurangi rasa cemas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan selanjutnya. Hal ini sesuai dengan Undang-undang RI Nomor 20
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan sekolah dasar sebagai jenjang paling dasar pada pendidikan formal mempunyai peran besar bagi keberlangsungan proses pendidikan selanjutnya. Hal ini sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anugerah manusia sebagai mahluk sosial, baik secara internal ( sosial untuk
BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Masalah Kepribadian merupakan hal penting bagi setiap manusia, karena dari kepribadian itulah setiap perilaku dan aktivitas manusia bisa dinilai, apakah baik atau buruk,
Lebih terperinciSEKOLAH IDEAL. Oleh: Damar Kristianto
1 SEKOLAH IDEAL Oleh: Damar Kristianto Berbicara mengenai Sekolah Ideal, dalam sharing ini saya ingin membicarakan mengenai pandangan saya seperti apa sekolah umum (inklusi) dalam menyelenggarakan pendidikan
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. efektif dan menyenangkan (PAKEM) pada pelajaran PAI kelas VII. di SMPN 1 Kanigoro Blitar tahun ajaran 2015/2016
BAB V PEMBAHASAN 1. Bagaimana proses pelaksanaan model pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) pada pelajaran PAI kelas VII di SMPN 1 Kanigoro Blitar tahun ajaran 2015/2016 Di dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang
Lebih terperinciLAMPIRAN. Universitas Kristen Maranatha
LAMPIRAN KATA PENGANTAR Saya adalah mahasiswa Psikologi. Saat ini saya sedang melakukan suatu penelitian untuk tugas akhir saya (skripsi) mengenai kecerdasan dari Pemimpin Kelompok Kecil (PKK) Persekutuan
Lebih terperinciPENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak
PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah
Lebih terperincimendapatkan penguasaan pengetahuan, kecakapan, kebijaksanaan.
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kedisiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian Kedisiplinan Belajar Kedisiplinan belajar adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari sekolah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pendidikan yang di berikan anak sejak dini merupakan dasar bagi pembentukan kepribadian manusia secara utuh yaitu ditandai dengan karakter budi pekerti luhur pandai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. sehari-hari. Perilaku sosial mempengaruhi penyesuaian sosial individu. Individu yang
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Perilaku Sosial Anak 2.1.1) Pengertian Perilaku Sosial Anak Hakikat manusia adalah mahluk sosial yang selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Sebagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. datang. Anak dilahirkan dengan potensi dan kecerdasannya masing-masing.
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia dini merupakan generasi penerus bangsa dimasa yang akan datang. Anak dilahirkan dengan potensi dan kecerdasannya masing-masing. Untuk mengoptimalkan potensi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal. individu maupun kelompok. (Diah, 2010).
BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kecemasan Komunikasi Interpersonal 2.1.1. Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal Burgoon dan Ruffner (1978) kecemasan komunikasi interpersonal adalah kondisi ketika individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan anak untuk optimalisasi bagi perkembangannya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Anak adalah anugerah, rezeki, amanah dan kekayaan yang paling berharga bagi orangtua dan keluarganya. Suatu kebahagian bagi orangtua yang selalu berharap agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dewasa awal adalah individu yang berada pada rentang usia antara 20 hingga 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. prasekolah, serta merupakan wadah pendidikan pertama di jalur formal yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Kanak-kanak adalah salah satu bentuk satuan pendidikan prasekolah, serta merupakan wadah pendidikan pertama di jalur formal yang memiliki fungsi sebagai peletak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan dipelihara karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecurangan akademik bukanlah masalah yang baru dalam pendidikan di Indonesia, sehingga fenomena kecurangan akademik dapat dikatakan telah menjadi kebiasaan di
Lebih terperinci