BAB I PENDAHULUAN. manusia juga mahluk yang memiliki keterikatan dengan hadirnya orang lain
|
|
- Ivan Halim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap manusia pada hakikatnya dilahirkan tidak hanya sebagai mahluk yang hidup berdiri sendiri saja atau mahluk individual. Namun, pada dasarnya manusia juga mahluk yang memiliki keterikatan dengan hadirnya orang lain dalam menjalani kehidupannya sebagai mahluk sosial. Seperti yang dikatakan Walgito (2003) bahwa manusia sebagai mahluk individual mempunyai hubungan dengan dirinya sendiri dan juga manusia sebagai mahluk sosial, mempunyai hubungan manusia dengan sekitarnya. Kebutuhan untuk menjalin hubungan sosial adalah bagian dari warisan evolusi manusia (Berscheid & Regnan, 2005). Di sepanjang hidupnya, orang terus mencari pertemanan, sahabat, dan kekasih. Mereka tidak cukup hanya hadir di depan orang lain; manusia ingin menjalin ikatan erat dengan orang yang peduli dan menerima kita. Kebutuhan untuk diterima ini adalah elemen universal dalam diri manusia, sama seperti kebutuhan untuk makan dan minum (Baumeister & Leary, 1995). Terjalinnya suatu hubungan sosial menjadi lebih positif dengan adanya perasaan saling menghormati, menghargai, menerima, menyayangi dan hadirnya cinta terhadap sesama. Seperti yang dikatakan oleh Maslow bahwa pada setiap manusia mempunyai kebutuhan dimiliki dan cinta (Belonging and love needs). Kebutuhan akan dimiliki dan cinta ini tercantum di dalam teori hirarki kebutuhan. Maslow 1
2 (dalam Alwisol, 2009) juga menyatakan bahwa kebutuhan dimiliki atau menjadi bagian dari kelompok sosial dan cinta menjadi tujuan yang dominan. Orang sangat peka dengan kesendirian, pengasingan, ditolak lingkungan, dan kehilangan sahabat atau kehilangan cinta. Kebutuhan dimiliki ini terus penting sepanjang hidup. Maslow juga menambahkan bahwa cinta adalah hubungan sehat antara sepasang manusia yang melibatkan perasaan saling menghargai, menghormati dan mempercayai. Dicintai dan diterima adalah jalan menuju perasaan yang sehat dan berharga, sebaliknya tanpa cinta menimbulkan ke sia-siaan, kekosongan dan kemarahan. Hubungan yang didasari tanpa cinta tidak hanya cenderung sulit menuju perasaan yang sehat dan bahagia. Menimbulkan adanya perasaan kesendirian dan seringkali mendambakan suatu kebersamaan yang indah dengan hadirnya keberadaan orang lain. Fromm (dalam Alwisol, 2009) menyatakan bahwa dalam aspek kondisi eksistensi manusia yaitu kesendirian dan kebersamaan, walaupun manusia adalah pribadi yang mandiri, sendiri tetapi manusia juga tidak bisa menerima kesendirian. Manusia menyadari diri sebagai individu yang terpisah, dan pada saat yang sama juga menyadari kalau kebahagiaannya tergantung kepada kebersamaan dengan orang lain. Orang ingin diterima di dalam kelompoknya sebagai anggota sukarela dan bukan yang sukar rela. Kehangatan persahabatan, ketulusan kasih sayang, penerimaan orang lain yang hangat amat dibutuhkan manusia. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kebutuhan akan eksistensi perasaan cinta dalam kehidupan setiap manusia. 2
3 Kebanyakan orang menyukai cerita cinta, termasuk cerita mereka sendiri (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Menurut Sternbeg (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009), cara cinta berkembang sudah merupakan sebuah cerita. Para kekasih adalah penulis ceritanya, serta jenis cerita yang mereka ciptakan mencerminkan kepribadian mereka dan konsepsi mereka tentang cinta. Saat orang-orang diminta mendefinisikan elemen-elemen yang merupakan bumbu dasar cinta, mayoritas dari mereka menyetujui bahwa perasaan cinta merupakan gabungan dari hasrat (passion), keintiman (intimacy), dan komitmen (commitment) (Aron dan Westbay, 1996; Lemieux dan Hale, 2000; Sternberg, 1997). Hal ini sependapat menurut Sternberg dalam teori segitiga cinta (triangular theory of love) yaitu ketiga unsur atau komponen cinta adalah keintiman (intimacy), gairah (passion), dan komitmen (commitment). Adanya unsur keintiman dalam hubungan melibatkan pengungkapan diri, yang mengarah ke keterikatan, kehangatan, dan rasa percaya. Lalu pada unsur gairah didasari oleh dorongan yang mentranslasi rangsangan fisiologis menjadi hasrat seksual. Dan pada unsur terakhir yaitu komitmen merupakan keputusan untuk mencintai dan bertahan dengan sang kekasih. Adanya keinginan mempunyai suatu hubungan yang memiliki ketiga unsur cinta yakni keintiman, gairah, dan komitmen tentunya tidak semudah membalikan telapak tangan. Sternberg (1988) menyatakan bahwa keintiman maupun komitmen merupakan komponen yang cenderung stabil dalam suatu hubungan cinta. Sedangkan hasrat cenderung berfluktuasi dan tidak stabil. Keutamaan dari setiap elemen tersebut bervariasi tergantung pada lama sebentarnya sebuah hubungan. 3
4 Pada hubungan yang baru dibangun, khususnya pada hubungan yang romantis hasrat cenderung mendominasi. Sedangkan pada hubungan yang telah lama terjalin, keintiman dan komitmen lebih mendominasi. Hal ini menjelaskan bahwa tidak hanya frekuensi waktu yang berpengaruh tetapi adanya faktor usia juga yang mempengaruhi dalam memiliki ketiga unsur cinta dalam suatu hubungan yaitu keintiman, gairah dan komitmen. Erikson (dalam Alwisol, 2009) menyatakan keakraban (intimacy) adalah kemampuan untuk menyatukan identitas diri dengan identitas orang lain tanpa ketakutan kehilangan identitas diri itu. Sedangkan isolasi adalah ketidakmampuan untuk bekerja sama dengan orang lain melalui berbagai intimacy yang sebenarnya. Kalau kadar isolasi berlebihan dan intimacy menjadi kecil, yang timbul bukan cinta tetapi kesendirian. Kesendirian menjadi patologis kalau kekuatannya sampai menghalangi kemampuan kerjasama, kompetisi, atau kompromi, yang semuanya menjadi syarat mutlak untuk adanya intimacy dan cinta. Berbagai penelitian membuktikan bahwa kebutuhan akan kasih sayang yang tidak terpenuhi akan menimbulkan perilaku manusia yang kurang baik: orang akan menjadi agresif, kesepian, frustasi, bunuh diri (Packard, 1974). Keberadaan cinta yang begitu penting pada setiap individu dengan individu lainnya seharusnya dihadirkan tanpa memandang sesuatu perbedaan seperti suku, agama, ras, budaya, jenis kelamin maupun orientasi seksual seseorang dan karakteristik lainnya. Adanya perbedaan yang terjadi tak jarang menimbulkan stigma negatif yang misalnya terjadi karena perbedaan orientasi seksual. Halgin dan Whitbourne (2010) menyatakan bahwa orientasi seksual 4
5 (sexual orientation) adalah sejauh mana seseorang secara erotis tertarik terhadap anggota dari jenis kelamin yang sama ataupun yang berlawanan dengan dirinya. Sebagian besar orang memiliki orientasi yang jelas untuk memiliki aktivitas seksual dengan anggota dari jenis kelamin lain (heteroseksual), namun beberapa orang tertarik terhadap anggota dari jenis kelamin yang sama dengan dirinya (homoseksual), dan ada sebagian lain yang tertarik pada kedua jenis kelamin sekaligus (biseksual). Hal ini menjelaskan bahwa setiap individu mempunyai hak yang sama terkait dengan kebutuhan akan mencintai dan dicintai oleh orang lain. Tidak ada jalur tunggal bagi perkembangan identitas dan perilaku homoseks, lesbian, atau biseksual. Gender, suku bangsa, karakteristik pribadi, status sosial ekonomi, dan tempat tinggal (perkotaan atau pedesaan) dapat memunculkan perbedaan (Diamond & Savin-Williams, 2003). Dalam Papalia, Olds dan Feldman, (2009) kebanyakan penelitian berfokus pada usaha untuk menjelaskan homoseksualitas. Walaupun dahulu dipandang sebagai gangguan mental, penelitian selama beberapa puluh tahun menemukan bahwa tidak ada hubungan antara orientasi homoseksual dengan masalah emosional atau sosial terlepas dari masalah yang disebabkan oleh perlakuan masyarakat terhadap homoseksualitas, seperti kecenderungan depresi. Penemuanpenemuan ini membuat profesi psikiatri di tahun 1973 berhenti mengklasifikasikan homoseksualitas sebagai gangguan mental. Walaupun demikian, masih banyak masyarakat tetap tidak dapat menerima kehadiran mereka. Norma, adat dan budaya serta agama menjadi alasan yang cukup besar 5
6 bagi kebanyakan masyarakat yang berpikiran bahwa individu homoseksual adalah dosa besar, suatu penyakit, memiliki kelainan atau gangguan jiwa dan sebagainya. Menurut survei Newsweek (2000), hampir setengah populasi menganggap homoseksualitas sebagai dosa, dan sepertiga responden dalam survei lain (Americans on Values, 1999) percaya bahwa homoseksualitas merupakan penyakit berlawanan dengan sikap yang diambil oleh American Psychological Association (1997, 2000). Biasanya homoseksual dalam satu waktu atau yang lain menderita kekerasan verbal atau lebih buruk karena orientasi seksual mereka (Cochran, 2001). Seperti perlakuan berdasarkan homophobia dan heterosexism di dalam masyarakat (Meyer, 1995). Homophobia menunjuk pada prasangka, rasa takut, dan rasa tidak suka yang menunjuk langsung pada homoseksual. Heterosexism adalah kepercayaan bahwa heteroseksual adalah lebih baik atau lebih lazim daripada homoseksual. Dapat dimengerti, penolakan sosial cenderung meningkatkan angka kecemasan dan depresi diantara gay dan lesbian (Cochran, 2001; Gilman et al., 2001). Siapapun yang berhadapan dengan diskriminasi dan stigma bereaksi lebih yang sama (Jorm et al., 2002). Barang kali orang-orang bisa memandang gay dan lesbian dalam hubungannya dengan kemanusiaan mereka, daripada seksualitas mereka, prasangka-prasangka yang mereka hadapi akan berkurang (Coon & Mitterer, 2007). Homoseksual sendiri bukanlah suatu masalah (Mays & Cochran, 2001). Namun pada kenyataannya, kondisi dilapangan masih sangat jauh dari harapan adanya penerimaan atas keberadaan homoseksual. Terjadinya diskriminasi dan prasangka yang sulit untuk dilenyapkan. Dimana diskriminasi 6
7 (discrimination) merujuk pada aksi negatif terhadap kelompok yang menjadi sasaran prasangka (Baron & Byrne, 2003). Sebagai sebuah sikap, prasangka juga melibatkan perasaan negatif atau emosi pada orang yang dikenal ketika mereka hadir atau hanya dengan memikirkan anggota kelompok yang tidak mereka sukai (Bodenhausen, Kramer & Susser, 1994b; Vanman dkk., 1997). Hal inilah yang terjadi pada wilayah jenis kelamin dan orientasi seks dimana banyak masyarakat secara diskrit hanya mengakui jenis kelamin laki-laki dan perempuan secara tegas, dan kedua posisi berpasangan. Tidak ada tempat bagi laki-laki yang menjalin hubungan dengan laki-laki atau perempuan yang menjalin hubungan dengan perempuan. Orang pada umumnya memilih untuk mematuhi sebagian besar norma sosial dalam kelompok di mana mereka berada seperti sosialisasi peran gender yang sesuai dengan yang diyakini. Sosialisasi peran gender mencerminkan semua tekanan yang tak terpisahkan dari orangtua, teman sebaya, dan kekuatan budaya bahwa mendorong laki-laki untuk bersikap seperti laki-laki dan perempuan untuk bersikap seperti perempuan (Coon & Mitterer, 2007). Kerangka berpikir kognitif yang sudah terbentuk pada masyarakat dengan sangat kuatnya yang disertai dengan pengetahuan terbatas membuat kondisi yang ada cenderung harus sesuai dengan keyakinan mereka. Keadaan ini membuat sulit diterimanya bahkan tak jarang terjadinya penolakan negatif pada individu yang berorientasi homoseksual. Homoseksualitas dan biseksualitas dianggap buruk, dan stigma ini dapat memiliki berbagai konsekuensi negatif (misalnya, stres minoritas) sepanjang rentang kehidupan (D'Augelli & Patterson, 1995; DiPlacido, 1998; Herek & garnet, 2007; Meyer, 1995, 2003). 7
8 Paradigma dan persepsi masyarakat yang konservatif ini membuat individu-individu yang memiliki orientasi seksual homoseksual mendapatkan tekanan sosial yang sangat kuat bahkan tak jarang orang terdekat seperti keluarga juga mengusir dan tidak mengakui lagi bila mengetahui anaknya adalah homoseksual. Mereka mungkin ragu untuk menyatakan orientasi seksual mereka, bahkan kepada orang tua mereka sendiri karena takut mengalami penolakan kuat atau keretakan dalam keluarga ( Hillier, 2002; C. J. Patterson, 1995b). Namun, bila dibandingkan individu homoseksual khusunya gay, tekanan sosial yang didapatkan tak seberat seorang waria. Bila dibandingkan dengan seorang waria, penampilan seorang gay layaknya penampilan seorang pria apa adanya atau pada umumnya. Hal inilah yang membedakan antara waria dengan gay. Meski secara orientasi seksual kedua jenis ini sama-sama digolongkan sebagai homoseksual atau orientasi seksual yang menyukai sesama jenis kelamin, namun pada gay, mereka lebih memilih untuk tetap berpenampilan laki-laki dan lebih merasa nyaman untuk tetap mengaku diri sebagai laki-laki. Perbedaan ini disebabkan oleh toleransi yang lebih rendah dalam masyarakat bagi anak laki-laki yang berpakaian seperti wanita (Bradley & Zucker, 1997). Sehingga, tidak mudah untuk mengenali perbedaan orientasi heteroseksual atau homoseksual pada seorang pria dibandingkan penampilan seorang waria yang terlihat jelas. Dalam Davidson, Neale, dan Kring (2010) terdapat orang-orang yang mengalami Gangguan Identitas Gender (GIG), yang sering dikenal dengan sebutan transeksualisme. Kriteria transeksual seringkali identik dengan fenomena waria karena cenderung memiliki kemiripan yang tumpangtindih. Waria memang 8
9 memiliki orientasi homoseksual dan juga cenderung merasa bahwa dirinya adalah seorang wanita bukan seorang pria. Atmojo (dalam Rahayuningsih, 2007) berpendapat bahwa waria (wanita pria) adalah laki-laki yang berdandan dan berperilaku sebagai wanita. Mereka mendapatkan kepuasan tersendiri ketika memakai pakaian lawan jenis. Pada istilah sehari-hari, mereka inilah yang sering disebut sebagai waria, wadam, banci, bencong, ataupun istilah semacam itu (Fusiah Fitri & Julianti Widury, 2005). Tak jarang mereka juga melakukan suntik dan operasi untuk melakukan perubahan fisik yang lebih mendekati untuk menjadi fisik seorang wanita yang seharusnya. Namun, pada waria tak sampai melakukan operasi pergantian jenis kelamin sebagai kriteria utama yang dilakukan para transeksual. Adanya fenomena sosial tentang waria ini membuat masyarakat dengan mudahnya melakukan diskriminasi, stereotip, bahkan tak jarang sampai melakukan kekerasan secara verbal, fisik dan seksual terhadap kehadiran mereka. Jumlah waria yang terus bertambah menimbulkan berbagai reaksi dimasyarakat, mulai dari adanya penolakan di dalam keluarga, kurang diterima atau bahkan tidak diterima secara sosial, dianggap sebagai lelucon, hingga kekerasan baik verbal maupun non verbal (Dep.Sos RI, 2008). San Francisco Department of Public Health Study (dalam Ekasari, 2011) menyatakan bahwa 83 % waria melaporkan telah mengalami pelecehan secara verbal, 37 % mengalami pelecehan seksual/fisik, 46 % mengalami diskriminasi di masyarakat dan 37 % mengalami penolakan di dalam keluarga. Keberadaan waria menjadikan kaum minoritas yang mendapatkan perlakuan tidak adil dari masyarakat dan juga reaksi-reaksi negatif 9
10 lainnya. Bagi orang yang tidak sesuai dengan jenis kelamin dan peran gender konvensional, sulit menemukan model peran dan sama-sama sulit untuk menemukan penerimaan dari keluarga, teman sebaya, dan masyarakat (Fausto- Sterling, 2000; Feinberg, 1996; Glenn, 2002). Mereka dianggap menyimpang dan menyalahi kodratnya sebagai laki-laki yang berpakaian perempuan. Tak jarang masyarakat juga berpikir bahwa semua waria adalah pekerja seks dengan melihat mereka berpakaian seksi, mini dan sering keluar malam. Adanya stereotip bahwa waria identik dengan pekerjaan malam dan mejeng di jalan menimbulkan adanya stigma dan anggapan buruk dari masyarakat yang pada akhirnya menjadikan suatu diskriminasi bagi komunitas waria. Masyarakat masih memandang sebelah mata dan selalu melihat waria hanya dari segi buruknya saja, hal negatif yang terjadi pada waria di blow-up dan menjadi menu utama pemberitaan di media. Intimidasi gender terjadi ketika anggota dari satu jenis kelamin diperlakukan dengan cara yang membuat mereka merasa terhina, tidak aman, atau inferior karena jenis kelamin mereka (Kramarae, 1992). Mereka kurang mendapatkan kebebasan bahkan hak asasinya sebagai manusia. Padahal sejak dilahirkan, setiap manusia mempunyai hak asasi yang sama tanpa harus mengenal orientasi seksual seseorang. Prasetio (2012) menyatakan bahwa di dalam Undang-Undang Dasar tertulis jelas setiap warga Negara adalah setara dalam memperoleh kedudukan dan hak yang sama di mata hukum. Dalam pasal 27 ayat 1 menyatakan bahwa segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 10
11 Namun dalam prakteknya hukum sering kali menciderai rasa keadilan bagi korban, terutama bagi masyarakat yang termarjinalkan. Dimana perlakuan diskriminasi baik dari status sosial termasuk orientasi seksual dan identitas gender mereka sering menjadi salah satu alasan aparat penegak hukum bertindak sewenang-wenang dalam melakukan penangkapan tanpa ada informasi yang akurat terhadap individu yang mereka duga sebagai pelaku. Seperti yang dikatakan oleh salah satu peserta asal DKI Jakarta dalam acara pelatihan HAM pada tanggal 29 April hingga 1 Mei 2010 di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Jawa Barat yang tiba-tiba diserbu kelompok massa tertentu, ia mengatakan "Waria bukan sampah masyarakat. Kami punya keluarga. Kami manusia, punya hati nurani, tapi hak kami diinjak-injak seperti bukan manusia". Tekanan-tekanan sosial yang harus diterima dan dirasakan ini membuat mereka mendambakan kebebasan dan keadilan yang sama dengan yang lainnya dan juga kebutuhan akan cinta dan kasih sayang sebagai manusia pada umumnya. Berdasarkan uraian-uraian diatas, persoalan mengenai fenomena waria terkait dengan cinta semakin kompleks. Penelitian atau jurnal-jurnal lebih cenderung banyak yang mengungkapkan mengenai isu transeksual. Hal ini terjadi karena penelitian atau teori-teori yang membahas waria belum berbicara terlalu banyak. Sebagai manusia, seorang waria juga mempunyai kebutuhan akan mencintai dan dicintai oleh orang lain serta hak-hak asasi yang sama dengan individu-individu lainnya untuk mendapatkan keadilan, perlindungan, dan kebebasan. Namun, eksistensinya sebagai seorang waria tak jarang menimbulkan konflik, kekerasan, diskriminasi yang serius dan tekanan sosial dari masyarakat 11
12 bahkan dari keluarganya sendiri. Dalam kondisi kesendirian dan terkucilkan seperti ini, seorang waria sama halnya dengan manusia lainnya membutuhkan adanya dukungan, kasih sayang, cinta, rasa aman dan nyaman dalam hidupnya dari orang lain. Dengan berbagai persoalan yang terjadi dan terkait dengan teori segitiga cinta Sternberg itulah, maka timbul pertanyaan untuk meneliti secara mendalam bagaimana penghayatan cinta pada waria berdasarkan teori segitiga cinta Sternberg? 1.2 RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah keintiman dalam penghayatan cinta pada waria berdasarkan teori segitiga cinta Sternberg? 2. Bagaimanakah gairah dalam penghayatan cinta pada waria berdasarkan teori segitiga cinta Sternberg? 3. Bagaimanakah komitmen dalam penghayatan cinta pada waria berdasarkan teori segitiga cinta Sternberg? 1.3 TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan keintiman dalam penghayatan cinta pada waria berdasarkan teori segitiga cinta Sternberg. 12
13 2. Mendeskripsikan gairah dalam penghayatan cinta pada waria berdasarkan teori segitiga cinta Sternberg. 3. Mendeskripsikan komitmen dalam penghayatan cinta pada waria berdasarkan teori segitiga cinta Sternberg. 1.4 MANFAAT PENELITIAN Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, penulis mengharapkan hasil penelitian ini memberikan dua manfaat, yaitu: 1. Manfaat Teoritis Manfaat penelitian dari segi teoritis ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi ilmiah bagi disiplin ilmu psikologi dan juga acuan sebagai bahan penelitian selanjutnya tentang waria, khusunya mengenai penghayatan cinta pada waria berdasarkan teori segitiga cinta Sternberg. 2. Manfaat Praktis Manfaat penelitian dari segi praktis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa Universitas Mercu buana khususnya bagi program studi ilmu psikologi. Berguna sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya yang akan melakukan penelitian pada kajian yang sama. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi para masyarakat secara umum untuk mengenal lebih dekat tentang fenomena waria dan menambah serta memperkayah khazanah keilmuan tentang pengahayatan cinta pada waria. 13
BAB I PENDAHULUAN. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seksualitas merupakan salah satu topik yang bersifat sensitif dan kompleks. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang
BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah Fenomena kaum waria merupakan suatu paparan nyata yang tidak dapat ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang mengetahui seluk-beluk
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang selalu membawa pengaruh positif dan negatif. Dampak perkembangan yang bersifat positif selalu dapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini masyarakat mulai menyadari akan adanya keberadaan kaum gay disekitar mereka. Data yang dilansir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orientasi seksual mengacu pada pola abadi emosional, atraksi romantis, dan seksual dengan laki-laki, perempuan, atau kedua jenis kelamin. Orientasi seksual
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi dan bersosialisasi. Karena manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena gay dan lesbi nampaknya sudah tidak asing lagi di masyarakat luas. Hal yang pada awalnya tabu untuk dibicarakan, kini menjadi seolah-olah bagian dari
Lebih terperincitersisih ", mengandung pengertian bahwa kaum gay pada akhirnya tetap
BABI PENDAHUL UAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Pada umumnya, masyarakat di Indonesia mengenal adanya 3 Jems orientasi seksual. Ketiga orientasi tersebut adalah heteroseksual, homoseksual dan biseksual.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penulisan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan individu dewasa adalah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis yang akan menimbulkan hubungan interpersonal sebagai bentuk interaksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ditinjau dari segi bahasa kata waria adalah singkatan dari wanita dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari segi bahasa kata waria adalah singkatan dari wanita dan pria. Istilah lain waria adalah wadam atau wanita adam. Ini bermakna pria atau adam yang
Lebih terperinciCOPING KAUM GAY DALAM PENYESUAIAN SOSIAL MASYARAKAT DI YOGYAKARTA
COPING KAUM GAY DALAM PENYESUAIAN SOSIAL MASYARAKAT DI YOGYAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S1 Psikologi Diajukan oleh : ANDRI SUCI LESTARININGRUM F 100
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita. Setiap individu, baik pria maupun wanita memiliki peran masing-masing serta mengalami pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang paling penting yang dihadapi oleh manusia adalah kebutuhan untuk mendefinisikan diri sendiri, khususnya dalam hubungannya dengan orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki atau perempuan. Secara biologis manusia dengan mudah dibedakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Manusia secara umum menyukai orang yang memiliki karakteristik
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia secara umum menyukai orang yang memiliki karakteristik sama dan tidak menyukai orang yang memiliki karakteristik berbeda dengan mereka (Baron, Byrne
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah perubahan yang terjadi pada perkembangan pribadi seseorang. Masuknya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi dunia mempengaruhi banyak bidang kehidupan, salah satunya adalah perubahan yang terjadi pada perkembangan pribadi seseorang. Masuknya media Eropa ke Asia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan teknologi semakin canggih membuat komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin canggih dan berbagai sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seksual kepada sesama jenisnya, disebut gay bila laki-laki dan lesbian bila
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia orientasi seksual yang umum dan diakui oleh masyarakat kebanyakan adalah heteroseksual. Namun tidak dapat dipungkiri ada sebagian kecil dari masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sebuah kumpulan individu yang memiliki sebuah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah sebuah kumpulan individu yang memiliki sebuah norma dan nilai sosial didalamnya yang tujuannya untuk menata keteraturan dalam masyarakat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waria merupakan salah satu jenis manusia yang belum jelas gendernya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waria merupakan salah satu jenis manusia yang belum jelas gendernya. Kehidupan waria sama dengan manusia lainnya. Selaras dengan kodrat manusia sebagai makhluk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam sejarah manusia, belum. ditemukan seorang manusia yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam sejarah manusia, belum ditemukan seorang manusia yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (Dr.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Cinta 2.1.1. Pengertian Cinta Cinta adalah hubungan sehat antara sepasang manusia yang melibatkan perasaan saling menghargai, menghormati, dan mempercayai (Alwisol, 2009). Ada
Lebih terperinciPERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL
PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas tentang landasan teori berupa definisi, dimensi, dan faktor yang berpengaruh dalam variabel yang akan diteliti, yaitu bahasa cinta, gambaran tentang subjek
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Tinjauan tentang Orientasi Seksual a. Pengertian Orientasi Seksual Setiap individu memiliki suatu ketertarikan, baik secara fisik maupun emosional
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya diperoleh gambaran bahwa
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya diperoleh gambaran bahwa keseluruhan subyek yang sedang dalam rentang usia dewasa awal mengalami tahapan pembentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi, dan bahkan terus meningkat. Saling membenci antar etnik atau saling
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak Indonesia dilahirkan, konflik, perilaku kekerasan, dan diskriminasi terus terjadi, dan bahkan terus meningkat. Saling membenci antar etnik atau saling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dalam hidupnya akan selalu berkembang dan harus melalui tahap-tahap perkembangannya. Akibat dari perkembangan tersebut, manusia akan mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. segala bidang menuntut manusia untuk berpikir dan berperilaku selaras dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di tengah perkembangan jaman yang semakin maju dan sarat perubahan di segala bidang menuntut manusia untuk berpikir dan berperilaku selaras dengan perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini keragaman fenomena sosial yang muncul di kota-kota besar di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini keragaman fenomena sosial yang muncul di kota-kota besar di Indonesia semakin kompleks dan berkembang dengan cepat, bahkan lebih cepat dari tindakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa sebagai bagian dari kelompok remaja akhir terlibat dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa sebagai bagian dari kelompok remaja akhir terlibat dalam interaksi sosial. Salah satu faktor yang melatar belakangi seorang individu berinteraksi dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kalangan remaja maupun dewasa tersebut. atau sesama pria.selain itu, seks antar sesama jenis tersebut sekarang bukan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa pemilihan yang akan menentukan masa depan seseorang. Tidak sedikit dari remaja sekarang yang terjerumus dalam berbagai permasalahan.tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil survei yang dilakukan Hotline Pendidikan dan Yayasan Embun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil survei yang dilakukan Hotline Pendidikan dan Yayasan Embun Surabaya pada bulan Juli-Oktober 2012 pada pelajar SMA dan sederajat yang berusia 15-17 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat, terlebih di masyarakat perkotaan. Fenomena waria merupakan suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di jaman modern ini, banyak sekali waria yang hidup di dalam masyarakat, terlebih di masyarakat perkotaan. Fenomena waria merupakan suatu paparan nyata yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana manusia tersebut tidak dapat hidup sendiri melainkan membutuhkan orang lain dalam menjalankan kehidupannya. Seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami pelecehan-pelecehan yang dilakukan oleh aparat-aparat yang. beralasan dari masyarakat pada umumnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era zaman modern ini, keberadaan kaum waria seakan penuh dengan nilai-nilai negatif dalam pribadi seseorang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupannya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketika ia dilahirkan, baik ia dilahirkan sebagai orang kaya atau miskin, berkulit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tidak ada seorangpun yang dapat memilih oleh siapa dan menjadi apa ketika ia dilahirkan, baik ia dilahirkan sebagai orang kaya atau miskin, berkulit terang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cinta (Love) 1. Pengertian Cinta Chaplin (2011), mendefinisikan cinta sebagai satu perasaan kuat penuh kasih sayang atau kecintaan terhadap seseorang, biasanya disertai satu
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu
19 BAB II LANDASAN TEORI A. Biseksual 1. Definisi Biseksual Krafft-Ebing, salah seorang seksologis Jerman menyebut biseksual dengan sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan lingkungannya agar mampu bertahan dalam berbagai aspek kehidupan. Individu dituntut mampu menjadi manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Homoseksualitas adalah salah satu fenomena sosial yang kontroversial
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Homoseksualitas adalah salah satu fenomena sosial yang kontroversial sekaligus menarik untuk didiskusikan. Di Indonesia sendiri, homoseksualitas sudah meranah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bijaksana. Seiring dengan bergulirnya waktu, kini bermilyar-milyar manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuhan menciptakan bumi dengan segala isinya, termasuk manusia yang dipercaya Tuhan untuk hidup di dunia dan memanfaatkan segala yang ada dengan bijaksana. Seiring
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sepanjang rentang kehidupan individu, banyak hal yang dipelajari dan mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman bersama keluarga dan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological
15 BAB II LANDASAN TEORI A. PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 1. Definisi Psychological Well-Being Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological well-being menjadi afek positif dan afek negatif. Penelitiannya
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan yaitu : 5.1.1. Indikator Identitas Diri Menurut subjek SN dan GD memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berjenis kelamin wanita disebut lesbian, dan homoseksual yang berjenis kelamin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Homoseksual adalah orang yang konsisten tertarik secara seksual dan romantik terhadap orang yang memiliki jenis kelamin yang sama. Homoseksual yang berjenis
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditariklah suatu kesimpulan yaitu : 5.1.1 Indikator kepuasan Seksual Subyek A, B dan C menyatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan
13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan
Lebih terperinciditawarkan, dimana saja, kapan saja, dan siapa saja tanpa memandang batasan bisa mengakses internet. Kemunculan internet juga membawa kita mengenal me
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang lain untuk hidup bersama dalam suatu kelompok atau masyarakat. Setiap orang tidak mampu hidup sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak diciptakannya manusia pertama yang dikenal dengan Adam dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diciptakannya manusia pertama yang dikenal dengan Adam dan Hawa, sejak saat itu pula orang mengetahui bahwa manusia diciptakan secara berpasang-pasangan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seperti rasa kasih sayang, rasa aman, dihargai, diakui, dan sebagainya.memenuhi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia membutuhkan manusia lain dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, baik itu kebutuhan biologis seperti makan dan minum maupun kebutuhan psikologis, seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk yang tidak pernah berhenti berubah, semenjak pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan baik dalam kemampuan fisik maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi sesama manusia. Manusia membutuhkan manusia lainnya sebagai pemenuhan kebutuhan lahir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu bentuk interaksi antar manusia, yaitu antara seorang pria dengan seorang wanita (Cox, 1978). Menurut Hurlock (1999) salah
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
101 BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini merupakan sebuah upaya untuk memperoleh gambaran mengenai kebutuhan intimacy melalui wawancara mendalam. Berdasarkan hasil analisis,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan mengenai kesejahteraan subjektif pria dengan orientasi seksual sejenis, didapatkan kesimpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebanyakan orang-orang hanya melihat dari kulit luar semata. Lebih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena kaum waria merupakan suatu paparan nyata yang tidak dapat ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang mengetahui seluk-beluk kehidupan
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengalaman hidup sebagai
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengalaman hidup sebagai homoseksual dengan pendekatan studi fenomenologi ini, menyimpulkan dan menyarankan beberapa hal. 6.1 Kesimpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari eksistensi manusia di dunia. Kebahagiaan itu sendiri dapat dicapai dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua orang menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Aristoteles (dalam Bertens, 2004) menyebutkan bahwa kebahagiaan merupakan tujuan utama dari eksistensi manusia
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dari ketiga subyek, mereka memiliki persamaan dan perbedaan dalam setiap aspek yang diteliti. Khususnya dalam penelitian mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia. Menurut World Health Organization (WHO) sehat itu
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah elemen terpenting dalam kehidupan yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Menurut World Health Organization (WHO) sehat itu sendiri dapat diartikan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. Di masa ini, remaja mulai mengenal dan tertarik dengan lawan jenis sehingga remaja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Menurut Clarke-Sweart & Friedman (dalam Hendriati 2006) masa remaja
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Penelitian Menurut Clarke-Sweart & Friedman (dalam Hendriati 2006) masa remaja merupakan masa transisi atau masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.
Lebih terperinciBab 1. Pendahuluan. remaja dan yang terakhir adalah masa dewasa. Di dalam masa dewasa, setiap
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Setiap individu tentunya akan mengalami pertambahan usia. Pertambahan usia setiap individu itu akan terbagi menjadi masa kanak kanak kemudian masa remaja dan yang terakhir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan McMullin (1992) (dikutip dalam Siahaan, 2009: 47) mengungkapkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Homoseksual merupakan suatu realitas sosial yang semakin berkembang dalam kehidupan masyarakat. Keberadaan homoseksual telah muncul seiring dengan sejarah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada rentang usia tahun mulai membangun sebuah relasi yang intim
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Santrock mengatakan bahwa individu pada masa dewasa awal yang berada pada rentang usia 19 39 tahun mulai membangun sebuah relasi yang intim dengan individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, tidak semua orang berada pada kondisi fisik yang sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan ada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Orientasi seksual yang dikenal dan diketahui masyarakat Indonesia pada umumnya hanya ada satu jenis saja, yakni heteroseksual atau pasangan yang terdiri dari dua orang
Lebih terperinciBab 5. Ringkasan. Ruka Kishimoto Dalam Serial Drama Jepang Last Friends. Adapun tujuan dan metode penelitian juga tercantum dalam pendahuluan.
Bab 5 Ringkasan 5.1 Ringkasan Isi Skripsi Mengenai Analisis Psikologi Transgender Pada Tokoh Ruka Kishimoto Dalam Serial Drama Jepang Last Friends. Dalam bab ini, penulis akan menjabarkan ringkasan dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasar kodratnya, manusia ditakdirkan berpasang-pasangan membangun
BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasar kodratnya, manusia ditakdirkan berpasang-pasangan membangun keluarga melalui pernikahan lalu memiliki keturunan dan terkait dengan kecenderungan seksual
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog Jerman Karoly Maria Benkert. Walaupun istilah ini tergolong baru tetapi diskusi tentang seksualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Posisi perempuan dalam kehidupan sosial ternyata belum sejajar dengan laki-laki meskipun upaya ke arah itu telah lama dan terus dilakukan. Kekuatan faktor sosial,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berusia diatas enam belas tahun berpendapat sama mengenai hubungan sesama jenis
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Homoseksual (Lesbian) merupakan masalah yang kompleks, menyangkut berbagai aspek kehidupan manusia baik sosial maupun agama. Hawari (2009) menyatakan bahwa istilah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi sehingga remaja banyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya dan sekolah merupakan salah satu tempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waria atau banci adalah laki-laki yang berorientasi seks wanita dan berpenampilan seperti wanita, (Junaidi, 2012: 43). Waria adalah gabungan dari wanita-pria
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keren ketimbang belanja di pasar tradisional. memenuhi kebutuhan hidupnya (Halim, 2008, h.129). Masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, pertumbuhan ekonomi di Indonesia ini merupakan salah satu yang paling pesat. Karena banyaknya mal-mal, apartemen maupun gedung-gedung
Lebih terperinci