LAPORAN ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG BERMASALAH DI PELABUHAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG BERMASALAH DI PELABUHAN"

Transkripsi

1 LAPORAN ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG BERMASALAH DI PELABUHAN PUSAT PENGKAJIAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2016

2 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, kekuatan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan kajian ini dengan baik dan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Kementerian Perdagangan sebagai salah satu instansi penerbit perijinan yang menjadi bagian dalam pengurusan barang pada proses bongkar muat di pelabuhan terus berupaya agar target dweeling time dapat tercapai, melalui penyederhanaan perijinan melalui Deregulasi kebijakan ekspor dan impor. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Perdagangan berencana untuk melakukan identifikasi terhadap lalu lintas barang yang masuk melalui beberapa pelabuhan utama di Indonesia. Dalam rangka upaya mendorong daya saing perekonomian Indonesia dan sekaligus mencapai target penurunan Dwelling Time di pelabuhan, maka Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri melakukan kajian terkait Analisis Identifikasi Produk Impor Yang Bermasalah di Pelabuhan. Hasil analisis ini diharapkan dapat memetakan produkproduk impor yang selama ini paling banyak bermasalah dalam pengurusan waktu bongkar muat di pelabuhan agar dapat ditentukan solusinya bagi pencapaian target dweeling time yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran diharapkan dari semua pihak untuk tahap pengembangan dan penyempurnaan kajian ini di masa akan datang. Besar harapan penulis bahwa informasi sekecil apapun yang terdapat dalam kajian ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca. Jakarta, Maret 2016 Tim Analisis i

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v BAB I...1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Output Dampak / Manfaat Ruang Lingkup Analisis Sistematika Laporan...5 BAB II...7 TINJAUAN PUSTAKA Dwelling Time Ketentuan Proses Bongkar Muat di Pelabuhan Benchmarking Negara Lain BAB III METODE PENGKAJIAN BAB IV IDENTIFIKASI PRODUK YANG BERMASALAH DI PELABUHAN Identifikasi Jumlah Kontainer Menurut Pelabuhan Masuk Identifikasi Waktu Bongkar Muat Kontainer Menurut Jenis Produk Identifikasi Permasalahan Bongkar Muat di Pelabuhan BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penyebab Produk yang Sering Bermasalah di Pelabuhan ii

4 5.2. Peran Kemendag dalam Mengurangi Potensi Permasalahan di Pelabuhan Potensi Pengurangan Dwelling Time Mempelajari Proses Bongkar Muat di Pelabuhan Busan, Korea Selatan BAB VI PENUTUP Kesimpulan Rekomendasi iii

5 DAFTAR TABEL Tabel Judul Hal. Tabel 2.1 Target dan Realisasi Dwelling Time di Pelabuhan 9 Tanjung Priok 2015 Tabel 2.2 Tarif Pelayanan Jasa Petikemas di Pelabuhan Tanjung Priok 11 iv

6 DAFTAR GAMBAR Gambar Judul Hal. Gambar 1.1 Perkembangan Waktu Pengurusan Bongkar Muat 2 di Pelabuhan Gambar 2.1 Proses Dwellling Time Impor 8 Gambar 4.1 Jumlah Arus Kontainer Seluruh Indonesia 16 Gambar 4.2 Jumlah Arus Kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok 17 Gambar 4.3 Volume Bongkar Muat di Pelabuhan Tanjung Priok 18 v

7 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Melihat kenyataan bahwa kondisi geografis Indonesia merupakan negara kepulauan dimana wilayah perairan jauh lebih luas dibanding daratannya maka sudah merupakan hal yang wajar apabila pembangunan dan pengaturan transportasi laut dewasa ini perlu mendapat perhatian yang besar. Pelabuhan sebagai pintu gerbang perekonomian mutlak harus dapat memberikan kontribusi antara lain penekanan distribution cost yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier terhadap pertumbuhan dan pendapatan nasional. Untuk itu, lamanya proses bongkar muat di pelabuhan menjadi salah satu penyebab inefisiensi dalam perekonomian di Indonesia. Lamanya waktu bongkar muat barang di pelabuhan sering disebut dengan istilah Dwelling Time. Proses Dwelling Time terbagi dalam tiga tahapan yang meliputi aktivitas bongkar, penyimpanan dan penyiapan dokumen peti kemas di pelabuhan (pre customs clearance), aktivitas kepabeanan (customs clearance), dan pengangkutan serta pembayaran yang melibatkan perbankan (post customs clearance). Terkait dengan dunia kepelabuhan, Dwelling Time yang menjadi isu hangat di berbagai media massa beberapa bulan terakhir adalah mengacu kepada waktu tunggu kontainer sejak dibongkar dan ditimbun di dalam area pelabuhan hingga dikeluarkannya kontainer tersebut dari pelabuhan. Waktu tunggu tersebut mempengaruhi kelancaran arus barang di pelabuhan dan kelancaran distribusi barang impor, serta kelancaran proses produksi, sehingga Dwelling Time turut memiliki pengaruh terhadap perekonomian di suatu negara. Dalam terminologi kepelabuhan, penyebab meningkatnya waktu proses Dwelling Time di pelabuhan banyak diakibatkan oleh sarana dan 1

8 prasarana seperti kapasitas tempat penimbunan kontainer yang kurang luas, jalanan yang macet, maraknya praktik pungutan liar atau pungli, tumpang tindihnya perijinan, birokrasi yang rumit, dan panjangnya prosedur yang harus diselesaikan. Itu belum termasuk disparitas biaya penumpukan kontainer di pelabuhan yang lebih murah ketimbang menyewa gudang penimbunan di luar pelabuhan sehingga banyak importir yang lebih senang memanfaatkan pelabuhan sebagai tempat untuk "menitipkan" kontainer impor mereka. Berdasarkan data statistik, perkembangan jumlah lamanya waktu dalam pengurusan bongkar muat di pelabuhan sepanjang periode Januari 2013-Mei 2015 menunjukkan adanya penurunan dengan rata-rata lamanya waktu berkisar antara 5,47 hari hingga 9,24 hari. Data tersebut menunjukkan masih belum tercapainya target yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu 4,7 hari Gambar 1.1. Perkembangan Waktu Pengurusan Bongkar Muat di Pelabuhan Sumber: Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Perdagangan sebagai salah satu instansi penerbit perijinan yang menjadi bagian dalam pengurusan barang pada proses bongkar muat di pelabuhan terus berupaya untuk mengurangi waktu pengurusan perijinan agar target dweeling time dapat tercapai. Langkah 2

9 perbaikan yang telah dilakukan guna mendukung target pemerintah antara lain adalah dengan melakukan penyederhanaan perijinan melalui Deregulasi kebijakan ekspor dan impor. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Perdagangan berencana untuk melakukan identifikasi terhadap lalu lintas barang yang masuk dan keluar melalui beberapa pelabuhan utama di Indonesia. Identifikasi ini akan sangat berguna bagi pengambilan keputusan terutama terkait beberapa kebijakan yang terdapat di Kementerian Perdagangan. Dalam rangka upaya mendorong daya saing perekonomian Indonesia dan sekaligus mencapai target penurunan Dwelling Time di pelabuhan, maka Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri melakukan kajian terkait Analisis Identifikasi Produk Impor Yang Bermasalah di Pelabuhan. Hasil analisis ini diharapkan dapat memetakan produkproduk impor yang selama ini paling banyak bermasalah dalam pengurusan waktu bongkar muat di pelabuhan agar dapat ditentukan solusinya bagi pencapaian target dwelling time yang telah ditetapkan oleh pemerintah Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang serta tujuan yang hendak diraih, maka permasalahan yang akan dikaji dalam kajian ini adalah sebagai berikut: 1. Berapakah volume bongkar muat kontainer pada pelabuhan besar di Indonesia? 2. Apa saja produk yang paling banyak dibongkar di pelabuhan? 3. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk proses pembongkaran satu kontainer? 4. Apa saja produk yang sering mengalami permasalahan di pelabuhan? 5. Apa saja yang menjadi penyebab permasalahan di pelabuhan? 3

10 1.3. Tujuan Adapun tujuan dari analisis ini adalah untuk: a. Menganalisis jumlah kontainer dan produk yang dimuat dan dibongkar berdasarkan pelabuhan masuk di Indonesia. b. Menganalisis waktu bongkar muat kontainer di pelabuhan. c. Mengidentifikasi produk yang sering bermasalah dan penyebab permasalahan bongkar muat di pelabuhan. d. Merumuskan rekomendasi kebijakan impor dalam mendukung target Dwelling Time yang ditetapkan pemerintah Output Kajian ini diharapkan dapat menghasilkan output sebagai berikut: a. Analisis jumlah kontainer dan produk yang dimuat berdasarkan pelabuhan masuk di Indonesia. b. Analisis waktu bongkar muat kontainer di pelabuhan. c. Identifikasi produk yang bermasalah dan penyebab permasalahan bongkar muat di pelabuhan. d. Rekomendasi kebijakan impor dalam mendukung target Dwelling Time yang ditetapkan pemerintah Dampak / Manfaat Hasil studi ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam penyusunan kebijakan impor, khususnya yang terkait dengan produk impor yang bermasalah dalam proses bongkar muat di pelabuhan, jumlah peti kemas yang bermasalah di pelabuhan dan faktor-faktor yang mendasari terjadi permasalahan dalam proses bongkar muat di pelabuhan. 4

11 1.6. Ruang Lingkup Analisis Analisis ini hanya dibatasi pada analisis perkembangan jumlah kontainer yang masuk dan keluar dari beberapa pelabuhan utama di Indonesia serta analisis permasalahan yang dihadapi dalam proses bongkar muat barang di pelabuhan tersebut Sistematika Laporan Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah 1.3. Tujuan 1.4. Output 1.5. Dampak/Manfaat 1.6. Ruang Lingkup 1.7. Sistematika Laporan Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Dwelling Time 2.2. Ketentuan Proses Bongkar Muat di Pelabuhan 2.3. Benchmarking Negara Lain Bab III Metode Pengkajian Bab IV Identifikasi Produk yang Bermasalah di Pelabuhan 4.1. Identifikasi Jumlah Kontainer Menurut Pelabuhan Masuk 4.2. Identifikasi Waktu Bongkar Muat Kontainer Menurut Jenis Produk 4.3. Identifikasi Permasalahan Bongkar Muat di Pelabuhan 5

12 Bab V Analisis dan Pembahasan 5.1. Penyebab Produk yang Sering Bermasalah di Pelabuhan 5.2. Peran Kemendag dalam Mengurangi Potensi Permasalahan di Pelabuhan 5.3. Potensi Pengurangan Dwelling Time 5.4. Mempelajari Proses Bongkar Muat di Busan, Korea Selatan Bab VI Penutup 6.1. Kesimpulan 6.2. Rekomendasi 6

13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dwelling Time Dwelling Time dalam perdagangan internasional menunjukkan waktu yang sebenarnya konsinyasi tinggal di pelabuhan masuk, terhitung sejak waktu selesai pembongkaran kargo dari transportasi sampai keluar dari tempat penyimpanan di pelabuhan, setelah menyelesaikan semua formalitas yang relevan (USAID, 2014). Sedangkan menurut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Dwelling Time diartikan sebagai waktu berapa lama petikemas (barang impor) ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) di pelabuhan sejak dibongkar dari kapal sampai dengan barang impor keluar dari TPS. Adapun Dwelling Time terbagi menajdi tiga bagian, yakni : 1. Pre-Customs Clearance : Waktu yang diperlukan sejak peti kemas dibongkar dari kapal sampai dengan importir melakukan submit Pemberitahuan Impor Barang (PIB) ke Bea Cukai. 2. Customs Clearance : Waktu yang dibutuhkan dari sejak PIB diterima sampai dengan diterbitkannya Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) oleh Bea Cukai. 3. Post-Customs Clearance : Waktu yang dibutuhkan dari sejak SPPB sampai dengan pengeluaran barang impor dari Tempat Penimbunan Sementara. Terdapat beberapa aspek yang mempengaruhi Dwelling Time seperti proses penumpukan kontainer di area penumpukan kontainer di Pelabuhan. Container yard atau area penumpukan kontainer adalah salah satu fasilitas utama dari pelabuhan kontainer untuk menyimpan kontainer sebelum dapat dikeluarkan dari pelabuhan. Terdapat dua cara dalam menangani kontainer di lapangan penumpukan kontainer. Opsi pertama adalah langsung menempatkan kontainer pada chassis (sasis) dan opsi 7

14 kedua adalah kedua dengan menumpuknya di tanah. Sistem sasis dapat diakses dengan mudah, namun sistem ini membutuhkan area yang lebih luas. Di sisi lain, menumpuk di sistem penumpukan di tanah tidak bisa diakses langsung meskipun tidak memerlukan daerah yang luas. Menurut Vis dan Koster (2003) sistem susun yang dominan digunakan saat ini adalah susun di tanah karena memakan ruang yang sedikit. Tingkat pemanfaatan fasilitas pelabuhan merupakan manajemen yang penting yang dapat memandu keputusan terkait perencanaan dan investasi. Salah satu alat untuk mengukur tingkat pemanfaatan fasilitas pelabuhan adalah Yard Occupacy Ratio (YOR), yang merupakan rasio antara pemanfaatan area penumpukan dan kapasitas area yang efektif. Selain sistem penumpukan kontainer, aspek lain yang mempengaruhi Dwelling Time adalah jumlah waktu yang diperlukan untuk memproses dokumen untuk pembongkaran kontainer. Sistem dan administrasi dokumen secara digital umumnya dapat memberikan dampak pada pengurangan Dwelling Time. Pengaruh dari kedua aspek tersebut dalam menentukan Dwelling Time, khususnya dalam penanganan kontainer impor, dapat dilihat pada gambar 2.1. Gambar 2.1. Proses Dwellling Time Impor Sumber : State of Logistics Indonesia

15 Berdasarkan laporan dari Dirjen Bea dan Cukai, kinerja Dwelling Time di pelabuhan Tanjung Priok pada tahun 2015 mencapai 5,5 hari, sedikit lebih lama dari yang ditargetkan pemerintah yakni selama 4,7 hari, dengan rincian sebagai berikut : Tabel 2.1. Target dan Realisasi Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok 2015 Uraian Target Realisasi Pre customs 2,7 hari 3,6 hari clearance Customs clearance 0,5 hari 0,6 hari Post customs 1,5 hari 1,3 hari clearance Total 4,7 hari 5,5 hari Sumber : Ditjen Bea dan Cukai (2015) Perlu dicatat bahwa Dwelling Time yang lebih pendek menandakan pemanfaatan terminal kontainer yang lebih tinggi. Secara teori, rendahnya Dwelling Time rata-rata kontainer merupakan ukuran penghematan biaya untuk mengoptimalkan arus kontainer di terminal. Terutama pada terminal dengan area penyimpanan yang terbatas, sedikit pengurangan Dwelling Time akan berdampak signifikan pada kapasitas area penyimpanan. Namun, mengingat fakta bahwa area penyimpanan terminal kontainer yang digunakan oleh pengirim / penerima barang (baik untuk impor dan ekspor kargo) sebagai node overflow dalam rantai pasokan mereka, Dwelling Time cenderung diatur oleh pengirim barang dan pada akhirnya memiliki kecenderungan untuk mengalami peningkatan. Sehingga kualitas layanan menjadi bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi dwellingi time, tetapi biaya penyimpanan di pelabuhan juga berkontribusi. Jadi, penurunan Dwelling Time kontainer impor tidak hanya berpengaruh pada peningkatan jumlah kontainer yang dapat ditanagani, tetapi juga mengurangi biaya logistik umum karena mengurangi lead time dalam rantai pasokan (State of Logistics Indonesia, 2015). 9

16 2.2. Ketentuan Proses Bongkar Muat di Pelabuhan Undang-undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran menjelaskan bahwa tugas untuk menjamin kelancaran arus barang di pelabuhan merupakan tanggung jawab dari Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan. Otoritas Pelabuhan merupakan lembaga pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan yang diusahakan secara komersial. Sementara Unit Penyelenggara Pelabuhan merupakan lembaga pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, pengawasan kegiatan kepelabuhanan, dan pemberian pelayanan jasa kepelabuhanan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial. Salah satu kegiatan arus barang di Pelabuhan adalah kegiatan usaha bongkar muat barang dari dan ke kapal, yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor PM 60 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang Dari dan Ke Kapal. Dalam Peraturan tersebut disebutkan bahwa kegiatan usaha bongkar muat meliputi kegiatan stevedoring, cargodoring, dan receiving/delivery. Stevedoring merupakan pekerjaan membongkar barang dari kapal ke dermaga/tongkang/truk ke dalam kapal sampai dengan tersusun dalam palka kapal dengan menggunakan derek kapal atau derek darat. Cargodoring merupakan pekerjaan melepaskan barang dari tali/jala di dermaga dan mengangkut dari dermaga ke gudang/lapangn penumpukan barang atau sebaliknya. Sementara receiving/delivery merupakan pekerjaan memindahkan barang dari timbunan/tempat penumpukan di gudang/lapangan penumpukan dan menyerahkan sampai tersusun di atas kendaraan di pintu gudang/lapangan penumpukan atau sebaliknya. Kegiatan bongkar muat tersebut hanya boleh dilakukan oleh badan usaha yang didirikan khusus untuk bongkar muat barang di pelabuhan 10

17 yang memiliki izin usaha bongkar muat barang. Berdasarkan Pasal 112 ayat (1) huruf PP 20 Tahun 2010, izin tersebut diberikan oleh Gubernur pada lokasi pelabuhan tempat kegiatan berdasarkan pemenuhan persyaratan administrasi dan teknis. Selain mengatur pelaksana dan kegiatan bongkar muat di pelabuhan, kementerian Perhubungan juga mengatur pedoman perhitungan tarif pelayanan jasa bongkar muat melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 35 tahun 2007 tentang Pedoman Perhitungan Tarif Pelayanan Jasa Bongkar Muat Barang Dari dan Ke Kapal di Pelabuhan. Berdasarkan peraturan tersebut, besarnya tarif bongkar muat memperhitungkan upah tenaga kerja, kesejahtaeraan tenaga kerja, Asuransi, Supervisi, pemeliharaan alat, dan administrasi pelabuhan. Adapun tarif pelayanan jasa petikemas di Pelabuhan Tanjung Priok tertuang pada Surat Edaran PT. Jakarta Internasional Container Terminal Nomor HM.608/1/11/JITC-2014, dengan rincian tarif sebagai berikut : Tabel 2.2. Tarif Pelayanan Jasa Petikemas di Pelabuhan Tanjung Priok Masa Petikemas Isi Petikemas Kosong 0-3 hari Tidak dipungut biaya Tidak dipungut biaya 4-10 hari 500% dari tarif dasar 200% dari tarif dasar 11 hari 750% dari tarif dasar 300% dari tarif dasar Catatan : Tarif dasar penumpukan sebesar Rp ,-/hari (kontainer 20 ) dan Rp ,-/hari (kontainer 40 ) Sumber : PT Pelindo II (Persero) 2.3. Benchmarking Negara Lain Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelabuhan terbesar ke-22 untuk jumlah kontainer di tahun Adapun 5 (lima) pelabuhan kontainer terbesar di dunia adalah Shanghai (RRT), Singapura, Shenzen (RRT), Hong Kong, dan Busan (Korea Selatan) dengan jumlah volume 11

18 masing-masing sebesar 33,6 juta Teus, 32,6 juta Teus, 23,3 juta Teus, 22,4 juta Teus, dan 17,7 juta Teus ( Selain sebagai pelabuhan dengan volume terbesar di dunia, Dwelling Time di Pelabuhan Shanghai, RRT juga merupakan yang tercepat, yakni hanya sekitar jam. Lama Dwelling Time di Pelabuhan Singapura juga tercatat sebagai yang tercepat di dunia yakni hanya 1 (satu) hari. Adapun menurut catatan OECD, lamanya Dwelling Time impor di pelabuhan Hong Kong di tahun 2010 adalah 5-7 hari, sedikit lebih lama dibanding Pelabuhan Tanjung Pelepas Malaysia yang mencapai 4 (empat) hari. Sementara di India, Dwelling Time tercatat lebih lama yakni mencapai 8-9 hari ( Meneladani pelabuhan terbesar dan tercepat, Pelabuhan Shanghai, banyak hal yang dapat dicontoh oleh pelabuhan Indonesia. Pelabuhan Shanghai beroperasi 24 jam sehari, tujuh hari seminggu. Dengan staf ( karyawan penuh waktu dan pekerja pelabuhan) serta peningkatan lalu lintas kontainer tahunan sebesar 30% setiap tahun, pelabuhan itu sendiri dianggap sebagai penyokong pertumbuhan ekonomi paling cepat di dunia. Hal tersebut karena pelabuhan Shanghai merupakan bagian penting dari rencana pembangunan nasional pemerintah pusat di RRT. Prioritas utama Pemerintah RRT adalah untuk membuat pusat pelayaran internasional dengan menjadikan pelabuhan Shanghai sebagai pelabuhan besar yang kuat. Pada saat yang sama, pemerintah RRT juga meningkatkan layanan logistik sehingga konsumen dapat memanfaatkan pelabuhan Shanghai dan dapat memenuhi kebutuhan bisnis stakeholder di seluruh dunia. 12

19 BAB III METODE PENGKAJIAN Pada studi ini, data yang digunakan adalah berupa data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari in-depth interview terhadap pemangku kepentingan. Sementara, data sekunder diperoleh dari instansi dan lembaga terkait dan diyakini ke-valid-an datanya. Untuk mengevaluasi seberapa besar potensi kerugian yang timbul akibat lamanya waktu proses bongkar muat di pelabuhan dalam kaitannya dengan prosedur ekspor maupun impor, digunakan perhitungan simulasi. Simulasi didasarkan pada data sirkulasi jumlah kontainer di beberapa pelabuhan utama di Indonesia selam kurun 5 tahun terakhir. Diharapkan, melalui simulasi akan diperoleh nilai dari dampak kerugian atas waktu proses yang terjadi terhadap kontainer tersebut. Untuk mempertajam asumsi dari metode simulasi, ditambahkan dengan informasi tambahan dari in-depth interview yang akan memberikan gambaran mengenai masalah yang dihadapi dalam proses bongkar muat yang tidak dapat diperoleh dari gambaran data sekunder yang ada. Selain itu, digunakan pula gap analysis yang mengacu pada studi USAID (2014) dan Centre for WTO Studies, Indian Institute of Foreign Trade (2012). Gap Analysis mencakup perbandingan kinerja pada saat ini dengan kinerja yang ingin dicapai (ideal). Penilaian kinerja didasarkan atas pemanfaatan sumber daya untuk mencapai hasil yang lebih potensial dengan mengadopsi konsep ekonomi production possibilites frontier. Fungsi metodologi ini juga merupakan identifikasi perbedaan yang muncul antara alokasi optimum dari sumber daya dengan alokasi yang ada saat ini. Sehingga diharapkan dapat diperoleh pada bagian mana bisa dilakukan perbaikan dan pengembangan untuk mencapai kondisi ideal. Untuk itu, diperlukan juga suatu benchmark dan penilaian mendalam agar 13

20 nantinya permasalahan dan celah yang ditemukan dapat benar benar dikembangkan dan tepat guna dan tepat tujuan. Adapun dalam kaitannya denga studi ini, untuk mendapatkan benchmark dan mendeterminasi ruang untuk pengembangan, hal hal penting yang perlu diukur adalah pada proses dari Pre Clearance hingga Post Clearance. 14

21 BAB IV IDENTIFIKASI PRODUK YANG BERMASALAH DI PELABUHAN 4.1. Identifikasi Jumlah Kontainer Menurut Pelabuhan Masuk Berdasarkan kondisi geografis, pengelolaan pelabuhan di Indonesia terbagi menjadi 4 (empat) wilayah, yakni dibawah wewenang operator pelabuhan PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I sampai dengan PT. Pelindo IV. Wilayah kerja PT Pelindo I meliputi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utata (Sumut), Riau dan Kepulauan Riau (Kepri). PT. Pelindo I memiliki tugas utama untuk mengelola Pelabuhan Belawan, Medan; Pelabuhan Dumai, Dumai; dan Pelabuhan Batam, Batam. PT Pelindo II atau IPC merupakan operator pelabuhan terbesar di Indonesia memiliki misi untuk selalu memberikan layanan kelas dunia kepada para pengguna jasanya sehingga bisa turut memberikan kontribusi untuk pertumbuhan nasional. PT Pelindo II memiliki 12 cabang pelabuhan yang tersebar di wilayah bagian barat Indonesia, yaitu Pelabuhan Tanjung Priok; Pelabuhan Bengkulu; Pelabuhan Sunda Kelapa; Pelabuhan Panjang; Pelabuhan Palembang; Pelabuhan Cirebon; Pelabuhan Pontianak; Pelabuhan Jambi; Pelabuhan Teluk Bayur; Pelabuhan Pangkal Balam; Pelabuhan Banten; dan Pelabuhan Tanjung Pandan. Adapun PT Pelindo III, operator pelabuhan terbesar kedua setelah PT Pelindo II, mengelola pelabuhan paling banyak dibanding PT Pelindo lainnya, yakni mencapai 43 pelabuhan yang tersebar di 7 Provinsi yaitu Jawa Timur; Jawa Tengah; Kalimantan Selatan; Kalimantan Tengah; Bali; Nusa Tenggara Barat; dan Nusa Tenggara Timur. Sedangkan PT Pelindo IV mengelola 22 pelabuhan di Kawasan Indonesia Timur meliputi wilayah Kalimantan Timur, Sulawesi, Maluku, dan Papua. 15

22 TEUs Pada tahun 2014, total arus kontainer di seluruh pelabuhan Indonesia mencapai 13,9 juta Teus, naik rata-rata 5,7% per tahun. Volume tersebut didominasi oleh Pelindo II dan Pelindo III yang masing-masing memberikan kontribusi sebesar 46,4% dan 31,2% dari total volume kontainer di Indonesia. Adapun jumlah arus kontainer yang mengalami peningkatan terbesar adalah arus kontainer di Pelindo IV, yakni naik ratarata 8,7% per tahun selama , diikuti Pelindo III yang naik 6,5% per tahun. 16,000,000 14,000,000 12,000,000 10,000,000 8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000, Pelindo IV 1,280,338 1,349,961 1,590,376 1,590,376 1,793,574 Pelindo III 3,244,829 3,940,146 3,940,146 4,130,874 4,337,555 Pelindo II 5,397,543 5,913,617 6,468,567 6,589,587 6,442,968 Pelindo I 1,111,398 1,277,709 1,304,237 1,335,139 1,322,543 Total Indonesia 11,034,108 12,481,433 13,303,326 13,645,976 13,896,640 Gambar 4.1. Jumlah Arus Kontainer Seluruh Indonesia Sumber : Pelindo I - IV Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelabuhan terbesar di Indonesia, dengan arus kontainer mencapai 41% dari total arus kontainer di Indonesia tahun 2014, yakni mencapai 5,7 juta teus. Selama , arus kontainer di Tanjung Priok naik 5,3% per tahun, meskipun sedikit mengalami penurunan di tahun 2014 dibanding tahun Arus 16

23 kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok didominasi oleh terminal Jakarta International Container Terminal (JITC) dan terminal Konvensional, masing-masing sebesar 2,4 juta dan 2,5 juta teus. Pada Semester pertama di tahun 2015, arus kontainer di pelabuhan tersebut mencapai 2,6 juta teus. Gambar 4.2. Jumlah Arus Kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok Sumber : Pelindo II Volume kontainer di pelabuhan Tanjung Priok juga mendominasi dibanding volume bongkar muat curah dan kargo. Di tahun 2014, total volume bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok mencapai 52,6 juta ton, terdiri dari volume kontainer 20,7 juta ton; volume curah kering (dry bulk) 12,7 juta ton; liquid cargo 8,5 juta ton; bag cargo 1,9 juta ton, dan general cargo 8,8 juta ton. Selama , volume general cargo di tanjung priok mengalami penurunan, sementara volume kontainer mengalami peningkatan signifikan, yakni naik rata-rata 11,6% per tahun. 17

24 Gambar 4.3. Volume Bongkar Muat di Pelabuhan Tanjung Priok Sumber : PT Pelabuhan Tanjung Priok 4.2. Identifikasi Waktu Bongkar Muat Kontainer Menurut Jenis Produk Sebagaimana diketahui bahwa target pemerintah untuk Dwelling Time nasional adalah 4,7 hari. Pada tahun 2015 lalu, lama Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok mencapai 5,5 hari. Namun demikian, dengan beberapa perbaikan yang telah dilakukan, lama Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok pada akhir Maret 2016 ini sudah mencapai sekitar 4 hari. Meninjau pelabuhan Tanjung Perak dan Belawan, ternyata kedua pelabuhan tersebut memiliki Dwelling Time yang lebih lama dibanding dengan Tanjung Priok. Pada awal tahun ini, Dwelling Time impor di Pelabuhan Tanjung Perak mencapai sekitar 6 hari, sementara di Belawan tercatat sekitar 5 hari. Hal tersebut membuktikan bahwa jumlah atau volume bongkar muat di sebuah pelabuhan bukan faktor utama yang menentukan lamanya Dwelling Time. Selain fasilitas, teknologi dan informasi, Sumber Daya Manusia (SDM), dan birokrasi perizinan, masih banyak faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya Dwelling Time, termasuk moral hazard dari 18

25 pelaku usaha sendiri. Meskipun Dwelling Time di Tanjung Perak dan Belawan lebih lama dibanding Tanjung Priok dan belum dapat mencapai target pemerintah, namun demikian, hal tersebut tidak menjadi persoalan yang besar baik bagi pemerintah daerah ataupun pelaku usaha di wilayah tersebut. Hal tersebut dimungkinkan karena lama pengurusan di pelabuhan selama 5-6 hari tersebut masih dianggap wajar dan tidak terlalu membebani pelaku usaha. Ditambah dengan kapasitas lapangan penumpukan kontainer yang belum mencapai maksimum. Kembali pada Pelabuhan Tanjung Priok, dimana pada awal tahun ini sudah mencapai Dwelling Time sekitar 4 hari (kurang dari target pemerintah), tidak memungkinkan terjadi proses bongkar muat yang melebihi dari rata-rata Dwelling Time yang tercatat. Sebagai misal, sebagaimana catatan dari KSO, masih terdapat kontainer yang lamanya pengurusan di pelabuhan melebihi rata-rata Dwelling Time dan bahkan lebih dari 30 hari. Dari data rekapitulasi 5 kontainer penyumbang Dwelling Time terbesar selama periode tanggal 3 Agustus 2015 sampai dengan 08 Maret 2016 terlihat bahwa rata-rata lama pengurusan kontainer paling lama adalah lebih dari 20 hari. Dari jumlah kontainer penyumbang Dwelling Time terlama tersebut, sebanyak 19% merupakan barang yang diatur impornya dan mewajibkan adanya Laporan Surveyor (LS), sedangkan sisanya 81% merupakan kontainer yang tidak diatur impornya (non-lartas). Lima komoditas/jenis produk impor yang mewajibkan dokumen LS yang menyumbang lamanya Dwelling Time adalah Barang Berbasis Sistem Pendingin (BBSP), Besi atau Baja, Elektronika, Limbah Non B3, dan Baja Paduan dengan lama pengurusan mulai dari 7 hari sampai dengan 31 hari. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari diskusi dengan Bea Cukai, PT Pelindo I, II, dan III, serta Otoritas Pelabuhan, maka dapat disimpulkan bahwa, produk-produk yang sering bermasalah di Pelabuhan dan berpotensi menimbulkan lamanya Dwelling Time, antara lain : 19

26 1. Barang yang diatur impornya oleh lebih dari satu instansi. Pengaturan impor oleh lebih dari satu instansi dapat berpotensi menimbulkan masalah seperti inefisiensi pengurusan izin impor baik dari segi waktu, biaya, dan tenaga, yang berdampak pada lamanya barang impor menumpuk di pelabuhan. Contoh : Produk pertanian dan peternakan (diatur oleh Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Badan Karantina); produk perikanan (diatur oleh Kementerian Perdagangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Badan Karantina); Produk Kosmetik dan Makanan Minuman (diatur oleh Kementerian Perdagangan dan BPOM). 2. Barang yang menyangkut keselamatan dan keamanan lingkungan hidup. Barang berbahaya dan beracun dapat mencemari lingkungan dan bahkan menimbulkan penyakit berbahaya bagi manusia di sekitarnya, sehingga dibutuhkan persyaratan yang lebih ketat untuk melakukan importasi. Oleh karena itu, pengurusan impor untuk barang yang menyangkut keselamatan dan keamanan lingkungan hidup berpotensi menimbulkan permasalahan di pelabuhan. Contoh : limbah berbahaya dan beracun; pakaian bekas. 3. Produk jadi/ barang konsumsi. Produk jadi atau barang konsumsi berpotensi menimbulkan masalah karena sebagain besar importirnya adalah trader yang tidak memiliki gudang sendiri, sehingga importir cenderung membiarkan kontanernya ditumpuk di pelabuhan. Contoh : produk tertentu 4. Barang yang sulit dalam menentukan kode HS-nya. Sulitnya penentuah kode HS bagi suatu barang akan menghambat proses pengurusan impor di pelabuhan. Contoh : gaharu; garam. 20

27 4.3. Identifikasi Permasalahan Bongkar Muat di Pelabuhan Sejalan dengan semakin meningkatnya perkembangan ekonomi dewasa ini di Indonesia, terutama mengenai kegiatan perdagangan internasional, sehingga menghasilkan frekuensi arus barang dan jasa melalui pelabuhan-pelabuhan di Indonesia yang semakin meningkat. Seiring dengan meningkatnya frekuensi arus barang melalui pelabuhan, timbul beberapa permasalahan dalam pelaksanaannya di lapangan. Permasalahan yang terjadi terkait proses bongkar muat di pelabuahan telah menjadi cerita klasik sejak beberapa tahun terakhir. Berbagai permasalahan tersebut telah menjadi penghambat dalam perkembangan sistem perlogistikan di Indonesia. Permasalahan tersebut menyebabkan terganggunya kelancaran arus barang hingga meningkatnya biaya logistik. Akibatnya, pengusaha harus menanggung biaya yang lebih mahal karena tingginya biaya logistik. Tingginya biaya logistik di Indonesia akan mengakibatkan inefisiensi dalam perekonomian dan akan menurunkan daya saing bangsa. Pemerintah perlu segera mencarikan pemecahan atas permasalahan yang dihadapi terkait dengan proses bongkar muat barang di pelabuhan. Solusi yang ditawarkan salah satunya adalah dengan memberikan tenggat waktu penyelesaian proses bongkar muat. Kini, pemerintah telah menargetkan waktu Dwelling Time selama 4,7 hari. Target waktu tersebut menjadi acuan bagi beberapa kementerian/lembaga terkait dalam mengukur waktu tempuh dalam proses bongkar muat barang di pelabuhan mulai dari pengurusan dokumen hingga barang keluar dari area pelabuhan. Guna mengetahui kendala dan permasalahan yang dihadapi, Tim melakukan kunjungan ke beberapa tempat antara lain ke Surabaya, Jawa Timur. Berdasarkan hasil kunjungan lapangan ke Surabaya, Tim memperoleh hasil survey yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Ditjen Bea dan Cukai mendapatkan beberapa fakta menarik terkait terjadinya kendala dalam pelaksanaan proses bongkar muat barang di 21

28 pelabuhan. Pihak Bea dan Cukai telah memetakan kendala yang terjadi dalam tiap tahap yakni pre clearance, customs clearance, dan post clearance. Pada tahap pre clearance, kendala-kendala yang dirasakan para pemangku kepentingan antara lain sebagai berikut: a. Pihak pelayaran tidak memberikan notice arrival b. Pembayaran Delivery Order (D/O) melalui transfer antar bank dan adanya perbedaan waktu antar negara c. Ada pelayaran yang melayani penggambilan D/O s.d pukul14.00 d. Importir terlambat dalam memperoleh informasi BC 1.1 e. Importir tidak segera melakukan pembayaran karena masalah keuangan f. Ijin impor sementara dari Daglu >= 10 hari g. Kekurangpahaman pengurusan Standar Nasional Indonesia (SNI) h. Importasi sayuran dan buah-buahan menunggu Pemeriksaan dari karantina sampai terbit KT-9 i. Perijinan dari karantina hewan harus menunggu adanya BC 1.1 j. Pemeriksaan oleh Karantina tidak dilakukan di Tempat Pemeriksaan Fisik Terpadu (TPFT) dan membutuhkan waktu 3 hari k. Dokumen pelengkap tidak valid (Form D) l. Original document lama diterima oleh Importir, sehingga pengajuan PIB menjadi lambat m. Waktu pelayanan BPPOM s.d. Pukul 12 dan Perijinan berlaku 2 tahun n. Laporan Surveyor (LS) belum dibuat di port of loading o. Regulasi barang impor tertentu dari Disperindag tidak pasti p. Kesalahan pengetikan dokumen pelengkap q. Proses pemeriksaan fisik oleh surveyor kadang cukup lama r. Perijinan dari K/L tidak bisa di upload ke Indonesia National Single Window (INSW) 22

29 Sementara itu, pada tahap customs clearance ditemukan beberapa kendala sebagai berikut: a. Dokumen belum lengkap sehingga tertunda penyerahannya ke Bea dan Cukai b. Respon terkadang lama diterima oleh importir (memakan waktu satu jam) c. Pelayanan redress Bill of Lading (B/L) perlu dipercepat d. Perbedaan antara kode di B/L dan di pengemas e. Biaya bongkar buruh melebihi yg ditetapkan TPS f. Persetujuan Hi-Co memerlukan waktu lama g. Kontainer yang sudah diperiksa dikembalikan ke Container yard h. Pemeriksaan lab dirasakan masih lama i. Beban Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen (PFPB) disarankan agar tidak terlalu banyak j. K/L tidak melakukan update data lartas yang terdapat pada INSW k. Pergerakan kontainer diatas sift 2, sehingga pemeriksaan fisik hanya bisa dilakukan besoknya l. Permasalahan sistem baik PDE, INSW, maupun CEISA m. Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) tidak segera dilunasi karena kondisi keuangan perusahaan Sedangkan kendala yang dihadapi ditahap post customs clearance antara lain sebagai berikut: a. Pencetakan/pelayanan Equipment Interchange Receipt (EIR) atau dukumen sah yang menerangkan kondisi fisik petikemas secara detil di TPS sampai Pukul 17 b. Kontainer tidak segera dikeluarkan dari TPS karena jumlah buruh di importir kurang Ditjen Bea dan Cukai pun mencatat kendala lainnya yang menghambat proses bongkar muat barang di pelabuhan pada tahapan pre customs clerance yaitu rendahnya kesadaran importir untuk segera submit Pemberitahuan Impor Barang (PIB), kurangnya koordinasi antar instansi 23

30 terkait perijinan Larangan dan Pembatasan (Lartas), dan sering terjadinya gangguan pada portal Indonesia National Single Window (INSW). Sedangkan pada tahapan customs clearence, kendala yang dihadapi yaitu masih lamanya waktu saat penyerahan hardcopy dokumen jalur kuning dan merah, masih lamanya penarikan kontainer untuk periksa fisik, dan lamanya pengurus barang dalam pendampingan periksa fisik. Disamping itu, kendala yang terjadi pada tahapan post customs clearance yaitu masih adanya Tempat Penimbunan Sementara (TPS), Shipping Line, trucking dan Depo Kontainer yang belum buka 24/7, dan belum diterapkannya penyerahan Delivery Order (D/O) secara elektronik (D/O Online). Selain kendala dalam pengurusan dokumen, terdapat kendala lain yang menyumbang terjadinya Dwelling Time yakni masih banyaknya importir yang termasuk dalam jalur Merah. Importir jalur Merah merupakan jenis importir yang pengeluaran Barang Impor dari kawasan pabean (port) dengan pemeriksaan fisik barang terlebih dahulu, dan dilakukan penelitian dokumen setelah penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Untuk melakukan penetapan jalur tersebut, terdapat persyaratan dan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi. Jadi pihak Bea Cukai tidak bisa sembarangan dalam melakukan penetapan jalur. Adapun kriteria penetapan Jalur Merah tersebut antara lain: a. Importir baru b. Importir yang termasuk dalam kategori risiko tinggi (High risk importer) c. Barang yang di impor termasuk barang impor sementara d. Barang Operasional Perminyakan (BOP) golongan II e. Barang re-impor f. Barang impor yang terkena pemeriksaan acak (Random inspection) g. Barang impor tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah h. Barang impor yang termasuk dalam komoditi berisiko tinggi atau berasal dari negara yang berisiko tinggi 24

31 Penetapan importir kedalam Jalur Merah sebagai salah satu upaya dari Ditjen BC untuk memastikan bahwa barang-barang yang diimpor tersebut sesuai dengan yang tertera didokumen dan diizinkan masuk ke wilayah pabean Indonesia berdasarkan ketentuan bea dan cukai serta untuk pencegahan terhadap tindak pidana kepabeanan dan cukai, yakni penyelundupan. Akibat pemeriksaan fisik barang dan dokumen, maka dibutuhkan waktu yang cukup lama pada proses bongkar muat barang di pelabuhan. Untuk itu, salah satu langkah yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi Dwelling Time adalah dengan mengurangi jumlah importir yang masuk dalam kategori Jalur Merah. 25

32 BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1. Penyebab Produk yang Sering Bermasalah di Pelabuhan Terdapat 4 jenis produk yang sering bermasalah di pelabuhan, yakni Barang yang diatur impornya oleh lebih dari satu instansi; Barang yang menyangkut keselamatan dan keamanan lingkungan hidup; Produk jadi/ barang konsumsi; dan Barang yang sulit dalam menentukan kode HS-nya. Faktor-faktor penyebab produk yang sering bermasalah di pelabuhan tersebut dibagi menjadi 2, yakni penyebab permasalahan yang berkaitan dengan regulasi dan penyebab non regulasi. Dari sisi regulasi, hal-hal yang menjadi penyebab permasalahan di pelabuhan antara lain : Perizinan impor yang tumpang tindih antar kementerian/lembaga, sehingga pengurusan izin menjadi lebih lama. Kurangnya transparansi Bea Cukai. Koordinasi dan integrasi antara kementerian/lembaga kurang serta cenderung ego-sectoral. Kurangnya sosialisasi peraturan ke pelaku usaha. Adanya beberapa peraturan yang belum terintegrasi dengan INSW. Sementara faktor non regulasi yang sering menjadi penyebab produk sering bermasalah di pelabuhan antara lain : Fasilitas pelabuhan kurang memadai dan masih banyak yang bersifat konvensional serta belum dapat mengakomodir cuaca buruk. Sistem di Syahbandar, Otoritas Pelabuhan, Pelindo dan Bea Cukai belum terintegrasi. Adanya oknum pemerintah yang menghambat proses pengurusan barang di pelabuhan. Penempatan pejabat bea cukai yang kurang berkompeten dalam memutuskan penyelesaian permasalahan di pelabuhan. Pengetahuan pelaku usaha terkait proses impor kurang. 26

33 Kesengajaan pelaku usaha untuk menumpuk kontainer di pelabuhan karena berbagai alasan seperti belum memiliki uang untuk membayar Bea Masuk dan biaya-biaya jasa lainnya; atau karena biaya penumpukan di pelabuhan lebih murah dibanding sewa gudang di luar pelabuhan. Jumlah buruh pelabuhan yang belum memadai Peran Kemendag dalam Mengurangi Potensi Permasalahan di Pelabuhan Peran Kementerian Perdagangan dalam mengurangi potensi permasalahan di pelabuhan hanya terbatas pada pengurangan permasalahan regulasi. Mengingat sebagian besar perizinan ekspor impor berada di Kementerian Perdagangan, maka sebagai upaya untuk mengurangi permasalahan di pelabuhan, Kementerian Perdagangan harus terus melakukan deregulasi peraturan terkait ketentuan impor. Selain itu, Kementerian Perdagangan sebaiknya juga menerapkan sistem yang berbeda dalam melakukan sosialisasi peraturan terkait perdagangan, yakni jangan hanya melalui forum sosialisasi dan mencantumkan dalam website, namun juga proaktif mengirimkan terkait peraturan baru yang diterbitkan ke semua daftar eksportir dan importir yang masuk ke dalam database perdagangan. Dalam pelaksanaan pengurusan izin, Kementerian Perdagangan juga sangat berperan terkait lamanya pengurusan perizinan. Sehingga perubahan SOP terkait waktu dan transparansi pengurusan izin di Kementerian Perdagangan diharapkan dapat mengurangi potensi permasalahan di pelabuhan secara signifikan. Trensparansi pengurusan izin tersebut dapat dimulai dengan digitalisasi seluruh sistem perizinan atau merubah pola pengurusan perizinan menjadi on-line, sehingga mengurangi dampak negatif akibat pengurusan izin secara transaksional. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan Kementerian Perdagangan, bekerjasama dengan kementerian/lembaga terkait lainnya 27

34 antara lain adalah melakukan koordinasi dan integrasi dalam menyusun dan mengimplementasikan peraturan atau regulasi terkait kegiatan ekspor impor. Selain itu, Kementerian beserta Bea Cukai harus bersama-sama menegakkan implementasi Permendag Nomor 48/M-DAG/PER/7/2015 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor, dimana barang boleh masuk ke pelabuhan jika perizinannya sudah lengkap. Hal tersebut akan sangat membantu dalam mengurangi potensi permaslahan di pelabuhan, khususnya terkait masalah dokumen perizinan Potensi Pengurangan Dwelling Time Dwelling Time telah menjadi isu nasional dan menarik banyak perhatian publik sejak pertengahan tahun 2015 lalu. Publik mengganggap bahwa lamanya waktu Dwelling Time telah menurunkan tingkat daya saing. Untuk itu, perlu dilakukan upaya perbaikan dalam penanganan Dwelling Time sehingga dapat menurunkan biaya logistik sekaligus meningkatkan efisiensi perekonomian Indonesia. Pada akhirnya, seluruh upaya pemerintah dalam menurunkan Dwelling Time akan meningkatkan daya saing bangsa Indonesia diantara bangsa-bangsa lain di dunia. Ditjen Bea dan Cukai mencatat bahwa tahapan paling krusial dalam penanganan Dwelling Time berada pada tahapan pre customs clearance yakni pembenahan pada sektor perijinan yang berada pada kementerian/lembaga teknis terkait. Saat ini terdapat 18 kementerian/lembaga yang memiliki keterkaitan langsung dengan perijinan di pre customs clearance antara lain: No. Kementerian/Lembaga 1. Kementerian Perdagangan 2. Badan POM 3. Karantina Hewan 4. Karantian Tumbuhan 28

35 No. Kementerian/Lembaga 5. Pusat Karantina Ikan 6. Kementerian Perindustrian 7. Kementerian ESDM 8. Bapeten 9. Kementerian Kehutanan 10. Ditjen Postel Kemenkominfo 11. Kementerian Pertanian 12. Kementerian Kesehatan 13. POLRI 14. Kementerian Lingk. Hidup 15. Kementerian Pertahanan 16. Kementerian Perhubungan 17. Bank Indonesia 18. Ditjen Bea Dan Cukai Berdasarkan catatan waktu yang dicatat oleh Ditjen Bea dan Cukai, pada bulan Mei 2015 Dwelling Time yang terjadi yakni selama 6,09 hari dengan rincian sebagai berikut: a. Pre customs clearance : 4,13 hari b. Customs clearance : 0,82 hari c. Post customs clearance : 1,14 hari Catatan waktu tersebut masih diatas target Dwelling Time yang dicanangkan oleh pemerintah yaitu selama 4,7 hari. Dengan mengacu pada realisasi waktu Dwelling Time tersebut diatas, maka capaian waktu terlama berada pada tahapan pre customs clearance yaitu mencapai 29

36 waktu 4,13 hari. Tahapan pre customs clearance ini menyangkut proses perijinan yang berada di kementerian/lembaga teknis tersebut diatas. Guna mengurangi lamanya waktu Dwelling Time, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis. Salah satu upaya terobosan yang telah dilakukan pemerintah untuk mempersingkat waktu perijinan adalah dengan diterbitkannya Paket Kebijakan Ekonomi Jilid I yang didalamnya menyangkut upaya Deregulasi dan Debirokratisasi sektor perijinan. Kebijakan Deregulasi dan Debirokratisasi yang diterbitkan pemerintah mencakup beberapa Paket Kebijakan. Didalam beberapa paket tersebut diantaranya mencakup sektor perijinan di bidang perdagangan. Di dalam Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I, terdapat sekitar 134 peraturan perundang-undangan yang menjadi bagian dari Deregulasi Kebijakan dimana 32 diantaranya merupakan bagian dari tugas Kementerian Perdagangan. Adapun tujuan utama dari deregulasi tersebut adalah untuk mendukung upaya peningkatan kelancaran arus barang dalam rangka ekspor, impor dan distribusi barang di dalam negeri serta meningkatkan iklim usaha yang sehat dan berdaya saing. Poin penting dari kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang telah dilakukan oleh Kementerian Perdagangan adalah ke depannya pelayanan perizinan dan non perizinan dilakukan melalui sistem elektronik dimana proses perizinan ekspor impor akan dilakukan secara mandatory online melalui Indonesia National Single Window (INSW) dengan tanda tangan elektronik (digital signature). Dengan mekanisme tersebut, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi waktu dan biaya pengurusan perizinan serta meningkatkan transparansi dan kepastian berusaha. Guna menyukseskan mekanisme mandatory online tersebut, maka harus didukung oleh Sistem Informasi Perdagangan (SIP) yang lengkap, akurat, cepat, dan tepat guna yang melibatkan K/L terkait (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Badan Pusat Statistik, pemerintah daerah, dan K/L lainnya) sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Selain 30

37 fungsi perijinan, INSW dapat pula digunakan untuk mendukung mekanisme post audit. Penerapan sistem perijinan online akan mengurangi jumlah dokumen yang harus dilampirkan sekaligus mengurangi rantai proses perijinan. Dengan diterapkannya perijinan online diharapkan akan dapat mengurangi waktu proses pengurusan perijinan di Kementerian Perdagangan. Sistem perijinan online memiliki 2 (dua) keuntungan yaitu disisi pelaku usaha dapat mengurangi potensi biaya-biaya yang tidak perlu dan mempercepat waktu pengurusan perijinan. Disisi pemerintah, perijinan online akan mengurangi potensi timbulnya praktek transaksional antara pegawai Kementerian Perdagangan dengan pelaku usaha Mempelajari Proses Bongkar Muat di Pelabuhan Busan, Korea Selatan Busan Port (Pelabuhan Busan) di Korea Selatan menghubungkan 500 pelabuhan di 100 negara di dunia dan merupakan pelabuhan logistik hub di Asia Timur Laut pada abad ke-21. Untuk mengakomodasi cepatnya peningkatan lalu lintas kontainer di kawasan tersebut, Busan Port Authority (BPA) terus memperluas fasilitas pelabuhan dan sistem distribusi, disamping mempercepat pembangunan Busan New Port. Beberapa Upaya BPA dalam meningkatkan Daya Saing Busan Port, antara lain : Mendorong Busan Port menjadi hub transshipment untuk industri pelayaran global. Menerapkan langkah-langkah pemotongan biaya untuk distribusi. Memperluas penerapan aplikasi untuk insentif transshipment kargo dengan pembebasan biaya masuk pelabuhan untuk T / S kargo dan pengurangan biaya masuk dan izin untuk kapal. Pemberian insentif transshipment (untuk perusahaan pelayaran dengan lebih dari TEUs dalam penanganan tahunan). 31

38 Penerapan efisiensi dan percepatan pengurusan customs clearance, karantina dan sistem inspeksi. Memperluas jaringan global yang mempromosikan peluang bisnis pelabuhan di luar negeri untuk menghasilkan barang transshipment dan mendorong Pelabuhan Aliansi dengan pelabuhan di China dan Jepang. Busan port merupakan pelabuhan terbesar ke-6 di dunia dengan volume kontainer mencapai 18,6 juta Teus di tahun Adapun Dwelling Time untuk impor di Busan Port saat ini tercatat 6 hari. Busan Port memiliki ketentuan yang disebut dengan free time, yakni 3 hari untuk ekspor dan 6 hari untuk ekspor yang artinya, jika pengurusan kontainer di pelabuhan masih dibawah free time tersebut, maka kontainer tidak dipungut biaya penumpukan. Namun jika melebihi free time tersebut, maka dikenakan biaya USD 10/box/hari. Lama Dwelling Time selama 6 hari tersebut dianggap sedikit lama oleh BPA, karena seharusnya bisa 3-4 hari. Namun demikian, pemerintah Korea Selatan tidak memberikan perhatian khusus terhadap lamanya Dwelling Time dan tidak terjun langsung dalam pengurusan Dwelling Time dan proses bongkar muat di pelabuhan. Bahkan, pemerintah tidak memiliki target lamanya Dwelling Time yang harus dipenuhi. Pemerintah Korea Selatan memberikan kepercayaan kepada BPA dan pelaku usaha sendiri dalam proses bongkar muat di pelabuhan, dimana fasilitas sudah disediakan dengan baik, SDM yang ada juga profesional, dan terdapat kepentingan tersendiri dari pelaku usaha untuk segera mengeluarkan kontainer dari pelabuhan. Namun demikian, pemerintah memberikan perlakuan khusus bagi produk strategis, yakni produk bahan baku yang digunakan pada industri di Korea Selatan. Insentif tersebut diberikan berupa kemudahan periznan dan prioritaspengurusan bongkar muat di pelabuhan. 32

39 Menurut BPA, pemerintah Indonesia agar mulai memperhatikan hal-hal kecil namun berdampak besar. Selain itu, untuk mengurangi lama Dwelling Time, perizinan sudah harus selesai ketika kapal masuk atau ketika barang akan masuk pelabuhan. Pemerintah juga harus merubah sistem customs menjadi lebih bersahabat dan transparan serta meningkatkan kepercayaan kepada pelaku usaha. Di sisi operasional, sebaiknya pemerintah Indonesia melakukan upaya pengembangan stacking and handling technologies, optimalisasi dan efisiensi lapangan penumpukan kontainer, serta membangun depo penumpukan kontainer kosong yang berada di luar terminal pelabuhan. 33

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Laporan Publik Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) PENGEMBANGAN USAHA DAN DAYA SAING PENYEDIA JASA LOGISTIK NASIONAL Jakarta, 15 Juni 2017

Lebih terperinci

TINDAKAN KARANTINA terhadap MP OPTK/HPHK di TPK

TINDAKAN KARANTINA terhadap MP OPTK/HPHK di TPK SOSIALISASI OPTIMALISASI TINDAKAN KARANTINA SEBELUM RESPON KEPABEANAN DI TEMPAT PEMASUKAN TINDAKAN KARANTINA terhadap MP OPTK/HPHK di TPK SEKRETARIAT BADAN KARANTINA PERTANIAN Tanjung Priok, 23 Februari

Lebih terperinci

Pesawat Polonia

Pesawat Polonia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara maritim sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia, tidak bisa dibantah bahwa pelabuhan menjadi cukup penting dalam membantu peningkatan

Lebih terperinci

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Laporan Publik Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) PENGEMBANGAN USAHA DAN DAYA SAING PENYEDIA JASA LOGISTIK NASIONAL Jakarta, 15 Juni 2017

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Dwelling Time, Kelengkapan Administrasi, Kepemimpinan Pemerintahan

ABSTRAK. Kata kunci: Dwelling Time, Kelengkapan Administrasi, Kepemimpinan Pemerintahan Judul : Pengaruh Kelengkapan Administrasi dan Kategori Importir Terhadap Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok Nama : Fidiniyucky Arbaningrum Kusuma NIM : 1306105033 ABSTRAK Dwelling Time adalah waktu

Lebih terperinci

PROSES BISNIS KEPABEANAN DAN PEMANFAATAN INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI

PROSES BISNIS KEPABEANAN DAN PEMANFAATAN INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI PROSES BISNIS KEPABEANAN DAN PEMANFAATAN INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik Dalam

Lebih terperinci

EASE OF DOING BUSINESS TRADING ACROSS BORDER

EASE OF DOING BUSINESS TRADING ACROSS BORDER EASE OF DOING BUSINESS TRADING ACROSS BORDER SOSIALISASI PERBAIKAN KEMUDAHAN BERUSAHA 2017 HOTEL BUMI SURABAYA, 08 APRIL 2016 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai GAMBARAN UMUM BORDER PROTECTING COMMUNITY

Lebih terperinci

INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) SEBAGAI TOOLS DALAM DEREGULASI / DEBIROKRATISASI

INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) SEBAGAI TOOLS DALAM DEREGULASI / DEBIROKRATISASI INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) SEBAGAI TOOLS DALAM DEREGULASI / DEBIROKRATISASI Entitas Sistem NSW Sistem NSW Portal INSW Sistem di semua Instansi Pelaku Usaha Sistem NSW Negara Lain Instansi

Lebih terperinci

PANDANGAN DWELLING TIME BERDASARKAN PRE-CLEARANCE, CUSTOMS CLEARANCE DAN POST CLEARANCE

PANDANGAN DWELLING TIME BERDASARKAN PRE-CLEARANCE, CUSTOMS CLEARANCE DAN POST CLEARANCE PANDANGAN DWELLING TIME BERDASARKAN PRE-CLEARANCE, CUSTOMS CLEARANCE DAN POST CLEARANCE Oleh: Rudy Sangian Senior Consultant at Supply Chain Indonesia Dwelling time masih menjadi permasalahan yang harus

Lebih terperinci

EASE OF DOING BUSINESS Indikator Perdagangan Lintas Negara (Trading Across Border) From serving to driving Indonesia's growth

EASE OF DOING BUSINESS Indikator Perdagangan Lintas Negara (Trading Across Border) From serving to driving Indonesia's growth EASE OF DOING BUSINESS Indikator Perdagangan Lintas Negara (Trading Across Border) From serving to driving Indonesia's growth Latar belakang project Ease of Doing Business (EODB) Ease of Doing Busines

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Asia dan Australia), jelas ini memberikan keuntungan bagi negara indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (Asia dan Australia), jelas ini memberikan keuntungan bagi negara indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia dari sudut pandang geografis terletak di daerah katulistiwa, terletak diantara dua samudra (Hindia dan Pasifik) dan dua benua (Asia dan Australia),

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1955, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Dari Dan Ke Kapal. Bongkar Muat. Penyelenggaraan dan Pengusahaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 152 TAHUN

Lebih terperinci

STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA)

STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA) STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA) Fajar Prasetya Rizkikurniadi, Murdjito Program Studi Transportasi Laut Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon)

PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon) PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon) TUGAS AKHIR Oleh : RINA MERIANA L2D 305 139 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

PERAN PP-INSW SESUAI AMANAT PERPRES 76/2014 DAN PAKET KEBIJAKAN EKONOMI. Hotel Sahid Jakarta, 17 November 2016

PERAN PP-INSW SESUAI AMANAT PERPRES 76/2014 DAN PAKET KEBIJAKAN EKONOMI. Hotel Sahid Jakarta, 17 November 2016 PERAN PP-INSW SESUAI AMANAT PERPRES 76/2014 DAN PAKET KEBIJAKAN EKONOMI Hotel Sahid Jakarta, 17 November 2016 OVERVIEW INSW Bali Concord 2003 menyatakan bahwa Masyarakat Bersama ASEAN memerlukan ASEAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai negara kepaulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau dan dengan bentangan laut yang sangat panjang yaitu 94.166

Lebih terperinci

7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT. Pendahuluan

7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT. Pendahuluan 73 7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT Pendahuluan Selama ini jalur pengiriman kontainer dari Indonesia ke luar negeri diarahkan ke Pelabuhan Singapura atau Port

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dengan biaya rendah merupakan keungggulannya. selayaknya memiliki keunggulan di sektor maritim. Salah satu bagian penting

BAB I PENDAHULUAN. besar dengan biaya rendah merupakan keungggulannya. selayaknya memiliki keunggulan di sektor maritim. Salah satu bagian penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayaran memiliki peran penting dalam perdagangan antar negara saat ini. Kemampuan kapal-kapal besar yang mampu mengangkut barang dalam jumlah besar dengan biaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar dan satu-satunya yang dua per tiga atau 63 persen wilayah tutorialnya berupa parairan. Indonesia juga memiliki

Lebih terperinci

PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK Oleh : Tulus Hutagalung

PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK Oleh : Tulus Hutagalung PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK Oleh : Tulus Hutagalung A. PENDAHULUAN Setelah dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869, arus kunjungan kapal ke Indonesia meningkat dengan drastis sehingga dibutuhkan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 25/BC/2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 25/BC/2007 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 25/BC/2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 21/BC/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TATALAKSANA KEPABEANAN

Lebih terperinci

4 PERUMUSAN KRITERIA INTERNATIONAL HUB PORT. Definisi dan Persyaratan Hub Port

4 PERUMUSAN KRITERIA INTERNATIONAL HUB PORT. Definisi dan Persyaratan Hub Port 43 4 PERUMUSAN KRITERIA INTERNATIONAL HUB PORT Definisi dan Persyaratan Hub Port Berdasarkan undang-undang nomor 17 tahun 2008 mengenai pelayaran pasal 72 ayat 2, pelabuhan laut secara hierarki terbagi

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: IMPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: IMPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: IMPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT PT. CIKARANG INLAND PORT Jl. Dry Port Raya, Kota Jababeka, Cikarang, Bekasi 17530, Jawa Barat, Indonesia Telp (62-21) 2908 2908, Fax (62-21) 2908

Lebih terperinci

Kebijakan Bea dan Cukai Menghadapi ASEAN Economic Community 2015

Kebijakan Bea dan Cukai Menghadapi ASEAN Economic Community 2015 Kebijakan Bea dan Cukai Menghadapi ASEAN Economic Community 05 Seminar Nasional Peluang dan Tantangan Profesi Ekspor dan Impor Dalam Menghadapi Asean Economic Community (AEC) 05 Jakarta, Maret 04 Mandat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan dua pertiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi

Lebih terperinci

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN IMPORT MELALUI CIKARANG DRY PORT

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN IMPORT MELALUI CIKARANG DRY PORT PANDUAN TEKNIS PELANGGAN IMPORT MELALUI CIKARANG DRY PORT PT. CIKARANG INLAND PORT Jl. Dry Port Utama, Kota Jababeka, Cikarang, Bekasi 17550, Jawa Barat, Indonesia Telp (62 21) 2908 2908, Fax (62 21) 2908

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka. Adanya perbedaan kekayaan alam serta sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. mereka. Adanya perbedaan kekayaan alam serta sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern, perdagangan lokal maupun internasional mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Setiap negara memiliki kebutuhan

Lebih terperinci

Prospek Kawasan Penimbunan Pabean Terpadu (KPPT) Dalam Memperlancar Arus Barang Impor/Ekspor. Oleh: Ahmad Dimyati, Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai

Prospek Kawasan Penimbunan Pabean Terpadu (KPPT) Dalam Memperlancar Arus Barang Impor/Ekspor. Oleh: Ahmad Dimyati, Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Prospek Kawasan Penimbunan Pabean Terpadu (KPPT) Dalam Memperlancar Arus Barang Impor/Ekspor Oleh: Ahmad Dimyati, Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Pelabuhan merupakan pintu gerbang keluar masuk barang

Lebih terperinci

2017, No Belawan, Pelabuhan Utama Tanjung Priok, Pelabuhan Utama Tanjung Perak, dan Pelabuhan Utama Makassar; c. bahwa berdasarkan pertimbangan

2017, No Belawan, Pelabuhan Utama Tanjung Priok, Pelabuhan Utama Tanjung Perak, dan Pelabuhan Utama Makassar; c. bahwa berdasarkan pertimbangan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.540, 2017 KEMENHUB. Pelabuhan Utama Belawan. Pelabuhan Utama Tanjung Priok. Pelabuhan Utama Tanjung Perak. dan Pelabuhan Utama Makassar. Pemindahan Barang yang Melewati

Lebih terperinci

2015, No Ketentuan Impor Produk Tertentu, dan mengatur kembali ketentuan impor produk tertentu; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

2015, No Ketentuan Impor Produk Tertentu, dan mengatur kembali ketentuan impor produk tertentu; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1553, 2015 KEMENDAG. Impor. Produk Tertentu. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87/M-DAG/PER/10/2015 TENTANG KETENTUAN IMPOR PRODUK TERTENTU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan bentuk integrasi ekonomi regional ASEAN dalam artian sistem perdagaangan bebas antar negara dalam satu lingkup

Lebih terperinci

ZONASI KAWASAN PABEAN. di PELABUHAN TANJUNG PRIOK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIPAPARKAN DALAM:

ZONASI KAWASAN PABEAN. di PELABUHAN TANJUNG PRIOK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIPAPARKAN DALAM: KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA ZONASI KAWASAN PABEAN dan JOINT GATE TPS di PELABUHAN TANJUNG PRIOK DIPAPARKAN DALAM: SOSIALISASI OPTIMALISASI TINDAKAN KARANTINA SEBELUM RESPON KEPABEANAN DI TEMPAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Transportasi melalui laut memainkan peran penting dalam sistem perdagangan. Berbagai jenis barang di seluruh dunia bergerak dari tempat satu ke tempat lainnya melalui laut.

Lebih terperinci

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: IMPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: IMPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: IMPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT PT. CIKARANG INLAND PORT Jl. Dry Port Raya, Kota Jababeka, Cikarang, Bekasi 17530, Jawa Barat, Indonesia Telp (62-21) 2908 2908, Fax (62-21) 2908

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.213, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pabean. Kawasan. Penimbunan Sementara. Tempat. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PMK.04/2015 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT

Lebih terperinci

Depo Petikemas Pengawasan Pabean (DP3) (Oleh : Syaiful Anwar / Widyaiswara Utama)

Depo Petikemas Pengawasan Pabean (DP3) (Oleh : Syaiful Anwar / Widyaiswara Utama) Depo Petikemas Pengawasan Pabean (DP3) (Oleh : Syaiful Anwar / Widyaiswara Utama) Ringkasan Depo Peti Kemas Pengawasan Pabean (DP3) adalah salah satu bentuk Fasilitas Lembaga Kepabeanan yang berfungsi

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5768 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEPABEANAN. Perdagangan. Ekspor. Impor. Kawasan Berikat. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 279). PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang Perusahaan petikemas di dalam menjalankan usahanya mempunyai tujuan untuk mengeliminasi inefisiensi atau pemborosan.

I.1 Latar Belakang Perusahaan petikemas di dalam menjalankan usahanya mempunyai tujuan untuk mengeliminasi inefisiensi atau pemborosan. Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Perusahaan petikemas di dalam menjalankan usahanya mempunyai tujuan untuk mengeliminasi inefisiensi atau pemborosan. Usaha mengurangi inefisiensi dalam proses bisnis

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1523, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Angkutan Laut. Penyelenggaraan. Pengusahaan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 93 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: EKSPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT

PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: EKSPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT PANDUAN TEKNIS PELANGGAN: EKSPOR MELALUI CIKARANG DRY PORT PT. CIKARANG INLAND PORT Jl. Dry Port Raya, Kota Jababeka, Cikarang, Bekasi 17530, Jawa Barat, Indonesia Telp (62-21) 2908 2908, Fax (62-21) 2908

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia, jasa kepelabuhanan merupakan hal strategis untuk kebutuhan logistik berbagai industri dan perpindahan masyarakat dari satu tempat ke tempat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berbagai kajian menunjukkan bahwa selama 20 tahun mendatang aliran peti kemas di Indonesia akan meningkat secara dramatis, dari 8,8 juta TEUs pada tahun 2009 diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau dengan bentangan laut yang sangat panjang yaitu 94.166 kilometer merupakan

Lebih terperinci

EASE OF DOING BUSINESS TRADING ACROSS BORDER

EASE OF DOING BUSINESS TRADING ACROSS BORDER EASE OF DOING BUSINESS TRADING ACROSS BORDER SOSIALISASI PERBAIKAN KEMUDAHAN BERUSAHA 2017 CROWNE PLAZA HOTEL JAKARTA, 22 MARET 2016 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI GAMBARAN UMUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ada di Indonesia sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ada di Indonesia sangat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ada di Indonesia sangat berpengaruh dalam perkembangan dunia usaha dan masyarakat dalam menjalankan usahanya, karena

Lebih terperinci

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik In

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik In No.1817, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Bongkar Muat. Barang. Kapal. Penyelenggaraan. Pengusahaan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 60 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.279, 2015 KEPABEANAN. Perdagangan. Ekspor. Impor. Kawasan Berikat. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5768). PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terminal Peti Kemas (TPK) Koja merupakan salah satu pelabuhan yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Terminal Peti Kemas (TPK) Koja merupakan salah satu pelabuhan yang memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terminal Peti Kemas (TPK) Koja merupakan salah satu pelabuhan yang memberikan jasa pelayanan bongkar dan muat peti kemas yang terletak di wilayah Pelabuhan Tanjung

Lebih terperinci

Pendahuluan. Poin Penting dari Tahun Sebelumnya

Pendahuluan. Poin Penting dari Tahun Sebelumnya 1 Pendahuluan Poin Penting dari Tahun Sebelumnya Peluncuran Tim Penguatan Reformasi Perpajakan dan Bea Cukai oleh Kementerian Keuangan pada akhir tahun 2016 merupakan langkah yang patut dipuji dan EuroCham

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan No.1429, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Belawan. Tanjung Priuk. Tanjung Perak. Makassar. Long Stay. Pemindahan Barang. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dan negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia. Hal tersebut membuat negara Indonesia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 1.1 Latar Belakang Sistem transportasi merupakan salah satu bagian penting bagi suatu pembangunan negara. Transportasi menjadi salah satu sektor pendukung kemajuan sistem logistik

Lebih terperinci

SOSIALISASI PERMENDAG NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA PERMENDAG NOMOR 83 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN IMPOR PDOUK TERTENTU

SOSIALISASI PERMENDAG NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA PERMENDAG NOMOR 83 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN IMPOR PDOUK TERTENTU SOSIALISASI PERMENDAG NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA PERMENDAG NOMOR 83 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN IMPOR PDOUK TERTENTU Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri 1 I. KRONOLOGIS PERATURAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.41, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor. Produk Tertentu. Ketentuan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83/M-DAG/PER/12/2012 TENTANG KETENTUAN IMPOR

Lebih terperinci

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1867, 2016 KEMENHUB. Pelabuhan Laut. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 146 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

2 Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lem

2 Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lem No.1091, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Tekstil. Produk Tekstil Batik. Motif Batik. Impor. Ketentuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/7/2015

Lebih terperinci

SELAMAT DATANG PESERTA SOSIALISASI KETENTUAN DI BIDANG IMPOR DAN EKSPOR. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI

SELAMAT DATANG PESERTA SOSIALISASI KETENTUAN DI BIDANG IMPOR DAN EKSPOR. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI SELAMAT DATANG PESERTA SOSIALISASI KETENTUAN DI BIDANG IMPOR DAN EKSPOR Direktorat Jenderal Bea dan Cukai PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI PERDIRJEN NOMOR PER-16/BC/2016 Direktorat Jenderal Bea dan

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 10/BC/2017 TENTANG TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI PUSAT LOGISTIK BERIKAT

Lebih terperinci

PENGANTAR KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR

PENGANTAR KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR PENGANTAR KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR Direktorat Teknis Kepabeanan DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI FUNGSI IMPLEMENTASI DJBC 1 Revenue Collector Mengoptimalkan penerimaan negara melalui penerimaan Bea

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. POLA PIKIR STUDI.

BAB III METODOLOGI A. POLA PIKIR STUDI. BAB III METODOLOGI A. POLA PIKIR STUDI. Pola pikir studi ini berawal dari anggapan perlunya untuk mengkaji relevansi commercial code bidang pelayaran dan implementasinya yang ada pada saat ini. Commercial

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 10A

Lebih terperinci

TATA NIAGA IMPOR POST BORDER

TATA NIAGA IMPOR POST BORDER DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI TATA NIAGA IMPOR POST BORDER Semarang, 22 Februari 2018 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI LATAR BELAKANG 3 CAKUPAN PENGATURAN TATA NIAGA 4 PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN ANGKUTAN DI PERAIRAN KEPELABUHANAN PP NO 10/2010 JO PP NO 22/2011 PP NO 21/2010

PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN ANGKUTAN DI PERAIRAN KEPELABUHANAN PP NO 10/2010 JO PP NO 22/2011 PP NO 21/2010 Sosialisasi Rencana Induk Pelabuhan Nasional I Hotel, Batam 26 Januari 2012 ANGKUTAN DI PERAIRAN KEPELABUHANAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM PP NO 10/2010 JO PP NO

Lebih terperinci

2015, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu mengatur kembali ketentuan impor tekstil dan produk tekst

2015, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu mengatur kembali ketentuan impor tekstil dan produk tekst No.1552, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Impor. Produk Tertentu. Batik. Motif Batik. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/M-DAG/PER/10/2015 TENTANG KETENTUAN IMPOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik jumlahnya maupun macamnya. Usaha-usaha dalam pembangunan sarana angkutan laut yang dilakukan sampai

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Sejarah Perusahaan PT. Pelabuhan Indonesia IV (Persero) selanjutnya disingkat Pelindo IV merupakan bagian dari transformasi sebuah perusahaan yang dimiliki pemerintah,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

2016, No turunannya; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Me

2016, No turunannya; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Me No.1922, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMDAG. Besi. Baja Paduan. Produk Turunan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82/M-DAG/PER/12/2016 TENTANG KETENTUAN IMPOR BESI ATAU BAJA,

Lebih terperinci

P - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG

P - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG P - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG Contributed by Administrator Monday, 30 March 2009 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

GALI POTENSI KERJASAMA INDONESIA AUSTRALIA, MANAJEMEN IPC KUNJUNGI PELABUHAN DI AUSTRALIA

GALI POTENSI KERJASAMA INDONESIA AUSTRALIA, MANAJEMEN IPC KUNJUNGI PELABUHAN DI AUSTRALIA Media Release GALI POTENSI KERJASAMA INDONESIA AUSTRALIA, MANAJEMEN IPC KUNJUNGI PELABUHAN DI AUSTRALIA Jakarta, 9 Maret 2015 Presiden Direktur IPC dan Direktur Utama PT. Pelabuhan Tanjung Priok beserta

Lebih terperinci

Waktu yang dihabiskan kapal selama berada di pelabuhan akan sangat berpengaruh terhadap pengoperasian kapal tersebut. Semakin lama kapal berada di

Waktu yang dihabiskan kapal selama berada di pelabuhan akan sangat berpengaruh terhadap pengoperasian kapal tersebut. Semakin lama kapal berada di BAB I PENDAHULUAN Perdagangan internasional merupakan salah satu sektor ekonomi yang mempunyai peranan dalam menunjang pembangunan Indonesia. Transaksi antar negara-negara di dunia akan menciptakan kerjasama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah akan memicu peningkatan ekonomi serta mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah akan memicu peningkatan ekonomi serta mengembangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi/liberalisasi khususnya sektor perdagangan serta pelaksanaan otonomi daerah akan memicu peningkatan ekonomi serta mengembangkan potensi yang dimiliki daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan, yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar maupun kecil. Kondisi tersebut menyebabkan sektor transportasi memiliki peranan yang

Lebih terperinci

BAB II DISKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DISKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DISKRIPSI PERUSAHAAN 2.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 2.1.1.Sejarah Singkat Perusahaan PT. DMR adalah salah satu dari anak perusahaan PT. SSU. PT. SSU adalah perusahaan yang bergerak dibidang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diatur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah Perusahaan PT Mitra Kargo Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa pelayanan dan pengurusan atas kegiatan yang

Lebih terperinci

PENYEDERHANAAN TATA NIAGA IMPOR: PENGALIHAN PENGAWASAN BORDER KE POST BORDER

PENYEDERHANAAN TATA NIAGA IMPOR: PENGALIHAN PENGAWASAN BORDER KE POST BORDER Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia PENYEDERHANAAN TATA NIAGA IMPOR: PENGALIHAN PENGAWASAN BORDER KE POST BORDER 31 Januari 2018 PENYEDERHANAAN TATA NIAGA IMPOR TOTAL HS 10826

Lebih terperinci

Mekanisme Otomasi Pemotongan Alokasi Komoditi. Indonesia National Single Window Oktober 2017

Mekanisme Otomasi Pemotongan Alokasi Komoditi. Indonesia National Single Window Oktober 2017 Mekanisme Otomasi Pemotongan Alokasi Komoditi Indonesia National Single Window Oktober 2017 Latar Belakang Program kerja PP NSW tahun 2017 (Integrasi rekomendasi dan ijin final) Rekomendasi KPK terkait

Lebih terperinci

6 PORT PERFORMANCE INDICATORS PELABUHAN TANJUNG PRIOK DAN PELABUHAN SINGAPURA

6 PORT PERFORMANCE INDICATORS PELABUHAN TANJUNG PRIOK DAN PELABUHAN SINGAPURA 62 6 PORT PERFORMANCE INDICATORS PELABUHAN TANJUNG PRIOK DAN PELABUHAN SINGAPURA Pendahuluan Bila dilihat dari segi lingkup pelayaran yang dilayani, Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Singapura merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laporan Tugas Akhir ini. Adapun penelitian terdahulu yang penulis ulas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laporan Tugas Akhir ini. Adapun penelitian terdahulu yang penulis ulas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Sebelum laporan Tugas Akhir yang penulis kerjakan, telah banyak penelitian terdahulu yang memiliki pembahasan yang sama mengenai ekspor dan impor, hal ini

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 70-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 127, 2001 Perhubungan.Pelabuhan.Otonomi Daerah.Pemerintah Daerah.Tarif Pelayanan. (Penjelasan

Lebih terperinci

Yukki Nugrahawan Hanafi Ketua Umum DPP ALFI/ILFA

Yukki Nugrahawan Hanafi Ketua Umum DPP ALFI/ILFA FGD PERAN DAN FUNGSI PELABUHAN PATIMBAN DALAM KONSEP HUB AND SPOKE Yukki Nugrahawan Hanafi Ketua Umum DPP ALFI/ILFA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN RI Jakarta, 24 NOPEMBER 2016 INDONESIAN LOGISTICS AND FORWARDERS

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN EKSPOR IMPOR

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN EKSPOR IMPOR STANDAR KOMPETENSI LULUSAN EKSPOR IMPOR DIREKTORAT PEMBINAAN KURSUS DAN PELATIHAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, NONFORMAL DAN INFORMAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL 2011 A. Latar Belakang.

Lebih terperinci

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdag

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdag No.1526, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Impor Barang. Sistem Pendingin. Ketentuan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84/M-DAG/PER/10/2015 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan transportasi laut menjadi sektor utama yang berpengaruh dalam laju distribusi perdagangan dunia. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan volume lalu lintas

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 70 TAHUN 1996 (70/1996) Tanggal : 4 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/107; TLN PRESIDEN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persinggahan rute perdagangan dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang dari satu tempat ketempat lainnya yang diangkut melalui jalur transportasi

BAB I PENDAHULUAN. barang dari satu tempat ketempat lainnya yang diangkut melalui jalur transportasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pelabuhan merupakan tempat untuk melaksanakan kegiatan pemindahan barang dari satu tempat ketempat lainnya yang diangkut melalui jalur transportasi laut yang prosesnya

Lebih terperinci

Sistem Komputer Pelayanan Impor Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai

Sistem Komputer Pelayanan Impor Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai Sistem Komputer Pelayanan Impor Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai DASAR HUKUM UU Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari ribuan pulau, maka untuk menghubungkan pulau-pulau tersebut

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari ribuan pulau, maka untuk menghubungkan pulau-pulau tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara kesatuan Republik Indonesia sebagai Negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau, maka untuk menghubungkan pulau-pulau tersebut mutlak diperlukan sarana dan

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN JASA KEPELABUHANAN TERTENTU KEPADA PERUSAHAAN ANGKUTAN LAUT YANG MELAKUKAN KEGIATAN ANGKUTAN LAUT LUAR NEGERI Angkutan Laut Luar Negeri memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan menempatkan eksploitasi laut sebagai primadona industri, baik dari segi

BAB I PENDAHULUAN. akan menempatkan eksploitasi laut sebagai primadona industri, baik dari segi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat kaya. Hal ini berarti akan menempatkan eksploitasi laut sebagai primadona industri, baik dari segi kekayaan alam maupun

Lebih terperinci

ekspor impor Kepabeanan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak

ekspor impor Kepabeanan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak ekspor impor Kepabeanan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak UU nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2006 Kapebeanan

Lebih terperinci

Tanjung Balai Karimun, 8 September 2017

Tanjung Balai Karimun, 8 September 2017 Contents Tanjung Balai Karimun, 8 September 2017 Berbagai penindakan yang berhasil ditorehkandalam menjalankan instruksi Presiden Republik Indonesia adalah bukti nyata pelaksanaan penguatan reformasi di

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Manajemen Logistik dan Tata Niaga Impor. mulai dari menekan biaya logistik dan mengatur seluruh proses dalam

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Manajemen Logistik dan Tata Niaga Impor. mulai dari menekan biaya logistik dan mengatur seluruh proses dalam BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Logistik dan Tata Niaga Impor Dalam perdagangan internasional manajemen logistik akan berpengaruh terhadap kelancaran arus perdagangan dan tata niaga impor, mulai dari

Lebih terperinci