Jackson Oktaryo Nababan ISSN Nomor TINJAUAN HUKUM TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP DILUAR PENGADILAN.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Jackson Oktaryo Nababan ISSN Nomor TINJAUAN HUKUM TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP DILUAR PENGADILAN."

Transkripsi

1 TINJAUAN HUKUM TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP DILUAR PENGADILAN Oleh : Jackson Oktaryo Nababan, SH Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penyelesaian sengketa lingkungan di luar pengadilan dapat memberikan jawaban keadilan ditengah minimnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan. ketentuan dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, dan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000, penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan merupakan pilihan para pihak yang bersifat sukarela dan hanya berlaku terhadap sengketa yang termasuk dalam ranah perdata. Penyelesaian sengketa lingkungan di luar pengadilan ditempuh berdasarkan kesepakatan para pihak dengan arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa (konsiliasi, negosiasi, mediasi, konsultasi, penilaian ahli). Akan tetapi, penyelesaian sengketa lingkungan di luar pengadilan di Indonesia jika ditinjau dari pengaturannya masih memiliki beberapa kelemahan. Meskipun demikian, penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan sebagai bagian inheren dari kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia masih mendukung pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Kata kunci : Penyelesaian sengketa, lingkungan hidup, diluar peradilan I. PENDAHULUAN Manusia dengan lingkungan tidak dapat dipisahkan. Demikian juga terhadap lingkungan dengan pembangunan. Sehingga Lingkungan hidup merupakan bagian mutlak dalam kegiatan pembangunan. Seiring dengan semakin berkembangnya peradaban manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi mulai dikembangkan guna mendukung pelaksanaan pembangunan. Perkembangan illmu pengetahuan dan teknologi berat secara efektif digunakan untuk mengeksploitasi sumber daya alam dan membangun industriindustri berat untuk memenuhi kebutuhan 29 manusia, alam secara drastis telah terganggu keseimbangannya 1. Intervensi terhadap lingkungan dalam pelaksanaan pembangunan memang tidak dapat dihindari. Tetapi, permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan melaksanakan kegiatan pembangunan secara berkelanjutan. Dengan pembangunan berkelanjutan, daya dukung lingkungan terhadap kegiatan pembangunan akan tetap terjaga sehingga peningkatan kesejahteraan sebagai hasil kegiatan pembangunan tidak hanya akan dirasakan oleh generasi sekarang, tetapi 1 Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra Hukum sebagai Suatu Sistem. CV. Mandar Maju. Bandung. Hal. 177

2 juga oleh generasi masa depan. Pembangunan harus dilaksanakan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan 2 Komitmen pemerintah Indonesia untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan tercermin dalam dua bentuk pengakuan terhadap konstitusionalisasi norma hukum lingkungan. Pertama, mengakui subjective rights dalam pengelolaan lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal 28H ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Kedua, pengakuan bahwa elemen berwawasan lingkungan merupakan elemen penting dalam perekonomian nasional sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Ketentuan Pasal 33 ayat (4) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur bahwa: Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan 2 Otto Soemarwoto Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gajahmada University Press. Yogyakarta. Hal Jimly Asshiddiqie Green Constitution (Nuansa Hijau Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945). Rajagrafindo Persada. Jakarta. Hal ekonomi nasional. Berdasarkan ketentuan tersebut, walaupun tidak secara jelas menekankan pembangunan berkelanjutan sebagai arah dan pola pembangunan, namun ketentuan pasal tesebut dapat ditafsirkan memberi arah pembangunan ekonomi yang didasarkan pada konsep pembangunan berkelanjutan 4. Ketentuan Pasal 65 ayat (1) Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mengatur bahwa: Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. Diakuinya hak tersebut dalam konstitusi dan undang-undang menempatkan hak setiap orang atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak yang diakui dan dilindungi oleh hukum 5. Dengan demikian, setiap orang yang merasa haknya terlanggar karena kegiatan pembangunan yang mencemari dan merusak lingkungan dapat melakukan tuntutan sehingga lahir sengketa lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan langkah strategis agar penyelesaian sengketa lingkungan tidak hanya dapat mengakomodir kepentingan para pihak yang bersengketa tetapi juga lingkungan hidup sehingga pembangunan berkelanjutan dapat terwujud. 4 Ibid, Hal. vii 5 Peter Mahmud Marzuki Pengantar Ilmu Hukum. Kencana. Jakarta. Hal. 163

3 Karena banyaknya sengketa yang pendekatan melalui sistem perlawanan menerpa masyarakat sering terabaikan oleh (the adversary system) dan lembaga peradilan, maka dalam hal menggunakan paksaan (coercion) tertentu penyelesaian sengketa dapat dalam mengelola sengketa serta dilakukan diluar lembaga peradilan. Hal ini dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa serta Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa menghasilkan suatu keputusan winlose sollution bagi pihak-pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa dengan jalur litigasi ini bersifat pertentangan antara para pihak. Proses litigasi selalu Pelayanan Penyelesaian Sengketa menghasilkan bentuk penyelesaian Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan. yang menempatkan salah satu pihak sebagai pemenang (a winner) dan II. PERMASALAHAN pihak yang lain sebagai kalah (a Berdasarkan uraian-uraian diatas loser). dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai pembatasan terhadap pembahasan, yakni bagaimana bentuk penyelesaian Penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi dimulai dengan pengajuan gugatan penggugat ke Pengadilan sengketa lingkungan hidup diluar Negeri. Setelah itu, sebelum pengadilan tersebut? dilaksanakan proses pemeriksaan, penyelesaian perkara perdata diawali III. PEMBAHASAN dengan upaya mendamaikan para Upaya penyelesaian sengketa dalam bidang perdata dapat ditempuh melalui lembaga peradilan maupun di luar lembaga peradilan sesuai dengan kesepakatan para pihak. pihak yang dilakukan oleh hakim. Jika upaya mendamaikan tersebut berhasil, maka dibuatlah perjanjian perdamaian yang diajukan ke sidang pengadilan (acte van vergelijk) dimana para pihak 3.1 Penyelesaian sengketa melalui wajib mentaati dan memenuhi lembaga peradilan (litigasi) Metode penyelesaian sengketa paling konvensional adalah litigasi perjanjian tersebut. Perjanjian tersebut berkekuatan sebagai putusan hakim yang tidak dapat dilakukan upaya (proses pengadilan). Penyelesaian hukum. sengketa dengan jalur litigasi untuk Apabila upaya pendamaian mendapatkan keadilan menggunakan tersebut tidak berhasil, maka ditempuh 27

4 proses pemeriksaan perkara perdata. konstelasi sistem hukum modern Proses pemeriksaan perkara pasca keberadaan lembaga peradilan dilakukannya upaya perdamaian diantaranya mengemban tugas adalah pembacaan gugatan dan diberi menyelesaikan sengketa untuk kesempatan kepada penggugat untuk merubah atau mencabut gugatannya kalau dikehendaki. Tahap selanjutnya menegakkan rule of law. Keberadaan pengadilan yang dimaksudkan sebagai sarana fasilitatif untuk menegakkan penggugat diberi kesempatan untuk wibawa hukum dengan jalan mengajukan jawaban tergugat. Setelah memberikan akses keadilan bagi itu, penggugat diberi kesempatan pihak-pihak yang terlibat sengketa. untuk replik penggugat dan diikuti Akan tetapi di dalam dengan tergugat yang mengajukan perkembangannya, penyelesaian duplik tergugat. Setelah tahap tersebut, sengketa dengan jalur litigasi penggugat dan tergugat masing - dihinggapi formalitas yang berlebihan, masing diberi kesempatan untuk tidak efektif dan efisien, mahal, mengajukan alat bukti untuk kemudian perilaku hakim yang memihak, dan ke dua belah pihak diberi kesempatan putusan hakim yang seringkali untuk mengajukan kesimpulan mengecewakan pencari keadilan. sebelum majelis hakim akhirnya Proses peradilan menuai banyak menjatuhkan putusan. Apabila para kritik yang menujukkan pada pihak tidak tidak menerima putusan kelemahan-kelemahan sistem hakim Pengadilan Negeri, maka para pihak dapat menempuh upaya hukum peradilan, yaitu: a. Waktu banding, kasasi, dan peninjauan Proses persidangan yang berlarutlarut kembali. Tetapi apabila para pihak atau terlalu lama dan menerima putusan tersebut, maka menempatkan suatu keputusan selanjutnya akan dilaksanakan yang benar-benar final dan eksekusi. Jalur litigasi yang mengandalkan perangkat lembaga peradilan sebagai mengikat (karena hak para pihak untuk mengajukan banding, kasasi, peninjauan kembali, bantahan, dan institusinya telah mewabah lain-lain). Waktu tidak bisa di penggunaannya selaras dengan kontrol oleh para pihak. semakin derasnya infiltrasi hukum b. Biaya mahal modern disetiap penjuru dunia. Dalam 28

5 Biaya pengadilan di beberapa pengacara tidak mengerti benarbenar negara dianggap mahal (khusunya kepentingan klien. bagi masyarakat pedalaman, hal ini f. Win-lose sollution ditambah dengan biaya Sistem peradilan pada nilai benar transportasi). Hal ini ditambah atau salah. dngan sistem peradilan yang g. Hubungan putus mempunyai prosedur yang Dengan adanya sistem win-lose bertingkat-tingkat. Mahalnya biaya maka (untuk kasus perdata atau tersebut ditambah dengan biaya bisnis) hubungan para pihak pengacara. menjadi putus. c. Adversary h. Memicu konflik baru Proses beracara dalam pengadilan Karena untuk menyelamatkan memaksa para pihak untuk saling muka dan telah terputusnya menyerang. hubungan, hal tersebut dapat d. Prosedur yang ketat memicu konflik lagi. Dengan adanya prosedur beracara 3.2 Penyelesaian sengketa di luar yang rigid, kadangkala lembaga peradilan (non-litigasi) menghilangkan keluwesan para Mekanisme penyelesaian pihak untuk mencari inovasi sengketa di banyak negara, termasuk alternatif-alternatif penyelesaian. Indonesia, kini telah berkembang Seringkali kepentingan sebenarnya khususnya di bidang keperdataan. dari pihak yang bersengketa tidak Perkembangan ini terdorong oleh tercermin dalam gugatan/tuntutan kenyataan bahwa pada umumnya yang diajukan. penyelesaian sengketa melalui e. Lawyer Oriented pengadilan (court system) Karena sistem prosedua yang membutuhkan biaya yang sangat besar kompleks dalam peradilan, maka dan birokrasi pengadilan yang sangat hanya pihak yang mempunyai rumit. Penyelesaian sengketa di luar keahlian saja yang dapat beracara lembaga peradilan atau Alternative di pengadilan. Oleh karena itu, Dispute Resolution (Selanjutnya pihak yang bersengketa banyak disebut ADR) merupakan ekspresi mendelegasikan semuanya kepada responsif (dissatisfication) terhadap pengacaranya, dimana acapkali penyelesaian sengketa melalui proses 29

6 litigasi yang konfrontatif dan (HIR) ataupun Rechtsreglement zwaarwichtig (berteletele). Terdapat beberapa alasan yang Bitengewesten (RBG). Semula ADR diatur dalam pasal 615 s/d 651 RV. melatarbelakangi munculnya minat Dengan diundangkannya Undangundang dan perhatian terhadap ADR, yaitu: Nomor 30 tahun 1999 Tentang pertama, perlunya menyediakan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian mekanisme penyelesaian sengketa Sengketa, maka ketentuan-ketentuan yang lebih fleksibel dan responsif bagi tersebut dinyatakan tidak berlaku. kebutuhan para pihak yang Terdapat beberapa pendapat bersengketa; kedua, untuk mengenai ADR. Pertama, ADR adalah memperkuat keterlibatan masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa; ketiga, memperluas akses mencapai mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Dalam konteks ini, mekanisme penyelesaian sengketa di atau mewujudkan keadilan sehingga luar pengadilan dapat berupa setiap sengketa yang memiliki ciri-ciri penyelesaian sengketa melalui tersendiri yang terkadang tidak sesuai arbitrase, negosiasi, mediasi, dengan bentuk penyelesaian yang satu, konsiliasi, dan lain-lain. Kedua, ADR akan cocok dengan bentuk adalah forum penyelesaian sengketa di penyelesaian yang lain. Para pihak luar pengadilan dan arbitrase. Hal ini dapat memilih ketentuan yang terbaik. mengingat penyelesaian sengketa ADR merupakan salah satu melalui ADR tidak dilakukan oleh sarana peningkatan akses kepada pihak ketiga. Sedangkan dalam forum keadilan. ADR dapat digunakan untuk pengadilan atau arbitrase, pihak ketiga menyelesaikan suatu permasalahan (hakim atau arbiter) mempunyai keluar dari sistem formal pengadilan kepada suatu forum yang lebih murah, kewenangan untuk memutus sengketa. ADR disini hanya terbatas pada teknik cepat, dekat, dan tidak penyelesaian sengketa yang bersifat mengintimidasi. Keberadaan ADR kooperatif, seperti halnya negosiasi, sebenarnya sudah lama dikenal mediasi, dan konsiliasi, serta teknikteknik meskipun jarang dipergunakan di penyelesaian sengketa Indonesia bersamaan dengan kooperatif lainnya. Ketiga, ADR dipakainya Reglement op de adalah seluruh penyelesaian sengketa Rechtsvordering (RV) dan Net yang tidak melalui pengadilan tetapi Herziene Indonesisch Reglement 30

7 juga tidak terbatas pada arbitrase, negosiasi, dan sebagainya. Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan APS termasuk juga penyelesaian sengketa yang diatur oleh peraturan perundang-undangan, tetapi berada di luar pengadilan, seperti Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan sebagainya. Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa secara implisit menganut paham bahwa arbitrase merupakan hal yang berbeda dengan Alternatif Penyelesaian Ssengketa sehingga judul undang-undang tersebut adalah Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tersebut, penyelesaian sengketa di luar pengadilan (ADR) dapat diuraikan sebagai berikut : a. Alternatif Penyelesaian Sengketa Pengertian alternatif penyelesaian sengketa telah diperkenalkan sebagai suatu institusi atau lembaga yang dipilih para pihak yang mengikat apabila timbul beda pendapat atau sengketa. 31 Alternatif penyelesaian sengketa merupakan lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melaui prosedur yang disepakati para pihak, yaitu penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli yaitu 6 : 1) Konsultasi Konsultasi merupakan tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu, yang disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan konsultan, yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut. Tidak ada keharusan bagi klien untuk mengikuti pendapat yang disampaikan konsultan. Jadi, konsultan hanyalah memberikan pendapat hukum sebagaimana diminta oleh kliennya. Selanjutnya, keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak meskipun adakalanya pihak konsultan juga diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk 6 Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

8 penyelesaian sengketa yang sengketa secara dikehendaki oleh para pihak musyawarah dengan yang bersengketa tersebut. bantuan mediator. 2) Negosiasi b) Mediator adalah netral dan Negosiasi adalah Penyelesaian tidak memihak, disetujui sengketa melalui perundingan langsung antara para pihak yang bersengketa guna mencari atau para pihak, dan bersedia melakukan mediasi. c) Mediator tidak mempunyai menemukan bentuk-bentuk kewenangan untuk penyelesaian yang dapat membuat keputusan selama diterima pihak-pihak yang perundingan, namun perlu bersangkutan (Bambang membatu para pihak yang Pramudyanto, 2008: 12). In the bersengketa untuk mencari process of negotiation, solusi penyelesaian negotiators themselves come to sengketanya. an agreement on a notion of d) Para pihak berkeinginan justice which will govern the untuk mencapai disposition of the items in kesepakatan. conflict, and if they do not, negotiations will not be able to 4) Konsiliasi Konsiliasi adalah upaya proceed any further to a penyelesaian sengketa conclusion. (lingkungan) melalui 3) Mediasi perundingan dengan melibatkan Mediation is a process in which pihak ketiga netral untuk a mediator facilitates membantu para pihak yang communication and negotiation bersengketa dalam menemukan between parties to assist them in bentuk-bentuk penyelesaian reaching a voluntary agreement regarding their dispute. yang dapatdisepakati para pihak. Bantuan pihak ketiga netral Mediasi memiliki prinsip-prinsip dalam konsiliasi lazimnya sebagai berikut: bersifat pasif atau terbatas pada a) Para pihak secara suka rela fungsi prosedural, sedangkan bersedia dan berkeinginan mediator memainkan peran aktif untuk menyelesaikan dalam membantu para pihak 32

9 untuk menyelesaikan sengketa lingkungan. 5) Penilaian Ahli Arbitration is a form of ADR in which the parties choose an impartial third party to hear and Penilaian Ahli dalam alternatif decide the dispute (Henry R penyelesaian sengketa berupa pendapat hukum yang bersifat mengikat dari lembaga arbitrase. Cheeseman, 2000: 62). Ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pasal 52 Undang- Arbitrase dan Alternatif Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memberikan batasan arbitrase sebagai cara Penyelesaian Sengketa penyelesaian suatu sengketa menyatakan bahwa para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis mengikat dari Lembaga oleh para pihak yang bersengketa. Arbitrase atas hubungan hukum Penyelesaian sengketa tertentu dari suatu perjanjian. dengan arbitrase merupakan cara Pendapat arbitrase adalah penyelesaian sengketa yang lebih pendapat yang mengikat yang diberikan oleh suatu lembaga arbitrase yang diajukan oleh formal jika dibandingkan dengan negosiasi, mediasi, atau konsiliasi. Arbitrase yang berarti kekuasaan para pihak dalam suatu kontrak untuk menyelesaikan masalah terhadap suatu masalah atau menurut kebijaksanaan para ahli hubungan hukum tertentu dari (arbitrator) dan tidak berhenti suatu perjanjian. Konsekuensi sampai disini, akan tetapi yuridis dari adanya pendapat ini keputusan arbiter juga menerapkan adalah para pihak terikat ketentuan-ketentuan hukum seperti terhadap pendapat tersebut yang dilakukan oleh hakim di sebagaimana keterikatan atas pengadilan. suatu kontrak. Jadi, apabila para Penyelesaian secara pihak melanggar pendapat arbitrase penting karena tidak perlu tersebut sama artinya seperti melanggar kontrak. b. Arbitrase formalitas yang ketat, lebih murah, memuaskan karena ditangani oleh arbitrator yang dipilih berdasarkan 33

10 keahliannya, berproses melalui Pengelolaan Lingkungan Hidup, arbitrase akan memelihara dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun menjamin kerahasiaan para pihak 1999 tentang Arbitrase dan yang bersengketa, tepat karena setelah para pihak bersengketa dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dan Peraturan Pemerintah Nomor sengketa tersebut diselesaikan 54 Tahun 2000 tentang Lembaga dengan arbitrase, para pihak dapat Penyedia Jasa Pelayanan berhubungan kembali. Penyelesaian Sengketa Lingkungan Arbitrase pada umumnya Hidup di Luar Pengadilan. dipakai dalam lingkungan bisnis, Penyelesaian sengketa lingkungan dan biasanya pihak yang terlibat hidup di luar pengadilan di menyepakati melalui sistem klausul Indonesia berdasarkan ketentuan perjanjian berupa menundukkan peraturan perundangan tersebut diri (submission) menyerahkan dapat diuraikan sebagai berikut : penyelesaian kasus yang timbul 1. Penyelesaian sengketa kepada pihak ketiga yang bersifat lingkungan diluar pengadilan netral yang bertindak sebagai berdasarkan ketentuan Undangarbitrator. Proses peyelesaiannya Undang Nomor 32 Tahun 2009 dapat dilakukan dalam suatu badan tentang Perlindungan dan tertentu sebagai arbitral tribunal, Pengelolaan Lingkungan Hidup. yang di Indonesia dikenal dengan Penyelesaian sengketa BANI (Badan Arbitrase Nasional lingkungan hidup di luar Indonesia). Badan arbitral tribunal pengadilan merupakan pilihan diberi kewenangan penuh oleh para para pihak yang bersifat pihak yang terlibat untuk sukarela. Hal ini secara implisit menyelesaikan sengketa. Sifat tertuang dalam ketentuan Pasal putusannya adalah langsung/final dan banding kepada para pihak. 84 ayat (1) yang mengatur bahwa: Penyelesaian sengketa Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat lingkungan hidup di luar ditempuh melalui pengadilan pengadilan di Indonesia tunduk atau di luar pengadilan. pada ketentuan dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 Kebebasan tersebut diberikan untuk memberikan perlindungan tentang Perlindungan dan terhadap hak-hak keperdataan 34

11 para pihak yang bersengketa penyelesaian sengketa (penjelasan Pasal 84 ayat (1)). Kebebasan para pihak untuk lingkungan diluar pengadilan, para pihak tidak dapat secara memilih penyelesaian serta merta mengajukan sengketanya diluar lembaga penyelesaian sengketanya peradilan bukan merupakan melalui lembaga peradilan. kebebasan mutlak. Terdapat Pembatasan ini tertuang dalam beberapa pembatasan yang ketentuan Pasal 84 ayat (3) yang diberikan oleh Undang-Undang mengatur bahwa: gugatan Nomor 32 Tahun Pertama, melalui pengadilan hanya dapat penyelesaian sengketa ditempuh apabila upaya lingkungan hidup di luar penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak dapat pengadilan yang dipilih diterapkan terhadap tindak dinyatakan tidak berhasil oleh pidana lingkungan hidup (Pasal salah satu atau para pihak yang 85 ayat (2)). Jadi penyelesaian bersengketa. Artinya, sengketa lingkungan hidup pengajuan kembali suatu diluar pengadilan hanya berlaku sengketa lingkungan ke untuk sengketa dalam ranah pengadilan mensyaratkan perdata. Meskipun demikian, adanya pernyataan tidak berhasil pelaksanaan penyelesaian yang d iberikan oleh salah satu sengketa lingkungan hidup di atau para pihak yang luar pengadilan tidak secara otomatis menutup penuntutan bersengketa. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk mencegah perkara secara pidana. terjadinya putusan yang berbeda Penuntutan terhadap perkara mengenai satu sengketa pidana pencemaran dan/atau lingkungan hidup yang sama perusakan lingkungan tetap untuk menjamin kepastian dapat dilakukan meskipun para pihak telah menempuh upaya hukum (Penjelasan Pasal 84 ayat (3)). penyelesaian sengketa Penyelesaian sengketa lingkungan di luar pengadilan. lingkungan di luar pengadilan Kedua, dalam hal para pihak dilakukan untuk mencapai telah memilih upaya 35

12 kesepakatan mengenai (Pasal 85 timbulnya pencemaranperusakan ayat (1)): lingkungan. a. bentuk dan besarnya ganti Upaya pencapaian rugi; kesepakatan sebagaimana b. tindakan pemulihan akibat diamanatkan dalam ketentuan pencemaran dan/atau Pasal 85 ayat (1) tersebut dapat perusakan; dilakukan oleh para pihak c. tindakan tertentu untuk dengan negosiasi atau menjamin tidak akan melibatkan pihak ketiga, baik itu terulangnya pencemaran mediator, arbiter, atau pihak dan/atau perusakan; dan/atau ketiga lainnya. Kebebasan para d. tindakan untuk mencegah pihak untuk menentukan timbulnya dampak negatif mekanisme penyelesaian terhadap lingkungan hidup. Bertumpu pada ketentuan sengketa lingkungan di luar pengadilan tersebut diatur dalam tersebut, penyelesaian sengketa Pasal 85 ayat (3) yang lingkungan di luar pengadilan mengamanatkan bahwa: Dalam tidak hanya memiliki tujuan penyelesaian sengketa finansial, tetapi juga tujuan lingkungan hidup di luar nonfinansial. Tujuan finansial terletak dalam ganti kerugian pengadilan dapat digunakan jasa mediator dan/atau arbiter untuk yang menekankan pada aspek membantu menyelesaikan monetery settlement. Tujuan sengketa lingkungan hidup. nonfinansial berwujud tindakan Penggunaan istilah dapat tertentu yang sifatnya non dalam ketentuan tersebut monetary settlement terdiri atas memberikan implikasi tindakan memasang atau terbukanya kesempatan bagi memperbaiki Unit Pengelolaan Limbah (UPL) sehingga limbah para pihak dalam suatu sengketa untuk menyelesaikan sengketa sesuai dengan Baku Mutu lingkungan hidup yang timbul Lingkungan (BML) yang diantaranya melalui mekanisme ditentukan, memulihkan fungsi lingkungan, dan menghilangkan selain mediasi atau arbitrase sesuai kesepakatan para pihak. atau memusnahkan penyebab 36

13 2. Penyelesaian sengketa alternatif penyelesaian sengketa lingkungan diluar pengadilan dapat ditempuh dengan cara berdasarkan Ketentuan Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Ketentuan dalam Undangkonsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. 3.3 Penyelesaian sengketa lingkungan di luar pengadilan dengan arbitrase. Ketentuan Pasal 3 menegaskan Undang Nomor 30 Tahun 1999 bahwa: Pengadilan Negeri tidak memang tidak secara khusus berwenang untuk mengadili sengketa mengatur mengenai para pihak yang telah terikat dalam penyelesaian sengketa perjanjian arbitrase. Ketentuan lingkungan di luar pengadilan. tersebut dipertegas kembali dalam Ketentuan dalam Undang- rumusan Pasal 11 ayat (1) yang Undang Nomor 30 Tahun 1999 mengatur bahwa: Adanya suatu berkedudukan sebagai dasar perjanjian arbitrase tertulis pijakan penyelesaian sengketa meniadakan hak para pihak untuk lingkungan hidup di luar mengajukan penyelesaian sengketa pengadilan karena Undang- atau beda pendapat yang termuat Undang Nomor 30 Tahun 1999 dalam perjanjiannya ke Pengadilan secara umum mengatur Negeri. Artinya, dengan adanya suatu mekanisme penyelesaian perjanjian arbitrase, secara otomatis sengketa diluar pengadilan. menghapuskan hak para pihak untuk Ketentuan dalam Undang- mengajukan kembali penyelesaian Undang Nomor 30 Tahun 1999 sengketanya ke muka pengadilan. mengatur 2 (dua) bentuk Dalam kasus sengketa mekanisme penyelesaian lingkungan, sengketa terjadi karena sengketa di luar pengadilan, adanya kegiatan yang berpotensi yaitu arbitrase dan alternatif dan/atau telah berdampak terhadap penyelesaian sengketa. lingkungan. Artinya, dalam kasus Penyelesaian sengketa dengan sengketa lingkungan perjanjian arbitrase dapat dilaksanakan arbitrase tidak mungkin dibuat dengan arbiter tunggal atau sebelum timbulnya sengketa. majelis arbiter, sedangkan Memperjanjikan pencemaran dan penyelesaian sengketa dengan perusakan lingkungan (dampak 37

14 lingkungan) sebagai sumber sengketa lingkungan adalah hal yang tidak logis. b. nama lengkap dan tempat tinggal para pihak c. nama lengkap dan tempat tinggal Terhadap kondisi demikian, para arbiter atau majelis arbiter ketentuan Pasal 1 angka 3 d. tempat arbiter atau majelis arbiter memberikan kemungkinan bagi para akan mengambil keputusan pihak dalam suatu sengketa e. nama lengkap sekretaris lingkungan untuk mengajukan f. jangka waktu penyelesaian penyelesaian sengketanya melalui sengketa arbitrase dengan mengatur bahwa g. pernyataan kesediaan dari arbiter perjanjian tertulis adalah: suatu h. pernyataan kesediaan dari pihak kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang di buat para pihak sebelum timbul sengketa atau suatu yang bersengketa untuk menanggung segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase. perjanjian arbitrase tersendiri yang Pasca dibuatnya perjanjian dibuat para pihak setelah timbul nonkontraktual tersebut, penyelesaian sengketa. Dari ketentuan tersebut, sengketa lingkungan di luar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 mengakui dua bentuk perjanjian pengadilan dengan arbitrase dapat segera dilaksanakan. Para pihak dapat arbitrase, yaitu perjanjian arbitrase memilih untuk menyelesaikan yang dibuat sebelum timbunya sengketanya dengan bantuan arbiter sengketa (kontraktual) dan perjanjian arbitrase yang dibuat pasca timbulnya tunggal atau majelis arbiter. 3.4 Penyelesaian Sengketa Lingkungan sengketa (nonkontraktual). dengan Alternatif Penyelesaian Dalam hal para pihak tidak dapat Sengketa. menandatanganinya, maka perjanjian Ketentuan Pasal 1 angka 10 tersebut harus dibuat dalam bentuk mengatur bahwa alternatif akta notaris. Perjanjian penyelesaian penyelesaian sengketa adalah: sengketa diluar pengadilan harus lembaga penyelesaian sengketa atau memuat hal-hal sebagai berikut agar beda pendapat melalui prosedur yang tidak dinyatakan batal demi hukum disepakati para pihak, yakni (Pasal 9): penyelesaian di luar pengadilan a. masalah yang dipersengketakan dengan cara konsultasi, negosiasi, 38

15 mediasi, konsiliasi, atau penilaian yang dibuat para pihak, maka hak para ahli. Berdasarkan ketentuan Pasal 6, pihak untuk mengajukan kembali penyelesaian sengketa lingkungan perkaranya ke Pengadilan Negeri dengan alternatif penyelesaian menjadi gugur. Demikian pula dengan sengketa dimulai dengan proses upaya hukum banding, kasasi, maupun negosiasi antara para pihak dalam jangka waktu maksimal 14 hari. Jika negosiasi tersebut berhasil, maka para pihak merumuskan kesepakatan yang telah dibuat dalam suatu kesepakatan tertulis untuk kemudian didaftarkan ke Pengadilan Negeri. Akan tetapi jika negosiasi yang dilaksanakan oleh para peninjauan kembali. Upaya penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan oleh para pihak dengan negosiasi, konsultasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli tersebut pada hakekatnya merujuk pada satu tujuan yang sama, yaitu tercapainya kesepakatan antara para pihak untuk pihak tidak menghasilkan suatu menyelesaikan sengketa yang terjadi. kesepakatan, maka penyelesaian Oleh karena itu, jika upaya sengkata dapat dilakukan dengan penyelesaian sengketa yang dilakukan bantuan penasehat ahli maupun oleh para pihak tidak berhasil mediator. Sama halnya dengan putusan arbitrase, kesepakatan tertulis yang dibuat oleh para pihak tersebut bersifat final dan mengikat para pihak serta merumuskan suatu kesepakatan, maka para pihak dapat memilih untuk menyelesaikan sengketanya melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad hoc. wajib didaftarkan di Pengadilan Ketentuan dalam Pasal 6 Negeri dalam jangka waktu maksimal tersebut mengatur penyelesaian 30 hari sejak pendaftaran. Sejak tanggal pendaftaran tersebut, para sengketa dengan negosiasi, konsultasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli pihak wajib melaksanakan kedalam satu rangkaian. Akan tetapi, kesepakatan tertulis tersebut dalam mekanisme penyelesaian sengketa jangka waktu paling lama 30 hari. tersebut tidak harus dilaksanakan Dengan demikian, dalam hal secara runut sebagaimana dituangkan penyelesaian sengketa lingkungan dalam Pasal 6 tersebut. Misalnya, para diluar pengadilan dengan alternatif pihak tanpa terlebih dahulu melakukan penyelesaian sengketa telah mediasi dengan bantuan seorang atau melahirkan suatu kesepakatan tertulis lebih mediator yang ditunjuk oleh para 39

16 pihak sendiri dapat langsung mengajukan penyelesaian sengketanya melalui lembaga alternatif penyelesaian sengketa atau arbitrase. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 KESIMPULAN Penyelesaian sengketa tentang lingkungan hidup diluar pengadilan dapat dilakukan berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 memang tidak secara khusus mengatur mengenai penyelesaian sengketa lingkungan di luar pengadilan. Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 berkedudukan sebagai dasar pijakan penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan karena Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 secara umum mengatur mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 mengatur 2 (dua) bentuk mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yaitu arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa dengan arbitrase dapat dilaksanakan dengan arbiter tunggal atau majelis arbiter, 40 Buku; sedangkan penyelesaian sengketa dengan alternatif penyelesaian sengketa dapat ditempuh dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. 4.2 SARAN Dalam hal penyelesaian sengketa tentang lingkungan hidup yang dilakukan diluar pengadilan yang tidak hanya dilakukan dengan menggunakan arbiter tunggal tetapi melibatkan masyarakat sekitar sengketa karena masyarakat tersebut yang mengalami dampak seperti dampak kehidupan masyarakat dan juga dampak perekonomian masyarakat sekitar terhadap adanya sengketa tersebut DAFTAR PUSTAKA Jimly Asshiddiqie Green Constitution (Nuansa Hijau Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945). Rajagrafindo Persada. Jakarta. Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra Hukum sebagai Suatu Sistem. CV. Mandar Maju. Bandung. Otto Soemarwoto Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gajahmada University Press. Yogyakarta. Peter Mahmud Marzuki Pengantar Ilmu Hukum. Kencana. Jakarta.

17 Suparto Wijoyo, Penyelesaian Sengketa Lingkungan. Airlangga University Press. Surabaya. Peraturan perundangan: Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Peradilan. 41

A. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan

A. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan A. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan Litigasi atau jalur pengadilan merupakan suatu proses gugatan atas suatu konflik yang diritualisasikan yang menggantikan konflik sesungguhnya, dimana para pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum normatif mengkaji data-data sekunder di bidang

Lebih terperinci

Alternative Dispute Resolution (Alternatif Penyelesaian Sengketa, APS)

Alternative Dispute Resolution (Alternatif Penyelesaian Sengketa, APS) Alternative Dispute Resolution (Alternatif Penyelesaian Sengketa, APS) Miko Kamal S.H., Bung Hatta LL.M., Deakin Ph.D Macquarie ireformbumn (institut untuk Reformasi Badan Usaha Milik Negara) Anggrek Building

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil.

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum (Pasal 1 ayat (3). Ketentuan tersebut merupakan landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama di bidang bisnis. Apabila kegiatan bisnis meningkat, maka sengketa

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014 PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN Ada dua bentuk penyelesaian sengketa perdagangan yakni melalui jalur litigasi (lembaga peradilan) dan jalur non litigasi (di luar lembaga peradilan) Penyelesaian sengketa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Sebagai makhluk sosial manusia harus hidup bermasyarakat dan berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini tidak lepas

Lebih terperinci

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi BAB IV ANALISIS A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya dapat diketahui bahwa secara umum mediasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa Disusun Oleh: Raden Zulfikar Soepinarko Putra 2011 200 206 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan prinsip syari ah tidak mungkin dihindari akan terjadinya konflik. Ada yang berujung sengketa

Lebih terperinci

Alternative Dispute Resolution dalam Sengketa Bisnis

Alternative Dispute Resolution dalam Sengketa Bisnis Alternative Dispute Resolution dalam Sengketa Bisnis P R E P A R E D B Y : I R M A M. N A W A N G W U L A N, M B A M G T 4 0 1 - H U K U M B I S N I S S E M E S T E R G A N J I L 2 0 1 4 U N I V E R S

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi perlindungan bagi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut.

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut. MEDIASI Pengertian Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 PENYELESAIAN PERKARA MELALUI CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Elty Aurelia Warankiran 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan pelaksanaan mediasi perkara

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 5/Juni/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 5/Juni/2015 KLAUSUL ARBITRASE DAN PENERAPANNYA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS 1 Oleh : Daru Tyas Wibawa 2 ABSTRAK Dari segi tipe penelitian, maka penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menurut

Lebih terperinci

SISTEMATIKAN PEMBAHASAN I. ENVIRONMENTAL DISPUTE RESOLUTON SECARA UMUM 11/10/2011

SISTEMATIKAN PEMBAHASAN I. ENVIRONMENTAL DISPUTE RESOLUTON SECARA UMUM 11/10/2011 ENVIRONEMNTAL DISPUTE RESOLUTION Wiwiek iek Awiati SISTEMATIKAN PEMBAHASAN Environmental Dispute Resolution (EDR) secara umum Environmental Dispute Resolution (EDR) dalam sengketa Lingkungan Hak Gugat

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Mediasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terhindar dari sengketa. Perbedaan pendapat maupun persepsi diantara manusia yang menjadi pemicu

Lebih terperinci

Sengketa Kewenangan dalam Administrasi Pemerintahan: Alternatif Penyelesaian Sengketa yang Terabaikan oleh A. Haryo Yudanto, SH, MH, BKP

Sengketa Kewenangan dalam Administrasi Pemerintahan: Alternatif Penyelesaian Sengketa yang Terabaikan oleh A. Haryo Yudanto, SH, MH, BKP Sengketa Kewenangan dalam Administrasi Pemerintahan: Alternatif Penyelesaian Sengketa yang Terabaikan oleh A. Haryo Yudanto, SH, MH, BKP Artikel JDIH - 2016 Sengketa Kewenangan dalam UU Administrasi Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di dunia bisnis, perdagangan, sosial budaya, ekonomi dan lain sebagainya, namun dalam penyelesaiannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini.

BAB I PENDAHULUAN. Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangMasalah Penelitian Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini. Sengketa merupakan sebuah situasi dimana dua pihak atau lebih dihadapkan

Lebih terperinci

2013, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indone

2013, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indone No.421, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Sengketa Lingkungan Hidup. Penyelesaian. Pedoman. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu) PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Pendahuluan Lahirnya Perma Nomor 1 Tahun 2008 Tentang

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam. ekonomi dan budaya pada masa pembangunan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam. ekonomi dan budaya pada masa pembangunan suatu negara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional dewasa ini merupakan kebutuhan dari setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam mengadakan perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 6 M E D I A S I A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 6 M E D I A S I A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 6 M E D I A S I A. Pengertian dan Karakteristik Mediasi Mediasi berasal dari bahasa Inggris mediation atau penengahan, yaitu penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dari sifat manusia inilah maka akan timbul suatu interaksi antara manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kekayaan alam atau sumber daya alam yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia adalah tanah. Manusia hidup

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS Di dalam menjalankan suatu bisnis para pelaku usaha kadang terlibat dalam conflict of interest, kenyataan ini dapat terjadi karena bermula dari situasi dimana ada salah

Lebih terperinci

Business Law PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS (ALTERNATIF DISPUTE RESOLUTION (ADR) DAN ARBITRASE) ANDRI HELMI M, SE., MM 1

Business Law PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS (ALTERNATIF DISPUTE RESOLUTION (ADR) DAN ARBITRASE) ANDRI HELMI M, SE., MM 1 Business Law PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS (ALTERNATIF DISPUTE RESOLUTION (ADR) DAN ARBITRASE) ANDRI HELMI M, SE., MM 1 Definisi dan jenis penyelesaian sengketa bisnis Bipartit Mediasi adalah proses penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Bouman, mengungkapkan bahwa manusia baru menjadi manusia. adanya suatu kepentingan (Nurnaningsih Amriani, 2012: 11).

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Bouman, mengungkapkan bahwa manusia baru menjadi manusia. adanya suatu kepentingan (Nurnaningsih Amriani, 2012: 11). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial ( zoon politicon) yang berarti bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri dan saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sosial yang dialami, setiap manusia memiliki kepentingankepentingan tertentu yang berkaitan dengan kebutuhan dan keinginannya untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupan sehari-hari saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal balik, bukan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga peradilan merupakan salah satu lembaga penyelesaian sengketa yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman

Lebih terperinci

Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI

Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI Peranan Dinas Tenaga Kerja Dalam Penyelesaian Hubungan Industrial Di Kota Pematangsiantar Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI Abstrak Beragam permasalahan melatarbelakangi konflik Hubungan

Lebih terperinci

PPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum

PPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum 1 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (PPHI) Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh

Lebih terperinci

PRESPEKTIF SMALL CLAIM COURT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS DI INDONESIA

PRESPEKTIF SMALL CLAIM COURT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS DI INDONESIA PRESPEKTIF SMALL CLAIM COURT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS DI INDONESIA Abstrak Sengketa bisnis memerlukan penyelesaian secara cepat dan sederhana sehingga biaya perkara relatif lebih sedikit dengan

Lebih terperinci

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XII) PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan

Lebih terperinci

NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil akhir putusan yang dijatuhkan. Tetapi harus dinilai sejak awal proses pemeriksaan

BAB I PENDAHULUAN. hasil akhir putusan yang dijatuhkan. Tetapi harus dinilai sejak awal proses pemeriksaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Benar dan adilnya penyelesaian perkara di depan pengadilan, bukan dilihat pada hasil akhir putusan yang dijatuhkan. Tetapi harus dinilai sejak awal proses

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Oleh : Abu Sopian, S.H., M.M.

PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Oleh : Abu Sopian, S.H., M.M. PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Oleh : Abu Sopian, S.H., M.M. Abstrak Dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang dilaksanakan secara kontraktual, tidak jarang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan melalui 2 (dua) jalur, yaitu melalui jalur litigasi dan jalur non litigasi. Jalur litigasi merupakan mekanisme

Lebih terperinci

ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani

ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani Pendahuluan Setiap subjek hukum baik orang maupun badan hukum terdapat suatu kebiasaan untuk menyelesaikan suatu masalah masalah

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

SURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

SURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA I. PENDAHULUAN Bahwa dalam beracara di Pengadilan Agama tidak mesti berakhir dengan putusan perceraian karena ada beberapa jenis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 PENERAPAN ASAS PERADILAN CEPAT DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Ambrosius Gara 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan hubungan dengan orang lain. Hubungan tersebut menimbulkan hak

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP

PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP Pasal 30 Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa.

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama? PANDUAN WAWANCARA Mediator: 1. Apa saja model-model Pendekatan Agama dalam proses mediasi terhadap perkara perceraian? a. Bagaimana cara menerapkan model-model pendekatan agama dalam proses mediasi terhadap

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA 1 of 27 27/04/2008 4:06 PM UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM DARI HASIL MEDIASI DI PENGADILAN

KEKUATAN HUKUM DARI HASIL MEDIASI DI PENGADILAN KEKUATAN HUKUM DARI HASIL MEDIASI DI PENGADILAN Oleh : Ni Komang Wijiatmawati Ayu Putu Laksmi Danyathi, S.H., M.Kn Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract Mediation is the one of

Lebih terperinci

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Introduction Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai

Lebih terperinci

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA Terintegrasinya mediasi dalam proses acara pengadilan adalah untuk memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Yati Nurhayati ABSTRAK Permasalahan perburuhan yang terjadi antara pekerja dan pengusaha atau antara para pekerja

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin kompleksnya permasalahan dalam bidang ekonomi dan semakin hiterogennya pihak yang terlibat dalam lapangan

Lebih terperinci

PERAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF

PERAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF PERAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF Oleh I Gst Agung Istri Oktia Purnama Dewi A. A. Ngr. Wirasila Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

IMPLIKASI MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI TERHADAP ASAS PERADILAN SEDERHANA, CEPAT, DAN BIAYA RINGAN

IMPLIKASI MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI TERHADAP ASAS PERADILAN SEDERHANA, CEPAT, DAN BIAYA RINGAN IMPLIKASI MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI TERHADAP ASAS PERADILAN SEDERHANA, CEPAT, DAN BIAYA RINGAN Netty Herawati Fakultas Hukum Universitas Islam Kadiri Kediri e-mail: netty_uniska@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Ditulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47

Ditulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47 Pengertian Mediasi Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perbedaan-perbedaan yang dapat menimbulkan suatu. dirugikan haknya dapat mengajukan gugatan. Pihak ini disebut penggugat.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perbedaan-perbedaan yang dapat menimbulkan suatu. dirugikan haknya dapat mengajukan gugatan. Pihak ini disebut penggugat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia saling berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa interaksi dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA

BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA A. Kewenangan Pengadilan Agama Indonesia 1. Kewenangan Relatif Kewenangan relatif (relative competentie) adalah kekuasaan dan wewenang yang diberikan

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi, bila didasarkan pada

BAB IV. A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi, bila didasarkan pada BAB IV ANALISA TERHADAP PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BANGKALAN DITINJAU DARI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi

Lebih terperinci

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3). MAKALAH : JUDUL DISAMPAIKAN PADA : MEDIASI DAN GUGAT REKONPENSI : FORUM DISKUSI HAKIM TINGGI MAHKAMAH SYAR IYAH ACEH PADA HARI/ TANGGAL : SELASA, 7 FEBRUARI 2012 O L E H : Dra. MASDARWIATY, MA A. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian pada era globalisasi dan modernisasi dewasa ini, menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang melibatkan pihak-pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan yang

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Arbitrase sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengeketa di Luar Pengadilan sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan

Lebih terperinci

Bahan Ajar Mata Kuliah PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF

Bahan Ajar Mata Kuliah PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF Bahan Ajar Mata Kuliah PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF disampaikan oleh : Irawan Harahap, S.H., S.E., M.Kn., CLA Advokat Mediator Bersertifikat Advokat Auditor Hukum, Konsultan HKI Advokat, NIA Peradi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kredit macet merupakan masalah yang sangat penting dalam sejarah perbankan Indonesia terutama pada tahun 1999-2004. Banyaknya bank yang dilikuidasi sebagai

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. forum penyelesaian sengketa yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi

BAB V P E N U T U P. forum penyelesaian sengketa yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi BAB V P E N U T U P A. Kesimpulan Sebagaiman telah dikemukakan di awal, bahwa lembaga arbitrase adalah forum penyelesaian sengketa yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi permasalahan dan ketidakpuasan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN A. Pengertian dan Bentuk-bentuk Sengketa Konsumen Perkembangan di bidang perindustrian dan perdagangan telah

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : I Gusti Ngurah Adhi Pramudia Nyoman A Martana I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati Bagian Hukum

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 1 PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI MEDIASI DALAM PERKARA WARISAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajad Sarjana Hukum dalam

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh: EFEKTIFITAS PERJANJIAN DAMAI DALAM PENGADILAN (AKTA VAN DADING) TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN WANPRESTASI DALAM PENEGAKAN HUKUM PERDATA (STUDI PADA PENGADILAN NEGERI MEDAN) SKRIPSI Diajukan Untuk

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 93 TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 93 TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 93 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PERSELISIHAN KERJASAMA DAERAH DENGAN PIHAK KETIGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam hubungan bisnis atau perjanjian, selalu ada kemungkinan timbulnya perselisihan/sengketa. Sengketa yang perlu diantisipasi adalah mengenai bagaimana cara

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR 3.1. Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja oleh majikan adalah jenis PHK yang sering terjadi,

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi

Lebih terperinci

Pengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No.

Pengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No. Pengertian Mediasi Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pekerja/buruh dan Pengusaha Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pekerja/buruh adalah Setiap orang yang bekerja

Lebih terperinci

BAKTI. Institusi. Penyelesaian Sengketa Perdagangan Berjangka Komoditi

BAKTI. Institusi. Penyelesaian Sengketa Perdagangan Berjangka Komoditi BAKTI Institusi Penyelesaian Sengketa Perdagangan Berjangka Komoditi D a f t a r I s i I. Kata Pengatar II. Pendahuluan III. Ketentuan dan Kewenangan IV. Penyelesaian Perselisihan V. Prosedur Penyelesaian

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI. Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS.

PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI. Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS. PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS. FILOSOFI : Asas Musyawarah Mufakat (Pembukaan UUD 1945). Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan (UU). FAKTA/KENYATAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM AKTA PERDAMAIAN MELALUI PROSES PENGADILAN DAN DILUAR PENGADILAN

KEKUATAN HUKUM AKTA PERDAMAIAN MELALUI PROSES PENGADILAN DAN DILUAR PENGADILAN 1 KEKUATAN HUKUM AKTA PERDAMAIAN MELALUI PROSES PENGADILAN DAN DILUAR PENGADILAN Oleh : I Putu Agus Supendi Pembimbing Akademik Suatra Putrawan,SH.,MH, Program Kekhususan Peradilan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2000 Tentang : Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Di Luar Pengadilan

Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2000 Tentang : Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Di Luar Pengadilan Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2000 Tentang : Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Di Luar Pengadilan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 54 TAHUN 2000 (54/2000)

Lebih terperinci

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK A. Penyelesaian Sengketa Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen 1. Ketentuan Berproses Di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016 PELAKSANAAN DAN PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 1 Oleh : Martin Surya 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara pelaksanaan

Lebih terperinci

KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap

KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap pencari keadilan dimanapun. Undang-Undang Nomor 48 Tahun

Lebih terperinci