BAB II PENDEKATAN TEORITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENDEKATAN TEORITIS"

Transkripsi

1 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Mahasiswa dan Budaya Akademik Perguruan Tinggi Peguruan tinggi merupakan wahana tenaga ahli yang diharapkan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan memberi sumbangan kepada pembangunan. Perguruan tinggi sebagai wadah untuk menciptakan kader-kader pemimpin bangsa memerlukan suatu pengelolaan yang berbeda dengan pengelolaan instansi non-pendidikan. Hal ini karena dalam perguruan tinggi berkumpul orang-orang berilmu dan bernalar (Artawan, 2004). Lingkungan akademik perguruan tinggi adalah ruang lingkup tempat proses belajar dan tempat berlangsungnya visi dan misi perguruan tinggi sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi (Kurniawan 2005). Di dalam lingkungan akademik terdapat beberapa komponen, yaitu dosen, mahasiswa, manajemen peguruan tinggi dan sarana untuk mendukung kegiatan perkuliahan. Salah satu komponen dalam perguruan tinggi adalah mahasiswa. Mahasiswa dapat didefinisikan sebagai peserta didik yang terdaftar secara sah dan belajar di perguruan tinggi (Kurniawan, 2005). Sejalan dengan hal tersebut, maka Takwin (2008) juga mendefinisikan mahasiswa sebagai calon pembaharu, calon cendekiawan dan calon penyangga keberlangsungan hidup masyarakat. Tiga hal itu menjadi tujuan yang akan dicapai oleh mahasiswa melalui perguruan tinggi. Hal tersebut merupakan dasar bagi penentuan kualitas-kualitas psikologis apa yang seharusnya dimiliki oleh mahasiswa. Tujuan-tujuan itu juga menjadi dasar pertimbangan bagi penentuan kegiatan-kegiatan apa saja yang sebaiknya dilakukan oleh mahasiswa. Menurut Kurniawan (2005) budaya akademik sebagi suatu subsistem perguruan tinggi memegang peranan penting dalam upaya membangun dan mengembangkan kebudayaan dan peradaban masyarakat dan bangsa secara keseluruhan. Pemilikan budaya akademik seharusnya menjadi keinginan semua insan akademik, yakni dosen dan mahasiswa. Derajat akademik tertinggi bagi

2 mahasiswa adalah apabila ia mampu mencapai prestasi akademik setinggitingginya. Bagi mahasiswa faktor-faktor yang dapat menghasilkan prestasi akademik adalah terprogramnya kegiatan belajar, giat untuk memburu referensi aktual dan mutakhir, diskusi substansial akademik, aktif organisasi dan sebagainya (Purwanto, 2000). Melalui aktivitas seperti itu diharapkan budaya mutu dapat dikembangkan secara bertahap dan menjadi kebiasaan dalam perilaku mahasiswa dalam proses pendidikan di perguruan tinggi Definisi Remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi orang dewasa (Hurlock, 2005). Remaja merupakan masa peralihan antar masa anak dan masa dewasa, yakni antara 12 sampai 21 tahun (Gunarsa dan Gunarsa, 2006). Mengingat pengertian remaja, menunjukkan ke masa peralihan sampai tercapainya masa dewasa, maka sulit menentukan batas umurnya. Masa remaja mulai pada saat timbulnya perubahanperubahan berkaitan dengan tanda-tanda kedewasaan fisik, yakni pada umur 11 tahun atau mungkin 12 tahun pada wanita dan pada laki-laki sedikit lebih tua. Saat berakhirnya masa remaja juga sulit ditentukan mengingat pengertian mandiri yang berbeda-beda. Masyarakat yang majemuk dengan kebudayaan dan peradaban yang tinggi memerlukan masa remaja yang panjang untuk menjalani semua persiapan pendewasaan agar mampu hidup mandiri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja masa kini bisa mencapai masa dewasa pada umur 20 tahun atau 21 tahun. Monks dan Knoers (1998) mengemukakan suatu analisis yang cermat mengenai semua aspek perkembangan dalam masa remaja yang secara global berlangsung antara umur 12 sampai 21 tahun dengan pembagiannya sebagai berikut: 1. Usia tahun termasuk ke dalam masa remaja awal, 2. Usia tahun termasuk ke dalam masa remaja pertengahan dan, 3. Usia tahun termasuk ke dalam masa remaja akhir. 7

3 Sarwono (2002) mengelompokkan remaja menjadi dua tahap yang didasarkan pada usia tahap perkembangan masa remaja yaitu: (1) Tahap remaja awal (14-17 tahun untuk laki-laki dan tahun untuk wanita) dengan ciri-ciri, yaitu status sosial belum jelas antara anak-anak dan dewasa, terjadi perubahan fisik dan kejiwaan yang pesat, masa peningkatan emosi, masa tidak stabil (cepat merasa bosan, sulit konsentrasi dan lain-lain), dan merasa banyak masalah; (2) Tahap remaja akhir (18-21 tahun untuk laki-laki dan wanita) dengan ciri-ciri yang lebih stabil dalam emosi, minat, konsentrasi dan cara berpikir, mengalami pertumbuhan fisik yang lamban, bertambah realistis, meningkatnya kemampuan untuk memecahkan masalah, serta tidak terganggu lagi dengan perhatian orang tua yang kurang. Mengacu kepada definisi beberapa ahli tersebut, maka mahasiswa dapat dikategorikan sebagai individu yang berada dalam fase remaja akhir dalam kategori perkembangan sosial. Hal ini karena usia mahasiswa yang pada umumnya berkisar antara tahun. Ahmadi dan Sholeh (2005) mengemukakan bahwa individu pada usia mahasiswa berada dalam vitalitas optimum. Perkembangan intelektualnya berada pada taraf operasional formal, sehingga kemampuaan nalarnya tinggi dan dapat mengembangkan kemampuan untuk berpikir sistematis mengenai hal yang abstrak dan hipotesis Karakteristik Remaja Kurt Lewin (dalam Azwar, 2003) merumuskan suatu model hubungan perilaku (ranah psikomotor) yang mengatakan bahwa perilaku (B) adalah fungsi karakteristik individu (P) dan lingkungan (E). Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian, dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan sosial dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan kemampuan individu, bahkan kekuatannya lebih besar daripada karakteristik individu. Hal ini terlihat pada individu yang bersifat submisif (lebih mengutamakan penerimaan lingkungan daripada keinginan pribadi). 8

4 Kemampuan seseorang untuk melakukan sebuah tindakan didorong oleh motif-motif untuk memenuhi kebutuhan, minat serta potensi yang ada pada diri individu tersebut. Motivasi sendiri didefinisikan sebagai suatu dorongan, kebutuhan atau keinginan untuk melakukan sesuatu (Slavin, 1991). Pengertian motivasi juga merujuk pada faktor-faktor yang terdapat dalam diri seseorang (seperti halnya kebutuhan, harapan dan minat) yang menggerakkan, memelihara, dan mengarahkan perilaku untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Huffman et.al, 1995). McClelland (1976) menyatakan bahwa dalam lingkungan akademis, tinggi rendahnya motivasi belajar seseorang cenderung dilihat dari prestasi atau nilai akademisnya. Nilai akademis inilah yang biasanya dijadikan alat untuk mengukur kemampuan peserta didik. Oleh karena itu motivasi belajar sering disamakan dengan motivasi berprestasi. Adapun karakteristik yang berkaitan dengan kreativitas dan kompetensi mahasiswa menurut beberapa penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Jenis Kelamin Tjahjoanggoro (1994) melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa makin tua usia seseorang, maka makin tinggi derajat keberhasilan kegiatan yang dilakukannya karena pengalaman yang ia miliki. Selain itu disebutkan pula bahwa laki-laki cenderung memiliki kesuksesan dalam karir yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Sejalan dengan ini Azzahra (2009) juga menyatakan bahwa kecenderungan laki-laki lebih besar dalam mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan dan Program Pengembangan Kewirausahaan. Laki-laki memiliki kecenderungan lebih besar untuk berwirausaha dikarenakan mereka memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk menyejahterakan kehidupannya. 2. Prestasi Akademik Menurut Soekarwati et al. (1986), salah satu faktor yang dapat mengubah pola pikir dan daya nalar adalah pendidikan. Pendidikan menunjukkan tingkat intelegensi yang berhubungan dengan daya pikir seseorang yang biasanya diukur melalui tes kemampuan seperti tes prestasi dan tes bakat. Tes Prestasi adalah tes yang dilakukan untuk mengukur keterampilan yang telah dicapai dan menunjukkan apa yang dapat dilakukan 9

5 saat ini. Tes bakat adalah tes yang dilakukan untuk memprediksi apa yang dapat dilakukan seseorang jika dilatih. Jahi (1988, dalam Malta, 2008) merangkum pendapat beberapa ilmuwan bahwa pendidikan merupakan suatu faktor yang menentukan dalam mendapatkan pengetahuan. Pendidikan menggambarkan tingkat kemampuan kognitif yang dimiliki seseorang. Salam (1997) mengemukakan bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha yang disadari untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia yang dilaksanakan di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Tes kemampuan yang biasanya dilakukan dalam lingkungan pendidikan biasanya berupa nilai prestasi akademik. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki prestasi akademik yang baik berarti memiliki kemampuan kognitif yang baik pula. Prestasi akademik dengan demikian merupakan nilai yang dimiliki seseorang yang didapat melalui tes prestasi. Prestasi akademik dalam penelitian ini dibatasi pada jumlah indeks prestasi kumulatif remaja sampai pada saat penelitian ini dilakukan. 3. Pengalaman organisasi Pengalaman organisasi merupakan salah satu cara kepemilikan pengetahuan berorganisasi yang dialami seseorang selama terlibat dalam sebuah organisasi. Pengalaman dapat mengarahkan perhatian seseorang pada minat, kebutuhan dan masalah-masalah yang dihadapinya (Batoa, 2007). Manalu (2009) menyatakan bahwa pengalaman merupakan salah satu pertimbangan bagi seseorang dalam menerima ide-ide baru yang menjadi kebutuhan dan dapat membantu memecahkan masalah. Pengalaman organisasi dengan demikian dapat berupa jumlah kuantitatif, yaitu jumlah organisasi dan jumlah tahun yang dialami dan mempengaruhi tindakan seseorang dalam kehidupannya. Pengalaman organisasi dalam penelitian ini adalah jumlah organisasi dan lamanya waktu dalam tahun yang telah dialami individu dalam kegiatan berorganisasi 10

6 Selain ketiga karakteristik yang telah disebutkan sebelumnya terdapat satu karakteristik lain yang berhubungan dengan kreativitas sehubungan dengan kompetensi yaitu motivasi berprestasi. Menurut McClelland (1976 dalam Hawadi, 2001), motivasi berprestasi adalah motif yang mengarahkan tingkah laku seseorang dengan titik berat pada bagaimana prestasi tersebut dicapai. Motif inilah yang mendorong individu untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu standar keunggulan tertentu. Motivasi dapat memberi arah dan tujuan pada kegiatan berprestasi serta mempertahankan kemampuan (ability) berprestasi dan mendorong mahasiswa untuk menyukai dan mengikuti program pengembangan kreativitas. Motivasi merupakan keinginan untuk mengarahkan sekuat tenaga agar tercapai tujuan yang terorganisir, dilakukan melalui kemampuan yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan individu (Robbins, 1996). Menurut Mc Clelland (1976 dalam Hawadi, 2001), kebutuhan manusia terdiri dari tiga macam, yaitu: 1. Kebutuhan berprestasi (need for achievement) Dorongan untuk mengungguli atau untuk mencapai sesuatu sesuai standar dan berusaha keras untuk sukses. 2. Kebutuhan berkuasa (need for power) Kebutuhan untuk membuat orang lain patuh kepadanya dan tidak untuk sebaliknya. 3. Kebutuhan berafiliasi (need for affiliation) Keinginan untuk mendapatkan persahabatan dan hubungan interpersonal yang erat. Huffman et.al (1995) menyatakan bahwa kebutuhan berprestasi merupakan kebutuhan untuk mencapai kesuksesan, untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dari orang lain, dan untuk menguasai tugas-tugas yang menantang. Beberapa karakteristik yang terdapat pada individu berprestasi antara lain: 1. Cenderung untuk menyukai tugas-tugas yang tingkat kesulitannya sewajarnya saja. Mereka menghindari tugas-tugas yang terlampau mudah karena mereka hanya menghadapi tangtangan atau kepuasan yang sedikit saja. Mereka juga 11

7 2. Cenderung untuk menyukai tugas-tugas yang hasilnya cukup jelas. Mereka mencari situasi dimana mereka dapat menerima umpan balik bagi kinerjanya. Mereka lebih suka menerima kritikan yang keras tetapi berasal dari orang yang kompeten daripada seorang teman tetapi tidak berbobot kritikannya. 3. Lebih menyukai untuk menangani pekerjaan dengan tanggungjawab sendiri. Mereka dapat merasa puas manakala tugas itu dapat dikerjakan dengan baik. 4. Lebih menyukai pekerjaan atau tugas yang sulit. 5. Mampu melakukan pekerjaan lebih baik daripada orang lain. Hawadi (2001) menyatakan bahwa secara umum, motif untuk berprestasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi yang datang dari luar diri individu (ekstrinsik) dan motivasi yang datang dari dalam individu itu sendiri (intrinsik). Pada kenyataannya, ada individu yang motif berprestasinya lebih bersifat intrinsik sedangkan individu lain lebih bersifat ekstrinsik. Hal ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu: 1. Faktor individual Penelitian yang dilakukan Hawadi (2001) menunjukkan bahwa hanya individu yang mempersepsikan dirinya untuk berkompetensi dalam bidang akademik yang mampu mengembangkan motivasi intrinsik. Individu tipe ini dikatakan lebih menyukai tugas yang menantang dan selalu berusaha mencari kesempatan untuk memuaskan rasa ingin tahunya. 2. Faktor situasional Besar kecilnya jumlah individu dalam suatu kelompok berpengaruh terhadap pembentukan ragam motivasi mahasiswa. Kelompok besar cenderung bersifat formal, penuh persaingan dan kontrol. Situasi seperti ini cenderung menekankan pentingnya kemampuan bukan penguasaan bahan. Sebaliknya pada kelompok yang lebih kecil, individu akan merasa leluasa mengatur dirinya. Harter (1981 dalam Hawadi, 2001) menyatakan tiga hal yang mempengaruhi motivasi berprestasi dalam kaitannya dengan kemampuan, yaitu: 12

8 1. Kompetensi yang dirasakan oleh individu. Hal ini dipengaruhi persepsinya tentang bagaimana penilaian orang lain terhadap tingkat prestasi yang sesungguhnya. Semakin tinggi prestasi seseorang, maka semakin besar kompetensi yang dimilikinya. 2. Afek dalam kegiatan belajar di lingkungan universitas. Ada tiga afek yang berkaitan dengan mata pelajaran, pengajar dan lingkungan sosial belajar (teman sebaya). 3. Persepsi tentang kontrol. Individu dengan persepsi tentang kontrol internal mempunyai harapan tinggi untuk berhasil dan terdorong untuk bekerja keras. Individu tersebut yakin bahwa keberhasilan dan kegagalan tergantung pada usaha sendiri. Menurut beberapa definisi mengenai motivasi berprestasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi adalah dorongan untuk melakukan sesuatu yang berasal dari dalam diri responden untuk mencapai prestasi. Dorongan tersebut kemudian akan menyebabkan individu akan berupaya untuk meningkatkan kompetensi dan kemampuannya Teman Sebaya Remaja juga merupakan golongan yang paling mudah mendapatkan pengaruh budaya karena emosi mereka yang masih labil. Menurut Hurlock (2005), dalam bersosialisasi, selain dengan keluarga, remaja juga bersosialisasi dengan kelompok teman sebaya. Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama teman-teman dalam kelompok. Mudah dimengerti apabila teman sebaya dapat mempengaruhi sikap, penampilan, minat, pembicaraan, perilaku dan kemampuan. Remaja cenderung memilih teman bermain yang mempunyai tingkah laku sama, khususnya yang berasal dari tempat tinggal dan sekolah, serta kebiasaan remaja yang sama. Trock (2003) menyatakan bahwa teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama yang saling mengenal satu sama lain dengan baik. Mansoer (2008) juga menjelaskan bahwa teman sebaya adalah individu lain yang membantu remaja menemukan identitas dan menyelesaikan konflik. 13

9 Gunarsa dan Gunarsa (2006) menyatakan bahwa salah satu ciri khas remaja adalah kecenderungan untuk membentuk kelompok dan kecenderungan melakukan kegiatan berkelompok. Karakter tersebut menjadi dasar bahwa remaja menyukai untuk melakukan kegiatan bersama dengan teman sebayanya yang dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung sebagai berikut: 1. Kesamaan latar belakang Mansoer (2008) menyatakan bahwa nilai yang umum dijadikan acuan atau dasar dalam memilih teman adalah nilai moral, penampilan fisik, status sosial, kepemimpinan dan kecerdasan. Monks dan Knoers (1998) juga menjelaskan bahwa, dalam perkembangan masa remaja terdapat gerakan memisahkan diri dari orang tua menuju ke arah teman-teman sebaya yang mengerti mereka dan berada dalam nasib yang sama. Kesamaan latar belakang ini menjadi penting karena remaja akan merasa nyaman berada dalam kelompok yang dirasakannya memiliki kesamaan nasib dan karakteristik sehingga mereka tidak merasa asing atau risih. 2. Kesamaan minat Pada masa kanak-kanak, individu cenderung memilih teman untuk kegiatan bermain. Seiring perkembangannya remaja akan membentuk pengelompokkan baru yang sesuai dengan minatnya karena teman masa kanak-kanak dianggap tidak lagi dapat sejalan dengan mereka. Sejalan dengan pernyataan tersebut maka Hurlock (2005) menyatakan bahwa pada masa remaja, individu menginginkan teman yang mempunyai minat dan nilai-nilai yang sama, yang dapat mengerti dan membuatnya merasa aman, dan kepadanya ia dapat mempercayakan masalah-masalah dan membahas hal-hal yang tidak dapat dibicarakan dengan orangtua ataupun guru. 3. Dukungan Penelitian yang dilakukan oleh Anawati (2003) menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa remaja merasa nyaman berteman dengan kelompoknya karena mereka mendapatkan dukungan yang kuat baik secara fisik dan mental. Dukungan kelompok ini kemudian akan mengarah kepada solidaritas emosional. Berbagai wacana mengenai kenakalan remaja yang sering 14

10 diungkapkan menyatakan bahwa keterkaitan emosi yang berujung pada solidaritas inilah yang membuat sering terjadinya kasus kenakalan remaja. Hal ini karena dukungan kelompok akan mengarah pada solidaritas emosional yang meliputi perasaan pengertian, saling membutuhkan, merasa percaya dan aman, kemudian merasa dicintai dan diperhatikan, dihormati dan dihargai pendapatnya serta saling membantu. Menurut penelitian yang dilakukan Pritini (2006) didapatkan hasil bahwa teman sebaya biasanya memberikan dukungan berupa dukungan semangat, dukungan fisik, dukungan ego, fungsi komparasi sosial, dan sumber kasih sayang. Bagi remaja, hubungan teman sebaya merupakan bagian yang paling besar dalam kehidupannya. 4. Sumber informasi Hubungan dengan teman sebaya akan menjadi sangat penting karena mereka mulai melakukan gerakan melepaskan diri dari keluarga. Sifat dan karakteristik remaja yang mulai menuntut kebebasan dan senang melakukan eksperimen untuk mengembangkan kretivitas mengakibatkan mereka haus akan informasi dari lingkungan luar. Pritini (2006) dalam penelitiannya menunjukkan hampir semua remaja (92%) mendapat berbagai informasi tersebut dari teman. 5. Intensitas interaksi Remaja menjalin persahabatan dengan teman sebaya dalam perkembangan sosialnya. Interaksi tersebut menjadi wadah bagi remaja untuk belajar kemampuan menerima kelebihan dan kekurangan orang lain. Interaksi sosial remaja dengan teman sebaya mengakibatkan seringkali keputusan yang mereka ambil merupakan hasil perbincangan antara mereka. Sejalan dengan itu, penelitian yang dilakukan oleh Mansoer (2008), mendapatkan hasil mengenai interaksi remaja, yakni rata-rata remaja berinteraksi dengan teman sebaya setiap hari 1 jam (5-6 jam/minggu) di luar sekolah. Trock (2003) menjelaskan bahwa interaksi yang cukup sering antara remaja dan teman sebayanya dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif. Melalui interaksi teman sebayalah remaja belajar mengenai pola 15

11 hubungan timbal balik dan setara. Remaja menggali prinsip kejujuran dan keadilan dengan cara mengatasi ketidaksetujuan dengan teman sebaya. Mereka juga belajar untuk mengamati dengan teliti minat dan pandangan teman sebaya dengan tujuan untuk memudahkan proses penyatuan dirinya ke dalam aktivitas teman sebaya yang sedang berlangsung. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa teman sebaya adalah individu dengan tingkat kedewasaan dan usia yang relatif sama dan saling mengenal baik Interaksi Sosial Teman Sebaya Widayanti (2005) menyatakan bahwa manusia merupakan makhluk individual dan makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk individual mempunyai dorongan atau motif untuk mengadakan interaksi dengan dirinya sendiri, sedangkan manusia sebagai makhluk sosial mempunyai dorongan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain. Dorongan atau motif sosial pada manusia menyebabkan manusia akan mencari orang lain untuk mengadakan hubungan atau untuk mengadakan interaksi. Oleh karena itulah terjadi interaksi sosial antara manusia dengan manusia yang lain. Menurut Bonner (2004 dalam Nisriyana, 2007), interaksi sosial merupakan suatu hubungan antara dua orang atau lebih individu, dimana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah atau mempengaruhi individu lain atau sebaliknya. Beberapa uraian di atas dapat menunjukkan bahwa interaksi mengandung pengertian hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih, dan masingmasing orang yang terlibat di dalamnya memainkan peran secara aktif. Interaksi juga lebih dari sekedar terjadi hubungan antara pihak-pihak yang terlibat melainkan terjadi saling mempengaruhi. Soekanto (2002 dalam Nisriyana, 2007) menyatakan bahwa dalam kenyataan sehari-hari terdapat tiga bentuk interaksi sosial yang dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Kerja sama (Co-operation) Kerja sama akan timbul jika orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama, mempunyai pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan- 16

12 kepentingan tersebut. Kerja sama di sini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. b. Persaingan (Competition) Persaingan dapat diartikan sebagai proses dimana perorangan atau kelompok bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada menjadi pusat perhatian umum dengan cara usaha-usaha menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. c. Pertentangan/pertikaian (Conflict) Pertentangan merupakan suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan. Walaupun pertentangan merupakan proses disosiasif yang agak tajam, akan tetapi pertentangan sebagai salah satu bentuk proses sosial juga mempunyai fungsi positif bagi masyarakat. Nisriyana (2007) menyatakan bahwa interaksi sosial sekalipun dalam bentuknya yang sederhana, ternyata merupakan proses yang kompleks dimana dapat dibedakan beberapa faktor yang mendasarinya, yaitu imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut: a. Faktor Imitasi Imitasi adalah proses sosial atau tindakan seseorang untuk meniru orang lain melalui sikap, penampilan, gaya hidupnya, bahkan apa saja yang dimiliki orang lain (Rahman, 2000 dalam Nisriyana, 2007). Imitasi tidak lain adalah contoh mencontoh, tiru meniru, ikut mengikuti. Imitasi bukan menjadi dasar pokok dari semua interaksi sosial seperti yang diuraikan oleh Gabriel Tarde (dalam Gerungan, 2000), melainkan merupakan suatu segi dari proses interaksi sosial, yang menerangkan mengapa dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku di antara orang banyak (Gerungan, 2000). Individu yang hanya mengandalkan perilaku dari meniru dapat 17

13 mengakibatkan individu tersebut menjadi tidak berkembang dan menghambat perkembangan kebiasaan berpikir kritis. Imitasi dalam interaksi sosial dapat menimbulkan kebiasaan dimana orang mengimitasi sesuatu tanpa kritik, mereka melakukan dari apa yang mereka lihat. Adanya peranan imitasi dalam interaksi sosial dapat memajukan gejala-gejala kebiasaan malas berpikir kritis pada individu manusia, yang mendangkalkan kehidupannya. b. Faktor Sugesti Sugesti dalam ilmu sosial dapat dirumuskan sebagai suatu proses di mana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau pedomanpedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu (Gerungan, 2000). Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau sesuatu sikap yang berasal dari dirinya kemudian diterima oleh pihak lain (Soekanto, 2002). Sugesti adalah pengaruh psikis, baik yang datang dari diri sendiri, maupun yang datang dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya kritik dari individu yang bersangkutan. Secara garis besar terdapat beberapa keadaan tertentu serta syaratsyarat yang memudahkan sugesti terjadi, yaitu sugesti karena hambatan berfikir, sugesti karena keadaan pikiran terpecah-pecah, segesti karena otoritas, sugesti karena mayoritas dan sugesti karena will to believe (Gerungan, 2000). c. Faktor Identifikasi Identifikasi adalah upaya yang dilakukan seorang individu untuk menjadi sama (identik) dengan individu lain yang ditirunya (Rahman, 2000 dalam Nisriyana, 2007). Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan seorang lain. (Gerungan, 2000). Sebenarnya manusia itu, ketika masih belum cukup kuat memiliki norma, sikap-sikap, cita-cita atau pedoman-pedoman tingkah laku dalam bermacam-macam situasi dalam kehidupannya, akan melakukan identifikasi kepada orang-orang yang dianggapnya tokoh pada lapangan kehidupan tempat ia berada. Oleh karena itu manusia terus menerus menguatkan norma 18

14 dan cita-citanya itu, terutama di dalam suatu masyarakat yang berubahubah dan situasi-situasi kehidupannya serba ragam. d. Faktor Simpati Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain (Gerungan, 2000). Di dalam proses simpati perasaan memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya (Soekanto, 2002). Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan, seperti juga pada proses identifikasi. Saling mempengaruhi dalam interaksi sosial yang berdasarkan simpati, jauh lebih mendalam akibatnya daripada yang terjadi atas dasar imitasi atau sugesti. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan saling pengaruh atau saling mengubah tingkah laku antara manusia. Apabila dikaitkan dengan faktor pendukung terbentuknya kelompok teman sebaya dan kecenderungan melakukan kegiatan berkelompok yang telah dijelaskan sebelumnya maka interaksi sosial yang terjadi antara remaja dan teman sebaya dapat dilihat melalui intensitas interaksi dan dukungan Kreativitas Kreativitas adalah pengalaman mengekpresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam, dan dengan orang lain (Moustatis, 1967 dalam Citra, 2008). Menurut Hulbeck (1945, dalam Citra, 2008), tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya. Pengertian kreativitas menunjukkan ada tiga tekanan kemampuan, yaitu yang berkaitan dengan kemampuan untuk mengkombinasikan, memecahkan/ menjawab masalah, dan cerminan kemampuan operasional anak kreatif (Munandar, 2002). Campbell (1986) menyatakan bahwa kreativitas adalah kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya: 19

15 1. Baru (novel): inovatif, belum ada sebelumnya, segar, menarik, aneh dan mengejutkan. 2. Berguna (useful): lebih enak, lebih praktis, mempermudah, memperlancar, mendorong, mengembangkan, mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan dan mendatangkan hasil lebih baik/ banyak. 3. Dapat dimengerti (understandable): hasil yang sama dapat dimengerti dan dapat dibuat di lain waktu. Siagian (1986 dalam Mariani, 1995) juga menyatakan bahwa dengan kreativitas yang tinggi berarti seseorang dapat mengabstraksikan sesuatu sehingga dapat melihat sesuatu itu baik atau berbahaya, dapat melihat ke depan, lebih peka dan berani mengambil sikap tanpa ragu-ragu dan bertanggung jawab. Menurut Torrance (1988, dalam Citra 2008), kreativitas dalam perkembangannya sangat terkait dengan empat aspek, yaitu: 1. Aspek Pribadi Ditinjau dari aspek pribadi, kreativitas muncul dari interaksi pribadi yang unik dengan lingkungannya. 2. Aspek Pendorong Ditinjau dari aspek pendorong kreativitas dalam perwujudannya memerlukan dorongan internal maupun eksternal dari lingkungan. 3. Aspek Proses Ditinjau sebagai proses, kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan (masalah) ini, menilai, dan menguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubah dan mengujinya lagi, dan akhirnya menyampaikan hasil-hasilnya. 4. Aspek Produk Definisi produk kreativitas menekankan bahwa apa yang dihasilkan dari proses kreativitas adalah sesuatu yang baru, orisinil, dan bermakna. Campbell (1986) menyatakan bahwa ciri-ciri kreativitas terdiri dari tiga kategori sebagai berikut: 1. Ciri-ciri pokok: kunci untuk melahirkan ide, gagasan, ilham, pemecahan, cara baru dan penemuan. 20

16 2. Ciri-ciri yang memungkinkan: yang membuat mampu mempertahankan ideide kreatif, sekali sudah ditemukan tetap hidup. 3. Ciri-ciri sampingan: tidak langsung berhubungan dengan penciptaan atau menjaga agar ide-ide yang sudah ditemukan tetap hidup, tetapi kerap mempengaruhi perilaku orang-orang kreatif. Ciri-ciri diatas kemudian sejalan dengan pernyataan Hawadi (2001) yang menyebutkan ciri-ciri kreativitas sebagai berikut: 1. Memiliki rasa ingin tahu yang mendalam. 2. Sering mengajukan pertanyaan yang berbobot. 3. Memberikan banyak gagasan, usul-usul terhadap suatu masalah. 4. Mampu menyatakan pendapat secara spontan dan tidak malu-malu. 5. Mempunyai/ menghargai rasa keindahan. 6. Menonjol dalam satu atau lebih bidang studi. 7. Dapat mencari pemecahan masalah dari berbagai segi. 8. Mempunyai rasa humor. 9. Mempunyai daya imajinasi (misalnya memikirkan hal-hal yang baru dan tidak biasa). 10. Mampu mengajukan pemikiran, gagasan pemecahan masalah yang berbeda dengan orang lain (orisinil). 11. Kelancaran dalam menghasilkan bermacam-macam gagasan. 12. Mampu menghadapi masalah dari berbagai sudut pandangan. Dari beberapa uraian definisi di atas dapat dikemukakan bahwa kreativitas pada intinya merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya Kompetensi Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor ini dikemukakan oleh Simpson (1956, dalam Huzaifah, 21

17 2009) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Hasil belajar kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan afektif. Menurut Sofo (2003) istilah kemampuan didefinisikan sebagai apa yang diharapkan di tempat kerja dan merujuk pada pengetahuan, keahlian, dan sikap yang dalam penerapannya harus konsisten dan sesuai standar kinerja yang dipersyaratkan dalam pekerjaan. Sejalan dengan pernyataan tersebut, As ad (2000) mendefinisikan kemampuan (ability) sebagai karakterisik individual, seperti intelegensia, manual skill dan traits yang merupakan kekuatan potensial seseorang untuk berbuat dan sifatnya stabil. Selain itu kemampuan dinyatakan sebagai seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu (Sedarmayanti, 2003). Kemampuan pada individu paling tidak ditentukan oleh tiga aspek kondisi dasar yaitu; kondisi sensoris dan kognitif, pengetahuan tentang cara respon yang benar dan kemampuan melaksanakan respon tersebut. Jadi kemampuan (ability) merupakan suatu potensi untuk melakukan sesuatu. Atau dengan kata lain kemampuan (ability) adalah what one can do dan bukanlah what he does do (As ad, 2000). Kemampuan tersebut kemudian dapat dilihat dengan mengukur kompetensi yang sesuai dengan kriteria yang menjadi acuan. Shellabear (2002 dalam Murfiani, 2006) menyatakan bahwa kompetensi adalah penerapan dari pengetahuan yang bersifat interpersonal, pembuatan keputusan dan keterampilan (psychomotor skills) yang diharapkan dalam menjalankan suatu peran. Pendapat tersebut sesuai dengan definisi dari Cooper dan Graham (2001 dalam Murfiani, 2006) yang menyatakan bahwa kompetensi didefinisikan sebagai pengetahuan, keterampilan atau kemampuan yang dibutuhkan dalam pekerjaan. 22

18 Secara lebih mendalam Spencer dan Spencer (1993) mendefinisikan kompetensi dalam tiga bagian yaitu: 1. Karakteristik pokok atau mendasar dimana kompetensi hampir dapat dipastikan sudah ada dan menjadi bagian dari kepribadian seseorang sehingga dapat diperkirakan perilaku seseorang dalam berbagai situasi dan tugas-tugas pekerjaan. Kompetensi ini dapat mengindikasikan seseorang dalam cara berpikir, berperilaku dan pandangan tentang berbagai situasi. Terdapat lima tipe dari kompetensi ini, yaitu motivasi, ciri atau sifat, konsep diri, pengetahuan dan keterampilan. Tiga tipe kompetensi yang pertama merupakan kompetensi yang ada dalam diri seseorang tetapi tidak terlihat secara nyata (tersembunyi) dan dua tipe terakhir dapat dilihat secara nyata. 2. Kompetensi dapat menyebabkan atau memperkirakan perilaku dan kinerja seseorang. Melalui perilaku seseorang dapat diketahui kompetensi yang ada pada dirinya. 3. Kriteria sebagai acuan perlu ada untuk dipergunakan dalam menilai pekerjaan yang dilakukan dengan baik atau buruk. Beberapa pendapat mengenai kompetensi tersebut memperlihatkan bahwa kompetensi selalu mengandung kemampuan yang didalamnya mencakup adanya pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam menjalankan suatu peran. Dikaitkan dengan teori belajar menurut Benyamin Bloom (1972 dalam Murfiani, 2006), maka Murfiani (2006) menyatakan bahwa kompetensi belajar seseorang dapat terbagi dalam tiga domain, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Domain kognitif diartikan sebagai kompetensi mengembangkan intelektual yang berkaitan dengan pengetahuan yang menyangkut tentang konsespsi dan fakta. 2. Domain afektif diartikan sebagai kompetensi untuk menerima nilai-nilai dan menjadikannya sebagai dasar melakukan suatu kegiatan. 3. Domain psikomotorik diartikan sebagai kompetensi yang berkaitan dengan gerak fisik dari sejumlah bagian tubuh manusia, terutama tangan untuk mengerjakan suatu pekerjaan. 23

19 Menurut Irrianto (1995), seseorang dapat dikategorikan sebagai individu yang kompeten hanya jika dia memiliki kemampuan untuk menangani suatu tugas dan pekerjaan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itulah konsep kompetensi setidaknya meliputi tiga persoalan, yaitu: 2. Sebuah kerangka acuan dasar dimana kompetensi dikonstruksikan dengan melibatkan pengukuran standar yang diakui oleh kalangan yang relevan. Hal ini mengindikasikan terjadinya kesepadanan antara kemampuan individu dengan standar yang ditetapkan oleh pengguna. 3. Kompetensi tidak hanya sekedar dapat ditunjukkan namun harus dapat dibuktikan dalam menjalankan fungsi-fungsi kerja yang diberikan. 4. Kompetensi merupakan sebuah nilai yang merujuk pada satisfactory performance of individual yang dengan kata lain bukanlah sebuah lembaga yang memberikan sertifikat atau ijazah kepada lulusannya, tanpa mengetahui bagaiman kelanjutannya, apakah dapat digunakan atau tidak dalam menunjang pekerjaannya Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa adalah kemampuan menerapkan pengetahuan, sikap dan keterampilan secara konsisten dan sesuai dengan standar yang diterapkan dalam kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) merupakan salah satu bentuk upaya yang ditempuh oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M), Ditjen Dikti dalam meningkatkan kualitas peserta didik (mahasiswa) di perguruan tinggi agar kelak dapat menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademis dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan meyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta memperkaya budaya nasional. Program Kreativitas Mahasiswa dilaksanakan pertama kali pada tahun 2001, yaitu setelah dilaksanakannya program restrukturisasi di lingkungan Ditjen Dikti. Kegiatan 24

20 pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang selama ini sarat dengan partisipasi aktif mahasiswa, diintegrasikan ke dalam satu wahana yang diberi nama Program Kreativitas Mahasiswa (Dikti, 2010). Program Kreativitas Mahasiswa dikembangkan untuk mengantarkan mahasiswa mencapai taraf pencerahan kreativitas dan inovasi berlandaskan penguasaan sains dan teknologi serta keimanan yang baik. Dalam rangka mempersiapkan diri menjadi pemimpin yang cendekiawan, wirausahawan, mandiri dan arif, mahasiswa diberi peluang untuk mengimplementasikan kemampuan, keahlian, sikap tanggungjawab, membangun kerjasama tim maupun mengembangkan kemandirian melalui kegiatan yang kreatif dalam bidang ilmu yang ditekuni (Dikti, 2010). Kriteria mengenai inti kegiatan seperti materi kegiatan, strata pendidikan, jumlah anggota, dosen pendamping, alokasi biaya, laporan akhir dan luaran dalam PKM disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Kriteria Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) No Kriteria Inti Kegiatan (Karya) Materi kegiatan Strata Pendidikan Jumlah Anggota Alokasi Pendanaan Laporan Akhir 7 Luaran Sumber: Dikti, 2010 Jenis Kegiatan PKMP PKMT PKMK PKMM PKMI Kreatif, inovatif dalam penelitian Kreatif, inovatif dalam mencipta-kan karya teknologi Sesuai bidang ilmu, lintas bidang dianjurkan Diploma, S1 3-5 orang Kreatif, inovatif dalam membuka peluang usaha Kreatif, inovatif dalam membantu masyarakat Semua bidang ilmu, lintas bidang dianjurkan Lihat pengumuman Dikti setiap periode anggaran Hasil Kerja Artikel, paten Paten, model desain, piranti lunak, jasa Barang dan jasa komersial Jasa, desain, barang Kreatif, dalam penulisan artikel ilmiah Karya kelompok yang telah dilaksanakan Artikel Publikasi di jurnal ilmiah 25

21 Perbedaan kelima jenis kegiatan PKM menimbulkan konsekuansi teknis pelaksanaan yang berlainan. Berikut adalah karakteristik dari masing-masing PKM: 1. PKM Penelitian (PKMP) merupakan kreativitas yang inovatif dalam menemukan hasil karya melalui penelitian pada bidang profesi masingmasing. Kreativitas penemuan gagasan, ketepatan metode penelitian dan sumbangan berupa informasi bagi kemajuan ilmu pengetahuan merupakan pertimbangan utama. 2. PKM Penerapan Teknologi (PKMT) merupakan kreativitas yang inovatif dalam menciptakan suatu karya teknologi (prototipe, model, peralatan, proses) yang dibutuhkan oleh suatu kelompok masyarakat (kelompok tani, industri kecil, pengusaha/pedagang kecil, koperasi atau kelompok produktif lain) yang akan dijadikan mitra kerja. PKMT mewajibkan mahasiswa bertukar pikiran dengan mitra, karena produk PKMT merupakan solusi atas persoalan yang diprioritaskan mitra. Dasar teknologi yang akan diterapkan sudah tersedia, bukan dicari melalui penelitian dalam program ini. Namun demikian untuk penyesuaian bisa dilakukan kalibrasi dan uji coba seperlunya dalam rangka adaptasi. 3. PKM Kewirausahaan (PKMK) merupakan kreativitas penciptaan ketrampilan berwirausaha dan berorientasi pada profit, umumnya didahului oleh survai pasar, karena relevansinya yang tinggi terhadap terbukanya peluang perolehan profit bagi mahasiswa. Perlu ditegaskan di sini bahwa penciptaan ketrampilan berusaha yang dimaksud adalah untuk mahasiswa pengusul PKMK, begitu juga pelaku aktivitas usaha/bisnis yang didanai dalam PKMK adalah kelompok mahasiswa pengusul PKMK. Kelompok mahasiswa pengusul sebagai wirausahawan baru bisa menjalin kerjasama dengan kelompok masyarakat produktif, namun dana PKMK tidak dimaksudkan untuk membantu peningkatan ekonomi kelompok masyarakat tertentu. Dalam PKMK sama sekali tidak diijinkan dilakukannya penelitian/ percobaan untuk mencari temuan. 4. PKM Pengabdian kepada Masyarakat (PKMM) merupakan kreativitas yang inovatif dalam melaksanakan program membantu masyarakat, yaitu program 26

22 yang mampu memberikan peningkatan kecerdasan, keterampilan, dan pengetahuan masyarakat seperti penataan dan perbaikan lingkungan, pelatihan keterampilan kelompok masyarakat, pengembangan kelembagaan masyarakat, penciptaan karya seni dan olah raga, dan sebagainya. PKMM menuntut ditetapkannya masyarakat sasaran strategis dan persoalannya sebelum menyusun proposal. Pengetahuan atau teknologi yang akan digunakan dalam kegiatan pengabdian sudah harus dikenal dan dikuasai. Tidak ada kegiatan penelitian dalam PKMM. 5. PKM Penulisan Ilmiah (PKMI) merupakan kegiatan penulisan ilmiah dari suatu hasil karya mahasiswa dalam pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (praktek lapang, KKN, PKM, magang, dan sebagainya). Usulan PKMI berupa artikel ilmiah yang siap cetak dan tulisan yang dibuat berasal dari hasil karya mahasiswa peserta yang telah selesai dilaksanakan. Mengingat luasnya bidang keilmuan yang ada serta topik dapat sangat menyebar, untuk memudahkan evaluasi dan alokasi evaluator maka mulai tahun 2006 pengajuan usulan PKM dalam setiap jenis PKM dikelompokkan lagi ke dalam tujuh kelompok bidang ilmu, yaitu: 1. Bidang Kesehatan, yang meliputi: Farmasi, Gizi, Kebidanan, Kedokteran, Kedokteran Gigi, Keperawatan, Kesehatan Masyarakat, Psikologi. 2. Bidang Pertanian, yang meliputi: Kedokteran Hewan, Kehutanan, Kelautan, Perikanan, Pertanian, Peternakan, Teknologi Pertanian. 3. Bidang MIPA, yang meliputi: Astronomi, Biologi, Geografi, Fisika, Kimia, Matematika. 4. Bidang Teknologi dan Rekayasa, yang meliputi: Informatika, Teknik, Teknologi Pertanian. 5. Bidang Sosial Ekonomi, yang meliputi : Agribisnis (Pertanian), Ekonomi, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 6. Bidang Humaniora, yang meliputi : Agama, Bahasa, Budaya, Filsafat, Hukum, Sastra, Seni. 7. Bidang Pendidikan, yang meliputi Program Studi Ilmu-Ilmu Pendidikan di bawah Fakultas Kependidikan. 27

23 Program studi lain yang belum termasuk dalam pengelompokan bidang ilmu di atas, pengusul dapat memilih kelompok bidang ilmu yang terdekat. Perlu diketahui bahwa pengelompokan bidang ilmu tersebut tidak ada hubungannya dengan kuota kebidangan, tetapi akan digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan kedekatan bidang evaluator dengan usulan yang dievaluasi dan dalam penjurian Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) bidang PKM. Proposal yang disusun mahasiswa sesuai format dan sistematika yang telah ditetapkan dapat diajukan ke DP2M secara kolektif oleh perguruan tinggi setelah disahkan pembantu/wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan. Dikti akan memilih kelompok program yang layak diundang sebagai peserta Seminar Program Kreativitas Mahasiswa Tingkat Nasional berdasarkan hasil monitoring dan Laporan Akhir Program. Penghargaan akan diberikan kepada program yang inovatif, merangsang pengembangan diri, dan berdampak luas untuk manfaat ilmu pengetahuan dan atau masyarakat. Kegiatan ini dikoordinasikan dalam kegiatan Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional. Secara rinci Dikti (2010) menyebutkan bahwa tujuan kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan kualitas peserta didik (mahasiswa) di perguruan tinggi agar kelak dapat menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademis dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/ atau kesenian serta memperkaya budaya nasional. 2. Mengantarkan mahasiswa mencapai taraf pencerahan kreativitas dan inovasi berlandaskan penguasaan sains dan teknologi serta keimanan yang baik. 3. Mempersiapkan peserta didik menjadi pemimpin yang cendekiawan, wirausahawan, mandiri dan arif dengan cara memberikan peluang untuk mengimplementasikan kemampuan, keahlian, sikap, tanggung jawab, membangun kerjasama tim dan mengembangkan kemandirian melalui kegiatan yang kreatif dalam bidang ilmu yang ditekuni. Tujuan yang telah diuraikan di atas kemudian menjadi landasan dalam penilaian usulan proposal kegiatan PKM yang secara garis besar dijelaskan oleh Dikti (2010) sebagai berikut: 28

24 2. Kemampuan mengusulkan gagasan yang kreatif dan inovatif dalam pembuatan proposal. 3. Adanya kesesuaian metode. 4. Mampu menyusun proposal secara sistematis. 5. Adanya kegunaan atau kontribusi terhadap masyarakat. 6. Potensi paten atau publikasi. 7. Kemampuan menyusun penjadwalan yang lengkap, jelas, dan sesuai. 8. Kemampuan merinci biaya yang lengkap dan wajar. 2.2 Kerangka Pemikiran Masa remaja merupakan masa peralihan yang dialami seorang individu dari masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa. Dalam fase ini, remaja dapat digolongkan menjadi dua kategori yaitu remaja awal yang berusia antara tahun dan remaja akhir yang berusia antara tahun yang kemudian dalam penelitian ini akan dikhusukan pada mahasiswa yang termasuk dalam golongan remaja akhir. Pada masa remaja akhir, terbentuknya kreativitas akan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu karakteristik pribadi dan interaksi sosial. Motivasi atau tujuan dalam diri remaja juga memiliki peranan penting karena hal tersebut menjadi dasar dan kontrol untuk mencapai suatu keberhasilan yang ingin dicapai oleh remaja. Pada fase remaja akhir, seorang individu juga mulai dihadapkan pada persiapan dirinya menuju kedewasaan. Hal ini ditandai oleh karakteristik yang dimiliki remaja tersebut. Karakteristik inilah yang kemudian mempengaruhi kreativitas dan selanjutnya mempengaruhi kompetensi dalam mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa. Hal ini sesuai dengan rumusan tentang perilaku dimana perilaku merupakan fungsi dari karakteristik individu dan lingkungan sosial. Oleh karena itu dapat dikatakan kreativitas yang dimiliki individu dipengaruhi oleh karakteristik individu dan interaksi sosialnya. Karakteristik individu yang berkaitan dengan perilaku pada penelitian ini adalah jenis kelamin, prestasi akademik dan pengalaman organisasi dan motivasi berprestasi. Interaksi sosial merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi kompetensi seseorang yang dapat dibagi lagi menjadi tiga komponen, yaitu 29

25 pengaruh sosial media massa, teman sebaya dan orang tua. Penelitian ini akan mengkhususkan pada interaksi sosial teman sebaya terhadap kreativitas yang selanjutnya berhubungan dengan kompetensi remaja akhir dalam mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) sebagai faktor eksternalnya. Hal ini dikarenakan teman sebaya merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh paling besar dalam perkembangan remaja. Teman sebaya mempengaruhi kreativitas remaja melalui dua variabel utama, yaitu intensitas interaksi dan dukungan. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa hampir sebagian waktu remaja akan dihabiskan untuk berkumpul bersama teman sebayanya. Intensitas yang cukup sering antara remaja dan teman sebaya kemudian mengakibatkan terbentuknya kelompok teman sebaya yang siap memberikan informasi dan dukungan. Kecenderungan remaja untuk menghabiskan waktu bersama teman sebaya ini didasarkan atas kebutuhan mereka yang ingin dihargai, menginginkan seseorang yang dapat dipercaya, seseorang yang dapat diajak berbicara, seorang yang dapat diandalkan dan seseorang yang dapat memberikan mereka dukungan tanpa harus merasa digurui. Selain itu alasan mereka menghabiskan sebagian waktu dengan teman sebaya dikarenakan remaja merasa nyaman berada dalam lingkungan orang yang memiliki kesamaan latar belakang seperti usia, penampilan fisik, minat, status sosial dan kecerdasan. Dukungan yang terjadi dalam interaksi dengan teman sebaya berupa dukungan semangat, dukungan fisik, dukungan ego, fungsi komparasi sosial, dan sumber kasih sayang. Dukungan ini juga dapat terjadi melalui pemindahan perasaan. Keberhasilan atau cerita sukses seorang teman mengenai keterlibatannya dalam kegiatan PKM akan membuat remaja memiliki pengetahuan (kognitif) dan perasaan (afektif) terhadap kegiatan PKM. Adanya informasi yang diberikan oleh teman sebaya inilah yang kemudian akan membentuk sikap remaja. Sikap yang terbentuk pada diri remaja ini kemudian akan menjadi dasar terbentuknya sebuah perilaku nyata (overt behaviour) yang lebih lanjut dapat mempengaruhi kompetensi remaja dalam menjalankan suatu kegiatan. Kemampuan selalu terkandung dalam kompetensi yang mencakup adanya pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam menjalankan suatu tugas. 30

26 Pengetahuan dapat mengindikasikan seseorang dalam cara berpikir, berperilaku dan pandangan tentang berbagai situasi. Sikap digunakan untuk menerima nilainilai dan menjadikannya sebagai dasar melakukan suatu kegiatan. Keterampilan dapat digunakan untuk memperkirakan perilaku dan kinerja seseorang yang terlihat melalui pelaksanaan fungsi-fungsi kerja yang diberikan. Karakteristik Individu -Jenis kelamin -Prestasi akademik -Pengalaman organisasi -Motivasi berprestasi Kreativitas Kompetensi Remaja pada PKM - Pengetahuan - Sikap - Keterampilan Interaksi Sosial Teman Sebaya - Intensitas interaksi - Dukungan Keterangan : : Hubungan antar variabel Gambar 1 Kerangka Pemikiran Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Kompetensi dalam Mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). 2.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dijelaskan maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: H 1 = Diduga terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu dengan kreativitas mahasiswa. H 2 = Diduga terdapat hubungan nyata antara interaksi sosial teman sebaya dengan kreativitas. 31

27 H 3 = Diduga terdapat hubungan nyata antara kreativitas dengan kompetensi remaja pada PKM. 2.4 Definisi Operasional Berikut ini dikemukakan rumusan batasan dan operasionalisasi dari masing-masing variabel yang akan digunakan untuk memudahkan dalam menguji hipotesa penelitian. Variabel-variabel yang akan dioperasionalisasikan tersebut adalah: A. Karakteristik individu. Faktor yang mempengaruhi kompetensi remaja, yang berasal dari dalam diri remaja itu sendiri. Karakteristik individu dapat didefinisikan sebagai keadaan individu yang berkaitan langsung dengan pribadinya, meliputi jenis kelamin, prestasi akademik, pengalaman organisasi dan motivasi berprestasi. 1. Jenis kelamin (skala nominal). Kondisi fisiologis organ-organ seks responden yang dibedakan menjadi dua, yaitu laki-laki dan perempuan. Pengkategorian jenis kelamin terdiri dari: 1. Laki-laki (kode = 1) 2. Perempuan (kode = 2) 2. Prestasi akademik (skala ordinal). Prestasi hasil belajar yang diperoleh oleh responden setelah mengalami proses belajar mulai dari awal masuk Institut Pertanian Bogor sampai semester terakhir yang ditempuh responden pada saat penelitian dilakukan yang diakumulasikan dalam Indeks Prestasi Kumulatif (IPK). Pengkategorian prestasi akademik terdiri dari: 1. Rendah (skor = 1) 2. Sedang (skor = 2) 3. Tinggi (skor = 3) 32

Program Kreativitas Mahasiswa

Program Kreativitas Mahasiswa 2011 pedoman 1. PENJELASAN UMUM Program Kreativitas Mahasiswa Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional Jakarta 2011 1 Lulusan

Lebih terperinci

BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN KOMPETENSI DALAM MENGIKUTI PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM)

BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN KOMPETENSI DALAM MENGIKUTI PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM) BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN KOMPETENSI DALAM MENGIKUTI PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM) Faktor yang berpotensi berhubungan dengan Kompetensi remaja dalam mengikuti Program Kreativitas

Lebih terperinci

PENJELASAN UMUM PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM) TAHUN Oleh Dr. Jumadi

PENJELASAN UMUM PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM) TAHUN Oleh Dr. Jumadi PENJELASAN UMUM PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM) TAHUN 2006 A. Pengertian PKM Oleh Dr. Jumadi PKM merupakan wahana untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi mahasiswa yang dilakukan oleh DP2M Ditjen

Lebih terperinci

Oleh: Disampaikan pada kegiatan

Oleh: Disampaikan pada kegiatan Ruang Lingkup P K M - P K M I - K K T M Oleh: Endy Suwondo Disampaikan pada kegiatan Sharing dan Diskusi Bidang Penalaran Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 28 Agustus 2008 PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA Merupakan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN KOMPETENSI DALAM MENGIKUTI PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN KOMPETENSI DALAM MENGIKUTI PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM) FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN KOMPETENSI DALAM MENGIKUTI PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM) (Kasus: Mahasiswa/i Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Tahun Masuk 2008, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

WORKSHOP PENYUSUNAN PROPOSAL PKM UNESA 4 September 2013

WORKSHOP PENYUSUNAN PROPOSAL PKM UNESA 4 September 2013 WORKSHOP PENYUSUNAN PROPOSAL PKM UNESA 4 September 2013 Wednesday, September 4, 2013 jamasri@ugm.ac.id 1 Bidang PKM dan Muara Kegiatannya KREATIVITAS MAHASISWA JENIS BIDANG PKM PKM-P PKM-T PKM-M PKM-K

Lebih terperinci

PRO R GRA R M A M KR K E R AT A I T VITAS A MA M H A AS A ISWA (PKM)

PRO R GRA R M A M KR K E R AT A I T VITAS A MA M H A AS A ISWA (PKM) PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM) BUDI PRIJANTO Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma JENIS KEGIATAN MAHASISWA 1. Intrakurikuler (Akademik) Kegiatan akademik yang terstruktur (kuliah, praktikum dsb)

Lebih terperinci

LEMBAGA PENELITIAN PENGABDIAN MASYARAKAT

LEMBAGA PENELITIAN PENGABDIAN MASYARAKAT LEMBAGA PENELITIAN PENGABDIAN MASYARAKAT STIKES MAJAPAHIT POLTEKKES MAJAPAHIT MOJOKERTO MOJOKERTO Dwi Helynarti Syurandhari, S.Si., S.KM., M.Kes. Eka Diah Kartiningrum, S.KM., M.Kes. Staf Administrasi

Lebih terperinci

Karya kreatif, inovatif dalam membuka peluang usaha 2 Materi kegiatan Semua bidang ilmu atau yang relevan

Karya kreatif, inovatif dalam membuka peluang usaha 2 Materi kegiatan Semua bidang ilmu atau yang relevan PANDUAN KOMPETISI LOMBA BUSSINESS PLAN PROGRAM DIII ANALIS KIMIA F-MIPA UII 2014 I. PENDAHULUAN 1.1 Penjelasan Umum Lulusan sebuah perguruan tinggi dituntut untuk memiliki academic knowledge, skill of

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Penjelasan Umum

PENDAHULUAN. 1.1 Penjelasan Umum 1.1 Penjelasan Umum 1 PENDAHULUAN Lulusan Perguruan Tinggi dituntut untuk memiliki academic knowledge, skill of thinking, management skill, dan communication skill. Kekurangan atas salah satu dari keempat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BUDAYA KEWIRAUSAHAAN DI PERGURUAN TINGGI (PBKPT)

PENGEMBANGAN BUDAYA KEWIRAUSAHAAN DI PERGURUAN TINGGI (PBKPT) Sumber sosialisasi th 2010 Presentasi Prof Jamasri UGM Panduan 2012 3 PENGEMBANGAN BUDAYA KEWIRAUSAHAAN DI PERGURUAN TINGGI (PBKPT) KULIAH KERJA USAHA KKU KULIAH KEWIRAUSAHAAN KWU KARYA ALTERNATIF MAHASISWA

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN PELATIHAN DOSEN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA

LAPORAN KEGIATAN PELATIHAN DOSEN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA LAPORAN KEGIATAN PELATIHAN DOSEN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA DISUSUN OLEH : YULIATI, S.KEP, M.KEP DWI HENDRO WIDAYATMOKO, SE, MM BARIKA, SE, MM DEPARTEMEN KEMAHASIWAAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK INDIVIDU, INTERAKSI SOSIAL TEMAN SEBAYA, KREATIVITAS DAN KOMPETENSI

BAB V KARAKTERISTIK INDIVIDU, INTERAKSI SOSIAL TEMAN SEBAYA, KREATIVITAS DAN KOMPETENSI BAB V KARAKTERISTIK INDIVIDU, INTERAKSI SOSIAL TEMAN SEBAYA, KREATIVITAS DAN KOMPETENSI 5.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden merupakan salah satu faktor yang diduga berhubungan dengan kompetensi

Lebih terperinci

Dr. Kukuh Nirmala PKM DEPDIKNAS DITJEN DIKDASMEN DITJEN DIKTI DIT. P2M DIT. AKADEMIK SUBDIT PKM SUBDIT PENEL. SUBDIT PPM KKTM

Dr. Kukuh Nirmala PKM DEPDIKNAS DITJEN DIKDASMEN DITJEN DIKTI DIT. P2M DIT. AKADEMIK SUBDIT PKM SUBDIT PENEL. SUBDIT PPM KKTM PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM) Dr. Kukuh Nirmala DEPDIKNAS DITJEN DIKTI DITJEN DIKDASMEN DIT. P2M DIT. AKADEMIK SUBDIT PKM SUBDIT PENEL. SUBDIT PPM KKTM PKM PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA 1 PKM : PROGRAM

Lebih terperinci

Manual Prosedur. Pengelolaan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM)

Manual Prosedur. Pengelolaan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Manual Prosedur Pengelolaan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) UNIVERSITAS BRAWIJAYA FTP-UB, 2010 All Rights Reserved i Manual Prosedur Pengelolaan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

SOSIALISASI PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KM KARYA TULIS (PKM-KT) (PKM-AI dan PKM-GT) Sosialisasi PKM-AI dan PKM-GT

SOSIALISASI PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KM KARYA TULIS (PKM-KT) (PKM-AI dan PKM-GT) Sosialisasi PKM-AI dan PKM-GT SOSIALISASI PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KM KARYA TULIS (PKM-KT) (PKM-AI dan PKM-GT) Sosialisasi PKM-AI dan PKM-GT PKM-AI dan PKM-GT PKM-AI Program penulisan artikel ilmiah bersumber dari suatu kegiatan

Lebih terperinci

KETUA PANITIA: TOTO SUPRIYANTO, S.T., M.T

KETUA PANITIA: TOTO SUPRIYANTO, S.T., M.T PANDUAN LOMBA sains dan TERAPAN (LST) KETUA PANITIA: TOTO SUPRIYANTO, S.T., M.T. POLITEKNIK NEGERI JAKARTA DEPOK 2017 1 I. PENDAHULUAN Era globalisasi memberi memberi dampak ganda yaitu di samping membuka

Lebih terperinci

Program Kreativitas Mahasiswa

Program Kreativitas Mahasiswa Program Kreativitas Mahasiswa Sosialisasi dan Pengarahan Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Maranatha Sumber : http://simlitabmas.dikti.go.id/ Program Kreativitas Mahasiswa Program Kreativitas

Lebih terperinci

2015 STUDI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT MAHASISWA DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO DALAM MENGIKUTI PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

2015 STUDI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT MAHASISWA DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO DALAM MENGIKUTI PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia kerja semakin membutuhkan sumber daya manusia yang unggul, memiliki kompetensi dan mampu bekerjasama. Untuk menjadi sumber daya manusia yang berkualitas harus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, kita memasuki dunia yang berkembang serba cepat sehingga memaksa setiap individu untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut. Indonesia

Lebih terperinci

Program reativitas Mahasiswa

Program reativitas Mahasiswa Program reativitas Mahasiswa Program Kreativitas Mahasiswa (P M) merupakan salah satu program Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M), Ditjen Dikti untuk meningkatkan kualitas peserta

Lebih terperinci

BUKU BIMBINGAN MAHASISWA PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

BUKU BIMBINGAN MAHASISWA PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO Kode Dokumen : BIMA-PKM-KONSULTASI-0001 Revisi ke / Tgl. : - / - Tanggal Berlaku : 11 Maret 2010 BUKU BIMBINGAN MAHASISWA PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO NAMA :... NIM :.... BIRO

Lebih terperinci

Program reativitas Mahasiswa

Program reativitas Mahasiswa Program reativitas Mahasiswa Program Kreativitas Mahasiswa (P M) merupakan salah satu program Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M), Ditjen Dikti untuk meningkatkan kualitas peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga Negara yang beriman, produktif kreatif,

Lebih terperinci

Penjelasan Umum dan Karakteristik PKM 7 bidang. Dr. Ratna Kartikasari, ST., MT.

Penjelasan Umum dan Karakteristik PKM 7 bidang. Dr. Ratna Kartikasari, ST., MT. Penjelasan Umum dan Karakteristik PKM 7 bidang Dr. Ratna Kartikasari, ST., MT. UAD, 16 Juni 2015 LULUSAN PT Academic knowledge Skill of thinking Management skill SINERGISME Communication skill kecepatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah menentukan model atau metode mengajar tentang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1 Pengertian Motivasi Motivasi (motivation) melibatkan proses yang memberikan energi, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesungguhan yang serius dalam mencapainya. Karena itu pendidikan sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. kesungguhan yang serius dalam mencapainya. Karena itu pendidikan sangatlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan unsur terpenting dalam kehidupan manusia karena melalui pendidikan manusia dapat mencapai masa depan yang baik. Adapun pendidikan bukanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan. Orang (manusia) merupakan elemen yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan. Orang (manusia) merupakan elemen yang selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, perusahaan menyadari akan pentingnya sumber daya manusia. Keberhasilan suatu perusahaan ditentukan oleh sumber daya yang ada di dalamnya,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Belajar Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa Indonesia. Disana dipaparkan bahwa belajar diartikan sebagai perubahan yang relatif permanen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Diskusi 1. Pengertian Diskusi Dalam kegiatan pembejaran dengan metode diskusi merupakan cara mengajar dalam pembahasan dan penyajian materinya melalui suatu problema atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi sekarang ini, setiap orang dihadapkan pada berbagai macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut maka setiap

Lebih terperinci

Memanfaatkan teknologi yang sudah ada!

Memanfaatkan teknologi yang sudah ada! Memanfaatkan teknologi yang sudah ada! APA ITU PROPOSAL? Proposal itu adalah kegiatan melamar, Butuhkan trik agar lamaran tsb berhasil Jangan kelihatan kalau Nggombal 5 APA ITU PROPOSAL? Proposal itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Dalam perkembangan kepribadian seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

Ketentuan Pengajuan PKM

Ketentuan Pengajuan PKM Ketentuan Pengajuan PKM A. Program Kreatifitas Mahasiswa 1. Program Kreatifitas Mahasiswa merupakan kompetisi ide yang dilaksanakan oleh Direktorat Perguruan Tinggi (DIKTI) untuk mahasiswa se-indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9. tentang Perlindungan Anak mmenyatakan bahwa setiap anak berhak

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9. tentang Perlindungan Anak mmenyatakan bahwa setiap anak berhak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9 tentang Perlindungan Anak mmenyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran

Lebih terperinci

Alurnya... PKM to PIMNAS!

Alurnya... PKM to PIMNAS! Alurnya... PKM to PIMNAS! MONEV Lolos PIMNAS Medali! Champion! Lolos Didanai Proposal Lolos PKM didanai Bagian I Training of Trainer PKM Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta Sabtu, 26 Maret 2016 Disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sangat memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mendukung perkembangan dan pembangunan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya perkembangan IPTEK pada era globalisasi sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah.

Lebih terperinci

Sikap Mental Wirausaha (Inovatif, Kreatifitas, Motivasi, Efektif dan Efisien) Kuliah 3

Sikap Mental Wirausaha (Inovatif, Kreatifitas, Motivasi, Efektif dan Efisien) Kuliah 3 Sikap Mental Wirausaha (Inovatif, Kreatifitas, Motivasi, Efektif dan Efisien) Kuliah 3 Pengenalan Diri Instropeksi SALAH Dilazimkan Menyalahkan: Orang lain Lingkungan akibatnya Tidak percaya diri Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa, pada masa tersebut mahasiswa memiliki tanggung jawab terhadap masa

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa, pada masa tersebut mahasiswa memiliki tanggung jawab terhadap masa BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa sebagai peserta didik yang terdaftar dan belajar pada Perguruan Tinggi pada umumnya berusia antara 18-24 tahun. Mahasiswa merupakan masa memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan institusi yang kompleks. Kompleksitas tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan institusi yang kompleks. Kompleksitas tersebut, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan institusi yang kompleks. Kompleksitas tersebut, bukan saja dari masukannya yang bervariasi, melainkan dari proses pembelajaran yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar usia 18-22 tahun. Menurut Hall (dalam Sarlito, 2001) rentang usia tersebut merupakan fase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan dan membina potensi sumber daya manusia melalui berbagai kegiatan mengajar yang diselenggarakan pada semua jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya, masyarakat yang sejahtera memberi peluang besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya, masyarakat yang sejahtera memberi peluang besar bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai fungsi ganda yaitu untuk pengembangan individu secara optimal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kedua fungsi ini saling menunjang dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membantu individu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membantu individu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membantu individu mencapai perkembangan yang optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Melalui pendidikan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dimulai dari usia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dimulai dari usia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dimulai dari usia 0-6 tahun. Pendidikan ini dapat dilaksanakan oleh beberapa lembaga pendidikan antara lain pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh:

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh: HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS DAN KREATIVITAS SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN AKUNTANSI KELAS XI JURUSAN IPS SMK MUHAMMADIYAH DELANGGU TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI Disusun Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail dinyatakan bahwa siswa yang masuk pendidikan menengah, hampir 40 persen putus sekolah. Bahkan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa saat ini diharapkan menjadi sosok manusia yang berintelektual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa saat ini diharapkan menjadi sosok manusia yang berintelektual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa saat ini diharapkan menjadi sosok manusia yang berintelektual tinggi sehingga menjadi sumber daya yang berkualitas, namun pada kenyataan masih banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang akan menjadi penerus bangsa. Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan terus

BAB I PENDAHULUAN. yang akan menjadi penerus bangsa. Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting, terutama bagi generasi muda yang akan menjadi penerus bangsa. Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan terus berkembangnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Sumahamijaya, 2003 Kemandirian berasal dari kata mandiri yang berarti dalam keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantungpada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa tergantung pada kemajuan sumber daya manusianya.

I. PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa tergantung pada kemajuan sumber daya manusianya. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa tergantung pada kemajuan sumber daya manusianya. Jadi bukan ditentukan oleh canggihnya peralatan atau megahnya gedung, juga tidak tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang maju, modern, dan sejajar dengan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang maju, modern, dan sejajar dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional Indonesia menyatakan perlunya masyarakat melaksanakan program pembangunan nasional dalam upaya terciptanya kualitas manusia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tantangan berat bangsa Indonesia adalah menyiapkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tantangan berat bangsa Indonesia adalah menyiapkan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tantangan berat bangsa Indonesia adalah menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas yaitu manusia yang cerdas, unggul dan berdaya saing. Kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik, psikis dan emosinya dalam suatu lingkungan sosial yang senantiasa

BAB I PENDAHULUAN. fisik, psikis dan emosinya dalam suatu lingkungan sosial yang senantiasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya pendidikan merupakan proses pengembangan kemampuan peserta didik sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan fisik, psikis dan emosinya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam pendidikan. Perguruan Tinggi diadakan dengan tujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku organisasi yang merupakan pencerminan dari perilaku dan sikap orang-orang yang terdapat dalam organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah air, mempertebal semangat kebangsaan serta rasa kesetiakawanan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. tanah air, mempertebal semangat kebangsaan serta rasa kesetiakawanan sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses yang dapat mengubah obyeknya. Pendidikan nasional harus dapat mempertebal iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eka Kartikawati,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eka Kartikawati,2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. maka ia akan berusaha untuk mengetahui lebih banyak tentang kesenian. Begitu juga terhadap mata pelajaran PKn.

BAB II KAJIAN TEORI. maka ia akan berusaha untuk mengetahui lebih banyak tentang kesenian. Begitu juga terhadap mata pelajaran PKn. BAB II KAJIAN TEORI A. Hasil Belajar PKn Kondisi belajar mengajar yang efekif adalah adanya minat perhatian siswa dalam belajar mata pelajaran PKn. Minat merupakan suatu sifat yang relatif menetap pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Konsep Belajar 2.1.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku melalui interaksi dengan lingkungan. Hamalik

Lebih terperinci

Nulis Proposal PKM! Rudi Susanto, M.Si

Nulis Proposal PKM! Rudi Susanto, M.Si Nulis Proposal PKM! Rudi Susanto, M.Si PKM itu apa? Program Kreativitas Mahasiswa Konsep Dasar PKM Kemampu an Keahli an Kerjasama Tim Kegiatan yang kreatif dalam Bidang Ilmu Yang Ditekuni Sikap Tanggung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Belajar Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memeperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersaing secara terbuka di era global sehingga dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bersaing secara terbuka di era global sehingga dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan dan perkembangan dalam berbagai aspek kehidupan perlu direspon oleh kinerja pendidikan yang professional dan bermutu tinggi. Mutu pendidikan sangat

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA STANDAR KOMPETENSI LULUSAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA YOGYAKARTA 2015 STANDAR KOMPETENSI LULUSAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun sebelum

BAB I PENDAHULUAN. yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun sebelum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD ) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun sebelum memasuki pendidikan dasar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini pembelajaran di sekolah harus bervariasi agar bisa menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dimana siswa dapat tertarik pada

Lebih terperinci

RANCANGAN ALAT UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VII SMP N 1 AMBARAWA TAHUN AJARAN

RANCANGAN ALAT UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VII SMP N 1 AMBARAWA TAHUN AJARAN APLIKASI PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan) MODEL RANCANGAN ALAT UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VII SMP N 1 AMBARAWA TAHUN AJARAN 2006-2007 HASIL PENELITIAN

Lebih terperinci

PP No 19 Tahun 2005 (PASAL 19, AYAT 1)

PP No 19 Tahun 2005 (PASAL 19, AYAT 1) KARAKTERISTIK SISWA PP No 19 Tahun 2005 (PASAL 19, AYAT 1) proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM) Fakultas Teknologi Industri Universitas Katolik Parahyangan

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM) Fakultas Teknologi Industri Universitas Katolik Parahyangan PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM) Fakultas Teknologi Industri Universitas Katolik Parahyangan E-mail : fti@unpar.ac.id Pendahuluan KEMENRISTEKDIKTI DIRJEN PENGUATAN RISET DAN PENGEMBANGAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN REMIDIAL DENGAN TUGAS BERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA

PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN REMIDIAL DENGAN TUGAS BERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN REMIDIAL DENGAN TUGAS BERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA (STUDI EKSPERIMEN DI SMA NEGERI 2 SURAKARTA) PROPOSAL TESIS Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah merupakan Arus kemajuan zaman dan teknologi pada era globalisasi saat ini pendidikan selalu suatu hal yang tidak dapat dihindari. Sama halnya dalam mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Biologi sebagai salah satu bidang IPA menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan memilih menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan masalah yang cukup kompleks dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan masalah yang cukup kompleks dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan masalah yang cukup kompleks dalam kehidupan kita. Pendidikan merupakan salah satu fasilitas kita sebagai manusia dan pendidik untuk merangsang

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Dalam bagian ini, akan diuraikan simpulan dan saran berdasarkan hasil analisis temuan dan pembahasan dalam penelitian yang diuraikan berdasarkan fokus pertanyaan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ahmadi, A dan Sholeh M Psikologi Perkembangan. PT Rineka Cipta. Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Ahmadi, A dan Sholeh M Psikologi Perkembangan. PT Rineka Cipta. Jakarta. DAFTAR PUSTAKA Anawati, Rina E. 2003. Perbedaan Persepsi terhadap Kelompok Sebaya dan Institusi Sekolah pada Remaja yang Memiliki Kenakalan Kriminal dan Kenakalan Umum serta Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya pendidikan merupakan suatu pembentukan dan pengembangan kepribadian manusia secara menyeluruh, yakni pembentukan dan pengembangan potensi ilmiah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan Negara (UUSPN No.20 tahun 2003).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan Negara (UUSPN No.20 tahun 2003). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

UNIT KEGIATAN MAHASISWA LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGKAJIAN INTELEKTUAL MAHASISWA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

UNIT KEGIATAN MAHASISWA LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGKAJIAN INTELEKTUAL MAHASISWA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA A. PENJELASAN UMUM PKM dikembangkan untuk mengantarkan mahasiswa mencapai taraf pencerahan kreativitas dan inovasi berlandaskan penguasaan sains dan teknologi serta keimanan yang tinggi. Dalam rangka mempersiapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk watak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permainan bola voli di Indonesia merupakan salah satu cabang olahraga yang banyak digemari masyarakat, karena dapat dilakukan oleh anak-anak hingga orang dewasa,

Lebih terperinci

PKM-ARTIKEL ILMIAH (PKM-AI)

PKM-ARTIKEL ILMIAH (PKM-AI) 7 PKM-ARTIKEL ILMIAH (PKM-AI) 7.1 Pendahuluan Berbeda dengan kelima jenis PKM sebelumnya yang melibatkan pelaksanaan kegiatan fisik di laboratorium ataupun lapangan, PKM-AI tidak mengenal adanya kegiatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. pembawaan, atau kebiasaan yang di miliki oleh individu yang relatif tetap.

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. pembawaan, atau kebiasaan yang di miliki oleh individu yang relatif tetap. BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Karakteristik Siswa 2.1.1.1 Pengertian Karakteristik Siswa Karakteristik berasal dari kata karakter yang berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. penerus yang akan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. penerus yang akan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan merupakan suatu wadah untuk membangun generasi penerus yang akan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KUALITAS SOFT SKILL MAHASISWA PRODI EKONOMI SYARI AH DALAM KESIAPANNYA MENGHADAPI DUNIA KERJA

BAB IV ANALISIS KUALITAS SOFT SKILL MAHASISWA PRODI EKONOMI SYARI AH DALAM KESIAPANNYA MENGHADAPI DUNIA KERJA 68 BAB IV ANALISIS KUALITAS SOFT SKILL MAHASISWA PRODI EKONOMI SYARI AH DALAM KESIAPANNYA MENGHADAPI DUNIA KERJA A. Kualitas Soft Skill Mahasiswa Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bidang yang memiliki peran penting dalam peningkatan daya saing suatu negara adalah pendidikan. Pendidikan saat ini menunjukkan kemajuan yang sangat pesat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengetahuan. Ilmu pengetahuan tersebut di peroleh secara formal di jenjang tingkat

I. PENDAHULUAN. pengetahuan. Ilmu pengetahuan tersebut di peroleh secara formal di jenjang tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang pesat dewasa ini, tak lain sebagai bukti nyata dan keberhasilan para kaum terpelajar yang selalu

Lebih terperinci