KESESUAIAN LAHAN TAMBAK GARAM RAKYAT DENGAN MEMANFAATKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN PAMEKASAN
|
|
- Sucianty Setiabudi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1
2
3
4 KESESUAIAN LAHAN TAMBAK GARAM RAKYAT DENGAN MEMANFAATKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN PAMEKASAN Oleh : Firman Farid Muhsoni, S.Pi, M.Sc; Dr Mahfud Efendi; Haryo Triaji, S.Pi., M.Si; Rahmad Fajar Shidiq, S.Si, M.Si Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura firman_fmm@yahoo.com.sg Kerjasama Antara Fakultas Peranian Universitas Trunojoyo Madura dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pamekasan Abstrak Tujuan penelitian ini adalah adalah memetakan kesesuaian lahan tambak garam di Kabupaten Pamekasan. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pemodelan Sistem Informasi Geografis dengan kriteria yang dibangun untuk memprediksi tambak garam yang sesuai, kurang sesuai dan tidak sesuai. Model yang dipergunakan adalah model indeks. Hasil penelitian mendapatkan kesesuaian lahan tambak garam rakyat dari aspek teknis didapatkan 44,4% (373,66 Ha) sesuai, dan 55,6 % (467,77 Ha) kurang sesuai. Kesesuaian lahan tambak garam rakyat dari aspek sosial ekonomi didapatkan 87,7% (738 Ha) kurang sesuai, 9 % (75,8 Ha) sesuai, dan 3,3% (27,6 ha) tidak sesuai. Kesesuaian lahan berdasarkan aspek teknis dan sosial ekonomi tambak garam rakyat didapatkan bahwa 6,5% (54,4 Ha) lahan tambak sesuai dari aspek teknis dan sosial ekonomi. Kata kunci : Kesesuaian lahan, SIG, tambak garam. Pendahuluan Sebagai salah satu sentra produksi dan lahan tambak garam nasional Kabupaten Pamekasan memiliki peran vital bagi pemenuhan kebutuhan garam nasional. Pada musim yang mendukung produksi garam Kabupaten Pamekasan mencapai kurang lebih 90 ribu ton. Produksi garam pada beberapa tahun belakang sebesar ton (2006), ton (2008) dan ton (2009). Pada Tahun 2007, 2010 dan 2011 terjadi gangguan cuaca pada musim produksi garam, sehingga produksi garam di Kabupaten Pamekasan menurun. Sebagai gambaran pada musim 2010, akibat gangguan cuaca ekstrem pada musim produksi garam, dari lahan seluas 888,7 ha hanya mampu menghasilkan garam sebesar 225 ton. Permasalahan yang dihadapi garam rakyat antara lain: Kepemilikan lahan garam yang tidak luas, sistem produksi pengolahan lahan masih secara tradisional menggunakan alat sederhana, sistem dan mekanisme pemasaran produksi garam rakyat yang tidak menguntungkan petambak, kualitas garam hasil produksi masih belum semuanya sesuai dengan permintaan pasar, Kepemilikan modal untuk
5 produksi relatif kecil, fluktuasi harga garam rakyat yang masih rendah dan sering merugikan petambak, prasarana dan infrastruktur belum memadai, dan pola sistem produksi tidak efisien sehingga menimbulkan biaya produksi tinggi. Tujuan penelitian ini adalah adalah memetakan kesesuaian lahan tambak garam di Kabupaten pamekasan Efendy dkk (2012) menjelaskan bahwa masalah utama pengembangan garam rakyat adalah: teknologi produksi tradisional dan mutu garam masih rendah, produksi garam tergantung musim, pengelolaan lahan masih tradisional, ketersediaan dan kualitas infrastruktur masih rendah sehingga meningkatkan biaya produksi, harga garam rendah dan fluktuatif, produktivitas belum optimal. Mengatasi hal tersebut berbagai program dan kebijakan dilakukan untuk peningkatan produktivitas dan mutu garam rakyat, diantaranya: pengembangan industri garam rakyat pada peningkatan kualitas dan produktivitas didukung proses pencucian dan pemurnian garam di sentra produksi, peninjauan dan perbaikan tata niaga impor garam, pembangunan saluran-saluran primer dan lahan penampungan air laut, pembukaan lahan-lahan yang tidak produktif dan lahan baru, pembangunan sarana dan prasarana jalan untuk distribusi garam, pembangunan lahan garam percontohan. Hal yang terlihat adalah peningkatan kualitas garam rakyat seperti terlihat pada tabel 4 berikut. Tabel 1. Perkembangan Kualitas Garam Rakyat No Kwalitas K 1 15% 20% 25% 30% 46% 50% 2 K 2 35% 40% 45% 50% 44% 42% 3 K 3 50% 40% 30% 20% 10% 8% Sumber : KKP RI (2010) dalam Efendy dkk (2012) Peratutan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/9/2005 tentang ketentuan import garam menjelaskan bahwa garam dikelompokkan menjadi garam KP1, KP2 dan KP3. Pengelompokan jenis garam petani ini untuk penentuan harga penjualan garam di tingkat petani yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri berdasarkan kesepakatan instansi/asosiasi terkait. Dalam Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor 02/DAGLU/PER/5/2011 menjelaskan bahwa KP1 adalah jenis garam dengan kadar NaCl 94,7%, warna garam putih bening dan bersih dan ukuran butiran garam 4mm; KP2 adalah jenis garam dengan kadar NaCl 85% <NaCl,94,7%, warna garam putih dan ukuran butiran garam minimal 3 mm. Dalam peraturan ini juga menjelaskan bahwa KP1 harga terendah Rp per ton dan KP2 harga terendah Rp per ton. Metode Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pemodelan Sistem Informasi Geografis dengan metode pemilihan lokasi (site selection) untuk tambak garam. Kriteria yang dibangun dengan memprediksi tambak yang sesuai, kurang sesuai dan tidak sesuai untuk tambak garam. Model yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah model indeks. Dalam Suharyadi dan Danoedoro
6 (2004) menjelaskan bahwa pemodelan indeks melibatkan penggunaan skor untuk setiap kategori yang berbeda. Model indeks dapat dipergunakan untuk data vektor maupun raster. Bahan yang digunakan adalah Citra IKONOS daerah Pamekasan, yang didapatkan dari Google Eart, Peta Rupa Bumi Indonesia mencakup wilayah Madura skala 1: Citra IKONOS Koreksi Geometri Digitasi lahan Tambak Peta Tambak garam Penentuan lokasi sampling Pengukuran data lapang Data Sosial ekonomi Pemilik Tambak Data Base Pemodelan SIG Peta Kesesuaian lahan tambak garam Kriteria kesesuaian lahan tambak garam teknis dan sosek Gambar 1. Alur penelitian Tahapan-tahapan dalam analisis data penginderaan jauh adalah sebagai berikut : Pra prosesing citra satelit. Pada tahapan ini hanya dilakukan koreksi geometri, yang bertujuan untuk meletakkan posisi obyek di citra sesuai dengan posisi sebenarnya di lapangan. Hasil pada proses awal ini adalah citra yang telah terkoreksi. Interpretasi lahan tambak garam, dasar interpretasi seperti yang dijelaskan Sutanto ( 1994), Lillesand et al (2004) bahwa aspek interpretasi citra adalah : rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, tinggi, bayangan, situs dan asosiasi. Hasil interpretasi adalah peta tambak garam. Penentuan Lokasi sampling berdasarkan karakteristik fisik dan lokasi yang sama pada tambak. Setelah penentuan lokasi sampling dilakukan pengambilan data baik secara insitu (ph, 0 Be, kondisi fisik tambak). Selain itu diambil sampling air,tanah dan garam untuk melakukan pengukuran (Amoniak dan asam belerang, kandungan NaCl) Analisis sosial ekonomi menggunakan kwisioner kepada pemilik tambak. Hasil data dimasukkan dalam satu database yang dipergunakan untuk pemodelan SIG dengan kriterian seperti tabel 1 dan 2 di bawah.
7 Tabel 2. Indikator dari Aspek Teknis Kesesuaian Lahan untuk Tambak Garam Kode Persyaratan Kelas kesesuaian lahan penggunaan/ karakteristik lahan S1 S2 N 1 Amoniak (mg/l) 0 0 > 0,1 2 Asam belerang (mg/l) 0 0 > 0,001 3 ph < 6 4 Pematang utama (m) 2-2,5, ketinggian 0,5m di atas air pasang 5 Pematang antara (m) 0,25-0,3, ketinggian 0,25m di atas air pasang 1,5-2, ketinggian 0,5m di atas air pasang 0,2-0,25, ketinggian 0,25m di atas air pasang < 1,0, ketinggian 0,5m di atas air pasang < 0,2 ketinggian 0,25m di atas air pasang 6 Ketinggian air (cm) > 15 7 Dasar tambak pasir berlumpur atau pasir < 20% dengan sedikit lumpur (mak 2 cm) 8 Jarak Tambak dari pantai (m) 9 Ketinggian lahan garam (dpl); kesesuaian lahan garam 10a 10b 11a 11b Saluran Sekunder: a.kapasitas saluran sekunder u memenuhi lahan tambak kelompok kecil b. Ketersediaan dan kondisi Pintu Air atau pompa air Kolam/waduk Penampungan Air Muda a.kemampuan mengendapkan Lumpur b. Daya Tampung Air pengganti penguapan Meja Kristalisasi pasir berlumpur atau pasir < 30% dengan sedikit lumpur 2-3 cm > 5000 Tidak lebih dari 0,5 m Mampu memenuhi lahan tambak kelompok secara kontinu Ada, kondisi bagus pengendapan sempurna Lebih dari 1 m Potensi mampu memenuhi, pada waktu tertentu ada gangguan ( tidak mampu) Ada, kondisi rusak Pengendapan tidak sempurna pasir berlumpur atau > 50% dengan lumpur > 3 cm Lebih dari 1,5 m Tidak mampu ( kapasitas terlalu kecil memenuhi lahan tambak kelompok Tidak ada Tidak terjadi pengendapan 15 hari hari < 10 hari
8 Kode 12a Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan a.kondisi Permukaan Lahan kolam air tua Kelas kesesuaian lahan S1 S2 N Rata, padat Rata, tidak padat; Bergelombang, Padat Bergelombang dan tidak padat 12b b. Tebal air tua 4-5 cm 2-3 cm <2 cm 12c 13a c.konsentrasi Meja Kristal (Be) Saluran buangan a.kapasitas Saluran Buangan <24 Mampu menampung air buang dari meja kristal Bagus, terpelihara Potensi mampu, sering terjadi luber (tidak terpelihara) Tidak ada atau saluran buang kecil tidak mampu (air selalu luber) Rusak berat 13b b. Kondisi Saluran Buangan Rusak ringan 14 Curah Hujan < >1200 (mm/tahun) Kondisi garam yang dipanen 15a a. Ukuran garam besar Sedang kecil 15b b. Warna garam Putih jernih Putih buram Kuning kecoklatan Tabel 3. Indikator dari Aspek Sosial Ekonomis Kesesuaian Lahan untuk Tambak Garam Kode Kelas kesesuaian Indikator S1 S2 N 16 Usia Petambak ( tahun) <15 atau >60 tahun 17 Tingkat Pendidikan SMP-Sarjana SD Tidak Sekolah 18 Pengalaman Usaha Garam (Tahun) 19 Motif menekuni usaha garam 20 Preferensi petambak thd prospek usaha garam 21 Tingkat Kecukupan Modal Usaha 22 Dukungan anggota keluarga terhadap usaha garam >5 5-3 <3 Bisnis/ekonomis Turun temurun Tidak ada mata pencaharian alternatif lainnya Optimis Netral ( Pesimis Cukup ( swadaya) Aktif mendukung (dukungan fisik, Positif/negatif) Cukup ( Pinjaman ke bank/lembaga keuangan) Mendukung ( dukungan moril) Kurang, Pinjam Rentenir/tengkulak Tidak mendukung/apatis
9 Kode Indikator Kelas kesesuaian S1 S2 N moril) Akses Petambak terhadap lembaga pembiayaan (bank/lembaga keuangan) 23a a. Kemampuan mencari informasi kredit dan jenis lembaga bank 23b b. Kemampuan berhubungan dengan bank 23c c. Kemampuan penjaminan kredit usaha Baik Kurang Tidak ada Sering berhubungan, berhasil Akses petambak terhadap inovasi teknologi 24a a.motif petambak mencari informasi inovasi teknologi garam 24b b. Keterlibatan petambak dalam kegiatan pelatihan, seminar, diklat, demplot, sekolah lapang garam 24c c.kemampuan menerapkan inovasi dalam praktek budidaya Pemasaran Produk Usaha Garam 25a a.kemampuan mencari informasi pasar produk garam 25b b.kemampuan memanfaatkan informasi pasar garam Kelembagan Usaha Garam 26a a. Keterlibatan petambak dalam kelompok garam 26b b. Dampak Kelompok terhadap Pernah berhubungan, tidak berhasil Tidak pernah Layak/feasible Kurang Tidak ada Aktif dengan kesadaran sendiri Pasif, mengandalkan upaya pihak luar (dinas, pendamping) Resisten thd informasi Sering Pernah ( jarang) Tidak pernah Aktif menerpkan disesuaikan dengan kondisi wilayah Baik ( Aktif mencari) Selalu update dan memanfaatkan informasi peluang Ikut kelompok, aktif berpartisipasi Positif, siginfikan Diterapkan tanpa penyesuaian dgn wilayah Kurang/Pasif ( menerima dari pihak luar) Kurang mampu memanfaatkan peluang informasi Ikut kelompok, pasif Tidak ada dampak (tidak ada Tidak pernah menerapkan Tidak ada Tidak ada Tidak ikut dalam kelompok Negatif
10 Kode Indikator peningkatan kapasitas ( skill) anggota 26c c. Dampak Kelompok terhadap peningkatan pendapatan anggota Keterangan : S1 = Sesuai S2 = Kurang Sesuai N = Tidak Sesuai Kelas kesesuaian S1 S2 N perubahan) Positif, siginfikan Tidak ada dampak (tidak ada perubahan) Negatif Hasil dan Pembahasan Kesesuaian Lahan Tambak Garam Berdasarkan Aspek Kondisi Teknis Tambak Garam di Kabupaten Pamekasan Dalam penentuan kesesuaian lahan tambak garam, ditinjau dari kondisi teknis tambak garam dan kondisi sosial ekonomi. Aspek teknis yang mempengaruhi tambak garam adalah : Amoniak (mg/l), Asam belerang (mg/l), ph, Pematang utama (m), Pematang antara (m), Dasar tambak, Jarak Tambak dari pantai (m), Ketinggian lahan garam (dpl); kesesuaian lahan garam, Saluran Sekunder (Kapasitas saluran sekunder untuk memenuhi lahan tambak kelompok kecil, Ketersediaan dan kondisi Pintu Air atau pompa air), Kolam/waduk Penampungan Air Muda (Kemampuan mengendapkan Lumpur, Daya Tampung Air pengganti penguapan), Meja Kristalisasi (Kondisi Permukaan Lahan kolam air tua, Tebal air tua, Konsentrasi Meja Kristal (Be)), Saluran buangan (Kapasitas Saluran Buangan, Kondisi Saluran Buangan), Curah Hujan (mm/tahun), Kondisi garam yang dipanen (Ukuran garam, Warna garam). Peta kesesuaian tambak garam ditinjau dari aspek teknis untuk garam rakyat dapat pada gambar 2. Kesesuaian lahan berdasarkan aspek teknis didapatkan bahwa 44,4% (373,66 Ha) lahan tambak di kabupaten Pamekasan sesuai, dan 55,6 % (467,77 Ha) lahan tambak garam memiliki daya dukung teknis kurang sesuai, dan tidak ada lahan tambak garam yang tidak sesuai dari aspek teknis. Aspek teknis ini sangat menentukan peningkatan produktivitas dari usaha tambak garam. Data kesesuaian lahan dari aspekteknis dapat dilihat pada tabel 4 dan 5 dan gambar 2.
11 Gambar 2. Peta Kesesuaian Lahan dari Aspek Teknis Tambak Garam Rakyat di Kabupaten Pamekasan Tabel 4. Kelas Kesesuaian Lahan dari Aspek Teknis Tambak Garam Rakyat di Kabupaten Pamekasan Kesesuaian Lahan dari Kondisi Teknis Luas (Ha) % Sesuai (S1) 373,66 44,4 Kurang Sesuai (S2) 467,77 55,6 841,4 100,0 Tabel 5. Kesesuaian Lahan Tambak Garam dari Aspek Teknis Tambak Garam Rakyat pada Setiap Kecamatan di Kabupaten Pamekasan No Kecamatan Kesesuaian Lahan dari Kondisi Teknis Luas (m2) Luas (Ha) 1 Galis Sesuai ,9 263, Galis Kurang Sesuai ,0 188,947 3 Pademawu Sesuai ,6 97, Pademawu Kurang Sesuai ,8 277, Tlanakan Sesuai ,3 12, Tlanakan Kurang Sesuai ,4 1, ,0 841,4
12 Kesesuaian Lahan Lahan Tambak Garam Berdasarkan Aspek Kondisi Sosial Ekonomi Tambak Garam di Kabupaten Pamekasan Dalam penentuan kesesuaian lahan tambak garam, ditinjau dari aspek sosial ekonomi pemilik tambak hal yang mempengaruhi adalah : usia petambak, tingkat pendidikan, pengalaman usaha garam, motif menekuni usaha garam, preferensi petambak terhadap prospek usaha garam, tingkat kecukupan modal usaha, dukungan anggota keluarga terhadap usaha garam, akses petambak terhadap lembaga pembiayaan (bank/lembaga keuangan), akses petambak terhadap inovasi teknologi, pemasaran produk usaha garam, kelembagan usaha garam. Peta kesesuaian lahan berdasarkan aspek sosial ekonomi dapat dilihat pada gambar 3. Gambar 3. Peta Kelas Kesesuaian dari Aspek Sosial Ekonomi Tambak Garam Rakyat di Kabupaten Pamekasan Kesesuaian lahan Berdasarkan aspek sosial ekonomi tambak garam rakyat didapatkan bahwa 87,7% (738 Ha) lahan tambak garam rakyat di kabupaten Pamekasan kurang sesuai, dan 9 % (75,8 Ha) lahan tambak garam rakyat sangat sesuai/ daya dukungnya kuat, dan 3,3% (27,6 ha) lahan tambak garam daya dukung sosial ekonomisnya tidak sesuai/rendah. Daya dukung sosial ekonomis kuat berati indidkator sosial ekonomi petambak sangat mendukung peningkatan produktivitas dan usaha tambak garam. Bisa diartikan pada kondisi teknis lahan sama, potensi keberhasilan usaha garam lebih dimungkinkan berhasil pada lahan dengan daya dukung sosial ekonomis yang kuat. Data kesesuaian lahan dari aspek sosial ekonomi dapat dilihat pada tabel 6 dan 7.
13 Tabel 6. Kelas Kesesuaian Lahan dari Aspek Sosial Ekonomi Tambak Garam Rakyat di Kabupaten Pamekasan Kesesuaian Lahan dari Kondisi Teknis Luas (Ha) % Sesuai 75,8 9,0 Kurang Sesuai 738,0 87,7 Tidak Sesuai 27,6 3,3 841,4 100,0 Tabel 7. Kelas Kesesuaian Lahan Tambak Garam dari Aspek Sosial Ekonomi Tambak Garam pada Setiap Kecamatan di Kabupaten Pamekasan No Kecamatan Kesesuaian Lahan dari Kondisi Teknis Luas (Ha) % 1 Galis Sesuai 3,7 0,4 2 Galis Kurang Sesuai 436,5 51,9 3 Galis Tidak Sesuai 12,3 1,5 4 Pademawu Sesuai 67,2 8,0 5 Pademawu Kurang Sesuai 292,6 34,8 6 Pademawu Tidak Sesuai 15,3 1,8 7 Tlanakan Sesuai 4,9 0,6 8 Tlanakan Kurang Sesuai 8,9 1,1 841,4 100,0 Kesesuaian Lahan Lahan Tambak Garam Berdasarkan Aspek Teknis dan Kondisi Sosial Ekonomi Tambak Garam di Kabupaten Pamekasan Kesesuaian lahan Berdasarkan aspek teknis dan sosial ekonomi tambak garam rakyat didapatkan bahwa 6,5% (54,4 Ha) lahan tambak garam rakyat di kabupaten Pamekasan sesuai dari aspek teknis dan sosial ekonomi, 37,9 % (319,3 Ha) lahan tambak garam rakyat sesuai dari aspek teknis dan kurang sesuai dari aspek sosial ekonomi, 2,5% (21,4 Ha) lahan tambak garam rakyat kurang sesuai dari aspek teknis dan sesuai dari aspek sosial ekonomi, 49,8% (418,7 Ha) lahan tambak garam rakyat kurang sesuai dari aspek teknis dan sosial ekonomi, dan 3,3% (27,6 Ha) lahan tambak garam rakyat kurang sesuai dari aspek teknis dan tidak sesuai dari aspek sosial ekonomi. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4 dan tabel 8 dan 9.
14 Gambar 4. Peta Kelas Kesesuaian Lahan Tambak Garam Ditinjau dari Aspek Teknis dan Sosial Ekonomi di kabupaten Pamekasan. Tabel 8. Kelas Kesesuaian Lahan dari Aspek Teknis dan Sosial Ekonomis Tambak garam Rakyat di Kabupaten Pamekasan No Kesesuaian Teknis-Sosial Ekonomi Luas (Ha) % 1 Sesuai-Sesuai 54,4 6,5 2 Sesuai-Kurang Sesuai 319,3 37,9 3 Kurang Sesuai-Sesuai 21,4 2,5 4 Kurang Sesuai-Kurang Sesuai 418,7 49,8 5 Kurang Sesuai-Tidak Sesuai 27,6 3,3 841,4 100,0 Tabel 9. Kelas Kesesuaian Lahan Tambak Garam dari Aspek Teknis dan Sosial Ekonomis Tambak garam Rakyat di Tingkat Kecamatan No Kecamatan Kesesuaian Teknis-Sosial Ekonomi Luas(Ha) % 1 Pademawu Sesuai-Sesuai 45,8 5,4 2 Pademawu Sesuai-Kurang Sesuai 52,0 6,2 3 Pademawu Kurang Sesuai-Sesuai 21,4 2,5 4 Pademawu Kurang Sesuai-Kurang Sesuai 240,6 28,6 5 Pademawu Kurang Sesuai-Tidak Sesuai 15,3 1,8 6 Galis Sesuai-Sesuai 3,7 0,4 7 Galis Sesuai-Kurang Sesuai 259,8 30,9 8 Galis Kurang Sesuai-Kurang Sesuai 176,7 21,0 9 Galis Kurang Sesuai-Tidak Sesuai 12,3 1,5
15 10 Tlanakan Sesuai-Sesuai 4,9 0,6 11 Tlanakan Sesuai-Kurang Sesuai 7,5 0,9 12 Tlanakan Kurang Sesuai-Kurang Sesuai 1,4 0,2 841,4 100,0 Kesimpulan. 1. Kesesuaian lahan tambak garam rakyat dari aspek teknis di Kabupaten Pamekasan didapatkan bahwa 44,4% (373,66 Ha) lahan sesuai, dan 55,6 % (467,77 Ha) lahan kurang sesuai. 2. Kesesuaian lahan tambak garam rakyat dari aspek sosial ekonomi di Kabupaten Pamekasan didapatkan bahwa 87,7% (738 Ha) lahan kurang sesuai, dan 9 % (75,8 Ha) lahan sesuai, dan 3,3% (27,6 ha) lahan tidak sesuai. 3. Kesesuaian lahan berdasarkan aspek teknis dan sosial ekonomi tambak garam rakyat didapatkan bahwa 6,5% (54,4 Ha) lahan tambak sesuai dari aspek teknis dan sosial ekonomi, 37,9 % (319,3 Ha) lahan tambak sesuai dari aspek teknis dan kurang sesuai dari aspek sosial ekonomi, 2,5% (21,4 Ha) lahan tambak kurang sesuai dari aspek teknis dan sesuai dari aspek sosial ekonomi, 49,8% (418,7 Ha) kurang sesuai dari aspek teknis dan sosial ekonomi, dan 3,3% (27,6 Ha) kurang sesuai dari aspek teknis dan tidak sesuai dari aspek sosial ekonomi. Daftar Pustaka Efendy, M., Muhsoni, F.F., Shidiq, R.F., Heryanto, A., Garam Rakyat Potensi dan Permasalahan. Trunojoyo Press. Bangkalan. Lillesand T.M., R. W. Kiefer and J. W. Chipman Remote Sensing and Image Interpretation. Fifth Edition. John Wiley and Sons. New York. Peratutan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 20/M- DAG/PER/9/2005. Ketentuan Import Garam. Jakarta Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor 02/DAGLU/PER/5/2011. Penetapan Harga Penjualan Garam di Tingkat Petani Garam. Jakarta Suharyadi dan Danoedoro, Sistem Informasi Geografis : Konsep Dasar dan Beberapa Catatan Perkembangannya Saat ini. editor Danoedoro P. dalam Sains Informasi Geografis dari Perolehan dan Analisis Citra hingga Pemetaan dan pemodelan Spasial. Jurusan Kartografi dan Penginderaan Jauh Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Sutanto Penginderaan Jauh Jilid I. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
KESESUAIAN LAHAN TAMBAK GARAM MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SAMPANG
KESESUAIAN LAHAN TAMBAK GARAM MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SAMPANG Oleh : Firman Farid Muhsoni, S.Pi, M.Sc Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura e-mail : firman_fmm@yahoo.com.sg
Lebih terperinciKESESUAIAN LAHAN TAMBAK GARAM MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SAMPANG
KESESUAIAN LAHAN TAMBAK GARAM MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SAMPANG Firman Farid Muhsoni Program studi Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura e-mail : firman_fmm@yahoo.com.sg
Lebih terperinciPEMETAAN POTENSI PENGEMBANGAN LAHAN TAMBAK GARAM DI PESISIR UTARA KABUPATEN PAMEKASAN
PEMETAAN POTENSI PENGEMBANGAN LAHAN TAMBAK GARAM DI PESISIR UTARA KABUPATEN PAMEKASAN Makhfud Efendy 1, Rahmad Fajar Sidik 2, Firman Farid Muhsoni 1 1 Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo
Lebih terperinciPEMETAAN POTENSI PENGEMBANGAN LAHAN TAMBAK GARAM DI PESISIR UTARA KABUPATEN PAMEKASAN
PEMETAAN POTENSI PENGEMBANGAN LAHAN TAMBAK GARAM DI PESISIR UTARA KABUPATEN PAMEKASAN Mahfud Efendy 1, Rahmad Fajar Sidik 2, Firman Farid Muhsoni 1 1 Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura
Lebih terperinciPEMETAAN KERUSAKAN MANGROVE DI MADURA DENGAN MEMANFAATKAN CITRA DARI GOOGLE EARTH DAN CITRA LDCM
PEMETAAN KERUSAKAN MANGROVE DI MADURA DENGAN MEMANFAATKAN CITRA DARI GOOGLE EARTH DAN CITRA LDCM Oleh : Firman Farid Muhsoni, S.Pi., M.Sc Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura email
Lebih terperinciEVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Firman Farid Muhsoni Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo JL. Raya Telang
Lebih terperinciKESESUAIAN EKOWISATA SELAM DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG
KESESUAIAN EKOWISATA SELAM DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG Firman Farid Muhsoni, S.Pi., M.Sc 1 Dr. HM. Mahfud Efendy, S.Pi, M.Si 1 1) Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia terbentang sepanjang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia terbentang sepanjang 3.977 mil diantara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik terdiri dari luas daratan 1.91
Lebih terperinciPENGGUNAAN ZAT ADITIF RAMSOL DALAM MENINGKATKAN MUTU GARAM RAKYAT
PENGGUNAAN ZAT ADITIF RAMSOL DALAM MENINGKATKAN MUTU GARAM RAKYAT 1 Mahfud E, 2 Rahmad F. Sidik, 1 Haryo T 1 Prodi Ilmu Kelautan UTM, 2 Prodi TIP UTM e-mail: mahfudfish@gmail.com Abstrak Garam merupakan
Lebih terperinciVolume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN:
TINGKAT KEKRITISAN DAN KESESUAIAN LAHAN MANGROVE DI KABUPATEN SAMPANG DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Firman Farid Muhsoni 1, Mahfud Efendy 1, Haryo Triajei 1, Aries Dwi Siswanto 1, Indah
Lebih terperinciPERSEMBAHAN PRODI ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA UNTUK MARITIM MADURA
PERSEMBAHAN PRODI ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA UNTUK MARITIM MADURA Penanggung Jawab: Ketua Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura Editor: Prof. Dr. Ir. M. Zainuri, M.Sc.
Lebih terperinciKESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN JAGUNG DI MADURA DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
EMBRYO VOL. 7 NO. 1 JUNI 2010 ISSN 0216-0188 KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN JAGUNG DI MADURA DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Firman Farid Muhsoni Jurusan Ilmu Kelautan
Lebih terperinciKesesuaian Lahan untuk Tembakau di Madura dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis
Kesesuaian Lahan untuk Tembakau di Madura dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis Firman Farid Muhsoni Abstract: Rainfed area causes utilization of Madura s land less optimum. The aim of this research
Lebih terperinciJurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN :
Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN : 1907-9931 ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH PESISIR UNTUK PARIWISATA DENGAN MEMANFAATAN CITRA SATELIT DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI SEBAGIAN BALI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan juga termasuk produk yang tidak memiliki subtitusi (Suhelmi et al.,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Garam merupakan komoditas yang keberadaannya sangat penting dan belum ada produk tertentu yang dapat menggantikannya berdasarkan aspek fungsi dan kegunaannya. Garam
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Garam merupakan komoditas vital yang berperan penting dalam kehidupan sehari-hari untuk dikonsumsi maupun untuk kegiatan industri. Permintaan garam terus meningkat seiring
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kecamatan Batangan. Kabupaten Pati. Kecamatan Batangan terletak di ujung timur dari
BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Kecamatan Batangan 1. Kecamatan Batangan Batangan adalah salah satu kecamatan dari 21 kecamatan yang ada di Kabupaten Pati. Kecamatan Batangan terletak
Lebih terperinciJurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Mahasiswa : Cherie Bhekti Pribadi (3509100060) Dosen Pembimbing : Dr. Ing. Ir. Teguh Hariyanto, MSc Udiana Wahyu D, ST. MT Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi
Lebih terperinciJURNAL KELAUTAN, VOL. 3, NO. 2, OKTOBER, 2013 : ISSN :
Tingkat Kekritisan dan Kesesuaian Lahan Mangrove di Kabupaten Sampang dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis Firman Farid Muhsoni, S.Pi., M.Sc. 1, Dr. Mahfud Efendy 1, Haryo Triadji 1, Aries Dwi
Lebih terperinciZainul Hidayah. Dosen Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura ABSTRAK
PEMODELAN DINAMIKA SISTEM EFEKTIVITAS PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA GARAM RAKYAT DI PESISIR SELAT MADURA (STUDI KASUS KONVERSI LAHAN GARAM TRADISIONAL MENJADI LAHAN GARAM GEOMEMBRAN) Zainul Hidayah Dosen
Lebih terperinciTabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tempat tinggal merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan karena merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Tempat tinggal menjadi sarana untuk berkumpul,
Lebih terperinciGambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat
Lebih terperinciSKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ
APLIKASI TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ESTIMASI KOEFISIEN LIMPASAN PERMUKAAN SUB DAS PADANG JANIAH DAN PADANG KARUAH PADA DAS BATANG KURANJI KECAMATAN PAUH KOTA PADANG
Lebih terperinciKONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH
Kondisi terkini budidaya ikan bandeng di Kabupaten Pati, Jawa Tengah (Septyan Andriyanto) KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH Septyan Andriyanto Pusat Penelitian dan Pengembangan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN GARAM IMPOR DAN PEMBERDAYAAN USAHA GARAM RAKYAT
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN GARAM IMPOR DAN PEMBERDAYAAN USAHA GARAM RAKYAT GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa garam merupakan
Lebih terperinciINTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K
INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K 5410012 PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS
Lebih terperinciOleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Oleh : Hernandi Kustandyo (3508100001) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Ekosistem mangrove adalah salah satu obyek yang bisa diidentifikasi
Lebih terperinciSeminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan FLUKTUASI KUALITAS GARAM RAKYAT PADA BERBAGAI KERAGAAN SUMBERDAYA MANUSIA DAN SUMBERDAYA ALAM Makhfud Efendy, 1 dan Rahmad Fajar Sidik 2 1) Program Studi
Lebih terperinciSISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,
Integrasi GISdan Inderaja Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan ketrampilan untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Menurut Arikunto (1988), metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Data yang dikumpulkan bisa berupa
Lebih terperinciANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA)
ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA) Oleh : Dawamul Arifin 3508 100 055 Jurusan Teknik Geomatika
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengusahaan Garam di Indonesia
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengusahaan Garam di Indonesia Menurut Raharjo (1984), secara prinsip garam diproduksi dengan tiga cara. Cara pertama yaitu menambang batu garam (shaft mining). Cara ini hampir sama
Lebih terperinciKATA PENGANTAR UCAPAN TERIMAKASIH ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN
DAFTAR ISI PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMAKASIH... iii ABSTRAK... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...
Lebih terperinciMETODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian
22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian
Lebih terperinciPENENTUAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KABUPATEN KLATEN MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
PENENTUAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KABUPATEN KLATEN MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Nidya Albidari nyidz63@gmail.com Zuharnen zuharnen@ugm.ac.id Abstaract
Lebih terperinciRENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Mata Kuliah PENGINDERAAN JAUH Kode PROGRAM DIPLOMA IV PERTANAHAN SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN NASIONAL 2015
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Mata Kuliah PENGINDERAAN JAUH Kode PROGRAM DIPLOMA IV PERTANAHAN SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN NASIONAL 2015 TIM PENYUSUN Valentina Arminah Tulus Subroto 2 HALAMAN PENGESAHAN
Lebih terperinciAPLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SIG UNTUK ESTIMASI PRODUKSI PADI BERDASARKAN POLA TANAM DI KABUPATEN BANTUL
APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SIG UNTUK ESTIMASI PRODUKSI PADI BERDASARKAN POLA TANAM DI KABUPATEN BANTUL Surya Fajar Hidayat, Sigit Heru Murti Kartografi dan Penginderaan Jauh Fakultas Geografi UGM ABSTRAK
Lebih terperinci2015 HUBUNGAN SIFAT LAHAN SAWAH DENGAN PRODUKTIVITAS PADI DI KAWASAN PESISIR KECAMATAN PASEKAN KABUPATEN INDRAMAYU
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan, sehingga memiliki kawasan pesisir yang luas dari tiap wilayah pulaunya. Kawasan pesisir ini digunakan oleh penduduk Indonesia
Lebih terperinciPemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa
ISSN 0853-7291 Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa Petrus Soebardjo*, Baskoro Rochaddi, Sigit Purnomo Jurusan Ilmu
Lebih terperinciLaboratorium / Lapangan : Laboratorium SIG dan Komputer KONTRAK KULIAH
KONTRAK KULIAH 1. Judul Mata Kuliah : Interpretasi Foto Udara 2. Kode Mata Kuliah : GEO 46045 3. Kelas/ Smtr/ TA : AB Eks / Genap / 2016/2017 4. Jumlah SKS : 2 (dua) 5. Jurusan : Pendidikan Geografi 6.
Lebih terperinciVALIDASI DATA PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS GARAM RAKYAT KABUPATEN SAMPANG
VALIDASI DATA PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS GARAM RAKYAT KABUPATEN SAMPANG Oleh : Muhammad Zainuri; Hafiludin; Firman Farid Muhsoni Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura e-mail : zainborn@rocketmail.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu negara maritim terbesar dunia dengan luas laut 70 % dari total luas
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alam sebagai penghasil garam. Secara geografis, Indonesia kaya akan sumber daya mineral. Indonesia juga merupakan salah satu negara maritim
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan
Lebih terperinciANALISIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STATISTIK LOGISTIK BINER DALAM UPAYA PENGENDALIAN EKSPANSI LAHAN TERBANGUN KOTA YOGYAKARTA
ANALISIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STATISTIK LOGISTIK BINER DALAM UPAYA PENGENDALIAN EKSPANSI LAHAN TERBANGUN KOTA YOGYAKARTA Robiatul Udkhiyah 1), Gerry Kristian 2), Chaidir Arsyan Adlan 3) 1,2,3) Program
Lebih terperinciDosen Pembimbing : Ir. Chatarina Nurdjati Supadiningsih,MT Hepi Hapsari Handayani ST, MSc. Oleh : Pandu Sandy Utomo
Surabaya, 30 Juni 2011 Ruang Sidang Lantai 3 Teknik Geomatika ITS ANALISIS PEMANFAATAN CITRA SATELIT ALOS-PRISM SEBAGAI DASAR PEMBUATAN PETA PENDAFTARAN TANAH (Studi Kasus : Desa Babalan Kecamatan Gabus,
Lebih terperinciKAJIAN CITRA RESOLUSI TINGGI WORLDVIEW-2
KAJIAN CITRA RESOLUSI TINGGI WORLDVIEW-2 SEBAGAI PENUNJANG DATA DASAR UNTUK RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA (RDTRK) Heri Setiawan, Yanto Budisusanto Program Studi Teknik Geomatika, FTSP, ITS-Sukolilo, Surabaya,
Lebih terperinci13. Purwadhi Sri Hardiyanti ( 1994 ), Penelitian lingkungan geografis dalam inventarisasi penggunaan lahan dengan teknik penginderaan jauh di
49 DAFTAR PUSTAKA 1. Badan Pertanahan Nasional, (1997), Peraturan Menteri Negara Agraria /Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 1 tahun 1997 tentang pemetaan penggunaan tanah perdesaan, penggunaan tanah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I-1
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Wilayah Indonesia memiliki sumberdaya alam pesisir dan lautan yang sangat potensial untuk dikembangkan. Apalagi akhir-akhir ini sumberdaya daratan yang selama ini
Lebih terperinciDAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN
SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN 2016 Pembangunan Perikanan dan Kelautan dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional Bandar Lampung, 17 Mei 2016 DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS
Lebih terperinciJurnal Gea, Jurusan Pendidikan Geografi, vol. 8, No. 2, Oktober 2008
PEMANFAATAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN DAN RISIKO BANJIR Oleh : Lili Somantri, S.Pd. M.Si ABSTRAK Banjir adalah bencana alam yang sering terjadi setiap musim hujan. Bencana
Lebih terperinciAGROVIGOR VOLUME 3 NO. 1 MARET 2010 ISSN
AGROVIGOR VOLUME 3 NO. 1 MARET 2010 ISSN 1979 5777 65 PENGEMBANGAN POLA TANAM DAN DIVERSIFIKASI TANAMAN PANGAN DI MADURA : SUATU UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI Sidqi Zaed ZM, Firman Farid
Lebih terperinciPEMANFAATAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN DAN RISIKO BANJIR. Oleh : Lili Somantri*)
PEMANFAATAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN DAN RISIKO BANJIR Oleh : Lili Somantri*) Abstrak Banjir adalah bencana alam yang sering terjadi setiap musim hujan. Bencana ini tidak
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.
SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3 1. Data spasial merupakan data grafis yang mengidentifikasi kenampakan
Lebih terperinciBAB II METODE PENELITIAN
BAB II METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam analisis tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian yaitu dengan menggunakan metode analisis data sekunder yang dilengkapi dengan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja
Lebih terperinciTabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95
Lebih terperinciGEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik
GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 10 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO Citra nonfoto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor nonfotografik atau sensor elektronik. Sensornya
Lebih terperinciSIDANG TUGAS AKHIR RG
SIDANG TUGAS AKHIR RG 091536 KAJIAN KETELITIAN PLANIMETRIS CITRA RESOLUSI TINGGI PADA GOOGLE EARTH UNTUK PEMBUATAN PETA DASAR SKALA 1: 10000 KECAMATAN BANJAR TIMUR KOTA BANJARMASIN NOORLAILA HAYATI 3507100044
Lebih terperinciAPLIKASI CITRA LANDSAT UNTUK PEMODELAN PREDIKSI SPASIAL PERKEMBANGAN LAHAN TERBANGUN ( STUDI KASUS : KOTA MUNTILAN)
APLIKASI CITRA LANDSAT UNTUK PEMODELAN PREDIKSI SPASIAL PERKEMBANGAN LAHAN TERBANGUN ( STUDI KASUS : KOTA MUNTILAN) Hernandea Frieda Forestriko Jurusan Sains Informasi Geografis dan Pengembangan Wilayah
Lebih terperinciEvaluasi Kesesuaian Tutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 Tahun 2009 Dengan Peta RTRW Kabupaten Sidoarjo Tahun 2007
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (Oktober, 2013) ISSN: 2301-9271 Evaluasi Kesesuaian Tutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 Tahun 2009 Dengan Peta RTRW Kabupaten Sidoarjo Tahun 2007 Latri Wartika
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.
Lebih terperinciNOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA KATEGORI PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN GOLONGAN POKOK PERTAMBANGAN
Lebih terperinciSTUDI PERSEBARAN KONSENTRASI MUATAN PADATAN TERSUSPENSI MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA MODIS DI SELAT MADURA
STUDI PERSEBARAN KONSENTRASI MUATAN PADATAN TERSUSPENSI MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA MODIS DI SELAT MADURA Oleh: HIAS CHASANAH PUTRI NRP 3508 100 071 Dosen Pembimbing Hepi Hapsari Handayani, ST, MSc
Lebih terperinciPEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA
PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA Sudaryanto 1), Melania Swetika Rini 2) Abstrak: Penelitian
Lebih terperinciTanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala
Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang
Lebih terperinciRizqi Agung Wicaksono Zuharnen Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ABSTRACT
PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH RESOLUSI TINGGI DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK MENENTUKAN LOKASI PRIORITAS PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA SURAKARTA Rizqi Agung Wicaksono
Lebih terperinciARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH PESISIR UNTUK BUDIDAYA DENGAN MEMANFAATAN CITRA SATELIT DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI SEBAGIAN BALI SELATAN
EMBRYO VOL. 6 NO. 1 JUNI 2009 ISSN 0216-0188 ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH PESISIR UNTUK BUDIDAYA DENGAN MEMANFAATAN CITRA SATELIT DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI SEBAGIAN BALI SELATAN Firman Farid
Lebih terperinciHUBUNGAN KANDUNGAN NATRIUM CHLORIDA (NaCl) DAN MAGNESIUM (Mg) DARI GARAM RAKYAT DI PULAU MADURA
HUBUNGAN KANDUNGAN NATRIUM CHLORIDA (NaCl) DAN MAGNESIUM (Mg) DARI GARAM RAKYAT DI PULAU MADURA Muhammad Zainuri 1, Khoirul Anam 2, Aliffia Putri Susanti 2 1 Dosen Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai Potensi Pengembangan Produksi Ubi Jalar (Ipomea batatas L.)di Kecamatan Cilimus Kabupaten. Maka sebagai bab akhir pada tulisan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. China Germany India Canada Australia Mexico France Brazil United Kingdom
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia salah satu negara dari sebelas negara produsen garam. Pencapaian jumlah produksi pada tahun 2009 sebanyak 1.4 juta ton, jauh dibandingkan dengan Cina yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;
Lebih terperinciPEMANFAATAN CITRA WORLDVIEW-1 UNTUK ESTIMASI PRODUKSI GARAM DI KABUPATEN SAMPANG, PROVINSI JAWA TIMUR
PEMANFAATAN CITRA WORLDVIEW-1 UNTUK ESTIMASI PRODUKSI GARAM DI KABUPATEN SAMPANG, PROVINSI JAWA TIMUR Fajrun Wahidil Muharram fajrun.wahidil.m@mail.ugm.ac.id Nurul Khakhim nrl_khakim@yahoo.com Abstract
Lebih terperinciANALISI DAYA DUKUNG PEMANFAATAN PULAU GILI LABAK DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
ANALISI DAYA DUKUNG PEMANFAATAN PULAU GILI LABAK DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Firman Farid Muhsoni 1, Mahfud Efendy 2 1 Program Studi Ilmu Kelautan /Universitas Trunojoyo Madura, PO BoX
Lebih terperinciSATUN ACARA PERKULIAHAN(SAP)
SATUN ACARA PERKULIAHAN(SAP) 1. Identitas mata kuliah Mata Kuliah : Penginderaan Jauh Kode : GG 416 Jumlah sks : 4 sks Semester : 3 Kelompok mata kuliah : MKK Program Studi Jurusan : Pendidikan Geografi
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. yang harus dipenuhi yang pada umumnya mengacu pada kualitas garam. Kebutuhan
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Garam rakyat Indonesia masih dipandang sebelah mata oleh sebagian kalangan pengusaha/perusahaan pengguna garam sebagai bahan dasar. Dalam pemasaran garam rakyat di
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.
V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874
Lebih terperinciPENGGUNAAN METODE MATCHING UNTUK PENENTUAN KESESUAIAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI KABUPATEN SUMENEP MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI
PENGGUNAAN METODE MATCHING UNTUK PENENTUAN KESESUAIAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI KABUPATEN SUMENEP MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI Hari Toha Hidayat Jurusan Teknik Informatika-Fakultas Teknik,
Lebih terperinciREKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS)
REKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) BALAI BESAR PENELITIAN BADAN LITBANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2014 RINGKASAN PENGENDALIAN HARGA
Lebih terperinciPrediksi Spasial Perkembangan Lahan Terbangun Melalui Pemanfaatan Citra Landsat Multitemporal di Kota Bogor
Prediksi Spasial Perkembangan Lahan Terbangun Melalui Pemanfaatan Citra Landsat Multitemporal di Kota Bogor Siti Zahrotunisa 1, Prama Wicaksono 2 1,2 Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Departemen
Lebih terperinciPerubahan Nilai Konsentrasi TSM dan Klorofil-a serta Kaitan terhadap Perubahan Land Cover di Kawasan Pesisir Tegal antara Tahun
Perubahan Nilai Konsentrasi TSM dan Klorofil-a serta Kaitan terhadap Perubahan Land Cover di Kawasan Pesisir Tegal antara Tahun 1994-2012 Miftah Farid 1 1 Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus UI Depok
Lebih terperinciAnalisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat
Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat Rully Sasmitha dan Nurlina Abstrak: Telah dilakukan penelitian untuk
Lebih terperinciPemetaan Airtanah Dangkal Dan Analisis Intrusi Air Laut
Pemetaan Airtanah Dangkal Dan Analisis Intrusi Air Laut Penelitian Terhadap Airtanah Dangkal di Desa Bantan Tua, Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis, Propinsi Riau Dewandra Bagus Eka Putra 1, Yuniarti
Lebih terperinciSTUDI PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN INTERPRETASI CITRA QUICKBIRD
STUDI PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN INTERPRETASI CITRA QUICKBIRD Sudaryanto dan Melania Swetika Rini* Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui tingkat
Lebih terperinciInterpretasi dan Uji Ketelitian Interpretasi. Penggunaan Lahan vii
DAFTAR ISI Halaman Judul... i Intisari... ii Abstract... iii Kata Pengantar... iv Daftar Isi... vi Daftar Tabel... ix Daftar Gambar... xi Daftar Lampiran... xiii BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang...
Lebih terperinciZONASI KONDISI KAWASAN HUTAN NEGARA DI DIENG DAN ARAHAN PENGELOLAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN T U G A S A K H I R. Oleh : INDIRA PUSPITA L2D
ZONASI KONDISI KAWASAN HUTAN NEGARA DI DIENG DAN ARAHAN PENGELOLAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN T U G A S A K H I R Oleh : INDIRA PUSPITA L2D 303 291 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia
Lebih terperinciDraft rekomendasi: Pengembangan sistem informasi manajemen pasar dan pemasaran garam di Indonesia. (P2HP dan KP3K)
1 Draft rekomendasi: Pengembangan sistem informasi manajemen pasar dan pemasaran garam di Indonesia. (P2HP dan KP3K) Sasaran Rekomendasi : Kebijakan Pasar dan Perdagangan Latar Belakang Garam merupakan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian
12 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi yang diteliti adalah wilayah pesisir Kabupaten Karawang (Gambar 3), yang secara administratif berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dinamika bentuk dan struktur bumi dijabarkan dalam berbagai teori oleh para ilmuwan, salah satu teori yang berkembang yaitu teori tektonik lempeng. Teori ini
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup penting keberadaannya di Indonesia. Sektor inilah yang mampu menyediakan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia, sehingga
Lebih terperinciSTUDI TENTANG DINAMIKA MANGROVE KAWASAN PESISIR SELATAN KABUPATEN PAMEKASAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN DATA PENGINDERAAN JAUH
STUDI TENTANG DINAMIKA MANGROVE KAWASAN PESISIR SELATAN KABUPATEN PAMEKASAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN DATA PENGINDERAAN JAUH Bambang Suprakto Staf Pengajar Akademi Perikanan Sidoarjo Abstrak Pesisir selatan
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang
1 Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Identifikasi merupakan langkah strategis dalam menyukseskan suatu pekerjaan. (Supriadi, 2007). Tujuan pemerintah dalam rangka penertiban dan pendayagunaan tanah
Lebih terperinci3 METODOLOGI PENELITIAN
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Oktober 2012, pengumpulan data dilakukan selama 2 minggu pada bulan Juli 2012. Lokasi penelitian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana Gempa dan Tsunami yang terjadi di beberapa wilayah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada 26 Desember 2004 telah menimbulkan dampak yang sungguh luar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Aceh Singkil beriklim tropis dengan curah hujan rata rata 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim timur maksimum 15 knot, sedangkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perluasan lahan pertanian di Indonesia merupakan salah satu pengembangan sektor pertanian yang dimanfaatkan dalam ekstensifikasi lahan pertanian yang semakin lama semakin
Lebih terperinciKedaulatan Pangan dan Pengembangan Ekonomi Maritim Berbasis Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
REKRISTALISASI AIR TUA GARAM SEBAGAI SALAH SATU UPAYA DIVERSIFIKASI PRODUK GARAM RAKYAT Dr. Bagiyo Suwasono 1, Ali Munazid MT 1, Prof. Dr. Sapto J. Poerwowidagdo 2 1. Fakultas Teknik & Ilmu Kelautan, FTIK
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan
TINJAUAN PUSTAKA KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan
Lebih terperinciSTUDI KANDUNGAN NaCl DI DALAM AIR BAKU DAN GARAM YANG DIHASILKAN SERTA PRODUKTIVITAS LAHAN GARAM MENGGUNAKAN MEDIA MEJA GARAM YANG BERBEDA Arwiyah 1, Muhammad Zainuri 1, dan Mahfud Efendy 1 1 Program Studi
Lebih terperinci