BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. IKAN BILIH Sistematika Ikan Bilih Ikan bilih atau dalam bahasa ilmiah disebut Mystacoleucus padangensis Bleeker adalah ikan endemik yang hidup di danau Singakarak, Sumatera Barat (Kottelat, M. et al. 1993). Sebagai ikan endemik, ikan bilih hidup dalam geografis yang terbatas sehingga di dunia hanya ditemukan di danau Singkarak. Oleh karena itu, danau Singkarak merupakan habitat asli ikan bilih (Kartamihardja dan Sarnita, 2008). Secara sistematik, ikan bilih termasuk ke dalam klasisfikasi sebagai berikut (Kartamihardja dan Sarnita, 2008): Kelas Ordo Famili Sub Famili Genus Species Synonim : Actinopterygii : Cypriniformes : Cyprinidae : Cyprininae : Mystacoleucus : Mystacoleucus padangensis Bleeker : Capoeta padangensis Bleeker Puntius padangensis Bleeker Systomus padangensis Bleeker Menurut Azhar (1993), tanda-tanda Mystacoleucus padangensis Bleeker antara lain sebagai berikut: 1. Sirip punggung mempunyai jari-jari keras (berduri) yang rebah ke muka, kadangkadang duri ini tertutup oleh sisik sehingga tidak kelihatan jika tidak diraba. Sirip dubur tidak mempunyai jari-jari keras, hanya terdapat 8-9 jari-jari lemah; 2. Badan bulat panjang dan pipih, tinggi badan 2-3 cm, panjang badan maksimum 11,6 cm;

2 3. Sisiknya kecil-kecil dan tipis, terdapat baris antara tengah-tengah dasar sirip punggung dan gurat sisi (lateral line); 4. Tubuh ditutupi oleh sisik yang berwarna keperak-perakan. Punggung dan ekor bagian sebelah sirip berwarna kehitam-hitaman. Gambar 2.1. Ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker.) Bentuk badan ikan bilih sangat mirip dengan ikan genggehek (Jawa Barat) atau wader (Jawa Tengah dan Timur), yaitu Mystacoleucus merginatus yang banyak terdapat di perairan umum Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Juga mirip dengan ikan wader cakul (Jawa Tengah dan Timur), beunteur (Jawa Barat) atau pora-pora (Sumatera Utara), yaitu Pontius binotatus. Karena ikan pora-pora di Danau Toba tidak pernah tertangkap lagi sejak tahun 1990-an, maka masyarakat sekitar danau tersebut menyebut ikan bilih sebagai ikan pora-pora. Nama pora-pora yang sebenarnya adalah ikan bilih terus melekat dan populer sampai sekarang (Kartamihardja dan Sarnita, 2008). Ikan bilih rentan terhadap kepunahan akibat kerusakan habitat dan eksploitasi yang intensif. Di danau Singkarak sebagai habitat asli, ikan bilih merupakan hasil tangkapan utama di samping jenis-jenis ikan ekonomis lainnya, seperti ikan asang (Osteochilus brachynopterus), sasau (Hampala ampalong), dan turik (Cyclocheilichthys de Zwani). Pada tahun 2002, sekitar 90% dari hasil tangkapan nelayan di danau Singkarak adalah ikan bilih (Kartamihardja dan Sarnita, 2008).

3 Harga ikan bilih yang ekonomis tinggi menjadikan ikan ini sebagai komoditas ekspor dalam bentuk kering ke negara jiran, Malaysia dan Singapura. Sejak tahun 2000, hasil tangkapan ikan bilih di danau ini terus menurun dan ukuran ikan mengecil (Syandri, 1996) dengan panjang total maksimum hanya mencapai 9,0 cm (Kartamihardia dan Sarnita, 2008). Menurut Kartamihardja dan Sarnita (2008), produksi tangkapan ikan bilih yang terus menurun mengurangi ikan bilih yang dikeringkan sehingga pengusaha ikan bilih kering satu per satu mulai gulung tikar dan tidak lagi mengekspor ikan bilih kering Siklus Hidup Ikan Bilih Ikan bilih melakukan reproduksi atau pemijahan dengan mengikuti aliran air di sungai yang bermuara di danau. Induk jantan dan betina berruaya ke arah sungai dengan kecepatan arus berkisar antara 0,3-0,6 m/detik dan kedalaman antara cm. Habitat pemijahan adalah perairan sungai yang jernih, dengan suhu air relatif rendah, berkisar 24,0-26,0 C, dasar sungai yang berbatu kerikil dan atau pasir. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pemijahan ikan bilih adalah arus air dan substrat dasar. Ikan bilih menuju ke daerah pemijahan menggunakan orientasi visual dan insting. Sesampai di habitat pemijahan, betina melepaskan telur dan bersamaan jantan melepaskan sperma untuk membuahi telur. Telur yang telah dibuahi berwarna transparan dan tenggelam di dasar sungai (di kerikil atau pasir) untuk kemudian hanyut terbawa arus air masuk ke danau. Telur-telur tersebut akan menetas di danau sekitar 19 jam setelah dibuahi pada suhu air antara 27,0-28,0 C dan larva berkembang di danau menjadi dewasa. Populasi ikan bilih memijah setiap hari sepanjang tahun, mulai dari sore sampai dengan pagi hari. Puncak pemijahan ikan bilih terjadi pada pagi hari mulai dari jam 5.00 sampai dengan jam 9.00, seperti diperlihatkan dengan banyak telur yang dilepaskan. Pemijahan ikan bilih bersifat parsial, yakni telur yang telah matang kelamin tidak dikeluarkan sekaligus tetapi hanya sebagian saja dalam satu kali periode pemijahan (Kartamihardja dan Koeshendrajana, 2006 b ).

4 Menurut Kartamihardja dan Sarnita (2008), pola tingkah laku pemijahan ikan bilih dimanfaatkan nelayan di danau Singakarak untuk menangkap menggunakan alat penangkap dipasang di aliran sungai oleh masyarakat setempat disebut alahan. Alahan ini menangkap ikan bilih yang akan memijah, sehingga jika terus-menerus dilakukan tanpa pengelolaan yang baik, populasi ikan bilih akan menurun dan menjadi langka atau punah. Penangkapan ikan bilih diperparah karena ikan yang sudah terperangkap di alahan tersebut ditangkap menggunakan alat tangkap listrik (setrum). Hal ini menyebabkan kematian induk ikan dan telur-telur yang baru dipijahkan. Menurut Kartamihardja dan Sarnita (2008), pengangkapan ikan dengan menggunakan alahan berlangsung antara 6-7 bulan setiap tahun, dilakukan di tiga sungai, yaitu Paninggahan, Sumpur dan Muara Pingai. Di ketiga sungai tersebut terdapat ± 4-7 buah alahan dengan kisaran produksi antara kg/hari di Paningahan, kg/hari di Sumpur, dan kg/hari di Muara Pingai. Selain menggunakan alahan, ikan bilih juga ditangkap dengan jaring insang dan jala. Jaring insang yang digunakan nelayan di danau Singkarak mempunyai mata 0,75-1,0 inci sehingga ikan bilih yang tertangkap juga berukuran panjang lebih kecil dari 8,5 cm Introduksi Ikan Bilih di Danau Toba Introduksi ikan (fish introduction/ transplantation) adalah upaya memindahkan atau menebar ikan dari suatu perairan ke perairan lain dimana jenis ikan yang ditebarkan semula tidak terdapat di perairan tersebut. Dengan demikian, introduksi ikan bilih berarti memindahkan ikan bilih dari habitat asli di danau Singkarak ke habitat baru di Danau Toba (Kartamihardja dan Sarnita, 2008). Menurut Kartamihardja dan Sarnita (2008), introduksi ikan bilih ke Danau Toba dilakukan melalui proses penelitian yang cukup panjang. Kegiatan penelitian pertama adalah mempelajari tingkah laku di habitat asli Danau Singkarak yang meliputi aspek makanan dan kebiasaan makan, pertumbuhan, dan reproduksi serta karakteristik habitat yang diperlukan, baik habitat pemakanan, asuhan dan pemijahan.

5 Bersamaan juga dilakukan studi karakteristik habitat, ketersediaan makanan dan struktur populasi ikan serta relung ekologi Danau Toba. Penelitian di Danau Toba bertujuan agar ikan bilih dapat menempati habitat yang sesuai, makanan alami tersedia dan dapat mengisi relung ekologis yang kosong sehingga tidak berkompetisi dan merugikan jenis ikan asli Danau Toba. Untuk keperluan penyediaan benih diambil dari hasil tangkapan di danau Singkarak. Upaya penangkapan harus dilakukan dengan alat tangkap yang memungkinkan ikan tertangkap hidup dan tidak terluka, yaitu alahan. Namun semua alahan tidak beroperasi karena permukaan air danau Singakarak tinggi, merendam seluruh alahan. Penangkapan ikan dilakukan menggunakan anco (lift net). Anco dibuat dari bahan waring 1,5 x 1,5 m dengan bingkai dari bambu. Anco dipasang di pinggir pantai danau Singkarak dekat UPT Perikanan Perairan Umum/ Hatchery Singkarak. Pengangkatan alat tangkap anco dilakukan setiap satu jam. Benih dan atau calon induk bilih yang tertangkap ditampung dalam kantong waring dan bak yang diberi cukup aerasi karena ikan bilih mudah mati dan stress terutama jika kekurangan oksigen. Hasil tangkapan disimpan satu hari dan keesokan hari ikan yang sehat dikemas dalam kantong plastik. Setiap kantong diisi air 5 liter, ikan bilih 200 ekor dan diisi oksigen sampai penuh. Sebanyak 18 kantong dikemas dengan total 3400 ekor. Ikan yang diangkut berukuran panjang total antara 4,1-5,7 cm dengan berat antara 0,9-1,5 g/ekor. Perjalanan dari danau Singakarak menuju Parapat di Danau Toba melalui jalan darat ditempuh sekitar 18 jam. Waktu pengangkutan dipilih malam hari agar suhu udara selama perjalanan cukup dingin sehingga mengurangi stress terhadap ikan bilih. Sesampai di Parapat, ikan bilih ditampung dalam keramba jaring apung untuk adaptasi dengan kondisi air Danau Toba. Proses aklimatisasi dalam keramba jaring apung dilakukan selama satu hari. Tanggal 3 Januari 2003, ikan bilih ditebarkan di daerah Parapat dan Ajibata di Danau Toba. Dari jumlah ikan bilih yang dibawa sebanyak 3400 ekor dapat hidup dan ditebarkan sebanyak 2840 ekor karena mati sebesar 25%. Sebanyak 50 ekor ikan

6 bilih tetap dipelihara di satu keramba jaring untuk mempelajari perkembangannya di Danau Toba. Faktor-faktor kunci keberhasilan introduksi ikan bilih antara lain adalah karakteristik limnologis Danau Toba mirip dengan Danau Singkarak, habitat pemijahan ikan bilih di Danau Toba lebih banyak/luas dari Danau Singkarak, makanan alami sebagai makanan utama ikan bilih cukup tersedia dan belum seluruhnya dimanfaatkan oleh jenis ikan lain yang hidup di Danau Toba, dan daerah pelagis dan limnetik Danau Toba jauh lebih luas (sepuluh kali lipat dari luas Danau Singkarak) mampu diisi oleh ikan bilih. Karakteristik limnologis Danau Singkarak sebagai habitat asli ikan bilih dan Danau Toba sebagai habitat baru tertera pada Tabel berikut: Tabel 2.1. Karakteristik limnologis Danau Singkarak dan Toba tahun 2003 Parameter Limnologis Satuan D. Singkarak D. Toba Luas permukaan air ha Kedalaman maksimum m Kecerahan air cm, secchi disk Suhu air C 27,2-29,5 25,0-29,2 Kadar keasaman (ph) unit 8,1-9,0 7,0-8,5 Alkalinitas mg/l CaCO 3 eq. 11,1-26,5 33,0-75,0 Kelarutan Oksigen mg/l 2,6-8,2 1,6-8,5 Nitrat (NO 3 ) mg/l 0,00-0,27 0,40-1,20 Fosfat (PO 4 ) mg/l 0,09-0,21 0,00-1,10 Produktivitas Primer mg C/m 3 /hari 125,2-625,6 48,5-786,5 Kelimpahan fitoplankton sel/l Tekstur daerah litoral - Pasir, lumpur Pasir, lumpur Keterangan: parameter kualitas air diukur pada permukaan air sampai kedalaman 25 meter Sumber data: (Kartamihardia dan Sarnita, 2008) 2.2. ASPEK BIOLOGI IKAN Pertumbuhan Ikan Menurut Effendie (2002), istilah sederhana pertumbuhan dapat dirumuskan sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu, sedangkan pertumbuhan populasi sebagai pertambahan jumlah. Namun jika dilihat lebih jauh,

7 pertumbuhan merupakan proses biologis yang komplek dimana banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan digolongkan menjadi dua bagian besar yatiu faktor dalam dan luar. Faktor dalam umumnya sukar dikontrol,antara lain keturunan, sex, umur, parasit dan penyakit. Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan ialah makanan, suhu perairan dan faktor-faktor kimia perairan, antara lain oksigen, karbondioksida, hidorgen sulfida, keasaman dan alkalinitas (Effendie, 2002). Perkembangan populasi ikan bilih yang cepat selain didukung oleh tersedianya makanan alami terutama fitoplankton dan dentritus juga tersedianya daerah pemijahan yang banyak tersebar di muara-muara sungai yang masuk ke danau (Kartamihardia dan Sarnita, 2008). Sesudah masa larva berakhir bentuk ikan hampir serupa dengan induk. Beberapa bagian tubuhnya meneruskan pertumbuhannya. Pada umumnya perubahan tadi hanya merupakan perubahan kecil saja seperti panjang sirip dan kemontokan ikan. Selain itu terdapat pula perubahan yang bersifat sementara misalnya perubahan yang berhubungan dengan kematangan gonad. Perubahan-perubahan itu dinamakan pertumbuhan allometrik atau heterogenic. Apabila pada ikan terdapat perubahan terus menerus secara proporsionil dalam tubuhnya dinamakan pertumbuhan isometrik atau isogenic (Effendie, 2002). Berdasarkan hasil monitoring perkembangan ikan bilih di Danau Toba, diketahui setelah 2 tahun penebaran, ikan bilih tumbuh dan berkembang biak dengan baik. Panjang total ikan bilih di Danau Toba antara 4,0-15,8 cm dan berat antara 0,5-30,0 gram, sedangkan di Danau Singkarak panjang hanya 4,0-8,5 cm dan berat antara 0,5-5,1 gram. Berdasarkan hasil pengukuran tahun 2008 di tempat pendaratan ikan di Parapat, ikan bilih mencapai panjang total 21,6 cm, berat 95 gram (Kartamihardia dan Sarnita, 2008).

8 Hubungan Panjang-Berat Berat dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang dengan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Tetapi hubungan yang terdapat pada ikan sebenarnya tidak demikian karena bentuk dan panjang ikan berbeda-beda. Dengan melakukan analisa hubungan panjang berat ikan tersebut maka pola pertumbuhan ikan dapat diketahui. Selanjutnya dapat diketahui bentuk tubuh ikan tersebut gemuk atau kurus (Effendie, 1997). Analisis panjang dan berat bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan di alam. Untuk mencari hubungan antara panjang total ikan dengan beratnya digunakan persamaan eksponensial sebagai berikut (Effendie, 1997) : W = a L b Keterangan : W = berat total ikan (g) L = panjang total ikan (mm) a dan b = konstanta hasil regresi (diperoleh dengan uji statistik regresi). Menurut Effendie (2002), jika kita plotkan panjang dan berat ikan dalam suatu gambar maka akan kita dapatkan seperti bentuk Gambar berikut: Gambar 2.2. Hubungan panjang dan berat pada ikan (Effendie, 2002) Jika rumus umum hubungan panjang-berat kita transformasikan ke dalam logaritma, akan menjadi persamaan: log W = log c + b log L, yaitu persamaan linier atau persamaan garis lurus (Gambar ). Harga b ialah harga pangkat yang harus cocok dari pangkat ikan agar sesuai dengan berat ikan. Menurut Carlander (1969)

9 dalam Effendie (2002), harga eksponen telah diketahui dari 398 populasi ikan berkisar 1,2 4,0, namun kebanyakan dari harga b tersebut berkisar 2,4-3,5. Gambar 2.3. Hubungan panjang dan berat ikan (Effendie, 2002) Hubungan panjang dan berat dapat dilihat dari nilai konstanta b, yaitu bila b = 3, hubungan yang terbentuk adalah isometrik (pertambahan panjang seimbang dengan pertambahan berat). Bila b 3 maka hubungan yang terbentuk adalah allometrik, yaitu bila b > 3 maka hubungan yang terbentuk adalah allometrik positif yaitu pertambahan berat lebih cepat daripada pertambahan panjang, menunjukkan keadaan ikan tersebut montok. Bila b < 3, hubungan yang terbentuk adalah allometrik negatif yaitu pertambahan panjang lebih cepat daripada pertambahan berat, menunjukkan keadaan ikan yang kurus (Effendie, 2002). Nilai praktis yang didapat dari perhitungan panjang dan berat ialah kita dapat menduga berat dari panjang ikan atau sebaliknya, keterangan tentang ikan mengenai pertumbuhan, kemontokan, perubahan dari lingkungan (Effendie, 2002) Faktor Kondisi Faktor kondisi adalah keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dengan angka-angka berdasarkan data panjang dan berat (Lagler, 1961 dalam Effendie, 1979). Menurut Effendie (1997), faktor kondisi menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi. Nilai faktor kondisi

10 dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad dan jenis kelamin. Nilai faktor kondisi ikan betina lebih besar dibandingkan ikan jantan, hal ini menunjukkan bahwa ikan betina memiliki kondisi yang lebih baik dengan mengisi cell sex untuk proses reproduksinya dibandingkan ikan jantan. Faktor kondisi dapat menjadi indikator kondisi pertumbuhan ikan di perairan. Faktor dalam dan faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan ialah jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah makanan yang menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, faktor kualitas air, umur, dan ukuran ikan serta kematangan gonad (Effendie, 1997). Faktor kondisi biasanya digunakan untuk menentukan kecocokan lingkungan dan membandingkan berbagai tempat hidup. Variasi faktor kondisi bergantung pada kepadatan populasi, tingkat kematangan gonad, makanan, jenis kelamin dan umur (Effendie, 1979). Selama dalam pertumbuhan, tiap pertambahan berat material ikan akan bertambah panjang dimana perbandingan liniernya akan tetap. Dalam hal ini dianggap bahwa berat ikan yang ideal sama dengan pangkat tiga dari panjangnya dan berlaku untuk ikan kecil atau besar. Bila terdapat perubahan panjang aau sebaliknya, akan menyebabkan perubahan nilai perbandingan tadi (Effendie, 2002). Apabila menghitung kondisi berdasarkan hubungan panjang berat dengan menggunakan rumus b W al, maka kita akan mendapatkan faktor kondisi yang dinamakan faktor kondisi relatif (Kn), dengan rumus sebagai berikut: W Kn. b al Deviasi Kn dari nilai 1 menerangkan semua variasi berat yang tidak berhubungan dengan berat yang menghasilkan faktor kondisi K kecuali jika b sama dengan 3 dimana hal ini jarang sekali terjadi. Ikan yang berukuran kecil mempunyai faktor kondisi yang tinggi, kemudian menurun ketika ikan bertambah besar. Hal ini berhubungan dengan perubahan makanan ikan tersebut. (Effendie, 2002).

11 Perbandingan Jenis Kelamin (sex ratio) Rasio kelamin merupakan perbandingan jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan betina dalam suatu populasi dimana perbandingan 1:1 yaitu 50% jantan dan 50% betina merupakan kondisi ideal untuk mempertahankan spesies. Namun pada kenyataanya di alam perbandingan rasio kelamin tidaklah mutlak, hal ini dipengaruhi oleh pola distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan (Effendie, 1997). Penyimpangan dari kondisi ideal tersebut disebabkan oleh faktor tingkah laku ikan itu sendiri, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhannya. Keseimbangan rasio kelamin dapat berubah menjelang pemijahan. Pada waktu melakukan ruaya pemijahan, populasi ikan didominasi oleh ikan jantan, kemudian menjelang pemijahan populasi ikan jantan dan betina dalam kondisi yang seimbang, lalu didominasi oleh ikan betina. Berdasarkan seksualitasnya, populasi ikan bilih termasuk dalam populasi heteroseksual yaitu terdiri dari ikan-ikan yang berbeda seksualitasnya (Effendie 2002). Untuk dapat membedakan antara ikan jantan dan betina dapat dilihat dari sifat seksual primer dan sekunder. Sifat seksual primer ditandai dengan ovarium dan pembuluhnya (ikan betina) dan testis dengan pembuluhnya (ikan betina) yang hanya dapat dilihat dengan melakukan seksi (pembedahan) namun hasil itu belum tentu positif. Sifat seksual sekunder ialah tanda-tanda luar yang dapat dipakai untuk membedakan jantan dan betina. Sifat seksual sekunder dapat dibagi menjadi dua yaitu bersifat sementara (hanya muncul pada musim pemijahan saja) dan bersifat permanen (tetap ada sebelum, selama dan sesudah musim pemijahan) (Effendie 2002). Pada ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Blekker.) jantan memiliki sifat seksual sekunder bersifat sementara yaitu terdapat semacam jerawat di atas kepala dengan susunan yang khas. Selain itu warna sisik yang lebih gelap dimiliki oleh ikan bilih jantan. Ikan bilih betina memiliki warna sisik yang lebih terang dan tidak ada tanda diatas kepala seperti yang dimiliki ikan bilih jantan.

12 Tingkat Kematangan Gonad Menurut Effendie (1997), tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Pengetahuan mengenai kematangan gonad diperlukan untuk menentukan atau mengetahui perbandingan antara ikan yang matang gonadnya dengan ikan yang belum matang gonad dari stok yang ada di perairan. Selain itu dapat diketahui ukuran atau umur ikan pertama kali matang gonad, mengetahui waktu pemijahan, lama pemijahan dan frekuensi pemijahan dalam satu tahun (Effendie, 1979). Dalam biologi perikanan, Effendie (1997) menyatakan bahwa pencatatan perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad ikan diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi dan yang tidak. Dari pengetahuan tahap perkembangan gonad ini juga akan didapatkan keterangan bilamana ikan tersebut akan memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah Menurut Effendie (2002), pengamatan kematangan gonad dilakukan dengan dua cara. Yang pertama cara histologi di laboratorium. Yang kedua cara morfologi yang dapat dilakukan di laboratorium dan dapat pula dilakukan di lapangan. Dari penelitian secara histologi akan diketahui anatomi perkembangan gonad tadi lebih jelas dan mendetail. Sedangkan hasil pengamatan secara morfologi tidak akan sedetail cara histologi, namun cara morfologi banyak dilakukan para peneliti. Dasar yang dipakai untuk menentukan tingkat kematangan gonad dengan cara morfologi ialah bentuk, ukuran panjang dan berat, warna dan perkembangan isi gonad yang dapat dilihat. Perkembangan gonad ikan betina lebih banyak diperhatikan daripada ikan jantan karena perkembangan diameter telur yang terdapat dalam gonad lebih mudah dilihat daripada sperma yang terdapat di dalam testes (Effendie, 2002). Di Danau Toba, ikan bilih dewasa matang gonad pada ukuran panjang antara 10,1-14,7 cm dengan rata-rata 11,9 cm dan kisaran berat antara 7,9-28,7 gram dengan rata-rata 15,8 gram (Kartamihardja dan Sarnita, 2008). Fekunditas ini lebih tinggi dari fekunditas ikan bilih di danau Singkarak yang rata-rata berkisar antara butir (Syandri, 1996). Hubungan antara fekunditas dengan panjang total ikan bilih di

13 Danau Toba mengikuti persamaan: F = 0,0237*L 2,6463, (R 2 = 0,6114), sedangkan di Danau Singkarak hubungan fekunditas dengan panjang total ikan bilih mengikuti persamaan: F = 0,03632*L 2,6653, (R 2 = 0,82) (Syandri, 1996) Kebiasaan Makanan Menurut Effendie (2002), besarnya populasi ikan dalam suatu perairan antara lain ditentukan oleh makanan yang tersedia. Dari makanan ini ada beberapa faktor yang berhubungan dengan populasi tersebut yaitu jumlah dan kualitas makanan yang tersedia, mudahnya tersedia makanan dan lama masa pengambilan makanan oleh ikan dalam populasi tertentu. Makanan tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan, kematangan bagi tiap-tiap individu ikan serta keberhasilan hidupnya (survival). Adanya makanan dalam perairan juga ditentukan oleh kondisi abiotik lingkungan seperti suhu, cahaya, ruang dan luas permukaan. Apabila satu spesies ikan telah diketahui secara umum kebiasaan makanannya, tetapi ketika diambil dari perairan tertentu terdapat kelainan dalam lambungnya, hal ini menunjukkan bahwa habitat itu secara alami tidak sesuai dengan ikan itu. Dengan demikian penilaian kesukaan ikan terhadap makanannya menjadi sangat relatif. Beberapa faktor yang diperhatikan adalah faktor penyebaran organisme sebagai makanan ikan, faktor ketersediaan makanan, faktor pilihan dari ikan itu sendiri serta faktor-faktor fisik yang mempengaruhi perairan. (Effendie, 2002). Di Danau Singkarak, presentasi komposisi makanan ikan bilih adalah detritus (39,4%), zooplankton (34,6%), fitoplankton (13,6%) dan serasah (12,4%) sedangkan di Danau Toba berupa detritus (47,5%) dan fitoplankton (24,4%) dan makanan tambahannya adalah zooplankton (8,8%) dan serasah (19,4%). Hal ini menunjukkan bahwa ikan bilih yang diintroduksikan dapat memanfaatkan kelimpahan makanan alami yang tersedia di Danau Toba yang selama ini belum banyak dimanfaatkan oleh jenis ikan lain. Dengan demikian, ikan bilih di danau Toba telah dapat mengisi relung (niche) makanan yang kosong. (Kartamihardja dan Purnomo, 2006 a ).

14 2.3. DANAU Ekosistem Danau Menurut Barus (2004), perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam. Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja. Berdasarkan pada proses terjadinya danau, dikenal danau tektonik yang terjadi akibat gempa dan danau vulkanik yang terjadi akibat aktivitas gunung berapi. Asal mula sebuah danau dapat bermacam-macam. Ada yang lahir karena terjadi patahan di permukaan bumi yang kemudian diikuti peristiwa klimat. Beberapa danau lain timbul karena gejala vulkan, karena belokan sungai yang terlalu dalam, karena depresi tanah kapur dan ada juga danau buatan (Soeriaatmadja, 1989). Menurut (Hutchinson&Loffler, 1956 dalam Barus 2004), air danau dapat dibedakan berdasarkan pola pencampuran/ sirkulasi sebagai berikut: a. Amiktis, yaitu danau yang terdapat di daerah kutub, terutama di Antartik dan sebagian kecil di Artik (Greenland) yang secara permanen tertutup oleh salju b. Monomiktis dingin, yaitu danau yang terdapat di daerah kutub dan sub kutub yang mengalami sirkulasi/ pencampuran secara sempurna hanya pada musim panas, sementara pada musim yang lain mengalami stagnasi winter dengan penutupan lapisan salju pada permukaan. c. Dimiktis, yaitu danau-danau yang terdapat di daerah temperata di bagian utara dari Amerika Utara yang mengalami sirkulasi sempurna pada saat musim gugur dan musim semi. d. Monomiktis panas, yaitu danau yang terdapat di daerah subtropis yang mengalami sirkulasi hanya pada musim dingin dan apabila permukaan air cukup mengalami pendingin. e. Oligomiktis, yaitu danau di daerah tropis yang sangat jarang mengalami sirkulasi yang sempurna. f. Polimiktis panas, yaitu danau di daerah tropis yang mengalami sirkulasi sempurna apabila terjadi penurunan temperatur yang sangat drastis.

15 g. Polimiktis dingin, yaitu danau-danau tropis yang terdapat di pegunungan yang tinggi dan selalu mengalami sirkulasi sempurna, umumnya adalah danau-danau yang terdapat pada ketinggian sekitar 3000 meter dpl. Ekosistem danau dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu Benthal merupakan zona substrat dasar yang dibagi menjadi zona litoral dan zona profundal. Litoral merupakan bagian dari zona benthal yang masih dapat ditembus oleh cahaya matahari, sedangkan zona profundal merupakan bagian dari zona benthal di bagian perairan yang dalam dan tidak dapat ditembus lagi oleh cahaya matahari. Zona perairan bebas sampai ke wilayah tepi merupakan habitat nekton dan plankton yang disebut zona pelagial. Selanjutnya dikenal zona pleustal, yaitu zona pada permukaan perairan yang merupakan habitat bagi kelompok neuston dan pleuston (Barus, 2004). Berdasarkan pada daya tembus cahaya matahari kedalam lapisan air, dapat dibedakan menjadi beberapa antara lain zona fotik (photic zone) di bagian atas, yaitu zona yang dapat ditembus cahaya matahari dan zona afotik (aphotic zone) di bagian bawah, yaitu zona yang tidak dapat ditembus oleh cahaya matahari (Barus, 2004) Danau Toba Danau Toba di Sumatera Utara merupakan danau vulkanik terluas di Indonesia (1.130 km 2 ), terletak pada ketinggian 905 m dpl dan kedalaman maksimum mencapai 600 m (± 213 m). Kedalaman tersebut menjadikan Danau Toba menempati urutan kesembilan sebagai danau terdalam di dunia (Lehmusluoti and Machmud, 1997 dalam Purnomo, 2008). Danau Toba terletak diantara LU dan BT dan dibatasi oleh 7 kabupaten yaitu Simalungun, Tapanuli Utara, Samosir, Toba Samosir, Karo, Humbang Hasundutan dan Dairi (Nasution, 2009). Daerah tangkapan air (catchment area) danau ini dibatasi oleh pegunungan dan perbukitan dengan kemiringan lahan yang curam hingga sangat curam. Lahanlahan tersebut sebagian besar berupa hutan (29,5%), sedangkan sisanya (70,5%) sudah berubah menjadi daerah pertanian/ perladangan milik rakyat. Akibatnya,

16 daerah ini sangat berpotensi menimbulkan longsor dan erosi tanah yang secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi kualitas perairan danau (Purnomo, 2008). Danau Toba merupakan sumber daya air yang mempunyai nilai sangat penting ditinjau dari fungsi ekologi, hidrologi serta fungsi ekonomi. Hal ini berkaitan dengan fungsi danau sebagai habitat berbagai jenis organisme air, sumber air minum bagi masyarakat sekitar, sumber air untuk kegiatan pertanian dan budidaya perikanan serta menunjang berbagai jenis kegiatan industri dan pariwisata (Barus, 2007). Secara umum kondisi perairan Danau Toba masih tergolong Oligotropik (miskin zat hara). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi di tengah danau (sekitar 500 m dari pinggir danau), kecerahan air mencapai m, kandungan nutrisi dalam air masih rendah dan kadar oksigen masih terdeteksi sampai ke dasar danau pada kedalaman antara m. Kadar nutrisi tinggi pada pinggir Danau Toba yang dekat dengan pemukiman dan aktivitas penduduk serta lokasi budidaya ikan dalam jaring apung (Barus, 2007) FAKTOR FISIKA DAN KIMIA DANAU Temperatur Menurut Barus (2004), temperatur air di suatu ekosistem danau dipengaruhi terutama oleh intensitas cahaya matahari tahunan, letak geografis serta ketinggian danau di atas permukaan laut. Walaupun variasi suhu dalam air tidak sebesar di udara, hal ini merupakan faktor pembatas utama karena organisme akuatik seringkali mempunyai toleransi yang sempit (Odum, 1994). Kerapatan air tertinggi terjadi pada suhu 4 C, di atas dan di bawah suhu tersebut air akan berkembang dan menjadi lebih ringan. Meskipun lapisan permukaan danau tertutup oleh salju, namun lapisan di bawahnya mempunyai temperatur relatif lebih hangat dan tidak membeku. Air yang membeku akan berada pada permukaan danau karena bobotnya yang lebih ringan sedangkan air hangat yang suhunya

17 mendekati 4 C akan berada pada lapisann yang lebih bawah. Hal ini memungkinkan organisme air untuk dapat bertahan hidup sepanjang musim dingin (Barus, 2004). Menurut Hukum Van t Hoffs bahwa kenaikan temperatur sebesar 10 0 C (hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir) dapat meningkatkan aktivitas fisiologis (misal respirasi) dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Pola temperatur ekosistem akuatik juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi badan perairan (Brehm & Maijering, 1990 dalam Barus, 2004). Danau yang dalam mengalami stratifikasi termal. Di musim panas, air di permukaan danau akan lebih hangat dan karena itu kurang padat daripada air pada kedalaman lebih besar, dan cenderung untuk membentuk dua lapisan yang berbeda. Lapisan permukaan (epilimnion) umumnya berada antara kedalaman 5 dan 8 m, dan lapisan yang lebih padat, hypolimnion yang lebih dingin. Lapisan permukaan dingin di musim dingin dan menjadi lebih padat, sehingga memungkinkan pencampuran yang lebih besar. Pencampuran dapat dipengaruhi oleh angin, dan penting karena dua lapisan memiliki sifat yang berbeda; lapisan bawah berisi DO lebih rendah dan lebih banyak nutrisi dari pada permukaan. Danau tropis yang dalam umumnya mengalami pembagian suhu sepanjang tahun (Arnell, 2002) Penetrasi Cahaya Jumlah energi matahari yang mencapai permukaan danau tergantung pada susunan faktor-faktor dinamis. Jumlah energi matahari langsung per unit waktu dari matahari, insiden pada permukaan luar atmosfer tegak lurus (normal) dengan sinar matahari pada jarak rata-rata bumi dari matahari, disebut sebagai konstanta surya. Jumlah energi yang diterima adalah fungsi dari ketinggian sudut insiden matahari untuk bumi dan sangat dipengaruhi oleh garis lintang dan musim (Wetzel, 1983). Menurut Barus (2004), kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda setiap ekosistem air yang berbeda. Pada batas akhir penetrasi cahaya disebut sebagai titik

18 kompensasi cahaya, yaitu titik pada lapisan air, dimana cahaya matahari mencapai nilai minimum yang menyebabkan proses asimilasi dan respirasi berada dalam keseimbangan. Dapat juga diartikan bahwa pada titik kompensasi cahaya ini, konsentrasi karbondioksida dan oksigen akan berada dalam keadaan relatif konstan. Bagi organisme air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya. Hewan nokturnal (aktif pada malam hari) pada intensitas cahaya maksimum akan dirangsang untuk melakukan gerakan mencari perlindungan (fototaksis negatif). Hewan diurnal (aktif pada siang hari) akan memberikan reaksi sebaliknya, mereka akan melakukan berbagai aktifitas (fototaksis positif). Kondisi demikian menyebabkan pemisahan spesies yang nyata antara siang dan malam hari, sehingga akan mengurangi kompetisi antar spesies dalam memperebutkan bahan makanan yang tersedia (Barus, 2004). Kejernihan dapat diukur dengan alat yang amat sederhana yang disebut dengan cakram Secchi (Odum, 1994). Prinsip penentuan kecerahan air dengan keping Secchi adalah berdasarkan batas pandangan ke dalam air untuk melihat warna putih yang berada dalam air. Semakin keruh suatu badan air akan semakin dekat dengan batas pandangan, sebaliknya kalau air jernih akan jauh batas pandangan tersebut. Keping Secchi berupa suatu kepingan yang berwarna hitam putih yang dibenamkan ke dalam air (Suin, 2002) Disolved Oxygen (DO) Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Di samping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut. Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung dari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut (Salmin, 2005).

19 Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada suhu 0 C, yaitu sebesar 14,16 mg/l O 2. Konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya suhu air. Dengan peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut (Barus, 2004). Oksigen yang berasal dari proses fotosintesis tergantung pada kerapatan tumbuhan-tumbuhan air, lama dan intensitas cahaya yang sampai ke badan air tersebut. Naik turunnya kadar oksigen terlarut dalam air sangat menentukan kehidupan hewan air (Suin, 2002). Odum (1994) menyatakan bahwa kadar oksigen akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar DO, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernnapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik. Metoda titrasi dengan cara Winkler secara umum banyak digunakan untuk menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl 2 dan NaOH KL, sehingga akan terjadi endapan MnO 2. Dengan menambahkan H 2 SO 4 atau HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I 2 ), yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na 2 S 2 O 3 ) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji) (Salmin, 2005) Biochemical Oxygen Demand (BOD 5 ) Banyak pengertian mengenai BOD atau Biochemical Oxygen Demand. Hariyadi (2004) mengutip beberapa pengertian tentang BOD, yaitu Suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh

20 mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991). Bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD adalah bahan organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable organic matter) oleh Boyd (1990). Suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai oleh Mays (1996). Menurut Barus (2004), nilai BOD 5 (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang diperlukan mikroorganisme aerobi dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada suhu 20 0 C (Fortsner, 1990). Dalam proses oksidasi secara biologis ini tentu saja dibutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan proses oksidasi secara kimiawi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengukuran BOD 5 adalah jumlah senyawa organik yang diuraikan, tersedianya organisme aerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian itu. Menurut Maier et all (2009), BOD adalah jumlah oksigen terlarut yang dikonsumsi oleh mikroorganisme selama oksidasi biokimia organik (karbon BOD) dan anorganik (materi amonia). Metodologi untuk mengukur telah sedikit berubah sejak dikembangkan pada tahun 1930.Pengukuran BOD (ditulis BOD 5 ) adalah pengukuran jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh populasi campuran bakteri heterothropic dalam gelap pada suhu 20 C selama 5 hari. Dalam tes BOD, air ditempatkan dalam botol 300-ml BOD dan diencerkan dalam buffer fosfat (ph 7,2) yang mengandung unsur anorganik lain (N, Ca, Mg, Fe) dan oksigen jenuh. Kadang-kadang mikroorganisme teraklimasi atau mikroorganisme dikeringkan, dijual dalam bentuk kapsul, yang ditambahkan ke air limbah kota dan industri, yang mungkin tidak memiliki mikroflora yang cukup untuk melaksanakan tes BOD. Dalam beberapa kasus inhibitor nitrifikasi ditambahkan ke sampel hanya untuk menentukan BOD karbon (Maier et all, 2009).

21 Prinsip pengukuran BOD cukup sederhana, yaitu mengukur kandungan oksigen terlarut awal (DO i ) dari sampel segera setelah pengambilan contoh, kemudian mengukur kandungan oksigen terlarut pada sampel yang telah diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap (20 C) yang sering disebut dengan DO 5. Selisih DO i dan DO 5 (DO i - DO 5 ) merupakan nilai BOD yang dinyatakan dalam miligram oksigen per liter (mg/l). Pengukuran oksigen dapat dilakukan secara analitik dengan cara titrasi (metode Winkler, iodometri) atau dengan menggunakan alat yang disebut DO meter yang dilengkapi dengan probe khusus (Hariyadi, 2004). Menurut Maier et all (2009), pengukuran BOD 5 terutama untuk pengelolaan limbah, umumnya digunakan untuk beberapa alasan: 1) Menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk perlakuan biologis terhadap bahan organik yang ada dalam limbah cair; 2) Menentukan ukuran fasilitas pengolahan limbah yang dibutuhkan; 3) Mengukur efisiensi proses perlakuan dalam pengolahan limbah; 4) Mengetahui kesesuaian batasan yang diperbolehkan bagi pembuangan air limbah Chemical Oxygen Demand (COD) Chemical Oxygen Demand atau COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd, 1990 dalam Hariyadi, 2004). Menurut Maier et all (2009), COD dibutuhkan untuk mengoksidasi semua karbon organik menjadi CO 2 dan H 2 O. Satu g karbohidrat atau 1 g protein setara dengan 1 g COD. Secara normal, jumlah COD adalah sekitar 0,5. Ketika rasio ini turun di bawah 0,3, itu berarti bahwa sampel mengandung sejumlah besar senyawa organik yang tidak mudah dibiodegradasi. COD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam O 2 /l. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar atau tidak bisa diuraikan secara biologis (Barus, 2004).

22 Bisa saja nilai BOD sama dengan COD, tetapi BOD tidak bisa lebih besar dari COD. Jadi COD menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada (Hariyadi, 2004). Metode pengukuran COD sedikit lebih kompleks, karena menggunakan peralatan khusus reflux, penggunaan asam pekat, pemanasan, dan titrasi. Peralatan reflux diperlukan untuk menghindari berkurangnya air sampel karena pemanasan. Pada prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium bikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu. Kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara titrasi. Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan (Hariyadi, 2004) ph Nilai ph menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan, didefinisikan sebagai logaritma dari resiprokal aktivitas ion hidrogen dan secara matematis dinyatakan sebagai ph = log1/h +, dimana H + adalah banyaknya ion hidrogen dalam mol per liter larutan. Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah larutan tersebut bersifat asam atau basa (Barus, 2004). Menurut Barus (2004), organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai ph netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa. Nilai ph yang ideal bagi organisme akuatik pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Nilai ph yang terlalu asam atau basa berbahaya bagi kelangsungan hidup plankton karena akan menyebabkan berbagai gangguan metabolisme dan respirasi. Toleransi organisme terhadap ph dibedakan menjadi stenion, yaitu organisme yang mempunyai toleransi sempit terhadap fluktuasi ph, dan euryion, yaitu organisme air yang mempunyai toleransi luas terhadap fluktuasi ph.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Toba Di dalam ekosistem terdapat komunitas, populasi dan individu serta karakteristiknya. Interaksi antar populasi dalam suatu ekosistem, relung dan habitat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) BOD (Biochemical Oxygen Demand) Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) COD atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Barat. Jenis ikan ini merupakan salah satu andalan komoditas ikan yang dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Barat. Jenis ikan ini merupakan salah satu andalan komoditas ikan yang dapat 20 TINJAUAN PUSTAKA Ikan Bilih Ikan bilih adalah ikan endemik yang hidup di Danau Singkarak, Sumatera Barat. Jenis ikan ini merupakan salah satu andalan komoditas ikan yang dapat dieksploitasi dari danau

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam. Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perairan Laut Belawan Perairan Laut Belawan yang berada di Kecamatan Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara banyak digunakan oleh masyarakat setempat untuk berbagai aktivitas.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara dan merupakan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam.air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Sungai Sungai umumnya lebih dangkal dibandingkan dengan danau atau telaga. Biasanya arus air sungai searah, bagian dasar sungai tidak stabil, terdapat erosi atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tawes 2.1.1 Taksonomi Tawes Menurut Kottelat (1993), klasifikasi ikan tawes adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Classis Ordo Familia Genus Species : Pisces : Ostariophysi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus

Lebih terperinci

KEPADATAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor sp.) DI SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LANGKAT

KEPADATAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor sp.) DI SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LANGKAT KEPADATAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor sp.) DI SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LANGKAT Hesti Wahyuningsih Abstract A study on the population density of fish of Jurung (Tor sp.) at Bahorok River in Langkat, North

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi ikan koi (Cyprinus carpio) Ikan koi mulai dikembangkan di Jepang sejak tahun1820, tepatnya di kota

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi ikan koi (Cyprinus carpio) Ikan koi mulai dikembangkan di Jepang sejak tahun1820, tepatnya di kota TINJAUAN PUSTAKA Biologi ikan koi (Cyprinus carpio) Ikan koi mulai dikembangkan di Jepang sejak tahun1820, tepatnya di kota Ojiya, Provinsi Niigata. Nenek moyangnya adalah ikan mas yang biasa disimpan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Perikanan ialah segala usaha penangkapan, budidaya ikan serta pengolahan sampai pemasaran hasilnya.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran luas 100 km x 30 km di Sumatera Utara, Indonesia. Di tengah danau ini terdapat sebuah pulau vulkanik bernama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Batang Toru Sungai Batang Toru merupakan salah satu sungai terbesar di Tapanuli Selatan. Dari sisi hidrologi, pola aliran sungai di ekosistem Sungai Batang

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Perairan sungai adalah suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan lotik).

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain: 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan maritim yang sangat luas sehingga Indonesia memiliki kekayaan perikanan yang sangat kaya.pengetahuan lingkungan

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran panjang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer yang terletak di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Danau

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret- 20 Juli 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN.. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton adalah organisme mikroskopis yang hidup melayang bebas di perairan. Plankton dibagi menjadi fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah organisme berklorofil

Lebih terperinci

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi 4 2.2. Morfologi Ikan Tambakan (H. temminckii) Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3. 1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido berada pada koordinat 106 48 26-106 48 50 BT dan 6 44 30-6 44 58 LS (Gambar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Ekosistem danau dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu benthal merupakan zona substrat dasar dibagi menjadi zona litoral dan zona profundal. Litoral merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Labiobarbus ocellatus Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D. 2012. Labiobarbus ocellatus (Heckel, 1843) dalam http://www.fishbase.org/summary/

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan adalah Purpossive Random Sampling dengan menentukan tiga stasiun pengamatan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sangat kuat terjadi dan terbentuk riak-riakan pasir besar (sand ripples) yang

TINJAUAN PUSTAKA. sangat kuat terjadi dan terbentuk riak-riakan pasir besar (sand ripples) yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Perairan Selat Malaka memiliki kedalaman sekitar 30 meter dengan lebarnya 35 kilometer, kemudian kedalaman meningkat secara gradual hingga 100 meter sebelum continental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu dari luar sistem perairannya sehingga dapat dinetralkan atau distabilkan kembali dalam jangka waktu

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan sungai Sungai merupakan salah satu dari habitat perairan tawar. Berdasarkan kondisi lingkungannya atau daerah (zona) pada sungai dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009- Juli 2010 di Danau Lut Tawar. Metode yang digunakan dalam penentuan stasiun adalah dengan metode Purposive

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lentik. Jadi daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lentik. Jadi daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai Sungai sebagai perairan umum yang berlokasi di darat dan merupakan suatu ekosistem terbuka yang berhubungan erat dengan sistem - sistem terestorial dan lentik. Jadi

Lebih terperinci

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22 Dikenal sebagai nila merah taiwan atau hibrid antara 0. homorum dengan 0. mossombicus yang diberi nama ikan nila merah florida. Ada yang menduga bahwa nila merah merupakan mutan dari ikan mujair. Ikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen) 2.1.1. Sumber DO di perairan Oksigen terlarut (DO) adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut di dalam air (Wetzel 2001). DO dibutuhkan

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

BAB 1 KIMIA PERAIRAN

BAB 1 KIMIA PERAIRAN Kimia Perairan 1 BAB 1 KIMIA PERAIRAN Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di perairan A. Definisi dan Komponen Penyusun Air Air merupakan senyawa kimia yang sangat

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

Indeks Gonad Somatik Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr.) Yang Masuk Ke Muara Sungai Sekitar Danau Singkarak

Indeks Gonad Somatik Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr.) Yang Masuk Ke Muara Sungai Sekitar Danau Singkarak Indeks Gonad Somatik Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr.) Yang Masuk Ke Muara Sungai Sekitar Danau Singkarak ENDRI JUNAIDI, ENGGAR PATRIONO, FIFI SASTRA Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Sriwijaya,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Sungai berperan sebagai jalur transport terhadap aliran permukaan, yang mampu mengangkut berbagai jenis bahan dan zat bila dipandang dari sudut hidrologis.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kijing, kaung-kaung, kapal kapalan, kedaung dan kemudi kapal. Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kijing, kaung-kaung, kapal kapalan, kedaung dan kemudi kapal. Menurut 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerang Hijau (Perna Viridis ) Kerang hijau (Perna virisis) memiliki nama yang berbeda di Indonesia seperti kijing, kaung-kaung, kapal kapalan, kedaung dan kemudi kapal. Menurut

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

stasiun 2 dengan stasiun 3 dengan stasiun 3 Stasiun 1 dengan Stasiun 1 Morishita Horn

stasiun 2 dengan stasiun 3 dengan stasiun 3 Stasiun 1 dengan Stasiun 1 Morishita Horn Didapatkan hasil sungai Wonorejo Surabaya mempunyai indeks kesamaan komunitas makrozoobenthos antara stasiun 1 dengan stasiun 2 yaitu 0.88. Perbandingan dari kedua stasiun ini memiliki indeks kesamaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Ekosistem perairan dapat dibedakan menjadi air tawar, air laut dan air payau seperti terdapat di muara sungai yang besar. Dari ketiga ekosistem perairan tersebut,

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

Sifat fisika air. Air O. Rumus molekul kg/m 3, liquid 917 kg/m 3, solid. Kerapatan pada fasa. 100 C ( K) (212ºF) 0 0 C pada 1 atm

Sifat fisika air. Air O. Rumus molekul kg/m 3, liquid 917 kg/m 3, solid. Kerapatan pada fasa. 100 C ( K) (212ºF) 0 0 C pada 1 atm Sifat fisika air Rumus molekul Massa molar Volume molar Kerapatan pada fasa Titik Leleh Titik didih Titik Beku Titik triple Kalor jenis Air H 2 O 18.02 g/mol 55,5 mol/ L 1000 kg/m 3, liquid 917 kg/m 3,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia memiliki banyak hutan

Lebih terperinci

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi ikan adalah adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi alam yang menguntungkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan keseragaman.induk yang baik untuk pemijahan memiliki umur untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir-hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir memiliki lebar maksimal 20 meter dan kedalaman maksimal 10 meter.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN UMUM 1 BAB I PENDAHULUAN UMUM A. Latar Belakang Mollusca sebagai salah satu hasil perairan Indonesia sampai saat ini belum mendapatkan perhatian yang layak. Pemanfaatan Pelecypoda masih terbatas yaitu di daerah-daerah

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sungai Ekosistem akuatik terdiri dari payau, laut, dan perairan tawar. Ekosistem air tawar dibagi atas dua yaitu perairan lentik (perairan diam atau tenang, misalnya: danau,

Lebih terperinci