BAB I PENDAHULUAN. menderita penyakit kronik. Menurut National Center for Health Statistic

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu episode sulit dalam kehidupan adalah ketika individu menderita penyakit kronik. Menurut National Center for Health Statistic Amerika Serikat, penyakit kronik adalah sakit yang diderita selama tiga bulan atau lebih. Secara umum, penyakit kronik memiliki progress kesembuhan yang lambat dan durasi sakitnya lama, serta membutuhkan perawatan medis (Brief, 2012). Penelitian ini akan berfokus pada salah satu penyakit kronik, yaitu kanker. Menurut Encyclopedia of Life Sciences yang ditulis oleh Alison (2001), kanker adalah penyakit fatal yang sangat potensial utamanya disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan yang berhubungan dengan mutasi gen dimana terjadi regulasi sel protein yang kritis. Penyimpangan yang diakibatkan oleh perilaku sel yang mengarah pada sejumlah sel abnormal yang merusak sekeliling jaringan otot dan menyebar ke organ vital dalam menyebarkan penyakit, biasanya merupakan sebuah pertanda dari kematian pasien yang semakin dekat. Berdasarkan data dari National Cancer Institute tahun 2009, individu yang didiagnosa mengidap kanker di tahun 2000, sebanyak 67% dapat bertahan setidaknya selama lima tahun (Pudrovska, 2010). Meningkatnya berbagai inovasi dalam teknologi medis dapat digunakan untuk mendiagnosa survivor kanker lebih awal dan meningkatkan perawatan pada berbagai jenis kanker. Saat ini jumlah survivor kanker di Indonesia mulai mengalami peningkatan yang cukup tajam. WHO bahkan telah memprediksi bahwa pada 1

2 2 tahun 2030 akan terjadi peningkatan kasus kanker yang semakin tinggi di Indonesia hingga mencapai tujuh kali lipat dari kasus sebelumnya ( sia/). Di Amerika, kanker menempati urutan kedua sebagai penyebab kematian pada orang dewasa. Sebuah institusi kesehatan di Amerika yaitu American Cancer Society (2013), dalam tulisannya menjelaskan bahwa kanker dimulai ketika sel-sel dalam bagian tubuh individu tumbuh tidak terkendali di luar kontrol. Jenis kanker sangat banyak, tetapi hampir semua jenis kanker disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel abnormal yang tidak terkontrol. Data dari Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi kanker tertinggi terdapat di provinsi DI Yogyakarta yaitu sebesar 4,1 persen, diikuti Jawa Tengah 2,1 persen, Bali 2 persen, Bengkulu, dan DKI Jakarta masing-masing 1,9 persen per mil. Angka ini jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan prevalensi nasional yaitu sebesar 1,4 persen per mil. Selain itu, kanker menempati urutan ketiga setelah asma dan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) dalam klasifikasi penyakit tidak menular (PTM) yang paling banyak menyebabkan kematian pada individu di Indonesia. Kanker merupakan salah satu penyakit kronik dan mematikan sehingga dapat menurunkan harapan hidup dan kesembuhan pada survivor kanker. Umumnya survivor kanker mengalami penurunan dalam berfungsi secara penuh untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Idealnya, meskipun dalam situasi sulit individu hendaknya mampu mengoptimalkan fungsi psikologisnya. Optimal psychological functioning tidak hanya bermakna pada pencapaian terhadap karakteristik-karakteristik

3 3 tertentu, namun pada sejauh mana seseorang terus-menerus mengembangkan potensi dirinya, bertumbuh dan meningkatkan kualitas positif pada dirinya (Ryff, 1989). Sakit kanker yang menempatkan individu dalam episode sulit dalam hidup bukanlah hal mudah untuk dilalui dan menjadikan individu bertumbuh memiliki kualitas pribadi yang lebih baik. Roberts dkk. (1997), menyatakan bahwa kanker dapat meningkatkan beban finansial, mengacaukan pekerjaan, menciptakan ketegangan dalam keluarga dan hubungan sosial. Berdasarkan penelitian Lazarus dan Folkman (1984), terdapat pandangan dualistik terhadap kanker yang merupakan pengalaman multidimensional kompleks yang dapat memberikan perbedaan pada cara memaknai dan konsekuensi, tergantung pada bagaimana individu memandang kanker sebagai ancaman atau tantangan. Secara alami, manusia memiliki insting untuk bereaksi dalam menghadapi fase-fase sulit di hidupnya. Berdasarkan penelitian Tedeschi dan Calhoun (dalam Geise, 2008), menyatakan bahwa ketika dihadapkan pada pengalaman traumatis atau penuh stres maka individu sering melaporkan bahwa dirinya bertumbuh dari pengalaman tersebut. Pengalaman hanya akan menjadi pengalaman jika tidak dimaknai oleh individu yang mengalami. Pada fase sulit yang dihadapi survivor kanker idealnya mampu membentuk menjadi pribadi yang lebih optimal dan terus bertumbuh. Sebuah berita online terkait kehidupan survivor kanker yang mampu bertumbuh dalam kondisi sakit adalah seorang survivor kanker berinisial EH. EH adalah satu survivor kanker yang berjuang melawan tiga jenis kanker yang dideritanya. Sebelum tahun 2005, EH adalah seorang perempuan

4 4 dengan karir, pergaulan dan kehidupan yang cemerlang. EH pernah menjadi CEO perusahaan multinasional, dosen dan konsultan keuangan perbankan di beberapa tempat. Pada tahun 2005 kehidupan EH berubah karena EH divonis menderita kanker payudara stadium lanjut. Berbagai pengobatan dijalani baik pengobatan alternatif maupun medis. Sejak saat itu EH selama bertahun-tahun tidak pernah menyerah dan berhenti menularkan semangat sembuh ke survivor kanker lain. Kanker payudara yang berhasil dilewati dan penyebaran kanker payudara yang berhasil EH atasi, ternyata membuat EH harus menyerah dari kanker tulang yang menggerogoti. Dikeroyok tiga kanker ganas dan dapat bertahan hidup selama delapan tahun adalah suatu prestasi bagi para survivor kanker ( 30/enny-hardjanto-perjuangan-melawan-kanker-itu-berakhir-sudah/). Perjuangan EH sebagai survivor kanker adalah bukti bahwa tidak selamanya kanker menjadi momok menakutkan dan menjadikan hidup individu stagnan. Individu dalam berfungsi optimal secara psikologis harus berkembang, mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki untuk tumbuh dan maju. Individu yang terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru berarti individu tersebut akan terus berkembang tidak hanya mencari suatu titik diam di mana semua masalah yang dihadapi terselesaikan. Sikap diam tidak dapat memampukan individu untuk bertumbuh. Fase kehidupan yang sulit yang dialami survivor kanker dapat diartikan sebagai masalah besar atau kesempatan untuk bertumbuh. Setiap individu berpotensi untuk berisiko dan mengembangkan berbagai jenis kanker, namun tidak semua individu yang didiagnosa terkena kanker mampu melalui sisa hidupnya dengan semangat yang sama atau

5 5 bahkan lebih baik saat sebelum divonis kanker. Dukungan sosial dari orangorang terdekat sangat dibutuhkan dalam menghadapi fase sulit di kehidupan. Individu yang divonis kanker idealnya akan memanfaatkan waktu sebaik mungkin karena memiliki prediksi akan harapan hidup meskipun tidak absolut. Survivor kanker diharapkan mampu menerima kondisinya dan berjuang untuk tetap bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Pengalaman bertumbuh yang dialami survivor kanker adalah pertumbuhan pribadi atau biasa disebut personal growth. Berdasarkan perspektif rangkaian perjalanan hidup, kanker dapat dipandang sebagai turning point yang mempengaruhi pembentukan personal growth secara langsung (Taylor, 1983). Kajian personal growth dipandang relevan untuk menjelaskan dinamika pengalaman hidup para survivor kanker. Diantara pengaruh psikologi positif pada kanker, personal growth dipandang sebagai bagian penting yang utama (Costanzo dkk, 2009). Personal growth merupakan salah satu aspek dari psychological well-being yang dikemukakan oleh Ryff. Banyak hal yang berhubungan dengan personal growth dalam penelitian psikologi, termasuk posttraumatic growth, stress related growth, dan benefit finding (Helgeson dkk, 2006). Namun, definisi personal growth berbeda dengan variabel yang telah disebutkan. Menurut Ryff (1989) personal growth merupakan sebuah rasa untuk mengembangkan kemampuan seseorang dengan cara bertumbuh dan berkembang sebagai individu dalam menghadapi kesengsaraan atau kesulitan hidup. Pertumbuhan pribadi (personal growth) yang dialami seseorang sebagain besar datang dari pengalaman hidup, misalnya pengalaman trauma yang dipercaya dapat menghasilkan pertumbuhan

6 6 (Geise, 2008). Personal growth bukanlah proses instan, karena untuk bertumbuh manusia membutuhkan fase-fase sulit terlebih dahulu yang harus dilewati. Personal growth sangat relevan untuk topik kanker, karena kanker merupakan salah satu pengalaman yang dapat menghancurkan hidup dan mengancam eksistensi individu tetapi dapat dijadikan sebagai tantangan dan kesempatan baru untuk bertumbuh dan berkembang sebagai individu (Pudrovska, 2010). Konsep dari personal growth pada awalnya banyak ditemukan dalam literatur trauma dan kesedihan pascakematian berdasarkan sentimen yang kuat tentang tumbuh dapat muncul searah dengan kejadian-kejadian buruk atau sulit dalam hidup (Hogan & Schmidt, 2002). Lebih jauh, Hogan dan Schmidt mendeskripsikan personal growth dalam ranah kesedihan sebagai sebuah proses menjadi lebih perhatian dan terhubung dengan orang lain, mengevaluasi apa yang sebenarnya sangat bermakna dalam hidup, dan menentukan kembali prioritas. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam terkait dinamika psikologis pengalaman personal growth pada survivor kanker. B. Pertanyaan Penelitian Rumusan pertanyaan penelitian adalah: Bagaimana dinamika psikologis pengalaman personal growth pada survivor kanker?

7 7 C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dinamika psikologis pengalaman personal growth pada survivor kanker. D. Manfaat penelitian Penelitian tentang personal growth memiliki beberapa manfaat baik secara teoritis maupun kontekstual dalam kehidupan manusia. Manfaat secara teoritis adalah untuk melakukan studi kasus terkait variabel personal growth. Temuan-temuan dalam penelitian diharapkan mampu membangun konstrak baru dalam dimensi personal growth pada survivor kanker. Manfaat secara kontekstual adalah hasil pada penelitian ini dapat dipahami oleh survivor kanker lain untuk bertumbuh atau sekedar informasi untuk mengetahui pengalaman personal growth pada partisipan penelitian. E. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya Penelitian sejenis terkait topik personal growth sudah pernah diteliti oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian berjudul Happiness and Personal growth are Attainable in Interferon-Beta-1a Treated Multiple Sclerosis Patients oleh Barak dan Achiron (2010) menggunakan analisis statistik inndependent-sample approach untuk analisis data. Sedangkan untuk pengumpulan data menggunakan kuisioner. Total partisipan adalah 105 pasien RRMS (relapsing-remitting multiple sclerosis) dan 87 relawan yang sehat. Sehingga menunjukkan adanya perbedaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian ini terkait cara pengumpulan dan analisis data, serta partisipan penelitian yang ditetapkan.

8 8 Penelitian lain adalah penelitian Ott dkk. (2007) yang berjudul Grief and Personal growth Experience of Spouses and Adult-Child Caregivers of Individuals with Alzheimer s Disease and Related Dementias. Penelitian Ott dkk. menggunakan sebuah modifikasi dari model Marwit Meuser Sanders Caregiver Grief untuk menguji faktor-faktor yang berkontribusi dalam grief dan personal growth individu. Analisis data menggunakan chi-suare test, t- test, varians analisis multivariat, korelasi dan analisis regresi bertingkat dalam analisis cross-sectional pada 201 caregiver pasangan suami istri dan caregiver anak-anak dengan variasi tingkatan penyakit. Penelitian Ott dkk. menekankan pada psikologi gerontologi, sedangkan penelitian ini lebih berfokus pada pengalaman personal growth pada survivor kanker. Penelitian Levine, dkk. (2006) yang berjudul Personal Growth During Internship bertujuan untuk mengeksplor proses yang berhubungan dengan personal growth selama masa belajar suatu keahlian. Setiap 8 minggu, respon partisipan dilaporkan melalui dengan pertanyaan terbuka yang berhubungan dengan personal growth. Metode pengumpulan data ini jelas berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi dan wawancara semi terstruktur yang sebelumnya telah dibuat panduan wawancara guna memudahkan peneliti. Pudrovska (2010), melakukan penelitian yang berjudul What Makes You Stronger: Age and Cohort Differences in Personal Growth after Cancer. Penelitian Pudrovska ingin membandingkan perubahan dalam personal growth dalam periode 10 tahun diantara para survivor kanker dan individuindividu tanpa kanker. Kerangka teori penelitian menggunakan studi integrasi antara impairment, resiliensi dan perspektif thriving. Temuan dari penelitian

9 9 ini adalah terdapat perbedaan skor antara personal growth dan status kanker individu, yaitu personal growth pada kelompok usia yang lahir di tahun an, 1950-an, 1960-an mengalami penurunan dan skornya meningkat di kelompok usia 1920-an. Sedangkan untuk status kanker, dinyatakan bahwa survivor kanker yang didiagnosa kanker pada kelompok usia lebih tua (>50 tahun) tingkat depresi dan kecemasannya relatif lebih rendah. Pada penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan rancangan penelitian fenomenologi. Selain itu, penelitian ini tidak membedakan partisipan dalam kelompok usia (cohort). Perbedaan-perbedaan pada penelitian sebelumnya mendorong penelitian ini menarik untuk dilakukan. Data dari Riset Kesehatan Dasar (2013) menunjukkan bahawa kanker menempati urutan ketiga sebagai penyebab kematian individu setelah asma dan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK). Prevalensi kanker di provinsi DI Yogyakarta sebanyak 4,1 persen per mil, dan lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki. Dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia, provinsi DI Yogyakarta memiliki prevalensi kanker tertinggi. DI Yogyakarta yang notabene merupakan provinsi dengan prevalensi kanker tertinggi dinilai sangat tepat untuk mendalami kehidupan para survivor kanker. Data yang dikumpulkan dan dianalisis dengan pendekatan kualitatif dan rancangan fenomenologi diharapkan mampu menghasilkan data yang kaya, dalam dan dinamis.