Tafsiran Poligami Dalam Pandangan Muhammad Syahrur Copyright 2017 Ozy Publisher vii+83 hlm.; 23 cm x 16 cm ISBN:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tafsiran Poligami Dalam Pandangan Muhammad Syahrur Copyright 2017 Ozy Publisher vii+83 hlm.; 23 cm x 16 cm ISBN:"

Transkripsi

1

2 i

3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2: 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pengarang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. Ketentuan Pidana: Pasal Barangsiapa yang sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 Ayat (1) atau pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp ,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (lima miliar rupiah) 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (tahun) dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah). ii

4 iii

5 Tafsiran Poligami Dalam Pandangan Muhammad Syahrur Copyright 2017 Ozy Publisher vii+83 hlm.; 23 cm x 16 cm ISBN: Penyusun: Aramyth Li, dkk. Perancang Sampul: Michelia Alba Penyunting Naskah: Siti Zulaikhah, S.E., A.kt., M. Si Penata Letak: Feliana Vinda Vicelia Redaksi: Ozy Publisher Jl. KH Hasyim Asy ari No 29 Kauman Pasar Kliwon Surakarta Cetakan pertama: Juni 2017 Perpustakaan Nasional RI Data Katalog dalam Terbitan (KDT) Ma mun Efendi. Tafsir Poligami / penulis naskah, Ma mun Efendi. Surakarta: Ozy Publisher, vii+83 hlm.; 16 cm x 23 cm ISBN: Buku Tafsiran Poligami Dalam Pandangan Muhammad Syahrur Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit Isi di luar tanggung jawab Penerbit iv

6 KATA PENGANTAR Puji syukur hanya bagi Allah swt yang telah menurunkan al-quran sebagai sumber Islam yang utama memuat Ibadah, Sosial dan Hukumhukum. Salawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw, yang telah menuntun manusia menuju alam yang penuh dengan cahaya. Selanjutnya, penulisan buku ini dengan judul Tafsir Poligami Dalam Pandangan Muhammad Syahrurtidak akan pernah mencapai tahap penyelesaian tanpa bantuan dari beberapa pihak yang telah memberi dukungan kepada penulis baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr.H.A.Mufrod Teguh Mulyo,M.H. Rektor UNU Surakarta 2. Bapak Sutrisno, S.H., M.Hum Pembantu Rektor I UNU Surakarta 3. Bapak Dr. Rustam Ibrahim, M.S.I Pembantu Rektor II UNU Surakarta. Tidak lupa terima kasih khusus penulis sampaikan kepada orangorang terdekatnya : 1. Isteri tercinta Dr.Hj.Yuyun Affandi, Lc., M.A., 2. Anak-anak tersayang (Nadiah, Hisyam, Abdulaziz dan Wafa) atas dukungannya. Penulis hanya bisa berdoa semoga bantuan, dukungan, dorongan, bimbingan, pelayanan, saran, dan kritikannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah swt. Dengan harapan semoga buku ini bermanfaat bagi para pembaca amin. Semarang, September 2017 v

7 DAFTAR ISI Halaman Judul... i Halaman Kata Pengantar...v Halaman Daftar Isi... vi BAB I PARADIGMA POLIGAMI...1 BAB II METODE TAFSIR AL-QUR AN...5 A. Pengertian Tafsir...5 B. Sejarah Perkembangan Tafsir...6 C. Bentuk dan Corak Penafsiran al-qur an...9 D. Metode Penafsiran Ayat-ayat Hukum...17 BAB III PENAFSIRAN AYAT-AYAT POLIGAMI...25 A. Al-Jami liahkamal-qur an...25 B. Taisir al-karim al-rahman fi Tafsir Kalam al-mannan...27 C. Al-Asasfial-Tafsir...29 D. Tafsir al-jalalain...30 E. Tafsir al-misbah...30 BAB IV PENAFSIRAN MUHAMMAD SYAHRUR DALAM AYAT-AYAT POLIGAMI...32 A. Biografi Intelektual Muhammad Syahrur...32 B. Metode Penafsiran Muhammad Syahrur dalam Memahami Ayat-ayat Hukum...36 C. Metode dan Pemahaman Muhammad Syahrur dalam Menafsirkan Ayat-ayat Poligami...44 vi

8 BAB V ANALISIS PEMAHAMAN MUHAMMAD SYAHRUR TENTANG POLIGAMI...52 A. Analisis Metode Penafsiran al-kitab Muhammad Syahrur di Tengah Metode Penafsiran Ulama Lainnya...52 B. Analisis Metode Penafsiran Ayat Poligami Muhammad Syahrur di Tengah Penafsiran Ulama Lainnya...61 BAB VI KESIMPULAN...75 DAFTAR PUSTAKA vii

9 BAB I PARADIGMA POLIGAMI Poligami merupakan permasalahan klasik namun senantiasa actual. Klasik karena persoalan poligami telah ada sejak masa awal Islam, bahkan sebelum Islam. Aktual karena dalam setiap tahun sampai sekarang persoalan selalu muncul bersamaan dengan praktik yang dilakukan oleh umat Islam, sehingga hal ini menjadi perbincangan menarik dan hangat bagi umat Islam khususnya. Para pemikir keislaman banyak yang mencurahkan kemampuannya untuk memahami persoalan poligami dalam Islam. Masing-masing ulama memiliki cara dalam memahami persoalan tersebut, baik dari kalangan mufassir, fukaha, maupun pemikir keislaman lainnya. Yang menarik adalah, dasar pijakan semua pemikir keislaman tersebut bersumber dari ayat-ayat al-qur an yang sama. Baik, yang menerima poligami maupun yang menolak poligami. Mereka memahami firman Allah swt, surat al-nisa (4) : 3, dengan kecenderungan dan keahlian ilmu masing-masing. Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap hak-hak anak perempuan yatim (apabila kamu hendak menikahi), maka nikahilah wanitawanita yang kamu senangi dua, tiga, atau empat, kemudian jika kamu takut tidak dapat berbuat adil, maka (nikahilah) seor ang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat dengan tidak berbuat aniaya. Kecenderungan dan keahlian ilmu yang dimiliki oleh masingmasing pemikir keislaman ini menampilkan produk hukum yang berbeda satu sama lain. Setidaknya ada dua pendapat dalam masalah poligami, yaitu satu kelompok menolak poligami dan kelompok lain menerima adanya poligami. Kebanyakan pemikir Islam menerima 1

10 adanya poligami, meski mereka berbeda dalam syarat yang harus dipenuhi untuk melaksanakan poligami, dari syarat yang terberat sampai syarat yang ringan. Tidak adanya kesepakatan di antara pemikir muslim sejak masa awal Islam sampai masa sekarang, karena (a) teks ayat poligami terbuka untuk multi tafsir, dan (b) subyektivitas pemikir keislaman. Di sinilah letak pentingnya kecenderungan dan keahlian yang dimiliki umat muslim. Muhammad Syahrur Dan Poligami Pada dekade terakhir ini, terdapat beberapa pemikir keislaman yang menjadi perhatian bagi umat muslim. Diantara pemikir-pemikir keislaman tersebut adalah Muhammad Syahrur. Ia mendapat perhatian besar umat muslim. Sebagai seorang insinyur dan pemikir keislaman yang lahir di Damaskus, ia memandang bahwa hukum Islam yang berangkat dari ketentuan nas harus selalu hidup sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan demikian, kemaslahatan umat manusia akan terwujud sepanjang zaman dan di manapun mereka berada, tidak hanya untuk kemaslahatan manusia pada suatu zaman atau kemaslahatan manusia di daerah tertentu. Perbedaan pemahaman yang ditampilkan oleh Muhammad Syahrur dengan ulama pada umumnya ( jumhur al-ulama) penggunaan pendekatan kebahasaan, yaitu ia menolak sinonimitas bahasa dalam al- Qur an. Tidak seperti ulama lainnya yang ( jumhur ulama) mengakui adanya sinonimitas bahasa dalam al-qur an. Menurut Muhammad Syahrur (2000a: 192), setiap kata dalam al-kitab (al-qur an) mempunyai makna masing-masing. Berangkat dari perbedaan metode dalam menafsirkan ayat-ayat al-qur an, maka perbedaan antara Muhammad Syahrur dengan ulama lainnya berlanjut pada hasil pemahaman terhadap maksud kandungan ayat-ayat al-qur'an. Untuk memahami masalah poligami, Muhammad Syahrur (2000b: 303) berpegang pada surat al-nisa' (4): 3, dalam mensyaratkan diperbolehkannya poligami, yaitu wanita yang akan dijadikan istri kedua, ketiga, dan keempat adalah janda yang mempunyai anak yatim. Hal ini didasarkan atas hubungan sebab akibat antara ayat poligami 2

11 dengan ayat tentang anak yatim, yaitu surat al-nisa1 (4): 2-4. Muhammad Syahrur melihat masalah poligami berdasarkan atas konsep kemanusiaan, yakni hati nurani kepada anak-anak yatim, dengan cara menunaikan hak-haknya, memberi perlindungan dan pengurusan. Sebetulnya, pemahaman Muhammad Syahrur ini masih terdapat celah kelemahan. Jika Muhammad Syahrur melihat ayat ketiga dari surat al-nisa' (4), masih berhubungan dengan ayat sebelumnya dalam surat yang sama, yaitu ayat kedua dari surat al-nisa' (4): 4 3 Dan berikanlah kepada anak-anak yatim harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu memakan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (memakan dan menukar) itu, adalah dosa besar. Hal itu memang benar, dalam kaitannya memperhatikan nasib anak yatim yang bersentuhan dengan harta benda mereka, baik dalam keadaan mereka diampu di luar nikah seperti dalam surat al-nisa' (4): 2 atau berlanjut di jenjang pernikahan seperti dalam Surat al-nisa' (4): 3. Namun, bukan hubungan anak yatim yang dinikahi ibunya seperti yang dinyatakan Syahrur di atas, karena tidak sesuai dengan asbab alnuzul turunnya ayat tersebut. Sebab turunnya ayat tersebut berkaitan dengan riwayat Aisyah istri Rasulullah saw., ketika menjawab pertanyaan Urwah bin Zubair, anak Asma kakak Aisyah, yang sering bertanya kepadanya tentang masalah agama yang musykil. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Abu Abdi Allah Muhammad Ibn Ismail al-bukhari (tt., III: ): حدثنا علي عن حسان بن إبراھیم عن یونس بن یزید عن الزھري قال أخبرني عروة أنھ سا ل عاي شة عن قولھ تعالي : قالت یا ابن أختي الیتیمة تكون في حجر ولیھا فیرغب في مالھا وجمالھا یرید أن یتزوجھا با دنى من سنة صداقھا فنھوا أن ینكحوھن إلا أن یقسطوا لھن فیكملوا الصداق وأمروا بنكاح من سواھن من النساء. أخرجھ البخاري.

12 Ali meriwayatkan (hadis) kepada kita dari Hasan Ibn Ibrahim dari Yunus Ibn Yazid dari al-zuhfi, dia berkata Urwah menceritakan kepadanya bahwa dia bertanya kepada Aisyah (tentang sebab turunnya ayat) Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap hak-hak anak perempuan yang yatim (apabila kamu hendak menikahi), maka nikahilah wanita-wanita yang kamu senangi dua, tiga atau empat, kemudian jika kamu takut tidak dapat berbuat adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat dengan tidak berbuat aniaya. Aisyah menjawab: Wahai kemenakanku! Ayat ini mengenai anak perempuan yatim yang dalam penjagaan walinya, kemudian, si wali tertarik kepada harta dan kecantikan anak itu, lalu ia bermaksud menikahinya dengan membayar mahar di bawah kelaziman. Maka mereka (para wali) dilarang menikahi mereka (perempuan yatim), kecuali jika bisa berbuat adil dengan member i mereka secara sempurna. Dan mereka diperintah untuk menikahi wanita selain anak yatim. Keterangan di atas menjelaskan tentang wanita yang akan dinikahi untuk menjadi istri kedua, yaitu seorang anak yatim, bukan wanita yang memiliki anak yatim (janda). Dalam surat al-nisa (4): 3, Muhammad Syahrur (2000: 599) juga mengatakan, bahwa adil adalah antara anak-anaknya dan anak-anak dari istri yang dinikahinya. Hal ini juga kurang tepat, sebab yang dimaksud adil dari ayat tersebut adalah adil di antara istri-istrinya, seperti yang ditegaskan dalam ayat lain dari surat al-nisa (4): 129, yaitu: Dan kamu sekali-kali tidak dapat berlaku adil di antara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian. Karena itu, janganlah kamu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan). maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lag i Maha Penyayang. Tentunya, masih banyak hal yang harus dikritisi mengenai metode dan pemahaman yang ditawarkan oleh Muhammad Syahrur dalam menganalisis masalah poligami. 4

13 BAB II METODE TAFSIR AL-QUR AN A. Pengertian Tafsir Allah swt menurunkan kitab suci al-qur'an kepada Nabi Muhammad saw. sebagai petunjuk bagi manusia dalam mengarungi kehidupannya. Petunjuk yang terdapat di dalam al-qur'an menjelaskan segala sesuatu yang harus dilakukan manusia, yang boleh dilakukan, dan yang tidak boleh dilakukan, sebagai sumber pengetahuan bagi manusia, serta menjelaskan segala sesuatu yang esensial bagi manusia. Oleh sebab itu, perlu pemahaman yang mendalam tentang isi kandungan al-qur'an, agar manusia mengerti dan memahami pesan yang disampaikan al-qur'an. Sebab, al-qur'an bukan hanya merupakan sebuah kitab suci yang dibaca dan diulang-ulang dengan suara yang indah, tetapi yang lebih penting adalah manusia mempelajari, memahami, dan melaksanakan petunjuk yang diberikan al-qur'an. Allah swt. berfirman dalam surat al-nahl (16) ayat 44: Dan Kami turunkan kepada kamu al-qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. Untuk mempelajari dan memahami makna yang terkandung di dalam al-qur'an, dibutuhkan suatu disiplin ilmu. Disiplin ilmu yang lazim dipakai untuk memahami makna yang terkandung di dalam ayat-ayat al-qur'an adalah ilmu tafsir. Usaha ini disebut juga dengan penafsiran al-qur'an atau ilmu penelitian al-qur'an (Baidan, 1998: 2). Tafsir merupakan suatu usaha untuk memahami secara komprehensif tentang isi kandungan kitab Allah swt. yang diwahyukan kepada nabi Muhammad saw. dan menjelaskan maknamaknanya yang dalam, mengeluarkan hukum-hukumnya, serta 5

14 mengambil hikmah-hikmah, dan pelajaran-pelajaran (Qattan, 1980:323). Pengertian tafsir, menurut sebagian mufassir disamakan dengan pengertian ta wil. Menurut sebagian yang lain, ia berbeda dengan pengertian ta wil, tafsir lebih umum dari pada ta wil. Ta wil ialah memalingkan makna ayat al-qur'an dari berbagai kemungkinan makna lainnya. Ta wil merujuk pada makna yang tersembunyi dari ayat-ayat al-qur'an. Sedang tafsir selalu kembali kepada makna zahir dan makna batin ayat al-qur'an (Ushama, 2000: 4, Zarqani, 1996, II: 6-7). B. Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur'an merupakan sebuah petunjuk untuk seluruh umat manusia. Sebagai petunjuk dari Tuhan semesta alam untuk seluruh hamba-nya, maka kebenaran al-qur'an tidak dapat diragukan lagi. Ketentuan ini telah ditetapkan oleh Allah SWT. sendiri dalam kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui malaikat Jibril. Ketetapan ini termaktub dalam surat al-baqarah (2): 2, yaitu: Kitab (al-qur'an) ini tidak ada keraguan di dalamnya,sebagai petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. Sebagai sebuah kitab suci yang berlaku hingga akhir zaman, maka petunjuk yang diberikan oleh al-qur'an juga berlaku sampai akhir zaman di manapun umat Islam berada. Meski secara kuantitatif, jumlah kebahasaan al-qur'an tidak dapat bertambah lagi, namun isi kandungan al-qur'an tidak pernah habis dan selesai untuk dipelajari. Langkah untuk mempelajari al-qur'an ini lazim di sebut dengan penafsiran al-qur'an. Penafsiran terhadap al-qur'an dilakukan sejak masa Nabi Muhammad saw. sampai sekarang. Hal ini dilakukan agar isi kandungan al-qur'an tetap eksis dan dapat dijadikan petunjuk bagi seluruh manusia sampai kapanpun dan dapat dilakukan di manapun mereka berada. 6

15 Dengan demikian, hubungan al-qur'an dengan penafsirnya selalu dinamis. Seorang mufasir selalu berusaha menelusuri dan memahami isi kandungan al-qur'an. Maka tidak heran, jika Muhammad Syahrur (2004: 42) menyatakan, bahwa kelebihan teks al-qur'an atas teks-teks lainnya terletak pada usaha penafsirannya yang tidak pernah habis dan berhenti sepanjang waktu. Usaha untuk menafsirkan al-qur'an, telah dilakukan sejak masa awal Islam. Pada masa Rasulullah saw. masih hidup, semua persoalan yang dihadapi oleh umat Islam selalu dikembalikan kepada Rasulullah saw. Demikian halnya jika umat Islam menemui kesulitan dalam memahami al-qur'an, maka mereka meminta penjelasan dari Rasulullah saw. mengenai kesulitan tersebut. Rasulullah saw. merupakan mufassirpertama (Salih, 1988: 289). 1 Dalam konteks ini, Nabi Muhammad saw. berposisi sebagai seorang mubayyin (penjelas) bagi umatnya dalam memahami al-qur'an. Firman AHah SWT. surat al-nahl (16) ayat 44: Dan Kami turunkan kepada kamu al-qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. Penafsiran yang dilakukan oleh Rasulullah saw., sering disebut dengan metode tafsir bi al-manqul ataubi al-riwayah (bi 'alma'sur), yaitu penafsiran ayat-ayat al-qur'an terhadap ayat-ayat al- Qur'an lainnya, dan atau penafsiran ayat-ayat al-qur'an melalui hadis. Selanjutnya, penafsiran terhadap ayat-ayat al-qur'an dilakukan oleh para sahabat Nabi Muhammad saw. Pada masa ini, penafsiran al-qur'an dilakukan dengan cara sangat hati-hati, sebab para sahabat Nabi tidak berani gegabah untuk menafsirkan ayat-ayat al-qur'an. Mereka bertanya kepada sahabat lainnya yang mempunyai kemampuan menerjemahkan al-qur'an, seperti 'Afi Ibn 'Abi Talib, Ubay Ibn Ka'ab, Ibnu Mas'ud, dan Ibnu 'Abbas. 1 Menurut Komaruddin Hidayat (2004: 18), mufassir pertama adalah malaikat Jibril sebagai penyampai dan penerjemah al-qur'an dari Allah kepada Nabi Muhammad saw. Sedang Nabi Muhammad saw. merupakan mufassir kedua setelah malaikat Jibril. 7

16 Dalam keadaan tertentu, sebagian sahabat menanyakan kepada ahlu al-kitab yang telah masuk Islam (seperti 'Abd Allah Ibn Salam dan Ka'ab al-ahbar) perihal sejarah nabi-nabi terdahulu atau kisah-kisah yang tercantum dalam al-qur'an. Hal ini dilakukan oleh sebagian sahabat jikasangat diperlukan (Shihab, 2002: 71). Cerita - cerita yang disampaikan oleh ahlu al-kitabtersebut merupakan benih lahirnya cerita israiliyat. Penafsiran al-qur'an selanjutnya dilakukan oleh umat Islam pada masa tabi in (murid-murid dari para sahabat Nabi Muhammad saw.). Menurut Hasbi ash-shiddieqy (2000: 207), tabi in yang terkenal sebagai mufassir al-qur'an ialah murid-murid sahabat Ibnu 'Abbas dan Ibnu Mas'ud. Mufassir yang meriwayatkan tafsir dari Ibnu 'Abbas di antaranya: Mujahid Ibn Jabr, 'Ikrimah maula Ibnu 'Abbas, dan 'Atha' Ibn Abl Rabih. Sedang mufassir yang meriwayatkan tafsir dari Ibnu Mas'ud di antaranya: 'Alqamah al-nakhal, 'Ubaidah Ibn 'Amr al- Silmani, dan al-aswad ibn Yazid al-nakha i. Selain mereka, masih banyak dari tabi in yang menjadi mufassir al-qur'an, baik dengan corak tafsir yang bersandarkan hanya pada al-qur'an dan hadis, maupun corak tafsir yang bersandarkan pada akal. Quraish Shihab (2002: 71-72) menyebut penafsiran yang terjadi pada masa Nabi Muhammad saw. sampai dengan masa tabi in sebagai periode pertama perkembangan tafsir. Periode kedua perkembangan tafsir terjadi setelah tahun 150 H. Pada periode kedua, penafsiran al-qur'an tumbuh bersama beredarnya hadis lemah dan palsu. Penafsiran pada periode ini juga dilakukan secara luas di semua disiplin ilmu, tidak hanya pada aspek kebahasaan. Berbeda dengan metode tafsir pada periode pertama yang lebih menekankan pada aspek kebahasaan. Dengan munculnya berbagai disiplin ilmu sebagai penunjang dalam menafsirkan al-qur'an, maka lahirlah berbagai bentuk penafsiran dengan corak dan metode yang berbeda pula. Bentuk penafsiran al-qur'an yang lazim digunakan oleh para mufassir ada dua macam, yakni tafsir bi al-ma'surdan tafsir bi al-ra yi(qattan, 1980: 347). Sedang corak yang digunakan mufassir untuk memahami maksud kandungan ayat al-qur'an sesuai dengan keinginan dan 8

17 disiplin ilmu yang dimiliki masing-masing mufassir. Corak penafsiran ini antara lain; tafsir fiqhi, tafsir adabi ijtima i, tafsir sufi, dan tafsir kalami (Shihab, M. Quraish, dkk, 1999: ). Bagi Nashruddin Baidan (2005: 388), corak penafsiran al -Qur'an dibedakan menjadi tiga, yaitu corak umum, corak khusus, dan corak kombinasi. Sementara itu, metode penafsiran al-qur'an yang digunakan oleh mufassirun adalah: metode tablili, muqaran, ijmali, dan maudu i(baidan, 2000: 61). Sejarah perkembangan tafsir ini diambil secara umum mengenai metode penafsiran al-qur'an, yakni ada dua periode. Pengambilan secara umum dilakukan dengan melihat peta kecenderungan yang ada pada masa tertentu, sehingga tidak menampilkan perkembangan pada setiap masa atau abad. Periode pertama tafsir terjadi pada masa Rasulullah saw. sampai masa tabi in. Bentuk penafsiran pada periode ini didominasi oleh tafsir bi al-ma'sur dengan penekanan pada aspek bahasa. Sedang pada periode kedua yang terjadi setelah masa tabi in, bentuk penafsiran al-qur'an tidak hanya tafsir bi al-ma sur tetapi juga dengan bentuk tafsir bi al-ra'yi. C. Bentuk dan Corak Penafsiran al-qur'an a. Bentuk Penafsiran al-qur'an Dalam penafsiran al-qur'an, terdapat beberapa bentuk penafsiran yang berbeda satu sama lain. Di antara bentuk penafsiran yang sering dikemukakan para mufassir adalah tafsir bi al-ma'sur dan tafsir bi al-ra'yi. 1) Tafsir bi al-ma'sur Tafsir bi al-ma'sur merupakan salah satu jenis penafsiran yang muncul pertama kali dalam khazanah intelektual Islam. Quraish Shihab (2002: 71-72) mengemukakan, bahwa tafsir bi al-ma surtermasuk metode pemahaman al-qur'an yang tumbuh pada periode awal dari perkembangan ilmu tafsir. Tafsirbi al-ma'sur merujuk pada penafsiran ayat-ayat al-qur'an dengan ayat-ayat al-qur'an lainnya, melalui hadis, atau melalui penuturan para sahabat (Zarqani, 1996, II: 14). Sebagian mufassir memasukkan 9

18 penafsiran yang dilakukan akbar al-tabi in terhadap al-qur'an ke dalam tafsirbi al-ma'sur (Qattan, 1980: 347). Metode tafsirbi al-ma'sur mempunyai kedudukan yang penting, sehingga para mufassir wajib mengetahuinya ketika melakukan penafsiran terhadap ayat-ayat al-qur'an. Tafsir bi alma 'sur yang dilakukan oleh sahabat atau Nabi Muhammad saw. merupakan bagian dari usaha yang secara langsung menyaksikan peristiwa saat turunnya wahyu (Qattan, 1980: 350). Muhammad Abd al- Azim al-zarqani (1996, II: 14-15) memberi contoh penafsiran al-qur'an dengan al-qur'an, yaitu surat al-maidah (5) ayat 1 : Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang dibacakan kepadamu. Ayat pengecualian makanan (yang diharamkan) tersebut dijelaskan (ditafsirkan) dengan surat yang sama al - Maidah (5) pada ayat setelahnya, yaitu ayat 3: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah. Kitab-kitab tafsir yang termasuk dalam metode ini di antaranya: Jami al-bayan ti Tafsir al-qur'an karya Ibn Jarir al-tabari dan Tafsir al-qur'an al-azim karya Ibn Kasir. 2) Tafsir bi al-ra yi Tafsir bi al-ra'yi adalah penafsiran al-qur'an yang dilakukan oleh mufassir sesuai dengan ijtihad atau istinbatnya (Qattan, 1980:351). Istilah ra'y dekat maknanya dengan ijtihad dalam segi penggunaan akal. Oleh karena itu, mufassir mengharamkan tafsir yang hanya berdasarkan atas kebebasan akal dan tidak didasarkan atas peraturan penafsiran al-qur'an 10

19 yang telah ditetapkan oleh paramufassir. Di antara peraturanperaturan itu ialah; harus memahami ilmu bahasa Arab, 'ulum al-qur'an, dan 'ulum hadis (Sabuni, 1981: 155). Penafsiran al-qur'an dengan bentuk tafsir bil ra'yi yang tidak sesuai dengan standar ketentuan para mufassir, disebut dengan tafsir bil ra'yi yang tercela. Tafsir semacam ini tidak boleh dilakukan (Sabu ni, 1981: 155). Sebagaimana larangan Allah untuk mengikuti sesuatu tanpa didasari ilmunya. Larangan Allah ini terdapat dalam surat al-isra' (17) ayat 36: Dan Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu mempunyai pengetahuan tentangnya. tidak Larangan ini juga dituturkan oleh Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan oleh al-turmuzi, al-nasa'i, dan Abu Dawud: من قال في القرآن برأیھ أو بما لا یعلم فلیتبوأ مقعده من النار Barang siapa yang berkata (tentang) al -Qur'an dengan pendapatnya atau dengan sesuatu yang tidak ia ketahui maka tempatnya ada di neraka. Ayat-ayat al-qur'an juga menganjurkan kepada manusia untuk memikirkan dan memahami kandungan al-qur'an (Salih, 1977: 292). Seperti terdapat dalam surat Sad (38): 29 dan surat Muhammad (47): 24, yaitu: Ini adalah sebuah) kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran. 11

20 Apakah mereka mereka terkunci. tidak memperhatikan al-qur'an atau hati Tentunya, salah satu langkah untuk memikirkan dan memahami isi kandungan al-qur'an adalah dengan metode tafsir yang menggunakan nalar (akal). Selain itu, mufassir membolehkan untuk memakai bentuk tafsir ini karena (Ushama, 2000: 23): a. Jika tafsir bi al-ijtihad (tafsir bil ra'yi) tidak dibenarkan atau tidak dibolehkan, berarti melakukan ijtihad juga termasuk kategori yang tidak dibolehkan. b. Rasulullah bersabda memohon do'a khusus untuk Ibnu Abbas: Allahumma faqqihu fi al-din wa 'allimhu al-ta wil, yang artinya ya Allah berilah pemahaman kepadanya dalam masalah agama dan ajarilah dia al-ta'wil. Jika al-ta'wil dibatasi pada al-sama' (dalam periwayatan wahyu) dan al-naql (dalam penyampaian wahyu), maka tidak ada alasan sedikitpun memohonkan do'a khusus untuk Ibnu 'Abbas. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa al-ta'wil mengacu kepada tafsir bi al-ra'yi wa al-ijtihad (tafsir yang berdasarkan atas pikiran dan ijtihad). Dengan demikian, tafsir bi al-ra'yi dalam menafsirkan al- Qur'an dibolehkan dengan syarat-syarat yang telah ditentukan para mufassir. Al-Sabuni (1981: 156) menyimpulkan dari kitab al-burhan yang telah dinukil dari al-suyuti (tt., II: 178), perkara induk yang menjadi sandaran al-ra'yi dalam menafsirkan al- Qur'an itu ada empat: a. Apa yang datang dari Nabi Muhammad saw. selain hadis dan da if dan maudu'. a. Penafsiran sahabat, karena penafsiran sahabat setingkat dengan hadis marfu', jika penafsiran tersebut berdasarkan asbab al-nuzul. b. Berpegang pada petunjuk bahasa. c. Mengambil yang sesuai dengan kehendak bahasa Arab. 12

21 Al-Sabuni (1981: 157) dan al -Suyuti (tt., II: 180) menyebutkan ilmu yang harus dimiliki oleh mufassir, pada umumnya secara ringkas ada 7, yaitu: 1. Mengetahui bahasa Arab dengan kaidah-kaidahnya (Nahwu, Saraf dan Isytiqaq). 2. Mengetahui ilmu Balagah atau retorika (Ma'ani, Bayan, dan Badi'). 3. Mengetahui ilmu Usul al-fiqh (Khas, 'Am, Mujmal, Mufassal, Mutlaq, Muqayyad, dan lain sebagainya). 4. Mengetahui asbab al-nuzul. 5. Mengetahui nasikh mansukh. 6. Mengetahui ilmu qira'at. 7. Ilmu mauhibah. Tanpa pemahaman secara mendalam tentang peraturan bahasa al-qur'an, maka besar kemungkinan bagimufassir akan melakukan penyimpangan (distorsi) dan kesalahan interpretasi. Sebagai contoh, finnan Allah surat al-baqarah (2) ayat 187 : Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Ayat tersebut bersifat metaforik yang mempunyai nilai seni yang agung, yakni kata (pakaian) mengandung makna jenis kelamin manusia dan menghiasinya, maka orang laki-laki dan perempuan masing-masing mereka seperti pakaian bagi pasangannya, menghiasi dan menyempurnakan satu sama lainnya. Jika seseorang menafsirkan ayat ini dengan makna zahir, maka akan terjadi pergeseran makna, mereka celana panjang kamu dan kamu celana panjang bagi mereka. Selain kedua bentuk penafsiran al-qur'an di atas, masih terdapat bentuk penafsiran al-qur'an yang lain, yakni Tafsir bi al- Isyari. Bentuk penafsiran ini hanya populer bagi umat Islam yang mengedepankan zauq (perasaan) dalam menjalankan agama Islam, sehingga bentuk penafsiran ini hanya dipegangi oleh kaum batiniyah atau kaum sufi. Penafsiran ini kurang dikenal atau 13

22 dikenal tetapi tidak dipakai oleh fukaha, ahli kalam, dan pemikir keislaman yang mengedepankan akal. Tafsir bi al-isyari adalah penafsiran ayat al-qur'an yang mengabaikan makna zahir-nya (Ushama, 2000: 24). Penafsiran ini berusaha men-ta wil-kan ayat-ayat al-qur'an berdasarkan indikasi atau isyarat-isyarat tersembunyi dan hanya dapat diterima oleh para sufi yang sedang melakukan suluk. Tafsir ini diberikan secara langsung oleh Allah swt. dengan jalan intuisi mistik melalui zikir yang terus menerus kepada Allah swt. dan tidak diperoleh melalui penelitian, tetapi melalui ketakwaan, istiqamah, dan salat seseorang ( Qattan, 1980: 357, Zarqani, 1996: 86). Sebagaimana Firman Allah swt. surat al-baqarah (2) ayat 282: Dan bertakwalah kepada Allah. Allah mengajarmu dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. b. Corak Penafsiran al-qur'an Corak penafsiran al-qur'an ditentukan sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki seorang mufassir, atau sesuai dengan keinginan yang akan dilakukan seorang mufassir, adalah sebagai berikut: 1) Al-Tafsir al-fiqhi Al-Qur'an merupakan sebuah teks Illahiyang berisi tentang peraturan-peraturan yang harus diperhatikan makhluk berakaldalam mengarungi kehidupannya. Seyogyanya makhluk berakal -dalam hal ini adalah manusia mempelajari, memahami, dan melaksanakan peraturan-peraturan tersebut. Sebab ia berkaitan dengan kehidupan yang harus dijalaninya. Alasan inilah yang membuat para pakar hukum Islam (fukaha) untuk melakukan ijtihad ataupun istinbat al-ahkam. Usaha yang dilakukan oleh para pakar hukum Islam tersebut ditempuh dengan cara memahami isi kandungan al- Qur'an. Dengan menjelaskan atau menafsirkan ayat-ayat al- Qur'an yang berkaitan dengan hukum (ayat-ayat ahkam), usaha ini lazim disebut dengan al-tafsiral-fiqhi. 14

23 Al-Tafsir al-fiqhi sudah dilakukan sejak Nabi Muhammad saw. membangun dan membina peradaban masyarakat Madinah. Hal ini terlihat ketika umat muslim mendapat kesulitan dalam memahami hukum Islam, mereka selalu bertanya kepada Rasulullah saw. (Zahabi, 2000, II: 319). Perjalanan al-tafsir al-fiqhi selanjutnya dilakukan oleh para sahabat Nabi dan tabi in. Mereka melanjutkan dan mewarisi apa yang ditinggalkan oleh Rasulullah saw. untuk selalu menegakkan hukum Islam dengan berpegang pada peraturan-peraturan yang terdapat di dalam al-qur'an. Corak tafsir ini berkembang pesat pada saat lahirnya mazhab-mazhab fikih. Ulama menafsirkan ayat-ayat ahkam sesuaidengan teori istinbat yang mereka pegangi. Bahkan, terkadang penafsiran yang dilakukan fukaha terkesan untuk membela pendapat-pendapat mereka (Shihab, dkk., 1999: ). Di antara kitab-kitab tafsir yang bercorak al-tafsir alfiqhl adalah: Ahkam al-qur'an karangan Abu Bakr Ahmad Ibn 'Ali al-razi atau lebih dikenal dengan al-jassas; Ahkam al- Qur'an karya Ibn 'Arabi; al-jami' li Ahkam al-qur'an karya al- Qurtubi; dan Tafsir Ayat Ahkam karya Muhammad al-sayis (Qattan, 1980: 277). 2) Al-Tafsir al-sufi Tafsir corak ini terkadang disebut dengan al-tafsir alisyari, yaitu tafsir yang dilakukan oleh kaum sufi dengan cara menjelaskan makna ayat-ayat al-qur'an tidak dalam makna zahirnya, tetapi lebih menitik beratkan pada makna batinnya (Suryadilaga, dkk., 2005: 44, dan Buchori, 2005: 214). Di antara kitab-kitab tafsir yang memakai corak al-tafsir al-sufi adalah Tafsir al-qur'an al-azim karya Abu Muhammad Sahl Ibn 'Abd Allah al-tusturi, Haqaiq al-tafsir karya Abu 'Abd al-rahman Muhammad Ibn al-husain al-uzdi al-salmi, dan al-bayan fi Haqaiq al-qur'an karya Abu Muhammad Ruzbahan Ibn Abl al-nasr al-baqli al-syirazi (Shihab, dkk., 1999: 182). 15

24 3) Al-Tafsir al-falsafi Al-Tafsir al-falsafiadalah tafsir ayat-ayat al-qur'an yang dikaitkan dengan persoalan-persoalan filsafat, baik yang menerima persoalan-persoalan filsafat Yunani atau yang tidak menerima pemikiran filsafat namun mempunyai pemikiran filsafat (Shihab, dkk., 1999: ). Sayangnya tidak ditemukan kitab-kitab tafsir corak altafsir al-falsafi yang membahas secara lengkap, atau dalam kata lain, tidak ada seorang ahli pikir (filosuf) yang berhasil menyusun satu kitab tafsir dengan corak al-tafsir alfalsafi(buchori, 2005:215). 4) Al-TAfsir al- Ilmi Al-Tafsir al-'ilmi berkaitan dengan ayat-ayat kawniyah(kejadian-kejadian alam) yang terdapat di dalam al- Qur'an (Suryadilaga, dkk., 2005: 45). Tentunya, tafsir jenis ini selalu memperhatikan gejala alam dan bantuan ilmu teknologi dan sains yang selalu berkembang. Pada perkembangan awalnya, tafsir ini tidak memiliki suatu fokus terhadap gejala alam, ia hanya menafsirkan ayat-ayat kawniyah tanpa memperhatikan gejala alam. Namun perkembangan selanjutnya berbeda, yakni penafsiran al-qur'an dilakukan dengan cara memperhatikan gejala-gejala alam kemudian dipilih suatu topik tertentu (termasuk kategori altafsiral-maudu i) lalu ayat-ayat al-qur'an dihimpun sampai melahirkan teori baru (Buchori, 2005: 216). Kitab-kitab tafsir yang termasuk golongan ini di antaranya: Mafatih al-gaib karya Fakhr al-din al-razi dan al- Tafsir al- Ilmi lial-ayat al-kawniyah fial-qur'an al-karim karya Hanafi Ahmad (Shihab, dkk., 1999: ). 5) Al-Tafsir al-adabi al-ijtima i Tafsir al-adabi al-ijtima i adalah penafsiran al-qur'an yang diterapkan pada tatanan sosial untuk memecahkan masalah-masalah umat Islam dengan bangsa sejalan dengan perkembangan masyarakat (Shihab, dkk., 1999: 184). Tafsir corak ini muncul pada masa modern. 16

25 Termasuk kitab tafsir corak adabi al-ijtima i adalah kitab al-manar karya Muhammad 'Abduh tokoh pembaharu asal Mesir. Kitab ini ditulis bersama murid sekaligus teman seperjuangannya Rasyid Rida (Suryadilaga, dkk., 2005: 45). D. Metode Penafsiran Ayat-ayat Hukum Keberadaan al-qur'an di tengah-tengah umat muslim sebagai jaminan petunjuk yang benar. Hal ini terlihat dari ayat al-qur'an yang menjadikannya sebagai hudan yang berarti petunjuk yang benar, atau sebagai pemisah antara perkara yang benar dan salah. Firman Allah swt. dalam surat al-baqarah (2): 185, yaitu: 17 (beberapa hari yang telah ditentukan itu ialah) bulan Ramadan bulan yang di dalamnya diturunkan al-qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan bathil). Dengan keinginan yang kuat dari umat muslim untuk memahami petunjuk yang terdapat di dalam al-qur'an, maka manusia berusaha untuk menemukan suatu disiplin ilmu dalam memahami isi kandungan al-qur'an secara komprehensif. Disiplin ilmu tentang cara yang memudahkan manusia dalam memahami al-qur'an, lazim disebut dengan metode penafsiran al-qur'an. Sampai saat ini, ada empat metode penafsiran al-qur'an yang dilakukan oleh para mufassir, fukaha, dan pemikir keislaman lainnya. Keempat metode itu adalah: metode tafsir ijmali, tahlili, maudu i, dan metode muqaran. a. Metode Tafsir Ijmali Metode ijmali adalah metode penafsiran al-qur'an yang menjelaskan ayat-ayat al-qur'an secara global (Shihab, M. Quraish, dkk., 1999: 18S). Penafsiran al-qur'an dengan metode ini menyajikan penafsiran ayat-ayat al-qur'an secara ringkas dengan bahasa yang popular, mudah dimengerti, dan mencakup

26 hal-hal sebatas artinya tanpa menyinggung selain arti yang dikandungnya (Suryadilaga, dkk., 2005: 45). Sistematika penulisan tafsir dengan metode ijmali sesuai dengan susunan ayat-ayat yang terdapat di dalam mushafal- Qur'an. Sistem penyajiannya juga tidak terlalu jauh dari gaya bahasa al-qur'an, sehingga pendengar dan pembacanya seakanakan masih tetap mendengar al-qur'an padahal yang didengarnya adalah tafsirannya. Ciri metode tafsir ini adalah setiap mufassir langsung menafsirkan al-qur'an dari awal hingga akhir tanpa perbandingan ( muqaran) dan penetapan judul ( maudu i). Pola serupa ini hampir mirip dengan metode tafsir analitis ( tahlili), namun uraian di dalam metode analitis lebih rinci dan mendalam dari pada metode global (ijmali). Dalam metode analitis, mufassir dapat mengemukakan banyak pendapatnya dari berbagai disiplin ilmu yang dimilikinya. Berbeda dengan metode global ( ijmali) yang tidak memberi ruang bagi mufassir-nya, penafsiran dilakukan secara ringkas dan umum, sehingga kita seakan-akan masih membaca al-qur'an. Kitab tafsir yang memakai metode ini di antaranya: Kitab Tafsir al-qur'an al-karim karangan Muhammad Farid Wajdi, seorang ulama kontemporer asal Mesir, Tafsir al-jalalain karangan Jalal al-din al-suyuti dan Jalal al-din al-mahali, dan kitab al-tafsir al-wasif karya Tim Majma' al-buhus al- Islamiyah, sebuah komite ulama al-azhar Mesir (Baidan, 1998: 13, (Suryadilaga, dkk., 2005: 46). Metode tafsir ijmali mempunyai kelebihan, yaitu: penafsiran yang dilakukan dapat mudah dipahami, praktis, bebas dari penafsiran israiliyat, dan akrab dengan bahasa al-qur'an. Selain memiliki beberapa kelebihan, metode tafsir ini juga mempunyai beberapa kekurangan, misalnya metode ini menjadikan petunjuk al-qur'an bersifat parsial, yakni pemahaman terhadap ayat-ayat al-qur'an dilakukan secara sepotong-potong. Didalam metode ini juga tidak ada ruangan 18

27 untuk mengemukakan analisis yang mendalam, sehingga tidak ditemukan munasabat al-qur'an. b. Metode Tafsir Tahlili Metode tahlili atau metode analitis merupakan usaha untuk menafsirkan ayat-ayat al-qur'an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan, mcnerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir (Baidan, 1998: 31). Penafsiran al-qur'an dengan metode analitis ini ditempuh dengan menguraikan kosa kata ayat-ayat al-qur'an dari sisi sintaksis bahasa, ilmu balagah, ilmu usul al-fiqh, serta menjelaskan makna yang dikandungnya dari beberapa disiplin ilmu, terutama kecenderungan dan keahlian mufassir. Sistematika penulisan dalam tafsir tahlili adalah sesuai dengan susunan ayat-ayat yang terdapat di dalam mushafal- Qur'an. la mirip dengan metode ijmali, hanya saja metode tahlili lebih mendalam dan luas pembahasannya. Dari sistematika di atas, dapat diketahui sebuah ciri yang terdapat di dalam metode tafsir tahlili, yaitu penafsiran al-qur'an yang dikemukakan secara analitis ayat per ayat, surat per surat. Uraian tersebut menyangkut berbagai aspek, kosakata, konotasi kalimatnya, latar belakang turunnya ayat ( asbab al-nuzul), kaitannya dengan ayat lain ( munasabat), dan kaitannya dengan tafsir-tafsir ulama lainnya. Kecenderungan dan keahlian mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat al-qur'an menjadi ciri lain dari metode ini. Dengan demikian, kitab tafsir ini mempunyai beberapa corak penafsiran al-qur'an, seperti corak fiqhi, adabi lijtima i, sufi, falsafi dan kalami. Penafsiran al-qur'an dengan metode tafsir tahlili dapat mengambil bentuk tafsir bi al-ma'sur atau tafsir bi ra'yi. Di antara kitab-kitab tafsir tahlili yang mengambil bentuk tafsir bi alma'sur adalah Jami' al-bayan 'an Ta wil ayi al-qur'an karangan Ibn Jarir al-tabari, kitab Ma'alim al-tanzil karangan al-bagawi, al-durr al-mansurfi Tafsir bi al-ma'sur karya al-suyuti, dan 19

28 Tafsir al-qur'an al-'azim (yang terkenal dengan Tafsir Ibn kasir) karangan Ibn Kasir. Sementara itu, kitab-kitab tafsir tahlili yang mengambil bentuk tafsir bi ra'yi di antaranya: Tafsir al-khazin karya al- Khazin, kitab Anwar al-tanzil wa Asrar al-ta wil karangan al- Baidawi, kitab al-kasysyafkarya al-zamakhsyari, Tafsir al- Jalalain karya Jalal al-din al-mahalli, dan Jalal al-din al-suyuti, kitab Tafsir al-manar karangan Muhammad Rasyid Rida (al - Sabuni, 1981: 191, Baidan, 1998:32). Metode tafsir tahlili ini mempunyai kelebihan, yaitu ruang lingkup yang luas untuk memahami isi kandungan al- Qur'an dari berbagai sisi dan disiplin keilmuan. Sedang kekurangan metode tafsir ini terlihat pada metode penafsiran yang subyektif. Seorang mufassir dengan suatu disiplin, ilmu tertentu dan kecenderungan yang dimilikinya, ia dapat menafikan penafsiran mufassir lainnya. Juga, tafsir israiliyat dapat masuk ke dalam metode tafsir tahlili. c. Metode Tafsir Maudu i Tafsir maudu i adalah suatu cara menafsirkan ayat-ayat al-qur'an secara integral dan komprehensif mengenai tema tertentu dengan mengambil ayat-ayat al-qur'an yang mempunyai maksud yang sama dengan tema tersebut (Buchori, 2005: 222). Tafsir maudu i menetapkan satu topik tertentu dengan jalan menghimpun seluruh atau sebagian ayat-ayat dari beberapa surat yang berbicara topik tersebut, untuk kemudian dikaitkan satu dengan lainnya, lalu diambil kesimpulan secara menyeluruh tentang masalah dalam topik tersebut menurut pandangan al- Qur'an (Shihab, 2002: 114). yaitu: Dalam praktiknya, metode tafsir ini ada dua macam, 1) Tafsir yang membahas satu surat al-qur'an secara menyeluruh, utuh, dan cermat. Metode ini menganggap bahwa satu surat dalam al-qur'an pada hakikatnya merupakan satu tema dan mengarah pada satu tujuan. Jalan yang ditempuh adalah dengan menghubungkan antara satu ayat dengan ayat lainnya dalamsatu surat, dan menguraikan 20

29 makna-makna atau maksud-maksud yang terkandung di dalamnya, sampai diketahui maknanya secara umum dan utuh dari surat tersebut. Ulama yang menempuh cara ini di antaranya adalah Mahmud Syaltut dalam Tafsir al-qur'an al- Karim. 2) Penafsiran dengan cara menghimpun ayat-ayat al-qur'an yang mempunyai maksud yang sama dalam satu tema atau topik. Model penafsiran yang kedua lebih banyak dan umum dipakai oleh para mufassir dan ulama (Shihab, dkk., 1999: , Buchori, 2005: ). Ciri metode tafsir ini adalah penonjolan tema, judul atau topik pembahasan. Terkadang metode ini disebut sebagai metode topikal (Baidan. 1998: 152). Meski penafsiran al -Qur'an dilakukan dengan cara menentukan tema dan kemudian mencari dalil-dalil atau teks al-qur'an yang sesuai dengan tema tersebut, namun kaidah-kaidah umum penafsiran ayat al-qur'an tetap dipakai. Dalam penerapan metode ini ada beberapa langkah yang harus ditempuh oleh mufassir, yaitu: 1) Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik); 2) Menghimpun ayat-ayat yang berkenaan dengan topik tersebut; 3) Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan tentang asbab al-nuzul-nya. Hal ini diperlukanuntuk mengetahui kemungkinan ayat yang mansukh dan lain sebagainya; 4) Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing-masing (munasabat); 5) Meneliti dengan cermat semua kata atau kalimat yang dipakai dalam ayat tersebut, terutama kosa kata yang menjadi pokok permasalahan di dalam ayat tersebut. Kemudian mengkajinya dari berbagai aspek, baik bahasa, budaya, sejarah, dan lain sebagainya; 6) Mengkaji pemahaman ayat-ayat itu dari pemahaman berbagai aliran dan pendapat para mufassir, baik yang klasik maupun yang kontemporer; 7) Semua itu dikaji secara tuntas dan seksama dengan menggunakan penalaran yang objektif melalui kaidah-kaidah 21

30 tafsir yang mu tabar, serta didukung oleh fakta (kalau ada), dan argumen-argumendari hadis,sehingga mufassir dapat menghindarkan diri dari pemikiran-pemikiran yang subyektif (Baidan, 1998: , Shihab, 2002: , dan Suryadilaga, dkk.,2005:47-48). Kitab-kitab tafsir yang masuk kategori maudu iantara lain: al-insan fi al-qur'an dan al-mar'ah fi al-qur'an, keduanya karangan Mahmud al-'aqqad, al-riba fi al-qur'an karangan al- Maududi. Metode tafsir tematik ( maudu i) ini berbeda dengan metode tafsir analitis ( tahlili) ataupun dengan metode tafsir komparatif ( muqaran). Perbedaan metode tafsir tematik dengan metode analitis antara lain terlihat dari: 1) Sistematika penafsiran. Metode tematik tidak terikat dengan susunan urutan mushafal-qur'an sebagaimana terdapat dalam metode tafsir analitis, tetapi terikat pada kronologi kejadian atau urutan turunnya ayat; 2) Obyek pembahasan. Dalam metode tematik, seorang mufassir tidak membahas segala segi permasalah yang dikandung oleh ayat, namun ia hanya berkaitan dengan tema yang dipilih. Sebaliknya, metode tafsir analitis tidak membahas dalam satu sisi, namun ia membahas dari berbagai sisi; 3) Permasalahan. Seorang mufassir dari metode tematik berusaha untuk menuntaskan permasalahan yang menjadi pokok bahasannya. Sedang mufassir yang menggunakan metode analitis biasanya hanya mengemukakan penafsiran ayat-ayat sendirisendiri, sehingga permasalahannya belum tuntas (Shihab, 2002: ). Perbedaan yang terdapat antara metode tematik dengan metode komparatif terlihat pada cakupan wilayah yang dibidik. Dalam tafsir yang menggunakan metode komparatif, wilayah pembahasannya lebih sempit, yakni hanya menyangkut 22

31 perbedaan redaksional, yang membandingkan perbedaan redaksi ayat dengan ayat atau dengan al-hadis. Sementara dalam tafsir yang memakai metode tematik, seorang mufassir selain menghimpun hal-hal tersebut, ia juga membahas persamaanpersamaan, serta segala petunjuk yang dikandungnya yang sesuai dengan tema yang dibahas (Shihab, 2002: 119). Penafsiran al-qur'an yang menggunakan metode tematik mempunyai kelebihan, di antaranya: menjawab permasalahan dan tantangan zaman; sistematis; dinamis; dan membuat pemahaman menjadi utuh. Sedangkan kekurangannya seperti: memenggal ayat al-qur'an dan membatasi pemahaman ayat. Kelebihan dan kekurangan merupakan suatu hal yang terdapat dalam segala hal, tidak ada yang sempurna selain Allah swt d. Metode Tafsir Muqaran Metode tafsir muqaran adalah usaha menafsirkan ayatayat al-qur'an atau surat-surat tertentu dengan cara membandingkan ayat dengan ayat atau antara ayat dengan hadis, atau antara pendapat-pendapat ulama tafsir dengan menonjolkan segi-segi perbedaan tertentu dan obyek yang dibandingkan (Ihwan, 2004: 3). Ciri metode muqaran adalah adanya perbandingan dalam menafsirkan ayat-ayat al-qur'an, baik dengan membandingkan ayat dengan ayat, ayat dengan hadis, atau antara pendapat ulama satu dengan ulama lainnya (Baidan, 2005: 66). Dari keterangan di atas, dapat diketahui obyek kajian dalam metode tafsir perbandingan ada tiga, yaitu: perbandingan ayat al-qur'an dengan ayat lainnya, perbandingan ayat al-qur'an dengan hadis, dan perbandingan antara penafsiran mufassir dengan mufassir lainnya. Contoh perbandingan ayat al-qur'an dengan ayat lainnya dari sisi redaksi yang hampir mirip, yaitu surat al-kafirun (109) ayat kedua dengan ayat keempat dari surat yang sama: 23

32 Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Sedang contoh perbandingan ayat al-qur'an dengan ayat lainnya dari sisi perbedaan tata letak kata dalam kalimat, yaitu antara surat al-baqarah (2): 120 dengan surat al-an'am (3): 71. Katakanlah sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk Katakanlah sesungguhnya petunjuk (yang petunjuk Allah. harus diikuti) adalah Dengan demikian, langkah yang harus diambil dalam metode tafsir muqaran adalah:menghimpun redaksiyang mirip; membandingkan redaksi tersebut (membandingkan pendapat para mufasir, bagiperbandingan muqaran antar penafsir); dan menganalisisnya. Di antara kitab tafsir yang menggunakan metode ini adalah kitab Durrah al-tanzil wa Gurrah al-ta'wil karya al- Iskafi yang membandingkan antara ayat dengan ayat, dan kitab al-jami' li Ahkam al-qur'an karangan al-qurtubi yang membandingkan antara pendapat mufassir satu dengan mufassir lainnya (Shihab, dkk., 1999: ). Metode ini mempunyai kelebihan, di antaranya: memberikan pengetahuan yang lebih luas bagi para penafsir; membuka sikap toleran; dan mengetahui pendapat penafsir lain. Sayangnya, metode ini kurang dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan sosial yang tumbuh di tengah masyarakat. Hal itu disebabkan metode ini lebih mengutamakan perbandingan dari pada pemecahan masalah. 24

33 BAB III PENAFSIRAN AYAT-AYAT POLIGAMI Ulama menuangkan pikirannya ke dalam karya-karyanya. Karyakarya ini merupakan salah satu langkah yang dapat menjadi pelajaran bagi orang lain. Berikut ini merupakan contoh penafsiran ulama yang dijelaskan dalambeberapa kitab tafsir tentang ayat poligami. Kitab-kitab tersebut ditelaah dan diteliti metode penafsirannya, bentuk penafsiran, dan aplikasi penafsirannya dalam ayat poligami. Ayat poligami yang dimaksud adalah ayat 3 dari surat al-nisa' (4). Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap hak-hak anak perempuan yang yatim (apabila kamu hendak menikahi), maka nikahilah wanita-wanita yang kamu senangi dua, tiga, atau empat, kemudian jika kamu takut tidak dapat berbuat adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat dengan tidak berbuat aniaya. Namun, jika ada hubungan antara ayat per ayat atau surat dengan surat, maka ayat-ayat atau surat-surat yang berhubungan tersebut akan dipaparkan juga. A. Al-Jami'li Ahkamal-Qur'an Kitab al-jami' li Ahkam al-qur'an ditulis oleh Abu 'Abdillah Muhammad Ibn Ahmad al-ansari al-qurtubi. Kitab ini terdiri dari 20 juz untuk membahas semua surat dan ayat dalam al-qur'an. Bentuk penafsiran dalam kitab ini menggunakan bentuk tafsir bi al-riwayah. Bentuk bi al-riwayah yang terdapat dalam kitab ini tidak hanya berasal dari keterangan atau tafsir hadis Nabi 25

34 Muhammad saw. dan para sahabatnya, tetapi juga pendapat tabi in, dan pendapat para mufaassir lain, serta pendapat para imam mazhab. Metode yang dipakai dalam kitab ini adalah metode tafsir tahlili. Melalui penekanan pada aspek ilmu bahasa Arab, metode tahlili diterapkan untuk menelaah seluruh isi al-qur'an. Kata-kata maupun kalimat-kalimat dalam suatu ayat maupun surat dibahas satu per satu dengan bantuan Ilmu nahwu, saraf, ilmu asbab al-nuzul, ilmu munasabat, dan ilmu-ilmu yang menunjang dalam pendekatan bahasa Arab. Dengan bentuk penafsiran dan metode tersebut, ayat poligami yang menjadi tema pokok penelitian ini diutarakan dengan teliti. Kalimat wa in khiftum dalam ayat poligami di atas merupakan kata syarat, dan kata jawab dari kata syarat tersebut adalah kata fankihu. Kalimat 26 diartikan sebagai suatu jawaban atas peristiwa yang menimpa masyarakat Arab ketika itu. Orang Islam yang sebagai wali bagi anak perempuannya ingin menikahi anak-anak perempuan yatim yang dalam perlindungannya, dengan tidak memberikan mahar nikah pada anak-anak yatim ala kadarnya, dan mereka masih meniru kebiasaan pendahulunya yang menikahi beberapa orang wanita lebih dari 4 orang. Ayat ini turun agar umat Islam memberi tempat yang layak kepada anak-anak yatim, sebagaimana mereka memberikan tempat kepada wanita-wanita merdeka. Jika hendak menikahi anak-anak yatim, maka syarat-syarat pernikahan harus sesuai dengan syaratsyarat yang berlaku bagi wanita-wanita lainnya. Ayat ini juga memberikan batasan jumlah istri kepada umat muslim. Jika mereka tidak takut akan berbuat tidak adil dan mampu memberi nafkah kepada para istri-istri mereka, maka mereka boleh

35 menikah sebanyak 4 orang wanita yang baik, tidak boleh melebihi dariketentuan tersebut. Wanita-wanita yang baik dalam ayat ini maksudnya adalah wanita-wanita yang halal untuk dinikahi, bukan wanita yang tidak boleh dinikahi. Meski dibolehkan untuk menikahi wanita yang baik sebanyak 4 orang, namun apabila tidak dapat berbuat adil dalam pembagian harta dan tidak dapat berbuat baik dalam pergaulan, maka ia hanya boleh memiliki satu orang istri. Sebab, dengan memiliki seorang wanita, maka ia akan terhindar dari berbuat aniaya atau tidak adil kepada istri-istrinya (Qurtubi, 1967, V: 11-21). B. Taisir al-karim al-rahman fi Tafsir Kalam al-mannan Kitab Taisir al-karim al-rahman fi Tafsir Kalam al-mannan ditulis oleh 'Abd al-rahman Ibn Nasir al-sa'di. Kitab ini merupakan kitab yang dibagi-bagikan ke berbagai negara, termasuk Indonesia oleh kerajaan Saudi Arabia. Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat pembagian kitab ini. Kitab ini merupakan kitab tafsir yang menggunakan bentuk penafsiran bi al-riwayah. Penafsiran bi al-riwayah ini menggunakan penafsiran dari Nabi Muhammad saw. Metode tafsir yang dipakai dalam kitab ini ialah metode tafsir tahlili. Penafsiran dilakukan secara runtut, dari awal surat al-fatihah (1) sampai akhir surat al-nas (114). Kata per kata, atau kalimat per kalimat yang terdapat dalam suatu ayat, ditafsirkan sesuai ilmu yang dimiliki oleh mufassir-nya dengan bantuan hadis-hadis Nabi Muhammad saw. Namun, analitis yang terdapat dalam, kitab ini tidak terlalu detail, yang mengungkapkan dari berbagai bidang ilmu. Dalam menafsirkan ayat poligami yang terdapat dalam surat al-nisa' (4) ayat 3 di atas, kitab ini mengemukakan kalimat-kalimat tertentu dari ayat tersebut. Kalimat-kalimat tersebut adalah: wanita-wanita yang kamu senangi 27

36 Islam membolehkan poligami dengan menunjuk pada calon istri yang disukai oleh laki-laki yang akan menikahinya. Istriistriyang disukai oleh suami maksudnya adalah, supaya umat Islam memilih calon istrinya sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad saw., yaitu dari sisi agamanya, hartanya, kecantikannya, dan nasabnya. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad saw. yang ditujukan pada laki-laki dalam memilih calon istrinya, yaitu (Sa'di, 2002: 164). تنكح المرأة لا ربع لمالھا ولجمالھا ولحسبھا ولدینھا فاظفر بذات الدین تربت یداك Selanjutnya kata: dua, tiga, atau empat Kalimat ini sangat jelas maknanya, yaitu mengenai batasan dibolehkannya melakukan poligam. Istri yang dipoligami tidak boleh lebih dari empat orang. Jika kamu takut tidak dapat berbuat adil, maka nikahilah seorang saja Kalimat ini mengisyaratkan jika seseorang tidak mampu berbuat adil kepada istri dalam segi nafkah, maka orang tersebut tidak dibolehkan melakukan poligami, ia cukup mempunyai seorang istri. Kitab tafsir ini (Sa'di, 2002: 164) membolehkan poligami, dengan dua, tiga, sampai empat orang istri. Syarat yang diajukan hanya mampu secara materi dan adil dalam pembagiannya. Istri-istri yang dipoligami boleh dari seorang gadis, janda yang ditinggal mati suaminya, maupun janda yang dicerai oleh suaminya, baik mempunyai anak atau tidak mempunyai anak. 28

37 C. Al-Asas fi al-tafsir Kitab al-asas fi al-tafsir ditulis oleh Sa id Hawwa. Sistematika penafsiran yang digunakan dalam kitab ini adalah: pertama, mengungkapkan makna ayat yang ditafsirkan secara global; kemudian kedua. menafsirkan ayat tersebut sesuai dengan tafsir kata per kata (harfi); dan ketiga, mengungkapkan beberapa f aidah dari ayat yang ditafsirkan. Makna global atau makna umum yang terdapat dalam kitab tafsir merupakan usaha pengarangnya dalam memahami ataupun menyimpulkan makna yang terkandung di dalam ayat yang ditafsirkan. Dalam konteks ayat poligami di atas, makna global yang terdapat dalam kitab tafsir ini adalah: - Sesungguhnya Allah melarang berbuat zalim kepada anak yatim, tidak memberikan mahar nikah, dan tidak berlaku adil terhadapnya. - Allah memberi kemudahan kepada laki-laki untuk berbuat adil terhadap istri-istrinya sampai 4 orang. Tetapi, jika tidak dapat berbuat adil, maka ia cukup menikahi seorang saja (Hawwa, 1999: ). Sedangkan makna harfi yang terdapat dalam kitab tafsir ini tidak berbeda jauh dengan kitab-kitab tafsir lainnya, yaitu dengan cara menafsirkan penggalan kalimat per kalimat dan kata per kata yang terdapat dalam ayat tersebut. Jika diperlukan, kitab tafsir ini juga memakai hadis yang berhubungan dengan penggalan kalimatkalimat atau kata-kata tersebut. Dalam konteks pemahaman ayat poligami di atas, makna harfi yang terdapat dalam kitab ini tidak berbeda jauh dengan terjemahan dari ayat tersebut (Hawwa, 1999: 990). Faedah-faedah yang diungkapkan dalam kitab tafsir ini merupakan pokok utama pemikiran penafsirnya dari ayat yang dimaksud. Kitab ini juga memberikan hadis Rasulullah saw. yang berhubungan dengan pembahasan ayat tersebut. Pada ayat poligami di atas, penafsir mempunyai kesimpulan, bahwa ayat tersebut mengharamkan untuk menikahi wanita lebihdari seorang jika ia tidak dapat berbuat adil, atau ia hendak menyakitinya (Hawwl, 1999: 991). 29

38 D. Tafsiral-Jalalain Kitab tafsir ini ditulis oleh dua orang Imam, Imam Jalal al- Din Ibn Ahmadal-Mahalli dan Imam Jalal al-din Ibn Abi Bakr al- Suyuti. Metode tafsir yang dipakai dalam tafsir ini ialah metode ijmali, dengan mengambil bentuk penafsiran bi al-dirayah (al-ra'yi). Aplikasi penafsiran dari kitab ini hampir mirip dengan terjemahan al-qur'an secara bahasa. Poligami dibolehkan kepada umat muslim untuk menikahi wanita-wanita yang mereka senangi sebanyak 4 orang. Wanita-wanita tersebut tidak ditentukan apakah ia gadis, maupun janda yang ditinggal mati suaminya, janda yang dicerai suaminya, baik yang sudah mempunyai anak, maupun belum memiliki anak. Dengan catatan, umat muslim yang akan menikah lebih dari satu orang, mereka harus mampu dalam finansial, baik nafkah (materi) maupun pembagiannya (harus secara adil). Jika mereka tidak mampu akan kedua hal tersebut, maka mereka harus memiliki satu istri (Mahalli dan Suyuti, 2002: 77). E. Tafsir al-misbah Tafsir al-misbah ditulis mufassir Indonesia, dan pernah menjabat sebagai rektor perguruan tinggi negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yaitu M. Quraish Shihab. Kitab Tafsir al- Misbah merupakan sebuah kitab tafsir yang menggunakan metode tahlili. Setiap kata ataupun kalimat dari ayat maupun surat yang terdapat dalam al-qur'an, ditelaah secara rinci sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki mufassir-nya. Dari sisi bahasa,hubungan sebab-akibat,sebabturunnya wahyu, sampai pada penerapannya pada masa sekarang. Dalam menelaah sebuah ayat ataupun surat, kitab tafsir ini menggunakan penalaran maupun periwayatan. Penalaran yang terdapat dalam Tafsir al-misbah, ingin melihat maksud yang dikehendaki oleh Allah SWT. pada waktu diturunkan dan penerapannya pada masa sekarang (konteks masa kini). Tentunya, hal ini didukung oleh sumber-sumber yang dapat dijadikan rujukan ayat yang dikehendaki, seperti hadis Nabi Muhammad saw. dan pendapat para sahabat Nabi. 30

39 Ayat ketiga dari surat al-nisa', merupakan sebuah ayat yang berhubungan dengan ayat sebelumnya. Ayat sebelumnya melarang umat muslim untuk mengambil dan memanfaatkan harta anak yatim secara aniaya. Selanjutnya ayat ini juga melarang untuk berlakuaniaya terhadap pribadi anak yatim tersebut. Umat muslim dilarang menikahi anak-anak yatim yang mereka inginkan karena harta dan kecantikannya tetapi tidak berbuat adil terhadap mereka (anak-anak yatim). Selanjutnya, dibolehkannya orang muslim nikah lebih dari satu istri (batas maksimalnya 4 orang istri), karena ia dapat berlaku adil dalam harta dan perlakuan lahiriyah, bukan berlaku adil dalam cinta. Mereka boleh memilih wanita yang mereka senangi, tidak harus wanita janda yang memiliki anak, tetapi boleh gadis, janda karena dicerai (baik yang memiliki anak maupun yang tidak memiliki anak), dan janda yang ditinggal mati suaminya dengan tanpa meninggalkan anak. Yang perlu diperhatikan ialah, M. Quraish Shihab (2005, II: ) tidak menyatakan ayat ketiga surat al-nisa' sebagai ayat yang membuat peraturan poligami. Ayat tersebut tidak menganjurkan untuk melakukan poligami. Sebab sebelum ayat tersebut turun, poligami telah dikenal dan dilaksanakan oleh berbagai penganut agama. Ayat tersebut hanya membolehkan poligami dengan berbagai syarat yang tidak ringan. Poligami dibolehkan dengan melihat situasi dan kondisi maupun alasan secara logis 31

40 BAB IV PENAFSIRAN MUHAMMAD SYAHRUR DALAM AYAT-AYAT POLIGAMI A. Biografi Intelektual Muhammad Syahrur Muhammad Syahrur Ibn Daib lahir pada tanggal 11 April 1938 M. di perempatan Shalikiyah, Damaskus. la merupakan anak kelima dari tukang celup. Ayahnya memutuskan untuk mengirimkannya pada instansi pendidikan Ibtidaiyyah I dadiyyah dan Sanawiyah Abdurrahman al-kawakib yang terletak di pinggiran kota sebelah selatan Damaskus, dan berada di luar batas dinding kota tua Damaskus. la berhasil menamatkan kedua studinya pada tahun 1957 M. (Christmann, 2004: 19). Pada bulan Maret 1958 M., beliau mendapat beasiswa dari pemerintah Damaskus untuk studi Tehnik Sipil ( handasah madaniyah) di Moskow, Uni Soviet, dan menamatkan diplomanya pada tahun 1964 M. Setahun kemudian, pada tahun 1965 M., Syahrur kembali ke Syiria untuk menjadi dosen yang mengajar di Universitas Damaskus (Syahrur, 2002: xiii). Pada tahun 1969 M., ia kembali dikirim untuk studi ke luar negeri, yaitu ke University College di Dublin, hingga meraih gelar MA. Pada tahun 1972 M., ia berhasil menyelesaikan studi Doktornya (Ph.D) dalam spesialisasi Mekanika Pertanahan dan Fondasi (Ch ristmann, 2004: 19). Sampai sekarang, Dr. Ir. Muhammad Syahrur Ibn Daib masih dipercaya untuk mengajar di Fakultas Teknik Sipil Universitas Damaskus dalam bidang Mekanika Pertanahan dan Geologi (Syah, 2001: ). Pada tahun M., Dr. Ir. Muhammad Syahrur dikirim kembali oleh pihak universitas untuk menjadi tenaga ahli pada al-sa ud Concult, Arab Saudi. Ia bersama beberapa rekannya di fakultas membuka Biro Konsultasi Teknik Dar al-istisyarat al- Handasiyahdi Damaskus. Selain menekuni ilmu eksakta, fondasi, dan pertanahan, ia juga menguasai tiga bahasa; bahasa Arab, bahasa Inggris, dan bahasa Rusia. Bahkan, Muhammad Syahrur juga menekuni filsafat 32

41 (Nugroho, 2007: 2). Dengan ilmu yang dimilikinya, ia sering menjadi nara sumber tentang pemikiran keislaman, di antaranya: ia pernah menjadi peserta kehormatan di dalam publik tentang Islam di Maroko dan Lebanon pada tahun 1995 (Yaqin, 2003: 39); dan pada tanggal 7 Desember 1995 M. Muhammad Syahrur diundang oleh majalah Muqaddimat al-magribiyyah untuk menyampaikan ceramah dengan judul kebudayaan, moral, dan demokrasi dalam sorotan modernitas di tempat pertemuan al-daral-bada'(syahrur, 2002: xxix). Fase pemikiran Muhammad SyahrurIbn Daib dalam ilmu keislaman, setidaknya ada tiga tahapan (Syahrur, 2000a: 46-48, 2002: xiii-xv), yaitu: fase kontemplasi dan peletakan dasar pemahaman keislaman; fase pemikiran keislaman; dan fase penulisan pemikiran keislaman. Pada fase awal pemikiran keislaman (pada tahun M.), Muhammad Syahrur Ibn Daib belajar tentang pengaruh imam-imam mazhab terhadap pemikiran dan kondisi umat muslim sekarang. Umat muslim harus mampu menghadapi tantangan abad 20 dengan menampilkan buah pemikiran dan teori baru. Sebab, pada saat ini umat muslim masih terbelenggu oleh pemikiran imam-imam mazhab. Fase kedua terjadi antara tahun M. Pada tahun 1980 M., ia bertemu dengan teman lamanya Dr. Ja far Dakk al-bab yang telah menekuni studi bahasa di Uni Soviet selama M. Muhammad Syahrur Ibn Daib belajar bersama temannya tersebut untuk mendalami ilmu bahasa Arab. Sejak saat itu, ia mulai menganalisis ayat-ayat al-qur'an dengan model baru. Fase ketiga terjadi setelah tahun 1986 M., di mana Muhammad Syahrur sudah mulai menulis pemikiran-pemikirannya. Pada tahun 1990 M., Muhammad Syahrur dapat menyelesaikan karya pertamanya dalam ilmu keislaman. Karya itu adalah al-kitab wa al-quran: Qira ah Mu asirah. Sebuah karya monumental, yang hingga kini masih dibicarakan umat muslim. Sebetulnya, karya Muhammad Syahrur selain di bidang keislaman sangat banyak. Karya-karya tersebut berkaitan dengan bidang ilmu yang dimilikinya. Di antara karya-karyanya adalah Teknik Fondasi Bangunan dalam tiga volume dan Mekanika Tanah yang tersebar di Damaskus (Syah, 2001:238). 33

42 Karya-karya Muhammad Syahrur Ibn Daib dalam kajian keislaman merupakan sebuah karya baru dengan gerakan yang revolusioner. Karya-karya tersebut banyak mendapat kritikan dan hujatan, namun ia juga banyak mendapat dukungan. Sudah ada empat karya keislaman yang lahir dari buah pemikirannya, dan sampai kini masih banyak dikaji dan ditelaah umat muslim. Karyakarya tersebut adalah: al-kitab wa al-quran: Qira'ah Mu'asirah (1990 M.); Dirasat Islamiyyah Mu'asirah fial-daulah wa al- Mujtama (l994 M.);al-lslam wa al-lman Manzumah al-qiyam (1996 M.); dan Nahwa Usul al-jadidah li al-fiqh al-islam: Fiqh al-mar'ah (2000 M.). Karya pertama yang lahir dari tangan Muhammad Syahrur Ibn Daib adalah al-kitab wa al-quran: Qira'ah Mu'asirah. Karya ini ditulis mulai tahun 1986 M. dan selesai pada tahun 1990 M. (Syahrur, 1994: 32, 2002: xv, Christmann, 2004: 20). Buku ini merupakan karya pertama dari pemikiran Muhammad Syahrur Ibn Daib dalam memahami al-qur'an. Buku ini mempunyai tebal yang lebih dari 800 halaman dan telah dicetak berulang kali. Buku ini tersebar ke berbagai negara, baik di kawasan Arab maupun yang lainnya, seperti Indonesia. Buku ini merupakan buah karya pemikiran Muhammad Syahrur untuk memahami al-tanzil (al-qur'an) dengan pendekatan bahasa (linguistik). Pembacaan kontemporer yang dimaksud oleh Muhammad Syahrur ialah pembacaan ulang terhadap definisi, karakteristik, cakupan al-tanzil, dan al-sunnah, metode memahami bahasa al-kitab, maupun pola pikir yang digunakan Muhammad Syahrur untuk memahami Islam secara keseluruhan, termasuk dari sisi hukum. Selanjutnya, buku keislaman kedua yang lahir dari pemikiran Muhammad Syahrur adalah Dirasat Islamiyyah Mu'asirah fi al- Daulah wa al-mujtama'. Buku ini selesai ditulis oleh Muhammad Syahrur pada tahun 1994 M. Inilah hasil apresiasi Muhammad Syahrur dalam menanggapi persoalan umat Islam berkenaan dengan hubungan negara dan masyarakat. termasuk demokrasi, syura, HAM, dan jihad (Syahrur, 1994: 376). Pemikiran Muhammad Syahrur merupakan apresiasi terhadap kondisi masyarakat Syiria, dan masyarakat Timur Tengah 34

43 pada umumnya. Penegakan demokrasi dan kebebasan sipil menjadi sebuah masalah bagi masyarakat Timur Tengah. Dengan memunculkan teorinya, Muhammad Syahrur berusaha mencapai suatu masyarakat muslim yang demokratis yang menjunjung tinggi kebebasan sipil dengan tetap berpegang pada al-kitab. Sebab, menurut Muhammad Syahrur (2000 a: 45) al-kitab merupakan sebuah wahyu yang selalu hidup dan hadir di tengah-tengah manusia dengan segala persoalannya. Karya ketiga dari pemikiran Muhammad Syahrur tentang ilmu keislaman adalah al-islam wa al-lman Manzumah al-qiyam. Karya ini selesai ditulis pada tahun 1996 M. Karya ketiga Muhammad Syahrur ini membidik tentang konsep Islam dan Iman yang terdapat dalam al-tanzil. Berangkat dari pemahaman Syahrur tentang kata-kata kunci dalam al-tanzil berkaitan dengan persoalan akidah umat Islam, maka karya ini lahir sebagai pembacaan ulang atas ajaran Islam yang telah lalu. Beberapa istilah kunci itu antara lain: Islam dan Muslimun, Iman dan Mu'minun, Taqwa dan Muttaqun, Ajram dan Mujrimun, Kufr dan Kafirun, serta Syirkdan Musyrikun (Syahrur. 2002: 3). Pemahaman Syahrur banyak berbeda dengan ulama pada umumnya. Hal ini karena adanya perbedaan dalam memahami bahasa al-qur'an, seperti perbedaan dalam penggunaan sinonimitas bahasa. Ia (Syahrur, 2002: 14) menjelaskan, bahwa rukun Islam adalah penerimaan adanya eksistensi Allah, meyakini hari akhir, dan beramal shaleh. Dengan begitu, umat Islam tidak hanya umat Muhammad, tetapi juga umat sebelumnya, seperti umat nabi Nuh,Ibrahim, Ya kub, Musa, dan Isa. Tentunya hal ini berbeda dengan pemahaman umat muslim yang mengatakan bahwa rukun Islam itu ada lima, yaitu: membaca dua kalimat syahadat; mengerjakan salat; menunaikan puasa Ramadan; dan mengerjakan ibadah haji bagi yang mampu. Karya terakhir yang lahir dari pemikiran Muhammad Syahrur ialah Nahwa Usul al-jadidah li al-fiqh al-islami: Fiqh al-mar'ah. Karya ini selesai ditulis oleh Muhammad Syahrur pada tahun 2000 M. Dalam buku ini Muhammad Syahrur menjelaskan tentang metode fikih Islam kontemporer, khususnya berkaitan dengan masalah perempuan, seperti wasiat, waris, kepemimpinan perempuan, poligami, dan aurat perempuan. 35

44 Selanjutnya, karya Muhammad Syahrur yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini (poligami) terdapat dalam dua buku, yaitu al-kitab wa al-quran: Qira'ah Mu'asirah dan Nahwa Usul al-jadidah li al-fiqh allslami: Fiqh al-mar'ah. Meski pemikiran Muhammad Syahrur banyak berbeda dengan ulama lainnya, namun ia tidak pernah mengklaim dirinya paling benar. Pemikirannya adalah pemahaman yang benar bagi dirinya, belum tentu bagi orang lain. Demikian sebaliknya, pemikiran orang lain benar bagi dirinya, belum tentu benar bagi Muhammad Syahrur. Apabila yang dianggap benar oleh Muhammad Syahrur juga dianggap benar oleh orang lain, maka ia boleh mengambil pendapatnya. Oleh sebab itu, ia mengawali karyanya dengan semboyan yang dipakai oleh Imam Abu Hanifah dan Imam al-syafi'i (Syahrur, 1994: 14). كلامنا ھذا رأي فمن كان عنده خیر منھ فلیات بھ Perkataan kami adalah sebuah pendapat, jika di dalamnya terdapat sebuah kebaikan, maka ambillah. رأیي صواب یحتمل الخطا ورأي غیري خطا یحتمل الصواب Pendapat saya benar, tapi mungkin saja salah. Sebaliknya, pendapat orang lain salah, tapi bisa saja benar. B. Metode Penafsiran Muhammad Syahrur dalam Memahami Ayat-Ayat Hukum 1. Pembacaan Ulang al-qur an Al-Qur an merupakan sebuah teks atau nas yang mengungguli teks-teks lainnya. Dengan jaminan dari Allah SWT. sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw, ia dapat bertahan dari berbagai kritik dan perubahan sampai sekarang. Al-Qur an tidak pernah habis dan selesai untuk dipelajari, diteliti, dan dipahami sebagai petunjuk bagi manusia. Manusia sebagai makhluk yang berakal, selalu mengekspresikan kemampuannya untuk memahami isi kandung al-qur an. Dari waktu ke waktu manusia tidak pernah bosan untuk memahami, mempelajari dan mengamalkan isi kandungan al-qur an. Oleh sebab itu, pemahaman yang dilakukan manusia terhadap al-qur an sangat beragam. Dari pemahaman literalistik sampai pemahaman kontekstual. Semua itu tergantung pada 36

45 kecenderungan dan keahlian manusia yang mempelajarinya, atau tergantung konteks penafsirnya. Dengan demikian hubungan al-qur'an dengan penafsirnya (manusia yang memahami dan mempelajari al - Qur'an) selalu dinamis. Maka tidak heran, jika Muhammad Syahrur (2004: 42) mengatakan, bahwa kelebihan Teks al-qur'an atas teks-teks lainnya terletak pada usaha penafsirannya, yang tidak pernah habis dan berhenti. Muhammad Syahrur (2000b: 53) juga menyatakan bahwa al-tanzil (al-qur'an) merupakan kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT. kepada Muhammad saw. sebagai wahyu. Umat muslim wajib bersaksi bahwa al-qur'an merupakan sebuah wahyu yang muqoddas (hidup), sebagaimana orang Islam meyakini bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT. dan Muhammad saw. adalah utusan Allah SWT. yang terakhir. Dengan sifat yang muqaddas, maka al-tanzil dapat hidup dan selalu berada di tengah-tengah masyarakat Islam. la merupakan petunjuk yang selalu hidup bagi seluruh makhluk hidup, bukan petunjuk bagi makhluk yang telah mati (Syahrur, 20006: 34). Inilah yang menjadikan al-tanzil dapat bertahan hingga sekarang sejalan dengan perubahan masa dan perubahan kondisi masyarakat. Tentunya, dengan janji Allah swt. untuk selalu menjaganya. Sebagaimana tercantum dalam firman Allah swt. suratal-hijr(15):9. Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-qur an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. Sebagai Wahyu yang selalu hidup, maka ia dapat hidup sesuai dengan masa dan tempat di mana Wahyu itu berada. Pada masa sekarang, ia berada pada masa kontemporer, maka ia juga dapat menyelesaikan persoalan-persoalan kontemporer, baik menyangkut hukum, filsafat, dan persoalan lainnya (Syahrur, 20006: 54-55). Umat muslim harus mampu memahami makna yang terkandung di dalam al-tanzil sesuai dengan perubahan zaman. Al-Tanzil merupakan Teks yang tidak pernah bertambah dan berkurang (sta tis), namun makna yang 37

46 dikandungnya selalu sesuai dengan kebutuhan manusia (dinamis). Seluruh isi al-tanzildapat dipahami melalui akal manusia, dan al-tanzil sebagai Wahyu tidak akan bertentangan dengan akal manusia. la merupakan petunjuk bagi manusia sepanjang hidupnya (Syahrur, 2000a: 45). Oleh sebab itu, manusia harus mampu memahami isi kandungan al-qur'an. Untuk memahami isi kandungan al-tanzil, langkah pertama yang ditempuh oleh Muhammad Syahrur Ibn Daib adalah mendefinisikan ulang (redefinisi) istilah yang terdapat dalam al-kitab. Ia mempunyai pengertian yang berbeda dengan ulama pada umumnya, ia tidak mengakui adanya sinonimitas di dalam bahasa al-kitab, karena setiap kata dalam al-kitab selalu mempunyai maknanya sendiri. Hal ini di dasarkan atas pemahamannya mengenai bahasa manusia yang mempunyai makna masing-masing (Syahrur, 20000:44). Definisi Muhammad Syahrur yang cenderung berbeda dengan ulama sebelumnya ( salaf), bukan berarti ia meragukan kepandaian, kecerdasan, dan kemampuan ulama sebelumnya. Namun, ia hanya menegaskan bahwaturas maupun persoalan yang dihadapi umat Islam sskarang berbeda dengan turas masa lalu. Turas yang dihadapi ulama masa lalu adalah turas pada masa lalu pula. Usaha yang dilakukan ulama masa lalu untuk menyelesaikan persoalan-persoalan umat adalah sebuah usaha kreatif pada masanya (Syahrur, 1994: 35). Begitu pula dengan turas yang dihadapi manusia sekarang adalah turas masa sekarang. Oleh karena itu, manusia masa kini harus dapat memecahkan persoalan-persoalan tersebut sesuai dengan kebutuhan masa kini pula. Usaha Muhammad Syahrur untuk memecahkan persoalan umat Islam masa kini yang berlandaskan pada al-kitab, yaitu dengan membaca ulang tentang al-kitab. Dari sini ia mendapat kata-kata kunci dari al-kitab. Kata-kata kunci tersebut merupakan sebuah kata yang banyak disinggung oleh al-kitab dan memiliki peran yang sangat penting. Tentunya, penelusurannya berawal dari pemikirannya sendiri yang 38

47 mengemukakan tidak adanya sinonimitas dalam bahasa. katakata kunci tersebut di antaranya: a) Al-Kitab Al-Kitab ialah kumpulan wahyu yang diberikan AllahSWT. kepada Nabi Muhammad saw. yang termaktub dalam sebuahnas, dan mencakup seluruh ayat dan surat yang ada di dalam al-mushaf, dari awal surat al-fatihah sampai akhir surat al-nas, dengan kata lain, al-kitab yang dipersepsikan Muhammad Syahrur, sama dengan apa yang dipersepsikan oleh umat muslim mengenai al-qur an ( al- Kitab = al-qur an) Dengan demikian, jika penelitian ini menyebutkan al- Kitab maupun al-tanzil, maka sesungguhnya itu sama dengan apa yang disebut penulis dan ulama lainnya dengan al-qur an. Begitu juga sebaliknya, jika dalam konteks ini penulis menggunakan kata al-qur an (tanpa transliterasi), maka yang dimaksud seperti penyebutan al-kitab maupun al- Tanzil oleh Muhammad Syahrur. Hal ini berbeda dengan penyebutan al-qur an (dengan memakai transliterasi). Al-Qur an (dengan transliterasi) merupakan bagian dari al-kitab yang berisi ayat-ayat mutasyabihat. Di samping itu, al-kitab, juga mempunyai tiga bagian lagi, yaitu ayat-ayat muhkamat, alsab u al-masani, dan umm al-kitab (Syahrur: 2000a: 17). Dalam membaca ulang Islan (memahami al -Qur an) juga perlu diperhatikan mengenai adanya pembedaan antara ayat-ayat risalah dengan ayat-ayat nubuwaah. Bagi Syahrur (2000a: 54) ayat-ayat dalam al-kitabdibedakan antara ayatayat yang berdimensi kenabian ( nubuwwah) dengan ayatayat yang berdimensi kerasulan ( risalah). Ayat-ayat nubuwwah ialah kumpulan ayat yang mencakup ayat-ayat kauniyah (ayat-ayat tentang fenomena alam) dan ayat-ayat tentang sejarah. Sedang ayat-ayat risalah merupakan kumpulan ayat ibadah, mu'amalat. dan akhlak. Ayat-ayat risalah ini berkaitan dengan beban (tak lif) yang diberikan kepada manusia dalam agama Islam, 39

48 b) Kata-kata kunci dalam hal akidah, misalnya Islam / Muslimun, Iman/ Mu'minun, Taqwa / Muttaqun, Ajram / Mujrimun, Kufr / Kafirun, dan Syirk / Musyrikun (Syahrur, 2002: 3). Berikut ini dipaparkan sebagian dari pemikiran Muhammad Syahrur mengenai hal-hal tersebut. Konsep Islam telah disebutkan di atas dalam pembahasan mengenai karya ketiga dari Syahrur ( Islam wa al-iman Manzumah al-qiyam). Singkatnya, Islam ialah penerimaan adanya eksistensi Allah, meyakini hari akhir, dan beramal shaleh. Sedang Muslimun ialah orangnya, sehingga ia mencakup umat Islam Nabi Muhammad saw., umat Islam nabi Nuh as., nabi Ibrahim as., nabi Ya kub as., nabi Musa as., dan nabi Isa as (Syahrur, 2002: 14,30). Lawan dari Islam adalah ajram, dan lawan dari muslim adalah mujrim. Konsep ajram kebalikan dengan konsep Islam, yaitu mengingkari eksistensi Allah, mengingkari hari kebangkitan (hari akhir), dan tidak beramal saleh (Syahrur, 2002: 15). Sedang konsep Iman merupakan bentuk pembebanan yang diberikan oleh Allah kepada manusia (takli f) yang bersifat tidak alami, maka pelaksanaannya disesuaikan dengan kadarkemampuan dan kesanggupan. Rukun Iman berarti mengakui kebenaran Rasul Muhammad saw., risalah-nya, ritual-ritual keagamaan, syura dan perang. Muslimun adalah orangnya, yang tidak hanya dikhususkan pada umat Nabi Muhammad saw. (Syahrur, 2002: 30-33). Kebalikan dari konsep ini adalah konsep kufr orangnya kafirun (Syahriir, 2002: 26). Inilah bagian dari kata -kata kunci yang dijelaskan oleh Muhammad Syahrur untuk membaca ulang Islam. Dari kata-kata kunci tersebut akan berkembang pembacaan Islam lainnya. Yang tidak kalah penting adalah, perbedaan definisi hudud antara ulama dengan Muhammad Syahrur. Hudud dalam terminologi fukaha diartikan sebagai hukuman ( uqubah) yang sudah ditentukan oleh Allah swt. dan merupakan haknya (Awdah, 1992: 78-79). Hukuman ini merupakan batasan yang telah ditetapkan oleh Allah dalam al-qur'an, sehingga manusia 40

49 tidak boleh melanggarnya, baik menambah maupun menguranginya. Sedang hudud yang dimaksud Muhammad Syahrur ialah ketentuan-ketentuan Allah atau hukum Allah itu sendiri, bukannya hukuman. Fukaha tidak membolehkan adanya ruang ijtihad di dalam hudud, sebab di dalam al-qur'an sangat jelas mengenai hukuman yang diberikan Allah SWT. kepada manusia. Sebaliknya, Muhammad Syahrur melihat adanya ruang ijtihad bagi manusia untuk menemukan maksud Tuhan yang terdapat di dalam al-kitab. Hudud bukan berupa bentukhukuman yang sudah jelas dan statis, namun ia merupakan hukum yang dapat bergerak dinamis sesuai dengan perkembangan zaman (salih likulli zaman wa makan). Melalui hudud, manusia dapat mengetahui ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Tuhan. 2. Metode Penafsiran Ayat-ayat Hukum Syahrur menawarkan pembacaan ulang terhadap al- Kitab, sehingga menghasilkan pemahaman dan kesan mendalam tentang akurasi istilah yang digunakannya. Pembacaan ulang terhadap al-kitab (al-qur'an) merupakan sebuah usaha untuk menghidupkan makna kandungan al-kitab (al-qur'an). Sebab ia adalah sebuah wahyu muqaddas (hidup) yang dapat menyelesaikan masalah-masalah makhluk hidup dalam mengarungi kehidupannya. Umat Islam harus dapat mempelajari, memahami, dan mengamalkan isi kandungan al-kitab tersebut. Dengan pemahaman yang benar, maka umat Islam selalu mampu untuk menyelesaikan setiap masalah. Pada masa sekarang, tentunya umat Islam tidak akan ketinggalan dalam mengaplikasikan maksud kandungan al-kitab sesuai dengan kebutuhan ilmu-ilmu modern, termasuk hukumnya. Dengan demikian, umat Islam membutuhkan sebuah metode penemuan hukum yang baru, yang sesuai dengan perkembangan zaman, dan tidak bersifat statis atau tidak terpaku pada metode lama, seperti yang telah dicetuskan oleh imam-imam mazhab (Syahrur, 2000a: 32). Sebab, ilmu-ilmu yang terdapat dalam al-kitab diperuntukkan kepada manusia sesuai dengan kebutuhannya (Syahrur, 2000a: 36). 41

50 Oleh karena itu, manusia wajib menjaga, mempelajari, memahami, dan mengamalkan isi kandungan al-kitab. Allah SWT. telah berfirman dalam surat al-hijr (15): 9 dan al -Nahl (16): 44. Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-qur an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. 42 Dan Kami turunkan kepadamu al-qur'an. agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. Kedua ayat di atas mengisyaratkan, bahwa manusia punya andil besar untuk menjaga keotentikan al-qur'an dan untuk merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, Muhammad Syahrur menetapkan persyaratan ketika akan memahami al-kitab, sebagai langkah membaca ulang pemahamanislam yang benar. Persyaratan tersebut di antaranya (Syahrur, 20000: 44-45): a) Memahami kaidah-kaidah ilmu bahasa yang dipegangi oleh Abu Ali al-farisi yang ditampilkan oleh Ibnu Jinni dan 'Ab al-qahir al-jurjani, yaitu metode kebahasaan yang merujuk pada sya'ir-sya'ir Arab pada masa Jahiliyah. b) Memahami kaidah-kaidah ilmu bahasa yang dipegangi oleh Ibnu Faris (murid Sa lab) yang tertuang dalam kitabnya, Mu jammaqayis al-lugah. Karya tersebut menolak adanya sinonimitas bahasa c) Tidak berpegang pada Ta'wilmufassir sebelumnya, agar tafsir yang dilakukannya selalu hidup sesuai dengan perkembangan zaman, tidak terpaku oleh penafsiran sebelumnya. Dengan demikian ilmu-ilmu lain yang berkembang pada saat memahami al-kitab dapat masuk menjadi penunjang maupun tolak ukur.

51 d) Tidak ada bahasa al-kitab yang tidak dapat dipahami, karena al-kitab diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia. e) Harus berkeyakinan bahwa tidak ada pertentangan antara wahyudengan akal, dan antara wahyu dengan realitas. f) Sesungguhnya Allah mengangkat derajat orang yang berpikir, oleh sebab itu kita tidak boleh menyia-nyiakannya. Dari dasar-dasar yang telah ditetapkan oleh Muhammad Syahrur tersebut, dapat diketahui bahwa untuk memahami al- Kitab, Muhammad Syahrur menggunakan pendekatan bahasa yang dipadukan dengan realitas kealaman, baik dari akal manusia, persoalan-persoalan yang sedang berkembang, maupun ilmu-ilmu yang sedang berkembang pada saat itu. Pendekatan bahasa digunakan oleh Muhammad Syahrur, karena ia melihat bahwa al-kitab merupakan hasil sebuah dialektika yang terjadi antara Khaliq dan makhluknya. Dialektika ini akan hidup sepanjang zaman. Dengan pendekatan bahasa, Muhammad Syahrur menentukan cara atau metode praktis dalam menafsirkan al- Kitab. Metode yang digunakan oleh Muhammad Syahrur dalam menafsirkan al-kitab, sebagaimana diungkapkan oleh sahabatnya Dr. Ja'far Dakk al-bab (2000a: 20). yaitu metode historis-ilmiah (al-manhajal-tarikhi al- ilmi). Metode historis yang diterapkan dalam menafsirkan al- Kitab, mempunyai tujuan untuk mengetahui konteks bahasa al- Kitab pada saat al-kitab diturunkan, maupun sebelum al-kitab tersebut diturunkan. Bahasa yang terdapat di dalam al-kitab sesuai dengan bahasa yang digunakan masyarakat Arab pada waktu itu. Jadi, jika ingin mengetahui konteks bahasa yang dikehendaki oleh bahasa al-kitab, maka harus mengetahui pula bahasa masyarakat Arab pada waktu itu, termasuk sya'irsya'irnya. Dengan demikian tidak mengherankan ketika Muhammad Syahrur selalu menelusuri sya'ir-sya'ir Arab pada masa al-kitab diturunkan dan masa sebelum al-kitab tersebut diturukan, yaitu masa Jahiliyah. Sementara metode ilmiah merupakan sebuah cara penafsiran untuk mengetahui kebutuhan umat muslim sekarang. Dengan bantuan ilmu-ilmu yang sedang berkembang pada masa 43

52 sekarang (ilmiah), maka al-kitab akan hidup. Tentunya isi kandungan yang terdapat didalam al-kitab dapat dilakukan oleh manusia, karena ia sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya. Metode ilmiah merupakan representasi dari kebutuhan masa sekarang (konteks masa sekarang). C. Metode dan Pemahaman Muhammad Syahrur dalam Menafsirkan Ayat-ayat Poligami Poligami merupakan persoalan penting yang dihadapi oleh wanita, baik oleh umat Islam maupun selain Islam. Poligami merupakan fenomena yang telah lama dikenal dalam tradisi agamaagama lain, seperti Kristen, Yahudi, dan Hindu. (Iqbal, 1994 : 165). Pentingnya poligami karena berkaitan dengan hak asasi manusia. Oleh sebab itu, konsep poligami harus dipahami secara benar berdasarkan ketentuan Allah SWT yang terdapat dalam al-tanzil Muhammad Syahrur (2000 a: 597, 2000b: 301), melihat bahwa ayat yang dijadikan dasar hukum adanya persoalan poligami adalah surat al-nisa' (4): 3. Tentunya, dasar hukum yang dipakai oleh Muhammad Syahrur tidak berbeda dengan ulama lainnya, baik yang mendukung poligami maupun yang menolak adanya poligami. Yang membedakan antara Muhammad Syahrur dengan ulama lainnya adalah mengenai hasil penafsiran ayat tersebut. Mengenai metode tafsir, Muhammad Syahrur jelas menggunakan metode tafsir maudu i atau tematik. Dalam hal ini jelas, bahwa yang ia pakai dalam menafsirkan ayat-ayat poligami adalah dengan cara mencari ayat-ayat yang berhubungan dengan tema yang dimaksud (poligami), kemudian menelaahnya dengan bantuan beberapa disiplin ilmu maupun pendekatan, untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif. Penafsiran yang dilakukan oleh Muhammad Syahrur tidak berbeda dengan metode penafsiran yang ia gunakan pada ayat-ayat hukum lainnya. la menggunakan pendekatan kebahasaan yang diperoleh dari sahabatnya Dr. Ja'far Dak al-bab di Universitas Moskow. Muhammad Syahrur menyandarkan pembahasan kebahasaan untuk menelaah al-kitab ini pada dua cara; yaitu memakai pendekatan kebahasaan dari Abu Ali al-farisi yang 44

53 ditampilkan oleh Ibnu Jinni dan Ab al-qahir al-jurjani dan pendekatan kebahasaan yang dipakai oleh Ibnu Faris. Pendekatan kebahasaan yang dipakai oleh Abu Ali al-farisi dan ditampilkan oleh Ibnu Jinni dan Ab al-qahir al-jurjani adalah pendekatan kebahasaan yang merujuk pada sya ir-sya ir Arab pada masa Jahiliyah. Sedangkan pendekatan kebahasaan yang dipakai Ibnu Faris (murid Sa lab) tertuang dalam kitabnya, yaitu Mu jam Maqayis al-lugah. Karya tersebut menolak adanya sinonimitas bahasa (Syahrur, 2000a: 44-45) Ayat yang dijadikan dasar hukum poligami adalah surat al- Nisa (4): 3 yaitu : Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap hak-hak anak perempuan yang yatim (apabila kamu hendak menikahi), maka nikahilah wanita-wanita yang kamu senangi dua, tiga atau empat kemudian jika kamu takut tidak dapat berbuat adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat dengan tidak berbuat aniaya. Langkah awal untuk menganalisis ayat tersebut adalah menetapkan kata kunci. Setidaknya ada dua kata kunci dalam ayat poligami di atas, yaitu qasata kataعدلdan qasata dengan satu bentuk menurut bahasa yang benar dan asli dari lisan orang Arab mengandung dua arti yang saling bertolak belakang. Arti pertama dari kata قسط ialah مع المساعدة yangالعدل berarti berlaku adil dengan penambahan hamzah ( یقسط.(أقسط Kata ini terdapat dalam surat al- Ma'idah(5): 42. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. 45

54 Arti yang kedua dari kata الظلم والجورialahقسط yang berarti berbuat aniaya dan menyimpang (tidak adil). Sebagaimana disebutkan Allah swt dalam surat al-jinn (72): 15. Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. maka mereka menjadi kayu api bagi neraka jahannam. kata عدل juga mempunyai dua arti yang saling bertentangan. Arti pertama adalah استواء yang berarti lurus atau sama, sementara arti kedua dari kata عدل adalah اعوجاج berarti bengkok. Muhammad Syahrur menjelaskan kedua kata; قط dan berdasarkanعدل atas pedoman bahasa yang terdapat di dalam kitab Mu'jam Maqayis al- Lugah karangan Ibnu Faris. Dalam kitab tersebut juga disebutkan perbedaan antara keduanya, yaitu kata أقسط berarti suatu perbuatan adil yang hanya melibatkan satu pihak, sedang kata merupakanعدل perbuatan adil yang melibatkan dua belah pihak (Syahrur, 2000a: ). Bagi Syahrur (2000a: 599), kata ( adil )أقسط yang terdapat dalam kalimat خفتم ألا تقسطوا في الیتامى hanyaوأن ditujukan pada anakanak yatim dari janda yang akan dinikahi. Sedang kata ( adil )عدل yang terdapat dalam kalimat فا ن خفتم ألا تعدلوا فواحدة ditujukan pada anak-anak (anak-anak orang yang akan menikah lagi dan anak-anak yatim dari janda yang akan dinikahi). Selanjutnya, Muhammad Syahrur menggunakan munasabah al-ayat dalam menafsirkan ayat poligami di atas. 1 Dilihat dari penafsirannya, ia selalu mengaitkan suatu ayat dengan ayat yang lain, atau kalimat dengan kalimat, maka ia juga berarti menggunakan metode munasabah. Metode munasabah ini terlihat ketika ia menjelaskan ayat ketiga dari surat al-nisa' (4) di atas menjadi ma'tufkepada ayat sebelumnya (ayat kedua) yang membahas tentang hak -hak anak 1 ilmu munasabah menurut Manna' al-qattan (1980: 97) berarti ilmu yang membahas tentang berbagai hubungan di dalam al-qur an. yang meliputi: hubungan kata demi kata dalam satu kalimat (ayat); hubungan antara ayat satu dengan ayat yang lain, atau antara surat dengan surat 46

55 yatim, sebab, ayat ketiga surat al-nisa' (4) diawali dengan huruf wawu'ataf خفتم).(وإن Bunyi ayat kedua dari surat al-nisa' (4), ialah: Dan berikanlah kepada anak-anak yatim harta mereka. jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu memakan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (memakan dan menukar) itu, adalah dosa besar. Ayat di atas memberi pengertian tentang larangan makan harta anak yatim, mengganti yang baik dengan yang jelek dan wajib menyerahkan harta mereka, karena yang menanggung kebutuhan anak-anak yatim tersebut adalah ibunya yang sudah janda (Syahrur, 2000a: 598). Bagi Syahrur (2000 b: 302), ayat tersebut juga dihubungkan dengan definisi anak yatim, yang terdapat dalam surat al-kahfi (18): 82, dan surat al-nisa' (4): 6. Bunyi surat al-kahfi (18): 82 tentang pengertian anak yatim sebagai anak yang kehilangan orang tuanya. yaitu: Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, dan ayahnya adalah seorang yang saleh. sedang bunyi surat al-nisa' (4): 6, yang member i pengertian anak yatim sebagai anak yang belum dewasa, adalah: Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Dari munasabah ayat-ayat di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa latar belakang dibolehkannya poligami adalah karena ingin membantu anak-anak yatim yang ditinggal mati oleh ayahnya. 47

56 Poligami hanya diperuntukkan bagi menanggung anak-anak yatim. 48 wanita-wanita janda yang Dengan pengertian seperti ini, Muhammad Syahrur (2000 a: 600) memahami hadis sahih Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan oleh imam Muslim (tt., II:591). أنا وكافل الیتیم كھاتین في الجنة وأشار إلى اصبعیھ Saya (Nabi Muhammad saw.) dengan orang yang menanggung anak yatim seperti ini (dengan menunjukkan kedua jarinya) di surga. Inilah yang dipahami Muhammad Syahrur sebagai latar belakang ayat poligami di atas, yakni poligami merupakan sebuah solusi untuk memecahkan persoalan terlantarnya anak-anak yatim dan janda-janda. Hal ini juga disinggung oleh Asghar Ali Engineer (1994: 143), bahwa latar belakang turunnya ayat poligami adalah adanya problem baru akibat dari kekalahan umat Islam dalam perang Uhud. Sebanyak 70 dari 700 umat Islam mati terbunuh. Problem itu berupa terlantarnya janda-janda mereka (dari orang-orang yang mati dalam perang tersebut) beserta anak-anaknya. Selanjutnya, penafsiran yang dilakukan oleh Muhammad Syahrur berkaitan dengan jenis wanita yang akan dinikahi. surat al- Nisa' (4): ayat 3 menyebutkan, bahwa orang yang akan dinikahi adalah wanita-wanita yang baik dua, tiga, atau empat dari jenis wanita-wanita yang berstatus janda yang mempunyai anak yatim. Kata merupakanفانكحوا jawaban خفتمdari, Syahrur )وإن 20006: ).Kalimat (jawab) tersebut terdapat dalam kalimat: Maka nikahilah wanita-wanita (janda yang beranak yatim) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat Wanita-wanita yang dimaksud di sini adalah janda yang mempunyai anak yatim, karena ditunjukkan oleh kata الیتمى (yang berarti anak-anak yatim dari janda) dalam kalimat syarat: Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap hak anak-anak yatim (dari janda yang akan kau nikahi).

57 Muhammad Syahrur melanjutkan penafsirannya terkait dengan pernikahan terhadap wanita-wanita janda, yaitu kalimat: kemudian jika kamu takut tidak dapat berbuat adil (antara anak -anak kamu dengan anak-anak yatim dari istri yang akan kamu nikahi), maka (nikahilah) seorang (janda yang mempunyai anak yatim) saja. Kata ditafsirkanفواجدة sebagai seorang janda yang mempunyai anak yatim. Kata wanidah menunjuk pada kata pertama yang terdapat dalam susunan ayat وثلاث ورباعpoligami,مثنى yaitu kata yakniمثنى sebagai istri kedua, tidak kembali kepada istri yang pertama diartikanمثنى sebagai istri kedua dari janda yang Kata.(الا ولى) mempunyai anak. Sebab, khitabayat tersebut adalah parasuami yang diperintah untuk menikahi janda yang memiliki anak yatim(syahrur, 2000a: 599). Penafsiran tersebut dikuatkan oleh kalimat lanjutan dari ayat yang أدنى ألا تعولواsama,yaitu yangذلك demikian itu adalah lebih dekat kepada tidakberbuat aniaya. karena hanya menambah istri janda yang mempunyai anakyatim sebagai istri kedua. Kata تعولوا berasal dari kata yangعول كثرة العیال والجورbermakna (banyak anak dan berlaku tidak adil). Maka, ketikaseorang suami memiliki banyak keluarga dari istri janda yang mempunyai anak yatim. tentu ia juga menanggung banyak kewajiban yang harus dipenuhinya, seperti menaggung seluruh kebutuhan finansial keluarganya. Bila ia tidak mampu memenuhi kewajiban ini, ia bisa saja berbuat tidak adil terhadap anak-anaknya dan anak-anak dari istri-istri yang dinikahinya. Tentunya, perbuatan ini melanggar ketentuan Allah swt. Oleh sebab itu, Allah menetapkan untuk menikahi seorang saja 599). 2000a: dari janda yang memiliki anak yatim (Syahrur, (فواحدة) Muhammad Syahrur (2000b: 305) juga menghubungkan ayat di atas dengan ayat ke-127 dari surat yang sama (al-nisa'), yaitu: 49

58 Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. katakanlah: Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka dan apa yang dibacakan kepadamu dalam al-qur'an. (j uga menfatwakan) tentang para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin menikahi mereka dan tentang anak-anak yang dipandang masih lemah. Dan (Allah menyuruh) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa saja yang kamu lakukan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. Oleh Syahrur, ayat di atas menjelaskan bahwa Allah swt. memberi kemudahan bagi orang-orang yang akan menikahi armalah zatu aitam (janda yang ditinggal mati dan mempunyai anak yatim), dengan membebaskan mereka dari membayar mahar dan sanggup memelihara anak-anak yatim tersebut. Selanjutnya, Syahrur (2000a: 600) mengambil ayat 129 dari surat yang sama, untuk menunjukkan bahwa keadilan yang dihendaki hanya pada anak-anak suami dengan anak-anak dari janda yang dinikahi, bukan keadilan untuk para istri yang dinikahi. Karena keadilan antara istri-istri itu tidak akan terwujud. Hal ini sudah dinyatakan dalam ayat dalam surat al-nisa' (4): 50 Dan kamu sekali-kali tidak dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian. Karena itu, janganlah kamu cenderung (kepada yang kamu cintai). sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Pentantang.Jika keduanya bercerai,

59 maka Allah akan memberi kecukupan pada masing-masing dari limpahan karunia-nya. Dan Allah adalah Maha Luas (kar unianya) lagi Maha Bijaksana. Muhammad Syahrur memahami ayat-ayat poligami dalam surat al-nisa' (4) di atas, bukan hanya bertujuan untuk melegalkan status poligami, namun lebih dari itu, yaitu ingin membangun kepedulian sosial melalui poligami dengan melindungi anak-anak yatim dan ibunya (janda-janda yang ditinggal mati suaminya). 51

60 BAB V ANALISIS PEMAHAMAN MUHAMMAD SYAHRUR TENTANG POLIGAMI A. Analisis Metode Penafsiran al-kitab Muhammad Syahrur di Tengah Metode Penafsiran Ulama Lainnya Untuk memahami ketetapan Allah SWT. yang terdapat dalamal-kitab, Muhammad Syahrur menawarkan metode penafsiran yang berbeda dengan metode yang ditawarkan ulama lain, walaupun masih terdapat beberapa persamaannya. Muhammad Syahrur memakai metode tafsir maudu i dalam menelaah al-kitab, ia menentukan sebuah tema atau sebuah ide dalam penafsiran al-kitab. Penentuan tema atau ide ini berangkat dari kegundahan hati dan pikiran Muhammad Syahrur dalam memahami persoalanpersoalan yang menimpa umat Islam. Pemahaman umat Islam berbeda dengan pemahaman yang ia pegangi. Oleh sebab itu, ia meneliti tema atau ide yang menyebabkan perbedaan pemahamannya ke dalam al-kitab. Usaha yang dilakukan oleh Muhammad Syahrur ini, lazim disebut sebagai penafsiran Muhammad Syahrur terhadap al-kitab. Untuk memudahkan langkah dalam melakukan penafsiran terhadap al-kitab, Muhammad Syahrur menentukan metode untuk mendekati al-kitab tersebut. Metode pendekatan tersebut ditempuh melalui pendekatan kebahasaan. Dengan pendekatan kebahasaan, Muhammad Syahrur berusaha memahami ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.berusaha memahami ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. dalam al-kitab. Pemahaman ketetapan ini harus dilakukan secara benar, agar ajarannya dapat dilaksanakan oleh manusia dan bermanfaat bagi. Dengan demikian, ajaran atau ketetapan yang terdapat dalam al-kitab akan hidup di tengah-tengah masyarakat muslim, dan berguna sebagai petunjuk bagi mereka sepanjang hidupnya (Syahrur, 2000a: 45, 2000b: 34). Pendekatan kebahasaan yang digunakan oleh Muhammad Syahrur, banyak diilhami oleh disertasi sahabatnya, Dr. Ja far Dakk al-bab (Abdullah, 2002 : 132). Pendekatan ini mengambil kaidah- 52

61 kaidah bahasa yang ditetapkan oleh Ibnu Faris (murid Sa lab) dan Abu 'Ali al-farisi yang ditampilkan oleh Ibnu Jinni dan 'Abd al- Qahir al-jurjani (Syahrur, 2000a: 44-45). Kaidah-kaidah bahasa atau prinsip-prinsip bahasa harus dipahami dan dipegangi oleh orang yang akan melakukan penafsiran. Di antara kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip bahasa yang dimaksud itu ialah struktur bahasa dan sinonim kata. Muhammad Syahrur (2000 a: 44, 2002: 20, dan Christmann, 2004: 29) tidak mengakui adanya sinonimitas bahasa, sebagaimana yang dipegangi oleh Ibnu Faris yang tertuang dalam kitabnya, Mu'jam Maqayis al- Lugah dan 'Abd al-qahir al-jurjani. Maka tidak heran, jika Muhammad Syahrur selalu menafsirkan kata-kata yang terdapat dalam al-kitab dengan merujuk pada makna yang terdapat dalam kitab Mu'jam Maqayis al-lugah tersebut. Selain tidak berpegang pada sinonimitas bahasa, Muhammad Syahrur juga tidak berpegang pada ta'wil (tafsir) mufassir sebelumnya (2000a: 44). Langkah ini ditempuh oleh Muhammad Syahrur (1994: 35) agar umat Islam tidak hanya berpegang pada ajaran umat Islam terdahulu dalam menyelesaikan persoalan masa kini, tetapi umat Islam harus mampu menafsirkan dan memahami sendiri al-kitab sesuai dengan kebutuhan dan keilmuan masa kini, sehingga segala persoalan yang dihadapi umat Islam kontemporer dapat diselesaikan sesuai dengan proposinya. Muhammad Syahrur merujuk pada sya'ir-sya'ir Arab pada masa Jahiliyah (masa sebe lum datangnya ajaran Islam Nabi Muhammad saw.) sebagai kaidah dalam pendekatan kebahasaan. Kaidah ini diambil oleh Muhammad Syahrur dari Abu 'Ali al-farisi melalui Ibnu Jinni dan 'Ab al-qahir al-jurjani (Syahrur, 2000a: 44-45). Kaidah atau prinsip bahasa ini merupakan metode yang diterapkan oleh Muhammad Syahrur untuk memperoleh pemahaman yang benar dalam menafsirkan al-kitab. Selain kaidah dan prinsip bahasa di atas, Muhammad Syahrur juga mensyaratkan kaidah dan prinsip lainnya yang harus dipegangi ketika akan menafsirkan sebuah ayat ataupun surat dalam al-kitab. Kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip dalam menafsirkan al-kitab di antaranya adalah kaidah ilmu nahwu dan saraf, prinsip tidak ada bahasa al-kitab yang tidak dapat dipahami, tidak ada pertentangan 53

62 antara wahyu dengan akal, dan tidak ada pertentangan antara wahyu dengan realitas (2000a:45). Dari beberapa kaidah dan prinsip bahasa yang ditawarkan oleh Muhammad Syahrur, terdapat perbedaan yang cukup signifikan dengan kaidah dan prinsip kebahasaan yang dipakai ulama pada umumnya. Perbedaan ini sangat jelas terlihat pada penggunaan kaidah: tidak adanya sinonimitas dan kaidah tidak berpegang pada ta'wil dari mufassir lainnya, juga tidak berpegang pada asbab alnuzul. Kebanyakan penafsir, selalu mengakui adanya sinonimitas bahasa dalam al-qur'an. Makna satu kata dapat sama atau mirip dengan makna kata yang lain. Hal ini dapat diketahui dari kamuskamus bahasa Arab yang dipegangi oleli para mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat al-qur'an. Muhammad Syahrur mengabaikan penafsiran mufassir lain. Hal ini tentu berbeda dengan ulama lain yang selalu memperhatikan dan memakai penafsiran orang lain jika perlu, baik dari sahabat Nabi saw., tabi in, atau yang lain untuk memperjelas dan mendukung pendapatnya, misalnya Muhammad 'Abd al-'azim al-zarqani (1996: 16) menjelaskan dalam kitabnya Manahil al- Irfan fi Ulum al- Qur an, ia menggunakan penafsiran orang lain, seperti tafsir Ibnu Kasir, al-suyuti, dan Ibnu Jarir al-tabari sebagai rujukan, keterangan, dan dukungan atas pendapatnya. Contoh lain terdapat dalam kitab al-asas fi al-tafsir yang ditulis oleh Said Hawwa (1999: ) juga memakai penafsiran orang lain, seperti penafsiran Imam al-syafii dalam hal yang sama. Begitu pula Abu 'Abdillah Muhammad Ibn Ahmad al-ansari al- Qurtubi (1968, V: ) dalam karyanya al-jami' li Ahkam al- Qur'an juga memakai penafsiran orang lain, seperti pendapat al- Dahak dan al-tabari. Sementara penggunaan kaidah ilmu nahwu dan saraf prinsip tidak adanya pertentangan antara al-qur'an dengan akal atau dengan realitas, antara Muhammad Syahrur dengan mufassir lainnya tidak terlihat adanya perbedaan secara signifikan. Banyak kitab tafsir yang memakai kaidah ilmu nahwu dan saraf, atau prinsip tidak adanya pertentangan antara akal dengan wahyu, dan antara wahyu dengan realitas. 54

63 Hampir semua kitab tafsir memakai kaidah ilmu nahwu dan saraf, bahkan balagah, sebab kaidah bahasa ini merupakan kunci bagi umat muslim dalam memahami susunan kata bahasa Arab. Dalam kitab tafsir al-jami' li Ahkam al-qur'an, karya Abu 'Abdillah Muhammad Ibn Ahmad al-ansari al-qurtubi (1968, V: II) menjelaskan susunan kata pada ayat ketiga dari surat al-nisa' (4). Karena itu, Mujahid (seorang tabi in berkata, seorang mu'min tidak boleh membahas kitab Allah SWT. kecuali dia pandai bahasa Arab (agar tidak salah). Karena itu pula 'Umar Ibn al-khattab menyuruh Abu al-aswad untuk menyusun ilmu nahwu (Sabun i, 1981: ). Oleh kebanyakan ulama, Asbab al-nuzul menjadi syarat mutlak dalam penafsiran al-qur'an. Hal ini dapat dilihat dari ayatayat (dapat dilihat melalui daftar isi) dalam kit ab tafsir al-jami' li Ahkam al-qur'an karya Abu 'Abdillah Muhammad Ibn Ahmad al- Ansari al-qurtubi (1968) yang selalu memakai asbab al-nuzul ayat bila ada. Kitab tafsir al-karim al-rahman fi tafsir kalam al-mannan karya 'Abd al-rahman Ibn Nasir al-sa'di (2002) juga dapat dijadikan contoh mengenai penafsiran ulama yang memakai prinsip asbab alnuzul. Pendek kata, ulama memakai prinsip-prinsip penafsiran sebagai mana sudah disinggung pada bab II. Kitab Tafsir al-misbah yang ditulis seorang mufassir asal Indonesia, M. Quraish Shihab (2005, II: 343) mengunakan asbab alnuzul ayat poligami sebagai keterangan penjelas. Asghar Ali Engineer (1994: 27-29, ), selalu merujuk pada asbab alnuzuldan menilik kondisi masyarakat Arab sebelum Islam, ketika membahas tentang fikih wanita. Penggunaan sya'ir-sya'ir Arab atau cerita-cerita bahasa Arab terdahulu yang digunakan oleh Muhammad Syahrur, juga dipakai oleh ulama lainnya. Seperti kitab al-jami' li Ahkam al-qur'an karya Abu 'Abdillah Muhammad Ibn Ahmad al-ansari al-qurtubi (1968, V: 19), ia menggunakan sya'ir-sya'ir Arab atau cerita-cerita bahasa Arab terdahulu sebagai penjelas dari keterangannya mengenai kata dalam مثنى وثلاث ورباغ dalamsurat al al-nisa' (4): 3. Dari uraian di atas dapat diketahui, bahwa pendekatan kebahasaan yang dipakai oleh Muhammad Syahrur, terdapat perbedaan dan persamaan dengan ulama lainnya. Pendekatan 55

64 kebahasaan yang dipakai Muhammad Syahrur sebagai langkah dalam menafsirkan al-kitab, ada yang sama dengan langkah-langkah ulama pada umumnya dan ada yang tidak sama. Setidaknya ada tiga langkah dalam pendekatan kebahasaan yang berbeda antara Muhammad Syahrur dengan ulama pada umumnya, yaitu penolakan sinonim kata dalam al-kitab dan penolakan penafsiran ulama lain, serta tidak memakai asbab alnuzul. Sekalipun yang nyata beda hanya tiga, namun perbedaan ini sangat krusial bagi hasil penafsiran al-kitab. Dengan penolakan sinonim kata dalam al-kitab, Muhammad Syahrur membuktikan bahwa hasil penafsirannya berbeda dengan ulama lainnya, sebab semua kata dalam al-tanzil (al-qur'an) mempunyai makna sendiri-sendiri. Begitu juga dengan penolakan penafsiran ulama lain, Muhammad Syahrur telah berhasil menafsirkan ayat dalam al-tanzil sesuai dengan keilmuan yang ia miliki, dan hasilnya berbeda dengan ulama lain. Meski terdapat perbedaan dalam pendekatan kebahasaan, namun tujuan yang hendak dicapai oleh Muhammad Syahrur dengan para mufassir lainnya adalah sama. Mereka sama-sama ingin memahami ketetapan Allah SWT. yang tertuang di dalam al-qur'an (al-kitab dalam bahasa Muhammad Syahrur) secara benar. Tidak hanya menafsirkan al-qur'an secara subyektif tanpa didasari dengan keilmuan lain, dan hanya sesuai dengan keinginannya, tetapi mereka ingin menafsirkan al-qur'an sesuai dengan kehendak Allah SWT. dengan di dasari 7 kaidah penafsiran, dan keilmuan lain, serta niat yang tulus. Selanjutnya, untuk memperoleh pemahaman yang benar terhadap al-kitab melalui pendekatan kebahasaan, Syahrur menetapkan cara ataumetode, yakni metode yang dapat mengetahui ketentuan Allah SWT., dan metode yang dapat mengetahui maksud dari ditetapkannya ketentuan tersebut. Cara atau metode yang ditawarkan Muhammad Syahrur tersebut ialah metode historisilmiah atau al-manhaj al-tarikhi al-'ilmi (Bab, 2000a: 20). Metode historis yang didasarkan atas pendekatan kebahasaan dalam al-kitab, ditujukan untuk mengetahui konteks bahasa al-kitab ketika diturunkan sebagai wahyu. Bagaimana kondisi masyarakat 56

65 saat itu, situasi apa yang melingkupinya, dan bagaimana sikap Rasulullah saw. menghadapi peristiwa tersebut. Konteks historis yang ingin diketahui oleh Muhammad Syahrur tidak hanya sebatas pada bahasa al-kitab yang diturunkan untuk merespon situasi dan kondisi masyarakat Arab pada masa itu, tetapi lebih dari itu, konteks historis juga ingin mengetahui kegunaan bahasa yang dipakai dalam al-kitab sesuai dengan kegunaan bahasa masyarakat Arab pada masa itu dan masa sebelumnya, karena kegunaan bahasa Arab merupakan ekspresi dari tingkah laku dan keinginan masyarakat Arab. Metode yang dipakai Muhammad Syahrur juga hampir sama dengan metode yang digunakan ulama lainnya. Fazlur Rahman misalnya, ia memperkenalkan teori Double Movement (gerak ganda). Langkah pertama yang ditempuh oleh Fazlur Rahman, mirip dengan metode historis yang dipakai oleh Muhammad Syahrur. Menurut Fazlur Rahman (2000: 7, 200): 264), gerakan pertama mengharuskan mufassir untuk memahami arti atau makna dari sesuatu pernyataan dengan mengkaji situasi atau problem historis di mana pernyataan al-qur'an tersebut merupakan jawabannya. Konteks mikro dan makro pada saat ayat al-qur'an diturunkan wajib diketahui oleh mufassir (Abdullah, 2002: 122). Dengan mengkaji ayat-ayat yang spesifik dan memahami situasi masyarakat, agama, adat istiadat, dan lembaga-lembaga bangsa Arab, maka situasi mikro dan makro tersebut dapat dipahami dengan jelas. Hal ini membutuhkan bantuan ilmu asbab al-nuzul dan konsep naskh. Komaruddin Hidayat (2004: 20-25, ) menjelaskan bahwa metode hermeneutika sebagai filsafat penafsiran yang bersifat terbuka. Menurutnya dengan hermeneutika, proses pemahaman, penafsiran, dan penerjemahan, yang meliputi tiga subyek; dunia pengarang, dunia teks, dan dunia pembaca, akan terlihat dengan jelas. Teori ini menjelaskan konteks masa lalu dengan masa sekarang, bagaimana hubungan ketiga subyek di atas deugan dunia realitas pada masa itu, dan dengan dunia keilmuan yang sedang berkembang pada saat itu. Teori penafsiran al-qur'an yang digunakan oleh Komaruddin Hidayat hampir sama dengan metode penafsiran al-kitab yang 57

66 dipopulerkan oleh Muhammad Syahrur. Keduanya sama-sama ingin melihat konteks masa lalu dan penerapannya pada masa kini. Hal ini jugatelah dilakukan oleh oleh Fazlur Rahman melalui gerak pertama dari teori double movement. Teori semantik al-qur'an yang dijelaskan oleh Toshihiko Izutsu (2003: 1-3), merupakan metode penafsiran yang mirip dengan metode yang dipakai oleh Muhammad Syahrur. Teori semantik ini merupakan kajian analitik terhadap istilah-istilah kunci suatu bahasa dengan suatu pandangan yang akhirnya sampai pada pengertian konseptual Weltanschauung atau pandangan dunia masyarakat yang menggunakan bahasa itu, tidak hanya sebagai alat bicara dan berpikir, tetapi lebih penting dari pada itu, yaitu pengkonsepan dan penafsiran dunia yang melingkupinya. Toshihiko Izutsu ingin melihat konteks al-qur'an mamakai bahasa Arab sebagai wahyu di tanah orang Arab, itu juga merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Inilah ilmu-ilmu keislaman yang dipertahankan oleh Muhammad Syahrur, dalam mengkaji al-kitab. Melalui metode historis, Muhammad Syahrur ingin mengetahui kondisi masyarakat pada saat itu, dan mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhinya.dengan demikian, metode historis yang dijelaskan Muhammad Syahrur untuk memahami ketetapan Tuhan melalui penafsiran terhadap al-kitab, sejalan dengan metode atau cara yang ditempuh ulama lainnya. Yang perlu diperhatikan adalah, masuknya cerita-cerita israiliyat dan sya'ir-sya'ir Arab pra Islam. Cerita-cerita israiliyat dan sya'ir-sya'ir Arab pra Islam yang tidak benar, dapat men-distorsi pemahaman mufassirdalam penggunaan konteks bahasa, baik situasi dan kondisi masa itu, maupun hal-hal yang berkaitan dengan bahasa al-kitab. Pada akhirnya, cerita-cerita israiliyat tersebut dapat menjadi hadis-hadis palsu. Oleh karena itu, kebanyakan ulama sangat berhati-hati untuk mengambil cerita-cerita tersebut, bahkan ada sebagian ulama yang mengharamkan untuk memakainya (Ushama, 2000: 36-37). Metode penafsiran al-kitab selanjutnya yang ditawarkan oleh Muhammad Syahrur ialah metode ilmiah. Metode ilmiah digunakan oleh Muhammad Syahrur untuk mengetahui konteks 58

67 masa kini, konteks yang meliputi kebutuhan hidup masyarakat muslim pada masa kini dan kebutuhan akan ilmu-ilmu yang sedang berkembang pada masa itu. Kebutuhan masyarakat harus dapat direspon oleh fukaha yang disandarkan pada al-kitab. Muhammad Syahrur (2000a: 20) menawarkan pembacaan ilmiah dalam menafsirkan al-kitab sama dengan Fazlur Rahman (2000: 8) menawarkan gerak kedua dari double mevement. Keduanya ingin mengetahui konteks masa kini, dan sama-sama ingin menerapkan nilai-nilai al-qur'an ke dalam kehidupan seharihari. Bagi fukaha, kebutuhan masyarakat menjadi tolok ukurkemampuan mereka untuk menerapkan nilai-nilai al-qur'an dalamkehidupannya. Faktor-faktor yang berperan dalam kehidupan sehari-hariditelaah sesuai dengan makna yang terkandung dalam al- Kitab. Begitupula sebaliknya, ketetapan Allah SWT. yang terkandung dalam al-kitabdi telaah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pada akhirnya dapat disimpulkan, bahwa antara al- Kitab dengan realitas tidak terdapat pertentangan. Langkah ini juga telah ditempuh oleh Asghar Ali Engineer (1994), Toshihiko Izutsu (2003), Komaruddin Hidayat (2004), dan M. Quraish Shihab (2005). Pemikir -pemikir keislaman ini menawarkan dan menjelaskan metode penafsiran al-qur'an yang tepat pada masa kini. Pembacaan al-qur'an dilakukan dengan metode ilmiah yang memakai bantuan ilmu-ilmu pada masa modern maupun ilmu-ilmu pada masa kontemporer. Metode ilmiah dibutuhkan dalam penafsiran al-qur'an, karena wahyu berada pada masa kontemporer, sehingga ia harus dapat menyelesaikan persoalan-persoalan kontemporer, baik menyangkut persoalan hukum, filsafat, maupun persoalan kontemporer lainnya (Syahrur, 2000 b: 54-55). Penggunaan ilmu-ilmu tersebut merupakan respon Islam untuk menghidupkan al-kitab di tengah-tengah masyarakat muslim. Ilmuilmu tersebut merupakan penunjang kebutuhan masyarakat pada masa sekarang. Dengan demikian, jika selama ini metode yang dipakai ulama terpaku pada metode ulama masa lalu, dan hal ini dirasa kurang tepat untuk dipakai pada masa sekarang, maka ulama wajib kiranya 59

68 mengganti metode tersebut dengan metode yang tepat dengan kebutuhan masa sekarang. Dalam persoalan hukum misalnya, jika metode pengambilan hukum yang dilakukan oleh imam-imam mazhab tidak atau kurang tepatdipakai pada masyarakat kontemporer, maka metode-metode tersebut harus ditinggalkan, dan diganti dengan metode baru yang lebih tepat bagi masyarakat kontemporer (Syahrur, 2000a: 32). Realitas sekarang menunjukkan, bahwa ilmu yang dipergunakan oleh sebagian besar masyarakat sekarang ialah ilmu eksakta. Dengan demikian, ilmu eksakta dibutuhkan sebagai penunjang metode baru dalam pembacaan al-kitab. Berangkat dari hal ini, Muhammad Syahrur (2000a: 450) memakai ilmu matematika untuk membantu dalam memahami ketetapan Allah SWT. dalam al- Kitab. Berbeda dengan Muhammad Syahrur, kebanyakan ulama memakai bantuan ilmu-ilmu modern dalam menafsirkan al-qur'an adalah, selain ilmu eksakta, karena mereka belum setuju atau belum tertarik untuk memakai ilmu eksakta sebagai metode ilmiah untuk menafsirkan al-qur'an. Hal ini dapat dilihat dari hasil karya mereka yang tidak ditemukan adanya teori keilmuan modern dari ilmu eksakta sebagai langkah atau cara menafsirkan al-qur'an. Ilmu modern yang dipakai para pemikir keislaman kontemporer sebagai penunjang metode penafsiran al-qur'an, antara lain adalah filsafat dan bahasa. Beberapa pemikir keislaman yang memakai filsafat sebagai metode penafsiran al-qur'an,di antaranya: Muhammad Abduh, Riffat Hasan, Farid Essack (Gusmian, 2003: ). Komaruddin Hidayat (2004, ) menampilkan metode hermeneutika sebagai metode penafsiran al-qur'an. Memperkenalkan pendekatan semantik bahasa sebagai metode penafsiran al-qur'an, dan M. Quraish Shihab memakai metode interteks sebagai langkah dalam menafsirkan al-qur'an (Gusmian, 2003: 228). Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa konteks masa lalu dan masa kini harus diketahui dan disikapi fukaha dalam menafsirkan al-kitab dan memahami Islam. Langkah ini ditempuh agar al-kitab dapat hidup ( muqaddas) di tengah-tengah masyarakat muslim dan menjadi petunjuk bagi seluruh makhluk hidup. Inilah 60

69 tujuan penggunaan metode historis-ilmiah dalam pendekatan kebahasaan untuk memahami al-kitab, di samping tetap memperhatikan norma-norma dalam melakukan penafsiran al- Qur'an. B. Analisis Metode Penafsiran Ayat Poligami Muhammad Syahrur di Tengah Metode Penafsiran Ulama Lainnya Ada hal yang menarik ketika membahas perbedaan pendapat di antara ulama tentang poligami, karena perbedaan-perbedaan itu berangkat dari dasar yang sama, yakni surat al-nisa' (4): 3, baik ulama yang menerima dan mengakui adanya poligami, maupun pemikir Islam yang menolak adanya poligami dalam Islam. Di kalangan ulama yang mengakui danmenerima poligami dalam Islam, ada perbedaan pendapat yang berkaitan dengan syarat-syarat kebolehan poligami. Mereka memiliki gaya dan metode yang berbeda-beda dalam menafsirkan ayat tersebut. Metode penafsiran yang dipakai oleh Muhammad Syahrur adalah metode yang ia pakai dalam menafsirkan al-kitab dan metode pembacaan. Termasuk ke dalam bingkai ilmu modern, ialah ilmu analisis bahasa sebagai metode penafsiran al-qur'an. Di antara pemikir keislaman yang memegang metode ini ialah: Nasr Hamid Abu Zayd yang menjelaskan analisis semiotik sebagai cara memahami al-qur'an (Zayd, 1993: 21-24, Gusmian, 2003: 211), Toshihiko Izutsu (2003: 1-3) memperkenalkan pendekatan semantik bahasa sebagai metode penafsiran al-qur'an, dan M. Quraish Shihab memakai metode interteks sebagai langkah dalam menafsirkan al-qur'an (Gusmian, 2003: 228). Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa konteks masa lalu dan masa kini harus diketahui dan disikapi fukaha dalam menafsirkan al- Kitab dan memahami Islam. Langkah ini ditempuh agar al-kitab dapat hidup ( muqaddas) di tengah-tengah masyarakat muslim dan menjadi petunjuk bagi seluruh makhluk hidup. Inilah tujuan penggunaan metode historis-ilmiah dalam pendekatan kebahasaan untuk memahami al- Kitab, di samping tetap memperhatikan norma-norma dalam melakukan penafsiran al-qur'an. 61

70 1. Metode Penafsiran Ayat Poligami Muhammad Syahrur di Tengah Metode Penafsiran Ulama Lainnya Ada hal yang menarik ketika membahas perbedaan pendapat di antara ulama tentang poligami, karena perbedaan-perbedaan itu berangkat dari dasar yang sama, yakni surat al-nisa' (4): 3, baik ulama yang menerima dan mengakui adanya poligami, maupun pemikir Islam yang menolak adanya poligami dalam Islam. Di kalangan ulama yang mengakuidan menerima poligami dalam Islam, ada perbedaan pendapat yang berkaitan dengan syarat-syarat kebolehan poligami. Mereka memiliki gaya dan metode yang berbeda-beda dalam menafsirkan ayat tersebut. Metode penafsiran yang dipakai oleh Muhammad Syahrur adalah metode yang ia pakai dalam menafsirkan al-kitab dan metode pembacaan Islam secara umum. Muhammad Syahrur (2000a: 54), membedakan antara ayat-ayat yang berdimensi kenabian ( nubuwwah) dengan ayat-ayat yang berdimensi kerasulan (risalah). Ayat tentang poligami termasuk ayat yang berdimensi kerasulan ( risalah), sebab ayat ini merupakan ayat tentang mu'amalat antara manusia dengan sesamanya. Ayat risalah ini juga berkaitan dengan beban (taklif)yang diberikankepada manusia dalam agama Islam. Selanjutnya, Muhammad Syahrur menetapkan ayat poligami dari sisi kaidah ilmu bahasa, sebagaimana ia (Syahrur, 2000a: 44-45) berpegang pada kaidah bahasa yang dipegangi oleh Abu 'Ali al- Farisi yang ditampilkan oleh Ibnu Jinni dan 'Ab al-qahir al-jurjani, yaitu metode kebahasaan yang merujuk pada sya'ir-sya'ir Arab pada masa Jahiliyah dan menolak adanya sinonimitas bahasa (penolakan sinonimitas bahasa ini juga dipegangi oleh Ibnu Faris yang tertuang dalam kitabnya, Mu'jam Maqayis al-lugah). Ia juga tidak berpegang pada ta'wil mufassir sebelumnya, agar penafsirannya tidak terpengaruh oleh mereka. Muhammad Syahrur juga berkeyakinan, bahwa ayat poligami dapatdipahami secara akal dan realitas, serta tidak ada pertentangan di antara ketiganya. Ayat yang dijadikan dasar hukum poligami ialah surat al- Nisa' (4):3. 62

71 Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap hak anak-anak perempuan yang yatim (apabila kamu hendak menikahi), maka nikahilah wanita-wanita yang kamu senangi dua, tiga, atau empat, kemudian jika kamu takut tidak dapat berbuat adil, maka (nikahilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat dengan tidak berbuat aniaya. Muhammad Syahrur menelaah ayat poligami di atas, kemudian menetapkan kata kuncinya sebagai pedoman dalam menafsirkan ayat poligami dan memahami ketetapan Allah SWT. Kata kunci ayat di atas, ialah kata qasata dan 'adala. Langkah yang ditempuh oleh Muhammad Syahrur sama dengan langkah yang dilakukan Toshihiko Izutsu dan Nasr Hamid, yaitu menetapkan kata kunci sebuah ayat. Menurut Toshihiko Izutsu (2003: 3), setelah ditetapkan kata kunci tersebut, maka kemudian ditelaah secara semantik bahasa, untuk mendapatkan makna secara konseptual. Sementara, Nasr Hamid menetapkan kata kunci tersebut untukmendapatkan siyaq al-nas poligami dan pandangan al-qur'an terhadap poligami (Isnaini, 2007: 3). Ulama lain mengambil dan menjelaskan makna mufradat atau kata-kata penting dari ayat tersebut. Kata penting merupakan kata yang tidak selalu ditemukan dalam ayat al-qur'an. Ulama yang mengambil langkah demikian amat banyak, antara lain; Dr. Wahbah al-zuhaili (1991, III: 232), dan S id Hawa (1999, II: ). Dengan demikian, langkah yang dipakai oleh Muhammad Syahrur hampir sama dengan langkah-langkah yang ditempuh ulama modern lainnya. Meski agak berbeda dengan ulama tafsir yang mengambil makna mufradat dan kata-kata penting, namun kata-kata penting itu dapat masuk dalam kategori kata kunci dalam bahasa Muhammad Syahrur. 63

72 Setelah itu, Muhammad Syahrur menjelaskan kata kunci tersebut berdasarkan atas pedoman bahasa yang terdapat di dalam kitab Mu'jam Maqayis al-lugah karya Ibnu Faris, sebagaimana ia juga menjelaskan kata-kata selain kata kunci dengan kaidah bahasa yang dipeganginya. Dari mencermati kedua kata kunci tersebut, Muhammad Syahrur menemukan ada perbedaan antara keduanya. Kata qasata mengandung dua arti yang saling bertolak belakang, yaitu kata qasata dengan makna al'adlusetelah mendapat tambahan hamzah yang berarti berlakuadil. Kata ini terdapat dalam surat (أقسط یقسط) al-ma'idah ( 5): 42. Kedua, kata qasata yang tidak mendapat tambahan hamzah dengan makna al-zulmu wa al-juryang berarti berbuat aniaya dan menyimpang, kata ini terdapat dalam surat al- Jinn(72):14. Penemuan Muhammad Syahrur tentang makna adil bagi kata kunci aqsata (ruba'i) dan arti aniaya bagi kata qasata (sulasi) adalah sama dengan ulama lain. Kata adala juga mempunyai dua arti yang saling bertentangan. Arti pertama adalah istawa' yang berarti lurus atau sama, sedang arti kedua adalah a'wajaj berarti bengkok. Muhammad Syahrur menjelaskan kedua kata; qasata dan 'adala berdasarkan atas pedoman bahasa yang terdapat di dalam kitab Mu'jam Maqayis al- Lugah karya Ibnu Faris. (Syahrur, 2000a: ). Ulama tafsir yang menganggap kedua kata tersebut mempunyai makna yang sama, yaitu keadilan, ketika kata qasata tersebut telah di tambah dengan hamzah (aqsata), antara lain adalah: Abu Tahir Muhammad Ibn Ya'qub al-fairuz Abadi dalam kitab Tanwir al-miqbas min Tafsir Ibn 'Abbas (tt.), Abu 'Abdillah Muhammad Ibn Ahmad al-ansari al-qurtubi dalam kitab al-jami' li Ahkam al-qur'an (1968), Abu al-qasim Jara Allah Mahmud Ibn 'Umar al-zamakhsari dalam kitab al-kasysyaf 'an Haqaiq al-tanzil wa 'Uyun al-aqawil fi Wujuh al-ta'wil (1977), 'Abd al-wahid Salih dalam kitab al-i'rab al-mufassal li Kitabi Allah al-murattal (1998), Said Hawa dalam kitab al-asas fi al-tafsir (1999), dan ulama kontemporer Dr. Wahbah al-zuhaili dalam kitab al-tafsir al-munir fi al-'aqidah waal-syari'ah waal-manhaj(1991). 64

73 Muhammad Syahrur membedakan penggunaan kedua kata di atas. Kata aqsata berarti suatu perbuatan (adil) yang hanya melibatkan satu pihak, sedang kata 'adala merupakan sebuah perbuatan (adil) yang melibatkan dua belah pihak (S yahrur, 2000a: 598). Bagi Syahrur (2000a: 599), kata aqsata (adil) yang terdapat dalam خفتم ألا تقسطوا في الیتامىkalimat ditujukanوإن pada anak-anak yatim dari janda yang akan dinikahi, yakni adil dari satu sisi. Sedang فا ن خفتم ألا تعدلوا فواحدة kata 'adala (adil) yang terdapat dalam kalimat ditujukanpada anak-anak mereka (anak -anak suami dan anak-anak yatim dari jandayang dinikahi), sehingga adil pada dua sisi. Secara eksplisit, makna yang diberikan oleh ulama dalam kitab-kitab tafsir di atas, tidak membedakan makna kata aqsata dan kata 'adala,tetapi secara implisit, mereka membedakannya. Aqsata berarti berbuat adil dari satu sisi, yaitu terhadap anak-anak yatim yang akan dinikahi, dalam memberikanmahar utamanya, dan 'adala berarti adil dalam dua sisi, yakni antara istri yang satu dengan istri yang lain dalam nafkah dan qasomah (giliran). Jadi menurut kebanyakan mufassir, keadilan yang dimaksud adalah keadilan (aqsata) dalam hal mahar, dalam hal nafkah, dan qosmu kepada para istri mereka, tidak keadilan ( aqsata) pada anak-anak yatim dari janda yang dinikahi, dan keadilan ( 'adala) pada anak-anaknya sendiri dan anak-anak yatim dari janda yang dinikahi. Dengan demikian, langkah yang ditempuh Muhammad Syahrur berbeda dengan langkah yang dilakukan ulama lain. Penafsiran yang dilakukan oleh Muhammad Syahrur dalam ayat poligami surat al-nisa' (4): 3, adalah sebagai berikut: 65

74 Penafsiran ayat ini menurut versi Muhammad Syahrur adalah: Apabila kamu takut tidak dapat berbuat adil terhadap anak-anak yatim (dari janda yang kamu nikahi), maka nikahilah wanita-wanita (janda yang mempunyai anak yatim) dua, tiga atau empat. Dan apabila kamu takut tidak bisa berbuat adil (antara anak-anak kamu dan anak-anak yatim dari janda yang kamu nikahi), maka nikahilah satu (dari janda-janda yang mempunyai anak yatim itu) atau budak yang kamu miliki yang demikian itu lebih dekat untuk tidak berbuat keji. Sedang penafsiran mufassirun/para ahli tafsir adalah: Apabila kamu takut tidak bisa berbuat adil pada anak-anak yatim (yang kamu nikahi) dalam mempergauli dan memberi mahar seperti wanita lain, maka nikahlah dengan wanita-wanita (selain mereka) dua, tiga, atau empat. Dan apabila kamu takut tidak dapat berbuat adil (antara istri-istri kamu), maka nikahilah satu saja atau budak yang kamu miliki yang demikian itu lebih dekat untuk tidak berbuat keji (karena terhadap budak tidak ada kewajiban berlaku adil). menurutالیتامىkata jumhur adalah anak-anak yatim yangdinikahi, sesuai dengan asbab al-nuzul, bukan anak-anak dari janda yang dinikahi seperti pendapat Muhammad Syahrur (2000a: ). Pendapat Muhammad Syahrur ini tidak sesuai dengan asbab al-nuzul yang diriwayatkan oleh imam al-bukhari(tt., III: 237-,(238 diartikanالیتامىlagipulakalau الیتامىsebagai berartiأمھات ada majaz hazf.dalam ilmu ma ani(hasyimi, 1960: 224) disebutkan: majaz hazfitu boleh dilakukan, asal tidak merusak arti atau pemahaman dan ada qarinahma nawiyah atau lafziyah (sesuatu yang mengisyaratkan ada pembuangan yang bersifat ma'nawi atau lafzi). Sedang di sini tidak ada qarinahjuga tidak ada asbab al-nuzulyang menjelaskan arti tersebut. Yang مثنى وثلاث ورباعdimaksud oleh jumhuradalah wanitaselain anak yatim (Zuhaili, 1991, III: 237), baik berupa gadis, janda yang ditinggal mati suaminya, janda yang dicerai, janda yang mempunyai anak, maupun janda yang tidak mempunyai anak, bukan hanya janda-janda yangmempunyai anak yatim, seperti pendapat 66

75 مثنى وثلاث Muhammad Syahrur (2000a: 599) yang mengaitkan yatim. yangالیتامى berartiibu anak denganورباع Menurut penulis, penafsiran Muhammad Syahrur jauh berbeda dengan penafsiran ulama lainnya, karena ia mengabaikan asbab al-nuzul, padahal menurut al-wahidi seperti yang dikutip al- Suyuti (tt., I: 29, 101) penafsiran ayat al-qur'an itu hanya bisa dilakukan dengan bantuan asbab al-nuzul. Sedang yang dimaksud تعدلوا menurutألا jumhur adalah adil antara istri-istri, seperti yang ditunjukkan oleh ayat 129 surat al-nisa' (4) dan hadis sahih riwayat imam Ahmad, bukan adil antara anakanak (anak-anak dari suami dan anak-anak dari janda yang dinikahi), seperti pendapat Muhammad Syahrur (2000a: 599). Ayat 129 surat al-nisa' (4) berbunyi: 67 dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteriisteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sedang hadis sahih riwayat imam Ahmad (San'a ni, tt.. III: 126) adalah: عن أبي ھریرة عن النبي من كانت لھ امرأتان فمال إلى إحداھما دون الا خرى جاء یوم القیامة وشقھ ماي ل (أخرجھ أحمد والا ربعة وسنده صحیح). Dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi Muhammad saw. barang siapa memiliki dua orang istri, dan dia lebih condong pada salah satu di antara kedua (istri)nya. dengan mengesampingkan yang lain, maka pada hari kiamat dia akan datang dengan tubuh yang miring. Dan yang dimaksud menurutفواحدة jumhur adalah bertahanlah dengan istri satu saja ( واحدة,(فالتزموا tidak perlu menambah istri lagi,bila tidak sanggup berbuat adil antara istri-istri.

76 Sedang pendapat Muhammad Syahrur (2000 a: 599), adalah apabila tidak bisa berlaku adil antara anak-anak (anak -anak suami dengan anak-anak yatim dari janda yang dinikahi), maka nikahilah janda satu saja yang mempunyai anak yatim sebagai istri kedua, maksudnya tetap poligami dan di sini tetap ada hubungan antara ank-anak sendiri dan anak-anak yatim dari janda yang dinikahinya. Menurut Muhammad Syahrur cukup menambah satu janda saja yang mempunyai anak yatim itu sudah termasuk lebih dekat kepada Allah swt. untuk tidak berlaku aniaya. Sesuai dengan Firman Allahswt..ذلك أدنى ألا تعولوا. akhir dalam surat al-nisa' (4): 3 bagian Padahal menurut jumhur, istri satu sajalah yang mendekatkan untuk tidak berlaku aniaya. Selanjutnya, Muhammad Syahrur menggunakan munasabah al-ayat dalam menafsirkan ayat poligami di atas. Metode ini dipakai untuk mengetahui pemahaman yang komprehensif tentang ketentuan poligami. la menghubungkan ayatayat dalam al-tanzil yang sesuai dengan tema permasalahan. Dalam konteks ayat poligami surat al-nisa' (4): 3 di atas, Muhammad Syahrur (2000a: , 2000b: 302) menghubungkannya dengan ayat kedua dari surat al-nisa' (4). surat al-nisa' (4): 3, menjadima tufdan ayat sebelumnya (ayat kedua) yang membahas tentang hak-hak harta anak yatim agar dijaga dan dikembangkan, jangan dimakan atau diganti yang lebih jelek, dan setelah dewasa hartanya agar diserahkan. dalamالیتامىmaka surat al-nisa' (4): 3, itu bukan wanita yatim yang akan dinikahi, tetapi benar-benar anak-anak yatim yang masih kecil dari janda yang akan dinikahi, karena dikaitkan الیتامى أموالھمdengan dalamوآتوا Menurut penulis, hubungan ayat ketiga dengan ayat kedua surat al-nisa' (4) ini lebih berkaitan dengan nasib anak yatim yang bersentuhan dengan harta benda mereka, baik dalam keadaan mereka diampu di luar nikah seperti dalam surat al-nisa' (4): 2 atau berlanjut sampai di jenjang pernikahan seperti dalam surat al-nisa' (4): 3. Bukan hubungan antara anak yatim kecil yang ibunya dinikahi dengan anak yatim yang diperhatikan hak hartanya. Imam Muhammad Ibn 'Ali Ibn Muhammad al-syaukani dalam kitabnya Fathu al-qadir (tt.. I: 127) mengatakan, bahwa ayat ini berhubungan dengan ayat ketiga dari surat yang sama, kaitannya 68

77 dengan penerapan keadilan bagi anak yatim yang akan dinikahi dengan memberikan haknya, yaitu mahar nikah. Mufassir yang menghubungkan antara ayat kedua dengan ayat ketiga menjelaskan, tidak boleh berbuat aniaya terhadap anak yatim yang dinikahinya, dan boleh menikahi anak yatim dengan syarat membayar maharnya. Said Hawa (1999, II: 989) juga menuturkan kebolehanpoligami terhadap anak yatim dengan syarat menunaikan hak-haknya, seperti membayar maharnya dan berbuat adil dalam nafkah. Sayyid Muhammad Husain al-tabatabai menuturkan dalam karyanya al-mizan fi Tafsir al-qur'an (1983, IV: 166), bahwa hubungan antara ayat kedua dengan ayat ketiga surat al-nisa' (4) berkaitan dengan pelarangan memakan harta anak yatim, termasuk ketika melangsungkan perkawinan yang tidak membayar mahar, atau mengganti hartanya dengan harta anak yatim dalam pernikahan. Pelarangan ini juga dihubungkan dengan surat al-nisa' (4): 10. Ulama lainnya tidak langsung menghubungkan antara ayat kedua dengan ayat ketiga surat al-nisa' (4). Mereka menghubungkan antara ayat kedua surat al-nisa' (4) dengan ayat keenam dalam surat yang sama. Misalnya, Abu 'Abdillah Muhammad Ibn Ahmad al- Ansari al-qurtubi (1967, V: 9) dan Wahbah al -Zuhaili (1991, III: 230). Hubungan ini berkaitan dengan pelarangan memakan harta anak yatim dan kewajiban menyerahkannya bila anak yatim sudah dewasa. Hubungan yang ditampilkan oleh ulama selain Muhammad Syahrur berkaitan dengan hak-hak yang harus ditunaikan oleh umat Islam yang akan berpoligami adalah anak yatim atau wanita yatim, hak-hak dan pembagian hartanya harus tetap dilakukan secara adil. Bukan ketentuan tentang keharusan wanita yang akan dinikahi adalah janda yang ditinggal mati suaminya dan memiliki anak yatim. Konsep keadilan yang ditawarkan Muhammad Syahrur dalam surat al-nisa' (4): 3. tentang keadilan kepada anak-anak yatim dari janda yang dinikahi dengan anak-anaknya sendiri, bukan kepada istri-istrinya yang ditegaskan kembali dalam surat al-nisa' (4): 129. Surat ini menurutnya menunjukkan bahwa keadilan ditegakkan bukan kepada istri-istri yang dinikahi, sebab manusia tidak akan 69

78 dapat berbuat adil terhadap istri-istrinya, tetapi kepada anak-anaknya (Syahrur, 2000a: 600). Hal ini tentu berbeda dengan konsep keadilan yang dipegang olehulama lain. Mereka meyakini, bahwa konsep keadilan ditujukan antara istriyang dinikahinya, bukan antara anak. Sebab, yangتعدلواkata masihmutlaqpada ayat ketiga surat al-nisa' (4) itu dijelaskan yangتعدلواdengan ada qayyid بین النساء antara istri-istri dan فتذروھا كالمعلقة sehingga kamu biarkan yang lain terkatungkatung pada ayat 129 surat al-nisa' (4) di bawah ini: Dan kamu sekali-kali tidak dapat berlaku adil di antara istri-istrimu (cinta dan jiwa), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu, janganlah kamu cenderung (kepada yang kamu cintai) sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri ( dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyayang, Menurut penulis, munasabah antara ayat 3 dengan ayat 129 surat al-nisa' (4), adalah bahwa kata pada ayat 3 tersebut ditafsirkan oleh pada ayat 129, sehingga yang dimaksud adil dalam ayat 3 adalah adil antara istri-istri. Makna tersebut juga dikuatkan oleh lafal yang berarti meninggalkan istri-istri, bukan anak-anak. Salah satu ilmu yang harus dimiliki oleh seorang penafsir adalah usul al-fiqh. Di dalam ilmu usulal-fiqh dijelaskan dalam qawa'id usuliyah (Hakim, 1971, II: 20): المطلق یحمل على المقید إذا اتفقا في السبب والحكم Lafaz yang mutlaq itu dibawa kepada yang muqayyad bila ada kesamaan sebab dan hukum. فا ن خفتم ألا تعدلواLafaz Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap hak anak-anak perempuan yang yatim pada 70

79 ولن تستطیعوا أن surat al-nisa' (4): 3. adalah lafaz mutlaq, dan lafaz Dan kamu sekali-kali tidak dapat berlaku adil di تعدلوا بین النساء antara istri-istrimu (cinta dan jiwa) surat al-nisa' (4): 129, adalah lafaz muqayyad, maka adil yang dimaksud adalah adil terhadap istriistri. Ayat 129 surat al-nisa' (4) diturunkan untuk member i jawaban bahwa, yang dituntut adil antara istri-istri adalah adil materi (nafkah dan qasm), bukan non materi (cinta dan kasih). Hal ini telah dijelaskan oleh hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan Abu Dawud, Turmuzi, dan Nasal dari 'Aisyah (Syauka ni, tt., I: 522, Zuhaili, 1991, III: 235, San'ani, tt.. III: 162, dan Ghazaly, 2003: 133). كان رسول الله یقسم فیعدل ویقول اللھم ھذا قسمي فیما أملك فلا تلمني فیما تملك ولا أملك. Sesungguhnya Rasulullah saw. selalu membagi giliran sesama istrinya dengan adil. (namun merasa hati/cintanya tidak bisa, karena masih amat condong pada A'isyah). Maka Rasul saw. menyampaikan kepada Allah SWT.: Ya Allah SWT. ini giliran yang aku miliki ( mampu membaginya). Maka janganlah Engkau cela tentang apa (cinta kasih) yang Engkau miliki, sedangkan aku tidak memilikinya. Keluhan Rasulullah saw. ini setelah beliau menerima ayat atas. di فا ن خفتم ألا تعدلوا فواحدة Jumhur ulama sependapat bahwa yang dimaksud adil adalah antara istri-istri, yang berbeda dari segi sifat keadilan tersebut, apakah keadilan yang dikehendaki bersifat materi atau bersifat non materi. Sebagian ulama menafsirkan konsep keadilan sebagai adil dalam hal nafkah dan pembagian giliran atau adil dari segi materi, bukan non materi, berdasarkan ayat 129 surat al-nisa' (4) dan hadis di atas. Di antara ulama yang menafsirkan seperti hal tersebut adalah: Abu Bakr Muhammad Ibn 'Abd Allah atau lebih dikenal dengan Ibnu 'Arabi (1987. I: ), Ibnu Kasir. (tt., I: 449), dan Wahbah al-zuhaili (1991, III: 233, 235). Ada juga ulama yang tidak merinci sifat adil yang dikehendaki oleh ayat tersebut. Di antara ulama yang berpegang pada pendapat iniadalah Said Hawa (1999, II: 990) dan 'Abd al - Rahman Ibn Nasir al-sa'di (2002: 163). 71

80 Selanjutnya, penafsiran yang dilakukan oleh Muhammad Syahrur berkaitan dengan jenis wanita yang akan dinikahi dalam surat al-nisa' (4): ayat 3 menjelaskan, bahwa orang yang akan dinikahi adalah wanita-wanita yang baik dua, tiga atau empat dari jenis wanita-wanita yang berstatus janda yang mempunyai anak yatim (Syahrur, 2000a: ). Sebetulnya, pendapat ini telah ada sebelum Muhammad Syahrur. Imam Ahmad Mustafa al-maragi (1974, IV: 181) telah menafsirkan jenis wanita yang boleh dinikahi dari surat al-nisa' (4): ayat 3, yaitu janda 'Aqiran yang mempunyai anak. Sayangnya, ia tidak merinci lebih detail lagi, baik dari sisi metode maupun pendekatan. Ia hanya menawarkan sebuah pedoman bagi orang yang akan menikah lagi. Berbeda dengan pendapat di atas, ulama lainnya menafsirkan jenis wanita ini sebagai wanita yang boleh (halal) dinikahi sesuai dengan ketentuan Allah SWT. dan wanita yang baik sesuai dengan hadis Nabi Muhammad saw. Ulama yang berpegang pada pendapat ini di antaranya Abu Tahir Muhammad Ibn Ya'qub al-fairuz Abadi (tt.: 52), Abu Bakr Ahmad Ibn 'Ali al-rizi al-jassas (tt., II: 64-67), Imam Muhammad Ibn 'Ali Ibn Muhammad al-syaukani (tt., I: 528), Abu 'Abdillah Muhammad Ibn Ahmad al-ansan al-qurtubi (1968, V: 15), Abu al-qasim Jara Allah Mahmud Ibn 'Umar al- Zamakhsyari (1977, I: ), Abu Bakr Muhammad Ibn 'Abd Allah atau lebih dikenal dengan Ibnu 'Arabi (1987,I: 312), Muhammad Rasyid Rida (tt., IV: 340), Sayyid Qutb (1992, I: 581), 'Abd al-wahid Salih (1998), Said Hawa (1999, II: 990), dan 'Abd al- Rahman Ibn Nasir al-sa'di (2002: 163). Wahbah al-zuhaili (199 1, III: 237) mengatakan, jika seseorang tidak dapat berbuat adil terhadap wanita-wanita yatim yang akan dinikahi (sesuai dengan bunyi ayat dan asbab al-nuzul), maka ia boleh menikahi lebih dari satu wanita selain yatim tersebut. pendapat ini juga diungkapkan oleh Said Hawa (1999, II: 990). Dari uraian di atas, dapat diketahui, bahwa metode yang dipegang Muhammad Syahrur tidak sesuai dengan metode yang dipakai oleh ulama lain. Dengan metode tersebut, maka hasil penafsiran Muhammad Syahrur terhadap surat al-nisa' (4): 3, berbeda dengan hasil 72

81 penafsiran ulama lainnya. Pada akhirnya, perbedaan ini berpengaruh pada hasil dari metode penafsiran yang digunakannya, walaupun cara yang ditempuh dalam menafsirkan ayat tersebut tidak seluruhnya beda dengan cara yang ditempuh ulama lainnya. Muhammad Syahrur menetapkan kata-kata kunci, ulama lain juga menetapkannya. Muhammad Syahrur memakai bantuan munasabat al-ayat, ulama lain juga memakainya. Hasil penafsiran Muhammad Syahrur dalam surat al-nisa' (4): 3, ialah konsep keadilan berlaku untuk anak-anak yatim dari janda yang akan dinikahi dengan anak-anak dari orang yang menikahi tersebut, karena dikembalikan kepada pengertian lafaz istri. suratوأتوا al-nisa'(4): 2, bukan keadilan antara الیتامى أموالھم Padahal, inilah yang sesuai dengan hadis Abu dawud dan ayat 129 surat al-nisa' (4) 73 dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteriisteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Jenis wanita yang boleh dinikahi sebagai istri kedua sampai empat menurut Syahrur, hanya para janda yang mempunyai anak yatim, karena mengikuti pengertian yatim, yakni ibu-ibu anak yatim pada ayat 2 surat al-nisa' (4), meskipun arti ini tidak sesuai dengan asbab al-nuzul, munasabah ayat, bahasa Arab tentang hazf dan kaidah usuliyah sebagai alat bantu penafsiran. Inilah yang sangat disayangkan, di satu sisi, Muhammad Syahrur menjelaskan metode yang dipakai untuk memahami ketentuan-ketentuan Tuhan melalui usaha penafsiran terhadap ayatayat hukum, yaitu harus dilakukan secara historis-ilmiah (al-manhaj al-tarikhi al-'ilmi), namun di sisi lain, ketika ia menelaah mengenai

82 permasalahan poligami, ia tidak memakai semua perangkat metode historis, khususnya pada asbab al-nuzul. 74

83 BAB VI KESIMPULAN Metode penafsiran yang dilakukan Muhammad Syahrur dalam menafsirkan ayat-ayat hukum adalah dengan metode historis-ilmiah (almanhaj al-tarikhi al- 'ilmi). Metode ini mirip dengan metode yang dipakai oleh ulama pada umumnya, hanya saja, selain memakai ilmuilmu keislaman (semisal ilmu asbab al-nuzul dan munasabah al-ayat), juga tidak menutup kemungkinan datangnya ilmu kealaman (seperti ilmu matematika yang ditampilkan melalui teori hudud). Selanjutnya, Muhammad Syahrur menggunakan pendekatan kebahasaan yang menolak sinonimitas bahasa untuk menelaah atau menafsirkan ayat-ayat al-qur'an. Pendekatan kebahasaan ini diambil dari kaidah bahasa Ibnu Faris (ditampilkan oleh Ibnu Jinni dan 'Abd al-qahir al-jurjani) dan Abu 'Ali al-farisi (tertuang dalam kitab Mu'jam Maqayis al-lugah). Pendekatan inilah yang banyak menghasilkan pemahaman yang berbeda antara Muhammad Syahrur dengan ulama lainnya. Metode penafsiran yang dilakukan Muhammad Syahrur dalam menafsirkan ayat-ayat poligami tidak semuanya sesuai dengan metode yang ia tawarkan untuk menafsirkan ayat-ayat hukum lainnya. Seperti ketika ia tidak memakai bantuan asbab al-nuzul sebagai ilmu yang mengetahui konteks ayat poligami. Oleh sebab itu, hasil penafsiran atau pemahaman yang dilakukan oleh Muhammad Syahrur berbeda denganulama lain yang mendasarkannya pada hadis Nabi Muhammad saw. sebagai asbab al-nuzul. Bahkan, ia tidak memakai munasabah ayat yang tepat dalam menganalisis masalah poligami, karena berangkat dari pemahaman kebahasaan yang kurang tepat pula. Pemahaman ini dirasa janggal jika dilihat dari sisi normatif ilmu tafsir, meski sebetulnya ia ingin mengangkat derajat dan kedudukan para janda dan anak-anak yatim. 75

84 DAFTAR PUSTAKA Abadi, Abu Tahir Muhammad ibn Ya qub al-fairuz, tt., Tanwir al-miqbas min Tafsir ibn Abbas, Beirut: Dar al-fikr. Arabi, Abu Bakr Muhamamd Abd Allah Ibnu, 1987, Ahkam al-quran, Beirut: Dar al-jail. Abdullah, Amin, 2002, Paradigma Alternatif Pengembangan Ushul Fiqh dan Dampaknya pada Fiqh Kontemporer, dalam Ainurrofiq (et.al), Mazhab Jogja Menggagas Paradigma Ushul Fiqh Kontemporer, Yogyakarta: ar-ruzz Press. Anjar Nugroho, 2007, Muhammad Syahrur dalam Kasus Poligami, dalam Pemikiran Islam.com. Akses pada tanggal 08 Nopember Awdah, Abd al-qadir, 1992, al-tasyri al-jina i, al-islami Muqaranan bi al-qanun al-wad i, Beirut: Mu assasah al-risalah. Azizy, A. Qadri, 2003, Reformasi Bermazhab Sebuah Ikhtiar Menuju Ijtihad Sesuai Saintifik Modern, Bandung: Teraju Mizan. Bab, Ja far Dakk, al, Al-Manhaj al-lugawi fi al-kitab, dalam Muhammad Syahrur, al-kitab wa al Quran Qira ah Mu asirah, cet. VI, Damaskus: Syarikah al-matbu at li al-tauzi wa al-nasyr. Bagwi, Abu Muhamamd al-husain ibn Mas ud al-farra, al, 1985, Ma alim al-tanzil fi al-tafsir wa al-ta wil, Beirut: Dar al-fikr. Baidan, Nashruddin, 1998, Metodologi Penafsiran Al-Quran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar., Tafsir bi al-ra yi Upaya Penggalian Konsep Wanita dalam al-quran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar., Rekonstruksi Ilmu Tafsir, Jakarta: Dana Bakti, 2001, Tafsir Maudhu i Solusi Qur ani atas Masalah Sosial Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 76

85 , 2005a. Metodologi Penafsiran al-quran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bukhari, Abu Abd Allah Muhammad ibn Isma il al-. tt. Matan al-bukhari. Singapura: Maktabah wa Matba ah Sulaiman al-mar i. Buchori, Didin Saefudddin Pedoman Memahami Kandungan al- Quran, Bogor: Granada Sarana Pustaka. Boullata, Issa J Dekonstruksi Tradisi Gelegar Pemikiran Arab Islam, Yogyakarta: LKiS. Chrismann, Andreas Bentuk Teks (Wahyu) Tetap, tetap Kandungannya (selalu) Berubah: Tekstualitas dan Penafsirannya dalam al-kitab wa al-quran, dalam Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqh Islam Kontemporer, alih bahasa Sahiron Syamsuddin, Yogyakarta: elsaq Press. Coulson, Noel J Konflik dalam Yurisprudensi Islam, Yogyakarta; Navilla. Darwisy, Muhyi al-din I rabal Quran al-karim wa Bayanuhu, Damaskus: Dar Ibnu Kasir. Djamil, H. Fathurrahman Filsafat Hukum Islam, cet. III, Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Engineer, Asghar Ali Hak-hak Perempuan dalam Islam, Yogyakarta; Yayasan Bentang Budaya. Fanani, Muhyar Pemikiran Muhammad Syahrur dalam Ilmu Ushul Fiqh Teori Hudud sebagai Alternatif Pengembangan Ilmu Ushul Fiqh, disertasi Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tidak diterbitkan., Bagaimana Mendefinisikan Ulang Sumber Hukum Islam Sebuah Tawaran Muhammad Syahrur, dalam Jurnal Ihya Ulum al- Din, Semarang: IAIN Walisongo. 77

86 Gazali, Imam al-, tt. Al-Mustasfa min ilm al-usul, Kairo: Syirkah al-tiba ah al-fanniyah al-muttahidah., 1971, Syifa al-galil fi Bayan al-syabah wa al-mukhil wa Masalik al-ta wil, Bagdad: Matba ah al-irsyad. Ghazaly, Abd. Rahman, 2003, Fiqh Munakahat, cet. II, Jakarta: Kencana. Gusmian, Islah, 2003, Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga Ideologi, Bandung: Teraju Mizan. Hasan, M. Iqbal, 2002, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Bogor: Ghalia Indonesia. Hasyimi, Ahmad al-, 1960, Jawahir al-balagah fi al-ma ani wa al-bayan wa al-badi, Mesir: Tijariyah. Sabuni, Muhammad Ali al-, 1981, al-tibyan fi Ulum al-quran, cet. II, Damaskus: Maktabah al-ghazali. Salih, Subhi, al-, Mabahis fi Ulum al-quran, Beirut: Dar al-ilm li al- Malayin. Salih, Abd al-wahid, 1998, al-i rab al-mufassal li Kitabi Allah al-murattal, Yordania: Dar al-fikr. Sa di, Abd al-rahman Ibn Nasir al-, 2002, Tafsir al-karim al-rahman fi Tafsir Kalam al-mannan, Beirut: Mu asasah al-risalah. San ani, Muhammad ibn Ismail al-kahlani, tt., Subulu al-salam, Bandung: Dahlan. Schact, Joseph, 1995, An Introduction to Islamic Law, Oxfort: Oxford University Press. Shihab, M. Quraish, dkk, 1990, Sejarah dan Ulum al-quran, Jakarta: Pustaka Firdaus. Shihab, M. Quraish, 2002, Membumikan al-quran Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, cet. XXIII. Bandung: Mizan. 78

87 , 2005, Tafsir al-mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-quran, cet. II, Jakarta: Lentera Hati. Sholeh, A. Khudori, Wacana Baru Filsafat Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Subbki, Taj al-din, Abd al-wahhab ibn al-, tt., Jam u al-jawami, Indonesia: Dar Ihya al-kutub al-arabiyah. Suryadilaga, M. Alfatih, dkk, 2005, Metodologi Ilmu Tafsir, Yogyakarta; Teras. Syah, Muhammad Ainul Abied (et.al), 2001, Islam Garda Depan, Mosaik Pemikiran Islam Timur Tengah, Bandung: Mizan. Syahrur, Muhammad, 1994, Dirasah Islamiyah Mu asirah fi al-dawlah wa al-mujtama, Damaskus: al-ahali li al-tiba ah wa al-nasyr wa al- Tauzi., 2000a, al-kitab wa al-quran Qira ah Mu asirah, cet. VI, Damaskus: Syarikah al-matbu at li al-tauzi wa al-nasyr., 2000b, Nahwa Usul Jadidah li al Fiqh al-islami: Fiqh al-mar ah, Damaskus: Al-Ahali li al-tiba ah wa al-nasyr wa al-tauzy., 2002, Islam dan Iman Aturan-aturan Pokok, Yogyakarta; Jendela., 2004, Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, Yogyakarta; elsaq. Syaltut, Mahmud, 1966, al-islam Aqidah wa Syari ah, cet. III, t.tp., Dar al- Fikr. Syaukani, al-, tt. Fathu al-qadir, Beirut: Dar al-kutub al-ilmiyah. Sya rawi, Syaikh al-mutawakkil, 2003, Fiqih Perempuan (Muslimah), t.tp.: Amzah. Tabataba i, Sayyid Muhammad Husain al-, 1983, al-mizan fi Tafsir al- Quran, cet. V, Beirut: Muassasah al-a lami li al Matbu at. 79

88 Taqiyah, Muhammad ibn Ahmad, 2000, al-mukhtasar fi Usul al-fiqh, Beirut: Muasasah al-kutub al-saqafiyah. Usaimaini, Muhammad ibn Salih, 1963, Kitab al-usul min Ilm al-ushul, Makkah: Jami ah al-imam Muhammad ibn Sa ud al-islamiyah. Yaqin, Haqqul, 2003, Mengenal Syahrur dan Corak Pemikirannya dalam Mazhabuna, Yogyakarta: BEMJ PMH Fakultas Syari ah IAIN Sunan Kalijaga. Zahabi, Muhammad Husain al-, 2000, al-tafsir wa al-mufassirun, cet. VII, tiga Jilid, Kairo: Maktabah Wahbah. Zahrah, Muhammad Abu, tt, Usul al-fiqh, t.tp, Dar al-fikr al-arabi. Zaid, Nasr Hamid Abu, 2002, Tekstualitas al-quran Kritik Terhadap Ulumul Quran, cet. II, Yogyakarta: LKiS. Zamakkhsyari, Abu al-qasim Jara Allah Mahmud ibn Imar al-, 1977, al- Kasysyaf an Haqaq al-tanzil wa Uyun al-aqawil fi Qujuh al- Ta wil, T.tp: Dar al-fikr. Zarkasyi, Badr al-din al-, 1972, al-burhan fi Ulum al-quran, Beirut: Dar al-ma rifah li al-tiba ah wa al-nasyr. Zarqani, Muhammad Abd al-azim al-, 1996, Manahil al-irfan fi Ulum al- Quran, dua Jilid: Beirut: Dar al-kutub al-ilmiyah. Zuhaili, Wahbah al-, 1991, al-tafsir al-munir fi al-aqidah wa al-syari ah wa al-manhaj, Beirut: Dar al-fikr al-mu asir., 2001, Usul al-fiqh al-islami, Damaskus: Dar al-fikr. 80

89

90 SEKILAS TENTANG PENULIS H. Ma mun Efendi Nur, Lc., MA.,Ph.D. Putera dari kalangan biasa (petani) lahir pada tanggal 14 Januari 1954 di Bantarwaru (Majalengka), dari pasangan H. Nur (aim) dan Muniroh (almrh). Menikah dengan Dr. Hj. Yuyun Affandi, Lc., MA. tahun 1977 yang sekarang telah dikaruniai 2 putera (Hisyam dan Abdulaziz) dan 2 puteri (Nadiah dan Wafa). Doktor Bahasa Arab ini mengawali pendidikan formalnya dari SD (1968), MTsAIN (1971), dan MAAIN (1974) di Majalengka dan Cirebon. Pendidikan selanjutnya dihabiskan di luar negeri, S1 (Bachelor/Lic ence) di Universitas Umm Al-Qura Makkah Arab Saudi (1982), Diploma Dakwah institut Dakwah Islam Internasional Liga Dunia Islam di Makkah (1983), Diploma Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Umm Al-Qura Makkah (1984), Master of Arts (S2/ M.A) bidang studi Islam dan Bahasa Arab Universitas Peshawar Pakistan (1996), dan Ph.D/S3 dan Jamia/Universitas Millia Islamia New Delhi India (2002) dengan Disertasi, Manahij al-mustasyriqin fi dirasat al-lugah alarabiyyah (Metode Orientalis dalam Studi bahasa Arab). Aktivitas penulis disamping Dosen tetap yang mengampu mata kuliah Studi Hadist, Tafsir Hukum dan Bahasa Arab di Fakultas Hukum dan Fakultas Agama Islam serta Program Pascasarjana Universitas Nahdlatul Ulama/UNU Surakarta. Selain itu penulis juga dosen bahasa Arab di berbagai PTAIS atau Pengawas musiman pada Perpustakaan Pusat Universitas Umm Al-Qura Makkah, dan Penerjemah musiman Arab- Indonesia pada Pusat Riset Haji Universitas Umm al-qura. Walaupun sibuk, perhatiannya kepada dakwah Islamiyah, juga tak ditinggalkan, beliau diamanahi sebagai Wakil Ketua Dewan Dakwah Islam Indonesia/DDII Prov. JawaTengah, Kepala Biro Kaderisasi Ulama Satkar 82

91 Ulama Prov. Jawa Tengah, Petugas Haji (TPHI dan TPIH) kloter da n non kloter selama lima kali dan Haji Plus, Penerjemah Indonesia-Arab pada KTT Non Blok ke- 10 di Jakarta, Dewan Hakim MTQ/STQ Kota Semarang, Jawa Tengah dan Nasional, Penguji dan Tutor bagi calon penerima beasiswa Al-Azhar Mesir Depag Jakarta, LO bahasa Arab pada Muktamar Internasional Dakwah Islam di Jakarta, Penulis tetap Rubrik Bahasa Arab majalah Rindang Kanwil Depag Prov. Jawa Tengah, dan juga penerjemah langganan Polda Jawa Tengah (terakhir penerjemah Kasus Bom di Jalan Rejeki Semarang, beberapa waktu 1alu) Beberapa tulisannya adalah buku baru ini Tafsir Poligami dalam Pandangan Muhammad Syahrur dan buku-buku lain yaitu buku berjudul Manhaj al-mustasyriqinfi dirasat al-lugah al-arabiyyah (Metode Orientalis dalam Studibahasa Arab) seri Disertasi, Konsep Fiqh Dalam al Qur an dan al Hadis, Hubungan Antara Arabain dan Keutamaan Madinah (Terjemah), Menuju Bait Allah dan Madinah Rasul Allah, Mengenal Lebih Dekat Pendidikan Tinggi Dunia Islam, dan Humor-Humor Bekal Dakwah. Adapun yang berbentuk makalah, antara lain; Bahasa Arab di negara-negara non Arab, Format Karya Ilmiah Bahasa Arab (keduanya dipresentasikan dalam Seminar Nasional Bahasa Arab UIN Malang), Bahasa Arab Mudah dan Perlu (Seminar Nasional PBAT Semarang), Historis bahasa Arab (Seminar Nasional Bahasa Arab UIN Malang), Mencari Format Leksikal Arab (Seminar Nasional Leksikal Bahasa Arab IAIN Walisongo Semarang), Posisi bahasa Arab di Dunia (Seminar Nasional Bahasa Arab UNNES Semarang, dan Teroris antara kata dan Fakta (Diskusi Fak. Ushuluddin IAIN Walisongo), dan lain-lain. Kini penulis beralamat di Jl. Watugunung 1/81 Rt 07/08 Perumnas Krapyak Semarang Telp. (024) HP

92

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi dilengkapi dengan perangkat lain yang menunjang segala kehidupan makhluk- Nya di muka bumi.

Lebih terperinci

BAB IV KUALITAS MUFASIR DAN PENAFSIRAN TABARRUJ. DALAM SURAT al-ahzab AYAT 33

BAB IV KUALITAS MUFASIR DAN PENAFSIRAN TABARRUJ. DALAM SURAT al-ahzab AYAT 33 59 BAB IV KUALITAS MUFASIR DAN PENAFSIRAN TABARRUJ DALAM SURAT al-ahzab AYAT 33 A. Kualitas Mufasir at-thabari Ditinjau dari latar pendidikannya dalam konteks tafsir al-qur an, penulis menilai bahwa at-thabari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Istilah profil dalam penelitian ini mengacu pada Longman Dictionary of

BAB III METODE PENELITIAN. Istilah profil dalam penelitian ini mengacu pada Longman Dictionary of 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Fokus Penelitian Istilah profil dalam penelitian ini mengacu pada Longman Dictionary of Contemporary English yang mencantumkan salah satu pengertian profile adalah "a short

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut dan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut dan 170 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut dan sebagaimana yang telah dideskripsikan di dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan

Lebih terperinci

BAB II MANHAJ AL-MUFASSIRI<N; TINJAUAN UMUM DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA. Kata manhaj merupakan salah satu bentukan kata dari akar kata nahaja yang

BAB II MANHAJ AL-MUFASSIRI<N; TINJAUAN UMUM DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA. Kata manhaj merupakan salah satu bentukan kata dari akar kata nahaja yang BAB II MANHAJ AL-MUFASSIRIn Kata manhaj merupakan salah satu bentukan kata dari akar kata nahaja yang berarti jalan yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KOMPARATIF AL-QURT{UBI< DAN SAYYID QUT{B TELAAH AYAT-AYAT SAJDAH

BAB IV ANALISIS KOMPARATIF AL-QURT{UBI< DAN SAYYID QUT{B TELAAH AYAT-AYAT SAJDAH 95 BAB IV ANALISIS KOMPARATIF AL-QURT{UBI< DAN SAYYID QUT{B TELAAH AYAT-AYAT SAJDAH A. Analisis Komparatif al-qurt{ubi> dan Sayyid Qut{b 1. Analisis Komparatif Surat al-a raf ayat 206 Al-Qurtu{bi> dalam

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 81 A. Kesimpulan BAB V PENUTUP Berangkat dari uraian yang telah penulis paparkan dalam bab-bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Makna tawassul dalam al-qur an bisa dilihat pada Surat al-

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Metode yang dipergunakan dan yang dipilih dari penafsiran al-ṭabari dan al-

BAB V PENUTUP. 1. Metode yang dipergunakan dan yang dipilih dari penafsiran al-ṭabari dan al- BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sebagai bentuk peneletian sistematis, penulis akan mengemukakan beberapa kesimpulan rumusan masalah yang telah ditelusuri yaitu: 1. Metode yang dipergunakan dan yang dipilih

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAFSIR FIDZILAL ALQURAN DAN TAFSIR AL-AZHAR TENTANG SAUDARA SEPERSUSUAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAFSIR FIDZILAL ALQURAN DAN TAFSIR AL-AZHAR TENTANG SAUDARA SEPERSUSUAN BAB IV ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAFSIR FIDZILAL ALQURAN DAN TAFSIR AL-AZHAR TENTANG SAUDARA SEPERSUSUAN A. Konsep Saudara Sepersusuan Menurut Mufassir Sayyid Quthub dan Hamka Dalam Tafsir Fii Dzilal Alquran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hayyie Al-Kattani, Gema Insani Press, Jakarta, cet III, 2001, h Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur an, Terj.

BAB I PENDAHULUAN. Hayyie Al-Kattani, Gema Insani Press, Jakarta, cet III, 2001, h Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur an, Terj. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur an merupakan kitab suci terakhir yang di wahyukan Allah kepada nabi Muhammad SAW guna untuk dijadikan sebagai pedoman hidup (way of life) bagi umat manusia,

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI TAFSIR, TEORI ASBABUN NUZUL, DAN TEORI MUNASABAH

BAB II METODOLOGI TAFSIR, TEORI ASBABUN NUZUL, DAN TEORI MUNASABAH BAB II METODOLOGI TAFSIR, TEORI ASBABUN NUZUL, DAN TEORI MUNASABAH A. Metode dan Corak-corak Tafsir Menurut Nashiruddin Baidan, metode penafsiran al-qur an terbagi menjadi empat macam, yaitu: 1. Metode

Lebih terperinci

BAB IV T}ANT}A>WI> JAWHARI> hitung dan dikenal sebagai seorang sufi. Ia pengikut madzhab ahl sunnah wa aljama ah

BAB IV T}ANT}A>WI> JAWHARI> hitung dan dikenal sebagai seorang sufi. Ia pengikut madzhab ahl sunnah wa aljama ah BAB IV ANALISIS MAKNA DUKHA>N ANTARA AL-RA>ZI> DAN T}ANT}A>WI> JAWHARI> A. Analisis Makna Dukha>n Perspektif al-ra>zi> Al-Ra>zi> adalah seorang ulama yang memiliki pengaruh besar, baik di kalangan penguasa

Lebih terperinci

Munakahat ZULKIFLI, MA

Munakahat ZULKIFLI, MA Munakahat ZULKIFLI, MA Perkawinan atau Pernikahan Menikah adalah salah satu perintah dalam agama. Salah satunya dijelaskan dalam surat An Nuur ayat 32 : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai upaya untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat. 1

BAB I PENDAHULUAN. sebagai upaya untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Islam merupakan proses perubahan menuju kearah yang lebih baik. Dalam konteks sejarah, perubahan yang positif ini adalah jalah Tuhan yang telah dibawa oleh

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- Syafi i telah diuraikan dalam bab-bab yang lalu. Dari uraian tersebut telah jelas mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Ayat-ayat kawniyyah dalam pandangan al-ra>zi> adalah ayat-ayat yang

BAB V PENUTUP. maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Ayat-ayat kawniyyah dalam pandangan al-ra>zi> adalah ayat-ayat yang 373 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab terdahulu, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Ayat-ayat kawniyyah dalam pandangan al-ra>zi> adalah

Lebih terperinci

Membahas Kitab Tafsir

Membahas Kitab Tafsir Lembaga Penelitian dan Pengembangan Tafsir menurut bahasa adalah penjelasan atau keterangan, seperti yang bisa dipahami dari Quran S. Al-Furqan: 33. ucapan yang telah ditafsirkan berarti ucapan yang tegas

Lebih terperinci

Minggu 1 DPQS TAFSIR AL-QURAN 1

Minggu 1 DPQS TAFSIR AL-QURAN 1 Minggu 1 DPQS TAFSIR AL-QURAN 1 Matlamat Modul Matlamat modul ini membahaskan tentang huraian dan tafsiran ayatayat hukum. Ianya mengandungi pelbagai jenis hukum dan pengajaran yang berguna dan penting

Lebih terperinci

UMMI> DALAM AL-QUR AN

UMMI> DALAM AL-QUR AN UMMI> DALAM AL-QUR AN (Kajian Tematik Tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab) Muji Basuki I Di dalam Al-Qur an kata ummi> disebutkan sebanyak 6 kali, dua kali dalam bentuk mufrad dan 4 kali dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Setelah mengetahui legalitas şallallahu alaihi wasallam dan alaihi

BAB IV ANALISIS. Setelah mengetahui legalitas şallallahu alaihi wasallam dan alaihi 60 BAB IV ANALISIS Setelah mengetahui legalitas şallallahu alaihi wasallam dan alaihi sallam dari tafsir al-marāghī di dalam bab tiga, maka pada bab ini akan dipaparkan analisis guna menganalisa şalawat

Lebih terperinci

Rasulullah SAW suri teladan yang baik (ke-86)

Rasulullah SAW suri teladan yang baik (ke-86) MAJLIS TAFSIR AL-QUR AN (MTA) PUSAT http://www.mta-online.com e-mail : humas_mta@yahoo.com Fax : 0271 661556 Jl. Serayu no. 12, Semanggi 06/15, Pasarkliwon, Solo, Kode Pos 57117, Telp. 0271 643288 Ahad,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ibadah yang setiap gerakannya mengandung do a.1 Shalat adalah kewajiban

BAB I PENDAHULUAN. ibadah yang setiap gerakannya mengandung do a.1 Shalat adalah kewajiban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Bahasa, shalat berarti do a. Dengan pengertian ini, shalat adalah ibadah yang setiap gerakannya mengandung do a.1 Shalat adalah kewajiban peribadatan

Lebih terperinci

SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM

SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM HADIS - SUNNAH Etimologis: Hadis : perkataan atau berita. Sunnah : jalan yang dilalui atau tradisi yang dilakukan. Sunnah Nabi: jalan hidup Nabi. Terminologis Hadis:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tafsir menurut bahasa berasal dari kata Al-Fasr yang berarti menjelaskan dan

BAB I PENDAHULUAN. Tafsir menurut bahasa berasal dari kata Al-Fasr yang berarti menjelaskan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tafsir menurut bahasa berasal dari kata Al-Fasr yang berarti menjelaskan dan menerangkan makna yang abstrak, kata At-Tafsîr berarti menyingkap maksud sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alquran yang secara harfiah berarti bacaan sempurna merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alquran yang secara harfiah berarti bacaan sempurna merupakan suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alquran yang secara harfiah berarti bacaan sempurna merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat, karena tiada satu bacaanpun sejak manusia mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha yang bisa dilakukan oleh orang dewasa untuk memberi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha yang bisa dilakukan oleh orang dewasa untuk memberi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu usaha yang bisa dilakukan oleh orang dewasa untuk memberi pengaruh dalam rangka mengembangkan potensi manusia menuju kepada kedewasaan diri agar mampu

Lebih terperinci

Al-Qur an Al hadist Ijtihad

Al-Qur an Al hadist Ijtihad Al-Qur an Al hadist Ijtihad Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman (Saba'

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KATA TANYA/ ISTIFHANIAH DALAM ALQUR AN (SUATU KAJIAN TAFSIR TEMATIK DALAM TAFSIR AL MISHBAH PADA SURAT AL BAQARAH, ALI IMRAN, AN NISA )

PENGGUNAAN KATA TANYA/ ISTIFHANIAH DALAM ALQUR AN (SUATU KAJIAN TAFSIR TEMATIK DALAM TAFSIR AL MISHBAH PADA SURAT AL BAQARAH, ALI IMRAN, AN NISA ) PENGGUNAAN KATA TANYA/ ISTIFHANIAH DALAM ALQUR AN (SUATU KAJIAN TAFSIR TEMATIK DALAM TAFSIR AL MISHBAH PADA SURAT AL BAQARAH, ALI IMRAN, AN NISA ) Oleh : Mainizar Abstrak Al-Qur an sebagai mukjizat terbesar

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Islam Modul ke: Sumber Ajaran Islam Fakultas PSIKOLOGI Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Dian Febrianingsih, M.S.I Pengantar Ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam. Agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda tapi tidak sampai batas nisab zakat, namun ada pula yang tidak memiliki harta

BAB I PENDAHULUAN. benda tapi tidak sampai batas nisab zakat, namun ada pula yang tidak memiliki harta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya semua isi alam ini diciptakan oleh Allah swt. untuk kepentingan seluruh umat manusia. Keadaan tiap manusia berbeda, ada yang memiliki banyak

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG PENDAHULUAN

BAB I LATAR BELAKANG PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Secara etimologi Alqurān berasal dari kata qara-a yaqra-u ( قرا - يقرا ) yang berarti membaca. Sedangkan Alqurān sendiri adalah bentuk maṣdar dari qara-a yang berarti bacaan.

Lebih terperinci

Mengenal Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah

Mengenal Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah Mengenal Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah Khutbah Pertama:???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.??????????????????????????????????????????????

Lebih terperinci

3 Wasiat Agung Rasulullah

3 Wasiat Agung Rasulullah 3 Wasiat Agung Rasulullah Dalam keseharian kita, tidak disangsikan lagi, kita adalah orang-orang yang senantiasa berbuat dosa menzalimi diri kita sendiri, melanggar perintah Allah atau meninggalkan kewajiban

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGGUNAAN AL-RA Y OLEH

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGGUNAAN AL-RA Y OLEH BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGGUNAAN AL-RA Y OLEH AL-ZAMAKHSHARY DALAM TAFSIR AL-KASHSHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Setiap individu berinteraksi dengan individu lainnya. Interaksi ini disebut dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Quran dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodohan adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia. 1 Dalam surat Adz-Dzariyat ayat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TERHADAP STANDAR PENILAIAN MUHAMMAD HUSEIN AL-ZAHABI. penulis menilai bahwa tentunya sangat berkualitas penuh dengan pembahasan

BAB IV ANALISA TERHADAP STANDAR PENILAIAN MUHAMMAD HUSEIN AL-ZAHABI. penulis menilai bahwa tentunya sangat berkualitas penuh dengan pembahasan 72 BAB IV ANALISA TERHADAP STANDAR PENILAIAN MUHAMMAD HUSEIN AL-ZAHABI A. Penilaian Terhadap Standar Penilaian Mamdu>h dan Mazmu>m Tafsir Bi Al- Ra yi Karya Muhammad Husain Al-Dzahabi Kitab yang ditulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. poligami dalam bentuknya yang beragam telah ada dalam tahap-tahap awal dari

BAB I PENDAHULUAN. poligami dalam bentuknya yang beragam telah ada dalam tahap-tahap awal dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Poligami memiliki akar sejarah yang panjang dalam perjalanan peradaban manusia, poligami merupakan permasalahan dalam perkawinan yang paling banyak diperdebatkan

Lebih terperinci

Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya

Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya Khutbah Pertama:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????:????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebathilan. Untuk mengungkap petunjuk dan penjelasan dari al-qur a>n, telah

BAB I PENDAHULUAN. kebathilan. Untuk mengungkap petunjuk dan penjelasan dari al-qur a>n, telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-Qur a>n merupakan kitab petunjuk yang dapat menuntun umat manusia menuju jalan kebenaran. Selain itu, al-qur a>n juga berfungsi sebagai pemberi penjelas terhadap

Lebih terperinci

Isilah 10 Hari Awal Dzul Hijjah dengan Ketaatan

Isilah 10 Hari Awal Dzul Hijjah dengan Ketaatan Isilah 10 Hari Awal Dzul Hijjah dengan Ketaatan Isilah 10 Hari Awal Dzul Hijjah dengan Ketaatan Khutbah Pertama???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

Lebih terperinci

Pengantar Ulumul Quran. (Realitas Al-Quran)

Pengantar Ulumul Quran. (Realitas Al-Quran) Pengantar Ulumul Quran (Realitas Al-Quran) Definisi Ulumul Quran Ulûm al-qur ân didefinisikan sebagai pembahasan yang berkaitan dengan al-qur an, dari aspek turunnya, kemukjizatan, pengumpulan, sistematika,

Lebih terperinci

MACAM-MACAM MAHRAM 1. MAHRAM KARENA NASAB Allah berfirman:

MACAM-MACAM MAHRAM 1. MAHRAM KARENA NASAB Allah berfirman: Mahram Bagi Wanita Masalah mahram bagi wanita banyak diantara kaum muslimin yang kurang memahaminya. Padahal banyak sekali hukum tentang pergaulan wanita yang berkaitan erat dengan masalah mahram ini.

Lebih terperinci

Surah Al- Alaq, ayat 1-5. Surah Al-Fatihah. Surah Al-Mudatsir, ayat 1-4. Bismillah. Manna Al-Qattan (Mabahith fi Ulum al-quran)

Surah Al- Alaq, ayat 1-5. Surah Al-Fatihah. Surah Al-Mudatsir, ayat 1-4. Bismillah. Manna Al-Qattan (Mabahith fi Ulum al-quran) Surah Al- Alaq, ayat 1-5 Surah Al-Fatihah Manna Al-Qattan (Mabahith fi Ulum al-quran) Surah Al-Mudatsir, ayat 1-4 Bismillah 1. Ayat 1-5, Surah Al- Alaq (Paling Rajih) i. Berdasarkan hadis Aisyah yang diriwayatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. perspektif Al-Qur an ini termasuk penelitian kepustakaan (library research).

BAB III METODE PENELITIAN. perspektif Al-Qur an ini termasuk penelitian kepustakaan (library research). 53 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian tentang manajemen tenaga pendidik dan kependidikan dalam perspektif Al-Qur an ini termasuk penelitian kepustakaan (library

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berlainan jenis antara laki-laki dan perempuan serta menjadikan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berlainan jenis antara laki-laki dan perempuan serta menjadikan hidup BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan suatu ikatan yang mempersatukan dua insan yang berlainan jenis antara laki-laki dan perempuan serta menjadikan hidup bersama, hal ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan pada kenyataannya merupakan sudut penting bagi kebutuhan manusia. Bahkan perkawinan adalah hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surat al-baqarah ayat 2 yang artinya: Kitab (al-quran) ini tidak ada keraguan. padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.

BAB I PENDAHULUAN. Surat al-baqarah ayat 2 yang artinya: Kitab (al-quran) ini tidak ada keraguan. padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-Qur an merupakan kitab umat Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw. Sedangkan proses penyampaiannya melalui perantara malaikat Jibril. 1 Pada hakikatnya al-qur

Lebih terperinci

Tafsir janggal adalah tafsir yang tidak sejalan dengan tafsir pada umumnya. 3 Kedua tafsir ini tidak diterima oleh umumnya ulama, hanya orang-orang

Tafsir janggal adalah tafsir yang tidak sejalan dengan tafsir pada umumnya. 3 Kedua tafsir ini tidak diterima oleh umumnya ulama, hanya orang-orang SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR TEMATIK Oleh: H. Syamruddin Nst Abstraksi Tipologi tafsir berkembang terus dari waktu ke waktu sesuai dengan tuntutan dan kontek zaman, dimulai dari tafsir bi al-ma tsur atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan metode tafsir bi al-ma tsur dan tafsir bi al-ra yi. 1

BAB I PENDAHULUAN. dengan metode tafsir bi al-ma tsur dan tafsir bi al-ra yi. 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Al-Qur`an merupakan petunjuk dan pedoman bagi umat Islam pada khususnya dan seluruh manusia pada umumnya. Maka dari itu, agar menjadi pedoman dan petunjuk setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahkan kata hikmah ini menjadi sebuah judul salah satu tabloid terbitan ibukota

BAB I PENDAHULUAN. bahkan kata hikmah ini menjadi sebuah judul salah satu tabloid terbitan ibukota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai umat muslim sudah tidak asing lagi dengan kata hikmah karena kata-kata ini sering dijumpai hampir disetiap kitab-kitab yang bernuansa ibadah bahkan kata hikmah

Lebih terperinci

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN (MUI), setelah : MENIMBANG : a. bahwa dalam Islam, pernikahan adalah merupakan bentuk ibadah yang

Lebih terperinci

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2: 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2: 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2: 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak

Lebih terperinci

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN DAN DASAR HUKUM IZIN POLIGAMI DALAM PUTUSAN MAJELIS HAKIM DI PENGADILAN AGAMA SIDOARJO NO. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda A. Analisis Yuridis Pertimbangan Dan Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Poligami merupakan masalah yang kontroversial dalam Islam. Para ulama ortodoks

BAB I PENDAHULUAN. Poligami merupakan masalah yang kontroversial dalam Islam. Para ulama ortodoks BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Poligami merupakan masalah yang kontroversial dalam Islam. Para ulama ortodoks berpendapat bahwa poligami adalah bagian dari syariat Islam dan karenanya pria

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK A. Analisis Terhadap Prosedur Pernikahan Wanita Hamil di Luar Nikah di Kantor Urusan Agama

Lebih terperinci

TAFSIR BI AL-RA YI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PENAFSIRAN ALQURAN. Oleh Moh. Arsyad Ba asiyen STAIN Datokarama Palu, Jurusan Ushuluddin

TAFSIR BI AL-RA YI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PENAFSIRAN ALQURAN. Oleh Moh. Arsyad Ba asiyen STAIN Datokarama Palu, Jurusan Ushuluddin Abstract TAFSIR BI AL-RA YI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PENAFSIRAN ALQURAN Oleh Moh. Arsyad Ba asiyen STAIN Datokarama Palu, Jurusan Ushuluddin Tafsir bi al-ra yi is one of methods employed by ulama in interpreting

Lebih terperinci

Istri-Istri Rasulullah? Adalah Ibunya Orang-Orang Beriman

Istri-Istri Rasulullah? Adalah Ibunya Orang-Orang Beriman Istri-Istri Rasulullah? Adalah Ibunya Orang-Orang Beriman Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????:?????????????????????????????????????????

Lebih terperinci

PESONA TAFSIR MAWḌU I

PESONA TAFSIR MAWḌU I PESONA TAFSIR MAWḌU I Penetrasi dalam Membahas dan Menjawab Realita Dudung Abdullah Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar Abstrak Tafsir Mawḍu i atau Tafsir Tematik adalah pembahasan ayat

Lebih terperinci

BAB III PENAFSIRAN AYAT 33 SURAT MARYAM

BAB III PENAFSIRAN AYAT 33 SURAT MARYAM A. Penafsiran Ibn Kathi>r BAB III PENAFSIRAN AYAT 33 SURAT MARYAM و الس ل م ع ل ي ي و م و ل د ت و ي و م أ م وت و ي و م أ ب ع ث ح ي ا Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HEDGING TERHADAP KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK-BBM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HEDGING TERHADAP KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK-BBM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV ANALISIS HEDGING TERHADAP KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK-BBM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Analisis Hedging Terhadap Dampak Kenaikan Harga BBM Ditinjau Dari Hukum Islam. Sebagaimana dijelaskan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN A. Analisis Terhadap Praktik Tukar-Menukar Rambut di Desa Sendangrejo Lamongan Dari uraian

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. 1. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. 1. Kesimpulan BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan Kedudukan perempuan dalam pandangan ajaran Islam tidak sebagaimana diduga atau dipraktekkan sementara masyarakat. Ajaran Islam pada hakikatnya memberikan perhatian yang sangat

Lebih terperinci

Bab 2 Iman Kepada Kitab-kitab Allah

Bab 2 Iman Kepada Kitab-kitab Allah Bab 2 Iman Kepada Kitab-kitab Allah 1. Iman kepada kitab-kitab Allah Swt. adalah rukun iman ke a. Pertama b. Kedua c. Ketiga d. Keempat e. Kelima 2. Meyakini sepenuh hati bahwa Allah Swt. menurunkan kitab-nya

Lebih terperinci

HUBUNGAN SEKSUAL SUAMI-ISTRI Dr. Yusuf Al-Qardhawi. Pertanyaan:

HUBUNGAN SEKSUAL SUAMI-ISTRI Dr. Yusuf Al-Qardhawi. Pertanyaan: HUBUNGAN SEKSUAL SUAMI-ISTRI Dr. Yusuf Al-Qardhawi Pertanyaan: Sebagaimana diketahui, bahwa seorang Muslim tidak boleh malu untuk menanyakan apa saja yang berkaitan dengan hukum agama, baik yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh, al-quran ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus... (Q.S. Al-Israa /17: 9) 2

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh, al-quran ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus... (Q.S. Al-Israa /17: 9) 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur an merupakan pedoman yang abadi untuk kemaslahatan umat manusia, merupakan benteng pertahanan syari at Islam yang utama serta landasan sentral bagi tegaknya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH 59 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH A. Analisis terhadap Peran USG terhadap Iddah Tidak sedikit ulama yang mencoba mendefinisikan atau mencari alasan pemberlakuan

Lebih terperinci

Syiah meyakini adanya dua belas imam yang menjadi penerus. kenabian. Bagi syiah, masalah imamah sudah tidak bisa ditawar lagi,

Syiah meyakini adanya dua belas imam yang menjadi penerus. kenabian. Bagi syiah, masalah imamah sudah tidak bisa ditawar lagi, Lisensi Dokumen: Seluruh artikel, makalah, dan e-book yang terdapat di www.hakekat.com boleh untuk digunakan dan disebarluaskan dengan syarat tidak untuk tujuan komersial dan harus mencantumkan www.hakekat.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, yaitu ada seorang anggota dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur an al-karim adalah sebuah kitab yang tidak datang kepadanya kebatilan dari awal sampai akhirnya, yang diturunkan oleh (Tuhan) Yang Maha Bijaksana lagi

Lebih terperinci

- Hakekat Tersembunyi Syi'ah Rafidhoh ٢

- Hakekat Tersembunyi Syi'ah Rafidhoh ٢ Lisensi Dokumen: Seluruh artikel, makalah, dan e-book yang terdapat di www.hakekat.com boleh untuk digunakan dan disebarluaskan dengan syarat tidak untuk tujuan komersial dan harus mencantumkan www.hakekat.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dapat dirasakan rahmat dan berkah dari kehadiran al-qur an itu. 1

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dapat dirasakan rahmat dan berkah dari kehadiran al-qur an itu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur an merupakan kitab terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui malaikat Jibril untuk menjadi petunjuk bagi seluruh umat manusia. Al-Qur

Lebih terperinci

Memburu Malam Seribu Bulan

Memburu Malam Seribu Bulan Memburu Malam Seribu Bulan Oleh : Zuhrul Anam (Cakim PA Sanggau) Bulan Ramadhan ini merupakan bulan yang begitu istimewa bagi para mukmin di seluruh dunia. Mengapa demikian? Alloh SWT telah memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu al-qur an juga merupakan kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk umat Islam dalam

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu al-qur an juga merupakan kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk umat Islam dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangMasalah Al-Qur an adalah sumber ajaran utama dan pertama bagi agama islam, karena ia adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril

Lebih terperinci

PENGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM. Tabrani. ZA., S.Pd.I., M.S.I

PENGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM. Tabrani. ZA., S.Pd.I., M.S.I PENGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM Tabrani. ZA., S.Pd.I., M.S.I Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) PENGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM Tabrani. ZA., S.Pd.I., M.S.I ISBN: 978-602-71453-0-6 Editor

Lebih terperinci

rukhs}oh (keringanan), solusi dan darurat.

rukhs}oh (keringanan), solusi dan darurat. BAB IV TELAAH PANDANGAN TOKOH AGAMA DI KECAMATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP TERHADAP POLIGAMI KYAI HAJI MASYHURAT A. Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Tokoh Agama di Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep

Lebih terperinci

IRSYAD AL-FATWA SIRI KE-208: HUKUM WANITA MEMBUKA SYARIKAT SENDIRI

IRSYAD AL-FATWA SIRI KE-208: HUKUM WANITA MEMBUKA SYARIKAT SENDIRI IRSYAD AL-FATWA SIRI KE-208: HUKUM WANITA MEMBUKA SYARIKAT SENDIRI Soalan: Apakah hukum wanita membuka syarikat sendiri? Jawapan: Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, selawat dan salam kepada junjungan

Lebih terperinci

Berhati-Hati Dalam Menjawab Permasalahan Agama

Berhati-Hati Dalam Menjawab Permasalahan Agama Berhati-Hati Dalam Menjawab Permasalahan Agama Khutbah Pertama:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????: (????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????)??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

Lebih terperinci

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor : 24 Tahun 2012 Tentang PEMANFAATAN BEKICOT UNTUK KEPENTINGAN NON-PANGAN

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor : 24 Tahun 2012 Tentang PEMANFAATAN BEKICOT UNTUK KEPENTINGAN NON-PANGAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor : 24 Tahun 2012 Tentang PEMANFAATAN BEKICOT UNTUK KEPENTINGAN NON-PANGAN (MUI) setelah: Menimbang : 1. bahwa seiring dengan dinamika yang terjadi di masyarakat, beberapa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Ramli Abdul Wahid seorang pakar hadis, yang saat ini menjabat Direktur Pascasarjana Universitas Islam Sumatera Utara Medan. Ia berkomentar terhadap pemikiran T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy,

Lebih terperinci

TAWASSUL. Penulis: Al-Ustadz Muhammad As-Sewed

TAWASSUL. Penulis: Al-Ustadz Muhammad As-Sewed TAWASSUL Penulis: Al-Ustadz Muhammad As-Sewed Setelah kita mengetahui bahaya kesyirikan yang sangat besar di dunia dan akhirat, kita perlu mengetahui secara rinci bentuk-bentuk kesyirikan yang banyak terjadi

Lebih terperinci

KELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN

KELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN KELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN A. Al-Qur an Sebagai Sumber Ajaran Islam Menurut istilah, Al-Qur an adalah firman Allah yang berupa mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, ditulis

Lebih terperinci

Al-Hadits Tuntunan Nabi Mengenai Islam. Presented By : Saepul Anwar, M.Ag.

Al-Hadits Tuntunan Nabi Mengenai Islam. Presented By : Saepul Anwar, M.Ag. Al-Hadits Tuntunan Nabi Mengenai Islam Presented By : Saepul Anwar, M.Ag. Pengertian Hadits Sunnah : Segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah SAW baik berupa perkataan, perbuatan,taqrir (peretujuan),

Lebih terperinci

1. Tentang firman Allah: Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka

1. Tentang firman Allah: Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka Hadits riwayat Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah bersabda: Ketika diperintahkan kepada Bani Israel, masukilah pintu itu sambil sujud dan mengucapkan: "Ampunilah dosa kami", niscaya dosadosamu akan diampuni.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH A. Persamaan Pendapat Mazhab H{anafi Dan Mazhab Syafi i Dalam Hal Status Hukum Istri Pasca Mula> anah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedang menjamur di kalangan masyarakat desa Sidomulyo kecamatan. Silo kabupaten Jember, di mana kasab (penghasilannya) mereka

BAB I PENDAHULUAN. sedang menjamur di kalangan masyarakat desa Sidomulyo kecamatan. Silo kabupaten Jember, di mana kasab (penghasilannya) mereka 1 IBNU KHOLDUN (10220052) PENDAPAT TOKOH AGAMA TERHADAP UTANG PIUTANG PANENAN KOPI (Studi Kasus Desa Sidomulyo Kecamatan Silo Kabupaten Jember) BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang. Pada akhir-akhir ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Al-Qur an yang secara harfiah berarti "bacaan sempurna" merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Al-Qur an yang secara harfiah berarti bacaan sempurna merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur an yang secara harfiah berarti "bacaan sempurna" merupakan nama pilihan Allah Swt. yang sungguh tepat, karena tiada satu bacaan pun sejak manusia mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Menurut ajaran Islam, kepada tiap-tiap golongan umat pada

Lebih terperinci

TAFSIR AL QUR AN UL KARIM

TAFSIR AL QUR AN UL KARIM TAFSIR AL QUR AN UL KARIM aku berlindung kepada Allah dari godaan Setan yang terkutuk. Tafsir : I. Makna Kalimat Ta awdudz Imam Ibnu Katsir rohimahulloh berkata dalam tafsinya : Al Istiadzah adalah berlindung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang berlaku dalam Islam tidak boleh bertentangan dengan al-qur an. Di

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang berlaku dalam Islam tidak boleh bertentangan dengan al-qur an. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-Qur an merupakan sumber hukum yang utama bagi umat Islam. Semua hukum yang berlaku dalam Islam tidak boleh bertentangan dengan al-qur an. Di samping al-qur an sebagai

Lebih terperinci

APAKAH ITU MAHRAM. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:

APAKAH ITU MAHRAM. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda: APAKAH ITU MAHRAM Beberapa waktu yang lalu di berita salah satu televisi swasta nasional menayangkan kontak pemirsa. Di sana ada penelpon yang menyebutkan tentang kegeli-annya terhadap tingkah pejabat-pejabat

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Allah dalam juz amma dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Menurut pemikiran Hamka dan M. Quraish Shihab dalam kitabnya

BAB VI PENUTUP. Allah dalam juz amma dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Menurut pemikiran Hamka dan M. Quraish Shihab dalam kitabnya BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisa penulis dari kedua mufassir dalam menafsiri ayatayat sumpah dalam juz amma, maka akhir dari skripsi ini merupakan penutup dan dimana dikemukakan beberapa

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA 54 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA A. Analisis terhadap mekanisme transaksi pembayaran dengan cek lebih Akad merupakan suatu perikatan

Lebih terperinci

Menggapai Ridha Allah dengan Birrul Wâlidain. Oleh: Muhsin Hariyanto

Menggapai Ridha Allah dengan Birrul Wâlidain. Oleh: Muhsin Hariyanto Menggapai Ridha Allah dengan Birrul Wâlidain Oleh: Muhsin Hariyanto AL-BAIHAQI, dalam kitab Syu ab al-îmân, mengutip hadis Nabi s.a.w. yang diriwayatkan oleh Abdullah ibn Amr ibn al- Ash: Ridha Allah bergantung

Lebih terperinci

Kekhususan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Yang Tidak Dimiliki Oleh Umatnya

Kekhususan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Yang Tidak Dimiliki Oleh Umatnya Kekhususan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Yang Tidak Dimiliki Oleh Umatnya Berikut ini adalah beberapa kekhususan-kekhususan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak dimiliki oleh umatnya

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN IZIN POLIGAMI TANPA ADANYA SYARAT ALTERNATIF PADA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KOTA MALANG NO. 913/Pdt.P/2003/PA.Mlg A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang

Lebih terperinci

Apakah Kawin Kontrak Itu?

Apakah Kawin Kontrak Itu? KOPI- Nafsu seksual (syahwat) seorang pria kepada perempuan adalah hal yang fitrah, yaitu hal yang alamiah yang telah ditetapkan adanya oleh Allah kepada manusia (Lihat QS Ali Imran [3] : 14). Hanya saja,

Lebih terperinci

Barangsiapa yang dikaruniai seorang anak, lalu ia menyukai hendak membaktikannya (mengaqiqahinya), maka hendaklah ia melakukannya.

Barangsiapa yang dikaruniai seorang anak, lalu ia menyukai hendak membaktikannya (mengaqiqahinya), maka hendaklah ia melakukannya. Aqiqah Kelahiran seorang anak bagi sebuah keluarga akan menambah kebahagiaan dan kerukunan rumah tangga. Mengikut sunnah Rasulullah SAW mengadakan aqiqah dan memberikan dagingnya sebagai sedekah kepada

Lebih terperinci

Allah berfirman. Dan rahasiakanlah perkataanmu atau nyatakanlah; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang bergejolak di dalam dada.

Allah berfirman. Dan rahasiakanlah perkataanmu atau nyatakanlah; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang bergejolak di dalam dada. ARTIPENTING DZIKIR DAN DO A BERBAGAI pertanyaan pernah disampaikan oleh para jamaah saya, termasuk pertanyaan tentang urgensi dzkir dan doa. Dan pertanyaan itu sebenarnya telah saya jawab dalam beberap

Lebih terperinci