BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Perhitungan temperature outlet air heater sebelum dan sesudah dilakukan sootblower

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Perhitungan temperature outlet air heater sebelum dan sesudah dilakukan sootblower"

Transkripsi

1 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil pengukuran dan eksperimen akan ditampilkan dalam Bab ini. Hasil pengukuran akan dianalisis untuk mengetahui keadaan kegagalan dari Soootblower. Analisis dan kesimpulan setiap data juga akan ditulis sehingga memperjelas hipotesa Perhitungan temperature outlet air heater sebelum dan sesudah dilakukan sootblower Data data temperature flue gas keluar air heater selama satu bulan (dari tanggal 1 april 2017 s/d 30 april 2017) dapat dilihat dalam tabel berikut: Tanggal Tabel 4.1 Data data temperature flue gas keluar air heater selama satu bulan (dari tanggal 1 april 2017 s/d 30 april 2017) Sebelum di soot blower (diambil temperatur gas out tertinggi) Temperat ur gas keluar Air Heater A ( o C) Temperat ur gas keluar Air Heater B ( o C) Ratarata ( o C) Sesudah di soot blower (diambil temperatur gas out terendah) Tempera tur gas keluar Air Heater A ( o C) Temperatur gas keluar Air Heater B ( o C) Ratarata ( o C) 1/4/ /4/ /3/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/

2 29 12/4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ Analisis perpindahan panas sebelum dan sesudah dioperasikan sootblower Dari tabel diperoleh rata rata temperatur gas keluar Air Heater dari tgl 1 april s/d 30 april 2017 dapat di gambarkan melalui grafik berikut ini: Dari grafik di bawah ini dapat dilihat bahwa temperatur outlet air heater sebelum dioperasikan soottblower cenderung mengalami kenaikan dengan nilai tertinggi 162 o C. Setelah dioperasikan sootblower temperatur outlet air heater mengalami penurunan menjadi 158 o C. Hal ini menandakan bahwa penyerapan panas di pipa boiler meningkat akibat dioperasikannya sootblower.

3 30 Temperature Outlet Air heater sebelum dilakukan Sootblower Grafik Rata-Rata Temperatur Outlet Air Heater sebelum dan sesudah Sootblower Hari (1 April April 2017) Temperature Outlet Air Heater Setelah dilakukan Sootblower Gambar 4.1 Grafik Temperature Outlet Air Heater sebelum dan sesudah dilakukan Sootblower Dari grafik diatas kita dapat mengetahui bahwa pentingnya dioperasikan sootblower untuk meningkatkan proses perpindahan panas pada pipa boiler, Oleh karena itu sootblower harus dijaga kehandalannya. Hal tersebut dapat dirumuskan dengan metode berikut ini: Tout AH sebelum di soot blower adalah = 150,5 0C = 302,9 0 F Tout AH setelah di soot blower adalah = 143,5 0C = 290,3 0 F Dimana : Temperatute Flue Gas di Furnace T1 : 1246 C. = 2274,8 F Berat massa Flue Gas untuk Unit 1-4 (q) : kg/jam = lb/jam Specific Heat (Cp) : 0,320 Btu/lb F Maka dapat dihitung :

4 31 Kondisi heat transfer sebelum soot blower dioperasikan (H1): H1 = q. Cp ( T1- T2 ) Btu / jam = ( ) x (0,320) x (2274,8-302,9) Btu / jam = ,12 Btu / jam = Kcal/jam Kondisi heat transfer sesudah soot blower dioperasikan (H2) : H2 = q. Cp ( T2- T2 ) Btu / jam = ( ) x (0,320) x (2274,8-290,3) Btu / jam = ,6 Btu / jam = ,3 Kcal/jam Kenaikan heat transfer rate (H) adalah kondisi setelah dioperasikan soot blower dengan kondisi sebelum dioperasikan soot blower, yaitu : H = H2 H1 = , (Kcal/jam) = ,2 Kcal/jam Hasil ini setara dengan daya listrik sebesar : KW atau 4,611 MW Untuk itu sangat diperlukan sootblower untuk meningkatkan perpindahan panas di pipa Boiler. Untuk mengoptimalkan kinerja sootblower ini kita akan mencari akar permasalahan yang mengakibatkan sootblower mengalami kegagalan dalam beroperasi. 4.2 PERHITUNGAN ENERGI YANG DIKELUARKAN SAAT PENGOPERASIAN SOOTBLOWER Untuk mengoperasikan soot blower, maka diperlukan sejumlah energi, yang mana energy tersebut akan terbuang selama operasi soot blower. Energi energi yang terbuang tersebut yaitu : 1. Energi uap yang digunakan untuk membersihkan jelaga jelaga yang menempel pada area perpindahan panas di boiler. 2. Energi listrik yang digunakan untuk mengoperasikan motor motor untuk menjalankan soot blower.

5 Perhitungan besar energi uap yang diperlukan untuk pengoperasian sootblower Besar energy uap yang terbuang dapat dihitung dengan persamaan berikut : W = m ( h1 h2 ) Dimana : W = Energi ( diasumsikan jika uap yang terbuang tersebut digunakan untuk memutar LP Turbin) (Watt) m = Laju aliran massa uap (kg/s) h1= Entalphi uap yang digunakan untuk soot blower (diasumsikan masuk LP turbin) (kj/kg) h2= Entalphi uap keluar LP turbin (kj/kg) Dari data data operasi soot blower di peroleh : Steam supply dari PCV soot blower : Pressure : 42,2 kg/cm 2 = 41,38 bar Temperature : C Flow (m) : 18,5 m 3 /jam = 18,5/3600 m 3 /detik = 0,0051 m 3 /detik Density air (ρair) : 992,2 kg/m 3 Maka, flow ratenya adalah m : 0,0051 m 3 /detik x 992,2 kg/m 3 : 5,06 kg/s Dari data diatas diperoleh tekanan rata rata untuk semua soot blower adalah : P = 13,77 kgf/cm 2 = 13,5 bar Sehingga dapat dicari entalphi uap yang digunakan untuk soot blower ( diasumsikan masuk LP turbin) ( dari tabel uap ) yaitu : Pada P = 13,5 bar dan T = C, diperoleh dari tabel uap dengan cara interpolasi : Pada P = 10 bar dan T = C diperoleh h = 3157,55 kj/kg S = 7,294 kj/kgk Pada P = 20 bar dan T = C diperoleh h = 3135,55 kj/kg S = 6,9567 kj/kgk Maka, pada P = 13,5 bar dan T = C

6 33 h1 = (13,5-10)/(20-10) x (3135, ,55)+3157,55 = 3149,85 kj/kg S = (13,5-10)/(20-10) x (6,9567-7,294)+ 7,294 = 7,1759 kj/kgk Data data operasional pada LP Turbine : Temperatur uap keluar LP Turbine = 42 0 C Tekanan uap keluar turbin = Tekanan kondensor = 697 mmhg = 0,93 bar Maka, dapat dicari entalphi uap keluar turbin ( dari tabel uap ) yaitu : Dengan cara interpolasi : h pada temperature 40 0 C diperoleh : hf = 167,50 kj/kg hfg = 2406 kj/kg hg = 2574 kj/kg sf = 0,5723 kj/kgk sfg = 7,6836 kj/kgk sg = 8,2559 kj/kgk h pada temperature 45 0 C diperoleh : hf = 188,35 kj/kg hfg = 2394,9 kj/kg hg = 2583,3 kj/kg sf = 0,6383 kj/kgk sfg = 7,5277 kj/kgk sg = 8,1661 kj/kgk Maka pada temperature 42 0 C, diperoleh : hf = (42-40)/(45-40)(188,35-167,50)+167,50 = 175,84 kj/kg hfg = (42-40)/(45-40)(2394,9-2406))+2406 = 2401,56 kj/kg sf = (42-40)/(45-40)(0,6383-0,5723)+0,5723 = 0,5987 kj/kgk sfg = (42-40)/(45-40)(7,5277-7,6836)+7,6836 = 7,6212 kj/kgk Kemudian dicari kualitas uap (x) keluar LP Turbin : X = (s1 sf ) / sfg Dimana s1 = s2 = 7,1759 kj/kg K, maka : = (7,1759-0,5987)/( 7,6212) = 0,86 Maka entalphi uap keluar turbin : h2 = (X. hfg ) + hf = 0,86 (2401,56 ) + 175,84 = 2241,18 kj/kg Sehingga dapat dihitung energi uap yang dikeluarkan untuk mengoperasikan soot blower yaitu : W = m ( h1 h2 ) = 5,06 kg/s (3149, ,18) kj/kg

7 34 = 4597,87 kj/s = 4597,87 kw = 4,597 MW Perhitungan energi lisrik yang digunakan untuk mengoperasikan sootblower Untuk motor soot blower system 2IK dan 3IK, berikut data-data name plate motor : Daya = 1,5 hp Putaran Frekuensi Tegangan Arus = 1435 rpm = 50 Hz = 380 v = 2,9 A Factor daya = 0,88 Phase = 3 Maka dapat dihitung daya input yang dibutuhkan motor untuk beroperasi adalah : P = 3.V. I. Cos φ = 3 x 380 x 2,9 x 0,88 = 1679,67 watt = 1,68 kw Karena setiap motor soot blower 2IK beroperasi dengan durasi 8,2 menit per soot blower mulai dari insert sampai retract, maka : Energi listrik untuk setiap pengoperasian satu soot blower 2IK adalah : 1,68 kw x 8,2/60 jam = 0,2324 kwh Dalam satu sequence operasi pada jam 17.00, soot blower yang dioperasikan adalah 2IK side 1 terdiri dari 28 buah soot blower, Sistem 3IK terdiri dari 15 buah soot blower dan system 4AH terdiri dari 8 buah soot blower. Maka : Untuk pemakaian daya listrik pengoperasian soot blower 2IK adalah : 0,2324 kwh x 28 = 6,5072 kwh Untuk pemakaian daya listrik pengoperasian soot blower 3IK, dimana motor soot blower 3IK beroperasi dengan durasi 3,8 menit per soot blower mulai dari insert sampai retrack, maka Energi listrik untuk setiap pengoperasian satu soot blower 3IK adalah : 1,68 kw x 3,8/60 jam = 0,1064 kwh

8 35 Maka : Untuk pemakaian daya listrik pengoperasian soot blower 3IK adalah : 0,1064 kwh x 15 = 1,596 kwh Untuk motor soot blower system 4AH, berikut data data name plate motornya : Daya = 0,2 HP Tegangan = 380 v Frekuensi = 50 Hz Putaran = 980 rpm Arus = 0,6 A Phase = 3 Faktor daya = 0,88 Maka dapat dihitung daya input yang dibutuhkan motor untuk beroperasi adalah : P = 3.V. I. Cos φ = 3 x 380 x 0,6 x 0,88 = 347,52 Watt Untuk pemakaian daya listrik pengoperasian soot blower 4AH, dimana motor soot blower 4AH beroperasi dengan durasi 37,5 menit per soot blower mulai dari insert sampai retract, maka Energi listrik untuk setiap pengoperasian satu soot blower 3IK adalah : 347,52 Watt x 37,5/60 jam = 217,2 Wh Terdapat 8 buah Soot blower system 4AH, maka untuk pemakaian daya listrik pengoperasian soot blower 4AH adalah : 217,2 wh x 8 = 1737,6 wh = 1,7376 kwh Sehingga energi listrik yang digunakan untuk mengoperasikan motor motor untuk menjalankan soot blower adalah : 6,5072 kwh + 1,596 kwh + 1,7376 kwh = 9,8408 kwh Jadi total energy yang dibutuhkan untuk mengoperasikan sekali sequence soot blower adalah: Wtotal = Energi uap + Energi listrik Motor

9 36 = 4597,87kW + 9,8408 kw = 4607,71kW = 4,607 MW Berdasarkan hasil analisis di atas, ternyata energi yang dibutuhkan untuk mengoperasikan soot blower hampir sama dibanding hasil penyerapan panas yang diperoleh setelah di soot blower yaitu 4,607 MW 4,611 MW. Artinya pengoperasian soot blower sangat berpengaruh terhadap perpindahan panas pada pipa boiler, ini dapat dilihat dari kenaikan heat transfer rate yang terjadi pada area pipa-pipa perpindahan panas yaitu sebesar ,2 Kcal/jam atau setara dengan daya listrik sebesar : KW atau 4,611 MW. Untuk itu sangat diperlukan langkah-langkah improvement mengurangi gangguan-gangguan soot blower agar system soot blower semakin handal dan kerugian heat transfer dapat berkurang. 4.3 ANALISIS PENYEBAB KEGAGALAN SOOTBLOWER Gambar 4.2 Pareto Gangguan peralatan Soot blower Unit 1-4 Dari diagram di atas diketahui bahwa komponen utama terjadinya kegagalan pada sootblower yaitu pada lance tube dan motor listrik dengan jumlah 50 kali kasus. Untuk mengidentifikasi permasalahan pada sootblower ini dapat juga di lakukan dengan metode dibawah ini: Analisis penyebab kegagalan pada sootblower Pada bab ini akan menjelaskan bagaimana proses pengumpulan data teknis serta perhitungan dari faktor yang mempengaruhi kegagalan sootblower saat beroperasi, seperti pada Tabel 3.2 Berdasarkan data gangguan peralatan sootblower pada PLTU

10 37 Suralaya Unit 1-4 selama 6 bulan (1 Januari Mei 2017 ) yang diperoleh dari observasi adalah sebagai berikut: Tabel 4.2 Gangguan peralatan Sootblower Unit 1-4 UNIT Lanc e tube Moto r Popp et valve PERMASALAHAN Powe r tidak ada Gea r limit switc h instrume nt (Lokal bisa ccr tidak bisa) Kab el spira l SUBTOT AL 1,2,3, Dari data di atas dapat diketahui permasalahan yang mengakibatkan kegagalan pada sootblower, bahwa permasalahan yang sering muncul yaitu terjadi pada motor sootblower dan lancetube dengan frekuensi paling tinggi daripada komponen sootblower yang lain. Untuk itu dilakukan analisis menggunakan metode dibawah seperti di bawah ini: Untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada pada lance tube sootblower dapat dirumuskan dalam diagram dibawah ini. Dalam menganalisis lance tube yang bengkok dapat dilihat bahwa lance tube bengkok karena beban terlalu berat kemudian dapat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain umur peralatan yang sudah tua, bearing longgar, motor overload (kelebihan beban), gangguan sistem kelistrikan, limit switch yang kotor. Dari beberapa faktor tersebut akibat lance tube yang terlalu lama didalam boiler mengakibatkan defleksi ditambah desain material lance tube yang memliki kekuatan bahan yang kurang bagus sehingga mengakibatkan lance tube bengkok.

11 38 Lance Tube Bengkok Internal Lance Tube Erosi Over Heating Internal Lance Tube Korosi Lance Tube Terlalu Lama Didalam Boiler Steam Kurang / Tidak Ada Worm Gear Aus/Rusak Motor Penggerak Lambat/Tidak Berputar Motor Tidak Bergerak Mundur Umur Sudah Tua Bearing Longgar Motor Overload /Stall Gangguan System Listrik/Kontrol Limit Switch Tidak Berfungsi Beban Terlalu Berat Setting Seal Plate Terlalu Kencang Lance tube berat Design defleksi besar Setting Gland Packing Terlalu Kencang Pelumasan / Greasing Kurang Kotoran/Debu Pada Jalur Gerakan Carriege Front Support Bracket Seret Gaya Akibat Tekanan Steam Gambar 4.3 Analisis Kegagalan Sootblower Model 2IK Boiler Unit 1-4 Dari diagram dan gambar diatas terlihat permasalahan yang sering terjadi di peralatan sootblower dari komponen motor dan lance tube. Motor bermasalah karena beban berat akibat dari lance tube yang sudah tidak lurus lagi sehingga beban gesekan berat mengakibatkan kerja motor berlebih dan menyebabkan kerusakan motor. Dari hasil pengamatan, lance tube merupakan sebab dan juga akibat dari kerusakan motor soot blower.

12 Analisis Tingkat Kepatutan Desain Lance Tube Sootblower Analisis tingkat kepatutan desain lance tube sootblower digunakan untuk mengukur apakah desain ketebalan dari lance tube sootblower mampu digunakan pada spesifikasi uap yang dugunakan untuk proses sootblower Analisis Perhitungan Tebal Pipa tmin allowance = PD 2 ( SE+Py) + A 260,287 x 88,9 tmin allowance = 2 ( x 1+260,287 x 0,7) tmin allowance = 0,65 mm Jadi, ketebalan pipa yang diijinkan dengan spesifikasi uap sootblower tersebut adalah 0,65 mm Dari perhitungan analisis tingkat kepatutan design ketebalan lance tube soot blower didapatkan ketebalan yang diijinkan dengan spesifikasi uap yang digunakan untuk proses soot blower adalah 0,65 mm. Dimana pada design lance tube soot blower 2IK ketebalan pipa yang digunakan adalah 5 mm dan 3 mm. Jadi Material A105 yang digunakan untuk lance tube soot blower pada system 2IK PLTU Suralaya Unit 1-4 masih memenuhi syarat ketebalan pipa yang diijinkan untuk melakukan proses soot blower dengan spesifikasi uap soot blower tersebut Analisis Defleksi Lance Tube Suatu komponen akan mengalami pemuaian atau ekspansi thermal bila temperaturnya berubah dengan perbedaan yang dapat dinyatakan dalam persamaan pemuaian panjang thermal sebagai berikut : L = αlo. T Dari komponen yang dipakai sekarang diketahui material A 105 dengan perhitungan sebagai berikut : Diketahui : Material seamless steel A 105.

13 40 Koefisien thermal ( α ) : 11,7 µm/m 0 C Dimana L menyatakan pertambahan panjang akibat pemuaian ( m atau in ), α merupakan koefisien ekspansi thermal (µm/m 0 C atau in/in 0 F, Lo menyatakan panjang awal ( m atau in ), dan T menyatakan perbedaan temperatur pada komponen ( 0 C atau 0 F ). Dinding Boiler Nozzle D = 3,5 inch,t= 5 Ts D= 3,5 inch T = 3 mm cm 524 cm L0 = 924 cm L=12 cm Flue Gas Gambar 4.4 Kondisi lance tube di dalam furnace Dalam kondisi tidak beroperasi ( Di luar furnace ) temperature lance tube To adalah sekitar 27 0 C. Temperature lance tube di dalam furnace Ts di pengaruhi oleh temperatur flue gas T, di area superheater, reheater, dan economizer dengan proses perpindahan panas secara konveksi. Semakin tinggi temperatur flue gas, semakin besar panas yang di transfer, semakin tinggi pula temperature permukaan lance tube Analisis Defleksi Pada Lance Tube Sootblower Akibat dari pemuaian atau ekspansi thermal ini akan terjadi penambahan panjang dimana L =L0 + L. Pertambahan panjang ini mengakibatkan terjadinya defleksi atau lendutan pada lance tube. Bila diasumsikan bahwa lance tube yang tertahan didalam furnace berlaku sebagai batang kantilever tanpa ada gaya luar, maka besarnya defleksi maksimum yang terjadi dapat dinyatakan dengan persamaan : δ1 = w 1ɑ 4 8EI 1 x L ɑ

14 41 δ2 = 1 x w 2(L ɑ) x {L3+L2ɑ+Lɑ2- ɑ3 } EI momen inersia I1= π 64 (d014 - di1 4 ) dan I2= π 64 (d024 - di2 4 ) diketahui material seamless pipe dengan material A105 setara dengan ASME SA 105 ρmaterial = 7,85 gram/cm 3 = 7850 kg/m 3 ɑ = 4 m b = 5,36 m E pada temp C = 1,062 x N/m 2 F= 15,4 x 10 6 N/m 2 d01 = 0,0889 m di1 = 0,0829 m d02 = 0,0889 m di2 = 0,0789 m Perhitungan Thermal Expantion pada pipa L = αlo. T = 11,7. 9,64 ( ) = 112, = ,524 micrometer X 10-6 = 0,121 m = 12,1 cm 12 cm Perhitungan Volume Lance Tube 2IK Perhitungan volume lance tube sootblower dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Dimana, V = π 4 d2.t V : Volume (m 3 ) d : diameter (m) t : panjang (m) Mencari Volume Pipa Pada t = 5 mm v1 = 3,14 4.0, = 0,0248 m 3 v2 = 3,14 4.0, = 0,0195 m 3

15 42 va= v1-v2 = 0,0248 m 3-0,0195 m 3 = 0,0053 m 3 Mencari Volume Pipa Pada t = 3 mm Menghitung Massa Pipa Mencari Berat Pipa v1 = 3,14 4.0, ,36 = 0,0332 m 3 v2 = 3,14 4.0, ,36 = 0,0289 m 3 vb = v1-v2 = 0,0332 m 3-0,0289 m 3 = 0,0043 m 3 ma = va x ρmaterial = 0,0053 m 3 x 7850 kg/m 3 = 41,605 kg mb = vb x ρmaterial = 0,0043 m 3 x 7850 kg/m 3 = 33,755 kg mtotal = ma + mb = 41,605 kg + 33,755 kg = 75,36 kg Wtotal = mtotal. g = 75,36 kg x 9,8 m/s 2 = 738,528 N w = W L = 738,528 9,36 Menghitung Momen Inersia = 78,90 N/m I1= π 64 (d014 - di1 4 ) = 3,14 64 (0, , ) = 7,47 x 10-7 m 4, dan I2= π 64 (d024 - di2 4 ) = 3,14 64 (0, , ) = 1,16 x 10-6 m 4 Menghitung Besar Defleksi Yang Terjadi Pada Pipa δ1 = w.ɑ4 8EI 1 78,90 x 9,36 δ1 = 4 8 x 1,062 x10 11 x 7,47x10 7 = 0,954 m = 95,4 cm 1 δ2 = x w EI 2 (L ɑ) 8 x {L 3 +L 2 ɑ+lɑ 2 - ɑ3 3 } 1 78,90 (9,36 4) δ2 = 1,062 x10 11 x 1,16 x 10 6 x ) } x {9,36 3 +(9,36 2 x 4)+(9,36 x = 0,557 m = 55,7 cm δtotal = δ1+ δ2 = 95,4 cm + 55,7 cm = 151,1 cm = 1,5 m

16 43 Dari perhitungan di atas untuk pemuaian dan lendutan material tersebut cukup tinggi yaitu sebesar 151,1 cm = 1,5 m. Untuk itu direkomendasikan menggunakan material dengan koefisien thermal yang lebih rendah yaitu material chrome moly ( AISI 4130 ). Dasar perhitungannya adalah sebagai berikut : Diketahui : Material chrome moly ( AISI 4130 ). Koefisien thermal ( α ) : 3, in/in 0 F D=3,5inch,T=5 mm Dinding Boiler T D= 3,5 inch T = 3 Nozzle 400 cm 524 cm 40 cm 6,5 cm Flue Gas Gambar 4.5 Pemuaian lance tube pada 2IK dengan menggunakan material chrome moly Menghitung Thermal Expantion pada pipa L = αlo. T = 3, ,527 ( ,6 ) = 1328, ,4 = , = 2,56 = 6,5 cm Jika dibandingkan dengan material sebelumnya yang sebesar 12 cm, material chrome-moly pemuaiannya lebih kecil sebesar 6,5 cm.

17 44 Berikut perhitungan defleksinya : Diketahui material Chrome moly ( AISI 4130 ) ρmaterial = 7,85 gram/cm 3 = 7850 kg/m 3 ɑ = 4 m b = 5,30 m E pada temp C F=2,05 x N/m 2 d01 = 0,0889 m di1 = 0,0829 m d02 = 0,0889 m di2 = 0,0789 m Mencari Volume Pipa Pada t = 5 mm v1 = 3,14 4.0, = 0,0248 m 3 v2 = 3,14 4.0, = 0,0195 m 3 va= v1-v2 = 0,0248 m 3-0,0195 m 3 = 0,0053 m 3 Mencari Volume Pipa Pada t = 3 mm Menghitung Massa Pipa Mencari Berat Pipa v1 = 3,14 4.0, ,30 = 0,0328 m 3 v2 = 3,14 4.0, ,30 = 0,0285 m 3 vb = v1-v2 = 0,0328 m 3-0,0285 m 3 = 0,0043 m 3 ma = va x ρmaterial = 0,0053 m 3 x 7850 kg/m 3 = 41,605 kg mb = vb x ρmaterial = 0,0043 m 3 x 7850 kg/m 3 = 33,755 kg mtotal = ma + mb = 41,605 kg + 33,755 kg = 75,36 kg Wtotal = mtotal. g = 75,36 kg x 9,8 m/s 2 = 738,528 N w = W L = 738,528 9,36 = 78,90 N/m

18 45 Menghitung Momen Inersia I1= π 64 (d014 - di1 4 ) = 3,14 64 (0, , ) = 7,47 x 10-7 m 4, dan I2= π 64 3,14 (d024- di24) = (0, ,07894) = 1,16 x 10-6 m4 64 Menghitung Besar Defleksi Yang Terjadi Pada Pipa δ1 = w ɑ4 8EI 1 78,90 x 9,30 δ1 = 4 8 x 1,062x10 11 x 7,47x10 7 =0,929 m = 92,9 cm 1 δ2 = x w EI 2 (L ɑ) 8 x {L 3 +L 2 ɑ+lɑ 2 - ɑ3 3 } 1 δ2 = x 78,90 (9,30 4) 2,05 x10 11 x 1,16 x ) } = 0,2808 m = 28,086 cm x {9,30 3 +(9,30 2 x 4)+(9,30 x δtotal = δ1+ δ2 = 92,9 cm + 28,086 cm = 120,9 cm = 1,20 m Dari hasil analisa di atas, dapat digambarkan sketsa perbedaan defleksi antara lance tube dengan material carbon steel A105 dengan chrome moly ( AISI 4130 ) Defleksi pada material carbon steel A105 setara ASME SA cm α = 3 0 1,5 m Dinding boiler Defleksi pada material chrome moly ( AISI 4130 ). α = 1, ,5 cm 1,2 m Dinding boiler

19 46 Gambar 4.6 Perbandingan defleksi antara material carbon steel A105 dengan material chrome moly ( AISI 4130 ) 4.4 ANALISIS DEFLEKSI LANCE TUBE SOOTBLOWER MENGGUNAKAN SOFTWARE SOLIDWORK Pada pembahasan ini penulis akan membandingkan analisis defleksi lance menggunakan software solidwork sebagai pembanding antara material Carbon Steel A105 dengan Chrome moly AISI A Analisis lance tube sootblower dengan material carbon steel A105 Berikut akan ditampilkan analisis lance tube sootblower menggunakan material carbon steel A105. Diketahui : Material Information Solid Bodies Document Name and Reference Boss-Extrude3 Model name: Lance Tube Terdisitribusi Current Configuration: Default Treated As Solid Body Volumetric Properties Mass: kg Volume: m^3 Density:7850 kg/m^3 Weight: N Gambar 4.7 Material Information A105 Document Path/Date Modified E:\Lance Tube Terdisitribusi.SLD PRT Jul 20 19:11:

20 47 Gambar 4.8 Von misses material A105 Dari gambar diatas diketahui bahwa analisa kegagalan terbesar terletak pada dinding boiler dengan tegangan Von Misses terbesar 275 N/m 2. Gambar 4.9 Defleksi material A105

21 48 Dari analisis diatas menggunakan software solidwork yaitu dengan defleksi sebesar 1,19 m, dan terletak paling dekat pada dinding boiler Analisis lance tube sootblower dengan material Chrome Moly (AISI 4130) Berikut akan ditampilkan analisis lancetube sootblower menggunakan material Chrome Moly (AISI 4130). Diketahui : Material Information Gambar 4.10 Material Information Chrome moly (AISI 4130)

22 49 Gambar 4.11 Von misses Stress material Chrome Moly (AISI 4130) Dari gambar di atas diketahui bahwa analisa kegagalan terbesar terletak pada dinding boiler dengan tegangan terbesar 276 N/m 2. Dari besaran nilai tegangan Von Misses yang terjadi pada material AISI 4130 σ von misses < σ luluh yaitu sebesar 460 GPa. Sedangkan defleksi terbesar terletak pada Gambar 4.12 Defleksi material Chrome Moly (AISI 4130)

23 50 Dari analisis diatas menggunakan software solidwork yaitu dengan defleksi sebesar 1,05 m, dan terletak paling dekat pada dinding boiler. Dari rekomendasi material Chrome moly (AISI 4130) diatas dapat diketahui bahwa tegangan von misses lebih kecil dari tegangan luluh material itu sendiri, yaitu σ von misses = 276 N/m 2 < σ luluh = 460 GPa hal ini dapat disimpulkan bahwa material ini tidak terdeformasi secara plastis. 4.5 REKOMENDASI PERAWATAN SOOTBLOWER Perawatan Rutin Komponen Mekanis Sootblower 1. Mengganti lance tube soot blower jika ada indikasi bengkok saat PM Rutin Soot Blower atau ada laporan dari operator lokal boiler saat rutin chek local 2. Lakukan pembersihan jalur carriage, terutama jalur pinion dan bearing dari kotoran dan debu secara rutin. 3. Periksa level oil pada sight glass/grease carriage. Lakukan penambahan bila ada oli kurang serta penggantian dengan pelumas yang masih bagus. 4. Inspeksi poppet valve saat PM Rutin Soot Blower (indikasi poppet valve leaksthrough/leaks out) 5. Monitoring kebocoran pelumas pada carriage soot blower saat PM rutin Soot Blower. 6. Inspeksi Carriage (termasuk Pinion & Worm Gear) secara rutin pada saat OH Soot Blower. 7. Inspeksi drain trap soot blower saat PM rutin Soot Blower untuk menghindari kondensasi steam 8. Inspeksi poppet valve dari erosi akibat steam pada saat OH Soot Blower. 9. Kalibrasi pressure poppet valve saat OH 10. Check kelurusan lance tube dan carriage secara periodik Perawatan Rutin Komponen Elektrik dan Instrumen Sootblower 1. Ganti Motor Sootblower dengan yang baru/rewinding dengan kualitas baik jika terjadi kerusakan pada motor.

24 51 2. Check/bersihkan/perbaiki limit switch, terminal kabel serta contactor Sootblower dan penyentuhnya saat PM Rutin Soot Blower 3. Ganti secara bertahap Limit Switch Sootblower yang sudah umur pakainya terlampaui (aging) saat OH 4. Ganti motor Sootblower yang sudah Aging secara bertahap dengan motor baru/rewinding tapi kualitasnya terjamin baik 5. Ganti kabel spiral Sootblower yang sudah aging/mengelupas/elastisitas tidak sesuai lagi, secara bertahap dengan yang baru OEM atau Non OEM namun kualitas setara OEM 6. Ganti contactor Sootblower yang sudah aging secara bertahap pada saat OH 7. Pengecheckan sinyal control 110 V Sootblower pada saat PM Rutin Sootblower.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 BOILER Salah satu peralatan yang sangat penting di dalam suatu pembangkit tenaga listrik adalah Boiler (Steam Generator) atau yang biasanya disebut ketel uap. Alat ini merupakan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PENULISAN ILMIAH

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PENULISAN ILMIAH UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PENULISAN ILMIAH ANALISA PROSES KERJA SOOT BLOWER TIPE FIXED ROTARY PADA PROTOTYPE MINI STEAM POWER PLANT DI PT. NW INDUSTRIES Nama : Rachmat Shaleh NPM

Lebih terperinci

Ash/sisa abu yang menempel pada permukaan pipa pipa boiler di bagian evaporator.

Ash/sisa abu yang menempel pada permukaan pipa pipa boiler di bagian evaporator. Ash/sisa abu yang menempel pada permukaan pipa pipa boiler di bagian evaporator. Komponen Utama Sootblower Tipe Fixed Rotary Motor Elektrik Berfungsi untuk menggerakkan gear yang terhubung dengan lance

Lebih terperinci

STEAM TURBINE. POWER PLANT 2 X 15 MW PT. Kawasan Industri Dumai

STEAM TURBINE. POWER PLANT 2 X 15 MW PT. Kawasan Industri Dumai STEAM TURBINE POWER PLANT 2 X 15 MW PT. Kawasan Industri Dumai PENDAHULUAN Asal kata turbin: turbinis (bahasa Latin) : vortex, whirling Claude Burdin, 1828, dalam kompetisi teknik tentang sumber daya air

Lebih terperinci

FOULING DAN PENGARUHNYA PADA FINAL SECONDARY SUPERHEATER PLTU TANJUNG JATI B UNIT 2

FOULING DAN PENGARUHNYA PADA FINAL SECONDARY SUPERHEATER PLTU TANJUNG JATI B UNIT 2 FOULING DAN PENGARUHNYA PADA FINAL SECONDARY SUPERHEATER PLTU TANJUNG JATI B UNIT 2 F Gatot Sumarno (1), Wahyono (2), Ova Imam Aditya (3), (1), (2) Dosen Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi sekarang ini perubahan terjadi di berbagai bidang antara lain bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, stranspotasi, telekomunikasi termasuk

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 32 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 PELAKSANAAN Kerja praktek dilaksanakan pada tanggal 01 Februari 28 februari 2017 pada unit boiler PPSDM MIGAS Cepu Kabupaten Blora, Jawa tengah. 4.1.1 Tahapan kegiatan

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PLTGU UBP TANJUNG PRIOK

BAB III SISTEM PLTGU UBP TANJUNG PRIOK BAB III SISTEM PLTGU UBP TANJUNG PRIOK 3.1 Konfigurasi PLTGU UBP Tanjung Priok Secara sederhana BLOK PLTGU UBP Tanjung Priok dapat digambarkan sebagai berikut: deaerator LP Header Low pressure HP header

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Perhitungan Ketebalan Minimum ( Minimum Wall Thickess) Dari persamaan 2.13 perhitungan ketebalan minimum dapat dihitung dan persamaan 2.15 dan 2.16 untuk pipa bending

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK UNTUK SISTEM PNEUMATIK PADA GUN BURNER

PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK UNTUK SISTEM PNEUMATIK PADA GUN BURNER TUGAS SARJANA MESIN FLUIDA PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK UNTUK SISTEM PNEUMATIK PADA GUN BURNER OLEH NAMA : ERWIN JUNAISIR NIM : 020401047 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR BIDANG STUDI KONVERSI ENERGI

TUGAS AKHIR BIDANG STUDI KONVERSI ENERGI TUGAS AKHIR BIDANG STUDI KONVERSI ENERGI Dosen Pembimbing : Ir. Joko Sarsetiyanto, MT Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Oleh

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.1 SPESIFIKASI TURBIN Turbin uap yang digunakan pada PLTU Kapasitas 330 MW didesain dan pembuatan manufaktur dari Beijing BEIZHONG Steam Turbine Generator Co., Ltd. Model

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam

Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam SIDANG TUGAS AKHIR TM091476 Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam Oleh: AGENG PREMANA 2108 100 603 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Turbin uap berfungsi untuk mengubah energi panas yang terkandung. menghasilkan putaran (energi mekanik).

BAB I PENDAHULUAN. Turbin uap berfungsi untuk mengubah energi panas yang terkandung. menghasilkan putaran (energi mekanik). BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Turbin uap adalah suatu penggerak mula yang mengubah energi potensial menjadi energi kinetik dan energi kinetik ini selanjutnya diubah menjadi energi mekanik dalam

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KONSENTRASI TEKNIK ELEKTRONIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KONSENTRASI TEKNIK ELEKTRONIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA ANALISA SISTEM KONTROL LEVEL DAN INSTRUMENTASI PADA HIGH PRESSURE HEATER PADA UNIT 1 4 DI PLTU UBP SURALAYA. Disusun Oleh : ANDREAS HAMONANGAN S (10411790) JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KONSENTRASI TEKNIK ELEKTRONIKA

Lebih terperinci

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR 27 BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR 4.1 Pemilihan Sistem Pemanasan Air Terdapat beberapa alternatif sistem pemanasan air yang dapat dilakukan, seperti yang telah dijelaskan dalam subbab 2.2.1 mengenai

Lebih terperinci

BAB III LOW PRESSURE DRAIN PUMP

BAB III LOW PRESSURE DRAIN PUMP BAB III LOW PRESSURE DRAIN PUMP 3.1 Pengaruh LP drain pump terhadap effisiensi thermal Low Pressure drain pump (LP drain pump) merupakan jenis pompa sentrifugal yang digunakan untuk memindahkan fluida

Lebih terperinci

Pengoperasian pltu. Simple, Inspiring, Performing,

Pengoperasian pltu. Simple, Inspiring, Performing, Pengoperasian pltu PERSIAPAN COLD START PLTU 1. SISTEM AUXILIARY STEAM (UAP BANTU) FUNGSI : a. Menyuplai uap ke sistem bahan bakar minyak pada igniter untuk mengabutkan bahan bakar minyak (Atomizing sistem).

Lebih terperinci

PRINSIP KONSERVASI ENERGI PADA TEKNOLOGI KONVERSI ENERGI. Ir. Parlindungan Marpaung HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI

PRINSIP KONSERVASI ENERGI PADA TEKNOLOGI KONVERSI ENERGI. Ir. Parlindungan Marpaung HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI PRINSIP KONSERVASI ENERGI PADA TEKNOLOGI KONVERSI ENERGI Ir. Parlindungan Marpaung HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI Kode Unit : JPI.KE01.001.01 STANDAR KOMPETENSI Judul Unit: Menerapkan prinsip-prinsip

Lebih terperinci

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA 37 BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA Pada bab ini dijelaskan bagaimana menentukan besarnya energi panas yang dibawa oleh plastik, nilai total laju perpindahan panas komponen Forming Unit

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN KINERJA BOILER

BAB IV PEMBAHASAN KINERJA BOILER BAB IV PEMBAHASAN KINERJA BOILER 4.1 Spesifikasi boiler di PT. Kartika Eka Dharma Spesifikasi boiler yang digunakan oleh PT. Kartika Eka Dharma adalah boiler jenis pipa air dengan kapasitas 1 ton/ jam,

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Batasan Rancangan Untuk rancang bangun ulang sistem refrigerasi cascade ini sebagai acuan digunakan data perancangan pada eksperiment sebelumnya. Hal ini dikarenakan agar

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN SISTEM HIDRAULIK

BAB IV PERHITUNGAN SISTEM HIDRAULIK BAB IV PERHITUNGAN SISTEM HIDRAULIK 4.1 Perhitungan Beban Operasi System Gaya yang dibutuhkan untuk mengangkat movable bridge kapasitas 100 ton yang akan diangkat oleh dua buah silinder hidraulik kanan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Energi Alamraya Semesta adalah PLTU yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar. Batubara yang digunakan adalah batubara jenis bituminus

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Boiler Longchuan Boiler Longchuan adalah boiler jenis thermal yang dihasilkan dari air, dengan sirkulasi untuk menyalurkan panasnya ke mesin-mesin produksi. Boiler Longchuan mempunyai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan di PT Energi Alamraya Semesta, Desa Kuta Makmue, kecamatan Kuala, kab Nagan Raya- NAD. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. listrik. Adapun pembangkit listrik yang umumnya digunakan di Indonesia yaitu

BAB I PENDAHULUAN. listrik. Adapun pembangkit listrik yang umumnya digunakan di Indonesia yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bertambahnya perindustrian di Indonesia menyebabkan peningkatan kebutuhan listrik. Untuk mengatasi hal tersebut maka saat ini pemerintah berupaya untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Dari konsep yang telah dikembangkan, kemudian dilakukan perhitungan pada komponen komponen yang dianggap kritis sebagai berikut: Tiang penahan beban maksimum 100Kg, sambungan

Lebih terperinci

PERANCANGAN TURBIN UAP PENGGERAK GENERATOR LISTRIK DENGAN DAYA 80 MW PADA INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP

PERANCANGAN TURBIN UAP PENGGERAK GENERATOR LISTRIK DENGAN DAYA 80 MW PADA INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP PERANCANGAN TURBIN UAP PENGGERAK GENERATOR LISTRIK DENGAN DAYA 80 MW PADA INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN DAYA TURBIN YANG DIHASILKAN DAN EFISIENSI TURBIN UAP PADA UNIT 1 DAN UNIT 2 DI PT. INDONESIA POWER UBOH UJP BANTEN 3 LONTAR

ANALISIS PERHITUNGAN DAYA TURBIN YANG DIHASILKAN DAN EFISIENSI TURBIN UAP PADA UNIT 1 DAN UNIT 2 DI PT. INDONESIA POWER UBOH UJP BANTEN 3 LONTAR ANALISIS PERHITUNGAN DAYA TURBIN YANG DIHASILKAN DAN EFISIENSI TURBIN UAP PADA UNIT 1 DAN UNIT 2 DI PT. INDONESIA POWER UBOH UJP BANTEN 3 LONTAR Jamaludin, Iwan Kurniawan Program Studi Teknik mesin, Fakultas

Lebih terperinci

ANALISA EFISIENSI PERFORMA HRSG ( Heat Recovery Steam Generation ) PADA PLTGU. Bambang Setyoko * ) Abstracts

ANALISA EFISIENSI PERFORMA HRSG ( Heat Recovery Steam Generation ) PADA PLTGU. Bambang Setyoko * ) Abstracts ANALISA EFISIENSI PERFORMA HRSG ( Heat Recovery Steam Generation ) PADA PLTGU Bambang Setyoko * ) Abstracts Heat Recovery Steam Generator ( HRSG ) is a construction in combine cycle with gas turbine and

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Kapasitas Alat pencacah Plastik Q = 30 Kg/jam 30 kg = jam x 1 jam 60 menit = 0,5 kg/menit = 500 gr/menit Dimana : Q = Kapasitas mesin B. Perencanaan Putaran Pisau Jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia saat ini, hampir semua aktifitas manusia berhubungan dengan energi listrik.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Tabel Hasil Pengujian Beban Kalor Setelah dilakukan perhitungan beban kalor didalam ruangan yang meliputi beban kalor sensible dan kalor laten untuk ruangan dapat

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN 4.1 Pengumpulan dan penyajian data 4.1.1 Pengumpulan data dan penyajian data Pada tabel 4.1 Check sheet temperatur dan tekanan pompa sirkulasi periode Tabel 4.1 Check Sheet

Lebih terperinci

METODOLOGI PERANCANGAN. Dari data yang di peroleh di lapangan ( pada brosur ),motor TOYOTA. 1. Daya maksimum (N) : 109 dk

METODOLOGI PERANCANGAN. Dari data yang di peroleh di lapangan ( pada brosur ),motor TOYOTA. 1. Daya maksimum (N) : 109 dk METODOLOGI PERANCANGAN 3.1. Spesifikasi TOYOTA YARIS Dari data yang di peroleh di lapangan ( pada brosur ),motor TOYOTA YARIS memiliki spesifikasi sebagai berikut : 1. Daya maksimum (N) : 109 dk. Putaran

Lebih terperinci

Perancangan Termal Heat Recovery Steam Generator Sistem Tekanan Dua Tingkat Dengan Variasi Beban Gas Turbin

Perancangan Termal Heat Recovery Steam Generator Sistem Tekanan Dua Tingkat Dengan Variasi Beban Gas Turbin JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-132 Perancangan Termal Heat Recovery Steam Generator Sistem Tekanan Dua Tingkat Dengan Variasi Beban Gas Turbin Anson Elian dan

Lebih terperinci

ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN

ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN Jurusan Teknik Sistem Perkapalan Fakultas Teknologi Keluatan Institut Teknolgi Sepuluh Nopember Surabaya 2011

Lebih terperinci

ANALISIS KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP ( PLTU ) UNIT 3 DAN 4 GRESIK

ANALISIS KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP ( PLTU ) UNIT 3 DAN 4 GRESIK Wahana Teknik Vol 02, Nomor 02, Desember 2013 Jurnal Keilmuan dan Terapan teknik Hal 70-80 ANALISIS KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP ( PLTU ) UNIT 3 DAN 4 GRESIK Wardjito, Sugiyanto

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) PLTU merupakan sistem pembangkit tenaga listrik dengan memanfaatkan energi panas bahan bakar untuk diubah menjadi energi listrik dengan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

Tekanan Dan Kecepatan Uap Pada Turbin Reaksi Perbandingan Antara Turbin Impuls Dan Turbin Reaksi

Tekanan Dan Kecepatan Uap Pada Turbin Reaksi Perbandingan Antara Turbin Impuls Dan Turbin Reaksi Turbin Uap 71 1. Rumah turbin (Casing). Merupakan rumah logam kedap udara, dimana uap dari ketel, dibawah tekanan dan temperatur tertentu, didistribusikan disekeliling sudu tetap (mekanisme pengarah) di

Lebih terperinci

(Studi Kasus PT. EMP Unit Bisnis Malacca Strait) Dosen Pembimbing Bambang Arip Dwiyantoro, ST. M.Sc. Ph.D. Oleh : Annis Khoiri Wibowo

(Studi Kasus PT. EMP Unit Bisnis Malacca Strait) Dosen Pembimbing Bambang Arip Dwiyantoro, ST. M.Sc. Ph.D. Oleh : Annis Khoiri Wibowo Studi Numerik Peningkatan Cooling Performance pada Lube Oil Cooler Gas Turbine Disusun Secara Seri dan Paralel dengan Variasi Kapasitas Aliran Lube Oil (Studi Kasus PT. EMP Unit Bisnis Malacca Strait)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plant, Nuclear Plant, Geothermal Plant, Gas Plant, baik di On-Shore maupun di. Offshore, semuanya mempunyai dan membutuhkan Piping.

BAB I PENDAHULUAN. Plant, Nuclear Plant, Geothermal Plant, Gas Plant, baik di On-Shore maupun di. Offshore, semuanya mempunyai dan membutuhkan Piping. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Didalam sebuah Plant, entah itu LNG Plant, Petrochemical Plant, Fertilizer Plant, Nuclear Plant, Geothermal Plant, Gas Plant, baik di On-Shore maupun di Offshore,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS 47 BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS 4.1 PENDAHULUAN Bab ini menampilkan hasil penelitian dan pembahasan berdasarkan masing-masing variabel yang telah ditetapkan dalam penelitian. Hasil pengukuran

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU Sistem pembangkit listrik tenaga uap (Steam Power Plant) memakai siklus Rankine. PLTU Suralaya menggunakan siklus tertutup (closed cycle) dengan dasar siklus rankine dengan

Lebih terperinci

1. Bagian Utama Boiler

1. Bagian Utama Boiler 1. Bagian Utama Boiler Boiler atau ketel uap terdiri dari berbagai komponen yang membentuk satu kesatuan sehingga dapat menjalankan operasinya, diantaranya: 1. Furnace Komponen ini merupakan tempat pembakaran

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN REFRIJERAN R-12 DENGAN HYDROCARBON MC-12 PADA SISTEM PENDINGIN DENGAN VARIASI PUTARAN KOMPRESOR. Ir.

STUDI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN REFRIJERAN R-12 DENGAN HYDROCARBON MC-12 PADA SISTEM PENDINGIN DENGAN VARIASI PUTARAN KOMPRESOR. Ir. STUDI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN REFRIJERAN R-12 DENGAN HYDROCARBON MC-12 PADA SISTEM PENDINGIN DENGAN VARIASI PUTARAN KOMPRESOR OLEH : RAGIL HERI NURAMBYAH 2108 100 523 DOSEN PEMBIMBING : Ir. KADARISMAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Materi penelitian dalam Tugas Akhir ini adalah analisis proses konversi energi pada PLTU Suralaya Unit 5 mulai dari energi pada batubara hingga menjadi

Lebih terperinci

Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure

Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-137 Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure Ryan Hidayat dan Bambang

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Rasio Reheat Pressure dengan Main Steam Pressure terhadap Performa Pembangkit dengan Simulasi Cycle-Tempo

Analisis Pengaruh Rasio Reheat Pressure dengan Main Steam Pressure terhadap Performa Pembangkit dengan Simulasi Cycle-Tempo B117 Analisis Pengaruh Rasio Reheat Pressure dengan Main Steam Pressure terhadap Performa Pembangkit dengan Simulasi Cycle-Tempo Raditya Satrio Wibowo dan Prabowo Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perencanaan Proses perencanaan mesin pembuat es krim dari awal sampai akhir ditunjukan seperti Gambar 3.1. Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa Perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN Pada rancangan uncoiler mesin fin ini ada beberapa komponen yang perlu dilakukan perhitungan, yaitu organ penggerak yang digunakan rancangan ini terdiri dari, motor penggerak,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System 32 BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System PLTP Gunung Salak merupakan PLTP yang berjenis single flash steam system. Oleh karena itu, seperti yang

Lebih terperinci

BAB III TURBIN UAP PADA PLTU

BAB III TURBIN UAP PADA PLTU BAB III TURBIN UAP PADA PLTU 3.1 Turbin Uap Siklus Renkine setelah diciptakan langsung diterima sebagai standar untuk pembangkit daya yang menggunakan uap (steam ). Siklus Renkine nyata yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA EKSPERIMEN DAN SIMULASI

BAB IV ANALISA EKSPERIMEN DAN SIMULASI BAB IV ANALISA EKSPERIMEN DAN SIMULASI Selama percobaan dilakukan beberapa modifikasi atau perbaikan dalam rangka usaha mendapatkan air kondensasi. Semenjak dari memperbaiki kebocoran sampai penggantian

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN VACUUM PADA SAAT BACKWASH CONDENSER TERHADAP HEAT RATE TURBIN DI PLTU

PENGARUH PENURUNAN VACUUM PADA SAAT BACKWASH CONDENSER TERHADAP HEAT RATE TURBIN DI PLTU PENGARUH PENURUNAN VACUUM PADA SAAT BACKWASH CONDENSER TERHADAP HEAT RATE TURBIN DI PLTU Imron Rosyadi 1*, Dhimas Satria 2, Cecep 3 1,2,3 JurusanTeknikMesin, FakultasTeknik, Universitas Sultan AgengTirtayasa,

Lebih terperinci

Turbin Uap BOILER. 1 4 konderser

Turbin Uap BOILER. 1 4 konderser Turbin Uap Siklus Renkine setelah diciptakan langsung diterima sebagai standar untuk pembangkit daya yang menggunakan uap (steam ). Siklus Renkine nyata yang digunakan dalam instalasi pembangkit daya jauh

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Metil Salisilat dari Metanol dan Asam Salisilat Kapasitas Ton/Tahun BAB III SPESIFIKASI ALAT. Kode T-01 T-02 T-03

Prarancangan Pabrik Metil Salisilat dari Metanol dan Asam Salisilat Kapasitas Ton/Tahun BAB III SPESIFIKASI ALAT. Kode T-01 T-02 T-03 BAB III SPESIFIKASI ALAT 1. Tangki Penyimpanan Spesifikasi Tangki Metanol Tangki Asam Tangki Metil Sulfat Salisilat Kode T-01 T-02 T-03 Menyimpan Menyimpan asam Menyimpan metil metanol untuk 15 sulfat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PLTU adalah suatu pembangkit listrik dimana energi listrik dihasilkan oleh generator yang diputar oleh turbin uap yang memanfaatkan tekanan uap hasil dari penguapan

Lebih terperinci

ANALISA HEAT RATE DENGAN VARIASI BEBAN PADA PLTU PAITON BARU (UNIT 9)

ANALISA HEAT RATE DENGAN VARIASI BEBAN PADA PLTU PAITON BARU (UNIT 9) EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 10 No. 1 Januari 2014; 23-28 ANALISA HEAT RATE DENGAN VARIASI BEBAN PADA PLTU PAITON BARU (UNIT 9) Agus Hendroyono Sahid, Dwiana Hendrawati Program Studi Teknik Konversi

Lebih terperinci

2.10 Caesar II. 5.10Pipe Strees Analysis

2.10 Caesar II. 5.10Pipe Strees Analysis 2.8 Pipe Support Karena pipa dipengaruhi oleh ekspansi termal. Mendukung dalam sebuah langkah sistem perpipaan termal dalam arah yang berbeda. Pipe support oleh dua jenis support-kaku (rigid support) dan

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU ALIRAN PANAS PADA REAKTOR TANKI ALIR BERPENGADUK DENGAN HALF - COIL PIPE

ANALISIS LAJU ALIRAN PANAS PADA REAKTOR TANKI ALIR BERPENGADUK DENGAN HALF - COIL PIPE ANALISIS LAJU ALIRAN PANAS PADA REAKTOR TANKI ALIR BERPENGADUK DENGAN HALF - COIL PIPE Ir.Bambang Setiawan,MT 1. Chandra Abdi 2 Lecture 1,College student 2,Departement of machine, Faculty of Engineering,

Lebih terperinci

PENGUJIAN UNJUK KERJA SOLAR ASSISTED HEAT PUMP WATER HEATER. MENGGUNAKAN HFC-134a DENGAN VARIASI INTENSITAS RADIASI

PENGUJIAN UNJUK KERJA SOLAR ASSISTED HEAT PUMP WATER HEATER. MENGGUNAKAN HFC-134a DENGAN VARIASI INTENSITAS RADIASI PENGUJIAN UNJUK KERJA SOLAR ASSISTED HEAT PUMP WATER HEATER MENGGUNAKAN HFC-134a DENGAN VARIASI INTENSITAS RADIASI Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Oleh : TRI

Lebih terperinci

BAB IV PERCOBAAN, ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN

BAB IV PERCOBAAN, ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN BAB IV PERCOBAAN, ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN Proses analisa alat uji pada sistem organic rankine cycle ini menggunakan data Reference Fluid Thermodynamic and Transport Properties dan perhitungan berdasarkan

Lebih terperinci

SKRIPSI / TUGAS AKHIR

SKRIPSI / TUGAS AKHIR SKRIPSI / TUGAS AKHIR ANALISIS PEMANFAATAN GAS BUANG DARI TURBIN UAP PLTGU 143 MW UNTUK PROSES DESALINASI ALBERT BATISTA TARIGAN (20406065) JURUSAN TEKNIK MESIN PENDAHULUAN Desalinasi adalah proses pemisahan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Skema Dan Prinsip Kerja Alat Prinsip kerja mesin pemotong krupuk rambak kulit ini adalah sumber tenaga motor listrik ditransmisikan kepulley 2 dan memutar pulley 3 dengan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN EVAPORATOR Perencanaan Modifikasi Evaporator

BAB III PERANCANGAN EVAPORATOR Perencanaan Modifikasi Evaporator BAB III PERANCANGAN EVAPORATOR 3.1. Perencanaan Modifikasi Evaporator Pertumbuhan pertumbuhan tube ice mengharuskan diciptakannya sistem produksi tube ice dengan kapasitas produksi yang lebih besar, untuk

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP Perancangan sistem perpipaan

BAB VII PENUTUP Perancangan sistem perpipaan BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Dari hasil perancangan dan analisis tegangan sistem perpipaan sistem perpipaan berdasarkan standar ASME B 31.4 (studi kasus jalur perpipaan LPG dermaga Unit 68 ke tangki

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut. BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi adalah suatu proses penarikan kalor dari suatu ruang/benda ke ruang/benda yang lain untuk menurunkan temperaturnya. Kalor adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

ANALISA PRESTASI KERJA TURBIN UAP PADA BEBAN YANG BERVARIASI

ANALISA PRESTASI KERJA TURBIN UAP PADA BEBAN YANG BERVARIASI ANALISA PRESTASI KERJA TURBIN UAP PADA BEBAN YANG BERVARIASI Soelaiman, Sofyan, Novy Priyanto Jurusan Mesin, Universitas Muhammadiyah Jakarta Abstrak. Kebutuhan konsumen akan daya listrik bervariasi dari

Lebih terperinci

IV. ANALISIS TEKNIK. Pd n. Besarnya tegangan geser yang diijinkan (τ a ) dapat dihitung dengan persamaan :

IV. ANALISIS TEKNIK. Pd n. Besarnya tegangan geser yang diijinkan (τ a ) dapat dihitung dengan persamaan : A. POROS UTAMA IV. ANALISIS TEKNIK Menurut Sularso dan K. Suga (1997), untuk menghitung besarnya diameter poros yang digunakan adalah dengan menentukan daya rencana Pd (kw) dengan rumus : Pd = fcp (kw)...

Lebih terperinci

BAB III PERENCAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alur Perencanaan Proses perancangan alat pencacah rumput gajah seperti terlihat pada diagram alir berikut ini: Mulai Pengamatan dan Pengumpulan Perencanaan Menggambar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE... JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv... vi DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR GRAFIK...xiii DAFTAR TABEL... xv NOMENCLATURE... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian Pengambilan data pada kondensor disistem spray drying ini telah dilaksanakan pada bulan desember 2013 - maret 2014 di Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Peralatan 3.1.1 Instalasi Alat Uji Alat uji head statis pompa terdiri 1 buah pompa, tangki bertekanan, katup katup beserta alat ukur seperti skema pada gambar 3.1 : Gambar

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik MARULITUA SIDAURUK NIM

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik MARULITUA SIDAURUK NIM ANALISIS DAN SIMULASI VARIASI SUDUT SUDU-SUDU TURBIN IMPULS TERHADAP DAYA MEKANIS YANG DIHASILKAN TURBIN SEBAGAI PEMBANGKIT TENAGA UAP PADA PKS KAPASITAS 30 TON TBS/JAM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN HIDRAULIK

BAB IV PERHITUNGAN HIDRAULIK BAB IV PERHITUNGAN HIDRAULIK.1. Perhitungan Silinder-silinder Hidraulik.1.1. Kecepatan Rata-rata Menurut Audel Pumps dan Compressor Hand Book by Frank D. Graha dan Tara Poreula, kecepatan piston dipilih

Lebih terperinci

LAMPIRAN II PERHITUNGAN

LAMPIRAN II PERHITUNGAN 88 LAMPIRAN II PERHITUNGAN 1. Data Sekunder Audit Energi (Data Pengukuran Spot/Aktual) a. Intensitas Konsumsi Energi (IKE) Steam 1) Produksi ClO 2 pada Tanggal 5 Februari 2016 Flow ClO 2 2617,7 m 3 /h

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Penyimpanan Energi Termal Es merupakan dasar dari sistem penyimpanan energi termal di mana telah menarik banyak perhatian selama beberapa dekade terakhir. Alasan terutama dari penggunaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

BAB III PENGERTIAN SOOTBLOWER DAN FAILURE ANALYSIS LONG RETRACTABLE SOOTBLOWER UNIT 7

BAB III PENGERTIAN SOOTBLOWER DAN FAILURE ANALYSIS LONG RETRACTABLE SOOTBLOWER UNIT 7 BAB III PENGERTIAN SOOTBLOWER DAN FAILURE ANALYSIS LONG RETRACTABLE SOOTBLOWER UNIT 7 3.1. Pengertian Sootblower Sootblower adalah suatu peralatan yang digunakan untuk membersihkan jelaga / abu sisa pembakaran

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.1. Perhitungan Ketebalan Pipa (Thickness) Penentuan ketebalan pipa (thickness) adalah suatu proses dimana akan ditentukan schedule pipa yang akan digunakan. Diameter pipa

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Sistem perpipaan steam 17 bar

Gambar 1.1 Sistem perpipaan steam 17 bar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya bahan bakar minyak dan gas, menjadi kebutuhan utama untuk dunia transportasi, dunia industri, dan rumah tangga. Setiap tahun kebutuhan akan pasokan bahan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2012

BAB II DASAR TEORI 2012 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Sistem Brine Sistem Brine adalah salah satu sistem refrigerasi kompresi uap sederhana dengan proses pendinginan tidak langsung. Dalam proses ini koil tidak langsung mengambil

Lebih terperinci

Perencanaan Mesin Pendingin Absorbsi (Lithium Bromide) memanfaatkan Waste Energy di PT. PJB Paiton dengan tinjauan secara thermodinamika

Perencanaan Mesin Pendingin Absorbsi (Lithium Bromide) memanfaatkan Waste Energy di PT. PJB Paiton dengan tinjauan secara thermodinamika Perencanaan Mesin Pendingin Absorbsi (Lithium Bromide) memanfaatkan Waste Energy di PT. PJB Paiton dengan tinjauan secara thermodinamika Muhamad dangga A 2108 100 522 Dosen Pembimbing : Ary Bachtiar Krishna

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... NASKAH SOAL TUGAS AKHIR... HALAMAN PERSEMBAHAN... ABSTRACT

HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... NASKAH SOAL TUGAS AKHIR... HALAMAN PERSEMBAHAN... ABSTRACT DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii NASKAH SOAL TUGAS AKHIR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v ABSTRACT... vi INTISARI... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur Nur Rima Samarotul Janah, Harsono Hadi dan Nur Laila Hamidah Departemen Teknik Fisika,

Lebih terperinci

ANALISIS TERMODINAMIKA PERFORMA HRSG PT. INDONESIA POWER UBP PERAK-GRATI SEBELUM DAN SESUDAH CLEANING DENGAN VARIASI BEBAN

ANALISIS TERMODINAMIKA PERFORMA HRSG PT. INDONESIA POWER UBP PERAK-GRATI SEBELUM DAN SESUDAH CLEANING DENGAN VARIASI BEBAN ANALISIS TERMODINAMIKA PERFORMA HRSG PT. INDONESIA POWER UBP PERAK-GRATI SEBELUM DAN SESUDAH CLEANING DENGAN VARIASI BEBAN Ilham Bayu Tiasmoro. 1), Dedy Zulhidayat Noor 2) Jurusan D III Teknik Mesin Fakultas

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Kebutuhan Daya Diketahui: Massa silinder pencacah (m)

Lampiran 1. Analisis Kebutuhan Daya Diketahui: Massa silinder pencacah (m) LAMPIRAN 74 75 Lampiran 1. Analisis Kebutuhan Daya Diketahui: Massa silinder pencacah (m) : 15,4 kg Diameter silinder pencacah (D) : 37,5cm = 0,375 m Percepatan gravitasi (g) : 9,81 m/s 2 Kecepatan putar

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data-Data Awal Analisa Tegangan Berikut ini data-data awal yang menjadi dasar dalam analisa tegangan ini baik untuk perhitungan secara manual maupun untuk data

Lebih terperinci

TUGAS I MENGHITUNG KAPASITAS BOILER

TUGAS I MENGHITUNG KAPASITAS BOILER TUGAS I MENGHITUNG KAPASITAS BOILER Oleh : Mohammad Choirul Anam 4213 105 021 Jurusan Teknik Sistem Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2014 BOILER 1. Dasar Teori

Lebih terperinci

BAB 3 METODELOGI PENELITIAN

BAB 3 METODELOGI PENELITIAN BAB 3 METODELOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan seperti ditunjukkan pada tabel 3.1. Tabel 3.1. Tempat dan Aktifitas Penelitian No Kegiatan Tempat Keterangan 1. Pengambilan data

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 56 BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Analisa Varian Prinsip Solusi Pada Varian Pertama dari cover diikatkan dengan tabung pirolisis menggunakan 3 buah toggle clamp, sehingga mudah dan sederhana dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out. Mulai

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out. Mulai BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir ( Flow Chart ) Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out (FWKO) ke pump suction diberikan pada Gambar 3.1 Mulai Perumusan Masalah

Lebih terperinci

PERAWATAN DAN PERBAIKAN AC MOBIL

PERAWATAN DAN PERBAIKAN AC MOBIL M O D U L PERAWATAN DAN PERBAIKAN AC MOBIL Oleh: Drs. Ricky Gunawan, MT. Ega T. Berman, S.Pd., M.Eng. BIDANG KEAHLIAN TEKNIK REFRIGERASI DAN TATA UDARA JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FAKULTAS PENDIDIKAN

Lebih terperinci

SIDANG HASIL TUGAS AKHIR

SIDANG HASIL TUGAS AKHIR SIDANG HASIL TUGAS AKHIR DESAIN COMPACT HEAT EXCHANGER TIPE FIN AND TUBE SEBAGAI ALAT PENDINGIN MOTOR PADA BOILER FEED PUMP STUDI KASUS PLTU PAITON, PJB Disusun Oleh : LUKI APRILIASARI NRP. 2109100073

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 8 BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Energi memiliki peranan penting dalam menunjang kehidupan manusia Seiring dengan perkembangan zaman kebutuhan akan energi pun terus meningkat Untuk dapat memenuhi

Lebih terperinci