BAB I PENDAHULUAN. dengan sangat cepat. Seiring perkembangan zaman, teknologi dan sistem

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. dengan sangat cepat. Seiring perkembangan zaman, teknologi dan sistem"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi telah memberikan pengaruh terhadap kemajuan dari berbagai sisi termasuk kemajuan teknologi dan arus yang berkembang secara terus menerus dengan sangat cepat. Seiring perkembangan zaman, teknologi dan sistem informasi juga ikut berkembang menjadi lebih canggih dan berdampak positif bagi masyarakat luas termasuk organisasi baik swasta maupun pemerintah. Organisasi telah menyadari bahwa informasi adalah kebutuhan mendasar dan telah menjadi sumber daya penting yang harus dikelola dengan baik. Oleh sebab itu, dengan adanya teknologi dan sistem informasi maka akan memudahkan untuk memperoleh informasi dengan melakukan pengolahan data-data dengan cepat, akurat, efektif, dan efisien sehingga tujuan yang ingin dicapai lebih mudah direalisasikan. Informasi berasal dari suatu data atau fakta yang harus diolah terlebih dahulu dan memerlukan sistem pengolahan informasi yang disebut dengan Sistem Informasi Manajemen. Informasi dihasilkan dari data-data yang telah diolah dan disimpan untuk sewaktu-waktu diperlukan bagi pihak-pihak tertentu. Pengolahan data menjadi informasi ini umumnya menggunakan sistem informasi berbasis komputer (computer based information system). Kegiatan yang sebelumnya menggunakan peralatan yang rumit kini digantikan dengan perangkat sistemsistem komputer. Dengan kata lain, kemajuan teknologi dan sistem informasi 1

2 telah menjadi jawaban dari kemajuan globalisasi yang menuntut sebuah organisasi untuk lebih cepat tanggap terhadap banyaknya data dan arus informasi. Perkembangan teknologi informasi yang kian pesat kini menimbulkan suatu revolusi baru, yaitu peralihan dari sistem kerja yang konvensional ke era digital. Pada instansi pemerintah, perubahan ini ditandai dengan ditinggalkannya pemerintahan tradisional (traditional government) yang identik dengan paperbased administration menuju electronic government atau e-government. Electronic government atau sering disebut dengan E-government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain. E-Government mengarah pada penggunaan teknologi komunikasi dan informasi, terutama internet untuk memberikan pelayanan dan pengiriman informasi pemerintah. Melalui e-government, segala permasalahan yang ada pada pemerintah akan dikelola melalui jaringan teknologi dan berbasis data untuk berbagai kepentingan yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Salah satu bentuk penerapan teknologi informasi dalam e-government ini diantaranya adalah penggunaan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dalam pengelolaan pendaftaran penduduk seperti yang telah diterapkan pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Tanjungbalai. Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) adalah salah satu jenis perangkat lunak (software) yang dapat digunakan untuk membantu proses pengelolaan data dan pencatatan biodata penduduk pada satu instansi pemerintah yang bergerak dalam bidang pelayanan administrasi kependudukan meliputi pendataan penduduk 2

3 dan pencatatan sipil. Data kependudukan antara lain : Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akta Kelahiran, Akta Kematian, Akta Nikah, dan sebagainya. SIAK adalah suatu sistem informasi berbasis web yang disusun berdasarkan prosedur-prosedur dan memakai standarisasi khusus yang bertujuan menata sistem administrasi dibidang kependudukan sehingga tercapainya tertib administrasi dan juga membantu bagi petugas dijajaran Pemerintahan Daerah, khususnya Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil didalam menyelenggarakan layanan kependudukan dan pencatatan sipil. Dengan adanya pengelolaan data secara online maka kelemahan-kelemahan pengelolaan data secara konvensional dapat ditekan. Manfaat dari penerapan SIAK antara lain hasil perhitungan dan pengelolaan statistik tersebut dapat digunakan sebagai bahan perumusan dan penyempurnaan kebijakan, strategi dan program bagi penyelenggaraan dan pelaksanaan pembangunan dibidang kualitas dan mobilitas penduduk serta kepentingan pembangunan lainnya. Penerapan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sarana dan prasarana, sumber daya manusia, dan sosialisasi. Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) diharapkan mampu memberikan Nomor Induk Penduduk (NIK) yang telah terdaftar di Departemen dalam Negeri untuk membantu pemerintah pusat dan daerah yang berguna untuk melihat permasalahan penduduk yang terjadi serta meningkatkan kualitas pelayanan penduduk dan pencatatan sipil dalam pembuatan kartu tanda penduduk berbasis elektronik yang mana dilengkapi chip elektronik 3

4 yang dapat menyimpan data sidik jari, tanda tangan, dan foto diri pemilik biodata sehingga mengandung tingkat akurasi lebih tinggi sebagai data biometrik. Implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) telah diatur dalam Undang undang nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang telah direvisi dalam Undang Undang Nomor 24 tahun 2013 dan Kota Tanjungbalai juga sudah memutuskan Peraturan Daerah (Perda) Kota Tanjungbalai Nomor 4 Tahun 2012 tentang Penyelengaraan Administrasi Kependudukan dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Dengan demikian, penulis memfokuskan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Tanjungbalai Nomor 4 Tahun 2012 tentang Penyelengaraan Administrasi Kependudukan dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Pada Perkembangannya Sistem Informasi Administrasi Kependudukan yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil di kota Tanjungbalai masih ditemukan berbagai kendala dalam pelaksanaanya, seperti masih adanya masyarakat yang belum memiliki NIK, Akta kelahiran, dan lain sebagainya. Disamping itu kualitas sumber daya manusia, sarana dan prasarana untuk mendukung sistem tersebut kurang memadai serta bentuk sosialisasi yang dilakukan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kepada masyarakat yang kurang maksimal dapat menghambat proses implementasi. Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Implementasi Peraturan Daerah Kota Tanjungbalai Nomor 4 Tahun 2012 tentang Sistem 4

5 Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) (Studi kasus Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Kota Tanjungbalai). 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah : Bagaimana Implementasi Peraturan Daerah Kota Tanjungbalai Nomor 4 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) (Studi kasus Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Kota Tanjungbalai). 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji secara lebih mendalam mengenai Implementasi Peraturan Daerah Kota Tanjungbalai Nomor 4 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) (Studi kasus Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Kota Tanjungbalai. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah : 1. Manfaat secara ilmiah Sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah, sistematis, bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan dan menuliskan karya ilmiah di lapangan berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara. 2. Manfaat secara praktis Diharapkan mampu menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca tentang Implementasi Peraturan Daerah Kota Tanjungbalai Nomor 4 Tahun 5

6 2012 tentang Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) (Studi kasus Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Kota Tanjungbalai. 3. Manfaat secara akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan sehingga dapat menambah bahan kajian perbandingan bagi yang tertarik dalam bidang ini. 1.5 Kerangka Teori Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga bisa dikatakan bahwa suatu teori adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk mengatur pengetahuan dan menyediakan suatu cetak biru untuk melakukan beberapa tindakan selanjutnya. Menurut Kerlinger yang dikutip dari Efendi, Sofian (2012:35), teori adalah serang serangkaian konsep, konstruk, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara mengonstruksi hubungan antara konsep dan proposisi dengan menggunakan asumsi dan logika tertentu. Menurut Arikunto (1996:92) kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat dimana peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan tentang variabel pokok, seb variabel, atau pokok masalah yang ada dalam penelitian. Dalam studi penelitian perlu adanya kejelasan titik tolak atau landasan berpikir untuk memecahkan dan membahas masalah. Untuk itu perlu disusun 6

7 suatu kerangka teori sebagai pedoman yang menggaambarkan dari mana sudut makalah itu disorot (Nawawi, 1992:149). Kerangka teori/ teoretical frame work adalah kerangka berpikir yang bersifat teoritis atau konseptual mengenai masalah yang di teliti. Teori merupakan proposisi atau asumsi yang telah dibuktikan kebenarannya (Rianto,2004:29). Sebagai landasan berpikir dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah yang ada, perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu dan sebagai bahan referensi dalam penelitian. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Kebijakan Publik Pengertian Kebijakan Publik Secara etimilogis, istilah kebijakan atau policy berasal dari bahasa Yunani polis berarti Negara. Akhirnya masuk ke dalam bahasa Inggris policie yang artinya berkenaan dengan pengendalian masalah-masalah publik atau administrasi pemerintahan, (Dunn N William, 2000 : 22). Istilah kebijakan atau policy dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok maupun suatu badan pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu, (Winarno Budi, 2002 : 14). Pengertian kebijakan seperti ini dapat digunakan dan relatif memadai untuk pembicaraan-pembicaraan yang lebih bersifat ilmiah dan sistematis menyangkut analisis kebijakan publik. Sedangkan kata publik sendiri sebagian orang mengartikan sebagai Negara. 7

8 Namun demikian, kebijakan publik merupakan konsep tersendiri yang mempunyai arti dan defenisi khusus akademik. Defenisi kebijakan publik menurut para ahli sangat beragam. Menurut Easton, 1969 (Tangkilisan 2003 : 2), kebijakan publik adalah sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan suatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. Menurut Friedrich, Carl J, 1963 (Budi Winarno :19), mendefenisikan kebijakan publik sebagai arah tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatankesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran dan maksud tertentu. Namun demikian dalam mendefenisikan kebijakan adalah bahwa pendefenisian kebijakan tetap harus mempunyai pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan daripada apa yang diusulkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu. Menurut James E Anderson (Ibid 2002 : 16), mendefenisikan kebijakan publik adalah arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini dianggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan atau bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. 8

9 Berdasarkan pengertian para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan serangkaian tindakan yang menjadi keputusan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertujuan untuk memecahkan masalah demi kepentingan masyarakat Proses Kebijakan Publik Adapun kebijakan publik memiliki tahap-tahap yang cukup kompleks karena memiliki banyak proses dan variabel yang harus dikaji. Menurut Dunn, William 1998 (Winarno, Budi : 28), tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut : a. Penyusunan Agenda (Agenda Setting) Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan msalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetensi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan pada perumusan kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak tersentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama. b. Formulasi Kebijakan (Policy Formulation) Masalah yang telah masuk ke dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefenisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam 9

10 agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk memecahkan masalah. c. Adopsi Kebijakan (Policy Adoption) Dari sekian alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lemabaga atau keputusan peradilan. d. Implementasi Kebijakan (Policy Implementation) Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana. e. Evaluasi Kebijakan (Policy Evaluation) Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik yang pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah 10

11 kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan Implementasi Kebijakan Publik Pengertian Implementasi Kebijakan Publik Studi Implementasi kebijakan publik merupakan usaha untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan kebijakan publik serta variabel-variabel yang mempengaruhinya. Implementasi kebijakan merupakan proses atau tahapan yang penting dalam sebuah siklus kebijakan. Bagaimanapun, sebuah kebijakan yang telah dihasilkan apabila tidak dilaksanakan maka akan sia-sia atau tidak dapat mengatasi suatu permasalahan. Implementasi juga penting karena menentukan berhasil atu tidaknya suatu kebijakan dibuat guna memecahkan suatu masalah. Menurut Grindle, implementasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Studi ini melihat adanya tugas dimensi analisis dalam organisasi, yaitu tujuan, pelaksanaan, tugas dan kaitan organisasi dengan lingkungan. Ide dasar Grindle adalah bahwa kebijakan ditransformasikan menjadi program-program aksi maupun proyek individual dengan biaya yang telah disediakan maka implementasi kebijakan dapat dilakukan (Wibawa, 1991:22). Menurut Riant Nugroho (2007), Implementasi dikonseptualisasikan sebagai suatu proses, atau sebagai rangkaian keputusan dan tindakan yang ditujukan agar keputusan yang diterima oleh lembaga legislatif bisa dijalankan. Implementasi diartikan dalam konteks keluaran, atau sejauh mana tujuan-tujuan yang telah direncanakan mendapat dukungan, seperti tingkat pengeluaran belanja bagi suatu program. Akhirnya, pada tingkat abstraksi yang paling tinggi, dampak 11

12 implementasi mempunyai makna bahwa telah ada perubahan yang bisa diukur ke dalam masalah. Menurut Jones (2003), tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi keputusan adalah : 1. Penafsiran, merupakan kegiatan yang menerjemahkan makna program kedalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan. 2. Organisasi, merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program kedalam tujuan kebijakan. 3. Penerapan, merupakan berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah dan lainnya. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri Model-model Implementasi Kebijakan A. Model Van Meter dan Van Horn (1975) Model pendekatan implementasi kebijakan yang dirumuskan Van Meter dan Van Horn, model ini menjelaskan bahwa kebijakan dipengaruhi oleh beberapa variabel yang saling berkaitan (Subarsono, 2005 : 19). Variabel-variabel tersebut yaitu : 1. Standar dan Sasaran Kebijakan Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standart dan sasaran kebijakan kabur, maka akan 12

13 terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi. Mengukur kerja implementasi kebijakan tentunya menegaskan standar dan sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan, kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran tersebut. 2. Sumber Daya Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non-manusia. Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik. Selain sumber daya manusia, sumber daya finansial dan waktu menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan 3. Komunikasi dan Penguatan Aktivitas Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain agar tujuan kebijakan dapat tercapai. 4. Karakteristik Agen Pelaksana Mencakup struktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu program. 5. Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Politik 13

14 Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristtik para partisipan yakni menolak atau mendukung, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan. 6. Disposisi Implemetor Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yaitu: (a) respon implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; (b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan; (c) intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimilki oleh implementor. B. Model Merilee S Grindle Grindle, Marilee S 1980 (Wibawa Samodra : 22), memberi pemahaman bahwa studi implementasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Grindle juga menyatakan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut. Keunikan model Grindle terletak pada pemahaman yang komprehensif akan konteks kebijakan khususnya yang menyangkut implementor, penerima implementasi, dan arena konflik yang mungkin terjadi serta sumber daya yang akan diperlukan selama proses implementasi. Secara konsep dijelaskan bahwa model implementasi kebijakan publik yang dikemukakan Grindle menentukan bahwa keberhasilan proses implementasi kebijakan sampai kepada tercapainya 14

15 hasil tergantung kepada kegiatan program yang telah dirancang dan pembiayaan yang cukup, selain dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Isi kebijakan yang dimaksud meliputi : 1. Kepentingan yang dipengaruhi oleh kebijakan 2. Jenis manfaat yang akan dihasilkan 3. Derajat perubahan yang diinginkan 4. Kedudukan pembuat kebijakan 5. Siapa pelaksana program 6. Sumber daya yang dilibatkan Isi sebuah kebijkan akan menunjukkan posisi pengambilan keputusan oleh sejumlah besar pengambilan keputusan, sebaliknya ada kebijakan tertentu yang lainnya hanya ditentukan sejumlah kecil unit pengambilan kebijakan. Selanjutnya pengaruh dalam konteks lingkungan yang terdiri dari : 1. Kekuasaan kepentingan dan strategi aktor yang terlibat 2. Karakteristik lembaga dan penguasa 3. Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana C. Model Mazmanian dan Sabatier (1983) Menyatakan bahwa studi implementasi kebijakan publik adalah upaya melaksanakan keputusan kebijakan. Model ini disebut sebagai kerangka analisis implementasi. Mazmanian dan Sabatier mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan ke dalam tiga variabel, yaitu: 1. Karakteristik dari masalah, indikatornya adalah : a. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan 15

16 b. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran c. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi d. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan 2. Karakteristik kebijakan, indikatornya adalah : a. Kejelasan isi kebijakan b. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis c. Besarnya alokasi sumber daya finasial terhadap kebijakan tersebut d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar institut pelaksana e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana f. Tingkat komitmen aparat terhadap kebijakan 3. Variabel lingkungan, indikatornya adalah : a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi b. Dukungan publik terhadap suatu kebijakan c. Sikap dari kelompok pemilih d. Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor. D. Model George Edwards III Menurut Edwards (Indiahono Dwiyanto, 2009 : 32), studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi public administration dan public policy. Implementasi kebijakan adalah pembuatan kebijakan antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang 16

17 dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mempengaruhi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekali pun kebijakan itu di implementasikan dengan sangat baik. Sementara itu, suatu kebijakan yang cemerlang mungkin juga akan mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang di implementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan. Menurut Edwards, terdapat empat faktor atau variabel dalam implementasi kebijakan publik, yaitu : 1. Komunikasi Persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan dan perintahperintah tersebut dapat diikuti. Tentu saja, komunikasi harus akurat dan harus dimengerti dengan cermat. Secara umum Edwards membahas tida indikator penting dalam proses komunikasi kebijakan, yakni: a. Transmisi, yaitu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali terjadi masalah dalam penyaluran komunikasi, yaitu adanya salah pengertian yang disebabkan banyaknya tingkatan birokrasi yang harus dilalui dalam proses komunikasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan. 17

18 b. Kejelasan, yakni komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan harus jelas dan tidak membingungkan atau tidak ambigu/mendua. c. Konsistensi, yakni perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi harus konsisten dan jelas untuk ditetapkan atau dijalankan. Jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan. 2. Sumber Daya Sumber daya adalah faktor yang paling penting dalam implementasi kebijakan agar efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumber daya finansial. Tanpa adanya sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja. Indikator-idnikator yang digunakan untuk melihat sejauh mana sumberdaya mempengaruhi implementasi kebijakan adalah: a. Staf. Sumber daya utama implementasi kenijakan adalah staf atau pegawai. Kegagalan sering terjadi dalam implementasi kebijakan, salah satunya disebabkan oleh staf/pegawai yang tidak cukup memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten dalam bidangnya. b. Informasi. Dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk, yakni pertama, informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. 18

19 c. Fasilitas. Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi, kapabel, dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil. 3. Disposisi Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik pula seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. Faktor-faktor yang menjadi perhatian Edward III (dalam Tangkilisan, 2003B:127) mengenai disposisi dalam implementasi kebijakan terdiri dari: a. Pengangkatan birokrasi. Sikap pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personel yang ada tidak melaksanakan kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat yang lebih atas. Karena itu, pengangkatan dan pemilihan personel pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga masyarakat. b. Insentif merupakan salah-satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah sikap para pelaksana kebijakan dengan 19

20 memanipulasi insentif. Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana menjalankan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau organisasi. 4. Struktur Birokrasi Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang paling penting dari setiap organisasi adalah adanya rincian tugas dan prosedur pelayanan yang telah disusun oleh organisasi. Rincian tugas dan prosedur pelayanan menjadi pedoman bagi implementor dalam bertindak. Selain itu struktur orgnisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Pada akhirnya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel. Menurut Edwards, ada dua karakteristik utama dari birokrasi, yakni prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar atau sering disebut dengan Standard Operating Procedures (SOP) dan fragmentasi, yaitu : a. Berkembang sebagai tanggapan internal terhadap waktu yang terbatas dan sumber-sumber dari pada pelaksana serta keinginan untuk keseragaman dalam bekerjanya organisasi yang kompleks dan tersebar. 20

21 b. Berasal terutama dari tekanan diluar unit-unit birokrasi, seperti komite-komite legislatif, kelompok kepentingan, pejabat eksekutif, konstitusi Negara dan sifat kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi pemerintah Peraturan Daerah Kota Tanjungbalai Nomor 4 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Dalam penelitian ini yang dibahas adalah Peraturan Daerah Kota Tanjungbalai Nomor 4 tahun Peraturan daerah ini merupakan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksana dari Undang Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang dilaksanakan di Kota Tanjungbalai. Undang Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan telah direvisi menjadi Undang Undang Nomor 24 tahun 2013 namun peraturan daerah Kota Tanjungbalai belum mengalami perubahan sehingga peneliti masih mengacu pada Undang Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Secara keseluruhan, ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini meliputi kewenangan penyelenggara dan instansi pelaksana, hak dan kewajiban penduduk, kependudukan, dan pencatatan sipil untuk menjamin pelaksanaan Peraturan Daerah ini dari kemungkinan pelanggaran baik administratif maupun ketentuan materil yang bersifat pidana, diatur juga ketentuan mengenai sanksi administratif dan ketentuan pidana dengan menggunakan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). 21

22 Pengertian Sistem Informasi Administrasi Kependudukan yang selanjutnya disingkat SIAK dalam peraturan daerah ini adalah sistem informasi nasional yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi pengelolaan informasi administrasi kependudukan di setiap tingkatan wilayah administrasi pemerintahan yang bertujuan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil setiap penduduk. Pencatatan Sipil adalah pencatatan peristiwa penting yang dialami oleh seseorang pada Register Pencatatan Sipil oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil sehingga masyarakat Tanjungbalai dapat meregister pencatatan sipil di Kantor Dinas dan Pencatatan Sipil Kota Tanjungbalai. Selain itu, peraturan daerah ini memuat pengaturan dan pembentukan sistem yang mencerminkan adanya reformasi di bidang administrasi kependudukan. Salah satu hal penting adalah pengaturan mengenai penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Nomor Induk Kependudukan (NIK) adalah identitas dan validasi data jati diri seseorang yang dikembangkan kearah identifikasi tunggal bagi setiap penduduk. Nomor Induk Kependudukan (NIK) bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia dan berkait secara langsung dengan seluruh dokumen kependudukan Sistem informasi Pengertian Sistem Secara sederhana suatu sistem dapat diartikan sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen atau variabel-variabel yang terorganisasi, saling berinteraksi saling tergantung satu sama lain dan terpadu (Kumorotomo, 1994:8). 22

23 Beberapa pendapat mengatakan hal yang sama bahwa suatu sistem adalah seperangkat bagian yang saling tergantung. Menurut Odgers (Syafiie.2002:15) secara umum sebuah sistem yang ideal memiliki unsur-unsur yaitu masukan (input), pengolahan (processing), keluaran (output), umpan balik (feedback), dan pengawasan. Keberadaan tiap unsur tersebut sangatlah penting, karena masing-masing memainkan peranan yang penting dalam menjalankan sistem. Jadi, suatu sistem meliputi bagian-bagian atau subsistem-subsistem yang berinteraksi secara harmonis untuk mencapai tujuan tertentu. Unsur-unsur yang mewakili sistem secara umum adalah masukan (input), pengolahan (processing) dan keluaran (output). Disamping itu, suatu sistem senantiasa tidak terlepas dari lingkungan sekitarnya. Maka umpan balik (feed -back) dapat berasal dari output tetapi dapat juga dari lingkungan sistem yang dimaksud. Organisasi dipandang sebagai suatu sistem yang tentunya akan memiliki semua unsur ini Pengertian Informasi Menurut Jogiyanto (Syafiie.2002:22) informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan berarti bagi yang menerimanya dan menggambarkan suatu kejadian-kejadian (event) dan kesatuan nyata (fact and entity) yang digunakan untuk pengambilan keputusan. Burch dan Grudnitski (dalam Kumorotomo, 1994, 11) menyebutkan adanya tiga pilar utama yang menentukan kualitas informasi, yaitu: akurasi, ketepatan waktu dan relevansi. Syarat-syarat tentang informasi yang lebih baik yang lebih 23

24 lengkap diuraikan oleh Parker (dalam Kumorotomo, 1994, 11). Berikut ini adalah syarat-syarat yang dimaksud: a. Ketersediaan Syarat yang mendasar bagi suatu informasi adalah tersedianya informasi itu sendiri. Informasi harus dapat diperoleh bagi orang yang hendak memanfaatkannya. b. Mudah dipahami Informasi harus memudahkan pembuat keputusan, baik yang menyangkut pekerjaan rutin maupun keputusan-keputusan yang bersifat strategis. Informasi yang rumit dan berbelit-belit hanya akan membuat kurang efektifnya keputusan manajemen. c. Relevansi Informasi yang diperlukan benar-benar relevan dengan permasalahan, misi dan tujuan organisasi. d. Bermanfaat Sebagai konsekuensi dari syarat relevansi, informasi juga harus bermanfaat bagi organisasi. Karena itu informasi juga harus dapat tersaji ke dalam bentuk-bentuk yang memungkinkan pemanfaatan oleh organisasi yang bersangkutan. e. Ketepatan waktu Informasi harus tersedia tepat pada waktunya. Terutama pada saat organisasi membutuhkan informasi ketika menejer hendak membuat keputusan-keputusan krusial. 24

25 f. Keandalan Informasi harus diperoleh dari sumber-sumber yang dapat diandalkan kebenarannya. Pengolah data atau pemberi informasi harus dapat menjamin tingkat kepercayaan yang tinggi atas informasi yang disajikannya. g. Akurasi Informasi bersih dari kesalahan dan kekeliruan. Ini juga berarti informasi harus jelas secara akurat mencerminkan makna yang terkandung dari data pendukungnya. h. Konsisten Informasi tidak boleh mengandung kontradiksi didalam penyajian karena konsistensi merupakan syarat penting bagi dasar pengambilan keputusan Pengertian Sistem Informasi Menurut Alter (1992) sistem informasi adalah kombinasi antara prosedur kerja, informasi, orang, dan teknologi informasi (TI) untuk mencapai tujuan dalam sebuah organisasi. Sedangkan Oetomo mendefenisikan sistem informasi sebagai kumpulan elemen yang saling berhubungan satu sama lain yang membentuk satu kesatuan untuk mengintegrasikan data, memproses dan menyimpan serta mendistribusikan informasi. Dari defenisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sistem informasi merupakan kesatuan elemen-elemen yang saling berinteraksi secara sistematis dan teratur untuk menciptakan dan membentuk aliran informasi yang mendukung sistem tersebut. 25

26 1.5.5 Administrasi Kependudukan Pengertian Administrasi Kependudukan Menurut Soewarno Handayaningrat mengungkapkan bahwa administrasi adalah kegiatan ketatausahaan yang terdiri dari berbagai kegiatan seperti pembukuan baik penghitungan, pencatatan atau yang lainnya dengan tujuan untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan. Sedangkan dala arti yang sempit, menurutnya administrasi merupakan kegiatan catat mencatat atau pembukuan, surat menyurat atau lainnya yang berkaitan dengan ketatausahaan. Penduduk adalah warga negara Indonesia dan Orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia (Undang-undang No.24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan). Kependudukan adalah hal yang berkaitan dengan jumlah, struktur, umur, jenis kelamin, agama, kelahiran, perkawinan, kehamilan, kematian, persebaran, mobilitas, dan kualitas serta ketahanannya yang menyangkut politik, ekonomi, sosial dan budaya. Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan Data Kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil, pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain (UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan). Oleh karena itu, administrasi kependudukan merupakan hal yang sangat penting untuk dilaksanakan mulai dari satuan pemerintahan terkecil seperti desa/ kelurahan hingga pada skala nasional. Pengelolaan Administrasi kependudukan memiliki fungsi strategis sebagai dukungan informasi tentang kependudukan bagi 26

27 pembuatan kebijakan dalam rangka pelayanan publik serta kepentingan warga untuk mengakses informasi hasil administrasi kependudukan tersebut Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Defenisi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) adalah sistem informasi yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi pengelolaan informasi administrasi kependudukan di tingkat Penyelenggara dan Instansi Pelaksana sebagai satu kesatuan (Dalam Undang Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2013, tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan). Defenisi lain mengartikan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), yaitu suatu sistem berbasis web yang disusun berdasarkan prosedurprosedur dan memakai standarisasi khusus yang bertujuan menata sistem administrasi kependudukan sehingga tercapai tertib administrasi dibidang kependudukan dan juga membantu bagi petugas dijajaran Pemerintah Daerah khususnya Dinas Kependudukan dalam menyelenggarakan layanan kependudukan. Dalam implementasinya, SIAK menerapkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang merupakan nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia, yang berlaku selamanya. Dalam SIAK, database antara kecamatan, kabupaten-kota, provinsi dan Departemen Dalam Negri (Depagri) akan terhubung dan terintegrasi. Seseorang tidak bisa memiliki identitas ganda dengan adanya Nomor Identitas Kependudukan (NIK). Sebab, nomor bersifat 27

28 unik dan akan keluar secara otomatis ketika instansi pelaksana memasukkannya ke database kependudukan (Nugraha, 2014:2) Tujuan Penyelenggaraan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Adapun tujuan diselenggarakannya Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) adalah sebagai berikut : 1. Peningkatan kualitas pelayanan penduduk dan catatan sipil; 2. Penyediaan data untuk perencanaan pembangunan dan pemerintahan;dan 3. Penyelenggaraan pertukaran data secara tersistem dalam verifikasi data individu dalam pelayanan publik. Sedangkan secara teknis implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012 memiliki tujuan agar : 1. Database Kependudukan terpusat melalui pemberlakuan Nomor Induk Kependudukan (NIK) Nasional dalam rangka mewujudkan tertib administrasi kependudukan. 2. Database Kependudukan dapat diintegrasikan untuk kepentingan lain (Statistik, Pajak, Imigrasi, dll). 3. Sistem dalam Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) terintegrasi (RT/RW, Kelurahan, Kecamatan, Pendaftaran Penduduk, Catatan Sipil, dll). 4. Standarisasi Nasional. 28

29 5. Melindungi hak-hak individu penduduk, melalui pelayanan penerbitan dokumen kependudukan (Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan Akta-Akta Catatan Sipil) dengan mencantumkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) Nasional Peranan Penyelenggaraan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Adapun penggunaan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dalam administrasi kependudukan memiliki peranan (dalam Bastoni.2007:46) : 1. Perekaman, pengiriman dan pengolahan data hasil Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. 2. Penerbitan Nomor Induk Kependudukan (NIK) Nasional. 3. Memfasilitasi validasi dan verifikasi individu penduduk untuk pelayanan publik lainnya. 4. Penyajian data dan informasi yang mutakhir bagi instansi terkait dalam rangka perencanaan pembangunan dan pelaksanaan program Pemerintah Manfaat Penerapan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Penerapan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) memiliki beberapa manfaat antara lain: 1. Tercapainya tertib administratif kependudukan, karena dengan adanya NIK maka permasalahan seperti KTP ganda tidak akan terjadi. 29

30 2. Tercapainya efisiensi dan efektivitas dalam layanan publik (short time response), sehingga masyarakat tidak perlu repot harus bolak-balik untuk mengurus kepentingan mereka. 3. Terbangunnya landasan bagi pengembangan sistem di masa yang akan datang menuju integrasi secara menyeluruh yang diharapkan dapat diterapkan di semua provinsi di Indonesia secepatnya. 4. Tercapainya Good Corporate Governance dalam public services di Dinas Kependudukan, dimana biasanya masyarakat selalu beranggapan membuat KTP/KK itu susah karena harus bolak-balik dan ada biayanya yang mahal. 5. Untuk menyediakan data individu penduduk (mikro) dan data agregat (makro) penduduk. Penyediaan data tersebut melalui pengembangan SIAK dengan membangun Bank Data kependudukan Nasional yang dapat menyajikan berbagai profil kependudukan untuk kepentingan individu, masyarakat, pemerintah dan kepentingan pembangunan lainnya. 6. Untuk pengolahan data statistik vital (vital statistics) baik yang berhubungan dengan peristiwa penting (lahir, mati, kawin, cerai dan lainlain) maupun peristiwa kependududukan (perubahan alamat, pindah datang dan perpanjangan KTP). Hasil penghitungan dan pengolahan data statistik tersebut sebagai bahan perumusan dan penyempurnaan kebijakan, strategi dan program bagi para penyelenggara dan pelaksana pembangunan di bidang kualitas, kuantitas dan mobilitas penduduk, serta kepentingan pembangunan lainnya 30

31 1.6 Defenisi Konsep Dalam Singarimbun (2008:34) konsep diartikan sebagai generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Tujuan diperlukannya konsep adalah untuk mendapatkan pembatasan yang jelas dari variabel yang akan diteliti. Adapun defenisi konsep dalam penelitian ini adalah: 1. Kebijakan Publik merupakan serangkaian tindakan yang menjadi keputusan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertujuan untuk memecahkan masalah demi kepentingan masyarakat. Kebijakan publik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peraturan Daerah (Perda) Kota Tanjungbalai No. 4 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) (Studi pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Tanjungbalai). 2. Implementasi Kebijakan Publik merupakan sebuah proses pelaksanaan kebijakan yang telah diputuskan oleh pemerintah untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan sasaran kebijakan. Dalam penelitian ini pelaksana kebijakan tersebut adalah aparatur Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Binjai. Implementasi kebijakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Implementasi Peraturan Daerah (Perda) Kota Tanjungbalai No. 4 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Model implementasi kebijakan yang digunakan dalam penelitian ini dipengaruhi oleh 4 (empat) variabel, yaitu : 31

32 a. Komunikasi b. Sumber Daya c. Disposisi d. Struktur Birokrasi 3. Pengertian Sistem Informasi Administrasi Kependudukan yang selanjutnya disingkat SIAK dalam Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012 adalah sistem Informasi Nasional yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan di setiap tingkatan wilayah administrasi pemerintahan yang bertujuan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil setiap penduduk. 32

33 1.7 Sistematika Penulisan BAB I :PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, dan sistematika penulisan. BAB II :METODE PENELITIAN Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. BAB III :DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang gambaran umum mengenai karakteristik lokasi penelitian yang ditemukan di lapangan. BAB IV :PENYAJIAN DATA Bab ini menyajikan data yang diperoleh selama penelitian di lapangan dan dokumentasi yang akan dianalisis BAB V :ANALISIS DATA Bab ini memuat analisa data yang diperoleh dari hasil penelitian dan memberikan interpretasi atas permasalahan yang diteliti. BAB VI :PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran, bagian kesimpulan berisi jawaban atas masalah yang dikemukakan dan pemecahan masalah yang dikemukakan dalam bentuk saran. 33

manusia sehingga dapat mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dapat berjalan dengan maksimal.

manusia sehingga dapat mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dapat berjalan dengan maksimal. manusia sehingga dapat mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dapat berjalan dengan maksimal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi:

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Implementasi Kebijakan Publik a. Konsep Implementasi: Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bertindak untuk mengambil sebuah kebijakan. mengakibatkan muculnya berbagai permasalahan-permasalahan kependudukan yang

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bertindak untuk mengambil sebuah kebijakan. mengakibatkan muculnya berbagai permasalahan-permasalahan kependudukan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang jumlah penduduknya sangat besar. Sebagai negara kepulauan, penduduk Indonesia memiliki persebaran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bertindak untuk mengambil sebuah kebijakan. dengan kependudukan di Indonesia. Berbagai permasalahan ini mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bertindak untuk mengambil sebuah kebijakan. dengan kependudukan di Indonesia. Berbagai permasalahan ini mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang jumlah penduduknya sangat besar. Sebagai negara kepulauan, penduduk Indonesia memiliki persebaran yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transparan, seolah-olah menjadi satu tanpa mengenal batas Negara. Kondisi ini

BAB I PENDAHULUAN. transparan, seolah-olah menjadi satu tanpa mengenal batas Negara. Kondisi ini BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dibidang informasi dan komunikasi membuat dunia menjadi transparan, seolah-olah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat luas termasuk organisasi baik swasta maupun pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat luas termasuk organisasi baik swasta maupun pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi telah memberikan pengaruh terhadap kemajuan dari berbagai sisi termasuk kemajuan teknologi dan arus yang berkembang secara terus menerus dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang adanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang adanya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. b.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menyangkut peristiwa hukum dalam lembaran negara yang berupa surat sejak

II. TINJAUAN PUSTAKA. menyangkut peristiwa hukum dalam lembaran negara yang berupa surat sejak II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penerbitan Penerbitan adalah proses pencatatan diri seseorang atau harta bendanya menyangkut peristiwa hukum dalam lembaran negara yang berupa surat sejak pendaftaran sampai penandatanganan/pengesahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk perencanaan pembangunan berkelanjutan. Selama ini data

BAB I PENDAHULUAN. untuk perencanaan pembangunan berkelanjutan. Selama ini data BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Data kependudukan merupakan salah satu informasi yang dibutuhkan untuk perencanaan pembangunan berkelanjutan. Selama ini data kependudukan sebagai data dasar

Lebih terperinci

UU ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN UU 23 TAHUN 2006 DIPERBAHARUI UU 24 TAHUN 2013

UU ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN UU 23 TAHUN 2006 DIPERBAHARUI UU 24 TAHUN 2013 UU ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN UU 23 TAHUN 2006 DIPERBAHARUI UU 24 TAHUN 2013 Administrasi Kependudukan Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen

Lebih terperinci

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan Tahap penyusunan agenda Masalah kebijakan sebelumnya berkompetisi terlebih

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG. Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG. Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah

BAB I PENDAHULUAN. orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintahan didalam suatu negara merupakan organisasi atau wadah orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah kenegaraan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.232, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. Warga Negara. Administrasi. Kependudukan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5475) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelayanan Publik adalah suatu kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertanggungjawab, responsif, efektif dan efisien. e-government memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertanggungjawab, responsif, efektif dan efisien. e-government memanfaatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah menerapkan e-government yang bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis, transparan, bersih, adil, akuntabel, bertanggungjawab, responsif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/1992 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (Information

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (Information BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communication Technology/ICT) di dunia telah semakin luas. Hal tersebut merupakan dampak

Lebih terperinci

BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 17 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 17 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 17 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 05 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada. terhadap penentuan status pribadi dan status hukum setiap peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada. terhadap penentuan status pribadi dan status hukum setiap peristiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada hakikatnya berkewajiban untuk memberikan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2009 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2009 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2009 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA

PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2010 NOMOR 10 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SISTEM DAN PROSEDUR PENDAFTARAN PENDUDUK. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Magelang

SISTEM DAN PROSEDUR PENDAFTARAN PENDUDUK. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Magelang SISTEM DAN PROSEDUR PENDAFTARAN PENDUDUK Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Magelang PENGERTIAN 1. Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan

Lebih terperinci

NASKAH AKADEMIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN UU NO.23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

NASKAH AKADEMIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN UU NO.23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN NASKAH AKADEMIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN UU NO.23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 177 TAHUN : 2014 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 177 TAHUN : 2014 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 177 TAHUN : 2014 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 1 TAHUN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 2 TAHUN 2008 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a. bahwa untuk memberikan perlindungan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 2 TAHUN 2011 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 2 TAHUN 2011 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 2 TAHUN 2011 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberian

Lebih terperinci

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DHARMASRAYA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN MAGELANG

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN MAGELANG BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN.. BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PENDUDUK Pasal 2 Setiap Penduduk mempunyai hak untuk memperoleh : a. Dokumen Kependudukan; b. pelayanan yang

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 64 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERANGIN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANGERANG TENTANG TATA CARA DAN PERSAYARATAN PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI TANGERANG TENTANG TATA CARA DAN PERSAYARATAN PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA DAN PERSAYARATAN PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : a. bahwa Penyelenggaraan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 1

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAYANAN DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN KABUPATEN BANDUNG

GAMBARAN PELAYANAN DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN KABUPATEN BANDUNG GAMBARAN PELAYANAN DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN KABUPATEN BANDUNG Susunan Organisasi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bandung No. 16

Lebih terperinci

PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERANGIN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat. Fakta telah

BAB 1 PENDAHULUAN. informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat. Fakta telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi informasi yang pesat serta potensi pemanfaatannya yang luas, membuka peluang bagi pengaksesan, pengelolaan, dan pendayagunaan informasi dalam volume

Lebih terperinci

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG -1- BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI WAY KANAN NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAKALAR NOMOR : 06 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAKALAR NOMOR : 06 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAKALAR NOMOR : 06 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGANN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAKALAR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

URUSAN WAJIB KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL

URUSAN WAJIB KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL 4.1.10 URUSAN WAJIB KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL 4.1.10.1 KONDISI UMUM Reformasi pelayanan publik dimulai dari aspek yang paling mendasar yaitu reformasi pola pikir (paradigma) penyelenggara pelayanan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada hakikatnya berkewajiban memberikan perlindungan dan pengakuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metodologi artinya pengetahuan tentang berbagai cara kerja yang disesuaikan

BAB III METODE PENELITIAN. Metodologi artinya pengetahuan tentang berbagai cara kerja yang disesuaikan BAB III METODE PENELITIAN Metodologi artinya pengetahuan tentang berbagai cara kerja yang disesuaikan dengan objek studi ilmu yang bersangkutan. Dengan kata lain metodologi itu menjelaskan tata cara dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 5 TAHUN 2011 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 5 TAHUN 2011 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 5 TAHUN 2011 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KATINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memberikan perlindungan dan

Lebih terperinci

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Biro Kependudukan dan Catatan Sipil Tahun 2013

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Biro Kependudukan dan Catatan Sipil Tahun 2013 Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA A. RPJMD / Perencanaan Strategis Periode 2009 2013 Dalam sebuah organisasi perencanaan merupakan faktor yang sangat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

DASAR HUKUM PELAKSANAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN BAGI PETUGAS REGISTRASI DESA/KELURAHAN

DASAR HUKUM PELAKSANAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN BAGI PETUGAS REGISTRASI DESA/KELURAHAN DASAR HUKUM PELAKSANAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN BAGI PETUGAS REGISTRASI DESA/KELURAHAN I. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PENDUDUK, Pasal

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

Lebih terperinci

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2015

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2015 BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu. Ada beberapa

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu. Ada beberapa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu. Ada beberapa definisi mengenai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA KERJA (RENJA) 2015 DAN CAPAIAN RENSTRA SAMPAI DENGAN TAHUN BERJALAN 2015

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA KERJA (RENJA) 2015 DAN CAPAIAN RENSTRA SAMPAI DENGAN TAHUN BERJALAN 2015 BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA KERJA (RENJA) 2015 DAN CAPAIAN RENSTRA SAMPAI DENGAN TAHUN BERJALAN 2015 2.1 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2015 DAN CAPAIAN RENSTRA SAMPAI DENGAN TAHUN BERJALAN 2015

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG OTOMATISASI AKTA KELAHIRAN, KARTU KELUARGA, KARTU IDENTITAS ANAK DAN AKTA KEMATIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Irfan Islamy, kebijakan publik (public policy) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Irfan Islamy, kebijakan publik (public policy) adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Kebijakan Publik Kebijakan publik berasal dari kata kebijakan dan publik. Menurut M. Irfan Islamy, kebijakan publik (public policy) adalah Serangkaian tindakan

Lebih terperinci

KEPALA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA PALANGKA RAYA

KEPALA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA PALANGKA RAYA OLEH : KEPALA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA PALANGKA RAYA APRIL 2015 UU NO. 23 TAHUN 2006 TTG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN UU NO. 24 TAHUN 2013 TTG PERUBAHAN ATAS UU NO. 23 TAHUN 2006. PP NO.

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN ` BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGGARAAN ADMINISTRASI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah di jelaskan di dalam undang undang tersebut maka

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah di jelaskan di dalam undang undang tersebut maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan modal dasar bagi pembangunan suatu negara, hal ini telah disadari oleh para pendiri bangsa indonesia dengan meletakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah dalam fungsi pelayanan publik, yaitu fungsi pelayanan masyarakat (public service function),

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN (SIAK) DI PEKON PURWODADI

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN (SIAK) DI PEKON PURWODADI PERANCANGAN SISTEM INFORMASI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN (SIAK) DI PEKON PURWODADI Sri Widia Astuti Jurusan Sistem Informasi STMIK Pringsewu Lampung Jl. Wisma Rini No. 09 pringsewu Lampung Telp. (0729) 22240

Lebih terperinci

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN LEGALISIR

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN LEGALISIR STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL TAHUN 2013 6 DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) (PL) Nomor : /SOP/429.115/2013 Tanggal

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

Implementasi Kebijakan Program e-ktp di Kecamatan Ibu Kabupaten Halmahera Barat Oleh : Susi Stella Anggreni Frans

Implementasi Kebijakan Program e-ktp di Kecamatan Ibu Kabupaten Halmahera Barat Oleh : Susi Stella Anggreni Frans Implementasi Kebijakan Program e-ktp di Kecamatan Ibu Kabupaten Halmahera Barat Oleh : Susi Stella Anggreni Frans ABSTRAK Dalam menciptakan tertib administrasi, pemerintah melalui Kemendagri membuat kebijakan

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 68 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 68 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 68 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN BIAYA SANKSI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN BERUPA DENDA KETERLAMBATAN PELAPORAN BAGI PEMOHON DOKUMEN KEPENDUDUKAN

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN PERMOHONAN DATA KEPENDUDUKAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN PERMOHONAN DATA KEPENDUDUKAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN PERMOHONAN DATA KEPENDUDUKAN PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN TAHUN 2013 6 DINAS KEPENDUDUKAN DAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN PERMOHONAN DATA KEPENDUDUKAN

Lebih terperinci

DASAR HUKUM PELAKSANAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN BAGI PETUGAS REGISTRASI DESA/KELURAHAN

DASAR HUKUM PELAKSANAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN BAGI PETUGAS REGISTRASI DESA/KELURAHAN DASAR HUKUM PELAKSANAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN BAGI PETUGAS REGISTRASI DESA/KELURAHAN I. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PENDUDUK, Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 2 TAHUN 2012 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 2 TAHUN 2012 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 2 TAHUN 2012 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Administrasi kependudukan di Indonesia merupakan hal yang sangat berperan dalam pembangunan, dimana dari sistem administrasi penduduk tersebut dapat diketahui tentang

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOYOLALI, Menimbang

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN I. UMUM Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ROKAN HULU

PEMERINTAH KABUPATEN ROKAN HULU PEMERINTAH KABUPATEN ROKAN HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL DALAM BINGKAI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA. Oleh : Taufiqurrohman, SH, M.Si

ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL DALAM BINGKAI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA. Oleh : Taufiqurrohman, SH, M.Si ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL DALAM BINGKAI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA Oleh : Taufiqurrohman, SH, M.Si (Pelaksana pada Biro Pemerintahan Sekretariat Daerah Provinsi Banten) Indonesia

Lebih terperinci

rangkaa standar minimal menyeluruh untuk berdasarkan Nomor Kepulauan

rangkaa standar minimal menyeluruh untuk berdasarkan Nomor Kepulauan BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

,00 (Belanja Langsung maupun Belanja Tidak Langsung diluar belanja hibah. IV.B.11. Urusan Wajib Kependudukan dan Pencatatan Sipil

,00 (Belanja Langsung maupun Belanja Tidak Langsung diluar belanja hibah. IV.B.11. Urusan Wajib Kependudukan dan Pencatatan Sipil 11. URUSAN KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL Dimensi penduduk dalam pembangunan memiliki kedudukan yang sangat penting dan sangat berpengaruh dalam perkembangan serta kemajuan pembangunan wilayah, penduduk

Lebih terperinci

Tabel IV.B.11.1 Program dan Realisasi Anggaran Urusan Kependudukan dan Pencatatan Sipil Tahun No. Program Alokasi (Rp) Realisasi (Rp)

Tabel IV.B.11.1 Program dan Realisasi Anggaran Urusan Kependudukan dan Pencatatan Sipil Tahun No. Program Alokasi (Rp) Realisasi (Rp) 11. URUSAN KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL Urusan Kependudukan dan Catatan Sipil mempunyai nilai strategis di bidang perencanaan, pengembangan dan penanganan permasalahan pembangunan. Kebijakan kependudukan

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2012

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2012 PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan proses yang sangat strategis

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan proses yang sangat strategis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan proses yang sangat strategis karena di dalamnya berlangsung interaksi yang cukup intensif antara warga negara dengan pemerintah.

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Implementasi merupakan suatu kajian mengenai kebijakan yang mengarah

IV. GAMBARAN UMUM. Implementasi merupakan suatu kajian mengenai kebijakan yang mengarah IV. GAMBARAN UMUM A. Implementasi Kebijakan Implementasi merupakan suatu kajian mengenai kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan muatan rekaman sidik jari tangan penduduk. curang terhadap Negara dengan menduplikasi KTP-nya. Beberapa diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. perubahan muatan rekaman sidik jari tangan penduduk. curang terhadap Negara dengan menduplikasi KTP-nya. Beberapa diantaranya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kartu Tanda Penduduk merupakan identitas resmi penduduk serta bukti diri yang saat ini berlaku diseluruh wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan rakyat saat ini menjadi isu kebijakan yang semakin strategis,

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan rakyat saat ini menjadi isu kebijakan yang semakin strategis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pelayanan rakyat saat ini menjadi isu kebijakan yang semakin strategis, karena perbaikan pelayanan publik di Indonesia cenderung berjalan di tempat. Sementara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan Publik Penafsiran para ahli administrasi publik terkait dengan definisi kebijakan publik, secara umum memberikan penafsiran

Lebih terperinci