BAB I PENDAHULUAN. transparan, seolah-olah menjadi satu tanpa mengenal batas Negara. Kondisi ini

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. transparan, seolah-olah menjadi satu tanpa mengenal batas Negara. Kondisi ini"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dibidang informasi dan komunikasi membuat dunia menjadi transparan, seolah-olah menjadi satu tanpa mengenal batas Negara. Kondisi ini menciptakan struktur baru, yaitu struktur global yang pada gilirannya akan memperbaiki struktur kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara, serta akan mempengaruhi pola pikir, pola sikap dan tindakan masyarakat, situasi tersebut membawa perbaikan yang sangat cepat. Persoalannya adalah bagaimana dalam menghadapi tantangan global mendukung berbagai kegiatan termasuk aspek pelayanan publik sudah merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa diabaikan. Tertib administrasi Kependudukan serta adanya tuntutan data yang akurat didukung oleh proses pelayanan yang tepat dan cepat saat ini menjadi suatu kebutuhan. Penduduk merupakan bagian yang penting bagi Negara. Di dalam penyelenggaraan suatu Negara, tetap saja memperhitungkan aspek kependudukan baik dalam hal merumuskan kebijakan ataupun dalam manifestasi Programprogram pembangunan yang ada. Di Indonesia misalnya, penduduk merupakan sumber suara yang sangat menentukan siapa sajakah yang akan menjadi wakil mereka di Lembaga Perwakilan rakyat maupun yang duduk di kursi kepresidenan. Pada segi kuantitas, tentulah keselarasan jumlah penduduk yang besar akan menuntut adanya keselarasan terhadap segi kualitas sumber daya manusia

2 yang baik pula. Akan timbul permasalahan-permasalahan menyangkut penduduk di sebuah Negara apabila terjadi ketimpangan yang nyata antara jumlah penduduk yang besar dengan dukungan sumber daya manusia yang relatif rendah. Kedua aspek itulah yang perlu dijaga keseimbangannya agar permasalahan-permasalahan tidak mudah mencuat dan mengganggu stabilitas pembangunan di suatu Negara. Ketepatan dan ketersediaan data-data tentang penduduk yang lengkap dalam pembangunan di Negara kita merupakan aspek yang memegang peran yang sangatlah penting. Ini menuntut kerja keras para penyelenggara Negara mulai dari tingkat pusat sampai ke tingkat yang paling bawah di dalam mengumpulkan dan menjamin ketersediaan data penduduk yang dibutuhkan dalam rangka dukungan informasi mengenai kependudukan yang baik untuk pihak yang berwenang dalam merumuskan suatu kebijakan di Indonesia. Berkaitan dengan pembangunan kependudukan, pembangunan administrasi kependudukan sebagai sebuah sistem merupakan bagian yang tak terpisahkan dari administrasi pemerintahan dan administrasi negara dalam memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan terhadap hak-hak individu penduduk. Perlindungan tersebut berupa pelayanan publik melalui penerbitan dokumen kependudukan seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), dan akta-akta catatan sipil, termasuk Akta Kelahiran. Dengan jumlah penduduk yang cukup besar, serta maraknya berbagai kejahatan kriminal dan terorisme baik dalam skala nasional maupun internasional, dengan pemalsuan dokumen identifikasi kependudukan (termasuk paspor, KK, dan lain-lain), diperlukan adanya penataan agar administrasi kependudukan dapat lebih tertib dari tahun ke tahun dan terpadu

3 secara nasional. Meningkatnya ketertiban dan keterpaduan administrasi kependudukan akan sangat berguna bagi perumusan kebijakan, perencanaan dan pelaksanaan berbagai program pembangunan. Kemajuan teknologi informasi dalam mendukung berbagai kegiatan, termasuk pelayanan administrasi kependudukan merupakan suatu tuntutan yang tidak bisa diabaikan. Berkenaan dengan hal tersebut untuk mempermudah penyelenggaraan administrasi kependudukan dengan adanya sistem pelayanan kependudukan dan pencatatan sipil yang terintegrasi dapat merealisasikan Data Base penduduk. Dengan demikian pelayanan yang dihasilkan tidak hanya sebatas dapat merealisasikan pengumpulan data base penduduk, tetapi sekaligus memberi Nomor Induk bagi setiap penduduk, sehingga dapat mengeliminasi terjadinya kepemilikan identitas ganda. Untuk mempermudah penyelenggaraan administrasi kependudukan dalam melakukan pengumpulan, pengolahan data penduduk yang berbasis teknologi informasi, Pemerintah Pusat dalam hal ini telah menyiapkan suatu sistem yang diberi nama Sistem Informasi Administrasi Kependudukan atau disingkat SIAK. Secara hukum sistem ini sudah dikukuhkan dengan Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan.

4 I.2. Perumusan Masalah Perumusan masalah sangat penting agar diketahui arah jalan suatu penelitian. Hal ini senada dengan pendapat yang mengatakan agar penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka penulis harus merumuskan masalahnya sehingga jelas dari mana harus memulai, kemana harus pergi, dan dengan apa ia melakukan penelitian (Arikunto, 1993:17). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pentingnya perumusan masalah adalah agar diketahui arah jalam suatu penelitian. Berdasarkan penjelasan diatas maka di dalam melakukan penelitian ini penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut; Bagaimanakah Implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan di Kecamatan Medan Denai, Kota Medan. I.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui tentang proses Implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Pada Kecamatan Medan Denai Kota Medan, dan secara khusus tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan SIAK di Kecamatan Medan Denai Kota Medan. 2) Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam pelaksanaan SIAK di Kecamatan Medan Denai Kota Medan.

5 I.4. Manfaat Penelitian 1. Sebagai salah satu syarat bagi Penulis untuk menamatkan pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik. 2. Menambah khazanah pengetahuan secara khusus dan masyarakat secara umum. 3. Memberikan sumbangsih yang berguna bagi kecamatan maupun bagi aparat kecamatan dalam hal pelaksanaan sistem informasi administrasi kependudukan. I.5. Kerangka Teori Kerangka teori diperlukan untuk memudahkan penelitian, sebab ia merupakan pedoman berfikir bagi peneliti. Oleh karena itu, seorang peneliti harus terlebih dahulu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana ia menyoroti masalah yang dipilihnya. Selanjutnya menurut Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi (1989:37), teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi dan proporsi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Dalam penelitian ini yang menjadi kerangka teorinya adalah: I.5.1. Implementasi Dalam setiap perumusan kebijakan apakah menyangkut program maupun kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan atau implementasi. Karena betapapun baiknya suatu kebijakan tanpa implementasi maka tidak akan banyak berarti. Implementasi kebijakan bukanlah sekedar

6 bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan (Grindle dalam Wahab, 1990 : 59). Oleh sebab itu tidak berlebihan jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara perumusan kebijakan dengan implementasi kebijakan dalam arti walaupun perumusan dilakukan dengan sempurna namun apabila proses implementasi tidak berkerja sesuai persyaratan, maka kebijakan yang semula baik akan menjadi jelek begitu pula sebaliknya. Dalam kaitan ini, seperti dikemukakan oleh Wahab (1990:51), menyatakan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan jauh lebih penting daripada pembuatan kebijaksanaan. Kebijaksanaan hanya sekedar impian atau rencana bagus yang tersimpan dalam arsip kalau tidak mampu diimplementasikan. Van Master dan Van Horn (dalam Wahab, 1990:51), merumuskan proses implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut: Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah/swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dan digariskan dalam keputusan kebijaksanaan. Sedangkan dalam Cheema dam Rondinelli (Samudra, 1994:19), implementasi adalah sebagai berikut: Dalam pengertian luas, implementasi maksudnya adalah pelaksanaan dan melakukan suatu program kebijaksanaan dan dijelaskan bahwa satu proses interaksi diantara merancang dan menentukan seseorang yang diinginkan. Sedangkan Charles O. Jones (I Nyoman, 2005:15) menyatakan bahwa proses

7 kebijakan publik meliputi persepsi/defenisi, agregasi, organisasi, representasi, penyusunan agenda, formulasi, legitimasi, penganggaran, pelaksanaan/implementasi, evaluasi, dan penyesuaian/terminasi. Penekanan aktifitas birokrasi pemerintahan pada proses tersebut lebih pada tahapan implementasi, dengan menginterpretasikan kebijaksanaan menjadi program, proyek, dan aktifitas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi. Program akan menunjang implementasi, karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek antara lain: 1) Adanya tujuan yang ingin dicapai. 2) Adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan yang harus diambil dalam mencapai tujuan tersebut. 3) Adanya aturan-aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui. 4) Adanya perkiraan anggaran yang dibutuhkan. 5) Adanya strategi dalam pelaksanaan. Lebih lanjut Jones (1991:296), memberikan pengertian program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan. Unsur kedua yang harus dipenuhi dalam proses implementasi program yaitu adanya kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program sehingga masyarakat tersebut merasa ikut dilibatkan dan membawa hasil dari program yang dijalankan dan adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Tanpa memberikan manfaat kepada masyarakat maka dapat dikatakan program tersebut telah gagal dilaksanakan. Berhasil

8 tidaknya implementasi suatu program tergantung dati unsur pelaksanaannya. Dan unsur pelaksana ini merupakan unsur kegitan dari yang meliputi organisasi maupun pengawasan dalam proses implementasi. Lebih lanjut Islamy (dalam Fadillah Putra 2003:83) menyatakan bahwa setiap kebijakan yang telah dan dilaksanakan akan membawa dampak tertentu terhadap kelompok sasaran, baik yang bersifat positif (intended) maupun yang negatif (unintended). Ini berarti bahwa konsep dampak menekankan pada apa yang terjadi secara aktual pada kelompok yang ditargetkan dalam kebijakan. Dengan melihat konsekuensi diatas, maka hal tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan implementasi kebijakan, dan juga dapat dijadikan sebagai masukan dalam proses perumusan kebijakan yang akan meningkatkan kualitas kebijakan tersehut. Masih berkaitan dengan konsep implementasi, Mazmanian dan Sabatier (dalam Fadillah Putra, 2003:84), mengatakan bahwa mengkaji masalah kebijakan berarti berusaha memahami apa yang nyata terjadi sesudah program diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan, baik yang menyangkut usaha-usaha mengadministrasikannya maupun yang menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau pada kejadian-kejadian tertentu. Berdasarkan pandangan yang diutarakan diatas dapat disimpulkan bahwa proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tdak hanya menyangkut perilaku badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang langsung dapat

9 mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat sehingga pada akhirnya berpengaruh pada tujuan kebijakan baik yang negatif maupun yang positif. Guna mencapai tujuan implementasi program secara efektif, pemerintah harus melakukan aksi atau tindakan yang berupa penghimpunan sumber dana dan pengelolaan sumber daya alam dan manusia. Hasil yang diperoleh dari aksi pertama dapat disebut sebagai input kebijakan, sementara aksi yang kedua disebut sebagai proses implementasi kebijakan (Wibawa, 1994:4). Dengan demikian secara sederhana tujuan implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah. Lebih lanjut Wibawa (dalam Hesel Nogi, 2003:20) menyatakan bahwa keseluruhan proses kebijakan baru bisa dimulai apabila tujuan dan sasaran yang semula bersifat umum telah diperinci, program tekah dirancang dan juga sejumlah dana telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan dan sasaran tersebut. Menurut Edward (1980:17) kebutuhan utama bagi keefektifan pelaksanaan kebijakan adalah bahwa nereka yang menerapkan keputusan haruslah tahu apa yang seharusnya mereka lakukan. Jika kebijakan ingin dilaksanakan dengan tepat, arahan serta petunjuk pelaksanaan tidak hanya diterima tetapi juga harus jelas, dan jika hal ini tidak jelas para pelaksana akan kebingungan tentang apa yang seharusnya mereka lakukan, dan akhirnya mereka akan mempunyai kebijakan tersendiri dalam memandang penerapan kebijakan tersebut yang mana pandangan ini seringkali berbeda dengan atasan mereka. Lebih lanjut dikatakan kegandaan/ambiguitas ini akan mengarahkan para pelaksana pada kebijakan mereka sendiri, meskipun mereka tidak perlu menggunakan ambiguitas itu untuk

10 memperluas otoritas yang dimiliki. Tetapi sebaliknya, mereka menggunakannya untuk menghindari permasalahan yang sulit (Edward, 1980:17). Selanjutnya menurut Edward (1980:17) ada empat faktor krusial dalam melaksanakan kebijakan, yakni: a. Komunikasi Persyaratan pertama dalam pelaksanaan yang efektif adalah komunikasi, yaitu bahwa yang melaksanakan tugas tersebut mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Jadi ada suatu kejelasan tentang apa yang harus dilakukan. Agar implementasi menjadi efektif maka mereka yang tanggung jawabnya adalah untuk mengimplementasikan sebuah keputusan mesti tahu apa yang seharusnya mereka kerjakan. Ketidakjelasan rincian implementasi kebijakan akan menimbulkan kesalahpahaman antara pembuat kebijakan dan implementornya mengenai apa yang harus dilakukan. Dengan kebingungan implementor mengenai apa yang harus dilakukan dapat meningkatkan berbagai kesempatan dimana mereka tidak akan mengimplementasikan sebuah kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. b. Sumber-sumber Sumber-sumber yang penting dalam suatu pelaksanaan meliputi staf-staf dengan keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas dan informasi, wewenang dan fasilitas-fasilitas di dalam menerjemahkan suatu peraturan dalam pelaksanaannya. Staf tersebut haruslah memadai jumlahnya dalam melaksanakan sesuatu program, namun tidak hanya jumlah tetapi juga harus didukung oleh keahlian yang baik dalam tugas tersebut. Informasi menyangkut bagaimana

11 melaksanakan sesuatu hal dan ketaatan dari personil-personil lain terhadap peraturan-peraturan pemerintah. c. Kecenderungan-kecenderungan Kecenderungan-kecenderungan para pelaksana sangat menentukan dalam pelaksanaan, tingkah laku mereka terhadap kebijakan dan peraturan yang telah ditentukan sebelumnya mempengaruhi hasil selanjutnya. Tingkah laku ini menyangkut cara pandang terhadap sesuatu hal atau kebijaksanaan. d. Struktur birokrasi Struktur birokrasi menyangkut prosedur-prosedur kerja dan pragmentasi. Prosedur-prosedur berkembang secara internal dan respon terhadap tugas untuk keseragaman demi pencapaian tugas dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya Jones (dalam Hesel Nogi, 2003:23), menyebutkan apakah implementasi program efektif atau tidak, maka standar penilaian yang dapat dipakai adalah sebagai berikut: 1. Organisasi Maksudnya disini bahwa organisasi Pemerintah Kecamatan Medan Denai yang selanjutnya organisasi tersebut harus memiliki struktur organisasi, adanya sumber daya manusia sebagai tenaga pelaksana perlengkapan atau alat-alat kerja serta didukung dengan perangkat hukum yang jelas. Struktur organisasi yang kompleks, struktur ditetapkan sejak semula dengan desain dari berbagai komponen atau subsistem yang ada tersebut. Sumber daya manusia yang berkualitas yang berkaitan dengan kemampuan aparatur dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Aparatur dalam hal ini

12 adalah petugas yang terlibat dalam pelaksanaan program SIAK. Tugas aparat pelaksana pemerintahan yang utama adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat yang dipercayakan kepadanya untuk mencapai tujuan negara. Agar tugas-tugas pelaksana pemerintahan dapat dilaksanakan secara efektif maka setiap unsur dituntut memiliki kemampuan yang memadai dengan bidang tugasnya. 2. Interpretasi Maksudnya disini adalah agar implementasi dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan atau ketentuan yang berlaku, harus dilihat apakah pelaksanaannya telah sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Hal tersebut dapat dilihat dari: a. Sesuai dengan peraturan, berarti setiap pelaksanaan kebijakan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. b. Sesuai dengan petunjuk pelaksana, berarti pelaksanaan dari peraturan sudah dijabarkan cara pelaksanaannya pada kebijaksanaan yang bersifat administratif, sehingga memudahkan pelaksana dalam melakukan aktivitas pelaksanaan program. c. Sesuai dengan petunjuk teknis, berarti kebijaksanaan yang sudah dirumuskan bentuk petunjuk pelaksana dirancang lagi secara teknis agar memudahkan dalam operasionalisasi program. Petunjuk teknis ini bersifat strategis lapangan agar dapat berjalan efesien dan efektif, rasional dan realistis. 3. Penerapan Maksud penerapan disini yaitu peraturan/kebijakan yang berupa petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis telah berjalan sesuai dengan ketentuan dimana

13 untuk dapat melihat ini harus pula dilengkapi dengan adanya prosedur kerja yang jelas, program kerja serta jadwal kegiatan disiplin. Hal ini dapat dilihat dari: a. Program kerja yang sudah ada memiliki prosedur kerja agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi tumpang tindih, sehingga tidak bertentangan antara unit kegiatan yang terdapat didalamnya. b. Program kerja harus sudah terprorgam dan terencana dengan baik, sehingga tujuan program dapat direalisasikan dengan efektif. c. Jadwal kegiatan disiplin berarti program yang sudah ada harus dijadwalkan kapan dimulai dan diakhirinya agar mudah dalam mengadakan evaluasi. Dalam hal ini diperlukan adanya tanggal pelaksanaan dan rampungnya sebuah program yang sudah ditentukan sebelumnya. Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa implementasi program adalah tidakan-tindakan yang dilaksanakan oleh individu-individu atau pejabat-pejabat terhadap suatu objek/sasaran yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya melalui adanya organisasi, interpretasi, dan penerapan. I.5.2. Sistem Informasi I Sistem Secara sederhana suatu sistem dapat diartikan sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen atau variabel-variabel yang terorganisasi, saling berinteraksi saling tergantung satu sama lain dan terpadu (Kumorotomo, 1994, 8). Beberapa pendapat mengatakan hal yang sama bahwa suatu sistem adalah seperangkat bagian yang saling tergantung.

14 berikut: Robert G. Murdick dkk (1993, 16) mendefenisikan sistem itu sebagai Suatu sistem adalah seperangkat elemen yang membentuk kegiatan atau suatu prosedur atau bagan pengolahan yang mencari suatu tujuan atau tujuan-tujuan bersama dengan mengoperasikan data dan/atau barang pada waktu rujukan tertentu untuk menghasilkan informasi dan/atau energi dan/atau barang. Sedangkan Gordon B. Davis (1993, 68) mengatakan, Sistem terdiri dari bagian-bagian yang saling beroperasi bersama untuk mencapai beberapa sasaran atau maksud. Dan hal yang lebih lanjut ditekankan Gordon tentang batasan sistem adalah bahwa sistem harus berada di bawah pengendalian manusia. Ini dapat dijalankan dengan mengatur unsur- unsurnya atau dalam aturan operasi sistemnya. Jadi, suatu sistem meliputi bagian-bagian atau subsistem-subsistem yang berinteraksi secara harmonis untuk mencapai tujuan tertentu. Unsur-unsur yang mewakili sistem secara umum adalah masukan (input), pengolahan (processing) dan keluaran (output). Disamping itu, suatu sistem senantiasa tidak terlepas dari lingkungan sekitarnya. Maka umpan balik (feed -back) dapat berasal dari output tetapi dapat juga dari lingkungan sistem yang dimaksud. Organisasi dipandang sebagai suatu sistem yang tentunya akan memiliki semua unsur ini. I Informasi Dalam kehidupan sehari-hari, informasi sering diartikan sebagai data. Dalam ruang lingkup ilmiah hal ini berbeda walaupun hubungannya sangat erat. Menurut The Liang Gie (Moekijat, 1994: 5) Data ialah hal, peristiwa atau kenyataan lainnya yang mengandung sesuatu pengetahuan untuk dijadikan dasar guna penyusunan keterangan, pembuatan kesimpulan atau keputusan.

15 Sedangkan informasi menurut pendapat Gordon B. Davis adalah (1993, 28) Informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi yang menerimanya dan bermanfaat dalam pengambilan keputusan saat ini dan saat mendatang. Lebih lanjut Davis mengatakan bahwa fungsi utama informasi adalah menambah pengetahuan atau mengurangi ketidakpastian pemakai. Selain fungsi utama tersebut, informasi juga berfungsi untuk memberikan standart- standart dan aturan- aturan ukuran, serta aturan- aturan keputusan untuk penentuan keputusan dan untuk penentuan penyebaran tanda- tanda kesalahan dan umpan balik guna mencapai tujuan kontrol. Fungsi strategis lainnya adalah meningkatkan daya saing perusahaan berdasarkan kenyataan bahwa perusahaan yang memiliki informasi bermutu baik akan lebih mampu untuk bersaing. Dengan demikian dapat kita mengerti bahwa informasi juga merupakan salah satu yang harus terpenuhi dalam hal menentukan suatu keputusan baik di dalam perusahaan maupun sebuah organisasi non- profit. Data ialah fakta-fakta yang dikumpulkan yang secara umum belum berguna untuk pengambilan keputusan tanpa proses lebih lanjut. Apabila ia telah disaring dan diolah melalui suatu sistem pengolahan data sehingga memiliki arti dan nilai bagi seseorang maka data berubah menjadi informasi. Menurut Moekijat (1994, 15), pengolahan data adalah: Kegiatan pikiran dengan bantuan tangan atau suatu peralatan, dengan mengikuti serangkaian langkah, perumusan atau pola tertentu untuk mengubah data, sehingga data tersebut bentuk, susunan, sifat atau isinya menjadi lebih berguna.

16 Begitu eratnya hubungan antara data dan informasi, boleh dikatakan hubungan antara data dan informasi adalah seperti bahan baku dan barang jadi seperti yang digambarkan dibawah ini. Penyimpanan data Data Pengolah Informasi Gbr. 1. Transformasi data menjadi informasi Transformasi data menjadi informasi menyebabkan naiknya nilai tambah data tersebut. Informasi dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan yang relevan untuk mengatasi ketidaktahuan dan ketidakpastian serta menambah pengetahuan tentang situasi yang akan dihadapi. Oleh sebab itu, perlu dipahami bahwa pemakaian informasi jauh lebih penting karena informasilah salah satu aspek yang dipakai untuk menunjang keputusan manajemen. Untuk memperoleh keputusan yang efektif maka informasi haruslah yang berkualitas baik. Burch dan Grudnitski (Kumorotomo, 1994, 11) menyebutkan adanya tiga pilar utama yang menentukan kualitas informasi, yaitu: akurasi, ketepatan waktu dan relevansi. Syarat-syarat tentang informasi yang lebih baik yang lebih lengkap diuraikan oleh Parker (Kumorotomo, 1994, 11). Berikut ini adalah syarat-syarat yang dimaksud: 1. Ketersediaan Syarat yang mendasar bagi suatu informasi adalah tersedianya informasi itu sendiri. Informasi harus dapat diperoleh bagi orang yang hendak memanfaatkannya.

17 2. Mudah dipahami Informasi harus memudahkan pembuat keputusan, baik yang menyangkut pekerjaan rutin maupun keputusan-keputusan yang bersifat strategis. Informasi yang rumit dan berbelit-belit hanya akan membuat kurang efektifnya keputusan manajemen. 3. Relevansi Informasi yang diperlukan benar-benar relevan dengan permasalahan, misi dan tujuan organisasi. 4. Bermanfaat Sebagai konsekuensi dari syarat relevansi, informasi juga harus bermanfaat bagi organisasi. Karena itu informasi juga harus dapat tersaji ke dalam bentuk-bentuk yang memungkinkan pemanfaatan oleh organisasi yang bersangkutan. 5. Ketepatan waktu Informasi harus tersedia tepat pada waktunya. Terutama pada saat organisasi membutuhkan informasi ketika menejer hendak membuat keputusan-keputusan krusial. 6. Keandalan Informasi harus diperoleh dari sumber-sumber yang dapat diandalkan kebenarannya. Pengolah data atau pemberi informasi harus dapat menjamin tingkat kepercayaan yang tinggi atas informasi yang disajikannya. 7. Akurasi

18 Informasi bersih dari kesalahan dan kekeliruan. Ini juga berarti informasi harus jelas secara akurat mencerminkan makna yang terkandung dari data pendukungnya. 8. Konsisten Informasi tidak boleh mengandung kontradiksi didalam penyajian karena konsistensi merupakan syarat penting bagi dasar pengambilan keputusan. Tampak bahwa ada berbagai macam syarat yang harus di penuhi bagi informasi untuk kepentingan pengambilan keputusan. Pengolah data atau penyedia informasi harus memperhitungkan segi-segi waktu penyajian, isi, format maupun segi-segi lain dari informasi tersebut. Ini dapat di pahami karena di dalam organisasi modern, kualitas informasi yang dipergunakan dalam manajemen itulah yang akan menentukan efisiensi dan efektifitas organisasi yang bersangkutan. I.5.3. Administrasi Kependudukan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada hakikatnya berkewajiban memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hukum atas setiap penduduk. Untuk memberikan perlindungan, pengakuan, penentuan status pribadi dan status hukum setiap Penduduk Indonesia, perlu dilakukan pengaturan tentang Administrasi Kependudukan (UU No. 23 Tahun 2006). Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan Data Kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil, pengelolaan informasi Administrasi

19 Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain (UU No. 23 Tahun 2006 pasal 1). Dengan demikian, administrasi kependudukan merupakan hal yang sangat penting untuk dilaksanakan mulai dari satuan pemerintahan terkecil seperti desa/ kelurahan hingga pada skala nasional. Pengelolaan Administrasi kependudukan memiliki fungsi strategis sebagai dukungan informasi tentang kependudukan bagi pembuatan kebijakan dalam rangka pelayanan publik serta kepentingan warga untuk mengakses informasi hasil administrasi Kependudukan tersebut. I.5.4. Sistem Informasi Administrasi Kependudukan Informasi administrasi kependudukan memiliki nilai strategis bagi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat, sehingga perlu pengelolaan informasi administrasi kependudukan secara terkoordinasi dan berkesinambungan. Untuk menjamin akuntabilitas pelayanan kepada masyarakat di bidang kependudukan, perlu menetapkan kebijakan dan sistem informasi administrasi kependudukan secara nasional. Pengelolaan informasi administrasi kependudukan dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) (Keppres No. 88 Tahun 2004 Pasal 3). Sistem Informasi Administrasi Kependudukan adalah software Pemerintahan yang berguna untuk menunjang kinerja Pemerintah dalam mendata data-data kependudukan pada setiap tingkatan wilayah pemerintahan mulai dari tingkatan yang tertinggi sampai tingkatan yang paling rendah. Di dalam KEPRES RI No. 88 Tahun 2004 dikemukakan bahwa Sistem Informasi Administrasi Kependudukan adalah sistem informasi nasional yang

20 memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi pengelolaan informasi administrasi kependudukan di setiap tingkatan wilayah administrasi pemerintahan (pasal 1 ayat 3). Adapun tujuan diselenggarkannya Sistem Informasi Administrasi Kependudukan ( SIAK ) adalah sebagai berikut: 1. peningkatan kualitas pelayanan kualitas penduduk dan pencatatan sipil. 2. penyediaan data untuk perencanaan pembangunan dan pemerintahan; dan 3. penyelenggaraan pertukaran data secara tersistem dalam rangka verifikasi data individu dalam pelayanan publik. Penyelenggaraan pengumpulan dan pengolahan data kependudukan dilaksanakan mulai dari tingkatan propinsi, kabupaten/kota, kecamatan atau kelurahan. Dalam rangka penyelenggaraan pengumpulan dan pengolahan data kependudukan tersebut maka dibangun fasilitas pada kabupaten/kota, kecamatan atau kelurahan untuk melakukan pengumpulan, pengolahan dan pemutakhiran data hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil untuk penerbitan dokumen penduduk, serta penyajian informasi kependudukan. I.6. Defenisi Konsep Menurut Masri Singarimbun yang dikutip oleh Mardalis (2003:45) bahwa konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Defenisi konsep dimaksudkan adalah untuk menghindari interpretasi (penafsiran) ganda terhadap variabel yang diteliti. Variabel dalam penelitian ini menggunakan variabel tunggal, yaitu Implementasi.

21 Proses implementasi adalah tindakan-tindakan komponen pelaksana dalam mencapai tujuan sasaran SIAK yang telah ditetapkan, yang dilihat dari prospek : a. Organisasi, adalah organisasi pelaksana program Sistem Informasi Administrasi Kependudukan. b. Interpretasi, adalah tingkat pemahaman dari aparatur pelaksana terhadap pelaksanaan program Sistem Informasi Administrasi Kependudukan. c. Penerapan, adalah pelaksanaan program Sistem Informasi Administrasi Kependudukan dilaksanakan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. I.7. Defenisi Operasional Defenisi operasional merupakan operasionalisasi dari defenisi konsep. Dalam defenisi operasional ini disajikan parameter/indikator dari variabel yang diteliti dengan tujuan untuk memudahkan membaca fenomena-fenomena yang diteliti. Faktor-faktor yang diukur dalam implementasi SIAK adalah: 1. Organisasi, adalah organisasi Kecamatan Medan Denai sebagai pelaksana SIAK di Kecamatan, dengan indikator-indikator: a. Kejelasan struktur organisasi Kecamatan Medan Denai. b. Ketersediaan sumber daya manusia. c. Kemampuan/keahlian yang dimiliki komponen pelaksana. d. Sumber daya dana dan fasilitas yang dimiliki.

22 2. Interpretasi, adalah tingkat pemahaman aparat pelaksana dalam proses implementasi SIAK apakah telah dilaksankan sesuai dengan peraturan yang berlaku, dengan indikator: a. Kesesuaian pelaksanaan kebijakan dengan peraturan yang berlaku. b. Kesesuaian pelaksanaan kebijakan dengan petunjuk pelaksanaan kebijakan peraturan yang sudah dijabarkan dan bersifat administratif. c. Kesesuaian pelaksanaan kebijakan dengan petunjuk teknis dalam operasionalisasi program yang bersifat strategis lapangan agar dapat berjalan efesien, efektif, rasional dan realistis. 3. Penerapan, adalah pelaksanaan berdasarkan petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis kebijakan SIAK telah sesuai dengan ketentuan, dengan indikator: a. Kejelasan dari program kerja SIAK. b. Kejelasan dari prosedur kerja

23 I.8. Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep, definisi operasional, dan sistematika penulisan. BAB II : METODOLOGI PENELITIAN Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sample, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data. BAB III BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini memberikan gambaran umum mengenai daerah penelitian yang meliputi keadaan geografis, kependudukan, sosial ekonomi, dan pemerintahan. : PENYAJIAN DATA Bab ini membahas tentang hasil data-data yang diperoleh di lapangan. BAB V BAB VI : ANALISA DATA Bab ini merupakan tempat uraian data yang diperoleh saat penelitian dan memberikan pembahasan dan interpretasinya atas permasalahan yang diajukan. : PENUTUP Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan saran-saran yang dianggap penting dan perlu sebagai rekomendasi program.

manusia sehingga dapat mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dapat berjalan dengan maksimal.

manusia sehingga dapat mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dapat berjalan dengan maksimal. manusia sehingga dapat mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dapat berjalan dengan maksimal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan teknologi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KECAMATAN MEDAN DENAI, KOTA MEDAN (Studi Pada Kantor Kecamatan Medan Denai, Kota Medan) SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bertindak untuk mengambil sebuah kebijakan. dengan kependudukan di Indonesia. Berbagai permasalahan ini mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bertindak untuk mengambil sebuah kebijakan. dengan kependudukan di Indonesia. Berbagai permasalahan ini mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang jumlah penduduknya sangat besar. Sebagai negara kepulauan, penduduk Indonesia memiliki persebaran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehinga dapat memberikan kualitas pelayanan prima terutama dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. sehinga dapat memberikan kualitas pelayanan prima terutama dalam rangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, kualitas dan kuantitas pelayanan merupakan bagian yang menentukan dari keberhasilan perekonomian dan kesejahteraan bangsa pada umumnya. Pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelayanan Publik adalah suatu kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan

Lebih terperinci

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Biro Kependudukan dan Catatan Sipil Tahun 2013

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Biro Kependudukan dan Catatan Sipil Tahun 2013 Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA A. RPJMD / Perencanaan Strategis Periode 2009 2013 Dalam sebuah organisasi perencanaan merupakan faktor yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada. terhadap penentuan status pribadi dan status hukum setiap peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada. terhadap penentuan status pribadi dan status hukum setiap peristiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada hakikatnya berkewajiban untuk memberikan

Lebih terperinci

NASKAH AKADEMIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN UU NO.23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

NASKAH AKADEMIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN UU NO.23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN NASKAH AKADEMIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN UU NO.23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk perencanaan pembangunan berkelanjutan. Selama ini data

BAB I PENDAHULUAN. untuk perencanaan pembangunan berkelanjutan. Selama ini data BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Data kependudukan merupakan salah satu informasi yang dibutuhkan untuk perencanaan pembangunan berkelanjutan. Selama ini data kependudukan sebagai data dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan sangat cepat. Seiring perkembangan zaman, teknologi dan sistem

BAB I PENDAHULUAN. dengan sangat cepat. Seiring perkembangan zaman, teknologi dan sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi telah memberikan pengaruh terhadap kemajuan dari berbagai sisi termasuk kemajuan teknologi dan arus yang berkembang secara terus menerus dengan sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator aparatur didalam sebuah

I. PENDAHULUAN. Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator aparatur didalam sebuah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator aparatur didalam sebuah birokrasi lebih berjaya hidup di dunia barat dari pada di dunia timur. Hal ini dapat dipahami,

Lebih terperinci

BAB V PERTANGGUNGJAWABAN LURAH

BAB V PERTANGGUNGJAWABAN LURAH BAB V PERTANGGUNGJAWABAN LURAH Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan Waktu : Bentuk Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa : 1 (satu) kali tatap muka pelatihan (selama 100 menit) Tujuan : Praja dapat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2007-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut segala aspek kehidupan yang sangat luas. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai

Lebih terperinci

UU ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN UU 23 TAHUN 2006 DIPERBAHARUI UU 24 TAHUN 2013

UU ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN UU 23 TAHUN 2006 DIPERBAHARUI UU 24 TAHUN 2013 UU ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN UU 23 TAHUN 2006 DIPERBAHARUI UU 24 TAHUN 2013 Administrasi Kependudukan Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Untuk itulah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Untuk itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu hasil dari pelaksanaan otonomi daerah adalah menghasilkan birokrasi yang handal, profesional, efisien dan produktif yang mampu memberikan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berpedoman pada peraturan pemerintah (PP). Kecamatan dipimpin oleh. Camat juga bertugas melaksanakan tugas umum pemerintahan.

BAB I PENDAHULUAN. yang berpedoman pada peraturan pemerintah (PP). Kecamatan dipimpin oleh. Camat juga bertugas melaksanakan tugas umum pemerintahan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan peraturan daerah yang berpedoman pada peraturan pemerintah (PP). Kecamatan dipimpin oleh seorang Camat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 dijelaskan. bahwa tujuan nasional Indonesia diwujudkan melalui pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 dijelaskan. bahwa tujuan nasional Indonesia diwujudkan melalui pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 dijelaskan bahwa tujuan nasional Indonesia diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan negara yang berkedaulatan

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah yang mengatur dan mengurus

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN LEGALISIR

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN LEGALISIR STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL TAHUN 2013 6 DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) (PL) Nomor : /SOP/429.115/2013 Tanggal

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN PERMOHONAN DATA KEPENDUDUKAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN PERMOHONAN DATA KEPENDUDUKAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN PERMOHONAN DATA KEPENDUDUKAN PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN TAHUN 2013 6 DINAS KEPENDUDUKAN DAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN PERMOHONAN DATA KEPENDUDUKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Irfan Islamy, kebijakan publik (public policy) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Irfan Islamy, kebijakan publik (public policy) adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Kebijakan Publik Kebijakan publik berasal dari kata kebijakan dan publik. Menurut M. Irfan Islamy, kebijakan publik (public policy) adalah Serangkaian tindakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proses Pengambilan Keputusan mengungkapkan bahwa analisis didefinisikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proses Pengambilan Keputusan mengungkapkan bahwa analisis didefinisikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Kebijakan 2.1.1 Pengertian Analisis Bernadus Luankali dalam bukunya Analisis Kebijakan Publik dalam Proses Pengambilan Keputusan mengungkapkan bahwa analisis didefinisikan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, Menimbang : a. bahwa Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN.. BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PENDUDUK Pasal 2 Setiap Penduduk mempunyai hak untuk memperoleh : a. Dokumen Kependudukan; b. pelayanan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat. Fakta telah

BAB 1 PENDAHULUAN. informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat. Fakta telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi informasi yang pesat serta potensi pemanfaatannya yang luas, membuka peluang bagi pengaksesan, pengelolaan, dan pendayagunaan informasi dalam volume

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan proses yang sangat strategis

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan proses yang sangat strategis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan proses yang sangat strategis karena di dalamnya berlangsung interaksi yang cukup intensif antara warga negara dengan pemerintah.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada hakikatnya berkewajiban memberikan perlindungan dan pengakuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. b.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai hal yang melekat di dalamnya seperti kartu tanda penduduk atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai hal yang melekat di dalamnya seperti kartu tanda penduduk atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kependudukan Banyak hal yang terkait bilamana kita akan membahas topik kependudukan terlebih pada wilayah administrasi kependudukan dengan berbagai hal yang melekat di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Pembangunan Nasional dibidang Kependudukan bertujuan untuk membangun kualitas database kependudukan guna menjamin legalitas dokumen kependudukan yang meliputi Kartu

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG OTOMATISASI AKTA KELAHIRAN, KARTU KELUARGA, KARTU IDENTITAS ANAK DAN AKTA KEMATIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG. Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG. Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.232, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. Warga Negara. Administrasi. Kependudukan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5475) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 37 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANYUMAS,

Lebih terperinci

KABUPATEN POLEWALI MANDAR

KABUPATEN POLEWALI MANDAR LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2016 Realisasi Kinerja Rencana dan penetapan Kinerja Indikator Kinerja Utama DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL KABUPATEN POLEWALI MANDAR KATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan penganggaran pemerintah, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pertimbangan keuangan daerah dan pusat, serta

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pertimbangan keuangan daerah dan pusat, serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan adanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah serta Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pertimbangan keuangan daerah dan pusat, serta

Lebih terperinci

LAPORAN PENERAPAN DAN PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) TAHUN 2014 DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA BANDA ACEH

LAPORAN PENERAPAN DAN PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) TAHUN 2014 DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA BANDA ACEH LAPORAN PENERAPAN DAN PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) TAHUN 2014 DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA BANDA ACEH DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA BANDA ACEH TAHUN 2014 0

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Administrasi kependudukan di Indonesia merupakan hal yang sangat berperan dalam pembangunan, dimana dari sistem administrasi penduduk tersebut dapat diketahui tentang

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN - 191 - BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi merupakan langkah-langkah yang berisikan programprogram indikatif untuk mewujudkan visi dan misi. Strategi harus dijadikan salah satu rujukan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kependudukan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kabupaten Karimun berubah

BAB I PENDAHULUAN. Kependudukan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kabupaten Karimun berubah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karimun Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Karimun, Dinas Kependudukan Catatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 3 2015 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 03 TAHUN 20152014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

Dalam Tabel 1.1 terlihat bahwa pertumbuhan penduduk Kota Depok menunjukkan peningkatan secara signifikan. Peningkatan jumlah penduduk

Dalam Tabel 1.1 terlihat bahwa pertumbuhan penduduk Kota Depok menunjukkan peningkatan secara signifikan. Peningkatan jumlah penduduk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ciri-ciri kependudukan di Indonesia selain jumlah penduduk yang besar, adalah bahwa kepadatan penduduk di perkotaan tinggi, penyebaran penduduk desa kota dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi merupakan sarana atau alat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi merupakan sarana atau alat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan negara tidak lepas dari peran birokrasi sebagai penggerak utama berjalannya roda pemerintah. Peran birokrasi selain melakukan pengelolaan pelayanan, juga

Lebih terperinci

Rencana Kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pelalawan 2016 BAB. I PENDAHULUAN

Rencana Kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pelalawan 2016 BAB. I PENDAHULUAN BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil merupakan unsur pelaksanaan Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada dibawah dan bertanggung jawab

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 24 Tahun 2015 Seri E Nomor 16 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 24 Tahun 2015 Seri E Nomor 16 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 24 Tahun 2015 Seri E Nomor 16 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BOGOR Diundangkan

Lebih terperinci

BUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN KEWENANGAN DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL

BUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN KEWENANGAN DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL BUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN KEWENANGAN DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, Menimbang : Bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS 2011 SEMUA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO TERCATAT KELAHIRANNYA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS 2011 SEMUA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO TERCATAT KELAHIRANNYA BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS 2011 SEMUA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO TERCATAT KELAHIRANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 64 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KPU Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumedang BAB I PENDAHULUAN

KPU Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumedang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara demokratis, Langsung Umum Bebas Rahasia, Jujur dan Adil dalam Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil di BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil di Indonesia sebagai Negara terbesar keempat dari jumlah penduduk, memiliki peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. atau himpunan dari unsur, komponen atau variabel-variabel yang terorganisasi,

BAB III LANDASAN TEORI. atau himpunan dari unsur, komponen atau variabel-variabel yang terorganisasi, BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Sistem Secara sederhana suatu sistem dapat diartikan sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen atau variabel-variabel yang terorganisasi, saling berinteraksi,

Lebih terperinci

,00 (Belanja Langsung maupun Belanja Tidak Langsung diluar belanja hibah. IV.B.11. Urusan Wajib Kependudukan dan Pencatatan Sipil

,00 (Belanja Langsung maupun Belanja Tidak Langsung diluar belanja hibah. IV.B.11. Urusan Wajib Kependudukan dan Pencatatan Sipil 11. URUSAN KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL Dimensi penduduk dalam pembangunan memiliki kedudukan yang sangat penting dan sangat berpengaruh dalam perkembangan serta kemajuan pembangunan wilayah, penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak masalah sosial diantaranya pengangguran, kriminalitas, dan kekurangan bahan pangan bahkan gizi buruk.

BAB I PENDAHULUAN. banyak masalah sosial diantaranya pengangguran, kriminalitas, dan kekurangan bahan pangan bahkan gizi buruk. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah yang dihadapi Kabupaten Bandung saat ini masih sangat kompleks, dimulai dari permasalahan di bidang ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan. Kendala utama

Lebih terperinci

BAB III PELAYANAN DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL TERHADAP MASYARAKAT KABUPATEN BANDUNG TERHADAP PEMBUATAN KARTU KELUARGA

BAB III PELAYANAN DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL TERHADAP MASYARAKAT KABUPATEN BANDUNG TERHADAP PEMBUATAN KARTU KELUARGA BAB III PELAYANAN DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL TERHADAP MASYARAKAT KABUPATEN BANDUNG TERHADAP PEMBUATAN KARTU KELUARGA A. Jenis Jenis Layanan Administrasi Kependudukan Pada Dinas kependudukan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL RENCANA KERJA 2017 Rancangan Akhir Rencana Kerja KATA PENGANTAR Bidang kependudukan merupakan salah satu hal pokok dan penting

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT BUPATI BANDUNG BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN WEWENANG PENERBITAN KARTU KELUARGA KEPADA CAMAT DI LINGKUNGAN KABUPATEN BANDUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2009 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2009 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2009 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 29 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Publik Kebijakan mempunyai definisi yang bermacam-macam. Anderson (1984: 2-3) mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa adalah orang-orang yang memiliki kesamaan asal keturunan, adat,

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa adalah orang-orang yang memiliki kesamaan asal keturunan, adat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa adalah orang-orang yang memiliki kesamaan asal keturunan, adat, bahasa dan sejarah serta berpemerintahan sendiri. Bangsa adalah kumpulan manusia yang

Lebih terperinci

ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL DALAM BINGKAI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA. Oleh : Taufiqurrohman, SH, M.Si

ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL DALAM BINGKAI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA. Oleh : Taufiqurrohman, SH, M.Si ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL DALAM BINGKAI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA Oleh : Taufiqurrohman, SH, M.Si (Pelaksana pada Biro Pemerintahan Sekretariat Daerah Provinsi Banten) Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM 1. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2013. 2. Peraturan Presiden RI Nomor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Anggaran merupakan suatu instrumen didalam manajemen karena

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Anggaran merupakan suatu instrumen didalam manajemen karena BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Anggaran merupakan suatu instrumen didalam manajemen karena merupakan bagian dari fungsi manajemen. Di dunia bisnis maupun di organisasi sektor publik, termasuk

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN INFORMASI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN INFORMASI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN INFORMASI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa informasi administrasi kependudukan memiliki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN LAPORAN KKL. 4.1 Kualitas Pelayanan Informasi Kependudukan dengan. Menggunakan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN LAPORAN KKL. 4.1 Kualitas Pelayanan Informasi Kependudukan dengan. Menggunakan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan 69 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN LAPORAN KKL 4.1 Kualitas Pelayanan Informasi Kependudukan dengan Menggunakan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dalam Pembuatan

Lebih terperinci

BAB II PROGRAM KERJA

BAB II PROGRAM KERJA BAB II PROGRAM KERJA A. VISI DAN MISI Rencana Strategis Perubahan Lima Tahunan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil tahun 2010 sampai dengan tahun 2015, (Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 16

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan penyelesaian yang komprehensif. Hipotesis seperti itu secara kualitatif

BAB I PENDAHULUAN. dan penyelesaian yang komprehensif. Hipotesis seperti itu secara kualitatif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan publik yang menjadi fokus studi disiplin ilmu Administrasi Negara di Indonesia, masih menjadi persoalan yang perlu memperoleh perhatian dan penyelesaian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah dalam fungsi pelayanan publik, yaitu fungsi pelayanan masyarakat (public service function),

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menyangkut peristiwa hukum dalam lembaran negara yang berupa surat sejak

II. TINJAUAN PUSTAKA. menyangkut peristiwa hukum dalam lembaran negara yang berupa surat sejak II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penerbitan Penerbitan adalah proses pencatatan diri seseorang atau harta bendanya menyangkut peristiwa hukum dalam lembaran negara yang berupa surat sejak pendaftaran sampai penandatanganan/pengesahan.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DI LINGKUP PEMERINTAH PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DASAR HUKUM PELAKSANAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN BAGI PETUGAS REGISTRASI DESA/KELURAHAN

DASAR HUKUM PELAKSANAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN BAGI PETUGAS REGISTRASI DESA/KELURAHAN DASAR HUKUM PELAKSANAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN BAGI PETUGAS REGISTRASI DESA/KELURAHAN I. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PENDUDUK, Pasal

Lebih terperinci

PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERANGIN, Menimbang

Lebih terperinci

PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERANGIN, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lemba

2017, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lemba No.723, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Penyusunan SOP. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 02 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berada didalam dan di luar Kabupaten Aceh Tengah. terciptanya keadaan masyarakat yang tertib dan teratur serta demi

BAB I PENDAHULUAN. yang berada didalam dan di luar Kabupaten Aceh Tengah. terciptanya keadaan masyarakat yang tertib dan teratur serta demi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan kependudukan dan pencatatan sipil merupakan urusan wajib bagi Pemerintah Kabupaten dalam rangka memberikan perlindungan, pengakuan, penentuan status

Lebih terperinci

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR I. Pendahuluan Banyaknya kebijakan yang tidak sinkron, tumpang tindih serta overlapping masih jadi permasalahan negara ini yang entah sampai kapan bisa diatasi. Dan ketika

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Terempa, 18 Februari 2015 a.n. KEPALA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL SEKRETARIS HERYANA, SE NIP

KATA PENGANTAR. Terempa, 18 Februari 2015 a.n. KEPALA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL SEKRETARIS HERYANA, SE NIP IKHTISAR EKSEKUTIF Tujuan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, seperti yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis 2011-2015 adalah: 1. Untuk mewujudkan tertib administrasi di seluruh bidang sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan strategis organisasi adalah suatu rencana jangka panjang yang bersifat menyeluruh, memberikan rumusan ke mana organisasi akan diarahkan, dan bagaimana pemberdayaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAKALAR NOMOR : 06 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAKALAR NOMOR : 06 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAKALAR NOMOR : 06 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGANN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAKALAR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Laporan keuangan adalah catatan informasi suatu entitas pada suatu periode

BAB II LANDASAN TEORI. Laporan keuangan adalah catatan informasi suatu entitas pada suatu periode 12 BAB II LANDASAN TEORI A. LAPORAN KEUANGAN Laporan keuangan adalah catatan informasi suatu entitas pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja entitas tersebut. Laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mengurus apa yang dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mengurus apa yang dibutuhkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya suatu pemerintahan membutuhkan sebuah sistem yang sangat mendukung proses pelayanan yang dilakukan dalam penyelenggaraan pelayanan. Dimana pelayanan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi ini, tuntutan terhadap paradigma good governance dalam seluruh kegiatan tidak dapat dielakkan lagi. Istilah good

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 1

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. optimal dari bagian organisasi demi optimalisasi bidang tugas yang di

BAB I PENDAHULUAN. optimal dari bagian organisasi demi optimalisasi bidang tugas yang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kinerja secara umum dapat dipahami sebagai besarnya kontribusi yang diberikan pegawai terhadap kemajuan dan perkembangan di lembaga tempat dia bekerja. Dengan demikian

Lebih terperinci

RENJA BAGIAN PERTANAHAN TAHUN 2015 (REVIEW)

RENJA BAGIAN PERTANAHAN TAHUN 2015 (REVIEW) 1 RENJA BAGIAN PERTANAHAN TAHUN 2015 (REVIEW) Renja Bagian Pertanahan Tahun 2015 (Review) Page 1 2 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan Puji Syukur Kehadirat Allah SWT Rencana Kerja Bagian Pertanahan Sekretariat

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS NONFISIK DANA PELAYANAN

Lebih terperinci

URUSAN WAJIB KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL

URUSAN WAJIB KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL 4.1.10 URUSAN WAJIB KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL 4.1.10.1 KONDISI UMUM Reformasi pelayanan publik dimulai dari aspek yang paling mendasar yaitu reformasi pola pikir (paradigma) penyelenggara pelayanan

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN I. UMUM Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspiratif terhadap berbagai tuntutan masyarakat yang dilayani. Seiring dengan

I. PENDAHULUAN. aspiratif terhadap berbagai tuntutan masyarakat yang dilayani. Seiring dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fungsi pemerintah yang utama adalah menyelenggarakan pelayanan umum sebagai wujud dari tugas umum pemerintahan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Birokrasi

Lebih terperinci