BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Jaringan Jalan Peta jaringan jalan Kota Blitar dapat dilihat pada Gambar 5.1 berikut ini. Sumber ; Dinas Perhubungan Kota Blitar, 2015 Gambar 5.1 Peta Jaringan Jalan Kota Blitar 30

2 31 ini. Kinerja jaringan jalan di Kota Blitar dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut Tabel 5.1 Kinerja Jaringan Jalan Kota Blitar NO NAMA JALAN PANJANG (M) LEBAR (M) PERKERASAN V/C A. NASIONAL 1 BALI 1,450 9 ASPAL IMAM BONJOL 1,200 8 ASPAL KALIMANTAN 1,530 8 ASPAL KENARI 2,233 8 ASPAL CEMARA 1,450 8 ASPAL PALEM ASPAL S.SUPRIYADI 1,765 8 ASPAL 0.75 B. PROVINSI 1 BALI ASPAL CEMARA 3,125 9 ASPAL CEMPAKA ASPAL TANJUNG 2,321 8 ASPAL 0.75 C. JALAN LOKAL 1 A.YANI ASPAL ABDUL JAMAL ASPAL ANJASMORO ASPAL ARUM DALU ASPAL BARITO ASPAL BERANTAS 1, ASPAL BROMO ASPAL CAKRANIGRAT ASPAL CILIWUNG 1, ASPAL CIMANUK ASPAL CIPUNEGARA ASPAL CITARUM 2, ASPAL CITARUM Gg. I ASPAL CITARUM Gg. II ASPAL CITARUM Gg. III ASPAL CITARUM Gg. IV ASPAL COKROAMINOTO ASPAL CUT NYAK DIEN ASPAL DEWI SARTIKA ASPAL DI. PANJAITAN 1, ASPAL DR. CIPTO ASPAL DR. WAHIDIN 1, ASPAL DR.WAHIDIN 1, ASPAL JEND. SUDIRMAN ASPAL 0.55

3 32 NO NAMA JALAN PANJANG (M) LEBAR (M) PERKERASAN 25 KALI BRANTAS ASPAL KAPUAS ASPAL KASAN SUBARI 1, ASPAL KELUD ASPAL KENANGA 1, ASPAL KOMBES DURIAT ASPAL LAWU ASPAL MASJID ASPAL MAYJEN. SUNGKONO ASPAL MELATI 1, ASPAL MERAPI ASPAL MERDEKA 1, ASPAL MUSI ASPAL PEMANDIAN 1, ASPAL RA. KARTINI ASPAL RAUNG ASPAL SEDAP MALAM ASPAL SEMERU ASPAL SENTOTO PRAWIRODIRJO ASPAL SERAYU ASPAL SERUNI ASPAL SLAMET RIADI 3, ASPAL SUMANTRI BROJONEGORO ASPAL TERATE ASPAL TGP ASPAL TROWULAN ASPAL UNTUNG SUROPATI ASPAL VETERAN ASPAL WILIS ASPAL WOLTER MONGINSIDI ASPAL A. YANI 1, ASPAL AKASIA TIMUR 1, ASPAL AKS. TUBUN 1, ASPAL AKS. TUBUN UTARA MASJID ASPAL ALOR ASPAL AMD ASPAL ARU ASPAL BRIGJEN KATAMSO 1, ASPAL BRIGJEN KATAMSO Gg. I TMR ASPAL BRIGJEN KATAMSO Gg. II BRT ASPAL BRIGJEN KATAMSO Gg. II TMR ASPAL DIPONEGORO ASPAL DR. SOETOMO ASPAL DR. SOETOMO Gg. BUNTU ASPAL FLORES ASPAL 0.33 V/C

4 33 NO NAMA JALAN PANJANG (M) LEBAR (M) PERKERASAN 70 GUNUJOYO ASPAL HALIR ASPAL HALMAHERA 1, ASPAL HASANUDIN ASPAL JAGUNG SUPRAPTO ASPAL KARYO ASPAL KASTOMO ASPAL KEMUNING 1, ASPAL KESATRIAN ASPAL KI AGENG SENTONO ASPAL KINA ASPAL KIPRAH ASPAL LAMTOROGUNG ASPAL MADURA ASPAL MASJID ASPAL MAYJEN SOENGKONO ASPAL MOERADI ASPAL MOJOPAHIT 1, ASPAL NATUNA ASPAL NIAS ASPAL PATIMURA 1, ASPAL PEMUDA SEMPONO 1, ASPAL PIERE TENDEAN ASPAL PRAMBANAN ASPAL PRAMUKA ASPAL RIAU Gg. II ASPAL SELAYAR ASPAL SINGOLODRO ASPAL SUDANCO SUPRIYADI ASPAL SULTAN AGUNG ASPAL SURYAT 1, ASPAL TEGAL REJO ASPAL TERNATE 1, ASPAL TOYO REJO ASPAL VETERAN 1, ASPAL WR. SUPRATMAN ASPAL ANGGREK ASPAL ARYO BLITAR ASPAL ASAHAN 1, ASPAL BENGAWAN SOLO 2, ASPAL DELIMA ASPAL JATI ASPAL JATI 1, ASPAL JATI Gg. I,II,III,IV ASPAL JOKO KANDUNG ASPAL 0.36 V/C

5 34 NO NAMA JALAN PANJANG (M) LEBAR (M) PERKERASAN 115 KALI PORONG ASPAL KALIMAS ASPAL KALIMAS Gg. I ASPAL KALIMAS Gg. II ASPAL KAMPAR ASPAL KERANTIL ASPAL LEKSO ASPAL MAHAKAM 1, ASPAL MANGGA ASPAL MAWAR ASPAL MAYANG ASPAL MENUR ASPAL MUSI ASPAL RARAS WUYUNG ASPAL RAYUNG WULAN 1, ASPAL WIDURI ASPAL 0.20 Sumber : Dinas Perhubungan Kota Blitar, ANALISIS PERJALANAN Pembagian Zona Lalu Lintas Tahap awal dalam melakukan analisis perjalanan adalah dengan menentukan zona lalu lintas. Pembagian zona lalu lintas Kota Blitar dapat dilihat pada Tabel 5.2 dan Gambar 5.2 berikut ini. Tabel 5.2 Pembagian Zona Lalu Lintas Kota Blitar V/C Zona Kelurahan Dominasi Penggunaan Lahan Keterangan Zona 1 Kepanjenkidul 2 3 Kepanjenlor, kauman Tanggung, Ngadirejo Alun-alun, Kantor Walikota, Stasiun, Kantor Pos, Pemukiman, Perkantoran, Pendidikan Perkantoran, Pesanggrahan, Perdagangan, Pendidikan, pemukiman Pemukiman, Pendidikan,Pertanian Internal Internal Internal 4 Sentul, bendo Pemukiman, Pemakaman, Pertanian Internal 5 Bendogerit Pemukiman, Pendidikan, Perkantoran, Pemakaman Internal

6 35 Zona Kelurahan Dominasi Penggunaan Lahan 6 Gedog 7 Sananwetan Karangtengah, Klampok Rembang, Plosokerep Tlumpu, Turi, Karangsari Pemukiman, Pendidikan, Perkantoran, Pemakaman Pemukiman, Pendidikan, Perdagangan dan Jasa, Perkantoran Pemukiman, Pendidikan, Perkantoran, Pemakaman Pemukiman, Pendidikan, Terminal, Perkantoran, Pertanian Pemukiman, Pendidikan, Perkantoran Keterangan Zona Internal Internal Internal Internal Internal 11 Sukorejo Pemukiman, Pendidikan Internal 12 Tanjungsari Pemukiman, Pendidikan, Perkantoran Internal 13 Blitar, Pakunden pemukiman, pendidikan Internal Sumber ; Hasil Analisis Gambar 5.2 Pembagian Zona Lalu Lintas Kota Blitar

7 Bangkitan Perjalanan Model bangkitan perjalanan ini digunakan untuk memperkirakan atau memprediksi jumlah perjalanan yang dibangkitkan di Kota Blitar di masa yang akan datang atau sesuai dengan tahun target. Dari hasil analisis terhadap hasil survai wawancara rumah tangga, persamaan regresi yang diperoleh untuk peramalan bangkitan perjalanan Kota Blitar adalah sebagai berikut. Y = 2,70 + 1,13X1 + 0,24X2 (5.1) Keterangan: Y X1 X2 = jumlah perjalanan yang dibangkitkan = ukuran keluarga = kepemilikan kendaraan Dari persamaan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi bangkitan perjalanan di Kota Blitar adalah jumlah penduduk dan kepemilikan kendaraan. Jadi untuk memprediksi bangkitan perjalanan yang terjadi untuk tahun peramalan dapat digunakan jumlah penduduk dan kepemilikan kendaraan sebagai variabel bebasnya Distribusi Perjalanan Pola pergerakan dalam sistem transportasi sering dijelaskan dalam bentuk arus pergerakan yang bergerak dari zona asal ke zona tujuan. Untuk menggambarkan pola pergerakan tersebut digunakan matriks asal tujuan. Matriks asal tujuan perjalanan orang per hari di Kota Blitar dapat dilihat pada Tabel 5.3, dan matrik asal tujuan perjalanan dengan menggunakan angkutan umum dalam satuan orang per hari dapat dilihat pada Tabel 5.4. Besarnya perjalanan orang per hari yang menggunakan angkutan umum di Kota Blitar juga dapat digambarkan pada peta desire line yang ditunjukkan pada Gambar 5.3.

8 37 Tabel 5.3 Matriks Asal Tujuan Perjalanan Orang/Hari Tahun 2015 di Kota Blitar O/D Pi Ai

9 38 Tabel 5.4 Matriks Asal Tujuan Perjalanan Orang/Hari Menggunakan Angkutan Umum Tahun 2015 di Kota Blitar O/D Pi Ai

10 39 Gambar 5.3 Peta Desire Line Perjalanan Menggunakan Angkutan Umum Ketebalan garis pada gambar di atas menunjukkan besarnya perjalanan dari zona asal ke zona tujuan. Semakin tebal garis, semakin besar pula jumlah perjalanan. Sebaliknya semakin tipis garis, semakin kecil pula jumlah perjalanan. Dari gambar tersebut diketahui jumlah perjalanan orang/hari dengan menggunakan angkutan umum terbesar berasal dari zona 11 ke zona 10 sebesar orang/hari Pemilihan Moda Survai home interview juga menghasilkan informasi penggunaan moda di Kota Blitar. Berdasarkan hasil analisis, penggunaan moda yang paling banyak adalah sepeda motor dengan prosentase sebesar 76,11%, sedangkan moda yang paling sedikit digunakan adalah ojek dengan prosentase sebesar 0,39%. Prosentase penggunaan moda selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.4 berikut.

11 40 PROSENTASE MODA YANG DIGUNAKAN 5.28% 3.22% 6.76% 1.03% 0.39% 7.21% SM Mobil Bus Sekolah / Angkot Becak 76.11% Sepeda Ojek Jalan Kaki Pembebanan Perjalanan Gambar 5.4 Prosentase Penggunaan Moda Pembebanan dilakukan dengan pembebanan perjalanan orang/hari dari tiap zona asal menuju zona tujuan melalui link terpendek. Dari hasil pembebanan tersebut dapat diketahui pembebanan tiap link dari masing-masing alternatif jaringan koridor, dimana hasil pembebanan tersebut akan menjadi demand angkutan umum untuk menentukan koridor utama. Pembebanan ini dilakukan secara manual. Peta pembebanan tiap link di Kota Blitar dapat dilihat pada Gambar 5.5. Dari hasil analisis juga didapatkan pembebanan masing-masing ruas jalan dengan klasifikasi pembebanan lalu lintas tertinggi hingga terendah. Koridorkoridor BRT akan melewati ruas jalan dengan pembebanan lalu lintas tinggi. Pembebanan lalu lintas ruas jalan di Kota Blitar selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.5.

12 41 Arah Kab.Blitar Arah Kediri Arah Malang Arah Tulungagung Keterangan: Gambar 5.5 Peta Pembebanan Ruas Jalan

13 42 Tabel 5.5 Pembebanan Lalu Lintas Ruas Jalan di Kota Blitar Tahun 2015 No Nama Jalan Pergerakan Orang/hari 1 Merdeka Barat S.Supriadi Kenari Mawar Arterial Road veteran Wahidin Tanjung Pattimura Jd Sudirman Jaksa Agung Suprapto Cepaka Ciliwung A.Yani Bali Cemara Imam Bonjol Ir. Soekarno Kartini Wilis Kalimantan Semeru Cokroaminoto Sumbing Hasanuddin Borobudur Kelud Raung M Hatta Melati Tentaraganiepelajar Anggrek 2040

14 Penentuan Koridor Bus Rapid Transit (BRT) Dari matriks asal tujuan, besarnya pembebanan masing-masing ruas jalan, kinerja ruas jalan serta memperhatikan konektivitas wilayah di Kota Blitar, maka dapat ditentukan usulan koridor BRT untuk melayani permintaan angkutan umum di Kota Blitar. Usulan koridor BRT di Kota Blitar terdiri dari 4 trayek utama dan 4 trayek cabang, yang dijelaskan pada Gambar 5.6, Gambar 5.7, Gambar 5.8, Gambar 5.9, Gambar 5.10 dan Tabel 5.6 berikut. Koridor I Koridor III Koridor IV Koridor II Gambar 5.6 Peta Usulan Koridor BRT di Kota Blitar

15 44 Gambar 5.7 Peta Rute BRT Koridor I Gambar 5.8 Peta Rute BRT Koridor II

16 45 Gambar 5.9 Peta Rute BRT Koridor III Gambar 5.10 Peta Rute BRT Koridor IV

17 46 Tabel 5.6 Usulan Koridor dan Rute yang Dilewati No Koridor Usulan 1 Koridor I 2 Koridor II 3 Koridor III 4 Rencana Koridor IV Berangkat S.Supriadi Jend.Sudirman A.Yani Merdeka Mawar Tanjung Kenari Palem Cemara Cepaka Mawar Pasar Kenari Veteran Merdeka Kenanga Mastrip Anggrek Cempaka Mawar Imam Bonjol Kalimantan Bali Kenari Rute yang Dilewati Kembali Tanjung Mawar Merdeka Barat Wilis Semeru Anjasmoro Kartini Supriadi Pasar Mawar Cepaka Cemara Palem Kenari Mawar Merdeka barat Anggrek Mastrip Veteran Kenari Kenari Bali Kalimantan Imam Bonjol 5.4 Analisis Permintaan Angkutan Dari pembebanan pada tiap link suatu trayek dapat ditentukan demand terbesar suatu trayek. Demand terbesar inilah yang menjadi dasar perhitungan jumlah armada angkutan umum yang diperlukan untuk melayani suatu koridor. Hasil analisis potensial permintaan menunjukkan jumlah permintaan akan

18 47 angkutan umum dari tiap koridor baik koridor I, II, III dan IV. Jumlah permintaan angkutan di tiap koridor dapat dilihat pada Tabel 5.7 berikut. Tabel 5.7 Jumlah Permintaan Angkutan Umum Koridor Rencana Jumlah Permintaan AU Koridor I Koridor II Koridor III 7462 Koridor IV 6800 Sementara itu, permintaan potensial angkutan umum di tiap koridor dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Koridor I Koridor 1 melewati beberapa zona lalu lintas di wilayah Kota Blitar. Pergerakan yang berasal dari zona-zona tersebut merupakan input dari jumlah kebutuhan pergerakan koridor 1. Kantung penumpang koridor 1 terletak di zona VI, V, II, I, XI, XIII yang dijelaskan pada Tabel 5.8 berikut. Tabel 5.8 Matriks Asal Tujuan Perjalanan Pengguna Angkutan Umum Rencana Koridor I OD Demand Potensial Koridor II Koridor II melewati beberapa zona lalu lintas di wilayah Kota Blitar. Pergerakan yang berasal dari zona-zona tersebut merupakan input dari jumlah

19 48 kebutuhan pergerakan koridor II. Kantung penumpang koridor II terletak di zona IX, X, I, XI dan dapat dijelaskan pada Tabel 5.9 berikut. Tabel 5.9 Matriks Asal Tujuan Perjalanan Pengguna Angkutan Umum Rencana Koridor II OD Demand Potensial Koridor III Koridor III melewati beberapa zona lalu lintas di wilayah Kota Blitar. Pergerakan yang berasal dari zona-zona tersebut merupakan input dari jumlah kebutuhan pergerakan koridor III. Kantung penumpang koridor III terletak di zona IX, VIII, I, XI sebagaimana terlihat pada Tabel 5.10 berikut. Tabel 5.10 Matriks Asal Tujuan Perjalanan Pengguna Angkutan Umum Rencana Koridor III OD Demand Potensial Koridor IV Koridor IV melewati beberapa zona lalu lintas di wilayah Kota Blitar. Pergerakan yang berasal dari zona-zona tersebut merupakan input dari jumlah

20 49 kebutuhan pergerakan koridor IV. Kantung penumpang koridor IV terletak di zona VI, VII, VIII, IX yang dijelaskan pada Tabel 5.11 berikut. Tabel 5.11 Matriks Asal Tujuan Perjalanan Pengguna Angkutan Umum Rencana Koridor IV OD Demand Potensial Penentuan Jenis Armada Dari hasil jumlah permintaan angkutan umum disimpulkan bahwa jenis kendaraan yang digunakan untuk BRT koridor I, II, III dan IV adalah jenis bus sedang, hal ini mempertimbangkan kondisi jaringan jalan yang berada pada keempat koridor. Jenis kendaraan yang direncanakan akan digunakan untuk koridor utama yaitu bus sedang berkapasitas 30 tempat duduk. Sedangkan trayek cabang akan dilayani dengan angkutan kota berkapasitas 12 tempat duduk. Jenis kendaraan ini harus disesuaikan dengan lebar jalan yang ada. Kota Blitar memiliki ruas-ruas jalan yang cukup lebar. Lebar jalur efektif ruas jalan di Kota Blitar yang paling sempit adalah 3,7 m dan yang paling lebar adalah m. 5.6 Penentuan Waktu Siklus dan Kebutuhan Kendaraan Koridor I Rencana koridor I dengan rute yang dilewati dan jaraknya dapat dilihat pada Tabel 5.12 berikut.

21 50 Tabel 5.12 Rute dan Jarak Koridor I Berangkat Jarak (Km) Pulang Jarak (Km) S.Supriadi Tanjung Jend.Sudirman Mawar A.Yani Merdeka Barat Koridor 1 Merdeka Wilis 6.3 Koridor 1 Mawar Semeru 5.1 Tanjung Anjasmoro Kartini Supriadi Hasil perhitungan analisis waktu siklus dan kebutuhan kendaraan dapat dilihat pada Tabel 5.13 berikut. Tabel 5.13 Usulan Waktu Siklus dan Kebutuhan Kendaraan Koridor I Waktu Panjang Kecepatan Jarak (Km) Tempuh Jarak Rencana (menit) (Km) (Km/Jam) A-B B-A A-B B-A CT ABA (menit) Load Factor Jumlah Rata-rata Kendaraan (%) (K) Koridor I 6,30 5,10 11, ,45 17,65 42, Tabel di atas merupakan perhitungan analisis waktu tempuh pada Koridor I dengan memperhitungkan panjang jarak (A-B-A). Waktu sirkulasi perjalanan dari A ke B kembali ke A adalah sebagai berikut. CT ABA = (T AB + T BA ) + (δ AB + δ BA) + (T TA + T TB ) CT ABA = (19,45+17,65) + (5% x 19,45 +5% x 17,65) +(10%x19,45+10%x17,65) CT ABA = 42,7 menit Jadi waktu tempuh yang diperlukan BRT pada Koridor I dari A ke B dan kembali ke A adalah 42,7 menit. Waktu antar kendaraan: H =

22 51 H = H = 5 menit Jumlah kendaraan yang dibutuhkan adalah: K = K = K = 9 unit Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui waktu tempuh kendaraan Koridor I dengan kecepatan rencana 40 km/jam, waktu sirkulasi selama 42,7 menit dengan headway 5 menit sehingga jumlah kendaraan yang dibutuhkan sebanyak 9 unit kendaraan Koridor II Rencana koridor II dengan rute yang dilewati dan jaraknya dapat dilihat pada Tabel 5.14 berikut. Tabel 5.14 Rute dan Jarak Koridor II Berangkat Pulang Jarak (Km) Kenari Palem Cemara Koridor 2 Cepaka Mawar Pasar Pasar Mawar Cepaka Cemara Palem Kenari 4,3 Hasil perhitungan analisis waktu siklus dan kebutuhan kendaraan dapat dilihat pada Tabel 5.15 berikut.

23 52 Tabel 5.15 Usulan Waktu Siklus dan Kebutuhan Kendaraan Koridor II Waktu Panjang Kecepatan Jarak Tempuh Jarak Rencana (menit) (Km) (Km/Jam) A-B B-A A-B B-A CT ABA (menit) Load Factor Jumlah Rata-rata Kendaraan (%) (K) Koridor II 4,3 4,3 8, ,45 16,45 37, Tabel di atas merupakan perhitungan analisis waktu tempuh pada Koridor II dengan memperhitungkan panjang jarak (A-B-A). Waktu sirkulasi perjalanan dari A ke B kembali ke A adalah sebagai berikut. CT ABA = (T AB + T BA ) + (δ AB + δ BA) + (T TA + T TB ) CT ABA = (16,45+16,45) + (5% x 16,45 +5% x 16,45) +(10%x16,45+10%x16,45) CT ABA = 37,8 menit Jadi waktu tempuh yang diperlukan BRT pada Koridor II dari A ke B dan kembali ke A adalah 37,8 menit. Waktu antar kendaraan: H = H = H = 6 menit Jumlah kendaraan yang dibutuhkan adalah: K = K = K = 6 unit Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui waktu tempuh kendaraan Koridor II dengan kecepatan rencana 40 km/jam, waktu sirkulasi selama 37,8 menit dengan headway 6 menit sehingga jumlah kendaraan yang dibutuhkan sebanyak 6 unit kendaraan.

24 Koridor III Rencana koridor III dengan rute yang dilewati dan jaraknya dapat dilihat pada Tabel 5.16 berikut. Tabel 5.16 Rute dan Jarak Koridor III Koridor 3 Berangkat Jarak (Km) Pulang Jarak (Km) Kenari Mawar Veteran Merdeka barat Merdeka Anggrek Kenanga Mastrip 5,3 Koridor 3 Mastrip Veteran 4,1 Anggrek Kenari Cempaka Mawar Hasil perhitungan analisis waktu siklus dan kebutuhan kendaraan dapat dilihat pada Tabel 5.17 berikut. Tabel 5.17 Usulan Waktu Siklus dan Kebutuhan Kendaraan Koridor III Waktu Panjang Kecepatan Jarak Tempuh Jarak Rencana (menit) (Km) (Km/Jam) A-B B-A A-B B-A CT ABA (menit) Load Factor Jumlah Rata-rata Kendaraan (%) (K) Koridor III 5,3 4,1 9, ,95 16,15 39, Tabel di atas merupakan perhitungan analisis waktu tempuh pada Koridor III dengan memperhitungkan panjang jarak (A-B-A). Waktu sirkulasi perjalanan dari A ke B kembali ke A adalah sebagai berikut. CT ABA = (T AB + T BA ) + (δ AB + δ BA) + (T TA + T TB ) CT ABA = (17,95+16,15) + (5% x 17,95 +5% x 16,15) +(10%x17,95+10%x16,15) CT ABA = 39,2 menit

25 54 Jadi waktu tempuh yang diperlukan BRT pada Koridor III dari A ke B dan kembali ke A adalah 39,2 menit. Waktu antar kendaraan: H = H = H = 8 menit Jumlah kendaraan yang dibutuhkan adalah: K = K = K = 5 unit Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui waktu tempuh kendaraan Koridor III dengan kecepatan rencana 40 km/jam, waktu sirkulasi selama 39,2 menit dengan headway 8 menit sehingga jumlah kendaraan yang dibutuhkan sebanyak 5 unit kendaraan Koridor IV Rencana koridor IV dengan rute yang dilewati dan jaraknya dapat dilihat pada Tabel 5.18 berikut. Tabel 5.18 Rute dan Jarak Koridor IV Berangkat Pulang Jarak (Km) Koridor 4 Imam Bonjol Kalimantan Bali Kenari Kenari Bali Kalimantan Imam Bonjol 5,7 Hasil perhitungan analisis waktu siklus dan kebutuhan kendaraan dapat dilihat pada Tabel 5.19 berikut.

26 55 Tabel 5.19 Usulan Waktu Siklus dan Kebutuhan Kendaraan Koridor IV Waktu Panjang Kecepatan Jarak Tempuh Jarak Rencana (menit) (Km) (Km/Jam) A-B B-A A-B B-A CT ABA (menit) Load Factor Jumlah Rata-rata Kendaraan (%) (K) Koridor IV 5,7 5,7 11, ,55 18,55 42, Tabel di atas merupakan perhitungan analisis waktu tempuh pada Koridor IV dengan memperhitungkan panjang jarak (A-B-A). Waktu sirkulasi perjalanan dari A ke B kembali ke A adalah sebagai berikut. CT ABA = (T AB + T BA ) + (δ AB + δ BA) + (T TA + T TB ) CT ABA = (18,55+18,55) + (5% x 18,55 +10% x 18,55) +(10%x18,55+10%x18,55) CT ABA = 42,7 menit Jadi waktu tempuh yang diperlukan BRT pada Koridor IV dari A ke B dan kembali ke A adalah 42,7 menit. Waktu antar kendaraan: H = H = H = 8 menit Jumlah kendaraan yang dibutuhkan adalah: K = K = K = 5 unit Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui waktu tempuh kendaraan Koridor IV dengan kecepatan rencana 40 km/jam, waktu sirkulasi selama 42,7 menit dengan headway 8 menit sehingga jumlah kendaraan yang dibutuhkan sebanyak 5 unit kendaraan.

27 Analisis Tingkat Pelayanan Bus Rapid Transit (BRT) Tingkat pelayanan BRT yang direncanakan berupa jarak rute (L) dalam kilometer, waktu tempuh (WT) dalam menit, waktu putar (RTT) dalam menit, kecepatan komersial (Vc) dalam km/jam, headway (H) dalam menit dan frekuensi (f) dalam kend/jam. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.20 berikut. Tabel 5.20 Tingkat Pelayanan BRT di Kota Blitar Jarak (Km) Panjang Kecepatan Waktu Tempuh Jarak Rencana (menit) CT ABA Demand K Demand C H F (menit) Potensial (Unit) A-B B-A (Km) (Km/Jam) A-B B-A Koridor ,45 17,65 42, I Koridor ,45 16,45 37, II Koridor ,95 16,15 39, III Koridor ,55 18,55 42,7 151 IV Analisis Kebutuhan Tempat Henti Penentuan kebutuhan tempat henti berdasarkan jarak sesuai dengan SK Dirjen Perhubungan Darat Nomor 271/HK.105/DRJD/96, seperti terlihat pada Tabel 5.21 berikut. Tabel 5.21 Rencana Kebutuhan Tempat Henti Masing-Masing Koridor Koridor Usulan Panjang Jalan (km) Kebutuhan Tempat Henti Rencana Koridor I 11,4 10 Rencana Koridor II 8,6 9 Rencana Koridor III 9,4 10 Rencana Koridor IV 11,4 11 Total Kebutuhan Tempat Henti 40

28 57 Contoh perhitungan penentuan kebutuhan tempat henti adalah sebagai berikut. Koridor II Lokasi : Kota Tata guna lahan : pusat kegiatan padat Standar tempat henti : meter Panjang segmen : 3583 meter Jarak minimal tempat henti dari pesimpangan : 50 meter Farside & Nearside : 50 x 2 = 100 meter Kebutuhan shelter ideal = = = 9 Jadi kebutuhan ideal untuk tempat henti di koridor II adalah 9, hal ini berarti bahwa nilai tersebut tetap disesuaikan dengan tata guna lahan disepanjang ruas jalan tersebut. 5.9 Rencana Pengembangan Jaringan Trayek Cabang Rencana pengembangan jaringan trayek cabang berdasarkan data jumlah volume lalu lintas skala sedang ( smp/jam) yang terdiri dari 4 rute yang dilayani oleh angkutan umum dengan kapasitas ±12 orang adalah seperti dijelaskan pada Tabel 5.22 dan Gambar 5.11 berikut. Tabel 5.22 Rencana Trayek Cabang No Rute Lokasi Rencana Trayek Cabang 1 Rute I Jl. Ciliwung -Jl. Wahidin - Jl. Veteran 2 Rute II Jl. Pattimura - Jl.S.Supriadi - Jl. Borobudur - Jl. Sukarno - Jl. Sudirman -Jl. Mastrip - Jl. Kacapiring 3 Rute III Jl. Ciliwung - Jl. Brantas - Jl. Bengawansolo - Jl. Tanjung - Jl. Jati 4 Rute IV Jl. Merdeka (Pasar) - Jl.Ahmad Yani - Jl. AK.Satsuit Tubun - Jl. Bali - Jl. Veteran - Jl.Melati - Jl.Anggrek - Jl.Merdeka Sumber : Hasil Analisis

29 58 Trayek Cabang 3: Jl. Ciliwung Jl. Brantas Jl. Bengawan solo Jl. Tanjung Jl. Jati Trayek Cabang 1: Jl. Ciliwung Jl. Wahidin Jl. Veteran Trayek Cabang 4: Jl. Merdeka (Pasar) Jl. Ahmad Yani Jl. AK Satsuit Tubun Jl. Bali Jl. Veteran Jl. Melati Jl. Anggrek Trayek Cabang 2: Jl. Pattimura Jl. S.Supriadi Jl.Borubodur Jl. Ir.Soekarno Jl. Sudirman Jl. Mastrip Jl. Kacapiring Gambar 5.11 Rute Trayek Cabang Keseluruhan rute trayek utama dan rute trayek cabang dapat dilihat pada Gambar 5.12 berikut.

30 59 Trayek Cabang 2 Trayek Cabang 1 Trayek Cabang 3 Koridor I Koridor IV Koridor III Koridor II Trayek Cabang 4 Gambar 5.12 Rute Trayek Utama dan Trayek Cabang

WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 73 TAHUN 2004 TENTANG JALUR LALU LINTAS ANGKUTAN KOTA, MOBIL PENUMPANG UMUM, DAN BUS

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BLITAR

PEMERINTAH KOTA BLITAR PEMERINTAH KOTA BLITAR PERATURAN DAERAH KOTA BLITAR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA BLITAR TAHUN 2011 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BLITAR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Indikator pengukuran kinerja jalan perkotaan

Indikator pengukuran kinerja jalan perkotaan Indikator pengukuran kinerja jalan perkotaan (MKJI, 1997 ; Khisty, 1990) Kapasitas (Capacity) Kapasitas adalah arus lalu lintas (stabil) maksimum yang dapat dipertahankan pada kondisi tertentu (geometri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencakup benda hidup dan benda mati dari satu tempat ke tempat lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. mencakup benda hidup dan benda mati dari satu tempat ke tempat lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi adalah proses memindahkan suatu benda hidup mencakup benda hidup dan benda mati dari satu tempat ke tempat lainnya. Kegiatan transportasi ini membutuhkan

Lebih terperinci

BAB III. Landasan Teori Standar Pelayanan Kinerja Angkutan Umum

BAB III. Landasan Teori Standar Pelayanan Kinerja Angkutan Umum BAB III Landasan Teori 3.1. Standar Pelayanan Kinerja Angkutan Umum Untuk mengetahui apakah angkutan umum itu sudah berjalan dengan baik atau belum dapat dievaluasi dengan memakai indikator kendaraan angkutan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kriteria Kinerja Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kenerja dari sistem operasi trasportasi, maka diperlukan beberapa indikator yang dapat dilihat. Indikator tersebut

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dan diatur dalam beberapa peraturan dan undang-undang sebagai berikut :

BAB III LANDASAN TEORI. dan diatur dalam beberapa peraturan dan undang-undang sebagai berikut : BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Peraturan dan Undang-Undang Terkait. Peraturan dan pedoman teknis dari pelayanan trayek angkutan umum dimuat dan diatur dalam beberapa peraturan dan undang-undang sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Angkutan Umum Penumpang (AUP) Angkutan umum penumpang adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar, seperti angkutan kota (bus, mini bus, dsb), kereta

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Standar Kualitas Angkutan Umum Dalam mengoperasikan angkutan penumpang umum, parameter yang menentukan kualitas pelayanan angkutan umum mengacu pada Pedoman Teknis Penyelenggara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Angkutan Umum Untuk mendapatkan pengertian yang lebih mendalam serta guna mendapatkan alternatif pemecahan masalah transportasi perkotaan yang baik, maka

Lebih terperinci

PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti)

PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti) JurusanTeknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada Pertemuan Ke 12 PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti) Mata Kuliah: Pengantar Perencanaan Transportasi Prof. Siti Malkhamah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN START

BAB III METODOLOGI PENELITIAN START BAB III 3.1. Persiapan Persiapan yang dilakukan yaitu pemahaman akan judul yang ada dan perancangan langkah langkah yang akan dilakukan dalam analisa ini. Berikut adalah diagram alir kerangka pikir analisa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek (manusia atau barang) dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi

BAB III LANDASAN TEORI. Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kriteria Kinerja Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi transportasi, maka diperlukan beberapa indikator yang dapat dilihat. Indikator tersebut

Lebih terperinci

A. Indicator Pelayanan Angkutan Umum 18 B. Waktu Antara {Headway) 18 C. Faktor Muat (Loadfactor) 19

A. Indicator Pelayanan Angkutan Umum 18 B. Waktu Antara {Headway) 18 C. Faktor Muat (Loadfactor) 19 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN KEASLIAN SKR1PSI HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISTILAH INTISARI ABSTRACT Halaman i

Lebih terperinci

Penentuan Rute Angkutan Umum Berbasis Transport Network Simulator di Kecamatan Candi dan Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo

Penentuan Rute Angkutan Umum Berbasis Transport Network Simulator di Kecamatan Candi dan Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-224 Penentuan Rute Angkutan Umum Berbasis Transport Network Simulator di Kecamatan Candi dan Kecamatan Sidoarjo Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Aktivitas kota menjadi daya tarik bagi masyarakat sehingga

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Indikator Kinerja Angkutan Umum Angkutan umum dapat dikatakan memiliki kinerja yang baik apabila memenuhi kinerja-kinerja yang distandarkan. Hingga saat ini belum ada standar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Menurut Drs. Ahmad a.k muda dalam kamus saku bahasa Indonesia edisi terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. 2.2 Kinerja Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

ANALISIS DEMAND BUS RAPID TRANSIT PADA MERR SURABAYA

ANALISIS DEMAND BUS RAPID TRANSIT PADA MERR SURABAYA 1 ANALISIS DEMAND BUS RAPID TRANSIT PADA MERR SURABAYA Rizki Amalia Kusuma Wardhani Jurusan Teknik Sipil, FTSP-ITS email: rizzzkiamalia89@gmail.com ABSTRAK Surabaya merupakan salah satu kota metropolitan

Lebih terperinci

PERENCANAAN RUTE ANGKUTAN PEDESAAN SEBAGAI PENGUMPAN (FEEDER) DARI KECAMATAN KALIDAWIR MENUJU KOTA TULUNGAGUNG

PERENCANAAN RUTE ANGKUTAN PEDESAAN SEBAGAI PENGUMPAN (FEEDER) DARI KECAMATAN KALIDAWIR MENUJU KOTA TULUNGAGUNG JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 PERENCANAAN RUTE ANGKUTAN PEDESAAN SEBAGAI PENGUMPAN (FEEDER) DARI KECAMATAN KALIDAWIR MENUJU KOTA TULUNGAGUNG Rizzal Afandi, Ir. Wahju Herijanto, MT Teknik

Lebih terperinci

Ibnu Sholichin Mahasiswa Pasca Sarjana Manajemen Rekayasa Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Ibnu Sholichin Mahasiswa Pasca Sarjana Manajemen Rekayasa Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya EVALUASI PENYEDIAAN ANGKUTAN PENUMPANG UMUM DENGAN MENGGUNAKAN METODE BERDASARKAN SEGMEN TERPADAT, RATA-RATA FAKTOR MUAT DAN BREAK EVEN POINT (Studi Kasus: Trayek Terminal Taman-Terminal Sukodono) Ibnu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebaran spasial tata guna lahan mengakibatkan timbulnya kebutuhan akan pergerakan dari suatu lokasi tata guna lahan dengan lokasi tata guna lahan lainnya. Pesatnya

Lebih terperinci

gerak yang ada, keselamatan, kenyamanan, dan lain-lain.

gerak yang ada, keselamatan, kenyamanan, dan lain-lain. III. LANDASAN TEORI 3.1. Kriteria Kinerja Menurut Hendarto (2001), untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem transportasi, maka diperlukan beberapa indikator yang dapat dilihat. Indikator

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BLITAR

PEMERINTAH KOTA BLITAR PEMERINTAH KOTA BLITAR PERATURAN DAERAH KOTA BLITAR NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN KOTA BLITAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BLITAR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah pergerakan orang dan barang bisa dengan kendaraan bermotor, kendaraan tidak bermotor atau jalan kaki, namun di Indonesia sedikit tempat atau

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA TRAYEK LYN BM SURABAYA JURUSAN BRATANG MENANGGAL DISUSUN OLEH : BIMA PUTRA

EVALUASI KINERJA TRAYEK LYN BM SURABAYA JURUSAN BRATANG MENANGGAL DISUSUN OLEH : BIMA PUTRA TUGAS AKHIR RC 090412 EVALUASI KINERJA TRAYEK LYN BM SURABAYA JURUSAN BRATANG MENANGGAL DISUSUN OLEH : BIMA PUTRA 3109.040.505 PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kinerja Angkutan Umum Perkotaan di Kota Purwokerto khususnya pada jalur B2 yang saya teliti adalah sebagai berikut : 1. Jumlah penumpang diperoleh rata-rata

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DATA. 4.1 Data Ruas Jalan Eksisting dan setelah Underpass. Jalur lalu lintas eksisting dari Jl. Gatot Subroto Barat menuju Jl.

BAB IV DESKRIPSI DATA. 4.1 Data Ruas Jalan Eksisting dan setelah Underpass. Jalur lalu lintas eksisting dari Jl. Gatot Subroto Barat menuju Jl. BAB IV DESKRIPSI DATA 4.1 Data Ruas Jalan Eksisting dan setelah Underpass Jalur lalu lintas eksisting dari Jl. Gatot Subroto Barat menuju Jl. Gatot Subroto Timur melewati ruas-ruas jalan dengan volume

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus ibukota dari Provinsi Jawa Barat yang mempunyai aktifitas Kota

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus ibukota dari Provinsi Jawa Barat yang mempunyai aktifitas Kota Pertumbuhan Ekonomi (%) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kota Bandung dikenal sebagai salah satu wilayah Metropolitan sekaligus ibukota dari Provinsi Jawa Barat yang mempunyai aktifitas

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG KODE WILAYAH TATA KEARSIPAN PEMERINTAH KOTA BLITAR WALIKOTA BLITAR,

WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG KODE WILAYAH TATA KEARSIPAN PEMERINTAH KOTA BLITAR WALIKOTA BLITAR, 1 WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG KODE WILAYAH TATA KEARSIPAN PEMERINTAH KOTA BLITAR WALIKOTA BLITAR, Menimbang : bahwa dengan adanya perubahan dan penambahan Satuan

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN STATUS JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : a. bahwa dengan adanya perkembangan otonomi daerah,

Lebih terperinci

PERENCANAAN ANGKUTAN BUS KORIDOR TERMINAL TAMBAK OSOWILANGUN PERAK KENJERAN SURABAYA

PERENCANAAN ANGKUTAN BUS KORIDOR TERMINAL TAMBAK OSOWILANGUN PERAK KENJERAN SURABAYA PERENCANAAN ANGKUTAN BUS KORIDOR TERMINAL TAMBAK OSOWILANGUN PERAK KENJERAN SURABAYA Satria Adyaksa, Ir. Wahju Herijanto, MT, Istiar, ST. MT. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu,secara umum data yang telah diperoleh dari penelitian

Lebih terperinci

KINERJA ANGKUTAN UMUM OPLET (EKSISTING) DAN URGENSI OPERASIONALISASI ANGKUTAN UMUM BERBASIS BIS YANG MEMENUHI SPM DI KOTA PONTIANAK

KINERJA ANGKUTAN UMUM OPLET (EKSISTING) DAN URGENSI OPERASIONALISASI ANGKUTAN UMUM BERBASIS BIS YANG MEMENUHI SPM DI KOTA PONTIANAK KINERJA ANGKUTAN UMUM OPLET (EKSISTING) DAN URGENSI OPERASIONALISASI ANGKUTAN UMUM BERBASIS BIS YANG MEMENUHI SPM DI KOTA PONTIANAK Said Lecturer Department of Civil Engineering, Faculty of Engineering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Angkutan jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Angkutan jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkutan Angkutan dapat didefenisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Angkutan jalan mendefinisikan

Lebih terperinci

ANALISA KAPASITAS RUAS JALAN DAN SIMPANG UNTUK PERSIAPAN BUS RAPID TRANSIT (BRT) KORIDOR TIMUR - BARAT

ANALISA KAPASITAS RUAS JALAN DAN SIMPANG UNTUK PERSIAPAN BUS RAPID TRANSIT (BRT) KORIDOR TIMUR - BARAT ANALISA KAPASITAS RUAS JALAN DAN SIMPANG UNTUK PERSIAPAN BUS RAPID TRANSIT (BRT) KORIDOR TIMUR - BARAT S U R A B A Y A Oleh : ADITYA PUTRANTONO 3108.100.639 OKTOBER 2010 DEFINISI Bus Rapid Transit (BRT)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI MULAI. Studi Pustaka. Perumusan Masalah dan Tujuan. Persiapan dan Pengumpulan Data

BAB III METODOLOGI MULAI. Studi Pustaka. Perumusan Masalah dan Tujuan. Persiapan dan Pengumpulan Data BAB III METODOLOGI 3.1. Metodologi Pemecahan Masalah Di dalam pemecahan masalah kita harus membuat alur-alur dalam memecahkan masalah sehingga tersusun pemecahan masalah yang sistematis. Berikut ini adalah

Lebih terperinci

DAFTAR SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( SKPD ) KOORDINATOR DAN VERIFIKATOR PENGELOLAAN BELANJA HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL APBD TAHUN ANGGARAN 2017

DAFTAR SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( SKPD ) KOORDINATOR DAN VERIFIKATOR PENGELOLAAN BELANJA HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL APBD TAHUN ANGGARAN 2017 LAMPIRAN : KEPUTUSAN WALIKOTABLITAR NOMOR : 188 / 210 /HK/410.010.2/2017 TANGGAL : 8 Mei 2017 DAFTAR SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( SKPD ) KOORDINATOR DAN VERIFIKATOR PENGELOLAAN BELANJA HIBAH DAN BANTUAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian B. Pembahasan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian B. Pembahasan DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i SURAT PERNYATAAN... ii ABSTRAK... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kriteria Kinerja Angkutan Umum Pelayanan angkutan umum yang sudah memenuhi kinerja yang baik apabila telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh pemerintah. Untuk mengetahui

Lebih terperinci

yang sebenarnya dalam setiap harinya. Faktor muat (loadfactor) sangat dipengaruhi

yang sebenarnya dalam setiap harinya. Faktor muat (loadfactor) sangat dipengaruhi BAB III LANDASAN TEORI A. Faktor Muat (loadfactor) Faktor muat adalah merupakan perbandingan antara kapasitas terjual dan kapasitas yang tersedia untuk suatu perjalanan yang dinyatakan dalam persentase.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Tahap-tahap dalam melakukan sebuah penelitian yang hasil akhirnya berupa

III. METODOLOGI PENELITIAN. Tahap-tahap dalam melakukan sebuah penelitian yang hasil akhirnya berupa 24 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Umum Tahap-tahap dalam melakukan sebuah penelitian yang hasil akhirnya berupa kesimpulan mengenai topik penelitian yang diambil. Dalam penelitian ini diperlukan 2 macam

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA ANGKUTAN UMUM PERDESAAAN KABUPATEN SIDOARJO (Studi Kasus Trayek Sidoarjo - Krian)

ANALISIS KINERJA ANGKUTAN UMUM PERDESAAAN KABUPATEN SIDOARJO (Studi Kasus Trayek Sidoarjo - Krian) ANALISIS KINERJA ANGKUTAN UMUM PERDESAAAN KABUPATEN SIDOARJO (Studi Kasus Sidoarjo - Krian) Risti Kunchayani Akhmad Hasanuddin Sonya Sulistyono Mahasiswa S-1 Teknik Sipil Fak. Teknik Universitas Jember

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Keyword : Trans Metro Bandung, optimum headway, revenue

PENDAHULUAN. Keyword : Trans Metro Bandung, optimum headway, revenue EVALUASI KEBUTUHAN FREKUENSI PELAYANAN BUS TRANS METRO BANDUNG DENGAN MENGKAJI PERMINTAAN JANGKA MENENGAH (10 TAHUN) STUDI KASUS KORIDOR II CICAHEUM CIBEREUM Renita Gutawa Program Studi Rekayasa Transportasi-FTSL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN PADA JALUR B2 DI KOTA PURWOKERTO

EVALUASI KINERJA ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN PADA JALUR B2 DI KOTA PURWOKERTO EVALUASI KINERJA ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN PADA JALUR B2 DI KOTA PURWOKERTO Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : PUJIATNO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan berkembangnya kehidupan masyarakat, maka semakin banyak pergerakan yang dilakukan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Transportasi sudah lama ada dalam perkembangan kehidupan manusia, dari masyarakat kuno sampai pada masyarakat modern saat ini. Aktivitas yang terjadi dalam

Lebih terperinci

STUDI OPERASI WAKTU TEMPUH DAN LOAD FACTOR PADA TIAP HALTE BUSWAY TRANSJAKARTA TRAYEK KOTA BLOK M

STUDI OPERASI WAKTU TEMPUH DAN LOAD FACTOR PADA TIAP HALTE BUSWAY TRANSJAKARTA TRAYEK KOTA BLOK M STUDI OPERASI WAKTU TEMPUH DAN LOAD FACTOR PADA TIAP HALTE BUSWAY TRANSJAKARTA TRAYEK KOTA BLOK M ERWIN WAHAB Nrp 0121100 Pembimbing : Ir. V. Hartanto, M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Manajemen Angkutan Umum Perkotaan

Manajemen Angkutan Umum Perkotaan Manajemen Angkutan Umum Perkotaan Latar Belakang 2 Angkutan Umum sebagai Obat Mujarab Permasahalan Transportasi Perkotaan 1 3 Singapura di Tahun 1970-an 4 2 Singapura Saat Ini 5 Jakarta Tempoe Doeloe 6

Lebih terperinci

KONDISI EKSISTING. Data hasil survei angkot jalur ABG/H

KONDISI EKSISTING. Data hasil survei angkot jalur ABG/H Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum Kota Malang Jalur ABG/H ( Arjosari Borobudur Gadang/Hamid Rusdi ) Arif Rachman Julianto ( 201210340311186 ) Artikel Tugas Sistem Transportasi Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

NO NAMA RUAS JALAN KELAS JALAN WILAYAH KECAMATAN GSP/GSB 232 JL ADAM MALIK ARTERI GADING CEMPAKA 20/ JL P NATADIRJA ARTERI GADING CEMPAKA 20/30

NO NAMA RUAS JALAN KELAS JALAN WILAYAH KECAMATAN GSP/GSB 232 JL ADAM MALIK ARTERI GADING CEMPAKA 20/ JL P NATADIRJA ARTERI GADING CEMPAKA 20/30 232 JL ADAM MALIK ARTERI GADING CEMPAKA 20/30 233 JL P NATADIRJA ARTERI GADING CEMPAKA 20/30 234 JL KAPTEN PIERE TENDEAN ARTERI GADING CEMPAKA 20/30 235 JL BHAKTI HUSADA KOLEKTOR 1 GADING CEMPAKA 15/25

Lebih terperinci

Evaluasi Kinerja Angkutan Umum (Bis) Patas dan Ekonomi Jurusan Surabaya - Malang

Evaluasi Kinerja Angkutan Umum (Bis) Patas dan Ekonomi Jurusan Surabaya - Malang JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Evaluasi Kinerja Angkutan Umum (Bis) Patas dan Ekonomi Jurusan Surabaya - Malang Krishna Varian K, Hera Widyastuti, Ir., M.T.,PhD Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Standar Pelayanan Angkutan Umum Pelayanan angkutan umum dapat dikatakan baik apabila sesuai dengan standar-standar yang telah di keluarkan pemerintah. Pengoperasian angkutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Lalu Lintas Jalan R.A Kartini Jalan R.A Kartini adalah jalan satu arah di wilayah Bandar Lampung yang berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN FASILITAS PARKIR PADA KAWASAN TERTIB LALU LINTAS WILAYAH KOTA DAN PENGGUNAAN JALUR KHUSUS SEPEDA DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dari analisis yang dilakukan oleh penulis, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja bus Transjogja adalah sebagai berikut: 1. Rute perjalanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan ibu kota Provinsi Lampung, selain itu

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan ibu kota Provinsi Lampung, selain itu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandar Lampung merupakan ibu kota Provinsi Lampung, selain itu merupakan pusat kegiatan pemerintah, sosial politik, pendidikan dan kebudayaan, kota ini juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Menurut Munawar, Ahmad (2005), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaran. Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Angkutan Umum Angkutan Umum dapat didefinisikan sebagai pemindahan manusia dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Kendaraan umum adalah setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum, angkutan dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN. 4.1 Analisis Obyek Rancangan Terhadap Kondisi Eksisting

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN. 4.1 Analisis Obyek Rancangan Terhadap Kondisi Eksisting BAB IV ANALISIS PERANCANGAN 4.1 Analisis Obyek Rancangan Terhadap Kondisi Eksisting Terdapat beberapa hal yang benar-benar harus diperhatikan dalam analisis obyek perancangan terhadap kondisi eksisting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Umum Angkutan adalah sarana untuk memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang menjangkau berbagai tempat

Lebih terperinci

Perencanaan Trase Tram Sebagai Moda Transportasi Terintegrasi Untuk Surabaya Pusat

Perencanaan Trase Tram Sebagai Moda Transportasi Terintegrasi Untuk Surabaya Pusat Perencanaan Trase Tram Sebagai Moda Transportasi Terintegrasi Untuk Surabaya Pusat Ryan Faza Prasetyo, Ir. Wahyu Herijanto, MT Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Semarang sebagai ibukota propinsi di Jawa Tengah mempunyai banyak potensi yang bisa dikembangkan. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, maka terjadi

Lebih terperinci

PERENCANAAN ANGKUTAN BUS KORIDOR SURABAYA SIDOARJO ( LEWAT JALAN AHMAD YANI)

PERENCANAAN ANGKUTAN BUS KORIDOR SURABAYA SIDOARJO ( LEWAT JALAN AHMAD YANI) 1 PERENCANAAN ANGKUTAN BUS KORIDOR SURABAYA SIDOARJO ( LEWAT JALAN AHMAD YANI) Danang Idetyawan, Ir Hera Widyastuti, MT.PhD, Istiar, ST. MT. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Peta Rute MPU CN

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Peta Rute MPU CN BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Studi Mobil Penumpang Umum trayek Caruban Ngawi (MPU CN) ini menghubungkan Kota Caruban dan Kota Ngawi. Panjang rute Caruban Ngawi 35 km dan rute arah Ngawi - Caruban 33 km

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi yang semakin cepat

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi yang semakin cepat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi yang semakin cepat dewasa ini menjadikan transportasi merupakan suatu sarana dan prasarana yang memegang peranan penting

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. trayek Solo-Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. trayek Solo-Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut: BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data maka, kinerja bus AKAP trayek Solo-Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. bus AKAP trayek Solo-Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB III. tahapan penelitian yang dilakukan sebagai pendekatan permasalahan yang ada. MULAI SURVEY

BAB III. tahapan penelitian yang dilakukan sebagai pendekatan permasalahan yang ada. MULAI SURVEY BAB III METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Bagan Alir Penelitian Agar penelitian lebih sistematis maka pada bab ini dijelaskan mengenai tahapan penelitian yang dilakukan sebagai pendekatan permasalahan yang ada.

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN BRT (BUS RAPID TRANSIT) DENGAN PEMBANGUNAN BUSLANE PARSIAL PADA KORIDOR UTARA-SELATAN KOTA SURABAYA

ANALISIS PENERAPAN BRT (BUS RAPID TRANSIT) DENGAN PEMBANGUNAN BUSLANE PARSIAL PADA KORIDOR UTARA-SELATAN KOTA SURABAYA ANALISIS PENERAPAN BRT (BUS RAPID TRANSIT) DENGAN PEMBANGUNAN BUSLANE PARSIAL PADA KORIDOR UTARA-SELATAN KOTA SURABAYA Fitra Hapsari dan Wahju Herijanto Manajemen dan Rekayasa Transportasi Fakultas Teknik

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR ANALISA KEBUTUHAN ANGKUTAN BUS JURUSAN SEMARANG SUKOREJO. Disusun oleh : Semarang, November 2006 Disetujui :

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR ANALISA KEBUTUHAN ANGKUTAN BUS JURUSAN SEMARANG SUKOREJO. Disusun oleh : Semarang, November 2006 Disetujui : LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR ANALISA KEBUTUHAN ANGKUTAN BUS JURUSAN SEMARANG SUKOREJO (Analyses of Public Transport demand for Semarang Sukorejo) Disusun oleh : NOVEL ZAROCHIM IRKHAM L2A300118 L2A300170

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga meningkat bahkan melebihi kapasitas sarana dan prasarana transportasi yang

BAB I PENDAHULUAN. juga meningkat bahkan melebihi kapasitas sarana dan prasarana transportasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, pemenuhan kebutuhan hidup harus melaksanakan aktivitas yang tidak hanya dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat kuno sampai pada masyarakat modern saat ini. Aktivitas yang

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat kuno sampai pada masyarakat modern saat ini. Aktivitas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Transportasi sudah lama ada dalam perkembangan kehidupan manusia, dari masyarakat kuno sampai pada masyarakat modern saat ini. Aktivitas yang terjadi dalam kehidupan

Lebih terperinci

PENGARUH PROPORSI ANGKUTAN UMUM TERHADAP KINERJA RUAS JALAN DI KOTA MALANG

PENGARUH PROPORSI ANGKUTAN UMUM TERHADAP KINERJA RUAS JALAN DI KOTA MALANG PENGARUH PROPORSI ANGKUTAN UMUM TERHADAP KINERJA RUAS JALAN DI KOTA MALANG Sabrina Handayani H *1, Harnen Sulistio 2, Achmad Wicaksono 2 1 Mahasiswa / Program Magister / Jurusan Teknik Sipil / Fakultas

Lebih terperinci

Pertemuan Kelima Prodi S1 TS DTSL FT UGM

Pertemuan Kelima Prodi S1 TS DTSL FT UGM Pertemuan Kelima Prodi S1 TS DTSL FT UGM 1 Karakteristik Angkutan Umum Permintaan akan angkutan umum tersebar dalam waktu dan tempat Keinginan penumpang: a. Pencapaian mudah/jalan kaki tidak jauh b. Waktu

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 23 TAHUN TENTANG JARINGAN TRAYEK PERKOTAAN REGULER

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 23 TAHUN TENTANG JARINGAN TRAYEK PERKOTAAN REGULER SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 23 TAHUN 2014. TENTANG JARINGAN TRAYEK PERKOTAAN REGULER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

EVALUASI PERMINTAAN DAN PENYEDIAAN (DEMAND AND SUPPLY) ARMADA ANGKUTAN UMUM DI KOTA MALANG (STUDI KASUS : ANGKUTAN UMUM JALUR AG ARJOSARI-GADANG)

EVALUASI PERMINTAAN DAN PENYEDIAAN (DEMAND AND SUPPLY) ARMADA ANGKUTAN UMUM DI KOTA MALANG (STUDI KASUS : ANGKUTAN UMUM JALUR AG ARJOSARI-GADANG) EVALUASI PERMINTAAN DAN PENYEDIAAN (DEMAND AND SUPPLY) ARMADA ANGKUTAN UMUM DI KOTA MALANG (STUDI KASUS : ANGKUTAN UMUM JALUR AG ARJOSARI-GADANG) SKRIPSI Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang

Lebih terperinci

MAHASISWA : DANANG IDETYAWAN DOSEN PEMBIMBING: IR HERA WIDIYASTUTI, MT.PHD ISTIAR, ST.MT

MAHASISWA : DANANG IDETYAWAN DOSEN PEMBIMBING: IR HERA WIDIYASTUTI, MT.PHD ISTIAR, ST.MT MAHASISWA : DANANG IDETYAWAN 3112105030 DOSEN PEMBIMBING: IR HERA WIDIYASTUTI, MT.PHD ISTIAR, ST.MT Terjadinya keruetan lalu lintas yang terjadi pada saat pengambilan penumpang. Adanya 3 jenis moda. Rebutan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengamatan Lapangan. Operasional Bus Damri Trayek Perumnas Banyumanik - Johar. Pengumpulan Data

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengamatan Lapangan. Operasional Bus Damri Trayek Perumnas Banyumanik - Johar. Pengumpulan Data 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1. Bagan Alir Penelitian Pengamatan Lapangan Studi Pustaka Operasional Bus Damri Trayek Perumnas Banyumanik - Johar Pengumpulan Data Data Primer 1. Load Factor 2. Waktu

Lebih terperinci

4 BAB IV KONDISI WILAYAH DAN SISTEM TRANSPORTASI SAAT INI

4 BAB IV KONDISI WILAYAH DAN SISTEM TRANSPORTASI SAAT INI 4 BAB IV KONDISI WILAYAH DAN SISTEM TRANSPORTASI SAAT INI 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Kabupaten Nagekeo terletak di antara 8 0 26 00 8 0 64 40 Lintang Selatan dan 121 0 6 20 121 0 32 00 Bujur Timur. Bagian

Lebih terperinci

PENELITIAN MODEL ANGKUTAN MASSAL YANG COCOK DI DAERAH PERKOTAAN. Balitbang bekerjasama dengan PT Karsa Haryamulya Jl.Imam Bonjol 190 Semarang

PENELITIAN MODEL ANGKUTAN MASSAL YANG COCOK DI DAERAH PERKOTAAN. Balitbang bekerjasama dengan PT Karsa Haryamulya Jl.Imam Bonjol 190 Semarang PENELITIAN MODEL ANGKUTAN MASSAL YANG COCOK DI DAERAH PERKOTAAN Balitbang bekerjasama dengan PT Karsa Haryamulya Jl.Imam Bonjol 190 Semarang RINGKASAN Pendahuluan Berdasarkan kebijakan Pemerintah Pusat,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Menurut Munawar, A. (2005), angkutan didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Undang-undang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk

BAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Konsep 3.1.1. Konsep partisipasi Kegiatan Perencanaan Angkutan Pemadu Moda New Yogyakarta International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk masyarakat

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA BUS EKONOMI ANGKUTAN KOTA DALAM PROVINSI (AKDP) TRAYEK PADANG BUKITTINGGI

EVALUASI KINERJA BUS EKONOMI ANGKUTAN KOTA DALAM PROVINSI (AKDP) TRAYEK PADANG BUKITTINGGI EVALUASI KINERJA BUS EKONOMI ANGKUTAN KOTA DALAM PROVINSI (AKDP) TRAYEK PADANG BUKITTINGGI Helga Yermadona Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat ABSTRAK Penelitian mengenai evaluasi

Lebih terperinci

Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember ANALISA KAPASITAS RUAS JALAN DAN SIMPANG UNTUK PERSIAPAN BUS RAPID TRANSIT (BRT) KORIDOR TIMUR - BARAT SURABAYA (STUDI KASUS JL.KERTAJAYA INDAH S/D JL.KERTAJAYA) Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan mempergunakan satu sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan mempergunakan satu sistem BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Transportasi didefenisikan sebagai proses pergerakan atau perpindahan orang dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan mempergunakan satu sistem tertentu

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISIS. yang telah ditentukan Kementerian Perhubungan yang intinya dipengaruhi oleh

BAB IV DATA DAN ANALISIS. yang telah ditentukan Kementerian Perhubungan yang intinya dipengaruhi oleh BAB IV DATA DAN ANALISIS Indikator indikator pelayanan yang diidentifikasi sesuai dengan standar yang telah ditentukan Kementerian Perhubungan yang intinya dipengaruhi oleh waktu waktu sibuk pada jaringan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN MULAI STUDI PUSTAKA OBSERVASI AWAL PROPOSAL DI SETUJUI PELAKSANAAN SURVEI DAN PENGUMPULAN DATA

BAB IV METODE PENELITIAN MULAI STUDI PUSTAKA OBSERVASI AWAL PROPOSAL DI SETUJUI PELAKSANAAN SURVEI DAN PENGUMPULAN DATA BAB IV METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian MULAI STUDI PUSTAKA OBSERVASI AWAL PROPOSAL DI SETUJUI PELAKSANAAN SURVEI DAN PENGUMPULAN DATA DATA SEKUNDER : DATA PRIMER : Standar Operasional Pelayanan

Lebih terperinci

Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta

Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta J.D.ANSUSANTO 1* dan G.L.GESONG 2 1,2 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Babarsari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemecahan Masalah Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik diperlukan urutan langkah penelitian yang terstruktur. Adapun langkah-langkah dalam pemecahan masalah

Lebih terperinci

LAMPIRAN Kajian Kebijakan Standar Pelayanan Angkutan Umum di Indonesia (Menurut SK. Dirjen 687/2002)

LAMPIRAN Kajian Kebijakan Standar Pelayanan Angkutan Umum di Indonesia (Menurut SK. Dirjen 687/2002) LAMPIRAN Kajian Kebijakan Standar Pelayanan Angkutan Umum di Indonesia (Menurut SK. Dirjen 687/2002) 1. Prasyarat Umum : a) Waktu tunggu rata-rata 5-10 menit dan maksimum 10-20 menit. b) Jarak pencapaian

Lebih terperinci

STUDI EFEKTIFITAS PELAYANAN ANGKUTAN KOTA JURUSAN ABDUL MUIS DAGO

STUDI EFEKTIFITAS PELAYANAN ANGKUTAN KOTA JURUSAN ABDUL MUIS DAGO STUDI EFEKTIFITAS PELAYANAN ANGKUTAN KOTA JURUSAN ABDUL MUIS DAGO Astrid Fermilasari NRP : 0021060 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. transportasi sehingga bertambah pula intensitas pergerakan lalu lintas kota.

I. PENDAHULUAN. transportasi sehingga bertambah pula intensitas pergerakan lalu lintas kota. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sejarah perkembangan manusia terhadap perkembangan kota dapat kita lihat bahwa manusia selalu berhasrat untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lain guna mendapatkan

Lebih terperinci

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) UNTUK PEMODELAN JALUR BUS TRANS MALANG. Kata kunci: SIG, pemodelan, jalur bus, Trans Malang

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) UNTUK PEMODELAN JALUR BUS TRANS MALANG. Kata kunci: SIG, pemodelan, jalur bus, Trans Malang APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) UNTUK PEMODELAN JALUR BUS TRANS MALANG Randhiki Gusti Perdana Jurusan Geografi, Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

Tugas Akhir Evaluasi Fungsi Halte Sebagai Tempat Henti Angkutan Umum BAB V PENUTUP

Tugas Akhir Evaluasi Fungsi Halte Sebagai Tempat Henti Angkutan Umum BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP V.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil analisa evaluasi fungsi halte sebagai angkutan umum sepanjang rute Terboyo Pudakpayung adalah sebagai berikut : V.1.1 Data Sekunder

Lebih terperinci

Kajian Reaktivasi Trayek Angkutan Kota di Kabupaten Subang

Kajian Reaktivasi Trayek Angkutan Kota di Kabupaten Subang Kajian Reaktivasi Trayek Angkutan Kota di Kabupaten Subang Adi Subandi, ST. MT. 1 Sugeng Sutikno, ST. MT. 2 Riki Kristian Adi Candra 3 ABSTRAK Di Kabupaten Subang ada beberapa kawasan yang tidak terlayani

Lebih terperinci