BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN"

Transkripsi

1 33 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka konsep Kegagalan pada endodonti dapat disebabkan oleh terjadinya ekstrusi debris dan larutan irigasi pada saat tindakan irigasi. Debris yang ekstrusi dapat mengandung mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi sekunder sedangkan larutan irigasi dengan toksisitas tinggi dapat menyebabkab iritasi dan inflamasi yang parah. Ekstrusi debris dan larutan dapat terjadi karena adanya tekanan balik dari apikal gigi saat cairan irigasi dialirkan pada saat tindakan irigasi saluran akar. Banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ekstrusi bahan irigasi, yaitu kecepatan aliran, tekanan jarum irigasi, jarak penetrasi jarum dalam saluran akar, teknik instrumentasi yang digunakan, serta larutan irigasi itu sendiri. Berdasarkan penelitian terdahulu, teknik irigasi konvensional spuit dan jarum irigasi masih sering digunakan oleh para klinisi. Namun teknik ini memberi kemungkinan ekstrusi debris lebih tinggi. Beberapa modifikasi telah dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya ekstrusi debris dan meningkatkan pembersihan saluran akar. Menurut penelitian, jarum irigasi yang aman digunakan adalah ukuran 28G dan 30G dengan penetrasi jarum 1-3 mm dari panjang kerja. Penetrasi jarum yang terlalu jauh dari panjang kerja tidak dapat membersihkan 1/3 apikal saluran akar dengan baik. Namun, semakin dekat ke foramen apikal, jumlah vortex yang terbentuk semakin berkurang sehingga ekstrusi debris dan bahan irigasi meningkat. Bahan irigasi yang digunakan saat pembersihan saluran akar ternyata mempengaruhi jumlah debris yang ekstrusi saat tindakan irigasi. Berdasarkan penelitian sebelumnya, NaOCl 5,25% menghasilkan jumlah ekstrusi debris yang paling tinggi, diikuti oleh NaOCl 2,5% dan terakhir CHX dengan jumlah terkecil. Kemampuan bahan tersebut melarutkan jaringan dapat memberi pengaruh terhadap debris dan smear layer yang terbentuk saat proses instrumentasi dan kemampuan

2 34 larutan untuk mengangkat debris dan smear layer tersebut dapat mempengaruhi jumlah debris dan smear layer yang ekstrusi. Larutan irigasi sodium hipoklorit 2,5% mengandung ion klorin dan memiliki tiga mekanisme yaitu reaksi saponifikasi yang dapat melarutkan jaringan organik, reaksi netralisasi dan kloraminasi yang dapat membunuh mikroorganisme (antimikrobial). Larutan ini memiliki spektrum antibakteri paling baik, mampu menginaktifkan endotoksin, dan tidak seperti larutan lainnya, sodium hipoklorit mampu melarutkan jaringan nekrotik dan mengangkat komponen organik smear layer. Akan tetapi, NaOCl memiliki toksisitas yang dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi yang parah di sekitar jaringan bila terjadi ekstrusi bahan saat tindakan irigasi. Larutan ini mampu merusak dan menekan jaringan periapikal, bersifat korosif, dan menyebabkan reaksi alergi. Dalam penelitian ini, dilakukan pembuatan bahan irigasi alternatif dari kitosan blangkas molekul tinggi (Tachypleus gigas) yang dilarutkan dalam asam asetat 1% sehingga didapat konsentrasi larutan kitosan konsentrasi 0,1% dan 0,2% (ph ±3). Kitosan molekul tinggi dari kulit blangkas memiliki glukosamin yang dipercaya berperan dalam mekanisme antimikrobialnya membunuh mikroba dan chelating agent untuk melarutkan jaringan anorganik dan mengangkat smear layer selama irigasi. Dengan penggunaan bahan irigasi alternatif ini pada tindakan irigasi saluran akar, diharapkan ekstrusi debris yang dihasilkan lebih sedikit bila dibandingkan dengan bahan irigasi NaOCl. Hal ini disebabkan oleh adanya gugus amina yang mampu melarutkan dan mengikat ion Ca2+ yang terdapat dalam smear layer anorganik sehingga terdegradasi. 3.2 Hipotesis penelitian Dari uraian di atas, maka diambil suatu hipotesis bahwa ada perbedaan jumlah debris yang ekstrusi dari foramen apikal antara bahan irigasi alternatif kitosan blangkas molekul tinggi 0,1% dan 0,2% dengan NaOCl 2,5%.

3 35 Kerangka Konsep Bahan irigasi Sodium hipoklorit (NaOCl) Kitosan blangkas molekul tinggi Ion klorin Glukosamin Mampu melarutkan jaringan organik Mampu melarutkan smear layer anorganik Konsentrasi 2,5%? Konsentrasi 0,1% Konsentrasi 0,2% Jumlah Ekstrusi Debris pada Tindakan Irigasi

4 36 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian : Eksperimental laboratorium Rancangan penelitian : Desain posttest only control group 4.2 Tempat dan Waktu Tempat : 1. Departemen Ilmu Konservasi Gigi FKG USU 2. Laboratorium Kimia FMIPA USU Waktu : 10 bulan (Juli 2012 s.d. April 2013) 4.3 Sampel Penelitian dan Kriteria Sampel Sampel pada penelitian ini adalah gigi-gigi premolar bawah yang dicabut untuk keperluan ortodonti dengan kriteria seperti berikut : 1. Akar utuh dan relatif lurus 2. Hanya memiliki satu saluran akar dan satu foramen apikal 3. Mahkota utuh dan tidak ada karies 4. Akar dan foramen apikal telah terbentuk sempurna 5. Memiliki diameter dan panjang kerja gigi yang hampir sama untuk semua kelompok penelitian (panjang kerja = mm) 6. Tidak ada kalsifikasi saluran akar 4.4 Besar Sampel Perhitungan besar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Federer: (t 1) (r 1) > 15

5 37 Keterangan : t = banyaknya kelompok perlakuan (6) r = jumlah replikasi (t-1) (r-1) > 15 (6-1) (r-1) > 15 5 (r-1) > 15 r-1 > 3,5 r > 4,5 Besar sampel untuk masing-masing kelompok menurut perhitungan di atas adalah 7 (tujuh). Penelitian ini membagi kelompok perlakuan menjadi 6 kelompok, yaitu: 1. Kelompok I : 7 sampel gigi yang diirigasi dengan larutan kitosan molekul tinggi 0,1%. 2. Kelompok II : 7 sampel gigi yang diirigasi dengan larutan kitosan molekul tinggi 0,2%. 3. Kelompok III : 7 sampel gigi yang diirigasi dengan larutan NaOCl 2,5% + kitosan molekul tinggi 0,1%. 4. Kelompok IV : 7 sampel gigi yang diirigasi dengan larutan NaOCl 2,5% + kitosan molekul tinggi 0,2%. 5. Kelompok V : 7 sampel gigi yang diirigasi dengan larutan NaOCl 2,5%. 6. Kelompok VI : 7 sampel gigi yang diirigasi dengan larutan EDTA 17% + NaOCl 2,5%.

6 Identifikasi Variabel Penelitian Variabel bebas Bahan irigasi alternatif kitosan molekul tinggi dari kulit blangkas konsentrasi 0,1% dan 0,2% Bahan irigasi NaOCl 2,5% Variabel tergantung - Jumlah debris yang ekstrusi (dalam satuan berat miligram) Variabel terkendali Gigi premolar bawah bersaluran akar tunggal sesuai kriteria inklusi Panjang kerja gigi (20-23 mm) Teknik preparasi saluran akar hybrid dengan rotary instrument Protaper Jumlah file yang digunakan (5file: S1, S2, F1, F2 dan F3) dengan MAF (F3) Ukuran tapering saluran akar (6%) Desain ujung jarum one side-vented Ukuran jarum 30G Tekanan spuit saat irigasi 150kPa dengan kecepatan aliran 0,22ml/dtk dan waktu 25 detik menggunakan alat ukur pressure gauge dan stopwatch Penggantian cairan irigasi selama instrumentasi (4x) Jumlah bahan irigasi yang digunakan 3ml/penggantian file = 12ml Jumlah bahan irigasi sebagai final rinsing (5ml) Variabel tidak terkendali Variasi anatomi internal saluran akar gigi; diameter awal saluran akar, bentuk orifisi, ukuran foramen apikal, apikal konstriksi Jarak waktu pencabutan dengan perlakuan yang diberikan Kelengkungan akar Pembentukan smear layer saat instrumentasi Instrumentasi disebabkan perubahan letak rubber stop

7 Variabel bebas a. Bahan irigasi alternatif kitosan molekul tinggi dari kulit blangkas konsentrasi 0,1% dan 0,2%. b. Bahan irigasi NaOCl 2,5% Variabel tergantung a. Jumlah debris yang ekstrusi melewati foramen apikal selama proses cleaning & shaping dengan instrumentasi dan irigasi saluran akar dalam satuan berat miligram Variabel terkendali a. Gigi premolar bawah bersaluran akar tunggal dengan kriteria inklusi b. Panjang kerja gigi (20-23 mm) c. Teknik preparasi saluran akar hybrid dengan rotary instrument Protaper d. Jumlah file yang digunakan (5 file: S1, S2, FI, F2 dan F3) e. Ukuran MAF (F3) f. Ukuran tapering saluran akar (6%) g. Desain ujung jarum, yaitu one side-vented h. Ukuran jarum 30G i. Tekanan spuit saat irigasi 150kPa dengan kecepatan aliran 0,22ml/dtk dan waktu 25 detik menggunakan alat ukur pressure gauge dan stopwatch j. Penggantian cairan irigasi (4x) k. Jumlah bahan irigasi yang digunakan 3ml/penggantian file = 12ml l. Jumlah bahan irigasi pada awal irigasi 5ml dan final rinsing 5ml Variabel tidak terkendali a. Variasi anatomi internal saluran akar gigi b. Diameter awal saluran akar c. Bentuk orifisi d. Ukuran foramen apikal dan apikal konstriksi

8 40 e. Jarak waktu pencabutan dengan perlakuan yang diberikan f. Kelengkungan akar g. Pembentukan smear layer saat instrumentasi h. Instrumentasi disebabkan perubahan letak rubber stop

9 Definisi Operasional NO VARIABEL BEBAS 1 Larutan kitosan molekul tinggi dari kulit blangkas 0,1% dan 0,2% 2 Larutan irigasi NaOCl 2,5% DEFINISI OPERASIONAL Bahan irigasi alernatif yang terbuat dari bubuk kitosan blangkas yang dilarutkan dalam larutan asam asetat 1% Bahan irigasi perawatan saluran akar yang sering digunakan, dibuat dari pengenceran Bayclin 5,25% menggunakan aquadest CARA UKUR Menimbang berat bubuk kitosan untuk dilarutkan dalam 100ml asam asetat 1% Menghitung volume NaOCl dengan rumus : C 1 x V 1 = C 2 x V 2 ALAT UKUR SATUAN UKUR SKALA UKUR Neraca gram dan Rasio analitik mililiter dan labu ukur Labu ukur mililiter Rasio NO VARIABEL TERGANTUNG 1 Jumlah debris yang ekstrusi DEFINISI OPERASIONAL Jumlah debris yang ekstrusi selama proses cleaning & shaping saluran akar dengan instrumentasi dan irigasi. HASIL UKUR Menimbang tabung eppendorf yang berisi ekstrusi debris ALAT UKUR Neraca analitik SATUAN UKUR miligram SKALA UKUR Rasio

10 Alat dan Bahan Penelitian Alat penelitian Labu ukur (Pyrex, USA) Beaker glass (Pyrex, USA) Magnetic stirrer (Ganz, Germany) Spuit 10 ml (York, USA) Jarum irigasi berbentuk one side-vented ukuran 27 G dan 30G (Max-iprobe, Dentsply, USA) Gambar 14. Jarum irigasi one sided-vented 30G (Max-i probe, Dentsply, USA) Diamond bur (Carlo, Italy) Micromotor (Marathon, China) Handpiece contra-angle (NSK, Japan) Gambar 15. Micromotor dan Handpiece contra-angle (Marathon, China) Ni-ti rotary instrument Protaper 6% (Dentsply, Swiss)

11 43 Endomotor (VDW, Germany) Gambar 16. Endomotor (VDW, Germany) Neraca analitik elektronik (Sartorius, Japan) Light cure (Runyes, China) A B Gambar 17. (a) Neraca analitik elektronik, (b) Light cure (Runyes, China) & flowable resin (Madenta, Germany) Pressure gauge (Oxford, China) A B Gambar 18. (a) Tabung eppendorf, (b) Pressure gauge (Oxford, China)

12 44 Pipa berdiameter kecil Tabung eppendorf Tabung vial Penggaris logam Bahan penelitian Lautan kitosan blangkas (Tachypleus gigas) molekul tinggi Larutan NaOCl 2,5% (Bayclin, Indonesia) Carboxymethil Cellulose (CMC) Emulsifier Gigi premolar mandibular Flowable Resin Komposit (Megadenta, Germany) Aquadest Larutan saline 4.8 Prosedur Penelitian Persiapan sampel Sampel penelitian berjumlah 42 buah premolar mandibula yang dicabut untuk keperluan perawatan ortodonti dan sesuai dengan kriteria inklusi. Sampel gigi dibersihkan dari jaringan dan kotoran yang melekat. Untuk memiliki panjang kerja yang hampir sama dan sesuai kriteria inklusi, seluruh sampel gigi diukur panjangnya dan kemudian sampel gigi direndamkan di larutan saline sebelum diberi perlakuan Perhitungan dan Pengenceran larutan NaOCl Pada penelitian ini, jumlah NaOCl yang diberikan berbeda-beda sesuai dengan kelompok perlakuannya, dimana bila NaOCl diberikan saat irigasi awal 5ml, pada setiap pergantian kelompok 3 ml (empat kali pergantian file) dan irigasi akhir 5ml. Kelompok I dan II tidak membutuhkan larutan NaOCl 2,5%. Kelompok III (N=7) dan IV (N=7) menggunakan larutan NaOCl 2,5% pada irigasi awal dan pada

13 45 setiap pergantian file sehingga membutuhkan larutan NaOCl 2,5% sebanyak 17 ml pada setiap sampel. Kelompok V (N=7) menggunakan NaOCl 2,5% pada seluruh tindakan irigasi saluran akar sehingga membutuhkan 22 ml larutan pada setiap sampel. Kelompok VI (N=7) menggunakan NaOCl 2,5% hanya pada irigasi akhir sehingga membutuhkan 5ml larutan pada setiap sampel. Maka total larutan NaOCl 2,5% yang dibutuhkan adalah 427 ml. Perhitungan larutan dapat dilihat pada Tabel 1. Larutan NaOCl 2,5% disediakan dengan mengencerkan larutan NaOCl 5,25% karena hanya terdapat larutan NaOCl 5,25% di pasaran. Untuk mempermudah pengenceran dilakukan pembulatan, yaitu 630ml. Pengenceran dilakukan dengan rumus sebagai berikut: C 1 V 1 = C 2 V 2 Keterangan : C 1 = Konsentrasi sebelum diencerkan C 2 =Konsentrasi sesudah diencerkan V 1 = Volume larutan sebelum diencerkan V 2 = Volume larutan sesudah diencerkan Dengan diketahuinya C 1, C 2 dan V 1, yaitu 5,25%, 2,5% dan 250ml, volume larutan sesudah diencerkan dapat dihitung, yaitu 525 ml. Maka, 275 ml aquadest yang harus ditambahkan ke 250 ml larutan NaOCl 5,25% agar didapat NaOCl 2,5%. Gambar 19. Pengenceran NaOCl 5,25%

14 46 Tabel 1. PERHITUNGAN LARUTAN NaOCl 2,5% Kelompok Jumlah Tindakan Irigasi Total Total sampel Awal -> S1 S1 -> S2 S2 -> F1 F1 -> F2 F2 -> F3 Akhir /sampel /kelompok I II III 7 5 ml 3 ml 3 ml 3 ml 3 ml - 17 ml 119 ml IV 7 5 ml 3 ml 3 ml 3 ml 3 ml - 17 ml 119 ml V 7 5 ml 3 ml 3 ml 3 ml 3 ml 5 ml 22 ml 154 ml VI ml 5 ml 35 ml Total 427 ml

15 Pembuatan larutan kitosan Larutan kitosan 0,1% dibuat dengan melarutkan bubuk kitosan blangkas molekul tinggi (DD 84,20% dan berat molekul Mv) sebanyak 0,1 gram (ditimbang dengan neraca analitik) dalam 100ml asam asetat 1% diaduk hingga homogen dengan magnetic stirrer selama 2 jam. Kemudian dilakukan penambahan bahan pengemulsi Carboxymetil Celulose (CMC) untuk mempertahankan konsistensinya dan larutan diaduk kembali hingga homogen. Pembuatan larutan kitosan 0,2% menggunakan bubuk kitosan 0,2 gram dalam 100ml asam asetat 1% dengan cara yang sama. Larutan kitosan kemudian disimpan dalam suhu kamar. Pada penelitian ini, jumlah larutan kitosan yang dibutuhkan berbeda-beda, dimana bila kitosan digunakan pada irigasi awal 5ml, pada setiap pergantian kelompok 3 ml (empat kali pergantian file) dan irigasi akhir 5ml. Kelompok I (N=7) menggunakan larutan kitosan 0,1% pada keseluruhan tindakan irigasi sehingga membutuhkan 22ml larutan setiap sampelnya. Kelompok III menggunakan kitosan 0,1% hanya pada irigasi akhir sehingga membutuhkan kitosan sebanyak 5ml pada setiap sampel. Kelompok II, IV, V dan VI tidak menggunakan kitosan 0,1%. Maka total larutan kitosan 0,1% yang dibutuhkan adalah 189 ml. Perhitungan larutan dapat dilihat pada Tabel 2. Untuk kitosan 0,2%, hanya digunakan pada kelompok II dan IV. Kelompok II (N=7) menggunakan larutan kitosan 0,2% pada keseluruhan tindakan irigasi sehingga membutuhkan 22ml larutan setiap sampelnya. Kelompok IV menggunakan kitosan 0,2% hanya pada irigasi akhir sehingga membutuhkan kitosan sebanyak 5ml pada setiap sampel. Maka total larutan kitosan 0,2% yang dibutuhkan adalah 189 ml. Perhitungan kedua larutan dapat dilihat pada Tabel 3.

16 Gambar 20. Alur pembuatan larutan kitosan. (A) Larutan asam asetat 1%. (B) Kitosan blangkas molekul tinggi. (C) Carboxymethyl cellulose. (D) Timbang kitosan pada neraca analitik sebanyak 0,1 gram dan 0,2 gram. (E) Masukkan pada labu ukur, tambahkan larutan asam asetat 1% sebanyak 100ml pada masing-masing labu ukur. (F) Aduk larutan menggunakan magnetic stirrer hingga homogen. (G) Tambahkan CMC. (H) Aduk kembali hingga homogen. (I) Larutan kitosan blangkas molekul tinggi konsentrasi 0,1%. (J) Larutan kitosan blangkas molekul tinggi 0,2%. 48

17 49 Tabel 2. PERHITUNGAN LARUTAN KITOSAN 0,1% Kelompok Jumlah Tindakan Irigasi Total Total sampel Awal -> S1 S1 -> S2 S2 -> F1 F1 -> F2 F2 -> F3 Akhir /sampel /kelompok I 7 5 ml 3 ml 3 ml 3 ml 3 ml 5 ml 22 ml 154 ml II III ml 5 ml 35 ml IV V VI Total 189 ml Tabel 3. PERHITUNGAN LARUTAN KITOSAN 0,2% Kelompok Jumlah Tindakan Irigasi Total Total sampel Awal -> S1 S1 -> S2 S2 -> F1 F1 -> F2 F2 -> F3 Akhir /sampel /kelompok I II 7 5 ml 3 ml 3 ml 3 ml 3 ml 5 ml 22 ml 154 ml III IV ml 5 ml 35 ml V VI Total 189 ml

18 Preparasi akses Panjang kerja diukur dengan mengukur panjang gigi dan dikurangi 1mm. Outline form untuk kavitas preparasi digambarkan pada permukaan oklusal gigi sampel sebagai panduan dalam mempreparasi kavitas. Preparasi akses dilakukan dengan menggunakan bur diamond bulat dan fisur dengan handpiececontra-angle yang dihubungkan ke mikromotor untuk mendapatkan akses lurus ke orifisi saluran akar. Preparasi akses dilakukan hingga menembus kamar pulpa dan terlihat orifisi saluran akar. Sepanjang preparasi akses, sejumlah larutan aquadest diberikan untuk membersihkan debris dentin dan enamel serta memberikan visual yang baik dalam mencari orifisi saluran akar. Kemudian k-file #10 dimasukkan ke dalam saluran akar dan dilakukan foto ronsen untuk memastikan sampel gigi hanya memiliki satu saluran akar, melihat lebar saluran akar dan mengukur panjang kerja Perlakuan Sampel Perlakuan pada sampel ini disesuaikan dengan penelitian Myers dan Montgomery (1991) dengan modifikasi Parirokh (2012). Pada spuit 10 ml dibuat suatu lubang kecil pada ujungnya lalu dipasangkan pipa berdiameter kecil ke lubang tersebut. Pipa kecil tersebut dihubungkan ke pressure gauge untuk mengukur tekanan yang diberikan sewaktu melakukan irigasi. Kedua ujung pipa kecil tersebut dipastikan utuh dan tidak kebocoran. Hal ini untuk menyamakan tekanan yang diberikan kepada seluruh sampel penelitian saat tindakan irigasi. Pada tabung eppendorf dibuat suatu lubang kecil pada penutupnya dengan menggunakan mikromotor. Kemudian berat tabung eppendorf yang kosong ditimbang terlebih dahulu dan dicatat sebagai berat nol (B 0 ). Tiga pengukuran terhadap masingmasing tabung dilakukan menggunakan neraca analitik 0,0001 hingga didapat berat tabung yang hanya memiliki perbedaan 1-2 pada angka terakhir. Neraca analitik ini diletakkan pada ruang tertutup dengan pintu yang tertutup pada saat penimbangan.

19 51 Sampel gigi dimasukkan ke lubang tersebut dan difiksir menggunakan flowable resin yang disinari dengan Light cure. Pada tindakan preparasi dan irigasi saluran akar, tabung eppendorf akan menampung debris yang ekstrusi bersama larutan irigasi. Ujung jarum 27G dimasukkan ke dalam tutup tabung eppendorf untuk menyamakan keseimbangan udara di dalam dan di luar tabung. Kemudian tabung diletakkan pada tabung vial agar dapat berdiri tegak. Saluran akar dipreparasi dengan teknik hybrid dengan menggunakan rotary instrument Protaper dari S1 sampai no F3 dengan urutan S1, S2, F1, F2, dan F3 sesuai dengan panjang kerja gigi dan pengaturan kecepatan endomotor (VDW, Munich, Jerman) disesuaikan dengan ketentuan pabrik. Setiap pergantian file, sampel diirigasi dengan larutan irigasi sesuai dengan kelompok perlakuan sebanyak 3ml. Setelah preparasi selesai, setiap sampel diberi irigasi akhir sesuai kelompok perlakuan sebanyak 5ml. Tekanan spuit yang diberikan saat irigasi pada setiap sampel sama untuk menyamakan kondisi sampel perlakuan yaitu 150kPa.

20 52 Gambar 21. Perlakuan Sampel (a) Flowable resin & Light cure, (b) aplikasi Flowable resin, (c) aplikasi Light Cure, (d) protokol Myers & Montgomery, (e) spuit yang dimodifikasi dengan pressure gauge, (f) aplikasi Protaper S1, (g) aplikasi Protaper S2, (h) aplikasi Protaper F1, (i) aplikasi Protaper F2, (j) aplikasi Protaper F3, (k) Tabung eppendorf tanpa gigi yang sudah selesai diirigasi Pengukuran Ekstrusi Debris Setelah bahan irigasi diberikan, sampel gigi dilepas dari tabung dan tabung eppendorf diinkubasi selama 3x24 jam dengan suhu 40 C agar larutan irigasi mengering dan hanya tertinggal debris di dlam tabung eppendorf. Tabung eppendorf ditimbang kembali untuk mendapatkan berat x (B x ). Cara menghitung berat debris yang ekstrusi

21 53 menggunakan rumus pada penelitian Parirokh et al (2012). Berat debris yang keluar dari foramen apikal selama tindakan irigasi saluran akar diperoleh dengan mengurangkan berat x dengan berat nol. Berat debris yang ekstrusi = B x B 0 Keterangan : B x = berat tabung eppendorf setelah perlakuan B 0 = berat tabung eppendorf sebelum perlakuan 4.9 Analisa Data Data hasil penelitian dianalisis dengan memakai uji statistik sebagai berikut: 1. Uji analisis One Way ANOVA digunakan untuk melihat adanya perbedaan jumlah debris yang terangkat secara keseluruhan pada sampel uji. 2. Uji Least Significant Different dilakukan untuk melihat pengaruh signifikan pada masing-masing kelompok uji.

22 54 BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Uji Karakteristik Larutan Kitosan Blangkas Molekul Tinggi Pada penelitian ini, dibuat suatu bahan irigasi alternatif yang terbuat dari pelarutan bubuk kitosan blangkas molekul tinggi dengan larutan asam asetat 1% dengan penambahan Carboxymetil cellulose untuk menjaga kestabilan larutan. Konsentrasi larutan kitosan yang dibuat adalah 0,1% dan 0,2% dengan ph ±3 dan viskositas 32 cps dengan tegangan permukaan 30,4 dynes/cm untuk konsentrasi 0,1% dan viskositas 43 cps dengan tegangan permukaan 36,72 dynes/cm. 5.2 Ekstrusi Debris pada Tindakan Irigasi Saluran Akar Penelitian ini dilakukan terhadap 42 gigi premolar mandibula bersaluran akar tunggal yang dibagi dalam enam kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri atas 7 (tujuh) sampel gigi. Kelompok pertama diirigasi dengan larutan kitosan blangkas molekul tinggi konsentrasi 0,1%, kelompok kedua diirigasi dengan larutan kitosan blangkas molekul tinggi konsentrasi 0,2%, kelompok ketiga diirigasi dengan kombinasi larutan NaOCl 2,5% dan kitosan blangkas molekul tinggi 0,1%, kelompok keempat diirigasi dengan kombinasi larutan NaOCl 2,5% dan kitosan blangkas molekul tinggi 0,2%, kelompok kelima diirigasi dengan larutan NaOCl 2,5%, dan kelompok keenam sebagai kelompok kontrol diirigasi dengan larutan EDTA 17% dan NaOCl 2,5%. Hasil penelitian tentang rata-rata jumlah ekstrusi debris berdasarkan larutan irigasi yang digunakan dan kombinasinya tercantum pada tabel 4.

23 55 Tabel 4. RATA-RATA DAN STANDAR DEVIASI HASIL JUMLAH EKSTRUSI DEBRIS BERDASARKAN LARUTAN IRIGASI YANG DIGUNAKAN Larutan Irigasi N Rata-rata ± SD (mg) Kitosan 0,1% 7 9,471 ± Kitosan 0,2% 7 11,714 ± NaOCl 2,5% + Kitosan 0,1% 7 9,700 ± NaOCl 2,5% + Kitosan 0,2% 7 12,429 ± NaOCl 2,5% 7 13,600 ± EDTA 17% + NaOCl 2,5% 7 19,129 ± Tabel 4 menunjukkan bahwa larutan kitosan 0,1% yang digunakan sendiri maupun kombinasinya dengan larutan NaOCl 2,5% memiliki ekstrusi debris yang terendah dibandingkan dengan larutan irigasi lainnya yaitu 9,471 mg dan 9,700 mg, diikuti dengan kitosan 0,2% dan kombinasinya dengan NaOCl 2,5%, yaitu 11,714 mg dan 12,429 mg. Kelompok larutan NaOCl 2,5% yang digunakan sendiri menghasilkan ekstrusi debris yang lebih banyak bila dibandingkan dengan kelompok NaOCl 2,5% yang dikombinasikan dengan kitosan 0,1% dan 0,2%, yaitu 13,6 mg. Kombinasi EDTA 17% dan NaOCl 2,5% menghasilkan ekstrusi debris paling banyak dibandingkan dengan seluruh kelompok perlakuan yaitu 19,2 mg.

24 56 mg ,471 11,714 Kitosan 0,1% Kitosan 0,2% 9,7 12,429 NaOCl NaOCl 2,5%+Kitosan 2,5%+Kitosan 0,1% 0,2% 13,6 NaOCl 2,5% 19,2 EDTA 17%+NaOCl 2,5% Ekstrusi debris Grafik 1. Perbandingan jumlah ekstrusi debris Grafik 1 menunjukkan gambaran perbandingan jumlah ekstrusi debris yang dipengaruhi oleh larutan irigasi yang digunakan. Kelompok I (kitosan 0,1%) menghasilkan ekstrusi debris yang paling sedikit diikuti oleh kelompok III (NaOCl 2,5% + kitosan 0,1%), kelompok II (kitosan 0,2%), kelompok IV (NaOCl 2,5% + kitosan 0,2%), kelompok V (NaOCl 2,5%) dan yang paling banyak menghasilkan ekstrusi debris adalah kelompok VI (EDTA 17% + NaOCl 2,5%). Tabel 5. HASIL UJI ANOVA SATU ARAH (α = 0,05) Variabel Mean Square Signifikan Jumlah ekstrusi debris antar grup* Keterangan: *P < 0,05

25 57 Dalam uji statistik ANOVA Satu Arah, terdapat perbedaan jumlah ekstrusi debris yang nyata antar kelompok (P = 0,0001). Hal ini menunjukkan bahwa berbagai larutan irigasi yang digunakan memberi pengaruh yang berbeda terhadap ekstrusi debris yang dihasilkan pada saat tindakan cleaning & shaping saluran akar. (Tabel 5) Oleh karena itu Post Hoc Test Least Significant Difference dapat digunakan untuk membandingkan kesignifikanan pengaruh masing-masing kelompok dalam penelitian ini. (Tabel 6) Tabel 6. HASIL UJI LSD Kelompok Kit 0,1% Kit 0,2% NaOCl 2,5%+ Kit 0,1% NaOCl 2,5%+ Kit 0,2% NaOCl 2,5% EDTA 17%+ NaOCl 2,5% Kit 0,1% *.004*.0001* Kit 0,2% * NaOCl *.006*.0001* 2,5%+ Kit 0,1% NaOCl.034* * * 2,5%+ Kit 0,2% NaOCl.004* * * 2,5% EDTA 17% + NaOCl 2,5%.0001*.0001*.0001*.0001*.0001* - Keterangan: *signifikan Tabel 6 menunjukkan adanya perbedaan nyata antara kelompok Kitosan 0,1% dengan kelompok NaOCl 2,5% + Kitosan 0,2%, NaOCl 2,5% dan kelompok EDTA 17% + NaOCl 2,5% namun tidak ditemukan perbedaan yang nyata dengan kelompok lainnya. Kelompok kitosan 0,2% hanya memberi perbedaan yang nyata dengan kelompok EDTA 17% + NaOCl 2,5%. Kelompok NaOCl 2,5% + kitosan 0,1% memiliki hasil yang sama seperti kelompok kitosan 0,1%, yaitu hanya memberi perbedaan yang nyata bila dibandingkan dengan kelompok NaOCl 2,5% + Kitosan 0,2%, NaOCl 2,5% sendiri dan kelompok EDTA 17%+NaOCl 2. Sedangkan kelompok NaOCl 2,5% + kitosan 0,2% memiliki hasil yang sama dengan kelompok NaOCl 2,5%

26 58 sendiri, yaitu hanya memberi perbedaan yang nyata bila dibandingkan dengan kitosan 0,1%, kelompok NaOCl 2,5% +kitosan 0,1% dan kelompok EDTA 17% + NaOCl 2,5%. Kelompok EDTA 17% memberi perbedaan yang nyata bila dibandingkan dengan keseluruh kelompok lainnya. Seluruh kelompok diuji menggunakan tes LSD dengan α=0,05. Dengan ini dapat dikatakan hipotesa diterima, artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara kitosan 0,1% dengan NaOCl 2,5% dan kitosan 0,1% dan 0,2% dengan kombinasi EDTA 17% + NaOCl 2,5%.

27 59 BAB 6 PEMBAHASAN Penelitian ini membandingkan pengaruh berbagai larutan irigasi dan kombinasinya terhadap ekstrusi debris pada saat tindakan cleaning & shaping saluran akar. Menurut Silva et al (2012), larutan kitosan 0,2% memiliki efek yang sama baiknya dengan EDTA 15% dalam mengangkat smear layer. 20 Dalam penelitian ini, larutan yang diuji adalah alternatif bahan irigasi kitosan dari kulit blangkas (Tachypleus gigas) bermolekul tinggi yang dilarutkan dalam asam asetat 1% dengan konsentrasi yang diuji adalah 0,1% dan 0,2%. Menurut Praveena (2011), konsentrasi larutan NaOCl 1% dapat melarutkan jaringan pulpa dengan sempurna. Oleh karena itu, konsentrasi larutan NaOCl yang digunakan dalam perawatan saluran akar seharusnya tidak melebihi 1%. Akan tetapi, waktu yang dibutuhkan larutan NaOCl 1% untuk melarutkan jaringan pulpa lebih lama dibandingkan dengan larutan NaOCl dengan konsentrasi yang lebih tinggi. 43 Prabaswari et al (2010) telah membandingkan pengaruh konsentrasi larutan NaOCl terhadap kebersihan dinding saluran akar. Penelitian tersebut membuktikan bahwa larutan NaOCl 2,5% cukup aman digunakan dan mempunyai efek melarutkan jaringan pulpa yang efektif. 8 Dalam penelitian ini digunakan larutan irigasi NaOCl 2,5% sebagai pembanding terhadap alternatif bahan irigasi kitosan blangkas 0,1% dan 0,2%. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa larutan kitosan 0,1% dan kombinasi NaOCl 2,5% dengan kitosan 0,1% sebagai final rinse menghasilkan ekstrusi debris yang paling sedikit dan tidak memiliki perbedaan yang bermakna dengan kitosan 0,2% dan kombinasi NaOCl 2,5% dengan Kitosan 0,2%. Namun, kitosan 0,1% dan kombinasi NaOCl 2,5% dengan kitosan 0,2% memiliki perbedaan yang bermakna dengan larutan NaOCl 2,5% yang digunakan tanpa kombinasi. Keempat kelompok kitosan dan kombinasinya memberikan perbedaan yang bermakna dengan kombinasi EDTA 17% dan NaOCl 2,5% sebagai final rinse.

28 60 Vande Visse dan Brilliant (1975) Cit Myers (1991) dan Parirokh (2012) menyatakan bahwa tindakan pebersihan saluran akar tanpa menggunakan larutan irigasi tidak menghasilkan ekstrusi debris. Tindakan preparasi saluran akar tanpa irigasi dapat menyebabkan akumulasi debris pada ujung apeks saluran akar gigi dan ini dapat membentuk apical plug. Hal ini dapat disebabkan oleh tidak adanya larutan irigasi yang mengangkat debris dan smear layer yang terbentuk selama preparasi saluran akar ke korona. 13,44 Parirokh et al (2012) pertama kali meneliti hubungan antara bahan irigasi serta konsentrasi bahan irigasi dengan ekstrusi debris. Bahan irigasi yang digunakan adalah khlorheksidin 2%, NaOCl 2,5% dan 5%, dengan teknik preparasi disamakan yaitu crown-down menggunakan Hero rotary instrument dan teknik irigasi manual dengan jarum irigasi side-vented ukuran 28G dan jarak penetrasi jarum 2mm dari panjang kerja. Hasilnya menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara NaOCl 5% dengan 2 kelompok lainnya dimana NaOCl 5% memiliki ekstrusi debris tertinggi dibanding NaOCL 2,5% dan khlorheksidin. Hal ini membuktikan bahwa konsentrasi bahan irigasi memberi pengaruh terhadap jumlah ekstrusi debris. 13 Perbedaan jumlah ekstrusi debris yang dihasilkan oleh masing-masing larutan irigasi dapat dipengaruhi oleh perbedaan kemampuan larutan irigasi dalam melarutkan jaringan dan dinding dentin serta mengangkatnya ke arah korona. Hasil penelitian ini didapat bahwa kitosan 0,2% memberi jumlah ekstrusi debris lebih besar dibanding kitosan 0,1% meskipun perbedaannya tidak signifikan (P = 0,103). Menurut Silva et al (2012), pengaplikasian kitosan 0,1% selama 3 menit tidak menimbulkan erosi pada dentin, namun pengaplikasian kitosan 0,2% selama 3 menit menunjukkan adanya erosi pada peritubular dentin. Pengaplikasian kitosan baik 0,1% maupun 0,2% selama 5 menit menimbulkan efek erosi yang parah pada permukaan dentin. 45 Hal ini dapat memberi kemungkinan bahwa pengaplikasian kitosan dengan konsentrasi yang lebih tinggi dan waktu aplikasi yang lebih lama menyebabkan dinding dentin lebih banyak terlarut sehingga jumlah debris dan smear layer yang terbentuk saat proses cleaning & shaping pun semakin banyak. Kitosan 0,2% lebih banyak menghasilkan dentin yang erosi

29 61 dibanding 0,1%, 45 sehingga debris dan smear layer yang terbentuk lebih banyak, menyebabkan kemungkinan ekstrusi debris pun semakin besar. Kelompok kombinasi NaOCl 2,5% dengan kitosan, baik konsentrasi 0,1% dan 0,2% memberi hasil ekstrusi debris yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok kitosan tanpa kombinasi meskipun hasilnya tidak signifikan (K I K III, P = 0,866; K II K IV, P = 0,598). Hal ini dapat disebabkan oleh kemampuan NaOCl yang melarutkan jaringan organik sehingga memberikan efek yang lebih tinggi dalam terbentuknya smear layer. Smear layer dan debris dalam saluran akar terdiri dari jaringan organik dan anorganik. 1-5 NaOCl mampu melarutkan jaringan organik 3,4,23,24 dan kitosan memiliki efek chelator dengan ion kalsium pada dentin 20,21,45 sehingga pada proses instrumentasi, kombinasi kedua larutan ini memberi efek pembentukan smear layer dan debris yang lebih banyak dibandingkan dengan larutan kitosan yang digunakan tanpa kombinasi. Ekstrusi debris yang dihasilkan oleh kombinasi EDTA 17% dan NaOCl 2,5% memberi perbedaan yang bermakna bila dibanding dengan larutan kitosan (P= 0,0001) dimana kombinasi penggunaan EDTA 17% dan NaOCl 2,5% menghasilkan debris yang ekstrusi lebih banyak hingga 2x lipat. Menurut Silva et al (2012), EDTA 15% memiliki efek yang lebih besar dalam melarutkan jaringan anorganik dibandingkan dengan kitosan 0,2% dengan cara menghitung jumlah ion kalsium yang terdapat pada larutan irigasi yang ditampung setelah penggunaannya pada irigasi saluran akar. 20 Hal ini dapat memberi kemungkinan bahwa kombinasi EDTA 17% dengan NaOCl 2,5% dapat melarutkan jaringan lebih banyak dibandingkan dengan kitosan berbagai konsentrasi dan kombinasinya sehingga menyebabkan ekstrusi debris yang lebih banyak. Selain kemampuan melarutkan jaringan yang menyebabkan banyaknya smear layer yang terbentuk, ekstrusi debris pun dapat dipengaruhi oleh hidrodinamika dari larutan irigasi yang digunakan. Penetrasi larutan irigasi, aksi pembilasan dan ekstrusi debris bergantung pada sistem saluran akar, instrumentasi, teknik irigasi, penetrasi jarum serta volume dan karakteristik dari larutan irigasi tersebut. 10 Pada penelitian ini, digunakan teknik irigasi manual menggunakan spuit dan jarum. Teknik ini masih luas

30 62 digunakan oleh para praktisi dokter gigi umum maupun endodontis dan dianggap sebagai teknik irigasi yang paling efisien dan mampu mengatur kedalaman penetrasi jarum dalam saluran akar dan volume cairan yang digunakan. Penelitian ini menggunakan jarum one-side-vented 30G. Berdasarkan penelitian sebelumnya, desain ujung jarum dan ukuran jarum mempengaruhi tekanan apikal yang dihasilkan sehingga menyebabkan terjadinya ekstrusi debris. Jarum dengan ujung tertutup memberi efek yang lebih kecil dibandingkan dengan jarum ujung terbuka. Sedangkan jarum berukuran 30G memberi laju aliran yang lebih kecil dibandingkan dengan jarum 28G dan memiliki kemungkinan ekstrusi lebih kecil. 12 Selain itu, penelitian oleh Vinothkumar (2007) menyatakan bahwa jarum ujung tertutup one-sidevented secara signifikan lebih efisien dalam mengeliminasi bakteri saluran akar dibandingkan dengan two-side-vented dan jarum hipodermik. 13 Penetrasi jarum merupakan faktor yang penting dalam terjadinya ekstrusi debris. Penetrasi jarum 2mm dari panjang kerja direkomendasikan menjadi penetrasi yang ideal. 11,12 Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan jarak penetrasi jarum 2 mm dari panjang kerja. Namun, pada saat penelitian ini dilakukan, dapat terjadi kesalahan penetrasi ujung jarum sehingga penetrasi menjadi lebih dalam dan kemungkinan ekstrusi menjadi lebih besar. Selain itu, pada penelitian ini digunakan Ni-ti rotary instrument Protaper 6%. Penggunaan instrumen rotary saat pembentukan saluran akar dapat menyebabkan terjadinya kelebihan instrumentasi bila ada perubahan pada posisi rubber stop sebagai penanda panjang kerja sehingga menyebabkan panjang kerja menjadi lebih panjang dan foramen terbuka. 13 Hal ini dapat menyebabkan ekstrusi debris lebih besar. Pada saat penelitian ini dilakukan, dapat terjadi perubahan posisi rubber stop pada file Protaper saat instrumentasi sehingga kemungkinan ekstrusi menjadi lebih besar. Karakteristik cairan dari larutan irigasi yang digunakan memberikan pengaruh terhadap pergerakan larutan dalam saluran akar untuk mengangkat debris ke arah korona. Pada penelitian ini didapat larutan kitosan yang digunakan memiliki ph asam yaitu ±3. Nilai ph yang asam dapat memberi pengaruh terhadap kemampuannya melarutkan jaringan. Viskositas larutan juga dapat mempengaruhi laju alirannya dan

31 63 kemampuannya dalam mengangkat debris dan smear layer ke arah korona. Hukum Stokes dapat digunakan untuk menjelaskan pengaruh viskositas larutan bahan irigasi terhadap kecepatan partikel debris untuk bergerak ke atas permukaan.(gambar.23) Gambar 23. Hukum stokes 46 Berdasarkan rumus tersebut, kecepatan debris (partikel) terangkat ke arah korona berbanding terbalik dengan dengan bertambahnya viskositas larutan. Viskositas yang lebih tinggi menghasilkan kecepatan partikel ke arah korona lebih lambat sehingga dapat menyebabkan debris terakumulasi lebih besar di dalam saluran akar. 46 Hal ini dapat menyebabkan pergerakan debris untuk ekstrusi melewati foramen apikal lebih besar. Pada penelitian ini, didapat viskositas larutan kitosan blangkas molekul tinggi dengan konsentrasi 0,1% adalah 32cps dan konsentrasi 0,2% adalah 43 cps. Hal ini membuat kemungkinkan pergerakan debris yang terdapat pada sepertiga apikal ke arah korona pada larutan kitosan blangkas konsentrasi 0,2% menjadi lebih lambat bila dibandingkan dengan konsentrasi 0,1%. Oleh karena itu, debris yang ekstrusi dari foramen apikal menggunakan larutan irigasi kitosan 0,2% lebih banyak dibanding dengan 0,1%. Penelitian ini merupakan studi laboratorium (in vitro), dan hasil yang berbeda mungkin didapat bila dilakukan dengan model studi in vivo atau saat klinis. Pada penelitian ini, tidak terdapat jaringan pulpa dalam saluran akar dan tidak terdapat jaringan periapikal sebagai tahanan agar tidak terjadi ekstrusi debris. Mohorn (1971) Cit Parirokh (2012) menyatakan bahwa jaringan periapikal dapat memberi pengaruh baik mengurangi atau meningkatkan jumlah ekstrusi debris. Oleh karena itu, hasil dalam

32 64 penelitian ini hanya secara relatif dan tidak dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan secara in vivo agar didapat hasil yang lebih relevan dan sesuai kondisi yang sebenarnya. Berdasarkan hasil penelitian ini, didapat bahwa kitosan 0,1% dan 0,2% menghasilkan ekstrusi debris yang lebih kecil dibandingkan dengan NaOCl 2,5% dan kombinasi EDTA 17% dengan NaOCl 2,5%. Oleh karena itu, bila dibandingkan dengan NaOCl 2,5% dengan toksisitas yang lebih tinggi, maka dapat disimpulkan bahwa larutan kitosan blangkas molekul tinggi dalam penelitian ini lebih aman digunakan sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar karena efek ekstrusi debrisnya yang lebih kecil.

33 65 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Dalam penelitian ini, berbagai larutan irigasi diberikan pada tindakan irigasi saluran akar untuk melihat perbedaan ekstrusi debris yang terjadi. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata ekstrusi debris Kitosan 0,1% adalah 9,471 ± 1,3756 mg, kombinasi NaOCl 2,5% dan Kitosan 0,1% adalah 11,714 ± 2,4654 mg, Kitosan 0,2% adalah 9,700 ± 1,6186 mg, kombinasi NaOCl 2,5% dan kitosan 0,2% adalah 12,429 ± 1,9448 mg, NaOCl 2,5% adalah 13,600 ± 3,0265 mg, dan kombinasi EDTA 17% dan NaOCl 2,5% adalah 19,129 ± 3,7717 mg. Hasil uji statistik ANOVA dan uji post hoc Least Signifficant Difference (α=0,05) menunjukkan bahwa kitosan 0,1% dan 0,2% menghasilkan ekstrusi debris yang paling sedikit dan berbeda secara signifikan dengan NaOCl 2,5% (P = 0,040) dan kelompok kontrol (P = 0,0001). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa larutan kitosan blangkas molekul tinggi menghasilkan ekstrusi debris paling sedikit bila dibandingkan dengan larutan NaOCl 2,5% dan dapat dikembangkan sebagai bahan irigasi alternatif di masa depan. 7.2 Saran Penelitian ini masih berupa penelitian in vitro dan perlu penelitian lebih lanjut mengenai kitosan blangkas (Tachypleus gigas) molekul tinggi sebagai bahan irigasi dilihat dari syarat bahan irigasi ideal lainnya. Oleh karena itu: 1. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat dilakukan secara in vivo pada mulut pasien agar dapat memperoleh data yang lebih representatif secara klinis karena melibatkan kondisi-kondisi in vivo dalam penelitian. 2. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat membandingkan efek pembersihan smear layer pada tindakan irigasi dan post-operative pain setelah tindakan irigasi menggunakan larutan kitosan blangkas molekul tinggi 0,1% dan 0,2%.

PERBEDAAN JUMLAH EKSTRUSI DEBRIS ANTARA KITOSAN BLANGKAS MOLEKUL TINGGI DENGAN SODIUM HIPOKLORIT PADA TINDAKAN IRIGASI SALURAN AKAR

PERBEDAAN JUMLAH EKSTRUSI DEBRIS ANTARA KITOSAN BLANGKAS MOLEKUL TINGGI DENGAN SODIUM HIPOKLORIT PADA TINDAKAN IRIGASI SALURAN AKAR PERBEDAAN JUMLAH EKSTRUSI DEBRIS ANTARA KITOSAN BLANGKAS MOLEKUL TINGGI DENGAN SODIUM HIPOKLORIT PADA TINDAKAN IRIGASI SALURAN AKAR (Penelitian In Vitro) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR

LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR 70 LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR Irigasi dalam Perawatan Endodonti 1. Perawatan endodonti meliputi preparasi saluran akar (cleaning & shaping), desinfeksi, dan obturasi. 2. Irigasi penting pada perawatan endodonti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. terus-menerus, yaitu mencabutkan atau mempertahankan gigi tersebut. Dewasa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. terus-menerus, yaitu mencabutkan atau mempertahankan gigi tersebut. Dewasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pasien dihadapkan pada dua pilihan ketika mengalami sakit gigi yang terus-menerus, yaitu mencabutkan atau mempertahankan gigi tersebut. Dewasa ini, pasien

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang sakit agar dapat diterima secara biologik oleh jaringan sekitarnya sehingga

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang sakit agar dapat diterima secara biologik oleh jaringan sekitarnya sehingga 13 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan endodontik merupakan bagian dari ilmu kedokteran gigi yang menyangkut perawatan penyakit atau cedera pada jaringan pulpa dan jaringan periapikal. Tujuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. layer. 4 Smear layer menutupi seluruh permukaan saluran akar yang telah dipreparasi

BAB 1 PENDAHULUAN. layer. 4 Smear layer menutupi seluruh permukaan saluran akar yang telah dipreparasi layer. 4 Smear layer menutupi seluruh permukaan saluran akar yang telah dipreparasi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeliminasi semua jaringan vital ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembuangan jaringan yang tidak sehat secara mekanik dan kimiawi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembuangan jaringan yang tidak sehat secara mekanik dan kimiawi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembuangan jaringan yang tidak sehat secara mekanik dan kimiawi merupakan bagian terpenting dalam perawatan saluran akar. Menghilangkan jaringan pulpa vital,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan perawatan saluran akar mencakup Triad Endodontik yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan perawatan saluran akar mencakup Triad Endodontik yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindakan perawatan saluran akar mencakup Triad Endodontik yang meliputi preparasi saluran akar (cleaning and shaping), sterilisasi saluran akar (sterilization)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam perawatan saluran akar. Menghilangkan jaringan pulpa, mikroorganisme

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam perawatan saluran akar. Menghilangkan jaringan pulpa, mikroorganisme 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Debridemen secara mekanik dan kimiawi merupakan bagian penting dalam perawatan saluran akar. Menghilangkan jaringan pulpa, mikroorganisme beserta produknya serta

Lebih terperinci

Lampiran 1 Alur Pikir

Lampiran 1 Alur Pikir Lampiran 1 Alur Pikir Pada saat ini, endodonti merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berkembang dengan cepat di dalam praktik klinis. Perawatan endodontik mencakup semua prosedur klinis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama yaitu preparasi biomekanis saluran akar atau pembersihan dan

BAB I PENDAHULUAN. utama yaitu preparasi biomekanis saluran akar atau pembersihan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan perawatan endodontik adalah mengembalikan keadaan gigi yang terinfeksi agar dapat diterima secara biologis oleh jaringan sekitarnya. Perawatan saluran akar adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mungkin di dalam mulut dengan cara pengambilan semua jaringan pulpa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mungkin di dalam mulut dengan cara pengambilan semua jaringan pulpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan saluran akar adalah tindakan untuk mempertahankan gigi selama mungkin di dalam mulut dengan cara pengambilan semua jaringan pulpa terinfeksi dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement chemomechanical pada jaringan pulpa, debris pada dentin, dan penggunaan irigasi terhadap infeksi mikroorganisme.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan saluran akar merupakan suatu usaha perawatan untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan saluran akar merupakan suatu usaha perawatan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan saluran akar merupakan suatu usaha perawatan untuk mempertahankan gigi selama mungkin di dalam mulut, sehingga fungsi dalam lengkung gigi dapat terjaga dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bakteri memegang peranan utama dalam perkembangan dan terjadinya penyakit pulpa dan periapikal. Penyakit pulpa dan periapikal dapat terjadi karena adanya infeksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk mempertahankan gigi dalam rongga mulut serta mengembalikan keadaan gigi agar dapat diterima secara

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Simple Random Sampling. itu direndam dalam larutan fisiologis. Silinder dengan diameter 4 mm dan tinggi 4 mm

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Simple Random Sampling. itu direndam dalam larutan fisiologis. Silinder dengan diameter 4 mm dan tinggi 4 mm BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian The Post Test-Only Control Design Group. 4.2 Sampel Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dilakukan pada masa kini. Setiap tahap perawatan saluran akar sangat menentukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dilakukan pada masa kini. Setiap tahap perawatan saluran akar sangat menentukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawatan saluran akar merupakan perawatan endodontik yang paling banyak dilakukan pada masa kini. Setiap tahap perawatan saluran akar sangat menentukan keberhasilannya

Lebih terperinci

ALUR PIKIR. Kitosan Molekul Tinggi 1. Knor (1982) Kitosan mempunyai gugus amino bebas Dakin untuk merawat infeksi luka.

ALUR PIKIR. Kitosan Molekul Tinggi 1. Knor (1982) Kitosan mempunyai gugus amino bebas Dakin untuk merawat infeksi luka. ALUR PIKIR Bahan Irigasi dalam Perawatan Endodonti 1. Perawatan endodontik melitupi preparasi saluran akar (cleaning and shaping), desinfeksi dan obturasi. 2. Irigasi penting pada perawatan endodontic

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 22 BAB 5 HASIL PENELITIAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kebocoran mikro pada tumpatan GIC Fuji IX, GIC Fuji II, dan GIC Fuji II LC. Kebocoran mikro tersebut dapat terdeteksi dengan terlihatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akar terbagi menjadi tiga tahapan utama yang disebut Triad Endodontic yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akar terbagi menjadi tiga tahapan utama yang disebut Triad Endodontic yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan saluran akar merupakan upaya untuk mempertahankan gigi yang telah mengalami infeksi pulpa atau periapeks agar berada selama mungkin di dalam rongga mulut dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Selama beberapa tahun terakhir, perawatan endodontik cukup sering

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Selama beberapa tahun terakhir, perawatan endodontik cukup sering I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Selama beberapa tahun terakhir, perawatan endodontik cukup sering dilakukan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu jenis perawatan endodontik yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. setelah instrumentasi pada saluran yang tidak diirigasi lebih banyak daripada saluran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. setelah instrumentasi pada saluran yang tidak diirigasi lebih banyak daripada saluran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Telah diketahui bahwa irigasi saluran akar memegang peranan yang sangat penting dalam keberhasilan perawatan saluran akar. Jumlah bakteri yang ditemukan setelah instrumentasi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeleminasi bakteri yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeleminasi bakteri yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeleminasi bakteri yang menyebabkan infeksi pada jaringan pulpa gigi dan jaringan periapikal. Perawatan saluran akar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan saluran akar adalah salah satu bentuk perawatan gigi yang bertujuan untuk mempertahankan gigi agar tetap berfungsi dengan baik. 1 Salah satu prosedur yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan utama dari perawatan saluran akar adalah untuk menghilangkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan utama dari perawatan saluran akar adalah untuk menghilangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari perawatan saluran akar adalah untuk menghilangkan sisa jaringan nekrotik, mikroorganisme dan produk lain sehingga menciptakan kondisi yang menguntungkan

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik.

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. 23 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. 4.2 Sampel Penelitian dan Bahan Uji Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah gigi premolar manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. iskemik jaringan pulpa yang disertai dengan infeksi. Infeksi tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. iskemik jaringan pulpa yang disertai dengan infeksi. Infeksi tersebut BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nekrosis pulpa merupakan kematian pulpa yang disebabkan iskemik jaringan pulpa yang disertai dengan infeksi. Infeksi tersebut disebabkan oleh mikroorganisme yang bersifat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dkk, 2005). Namun gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar umumnya

BAB 1 PENDAHULUAN. dkk, 2005). Namun gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar umumnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan endodonti bertujuan menghilangkan jaringan nekrotik dan jaringan dentin yang terinfeksi, mengeliminasi mikrooganisme dari saluran akar dan tubulus dentin,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris dengan rancangan post-test only control group design. B. Sampel Penelitian Sampel pada penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis bahan restorasi di bidang kedokteran gigi semakin banyak tersedia dengan berbagai macam karakteristik, yaitu komposisi, sifat, struktur, kelebihan dan kekurangan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis dari penelitian ini adalah eksperimental laboratori.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis dari penelitian ini adalah eksperimental laboratori. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis dari penelitian ini adalah eksperimental laboratori. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Kedokteran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saluran akar dan menggantinya dengan bahan pengisi. Perawatan saluran akar

BAB I PENDAHULUAN. saluran akar dan menggantinya dengan bahan pengisi. Perawatan saluran akar BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mempertahankan gigi dalam rongga mulut semakin meningkat, sehingga perawatan saluran akar semakin popular (Widodo, 2008). Perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adhesif atau bonding sistem (Puspitasari, 2014). Sistem mekanik yang baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adhesif atau bonding sistem (Puspitasari, 2014). Sistem mekanik yang baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Resin komposit semakin populer karena memiliki estetis yang baik. Tumpatan resin komposit tidak dapat berikatan secara alami dengan struktur gigi, ikatan ini diperoleh

Lebih terperinci

I. PULPEKTOMI (Ekstirpasi Pulpa)

I. PULPEKTOMI (Ekstirpasi Pulpa) I. PULPEKTOMI (Ekstirpasi Pulpa) Pulpektomi adalah tindakan pengambilan seluruh jaringan pulpa dari seluruh akar dan korona gigi. Pulpektomi merupakan perawatan untuk jaringan pulpa yang telah mengalami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat beberapa tahun terakhir. Teknologi bahan restorasi berkembang dari aspek kualitas dan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITAN. 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratories

BAB 3 METODOLOGI PENELITAN. 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratories 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratories 3.2 Desain Penelitian Desain yang digunakan untuk penelitian ini adalah Posttest design 3.3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. etiologi, pencegahan, diagnosis, dan terapi mengenai pulpa gigi, akar gigi dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. etiologi, pencegahan, diagnosis, dan terapi mengenai pulpa gigi, akar gigi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu endodontik adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari etiologi, pencegahan, diagnosis, dan terapi mengenai pulpa gigi, akar gigi dan jaringan periapikal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Gigi desidui berada pada rongga mulut dalam waktu yang singkat tetapi ketika terjadi karies, gigi desidui perlu mendapatkan perhatian khusus terutama dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dunia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dunia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dunia kedokteran gigi seiring dengan perkembangan pada sistem dental adhesive, meningkatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan restorasi gigi ada dua macam, yaitu restorasi langsung dan restorasi tidak langsung. Restorasi langsung adalah restorasi gigi yang dapat dibuat langsung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan masalah penyakit infeksi gigi dan mulut yang paling sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kelompok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan bakteri semakin hari semakin tidak dapat terkontrol. Peralatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan bakteri semakin hari semakin tidak dapat terkontrol. Peralatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dokter, perawat dan juga pasien memiliki resiko tinggi berkontak dengan mikroorganisme patogen seperti bakteri, virus dan jamur selama perawatan. Perkembangan bakteri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan restorasi resin komposit pertama sekali diperkenalkan oleh Bowen pada tahun 1962. 1 Resin komposit merupakan suatu bahan restorasi yang memiliki banyak kelebihan

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN JENIS PENELITIAN Desain: EKSPERIMENTAL LABORATORIK. Kontrol. Perlakuan larutan remineralisasi + Xylitol 20%

BAB 4 METODE PENELITIAN JENIS PENELITIAN Desain: EKSPERIMENTAL LABORATORIK. Kontrol.  Perlakuan larutan remineralisasi + Xylitol 20% 19 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. JENIS PENELITIAN Desain: EKSPERIMENTAL LABORATORIK 4.2. SPESIMEN Spesimen diambil dari gigi yang diekstraksi dari beberapa klinik di Jakarta. Spesimen gigi terdiri dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah servikal gigi sesuai dengan kualitas estetik dan kemampuan bahan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah servikal gigi sesuai dengan kualitas estetik dan kemampuan bahan tersebut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Resin komposit secara luas telah digunakan untuk merestorasi lesi karies di daerah servikal gigi sesuai dengan kualitas estetik dan kemampuan bahan tersebut untuk berikatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratoris secara in-vitro.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratoris secara in-vitro. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratoris secara in-vitro. B. Tempat dan waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan post test only control group design. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan post test only control group design. Penelitian 22 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium dengan rancangan post test only control group design. Penelitian dilakukan dengan beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. suatu infeksi ulang (Namrata dkk., 2011). Invasi mikroorganisme terjadi melalui

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. suatu infeksi ulang (Namrata dkk., 2011). Invasi mikroorganisme terjadi melalui I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keberhasilan perawatan saluran akar bergantung pada teknik dan kualitas instrumentasi, irigasi, disinfeksi dan obturasi tiga dimensi pada sistem saluran akar.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris murni. b. Adhesif semen konvensional (Fuji I merk GIC).

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris murni. b. Adhesif semen konvensional (Fuji I merk GIC). BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris murni B. Identifikasi Variabel 1. Variabel pengaruh a. Adhesif semen (RelyX TM U200, 3M ESPE, USA) b.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental laboratoris dengan rancangan the post test only control group design. B. Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai salah satu penyebab kegagalan perawatan sistem saluran akar.

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai salah satu penyebab kegagalan perawatan sistem saluran akar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enterococcus faecalis menjadi bahasan dalam bidang endodontik karena dianggap sebagai salah satu penyebab kegagalan perawatan sistem saluran akar. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen murni dengan rancangan eksperimental random atau disebut juga randomized pretest-posttest control group

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kesuksesan perawatan endodontik dari pulpa gigi yang tidak sehat tergantung pada beberapa faktor seperti cleaning dan shaping yang baik, desinfeksi dan obturasi yang adekuat pada

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN 22 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratoris dengan rancangan penelitian The Post Test-Only Control Group Design. 4.2 Populasi

Lebih terperinci

Perawatan Endodontik pada anak. Written by Administrator Tuesday, 13 December :46

Perawatan Endodontik pada anak. Written by Administrator Tuesday, 13 December :46 Tujuan dasar dari perawatan endodontik pada anak mirip dengan pasien dewasa, yaitu untuk meringankan rasa sakit dan mengontrol sepsis dari pulpa dan jaringan periapikal sekitarnya serta mengembalikan keadaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian mengenai Perbedaan Ekstrak Kulit Salak Pondoh (Salacca zalacca) dan Sodium Hipoklorit 0,5% dalam Menghambat Pertumbuhan Candida albicans pada

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. JENIS PENELITIAN Desain: EKSPERIMENTAL LABORATORIK 4.2. SPESIMEN DAN SAMPEL Spesimen diambil dari gigi yang diekstraksi dari beberapa klinik di Jakarta. Spesimen gigi terdiri

Lebih terperinci

ribbon-shaped yang memutar 180 o dimulai dari mesial (mesiobukal dan atau mesiolingual) melintasi daerah bukal dan berakhir di distal. Sering ditemuka

ribbon-shaped yang memutar 180 o dimulai dari mesial (mesiobukal dan atau mesiolingual) melintasi daerah bukal dan berakhir di distal. Sering ditemuka PERAWATAN SALURAN AKAR PADA GIGI MOLAR 2 MANDIBULAR DENGAN KONFIGURASI C-SHAPED (Laporan Kasus ) Endang Suprastiwi,Estina Sisthaningsih. FKG-UI Konfigurasi C-shape Ditemukan oleh Cooke dan Cox. Potongan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tentang Pengaruh Lama Pengaplikasian Bahan Bonding Total-Etch Terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. tentang Pengaruh Lama Pengaplikasian Bahan Bonding Total-Etch Terhadap 23 BAB III METODE PENELITIAN A. Desian Penelitian Jenis dari penelitian ini adalah Eksperimental Laboratoris. Alasan menggunakan jenis penelitian ini adalah karena penulis melakukan peneletian tentang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium teknik tekstil Universitas Islam Indonesia.

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium teknik tekstil Universitas Islam Indonesia. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian secara in vitro. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni laboratoris B. Tempat dan Waktu 1. Tempat Penelitian ini dilakukan di LPTT Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diisolasi dari saluran akar yang terinfeksi dengan pulpa terbuka adalah obligat

BAB 1 PENDAHULUAN. diisolasi dari saluran akar yang terinfeksi dengan pulpa terbuka adalah obligat 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit pulpa dan jaringan sekitar akar gigi secara langsung maupun tidak langsung ada hubungannya dengan mikroorganisme. Bakteri yang paling banyak diisolasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Resin komposit merupakan material restorasi sewarna gigi yang pada awalnya hanya digunakan sebagai bahan restorasi gigi anterior. Sampai saat ini resin komposit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Lama Pengaplikasian Bahan Bonding

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Lama Pengaplikasian Bahan Bonding 34 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Lama Pengaplikasian Bahan Bonding Total-Etch Terhadap Kekuatan Tarik Resin Komposit Nanofill pada Dentin pada gigi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian true experiment dengan rancangan penelitian pre test and post test control group design

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan metode rancangan eksperimental sederhana (posttest only control group design)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama restorasi pada daerah yang tidak mendapat tekanan besar (Zoergibel dan Illie, 2012). Terlepas dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimental laboratoris dan dengan desain penelitian post-test only control group. B. Sampel Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal utama yang harus dimiliki seorang dokter gigi dalam menjalankan praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan restorasi yang sesuai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Rancangan penelitian adalah true experiment atau eksperimen murni dengan desain yaitu post test with control group desain. T0 V 1 T 1 T0 V 2

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris murni. b. Semen ionomer kaca tipe 1 (Fuji I, GC, Japan)

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris murni. b. Semen ionomer kaca tipe 1 (Fuji I, GC, Japan) BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris murni. B. Identifikasi Variabel 1. Variabel Pengaruh a. Self adhesif semen (RelyX TM U200, 3M ESPE,

Lebih terperinci

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi PENGARUH BAHAN IRIGASI SARI BUAH BELIMBING WULUH ( Avherroa bilimbi L ) TERHADAP PENURUNAN KEKERASAN MIKRO DENTIN SALURAN AKAR Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. infeksi dan menutup sistem saluran akar dengan rapat. Perawatan saluran akar

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. infeksi dan menutup sistem saluran akar dengan rapat. Perawatan saluran akar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan saluran akar merupakan suatu prosedur perawatan dalam sistem saluran akar untuk mempertahankan gigi yang bebas infeksi agar dapat berfungsi kembali. Tujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian eksperimental

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian eksperimental BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratoris In Vitro. B. Populasi dan Sampel Penelitian Subyek pada penelitian ini yaitu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorik dengan rancangan penelitian pretest and posttest with control

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorik dengan rancangan penelitian pretest and posttest with control BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Design Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan peneliti adalah studi eksperimental laboratorik dengan rancangan penelitian pretest and posttest with control group

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Streptococus mutans yang menyebabkan ph (potensial of hydrogen) plak rendah

BAB I PENDAHULUAN. Streptococus mutans yang menyebabkan ph (potensial of hydrogen) plak rendah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies merupakan masalah di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Karies gigi merupakan penyakit multifaktorial yang disebabkan oleh bakteri, jaringan host, substrat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada

METODE PENELITIAN. Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna. memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh : IDELIA GUNAWAN NIM :

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna. memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh : IDELIA GUNAWAN NIM : PENGARUH PENAMBAHAN KITOSAN NANO BLANGKAS TERHADAP FLEXURAL STRENGTH RESTORASI KAVITAS KLAS II (SITE 2 SIZE 2) MINIMAL INTERVENSI SEMEN IONOMER KACA MODIFIKASI RESIN NANO PENELITIAN IN VITRO SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan endodontik merupakan perawatan pada bagian pulpa gigi dengan tujuan mempertahankan gigi vital atau gigi non vital dalam lengkung gigi (Bakar, 2012). Perawatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perlu dicabut. Proses perawatan saluran akar meliputi preparasi biomekanis,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perlu dicabut. Proses perawatan saluran akar meliputi preparasi biomekanis, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan saluran akar bertujuan menyelamatkan gigi yang sudah rusak sehingga memungkinkan struktur gigi yang tersisa untuk berfungsi dan gigi tidak perlu dicabut.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian Rancangan penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian Rancangan penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental. 14 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Rancangan penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental. group design. 3.2 Desain Penelitian Desain penelitian yang dilakukan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting dalam proses reparasi gigi baik pada perawatan endodontik maupun

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting dalam proses reparasi gigi baik pada perawatan endodontik maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuatan kavitas pada gigi merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam proses reparasi gigi baik pada perawatan endodontik maupun preparasi gigi lainnya (Tarigan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Metode Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksplanatory research, yaitu menjelaskan antara variabel bebas (pengaruh penambahan variasi konsentrasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akar selama atau sesudah perawatan endodontik. Infeksi sekunder biasanya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akar selama atau sesudah perawatan endodontik. Infeksi sekunder biasanya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan endodontik merupakan bagian dari perawatan pulpa gigi yang bertujuan untuk menjaga kesehatan pulpa baik secara keseluruhan maupun sebagian serta menjaga kesehatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia setelah Brazil (Hitipeuw, 2011), Indonesia dikenal memiliki tanaman-tanaman

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia setelah Brazil (Hitipeuw, 2011), Indonesia dikenal memiliki tanaman-tanaman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara dengan tingkat keanekaragaman hayati tertinggi kedua di dunia setelah Brazil (Hitipeuw, 2011), Indonesia dikenal memiliki tanaman-tanaman yang berkhasiat

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penilitian Desain: Eksperimental Laboratorik 4.2. Spesimen Spesimen diambil dari gigi yang diekstraksi dari beberapa klinik di Jakarta. Spesimen gigi terdiri dari delapan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris dengan rancangan penelitian pretest and posttest control group design. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Alur Pikir. Biodentin. Kulit Buah Manggis

LAMPIRAN 1. Alur Pikir. Biodentin. Kulit Buah Manggis LAMPIRAN 1 Alur Pikir Biodentin Biodentin merupakan material yang berbahan dasar kalsium silikat. Biodentin yang diperkenalkan oleh Septodont ini memiliki daya biokompabilitas dan bioaktif yang baik. Biodentin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi berlubang (karies gigi). Pasien datang dengan kondisi gigi berlubang yang

BAB I PENDAHULUAN. gigi berlubang (karies gigi). Pasien datang dengan kondisi gigi berlubang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit gigi dan mulut yang sering dialami oleh masyarakat adalah gigi berlubang (karies gigi). Pasien datang dengan kondisi gigi berlubang yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian uji kekerasan email dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah Mada (UGM) dan penyinaran dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah Mada (UGM) dan penyinaran dilakukan 37 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimental murni laboratoris secara in vitro. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kompleksitas anatomi saluran akar, invasi mikroorganisme ke dalam tubulustubulus dentin dan pembentukan smear layer selama instrumentasi merupakan hambatan terbesar dalam proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akar. 4 Pasak telah digunakan untuk restorasi pada perawatan endodonti lebih dari 100

BAB 1 PENDAHULUAN. akar. 4 Pasak telah digunakan untuk restorasi pada perawatan endodonti lebih dari 100 akar. 4 Pasak telah digunakan untuk restorasi pada perawatan endodonti lebih dari 100 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Restorasi gigi pada perawatan endodonti yang mengabaikan integritas dari struktur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental Murni dengan rancangan eksperimental random atau disebut juga randomized pretest posttest control group

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN

I. METODOLOGI PENELITIAN I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mutu Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Aagrobisnis Perkebunan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang di gunakan adalah eksperimen semu (Quasi Experiment) dengan rancangan eksperimental non random atau disebut juga Randomized pretest-posttest

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Tindakan irigasi saluran akar merupakan salah satu langkah yang penting dalam cleaning and shaping dalam perawatan endodonti. Tindakan irigasi selalu disertai dengan pembentukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Surakarta dan UPT Laboratorium Pusat MIPA UNS. B. Alat dan Bahan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Surakarta dan UPT Laboratorium Pusat MIPA UNS. B. Alat dan Bahan BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan, yaitu bulan September sampai November 2015. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. n = 3990 = 363, sampel 3990 (5%) 2 + 1

BAB V HASIL PENELITIAN. n = 3990 = 363, sampel 3990 (5%) 2 + 1 BAB V HASIL PENELITIAN Survei ini berlangsung selama periode bulan April hingga Juli 2008. Keseluruhan pengambilan data sekunder dari kartu status pasien dilakukan di RSGMP FKG UI dengan subyek survei

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratorik yang dilakukan secara in vitro.

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratorik yang dilakukan secara in vitro. 18 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratorik yang dilakukan secara in vitro. 4.2 Sampel Penelitian dan Bahan Uji Sampel yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin

I. PENDAHULUAN. kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pemutihan gigi adalah prosedur yang telah digunakan pada bidang kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin banyak dilakukan

Lebih terperinci