BABl PENDAHULUAN. Perkembangan dalam praktik akuntansi sektor publik akhir-akhir ini

Transkripsi

1 BABl PENDAHULUAN 1.1 La tar Belakang Perkembangan dalam praktik akuntansi sektor publik akhir-akhir ini sangat pesat. Pada masyarakat juga semakin tinggi tingkat perhatian terhadap praktik akuntansi sektor publik yang diaplikasikan oleh lembagalembaga pemerintah, perusahaan milik negara/daerah, dan berbagai organisasi publik lainnya. Bila dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya saat ini terdapat tuntutan yang lebih besar dari masyarakat untuk lebih dilakukan transparansi dan akuntabilitas publik pada lembagalembaga sektor publik. Organisasi sektor publik saat ini menghadapi tekanan untuk lebih efektif, efisien dan akuntabel. Organisasi sektor publik mempunya1 pertangungj a waban kepada masyarakat karena sumber daya yang digunakan organisasi sektor publik dalam rangka pemberian pelayanan publik berasal dari masyarakat (public funds). Pola pertanggungjawaban di sektor publik bersifat vertikal dan horisontal. Pertanggungjawaban vertikal adalah pertanggungjawaban kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban pernerintah daerah kepada pemerintah daerah atasan atau kepada pernerintah pusat, pernerintah pusat kepada parlernen. Pertanggungjawaban horizontal adalah pertanggungjawaban kepada 1

2 masyarakat luas. Kedua jenis pertanggungjawaban tersebut merupakan elemen penting dari proses akuntabilitas publik ( Mardiasmo,2002). American Accounting Association (1970) dalam Glynn (1993) menyatakan tujuan akuntansi pada organisasi sektor publik adalah untuk : a. Memberikan informasi yang diperlukan untuk mengelola secara tepat, efisien, dan ekonomis atas suatu operasi dan alokasi sumber daya yang dipercayakan kepada organisasi. Tujuan ini terkait dengan pengendalian manajemen (management control) b. Memberikan informasi yang memungkinkan bagi manajer untuk melaporkan pelaksanaan tanggungjawab mengelola secara tepat dan efektif program dan penggunaan sumber daya yang menjadi wewenangnya, dan memungkinkan bagi pegawai pemerintah untuk melaporkan kepada publik atas hasil operasi pemerintah dan penggunaan dana publik. Tujuan ini terkait dengan akuntabilitas. Akuntansi sektor publik terkait dengan tiga hal pokok yaitu penyediaan informasi,pengendalian manajeman, dan akuntabilitas. Akuntansi sektor publik merupakan informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupaun alat informasi bagi publik. Bagi pemerintah, informasi akuntansi digunakan dalam proses pengandalian manajemen mulai dari perencanaan stratejik, pembuatan program, penganggaran, evaluasi kinerja, dan pelaporan kinerj a. 2

3 Mardiasmo (2002) mengemukakan bahwa pada dasarnya masyarakat (publik) memiliki hak dasar terhadap pemerintah, yaitu a. Hak untuk mengetahui (right to know) yaitu: mengetahui kebijakan pemerintah mengetahui keputusan yang diambil pemerintah mengetahui alasan dilakukannya suatu kebijakan karena ada keputusan tertentu b. Hak untuk diberi informasi (right to be informed) yang meliputi hak untuk diberi penjelasan secara terbuka atas permasalahanpermasalahan tertentu yang menjadi perdebatan publik. c. Hak untuk didengar aspirasinya (right to be heard and to listened to) Laporan keuangan pemerintah merupakan hak publik yang harus diberikan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah. Hak publik atas informasi keuangan muncul sebagai konsekuensi konsep pertanggungjawaban publik. Pertanggungjawaban publik mensyaratkan organisasi publik untuk memberikan laporan keuangan sebagai bukti pertanggungjawaban dan pengelolaan (acountability dan stewardship) Pendekatan dalam Audit Dalam auditing, ada empat pendekatan yang dilakukan pada audit, yaitu:

4 1. Pendekatan pada prosedur substantif ( the substantif procedures approach) 2. Pendekatan pada neraca (the balance sheet approach) 3. Pendekatan pada sistem ( the systems based approach) 4. Pendekatan pada risiko (the risk based approach) 1. Pendekatan pada prosedur subsantif ( the substantif procedures approach) Lebih pada langkah vouching dan verifikasi langsung atas langkah. Dalam pendekatan ini sumber atau obyek audit sudah ditargetkan melalu pengujian besarnya volume transaksi dan nilai akun tanpa berfokus pada suatu area tertentu dalam laporan keuangan. 2. Pendekatan pada neraca (balance sheet aprroach) Pada pendekatan ini prosedur substantif difokuskan pada akunakun neraca saja dan terbatas pada prosedur tertentu terkait dengan rugi laba. Justifikasi pada pendekatan ini mencatatkan pada hal-hal yang relevan pada asersi manajemen pada seluruh posisi keuangan. Akun-akun dilakukan pengujian dan verifikasi, atas rugi/laba yang dilakporakan pada periode akuntansi tidak akan dinyakatan secara material. 4

5 3. Pendekatan pada sistem (system based approach) Pendekatan ini auditor melalukan pengujian atas efektifitas pengendalian intem pada entitas dan kemudian pada pengujian substantif pada area dimana menyadari tujuan audit. 4. Pendekatan pada risiko ( risk based audit) Pada pendekatan ini auditor melakukan pengujian dengan berfokus kepada akun-akun yang berpotensi memiliki risiko yang besar yang apabila tidak diperdalam dalam audit akan mempengaruhi atau relevan terhadap hasil akhir berupa opini audit Risiko Menurut Arens (2003), sesungguhnya risiko saat ini merupakan potensi kerugian di waktu mendatang. Karena itu sangat perlu diperhatikan dan diperhitungkan. Menurut Arens (2003) pula, materialitas dan risiko merupakan konsep-konsep fundamental yang sifatnya penting dalam perencanaan audit dan dalam perancangan atas pendekatan audit yang akan dipergunakan. Cara tepat mengidentifikasi risiko dengan cara mengenal dan memahami seluruh risiko yang sudah ada (inherent) maupun yang mungkin timbul terdeteksi setelah dilakukan audit (detection). Menurut Arens (2003), cara utama yang dipergunakan oleh Auditor untuk mempertimbangkan risiko yang ada dalam perencanaan audit adalah melalui penerapan model risiko audit yang terdiri dari 4 komponen yaitu risiko deteksi terencana (planned detection risk), risiko akseptibilitas audit 5

6 (acceptable audit risk), risiko inheren (inherent risk) dan risiko pengendalian (control risk). Penilaian risiko merupakan cara untuk mengalokasikan sumber daya audit dan mengidentifikasi area terpenting dalam cakupan audit. Hal ini memungkinan pemeriksa untuk mendesain program pemeriksaan untuk menguji pengendalian kunci dengan lebih mendalam Pemeriksaan Keuangan Negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI Sesuai dengan pasal 23 UUD 1945 (perubahan) menetapkan bahwa pemerintah berkewajiban menyampaikan pertanggungjawaban keuangan negara segera setelah tahun anggaran berakhir (paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir), dan akan menjadi dasar pemeriksaan oleh BPK yang memegang amanat konstitusi UUD 1945 untuk memeriksa atau mengaudit tanggungjawab pengelolaan keuangan Negara. Pelaksanaan pemeriksaan tanggungjawab pengelolaan keuangan negara tersebut sesuai dengan undang-undang pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara yaitu Undang-Undang No.15 Tahun Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, BPK menggunakan Pemeriksa (pemeriksa) yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil atau yang bukan Pegawai Negeri Sipil. Pemeriksaan oleh BPK RI atas pertanggungjawaban keuangan negara mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerj a dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Output yang dihasilkan dari pemeriksaan keuangan 6

7 oleh pemeriksa BPK RI adalah Hasil Pemeriksaan yang didalamnya memuat opini atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah!Pusat.Hasil Pemeriksaan ini diserahkan kepada DPR, DPD dan DPRD (lembaga perwakilan). Laporan hasil pemeriksaan BPK RI juga diberikan kepada pihak eksekutif, yaitu Presiden, Gubemur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Kemudian apabila dalam pemeriksaan ditemukan tindak pidana maka hal tersebut dapat dilaporkan ke instansi yang berwenang. Pemeriksaan keuangan yang dilaksanakan oleh pemeriksa BPK RI adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat atau daerah. Pemeriksaan keuangan tersebut bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menyatakan bahwa pemeriksaan keuangan negara dilaksanakan berdasarkan standar pemeriksaan (SPKN) Standar Pemeriksaan Keuangan Negara Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) diterbitkan sesua1 amanat pasal 9 (1 e) UU no 15 tahun 2006 ten tang Badan Pemeriksa Keuangan, dimana BPK RI memiliki kewenangan untuk menetapkan 7

8 standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasi dengan pemerintah pusat/pemerintah darah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara. Berdasarkan peraturan tersebut pada bulan januari 2007 BPK RI telah menerbitkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) sebgai patokan dalam melakukan pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Sebagian besar isi SPKN terutama untuk satandar pelaksaam adalah adopsi dari berbagai standar yang telah ada terutama standar audit dari Amerika Serikat yang diterbitkan oleh Goverment Accountabilty Office (GAO) Sebagaimana diamanatkan dalam SPKN dalam melaksanakan suatu pemeriksaan, pemeriksa BPK RI secara profesional bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan untuk memenuhi tujuan pemeriksaan. Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan publik, pemeriksa harus melaksanakan seluruh tanggung jawab profesionalnya dengan derajat integritas yang tertinggi. Pemeriksa BPK RI harus profesional, obyektif, berdasarkan fakta, dan tidak berpihak. Pemeriksa BPK RI bertanggung jawab untuk menggunakan pertimbangan profesional dalam menetapkan lingkup dan metodologi, menentukan pengujian dan prosedur yang akan dilaksanakan, melaksanakan pemeriksaan, dan melaporkan hasilnya. Pemeriksa harus mempertahankan integritas dan obyektivitas pada saat melaksanakan pemeriksaan untuk mengambil keputusan yang konsisten dengan kepentingan publik. Dalam melaporkan hasil pemeriksaannya, pemeriksa bertanggung jawab untuk 8

9 mengungkapkan semua hal yang material atau signifikan yang diketahuinya, yang apabila tidak diungkapkan dapat mengakibatkan kesalahpahaman para pengguna laporan hasil pemeriksaan, kesalahan dalam penyajian hasilnya, atau menutupi praktik-praktik yang tidak patut atau tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada pidato Ketua BPK RI Hadi Poemomo tanggal 10 Januari 2011 pada acara pembukaan dalam Workshop Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP dan Laporan Keuangan Kementrian I Lembaga (LKKL) tahun 2010 di Auditorium Pusdiklat BPK RI Jakarta mengatakan sebagaimana termuat dalam buletin 'Info BPK' edisi Januari 2011 : "Hal penting dalam rangka melaksanakan tugas pemeriksaan yang harus selesai pada waktu yang sangat terbatas dan dengan jumlah pemeriksa yang juga masih terbatas. Tentu saja keterbatasan tersebut tidak boleh menjadi halangan bagi tugas kita. Namun justru menjadi tantangan bagi kita untuk mencari cara-cara yang lebih efisien dan efektif dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas pemeriksaan kita" Pada kesempatan itu Anggota I BPK, Moermahadi Soerja Djanegara menyampaikan materi Perbaikan Kinerja Pemeriksaan LKPP dan LKKL melalui Penerapan Risk Based Audit (RBA). Laporan Hasil Pemeriksaan BPK menyatakan telah menerapkan RBA akan tetapi di lapangan para pemeriksa bel urn sepenuhnya memahami konsep RBA sehingga ada indikasi belum menerapkan secara optimal sehingga belum mencapai tujuan yang diharapkan. 9

10 Penelitian Sebelumnya Penelitian dalam bidang auditing sudah ban yak dilakukan oleh peneliti namun secara khusus untuk penelitian mengenai permasalahan Risk Based Auditing masih sedikit dilakukan. Beberapa penelitian mengenai Risk Based Auditing an tara lain : 1. Penelitan Oleh Y a yon W ahyu Setyobudi (2006) menilai apakah model penilaian risiko (risk assessment) pada kegiatan Bank ABC sudah memadai dan bentuk risk assessment yang memadai untuk menilai risiko dalam perencanaan audit umum. Menunjukkan bahwa : a. Kantor pusat mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi dibanding kantor cabang; b. Penerapan penilaian risiko dalam perencanaan audit belum memadai karena masih mempunyai kelemahan yaitu penilaian secara manual, klasifikasi risiko belum terinci dan belum fokusnya audit pada permasalahan yang menjadi prioritas. 2. Penelitian oleh Adam Buana (2006) mengenai pengaruh risk asestment terhadap internal audit Bank X menunjukan adanya : a. proses penilaian risiko atau risk assessment terhadap auditee pada tahap perencanaan audit untuk menentukan risk mapping dalam Rencana Audit Tahunan (RAT) telah efektif dan sesuai berdasarkan risiko yang ada; b. Pengelolaan risiko suatu auditee tidak tergantung besar kecilnya auditee tersebut, tetapi yang terpenting adalah pengendalian 10

11 internal dan manajemen risiko suatu auditee/cabang dapat dikelola dengan baik; c. Pengelolaan risiko suatu auditee tidak tergantung pada audit masa lalu. Hal ini dapat terjadi karena periode setelah audit sebelumnya sampai dengan audit saat ini ada perbaikan atau bahkan penurunan kinerja maupun pengelolaan risiko suatu auditee. 3. Penelitian oleh Istianah (2007) mengevaluasi implementasi Risk Based Audit pada BPK RI Perwakilan Propinsi DI Yogyakarta menyimpulkan : a. Adanya kesadaran tinggi oleh para pemeriksa dalam menganalisa resiko audit; b. Akan tetapi bel urn bel urn sepenuhnya dapat mengimplementasikan Risk Based Audit dikarenakan Petunjuk Teknis Pemeriksaan yang digunakan bel urn mengacu pada Risk Based Audit, belum ada pengelolaan file permanen,dan jangka waktu penunjukan tim audit dan pemberangkatan tim ke entitas sangat singkat Pertanyaan Penelitian "Apakah para pemeriksa BPK RI telah mengimplementasikan RBA seperti pada SPKN dan yang telah dijabarkan pada petunjuk teknis pemeriksaan, faktor-faktor apa sajakah yang masih menjadi kendala dan 11

12 tantangan BPK RI dalam penerapan RBA dalam pemeriksaan di masa-masa yang akan datang" 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : a. Mengetahui sejauh mana implementasi RBA oleh para pemeriksa pada Perwakilan BPK RI Jawa Timur. b. Mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala dalam implementasi RBA dan tantangan dalam pemeriksaan ke depan Motivasi Penelitian Perkembangan pada akhir-ak:hir ini menunjukkan tuntutan semakin tingginya kualitas hasil pemeriksaan laporan keuangan. Kualitas hasil pemeriksaan yang baik tentunya mampu memberikan koreksi, mampu mengungkapkan adanya atau potensi terjadinya kecurangan (fraud) sebagai risiko audit untuk itu diperlukan kemampuan pemeriksa untuk mendeteksi kemungkinan munculnya risiko audit. Penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana kesadaran para pemeriksa terhadap risiko audit dan kemampuan untuk memprediksinya. 12

13 1.5. Manfaat Penelitian Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat dipergunakan untuk: 1. Mengembangkan khasanah pengetahuan auditing mengenm pemahaman resiko dengan menyelenggarakan pemeriksaan yang berbasis pada risiko (Risk Based Audit) 2. Bagi BPK RI sebagai masukan dalam menyusun petunjuk teknis dalam pemahaman risiko dalam pemeriksaan dan perbaikan dalam manaj em en perencanaan pemeriksaan Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membatasi pengamatan pada implementasi Risk Based Audit yang diterapkan oleh Perwakilan BPK RI Provinsi Jawa Timur dalam penugasan pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah tahun anggaran 2011 dengan peri ode pengamatan an tara bulan desember 2011 hingga bulan mei