Copyright 2017 Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Copyright 2017 Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup."

Transkripsi

1

2 Pedoman Implementasi SMART di Kawasan Konservasi Copyright 2017 Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Penyunting : Rhemawati Wijaya (WCS - IP) & Erwin Wilianto (FHK) Perancang Sampul: Rhemawati Wijaya (WCS - IP) Tata Letak : Erwin Wilianto (FHK) Foto Sampul : Wildlife Conservation Soceity - Indonesia Program (Depan), Ahmad Faisal - ZSL IP (Belakang) Saran Sitasi: Kholis, M., Puspita. O.R., Gunaryadi, D. & Sadikin, L.A., Pedoman Implemantasi SMART di Kawasan Konservasi. Kelompok Kerja SMART. Jakarta Buku ini disusun melalui kerjasama lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang bekerja mendukung implementasi SMART di Indonesia terutama WCS, FFI dan ZSL dengan difasilitasi oleh Forum HarimauKita (FHK) dan Sumatran tiger Project yang tergabung di dalam Kelompok Kerja SMART Indonesia yang didukung sepenuhnya oleh Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem - KLHK. Cetakan I: Juli 2017 viii + 56 halaman Disusun dan diterbitkan atas dukungan:

3 PEDOMAN IMPLEMENTASI SMART DI KAWASAN KONSERVASI Tim Penyusun Munawar Kholis (USAID-Lestari), Oktafa R Puspita (WCS-IP), Donny Gunaryadi (FFI-IP), Lili A Sadikin (ZSL-IP) Peninjau Ir. Suyatno Sukandar, M.Sc (Direktur Kawasan Konservasi, Ditjen KSDAE - KLHK) Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

4 iv Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

5 Kata Pengantar KAWASAN KONSERVASI baik Taman Nasional maupun kawasan konservsi lainnya yang dikelola oleh BKSDA dan KPH memerlukan sistem pengelolaan data yang baik, guna mengukur serta meningkatkan kinerja pengelolaan dalam mencapai tujuan-tujuan pengelolaan. SMART (Spatial Monitoring and Reporting Tool) merupakan sistem pengelolaan data kegiatan lapangan yang mulai dipergunakan di Indonesia sejak Dokumen ini menjelaskan secara singkat prakondisi untuk menjalankan SMART bagi Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang belum memiliki sistem pengelolaan basis data. Dengan adanya panduan ini diharapkan dapat memberikan penjelasan secara ringkas bagi pimpinan UPT yang belum memiliki Sistem Informasi Manajemen (SIM) untuk menjalankan SMART dengan ketersediaan sumber daya yang terbatas melalui implementasi bertahap. SMART dengan dilengkapi Cybertracker memberikan kemudahan bagi tim lapangan dalam mengambil data dan proses input data ke dalam komputer. Sistem SMART menghasilkan basis data yang terintegrasi mulai dari tingkat tapak/ lapangan hingga pusat. SMART diproyeksikan dapat mengelola data keseluruhan di dalam UPT Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) serta terhubung dengan sistem terpusat yang dikelola Direktorat Kawasan Konservasi (Dit. KK). Kegiatan-kegiatan pengelolaan di dalam UPT sangat beranekaragam, dalam perkembangannya SMART dapat mengakomodir berbagai informasi kegiatan tersebut mulai dari inventarisasi, penyuluhan, patroli, pemantauan jasa lingkungan, dan lainnya. Indonesia memiliki kawasan konservasi yang sangat luas dan berada di berbagai eco-region, untuk mempermudah pengelolaan didasarkan pada kekhasan wilayah geografis serta jenis-jenis keanekaragaman hayati yang juga berbeda. Kawasan konservasi di Indonesia dibagi mnjadi enam region data SMART yang terdiri dari region Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Sunda Kecil dan Papua. Kunci keberhasilan pengelolaan data SMART terletak pada visi pimpinan bahwa data sangat diperlukan untuk menunjang monitoring efektivitas pengelolaan kawasan dan strategi pengelolaan yang adaptif. Buku ini beserta dengan 3 buku lainnya menjadi satu kesatuan informasi yang diperlukan dalam menjalankan SMART antara lain: 1. Pedoman Implementasi SMART di Kawasan Konservasi 2. Modul Aplikasi SMART 3. Penjelasan Istilah dan Struktur Data Model (Datamodel Glossary). Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi v

6 Dengan disusunnya buku SMART beserta dokumen-dokumen pendukung lainnya, kami berharap agar UPT dapat memahami dan mengembangkan sistem informasi dengan baik, terutama UPT yang belum memiliki sistem informasi. Harapannya, efektivitas pengelolaan kawasan dapat ditingkatkan. Jakarta, September 2016 Kelompok Kerja SMART Indonesia vi Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

7 Daftar Isi Kata Pengantar iii Daftar Isi v Daftar Singkatan vii Pendahuluan 1 Keunggulan SMART 2 Perkembangan SMART di Indonesia 3 Kelompok Kerja SMART 5 Tahapan Implementasi SMART 7 TAHAP 1 : PRAKONDISI 7 1. Ketersediaan perangkat pengelolaan data 8 2. Mekanisme evaluasi dan pelaporan 9 3. Instruksi kepala UPT melalui Surat Keputusan (SK) Ketersediaan staf pengelola data Perangkat koleksi data 16 TAHAP 2 : PENINGKATAN KAPASITAS OPERATOR DAN TIM LAPANGAN TINGKAT LANJUT Peningkatan kapasitas operator data SMART Peningkatan kapasitas tim lapangan dan standarisasi pengambilan data. 19 TAHAP 4 : IMPLEMENTASI PENGAMBILAN DATA Persiapan Patroli Tallysheet Pelaksanaan Patroli Pasca Patroli: Input data, analisa data dan pelaporan 27 Penutup 33 Lampiran 34 F.A.Q Frequently Asked Questions 34 Contoh SK Operator Data SMART di Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BB-TNBBS) 36 Contoh SK Operator Data SMART di Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) 38 Contoh Tallysheet/ Datasheet Patroli Tallysheet untuk isian Posisi Tallysheet untuk data aktivitas illegal Tallysheet untuk keanekaragaman hayati Tallysheet untuk pengambilan data fitur alami dan non alami 53 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi vii

8 viii Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

9 Daftar Singkatan BB : Balai Besar BPTN : Bidang Pengelolaan Taman Nasional FFI : Fauna Flora International FHK : Forum HarimauKita GPS : Global Positioning System KPH : Kesatuan Pengelolaan Hutan MISt : Management Information System SIG : Sistem Informasi Geografis SMART : Spatial Monitoring And Reporting Tool SPTN : Seksi Pengelolaan Taman Nasional TN : Taman Nasional TNBBS : Taman Nasional Bukit Barisan Selatan TNGL : Taman Nasional Gunung Leuser UPT : Unit Pelaksana Teknis ZSL : Zoological Society of London WCS : Wildlife Conservation Society Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi ix

10 Pendahuluan Unit Pelaksana Teknis (UPT) memiliki mandat untuk melaksanakan pengelolaan kawasan sesuai dengan Rencana Strategis KSDAE yang dijabarkan melalui Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) maupun Rencana Pengelolaan Jangka Pendek (RPJPn). Pengelolaan data dan memperbarui data kondisi kawasan merupakan bagian yang penting dalam pengelolaan kawasan, karena dengan sistem monitoring dan basis data yang baik dapat menjadi refleksi dan memberikan masukan dalam meningkatkan efektivitas pengelolaan. Menjalankan pengelolaan data merupakan aspek yang penting dalam pengelolaan kawasan meskipun saat ini belum semua kawasan memiliki sistematika yang baku. Pengelola yang belum memiliki sistem pengelolaan data yang sistemik bukan berarti tidak melaksanakan pengelolaan dengan benar, hanya saja hasil kegiatan terutama informasi spasial tidak terkelola dengan optimal dan tidak dengan cepat memberikan informasi yang cukup dalam mengambil kebijakan yang tepat pada saat diperlukan. Untuk melakukan pengelolaan data, saat ini telah dikembangkan sistem basis data SMART (Spatial Monitoring And Reporting Tool) yang relatif mudah untuk dipergunakan dan direkomendasikan sebagai salah satu skema dalam meningkatkan efektivitas pengelolaan. Diagram Siklus Adaptive Management Sebanyak apapun informasi tidak akan banyak berguna bagi pengelolaan apabila tidak ada sistem di dalam pengelolaan yang memanfaatkan informasi tersebut Siklus pengelolaan kawasan konservasi memerlukan basis data yang kuat mulai dari perencanaan kegiatan lapangan hingga menyusun strategi pengelolaan yang adaptif. Konsistensi dalam menjalankan sistem serta menempatkan informasi sebagai bagian integral yang mendukung tujuan pengelolaan akan sangat membantu dalam merumuskan strategi pengelolaan kawasan. Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi 1

11 Keunggulan SMART SMART lebih dari sekedar alat untuk mengumpulkan data, melainkan seperangkat alat (tool) yang dikembangkan berdasarkan pengalaman praktis dan dirancang untuk membantu perlindungan kawasan konservasi. SMART juga membantu pengelola kawasan konservasi untuk membuat rencana pengelolaan yang lebih baik, mengevaluasi dan mengimplementasikan aksi konservasi serta meningkatkan akuntabilitas. SMART menyatukan kekuatan informasi dan pentingnya akuntabilitas untuk mengarahkan sumber daya yang dimiliki kepada wilayah-wilayah yang paling terancam. SMART tidak dimiliki oleh perseorangan atau satu organisasi, melainkan tersedia secara gratis bagi komunitas konservasi. Kemampuan SMART dalam menganalisis data dalam pengelolaan kawasan konservasi : 1. Menyajikan data keanekaragaman hayati, meliputi: distribusi dan kelimpahan, dan tidak dapat memunculkan angka populasi. 2. Menyajikan data ancaman dalam kawasan, data yang dikeluarkan berupa lokasi/ distribusi ancaman serta lokasi kerawanan ancaman. 3. Menyajikan kinerja petugas di lapangan, berupa cakupan wilayah jelajah dan pergerakan di lapangan. 4. Menentukan lokasi prioritas patrol 5. Menentukan lokasi 2 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

12 Perkembangan SMART di Indonesia Kawasan konservasi di Indonesia kurang lebih seluas 27 juta hektar. Pada tahun 2010, Wildlife Conservation Society menginisiasi sistem pengelolaan data patroli yang disebut MISt (Management Information System) yang diujicobakan di Taman Nasional Gunung Leuser. Sistem ini dirasakan cukup baik namun masih memiliki kendala dalam visualisasi hasil maupun kueri (query) yang kurang ramah bagi pengguna yang masih pemula. Pada tahun 2012 beberapa lembaga internasional bekerjasama untuk menyempurnakan MISt dengan mengembangkan SMART sekaligus dengan tools untuk mentrasfer data yang telah disimpan di dalam MISt ke dalam SMART. Pada tahun 2013, beberapa lembaga yang bekerjasama dengan UPT seperti WCS (di TN Gunung Leuser dan TN Bukit Barisan Selatan), FFI (di Ulu Masen dan TN Kerinci-Seblat) dan ZSL (di TN Berbak Sembilang) mulai mengembangkan SMART dengan didukung Forum HarimauKita (FHK) yang memfasilitasi penyusunan standarisasi modul pelatihan maupun penyusunan halhal teknis lain yang diperlukan dalam implementasi SMART secara komprehensif. Pada tahun 2014 dan 2016, implementasi SMART semakin meluas di Sumatera hingga wilayah lain di luar Sumatera, seperti TN Way Kambas dan TN Bogani Nani Wartabone yang didampingi oleh WCS; SM Rimbang Baling oleh WWF; dan BKSDA Sumatera Selatan oleh ZSL. CA Cycloop di Papua, TN Sebangau, TN Bukit Baka Bukit Raya dan TN Lorentz didampingi melalui program USAID-Lestari. FFI mengembangkan SMART untuk wilayah kelola hutan desa di Merangin Jambi dan Ketapang Kalimantan Barat sebagai alat monitoring pengelolaan hutan maupun keanekaragaman hayati di dalamnya. Kelompok Kerja SMART Kelompok Kerja (POKJA) Implementasi SMART dibangun melalui kerjasama berbagai pihak termasuk di dalamnya KLHK, LSM maupun perseorangan yang telah berkolaborasi dengan diinisiasi oleh Forum HarimauKita pada tahun Direktorat Jenderal KSDAE menerbitkan Surat Keputusan Nomor 220/KSDAE/ SET/KSA.1/7/2016 tentang Pembentukan Kelompok Kerja SMART (Spatial Monitoring And Reporting Tool) untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi. Saat ini tim POKJA mengembangkan seluruh dokumen yang diperlukan untuk mendukung implementasi SMART di seluruh kawasan konservasi di Indonesia. Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi 3

13 4 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

14 Tahapan Implementasi SMART SMART direkomendasikan untuk digunakan oleh UPT yang belum memiliki sistem pengelolaan data spasial. Dalam menjalankan sistem basis data SMART tidak diharuskan untuk menjalankan disain seluruh tahap sekaligus meskipun ini juga dimungkinkan, bagi UPT yang masih memiliki sumber daya terbatas dapat menjalankan SMART melalui beberapa tahap sesuai dengan ketersediaan sumber daya yang dimiliki. Ada tiga tahap yang harus dipenuhi sebelum menjalankan sistem SMART dalam mengelola data UPT, yakni tahap prakondisi; tahap peningkatan kapasitas operator dan tim lapangan; serta tahap peningkatan sistem data dan informasi. TAHAP 1 : PRAKONDISI Prakondisi merupakan tahap memperkenalkan SMART ke dalam kegiatan pengelolaan sehari-hari di UPT. Tahap ini tidak membutuhkan banyak sumber dana karena bertujuan untuk membuat model pelaksanaan SMART yang dijalankan pada unit tertentu. Model pelaksanaan ini kemudian dikembangkan untuk menjangkau seluruh kawasan dan menyempurnakan sistem. Terdapat 5 syarat minimal untuk UPT dapat menjalankan model pengelolaan Sistem SMART: 1. Ketersediaan perangkat pengelolaan data Perangkat komputer pengelolaan data harus ada di seksi wilayah, bidang wilayah maupun di balai/balai besar. Keberadaan komputer merupakan hal wajib yang diperlukan untuk memulai sistem SMART. Sebagian besar UPT Foto Laptop sebagai perangkat pengelolaan data patroli menggunakan sistem SMART (doc WCSIP) Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi 5

15 telah mendistribusikan perangkat komputer di setiap seksi wilayah, namun perangkat tersebut dipergunakan untuk mendukung seluruh kegiatan kantor seperti surat-menyurat, , menyimpan foto dan lain sebagainya. Dalam tahap prakondisi (sementara) ini cukup dengan memanfaatkan perangkat-perangkat komputer yang tersedia di Bidang Wilayah maupun di Seksi Wilayah. Namun idealnya, sistem basis data ditempatkan pada satu unit komputer tersendiri yang penggunaannya khusus untuk penyimpanan dan pengelolaan data. Tabel Kebutuhan Hardware dan Software untuk SMART Spesifikasi PC minimal : ¾ Windows XP, memerlukan RAM sebesar 1 GB. ¾ Windows 7, memerlukan RAM sebesar 2 GB. ¾ Linux, Ubuntu dan Xubuntu (9.10), memerlukan RAM sebesar 1 GB. ¾ Mac OS/X, Versi 10.6 atau 10.7, memerlukan RAM sebesar 2 GB. Komputer dengan prosesor berinti tunggal (single core) akan lebih lambat dibanding dengan prosesor berinti ganda (dual core) Ruang kosong pada hard drive yang diperlukan minimal sebesar 2 GB, aplikasi ini memerlukan ruang untuk menyimpan komponen Sistem SMART yang meliputi : ¾ perangkat lunak SMART, ¾ basis data SMART, ¾ data peta (shapefile atau imagery), ¾ foto dan video ¾ file lampiran lainnya. Penggunaan netbook untuk menjalankan perangkat lunak SMART ini tidak disarankan meskipun masih bisa berjalan. 2. Mekanisme evaluasi dan pelaporan Data yang telah dikelola di dalam sistem dapat dipergunakan untuk membantu perencanaan kegiatan-kegiatan selanjutnya dan juga membantu dalam penyusunan strategi pengelolaan kawasan. Untuk memaksimalkan pemanfaatan data, maka mekanisme evaluasi menjadi penting dalam memantau perkembangan kegiatan secara periodik dan berjenjang. ¾ Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan data hasil kegiatan yang dilaksanakan setiap bulan pada setiap seksi wilayah ¾ Evaluasi kegiatan dan program kerja yang dilaksanakan setiap triwulan tingkat bidang wilayah atau balai. ¾ Evaluasi kinerja pengelolaan tahunan yang dilaksanakan di balai atau balai besar. 6 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

16 Evaluasi menjadi faktor pokok dalam pengelolaan data karena merupakan bentuk pemanfaatan informasi dan data hasil kegiatan untuk penentuan strategi pengelolaan selanjutnya. Dengan melakukan evaluasi yang rutin setiap bulan kepala seksi dapat mengetahui apakah kegiatan sudah dilaksanakan dengan benar. Kegiatan evaluasi triwulan selain memastikan terlaksananya kegiatan juga dapat melihat dampak hasil kegiatan dalam jangka pendek. Evaluasi di dalam UPT yang memanfaatkan data spasial hasil pelaksanaan kegiatan belum banyak dilaksanakan, dikarenakan data spasial tidak dengan mudah tersaji untuk dievaluasi, sehingga banyak kegiatan evaluasi yang lebih menitikberatkan kepada evaluasi administratif. Kenapa perlu evaluasi bulanan di seksi wilayah? Siklus evaluasi setiap bulan di tingkat seksi wilayah dapat memberikan umpan balik terhadap setiap kegiatan yang telah dilaksanakan, baik secara spasial untuk menunjukkan cakupan atau jangkauan kegiatan patroli maupun tabular dan tekstual untuk menjelaskan temuan di lapangan. Kegiatan di seksi akan menghasilkan rekomendasi yang berasal dari masukan para pelaksana kegiatan di tingkat resort. Penyusunan rencana kegiatan patroli, baik itu berupa peta rencana pergerakan maupun target administratif lainnya dapat mempergunakan perangkat SMART dan termasuk di dalam bahan ajar operator SMART. Foto kegiatan evaluasi patroli di tingkat balai (Doc. WCS-IP) Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi 7

17 3. Instruksi kepala UPT melalui Surat Keputusan (SK) Visi dan dukungan kepala UPT dalam mengelola basis data adalah faktor utama dalam memulai pengelolaan basis data di dalam sebuah UPT. ¾ Menerapkan sistem pengelolaan data SMART, Juknis dan alur data SMART serta Evaluasi. Statemen ini diperlukan sebagai komando/ arahan/ instruksi kepala UPT kepada seluruh staf (struktural dan fungsional) dalam berkegiatan di lapangan dengan menggunakan SMART sebagai sistem pengelolaan data termasuk mekanisme evaluasi di masing-masing tingkat. ¾ Penugasan Operator Data. Penugasan terhadap operator ini diperlukan untuk memberikan fungsi yang tegas dan dapat secara fokus bekerja untuk membangun basis data dan mengelola basis data dengan optimal. Contoh SK penugasan Operator (Lampiran XX) 4. Ketersediaan staf pengelola data Data SMART mengakomodir informasi spasial yang dikelola secara otomatis meliputi pemetaan dan sistem pemanggilan data (kueri), diperlukan staf yang diberikan tugas mengelola data SMART dengan mengutamakan staf yang telah memiliki pengetahuan dasar mengenai penggunaan Global Positioning System (GPS) dan dasar dasar pemetaan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Pengelolaan data ini meliputi kegiatan entry data, pemanggilan dan analisis data (kueri), hingga penyusunan laporan sederhana yang menampilkan tabel dan peta. ¾ Operator data harus ada pada setiap jenjang pengelolaan (pengelola di Seksi, Bidang dan Balai/Balai Besar). Ketersediaan operator data harus dipenuhi di setiap jenjang baik itu pengelolaan kawasan oleh KSDA maupun Taman Nasional. Diperlukan kebijakan kepala UPT untuk memberikan mandat spesifik terhadap staf melalui Surat Keputusan (SK) Kepala UPT. ¾ Peningkatan kapasitas operator data. Staf yang ditunjuk untuk menjadi operator perlu mendapatkan pelatihan dasar dan peningkatan kapasitas secara rutin setiap tahunnya. Modul pelatihan dasar telah disusun dan dapat disampaikan kepada UPT yang siap untuk menjalankan SMART. Operator data di UPT (baik KSDA maupun TN) dibagi menjadi tiga jenjang yang masing-masing bertempat di seksi, bidang dan balai/balai besar untuk balai tipe A; dan dibagi menjadi dua jenjang yang ditempatkan di seksi dan balai untuk balai tipe B. 8 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

18 Tugas-tugas operator dijelaskan sebagai berikut: A. Operator data pada tingkat seksi a. Mengumpulkan data dari resort untuk dilakukan verifikasi data hasil kegiatan (data meliputi foto, trek GPS, titik koordinat GPS, dan lembar isian data). b. Menyusun lampiran (peta dan tabel hasil kegiatan) untuk melengkapi laporan pertanggungjawaban setiap SPT. c. Mengirimkan data yang telah diverifikasi bersama tim patroli dan resort kepada operator bidang wilayah atau secara lengsung kepada operator Balai. Bagan 1. Jenjang operator pengelolaan data SMART di taman nasional d. Melakukan pemetaan dan manyampaikan data hasil kegiatan untuk pelaksanaan evaluasi di resort yang dipimpin oleh kepala Seksi. e. Melakukan pendampingan resort-resort dalam menyusun peta rencana patroli (patrol planning). f. Memberikan pelatihan kepada tim lapangan mengenai metode pencatatan data temuan lapangan agar selaras dengan struktur data di dalam Sistem SMART. B. Operator pada tingkat bidang (khusus untuk Balai tipe A) Bidang wilayah merupakan struktur yang brekepentingan dalam memanfaatkan data secara komprehensif di wilayah kerjanya. Operator SMART di tingkat Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi 9

19 bidang wilayah diperlukan dalam membantu pengorganisasian data dan informasi sehingga dapat setiap waktu dimanfaatkan. Tugas Operator Data di tingkat BPTN meliputi : a. Mengelola data dari seluruh seksi wilayah di bidangnya serta data yang diperoleh dari mitra kerja. Dalam hal pengumpulan data dari mitra kerja, perlu berhati - hati karena pada prakteknya petugas resort atau yang ikut serta di dalam kegiatan bersama mitra juga telah memasukkan data melalui operator data seksi, sehingga perlu koordinasi dengan lembaga mitra terkait aturan pengumpulan data supaya tidak terjadi data terinput lebih dari satu kali. b. Menyusun/menjalankan laporan kegiatan bulanan untuk setiap seksi wilayah sebagai bahan untuk melaksanakan evaluasi pada tingkat bidang wilayah. c. Mengirimkan data yang dikelola kepada operator balai besar. d. Menyiapkan peta-peta dan informasi yang diperlukan oleh staf fungsional maupun struktural sepengetahuan kepala bidang. C. Operator data di Balai/Balai Besar Balai maupun Balai Besar memerlukan informasi spasial yang tersimpan di dalam sistem informasi SMART. Penugasan terhadap pengelola data juga berhubungan dengan fungsi Seksi P3 (Perencanaan Perlindungan dan Pengawetan) dan juga wali data. Tugas dari operator data balai/ balai besar meliputi : a. Menerima dan mengelola data dari seluruh seksi wilayah maupun bidang wilayah (Balai tipe A) dan menyimpannya di dalam perangkat basis data SMART serta melakukan backup secara rutin. b. Mengelola data survey yang telah dilaksanakan sebelumnya dengan sistem SMART termasuk data dari staff PEH. c. Melakukan kueri dan analisis data untuk memberikan informasi dan peta dalam proses evaluasi di tingkat balai. d. Menyusun peta keanekaragaman hayati, potensi pemanfaatan, ancaman dan informasi lainnya untuk kebutuhan laporan maupun penyusunan zonasi, rencana pengelolaan, rencana kerja, evaluasi fungsi kawaasan, dll. e. Menyusun peta dan data spasial untuk kepentingan publikasi dan penulisan karya ilmiah sepengetahuan kepala Seksi P3 dan Kepala Bidang Teknis. 10 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

20 f. Sebagai administrator Sistem SMART yang berperan dalam mengkonfigurasi sistem SMART serta memperbarui struktur data SMART apabila dalam perkembangannya mengalami perubahan atau perbaikan. Terbatasnya ketersediaan staf (PNS) pengelola di kawasan konservasi merupakan hambatan untuk dapat memberikan tugas khusus terhadap staf tertentu dalam mengelola data. Untuk menyikapi hal ini maka UPT dapat mengangkat tenaga kontrak yang spesifik memiliki kemampuan pengelolaan data. Apabila ketersediaan staf untuk ditempatkan sebagai pengelola data sangat terbatas, maka di dalam sebuah UPT paling tidak terdapat tiga staf pengelola data yang ditempatkan di Balai/Balai besar dan di Bidang/Seksi wilayah. Bagan 2. Jenjang operator pengelolaan data SMART di KPH Khusus: Pengelolaan data SMART pada KPH Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dapat berupa KPH Lindung, KPH Produksi, dan KPH Konservasi. Struktur pengelolaan data lebih sederhana karena hanya memiliki dua jenjang dan dapat juga lebih detil hingga sub-unit yang mengelola wilayah setingkat resort. Luas wilayah KPH perlu dibagi menjadi wilayah yang lebih kecil setingkat resort di Taman Nasional agar pengelolaan dilaksanakan dengan optimal. Sebaiknya hal ini sudah terintegrasi di dalam penataan dan rencana pengelolaan KPH. Namun apabila hal ini belum disusun di dalam peta blok kawasan maka kepala KPH dapat menyusun peta imajiner untuk membagi wilayahnya menjadi beberapa bagian setingkat resort. Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi 11

21 5. Perangkat koleksi data Pada umumnya setiap UPT telah memiliki perangkat untuk melakukan pengambilan data spasial di lapangan. Di beberapa UPT masih memiliki jumlah perangkat yang terbatas, sehingga kegiatan harus menunggu perlengkapan selesai dipergunakan oleh tim sebelumnya. Situasi ini pastinya akan menghambat pelaksanaan kegiatan karena tidak tersedianya perangkat yang memadai. Berikut ini daftar perlengkapan pengambilan data yang diperlukan, jumlah perlengkapan ini sebiaknya sesuai dengan jumlah tim. ¾ Kamera digital beserta kabel data ¾ GPS minimal type Garmin series 76 atau 78 ¾ Alat ukur (meteran atau penggaris) ¾ Telepon seluler android beserta kabel data diperlukan untuk melakukan pengambilan data melalui Cybertracker. ¾ Powerbank dengan kapasitas disesuaikan dengan jumlah hari kegiatan sebagai sumber daya untuk telepon android. ¾ Tallysheet yang telah disepakati UPT beserta alat tulis yang didisain dalam bentuk buku saku. Catatan: Apabila di dalam sebuah resort pengelolaan terdapat 1 tim patroli, 1 tim inventarisasi flora dan fauna dan 1 tim penyuluhan maka idealnya diperlukan 3 set perlengkapan untuk menghindari terkendalanya kegiatan dikarenakan perlengkapan yang dipergunakan silih berganti oleh beberapa tim. TAHAP 2 : PENINGKATAN KAPASITAS OPERATOR DAN TIM LAPANGAN TINGKAT LANJUT Pada tahap ini sasaran utama adalah memberikan training lanjutan kepada operator dan petugas lapagan. Peningkatan kapasitas ditujukan untuk meningkatkan kemampuan operator data yang telah ditunjuk pada prakondisi, operator data ini diharapkakn dapat memiliki kemampuan mengelola, menampilkan data dan analisis data dari seluruh aktivitas kegiatan pengelolaan seperti kegiatan inventariasi, penyuluhan, patroli, penanggulangan konflik dan kegiatan-kegiatan lainnya. 1. Peningkatan kapasitas operator data SMART Sistem pengelolaan data merupakan sistem yang selalu berevolusi meliputi perbaikan sistem maupun penambahan fungsi-fungsinya. Operator yang 12 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

22 ditunjuk diharapkan dapat ditugaskan dengan waktu yang lama sehingga investasi dalam bentuk peningkatan kapasitas dapat diprogramkan dengan baik. Pelatihan bagi operator setidaknya dilaksanakan satu kali setiap tahun. Target kemampuan operator pada tahap ini adalah memiliki kemampuan untuk menyusun kueri secara mandiri sesuai kebutuhan di UPT, menyusun report secara mandiri dan dapat menghasilkan seluruh informasi yang dibutuhkan oleh pimpinan maupun staf-staf lain yang memerlukan data. Dalam hal penyusunan DUPAK bagi para staf, dapat mempergunakan data hasil SMART sebagai lampiran. Tema-tema peningkatan kapasitas untuk operator: a. Kueri data. Beberapa jenis kueri di dalam SMART merupakan kombinasi dari logika komputer untuk memformulasikan filter-filter data sesuai kebutuhan. Kueri merupakan hal wajib yang perlu dipahami operator data. b. Pemrograman (Java Environtment dan BIRT) dan komputer jaringan. SMART merupakan aplikasi yang berbasis Java, dan BIRT merupakan program untuk menjalankan sistem pelaporannya. c. Sistem Informasi Geografis (SIG) tingkat dasar. Operator tidak diwajibkan menguasai SIG sampai tingkat analisis. Kebutuhan rutin penyusunan peta laporan dan peta rencana kegiatan dapat terbantu dengan adanya SMART. Namun, kemampuan dasar SIG akan sangat membantu dalam memahami download data GPS, sistem proyeksi, susunan layer peta, dan layout peta di dalam SMART. 2. Peningkatan kapasitas tim lapangan dan standarisasi pengambilan data Komposisi SDM Tim Lapangan Penunjukkan personil yang sesuai untuk tugas dan fungsinya di lapangan menjadi bagian yang penting dalam kegiatan patroli karena berpengaruh terhadap efektivitas dan efesiensi kegiatan. Anggota tim patroli idealnya berjumlah gasal, bisa sebanyak tiga, lima atau tujuh orang atau lebih sesuai dengan tujuan patroli. Berikut ini adalah peran dan fungsi minimal yang dalam setiap tim patroli: 1. Ketua Tim, orang yang berperan sebagai pemimpin satu tim patroli, bertanggungjawab terhadap pelaksanaan patroli dan tahapan selanjutnya paska pelaksanaan patroli. 2. Pemandu jalur dan navigasi, orang yang berperan sebagai penentu dan pemandu jalur yang akan dilewati serta mengoperasikan GPS untuk Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi 13

23 membuat tracklog dan waypoint. 3. Dokumentasi, orang yang bertugas mendokumentasikan semua temuan dalam bentuk foto atau video. 4. Identifikasi dan pencatatan data, orang yang mengidentifikasi temuan yang dijumpai dan pengisi lembar data. Fungsi-fungsi di atas adalah keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap anggota dalam satu tim, sedangkan untuk pembagian tugasnya dapat dibagi secara proporsional. Untuk fungsi 2 s.d. 4 dapat dilakukan rotasi agar setiap personil memiliki kemampuan lapangan yang setara. Semua anggota tim memiliki tugas untuk mengamati semua bentuk temuan ancaman dan keanekaragaman hayati. Anggota tim disarankan untuk berjalan berbaris ke belakang dengan jarak yang tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh (interval 1-2 m). Untuk menyesuaikan sistem basis data SMART dengan kegiatan di lapangan, maka diperlukan pelatihan terhadap tim yang berkegiatan secara langsung di lapangan. Pelatihan ini ditujukan untuk: a. Melakukan standarisasi pengambilan data. b. Meningkatkan kemampuan identifikasi jenis flora dan fauna. c. Batasan dan tatacara dalam mengambil tindakan terhadap temuan di lapangan. d. Pelatihan pengisian data secara manual pada tallysheet maupun pada Android (Cybertracker). e. Teknik pengambilan gambar atau dokumentasi observasi dan kegiatan yang baik. Perlengkapan minimal untuk keperluan pencatatan data temuan lapangan 14 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

24 TAHAP 3 : PENINGKATAN SISTEM DATA DAN INFORMASI Tahap ini dapat dilakukan apabila proses implementasi, yang meliputi prakondisi dan peningkatan kapasitas staf sudah dilaksanakan, dan tersedia cukup data yang sudah dientry ke dalam sistem SMART. Sistem pengelolaan data dapat dikembangkan lebih jauh sebagai berikut: ¾ Ruang pengendalian data (operation room) di kantor balai/balai besar. Sarana ini merupakan ruangan yang dipergunakan untuk menempatkan perangkat pengelolaan data pada jenjang balai dan dilengkapi dengan ruang pertemuan untuk melakukan evaluasi dan penyusunan rencana strategis. ¾ Koneksi internet di kantor resort, seksi wilayah dan bidang wilayah. Koneksi internet pada setiap jenjang pengelolaan diperlukan untuk melakukan transfer data dari Resort ke Seksi/ Bidang maupun ke Balai. ¾ Online server untuk mengelola data dari seluruh wilayah secara online. ¾ Penambahan staf pengelola data apabila belum mencukupi. Operation Room merupakan media untuk analisa data dan merumuskan strategi pengelolaan kawasan dengan mempergunakan data hasil pelaksanaan kegiatan di tingkat resort dan data lain yang relevan. Kondisi permasalahan, perkembangan permasalahan, dampak dari kegiatan yang telah dilaksanakan serta evaluasi kegiatan secara spasial dapat dibahas dan dianalisis pada operation room secara berkala. Operation room ini dapat diibaratkan dapur yang menyajikan informasi-informasi dari lapangan sebagai bahan dasar untuk dianalisis dan dikombinasikan menjadi sebuah strategi pengelolaan yang komprehensif dan adaptif Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi 15

25 TAHAP 4 : IMPLEMENTASI PENGAMBILAN DATA 1. Persiapan Patroli Persiapan kegiatan patroli merupakan tahapan penting agar patroli dapat berjalan dengan lancar dan mendapatkan hasil sesuai dengan target. Hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan patroli : a. Waktu dan penjadwalan patroli, yang mencakup kapan, dimana, berapa kali dalam sebulan, dan berapa hari dalam satu kali periode patroli. Waktu dan penjadwalan patroli disesuaikan dengan kondisi kawasan konservasi, seperti frekuensi patroli harus lebih sering dilakukan pada kawasan dengan ancaman yang lebih tinggi. Lama patroli dalam satu hari bisa disesuaikan dengan kemampuan pelaksana, logistik dan aksesibilitas menuju kawasan. b. Lokasi dan cakupan Jarak/luasan, kegiatan patroli sebaiknya mencakup sebagian kawasan yang dilaksanakan secara bergiliran di seluruh kawasan konservasi baik secara teratur, acak maupun insidentil. Jarak tempuh atau cakupan luasan bisa disesuaikan dengan kondisi medan karena sangat berpengaruh terhadap kecepatan dan kemampuan pelaksana, ketersediaan sarana dan prasarana transportasi, atau kemampuan berjalan dalam waktu yang sama. c. Pelaksana, adalah personil yang akan melaksanakan kegiatan yang meliputi jumlah anggota, tugas dan pembagian peran dalam berpatroli dan setelah patroli. d. Informasi karakteristik jalur patroli, setiap lokasi memiliki karakteristik jalur dan tingkat kesulitan yang berbeda. Informasi ini diperlukan agar pelaksana dapat mengantisipasi kemungkinan yang akan terjadi, mempersiapkan perlengkapan dan kendaraan yang akan digunakan serta memperkirakan waktu yang diperlukan. e. Peralatan, kelengkapan peralatan patroli adalah perlengkapan pribadi dan tim termasuk perlengkapan berkemah, keamanan, kesehatan dan logistik dapat berpengaruh terhadap hasil yang didapatkan. Selain kelengkapan, pemeriksaan fungsi peralatan harus rutin dilakukan sebelum pelaksanaan patroli. f. Koordinasi, adalah komunikasi baik internal maupun eksternal terkait persiapan dan rencana kerja serta target patroli. Koordinasi internal dilakukan dengan cara komunikasi antar seksi/ bidang wilayah. Koordinasi eksternal biasanya melibatkan instansi lain seperti kepolisian, pemerintah 16 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

26 desa/ kecamatan/ kabupaten, instansi lain yang membidangi kehutanan. Dalam kondisi tertentu dimana kerahasiaan target patroli sebaiknya tidak disampaikan kepada pihak di luar instansi. 2. Tallysheet Tallysheet merupakan instrument penting yang perlu dipersiapkan sebelum kegiatan patrol berjalan. Semua insiden, perjumpaan dan informasi yang diperlukan dicatat di dalam tally sheet. Oleh karenanya, tally sheet sebaiknya berupa lembaran yang ringkas namun lengkap yang memuat pencatatan informasi/ insiden/ perjumpaan di lapangan. Informasi yang dituangkan ke dalam tally sheet untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam bentuk digital dengan menggunakan perangkat lunak SMART. Saat ini ada beberapa model tallysheet yang digunakan agar pengisian data lebih praktis, mudah, dan seragam. Berikut adalah beberapa tallysheet yang digunakan untuk mencatat data di lapangan, yaitu : ¾Tallysheet untuk data aktivitas illegal ¾Tallysheet untuk keanekaragaman hayati ¾Tallysheet untuk pengambilan HHBK ¾Sket lokasi temuan. (Contoh tallysheet/ datasheet/ buku saku patrol terlampir) 3. Pelaksanaan Patroli Pelaksanaan patroli harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Setiap anggota tim patroli harus bekerja/bertindak sesuai dengan tugas dan fungsinya. 2. Lembar data (Tallysheet), pastikan lembar data diisi dengan benar dan lengkap sesuai dengan kondisi yang dilihat di lapangan. 3. GPS siap dioperasikan dan pastikan GPS telah mendapatkan sinyal satelit dan memiliki akurasi yang baik (minimal 7m), serta memiliki kapasitas baterai dan memori yang cukup. 4. Tracklog, pastikan tracklog pada GPS dalam keadaan aktif/on sejak dari mulai patroli sampai selesai patroli. Dalam sistem SMART file tracklog yang dapat terbaca adalah tracklog active sehingga tim dilarang menyimpan (menekan tombol simpan) file tracklog pada GPS sebelum data didownload ke dalam sistem SMART. 5. Waypoint, ID waypoint untuk setiap posisi dan temuan dicatat pada tallysheet dan dilarang mengganti ID default yang dihasilkan oleh GPS untuk setiap Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi 17

27 waypoint. Beberapa jenis data yang perlu dicatat sebagai waypoint antara lain : a. Waypoint mulai dan selesai, pastikan waypoint mulai dan selesai patroli diambil saat memulai dan mengakhiri patroli. b. Waypoint posisi, pastikan tim membuat titik posisi sebagai titik ikat pergerakan tim. Titik posisi ini dicatat setiap selang waktu 30 menit apabila dalam selang waktu tersebut tidak dijumpai obyek pengamatan. Titik posisi dapat berupa : posisi, istirahat, melanjutkan, berpencar, berkumpul, dan camp. c. Waypoint temuan, pastikan semua temuan diambil waypoint-nya. Temuan yang dimaksud dibedakan menjadi beberapa kategori, yaitu : ancaman/ aktivitas ilegal, potensi keanekaragaman hayati (satwa dan tumbuhan), konflik satwa, fitur, interaksi masyarakat, jasa lingkungan, dan perdagangan illegal TSL. 6. Foto/dokumentasi temuan, pastikan semua temuan yang teridentifikasi diambil fotonya (jika memungkinkan) sebagai bukti/dokumentasi kegiatan patroli. 7. Identifikasi dan pencatatan kategori temuan, pastikan semua temuan sesuai dengan panduan identifikasi yang ada, dan tercatat dengan baik. 8. Tindakan terhadap perjumpaan ancaman di lapangan, penentuan dan pengambilan tindakan di lapangan harus dilakukan (jika memungkinkan). 9. Koordinasi antar anggota tim atau dengan manajemen, pastikan setiap tindakan yang akan diambil terkoordinasikan baik antar anggota tim ataupun dengan manajemen. Koordinasi yang dilakukan dengan manajemen pada saat di lapangan biasanya dilakukan pada saat menjumpai temuan yang dianggap perlu penanganan cepat tetapi tidak bisa atau tidak memungkinkan dilakukan langsung oleh pelaksana patroli di lapangan. Foto tim sedang mencatat temuan patroli di lapangan (doc. WCSIP) 18 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

28 Foto kegiatan pelatihan tim lapangan untuk pencatatan data (doc. LESTARI) Selain beberapa hal seperti yang disampaikan di atas, pada pelaksanaan patroli di lapangan pelaksana patroli harus memperhatikan beberapa hal agar dapat menjaga proses kehidupan alami di kawasan konservasi. Berikut ini beberapa yang pelu diperhatikan, adalah : 1. Berjalan pada jalur yang sudah direncanakan, jika terpaksa membuat jalur baru, maka sebaiknya tidak terlalu banyak mengganggu tumbuhan yang ada. 2. Tidak membuang sampah sembarangan. 3. Tidak merokok saat patroli. 4. Tidak berisik/menimbulkan kegaduhan. 5. Tidak melakukan tindakan/aktivitas seperti yang ada pada pembahasan ancaman. 4. Pasca Patroli: Input data, analisa data dan pelaporan Kegiatan paska patroli yang harus dilakukan oleh tim patroli adalah memastikan data yang sudah diambil di lapangan terdokumnetasi dan tersimpan dengan baik serta dapat dijadikan acuan dalam melakukan analisis kondisi kawasan hutan. Adapun hal-hal yang harus dikerjakan pasca kegiatan patroli meliputi : 1. Petugas lapangan harus segera memberikan perangkat GPS, kamera, dan Tallysheet lapangan kepada petugas entry data. Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi 19

29 Foto kegiatan pelatihan operator data SMART (doc. WCSIP) 2. Petugas lapangan dan petugas entry data wajib segera melakukan debriefing setelah kegiatan patrol selesai untuk membahas dan mengkonfirmasi data temuan lapangan yang memerlukan penjelasan khusus. 3. Data lapangan harus segera diinput ke dalam sistem SMART maksimal 3 hari setelah tim kembali dari lapangan. 4. Proses input data harus mengikuti prosedur input data yang ada dalam lampiran di dokumen ini. 5. Setelah data GPS di download, selanjutnya GPS dikosongkan kembali untuk digunakan pada periode patrol berikutnya. 6. Analisis data dilakukan dengan menggunakan query standart yang sudah disediakan dalam system SMART. 7. Penyusunan laporan dilakukan dengan menggunakan template laporan yang sudah ada di dalam system SMART. 8. Export data kegiatan sebagai lampiran digital laporan tertulis hasil patroli lapangan. Ketentuan export data kegiatan lapangan dari UPT ke Pusat adalah sebagai berikut: ¾ Data yang dilampirkan sesuai dengan standar query yang ditetapkan oleh Ditjen KSDAE ¾ Lampiran foto/ pdf maksimal ukuran 120 Kb per file. 9. Laporan tertulis yang disampaikan secara berjenjang dari tingkat resort ke seksi wilayah yang ditembuskan ke bidang wilayah/ balai dan balai besar saat setiap selesai melaksanakan patroli. 10. Laporan triwulan disampaikan yang menyesuaikan format SIDAK PHKA dengan melampirkan data yang disimpan dalam SMART. 20 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

30 Contoh Penyusunan Anggaran Kegiatan Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi 21

31 22 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

32 Ilustrasi Penggunaan Data SMART oleh Operator Bagan 3. Data SMART tersimpan di dalam server dan terkoneksi dari jenjang seksi wilayah hingga balai/balai besar Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi 23

33 Penutup Dalam menjalankan Sistem SMART di UPT perlu dilaksanakan secara bertahap, kegiatan pelatihan terhadap operator perlu dilaksanakan pada tahap awal, dan dilanjutkan dengan sistem evaluasi yang dilaksanakan secara rutin karena evaluasi merupakan kunci dalam pengelolaan kegiatan di lapangan. Dokumen ini disusun sesederhana mungkin untuk memudahlan bagi para pengelola kawasan dalam memahami tahap-tahap implementasi SMART di UPT masingmasing. Lampiran F.A.Q Frequently Asked Questions Daftar hal-hal yang sering ditanyakan terkait SMART Q: Singkatan dari apakah SMART itu? A: SMART adalah singkatan dari Spatial Monitoring and Reporting Tool Q: Apakah SMART membutuhkan perangkat yang canggih? A: SMART membutuhkan komputer yang tidak menuntut spesifikasi tinggi. Untuk membantu pengambilan data di lapangan SMART dapat memanfaatkan smartphone yang terintegrasi dengan perangkat GPS yang dilengkapi aplikasi tambahan bernama Cybertracker Q: Apakah SMART ini perangkat lunak yang harus membayar ijin penggunaannya terlebih dahulu? A: SMART adalah perangkat lunak atau aplikasi yang tidak berbayar dan didesain untuk membantu pengelolaan data dan informasi dalam kawsan konservasi. Q: Apakah menjalankan SMART akan membutuhkan biaya besar? A: Menjalankan SMART tidak banyak membutuhkan tambahan biaya, investasi yang diperlukan adalah perangkat komputer pengelolaan data, gaji/ insentif untuk operator (apabila rekrut baru), pelatihan dan perangkat pengambilan data di lapangan. Biaya yang mungkin akan besar adalah biaya untuk implementasi strategi pengelolaan agar dapat efektif di lapangan. Sebagai contoh: Apabila saat ini kegiatan pengamanan tidak banyak dilaksanakan dan kondisi kawasan mengalami kerusakan yang semakin berat, maka diperlukan kegiatan-kegiatan tambahan untuk menangani permasalahan yang ada agar kerusakan tidak meluas. Strategi yang 24 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

34 dikembangkan tentu saja memiliki konsekuensi pembiayaan. Q: Apakah menjalankan SMART harus mengikuti ketiga tahapan yang dijelaskan di dalam buku ini? A: Tidak harus, Apabila visi dan misi pimpinan UPT memprioritaskan untuk membangun sistem data yang optimal maka desain implementasi dapat langsung komprehensif dari ketiga tahapan. Q: Dengan menjalankan SMART apakah pimpinan dapat memonitor langsung keberadaan tim saat di lapangan? A: SMART tidak memiliki fitur seperti ini, dan untuk memonitor pergerakan tim di lapangan sangat tergantung pada alat komunikasi serta SOP update keberadaan petugas saat di lapangan secara manual mempergunakan perangkat telepon satelit atau perangkat komunikasi lainnya. Q: Apakah dengan menjalankan SMART maka permasalahan-permasalahan di dalam kawasan dapat terdeteksi? A: SMART adalah alat atau perangkat yang membantu pengelolaan data, apabila kegiatan di lapangan minim dilakukan maka data yang tersimpan juga sedikit dan tidak dapat mendeteksi permasalahan maupun perkembangan-perkembangannya. Permasalahan dapat terdeteksi apabila kegiatan di lapangan berjalan dan data tercatat serta terdokumentasi dengan baik. Q: Apakah dengan menjalankan SMART maka permasalahan di lapangan dapat teratasi? A: SMART mengelola data dan informasi secara lebih ringkas dan efisien, data yang dikelola dengan SMART akan memudahkan pimpinan dalam merumuskan strategi dalam menangani masalah dengan lebih akurat. Q: Apakah dengan SMART dapat mengetahui volume kegiatan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan SPT yang diterbikan? A: SMART akan mencatat data yang berbasis spasial, sehingga lokasi-lokasi yang dituju oleh petugas lapangan akan tercatat pada sistem dan dapat diketaui kesesuaian SPT dengan laporan kegiatannya. Hal ini juga meliputi jumlah hari pelaksanaan kegiatan terkait dengan data spasial yang akurat dari sistem SMART Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi 25

35 Contoh SK Operator Data SMART di Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BB-TNBBS) 26 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

36 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi 27

37 Contoh SK Prosedur Tetap (PROTAP) Patroli di BBTNGL 28 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

38 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi 29

39 30 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

40 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi 31

41 32 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

42 Contoh SK MEKANISME ALUR DATA DAN INFORMASI di BBTNGL Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi 33

43 34 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

44 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi 35

45 36 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

46 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi 37

47 Contoh SK Operator Data SMART di Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) 38 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

48 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi 39

49 Contoh Tallysheet/ Datasheet Patroli 1. Tallysheet untuk isian Posisi 40 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

50 2. Tallysheet untuk data aktivitas illegal Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi 41

51 3. Tallysheet untuk keanekaragaman hayati 42 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

52 4. Tallysheet untuk pengambilan data fitur alami dan non alami Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi 43

53 44 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

54 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi 45

55 Kebutuhan Menjalankan SMART Sumber Daya Manusia (Tim Lapangan dan Operator pengelolaan Data) Perangkat pengambilan dan pengelolaan data Tahap 1: Prakondisi Operator data di Seksi dan Balai/ Balai Besar. (3 orang untuk Balai besar, 2 orang untuk balai tipe B) Menggunakan komputer yang ada di Balai/Balai Besar maupun di Bidang/ Seksi dan di KPHK Tahap 2: Peningkatan kapasitas petugas Pelatihan operator tingkat lanjut. Jumlah operator tidak perlu ditambah, namun kemampuan operator diperkuat Setiap operator mempergunakan komputer khusus untuk basis data Tahap 3: Peningkatan sistem data dan Informasi Penambahan operator di masingmasing bidang wilayah maupun seksi wilayah atau masing-masing KPHK dan operator di balai/balai besar Setiap operator dan penambahan operator mempergunakan komputer khusus untuk basis data, dan data dikelola dengan mempergunakan Tahap 4: Implementasi Pengambilan data Pengambilan data oleh tim/ petugas lapangan dengan berpatroli di dalam dan sekitar kawasan Setiap resort harus memiliki perangkat pengambilan data berupa android (cybertracker), GPS, Datasheet, binokuler, kamera, alat ukur, alat Tallysheet Sistem evaluasi Perangkat evaluasi Koneksi internet Dukungan pimpinan UPT melalui SK Tallysheet harus ada. Evaluasi bulanan dikoordinir Seksi wilayah Sistem evaluasi di koordinir Seksi P3 dan Seksi Evaluasi dan Pelaporan Printer untuk mencetak peta, LCD proyektor di Balai Tidak memerlukan koneksi internet. Transfer data menggunakan flashdisk maupun hard-disk external SK Penempatan operator Mekanisme teknis kegiatan lapangan dengan koleksi data mempergunakan SMART termasuk tallysheet. SOP Alur data dan sistem Tallysheet harus ada. Sistem evaluasi bulanan dikoordinir Seksi wilayah. Sistem evaluasi di koordinir Seksi P3 dan Seksi Evaluasi dan Pelaporan. Printer untuk mencetakpeta, LCD proyektor di Seksi P3 Transfer data menggunakan internet SK Penempatan operator Mekanisme teknis kegiatan lapangan dengan koleksi data mempergunakan SMART termasuk tallysheet. SOP Alur data dan sistem Tallysheet harus ada. Sistem evaluasi berjenjang dilaksanakan di Seksi, Bidang maupun Balai dan di KPHK Printer untuk mencetak peta, LCD proyektor di Seksi, Bidang, Balai dan KPHK Transfer data menggunakan internet dan server (SMART-connect) SK Penempatan operator Mekanisme teknis kegiatan lapangan dengan koleksi data mempergunakan SMART termasuk tallysheet. SOP Alur data dan sistem Tallysheet harus ada. De-briefing pasca pengambilan data lapangan untuk mengklarifikasi data dan evaluasi kegiatan Alat tulis dan lembar data lapangan Tidak memerlukan SPT kegiatan Anggaran Anggaran untuk mobilitas operator dan petugas untuk proses evaluasi. Anggaran untuk mobilitas operator dan petugas untuk proses evaluasi. Anggaran untuk penambahan oiperator, penambahan perlengkapan, penambahan kegiatan dan evaluasi pada tiap jenjang. Anggaran operasional untuk kegiatan lapangankebutuhan Secara ringkas berikut ini tabel tahap menjalankan pengelolaan basisdata SMART di UPT 46 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi

56 Pedoman IMPLEMENTASI SMART di Kawasan Konservasi 47

57

PEDOMAN IMPLEMENTASI SMART DI KAWASAN KONSERVASI

PEDOMAN IMPLEMENTASI SMART DI KAWASAN KONSERVASI i PEDOMAN IMPLEMENTASI SMART DI KAWASAN KONSERVASI KELOMPOK KERJA SMART Direktorat Kawasan ii Konservasi Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Judul: Pedoman Implementasi SMART

Lebih terperinci

Siaran Pers Tegaskan komitmen, perberat hukuman dan lindungi harimau sumatera

Siaran Pers Tegaskan komitmen, perberat hukuman dan lindungi harimau sumatera Siaran Pers Tegaskan komitmen, perberat hukuman dan lindungi harimau sumatera Forum HarimauKita - Jakarta, 30 Juli 2017 Kita tidak mau kehilangan lagi, 30 tahun yang lalu kita kehilangan harimau jawa (Panthera

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Bengkunat (SPTN II Bengkunat)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Bengkunat (SPTN II Bengkunat) IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Bengkunat (SPTN II Bengkunat) Taman Nasional Bukit Barisan Selatan memiliki daerah pembagian wilayah yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Kehutanan Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 262 /Dik-1/2010 T e n t a n g KURIKULUM

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG, 1 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR P.7/PDASHL/SET/KUM.1/11/2016 TENTANG STANDAR OPERASIONALISASI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.41 /Menhut-II/2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 02/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Kehutanan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

Penentuan Posisi. Hak Cipta 2007 Nokia. Semua hak dilindungi undang-undang.

Penentuan Posisi. Hak Cipta 2007 Nokia. Semua hak dilindungi undang-undang. Penentuan Posisi 2007 Nokia. Semua hak dilindungi undang-undang. Nokia, Nokia Connecting People, Nseries, dan N81 adalah merek dagang atau merek dagang terdaftar dari Nokia Corporation. Nama produk dan

Lebih terperinci

APLIKASI E-PROCUREMENT

APLIKASI E-PROCUREMENT APLIKASI E-PROCUREMENT Pengguna: Vendor (Penyedia Barang dan Jasa PT. Indonesia Kendaraan Terminal) Modul: pengadaan Versi 1.0 GENERAL INFORMATION Project Name Document Status Final VERSION HISTORY Version

Lebih terperinci

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial) UU No 5 tahun 1990 (KSDAE) termasuk konsep revisi UU No 41 tahun 1999 (Kehutanan) UU 32 tahun 2009 (LH) UU 23 tahun 2014 (Otonomi Daerah) PP No 28 tahun 2011 (KSA KPA) PP No. 18 tahun 2016 (Perangkat Daerah)

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT Menimbang WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS TATA RUANG, TATA BANGUNAN, DAN PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akhir, hal itu menjadi sebuah peluang bagi para pengembang Information

BAB I PENDAHULUAN. akhir, hal itu menjadi sebuah peluang bagi para pengembang Information BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring dengan teknologi yang terus berkembang seakan tidak ada titik akhir, hal itu menjadi sebuah peluang bagi para pengembang Information Technology (IT). Apalagi

Lebih terperinci

Renstra 2014 H a l a m a n 1 BAB I PENDAHULUAN

Renstra 2014 H a l a m a n 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan satu kesatuan dengan pembangunan nasional, yang pelaksanaannya tetap dan senantiasa memperhatikan kondisi, potensi dan sumber daya daerah

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TEMPAT PENGOLAHAN BARANG BEKAS DI SURAKARTA

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TEMPAT PENGOLAHAN BARANG BEKAS DI SURAKARTA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TEMPAT PENGOLAHAN BARANG BEKAS DI SURAKARTA Disusun Oleh : Widya Lestafuri K3513074 Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

Tips penting. N91 dan N91 8GB umum. Nokia PC Suite (terutama Nokia Audio Manager) Manajemen File

Tips penting. N91 dan N91 8GB umum. Nokia PC Suite (terutama Nokia Audio Manager) Manajemen File Tips penting N91 dan N91 8GB umum Nokia PC Suite (terutama Nokia Audio Manager) Nokia PC Suite dioptimalkan untuk manajemen data pada Memori telepon [C:]. Nokia PC Suite dianjurkan untuk mengelola kontak,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BALAI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BALAI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BALAI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA Jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 75 Telp. / Fax ( 0565 ) 23521 Sintang 78611

Lebih terperinci

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK.71/Dik-1/2010 T e n t a n g KURIKULUM

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM PERATURAN DIREKTUR JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM NOMOR : P. 11/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.35/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2016 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN PADA KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 266 /Dik-1/2010 T e n t a n g KURIKULUM

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Agustus 2007, bertempat di kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMB). Taman Nasional Gunung Merbabu

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 75 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 75 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 75 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH DINAS KEHUTANAN PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PEGAWAI

SISTEM INFORMASI PEGAWAI SISTEM INFORMASI PEGAWAI PROPOSAL CELEBES MEDIA TECHNOLOGY PROPOSAL SISTEM INFORMASI KEPEGAWAIAN LATAR BELAKANG Sesuai dengan perkembangan tehnologi kebutuhan akan informasi kepegawaian yang cepat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya jumlah mahasiswa di Universitas Gadjah Mada yang berbanding lurus dengan meningkatnya kepemilikan kendaraan akan mempengaruhi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI CAPAIAN SSK

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI CAPAIAN SSK BAB VI MONITORING DAN EVALUASI CAPAIAN SSK Proses monitoring dan evaluasi merupakan pengendalian yakni bagian tidak terpisahkan dari upaya mewujudkan tujuan yang hendak dicapai. Monitoring atau pemantauan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Penyelenggaraan. Sistem Informasi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Penyelenggaraan. Sistem Informasi. No.3, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Penyelenggaraan. Sistem Informasi. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.02/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM INFORMASI KEHUTANAN

Lebih terperinci

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 72/Dik-1/2010 T e n t a n g KURIKULUM

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh : Misbakhul Munir Zain 3506100055 Program Studi Teknik Geomatika ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 Email

Lebih terperinci

1 S A L I N A N. No. 150, 2016 GUBERNUR KALIMANTAN BARAT BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 150 TAHUN 2016 NOMOR 150 TAHUN 2016 TENTANG

1 S A L I N A N. No. 150, 2016 GUBERNUR KALIMANTAN BARAT BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 150 TAHUN 2016 NOMOR 150 TAHUN 2016 TENTANG 1 S A L I N A N GUBERNUR KALIMANTAN BARAT BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 150 TAHUN 2016 NOMOR 150 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 59 TAHUN 2016

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 59 TAHUN 2016 SALINAN BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BLITAR

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Sejarah Organisasi 3.1.1 Latar Belakang Terbentuknya Kementrian Kehutanan Pembangunan kehutanan sebagai suatu rangkaian usaha diarahkan dan direncanakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMB) merupakan salah satu dari taman nasional baru di Indonesia, dengan dasar penunjukkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 135/MENHUT-II/2004

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN. Direktorat Pemolaan dan Informasi Konservasi Alam TAHUN

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN. Direktorat Pemolaan dan Informasi Konservasi Alam TAHUN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Direktorat Pemolaan dan Informasi Konservasi Alam TAHUN 2015-2019 Tahun 2015 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PERATURAN DIREKTUR PEMOLAAN DAN INFORMASI

Lebih terperinci

BUKU TUJUH KEBIJAKAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI KOMUNIKASI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

BUKU TUJUH KEBIJAKAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI KOMUNIKASI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- /PJ/2011 TENTANG KEBIJAKAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI KINERJA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

2013, No BAB I PENDAHULUAN

2013, No BAB I PENDAHULUAN 6 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PERMEN-KP/2013 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGUMPULAN DATA KINERJA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 74/Dik-2/2012

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM PERATURAN DIREKTUR JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM NOMOR : P. 14/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.491, 2015 KEMENKOMINFO. Akuntabilitas Kinerja. Pemerintah. Sistem. Penyelenggaraan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13

Lebih terperinci

BUPATI ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI ASAHAN NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI ASAHAN NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI ASAHAN NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN SECARA ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

STIKOM SURABAYA BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi semakin pesat,

STIKOM SURABAYA BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi semakin pesat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi semakin pesat, perkembangan tersebut tengah berdampak pada segala aspek kehidupan manusia salah satunya

Lebih terperinci

(2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya Banten mempunyai fungsi sebagai berik

(2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya Banten mempunyai fungsi sebagai berik BAB XXXVIII BALAI PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BANTEN PADA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN PROVINSI BANTEN Pasal 173 Susunan Organisasi Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya Banten terdiri dari : a. Kepala

Lebih terperinci

Modul : Antarmuka. 2.1 Pelajaran : Pengenalan Singkat Bagaimana menggunakan tutorial ini BAB 2

Modul : Antarmuka. 2.1 Pelajaran : Pengenalan Singkat Bagaimana menggunakan tutorial ini BAB 2 BAB 2 Modul : Antarmuka 2.1 Pelajaran : Pengenalan Singkat Selamat datang di kursus kami! Selama beberapa hari ke depan, kami akan menunjukkan kepada Anda bagaimana untuk menggunakan QGIS secara mudah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. 13, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN

Lebih terperinci

NUR MARTIA

NUR MARTIA SIDANG TUGAS AKHIR Studi Sistem Informasi Geografis Kawasan Longsor Danau Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat NUR MARTIA 3507100431 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Provinsi Sumatera Barat berada di antara

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.955, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Pedoman. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Contoh Pembagian Rayon dalam Suatu Wilayah

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Contoh Pembagian Rayon dalam Suatu Wilayah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan otonomi yang dimiliki perusahaan daerah untuk mengelola air minum menghadapi masalah pemetaan. Masalah pemetaan ini disebabkan oleh pembagian wilayah dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

TATA CARA MASUK KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

TATA CARA MASUK KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU TATA CARA MASUK KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: P.7/IV-Set/2011 Pengertian 1. Kawasan Suaka Alam adalah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG FUNGSI BADAN, SEKRETARIAT, BIDANG DAN RINCIAN TUGAS SUB BAGIAN, SEKSI SERTA TATA KERJA PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAN PEMADAM KEBAKARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingginya angka pertumbuhan penduduk mengakibatkan semakin tingginya tingkat mobilitas di jalan raya. Jumlah kendaraan yang dibutuhkan manusia pun semakin banyak

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

DIGANDAKAN DAN SEBARLUASKAN OLEH PUSAT KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN

DIGANDAKAN DAN SEBARLUASKAN OLEH PUSAT KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN DIGANDAKAN DAN SEBARLUASKAN OLEH PUSAT KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR : P.7/SETJEN/ROKUM/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PADA DINAS KEHUTANAN PROVINSI

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENDUKUNG PENANAMAN MODAL

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENDUKUNG PENANAMAN MODAL BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENDUKUNG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 59 TAHUN 2016XXXX TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Mengintip Peraturan tentang Perhutanan Sosial, Dimana Peran Penyuluh Kehutanan? oleh : Endang Dwi Hastuti*

Mengintip Peraturan tentang Perhutanan Sosial, Dimana Peran Penyuluh Kehutanan? oleh : Endang Dwi Hastuti* Mengintip Peraturan tentang Perhutanan Sosial, Dimana Peran Penyuluh Kehutanan? oleh : Endang Dwi Hastuti* Perhutanan sosial merupakan kebijakan strategis dalam upaya mengurangi kemiskinan, pengangguran

Lebih terperinci

S A L I N A N. No. 151, 2016 BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 151 TAHUN 2016 TENTANG

S A L I N A N. No. 151, 2016 BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 151 TAHUN 2016 TENTANG 1 S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 151 TAHUN 2016 NOMOR 151 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PENGELOLA KAWASAN EKOSISTEM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang berkembang saat ini, pengelolaan informasi dapat dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang berkembang saat ini, pengelolaan informasi dapat dilakukan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang sangat cepat telah membawa manusia memasuki kehidupan yang berdampingan dengan informasi dan teknologi itu sendiri. Yang berdampak pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faktor kepuasan kerja dijelaskan oleh Umam (2010) bahwa terdapat dua indikator yaitu adanya ciri-ciri instrinsik dan ekstrinsik dari suatu pekerjaan yang menentukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.14/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Adanya dukungan dan fasilitasi institusi-institusi tersebut dalam penerapan sistem penjaminan mutu eksternal sesuai

KATA PENGANTAR. Adanya dukungan dan fasilitasi institusi-institusi tersebut dalam penerapan sistem penjaminan mutu eksternal sesuai KATA PENGANTAR Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Kementerian Pendidikan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELAKSANAAN EVALUASI AKHIR PROGRAM MITRA TFCA- SUMATERA PADA SIKLUS HIBAH 1

KERANGKA ACUAN PELAKSANAAN EVALUASI AKHIR PROGRAM MITRA TFCA- SUMATERA PADA SIKLUS HIBAH 1 KERANGKA ACUAN PELAKSANAAN EVALUASI AKHIR PROGRAM MITRA TFCA- SUMATERA PADA SIKLUS HIBAH 1 1. PENDAHULUAN Program TFCA- Sumatera merupakan program hibah bagi khususnya LSM dan Perguruan Tinggi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 09 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN LEMBAGA TEKNIS DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DENGAN

Lebih terperinci

WebGIS-PT Website Geographic Information System - Pariwisata Terpadu 1

WebGIS-PT Website Geographic Information System - Pariwisata Terpadu 1 WebGIS-PT Website Geographic Information System - Pariwisata Terpadu 1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 2 BAB 1 PENDAHULUAN... 4 1.1 Latar Belakang... 4 1.2 Landasan Hukum... 5 1.3 Maksud Dan Tujuan... 6 1.4 Rumusan

Lebih terperinci

1.2 TUGAS, FUNGSI DAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PENGUASAAN TANAH

1.2 TUGAS, FUNGSI DAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PENGUASAAN TANAH BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan Kinerja Ditjen dan Penguasaan Tanah Tahun merupakan media untuk mempertanggungjawabkan capaian kinerja Direktorat Jenderal selama tahun, dalam melaksanakan

Lebih terperinci

2013, No BAB I PENDAHULUAN

2013, No BAB I PENDAHULUAN 2013, No.233 6 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN ARSIP ELEKTRONIK BAB I PENDAHULUAN A. Umum Kemajuan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 64 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA TASIKMALAYA

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 64 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 64 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. LATAR BELAKANG Pengembangan kapasitas aparatur merupakan hak bagi ASN untuk mendapatkan keahlian yang berguna dalam mendukung suatu organisasi sebagaimana yang tertuang

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RENCANA STRATEGIS PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNIVERSITAS SRIWIJAYA RENCANA STRATEGIS PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2014-2018 Kata Pengantar RENCANA STRATEGIS PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. aplikasi. Proses implementasi basis data dilakukan dengan menggunakan DDL dari

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. aplikasi. Proses implementasi basis data dilakukan dengan menggunakan DDL dari BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1. Implementasi Implementasi adalah proses realisasi fisikal dari rancangan basis data dan aplikasi. Proses implementasi basis data dilakukan dengan menggunakan DDL dari

Lebih terperinci

2014, No.31 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL. BAB I K

2014, No.31 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL. BAB I K No.31, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA WILAYAH. Geospasial. Informasi. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5502) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN Pangkal Pinang 16-17 April 2014 BAGIAN DATA DAN INFORMASI BIRO PERENCANAAN KEMENHUT email: datin_rocan@dephut.go.id PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

Profil Sekolah Pelaksana Pusat Sumber Belajar

Profil Sekolah Pelaksana Pusat Sumber Belajar Profil Sekolah Pelaksana Pusat Sumber Belajar Komponen, Aspek, Indikator 1. Sumber Daya Manusia 1.1 Kompetensi pengoperasian komputer, jaringan dan internet 1.1.1 Lebih dari 90% tenaga pendidik mampu mengoperasikan

Lebih terperinci

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI Proses monitoring dan evaluasi merupakan pengendalian yakni bagian tidak terpisahkan dari upaya mewujudkan tujuan yang hendak dicapai. Monitoring atau pemantauan

Lebih terperinci

BAB VI PEMANTAUAN DAN EVALUASI SANITASI. 6.1 Gambaran Umum Struktur Pemantauan dan Evaluasi Sanitasi

BAB VI PEMANTAUAN DAN EVALUASI SANITASI. 6.1 Gambaran Umum Struktur Pemantauan dan Evaluasi Sanitasi BAB VI PEMANTAUAN DAN EVALUASI SANITASI 6.1 Gambaran Umum Struktur Pemantauan dan Evaluasi Sanitasi Strategi Sanitasi Kota (SSK) merupakan alat manajemen untuk meningkatkan transparansi perencanaan dan

Lebih terperinci

2016, No Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2016, No Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.210, 2016 KEMEN-LHK. Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan. Orta. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.14/MENLHK/SETJEN/OTL.0/1/2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Medan sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai pusat

BAB I PENDAHULUAN. Kota Medan sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai pusat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai pusat kegiatan pemerintahan, sosial politik, pendidikan dan kebudayaan. Keberadaan fasilitas pendidikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. WebSIGIT - Web Sistem Informasi Geografis Infrastruktur Terpadu

DAFTAR ISI. WebSIGIT - Web Sistem Informasi Geografis Infrastruktur Terpadu i DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 PENDAHULUAN... 2 Latar Belakang... 2 Landasan Hukum... 3 1.3 Maksud dan Tujuan... 4 1.4 Rumusan Masalah... 4 1.5 Keluaran... 4 TENTANG WebSIGIT... 5 Fungsi dan Manfaat... 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya ingin mengunjungi tempat-tempat yang sekarang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. khususnya ingin mengunjungi tempat-tempat yang sekarang mengalami BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring dengan berjalannya waktu, teknologi dan arus informasi berkembang dengan pesat. Fenomena teknologi informasi ini harus dicermati dengan baik,

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembar

2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembar No.924, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PERMUKIMAN, TATA RUANG DAN LINGKUNGAN HIDUP BUPATI TASIKMALAYA

KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PERMUKIMAN, TATA RUANG DAN LINGKUNGAN HIDUP BUPATI TASIKMALAYA B U P A T I TASIKMALAY A KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PERMUKIMAN, TATA RUANG DAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TASIKMALAYA BUPATI TASIKMALAYA Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala sesuatu dapat dilakukan dengan se-efisien mungkin. Sama halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. segala sesuatu dapat dilakukan dengan se-efisien mungkin. Sama halnya dengan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan suatu faktor penunjang perkembangan zaman. Dengan adanya ilmu pengetahuan dan teknologi maka segala sesuatu dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka merupakan pembahasan mengenai penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya dan berkaitan dengan topik yang dibahas, serta perbandingan antara penelitian-penelitian

Lebih terperinci

2018, No telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Tr

2018, No telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Tr No.45, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Penyelenggaraan TIK. PERATURAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM PERATURAN DIREKTUR JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM NOMOR : P. 13/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. data spasial berikut atribut-atributnya, seperti memodifikasi bentuk, warna,

BAB I PENDAHULUAN. data spasial berikut atribut-atributnya, seperti memodifikasi bentuk, warna, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Teknologi SIG (Sistem Informasi Geografis) merupakan suatu teknologi mengenai geografis yang memiliki kemampuan dalam memvisualisasikan peta, data spasial berikut

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA 9 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.46/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN

Lebih terperinci