PEMISAHAN RENIUM-188 DARI SASARAN WOLFRAM-188 DENGAN METODE EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT METIL ETIL KETON

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMISAHAN RENIUM-188 DARI SASARAN WOLFRAM-188 DENGAN METODE EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT METIL ETIL KETON"

Transkripsi

1 PEMISAHAN RENIUM-188 DARI SASARAN WOLFRAM-188 DENGAN METODE EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT METIL ETIL KETON Maria Christina P. 1, Riftanio N. Hidayat 1, Duyeh Setiawan 2 1) Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir BATAN, Jl. Babarsari, PO BOX 6101/YKBB, Yogyakarta Telp.: (0274)48085; Fax.: (0274) ) Pusat Sains dan Teknologi Nuklir Terapan BATAN, Jl. Tamansari No.71, Bandung ABSTRAK PEMISAHAN RENIUM-188 DARI SASARAN WOLFRAM-188 DENGAN METODE EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT METIL ETIL KETON. Pemisahan renium-188 dari sasaran wolfram-188 secara ekstraksi dilakukan untuk mengembangkan produksi radioisotop renium-188 yang memenuhi kemurnian secara radionuklida dan radiokimia. Pemisahan kedua unsur ini disimulasikan terhadap unsur yang tidak aktif untuk mengurangi risiko paparan radioaktif. Pemisahan renium dari wolfram ini menggunakan metode ekstraksi dengan pelarut metil etil keton (MEK). Parameter yang berpengaruh terhadap pemisahan ini ditentukan melalui kondisi optimum proses ekstraksi berdasarkan pengaruh waktu pengocokan, volume MEK, ph larutan, serta nilai koefisien distribusi. Penentuan konsentrasi renium dan wolfram hasil ekstraksi dilakukan dengan metode spektrofotometer UV-Vis dengan pengompleks KSCN dalam suasana asam dan pereduktor SnCl 2. Hasil percobaan menunjukkan bahwa kondisi optimum proses ekstraksi dengan umpan masing-masing 10 ppm yaitu pada waktu pengocokan selama 10 menit, volume MEK sebanyak 20 ml, dan kondisi larutan pada ph 5. Diperoleh konsentrasi maksimum renium yang terambil pada fase organik sebanyak 9,54 ppm dan nilai Kd sebesar 2,75, sementara Kd maksimum wolfram sebesar 0,08. Kondisi optimum proses ekstraksi ini selanjutnya dapat digunakan sebagai cara pemisahan renium dari wolfram yang radioaktif. Kata kunci: koefisien distribusi, ekstraksi, renium, wolfram ABSTRACT SEPARATION OF RHENIUM-188 FROM TUNGSTEN-188 AS A TARGET BY EXTRACTION METHOD USING SOLVENT METHYL ETHYL KETONE. Separation rhenium-188 from tungsten-188 as a target by extraction method has been done to develop production of rhenium-188 radioisotope that fulfills radionuclide and radiochemical purity. This separation determination was by solvent extraction using methyl ethyl ketone (MEK). Prior to the separation process, it was determined beforehand the optimum conditions of extraction process based on the effect of agitation time, the volume of MEK, the ph of the solution, and distribution coefficient. Confirmation of the results of the extraction was conducted using UV-Vis spectrophotometer with a complexing KSCN under acidic conditions and SnCl 2 as reductor. The results showed that the optimum condition for extraction process to feed each of 10 ppm was as follows: agitation time 10 minutes, volume of MEK 20 ml, and the ph below 5. Maximum concentration of rhenium obtained at the organic phase was ppm. However, the condition of the extraction process did not affect the migration of tungsten to the organic phase. The maximum Dc value obtained was for rhenium and for tungsten. Optimum conditions of extraction process can be further tested on radioactive rhenium and tungsten as an alternative to the separation of radioisotopes. Keywords: distribution coefficient, extraction, rhenium, and tungsten Maria Christina P. dkk. 1

2 PENDAHULUAN Teknologi produksi radioisotop dan radiofarmaka serta pemanfaatan operasi siklotron dan reaktor nuklir harus senantiasa ditingkatkan pengembangan dan pendayagunaannya agar dapat memenuhi kebutuhan pemakai. Pengembangan teknologi produksi radioisotop dan radiofarmaka diarahkan pada inovasi produk berdaya guna tinggi dan strategis sehingga dapat dimanfaatkan langsung dalam bidang kesehatan, industri, dan bidang-bidang lain. Radioisotop dapat diperoleh melalui iradiasi neutron atau iradiasi partikel bermuatan. Iradiasi neutron dilakukan di dalam reaktor nuklir sebagai penghasil neutron. Iradiasi partikel bermuatan dilakukan di fasilitas siklotron. Pada proses iradiasi, bahan sasaran/target harus sesuai dan tahan terhadap kondisi iradiasi, misalnya tahan terhadap panas. Oleh karena itu, harus dilakukan pemilihan bentuk kimia sasaran. Pemilihan bentuk kimia sasaran ini juga perlu mempertimbangkan kemudahan proses pascairadiasi, misalnya kemudahan dalam pelarutan dan pemisahan. [2] Dalam pembuatan radioisotop renium-188, dilakukan iradiasi terhadap sasaran wolfram alam sehingga menghasilkan wolfram-188 yang kemudian meluruh menjadi renium-188 dengan waktu luruh 69 hari. Renium-188 yang dihasilkan kemudian dipisahkan dari induknya, yaitu wolfram-188. Dalam berbagai penelitian untuk memperoleh produk radioisotop renium- 188 yang murni secara radiokimia dan radionuklida, telah dilakukan cara seperti pemisahan melalui kolom generator alumina [3] dan pemisahan secara elektrokimia [4]. Pada pemisahan melalui kolom generator alumina terdapat kelemahan, yaitu umpan yang dipisahkan harus memiliki aktivitas yang cukup besar karena kolom alumina memiliki daya serap sedikit sehingga umpan dengan aktivitas rendah sulit dipisahkan. Sementara itu, metode pemisahan secara elektrokimia masih belum memiliki prosedur yang pasti dalam proses pemisahannya. Oleh karena itu, diharapkan metode pemisahan secara ekstraksi dapat menjadi alternatif metode pemisahan yang mudah dan praktis. Pada ekstraksi pemisahan W/Re ini, pelarut yang digunakan adalah metil etil keton (MEK). Penggunaan pelarut MEK ini merujuk pada penelitian pemisahan Tc terhadap sasaran induk Mo [7,8], kemudian diujicobakan terhadap renium, didasarkan pada kemiripan sifat kimia Tc dengan Re. Selain itu, pelarut MEK murah dan mudah didapatkan serta merupakan pelarut yang baik untuk proses ekstraksi renium. Pelarut MEK juga memiliki polaritas tinggi jika dibandingkan dengan pelarut lainnya karena memiliki ikatan rantai karbon lebih banyak dibandingkan senyawa lainnya seperti aseton, kloroform, dan lain-lain. Beberapa faktor yang berpengaruh pada ekstraksi pemisahan renium dari wolfram adalah waktu pengocokan, volume pelarut organik, dan ph larutan. Peningkatan volume pelarut organik yang digunakan sangat penting karena akan mempengaruhi kenaikan koefisien distribusi renium di dalam pelarut organik. Namun, pelarut MEK tidak mempengaruhi kenaikan koefisien distribusi wolfram. Dalam penelitian ini dipelajari pengaruh penambahan volume pelarut MEK, waktu pengocokan, serta ph larutan untuk proses ekstraksi terhadap koefisien distribusi (Kd) dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam sistem pemisahan. Penelitian ini juga dilakukan terhadap renium dan wolfram yang tidak aktif, untuk mengurangi risiko paparan radiasi. Selanjutnya, kondisi optimum pemisahan digunakan untuk proses pemisahan renium dari wolfram yang radioaktif. DASAR TEORI Produksi Radioisotop Radioisotop dapat diperoleh melalui iradiasi neutron atau iradiasi partikel bermuatan. Iradiasi neutron dilakukan di dalam reaktor nuklir sebagai penghasil neutron. Iradiasi partikel bermuatan dilakukan di fasilitas siklotron. Pada proses iradiasi, bahan sasaran/target harus sesuai dan tahan terhadap kondisi iradiasi, misalnya tahan terhadap panas. Oleh karena itu, harus dilakukan pemilihan bentuk kimia sasaran. Pemilihan bentuk kimia sasaran ini juga perlu mempertimbangkan kemudahan proses pascairadiasi, misalnya kemudahan dalam pelarutan dan pemisahan. [2] Radioisotop Renium-188 Radioisotop renium-188 diproduksi melalui penembakan proton terhadap tungsten ( 186 W) 2 Pemisahan Renium

3 sebagai target, 186 W(p,n) 186 Re atau 186 W(d,2n) 186 Re. Karena perbedaan yang cukup besar menurut literatur, fungsi eksitasi reaksi di atas diukur kembali. Isotop 188 Re bersifat radioaktif dan digunakan untuk pengobatan kanker hati. Radioisotop tersebut memiliki kedalaman penetrasi jaringan sebesar 11 mm dan waktu paruh 17 jam. 188 Re juga digunakan dalam eksperimen pengobatan baru kanker pankreas, yang disampaikan melalui bakteri Listeria monocytogenes. [10&11] Berdasarkan tabel periodik, renium memiliki kesamaan dengan teknesium. Pekerjaan yang dilakukan untuk renium ke senyawa sasaran sering kali dapat dilakukan juga untuk teknesium. Hal ini berguna dalam radiofarmasi, karena sulit untuk bekerja dengan 99m Tc dalam pengobatan karena umur paruhnya yang pendek. [9] Kesetimbangan Sekuler Jika ada suatu radionuklida yang meluruh menjadi anak luruhnya, dan anak luruh tersebut bersifat radioaktif sehingga akan meluruh menjadi radionuklida berikutnya, peluruhan tersebut disebut peluruhan radioaktif berturutan. Peluruhan wolfram-188 menjadi renium- 188 termasuk peluruhan sekuler. Hal ini karena waktu paruh induk wolfram sekitar 100 kali waktu paruh anak renium. Kesetimbangan sekuler terjadi jika umur paruh induk jauh lebih besar daripada umur paruh anak. Perbedaan antara umur paruh induk dan anak sekitar 10 4 kali atau lebih besar. Karena umur paruh induk jauh lebih besar daripada umur paruh anak, maka konstanta peluruhan induk jauh lebih besar daripada konstanta peluruhan anak. Akibatnya: dan Aktivitas A t e 2t (1) 0,693 t T N.. 1 e (2) sehingga, 1 0 1t N 2 N1 e 2 t N N1 e N. (3) 2 2 N1.. Pada hari pertama, 1 0 1t N anak N induk e (4) Untuk hari selanjutnya, (5) 1 0 1t N anak N anak e sehingga, N 1 N anak n 1 anak n Menentukan T max, 1 0 e (6) 2 T max ln (7) Pada kesetimbangan sekuler, aktivitas anak akan sama dengan aktivitas induk. Radionuklida anak akan meluruh dengan umur paruh radionuklida induk. [5] Maria Christina P. dkk. 3

4 Persyaratan Radioisotop Berdasarkan IAEA Radioisotop yang telah diproduksi di dalam reaktor nuklir selanjutnya perlu diperiksa kualitasnya untuk memastikan bahwa radioisotop yang dihasilkan tersebut memiliki spesifikasi yang memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh IAEA. Spesifikasi larutan radioisotop renium yang ditetapkan IAEA adalah sebagai berikut. [1] 1. Senyawa berupa larutan dalam bentuk natrium perenat (NaReO 4). 2. Larutan radioisotop harus bersih, tanpa pengotor yang dapat terlihat, dan berfasa air. 3. Larutan radioisotop berwarna sedikit kekuningan. 4. ph larutan radioisotop dijaga supaya berkisar di antara 2,5 5,0. 5. Kemurnian radiokimia radioisotop lebih besar atau sama dengan 98%. 6. Kemurnian radionuklida radioisotop sebesar 99,9%. Ekstraksi Cair-Cair Ekstraksi cair-cair merupakan suatu teknik di mana suatu larutan (biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya organik), yang pada hakikatnya tak bercampur dengan larutan pertama, sehingga satu atau lebih zat terlarut (solute) dari larutan pertama berpindah ke dalam pelarut kedua. Gambar 1. Skema Kesetimbangan Sekuler [5] Pemisahan dengan cara ini bersifat sederhana, bersih, cepat, dan mudah. Dalam banyak kasus, pemisahan dapat dilakukan dengan mengocok kedua larutan dalam sebuah corong pisah selama beberapa menit. Teknik ini dapat diterapkan untuk bahan-bahan dari tingkat runutan maupun yang dalam jumlah banyak. Untuk memahami prinsip-prinsip dasar ekstraksi, terlebih dulu harus dibahas berbagai istilah yang digunakan untuk menyatakan keefektifan pemisahan. Untuk suatu zat terlarut A yang didistribusikan antara dua fase tak tercampurkan a dan b, hukum distribusi (atau partisi) Nernst menyatakan bahwa asal keadaan molekulnya sama dalam kedua cairan dan temperaturnya konstan, maka: Kons.zat terlarut pelarut A Kons.zat terlarut pelarut B = K D (8) K D merupakan sebuah tetapan, yang dikenal sebagai koefisien distribusi (atau koefisien partisi). Hukum ini, seperti dinyatakan di atas, secara termodinamis tidak benar-benar tepat (misalnya, tak diperhitungkan aktivitas dari berbagai spesi itu dan karenanya diharapkan hanya akan berlaku dalam larutan encer di mana angka banding aktivitas mendekati 1), tetapi merupakan suatu pendekatan yang berguna. Hukum ini, dalam bentuknya yang sederhana, tak berlaku bila spesi yang didistribusikan mengalami disosiasi atau asosiasi dalam salah satu fase tersebut. [5] 4 Pemisahan Renium

5 METODE Penyiapan Larutan Induk Standar Larutan induk wolfram 1000 mg/l dibuat dengan cara menimbang WO 3 sebanyak 0,1262 g, lalu dilarutkan dalam NaOH 2 N, kemudian diencerkan hingga volume akhir 100 ml. Selanjutnya dibuat larutan induk renium berkadar 200 ppm dengan menimbang logam renium sebanyak 0,01 g dan dilarutkan dalam peroksida, kemudian diuapkan hingga kisat. Selanjutnya, residu dilarutkan dalam NaCl 0,9% dan diencerkan hingga volume akhir 100 ml. Variasi Waktu Pengocokan Ekstraksi Diambil larutan wolfram berkadar 10 ppm sebanyak 25 ml. Larutan tersebut diekstraksi menggunakan MEK dalam corong pisah selama 5 menit, dengan perbandingan fase air dengan fase organik 5:1. Setelah diekstraksi, fase air dan fase organik dipisahkan. Kadar masing-masing fase dianalisis dengan spektrofotometri UV-Vis. Ekstraksi diulang untuk lama waktu yang berbeda, yaitu 10, 15, 20, 25, dan 30 menit. Hal yang sama dilakukan pada larutan induk renium. Variasi Penambahan Volume Pelarut MEK Diambil larutan wolfram berkadar 10 ppm sebanyak 25 ml. Larutan tersebut diekstraksi dalam corong pisah dengan menggunakan MEK, selama 10 menit, dengan volume 5 ml. Setelah diekstraksi, fase air dan fase organik dipisahkan. Kadar masing-masing fase dianalisis dengan spektrofotometri UV-Vis. Ekstraksi diulang pada volume pelarut yang berbeda, yaitu 7,5; 10; 12,5; 15; 17,5; dan 20 ml. Hal yang sama dilakukan pada larutan induk renium. Variasi Pengaturan ph Diambil larutan wolfram berkadar10 ppm sebanyak 25 ml. ph larutan diatur pada ph 3. Larutan tersebut diekstraksi dalam corong pisah dengan menggunakan MEK selama 10 menit dengan volume 17,5 ml. Setelah diekstraksi, fase air dan fase organik dipisahkan. Kadar masing-masing fase dianalisis dengan spektrofotometri UV-Vis. Ekstraksi diulang dengan mengatur ph larutan yang berbeda, yaitu 3, 4, 5, 6, 7, dan 8. Hal yang sama dilakukan pada larutan induk renium. Analisis Analisis wolfram dan renium dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Sebelum dilakukan pengukuran absorban, panjang gelombang diatur terlebih dulu, untuk wolfram pada 403 nm dan renium pada 420 nm. Sebagai larutan pengompleks digunakan KSCN 30% dalam suasana asam, dengan reduktor SnCl 2 30%. Selanjutnya, masingmasing cuplikan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis. Kemudian dapat ditentukan kadar W dan Re pada setiap variasi. Besarnya koefisien distribusi (Kd) dapat dinyatakan sebagai berikut. K D = C org C air (9) C org = konsentrasi unsur dalam organik C air = konsentrasi unsur dalam fase air HASIL DAN PEMBAHASAN Variasi Waktu Pengocokan Ekstraksi Berdasarkan Tabel 1 serta Gambar 2 dan 3, tampak bahwa semakin lama waktu ekstraksi, Re yang terekstraksi ke dalam fase organik semakin besar. Kenaikan ini akan mencapai maksimum saat tercapai waktu kesetimbangan, yaitu jika konsentrasi Re yang terdistribusi dari fase air ke fase organik sama dengan konsentrasi Re yang terdistribusi dari fase organik ke fase air. Pada wolfram, tidak terjadi distribusi yang signifikan terhadap waktu pengocokan dan masih banyak yang tertinggal pada fase air. Maria Christina P. dkk. 5

6 Tabel 1. Waktu Pengocokan Ekstraksi Wolfram dan Renium pada Kondisi Umpan Campuran Konsentrasi Masing-Masing 10 ppm, Volume MEK 5 ml Variasi Unsur Fase Absorban Kadar (ppm) Deviasi (S) 5 Menit 10 Menit 15 Menit 20 Menit 25 Menit 30 Menit Cair 0,336 8,455 Renium 0,0017 Organik 0,082 1,54 Wolfram Cair 0,814 9,2183 0,0136 Cair 0,329 8,265 Renium 0,0282 Organik 0,089 1,728 Wolfram Cair 0,8 9,109 0,0137 Cair 0,328 8,264 Renium 0,0225 Organik 0,089 1,723 Wolfram Cair 0,812 9,204 0,0085 Cair 0,329 8,266 Renium 0,0431 Organik 0,089 1,7186 Wolfram Cair 0,812 9,2 0,0137 Cair 0,328 8,263 Renium 0,0337 Organik 0,089 1,7013 Wolfram Cair 0,812 9,1957 0,0163 Cair 0,328 8,27 Renium 0,0277 Organik 0,089 1,7263 Wolfram Cair 0,915 9,211 0,0144 Gambar 2. Pengaruh Waktu Pengocokan terhadap Kadar Re dalam Fase Organik Gambar 2 menunjukkan bahwa setelah ekstraksi berlangsung selama 10 menit, dengan bertambahnya waktu ekstraksi, maka Re yang masuk ke dalam fase organik relatif tetap. Berdasarkan hal ini, dapat dikatakan bahwa waktu kesetimbangan sudah tercapai. Jadi untuk selanjutnya, ekstraksi dilakukan selama 10 menit. Gambar 3. Pengaruh Waktu Pengocokan terhadap Kadar W dalam Fase Air Variasi Penambahan Volume Pelarut MEK Pengaruh penambahan volume pelarut MEK disajikan dalam Tabel 2 serta Gambar 4 dan 5. Dengan bertambahnya volume pelarut, renium yang terekstraksi dalam fase organik semakin besar. Penambahan volume ini dilakukan hingga renium terbawa seluruhnya atau sampai pada kondisi kesetimbangan pelarut membawa renium pada fase organik. 6 Pemisahan Renium

7 Tabel 2. Volume Pelarut MEK pada Proses Ekstraksi pada Kondisi Umpan Campuran Konsentrasi Masing-Masing 10 ppm Variasi Unsur Fase Absorban Kadar (ppm) Deviasi (S) 5 ml 7,5 ml 10 ml 12,5 ml 15 ml 17,5 ml 20 ml Cair 0,329 8,265 Renium 0,0017 Organik 0,089 1,538 Wolfram Cair 0,8 9,2183 0,0136 Cair 0,286 7,104 Renium 0,0417 Organik 0,132 2,8873 Wolfram Cair 0,81 9,2086 0,0222 Cair 0,215 5,167 Renium 0,042 Organik 0,203 4,8223 Wolfram Cair 0,815 9,2326 0,0055 Cair 0,157 3,577 Renium 0,0545 Organik 0,261 6,4656 Wolfram Cair 0,813 9,206 0,0052 Cair 0,075 1,343 Renium 0,027 Organik 0,342 8,591 Wolfram Cair 0,811 9,2213 0,0086 Cair 0,045 0,525 Renium 0,0562 Organik 0,372 9,481 Wolfram Cair 0,811 9,227 0,0035 Cair 0,042 0,444 Renium 0,0418 Organik 0,376 9,5357 Wolfram Cair 0,813 9,209 0,0052 Gambar 4. Pengaruh Volume Pelarut MEK terhadap Kadar Re dalam Fase Organik Gambar 5. Pengaruh Volume Pelarut MEK terhadap Kadar W dalam Fase Air Dalam Gambar 4, setelah penambahan volume pelarut MEK pada volume 17,5 ml, tampak bahwa dengan bertambahnya volume pelarut MEK, Re yang masuk ke dalam fase organik relatif tetap. Hal tersebut menandakan jumlah Re yang terbawa dapat dikatakan sudah mencapai tingkat maksimum. Dalam hal ini Re yang terbawa pada fase organik saat penambahan 20 ml pelarut MEK mencapai maksimum pada 9,545 ppm. Namun, hal ini tidak terjadi pada wolfram, yang tidak terpengaruh oleh penambahan volume pelarut Maria Christina P. dkk. 7

8 MEK. Konsentrasi wolfram yang terdapat pada fase air berkisar pada 9,2 ppm. Hal ini disebabkan oleh nilai Kd wolfram yang sebesar 0,08. Apabila dikaitkan dengan Persamaan (9), berapa pun jumlah solvent yang ditambahkan pada proses ekstraksi, karena nilai Kd wolfram sangat kecil maka jumlah wolfram yang bermigrasi ke fase organik tetap tidak akan banyak. Variasi Pengaturan ph Pengaturan ph larutan dilakukan untuk mengetahui distribusi perpindahan renium atau wolfram ke dalam fase organik serta mengamati perpindahan yang paling besar pada ph tertentu. Tabel 3 serta Gambar 6 dan 7 menyajikan pengaruh pengaturan ph larutan pada proses distribusi renium dan wolfram ke dalam fase organik. Tabel 3. ph Larutan MEK pada Proses Ekstraksi dengan Kondisi Umpan Campuran Konsentrasi Masing- Masing 10 ppm Variasi (ph) Unsur Fase Absorban Kadar (ppm) Deviasi (S) Cair 0,123 0,6903 Renium 0,0465 Organik 0,124 9,3097 Wolfram Cair 0,811 9,2183 0,0115 Cair 0,124 0,6663 Renium 0,0549 Organik 0,089 9,3337 Wolfram Cair 0,811 9,109 0,0116 Cair 0,124 0,655 Renium 0,0173 Organik 0,089 9,345 Wolfram Cair 0,812 9,204 0,0139 Cair 0,124 0,6963 Renium 0,0419 Organik 0,089 9,3037 Wolfram Cair 0,813 9,2 0,007 Cair 0,124 0,6673 Renium 0,0092 Organik 0,089 9,3327 Wolfram Cair 0,901 9,1957 0,0438 Cair 0,1242 0,67 Renium 0,056 Organik 0,089 9,33 Wolfram Cair 0,811 9,211 0,0068 Gambar 6. Pengaruh ph larutan terhadap kadar Re dalam fase organik. Gambar 7. Pengaruh ph larutan terhadap Kadar W dalam Fase Air 8 Pemisahan Renium

9 Berdasarkan Gambar 6 dan Gambar 7 yang ditunjukkan di atas, terlihat bahwa semakin ph ditingkatkan, jumlah kadar Re yang terambil ke dalam fase organik semakin menurun, namun tidak terlalu signifikan. Oleh karena itu, kondisi ekstraksi dilakukan pada ph di bawah 5. Sementara pada wolfram, peningkatan ph tidak berpengaruh terhadap distribusi W ke dalam fase organik dan relatif dominan pada fase air pada kisaran mendekati 9,2 ppm. ph 6 merupakan titik tertinggi jumlah wolfram yang tertinggal dalam fase air. Penentuan Koefisien Distribusi pada Kondisi Optimum Koefisien distribusi (Kd) dilakukan untuk mengetahui perbandingan Kd renium dengan Kd wolfram. Pada penelitian ini, radioisotop yang diinginkan adalah renium. Oleh karena itu, diharapkan Kd renium lebih besar daripada Kd wolfram. Berdasarkan data yang diperoleh, koefisien distribusi renium dan wolfram dihitung dari proses ekstraksi yang dilakukan dengan kondisi optimum pada waktu pengocokan 10 menit, volume pelarut 20 ml, serta ph larutan diatur agar berada di bawah 5. Tabel 4 dan 5 menyajikan data koefisien distribusi renium dan wolfram. Tabel 4. Koefisien Distribusi Renium dengan Variasi Waktu Pengocokan 10 Menit, Volume MEK 20 ml, dan ph Larutan di Bawah 5 Dari data yang ditunjukkan oleh Tabel 4 dan 5, dapat dilihat bahwa Kd renium lebih besar daripada Kd wolfram. Hal ini dipengaruhi oleh afinitas elektron kedua unsur tersebut. Afinitas renium lebih besar daripada afinitas wolfram karena dalam sistem periodik unsur, posisi renium terletak lebih di sebelah kanan daripada wolfram. Pada proses ekstraksi, pelarut MEK lebih kuat menarik renium yang memiliki afinitas lebih besar. Simulasi Pemisahan Renium-188 Terhadap Target Wolfram-188 Dengan menggunakan Persamaan (2) aktivitas wolfram saat selesai diiradiasi didapat sebesar 760,77 mci dan T max aktivitas induk wolfram dengan anak renium 4,73 hari. Selanjutnya, jumlah renium yang dihasilkan dari peluruhan renium ditentukan dengan menggunakan Persamaan (4), (5), dan (6). Penentuan jumlah renium yang dihasilkan dibatasi hanya sampai 100 hari. Hasil yang diperoleh ditunjukkan pada Gambar 8. Renium ph Fase Air Kons. (ppm) Fase Organik Kons. (ppm) Kd 3 0,69±0,05 9,31±0,04 13,48 4 0,69±0,05 9,34±0,05 14,08 5 0,69±0,02 9,34±0,02 14,05 Tabel 5. Koefisien Distribusi Wolfram dengan Variasi Waktu Pengocokan 10 Menit, Volume MEK 20 ml, dan ph Larutan di Bawah 5 ph Fase Air Kons. (ppm) Wolfram Fase Organik Kons. (ppm) Kd Gambar 8. Peluruhan antara Induk Wolfram dengan Anak Renium Berdasarkan Gambar 8, dapat dilihat bahwa laju peluruhan anak (renium) tidak terlihat signifikan dibandingkan dengan induknya. Hal ini dikarenakan perbedaan yang cukup jauh antara waktu paruh induk (wolfram) dengan waktu paruh anak (renium). Oleh karena itu, laju peluruhan anak (renium) dapat diperjelas kembali, seperti yang ditunjukkan pada Gambar ,19±0,01 0,80±0,01 0, ,21±0,01 0,80±0,01 0, ,21±0,01 0,79±0,01 0,086 Maria Christina P. dkk. 9

10 Gambar 9. Peluruhan Anak Renium Tabel data peluruhan induk (wolfram) dan anak (renium) memperlihatkan bahwa renium yang dihasilkan setiap hari hanya dalam jumlah yang cukup kecil. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa satu gram wolfram yang diiradiasi, tidak sepenuhnya meluruh menjadi renium. Renium dapat terus diambil setiap hari hingga aktivitas wolfram menjadi sangat kecil. Berdasarkan perolehan pada kondisi optimum, jumlah maksimum renium yang terambil sebanyak 95,57%. Dari data ini dapat dikatakan kondisi pemisahan secara ekstraksi masih belum memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh IAEA, yakni 98%. Oleh karena itu, perlu dilakukan beberapa modifikasi terhadap proses ekstraksi yang dilakukan, seperti melakukan variasi kecepatan pengocokan agar jumlah renium yang terambil dapat ditingkatkan kembali. Selain itu, jika proses ekstraksi dilakukan dengan bahan radioaktif, ditinjau dari segi keselamatan cukup berisiko tinggi terhadap paparan radioaktif yang akan didapat karena proses ekstraksi dilakukan hanya menggunakan peralatan corong pisah sederhana. Risiko terjadinya kontaminasi oleh radioaktif juga cukup tinggi sekalipun proses pemisahan dilakukan dalam fasilitas glove box. Oleh karena itu, selanjutnya perlu dilakukan penelitian mengenai konstruksi alat ekstraksi yang aman dan memenuhi standar keselamatan. Dengan kata lain, konstruksi proses ekstraksi yang dilakukan belum memenuhi standar keselamatan yang ditetapkan apabila dibandingkan dengan pemisahan dengan metode lain, seperti menggunakan kolom generator. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian pemisahan renium-188 dari sasaran wolfram-188 menggunakan metode ekstraksi dengan pelarut metil etil keton, dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Proses pemisahan renium dari wolfram dapat dilakukan dengan menggunakan ekstraktan MEK dengan waktu pengocokan 10 menit. 2. Pelarut metil etil keton yang ditambahkan mencapai maksimum pada penambahan 20 ml, dengan umpan 10 ppm. 3. Makin tinggi ph larutan, renium yang terambil semakin berkurang. ph larutan diatur pada kisaran di bawah Koefisien distribusi renium lebih besar, yaitu 14,08, daripada koefisien distribusi wolfram yang berkisar pada 0,08. SARAN 1. Penetapan jadwal waktu iradiasi seharusnya tidak mundur. 2. Penelitian perlu diujicobakan pada wolfram dan renium radioaktif. DAFTAR PUSTAKA 1. Mirzadeh, S., F.F. Knapp Jr., and A.P. Callahan, Manual for Reactor Produced Radioisotopes. International Atomic Energy Agency. 2. PDIN-BATAN, Atomos: Radioisotop dan Radiofarmaka untuk Bidang Kesehatan, Pertanian, Hidrologi, dan Industri. Jakarta: Pusat Diseminasi IPTEK Nuklir. 3. Sriyono, H. Lubis, E. Sarmini, Herlina, dan I. Saptiama, Pemisahan Radioisotop 188 Re dari Radioisotop 188 W Melalui Generator 188 W/ 188 Re Berbasis Alumina. Serpong: Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka. 4. Chakravarty, R., A. Dash, K. Kothari, M.R. Ambikalmajan Pillai, and M. Venkatesh A Novel 188 W/ 188 Re Electrochemical Generator with Potential for Medical Applications. Mumbai: Atomic Research Centre. 5. Vertes, A., S. Nagy, Z. Klencsar, R.G. Lovas, and F. Rosch, Kinetics of Radioactive Decay. In: S. Nagy, Handbook of Nuclear Chemistry (p. 347). Budapest: Springer. 10 Pemisahan Renium

11 6. Baset,.J, R.C. Denney, G.H. Jeffrey, and J. Mendhan, Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Bab VI Ekstraksi Pelarut. Alih bahasa oleh Pudjaatmaka, A. Hadyana, L. Setiono. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 7. Yono, S., Abidin, Herlina, Sulaiman, Sriyono, Hambali, dan H.G. Adang, Pemekatan Larutan Teknesium- 99m Hasil Ekstraksi dengan Adsorpsi Resin dan Evaporasi Tekanan Rendah. Serpong: Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka. 8. Awaludin, R., H. Lubis, Sriyono, Abidin, Herlina, dan A. Hardi, Ekstraksi Teknesium-99m dari Larutan Molibdenum Skala Besar. dalam: Seminar Nasional VIII SDM Teknologi Nuklir. 9. Deutsch, E., K. Libson, and J.L. Vanderheyden, The Inorganic Chemistry of Technetium and Rhenium as Relevant to Nuclear Medicine. in: M. Nicolini, G. Bandoli, & U. Mazzi, Technetium and Rhenium in Chemistry and Nuclear Medicine (pp ). New York: Raven Press. 10. Setiawan, D., Sintesis dan karakteristik 188 Re Hidroksi Apatit untuk Tujuan Radioterapi Kanker. Bandung: Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri. 11. Hartati, E., D. Setiawan, dan Y.B. Yulitati, Sintesis dan Karakterisasi Hidroksi Apatit (HAp) untuk Bahan Pengikat Tungstat dalam Sistem Generator 188 W/ 188 Re. dalam: Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia, Maria Christina P. dkk. 11

12 EKSTRAKSI DAN STRIPPING URANIUM HASIL PELARUTAN TOTAL MONASIT BANGKA Noor Anis Kundari 1, Riesna Prassanti 2, Giezzella 3 1) STTN-BATAN, Yogyakarta, Indonesia, nooranis@batan.go.id 2) PTBGN-BATAN, Jakarta Selatan, Indonesia, riesna@batan.go.id 3) STTN-BATAN, Yogyakarta, Indonesia, giezzella@gmail.com ABSTRAK EKSTRAKSI DAN STRIPPING URANIUM HASIL PELARUTAN TOTAL MONASIT BANGKA. Penelitian pengolahan monasit di PTBGN-BATAN telah berhasil memisahkan logam tanah jarang dari unsur radioaktif dengan kemurnian yang tinggi, namun menghasilkan limbah berupa campuran logam tanah jarang, uranium, torium, dan unsur lain yang tidak terambil. Proses pengolahan limbah dapat dilakukan dengan memisahkan uranium terlebih dulu dengan metode ekstraksi menggunakan trioktil amin. Dalam penelitian ini dilakukan ekstraksi uranium dengan trioktil amina dan stripping uranium dengan H 2SO 4 untuk menentukan nilai koefisien distribusi (Kd) U, Th, LTJ 2O 3, dan PO 4. Nilai Kd yang diperoleh digunakan untuk menentukan jumlah tingkat ekstraksi-stripping yang dibutuhkan untuk mengambil 95% uranium dari limbah umpan, dengan ekstraksi dan stripping dari kondisi yang telah diperoleh. Nilai Kd dihitung berdasarkan persamaan Nernst, sedangkan jumlah stage ekstraksi-stripping dihitung berdasarkan nilai Kd uranium dengan metode McCabe Thiele. Penelitian ini menghasilkan nilai Kd pada ekstraksi dengan komposisi ekstraktan TOA:Kerosen:isodekanol = 5:92:3 adalah U = 3,42; Th = 0,02; LTJ 2O 3 = 0,07; dan PO 4 = 0,10. Kd pada stripping uranium menggunakan H 2SO 4 3 M adalah U = 0,13 dan Th = 2,21. Berdasarkan nilai Kd ini, jumlah tingkat teoretis ekstraksi dan stripping untuk memperoleh uranium sebanyak 95% adalah 7 tingkat ekstraksi pada A/O = 2 dan 6 tingkat stripping pada A/O = 1/5. Kata kunci: ekstraksi-stripping, uranium, penentuan jumlah stage, pelarutan total monasit Bangka ABSTRACT URANIUM EXTRACTION AND STRIPPING FROM TOTAL DISOLUTION OF BANGKA MONAZITE. Monazite processing research in PTBGN-BATAN has succeeded in separating the rare earth metals of radioactive elements with high purity, but produced waste in the form of a mixture of rare earth metals, uranium, thorium, and other elements that were not recovered. Waste treatment process has been carried out by first separating uranium from others by using extraction method with trioctyl amine. In this research, the extraction of uranium with trioctyl amines and stripping uranium with H 2SO 4 was done to determine the value of the distribution coefficient (Kd) of U, Th, LTJ 2O 3, and PO 4, and to determine the number of extraction-stripping stages required to take 95% of uranium from the waste feed, to the extraction and stripping of the conditions that had been obtained. Kd was calculated based on the Nernst equation, then the number of theoretical stage of extraction stripping was calculated based on the value of Kd U with McCabe Thiele method. This research resulted in Kd values on extraction with extractant ratio TOA:kerosene:isodekanol = 5:92:3 is U = 3.42; Th = 0.02; LTJ 2O 3 = 0.07; and PO 4 = Kd on uranium stripping using H 2SO 4 3 M is U = and Th = Based on this Kd value specified number of theoretical stages of extraction and stripping to obtain uranium as much as 95%,based on calculation, the number of stages of extraction is 7 stage for comparison A/O = 2 and 6 stage stripping at A/O = 1/5. Keywords: extraction-stripping, uranium, number of stages calculation, total dissolution of Bangka monazite 12 Ekstraksi dan Stripping Uranium...

13 PENDAHULUAN Penelitian pengolahan monasit di PTBGN- BATAN telah berhasil memisahkan logam tanah jarang dari unsur radioaktif dengan kemurnian tinggi, namun menghasilkan limbah berupa campuran logam tanah jarang (LTJ), uranium (U), torium (Th), dan unsur lain yang tidak terambil. Proses pengolahan limbah dapat dilakukan dengan memisahkan uranium terlebih dulu dengan metode ekstraksi menggunakan trioktil amin. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kondisi optimum ekstraksi, yaitu pada ph umpan 1,5, dengan perbandingan O/A = 5 dan waktu ekstraksi 5 menit, 100% U dapat terekstrak, tetapi Th juga ikut terekstrak sebesar 32,44%. [1] Untuk keperluan perancangan unit ekstraksi diperlukan nilai koefisien distribusi (Kd). Nilai ini dipengaruhi oleh jenis ekstraktan, komposisi, dan suhu. Dalam penelitian ini dilakukan variasi konsentrasi ekstraktan dan konsentrasi stripper dalam proses ekstraksi-stripping untuk menentukan koefisien distribusi pada setiap variasi komposisi ekstraktan dan koefisien distribusi stripping pada setiap variasi konsentrasi stripper. Berdasarkan nilai koefisien distribusi dapat ditentukan jumlah stage yang dibutuhkan untuk memperoleh uranium dengan recovery 95%. Penelitian ini perlu dilakukan karena minimnya data koefisien distribusi untuk ekstraksi uranium, dan beberapa data koefisien distribusi yang ditemui sulit untuk dijadikan data perancangan karena informasi yang ditampilkan kurang lengkap. TEORI Pengolahan Monasit Bangka Pengolahan monasit di PTBGN-BATAN dimaksudkan untuk mendapatkan uranium. Proses ini terdiri atas beberapa tahapan, yaitu dekomposisi pasir monasit, pelarutan parsial, pengendapan U dan Th, pelarutan total, ekstraksi-stripping, dan pengendapan U. Dekomposisi pasir monasit dengan NaOH bertujuan untuk memecah struktur ikatan monasit dan memisahkan fosfat melalui proses pemisahan padat cair [2]. Pelarutan parsial dengan HCl pada ph 3,7 bertujuan untuk melarutkan logam tanah jarang sebanyak mungkin, namun U dan Th terlarut seminimal mungkin [3]. Pengendapan dengan NH 4OH pada ph 6,3 bertujuan untuk mengendapkan uranium dan torium sebanyak-banyaknya. Endapan dari proses pengendapan NH 4OH dilarutkan dengan H 2SO 4 pekat, kemudian digunakan sebagai umpan ekstraksi. Pelarutan menggunakan H 2SO 4 ini merupakan pelarutan total yang berfungsi melarutkan semua endapan. Ekstraksi Stripping Uranium Ekstraksi uranium adalah proses pemisahan uranium dari campuran larutan oleh suatu pelarut organik yang tidak saling melarutkan. Selama proses ekstraksi, uranium akan terdistribusi di antara dua pelarut (fase organik dan fase cair) sesuai hukum distribusi Nernst. [4] Uranium dalam larutan dapat berbentuk senyawa kompleks netral, anion, maupun kation. Berdasarkan hal tersebut, pelarut organik dibagi menjadi 3 (tiga) kategori. Kategori pertama adalah eter, trialkil fosfat, dan trialkil fosfin oksida yang mengekstrak kompleks netral; kategori kedua adalah alkil amin yang mengekstrak kompleks anion, dan kategori ketiga adalah alkyl orthophosporic acid dan alkyl pyro-phosporic acid yang mengekstrak kation. [5] Uranium maupun torium terlarut dalam asam sulfat membentuk kompleks anion, yaitu UO 2(SO 4) 3 4- atau UO 2(SO 4) 3 2-, dan Th(SO 4) Uranil sulfat terekstrak sangat baik dengan jenis amina, sedangkan torium sulfat tidak banyak terekstrak. Torium sulfat lebih baik diekstrak dengan jenis amina primer [6]. Koefisien distribusi (Kd) unsur dalam amina tersier adalah uranium 140, torium <0,03, dan cerium <0,01 [7]. Berdasarkan nilai Kd ini, diketahui bahwa nilai Kd U memiliki perbedaan cukup jauh daripada Kd Th dan Kd Ce sehingga amina tersier cukup selektif terhadap uranium. Ekstraksi uranium juga dapat dilakukan menggunakan TBP dalam suasana asam nitrat. Pada 30% TBP dalam kerosen, nilai Kd U = 2,030 dan Kd Th = 4,936 [8]. Berdasarkan nilai tersebut, dapat diketahui bahwa Kd U dan Th memiliki nilai yang cukup dekat sehingga apabila dilakukan ekstraksi dengan TBP pada suasana asam nitrat maka U dan Th akan lebih sulit dipisahkan. Proses ekstraksi selalu diikuti dengan stripping. Stripping bertujuan untuk mengambil kembali uranium dari fase organik ke fase air. Beberapa hal yang berpengaruh Noor Anis Kundari dkk. 13

14 dalam proses stripping adalah jenis stripper, konsentrasi stripper, suhu, perbandingan O/A, dan waktu stripping. Morais, dkk. (2005) meneliti efek konsentrasi H 2SO 4 pada stripping uranium pada kisaran 2,0-5,0 mol/l. Dalam kisaran ini efisiensi stripping uranium meningkat dari 24% menjadi 75%, menunjukkan bahwa stripping uranium dari alamina 336 menggunakan H 2SO 4 harus dilakukan dalam konsentrasi asam yang tinggi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa koefisien distribusi uranium berkurang secara signifikan ketika konsentrasi H 2SO 4 lebih dari 3,5 mol/l. Penelitian ini menggunakan variasi waktu kontak antarfase antara 3 dan 10 menit. Berdasarkan pengamatan, diketahui bahwa 5 menit sudah cukup untuk mencapai keseimbangan logam antara fase [9]. Koefisien distribusi pada proses ekstraksi dan stripping dapat ditentukan berdasarkan rumus berikut. Koefisien Distribusi = Penentuan Jumlah Stage Kons.unsur dlm organik Kons.unsur dlm aqueous (1) Penentuan jumlah stage dapat dilakukan dengan metode grafik McCabe Thiele. Penentuan dengan metode ini dapat dilakukan menggunakan grafik keseimbangan dan garis operasi yang diplotkan pada grafik konsentrasi solute dalam rafinat (X) dan konsentrasi solute dalam ekstrak (Y). Grafik keseimbangan dapat dibuat apabila memiliki nilai koefisien distribusi ataupun nilai koefisien partisi yang didapatkan dari percobaan, sedangkan garis operasi dapat dibuat dengan menghubungkan dua koordinat, yaitu titik P(X F,Y 1) dan Q(X n,y n+1(=y s)). Contoh grafik kesetimbangan dan garis operasi dapat dapat dilihat pada Gambar 1. Jumlah stage ditentukan dengan menarik garis dari titik Q ke arah vertikal sampai bersinggungan dengan kurva kesetimbangan, kemudian ditarik secara horizontal sampai mengenai garis operasi. Begitu seterusnya sampai pada puncak titik P. Banyaknya siku yang menyinggung kurva kesetimbangan merupakan jumlah stage secara teoretis [10]. BAHAN DAN ALAT Bahan 1. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umpan ekstraksi yang dibuat dari monasit Bangka, NaOH, HCl, H 2SO 4, NH 4OH, kertas saring, dan akuades. Gambar 1. Kurva Kesetimbangan dan Garis Operasi Ekstraktan yang digunakan adalah trioktil amin, isodekanol, dan kerosen, dengan beberapa perbandingan. 2. Umpan ekstraksi dibuat dari monasit Bangka, NaOH, HCl, H 2SO 4, NH 4OH, kertas saring, dan akuades. 3. Trioktil amin, isodekanol, dan kerosen digunakan sebagai ekstraktan pada proses ekstraksi. 4. H 2SO 4 digunakan sebagai stripper pada proses stripping. 14 Ekstraksi dan Stripping Uranium... Alat 1. Alat yang digunakan pada saat proses adalah: gelas ukur, gelas beker, pengaduk magnetik, corong, corong pemisah, pipet

15 tetes, mikropipet, timbangan analitik, labu ukur, bulb pipet, stopwatch, hot plate, ph meter, termometer, buret, dan pompa vakum. 2. Alat yang digunakan untuk analisis adalah: spektrofotometer UV-Vis, timbangan analitik, ph meter, dan furnace. LANGKAH KERJA Ekstraksi Uranium Menentukan waktu setimbang. Larutan (U, Th, LTJ) sulfat dan ekstraktan dimasukkan ke dalam gelas beker dengan perbandingan O/A = 1, ph umpan 1,5, dan perbandingan ekstraktan TOA:Kerosen:isodekanol = 5:92:3. Larutan diekstraksi dengan variasi waktu 5, 10, 25, 45, dan 60 menit, kemudian dibiarkan terpisah selama 17 jam. Fase organik dan fase cair dipisahkan, kemudian fase cair dianalisis. Waktu setimbang digunakan sebagai waktu ekstraksi pada proses berikutnya. Menentukan Kd berdasarkan variasi perbandingan konsentrasi ekstraktan. Larutan (U, Th, LTJ) sulfat dan ekstraktan dimasukkan ke dalam gelas beker dengan perbandingan O/A=1, ph umpan 1,5, dan variasi perbandingan ekstraktan TOA:kerosen:isodekanol = 3:94:3; 4:93:3; 5:92:3; 6:91:3; 7:90:3; 5:95:0; 5:93:2; 5:91:4; dan 5:90:5. Ekstraksi dilakukan sesuai dengan waktu setimbang, kemudian dilakukan pemisahan dengan corong pemisah. Fase organik dan fase cair yang telah dipisahkan kemudian dianalisis. Stripping Uranium Menentukan waktu setimbang. Fase organik hasil ekstraksi pada ph 1,5 dan A/O = 1/5 dengan perbandingan TOA:kerosen:isodekanol = 5:92:3 di-stripping dengan H 2SO 4 pada perbandingan A/O = 1 dan konsentrasi H 2SO 4 2,5 M. Stripping dilakukan dengan variasi waktu 5, 10, 25, 45, dan 60 menit, kemudian dibiarkan selama 16 jam. Fase organik dan fase cair dipisahkan, kemudian fase cair dianalisis. Waktu setimbang digunakan sebagai waktu stripping pada proses berikutnya. Menentukan Kd berdasarkan variasi konsentrasi stripper. Fase organik hasil ekstraksi di-stripping dengan H 2SO 4 pada perbandingan A/O = 1 dan variasi konsentrasi H 2SO 4 1,5 M, 2 M, 2,5 M, 3 M, dan 3,5 M. Stripping dilakukan sesuai dengan waktu setimbang yang telah ditentukan. Fase organik dan fase cair dipisahkan, kemudian fase cair dianalisis. HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai Kd Ekstraksi dan Stripping Kd unsur pada proses ekstraksi maupun stripping dapat dihitung apabila ekstraksi maupun stripping yang dilakukan telah mencapai kesetimbangan. Oleh karena itu, dilakukan penentuan waktu setimbang terlebih dulu dengan variasi waktu pengadukan, kemudian dibiarkan terpisah selama waktu tertentu. Waktu pemisahan untuk ekstraksi adalah selama 17 jam dan untuk stripping adalah 16 jam. Gambar 2. Pengaruh Waktu Pengadukan Terhadap Massa Terekstrak pada Proses Ekstraksi Noor Anis Kundari dkk. 15

16 Gambar 3. Pengaruh Waktu Pengadukan Terhadap Massa Terekstrak pada Proses Stripping Berdasarkan Gambar 2 dan Gambar 3, dapat ditentukan waktu setimbang untuk ekstraksi adalah pengadukan selama 10 menit kemudian dibiarkan terpisah selama 17 jam dan waktu setimbang stripping adalah pengadukan selama 5 menit dan dibiarkan terpisah selama 16 jam. Setiap variasi pada ekstraksi maupun stripping dilakukan pada waktu setimbang. Berdasarkan percobaan diperoleh nilai Kd pada ekstraksi dan stripping seperti ditampilkan pada Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3. Tabel 1 dan Tabel 2 digunakan sebagai data untuk mengetahui pengaruh komposisi ekstraktan terhadap Kd uranium. Adapun Tabel 3 digunakan sebagai data untuk mengetahui pengaruh konsentrasi stripper terhadap Kd uranium. Tabel 1. Kd pada Ekstraksi Variasi TOA * Tabel 2. Kd pada Ekstraksi Variasi Isodekanol * Tabel 3. Kd pada Stripping Variasi Konsentrasi Stripper Pengaruh Perbandingan Konsentrasi Ekstraktan Terhadap Kd Uranium Ekstraktan yang digunakan dalam proses ekstraksi adalah trioktil amin (TOA) dalam kerosen yang dimodifikasi dengan isodekanol. Pengaruh perbandingan antara TOA, kerosen, dan isodekanol dalam ekstraktan terhadap koefisien distribusi uranium diteliti dengan memvariasikan volume TOA dan volume isodekanol. Pada variasi volume TOA, isodekanol disamakan. Sementara pada variasi volume isodekanol, volume TOA disamakan. Volume kerosen mengikuti volume TOA dan isodekanol dengan jumlah perbandingan volume TOA:kerosen:isodekanol harus 100%. Data koefisien distribusi dibuat menjadi grafik yang ditunjukkan pada Gambar Ekstraksi dan Stripping Uranium...

17 Gambar 4. Hubungan Perbandingan Ekstraktan (Variasi Konsentrasi TOA) dengan Kd U, Th, LTJ 2O 3, dan PO 4 (A/O = 1, ph Umpan 1,5) Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa Kd uranium semakin meningkat dengan bertambahnya konsentrasi TOA dalam campuran. Ini menunjukkan bahwa konsentrasi TOA dalam campuran ekstraktan sangat berpengaruh terhadap kemampuan ekstraktan untuk mengekstrak uranium. Ritcey (2006) menyebutkan bahwa TOA yang digunakan pada sebagian besar ekstraksi uranium adalah antara 3-5% volume atau sekitar 0,05 M sampai 0,1 M sudah cukup untuk mengekstrak uranium [11]. Gambar 4 juga memperlihatkan bahwa Kd Th dan PO 4 meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi TOA. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi TOA pada ekstraksi dari larutan asam sulfat menggunakan TOA juga dapat meningkatkan jumlah Th dan PO 4 yang terekstrak di fase organik. Meskipun demikian, peningkatan nilai Kd keduanya cukup rendah. Peningkatan persentase volume TOA dari 3% menjadi 5% volume menyebabkan nilai Kd LTJ 2O 3 mengalami sedikit kenaikan, kemudian turun pada penambahan 6% volume TOA. Perubahan nilai Kd Th, LTJ 2O 3, dan PO 4 cukup kecil sehingga penambahan persentase volume TOA tidak terlalu mempengaruhi nilai Kd ketiga unsur tersebut. Berdasarkan Gambar 4 juga diketahui bahwa terdapat perbedaan yang jauh antara nilai Kd U dengan Th, LTJ 2O 3, dan PO 4. Hal ini menunjukkan bahwa TOA selektif terhadap uranium. Namun apabila konsentrasi Th, LTJ 2O 3, dan PO 4 dalam umpan jauh lebih besar daripada konsentrasi U maka pemisahan cukup sulit dilakukan. Berdasarkan nilai Kd ketiga unsur tersebut dapat dihitung kandungan Th, LTJ 2O 3, dan PO 4 (pengotor) yang keluar dari proses. Pengaruh persentase volume isodekanol pada perbandingan ekstraktan ditampilkan dalam Gambar 5. Gambar 5. Hubungan Perbandingan Ekstraktan (Variasi % Volume Isodekanol) Terhadap Kd U, Th, LTJ 2O 3, dan PO 4 (A/O = 1, ph Umpan 1,5) Noor Anis Kundari dkk. 17

18 Penambahan alkil alkohol cukup efektif untuk membantu mengurangi terbentuknya emulsi. Isodekanol dengan 2-5% volume biasa digunakan sebagai modifier untuk ekstraksi uranium dengan amin tersier. Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa Kd uranium meningkat pada penambahan 2% volume isodekanol, yaitu dari 3,13 menjadi 5,06, namun mengalami penurunan pada penambahan 3%, 4%, dan 5% volume isodekanol, seperti yang telah dikatakan oleh Coleman, dkk. (1958) bahwa kehadiran isodekanol bisa meningkatkan uranium yang terekstak sampai batas tertentu [12]. Hal ini disebutkan juga oleh Crouse & Brown (1959), yang mengatakan bahwa efisiensi ekstraksi akan berkurang apabila ke dalam ekstraktan ditambahkan sejumlah besar alkohol rantai panjang seperti isodekanol, namun penambahan 2-5% volume biasanya hanya menyebabkan penurunan yang kecil [9]. Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai Kd LTJ 2O 3 dan PO 4 mengalami penurunan dengan bertambahnya persentase volume isodekanol dalam ekstraktan. Berbeda dengan Kd Th yang mengalami peningkatan dengan bertambahnya persentase volume isodekanol. Berdasarkan nilai Kd ketiga unsur tersebut, dapat dihitung kandungan Th, LTJ 2O 3, dan PO 4 (pengotor) yang keluar dari proses. Berdasarkan Gambar 4 dan Gambar 5, dapat diketahui bahwa pada 5% volume TOA, nilai Kd U dengan penambahan 2% volume isodekanol (Kd = 5,06) lebih besar daripada nilai Kd U pada penambahan 3% volume isodekanol (Kd = 3,42). Sementara nilai Kd U pada penambahan 6% volume TOA dengan 3% volume isodekanol (Kd = 6,41) memiliki perbedaan yang cukup rendah dengan nilai Kd U pada 5% volume TOA dengan penambahan 2% volume isodekanol (Kd = 5,06). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ekstraksi uranium dengan menggunakan ekstraktan TOA:kerosen:isodekanol baik digunakan pada penambahan 5% volume TOA dan 2% volume isodekanol atau pada perbandingan TOA:kerosen:isodekanol = 5:93:2. Meskipun demikian, penggunaan ekstraktan juga harus memperhatikan kekentalan TOA dalam ekstraktan. Apabila penambahan persentase isodekanol terlalu kecil maka kekentalan TOA dalam ekstraktan akan lebih besar dan dapat memperbesar kemungkinan terjadinya emulsi yang tidak diharapkan. Pengaruh Konsentrasi Stripper Terhadap Kd Uranium Pada penelitian ini, stripping dilakukan dari ekstraktan TOA:kerosen:isodekanol = 5:92:3 dengan H 2SO 4 sebagai stripper. Koefisien distribusi stripping yang sebelumnya telah ditampilkan pada Tabel 3 dibuat menjadi Grafik yang ditunjukkan pada Gambar 6. Dari Gambar 6 dapat diketahui bahwa pada stripping uranium menggunakan H 2SO 4 nilai Kd U menurun dari konsentrasi 0 sampai dengan 3 M, kemudian mengalami peningkatan pada konsentrasi H 2SO 4 3,5 M. Nilai Kd Th juga mengalami penurunan pada konsentrasi H 2SO 4 0 sampai dengan 1,5 M, kemudian mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa uranium akan lebih banyak terambil pada konsentrasi stripper yang tinggi (keasaman tinggi), namun ada batasan tingkat keasaman atau konsentrasi stripper yang baik dalam stripping uranium, dalam hal ini pada konsentrasi 3 M. Berdasarkan penjelasan Gambar 6, torium akan banyak terambil pada konsentrasi asam yang rendah. Pada konsentrasi stripper yang tinggi (keasaman tinggi) torium akan lebih stabil dalam fase organik sehingga kelarutannya dalam stripper cukup rendah. Hal ini dikarenakan ekstraksi torium baik dilakukan pada keasaman tinggi sehingga untuk mengembalikan torium ke fase cair harus pada konsentrasi asam rendah. Nilai Kd Th pada konsentrasi H 2SO 4 0 sampai dengan 1,5 M lebih kecil daripada nilai Kd U, sedangkan pada konsentrasi H 2SO 4 2 M sampai dengan 3 M diketahui bahwa nilai Kd U lebih kecil daripada nilai Kd Th. Hal ini menunjukkan, apabila konsentrasi U dan Th dalam umpan sama maka pada rentang konsentrasi H 2SO 4 0 sampai 1,5 M Th akan lebih banyak terambil daripada U, sedangkan pada konsentrasi H 2SO 4 2 M sampai 3 M, uranium akan terambil lebih banyak. Perbedaan nilai Kd yang cukup signifikan antara Th dan U terdapat pada konsentrasi H 2SO 4 3 M (nilai Kd U = 0,13 dan nilai Kd Th = 2,21). Pada konsentrasi ini, nilai Kd U lebih kecil daripada Kd Th sehingga jika kandungan U dan Th dalam umpan sama, uranium akan lebih banyak terambil. Perbedaan nilai yang sangat signifikan juga terdapat pada konsentrasi H 2SO 4 nol (dalam hal ini stripper yang digunakan adalah aquabidest). Pada konsentasi nol, nilai Kd Th = 4,87 dan U = 79,45. Pada keadaan ini, nilai Kd U jauh lebih 18 Ekstraksi dan Stripping Uranium...

19 besar daripada nilai Kd Th sehingga Th yang terambil akan lebih banyak daripada U. Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa stripping uranium dari ekstraktan TOA:kerosen:isodekanol (5:92:3) baik dilakukan pada konsentrasi H 2SO 4 3M, sedangkan stripping untuk mendapatkan torium baik dilakukan menggunakan aquabidest (konsentrasi H 2SO 4 nol). Pada proses ekstraksi dan stripping, dapat dipertimbangkan untuk melakukan penambahan tahap scrubbing menggunakan aquabidest terlebih dulu untuk mengurangi kandungan Th dalam fase organik, kemudian fase organik di-stripping menggunakan H 2SO 4 3 M untuk mengambil uranium. Gambar 6. Hubungan Konsentrasi Stripper dengan Kd U dan Kd Th Jumlah Stage Ekstraksi dan Stripping Kandungan unsur yang masuk ke dalam ekstraksi adalah U = 1700 mg/l; Th = 46 g/l; LTJ 2O 3 = 90,38 g/l; PO 4 = 42,64 mg/l. Untuk mendapatkan recovery 95% uranium, dilakukan perhitungan recovery pada ekstraksi dan stripping. Berdasarkan perhitungan, recovery yang ingin dicapai pada ekstraksi adalah 99% dan pada stripping adalah 96% sehingga diperoleh recovery uranium 95%. Jumlah stage yang dibutuhkan untuk memperoleh recovery tersebut dihitung berdasarkan nilai Kd ekstraksi pada perbandingan TOA:kerosen:isodekanol 5:92:3 (Kd U = 3,42) dan nilai Kd stripping pada konsentrasi H 2SO 4 3 M (Kd U = 0,13) menggunakan metode McCabe Thiele berdasarkan konsentrasi. Jumlah stage teoretis untuk proses ekstraksi dihitung untuk variasi perbandingan volume cairan umpan yang masuk dan volume ekstraktan (A/O) = 1 dan 2. Jumlah stage untuk A/O = 1 ditunjukkan pada Gambar 7, sedangkan jumlah stage untuk A/O = 2 ditunjukkan pada Gambar 8. Noor Anis Kundari dkk. 19

20 Gambar 7. Kurva Kesetimbangan dan Garis Operasi pada Ekstraksi dengan A/O = 1 Berdasarkan Gambar 7 dan Gambar 8 dapat diketahui bahwa stage yang dibutuhkan pada ekstraksi dengan perbandingan A/O = 1 adalah sebanyak 4 stage, sedangkan jumlah stage yang dibutuhkan pada perbandingan A/O = 2 adalah sebanyak 7 stage. Perbandingan A/O mempengaruhi konsentrasi yang keluar dari proses ekstraksi. Semakin tinggi perbandingan A/O pada saat ekstraksi maka konsentrasi uranium dalam fase organik menjadi semakin tinggi. Konsentrasi fase organik yang terlalu tinggi dapat menyebabkan efisiensi proses stripping berkurang. Berdasarkan nilai Kd dan jumlah stage yang terdapat pada pembahasan sebelumnya, kandungan pengotor yang keluar dari proses ekstraksi dapat dihitung. Berdasarkan perhitungan diperoleh kandungan pengotor dalam ekstraktan yang keluar dari proses, seperti ditampilkan pada Tabel Ekstraksi dan Stripping Uranium...

21 Gambar 8. Kurva Kesetimbangan dan Garis Operasi pada Ekstraksi Dengan A/O = 2 Tabel 4. Kandungan Uranium dan Pengotor pada Hasil Ekstraksi A/O Stage U (mg/l) Kandungan Unsur Th (g/l) LTJ2O3 (g/l) PO4 (mg/l) umpan ,38 42, ,06 5,85 4, ,08 5,82 4,142 Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa konsentrasi pengotor yang ikut terekstrak berkurang dari konsentrasi awal di umpan ekstraksi. Hal ini menunjukkan bahwa ekstraksi cukup baik untuk mengurangi pengotor yang terekstrak. Meskipun begitu, konsentrasi Th dan LTJ 2O 3 dalam fase terekstrak masih lebih tinggi daripada konsentrasi uranium. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi Th dan LTJ 2O 3 di umpan yang jauh lebih besar daripada konsentrasi uranium di umpan. Berdasarkan Tabel 4 juga dapat diketahui bahwa konsentrasi uranium dalam organik pada perbandingan A/O = 2 adalah dua kali lipat konsentrasi uranium pada perbandingan A/O = 1, sedangkan pengotor yang terdapat dalam organik pada perbandingan A/O = 1 dan A/O = 2 hampir mendekati sama sehingga ekstraksi dengan A/O = 2 lebih menguntungkan. Selain itu, ekstraksi dengan perbandingan A/O = 2 dapat mengurangi pemakaian organik menjadi setengah dari pemakaian organik pada perbandingan A/O = 1. Setelah menghitung jumlah stage ekstraksi, dilakukan penentuan jumlah stage stripping. Umpan yang masuk ke proses stripping merupakan organik hasil ekstraksi dengan perbandingan A/O = 2. Konsentrasi U, Noor Anis Kundari dkk. 21

22 Th, LTJ 2O 3, dan PO 4 yang masuk ke proses stripping telah ditampilkan dalam Tabel 4. Perhitungan jumlah stage teoretis pada proses stripping dilakukan untuk perbandingan A/O = 1, 1/2, dan 1/5. Grafik perhitungan jumlah stage stripping pada masing-masing perbandingan A/O secara berurutan ditampilkan pada Gambar 9, Gambar 10, dan Gambar 11. Gambar 9. Kurva Kesetimbangan dan Garis Operasi pada Stripping A/O = 1 22 Ekstraksi dan Stripping Uranium...

23 Gambar 10. Kurva Kesetimbangan dan Garis Operasi pada Stripping A/O = ½ Berdasarkan Gambar 9, Gambar 10, dan Gambar 11 dapat diketahui bahwa jumlah stage teoretis yang dibutuhkan pada stripping dengan perbandingan A/O = 1 adalah 2 stage, perbandingan A/O = 1/2 adalah 3 stage, dan perbandingan A/O = 1/5 adalah 6 stage. Pada proses stripping, semakin kecil perbandingan A/O maka konsentrasi uranium dalam larutan stripper akan semakin tinggi sehingga akan memudahkan proses selanjutnya, yaitu proses pengendapan. Pada penentuan jumlah stage ini dipilih stage ekstraksi dengan perbandingan A/O = 2, yaitu 7 stage dan stage stripping dengan perbandingan A/O = 1/5, yaitu 6 stage. Pemilihan ini dilakukan berdasarkan konsentrasi uranium yang keluar dari proses stripping pada perbandingan A/O = 1/5 menjadi lebih tinggi sehingga akan memudahkan proses pengendapan. Noor Anis Kundari dkk. 23

24 Gambar 11. Kurva Kesetimbangan dan Garis Operasi pada Stripping A/O = 1/5 KESIMPULAN Peningkatan jumlah TOA pada perbandingan ekstraktan (TOA:kerosen:isodekanol) menyebabkan peningkatan nilai Kd uranium dan peningkatan hingga 2% volume isodekanol juga menyebabkan peningkatan Kd uranium, kemudian turun perlahan. Ekstraksi uranium baik dilakukan pada perbandingan ekstraktan 5:93:2. 1. Peningkatan konsentrasi stripper sampai dengan konsentrasi H 2SO 4 3 M menyebabkan kenaikan nilai Kd uranium, namun setelah konsentrasi H 2SO 4 3M nilai Kd uranium kembali turun. Stripping torium baik dilakukan pada konsentrasi H 2SO 4 3 M. 2. Nilai koefisien distribusi pada ekstraksi dengan perbandingan ekstraktan (TOA:kerosen:isodekanol = 5:92:3) adalah: U = 3,42; Th = 0,02; LTJ 2O 3 = 0,07; dan PO 4 = 0,10. Nilai Kd pada stripping uranium dari ekstraktan tersebut, dengan menggunakan H 2SO 4 3 M adalah U = 0,13 dan Th = 2, Jumlah stage ekstraksi-stripping yang dibutuhkan untuk memperoleh recovery 95% dengan ekstraksi menggunakan ekstraktan TOA:kerosen:isodekanol= 5:92:3 dan stripper H 2SO 4 3 M adalah 7 stage ekstraksi pada perbandingan A/O= 2 dan 6 stage stripping pada perbandingan A/O = 1/5. 24 Ekstraksi dan Stripping Uranium...

25 DAFTAR PUSTAKA 1. Trinopiawan, K., R. Prassanti, Sumarni, & R. Pudjianto, Pemisahan U dari Th pada Monasit dengan Metode Ekstraksi Pelarut Alamine. dalam: Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang PPGN-BATAN. Jakarta. 2. Nuri, H.L., Prayitno, A. Jami, & M. Pancoko, Kebutuhan Desain Awal pada Pilot Plant Pengolahan Monasit Menjadi Thorium Oksida (ThO 2). dalam: Eksplorium, Vol. 35, No.2, November, hal Cuthbert, F., Thorium Production Technology. USA: Addison Wesley Publishing Company, Inc. 4. Basset, J., R. Denny, G. Jeffrey & J. Mendham, Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 5. Clegg, J. W. & D.D. Foley, Uranium Ore Processing. USA: Addisson Wesley Publishing Company, Inc. 6. Benedict, M. & T.H. Pigford, Nuclear Chemical Engineering. New York Toronto London: McGraw-Hill Book Company, Inc. 7. Crouse, D. & K. Brown, Recovery of Thorium, Uranium, and Rare Earths from Monazite Sulfat Leach Liquors by the Amine Extraction (Amex) Process. Oak Ridge National Laboratory-Union Carbide Nuclear Company. 8. Setyadji, M. & E. Susiantini, Pengaruh Prosen TBP dan Perbandingan Umpan dan Pelarut pada Ekstraksi Uranium-Thorium Proses Thorex. dalam: Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir P3TM-BATAN. Yogyakarta. 9. Morais, C., L. Gomiero, W. Filho & J. Rangel, Uranium Stripping from Tertiary Amine by Sulfuric Acid Solution and Its Precipitation as Uranium Peroxide. in: Minerals Engineering, Vol. 18 Issues 13-14, hal Warade, A., R. Gaikwad, R. Sapkal & V. Sapkal, Simulation of Multistage Countercurrent Liquid-Liquid Extraction. in: Leonardo Journal of Science, hal Ritcey, G., Solvent Extraction- Principles and Applications to Process Metallurgy. Canada: G.M. Ritcey & Associates Incorporated. 12. Coleman, C., K. Brown, J. Moore & D. Crouse, Solvent Extraction with Alkyl Amine. International Mining: Focus on Uranium, hal Noor Anis Kundari dkk. 25

26 EKSTRAKSI DAN STRIPPING TORIUM DARI RAFINAT HASIL EKSTRAKSI URANIUM MONASIT BANGKA Rida Ferliana 1, Bangun Wasito 1, Riesna Prassanti 2 1) Teknokimia Nuklir STTN-BATAN, Jl. Babarsari, Kotak Pos 6101 YKBB Yogyakarta ) PTBGN-BATAN, Jl. Lebak Bulus Raya No.9. Ps. Jumat, Jakarta ABSTRAK EKSTRAKSI DAN STRIPPING TORIUM DARI RAFINAT HASIL EKSTRAKSI URANIUM MONASIT BANGKA. Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional (PTBGN-BATAN) yang bekerja sama dengan PT Timah mengimplementasikan penelitian pengolahan monasit menjadi logam tanah jarang ke dalam skala pilot plant 50 kg/hari. Kegiatan tersebut menghasilkan limbah berupa unsur radioaktif, seperti uranium dan torium. Torium merupakan alternatif pengganti bahan bakar uranium. Agar dapat dijadikan bahan bakar nuklir, torium perlu dipisahkan terlebih dahulu. Salah satu metode pemisahan adalah ekstraksi-stripping. Ekstraksi-stripping torium dilakukan dengan menggunakan rafinat hasil ekstraksi uranium pada limbah pengolahan monasit. Solvent yang digunakan dalam ekstraksi adalah TBP dan dalam stripping adalah HNO 3 encer. Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa semakin tinggi keasaman umpan, maka recovery dan koefisien distribusi torium semakin meningkat; serta semakin tinggi konsentrasi HNO 3, maka recovery semakin menurun dan koefisien distribusi torium semakin meningkat. Ekstraksi selama 15 menit, ph umpan 0,09, TBP/kerosen 50/50, dan perbandingan A/O = 1/1 memberikan koefisien distribusi sebesar 13,80 dengan recovery ekstraksi sebesar 93%. Stripping selama 15 menit, konsentrasi HNO 3 0,1 N, dan perbandingan A/O = 1/1 memberikan koefisien distribusi 1,57 dengan recovery sebesar 38,92%. Jika recovery torium ingin ditingkatkan menjadi 95%, maka dibutuhkan 2 stage ekstraksi pada perbandingan A/O = 1/1, 8 stage stripping pada perbandingan A/O = 2/1, dan 5 stage stripping pada perbandingan A/O = 3/1. Kata kunci: monasit, ekstraksi, stripping, torium, uranium, logam tanah jarang, koefisien distribusi, stage ABSTRACT THORIUM EXTRACTION AND STRIPPING FROM URANIUM EXTRACTION RAFFINATE OF BANGKA MONAZITE. Centre for Nuclear Mineral Geology National Nuclear Energy Agency in cooperation with PT Timah (TINS) has conducted a project of turning monazite into rare earth elements pilot plant of 50 kg/day. This project would produce radioactive wastes such as uranium and thorium. Thorium is an alternative fuel source to uranium. In order to be able to be used as nuclear fuel, the impurities must be separated from the thorium. One of the separation methods is extraction-stripping. Extraction and stripping of thorium was made by using raffinate of uranium extraction of rare earth elements wastes. Solvent used in extraction is TBP and in stripping is diluted acid. This research showed that the higher the acidity of feed, the more possibility of recovery and distribution coefficients of thorium will increase in the extraction; and the higher the concentration of HNO 3, the more possibility of recovery will decrease and distribution coefficients of thorium in the stripping will increase. Extraction in 15 minutes, with feed ph 0,09, TBP/kerosene 50/50, and A/O = 1/1 resulted in a distribution coefficient of 13,8 with the recovery of thorium to be 93,24%. Stripping in 15 minutes, with HNO 3 0,1 N, and A/O = 1/1 resulted in a distribution coefficient of 1,57 with the recovery of thorium to be 38,92%. To increase recovery of thorium up to 95%, it would need two stages of extraction of A/O = 1/1, 8 stages of stripping of A/O = 2/1, and 5 stages of stripping of A/O = 3/1. Keywords: monazite, extraction, stripping, thorium, uranium, rare earth element, distribution coefficient, stage 26 Ekstraksi dan Stripping Torium...

27 PENDAHULUAN Monasit merupakan senyawa fosfat logam tanah jarang yang mengandung oksida logam tanah jarang, uranium, dan torium. Monasit Bangka merupakan hasil samping pencucian bijih timah oleh PT Timah. Monasit tersebut mengandung unsur-unsur logam tanah jarang sebesar 50,97%, uranium 0,298%, torium 4,147%, dan fosfat 23,712% [1]. Logam tanah jarang dapat digunakan pada energi nuklir, kimia, katalisator, elektronik, dan optik. Uranium dan torium digunakan sebagai bahan bakar nuklir, sedangkan fosfat digunakan dalam industri pupuk. PTBGN-BATAN bekerja sama dengan PT Timah melakukan penelitian pengolahan monasit secara basa, dengan tahapan: preparasi monasit, dekomposisi, pelarutan parsial, pengendapan U dan Th, serta pengendapan RE(OH) 3 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Berdasarkan hasil analisis di Laboratorium Chemex Canada, diperoleh RE 2 O 3 > 55,23%, U < 2 ppm, dan Th 16 ppm, sedangkan hasil analisis di laboratorium Alfred H.K., London diperoleh RE 2 O 3 76,12%, dengan U dan Th < 50 ppm [2]. Gambar 1. Pengolahan Monasit Secara Basa oleh PTBGN-BATAN [3] Penelitian tersebut diimplementasikan dalam pilot plant 50 kg/hari sehingga hasil samping yang berupa uranium dan torium perlu dipikirkan. Meskipun paparan yang diterima masyarakat sangat rendah, pencemaran uranium dan torium sangat tidak diharapkan. Uranium-238 dan torium-232 merupakan penghasil radiasi alfa sehingga dapat menimbulkan bahaya internal yang sangat tinggi. Dengan mengambil atau mengolahnya, uranium dan torium dapat menjadi bahan bakar nuklir. Agar dapat dijadikan bahan bakar nuklir, torium harus memiliki kemurnian tinggi, yakni lebih dari 87,42% [4]. Penelitian Trinopiawan dkk. mengenai pemisahan uranium dari torium dengan ekstraksi menggunakan alamin memberikan recovery uranium 100%, torium 32,44%, logam tanah jarang 2,24%, dan fosfat tidak terdeteksi [5]. Berdasarkan hasil tersebut, uranium sudah mampu diambil, namun torium dan logam tanah jarang dalam rafinat masih sangat tinggi. Logam tanah jarang seperti gadolinium, samarium, dan disprosium merupakan penyerap neutron yang sebaik elemen boron dan kadmium [6] sehingga torium harus dipisahkan dari logam tanah jarang. Dalam penelitian ini akan dilakukan pemisahan torium dari rafinat hasil ekstraksi uranium dengan metode ekstraksi-stripping. Penelitian mengenai pemurnian torium menggunakan TBP sudah pernah dilakukan, namun umpan yang digunakan berbeda serta ada beberapa kondisi yang perlu dicari. Pada penelitian ini akan ditentukan pengaruh ph umpan dalam ekstraksi torium. ph umpan yang diperoleh kemudian dapat dijadikan pengontrol dalam pelarutan umpan. Setelah proses ekstraksi, dilakukan pengembalian fase organik ke dalam fase aqueous melalui proses stripping. Data mengenai koefisien distribusi stripping belum ditemukan sehingga perlu ditentukan besarnya koefisien distribusi pada setiap variasi konsentrasi stripper. Penelitian ini difokuskan untuk mencari jumlah stage yang dibutuhkan untuk perancangan. Koefisien distribusi ekstraksi dan data-data yang sudah ada dapat dijadikan sebagai acuan penelitian. TEORI Ekstraksi Torium Menggunakan TBP Ekstraksi merupakan proses pemisahan satu atau lebih zat terlarut dari larutannya dengan menggunakan pelarut lain. Solvent yang sering digunakan dalam pemurnian torium adalah TBP, yaitu senyawa organofosfat yang bersifat netral yang mempunyai rumus struktur Rida Ferliana dkk. 27

28 molekul seperti pada Gambar 2. Atom oksigen pada gugus P=O merupakan basa lewis dan bertindak sebagai atom donor yang dapat memberikan pasangan elektron bebas pada orbital kosong torium, uranium, dan LTJ [9]. Gambar 2. Struktur Tri-butil-fosfat Stripping Torium Ekstraksi uranium menggunakan TBP lebih kuat dibandingkan pada torium dan logam tanah jarang. Langkah penting dalam pemisahan uranium dan torium adalah stripping. Pada proses stripping, torium dapat diambil dari ekstraksi TBP dengan menggunakan asam encer, sedangkan uranium dapat diambil dengan menggunakan air demineralisasi [6]. Koefisien Distribusi Dalam ekstraksi maupun stripping, ketika larutan aqueous dikontakkan dengan solvent yang tidak saling melarutkan, komponen yang diekstrak akan ditemukan terdistribusi di antara dua fase, yaitu fase organik dan fase aqueous. Distribusi ini dapat dinyatakan dengan koefisien distribusi. Salah satu faktor penting dalam pemisahan ekstraksi-stripping adalah koefisien distribusi, yang dinyatakan dalam Persamaan (1). [ unsur] organik Kd (1) [ unsur] aqueous Nilai koefisien distribusi pada ekstraksi diharapkan tinggi, sedangkan nilai koefisien distribusi pada stripping diharapkan rendah [7]. Ekstraksi Multistage dengan Aliran Berlawanan Arah (Counter Current) Prinsip ekstraksi multistage counter current adalah mengontakkan umpan baru dengan solvent yang telah mengandung banyak solute. Solute tersebut merupakan ekstrak yang diperoleh sebagai hasil kontak pada stage berikutnya. Kemudian, umpan dengan solute yang telah menipis dikontakkan dengan pelarut pada tahap berikutnya, seperti pada Gambar 3. Gambar 3. Ekstraksi Multistage Berlawanan Arah [7] Jumlah stage yang dibutuhkan dapat ditentukan dengan cara berikut. a. Metode Grafik McCabe-Thiele Persamaan garis operasi dapat ditentukan dengan membuat neraca massa berdasarkan Gambar 3. Neraca massa pada setiap stage dinyatakan dengan Persamaan (2). FX + SY RX + EY (2) F n+1 n Karena solvent dan larutan umpan tidak saling melarutkan maka F = R dan S = E sehingga Persamaan (2) dapat diubah menjadi: FX F + SYn+1 = FX n + SY1 (3) 1 Y F n 1 ( X n X F ) Y1 (4) S X n adalah fraksi massa solute dalam rafinat yang meninggalkan proses; X F adalah fraksi massa solute dalam umpan yang masuk ke proses; F adalah kecepatan aliran massa umpan, S adalah kecepatan aliran massa solvent, dan Y n+1 = Y s adalah fraksi massa solute dalam ekstraktan yang masuk ke proses. Metode McCabe-Thiele juga dapat diterapkan berdasarkan konsentrasi solute di dalam ekstrak dan rafinat. Definisi laju alir, konsentrasi, dan jumlah stage ditunjukkan pada Gambar 4 dengan mengasumsikan bahwa kesetimbangan dicapai antara fase aqueous dan fase organik yang meninggalkan masingmasing stage. 28 Ekstraksi dan Stripping Torium...

29 Gambar 4. Definisi Laju Alir Volume, Konsentrasi, dan Jumlah Stage pada Ekstraksi Bertingkat [7] Konsentrasi dalam organik dan aqueous dinyatakan dengan persamaan berikut. Y n = D n X n (5) D merupakan koefisien distribusi pada stage ke-n. Neraca massa sesuai dengan Gambar 4 dinyatakan dengan persamaan berikut. E yn F xn E F yn 1 x 1 (6) F y ( ) n 1 y0 xn x1 (7) E Neraca massa dapat ditampilkan menggunakan garis operasi yang melewati titik (x 1,y 0 ) dan memiliki slope F/E. Persamaan ( 5) dapat ditampilkan dengan menarik garis kesetimbangan. Contoh garis kesetimbangan dan garis operasi berdasarkan konsentrasi dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Kurva Kesetimbangan dalam P enentuan Jumlah Stage Berdasarkan Konsentrasi [7] b. Metode Shortcut Ketika garis kesetimbangan lurus, intersep nol, dan garis operasi lurus, jumlah stage dapat dihitung dengan persamaan Kremser pada Persamaan (8) dan (9).[8] X ln X N Jika = 1, F r Y Y S S / m / m ln (8) / m 1 / m Rida Ferliana dkk. 29 N X X dengan F r Y Y METODOLOGI Bahan S S m = faktor ekstraksi F / S (9) Larutan (U, Th, RE)SO 4 sebagai umpan ekstraksi uranium dibuat dari residu pelarutan

30 parsial pada pengolahan monasit menjadi logam tanah jarang, ekstraktan uranium yaitu larutan TOA/kerosen/isodekanol, ekstraktan torium yaitu larutan TBP/kerosen, larutan stripper yaitu HNO 3 encer, NH 4 OH sebagai reagen pengendap rafinat ekstraksi uranium, HNO 3 sebagai pelarut umpan ekstraksi torium, serta reagen analisis yang terdiri atas HNO 3, asam askorbat, NaF, TOPO, Br-PADAP, larutan kompleks II, larutan buffer, torin, asam oksalat, dan kertas saring Whatman nomor 42. Alat Gelas beker, gelas ukur, pengaduk magnetik, corong pemisah, timbangan analitik, labu ukur, mikropipet, stopwatch, hot plate, ph meter, termometer, pompa vakum, seperangkat spektrofotometer UV-Vis, furnace. Langkah Kerja Penyiapan Umpan Ekstraksi Torium Larutan (U, Th, RE)SO 4 diekstraksi dengan campuran TOA, kerosen, dan isodekanol dengan perbandingan volume 5:92:3 dan perbandingan umpan dengan pelarut 1:5 selama 5 menit, kemudian fase organik dan aqueous dipisahkan dengan corong pemisah. Fase aqueous (rafinat) diendapkan dengan NH 4 OH 20% hingga tercapai ph 6,3 selama 1 jam, kemudian residu dilarutkan dengan HNO 3 5 M. Penentuan Kondisi Optimum Ekstraksi Larutan torium nitrat diekstraksi menggunakan TBP/kerosen (40/60) dengan perbandingan A/O 1:1 selama 5 menit, kemudian dilakukan pemisahan organik dari aqueous. Waktu ekstraksi divariasi. Kadar U, Th, dan RE dalam fase aqueous dianalisis. Larutan torium nitrat ph 2 diekstraksi menggunakan TBP/kerosen (40/60) dengan A/O 1:1 selama waktu setimbang yang telah diperoleh. ph divariasi. Ekstraksi dilanjutkan dengan variasi konsentrasi solvent dan perbandingan A/O menggunakan kondisi terbaik yang diperoleh dari variasi sebelumnya. Penentuan Kondisi Optimum Stripping Larutan torium nitrat diekstraksi menggunakan kondisi terbaik yang telah diperoleh. Fase organik dipisah dari fase aqueous, kemudian di-stripping menggunakan HNO 3 0,5 N dengan perbandingan A/O 1:1 selama 5 menit. Waktu stripping divariasi. Kadar U, Th, dan RE dalam fase aqueous dianalisis. Waktu setimbang digunakan untuk mencari kondisi keasaman HNO 3 terbaik dengan melakukan variasi konsentrasi HNO 3. Penentuan Jumlah Stage Koefisien distribusi (Kd) dihitung menggunakan P ersamaan ( 1). Kd yang diperoleh digunakan untuk membuat kurva kesetimbangan. Garis operasi dibuat dengan menghubungkan titik P(X F,Y 1 ) dan Q(X n,y n+1 (=Y s )). Garis horizontal ditarik ke kiri dari titik konsentrasi awal pada garis operasi, menyinggung garis kesetimbangan, dan dari titik tersebut ditarik garis vertikal ke bawah menyinggung garis operasi. Banyaknya segitiga yang terbentuk dihitung sebagai jumlah stage teoretis. Hasil metode grafik kemudian dibandingkan dengan metode shortcut berdasarkan Persamaan (8) dan (9). Analisis Uranium Sampel yang mengandung uranium dipipet ke dalam labu kocok, kemudian ditambahkan 15 ml HNO 3 2,5 N, 2 ml asam askorbat 5%, 1 ml NaF, dan 5 ml larutan TOPO 0,05 N. Campuran dikocok selama 2 menit dan dibiarkan sampai fase organik dan fase cair terpisah. Fase organik dipipet sebanyak 2 ml ke dalam labu ukur 25 ml, lalu ditambahkan 1 ml larutan kompleks II, 1 ml larutan buffer ph 8,35, dan 2 ml Br-PADAP 0,05%, kemudian dibiarkan selama 10 menit dan ditandabataskan dengan etanol. Konsentrasi U dalam sampel diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 574 nm menggunakan kurva standar uranium. Analisis Torium Sampel dipipet ke dalam labu ukur 50 ml, ditambahkan 5 ml asam askorbat 5% dan 5 ml torin, kemudian ditandabataskan dengan larutan HCl ph 0,8. Konsentrasi Th dalam sampel diukur dengan spektrofotometer UV- Vis pada panjang gelombang 545 nm menggunakan kurva standar torium. Analisis LTJ Sampel dipipet ke dalam gelas beker, kemudian ditambah 30 ml akuades. ph larutan dikondisikan menjadi 1. Larutan diendapkan dengan 15 ml asam oksalat 10% dan dibiarkan selama semalam sampai endapannya mengendap. Endapan disaring, dibiarkan 30 Ekstraksi dan Stripping Torium...

31 kering, kemudian dibakar pada suhu 800 C. Endapan RE 2O 3 didinginkan dan ditimbang. HASIL DAN PEMBAHASAN Umpan Ekstraksi Berdasarkan data Basic Engineering Design PTBGN-BATAN, hasil samping pilot plant logam tanah jarang 50 kg/hari masih mengandung 0,78% UO 2 (OH) 2, 8,12% Th(OH) 4, dan 7,06% RE(OH) 3. Hasil samping tersebut merupakan hasil samping pada proses pelarutan parsial seperti pada Gambar 1. Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi torium dari rafinat hasil ekstraksi uranium monasit Bangka. Pada ekstraksi uranium, umpan yang digunakan adalah hasil samping pengolahan monasit yang telah dikondisikan menjadi larutan sulfat. Konsentrasi umpan ekstraksi yang digunakan yaitu Th 1,23%, U 411,4 ppm, dan RE 2 O 3 2,86%. Ekstraksi uranium dilakukan menggunakan solvent TOA dengan kondisi optimum, yakni selama 5 menit, ph umpan 1,5, perbandingan A/O = 1/5, dan TOA/kerosen/isodekanol = 5:92:3.[5]. Dengan menggunakan kondisi tersebut, diperoleh recovery aqueous untuk unsur Th sebesar 81,10%, RE 2 O 3 96,50%, dan U tidak terdeteksi. Dalam rafinat sebenarnya mungkin masih ada uranium, namun dalam konsentrasi sangat kecil sehingga tidak dapat terdeteksi oleh larutan standar 5 ppm sampai 200 ppm dengan menggunakan spektrofotometer UV- Vis. Aqueous dari ekstraksi merupakan larutan sulfat sehingga harus diubah menjadi larutan nitrat agar dapat diekstraksi dengan TBP. Rafinat ekstraksi diendapkan terlebih dahulu pada ph 6,3 selama 1 jam. Pengendapan pada ph tersebut bertujuan untuk meminimalkan logam tanah jarang. Berdasarkan pengendapan tersebut diperoleh recovery endapan untuk unsur Th sebesar 98,73%, RE 2 O 3 65,73%, dan U tidak terdeteksi. Endapan dilarutkan dengan HNO 3 5 N dengan recovery Th 54,22% dan RE 2 O 3 74,63%. Ekstraksi Torium Untuk melihat pengaruh ph terhadap koefisien distribusi, dilakukan pencarian waktu setimbang terlebih dulu. Hal ini disebabkan karena koefisien distribusi merupakan perbandingan konsentrasi dari solute dalam satu fase cair dengan konsentrasi solute dalam fase cair lainnya pada saat setimbang. Berdasarkan percobaan diperoleh waktu setimbang 15 menit seperti pada Gambar 6. Pada waktu 15 menit dan waktu 25 menit koefisien distribusi yang diperoleh hampir sama. Ketika waktu bertambah menjadi 35 menit, nilai koefisien distribusi pun tidak jauh berbeda. (a) (b) Gambar 6. Grafik Hubungan Waktu dengan (a) Recovery Ekstraksi dan (b) K oefisien Distribusi Waktu setimbang tersebut digunakan untuk mencari kondisi ph umpan. Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa semakin tinggi keasaman umpan, semakin banyak torium maupun logam tanah jarang yang terekstrak. Berdasarkan percobaan diperoleh ph umpan terbaik yaitu 0,09 dengan efisiensi ekstraksi torium 84,74% dan RE 2 O 3 57,14% serta koefisien distribusi torium 5,55 dan koefisien distribusi RE 2 O 3 1,33. Meskipun torium yang terekstrak banyak, logam tanah jarang yang ikut terekstrak juga cukup banyak. Hal ini dapat disebabkan oleh ekstraktan yang digunakan kurang selektif. Rida Ferliana dkk. 31

32 pemisahan yang lebih lama. Pada konsentrasi 50% diperoleh koefisien distribusi sebesar 13,79. (a) (a) (b) Gambar 7. Grafik Hubungan ph Umpan dengan (a) Recovery Ekstraksi dan (b) Koefisien Distribusi Koefisien distribusi yang diperoleh di bawah koefisien distribusi penelitian Suyanti dan Suprihati serta penelitian Setyadji dan Susiantini. Pada percobaan Suyanti dengan kondisi optimum waktu ekstraksi 25 menit, konsentrasi HNO 3 5 M, TBP/kerosen 30/70, dan perbandingan A/O 1/1 diperoleh koefisien distribusi torium sebesar 20,509 [9]. Hal ini disebabkan oleh HNO 3 5 M yang digunakan berlebih sehingga ph umpan di bawah 0,09. Berbeda dengan penelitian Suyanti, pada penelitian Setyadji dengan waktu ekstraksi 20 menit, keasaman 3 N, TBP/kerosen 50/50, dan perbandingan A/O 1/2 diperoleh koefisien distribusi torium sebesar 15,356 [11]. Hal ini disebabkan oleh keasaman dan konsentrasi ekstraktan yang berbeda. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penentuan konsentrasi ekstraktan. Berdasarkan Gambar 8, semakin tinggi konsentrasi TBP yang digunakan maka koefisien distribusi dan recovery semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh pasangan elektron bebas pada TBP lebih banyak sehingga dapat mengikat torium lebih banyak. Konsentrasi TBP optimum yang dipilih yaitu 50% karena dikhawatirkan densitas ekstraktan pada konsentrasi TBP yang lebih tinggi masih mendekati densitas air sehingga diperlukan (b) Gambar 8. Grafik Hubungan Konsentrasi Solvent dengan (a) Recovery Ektraksi dan (b) Koefisien Distribusi Koefisien distribusi yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan percobaan Setyadji meskipun Setyadji menggunakan perbandingan O/A 1/2. Berdasarkan persamaan koefisien distribusi, perbandingan O/A tidak mempengaruhi Kd sehingga Kd dapat dijadikan landasan untuk menentukan jumlah stage ekstraksi dalam industri. Perbandingan O/A berpengaruh terhadap recovery ekstraksi yang diperoleh. Semakin banyak organik yang ditambahkan maka semakin besar recovery yang diperoleh. Pengaruh O/A terhadap koefisien distribusi dan recovery ekstraksi ditunjukkan pada Gambar Ekstraksi dan Stripping Torium...

33 (a) (b) Gambar 9. Grafik Hubungan Rasio A/O dengan (a) Recovery Ekstraksi dan (b) Koefisien Distribusi Koefisien distribusi yang diperoleh dari percobaan dapat digunakan untuk menghitung jumlah stage ekstraksi. Penentuan stage dilakukan berdasarkan ekstraksi multistage countercurrent mengingat ekstraksi ini sering diterapkan dalam industri karena menghasilkan recovery cukup tinggi. Jumlah stage dihitung dengan metode grafik McCabe-Thiele dan metode shortcut. Dengan memasukkan data konsentrasi unsur dalam fase aqueous, dapat dihitung konsentrasi unsur dalam fase organik. Garis kesetimbangan dibuat dengan X-Y diagram. Konsentrasi unsur dalam fase aqueous dinyatakan dengan X dan konsentrasi unsur dalam organik dinyatakan dengan Y. Selain itu, perlu dibuat garis operasi dengan menghubungkan dua koordinat, yaitu titik P(X F,Y e =Y N ) dan Q(X r =X 1,Y s =Y 0 ). Berdasarkan metode grafik McCabe-Thiele dapat diketahui bahwa untuk memperoleh recovery torium 95%, stage yang dibutuhkan adalah 1 (satu) stage, seperti pada Gambar 10. Dalam perancangan, digunakan tahap n+1 atau tahap aktual untuk memberikan over design sehingga jumlah stage yang dibutuhkan adalah 2 (dua) stage. Untuk memastikan ketepatan grafik tersebut, dilakukan perhitungan dengan persamaan Kremser. Hasil yang diperoleh adalah 1,18. Jika digunakan perhitungan n+1, maka hasil tersebut juga sama dengan hasil pada metode grafik. Gambar 10. Kurva Penentuan Jumlah Stage Ekstraksi Torium Rida Ferliana dkk. 33

34 Stripping Untuk memperoleh nilai koefisien distribusi stripping, terlebih dahulu dicari waktu setimbangnya. Berdasarkan percobaan, diperoleh waktu setimbang 15 menit seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11. (a) (a) (b) (b) Gambar 11. Grafik Hubungan Waktu Stripping dengan (a) Recovery Stripping dan (b) Koefisien Distribusi. Waktu setimbang kemudian digunakan untuk menentukan konsentrasi stripper. Semakin tinggi konsentrasi stripper, nilai koefisien distribusi semakin tinggi dan recovery semakin turun, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 12. Namun, pada konsentrasi 0 koefisien distribusi torium menurun. Larutan stripper dengan keasaman rendah mampu menarik Th ke dalam larutan asam nitrat karena afinitas Th 4+ terhadap NO 3 - lebih besar daripada afinitas LTJ [9]. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, pembentukan kompleks torium nitrat tidak sempurna [10]. Berdasarkan percobaan diperoleh koefisien distribusi sebesar 1,57 dan recovery Th sebesar 38,92%. Grafik 12. Grafik Hubungan Konsentrasi HNO 3 dengan (a) Recovery Stripping dan (b) Koefisien Distribusi Jumlah stage stripping dapat dihitung menggunakan grafik metode McCabe-Thiele, sama seperti pada ekstraksi. Untuk perbandingan A/O = 1, jumlah stage tidak dapat dihitung. Hal ini disebabkan nilai koefisien distribusi yang kecil, yaitu 1,57 dan recovery Th yang hanya 38,92% sehingga diperlukan stage yang sangat banyak. Selain itu, slope garis operasi lebih besar daripada slope garis kesetimbangan, seperti yang tampak pada Gambar 13. Oleh sebab itu, agar dapat dihitung maka volume solvent perlu ditambah. Untuk mendapatkan recovery torium 95%, jika perbandingan A/O = 2/1, maka dibutuhkan 7 stage berdasarkan grafik dan 6,71 stage berdasarkan metode shortcut. Sementara itu, jika perbandingan A/O = 3/1 maka dibutuhkan 4 stage berdasarkan grafik dan 3,56 stage berdasarkan metode shortcut. Untuk memberikan over design, maka jumlah stage yang dibutuhkan sebanyak 8 stage untuk perbandingan A/O = 2 dan 5 stage untuk perbandingan A/O = 3. Jadi, jumlah stage yang dibutuhkan bergantung pada perbandingan A/O. Semakin banyak jumlah solvent, maka 34 Ekstraksi dan Stripping Torium...

35 jumlah stage yang dibutuhkan semakin sedikit. Dalam industri, menentukan jumlah stage ini memerlukan analisis ekonomi, baik bahan yang dibutuhkan, alat, maupun biaya perawatan alat. Gambar 13. Kurva Penentuan Jumlah Stage Stripping Torium dengan A/O = 1 Gambar 14. Kurva Penentuan Jumlah Stage Stripping Torium dengan A/O = 2 Rida Ferliana dkk. 35

36 Gambar 15. Kurva Penentuan Jumlah Stage Stripping Torium dengan A/O = 3 KESIMPULAN Berdasarkan penelitian ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Semakin tinggi keasaman umpan, maka recovery dan koefisien distribusi torium semakin meningkat. 2. Semakin tinggi konsentrasi HNO 3, maka recovery semakin menurun dan koefisien distribusi torium dalam stripping semakin meningkat. 3. Untuk memperoleh recovery torium 95%, ekstraksi dengan waktu 15 menit, 50% TBP dan 50% kerosen, serta perbandingan A/O = 1, dibutuhkan 2 stage. Sementara itu, stripping dengan waktu 15 menit, dan HNO 3 0,1 N, membutuhkan 8 stage stripping pada perbandingan A/O = 2 dan 5 stage stripping pada perbandingan A/O = 3. SARAN 1. Unsur logam tanah jarang perlu dianalisis secara individual dengan menggunakan metode analisis yang lebih akurat. 2. TBP sebagai ekstraktan kurang selektif dalam pemisahan torium sehingga perlu dicari ekstraktan lain yang lebih selektif. 3. Jika akan menerapkan jumlah stage ekstraksi-stripping ke skala yang lebih besar, perlu diperhitungkan faktor ekonomi dan keselamatan. DAFTAR PUSTAKA 1. Susilaningtyas, Erni R.A., L.N. Hafni, R. Faisal, Pengolahan Monasit Bangka Menjadi Konsentrat Tanah Jarang Hidroksida. dalam: Seminar Nasional Pranata Nuklir II. Jakarta. 2. Nuri, H.L., Riza, Faizal, Susilaningtyas, S. Waluyo, dan E.R. Arief, Aplikasi Peralatan Proses Monasit Skala Laboratorium untuk Pengolahan Monasit Bangka menjadi Rare Earth Oksida dengan Kapasitas 1 kg/hari dalam: Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun Jakarta: Pusat Pengembangan Bahan Galian dan Geologi Nuklir BATAN. 3. Sumaryanto, Agus, Uranium and Thorium Exploration Activities and Their Processing Research in Indonesia. dalam: Slide Presentasi dalam acara Interregional IAEA-CYTED-UNECE Workshop on Recent Developments in Evaluation of Uranium and Thorium Resources. Portugal. 4. Burke, T.J., May The Characterization of Commercial Thorium Oxide Powders. Pennsylvania: Bettis Atomic Power Laboratory. 5. Trinopiawan, K., R. Prassanti, Sumarni, dan R. Pudjianto, Pemisahan U dari Th pada Monasit dengan Metode Ekstraksi 36 Ekstraksi dan Stripping Torium...

37 Pelarut Alamine. dalam: Prosiding Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Pusat Pengembangan Geologi Nuklir BATAN. Jakarta. 6. Cuthbert, F.L, Thorium Production Technology. Addison Wesley Publishing Company Inc., USA. 7. Benedict, M., T.H. Pigfoth, and H.W. Levi, Nuclear Chemical Engineering. New York: McGraw-Hill Book Company. 8. Perry, R.H and D.W. Green, Perry s Chemical Engineers Handbook. New York: McGraw-Hill Book Company. 9. Suyanti dan Suprihati, Pemurnian Torium dengan Cara Ekstraksi Memakai Tributil Fosfat. dalam: Prosiding PPI- PDIPTN Pustek Akselerator dan Proses Bahan BATAN. Yogyakarta. 10. Patkar, S.N., A.S. Burungale, dan R.J. Patil, Separation and Liquid-Liquid Extraction of Thorium (IV) as Sulfate Complex with Synergistic Mixture of N-n- Octylaniline and Trioctylamine as an Extractant. in: Rasayan J. Chem. India: Department of Chemistry, Karnaveer Bhaurao Patil College. 11. Setyadji, Moch. dan Endang Susiantini, Pengaruh Prosen TBP dan Perbandingan Umpan dan Pelarut pada Ekstraksi Uranium-Thorium Proses Thorex. Yogyakarta: Puslitbang Teknologi Maju BATAN. Rida Ferliana dkk. 37

38 PEMBUATAN DOSIMETER TERMOLUMINESENSI DARI BAHAN LITIUM FLUORIDA DAN PENGOTOR TITANIUM Safarudin Hernawan 1, Eka Djatnika Nugraha S.Si 2, Dr. Sutanto 1, Prof. Eri Hiswara 2 1. Program Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Pakuan, Bogor, Indonesia 2. Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi, BATAN, Jakarta, Indonesia ABSTRAK PEMBUATAN DOSIMETER TERMOLUMINESENSI DARI BAHAN LITIUM FLUORIDA DAN PENGOTOR TITANIUM. Teknologi nuklir bermanfaat dalam berbagai bidang, misalnya bidang energi, pertanian, kedokteran, radiologi, lingkungan, dan lain-lain. Kendati demikian, paparan radiasi dari teknologi nuklir dapat berdampak buruk bagi sel-sel tubuh manusia. Perlu ada pengawasan terhadap pemanfaatan radiasi teknologi nuklir dengan menggunakan alat proteksi radiasi berupa dosimeter personal, yaitu dosimeter termoluminesensi (thermoluminescent dosimeter, TLD) yang saat ini penggunaannya di Indonesia masih diimpor. TLD dapat dibuat dari bahan litium fluorida dengan variasi konsentrasi pengotor titanium 0,04%, 0,06%, dan 0,08% melalui metode kristalisasi dengan pemanasan pada suhu 950 derajat Celsius selama lima jam. Kristal yang terbentuk dibuat serbuk dan diuji respons, keseragaman, kalibrasi, pemudaran, dan pengulangannya. Hasil percobaan menunjukkan bahwa TLD yang dibuat memiliki respons optimum terhadap radiasi pada konsentrasi pengotor titanium 0,06%, memiliki faktor kalibrasi sebesar 0,0936, dan dapat diulang pemakaiannya sebanyak 5 kali. Pemudaran TLD yang dibuat sebesar 20% selama 14 hari. Kata kunci: dosimeter personal, litium fluorida, dosimeter termoluminesensi ABSTRACT DEVELOPMENT OF THERMOLUMINESCENCE DOSIMETER FROM LITHIUM FLUORIDE WITH TITANIUM AS IMPURITY. Nuclear technology is useful in various fields, such as the fields of energy, agriculture, medicine, radiology, environment, and others. Nevertheless, exposure to radiation from nuclear technology could badly affect the human body. One kind of radiation protection is in the form of a personal dosimeter, the most common of which is thermoluminescent dosimeter (TLD). Almost all TLDs in use are imported to Indonesia from foreign countries. In this research TLD was developed from lithium fluoride with titanium impurity concentrations of 0.04%, 0.06%, and 0.08% through crystallization method by heating at 950 Celsius for five hours. Crystals that were formed were subsequently crushed into powder to undergo response, uniformity, calibration, fading, and repeatability tests. Results showed that the TLD had optimum response to radiation at a concentration of 0.06% titanium impurities, had a calibration factor of , could be used repeatedly as much as 5 times, and had fading rate of 20% for 14 days. Keywords: personal dosimeter, lithium fluoride, thermoluminescence dosimeter 38 Pembuatan Dosimeter Termoluminesensi...

39 PENDAHULUAN Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, pemanfaatan teknologi nuklir pun semakin meluas. Teknologi nuklir berbasis pada pemanfaatan energi yang dibebaskan dari suatu inti atom (nuklida) dalam bentuk radiasi[4]. Pemanfaatan teknologi nuklir mencakup bidang energi, pertanian, kedokteran, radiologi, lingkungan dan industri, dan lain-lain. Di samping sekian banyak manfaatnya, radiasi nuklir dapat berdampak buruk pada selsel tubuh manusia[2]. Radiasi yang berinteraksi dengan tubuh manusia dapat mengionisasi atau mengeksitasi atom, sehingga radiasi kehilangan sebagian energinya. Energi radiasi yang terserap di jaringan biologis akan muncul sebagai panas yang merupakan awal dari perubahan kimiawi dan kemudian dapat memberikan efek biologis yang merugikan[8]. Karena dapat membahayakan kesehatan, maka pemanfaatan radiasi dan bahan-bahan radioaktif perlu diawasi melalui peraturanperaturan dan badan pengawas yang bertanggung jawab agar peraturan-peraturan tersebut diikuti. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2007, perlindungan keselamatan terhadap pekerja radiasi wajib diberikan agar paparan radiasi pengion yang diterimanya tidak melampaui nilai batas dosis yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, dibutuhkan alat proteksi radiasi berupa peralatan pemantauan dosis radiasi perorangan. Saat ini alat proteksi radiasi di Indonesia masih diimpor dari luar negeri. Untuk itu perlu adanya studi pendahuluan untuk membuat alat proteksi radiasi perorangan dalam negeri. Alat proteksi radiasi dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu; surveimeter, dosimeter personal, dan monitor kontaminasi. Dosimeter personal yang banyak digunakan pada saat ini ada tiga macam, yaitu dosimeter saku (pen/pocket dosemeter), film badge, dan dosimeter termoluminesensi (TLD)[9]. Keuntungan dari penggunaan TLD, antara lain; mudah dalam pengoperasian, evaluasi dosis dapat dilakukan dengan cepat daripada dengan dosimeter lain, tidak peka terhadap faktorfaktor lingkungan. Adapun kelemahan TLD adalah data dosis langsung hilang setelah proses pembacaan sehingga tidak bisa dilakukan pembacaan ulang apabila ditemukan hal-hal yang meragukan [1]. TLD tersedia dalam bermacam tipe bahan, di antaranya Li 2B 4O 7, LiF, CaSO 4, CaF 2 dengan berbagai tipe pengotornya. TINJAUAN PUSTAKA Radiasi Radiasi merupakan salah satu cara perambatan energi dari suatu sumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium atau bahan pengantar tertentu. Salah satu bentuk energi yang dipancarkan secara radiasi adalah energi nuklir. Radiasi nuklir memiliki dua sifat yang khas, yaitu tidak dapat dirasakan secara langsung oleh pancaindra manusia dan beberapa jenis radiasi dapat menembus berbagai jenis bahan[9]. Setiap pekerja radiasi wajib memenuhi persyaratan keselamatan radiasi agar dosis paparan radiasi pengionnya dapat dikontrol dan tidak melampaui Nilai Batas Dosis (NBD). Pemantauan dosis dilakukan secara kontinu dengan menggunakan dosimeter yang disesuaikan dengan lingkungan tempat kerja, serta jenis dan laju paparan radiasi yang dimanfaatkan. Hasil pengukuran dosis dan evaluasi dosimeter harus memiliki tingkat keselarasan yang sama. Melalui komite teknis International Electrotechnical Commission (IEC) dan International Organization for Standardization (ISO) telah dirumuskan persyaratan standar internasional untuk dosimeter yang diberlakukan dalam proteksi radiasi[7]. Radiasi pengion merupakan jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi apabila berinteraksi dengan materi. Jenis radiasi yang termasuk radiasi pengion yaitu partikel alfa (α), partikel beta (β), sinar gamma (γ), sinar X, partikel neutron. Radiasi nonpengion merupakan jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi apabila berinteraksi dengan materi. Radiasi yang termasuk dalam jenis radiasi non-pengion antara lain gelombang radio, gelombang mikro, sinar inframerah, cahaya tampak, sinar ultraviolet[3]. Dosimeter Personal Dosimeter personal merupakan alat yang digunakan untuk mengukur dosis radiasi secara akumulatif. Jadi, dosis radiasi yang mengenai dosimeter personal akan dijumlahkan dengan dosis yang mengenai sebelumnya. Dosimeter Safarudin Hernawan dkk. 39

40 personal harus ringan dan berukuran kecil karena alat ini harus selalu dikenakan oleh setiap pekerja radiasi yang bekerja di medan radiasi [9]. Untuk mengetahui besarnya dosis radiasi yang ditimbulkan, diperlukan suatu sistem dosimeter yang memenuhi persyaratan tertentu, yang dapat mendeteksi dosis radiasi di lingkungan sebesar 1 mgy atau sama dengan Nilai Batas Dosis (NBD) yang diperbolehkan selama satu tahun. Bahkan, sangat dibutuhkan suatu dosimeter yang memiliki kemampuan mengukur dosis radiasi 0,1 mgy. Dalam beberapa kasus tertentu, misalnya untuk pemantauan radiasi secara terus-menerus selama satu bulan, diperlukan suatu dosimeter dengan kepekaan 0,01 mgy. Persyaratan lainnya yang penting adalah kemampuan menyimpan informasi dosis radiasi harus tinggi atau kehilangan informasi radiasi selama pemakaian harus kecil. Dosimeter harus tidak terpengaruh oleh kondisi lingkungan seperti kelembapan, suhu, tekanan, dan radiasi bukan pengion. Di samping itu, dosimeter tidak boleh mengandung mineral radioaktivitas alam yang dapat menyebabkan radiasi diri dan sebaliknya dosimeter tersebut mempunyai kesetaraan dengan udara atau jaringan lunak. Peristiwa luminesensi ada dua macam, yaitu fluoresensi dan fosforesensi. Fluoresensi adalah pancaran cahaya spontan, di mana pancaran akan berakhir jika proses eksitasi yang terjadi pada bahan berakhir, sedangkan pada peristiwa fosforesensi pancaran cahayanya berakhir beberapa saat setelah proses eksitasi pada bahan berakhir[1]. Litium Fluorida Lithium Fluorida (LiF) dalam keadaan murni tidak dapat berfungsi sebagai TLD. Dengan penambahan pengotor tertentu dengan konsentrasi tertentu maka LiF mempunyai sifat sebagai dosimeter termoluminesensi, yakni detektor radiasi yang mampu menyimpan radiasi untuk waktu yang lama. Pengotor menyebabkan ketidaksempurnaan di dalam kristal atau biasa disebut cacat kristal. Cacat kristal inilah yang menyebabkan terbentuknya perangkap-perangkap elektron yang akan menyimpan energi radiasi yang mengenai bahan TLD tersebut. Bila suhu sekitar bahan tersebut normal, maka elektron tadi akan terperangkap untuk waktu yang lama, tapi bila kepadanya diberi panas maka elektron akan terlepas dari perangkap dan kembali sebagai luminesen [5]. Jenis TLD dengan bahan utama LiF serta aktivator Mg dan Ti (LiF:Mg,Ti atau TLD- 100) merupakan TLD yang sensitif dan banyak digunakan dalam aplikasi fisika medis, terutama pada pemeriksaan radiodiagnostik [6]. Titanium merupakan logam transisi yang ringan, kuat, tahan korosi, dan srtrukturnya stabil pada suhu tinggi sehingga memiliki ketahanan panas yang baik. METODE Bahan dan alat yang digunakan adalah serbuk litium fluorida dengan kemurnian 90%, serbuk titanium oksida (TiO 2), larutan asam fluorida, neraca analitik, aluminium foil, pinset, spatula, krusibel, agate mortal, seperangkat alat-alat gelas, furnace, hot plate, TLD reader Harshaw 3500, sumber radiasi Sr-90 dan Co-60. Semua alat dalam kondisi terkalibrasi dengan baik. Pembuatan TLD serbuk metode kristalisasi dilakukan dengan mencampurkan 10 gram serbuk LiF dan serbuk TiO 2 dengan variasi konsentrasi TiO 2 0,04%, 0,06%, 0,08%, kemudian dilarutkan dengan asam fluorida. Campuran bahan dipanaskan secara bertahap dengan suhu 200 C, 350 C, 650 C masingmasing selama 1 jam, kemudian dipanaskan pada suhu 950 C selama 5 jam. Setelah kristal terbentuk dihaluskan hingga ukuran 200 mesh. Serbuk TLD di-annealing 400 C selama 1 jam dan 200 C selama 1 jam. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan elektron yang berada pada perangkap-perangkap elektron. Serbuk TLD disinari dengan sumber radiasi Sr-90 dengan dosis radiasi 18 mgy pada setiap masing-masing variasi konsentrasi pengotor titanium. TLD yang memberikan respons tertinggi terhadap radiasi dipilih untuk uji selanjutnya. Keseragaman dilakukan dengan cara menyinari 8 TLD yang sebelumnya diannealing dengan dosis radiasi 50 mgy menggunakan sumber radiasi Co-60. TLD yang memiliki pola keseragaman disinari dengan variasi dosis radiasi 5mGy, 10 mgy, 20 mgy, 25 mgy, dan 50 mgy, lalu dibuat grafik dan ditentukan faktor kalibrasinya. Uji fading (pemudaran) dilakukan dengan menyinari 7 TLD menggunakan sumber radiasi Sr-90 dengan dosis radiasi 12 mgy. Pembacaan dilakukan secara berkala pada setiap TLD. Uji pengulangan dilakukan dengan mengulangi 40 Pembuatan Dosimeter Termoluminesensi...

41 proses annealing, penyinaran dan pembacaan sebanyak 5 kali. HASIL DAN PEMBAHASAN Telah dilakukan pembuatan TLD dengan metode kristalisasi yang terbuat dari bahan litium fluorida (LiF) dan titanium oksida (TiO 2). Pemilihan bahan kristal litium fluorida sebagai detektor radiasi karena merupakan TLD yang sensitif dan memiliki karakteristik bahan yang hampir sama dengan jaringan tubuh manusia, sehingga banyak digunakan dalam aplikasi fisika medis. Penambahan titanium bertujuan untuk meningkatkan sensitivitas dan detektor litium fluorida untuk menyimpan radiasi. Pada proses kristalisasi, titanium sebagai pengotor akan menyisip di antara struktur kristal litium fluorida sehingga menyebabkan perubahan dalam gap elektron yang terdapat dalam bahan litium fluorida. Gap elektron ini berada di antara pita valensi dan pita konduksi. Litium fluorida merupakan bahan konduktor yang memiliki gap cukup tinggi antara pita valensi dan pita konduksi. Dengan ditambahkannya titanium sebagai bahan pengotor atau biasa disebut dopant, maka di antara pita valensi dan pita konduksi akan terdapat susunan lubang yang dapat menyimpan energi. Susunan lubang ini disebut dosimetric trap. Titanium sebagai dopant menjadikan litium fluorida bersifat semikonduktor, yang merupakan bahan yang baik untuk menjadi TLD. TLD merupakan jenis dosimeter personal yang digunakan untuk mengukur dosis radiasi gamma, sinar-x, beta, dan neutron. Hasil pembuatan TLD LiF:Ti bentuk serbuk dengan variasi konsentrasi pengotor 0,04%, 0,06%, dan 0,08% terlihat sama, tetapi memiliki struktur yang berbeda. Struktur kristal LiF:Ti yang terbentuk dapat dilihat dengan menggunakan XRD (X-Ray Diffraction). Hasil Uji Respons Hasil uji respons terhadap radiasi ketiga variasi konsentrasi dapat dilihat pada Gambar 1. Pembacaan optimum serbuk TLD LiF:Ti terjadi pada konsentrasi dopant Ti 0,06%, karena memiliki pembacaan respons yang tinggi dibandingkan dengan tingkat konsentrasi lainnya. Serbuk TLD LiF:Ti dengan konsentrasi dopant 0,06% dipilih untuk pengujian selanjutnya, yaitu uji keseragaman, kalibrasi, fading, dan repeabilitas. Gambar 1. Hasil Uji Respons Radiasi Perangkap elektron lebih banyak terbentuk pada konsentrasi dopant 0,06% daripada pada konsentrasi dopant 0,04%, sehingga respons yang diterima pada konsentrasi dopant 0,06% lebih besar daripada konsentrasi dopant 0,04%. Pada saat konsentrasi dopant 0,08% perangkap elektron yang terbentuk berlebihan sehingga menimbulkan kendala menghambat elektron yang akan tereksitasi dari pita valensi ke pita Safarudin Hernawan dkk. 41

42 konduksi. Akibatnya, perangkap yang tersedia tidak optimal dalam menangkap elektron, maka banyak perangkap yang kosong. Hasil Uji Keseragaman dan Kalibrasi Hasil uji keseragaman pada TLD yang dibuat dapat dilihat pada Tabel 1. Dipilih 5 TLD yang memiliki tanggapan radiasi yang seragam yaitu TLD yang memiliki tanggapan respons dengan selisih 5% dari dosis radiasi yang diberikan. Hal ini dikarenakan margin error dari sumber radiasi Cobalt-60 adalah 5%. TLD yang memiliki pola keseragaman antara lain TLD nomor 1, 4, 5, 6, dan 8. Serbuk TLD yang dipilih diannealing untuk dilakukan kalibrasi. Hasil pembacaan kalibrasi disajikan dalam bentuk grafik linear pada Gambar 2. Tabel 1. Hasil Pembacaan Respons Keseragaman Pembacaan (nc) Sampel Radiasi TL Total TL latar TL bersih Respons (mgy) 1 560,.30 24,50 535,80 50, ,20 20,80 619,40 57, ,80 12,70 558,10 52, ,90 11,20 535,70 50, ,20 14,70 550,50 51, ,30 13,20 517,10 48, ,40 17,10 493,30 46, ,50 25,60 518,90 48,57 Gambar 2. Grafik Linear Pembacaan Kalibrasi Hasil dari pembacaan kalibrasi dibuat kurva linear antara dosis radiasi (mgy) dan pembacaan (nc), sehingga didapatkan persamaan y = 10,68x + 11,44, maka faktor kalibrasi untuk TLD LiF:Ti dengan konsentrasi pengotor 0,06% adalah 0,0936. TLD yang dibuat memiliki akurasi dan presisi yang tinggi terhadap radiasi karena memiliki nilai R2 = 0,992, yang berarti bahwa TLD yang dibuat memiliki linearitas yang baik terhadap beberapa dosis yang diberikan dalam kisaran dosis radiasi 0 mgy hingga 50 mgy. Karena syarat TLD yang baik memiliki R2 di atas 0,800, maka TLD LiF:Ti ini layak dijadikan sebagai alat ukur radiasi untuk aplikasi medis dari aspek respons terhadap radiasi. Hasil Uji Fading dan Pengulangan Dalam pemantauan dosis radiasi personal secara rutin, fading merupakan parameter yang dapat mempengaruhi perkiraan dosis. Fenomena fading dapat menyebabkan TLD kehilangan sensitivitas bahan yang terjadi sebelum TLD diradiasi atau kehilangan sinyal setelah TLD diradiasi. Fading pada setiap dosimeter tidak sama, bergantung pada bahan TLD, mekanisme pembacaan, proses annealing, parameter tempat dan lamanya waktu untuk penyimpanan, dan puncak kurva [7]. Hasil pembacaan fading dilakukan selama 14 hari dapat dilihat pada Tabel Pembuatan Dosimeter Termoluminesensi...

43 Tabel 2. Hasil Pembacaan Fading Selama 14 Hari Sampel (mgy) Hari Pembacaan (nc) Sampel Radiasi TL Total TL latar TL bersih Respons Radiasi (mgy) Rata-rata Standar deviasi Pada Tabel 2 diperlihatkan kemampuan dosimeter dalam menyimpan informasi dosis. Pada proses fading elektron yang berada pada trap yang lebih dangkal akan keluar dengan cepat jika dibandingkan dengan trap yang lebih dalam, karena probabilitas keberadaan transisinya lebih besar. Hasil pembacaan respons radiasi dari uji fading pada hari pertama sebesar 14,23 mgy. Pembacaan respons terkecil terjadi pada pembacaan ke-6 hari ke-13, yaitu 11,38 mgy. Perhitungan besar fading diukur dari selisih pembacaan pertama dan pembacaan ke-6, yaitu sebesar 2,85 mgy, maka nilai fading yang dimiliki TLD LiF:Ti yang dibuat sebesar 20% selama 14 hari. Perbandingan nilai fading TLD LiF:Ti dari hasil percobaan berbeda dengan nilai fading TLD LiF referensi, yaitu sebesar 5% per tahun [10]. Hal ini terjadi karena perangkapperangkap elektron yang terbentuk tidak stabil sehingga terpengaruh oleh faktor-faktor lingkungan seperti pengaruh sinar matahari, suhu ruangan, dan kelembapan. Hal ini menunjukkan TLD LiF:Ti yang dibuat tidak baik dalam aspek fading atau, dengan kata lain, TLD LiF:Ti yang dibuat kurang baik dalam hal menyimpan radiasi. Penyimpanan dosis radiasi dalam TLD bergantung pada perangkap-perangkap elektron yang terbentuk pada saat pembuatan TLD. Proses pembuatan yang baik memperhatikan suhu dan waktu yang dijaga konstan sehingga proses dopping pengotor pada kristal TLD terbentuk dengan baik, maka untuk mendapatkan hasil fading yang maksimal perlu diperhatikan saat proses pembuatan TLD dengan benar. Pengulangan dilakukan pada 2 sampel sebanyak 5 kali. Pembacaan terhadap radiasi memiliki respons yang relatif sama. Hal ini menunjukkan TLD yang dibuat dapat diulang pemakaiannya sebanyak 5 kali. Repeat Tabel 3. Hasil Pengulangan Sampel 1 Pembacaan (nc) Sampel Radiasi TL Total TL latar TL bersih Respons Radiasi (mgy) 1 158,40 14,11 144,29 13, ,80 19,75 137,05 12, ,60 16,65 134,95 12, ,60 14,81 138,79 12, ,90 17,24 137,66 12,88 Repeat Rata-rata 138,55 12,97 Standar deviasi 3,50 RSD 2,5 % Tabel 4. Hasil Pengulangan Sampel 2 Pembacaan (nc) Sampel Radiasi TL Total TL latar TL bersih Respons Radiasi (mgy) 1 172,30 3,08 169,22 15, ,50 3,98 159,52 14, ,00 16,45 166,55 15, ,50 9,17 161,33 15, ,60 11,23 163,37 15,29 Rata-rata 164,00 14,28 Standar deviasi 3,92 KESIMPULAN RSD 2,4% Telah berhasil dibuat TLD LiF:Ti melalui proses sintering dengan variasi konsentrasi pengotor titanium yang optimum pada 0,06%. TLD LiF:Ti yang dibuat memiliki respons terhadap radiasi yang tinggi dan memiliki faktor kalibrasi 0,0936 mgy/nc dengan R2 = 0,992. TLD LiF:Ti mengalami pemudaran (fading) sebesar 20% selama 14 hari yang menunjukkan TLD LiF:Ti yang dibuat kurang baik dalam menyimpan informasi dosis radiasi. TLD LiF:Ti dapat diulang pemakaiannya (repeatibilitas) sebanyak 5 kali dengan tanggapan respons yang tinggi terhadap radiasi. SARAN Untuk meningkatkan kualitas TLD LiF:Ti ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan TLD tersebut: Safarudin Hernawan dkk. 43

44 1. Suhu pada proses pemanasan harus dijaga konstan sehingga pembentukan kristal menjadi sempurna. 2. Perlu penelitian lebih lanjut pada TLD LiF:Ti tentang faktor pengaruh suhu dan waktu aktivasi pembentukan kristal LiF. 3. Perlu penelitian lebih lanjut pembuatan TLd LiF:Ti berupa chip sehingga mudah digunakan sebagai dosimeter perorangan dalam setiap aplikasi medis. DAFTAR PUSTAKA 1. Edy, Wahyu Wibowo Perbandingan Dosis-Literatur. FMIPA. Universitas Indonesia. 2. Indah, Resti Setyawati Model Matematika Radiasi Sinar Gamma (γ) dalam Penentuan Waktu Maksimum Paparan Radiasi Nuklir. Universitas Negeri Papua. Manokwari. 3. Muculus, Mus Pengaruh Radiasi Sinar-X Terhadap Mortilitas Sperma pada Tikus Mencit. Universitas Negeri Semarang. Semarang. 4. Irawati, Zubaidah Pengembangan Teknologi Nuklir untuk Meningkatkan Keamanan dan Daya Simpan Bahan Pangan. Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi. BATAN. Jakarta. 5. Mutiah. Nurrudin, Ahmad. Gayani, Didi Pengaruh Konsentrasi Dopan dan Temperatur Sinter pada Sensitivitas Dosimeter Termoluminesens LiF:Mg,Dy. PTNBR-BATAN. Bandung. 6. Sofyan, Hasnel dan Dwi, Dyah Kusumawati Perbandingan Tanggapan Termoluminesensi LiF:Mg,Ti dan LiF:Mg,Cu,P Terhadap Dosis dalam Aplikasi Medik. PTKMR-BATAN. Jakarta. 7. Sofyan, Hasnel Dosimeter Thermoluminensi sebagai Dosimetri Personal dalam Pemantauan Dosis Radiasi Eksternal. Pertemuan Ilmiah XXVI Jateng & DIY. Purworejo. 8. BATAN Alat Ukur Proteksi Radiasi. Badan Tenaga Nuklir Nasional. g/pengukuran_radiasi [diakses 3 Januari 2015] 9. BATAN Pemanfaatan Nuklir dan Radioisotop dalam Kehidupan Manusia. Badan Tenaga Nuklir Nasional. /proteksiradiasi/pengenalan_radiasi [diakses 4 Januari 2015]. 10. Bapeten (Badan Pengawas Tenaga Nuklir) Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir tentang Sistem Pelayanan Pemantauan Dosis Eksterna Perorangan. Jakarta 44 Pembuatan Dosimeter Termoluminesensi...

45 RANCANG BANGUN SISTEM AKUISISI DATA SUMBER RADIASI MELALUI UDARA MENGGUNAKAN ROBOT QUADCOPTER Seno Pandu Ahmad 1, Muhtadan 1, Adi Abimanyu 2 1) Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir, Jalan Babarsari PO BOX 6101 Ykbb Yogyakarta 55181, senopanduahmad@gmail.com, muhtadan@batan.go.id 2) Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, Jalan Babarsari PO BOX 6101 Ykbb Yogyakarta 55181, abimanyu.adi@batan.go.id ABSTRAK RANCANG BANGUN SISTEM AKUISISI DATA SUMBER RADIASI MELALUI UDARA MENGGUNAKAN ROBOT QUADCOPTER. Penelitian pendeteksian sumber radiasi menggunakan quadcopter beserta sistem akuisisinya belum dikembangkan, sehingga dirancang suatu sistem akuisisi data untuk pendeteksian sumber radiasi menggunakan quadcopter. Tujuan penelitian ini untuk pengembangan aplikasi program LabVIEW untuk akuisisi data sumber radiasi dan juga perancangan sistem informasi pendeteksian sumber radiasi dengan memetakan dalam kategori daerah radiasi dengan aplikasi Google Maps. Data radiasi dan posisi dari in-vehicle module quadcopter dikirimkan melalui sebuah transceiver NiceRF ke control room module, kemudian diproses dengan menggunakan program LabVIEW dan ditampilkan. Setelah proses pendeteksian selesai, data pergerakan dipetakan kembali sehingga didapat informasi jejak pergerakan quadcopter serta jarak antara titik awal pergerakan quadcopter dan sumber radiasi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa program berhasil memberikan informasi posisi sumber radiasi yang terdeteksi. Program juga telah mampu memetakan pergerakan quadcopter, jarak antara operator quadcopter dan sumber radiasi yang terdeteksi pada pengujian pertama sebesar 20 meter dan pada pengujian kedua 30 meter. Persentase error dari perbandingan jarak pada pemetaan dengan jarak sebenarnya didapat pada pengujian pertama sebesar 3,8% dan pada hasil pengujian kedua sebesar 7,14%. Kata kunci: akusisi data, sumber radiasi, quadcopter, LabVIEW, Google Maps ABSTRACT DESIGN OF RADIATION SOURCE DATA ACQUISITION SYSTEM OVER THE AIR USING QUADCOPTER ROBOT. Research on detection of radiation sources using quadcopter with the acquisition system has not been developed, therefore the data acquisition system to detect radiation sources using quadcopter is designed. The purposes of this study is to develop a LabVIEW-based program for data acquisition of radiation sources and to design an information system for detection of radiation sources by mapping radiation areas with Google Maps. Data of radiation and position of the in-vehicle module in quadcopter was transmitted via NiceRF transceiver module to the control room, then processed and displayed in LabVIEW program. After the detection process was completed, data of quadcopter movement was mapped to get the path of the quadcopter and distance between operator and radiation source. Test results showed that the program succeeded in providing position of detected radiation. The program was also able to map the quadcopter movement. Distance between the operator and radiation source in the first final test was 20 meters and in the last final test 30 meters. The error percentage of comparison between distance from mapping and the real distance in the first test was 3,8% and in the second test 7,14%. Keywords: data acquisition, radiation source, quadcopter, LabVIEW, Google Maps PENDAHULUAN Perkembangan teknologi nuklir dalam beberapa tahun ini cukup pesat, yang meliputi bidang pertanian, kesehatan, industri, dan energi. Pemanfaatan tenaga nuklir harus mendapat pengawasan yang cermat agar selalu mengikuti segala ketentuan di bidang keselamatan tenaga nuklir sehingga tidak menimbulkan bahaya radiasi terhadap pekerja, masyarakat, dan lingkungan hidup Seno Pandu Ahmad dkk. 45

46 Sumber radiasi gamma yang digunakan dalam pekerjaan industri pada umumnya berbentuk sumber terbungkus dengan aktivitas cukup besar, sehingga mempunyai potensi bahaya paparan radiasi cukup besar seperti hilang atau tercecernya sumber radiasi akibat human error. Proses pencarian sumber radiasi dalam kasus semacam itu umumnya dilakukan dengan cara penyisiran laju paparan radiasi daerah yang diperkirakan merupakan lokasi hilangnya sumber radiasi [1]. Pada umumnya, pengukuran laju paparan radiasi dilakukan dengan cara operator mendekati objek sambil membawa alat yang digunakan untuk mengukur laju paparan radiasi. Hal ini mengakibatkan potensi risiko bahaya radiasi terhadap operator semakin besar apabila objek yang diukur memiliki intensitas radiasi yang besar. Beberapa cara pengukuran radiasi untuk mengurangi potensi terpapar radiasi yang cukup besar telah banyak dikembangkan, antara lain dengan menggunakan long tong surveymeter dan menggunakan robot hexapod yang dilengkapi surveymeter. Tetapi metode-metode tersebut hanya efektif jika digunakan pada lokasi datar. Pada lokasi yang tidak datar hal-hal itu cukup sulit dilakukan. Metode lain yang digunakan adalah dengan cara mengangkut alat monitor radiasi (surveymeter) dengan menggunakan quadcopter yang dikendalikan oleh operator. Dengan metode ini pengukuran radiasi menjadi lebih mudah dan lebih aman. Pada proses pendeteksian/monitor radiasi dengan menggunakan quadcopter, data yang didapat berupa data radiasi dan data posisi dalam bentuk mentah yang kemudian diproses oleh sistem akuisisi menjadi informasi yang berguna bagi operator dan petugas proteksi radiasi. Penelitian ini dilakukan untuk membantu mendeteksi sumber radiasi pada kondisi yang sulit atau bahkan tidak bisa dijangkau manusia, memungkinkan operator untuk mendeteksi paparan radiasi pada medan atau track apapun dari jarak jauh tanpa mendekati objek radiasi yang dideteksi. Data paparan radiasi dan posisi akan ditransmisikan dari quadcopter dengan menggunakan suatu transmitter dan diterima oleh sebuah receiver, kemudian diakuisisi oleh komputer menggunakan program LabVIEW. Data tersebut dibuat untuk memetakan lokasi pendeteksian ke dalam kategori daerah radiasi di Google Maps dengan menggunakan aplikasi Google Maps API. DASAR TEORI Sistem Akuisisi Data Sistem akuisisi data dapat didefinisikan sebagai suatu sistem untuk mengambil, mengumpulkan, dan menyiapkan data, kemudian memprosesnya hingga menghasilkan data yang diinginkan. Sistem akuisisi data memudahkan manusia untuk mencerna suatu informasi atau data yang diterima berupa besaran fisis pada suatu proses tertentu sehingga dapat melakukan suatu proses lebih lanjut dengan lebih mudah [2]. Akuisisi data merupakan proses di mana data dari sensor diubah menjadi sinyal-sinyal listrik yang dikonversi lebih lanjut menjadi bentuk digital untuk pemrosesan dan analisis oleh komputer [3]. Radiasi Radiasi adalah cara perambatan energi dari suatu sumber energi ke lingkungannya tanpa perantara. Radiasi juga dapat diartikan sebagai energi yang dipancarkan dalam bentuk partikel atau gelombang. Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya, radiasi dapat dibagi menjadi radiasi pengion dan radiasi non-pengion. Radiasi pengion adalah radiasi yang, apabila menumbuk atau menabrak sesuatu, akan memunculkan partikel bermuatan listrik yang disebut ion. Radiasi pengion disebut juga radiasi atom atau radiasi nuklir. Radiasi nonpengion adalah radiasi yang tidak menimbulkan ionisasi. Termasuk ke dalam radiasi non-pengion adalah gelombang radio, gelombang mikro, inframerah, cahaya tampak dan ultraviolet. Dosis efektif rata-rata sebesar 20 msv (dua puluh milisievert) per tahun dalam periode 5 (lima) tahun, sehingga dosis yang terakumulasi dalam 5 (lima) tahun tidak boleh melebihi 100 msv (seratus milisievert) [4]. Paparan didefinisikan sebagai kemampuan radiasi sinar-x atau gamma untuk menimbulkan ionisasi di udara dalam volume tertentu, dalam satuan internasional satuan paparannya adalah C/kg, sedangkan dalam satuan lama adalah roentgen (R). Besar paparan per satuan waktu, yang diberi simbol Ẋ, disebut laju paparan. Satuan untuk laju paparan dalam satuan internasional adalah C/kg.jam dan dalam satuan lama adalah R/jam. Adapun konversi untuk satuan roentgen ke dalam sievert adalah 1 Sv = 100 R [5]. 46 Rancang Bangun Sistem Akuisisi Data...

47 Global Positioning System Global Positioning System (GPS) adalah sistem navigasi berbasiskan satelit yang saling berhubungan pada orbitnya. Untuk dapat mengetahui posisi suatu objek, maka diperlukan alat yang diberi nama GPS receiver yang berfungsi untuk menerima sinyal yang dikirim dari satelit GPS. Posisi diubah menjadi titik yang dikenal dengan nama Way-point, pada akhirnya berupa titik-titik koordinat lintang dan bujur dari posisi objek atau suatu lokasi pada peta elektronik. Pada umumnya, sistem tracking menggunakan GPS. Dengan GPS koordinat lintang dan bujur dari suatu tempat atau titik di permukaan bumi dapat diketahui sehingga dapat ditentukan posisinya. Posisi tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan GPS receiver yang merupakan koordinat lintang dan bujur dari GPS receiver itu sendiri. GPS receiver akan memberikan data keluaran berupa data posisi (koordinat lintang dan bujur), waktu, kecepatan, serta arah dari GPS receiver tersebut [6]. Google Maps dan Google Static Maps API Google Maps adalah layanan peta digital dari Google yang dapat diakses secara gratis oleh siapa saja. Google Maps pada umumnya digunakan pada aplikasi tracking dan akses peta statis digital dengan menggunakan Google Statics Maps API. Prinsip dari Google Static Maps API adalah mengembalikan gambar (dalam format GIF, PNG, atau JPEG) dari permintaan HTTP melalui URL. Untuk setiap permintaan, pengguna dapat menentukan lokasi peta, ukuran gambar, tingkat zoom, jenis peta, dan penempatan penanda opsional di lokasi pada peta. Selain itu pengguna mendapatkan label penanda pengguna menggunakan karakter alfanumerik. Jika API gambar statis Maps digunakan di luar aplikasi berbasis web (seperti browser), maka link harus disertakan menunjuk ke lokasi yang ditampilkan dalam browser web atau aplikasi Google Maps [7]. Quadcopter Quadcopter adalah robot penjelajah udara atau biasa disebut Unmanned Aerial Vehicle (UAV), yang termasuk kategori UAV mikro dengan ciri khusus yang mudah dikenali, yaitu memiliki empat buah baling-baling motor sebagai pernggeraknya. Penggunaan empat buah baling-baling memudahkan quadcopter untuk bermanuver sehingga dengan cepat dapat bergerak ke segala arah. Hal ini mejadi salah satu kelebihan quadcopter. Selain empat buah baling-baling, quadcopter dapat dilengkapi dengan sensor, di antaranya sensor Global Positioning System (GPS) yang digunakan untuk bernavigasi [8]. METODE PENELITIAN Sistem monitoring laju paparan radiasi menggunakan quadcopter terdiri dari subsistem In Vehicle Module (IVM), subsistem Control Operator Module (COM) dan subsistem Control Room Module (CRM) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1. Prinsip kerja sistem ini adalah subsistem IVM (monitor radiasi yang diangkut oleh quadcopter) akan terbang untuk memantau laju paparan radiasi. IVM dikendalikan oleh operator dengan menggunakan subsistem COM melalui remote control dan modul pemantau dalam bentuk informasi audio. Data yang diperoleh IVM dikirimkan secara nirkabel menggunakan frekuensi radio ke CRM untuk diakusisi dan ditampilkan dalam peta digital pada komputer sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2. Proses akusisi data pada CRM diawali dengan konfigurasi parameter komunikasi serial yang akan digunakan, yang meliputi port, baud rate, stop bits, parity dan flow control. Proses selanjutnya adalah pembacaan data yang dikirimkan oleh IVM. Data yang diproses oleh CRM hanya data dengan header karakter R. Data tersebut kemudian diparsing (dipisahkan) menjadi data laju paparan radiasi, bujur, lintang, dan ketinggian, kemudian status radiasi ditampilkan dan data yang telah di-parsing dimasukkan ke dalam tabel serta dilakukan pemetaan pergerakan. Ketika proses monitoring selesai dilakukan, data tersebut akan secara otomatis tersimpan dalam suatu laporan yang berbentuk.doc (aplikasi Microsoft. Word). Diagram alir proses akuisisi pada CRM ditunjukkan pada Gambar 3. Seno Pandu Ahmad dkk. 47

48 Gambar 1. Blok Diagram Sistem Monitoring Laju Paparan Radiasi Menggunakan Quadcopter In Vehicle Module Nice RF receiver Radio Frequency 433 Mhz Bridge 232 to USB Graphic User Interface PC Status Radiasi Maping GUI Tabel Control Room Module Gambar 2. Blok Diagram CRM 48 Rancang Bangun Sistem Akuisisi Data...

49 . Mulai Konfigurasi parameter komunikasi serial Terima data Ada header R Tidak Selesai Ya Tidak Parsing data radiasi, bujur, lintang dan ketinggian Tampilkan status radiasi terdeteksi Tabulasi data dan pemetaan pergerakan Selesai monitoring Ya Simpan data dalam report Gambar 3. Diagram Alir CRM HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Terpadu Seluruh Sistem Pengujian bertujuan untuk mengetahui apakah sistem akusisi yang dirancang-bangun mampu mengakusisi data yang dikirimkan oleh IVM secara nirkabel. Pengujian dilakukan dengan cara mengirimkan data secara langsung dari IVM yang sedang melakukan proses monitoring radiasi. Pengujian ini dilakukan pada dua lokasi yang berbeda, yaitu di depan Gedung 03 PSTA dan di lapangan rumput sebelah utara STTN-BATAN. Hasil pengujian untuk setiap lokasi disajikan pada Tabel 1 dan 2, sedangkan hasil pemetaan data ditunjukkan pada Gambar 4 dan 5. Berdasarkan data hasil pengujian, terlihat bahwa sistem akusisi yang dirancang telah mampu memproses dan mengakusisi data yang dikirimkan oleh IVM secara nirkabel menggunakan frekuensi radio dengan jeda waktu pengiriman setiap data 2 detik. Pada pengujian pertama didapat titik awal pergerakan berada pada koordinat bujur lintang -7,777933,110,414400, yang juga merupakan titik operator quadcopter berada. Titik di mana terdeteksi sumber radiasi berada pada koordinat bujur lintang -7,777845, 110, Pada pengujian kedua, titik awal pergerakan berada pada koordinat bujur lintang , , dan titik di mana terdeteksi sumber radiasi berada pada koordinat bujur lintang , Pengujian pertama dilakukan di depan Gedung 3 PSTA-BATAN dengan menggunakan koneksi wi-fi dari lantai 1 Gedung 3 PSTA-BATAN, sedangkan pengujian kedua dilakukan di sebelah utara gedung STTN- BATAN. Pada dua pengujian ini terdapat perbedaan kecepatan koneksi internet yang digunakan untuk proses permintaan peta digital dari Google Maps. Perbedaan ini terlihat pada saat operator di control room melakukan monitor di komputer. Pada pengujian pertama yang menggunakan koneksi wi-fi di Gedung 3 PSTA-BATAN dengan kecepatan 48.0 Mbps, proses load peta digital dari Google Maps tidak terkendala buffering dari koneksi sehingga perubahan pergerakan quadcopter yang diwakilkan oleh baloon (marker) sangatlah smooth, dalam arti pergerakan dari satu titik ke titik berikutnya dapat tampil dan terpantau keseluruhan oleh operator di control room. Pada pengujian kedua yang menggunakan modem Smartfren dengan kecepatan 3.1 Mbps, proses load peta digital dari Google Maps terkendala buffering dari koneksi sehingga perubahan pergerakan quadcopter pada tampila monitor yang diwakilkan oleh baloon (marker) kurang smooth, dalam arti pergerakan dari titik ke titik berikutnya tidak terpantau secara keseluruhan, terdapat lompatan antar-posisi pergerakan sehingga pada saat proses monitoring pergerakan quadcopter yang diwakilkan oleh baloon (marker) tidak bergerak sesuai urutan pergerakan di lapangan. Jarak dari starting point terhadap sumber radiasi berhasil didapatkan setelah dilakukannya proses pemetaan. Pada pengujian terpadu yang pertama, jarak awal pergerakan ke sumber radiasi yang terdeteksi sebesar 20 meter dan pada pengujian kedua sebesar 30 meter. Pengujian akurasi pemetaan juga dilakukan untuk mengetahui perbandingan jarak yang didapat dari titik lintang bujur dengan menggunakan rumus haversine dengan jarak sebenarnya. Pada pengujian pertama dengan rumus haversine didapat jarak antara dua posisi lintang bujur sebesar 20 meter, sedangkan pada pengukuran jarak sebenarnya didapat sebesar 20,8 meter. Pada pengujian kedua dengan rumus haversine didapat jarak antara dua posisi lintang bujur sebesar 30 meter, sedangkan pada pengukuran jarak Seno Pandu Ahmad dkk. 49

50 sebenarnya didapat sebesar 28 meter. Persentase error dari perbandingan jarak pada pemetaan dan jarak sebenarnya pada hasil pengujian pertama sebesar 3,8% dan pada hasil pengujian kedua sebesar 7,14%. Tabel 1. Hasil Pengujian di Depan Gedung 03 PSTA Tanggal Jam Radiasi Lintang Bujur Ketinggian 20/05/ :55: /05/ :55: /05/ :55: /05/ :55: /05/ :55: /05/ :55:59 0,25 20/05/ :56:01 0,11 20/05/ :56:03 0,14 20/05/ :56:05 1, Tabel 2. Hasil Pengujian di Lapangan Rumput Utara STTN-BATAN Tanggal Jam Radiasi Lintang Bujur Ketinggian 27/05/ :55: /05/ :55: /05/ :55: /05/ :55: /05/ :55: /05/ :55: /05/ :55:15 0,45 27/05/ :55:17 0,34 27/05/ :55:19 1, Rancang Bangun Sistem Akuisisi Data...

51 Gambar 4. Pemetaan Lokasi Depan Gedung 03 PSTA Gambar 5. Pemetaan Lokasi Lapangan Rumput Utara STTN-BATAN Seno Pandu Ahmad dkk. 51

PENENTUAN KOEFISIEN DISTRIBUSI RENIUM DAN WOLFRAM DENGAN METODE EKSTRAKSI MENGGU- NAKAN PELARUT METIL ETIL KETON

PENENTUAN KOEFISIEN DISTRIBUSI RENIUM DAN WOLFRAM DENGAN METODE EKSTRAKSI MENGGU- NAKAN PELARUT METIL ETIL KETON Riftanio Natapratama Hidayat, dkk. ISSN 0216-3128 161 PENENTUAN KOEFISIEN DISTRIBUSI RENIUM DAN WOLFRAM DENGAN METODE EKSTRAKSI MENGGU- NAKAN PELARUT METIL ETIL KETON Riftanio Natapratama Hidayat, Maria

Lebih terperinci

EKSTRAKSI DAN STRIPPING URANIUM HASIL PELARUTAN TOTAL MONASIT BANGKA

EKSTRAKSI DAN STRIPPING URANIUM HASIL PELARUTAN TOTAL MONASIT BANGKA EKSTRAKSI DAN STRIPPING URANIUM HASIL PELARUTAN TOTAL MONASIT BANGKA Noor Anis Kundari 1, Riesna Prassanti 2, Giezzella 3 1) STTN-BATAN, Yogyakarta, Indonesia, nooranis@batan.go.id 2) PTBGN-BATAN, Jakarta

Lebih terperinci

PEMISAHAN U DARI Th PADA MONASIT DENGAN METODE EKSTRAKSI PELARUT ALAMINE

PEMISAHAN U DARI Th PADA MONASIT DENGAN METODE EKSTRAKSI PELARUT ALAMINE PEMISAHAN U DARI Th PADA MONASIT DENGAN METODE EKSTRAKSI PELARUT ALAMINE Kurnia Trinopiawan, Riesna Prassanti, Sumarni, Rudi Pudjianto Pusat Pengembangan Geologi Nuklir BATAN Kawasan PPTN Pasar Jum at,

Lebih terperinci

Eksplorium ISSN Volume XXXII No. 155, Mei 2011 : 47-52

Eksplorium ISSN Volume XXXII No. 155, Mei 2011 : 47-52 Eksplorium ISSN 085 118 Volume XXXII No. 155, Mei 011 : 7-5 ABSTRAK PEMISAHAN URANIUM DARI THORIUM PADA MONASIT DENGAN METODE EKSTRAKSI PELARUT ALAMINE Kurnia Trinopiawan, Riesna Prassanti, Sumarni, Rudi

Lebih terperinci

EKSTRAKSI DAN STRIPPING TORIUM DARI RAFINAT HASIL EKSTRAKSI URANIUM MONASIT BANGKA

EKSTRAKSI DAN STRIPPING TORIUM DARI RAFINAT HASIL EKSTRAKSI URANIUM MONASIT BANGKA EKSTRAKSI DAN STRIPPING TORIUM DARI RAINAT HASIL EKSTRAKSI URANIUM MONASIT BANGKA Rida erliana 1, Bangun Wasito 1, Riesna Prassanti 2 1) Teknokimia Nuklir STTN-BATAN, Jl. Babarsari, Kotak Pos 6101 YKBB

Lebih terperinci

Ngatijo, dkk. ISSN Ngatijo, Pranjono, Banawa Sri Galuh dan M.M. Lilis Windaryati P2TBDU BATAN

Ngatijo, dkk. ISSN Ngatijo, Pranjono, Banawa Sri Galuh dan M.M. Lilis Windaryati P2TBDU BATAN 181 PENGARUH WAKTU KNTAK DAN PERBANDINGAN FASA RGANIK DENGAN FASA AIR PADA EKSTRAKSI URANIUM DALAM LIMBAH CAIR MENGGUNAKAN EKSTRAKTAN DI-2-ETIL HEKSIL PHSPHAT Ngatijo, Pranjono, Banawa Sri Galuh dan M.M.

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI EKSTRAKSI DAN STRIPPING THORIUM DARI RAFINAT HASIL EKSTRAKSI URANIUM MONASIT BANGKA

NASKAH PUBLIKASI EKSTRAKSI DAN STRIPPING THORIUM DARI RAFINAT HASIL EKSTRAKSI URANIUM MONASIT BANGKA NASKAH PUBLIKASI EKSTRAKSI DAN STRIPPING THORIUM DARI RAFINAT HASIL EKSTRAKSI URANIUM MONASIT BANGKA Untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh sebutan Sarjana Sains Terapan (SST) pada Program Diploma

Lebih terperinci

Eksplorium ISSN Volume 32 No. 2, November 2011:

Eksplorium ISSN Volume 32 No. 2, November 2011: Eksplorium ISSN 0854 1418 Volume 32 No. 2, November 2011: 115-124 PENENTUAN KONDISI PELARUTAN RESIDU DARI HASIL PELARUTAN PARSIAL MONASIT BANGKA Sumarni *), Riesna Prassanti *), Kurnia Trinopiawan *),

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

OPTIMASI TRANSPOR Cu(II) DENGAN APDC SEBAGAI ZAT PEMBAWA MELALUI TEKNIK MEMBRAN CAIR FASA RUAH

OPTIMASI TRANSPOR Cu(II) DENGAN APDC SEBAGAI ZAT PEMBAWA MELALUI TEKNIK MEMBRAN CAIR FASA RUAH J. Ris. Kim. Vol. 5, No. 2, Maret 12 OPTIMASI TRANSPOR Cu(II) DENGAN APDC SEBAGAI ZAT PEMBAWA MELALUI TEKNIK MEMBRAN CAIR FASA RUAH Imelda, Zaharasmi Kahar, Maria Simarmata, dan Djufri Mustafa Laboratorium

Lebih terperinci

DIGESTI MONASIT BANGKA DENGAN ASAM SULFAT

DIGESTI MONASIT BANGKA DENGAN ASAM SULFAT DIGESTI MONASIT BANGKA DENGAN ASAM SULFAT Riesna Prassanti Pusat Pengembangan Geologi Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional Jalan Lebak Bulus Raya No. 9 Jakarta Selatan, Indonesia Email : riesna@batan.go.id

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

PENENTUAN EFISIENSI EKSTRAKSI URANIUM PADA PROSES EKSTRAKSI URANIUM DALAM YELLOW CAKE MENGGUNAKAN TBP-KEROSIN

PENENTUAN EFISIENSI EKSTRAKSI URANIUM PADA PROSES EKSTRAKSI URANIUM DALAM YELLOW CAKE MENGGUNAKAN TBP-KEROSIN PENENTUAN EFISIENSI EKSTRAKSI URANIUM PADA PROSES EKSTRAKSI URANIUM DALAM YELLOW CAKE MENGGUNAKAN TBP-KEROSIN Torowati Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN ABSTRAK PENENTUAN EFISIENSI EKSTRAKSI URANIUM

Lebih terperinci

PROSES PEMURNIAN YELLOW CAKE DARI LIMBAH PABRIK PUPUK

PROSES PEMURNIAN YELLOW CAKE DARI LIMBAH PABRIK PUPUK PROSES PEMURNIAN YELLOW CAKE DARI LIMBAH PABRIK PUPUK Ngatijo, Rahmiati, Asminar, Pranjono Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN ABSTRAK PEMURNIAN YELLOW CAKE DARI LIMBAH PABRIK PUPUK. Telah dilakukan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Analitik dan laboratorium penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, mulai

Lebih terperinci

EKSTRAKSI Th, La, Ce DAN Nd DARI KONSENTRAT Th LOGAM TANAH JARANG HASIL OLAH PASIR MONASIT MEMAKAI TBP

EKSTRAKSI Th, La, Ce DAN Nd DARI KONSENTRAT Th LOGAM TANAH JARANG HASIL OLAH PASIR MONASIT MEMAKAI TBP MV. Purwani, dkk. ISSN 0216 3128 47 EKSTRAKSI Th, La, Ce DAN Nd DARI KONSENTRAT Th LOGAM TANAH JARANG HASIL OLAH PASIR MONASIT MEMAKAI TBP MV Purwani, Suyanti dan Dwi Biyantoro P3TM BATAN ABSTRAK EKSTRAKSI

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di 30 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PEMISAHAN PERCOBAAN 1 EKSTRAKSI PELARUT

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PEMISAHAN PERCOBAAN 1 EKSTRAKSI PELARUT LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PEMISAHAN PERCOBAAN 1 EKSTRAKSI PELARUT NAMA NIM KELOMPOK ASISTEN : REGINA ZERUYA : J1B110003 : 1 (SATU) : SUSI WAHYUNI PROGRAM STUDI S-1 KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PEMISAHAN 54 Mn DARI HASIL IRADIASI Fe 2 O 3 ALAM MENGGUNAKAN RESIN PENUKAR ANION

PEMISAHAN 54 Mn DARI HASIL IRADIASI Fe 2 O 3 ALAM MENGGUNAKAN RESIN PENUKAR ANION PEMISAHAN 54 Mn DARI HASIL IRADIASI Fe 2 O 3 ALAM MENGGUNAKAN RESIN PENUKAR ANION Anung Pujiyanto, Hambali, Dede K, Endang dan Mujinah Pusat Pengembamgan Radioisotop dan Radiofarmaka (P2RR), BATAN ABSTRAK

Lebih terperinci

PROSES RE-EKSTRAKSI URANIUM HASIL EKSTRAKSI YELLOW CAKE MENGGUNAKAN AIR HANGAT DAN ASAM NITRAT

PROSES RE-EKSTRAKSI URANIUM HASIL EKSTRAKSI YELLOW CAKE MENGGUNAKAN AIR HANGAT DAN ASAM NITRAT ISSN 1979-2409 Proses Re-Ekstraksi Uranium Hasil Ekstraksi Yellow Cake Menggunakan Air Hangat dan Asam Nitrat (Torowati, Pranjono, Rahmiati dan MM. Lilis Windaryati) PRSES RE-EKSTRAKSI URANIUM HASIL EKSTRAKSI

Lebih terperinci

Uji Kinerja Ekstraktan Cyanex 272 dalam Me-recovery Logam Nikel dari Limbah Ni-Cd dengan Metode Ekstraksi Cair-Cair

Uji Kinerja Ekstraktan Cyanex 272 dalam Me-recovery Logam Nikel dari Limbah Ni-Cd dengan Metode Ekstraksi Cair-Cair Uji Kinerja Ekstraktan Cyanex 272 dalam Me-recovery Logam kel dari Limbah - dengan Metode Ekstraksi Cair-Cair Ir.Rita Arbianti,Msi, Ir.Yuliusman,MEng, dan Hendra Syaifuddin Jurusan Teknik Gas dan Petrokimia,

Lebih terperinci

KARAKTERISASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR UMPAN PROSES EVAPORASI

KARAKTERISASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR UMPAN PROSES EVAPORASI KARAKTERISASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR UMPAN PROSES EVAPORASI Endro Kismolo, Nurimaniwathy, Tri Suyatno BATAN, Babarsari Yogyakarta 55281 E-mail :ptapb@batan.go.id ABSTRAK KARAKTERISASI LIMBAH RADIOAKTIF

Lebih terperinci

A. Judul B. Tujuan C. Dasar Teori

A. Judul B. Tujuan C. Dasar Teori PERCOBAAN III A. Judul : Penetapan Besi secara Spektrofotometri B. Tujuan : dapat menetapkan kandungan besi dalam suatu sampel dengan teknik kurva kalibrasi biasa dan teknik standar adisi. C. Dasar Teori

Lebih terperinci

PENENTUAN KONDISI PELARUTAN RESIDU DARI HASIL PELARUTAN PARSIAL MONASIT BANGKA

PENENTUAN KONDISI PELARUTAN RESIDU DARI HASIL PELARUTAN PARSIAL MONASIT BANGKA PENENTUAN KONDISI PELARUTAN RESIDU DARI HASIL PELARUTAN PARSIAL MONASIT BANGKA Sumarni, Riesna Prassanti, Kurnia Trinopiawan, Sumiarti dan Hafni Lissa. N Pusat Pengembangan Geologi Nuklir - BATAN Jl. Lebak

Lebih terperinci

Pemungutan Uranium Dalam Limbah Uranium Cair Menggunakan Amonium Karbonat

Pemungutan Uranium Dalam Limbah Uranium Cair Menggunakan Amonium Karbonat No.04 / Tahun II Oktober 2009 ISSN 1979-2409 Torowati, Noor Yudhi Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir - BATAN ABSTRAK PEMUNGUTAN URANIUM DALAM LIMBAH URANIUM CAIR MENGGUNAKAN AMONIUM KARBONAT. Percobaan

Lebih terperinci

Percobaan 6 DISTRIBUSI ZAT TERLARUT ANTARA DUA JENIS PELARUT YANG BERCAMPUR. Lab. Kimia Fisika Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang

Percobaan 6 DISTRIBUSI ZAT TERLARUT ANTARA DUA JENIS PELARUT YANG BERCAMPUR. Lab. Kimia Fisika Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang Percobaan 6 DISTRIBUSI ZAT TERLARUT ANTARA DUA JENIS PELARUT YANG BERCAMPUR Candra Tri Kurnianingsih Lab. Kimia Fisika Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang Gedung D8 Lt 2 Sekaran Gunungpati Semarang,

Lebih terperinci

UPAYA MINIMISASI LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN CARA PENGAMBILAN KEMBALI RADIONUKLIDA

UPAYA MINIMISASI LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN CARA PENGAMBILAN KEMBALI RADIONUKLIDA UPAYA MINIMISASI LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN CARA PENGAMBILAN KEMBALI RADIONUKLIDA Sahat M. Panggabean, Yohan, Mard!ni Pusat Pengembangan Pengelolaan Lirl1bah Radioaktif ABSTRAK, UPAYA MINIMISASI LIMBAH RADIOAKTIF

Lebih terperinci

PRODUKSI IODIUM-125 MENGGUNAKAN TARGET XENON ALAM

PRODUKSI IODIUM-125 MENGGUNAKAN TARGET XENON ALAM PRODUKSI IODIUM-125 MENGGUNAKAN TARGET XENON ALAM Rohadi Awaludin Pusat Pengembangan Radioisotop dan Radiofarmaka (P2RR), BATAN ABSTRAK PRODUKSI IODIUM-125 MENGGUNAKAN TARGET XENON ALAM. Iodium- 125 merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS NEODIMIUM MENGGUNAKAN METODA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

ANALISIS NEODIMIUM MENGGUNAKAN METODA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS ANALISIS NEODIMIUM MENGGUNAKAN METODA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS Noviarty, Dian Angraini Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN Email: artynov@yahoo.co.id ABSTRAK ANALISIS NEODIMIUM MENGGUNAKAN METODA SPEKTROFOTOMETRI

Lebih terperinci

PEMUNGUTAN LANTANUM DARI MINERAL MONASIT BANGKA DENGAN TEKNIK MEMBRAN CAIR BERPENDUKUNG BERTINGKAT

PEMUNGUTAN LANTANUM DARI MINERAL MONASIT BANGKA DENGAN TEKNIK MEMBRAN CAIR BERPENDUKUNG BERTINGKAT PEMUNGUTAN LANTANUM DARI MINERAL MONASIT BANGKA DENGAN TEKNIK MEMBRAN CAIR BERPENDUKUNG BERTINGKAT T 546.411 6 BAS (20041845) Metode yang dikembangkan untuk pemisahan dan pemurnian unsur tanah jarang saat

Lebih terperinci

Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka ISSN Journal of Radioisotope and Radiopharmaceuticals Vol 9, Oktoberl 2006

Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka ISSN Journal of Radioisotope and Radiopharmaceuticals Vol 9, Oktoberl 2006 Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka ISSN 14108542 PRODUKSI TEMBAGA64 MENGGUNAKAN SASARAN TEMBAGA FTALOSIANIN Rohadi Awaludin, Abidin, Sriyono dan Herlina Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR), BATAN

Lebih terperinci

ANALISIS UNSUR PENGOTOR Fe, Cr, DAN Ni DALAM LARUTAN URANIL NITRAT MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM

ANALISIS UNSUR PENGOTOR Fe, Cr, DAN Ni DALAM LARUTAN URANIL NITRAT MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM ANALISIS UNSUR PENGOTOR Fe, Cr, DAN Ni DALAM LARUTAN URANIL NITRAT MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM BOYBUL, IIS HARYATI Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir-BATAN Kawasan Puspiptek Gd 20, Serpong,

Lebih terperinci

Eksplorium ISSN Volume 33 No. 2, November 2012:

Eksplorium ISSN Volume 33 No. 2, November 2012: Eksplorium ISSN 0854 1418 Volume 33 No. 2, November 2012: 121-128 PENGENDAPAN UNSUR TANAH JARANG HASIL DIGESTI MONASIT BANGKA MENGGUNAKAN ASAM SULFAT M. Anggraini, Sumarni, Sumiarti, Rusyidi S, Sugeng

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH URANIUM CAIR DENGAN ZEOLIT MURNI DAN H-ZEOLIT SERTA SOLIDIFIKASI DENGAN POLIMER EPOKSI

PENGOLAHAN LIMBAH URANIUM CAIR DENGAN ZEOLIT MURNI DAN H-ZEOLIT SERTA SOLIDIFIKASI DENGAN POLIMER EPOKSI PENGOLAHAN LIMBAH URANIUM CAIR DENGAN ZEOLIT MURNI DAN H-ZEOLIT SERTA SOLIDIFIKASI DENGAN POLIMER EPOKSI ABSTRAK Yusuf Damar Jati*), Herlan Martono**), Junaidi**) Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas

Lebih terperinci

I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT

I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT Tujuan Berdasarkan metode ph-metri akan ditunjukkan bahwa ion metalik terhidrat memiliki perilaku seperti suatu mono asam dengan konstanta keasaman yang tergantung pada

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II PENENTUAN KADAR KOEFISIEN DISTRIBUSI SELASA, 22 MEI 2014

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II PENENTUAN KADAR KOEFISIEN DISTRIBUSI SELASA, 22 MEI 2014 LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II PENENTUAN KADAR KOEFISIEN DISTRIBUSI SELASA, 22 MEI 2014 Disusun oleh : Fika Rakhmalinda (1112016200003) Fikri Sholihah (1112016200028 ) Naryanto (1112016200018 ) PROGRAM

Lebih terperinci

tetapi untuk efektivitas ekstraksi analit dengan rasio distribusi yang kecil (<1), ekstraksi hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru pada

tetapi untuk efektivitas ekstraksi analit dengan rasio distribusi yang kecil (<1), ekstraksi hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru pada I. TUJUAN PERCOBAAN 1.1 Memahami pemisahan berdasarkan ekstraksi asam asetat. 1.2 Menentukan harga koefisien distribusi senyawa dalam dua pelarut yang tidak saling campur (ekstraksi cair - cair) II. DASAR

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat yang berasal dari Laboratorium Tugas Akhir dan Laboratorium Kimia Analitik di Program

Lebih terperinci

EKSTRAKSI PELARUT. I. TUJUAN 1. Memahami prinsip kerja dari ekstraksi pelarut 2. Menentukan konsentrasi Ni 2+ yang terekstrak secara spektrofotometri

EKSTRAKSI PELARUT. I. TUJUAN 1. Memahami prinsip kerja dari ekstraksi pelarut 2. Menentukan konsentrasi Ni 2+ yang terekstrak secara spektrofotometri EKSTRAKSI PELARUT I. TUJUAN 1. Memahami prinsip kerja dari ekstraksi pelarut 2. Menentukan konsentrasi Ni 2+ yang terekstrak secara spektrofotometri II. TEORI Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari

Lebih terperinci

EKSTRAKSI STRIPPING URANIUM MOLIBDENUM DARI GAGALAN PRODUKSI BAHAN BAKAR REAKTOR RISET

EKSTRAKSI STRIPPING URANIUM MOLIBDENUM DARI GAGALAN PRODUKSI BAHAN BAKAR REAKTOR RISET BATAN B-68 EKSTRAKSI STRIPPING URANIUM MOLIBDENUM DARI GAGALAN PRODUKSI BAHAN BAKAR REAKTOR RISET Ghaib Widodo PUSAT TEKNOLOGI BAHAN BAKAR NUKLIR, Kawasan Puspiptek, Serpong 15314 Oktober 2012 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi BAB III METODE PENELITIAN A. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitianeksperimental. Dalam hal ini 3 sampel kecap akan diuji kualitatif untuk mengetahui kandungan

Lebih terperinci

PENGARUH URANIUM TERHADAP ANALISIS THORIUM MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS

PENGARUH URANIUM TERHADAP ANALISIS THORIUM MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS PENGARUH URANIUM TERHADAP ANALISIS THORIUM MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS SYAMSUL FATIMAH, IIS HARYATI, AGUS JAMALUDIN Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir-BATAN, Kawasan Puspiptek Gd 20, Serpong, 15313

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan eksperimental. B. Tempat dan Waktu Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel kulit

Lebih terperinci

PREPARASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR EFLUEN PROSES PENGOLAHAN KIMIA UNTUK UMPAN PROSES EVAPORASI

PREPARASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR EFLUEN PROSES PENGOLAHAN KIMIA UNTUK UMPAN PROSES EVAPORASI PREPARASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR EFLUEN PROSES PENGOLAHAN KIMIA UNTUK UMPAN PROSES EVAPORASI Endro Kismolo, Tri Suyatno, Nurimaniwathy -BATAN, Yogyakarta Email : ptapb@batan.go.id ABSTRAK PREPARASI LIMBAH

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dimulai pada tanggal 1 April 2016 dan selesai pada tanggal 10 September 2016. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat yang Digunakan Selain peralatan gelas standar laboratorium kimia, digunakan pula berbagai peralatan lain yaitu, pompa peristaltik (Ismatec ) untuk memompakan berbagai larutan

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 yang meliputi kegiatan di lapangan dan di laboratorium. Lokasi pengambilan

Lebih terperinci

BAB V EKSTRAKSI CAIR-CAIR

BAB V EKSTRAKSI CAIR-CAIR BAB V EKSTRAKSI CAIR-CAIR I. TUJUAN 1. Mengenal dan memahami prinsip operasi ekstraksi cair cair. 2. Mengetahui nilai koefisien distribusi dan yield proses ekstraksi. 3. Menghitung neraca massa proses

Lebih terperinci

STUDI PEMISAHAN URANIUM DARI LARUTAN URANIL NITRAT DENGAN RESIN PENUKAR ANION

STUDI PEMISAHAN URANIUM DARI LARUTAN URANIL NITRAT DENGAN RESIN PENUKAR ANION STUDI PEMISAHAN URANIUM DARI LARUTAN URANIL NITRAT DENGAN RESIN PENUKAR ANION Iis Haryati, dan Boybul Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir-BATAN, Kawasan Puspiptek Gd 20, Serpong, 15313 Email untuk korespondensi:

Lebih terperinci

PENGARUH SENYAWA PENGOTOR Ca DAN Mg PADA EFISIENSI PENURUNAN KADAR U DALAM AIR LIMBAH

PENGARUH SENYAWA PENGOTOR Ca DAN Mg PADA EFISIENSI PENURUNAN KADAR U DALAM AIR LIMBAH PENGARUH SENYAWA PENGOTOR Ca DAN Mg PADA EFISIENSI PENURUNAN KADAR U DALAM AIR LIMBAH Ign. Djoko Sardjono, Herry Poernomo Puslitbang Teknologi Maju BATAN, Yogyakarta ABSTRAK PENGARUH SENYAWA PENGOTOR Ca

Lebih terperinci

Eksplorium ISSN Volume 33 No. 1, Mei 2012: 41-54

Eksplorium ISSN Volume 33 No. 1, Mei 2012: 41-54 Eksplorium ISSN 0854 1418 Volume 33 No. 1, Mei 2012: 41-54 DIGESTI MONASIT BANGKA DENGAN ASAM SULFAT Riesna Prassanti Pusat Pengembangan Geologi Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional Jalan Lebak Bulus Raya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Bahan yang digunkan NaOH Asam Asetat Indikator PP Air Etil Asetat

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Bahan yang digunkan NaOH Asam Asetat Indikator PP Air Etil Asetat EKSTRAKSI CAIR-CAIR I. TUJUAN PERCOBAAN Mahasiswa mampu mengoperasikan alat Liqiud Extraction dengan baik Mahasiswa mapu mengetahui cara kerja alat ekstraksi cair-cair dengan aliran counter current Mahasiswa

Lebih terperinci

Ekstraksi pelarut atau ekstraksi air:

Ekstraksi pelarut atau ekstraksi air: Ekstraksi pelarut atau ekstraksi air: Metode pemisahan atau pengambilan zat terlarut dalam larutan (biasanya dalam air) atau menggunakan pelarut lain (biasanya organik) Tidak memerlukan alat khusus atau

Lebih terperinci

KUMPULAN LAPORAN HASIL PENELlTlAN TAHUN 2005 ISBN

KUMPULAN LAPORAN HASIL PENELlTlAN TAHUN 2005 ISBN KUMPULAN LAPORAN HASIL PENELlTlAN TAHUN 2005 ISBN.978-979-99141-2-5 UJI COBA PENGOLAHAN BIJIH U RIRANG DENGAN KAPASITAS 0,75 KG: PELARUTAN TOTAL (P2BGGN/PGN- TPBGN/K/O 12/2005 Oleh : Sumarni, Hafni Lissa

Lebih terperinci

EKSTRAKSI BERTINGKAT PEMISAHAN Th DAN Nd DARI KONSENTRAT Th-LTJ OKSALAT HASIL OLAH PASIR MONASIT MENGGUNAKAN TBP

EKSTRAKSI BERTINGKAT PEMISAHAN Th DAN Nd DARI KONSENTRAT Th-LTJ OKSALAT HASIL OLAH PASIR MONASIT MENGGUNAKAN TBP Suyanti, dkk. ISSN 216 3128 87 EKSTRAKSI BERTINGKAT PEMISAHAN Th DAN Nd DARI KONSENTRAT Th-LTJ OKSALAT HASIL OLAH PASIR MONASIT MENGGUNAKAN TBP Suyanti dan M.V Purwani P3TM BATAN ABSTRAK EKSTRAKSI BERTINGKAT

Lebih terperinci

ANALISIS UNSUR Pb, Ni DAN Cu DALAM LARUTAN URANIUM HASIL STRIPPING EFLUEN URANIUM BIDANG BAHAN BAKAR NUKLIR

ANALISIS UNSUR Pb, Ni DAN Cu DALAM LARUTAN URANIUM HASIL STRIPPING EFLUEN URANIUM BIDANG BAHAN BAKAR NUKLIR ISSN 1979-2409 Analisis Unsur Pb, Ni Dan Cu Dalam Larutan Uranium Hasil Stripping Efluen Uranium Bidang Bahan Bakar Nuklir (Torowati, Asminar, Rahmiati) ANALISIS UNSUR Pb, Ni DAN Cu DALAM LARUTAN URANIUM

Lebih terperinci

PEMUNGUTAN URANIUM DARI LIMBAH URANIUM CAIR HASIL PROSES DENGAN TEKNIK PENGENDAPAN

PEMUNGUTAN URANIUM DARI LIMBAH URANIUM CAIR HASIL PROSES DENGAN TEKNIK PENGENDAPAN PEMUNGUTAN URANIUM DARI LIMBAH URANIUM CAIR HASIL PROSES DENGAN TEKNIK PENGENDAPAN Torowati ABSTRAK PEMUNGUTAN URANIUM DARI LlMBAH URANIUM CAIR HASIL PROSES DENGAN TEKNIK PENGENDAPAN. Dalam proses di laboratorium

Lebih terperinci

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A PETUNJUK PRAKTIKUM PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A Cemaran Logam Berat dalam Makanan Cemaran Kimia non logam dalam Makanan Dosen CHOIRUL AMRI JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA 2016

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Organik Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Laboratorium Riset

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Laboratorium Riset BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Laboratorium Riset Kimia Lingkungan, dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

PENGARUH KANDUNGAN URANIUM DALAM UMPAN TERHADAP EFISIENSI PENGENDAPAN URANIUM

PENGARUH KANDUNGAN URANIUM DALAM UMPAN TERHADAP EFISIENSI PENGENDAPAN URANIUM PENGARUH KANDUNGAN URANIUM DALAM UMPAN TERHADAP EFISIENSI PENGENDAPAN URANIUM Torowati Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir - BATAN Kawasan Puspiptek, Serpong, Tangerang ABSTRAK PENGARUH KANDUNGAN URANIUM

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Setiabudhi No. 229, Bandung. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1

Lebih terperinci

PENGARUH HNO 3 DAN TINGKAT EKSTRAKSI PADA PENINGKATAN Ce DALAM KONSENTRAT CERI HIDROKSIDA MEMAKAI TBP

PENGARUH HNO 3 DAN TINGKAT EKSTRAKSI PADA PENINGKATAN Ce DALAM KONSENTRAT CERI HIDROKSIDA MEMAKAI TBP ISSN 1410-6957 PENGARUH HNO 3 DAN TINGKAT EKSTRAKSI PADA PENINGKATAN Ce DALAM KONSENTRAT CERI HIDROKSIDA MEMAKAI TBP MV Purwani, Dwi Retnani, Suyanti PTAPB BATAN Yogyakarta ABSTRAK PENGARUH HNO 3 DAN TINGKAT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Organik Universitas Lampung.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN KADAR PENGAWET BENZOAT PADA SAUS TOMAT PRODUKSI LOKAL YANG BEREDAR DI PASARAN KOTA MANADO ABSTRAK

IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN KADAR PENGAWET BENZOAT PADA SAUS TOMAT PRODUKSI LOKAL YANG BEREDAR DI PASARAN KOTA MANADO ABSTRAK IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN KADAR PENGAWET BENZOAT PADA SAUS TOMAT PRODUKSI LOKAL YANG BEREDAR DI PASARAN KOTA MANADO Jurike Kaunang 1), Fatimawali 1), Feti Fatimah 2) 1) Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode dalam proses elektrokoagulasi larutan yang mengandung pewarna tekstil hitam ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian penetapan kadar krom dengan metode spektrofotometri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

PENGARUH REGENERASI KOLOM ALUMINA ASAM TERHADAP RECOVERY DAN KUALITAS 99m Tc HASIL EKSTRAKSI PELARUT MEK DARI 99 Mo HASIL AKTIVASI NEUTRON

PENGARUH REGENERASI KOLOM ALUMINA ASAM TERHADAP RECOVERY DAN KUALITAS 99m Tc HASIL EKSTRAKSI PELARUT MEK DARI 99 Mo HASIL AKTIVASI NEUTRON p ISSN 0852 4777; e ISSN 2528-0473 PENGARUH REGENERASI KOLOM ALUMINA ASAM TERHADAP RECOVERY DAN KUALITAS 99m Tc HASIL EKSTRAKSI PELARUT MEK DARI 99 Mo HASIL AKTIVASI NEUTRON Adang H. G., Yono S, Widyastuti

Lebih terperinci

Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka ISSN Journal of Radioisotope and Radiopharmaceuticals Vol 10, Oktober 2007

Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka ISSN Journal of Radioisotope and Radiopharmaceuticals Vol 10, Oktober 2007 PERHITUNGAN PEMBUATAN KADMIUM-109 UNTUK SUMBER RADIASI XRF MENGGUNAKAN TARGET KADMIUM ALAM Rohadi Awaludin Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR), BATAN Kawasan Puspiptek, Tangerang, Banten ABSTRAK PERHITUNGAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari - Juli tahun 2012

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari - Juli tahun 2012 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari - Juli tahun 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan

Lebih terperinci

PEMBUANTAN NIKEL DMG KIMIA ANORGANIK II KAMIS, 10 APRIL 2014

PEMBUANTAN NIKEL DMG KIMIA ANORGANIK II KAMIS, 10 APRIL 2014 PEMBUANTAN NIKEL DMG KIMIA ANORGANIK II KAMIS, 10 APRIL 2014 Disusun oleh : AMELIA DESIRIA KELOMPOK: Ma wah shofwah, Rista Firdausa Handoyo, Rizky Dayu utami, Yasa Esa Yasinta PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

PRODUKSI RADIOISOTOP. NANIK DWI NURHAYATI,M.SI

PRODUKSI RADIOISOTOP. NANIK DWI NURHAYATI,M.SI PRODUKSI RADIOISOTOP NANIK DWI NURHAYATI,M.SI nanikdn@uns.ac.id Suatu unsur disebut radioisotop atau isotop radioaktif jika unsur itu dapat memancarkan radiasi. Dikenal dengan istilah radionuklida. Tujuan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga April 2008 di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Institut Teknologi Bandung. Sedangkan pengukuran

Lebih terperinci

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. BAHAN YANG DIGUNAKAN Aquades Indikator PP NaOH 0,1 N Asam asetat pekat Trikloroetan (TCE)

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. BAHAN YANG DIGUNAKAN Aquades Indikator PP NaOH 0,1 N Asam asetat pekat Trikloroetan (TCE) EKSTRAKSI CAIR-CAIR I. TUJUAN Dapat menerapkan prinsip perpindahan massa pada operasi pemisahan secara ekstraksi dan memahami konsep perpindahan massa pada operasi stage dalam kolom berpacking. II. III.

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

Lampiran 1. Karakteristik Metode GC-AOAC dan Liquid Chromatography AOAC (Wood et al., 2004)

Lampiran 1. Karakteristik Metode GC-AOAC dan Liquid Chromatography AOAC (Wood et al., 2004) 49 Lampiran. Karakteristik Metode GC-AOAC dan Liquid Chromatography AOAC (Wood et al., 004) Performance characteristics for benzoic acid in almond paste, fish homogenate and apple juice (GC method) Samples

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA LAMPIRAN Lampiran 1. Data Absorbansi Larutan Naphthol Blue Black pada Berbagai Konsentrasi No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi 1. 3 0.224 2. 4 0,304 3. 5 0,391 4. 6 0,463 5. 7 0,547 6. 8 0,616 7. 9 0,701

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA

PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA 1 Tujuan Percobaan Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan kadar natrium karbonat dan natrium hidrogen karbonat dengan titrasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diekstrak dari limbah pabrik tekstil sebagai inihibitor korosi dalam media yang

BAB III METODE PENELITIAN. diekstrak dari limbah pabrik tekstil sebagai inihibitor korosi dalam media yang 43 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Disain Penelitian Garis besar penelitian ini adalah pengujian potensi senyawa azo yang diekstrak dari limbah pabrik tekstil sebagai inihibitor korosi dalam media yang sesuai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi 35 LAMPIRAN 2 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sesudah Aktivas 36 LAMPIRAN 3 Data XRD Pasir Vulkanik Merapi a. Pasir Vulkanik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium kimia mineral / laboratorium geoteknologi, analisis proksimat dilakukan di laboratorium instrumen Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Keadaan Lokasi Pengambilan Sampel Sampel yang digunakan adalah sampel bermerek dan tidak bermerek yang diambil dibeberapa tempat pasar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PENENTUAN KADAR NIKEL SECARA GRAVIMETRI. Pembimbing : Dra. Ari Marlina M,Si. Oleh.

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PENENTUAN KADAR NIKEL SECARA GRAVIMETRI. Pembimbing : Dra. Ari Marlina M,Si. Oleh. LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PENENTUAN KADAR NIKEL SECARA GRAVIMETRI Pembimbing : Dra. Ari Marlina M,Si Oleh Kelompok V Indra Afiando NIM 111431014 Iryanti Triana NIM 111431015 Lita Ayu Listiani

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO)

GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO) LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO) NAMA : KARMILA (H311 09 289) FEBRIANTI R LANGAN (H311 10 279) KELOMPOK : VI (ENAM) HARI / TANGGAL : JUMAT / 22 MARET

Lebih terperinci

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN Tanggal Praktikum : Jumat, Oktober 010 Tanggal Pengumpulan Laporan : Jumat, 9 Oktober 010 Disusun oleh Nama : Annisa Hijriani Nim

Lebih terperinci

ANALISIS UNSUR-UNSUR PENGOTOR DALAM YELLOW CAKE DARI LIMBAH PUPUK FOSFAT SECARA SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM

ANALISIS UNSUR-UNSUR PENGOTOR DALAM YELLOW CAKE DARI LIMBAH PUPUK FOSFAT SECARA SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM ANALISIS UNSUR-UNSUR PENGOTOR DALAM YELLOW CAKE DARI LIMBAH PUPUK FOSFAT SECARA SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM Asminar, Rahmiati Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir-BATAN Kawasan Puspiptek Gd. 20 Serpong Tangerang

Lebih terperinci

PENGARUH HNO 3 DAN TINGKAT EKSTRAKSI PADA PENINGKATAN Ce DALAM KONSENTRAT CERI HIDROKSIDA MEMAKAI TBP

PENGARUH HNO 3 DAN TINGKAT EKSTRAKSI PADA PENINGKATAN Ce DALAM KONSENTRAT CERI HIDROKSIDA MEMAKAI TBP 132 ISSN 0216-3128 MV Purwani, dkk. PENGARUH HNO 3 DAN TINGKAT EKSTRAKSI PADA PENINGKATAN Ce DALAM KONSENTRAT CERI HIDROKSIDA MEMAKAI TBP MV Purwani, Dwi Retnani dan Suyanti Pusat Teknologi Akselerator

Lebih terperinci