BAB I PENDAHULUAN. dengan Gouvermenta Besluit tanggal 5 Agustus 1927 yang berpusat di

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. dengan Gouvermenta Besluit tanggal 5 Agustus 1927 yang berpusat di"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebelum lahirnya Balai Pemasyarakatan, di Indonesia telah dikenal jawatan Reklasering yang didirikan oleh pemerintahan Belanda pada tahun 1927, dengan Gouvermenta Besluit tanggal 5 Agustus 1927 yang berpusat di Departemen Van Justitie di Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur yang maksudnya untuk kesejahtraan orang-orang Belanda dan Indo yang memerlukan pembinaan khusus. Pemerintah Belanda pada saat itu memberi subsidi kepada badan Reklasering Swasta dan pra yuwana dan memberi tugas kepada sukarelawan perorangan (Volunteer Probation Officer) yang selanjutnya menjadi petugas tehnis pembinaan klien luar lembaga. 1 Kemudian pada tahun yang disebut zaman Melaize dimana pemerintah Belanda kesulitan biaya sehingga sangat mempengaruhi tegaknya jawatan baru tersebut yang akhirnya keluarlah Surat Keputusan Nomor 11, yang mana jawatan Reklasering dan Pendidikan Paksa dihapuskan, dimana tugas-tugas Reklasering dan pendidikan paksa hanya dicantelkan saja pasa jawatan kepenjaraan, yang selanjutnya disebut Inspektorat Reklsering dan Pendidikan paksa, yang tugasnya : 2 1 Aminah Aziz, Aspek Hukum Perlindungan Anak, USU Press, 1998, hlm 96 2 Ibid, hlm 97 1

2 a. Menangani lembaga-lembaga Anak yang disebut Rumah Pendidikan Negara (R.P.N) b. Mengenai Klien Lapas Bersyarat, Pedana Bersyarat dan Pembinaan lanjutan atau After Care serta Anak yang diputus hakim kembali kepada orang tua atau walinya. Pemerintah Belanda pada tahun 1939 bermaksud menggiatkan lagi dan memperbaharuinya, tetapi terhalang dengan adanya perang dunia ke-ii yang mulai melanda dan untuk mengatasinya pada penjara-penjara sampai tahun 1943 masih ada bagian Reklasering, tetapi sifatnya pasif. Selama zamah penjajahan Jepang tadak ada perubahan lagi mengenai perkembangan Reklasering, hanya pelaksanaan Lepas Bersyarat tidak ada lagi. Setelah Indonesia merdeka, baru pada tanggal 27 April 1964 terjadi prubahan Sisterm Kepenjaraan menjadi sistem Pemasyrakatan. Sistem Pemasyarakatan yang digunakan oleh bangsa indonesia, memiliki tujuan reintergrasi sehat bagi pelanggar hukum (Narapidana dan Anak Didik) dengan masyarakat dengan bersaskan pancasila dan UUD Untuk terciptannya pembinaan klien pelanggar hukum, dengan Keputusan Presidium Kabinet Ampera No.75/U/Kep/II/66, Struktur Organisasi berubah menjadi Direktorat Jendral Pemasyarakatan dengan dua direktoratnya bertugas membina klien di dalam Lembaga Pemasyarakatan dan membina klien di luar Lembaga Pemasyaraktan yang mencakup pula pembinaan Anak di dalam pemasyarakatan yang disebut Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (BISPA).

3 Setelah lahirnya Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, BISPA berubah menjadi BAPAS (Balai Pemasyarakatan). Adapun tugas dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yaitu memperlancar tugas penyidik, penuntut umum dan hakim dalam perkara Anak Nakal baik di dalam maupun di luar sidang. Selanjutnya membimbing, membantu dan mengawasi anak nakal berdasarkan putusan pengadilan yang dijatuhi hukuman : 3 a. Pidana bersyarat; b. Pidana pengawasan; c. Pidana denda; d. Diserahkan kepada Negara (Anak Negara); e. Harus mengikuti latihan kerja; f. Anak yang memperoleh pembebasan bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan. Tugas dari BAPAS salah satunya adalah membantu memperlancar tugas penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam perkara anak nakal, baik di dalam maupun di luar siding Anak dengan membuat Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan (Litmas/Case work). 4 Laporan hasil penelitian kemasyarakatan ini diajukan oleh pembimbing kemasyaraktan kepada Hakim pada saat sebelum sidang dibuka sebagai mana diatur dalam Undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Pada pasal 56 3 Darwan Prinst, Hukum Anak Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hlm Purnianti, Mimik Sri Supatmi, Ni Made Martini Tinduk, Analisa Situas Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia,Unicef. hlm 8

4 1. Sebelum sidang dibuka, Hakim memerintahkan agar Pembimbing Kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan mengenai anak yang bersangkutan. 2. Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berisi : a. data individu anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial anak; dan b. kesimpulan atau pendapat dari Pembimbing Kemasyarakatan. Hakim dalam penjatuhan hukuman pidana anak wajib mempertimbangkan hasil penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh pembimbing kemasyaraktan sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak pada Pasal 59 (2) Putusan wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan. Putusan Pidana Perkara No. 826/Pid. B/2007/PN.Mdn Hakim tidak mencantumkan pertimbangannya terhadap penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan dalam kasus tersebut, sementara dalam putusan tersebut ada dilampirkan laporan hasil penelitian kemasyarkatan. Hal tersebut mengakibatkan putusan Hakim batal demi hukum sebagaimana dijelaskan pada Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan anak Penjelasan Pasal 59 ayat (3) yang dimaksud dengan wajib dalam ayat ini adalah apabila ketentuan ini tidak dipenuhi, mangakibatkan putusan batal demi hukum. Berdasarkan uraian diatas tersebut, maka penulis tertarik membahas mengenai : PERTIMBANGAH HAKIM TERHADAP PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK (Studi Putusan No. 826/Pid.B/2007/PN. Mdn)

5 B. Indentifikasi Permasalahan Dari uraian latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana peranan Balai Pemasyarakatan dalam penelitian kemasyarakatan terhadap anak dalam proses peradilan pidana? 2. Bagaimana bentuk penjatuhan pidana oleh hakim terhadap anak? 3. Bagaimana pertimbangan hakim terhadap penelitian kemasyarakatan dalam penjatuhan pidana terhadap anak perkara putusan No. 826/Pid.B/2007/PN. Mdn? C. Tujuan dan Manfaat penulisan Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimana peranan Balai Pemasyarakatan dalam Penelitian kemasyarakatan terhadap Anak dalam proses peradilan pidana. 2. Untuk mengetahui bagaimana penjatuhan pidana yang diputuskan oleh hakim dalam prakteknya pada kasus pidana anak; 3. Untuk mengetahui bagaimana proses pembuktian dan pertimbangan Hakim dalam persidangan parkara putusan No. 826/Pid.B/2007/PN. Mdn; Disamping tujuan yang akan dicapai sebagaimana yang dikemukakan di atas, maka penulisan ini juga bermanfaat untuk : 1. Manfaat secara teoritis Secara teoritis diharapkan dapat memberi masukan terhadap perkembangan Ilmu Hukum Pidana, sekaligus pengetahuan tetang pertimbangan Hakim

6 terhadap Penelitian Kemasyarakatan dalam praktek peradilan, serta bagaimana proses pertimbangan dalam persidangan perkara putusan No. 826/Pid.B/2007/PN. Mdn. 2. Manfaat secara praktis Secara praktis diharapkan tulisan ini dapat menjadi reprensi pemikiran kepada : 1. Para praktisi hukum Tulisan ini diharapkan dapat menjadi suatu masukan bagi aparat penegak hukum untuk dapat lebih teliti mengenai hak-hak klien yang pada kenyataannya saat ini banyak terabaikan akibat dari kurangnya perhatian kita bersama terhadap kasus-kasus khususnya yang menyangkut tentang anak. 2. Masyarakat Masyarakat Indonesia masih banyak yang awam terhadap hukum, sehingga dengan tulisan ini kirannya dapat menjadi suatu masukan bagi masyarakat untuk lebih memahami tentang hak-haknya di hadapan hukum terutama yang menyangkut anggota keluraganya, upaya apa yang dapat ditempuh ketika berhadapan dengan hukum. 3. Pemerintah Tulisan ini dapat menjadi suatu masukan bagi pemerintah untuk dapat lebih mengontrol kinerja daripada pemerintahan khusunya yang membidangi tentang hukum terutama yang berkaitan dengan kasus anak, agar anak sebagai generasi penerus bangsa dapat terjaga keberadaannya

7 baik dari segi kehidupan dimasyarakat terutama yang berhadapan dengan hukum. 4. Aparat penegak hukum Aparat penegak hukum sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam hukum kirannya dapat memberikan hak-hak masyarakat dan lebih mengutamakan profesionalisme dalam menjalankan tugas terutama dalam hal penanganan kasus anak. Disamping itu juga, melalui skripsi ini diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang pelaksanaan pemidanaan khususnya pidana di bidang perkara yang menyangkut tentang anak dalam rangka penegakan hukum di Indonesia. D. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian anak a. Pengertian anak dalam segi aspek hukum Di Indonesia terdapat pengertian yang beraneka ragam tentang anak, dimana dalam berbagai perangkat hukum yang berlaku menentukan batasan usia anak yang berbeda-beda. Hal ini sering membingungkan masyarakat awam mengenai pengertian anak itu sendiri secara hukum. Untuk itu digunakan asas lex specialis derogat lex generalis, artinya bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Batas usia anak merupakan pengelompokan usia maksimum sebagai wujud kamempuan anak dalam status hukum, sehingga anak tersebut beralih status memjadi usia dewasa atau menjadi seorang subjek hukum yang dapat

8 bertanggung jawab secara mandiri terhadap perbuatan-perbuatan dan tindakantindakan hukum yang dilakukan. Berikut ini dapat dilihat beberapa pengertian anak dari berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia: 1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 330 menyatakan bahwa : Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap 21 tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kekudukan belum dewasa. 2. Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 45 Menyatakan bahwa : Jika seseorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatannya yang dikerjakannya ketika umurnya belum enam belas tahun, hakim boleh memerintahkan supaya sitersalah itu dikembalikan kepada orang tuanya, wali atau pemeliharanya dengan tidak dikenakan suatu hukuman, yakni jika perbuatan itu masuk bagian kejahatan atau salah satu pelanggaran yang diterangkan dalam pasal 489, 490, 496, 503, 514, 517, 526, 531, 532, 536, dan 540. Perbuatan itu dilakukan sebelum lalu dua tahun setelah keputusan dahulu yang menyalahkan dia melakukan slah satu pelanggaran ini atau sesuatu kejahatan atau menghukum anak yang bersalah itu. Hukum pidana memandang anak belum dewasa dari segi pidananya. Mereka yang berusia dibawah 16 tahun dalam melaksanakan tindak pidana mendapat perlakuan yang istimewa dari pengadilan. R. Soesilo dalam penjelasannya mengatakan hakim dapat memutuskan salah satu dari tiga kemungkinan terhadap anak yang melakukan tindak pidana yaitu : 1) Anak itu dikembalikan kepada orang tuannya atau walinya dengan tidak dijatuhi hukuman 2) Anak itu tidak dijatuhi hukuman tapi diserahkan pada rumah pendidikan anak-anak nakal untuk dididik sampai berumur 18 tahun

9 3) Anak itu dijatuhi hukuman seperti biasa dalam hal ini hukuman dikurangi dengan sepertiganya. 5 Tetapi dengan berlakunya Undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak maka pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dinyatakan tidak berlaku lagi. 3. Undang-undang Normor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahtraan Anak Pasal 1 angka 2 yang menentukan: Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. 4. Undang-undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak pasal 1 yang menyatakan bahwa: Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umu delapan belas tahun dan belum pernah kawin. 5. Pengertian Anak menurut Undang-undang No. 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Diatur pada pasal 1 huruf 5 yang menentukan: Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah delapan belas tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya. 6. Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pasal 1 yang menentukan: Anak adalah seseorang yang belum berusia delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 5 R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Beserta Dengan Komentar- Komentarnya lengkap Pasal demi Pasal, Politeia, Bogor, 1998, hlm. 61.

10 7. Menurut Konvensi Hak Anak (Convention on the Right of the Child) yang telah diratifikasi berdasarkan Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 pasal 1 bagian 1 yang menentukan: Seorang anak adalah setiap manusia yang berusia 18 tahun kecuali berdasarkan Undang-undang yang berlaku bagi anak-anak kedewasaan dicapai lebih cepat. 8. Hukum Adat Menurut Hukum Adat tidak ada ketentuan yang pasti kapa seseorang dapat dianggap dewasa atau mempunyai wewenang untuk bertindak. Hasil penelitian Mr. Soepomo tentang Hukum Perdata Jawa Barat menjelaskan behwa ukuran kedewasaan seseorang diukur dari segi: 6 1) Dapat bekerja sendiri; 2) Cakap untuk melakukan apa yang disyaratkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bertanggung jawab; 3) Dapat mengurus harta kekayaan sendiri; 4) Telah menikah. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam Hukum Adat ukuran kedewasaan tidak berdasarkan hitungan usia tetapi ciri tertentu yang nyata. Pengelompokan usia anak ini dimaksud untuk mengenal secara pasti faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya tanggung jawab anak dalam halhal berikut: 7 a. Kewenangan bertanggung jawab kepada anak; 6 Irma Setyowati Seomitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta, 1990, hlm.16 7 Maulana Hassan Wadong, Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Gramedia Wirasarana Indonesia, Jakarta, 2000, hlm. 26

11 b. Kemampuan untuk melakukan peristiwa hukum; c. Pelayanan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana; d. Pengelompokan proses pemeliharaan; e. Pembinaan yang efektif. 2. Pengertian Balai Pemasyarakatan Balai pemasyarakatan (BAPAS) adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang mengenai pembinaan klien pemasyarakatan yang terdiri dari terpidana bersyarat (Dewasa dan Anak), nara pidana yang mendapat pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, serta anak Negara yang mendapat pembebasan bersyrata atau diserahkan kepada keluarga asuh, anak Negara yang mendapat cuti menjelang bebas serta anak Negara yang diputus oleh Hakim dikembalikan kepada orang tuanya (Keputusan Mentri kehakiman No. M.02.PR tahun 1999 tentang pembentukan pertimbangan balai pemasyrakatan dan tim Pengamat Pemasyarakatan) tugas Bapas berkaitan dengan anak-anak adalah : a. Membantu memperlancar tugas penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam perkara anak nakal, baik di dalam maupun di luar siding Anak dengan membuat Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan (Litmas/Case work). b. Membimbing, membantu dan mengawasi anak nakal berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana bersyarat, pidana pengawasan, pidana denda,

12 diserahkan kepada Negara dan harus mengikuti latihan kerja atau anak yang memperoleh pembebasan bersyarat dari lembaga pemasyarakatan Pengertian Penelitian Kemasyarakatan Pengertian Litmas berasal dari Sistem Pelaporan atau Case Study, adapula yang menyebut Social Case Study. Setelah Bapas berdiri tahun 1970 R. Waliman Hendrosusilo, Bc.SW, SH, Beliau Sarjana Muda pekerja social dari Australia dan Sarjana Hukum yang diperoleh kemudian di Jakarta, bersama staf mencari istilah yang khas yang berbeda dengan yang digunakan instansi lain. Lalu terciptalah Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) yang dilain instansi menggunakan Laporan Sosial. Litmas ini sebagai catatan atau laporan dapat dipandang sebagai reproduksi dari apa yang terjadi dalam situasi social bagi klien yang bersangkutan yang menglami masalah dalam hidup dan kehidupannya. 9 Undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak pada Pasal 33 dan Pasal 34 disebutkan bahwa : Pasal 33 Petugas kemasyarakatan terdiri dari : Pasal 34 a. Pembimbing Kemasyarakatan dari Departemen Kehakiman; b. Pekerja sosial dari Departemen Sosial; dan c. Pekerja sosial Sukarela dari Organisasi Sosial Kemasyarakatan 1. Pembimbing Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 huruf a bertugas : 8 Purnianti, Mimik Sri Supatmi, Ni Made Martini Tinduk, Analisa Situas Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia,UNICEF. hlm 8 9 Marianti Soewandi, Buku Materi Kuliah Akademi Ilmu Pemasyarakatan Bimbingan Dan Penyululuhan Klien. Jakarta hlm 74

13 a. Membantu memperlancar tugas penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam perkara Anak nakal, baik di luar sidang anak dengan membuar laporan hasil penelitian kemasyarakatan ; b. Membimbing, membantu, dan mengawasi Anak Nakal yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana bersyarat, pidana pengawasan, pidana denda, deserahkan kepada negara dan harus mengikuti latihan kerja, atau anak yang memperoleh pembebasan bersyarat dari pembaga pemasyarakatan. 2. Pekarja sosial sebagaimana dimaksud pada pasal 33 huruf b, bertugas membimbing, membantu, dan mengawasi anak nakal yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan kepada Departemen sosial untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja 3. dan melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 Pekerja sosial mengadakan koordinasi dengan Pembimbing Kemasyarakatan E. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini adalah berdasarkan hasil pemikiran Penulis sendiri. Skripsi ini belum pernah ada yang membuat. Dengan demikian keaslian Penulisan skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum normativ (Juridis normative) yang dilakukan dan ditujukan pada ketentuan hukum pengadilan pidana anak dan berbagai literature yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini. 2. Lokasi penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Pengadilan Negeri Medan dan Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Kelas I Medan, karena putusan yang di analisis dalam penulisan ini adalah putusan Pengadilan Negeri Medan. Penelitian

14 kemasyarakatan anak yang disidangkan di Pengadilan Negeri Medan Litmasnya ditangani oleh Bapas Kelas I Medan. 3. Jenis Data Data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder yang didukung data primer. Data sekunder yang dimaksud penulis adalah sebagai berikut : 10 a. Bahan hukum primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang, yakni berupa Undang- Undang, Peraturan Pemerintah dan sebagainya. b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang pertimbangan Hakim terhadap penelitian kemasyarakatan c. Bahan hukum tersier, yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus, ensiklopedia dan lain-lain. Data primer diperoleh melalui wawancara kepada Hakim dan Petugas Balai Pemasyarakatan 4. Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data dalam Penulisan skripsi ini dilakukan dengan dua metode : 1) penelitian kepustakaan (library research), yaitu melakukan penelitian dengan berbagai sumber bacaan seperti peraturan perundang-undangan, 10 Zainunddin Ali, Motode Penelitian Hukum. Sinar Grafika. Jakarta 2009

15 buku-buku, majalah dan bahan lainnya yang berhubungan dengan skripsi ini. 2) Penelitian Lapangan, yaitu melakukan wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Medan dan Putugas Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Kelas I Medan. 5. Analisis Data Data sekunder dan primer yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini, yaitu dengan apa yang diperoleh dari penelitian di lapangan dipelajari secara utuh dan menyeluruh untuk memperoleh jawaban dalam skripsi ini. G. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab, dimana tiap-tiap babnya akan mengurai : Bab I : Pendahuluan, secara berurut memuat tentang Latar Belakang, Identifikasi Permasalahan, Tujuan Dan Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan yang terdiri dari Pengertian Anak, pengertian Balai Pemasyarakatan (BAPAS), Pengertian Penelitian kemasyrakatan, Keaslian Penulisan, Metode Penulisan, serta uraian singkat mengenai Sistematika Penulisan. Bab II : Peranan Balai Pemasyarakatan Dalam Penelitian Kemasyarakatan Dalam Proses Peradilan Pidana yang memuat, Peranan Balai Pemasyarakatan, Proses Pembuatan Penelitian Kemasyarakatan, Hal-hal yang dimuat dalam Penelitian Kemasyarakatan, Peranan Penelitian Kemasyarakatan Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Putusan

16 Bab III : Bentuk Pidana Yang Dijatuhkan Hakim Terhadap Anak Terkait Dengan Perkembangan Teori Pemidanaan yang memuat Jenis Pidana secara umum, Teori pemidanaan, Sanksi pidana terhadap Anak menurut Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Bab IV : Pertibangan Hakim Terhadap Penelitian Kemasyarakatan Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak Dalam Kasus Perkara Nomor 826/Pid B/2007/Pn/Mdn yang memuat, Kasus posisi yakni Kronologis dan Dakwaan Jaksa penuntut umum, Pembuktian dalam persidangan, Pembuktian kasus putusan No. 826/Pid.B/2007/PN.Mdn, Fakta-fakta hukum, Pembuktian Hakim atas Fakta, Hasil Penelitian Kemasyarakatan, Putusan Hakim,, Analisis pertimbangan Hakim terhadap penelitian kemasyarakatan. Bab V : Penutup, memuat kesimpulan terhadap permasalahan yang terurai di dalam bab-bab sebelumnya. Bab V ini akan disampaikan pula mengenai saran penulis yang diajukan untuk perbaikan dari permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini. Demikian sistematika penulisan skripsi ini, dimana rangkaian dari sub-sub bab tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

Peranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar. Abstrak

Peranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar. Abstrak 1 Peranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar Novelina M.S. Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Undang-undang Nomor 3

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia tahun, korban berusia 6 12 tahun sebanyak 757 kasus (26 %)

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia tahun, korban berusia 6 12 tahun sebanyak 757 kasus (26 %) BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang berpotensi sebagai pelaku kejahatan, tidak mengenal jenis kelamin pria atau wanita, dewasa maupun anak-anak. Masyarakat menganggap siapapun pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI PEMASYARAKATAN, PEMBINAAN DAN ANAK. Pemasyarakatan memberikan pengertian bahwa Balai Pemasyarakatan yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI PEMASYARAKATAN, PEMBINAAN DAN ANAK. Pemasyarakatan memberikan pengertian bahwa Balai Pemasyarakatan yang 29 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI PEMASYARAKATAN, PEMBINAAN DAN ANAK 2.1. Esensi Balai Pemasyarakatan 2.1.1. Pengertian Balai Pemasyarakatan Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995

Lebih terperinci

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MEMBERIKAN PUTUSAN BERSYARAT TERHADAP ANAK PEMAKAI NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1A PADANG

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MEMBERIKAN PUTUSAN BERSYARAT TERHADAP ANAK PEMAKAI NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1A PADANG DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MEMBERIKAN PUTUSAN BERSYARAT TERHADAP ANAK PEMAKAI NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1A PADANG (Studi Kasus di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Kelas I A Padang Perkara Nomor:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran baru mengenai pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjeraan tapi juga merupakan suatu usaha

Lebih terperinci

1 dari 8 26/09/ :15

1 dari 8 26/09/ :15 1 dari 8 26/09/2011 10:15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN ANAK PIDANA DAN HAK-HAKNYA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK

BAB II PENGERTIAN ANAK PIDANA DAN HAK-HAKNYA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK BAB II PENGERTIAN ANAK PIDANA DAN HAK-HAKNYA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK 2.1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan Anak Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan wargabinaan pemasyarakatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum dimana penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Negara hukum dalam kekuasaan pemerintahan berdasarkan kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggarnya,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. II/No. 7/Ags/2014. PEMIDANAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR 1 Oleh: Judy Mananohas 2

Lex et Societatis, Vol. II/No. 7/Ags/2014. PEMIDANAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR 1 Oleh: Judy Mananohas 2 PEMIDANAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR 1 Oleh: Judy Mananohas 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan KUHP Indonesia mengenai anak di bawah umur dan bagaimana pemidanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the

I. PENDAHULUAN. meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak-haknya tanpa anak tersebut meminta. Hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan hidup manusia dimasyarakat yang diwujudkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku tindak pidana tersebut,yang memperoleh pidana penjara

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku tindak pidana tersebut,yang memperoleh pidana penjara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Indonesia yang dilaksanakan disegala bidang sudah barang tentu akan menimbulkan suatu perubahan dan perkembangan bagi kehidupan masyarakat, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya mengharuskan manusia untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pemerintahan suatu negara pasti diatur mengenai hukum dan pemberian sanksi atas pelanggaran hukum tersebut. Hukum merupakan keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang selanjutnya disebut dengan UU SPPA menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika sebagai bentuk tindakan yang melanggar hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara hukum yang pada masa sekarang ini sedang melakukan pembangunan disegala aspek tidak terkecuali bidang hukum, maka segala usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu merasakan adanya gejolak dan keresahan di dalam kehidupan sehari-harinya, hal ini diakibatkan

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Balai pemasyarakatan (BAPAS) klas II Gorontalo dibentuk sesuai dengan Keputusan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Balai pemasyarakatan (BAPAS) klas II Gorontalo dibentuk sesuai dengan Keputusan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Balai pemasyarakatan (BAPAS) klas II Gorontalo dibentuk sesuai dengan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi manusia RI Nomor : M.07.PR.07.03

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 3, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3668) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG BALAI PERTIMBANGAN PEMASYARAKATAN DAN TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik, aliran neo-klasik, dan aliran modern menandai babak baru dalam wacana hukum pidana. Pergeseran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemidanaan dimaksudkan sebagai tempat atau sarana pembinaan, rehabilitasi dan

BAB I PENDAHULUAN. pemidanaan dimaksudkan sebagai tempat atau sarana pembinaan, rehabilitasi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fungsi pemidanaan pada masa sekarang ini tidak lagi sekedar penjeraan, tetapi pemidanaan dimaksudkan sebagai tempat atau sarana pembinaan, rehabilitasi dan reintegrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, memandang narapidana sebagai individu anggota

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan kekuasaan belaka. Hal ini berarti bahwa Republik Indonesia ialah negara hukum yang demokratis berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan pembinaan,sehingga anak tersebut bisa tumbuh menjadi anak yang cerdas dan tanpa beban pikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompetensi adalah kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran atau tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai

Lebih terperinci

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN Penegakan hukum tindak pidana pencabulan terhadap anak berdasarkan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak (studi di Pengadilan Negeri Sukoharjo) Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S310907004

Lebih terperinci

Perlindungan Hukum terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana (Studi di Kota Pematangsiantar)

Perlindungan Hukum terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana (Studi di Kota Pematangsiantar) 1 Perlindungan Hukum terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana (Studi di Kota Pematangsiantar) Novelina M.S. Hutapea* *Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Seorang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA www.legalitas.org UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu negara yang berdasar atas hukum bukan berdasarkan kepada kekuasaan semata. Hal tersebut dipertegas di dalam Konstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan terpelihara bilamana tiap-tiap anggota masyarakat mentaati peraturan-peraturan (norma-norma) yang ada dalam masyarakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan diperhatikan harkat, martabat dan hak-hak anak sebagai manusia seutuhnya. Hak yang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM BALAI PEMASYARAKATAN KELAS I SEMARANG

BAB IV GAMBARAN UMUM BALAI PEMASYARAKATAN KELAS I SEMARANG BAB IV GAMBARAN UMUM BALAI PEMASYARAKATAN KELAS I SEMARANG 1.1. Sejarah Berdirinya Balai Pemasyarakatan Kelas I Semarang Dalam laporan penelitian John Howard tahun 1977 yang berjudul The State Of Prison

Lebih terperinci

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBUK INOONESIA NOMOR M.2.PK.04-10 TAHUN 2007 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN ASIMILASI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Anak merupakan karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada kedua orang tuanya. Setiap anak tidak hanya tumbuh dan berkembang dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pidana penjara atau pemasyarakatan merupakan salah satu bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pidana penjara atau pemasyarakatan merupakan salah satu bagian dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pidana penjara atau pemasyarakatan merupakan salah satu bagian dari hukuman yang dapat dijatuhkan kepada seorang terpidana yang telah divonis dengan putusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada Bishop Mabadell Creighton menulis sebuah ungkapan yang. menghubungkan antara korupsi dengan kekuasaan, yakni: power tends

BAB I PENDAHULUAN. kepada Bishop Mabadell Creighton menulis sebuah ungkapan yang. menghubungkan antara korupsi dengan kekuasaan, yakni: power tends BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lord Acton (John Emerich Edward Dalberg-Acton) dalam suratnya kepada Bishop Mabadell Creighton menulis sebuah ungkapan yang menghubungkan antara korupsi dengan

Lebih terperinci

PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012

PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012 PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012, SH.,MH 1 Abstrak : Peranan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Dalam Proses Peradilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan hak warga negara. Pengaturan hak asasi manusia secara konstitusional

BAB I PENDAHULUAN. dengan hak warga negara. Pengaturan hak asasi manusia secara konstitusional 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 membawa perubahan yang sangat mendasar ke dalam kehidupan negara hukum Indonesia, diantaranya adanya pengakuan hak asasi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) Pasal 1 ayat (1) menyebutkan secara tegas bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Hukum pidana tidak hanya bertujuan untuk memberikan pidana atau nestapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3842) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan seseorang yang dianggap belum dewasa dari segi umur. Penentuan seseorang dikatakan sebagai anak tidak memiliki keseragaman. Undang-Undang dan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh yang cukup besar dalam membentuk perilaku seorang anak. 1

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh yang cukup besar dalam membentuk perilaku seorang anak. 1 BAB 1 PENDAHULUAN I. Latar Belakang Anak adalah masa depan suatu bangsa sebagai tunas dan potensi yang mempunyai peran untuk menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Anaklah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, hakhak sebagai manusia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah ciptaan Tuhan yang Maha Kuasa perlu dilindungi harga diri dan martabatnya serta dijamin hak hidupnya untuk tumbuh dan berkembang sesuai fitrah dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-undang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak mempunyai permasalahan atau berhadapan dengan hukum berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial sesuai dengan apa yang termuat

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016 SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT MENURUT UU No. 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DAN PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA 1 Oleh: Benny Laos 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. pada bab-bab sebelumnya maka dapat dijabarkan kesimpulan sebagai berikut:

BAB III PENUTUP. pada bab-bab sebelumnya maka dapat dijabarkan kesimpulan sebagai berikut: 50 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan analisi yang dilaksanakan, sebagaimana diuraikan pada bab-bab sebelumnya maka dapat dijabarkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Kewenangan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Pembahasan mengenai anak adalah sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut berperan menentukan sejarah sekaligus cermin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ditinjau dari hal-hal yang baru dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

I. PENDAHULUAN. Ditinjau dari hal-hal yang baru dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ditinjau dari hal-hal yang baru dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tergambar jelas bahwa KUHAP sangat menjunjung tinggi hakhak asasi manusia terutama

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian analisis data dan wawancara dengan narasumber

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian analisis data dan wawancara dengan narasumber 69 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian analisis data dan wawancara dengan narasumber mengenai perlakuan dan kendala terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dalam proses peradilan yaitu

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN ANAK DIBAWAH UMUR SEBAGAI SAKSI DALAM HUKUM ACARA PIDANA

BAB II KEDUDUKAN ANAK DIBAWAH UMUR SEBAGAI SAKSI DALAM HUKUM ACARA PIDANA 79 BAB II KEDUDUKAN ANAK DIBAWAH UMUR SEBAGAI SAKSI DALAM HUKUM ACARA PIDANA A. Tinjauan Umum Keterangan Anak Dalam Hukum Acara Pidana 1. Pengertian Anak Dibawah Umur Dalam Hukum Indonesia Pengertian anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan

Lebih terperinci

perundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi serta tugas dan wewenang Kejaksaan, maka dapat disimpulkan bahwa:

perundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi serta tugas dan wewenang Kejaksaan, maka dapat disimpulkan bahwa: BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh penulis terhadap peraturan perundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi serta tugas dan wewenang Kejaksaan, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan berpartisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dikenakan sanksi pidana. Seperti kita tahu bahwa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat dikenakan sanksi pidana. Seperti kita tahu bahwa Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin meningkatnya perkembangan kehidupan masyarakat di berbagai bidang, maka semakin berkembang pula pelanggaran terhadap hukum ataupun perbuatan pidana yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 Perubahan Ketiga. Menurut Penjelasan Umum Undang- Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

BAB II PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PROSES PERADILAN PIDANA

BAB II PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PROSES PERADILAN PIDANA BAB II PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PROSES PERADILAN PIDANA A. Peranan Balai Pemasyarakatan Pengadilan anak di Indonesia secara resmi dan diberlakukan sejak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.901,2011 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Tahanan. Pengeluaran. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-24.PK.01.01.01 TAHUN

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 1 Oleh: Karen Tuwo 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci