PEMANFAATAN BORAKS UNTUK PENGAWETAN BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper Backer) TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH (Captotermes curvignathus)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMANFAATAN BORAKS UNTUK PENGAWETAN BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper Backer) TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH (Captotermes curvignathus)"

Transkripsi

1 Ecogreen Vol. 2 No. 2, Oktober 2016 Halaman ISSN PEMANFAATAN BORAKS UNTUK PENGAWETAN BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper Backer) TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH (Captotermes curvignathus) Utilization of Borax for Preservation On Dendrocalamus asper From Termite Attack (Captotermes curvignathus) Nurnaningsih Hamzah, Niken Pujirahayu, Sitti Raslam Tama Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan UHO nurnaningsih_hamzah@yahoo.com ABSTRACT The aim of the research was to examine the use of borax for preservation on Dendrocalamus asper from termite attack (Captotermes curvignathus) so as to improve the quality of bamboo betung. The research scheme applied completely randomized design. Variables were observed in this study is the water content, retention of borax, and weight loss. Result showed that average moisture content of the bamboo betung is 7,525%, the highest retention at a concentration of 1%, and the lowest weight loss at a concentration of 1%. Keywords: Bamboo betung, borax, retentions PENDAHULUAN Bambu merupakan salah satu hasil hutan non kayu yang sangat penting bagi pembangunan Indonesia. Bambu telah menjadi bahan baku produk seperti mebel, anyaman, ukiran, perabot rumah tangga, alat musik dan konstruksi. Bambu dalam bentuk bulat dipakai untuk berbagai macam konstruksi seperti rumah, gudang, jembatan, tangga, pipa saluran air, tempat air, serta alat-alat rumah tangga. Dalam bentuk belahan dapat dibuat bilik, dinding atau lantai, reng, pagar, kerajinan dan sebagainya. Penggunaan bambu semakin meluas, diantaranya dijadikan sebagai bahan pulp dan kertas, kayu lapis, papan serat, oriented strandboard yang memiliki sifat kekuatan yang tinggi, alat ibadah, serta barang kerajinan, peralatan dapur, topi, tas, kap lampu, alat musik, tirai dan lain-lain. Jenis bambu di dunia diperkirakan mencapai jenis, 10% diantaranya, yakni sekitar 157 jenis tumbuh di Indonesia. Lebih dari 50% jenis bambu yang ada di Indonesia telah dimanfaatkan oleh masyarakat. Besarnya nilai manfaat bambu di masyarakat masih terkendala dengan umur pakai bambu yang sangat relatif singkat dibandingkan kayu, karena sifat keawetan bambu tergolong rendah. Bambu tanpa perlakuan khusus, apabila bersentuhan secara langsung dengan tanah dan tidak terlindung dari cuaca, hanya mempunyai umur pakai sekitar 1 3 tahun. Bambu yang terlindung dari gangguan cuaca, umur pakainya dapat bertahan antara 4 7 tahun atau lebih. Dalam lingkungan yang ideal rangka (konstruksi) bambu dapat tahan selama tahun. Jika berinteraksi dengan air laut, bambu cepat hancur oleh serangan mikroorganisme laut dalam waktu kurang dari satu tahun. Diantara bambu yang banyak digunakan masyarakat namun juga memiliki sifat keawetan yang rendah adalah bambu betung (Dendrocalamus asper Becker). Bambu betung (Dendrocalamus asper Back.) dikenal sebagai jenis bambu berukuran besar dengan diameter batang bawah dapat mencapai 26 cm dan tinggi 25 m. Secara alami tersebar luas mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Lombok, Kepulauan NusaTenggara sampai Maluku. Tumbuh baik di tempat-tempat yang tinggi > 300 m dpl, berbukit dan beriklim basah. Bambu betung ini banyak dimanfaatkan masyarakat khususunya di Sulawesi Tenggara, karena batangnya yang besar, sehingga dapat dimanfaatkan untuk rumah tangga dan beberapa kerajinan dari bambu.

2 Pemanfaatan Boraks Sebagai Pengawet Bambu Nurnaningsih H. et al. Bambu betung sebagaimana bambu yang lainnya, terdiri atas bahan organik yang tidak mengandung zat yang bersifat racun yang dapat memperbaiki sifat ketahanan alami bambu terhadap serangan organisme perusak, sehingga keawetan bambu sangat rendah. Keawetan alami bambu tergantung pada beberapa faktor antara lain umur bambu saat ditebang, kandungan pati, pengaruh lingkungan, jenis organisme perusak, cara penyimpanan dan sebagainya. Keawetan alami bambu yang rendah digunakan sebagai alasan bahwa bambu merupakan bahan yang sesuai untuk jangka waktu pendek sehingga hanya untuk penggunaan yang bersifat sementara. Usaha untuk meningkatkan ketahanan bambu terhadap serangan organisme perusak dapat dilakukan dengan cara pengawetan. Pengawetan bambu secara tradisional telah dilakukan oleh masyarakat pedesaan, misalnya dengan perendaman bambu dalam air mengalir maupun diam. Selain itu dapat dilakukan pengawetan bambu dengan menggunakan bahan pengawet. Pengawetan bambu bertujuan untuk menaikkan umur pakai dan nilai ekonomis bambu. Tetapi, pengawetan bambu biasanya jarang dilakukan. Alasannya antara lain: kurangnya pengetahuan tentang teknik pengawetan, kurangnya fasilitas untuk metode perlakuan tertentu dan ketersediaan bahan kimia (pengawet), keraguan terhadap manfaat pengawetan bambu serta kurangnya permintaan pasar terhadap bambu awetan. Metode pengawetan bambu yang baku (standar) pun belum ada. Bambu jika mendapatkan perlakukan pengawetan, masa pakainya dapat mencapai 4 sampai 7 tahun, dan dalam kondisi tertentu dapat mencapai 10 sampai 15 tahun. Pengawetan bambu dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kimia. Boraks sudah sering digunakan sebagai pengawet kayu, namun belum ada penelitian yang menggunakan boraks untuk pengewetan bambu. Salah satu kegunaan dari asam boraks ini adalah sebagai pengawet kayu dan pestisida. Asam boraks merupakan bahan yang sangat efektif untuk mengontrol dan mengeliminasi serangga dan jamur, dan juga bahan-bahan ini tidak berbahaya terhadap mamalia. Bahan ini beracun untuk kecoak, semut, larva dan beberapa jenis lain dari serangga. Oleh karena itu, dirasa perlu untuk melihat pemanfaatan boraks dalam mencegah terjadinya serangan rayap tanah, sehingga dapat meningkatkan kualitas bambu betung. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan selama 12 minggu, April hingga Juli 2016 di Laboratorium Kehutanan Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, dan di Kebun Raya Universitas Halu Oleo Kendari, untuk pengujian keawetan bambu terhadap rayap tanah. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah boraks, bambu betung (Dendrocalamus asper Backer) sebagai contoh uji, rayap tanah, dan air. Larutan boraks dibuat dengan 3 konsentrasi yaitu: 0,5 %, 0,75 % dan 1 % dalam 1000 ml untuk tiap larutan. Bahan pembuatan contoh uji berumur ± 6 tahun dengan tinggi ± 10m, dan bebas cacat. Contoh uji (sampel) dipotong menjadi 3 bagian yaitu: pangkal (P), tengah (T), dan ujung (U) dengan selisih masing-masing 5 ruas, bagian pangkal dipotong 2 ruas dari permukaan tanah dengan ukuran 7cm x 3cm (P x L ) sebanyak 27 sampel. Alat yang digunakan adalah parang digunakan untuk menebang bambu, gergaji untuk memotong ukuran sampel yang telah diukur, pisau digunakan untuk mengupas kulit bambu, meteran digunakan untuk mengukur panjang dan lebar sampel, timbangan analitik digunakan untuk menimbang sampel dan bahan pengawet, oven digunakan untuk mengeringkan sampel penelitian hingga beratnya mecapai konstan, gelas ukur 1000 ml digunakan sebagai wadah sampal dalam proses pengawetan, kantong plastik digunakan untuk membungkus sampel. Proses yang dilakukan adalah pengovenan untuk menghilangkan kadar airnya, pada suhu 80 0 C selama 48 jam sampai sampel dalam keadaan kering tanur. Pengawetan kayu dilakukan dengan cara merendam sampel pada masing-masing larutan pengawet (0,5 %, 0,75 % dan 1 % ) selama 72 jam. Retensi dinyatakan dalam kg/m3 yang ditetapkan dengan menimbang contoh uji sebelum dan sesudah pengawetan. 132

3 Ecogreen Vol. 2(2) Oktober 2016, Hal Pengumpanan terhadap rayap dijadikan dasar penilaian keterawetan bambu. Pengujian terhadap serangan rayap tanah, dilakukan di Kebun Raya Universitas Halu Oleo, karena memiliki keadaan tanah agak lembab dan bagian dasar penggalian agak berlempung. Untuk rayap, diambil rayap tanah dari dalam tanah yang sudah ditimbun tanah sebelumnya. Contoh uji yang telah diawetkan, disimpan pada daerah yang banyak terdapat rayap tanah. Setelah 11 minggu diambil dan dibersihkan, kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 80 0 C selama 48 jam. Intensitas serangan rayap tanah ditunjukkan pada kehilangan berat dan derajat kerusakannya dibandingkan terhadap kontrol. Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Terdiri dari 2 faktor yaitu faktor pertama posisi batang yaitu: pangkal (P), tengah (T), dan ujung (U) dan faktor kedua konsentrasi larutan pengawet boraks yaitu 0,5%, 0,75% dan 1% yang terdiri dari 9 kombinasi perlakuan untuk variabel kadar air, retensi dan derajat kerusakan dan diulang sebanyak 3 kali, 9 x 3 = 27 unit percobaan. Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari setiap faktor yang diujikan, sedangkan beda nilai tengah antar perlakuan dapat diketahui dengan uji BNJ. Pengolahan data dibantu dengan menggunakan software SPSS Model rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yijk = μ + Ai + Bj(i) + Ek (ij) Dimana : Yijk = Nilai pengamatan pada bambu ke-i posisi ketinggian batang ke-j untuk ulangan ke-k. μ = Rata-rata umum hasil pengamatan Ai = Efek taraf ke-i faktor A (bambu) Bj(i) = Efek taraf ke-j faktor B (posisi ketinggian batang) Ek(ij) = Kekeliruan karena ulangan ke-k faktor Bj yang ada dalam faktor Ai. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah Kadar Air, Retensi, dan Kehilangan Berat. Kadar air dihitung dengan rumus : Ka KU = BKU-BKT x 100% BKT dimana : Ka KU = kadar air kering udara bambu (%), BKU = berat kering udara (gram) dan BKT = berat kering tanur (gram) Retensi bahan pengawet dihitung berdasarkan selisih berat sebelum dan sesudah pengawetan dengan rumus: R = B1 BO x K V dimana: R = Retensi (kg/m 3 ) B1 = berat contoh uji sebelum diawetkan (kg) BO = berat contoh uji setelah diawetkan (kg) V = volume contoh uji (m3) K = konsentrasi larutan bahan pengawet (%) Nilai weight loss (kehilangan berat) bambu diperoleh dengan rumus : WL = (BK1) (BK2) x 100% (BK1) dimana : WL = Weight Loss (%) BK1 = Berat kering oven sebelum pengujian (g) BK2 = Berat kering oven setelah pengujian (g) R (%) = (B0 B1)/B0 x 100 % HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Setelah dilakukan pengamatan terhadap bambu betung yang diberi pengawet boraks, diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 1. Rata Rata Kadar Air Bambu Betung (Dendrocalamus asper Becker) Pohon Pangkal Tengah Ujung Rata - Rata Pohon 1 Pohon 2 Pohon 3 Rata Rata 8,553 9,190 17,620 6,403 7,243 5,307 5,297 4,290 3,820 6,751 6,908 8,916 11,788 6,318 4,469 7,

4 Pemanfaatan Boraks Sebagai Pengawet Bambu Nurnaningsih H. et al. Tabel 1 menunjukkan bahwa rata rata kadar air bambu betung yang diteliti 7,525%. Nilai ini menunjukkan bambu betung memiliki kadar air yang cukup tinggi, sehingga cukup rentan terhadap serangan rayap dan serangga perusak. Oleh karena itu, perlu untuk dilakukan pengawetan untuk memperpanjang usia pakai bambu. Pada posisi pangkal, kadar air rata rata lebih tinggi (11,788%) dibanding pada bagian tengah (6,318%) dan ujung (4,469%). Kadar air pada pangkal lebih tinggi karena tebal bilah bambu pada bagian pangkal juga lebih besar daripada bagian tengah dan ujung. Makin tebal bilah bambu maka makin banyak kandungan selulosa dan hemiselulosa yang dapat mengikat air. Retensi Bahan Pengawet Kadar air ini juga akan mempengaruhi proses penetrasi bahan pengawet ke dalam kayu. Besarnya jumlah bahan pengawet yang dapat diserap kayu dinyatakan sebagai retensi. Besarnya retensi bahan pengawet boraks ke dalam bambu betung dapat dilihat pada Tabel 2 berikut : Tabel 2. Rata Rata Retensi Bahan Pengawet Boraks pada Bambu Betung Retensi (kg/m 3 ) Rata - Konsentrasi Pangkal Tengah Ujung Rata K1 (0,5%) 0,012 0,005 0,006 0,0081a K2 (0,75%) 0,015 0,008 0,005 0,0092b K3 (1%) 0,012 0,007 0,005 0,0097c Berdasarkan hasil di atas, nilai rata-rata retensi tertinggi terdapat pada konsentrasi pengawet 1% dengan nilai rata-rata retensi sebesar 0,0097 kg/m 3. Kondisi ini sejalan dengan pendapat Abdurrohim dan Martawijaya (1983) dalam Sumaryanto et al.,(2013), yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi keterawetan kayu adalah konsentrasi larutan bahan pengawet yang umumnya semakin tinggi konsentrasi larutan bahan pengawet, semakin besar bahan pengawet yang mampu diserap oleh kayu. Keadaan bagian pangkal bambu yang kadar airnya relatif tinggi akan lebih permeabel dibandingkan dengan bagian tengah maupun ujung yang kadar airnya relatif lebih rendah. Hal inilah yang menyebabkan retensi bahan pengawet yang dicapai pada bagian pangkal lebih besar dibandingkan pada bagian lainnya. Retensi terendah terdapat pada bagian ujung karena kurangnya kandungan air yag terdapat pada bagian ujung sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Muslich dan Rulliaty (2012). Retensi bahan pengawet merupakan faktor penting sebagai indikator keberhasilan pengawetan karena retensi mempengaruhi keefektifan sistem pengawetan dalam memperpanjang umur penggunaan kayu yang diawetkan. Besarnya retensi dapat ditingkatkan dengan menambah atau memperbesar konsentrasi bahan pengawet, dengan kata lain hubungan konsentrasi dan bahan pengawet adalah linear (Hunt dan Garrat 1986 dalam Darupratomo., 2008). Analisis ragam nilai retensi, menunjukkan bahwa variasi bambu yang berbeda untuk spesies yang sama memperlihatkan pengaruh sangat nyata. Di mana, semakin tinggi konsentrasi bahan pengawet boraks, maka semakin tinggi pula retensi bahan pengawet yang diperoleh Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Tarigan et el., (2012), dimana peningkatan konsentrasi pengawet larutan asam asetat dari konsentrasi 10%-25% pada kayu Kemiri (Aleurinthes molucana) dapat meningkatkan nilai retensi. Kehilangan Berat Kehilangan berat bambu betung setelah diserang rayap tanah dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rata Rata Kehilangan Berat Bambu Betung setelah Pengujian pada Serangan Rayap Tanah Kehilangan Berat (%) Rata - Konsentrasi Pangkal Tengah Ujung Rata K1 (0,5%) 14,153 26,525 29,618 23,432a K2 (0,75%) 18,458 21,722 28,717 22,966b K3 (1%) 16,341 20,924 17,307 18,190c Tabel 3. tersebut memperlihatkan bahwa konsentrasi boraks yang rendah menyebabkan serangan rayap tanah tinggi dibandingkan pada sampel dengan konsentrasi boraks yang lebih tinggi. Hal ini dapat dikatakan bahwa, konsentrasi boraks yang lebih tinggi dapat mengurangi serangan rayap 134

5 Ecogreen Vol. 2(2) Oktober 2016, Hal tanah. Sebagaimana hasil penelitian Muslich dan Jasni (2004), yang menemukan bahwa konsentrasi pengawet yang lebih tinggi dapat meningkatkan ketahanan terhadap rayap. Salah satu indikator yang dapat menunjukkan keefektifan bahan pengawet adalah dengan mengamati kehilangan berat sampel uji. Semakin kecil kehilangan berat sampel uji berarti semakin tinggi tingkat keefektifan bahan pengawet yang digunakan sebaliknya apabila pengurangan berat yang terjadi besar berarti keefektifan bahan pengawet yang digunakan rendah. Kehilangan berat pada sampel uji dengan konsentrasi bahan pengawet 0,5% lebih besar daripada sampel uji dengan perlakuan 0,75% dan 1%. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan bahan pengawet boraks 1% mampu mengurangi jumlah bambu yang dimakan oleh rayap tanah. Hasil analisis sidik ragam bahan pengawet terhadap kehilangan berat menujukkan bahwa sampel uji bahan pengawet berpengaruh sangat nyata terhadap parameter yang diteliti tingkat kepercayaan pada taraf 95%. Hal tersebut disebabkan karena senyawa aktif yang terkandung dalam bahan pengawet adalah racun yaitu boron sehingga boraks memiliki daya racun terhadap serangga yakni rayap tanah. Hal ini sesuai dengan pengamatan yang dilakukan selama kurang lebih 3 bulan sampel uji yang disimpan pada daerah yang terdapat rayap tanah menujukkan bahwa pada minggu ke-9 rayap tanah mulai menempati sampel uji dan pada minggu ke-10 rayap tanah mulai menyerang sampel uji KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian pengawetan bambu betung dengan pengawet boraks, dapat disimpulkan bahwa boraks cukup dapat mengurangi serangan rayap tanah. Pengawet boraks paling efektif pada konsentrasi 1 %. Untuk mengkaji hasil perlakuan yang optimal perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan konsentrasi lebih tinggi dalam melakukan pengawetan. DAFTAR PUSTAKA Aini, N,. Morisco. Anita Pengaruh Pengawetan Terhadap Kekuatan Dan Keawetan Produk Laminasi Bambu. Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Basri., E, dan Saefudin Sifat Kembang- Susut dan Kadar Air Keseimbangan (KAK) Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurts) Pada Berbagai Umur dan Tingkat Kekeringan. Puslit Hasil Hutan. Bogor. Cahyadi D., Firmanti A. & Subiyanto B. (2012 ). Sifat Fisis dan Mekanis Bambu Laminasi Bahan Berbentuk Pelupuh ( Zephyr) dengan Penambahan Metanol Sebagai Pengencerperekat, Jurnal Permukiman, 7(1): 1-4. Darupratomo, M., T Pengaruh Proses Pengawetan Bambu Terhadap Karakteristik Bambu Sebagai Bahan Bangunan. Yogyakarta. Febrianto, F., Gumilang, A., Maulana, S.,Busyra, I.,Purwaningsih, A., Keawetan Alami Lima Jenis Bambu Terhadap Serangan Rayap dan Bubuk Kayu Kering. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Hirmawan. B Pengawetan Bambu Dengan Alat Buchery-Morisco Menggunakan Pestisida Nabati Campuran Ekstrak Biji Mimba Dan Filtrat Umbi Gadung Sebagai Bahan Pengawet Bambu Ramah Lingkungan. Universitas Negeri Malang. Malang. bagoezdwi@yahoo.com. Meylawati, R Efektivitas Pengawetan Bambu Ater (Gigantochloa atter) Menggunakan Cuka Kayu Terhadap Serangan Jamur. Fakultas Kehutanan. Universitas Hasanuddin. Makassar. Muslich, M dan Ruliiaty, S Ketahanan Bambu Petung ( Backer) Yang Diawetkan Dengan Ccb Terhadap Serangan Penggerek Di Laut (Dendrocalamus asper).pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Bogor. mohammad_muslich@yahoo.co.id Novriyanti, E dan Nurrohman, E Pengawetan Bambu Talang Secara 135

6 Pemanfaatan Boraks Sebagai Pengawet Bambu Nurnaningsih H. et al. Sederhana. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Bukan Kayu. Riau. Nugroho, N. K. C. dan Darmono,M.T Jurnal Teknik Sipil Efektivitas Pengawetan Kayu Terhadap Serangan Rayap Menggunakan Campuran Boraks Dengan Asam Borat.Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik.Universitas Negeri Yogyakarta. Pujirahayu Kajian Sifat Fisik Beberapa Jenis Bambu Di Kecamatan Tonggauna Kabupaten Konawe. Jurusan Kehutanan. Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo. Kendari. SNI Uji Ketahanan Kayu Terhadap Organisme Perusak Kayu. ICS Sulistyowati, C.A Teknologi Pengawetan Bambu. Teknologi Wacana. edisi 5 / Nop - Des 1996 Susilaning. L, Suheryanto. D Pengaruh Waktu Perendaman Bambu Dan Penggunaan Borak-Borik Terhadap Tingkat Keawetan Bambu. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III. Yogyakarta. Sutiyono, dan Wardani. M Karakteristik Tanaman Bambu Petung (Dendrocalamus Asper Back.) Di Dataran Rendah Di Daerah Subang, Jawa Barat. Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi. Bogor. irsutiyono@yahoo.com. Sumaryanto A, Sutjipto A, Hadikusumo dan Lukmandaru G, Pengawetan Kayu Gubal Jati Secara Rendaman Dingin Dengan Pengawet Boron Untuk Mencegah Serangan Rayap Kayu Kering (Cryptotermes Cynocephalus Light.). Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Tarigan F.H, Haikm L dan Hartono r Asetilasi Kayu Kemiri (Aleurintes molucana), Durian (Durio zibeth), dan Manggis (Garcinia mangostana). [Skripsi] Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan. Widiatmoko A, Efisiensi Pengawetan Kayu Terhadap Rayap Tanah Dengan Menggunakan Bahan Pengawet Kimia PRO-FOS 400 EC. Program Studi Tehnik Sipil. Fkultas Tehnik. Universitas Negeri Yogyakarta. Widjaja E A Konservasi Jenis-Jenis Bambu di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Konservasi Flora Nusantara. UPT Balai Pengembangan Kebun Raya Bogor-LIPI, Bogor. 136

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Retensi Retensi adalah banyak atau jumlah bahan pengawet yang terdapat dalam kayu. Rata-rata retensi dalam metode pengawetan rendaman dingin selama 10 hari dan metode

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan yaitu mulai dari bulan Juni 2011 sampai dengan bulan Oktober 2011 bertempat di Laboratorium Biokomposit dan Laboratorium Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kayu saat ini merupakan komponen yang dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kayu saat ini merupakan komponen yang dibutuhkan dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kayu saat ini merupakan komponen yang dibutuhkan dalam kehidupan manusia, dalam kehidupan sehari-hari kayu digunakan untuk kebutuhan konstruksi, meubel dan perabotan

Lebih terperinci

Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu

Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu SNI 01-7207-2006 Standar Nasional Indonesia Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu ICS 79.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BAMBU DENGAN STABILISASI DIMENSI. The Increasing of Bamboo Quality Using Dimensional Stabilization

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BAMBU DENGAN STABILISASI DIMENSI. The Increasing of Bamboo Quality Using Dimensional Stabilization UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BAMBU DENGAN STABILISASI DIMENSI The Increasing of Bamboo Quality Using Dimensional Stabilization Karti Rahayu Kusumaningsih Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Stiper Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu merupakan hasil hutan yang dibutuhkan manusia untuk berbagai penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi. Namun pada kenyataannya,

Lebih terperinci

SIFAT FISIKA ROTAN TOHITI (Calamus inops Becc.) DI KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG PAPALIA DESA MATA WOLASI KECAMATAN WOLASI KABUPATEN KONAWE SELATAN

SIFAT FISIKA ROTAN TOHITI (Calamus inops Becc.) DI KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG PAPALIA DESA MATA WOLASI KECAMATAN WOLASI KABUPATEN KONAWE SELATAN Ecogreen Vol. 3 No. 2, Oktober 2017 Halaman 117 125 ISSN 2407-9049 SIFAT FISIKA ROTAN TOHITI (Calamus inops Becc.) DI KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG PAPALIA DESA MATA WOLASI KECAMATAN WOLASI KABUPATEN KONAWE

Lebih terperinci

PENINGKATAN DAYA TAHAN BAMBU DENGAN PROSES PENGASAPAN UNTUK BAHAN BAKU KERAJINAN

PENINGKATAN DAYA TAHAN BAMBU DENGAN PROSES PENGASAPAN UNTUK BAHAN BAKU KERAJINAN Peningkatan daya tahan bambu dengan proses pengasapan untuk bahan baku kerajinan....effendi Arsad PENINGKATAN DAYA TAHAN BAMBU DENGAN PROSES PENGASAPAN UNTUK BAHAN BAKU KERAJINAN Improved Durability of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu jati merupakan salah satu jenis kayu yang diminati dan paling banyak dipakai oleh masyarakat, khususnya di Indonesia. Selain memiliki sifat yang awet dan kuat,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KULIT BAKAU

PEMANFAATAN KULIT BAKAU Ecogreen Vol. 2 No. 2, Oktober 2016 Halaman 89 96 ISSN 2407-9049 PEMANFAATAN KULIT BAKAU (Rhizophora mucronata) SEBAGAI BAHAN PENGAWET BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) TERHADAP SERANGAN KUMBANG BUBUK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bambu tergolong keluarga Graminiae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass

I. PENDAHULUAN. Bambu tergolong keluarga Graminiae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bambu tergolong keluarga Graminiae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan November 2011 di Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir. Penyaji: Afif Rizqi Fattah ( ) Dosen Pembimbing: Dr. Eng. Hosta Ardyananta ST, M.Sc.

Sidang Tugas Akhir. Penyaji: Afif Rizqi Fattah ( ) Dosen Pembimbing: Dr. Eng. Hosta Ardyananta ST, M.Sc. Sidang Tugas Akhir Penyaji: Afif Rizqi Fattah (2709 100 057) Dosen Pembimbing: Dr. Eng. Hosta Ardyananta ST, M.Sc. Judul: Pengaruh Bahan Kimia dan Waktu Perendaman terhadap Kekuatan Tarik Bambu Betung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 11 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2012 sampai dengan Mei 2012, bertempat di Laboratorium Pengelohan Hasil Hutan, Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

PENGAWETAN ROTAN KURANG DIKENAL SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL MENGGUNAKAN RENDAMAN DINGIN

PENGAWETAN ROTAN KURANG DIKENAL SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL MENGGUNAKAN RENDAMAN DINGIN PENGAWETAN ROTAN KURANG DIKENAL SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL MENGGUNAKAN RENDAMAN DINGIN The Preservation of Lesser Known Species Rattan as Raw Material Furniture by Cold Soaking Saibatul Hamdi *) *) Teknisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kehilangan Berat (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keawetan Alami Hasil perhitungan kehilangan berat ke empat jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 4. Data hasil pengukuran disajikan pada Lampiran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dari bulan Juni hingga Agustus 2011 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Laboratorium Peningkatan

Lebih terperinci

PENGAWETAN KAYU GUBAL JATI SECARA RENDAMAN DINGIN DENGAN PENGAWET BORON UNTUK MENCEGAH SERANGAN RAYAP KAYU KERING (Cryptotermes cynocephalus Light.

PENGAWETAN KAYU GUBAL JATI SECARA RENDAMAN DINGIN DENGAN PENGAWET BORON UNTUK MENCEGAH SERANGAN RAYAP KAYU KERING (Cryptotermes cynocephalus Light. PENGAWETAN KAYU GUBAL JATI SECARA RENDAMAN DINGIN DENGAN PENGAWET BORON UNTUK MENCEGAH SERANGAN RAYAP KAYU KERING (Cryptotermes cynocephalus Light.) AFIF SUMARYANTO 1, SUTJIPTO A. HADIKUSUMO 2, & GANIS

Lebih terperinci

Vini Nur Febriana 1, Moerfiah 2, Jasni 3. Departemen Kehutanan, Gunung Batu Bogor ABSTRAK

Vini Nur Febriana 1, Moerfiah 2, Jasni 3. Departemen Kehutanan, Gunung Batu Bogor ABSTRAK Pengaruh Konsentrasi Bahan Pengawet Boron Terhadap Rayap Kayu Kering (Cryptotermes Cynophalus) Pada Bambu Ampel (Bambusa Vulgaris) Dan Bambu Betung (Dendrocalamus Asper) Effect of Boron Concentration Preservatives

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN PENDAHULUAN Pasokan kayu sebagai bahan mebel dan bangunan belum mencukupi kebutuhan yang ada Bambu (multiguna, cepat tumbuh, tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin berkurang pasokan kayunya dari hutan alam, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia melaksanakan

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM

V. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM Wang X, Ren H, Zhang B, Fei B, Burgert I. 2011. Cell wall structure and formation of maturing fibres of moso bamboo (Phyllostachys pubescens) increase buckling resistance. J R Soc Interface. V. PEMBAHASAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan dari bulan Mei sampai Juli 2011 bertempat di Laboratorium Biokomposit, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat 12 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli Desember 2011 di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi

Lebih terperinci

24 Media Bina Ilmiah ISSN No

24 Media Bina Ilmiah ISSN No 24 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 SIFAT FISIKA EMPAT JENIS BAMBU LOKAL DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT oleh Febriana Tri Wulandari Prodi Kehutanan Faperta UNRAM Abstrak : Bambu dikenal oleh masyarakat

Lebih terperinci

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol., No., Juni 009 : 7 PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL THE INFLUENCE OF NATURAL AND ARTIFICIAL DRYING FOWORD THE

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TANNIN KULIT KAYU AKASIA UNTUK PENGAWETAN JATI PUTIH (Gmelina arborea) TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus holmgren)

PEMANFAATAN TANNIN KULIT KAYU AKASIA UNTUK PENGAWETAN JATI PUTIH (Gmelina arborea) TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus holmgren) Ecogreen Vol. 1 No. 1, April 2015 Halaman 29 36 ISSN 2407-9049 PEMANFAATAN TANNIN KULIT KAYU AKASIA UNTUK PENGAWETAN JATI PUTIH (Gmelina arborea) TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus holmgren)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sifat-sifat Dasar dan Laboratorium Terpadu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bambu merupakan keluarga rumput, dan memiliki sebutan pula sebagai

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bambu merupakan keluarga rumput, dan memiliki sebutan pula sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bambu merupakan keluarga rumput, dan memiliki sebutan pula sebagai rumput raksasa The Giant Grass. Sebagai sebuah tanaman tumbuh tercepat di dunia, bambu pun memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama lima bulan yaitu dari bulan Maret sampai dengan Juni dan dilanjutkan kembali bulan November sampai dengan Desember 2011

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober 2015. Pembuatan papan dan pengujian sifat fisis dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel, dan pengujian

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG Oleh Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Iwan Risnasari : Kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan dan obat-obatan.namun demikian, hasil hutan yang banyak dikenal penduduk adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Empat Jenis Kayu Rakyat berdasarkan Persentase Kehilangan Bobot Kayu Nilai rata-rata kehilangan bobot (weight loss) pada contoh uji kayu sengon, karet, tusam,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai Juli 2008. Pembuatan OSB dilakukan di Laboratorium Biokomposit, pembuatan contoh uji di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel CLT, dan pengujian

Lebih terperinci

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 3, No. 1 : 15-25, Maret 2016

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 3, No. 1 : 15-25, Maret 2016 Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 15 Vol. 3, No. 1 : 15-25, Maret 2016 PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN MIMBA (AZADIRACHTA INDICA) SEBAGAI BAHAN ALAMI PENGAWET BAMBU DENGAN METODE GRAVITASI The use of Neem (Azadirachta

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di areal KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Tabel 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian. Asal Tempat Tumbuh. Nama Daerah Setempat

III. METODOLOGI. Tabel 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian. Asal Tempat Tumbuh. Nama Daerah Setempat III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung dari bulan Pebruari hingga Juni 2009. Identifikasi herbarium dilakukan di Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor, sementara pengamatan

Lebih terperinci

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 224 KAJIAN SIFAT FISIK BEBERAPA JENIS BAMBU DI KECAMATAN TONGGAUNA KABUPATEN KONAWE Oleh: Niken Pujirahayu 1) ABSTRACT The purpose this research is to find out of phisical properties of some culm of bamboo

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

PENGAWETAN BAMBU TALANG SECARA SEDERHANA Preservation of Bamboo Talang in Simple Method

PENGAWETAN BAMBU TALANG SECARA SEDERHANA Preservation of Bamboo Talang in Simple Method Pengawetan bambu talang. (Eka Novriyanti dan Edi Nurrohman) PENGAWETAN BAMBU TALANG SECARA SEDERHANA Preservation of Bamboo Talang in Simple Method Oleh/By: Eka Novriyanti 1) dan Edi Nurrohman 2 ) ABSTRACT

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : papan partikel, konsentrasi bahan pengawet, asap cair, kayu mahoni, kayu sengon PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci : papan partikel, konsentrasi bahan pengawet, asap cair, kayu mahoni, kayu sengon PENDAHULUAN KETAHANAN PAPAN PARTIKEL LIMBAH KAYU MAHONI DAN SENGON DENGAN PERLAKUAN PENGAWETAN ASAP CAIR TERHADAP SERANGAN RAYAP KAYU KERING Cryptotermes cynocephalus Light. Agus Ngadianto 1, Ragil Widyorini 2 dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April 2009 sampai dengan bulan Juli 2009. Laboratorium Pengujian Hasil Hutan (Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu.

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu. 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksankan mulai dari bulan November 2011 - April 2012 yang bertempat di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Peningkatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 - April 2012 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Teknologi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Venir Bambu Lamina Venir lamina (Laminated Veneer Lumber atau LVL) adalah suatu produk yang diperoleh dengan cara menyusun sejajar serat lembaran venir yang diikat dengan perekat.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 204 di Workshop Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara untuk membuat

Lebih terperinci

PENGAWETAN KAYU MANGGA (Mangifera indica) SECARA TEKANAN DENGAN PERMETHRIN UNTUK MENCEGAH SERANGAN RAYAP KAYU KERING

PENGAWETAN KAYU MANGGA (Mangifera indica) SECARA TEKANAN DENGAN PERMETHRIN UNTUK MENCEGAH SERANGAN RAYAP KAYU KERING PENGAWETAN KAYU MANGGA (Mangifera indica) SECARA TEKANAN DENGAN PERMETHRIN UNTUK MENCEGAH SERANGAN RAYAP KAYU KERING Danar Satwiko, Tomy Listyanto, dan Ganis Lukmandaru Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2011 hingga Agustus 2011 di Laboratorium Energi dan Listrik Pertanian serta Laboratorium Pindah Panas dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan November 2011 di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu

Lebih terperinci

Kayu lapis untuk kapal dan perahu

Kayu lapis untuk kapal dan perahu Standar Nasional Indonesia Kayu lapis untuk kapal dan perahu ICS 79.060.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah, definisi,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Mei 2009, bertempat di Laboratorium Produk Majemuk dan Laboratorium Penggergajian dan Pengerjaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Anonim, 2006). Dengan. Banyak faktor yang membuat potensi hutan menurun, misalnya

BAB I PENDAHULUAN. dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Anonim, 2006). Dengan. Banyak faktor yang membuat potensi hutan menurun, misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan, tumbuhtumbuhan dalam persekutuan alam dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di UPT-Kebun Bibit Dinas di Desa Krasak Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat berada 96

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITAN. Medan Area jalan Kolam No1 Medan, Sumatera Utara, dengan ketinggian 20 m

BAB III METODOLOGI PENELITAN. Medan Area jalan Kolam No1 Medan, Sumatera Utara, dengan ketinggian 20 m 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITAN Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area jalan Kolam No1 Medan, Sumatera Utara, dengan ketinggian

Lebih terperinci

TOLAK AIR DAN PEMBASAHAN. Dalam Kasus Pengawetan Bambu. Disusun Oleh ARIEF PRIBADI ( ) CHURRIYAH U. ( ) DEASY ARISANDI ( )

TOLAK AIR DAN PEMBASAHAN. Dalam Kasus Pengawetan Bambu. Disusun Oleh ARIEF PRIBADI ( ) CHURRIYAH U. ( ) DEASY ARISANDI ( ) TOLAK AIR DAN DI PEMBASAHAN Dalam Kasus Pengawetan Bambu Disusun Oleh ARIEF PRIBADI (0410920011) CHURRIYAH U. (0410920013) DEASY ARISANDI (0410920015) EKA RATRI NOOR (0610920018) FASHIHATUS S.(0610920022)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kehilangan Berat (Weight Loss) Contoh Uji Kehilangan berat (WL) merupakan salah satu respon yang diamati karena berkurangnya berat contoh uji akibat aktifitas makan rayap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi bambu dalam menopang keberlanjutan hutan dinilai ekonomis di masa depan. Hutan sebagai sumber utama penghasil kayu dari waktu ke waktu kondisinya sudah sangat

Lebih terperinci

Key words: acetic acid, wood acetylation, termites, WPG, ASE

Key words: acetic acid, wood acetylation, termites, WPG, ASE ASETILASI KAYU KEMIRI (Aleurites moluccana), DURIAN (Durio zibethinus), DAN MANGGIS (Garcinia mangostana) (Wood Acetylation of Aleurites moluccana, Durio zibethinus, and Garcinia mangostana woods) Febrina

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN Pilihan suatu bahan bangunan tergantung dari sifat-sifat teknis, ekonomis, dan dari keindahan. Perlu suatu bahan diketahui sifat-sifat sepenuhnya. Sifat Utama

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bambu merupakan tanaman dari famili rerumputan (Graminae) yang banyak dijumpai dalam kehidupan manusia, termasuk di Indonesia. Secara tradisional bambu dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai bulan Juni 2009. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengawetan Kayu Pusat Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bambu termasuk salah satu tumbuh-tumbuhan anggota famili Gramineae. Tumbuhan bambu berumpun dan terdiri atas sejumlah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bambu termasuk salah satu tumbuh-tumbuhan anggota famili Gramineae. Tumbuhan bambu berumpun dan terdiri atas sejumlah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri Morfologis Bambu Bambu termasuk salah satu tumbuh-tumbuhan anggota famili Gramineae (rumput-rumputan). Tumbuhan bambu berumpun dan terdiri atas sejumlah batang (buluh) yang

Lebih terperinci

BEBERAPA SIFAT FISIK GUBAL ANGSANA

BEBERAPA SIFAT FISIK GUBAL ANGSANA BEBERAPA SIFAT FISIK GUBAL ANGSANA (Pterocarpus indicus) Some Physical Properties of Angsana (Pterocarpus indicus) Sapwood Belly Ireeuw 1, Reynold P. Kainde 2, Josephus I. Kalangi 2, Johan A. Rombang 2

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Labaratorium Analisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium silvikultur Institut Pertanian Bogor serta laboratorium Balai Penelitian Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Pemilihan serat bambu (petung) sebagai bahan penelitian dengan. dengan pertumbuhan yang relatif lebih cepat.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Pemilihan serat bambu (petung) sebagai bahan penelitian dengan. dengan pertumbuhan yang relatif lebih cepat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai jenis bambu dengan kualitas yang baik tumbuh subur di berbagai daerah di Indonesia. Serat bambu mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan menjadi bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah Kerja Penelitian Studi literatur merupakan input dari penelitian ini. Langkah kerja peneliti yang akan dilakukan meliputi pengambilan data potensi, teknik pemanenan

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai pada bulan September hingga bulan Desember 2008 dan berlokasi di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 9 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pembuatan CLT dengan sambungan perekat yang dilakukan di laboratorium dan bengkel kerja terdiri dari persiapan bahan baku,

Lebih terperinci

PEMBUATAN PRODUK BAMBU KOMPOSIT. 1. Dr. Ir. IM Sulastiningsih, M.Sc 2. Prof. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si 3. Dr. Krisdianto, S.Hut., M.

PEMBUATAN PRODUK BAMBU KOMPOSIT. 1. Dr. Ir. IM Sulastiningsih, M.Sc 2. Prof. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si 3. Dr. Krisdianto, S.Hut., M. PEMBUATAN PRODUK BAMBU KOMPOSIT 1. Dr. Ir. IM Sulastiningsih, M.Sc 2. Prof. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si 3. Dr. Krisdianto, S.Hut., M.Sc PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN PENGOLAHAN

Lebih terperinci

TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN BAMBU LAMINASI

TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN BAMBU LAMINASI Balai Litbang Perumahan Wilayah II Denpasar Puslitbang Perumahan & Permukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah beras varietas Cisadane dan daun mindi, serta bahan-bahan kimia seperti air suling/aquades, n-heksana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 1 : 1-11, Maret 2015

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 1 : 1-11, Maret 2015 Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 1 Vol. 2, No. 1 : 1-11, Maret 2015 PENGARUH EKSTRAK DAUN MIMBA SEBAGAI BAHAN ALAMI PENGAWET BAMBU TERHADAP SIFAT MEKANIK BAMBU PETUNG The Influence of the Extraction of Mimba

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan November 2010 di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tenggara menyediakan kira-kira 80% potensi bambu dunia yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tenggara menyediakan kira-kira 80% potensi bambu dunia yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bambu merupakan tanaman rumpun yang tumbuh hampir di seluruh belahan dunia, dan dari keseluruhan yang ada di dunia Asia Selatan dan Asia Tenggara menyediakan kira-kira

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Peta lokasi pengambilan sampel biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat.

BAB III METODOLOGI. Peta lokasi pengambilan sampel biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat. BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan hutan mangrove di hutan alam Batu Ampar Kalimantan Barat. Pengambilan data di lapangan dilaksanakan dari bulan Januari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan tarik double shear balok kayu pelat baja menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran tertentu ini dilakukan selama kurang lebih

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Juli

Lebih terperinci

UJI RETENSI DAN EFEKTIVITAS TANAMAN KUMIS KUCING

UJI RETENSI DAN EFEKTIVITAS TANAMAN KUMIS KUCING UJI RETENSI DAN EFEKTIVITAS TANAMAN KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus) TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH (Coptotermes sp) PADA KAYU DURIAN (Durio zibethinus) Eka Mariana 1, Ariyanti 2, Erniwati 2 JurusanKehutanan,

Lebih terperinci

DAYA TAHAN ROTAN YANG DIAWETKAN DENGAN CUKA KAYU GALAM TERHADAP SERANGAN BUBUK Dinoderus minutus Farb.

DAYA TAHAN ROTAN YANG DIAWETKAN DENGAN CUKA KAYU GALAM TERHADAP SERANGAN BUBUK Dinoderus minutus Farb. DAYA TAHAN ROTAN YANG DIAWETKAN DENGAN CUKA KAYU GALAM TERHADAP SERANGAN BUBUK Dinoderus minutus Farb. THE RESISTANT OF RATTAN THAT IS PRESERVED BY GALAM VINEGAR TO ATTACK OF Dinoderus minutus Farb POWDER

Lebih terperinci

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL Syahrizal & Johny Custer Teknik Perkapalan Politeknik Bengkalis Jl. Bathin Alam, Sei-Alam, Bengkalis-Riau djalls@polbeng.ac.id

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di anak petak 70c, RPH Panggung, BKPH Dagangan, KPH Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan di laboratorium dan rumah

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan di laboratorium dan rumah III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan di laboratorium dan rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah pemanasan global. Kenaikan suhu permukaan bumi disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. masalah pemanasan global. Kenaikan suhu permukaan bumi disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun belakangan ini negara-negara di dunia disibukkan dengan masalah pemanasan global. Kenaikan suhu permukaan bumi disebabkan oleh peningkatan emisi karbon

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Produk Majemuk Kelompok Peneliti Pemanfaatan Hasil Hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KAYU KARET UNTUK FURNITURE

PEMANFAATAN KAYU KARET UNTUK FURNITURE Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 PEMANFAATAN KAYU KARET UNTUK FURNITURE Dwi Suheryanto dan Tri Haryanto Peneliti

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agronomi dan di lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. dikelompokkan sebagai tanaman berkayu. Bambu tersebar di beberapa belahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. dikelompokkan sebagai tanaman berkayu. Bambu tersebar di beberapa belahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bambu merupakan anggota dari famili Graminae, subfamili Bambuscideae dan suku Bambuseae. Bambu memiliki sifat seperti pohon dan dapat dikelompokkan sebagai tanaman

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, mulai dari Januari sampai April 2010, dilakukan dengan dua tahapan, yaitu : a. pengambilan

Lebih terperinci

PERLAKUAN KIMIA DAN FISIK EMPAT JENIS ROTAN SESUDAH PENEBANGAN CHEMICAL AND PHYSICAL TREATMENT OF FOUR RATTAN SPECIES AFTER FELLING

PERLAKUAN KIMIA DAN FISIK EMPAT JENIS ROTAN SESUDAH PENEBANGAN CHEMICAL AND PHYSICAL TREATMENT OF FOUR RATTAN SPECIES AFTER FELLING PERLAKUAN KIMIA DAN FISIK EMPAT JENIS ROTAN SESUDAH PENEBANGAN CHEMICAL AND PHYSICAL TREATMENT OF FOUR RATTAN SPECIES AFTER FELLING Prof.Dr.Ir.Djamal Sanusi Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin Jl.Perintis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci