I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Fenomena gerakan tanah yang kompleks menjadikan investigasi dan prediksinya dapat didekati dari berbagai bidang. Menurut The Japan Landslide Society (1996), investigasi dan prediksi gerakan tanah dapat dilakukan dari lima bidang kajian, yaitu deformasi permukaan, struktur geologi, bidang gelincir, airtanah dan geoteknik. Ditinjau dari bidang kajian deformasi permukaan, gerakan tanah merupakan fenomena terdeformasinya permukaan lereng. Secara geodetik, terdeformasinya permukaan lereng dipandang sebagai perubahan atau pergerakan posisi titik-titik permukaan lereng (Kuang, 1996). Dengan demikian mekanisme gerakan tanah semestinya juga dapat dipelajari dari karakteristik perubahan atau pergerakan titiktitik permukaan lereng. Pada prinsipnya karakteristik perubahan permukaan lereng tidak terlepas dari gaya/faktor yang menyebabkan permukaan lereng mengalami gerakan. Oleh karena itu dalam analisis dan prediksinya juga harus mempertimbangkan gaya/faktor yang menyebabkan lereng mengalami gerakan. Menurut Karnawati (2005a), proses terjadinya gerakan tanah dimulai dari keadaan stabil kemudian berubah menjadi rentan bergerak. Hal tersebut disebabkan karena faktor-faktor geomorfologi/kemiringan lereng, geologi, tanah/batuan penyusun lereng, iklim maupun hidrologi lereng. Kondisi lereng berubah menjadi kritis dan selanjutnya mengalami gerakan dipicu oleh infiltrasi air ke dalam tanah, getaran dan aktivitas manusia. Infiltrasi air hujan ke dalam lereng merupakan infiltrasi yang paling sering terjadi. Dengan kata lain hujan merupakan salah satu faktor pemicu yang menggerakkan lereng. Menurut Gostelow (1991), terjadinya hujan menyebabkan adanya proses infiltrasi air hujan ke dalam lereng. Infiltrasi air hujan ke dalam lereng ini mengakibatkan permukaan air tanah naik. Naiknya permukaan airtanah meningkatkan tekanan air pori dalam tanah sehingga menyebabkan kuat geser tanah 1

2 berkurang. Berkurangnya kuat geser tanah ini menjadikan kestabilan lereng berkurang dan lereng dapat mengalami gerakan. Karnawati (2005a) juga menjelaskan bahwa gerakan tanah merupakan akibat langsung dari naiknya permukaan airtanah dalam lereng. Berdasarkan penjelasan-penjelasan ini, maka gerakan tanah tidak bisa dipandang hanya sebagai fenomena perubahan permukaan lereng terhadap waktu (perubahan geometrik) saja, melainkan merupakan deformasi dinamis yang dipengaruhi salah satu faktor utamanya oleh infiltrasi air hujan (fenomena fisis). Teknik-teknik pengamatan geodetik sekarang ini memungkinkan untuk mengukur dan menganalisis perubahan/gerakan permukaan lereng secara akurat. Salah satu teknik pengamatan geodetik modern yang mempunyai banyak keuntungan untuk analisis gerakan tanah adalah teknologi Global Positioning System (GPS). Kemampuan teknologi GPS yang dapat digunakan dalam segala cuaca dan sembarang waktu, tidak memerlukan syarat keterlihatan dan dapat digunakan untuk penentuan posisi tiga dimensi (3-D) secara teliti merupakan kelebihan GPS untuk analisis dan prediksi gerakan tanah (Sadarviana, 2006; Abidin, dkk., 2006). Dengan GPS, karakteristik gerakan dapat dideskripsikan secara 3-D sehingga lebih realistis mencerminkan gerakan tanah yang merupakan fenomena gerakan 3-D. Seiring dengan perkembangan teknologi GPS yang dapat digunakan untuk mengukur posisi titik secara 3-D dengan akurat, perkembangan metode analisis deformasi sekarang ini juga mengarah pada pemodelan deformasi dinamis. Menurut Welsch dan Heunecke (2001), pada pendekatan pemodelan dinamis ini, tidak hanya status perubahan geometrik saja yang dimasukkan dalam model tetapi juga faktor/gaya penyebab deformasi (fenomena fisis). Konsekuensi penerapan pemodelan dinamis ini mengakibatkan model analisis deformasi yang digunakan sangat kompleks dan sulit diselesaikan. Namun demikian perkembangan teknik estimasi sekarang ini memungkinkan untuk menyelesaikan model analisis deformasi dinamis yang sangat kompleks tersebut. Salah satu teknik estimasi yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan pemodelan dinamis adalah teknik Kalman Filtering (Welsch dan Heunecke, 2001). Beberapa keuntungan diterapkannya teknik ini antara lain : 2

3 1. Problem utama pemodelan dinamis adalah jumlah parameter yang diestimasi lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pengamatan/persamaan. Dengan cara mengkombinasikan persamaan sistem dan persamaan pengamatan, maka persamaan inovasi dapat disusun. Persamaan inovasi ini digunakan sebagai dasar untuk mengestimasi parameter sekaligus memprediksinya. Oleh karena itu dengan teknik Kalman Filtering ini problem utama pemodelan dinamis dapat dipecahkan (Welsch dan Heunecke, 2001), 2. Mempunyai kemampuan untuk mendeteksi, menyaring dan mengoreksi kesalahan-kesalahan sistematis dan dapat meminimalkan secara merata kesalahan acak hasil pengamatan geodetik seperti GPS sehingga hasil estimasinya akurat (Welsch dan Heunecke, 2001; Strang dan Borre, 1997), 3. Mempunyai kemampuan updating, sehingga dapat digunakan untuk prediksi gerakan yang sangat bermanfaat dalam investigasi dan mitigasi gerakan tanah (Acar, dkk, 2004; Strang dan Borre, 1997). Saluran Induk Kalibawang merupakan saluran yang sangat penting karena hampir seluruh daerah irigasi di Kabupaten Kulon Progo diperoleh dari saluran ini. Saluran ini terletak di sepanjang kaki pegunungan Kulon Progo dengan panjang sekitar 24 km memanjang dari utara ke selatan. Ditinjau dari kondisi geologinya, saluran ini terletak pada daerah yang tidak stabil sehingga dari waktu ke waktu mengalami kerusakan. Salah satu segmen saluran yang rawan mengalami kerusakan adalah segmen saluran di km 15,9 yang secara administratif terletak di Dusun Klepu, Desa Banjararum, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 3

4 Sumber : Vamoeurn, N., 2005 lokasi awal penelitian Gambar I.1. Lokasi penelitian (sumber : modifikasi dari Ma ruf, dkk (2014), Karnawati (2005b) dan Google Map) Lokasi segmen saluran di km 15,9 ini diapit oleh dua pegunungan Kulon Progo dan terletak di kaki kedua pegunungan tersebut. Kelerengan kedua pegunungan tersebut bervariasi, di daerah puncak relatif terjal sedangkan di daerah kaki relatif landai dengan kemiringan 10 sampai 25. Beberapa fakta yang menunjukkan di daerah segmen ini rawan mengalami kerusakan adalah adanya rekahan-rekahan tanah 4

5 yang terjadi di sebelah atas saluran, adanya retakan-retakan pada bangunan serta yang paling krusial dan kritikal yaitu bengkok dan retaknya saluran yang berkonstruksi talang. Fakta ini menunjukkan bahwa pada daerah segmen saluran ini mengalami deformasi. Terjadinya deformasi ini diduga akibat adanya gerakan tanah tipe rayapan yang selalu bergerak secara lambat dari waktu ke waktu (Karnawati, 2005a). Berdasarkan fakta tersebut, maka diperlukan upaya pemantauan terhadap gerakan rayapan tanah di daerah ini. Adanya pemantauan ini diharapkan menjadi informasi dasar bagi uasaha-usaha yang harus dilakukan untuk mengendalikan gerakan rayapan tanah ini atau mengurangi dampak yang ditimbulkannya dan upaya rehabilitasi saluran yang efektif. Informasi-informasi penting yang diperlukan dalam upaya mengurangi dampak dan rehabilitasi saluran yaitu diperolehnya informasi mengenai besar, arah, kecepatan dan percepatan gerakan rayapan ini. Pemanfaatan teknologi GPS untuk analisis dan prediksi gerakan rayapan tanah di km 15,9 Saluran Induk Kulon Progo berbasiskan pemodelan dinamis yang diselesaikan dengan metode teknik Kalman Filtering realistis untuk diterapkan. Namun dalam implementasinya muncul permasalahan yang perlu dipecahkan. Permasalahan yang muncul adalah meskipun GPS mampu mengukur dan menganalisis gerakan titik di permukaan lereng secara akurat, namun tidak memungkinkan mengukur semua titik permukaan lereng. Keterbatasan GPS yang tidak memungkinkan mengukur semua titik permukaan lereng secara akurat membawa konsekuensi hanya menggunakan beberapa titik saja yang diasumsikan dapat mewakili gerakan rayapan tanah. Titik-titik yang diasumsikan dapat mewakili gerakan rayapan tanah adalah titik-titik kontrol pemantauan. Berdasarkan gerakan titik-titik kontrol pemantauan ini selanjutnya digunakan untuk menganalisis dan memprediksi gerakan titik-titik permukaan lereng. Mekanisme gerakan rayapan tanah dianalisis berdasarkan karakteristik gerakan titik-titik permukaan lereng. Berbagai penelitian untuk mengetahui penyebab mendasar terjadinya gerakan rayapan di daerah ini telah dilakukan, mulai dari aspek geologi dan stratigrafi, geomorfologi, geoteknik maupun hidrologi. Penelitian-penelitian yang telah 5

6 dilakukan semuanya cenderung menganalisis gerakan secara fisis, padahal terjadinya gerakan rayapan tanah ini selain membawa perubahan fisis juga selalu diikuti perubahan geometrik. Oleh karena itu penelitian ini menganalisis dan memprediksi besar, arah, kecepatan dan percepatan gerakan rayapan tanah berbasis data pengamatan GPS (aspek geometrik) dengan melibatkan pengaruh perubahan infiltrasi air hujan sebagai pemicu gerakan (fenomena fisis). Penelitian ini lebih memfokuskan pada pemodelan dinamis geometri rayapan tanah yang diselesaikan dengan teknik Kalman Filtering. I.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah penelitian ini adalah : 1. Bagaimana menganalisis dan memprediksi besar dan arah, kecepatan dan percepatan serta besarnya pengaruh perubahan infiltasi air hujan terhadap gerakan rayapan tanah di km 15,9 Saluran Induk Kalibawang dengan menggunakan teknologi GPS. 2. Bagaimana memodelkan, menganalisis dan memprediksi gerakan rayapan tanah dengan menggunakan model analisis deformasi dinamis dengan memasukkan parameter fisis berupa infiltrasi air hujan yang diselesaikan dengan teknik Kalman Filtering. I.3. Batasan Masalah Penelitian ini dilakukan dengan batasan-batasan masalah sebagai berikut : 1. Pengukuran GPS dilakukan dengan menggunakan metode survei GPS secara periodik sebanyak tiga periode. Survei GPS periode-1 dilakukan pada bulan November 2006 yaitu pada awal musim hujan. Survei GPS periode-2 dilakukan pada bulan Maret 2007 yaitu pada saat puncak musim hujan. Adapun survei GPS periode-3 dilakukan pada bulan Desember 2008 pada saat puncak musim hujan berikutnya. 6

7 2. Mengingat deformasi yang terjadi di lokasi penelitian dalam cakupan deformasi lokal, maka jaring GPS yang digunakan adalah jaring absolut. Dalam jaring absolut ini digunakan satu titik yang diasumsikan tidak mengalami gerakan (titik ikat). Titik ikat ini ditempatkan relatif jauh sekitar 4 km dari lokasi penelitian. Titik ikat ini ditempatkan pada daerah dengan topografi yang datar dan kondisi tanah/lokasi yang stabil. Semua periode survei GPS dilakukan sesudah terjadinya gempa Yogyakarta pada tanggal 26 Mei Dengan demikian semua gerakan yang terjadi mengacu pada titik ikat ini. 3. Pemodelan dinamis dilakukan berdasarkan data hasil survei GPS secara periodik sebagai data geometrik dan infiltrasi air hujan pada setiap titik-titik kontrol pemantauan sebagai data fisik. Mengingat adanya keterbatasan data, data infiltrasi air hujan yang digunakan merupakan data simulasi. Nilai infiltrasi air hujan pada titik-titik pantau selama masa prediksi sejak awal musim hujan sampai minggu ke-12 setelah awal musim hujan (puncak musim hujan) diperoleh dari simulasi menggunakan model Horton (1940). Nilai kapasitas infiltrasi dan infiltrasi kumulatif disimulasikan dengan mengikuti pola Horton (1940) dari Triatmodjo (2008). 4. Faktor yang mempengaruhi infiltrasi yang dipertimbangkan dalam simulasi ini adalah kondisi topografi atau kemiringan lereng. Titik-titik pantau diklasifikasikan sesuai kelerengannya dengan mengikuti pembagian kelas kelerengan menurut Zuidam (1983). Kelerengan titik-titik pantau dikelompokkan menjadi enam kelas kelerengan, yaitu 0 o s.d 2 o, 2 o s.d 4 o, 4 o s.d 8 o, 8 o s.d 16 o, 6 o s.d 35 o dan lebih besar dari 35 o. Pengaruh kemiringan lereng diterapkan dengan asumsi semakin miring lereng maka besarnya persentase infiltrasi kumulatif semakin kecil dan sebaliknya semakin landai semakin besar persentasenya. 5. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi infiltrasi seperti kelembaban tanah, pemampatan oleh hujan, penyumbatan oleh butir halus dan tanaman penutup tidak dipertimbangkan karena jenis tanahnya sama yaitu lempung serta kondisi tanaman penutup hampir semuanya berupa tebu. Demikian juga pengaruh 7

8 intensitas hujan tidak dipertimbangkan mengingat lokasi penelitian yang sangat lokal (tidak luas) sehingga intensitas hujannya sama. 6. Prediksi gerakan yang dilakukan ini hanya memprediksi gerakan rayapan tanah mulai dari awal musim hujan sampai puncak musim. Prediksi gerakan dilakukan per-minggu sebanyak 12 periode (12 minggu). Prediksi sebanyak ini dilakukan dengan asumsi lama waktu musim penghujan adalah enam bulan, dengan demikian lama waktu dari awal musim sampai puncaknya adalah tiga bulan atau dua belas minggu. 7. Permukaan lereng didekati melalui titik-titik Digital Elevation Model (DEM) yang diperoleh dari hasil pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan metode GPS (Real Time Kinematic) RTK. 8. Analisis dan prediksi gerakan tanah yang diperoleh dikorelasikan terhadap hasil studi geologi dan geoteknik. I.4. Keaslian Penelitian Selama ini berbagai penelitian yang terkait dengan studi gerakan tanah atau deformasi di km 15,9 Saluran Induk Kalibawang Kulon Progo sudah banyak dilakukan. Dwidjaka (2006) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh variasi kadar air terhadap deformasi lereng tanah. Pada penelitian tersebut pengkajian lebih dititik-beratkan pada penentuan parameter-parameter geoteknik tanah dan pengaruh perubahan kadar air pada tanah terhadap gerakan tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah mengalami deformasi dan pergerakan semakin besar seiring dengan bertambahnya kadar air pada tanah. Long dan Karnawati (2006), lebih menekankan penelitian mengenai stratigrafi lereng, proses hidrologi lereng dan hujan sebagai faktor yang dominan dalam menyebabkan lereng bergerak. Wisaksono (2003) juga telah melakukan penelitian mengenai analisis stabilitas lereng penyebab gerakan tanah di km 15,9 dari aspek geoteknik. Sebelumnya Depkimpraswil (2002) melakukan identifikasi dan penelitian geologi teknik saluran induk kalibawang. 8

9 Penelitian tentang aplikasi GPS untuk analisis gerakan tanah sudah banyak dilakukan. Kamarullah (2003) melakukan penelitian aplikasi teknologi GPS untuk pemantauan gerakan tanah di km 22 dan km 26 Jalan Layang Timur-Barat, Peninsular, Malaysia. Penelitian lebih ditekankan pada kajian mode-mode pengamatan GPS statik, rapid static dan RTK untuk pemantauan gerakan tanah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mode-mode pengamatan GPS ini sangat handal untuk survei pemantauan gerakan tanah di lokasi penelitian. Abidin dkk (2004) melakukan penelitian studi pergeseran gerakan tanah di Megamendung dengan menggunakan metode survei GPS secara periodik. Survei GPS dilakukan sebanyak tiga periode (April 2002, Mei 2003 dan Mei 2004) pada delapan titik kontrol pemantauan. Kajian penelitian ini ditekankan pada analisis besar dan arah pergeseran yang dilakukan dengan menggunakan model analisis deformasi statik yang diselesaikan dengan teknik hitung kuadrat terkecil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa besarnya gerakan tanah pada periode survei yang dipantau melalui titik-titik kontrol pemantauan mencapai level beberapa desimeter sampai beberapa meter. Acar dkk (2004) juga melakukan penelitian tentang analisis gerakan tanah di Desa Gurpinar Istambul Turki berbasis data hasil survei GPS secara periodik, hanya model analisisnya menggunakan model kinematik. Model kinematik ini lebih lengkap dibandingkan dengan model statik. Pada model kinematik ini gerakan dideskripsikan melalui kecepatan dan percepatan. Penerapan model ini membawa konsekuensi jumlah parameter lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pengamatan sehingga teknik hitung perataan kuadrat terkecil tidak dapat diterapkan. Pada penelitian ini teknik Kalman Filtering dicoba diterapkan untuk menyelesaikan modelnya. Penelitian ini hanya memfokuskan proses pemantauan deformasi secara geodetik/geometrik, aspek fisik belum dimasukkan dalam pemodelan. Disamping itu analisis yang dilakukan juga hanya analisis gerakan titik-titik kontrol pemantauan. Hasil penelitian ini menunjukkan teknik Kalman Filtering potensial digunakan untuk penyelesaian modelnya. 9

10 Lin dkk (2012) melakukan penelitian tentang penerapan teknik Kalman Filtering untuk sistem pengambilan keputusan asesmen bencana gerakan massa tanah berjenis debris flow. Penelitian ini dilakukan di daerah Hualien, Taiwan yang merupakan pegunungan yang mempunyai curah hujan tinggi selama musim penghujan dan seringkali terjadi bencana gerakan massa tanah. Penelitian ini didasarkan pada kasus aktual yang terjadi di daerah Hualien selama tahun 2007 dan Penelitian ini membandingkan hasil asesmen kejadian fenomena gerakan massa tanah jenis debris flow dengan teknik Kalman Filtering dan Neural Network. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa efisiensi sistem pengambilan keputusan dengan menggunakan teknik Kalman Filtering untuk penilaian kejadian bencana gerakan massa tanah berjenis debris flow mempunyai kesalahan relatif rerata yang lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan model Neural Network. Dengan teknik Kalman Filtering, kesalahan penilaian kejadian terjadinya bencana debris flow ini dapat ditingkatkan dari yang semula 4,65% menjadi 3,39%. Beberapa penelitian yang telah dilakukan di daerah studi menunjukkan bahwa semua penelitian lebih banyak pada aspek geoteknik, geologi dan stratigrafi serta hidrologi. Sedangkan penelitian yang mengkaji mengenai analisis dan prediksi gerakan tanah dari aspek geometrik menggunakan teknologi GPS belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian mengenai penerapan metode geodetik dan teknologi GPS untuk studi gerakan tanah di luar daerah studi sudah banyak dilakukan, namun hanya sebatas analisis pergeseran/gerakan titik-titik kontrol pemantauan. Hal yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah gerakan tanah yang dikaji berupa rayapan yang gerakannya perlahan sangat lambat dan relatif dominan bergerak secara musiman pada musim penghujan. Selain itu kondisi tanah di daerah penelitian yang bersifat ekspansif sehingga sangat sensitif terhadap pengembangan dan penyusutan tanah. Dengan demikian semakin kompleks dalam menganalisis dan memprediksi gerakannya. Dalam penelitian ini adalah fenomena gerakan rayapan tanah dimodelkan sebagai deformasi permukaan lereng. Deformasi permukaan lereng ini dipantau melalui pergerakan titik-titik kontrol pemantauan. Pergerakan titik-titik 10

11 kontrol pemantauan ditentukan secara teliti dalam 3-D melalui survei GPS secara periodik. Berdasarkan posisi titik-titik kontrol pemantauan hasil survei GPS secara periodik tersebut, besar, arah, kecepatan dan percepatan gerakan titik-titik kontrol pemantauan dalam 3-D dapat analisis dan diprediksi dengan menggunakan pendekatan pemodelan deformasi dinamis yang diselesaikan dengan teknik Kalman Filtering. Pada penelitian ini pemodelan deformasi dinamis yang dilakukan tidak hanya memasukkan faktor perubahan geometrik terhadap waktu, tetapi juga memasukkan faktor fisis berupa besarnya infiltrasi air hujan sebagai penyebab gerakan. Dalam penelitian ini data infiltrasi yang digunakan berupa data simulasi. Simulasi dilakukan dengan menggunakan model Horton (1940). Berdasarkan posisi, kecepatan, percepatan dan infiltrasi air hujan pada titik-titik kontrol pemantauan, maka kecepatan, percepatan dan besarnya infiltrasi air hujan terhadap gerakan pada titik-titik permukaan lereng (terain) dalam 3-D dapat dianalisis dan diprediksi dengan menggunakan teknik interpolasi 3-D. Mekanisme gerakan permukaan lereng dimodelkan berdasarkan posisi, kecepatan, percepatan dan besarnya pengaruh infiltrasi air hujan terhadap gerakan pada titik-titik terain. Dalam hal ini, terain (permukaan lereng) didekati dengan titik-titik DEM hasil pengukuran dengan menggunakan metode GPS RTK. Mekanisme gerakan rayapan tanah dianalisis dan diprediksi berdasarkan karakteristik gerakan permukaan lereng hasil pemodelan dengan pendekatan DEM. I.5. Ruang Lingkup Penelitian Menurut The Japan Landslide Society (1996), investigasi dan prediksi gerakan tanah dapat dilakukan dari lima bidang kajian, yaitu deformasi permukaan, struktur geologi, bidang gelincir, airtanah dan geoteknik. Kelima bidang kajian ini tidak dapat saling lepas melainkan saling terkait dan mendukung satu sama lainnya. Ruang lingkup penelitian ini berusaha menganalisis dan memprediksi gerakan rayapan tanah dengan cara mengkorelasikan bidang kajian deformasi permukaan dengan bidang kajian infiltrasi air hujan melalui suatu model analisis deformasi dinamis. Model 11

12 analisis deformasi dinamis ini dilakukan berdasarkan pergerakan titik-titik kontrol pemantauan gerakan rayapan tanah melalui survei GPS secara periodik (deformasi permukaan) dikorelasikan dengan infiltrasi air hujan. Secara garis besar ruang lingkup topik penelitian ini dalam investigasi dan prediksi gerakan tanah dilihat pada pada Gambar I.2. Investivigasi Awal Investivigasi Investivigasi Peninjauan Awal Topografi Lapangan Draft Rencana Investigasi yang Detil Investigasi Deformasi Permukaan Surface Deformation Investigasi Struktur Geologi Investigasi Bidang Gelincir Investigasi Air Tanah Investigasi Geoteknik Analisis Mekanisme Deformasi Model Analisis (Analisis Stabilitas) Model Analisis Asesmen Lereng, Faktor Keamanan Lereng Desain Kerja Mitigasi Analisis Keamanan Detail (Analisis Numerik) Konstruksi Survei Yes Masalah Penyelesaian No 12

13 Gambar I.2. Ruang lingkup topik penelitian dalam investigasi dan prediksi gerakan massa tanah (The Japan Landslide Society, 1996) Secara detil ruang lingkup penelitian ini adalah fenomena gerakan rayapan tanah dimodelkan sebagai deformasi permukaan lereng. Deformasi permukaan lereng ini dipantau melalui pergerakan titik-titik kontrol pemantauan. Pergerakan titik-titik kontrol pemantauan ini ditentukan secara teliti dalam 3-D melalui survei GPS secara periodik. Berdasarkan posisi titik-titik kontrol pemantauan hasil survei GPS secara periodik tersebut, kecepatan dan percepatan gerakan titik-titik kontrol pemantauan dalam 3-D dapat analisis dan diprediksi dengan menggunakan pendekatan pemodelan deformasi dinamis yang diselesaikan dengan teknik Kalman Filtering. Survei GPS secara Periodik Koordinat Titik Pantau setiap Periode Analisis Deformasi melalui Pemodelan Dinamis Analisis dan Prediksi Kecepatan dan Percepatan Gerakan Titik Pantau Analisis dan Prediksi Kecepatan dan Percepatan Gerakan Titik-titik DEM Visualisasi Gerakan Rayapan Tanah melalui Pendekatan DEM Mekanisme Gerakan Rayapan Tanah Gambar I.3. Ruang lingkup penelitian 13

14 Pada penelitian ini pemodelan deformasi dinamis yang dilakukan tidak hanya memasukkan faktor perubahan geometrik terhadap waktu, tetapi juga memasukkan faktor fisis berupa infiltrasi air hujan sebagai faktor penyebab gerakan. Berdasarkan kecepatan, percepatan dan besarnya pengaruh perubahan infiltrasi air hujan terhadap gerakan pada titik-titik kontrol pemantauan, selanjutnya kecepatan, percepatan dan besarnya pengaruh perubahan infiltrasi air hujan terhadap gerakan pada titik-titik permukaan lereng (terain) dalam 3-D dapat dianalisis dan diprediksi dengan menggunakan teknik interpolasi 3-D. Mekanisme gerakan permukaan lereng dimodelkan berdasarkan posisi, kecepatan, percepatan dan besarnya pengaruh perubahan infiltrasi air hujan terhadap gerakan pada titik-titik terain. Dalam hal ini, terain (permukaan lereng) didekati dengan DEM. Mekanisme gerakan rayapan tanah selanjutnya dianalisis dan diprediksi berdasarkan karakteristik gerakan permukaan lereng hasil pemodelan dan divisualisasi dengan pendekatan DEM. Untuk lebih jelasnya, ruang lingkup penelitian ini dapat dilihat pada Gambar I.3. I.6. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana memperoleh besar dan arah serta mekanisme gerakan tanah di km 15,9 Saluran Induk Kalibawang Kulon Progo berdasarkan data hasil survei GPS. 2. Bagaimana memperoleh besar dan arah prediksi gerakan rayapan tanah di km 15,9 Saluran Induk Kalibawang Kulon Progo mulai dari awal musim sampai puncak musim hujan menggunakan model analisis deformasi dinamis dengan memasukkan nilai infiltrasi air hujan sebagai penyebab gerakan yang diselesaikan dengan teknik Kalman Filtering. 3. Bagaimana memperoleh pola mekanisme gerakan rayapan tanah yang terjadi secara spasial 3-D dengan menggunakan pendekatan DEM. 14

15 I.7. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah diperolehnya terobosan baru dalam analisis, prediksi dan pemodelan mekanisme gerakan rayapan tanah yang dilakukan secara geodetik melalui teknologi GPS dan pendekatan DEM yang diintegrasikan dengan memasukkan nilai infiltrasi air hujan dengan menggunakan konsep pemodelan deformasi dinamis. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Teridentifikasi besar dan arah serta mekanisme gerakan tanah di km 15,9 Saluran Induk Kalibawang Kulon Progo berdasarkan data hasil survei GPS. 2. Teridentifikasi prediksi gerakan rayapan tanah di km 15,9 Saluran Induk Kalibawang Kulon Progo mulai dari awal musim sampai puncak musim hujan menggunakan model analisis deformasi dinamis dengan memasukkan nilai infiltrasi air hujan sebagai penyebab gerakan yang diselesaikan dengan teknik Kalman Filtering. 3. Terbentuknya pola gerakan rayapan tanah yang terjadi di daerah penelitian secara spasial 3-D dengan menggunakan pendekatan DEM mulai dari awal musim sampai puncak musim hujan. I.8. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini bagi ilmu pengetahuan adalah 1. Diperoleh suatu terobosan baru mengenai konsep, metode dan prosedur analisis dan prediksi gerakan rayapan tanah dengan menggunakan teknologi GPS yang dimodelkan secara dinamis dengan memasukkan parameter fisik berupa besarnya infiltrasi air hujan. 2. Diperolehnya besar dan arah gerakan serta prediksi besar dan arah gerakan yang terjadi dapat digunakan sebagai informasi dalam upaya meminimalkan dampak kerugian dan rehabilitasi saluran di segmen ini. 3. Diperolehnya besar dan arah gerakan serta prediksi besar dan arah gerakan yang terjadi dapat digunakan sebagai sebagai pertimbangan dalam melakukan 15

16 kegiatan konstruksi seperti pembangunan rumah, gedung, jalan, jembatan maupun saluran irigasi di daerah penelitian. 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelongsoran Tanah Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada bidang geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau menurunnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang memiliki daerah pegunungan yang cukup luas. Tingginya tingkat curah hujan pada sebagian besar area pegunungan di Indonesia dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang berada pada iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali daerah yang,mengalami longsoran tanah yang tersebar di daerah-daerah pegunngan di Indonesia. Gerakan tanah atau biasa di sebut tanah longsor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara terus menerus, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana longsor lahan (landslide) merupakan salah satu bencana yang paling sering terjadi di Indonesia. Longsor lahan mengakibatkan berubahnya bentuk lahan juga

Lebih terperinci

2016 STUDI PARAMATERIK PENGARUH INTENSITAS CURAH HUJAN TERHADAP JARAK JANGKAUAN DAN KECEPATAN LONGSOR BERDASARKAN MODEL GESEKAN COLOUMB SEDERHANA

2016 STUDI PARAMATERIK PENGARUH INTENSITAS CURAH HUJAN TERHADAP JARAK JANGKAUAN DAN KECEPATAN LONGSOR BERDASARKAN MODEL GESEKAN COLOUMB SEDERHANA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan bencana alam. Salah satu bencana alam tersebut adalah longsor atau gerakan tanah. Iklim Indonesia yang tropis menyebabkan sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sumberdaya air bawah tanah merupakan sumberdaya yang vital dan strategis, karena menyangkut kebutuhan pokok hajat hidup orang banyak dalam berbagai aktivitas masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Seiring dengan pertumbuhan penduduk di kota Semarang, maka diperlukan sarana jalan raya yang aman dan nyaman. Dengan semakin bertambahnya volume lalu lintas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat merugikan manusia. Kebencanaan geologi mengakibatkan kerusakan infrastruktur maupun korban manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat pesat dan pembangunan juga terjadi di segala lahan untuk mencapai efektifitas pemanfaatan

Lebih terperinci

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I)

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I) ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I) Turangan Virginia, A.E.Turangan, S.Monintja Email:virginiaturangan@gmail.com ABSTRAK Pada daerah Manado By Pass

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

BAB 1 PENDAHULUAN I-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Barat memiliki potensi tinggi dalam bahaya-bahaya alam atau geologis, terutama tanah longsor, letusan gunung berapi, dan gempa bumi. Direktorat Geologi Tata Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut PT. Mettana (2015), Bendungan Jatigede mulai dibangun pada

BAB I PENDAHULUAN. Menurut PT. Mettana (2015), Bendungan Jatigede mulai dibangun pada BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menurut PT. Mettana (2015), Bendungan Jatigede mulai dibangun pada tahun 2008. Bendungan jenis urugan batu (rockfill) ini memiliki tinggi 110 m dan kapasitas tampung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor 2.2 Jenis Longsor

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor 2.2 Jenis Longsor II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor Longsor adalah gerakan tanah atau batuan ke bawah lereng karena pengaruh gravitasi tanpa bantuan langsung dari media lain seperti air, angin atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelongsoran merupakan indikasi ketidakstabilan lereng yang ditandai dengan angka aman (SF) lereng kurang dari 1,00. Stabilitas lereng dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di Kecamatan Salaman mencapai 68.656 jiwa dengan kepadatan penduduk 997 jiwa/km 2. Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 Indonesia dilanda berbagai bencana alam meliputi banjir, tanah longsor, amblesan tanah, erupsi gunung api, dan gempa bumi

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng tektonik, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia, dan lempeng Pasifik. Pada daerah di sekitar batas

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan saat ini sedang dialami oleh masyarakat di beberapa bagian belahan dunia.

BAB I PENDAHULUAN. pangan saat ini sedang dialami oleh masyarakat di beberapa bagian belahan dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia senantiasa berkembang dari masa ke masa, konsekuensinya kebutuhan primer semakin bertambah terutama pangan. Krisis pangan saat ini sedang dialami

Lebih terperinci

Gambar 5.20 Bidang gelincir kritis dengan penambahan beban statis lereng keseluruhan Gambar 5.21 Bidang gelincir kritis dengan perubahan kadar

Gambar 5.20 Bidang gelincir kritis dengan penambahan beban statis lereng keseluruhan Gambar 5.21 Bidang gelincir kritis dengan perubahan kadar DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR PERSAMAAN...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh iklim sangat berpengaruh dalam menjaga kestabilan tanah,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh iklim sangat berpengaruh dalam menjaga kestabilan tanah, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengaruh iklim sangat berpengaruh dalam menjaga kestabilan tanah, khususnya dalam masalah perubahan kandungan air, perubahan yang cukup banyak dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Potensi longsor di Indonesia sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2008, tercatat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Parameter Infiltrasi Metode Horton Tabel hasil pengukuran laju infiltrasi double ring infiltrometer pada masingmasing lokasi dapat dilihat pada Lampiran A. Grafik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau yang lebih dikenal dengan DKI Jakarta atau Jakarta Raya adalah ibu kota negara Indonesia. Jakarta yang terletak di bagian barat laut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Longsor dalam kajian Geografi Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal dari bahasa Yunani Geographia yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Alur Penelitian Tahapan dalam penelitian ini diantaranya adalah pengumpulan data, penentuan titik lokasi pengujian, pengukuran laju infiltrasi di lapangan menggunakan alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perencanaan sistem tambang terbuka, analisis kestabilan lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain tambang yang aman dan ekonomis.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif lebih mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gambar situasi adalah gambaran wilayah atau lokasi suatu kegiatan dalam bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan atribut (Basuki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka pengembangan ekonomi, pemerintah Provinsi Jawa Tengah melakukan pembangunan infrastruktur jalan bebas hambatan atau sering disebut jalan tol yang menggabungkan

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana geologi,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana geologi, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana geologi, khususnya bencana gerakan tanah. Tingginya frekuensi bencana gerakan tanah di Indonesia berhubungan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN 3.1. Tinjauan Umum Kota Yogyakarta Sleman Provinsi Derah Istimewa Yogyakarta berada di tengah pulau Jawa bagian selatan dengan jumlah penduduk 3.264.942 jiwa,

Lebih terperinci

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan... Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2 Pokok Permasalahan... 2 1.3 Lingkup Pembahasan... 3 1.4 Maksud Dan Tujuan... 3 1.5 Lokasi... 4 1.6 Sistematika Penulisan... 4 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1.1 Gambar 1.1 Tabel 1.1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1.1 Gambar 1.1 Tabel 1.1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) merupakan bagian dari Provinsi Maluku yang sebagian besar terletak di Pulau Seram yang secara geografis terletak pada 1 19'-7 16'

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infiltrasi Menurut Munaljid dkk. (2015) infiltrasi adalah proses masuknya air dari atas (surface) kedalam tanah. Gerak air di dalam tanah melalui pori pori tanah dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bencana geologi merupakan bencana yang terjadi secara alamiah akibat

BAB I PENDAHULUAN. Bencana geologi merupakan bencana yang terjadi secara alamiah akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bencana geologi merupakan bencana yang terjadi secara alamiah akibat proses geologi yang siklus kejadiannya mulai dari sekala beberapa tahun hingga beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Longsorlahan Longsorlahan adalah salah satu bentuk dari gerak masa tanah, batuan dan runtuhan batu/tanah yang terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan

Lebih terperinci

Interpretasi Bawah Permukaan. (Aditya Yoga Purnama) 99. Oleh: Aditya Yoga Purnama 1*), Denny Darmawan 1, Nugroho Budi Wibowo 2 1

Interpretasi Bawah Permukaan. (Aditya Yoga Purnama) 99. Oleh: Aditya Yoga Purnama 1*), Denny Darmawan 1, Nugroho Budi Wibowo 2 1 Interpretasi Bawah Permukaan. (Aditya Yoga Purnama) 99 INTERPRETASI BAWAH PERMUKAAN ZONA KERENTANAN LONGSOR DI DESA GERBOSARI, KECAMATAN SAMIGALUH, KABUPATEN KULONPROGO MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005),

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan kegiatan penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005), konsekuensi keruangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumit yang bekerja sejak dahulu hingga sekarang. Proses-proses tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. rumit yang bekerja sejak dahulu hingga sekarang. Proses-proses tersebut, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Bentuk muka bumi yang kita lihat pada saat ini merupakan hasil dari prosesproses rumit yang bekerja sejak dahulu hingga sekarang. Proses-proses tersebut, secara garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara garis besar di wilayah pesisir teluk Ambon terdapat dua satuan morfologi, yaitu satuan morfologi perbukitan tinggi dan satuan morfologi dataran pantai. Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai salah satu situs warisan budaya dunia, Candi Borobudur senantiasa dilakukan pengawasan serta pemantauan baik secara strukural candi, arkeologi batuan candi,

Lebih terperinci

INVESTIGASI GEOLOGI POTENSI LONGSOR BERDASARKAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

INVESTIGASI GEOLOGI POTENSI LONGSOR BERDASARKAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR M1O-03 INVESTIGASI GEOLOGI POTENSI LONGSOR BERDASARKAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR Rizky Teddy Audinno 1*, Muhammad Ilham Nur Setiawan 1, Adi Gunawan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan material. DAS kodil bagian tengah terdiri dari Kecamatan Bener,

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan material. DAS kodil bagian tengah terdiri dari Kecamatan Bener, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Longsorlahan (landslide) mewakili bencana yang luas pada wilayah pegunungan dan perbukitan yang telah menyebabkan hilangnya nyawa dan kerusakan material. DAS kodil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. batuan, bahan rombakan, tanah, atau campuran material tersebut yang bergerak ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. batuan, bahan rombakan, tanah, atau campuran material tersebut yang bergerak ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau campuran material tersebut yang bergerak ke bawah atau keluar lereng.

Lebih terperinci

GERAKAN TANAH DI CANTILLEVER DAN JALUR JALAN CADAS PANGERAN, SUMEDANG Sumaryono, Sri Hidayati, dan Cecep Sulaeman. Sari

GERAKAN TANAH DI CANTILLEVER DAN JALUR JALAN CADAS PANGERAN, SUMEDANG Sumaryono, Sri Hidayati, dan Cecep Sulaeman. Sari GERAKAN TANAH DI CANTILLEVER DAN JALUR JALAN CADAS PANGERAN, SUMEDANG Sumaryono, Sri Hidayati, dan Cecep Sulaeman Sari Jalur Cadas Pangeran merupakan daerah rawan dan berisiko terhadap gerakan tanah. Dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR. Disusun oleh : ALIVIA DESI ANITA KUSUMA NINGTYAS NRP

SIDANG TUGAS AKHIR. Disusun oleh : ALIVIA DESI ANITA KUSUMA NINGTYAS NRP SIDANG TUGAS AKHIR ANALISA TINGKAT PERGERAKAN TANAH DI AREA TAMBANG TERBUKA DITINJAU DARI SURVEY TERESTRIS DAN DATA GEOLOGI STUDI KASUS : WILAYAH MOD PT KALTIM PRIMA COAL (KPC) Disusun oleh : ALIVIA DESI

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di antara pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasific. Pada

Lebih terperinci

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006 PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006 Tiny Mananoma tmananoma@yahoo.com Mahasiswa S3 - Program Studi Teknik Sipil - Sekolah Pascasarjana - Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia banyak sekali terdapat gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Gunung berapi teraktif di Indonesia sekarang ini adalah Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG Gunungpati merupakan daerah berbukit di sisi utara Gunung Ungaran dengan kemiringan dan panjang yang bervariasi. Sungai utama yang melintas dan mengalir melalui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek

Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek Oleh : Baba Barus Ketua PS Mitigasi Bencana Kerusakan Lahan Sekolah Pasca Sarjana, IPB Diskusi Pakar "Bencana Berulang di Jabodetabek:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Tujuan Penelitian 1.3 Batasan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Tujuan Penelitian 1.3 Batasan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada bulan Maret tahun 2013, di Desa Tuksono Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulonprogo mulai dilakukan pembangunan kawasan pabrik CV Karya Hidup Sentosa. Pabrik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Longsorlahan Gerakan tanah atau yang lebih umum dikenal dengan istilah Longsorlahan (landslide) adalah proses perpindahan matrial pembentuk lereng berupa suatu massa tanah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu dan teknologi sekarang ini telah merambah di segala bidang, demikian pula dengan ilmu teknik sipil. Sebagai contohnya dalam bidang teknik konstruksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Tanah longsor adalah salah satu bencana yang berpotensi menimbulkan korban jiwa masal. Ini merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Hal ini

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 13 PERENCANAAN TATA RUANG BERBASIS MITIGASI BENCANA GEOLOGI 1. Pendahuluan Perencanaan tataguna lahan berbasis mitigasi bencana geologi dimaksudkan untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian Gerakan tanah adalah suatu proses perpindahan massa tanah/batuan dengan arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan semula dikarenakan pengaruh gravitasi, arus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan menegaskan bahwa air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya

Lebih terperinci

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro BAB III DATA LOKASI 3.1 Data Makro 3.1.1 Data Kawasan wilayah Kabupaten Sleman yaitu : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang (Provinsi Jawa Tengah) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten

Lebih terperinci

MIGRASI SEDIMEN AKIBAT PICUAN HUJAN ( KASUS KALI GENDOL GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA )

MIGRASI SEDIMEN AKIBAT PICUAN HUJAN ( KASUS KALI GENDOL GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA ) 1 MIGRASI SEDIMEN AKIBAT PICUAN HUJAN ( KASUS KALI GENDOL GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA ) Tiny Mananoma Mahasiswa S3 Program Studi Teknik Sipil, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Djoko

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS 2.1 Definisi Gempa Bumi Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran pada kerak bumi yang terjadi akibat pelepasan energi secara tiba-tiba. Gempa bumi, dalam hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada permukaan tanah yang tidak horizontal, komponen gravitasi cenderung untuk menggerakkan tanah ke bawah. Jika komponen gravitasi sedemikian besar sehingga perlawanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bencana alam adalah salah satu fenomena yang dapat terjadi setiap saat, dimanapun dan kapanpun sehingga menimbulkan risiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tambang terbuka, pengaruh kestabilan lereng merupakan salah satu faktor penting dalam keberlangsungan operasional penambangan. PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT)

Lebih terperinci

Metode Analisis Kestabilan Lereng Cara Yang Dipakai Untuk Menambah Kestabilan Lereng Lingkup Daerah Penelitian...

Metode Analisis Kestabilan Lereng Cara Yang Dipakai Untuk Menambah Kestabilan Lereng Lingkup Daerah Penelitian... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT...

Lebih terperinci

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya gravitasi. Tanah longsor sangat rawan terjadi di kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi banjir ialah aliran air sungai yang tingginya melebih muka air normal, sehinga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peta menggambarkan data spasial (keruangan) yang merupakan data yang berkenaan dengan lokasi atau atribut dari suatu objek atau fenomena di permukaan

Lebih terperinci

DAERAH RAWAN LONGSOR (DRL) DI INDONESIA BAGAIMANA MENGANTISIPASINYA

DAERAH RAWAN LONGSOR (DRL) DI INDONESIA BAGAIMANA MENGANTISIPASINYA DAERAH RAWAN LONGSOR (DRL) DI INDONESIA BAGAIMANA MENGANTISIPASINYA Ir. Gde Suratha, MSc., IPM. I. PENDAHULUAN Hampir setiap tahun terutama pada musim hujan kita selalu mengalami kejadian/fenomena alam

Lebih terperinci

PENGARUH BEBAN DINAMIS DAN KADAR AIR TANAH TERHADAP STABILITAS LERENG PADA TANAH LEMPUNG BERPASIR

PENGARUH BEBAN DINAMIS DAN KADAR AIR TANAH TERHADAP STABILITAS LERENG PADA TANAH LEMPUNG BERPASIR PENGARUH BEBAN DINAMIS DAN KADAR AIR TANAH TERHADAP STABILITAS LERENG PADA TANAH LEMPUNG BERPASIR Yulvi Zaika, Syafi ah Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Malang Jl. MT. Haryono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode 2011-2015 telah terjadi 850 kejadian bencana tanah longsor di Indonesia (BNPB, 2015).

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Longsoran ( landslide ) merupakan bencana alam yang sering terjadi pada daerah berbukit bukit atau pegunungan, seperti di wilayah Sumatera Barat. Material yang mengalami

Lebih terperinci

(FORENSIC GEOTECHNICAL ENGINEERING) TOPIK KHUSUS CEC 715 SEMESTER GANJIL 2012/2013

(FORENSIC GEOTECHNICAL ENGINEERING) TOPIK KHUSUS CEC 715 SEMESTER GANJIL 2012/2013 GEOTEKNIK FORENSIK (FORENSIC GEOTECHNICAL ENGINEERING) TOPIK KHUSUS CEC 715 SEMESTER GANJIL 2012/2013 Dr.Eng. Agus S. Muntohar 1 Kasus Keruntuhan Struktur PROYEK KOMPLEK OLAH RAGA HAMBALANG 2 Proyek Hambalang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap bencana tanah longsor. Berdasarkan Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) dari BNPB atau Badan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bencana longsor merupakan proses alami bumi yang sering terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Bencana longsor merupakan proses alami bumi yang sering terjadi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana longsor merupakan proses alami bumi yang sering terjadi pada wilayah-wilayah potensial gerakan massa (mass movement) di Indonesia. Elemen pemicu longsor yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stability Radar (SSR) dan Peg Monitoring WITA, terjadi longsoran besar di low-wall

BAB I PENDAHULUAN. Stability Radar (SSR) dan Peg Monitoring WITA, terjadi longsoran besar di low-wall BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan data deformasi lereng yang didapatkan dari perekaman Slope Stability Radar (SSR) dan Peg Monitoring WITA, terjadi longsoran besar di low-wall

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DI TEMPAT WISATA BANTIR SUMOWONO SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA LONGSOR

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DI TEMPAT WISATA BANTIR SUMOWONO SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA LONGSOR IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DI TEMPAT WISATA BANTIR SUMOWONO SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA LONGSOR Edu Dwiadi Nugraha *, Supriyadi, Eva Nurjanah, Retno Wulandari, Trian Slamet Julianti Jurusan Fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan nasional dan meminimalkan perbedaan distribusi pengembangan sumber daya air di daerahdaerah, maka Pemerintah Indonesia telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geologis Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan berbagai lempeng

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dalam pengertian yang lebih sempit, desain penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Longsor atau landslide merupakan suatu proses pergerakan massa tanah, batuan, atau keduanya menuruni lereng di bawah pengaruh gaya gravitasi dan juga bentuklahan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang xix 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis, Indonesia terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar (yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik) dan terletak di daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembukaan lahan untuk perumahan dan pemukiman pada daerah aliran sungai (DAS) akhir-akhir ini sangat banyak terjadi khususnya pada kota-kota besar, dengan jumlah dan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Longsorlahan merupakan perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah atau mineral campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Lempung Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air (Grim,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci