BAB I PENDAHULUAN. Post Traumatic Stress Disorder

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Post Traumatic Stress Disorder"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Setelah mengalami traumatis, normal untuk merasa takut, sedih dan cemas. Tetapi, apabila keadaan tersebut tidak hilang dan merasa terjebak dengan perasaan yang menetap terhadap bahaya dan kenangan yang menyakitkan, mungkin orang tersebut menderita gangguan stress pascatrauma (PTSD). Hal ini dapat tampak seperti tidak akan pernah melupakan apa yang terjadi. 1 Post Traumatic Stress Disorder atau PTSD adalah gangguan kecemasan yang dapat terbentuk dari sebuah peristiwa atau pengalaman yang menakutkan/mengerikan, sulit dan tidak menyenangkan dimana terdapat penganiayaan fisik atau perasaan terancam. 2 Laporan Jacob DaCosta's pada tahun 1871 tentang Irritable Heart, mendeskripsikan tentara-tentara dengan sindrom tersebut. 3 Kodefikasi PTSD oleh American Psychiatric Association (APA) sebagai gangguan kesehatan mental pada tahun 1980 (APA, 1980), dengan gejala karakteristik yang didokumentasikan pada abad 19 th. Kebanyakan orang mengasosiasikan PTSD dengan pertempuran tentara dan militer adalah penyebab paling umum pada pria. Tetapi setiap pengalaman hidup yang luar biasa dapat memicu PTSD, terutama jika peristiwa tersebuttidak terduga dan tidak terkendali. PTSD dapat mempengaruhi penderita secara pribadi mengalami bencana, mereka yang menyaksikannya, dan orang-orang yang mengalami sebagian dari pasca peristiwa tersebut, termasuk pekerja darurat dan aparat penegak hukum. PTSD berkembang secara berbeda dari orang ke orang. 1 Sedangkan gejala PTSD paling sering timbul dalam hitungan jam atau hari pasca peristiwa traumatis, kadang-kadang dapat muncul setelah beberapa minggu, bulan, atau bahkan bertahun tahun. 1 Untuk mendiagnosis PTSD, gejala harus bertahan lebih dari 1 bulan pasca peristiwa traumatis dan sangat berpengaruh terhadap kehidupannya, seperti keluarga dan pekerjaan. Pada DSM V, gangguan yang menyerupai PTSD disebut acute stress disorder, dimana gejala yang timbul bertahan dalam kurun waktu 3 hari sampai dengan 1 bulan. 4 Periode 28 April Mei

2 Bila gejala tersebut bertahan hingga lebih dari 4 minggu, maka dapat didiagnosis sebagai PTSD.Stresor yang menyebabkan acute stress disorder maupun PTSD cukup luar biasa untuk mempengaruhi siapa saja. Stresor tersebut dapat berasal dari pengalaman berperang, penganiayaan/penyiksaan, bencana alam, pemerkosaan, kecelakaan seperti kecelakaan mobil, kebakaran dalam gedung. Gejala dapat berupa depresi, cemas, dan gangguan kognitif. 3 Tabel 1. Gejala PTSD pada beberapa peristiwa (dikutip dari daftar pustaka no. 3) Periode 28 April Mei

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gangguan stress pascatrauma (posttraumatic stress disorder PTSD) adalah suatu sindrom yang timbul setelah seseorang melihat, terlibat didalam, atau mendengar stresor traumatik yang ekstrim dan bereaksi terhadap pengalaman tersebut dengan rasa takut dan tidak berdaya, sehingga mereka secara menetap menghidupkan kembali peristiwa tersebut, dan mencoba menghindari mengingat hal itu Epidemiologi Insiden menderita PTSD sepanjang hidup diperkirakan sekitar 9-15% dan prevalensi seumur hidupnya sekitar 8% populasi umum. Pada kelompok resiko tinggi yang mengalami peristiwa traumatis angka prevalensi seumur hidupnya 5-75%. Prevalensi seumur hidup perempuan 10-12% dan 5-6% pada laki-laki. 3 Di Amerika Serikat, gambaran resiko untuk menderita PTSD sepanjang hidup menggunakan DSM IV dengan kriteria 75 tahun adalah 8,7%. Prevalensi selama 12 bulan diantara orang tua di AS sekitar 3,5%. Perkiraan lebih rendah dapat dilihat di Eropa dan sebagian besar Asia, Afrika, dan negara-negara Amerika Latin dikelompokkan sekitar 0,5% - 1,0%. 4 PTSD dapat terjadi pada usia berapapun dengan prevalensi tersering dewasa muda akibat pajanan situasi penginduksi. Trauma pada laki-laki biasanya berupa pengalaman berperang sedangkan pada perempuan kekerasan dan perkosaan. Cenderung terjadi pada orang yang lajang, bercerai, janda, menarik diri secara sosial, atau tingkat sosioekonomi rendah Komorbiditas Angka komorbiditas pasien PTSD tinggi. Sekitar 80% individu dengan PTSD memenuhi kriteria diagnostik paling tidak 1 gangguan mental lainnya, seperti depresif, bipolar, gangguan cemas, gangguan terkait zatlebih sering pada pria. Pola Periode 28 April Mei

4 komorbid PTSD pada anak yang lebih muda berbeda dengan dewasa, meliputi gangguan oposisi menentang dan gangguan cemas terpisah Faktor Resiko Pretraumatic Peritraumatic Postraumatic Tempramental Masalah emosi masa kanak-kanak 6 tahun pertama dan gangguan mental utama Lingkungan Keparahan trauma, ancaman kehidupan, cedera personal, kekerasan interpersonal, Tempramental Penilaian negatif, strategikoping yang salah, perkembangan dari gangguan stress akut Lingkungan Status sosioekonomi rendah, pendidikan rendah, paparan pada trauma utama, keberagaman masa kanak, karakteristik budaya, intelegensi rendah, ras/etnik minor, dan riwayat psikiatrik personil militer, pelaku kejahatan, saksi kekejaman, membunuh musuh. Disosiasi yang terjadi pada dan menetap setelah trauma menjadi faktor resiko Lingkungan Paparan subklinis pada hal yang mengecewakan, kejadian tak diinginkan subklinis, gangguan finasnsial atau hal lain yang berhubungan dengan trauma. Dukungan sosial adalah faktor protektif. keluarga. Dukungan sosial bersifat protektif Genetik dan psikologis Jenis kelamin perempuan Tabel 2. Faktor Resiko PTSD (dikutip dari daftar pustaka no.4) 2.5 Faktor Predisposisi Beberapa faktor predisposisi bagi seorang individu untuk mengalami gangguan stress pascatrauma adalah: Periode 28 April Mei

5 a. Adanya gangguan psikiatrik sebelum trauma baik pada individu yang bersangkutan maupun keluarganya; b. Adanya trauma masa kanak, seperti kekerasan fisik maupun seksual; c. Kecenderungan untuk mudah menjadi khawatir; d. Ciri kepribadian ambang, paranoid, dependen, atau antisosial; e. Mempunyai karakter yang bersifat introvert atau isolasi sosial; adanya problem menyesuaikan diri; f. Adanya kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi secara bermakna; g. Terpapar oleh kejadian kejadian dalam kehidupan yang luar biasa sebelumnya baik tunggal maupun ganda dan dirasakan secara subjektif oleh individu yang bersangkutan sebagai suatu kondisi atau peristiwa yang menimbulkan penderitaan bagi dirinya Etiologi& Patogenesis a. Stresor Stresordapat timbul berupa trauma peristiwa tunggal yang mendadak atau trauma kronis atau terus menerus seperti penyiksaan fisik atau seksual. Stresor dapat timbul dari pengalaman perang, penyiksaan, bencana alam, penyerangan, perkosaan, dan kecelakaan serius. Meskipun demikian, tidak setiap orang mengalami gangguan ini setelah peristiwa traumatik, ada pertimbangan faktor psikososial dan biologis yang sebelumnya ada dan peristiwa sebelum dan sesudah trauma, serta arti subjektif suatu stresor pada seseorang. 3 b. Faktor Psikodinamik Teori psikoanalitik menghipotesiskan bahwa trauma mengaktifkan kembali konflik psikologis yang sebelumnya tidak terselesaikan. Aktivasi kembali trauma pada masa kanak-kanak menimbulkan regresi dan mekanisme defensi represi, penyangkalan, reaction formation, dan undoing. Menurut Freud, penghidupan kembali trauma terjadi pada pasien yang melaporkan riwayat trauma seksual masa kanak-kanak. Konflik yang sudah ada secara simbolis menghidupkan kembali peristiwa traumatik baru, sedangkan ego mencoba menguasai dan mengurangi ansietas. 3 Hal-hal yang berkaitan dengan aspek psikodinamik dari gangguan stress pasca trauma adalah: 1. Arti subyektif dari stresor yang dialami mungkin menentukan dampak dari peristiwa traumatik yang dialami oleh seseorang, Periode 28 April Mei

6 2. Kejadian traumatik yang dialami mereaktivasi konflik-konflik psikologis akibat peristiwa traumatik di masa kanak-kanak, 3. Peristiwa traumatik akan membuat seseorang gagal untuk meregulasi sistem afeksinya, 4. Refleksi peristiwa traumatik yang dialami mungkin akan timbul dalam bentuk somatisasi atau aleksitimia, 5. Beberapa sistem defensi yang sering digunakan pada individu dengan gangguan stress pasca trauma adalah penyangkalan, splitting, projeksi, disosiasi dan rasa bersalah, 6. Model relasi objek yang digunakan adalah projeksi dan introjeksi dari berbagai peran seperti penyelamat omnipoten atau korban yang omnipoten. 5 c. Faktor Perilaku-Kognitif Faktor kognitif PTSD menyatakan bahwa orang yang mengalaminya tidak mampu memproses atau merasionalisasikan trauma pencetus gangguan ini. Penderita terus mengalami stress dan berupaya menghindarinya. Secara kognitif, konsistensi dengan kemampuan parsial menghadapi peristiwa tersebut mereka mengalami periode bergantian memahami dan memblok peristiwa. Faktor perilaku menekankan adanya dua fase dalam perkembangannya. Pertama, trauma yang menimbulkan respon takut dan pembelajaran klasik sebagai stimulus yang dipelajari. Kedua, melalui pembelajaran instrumental, stimulus yang dipelajari mencetuskan respon takut yang bebas dari stimulus asal yang tidak dipelajari dengan pengembangan pola penghindaran. Sejumlah penerima bantuan sekunder dari dunia luar (kompensasi keuangan, peningkatan perhatian/simpati, pemuasan kebutuhan) dapat menyokong gangguan dan penetapan gangguan. 3 d. Faktor Biologis Gejala-gejala gangguan stress pasca trauma timbul sebagai akibat dari respon biologik dan psikologik seorang individu karena aktivitas dari beberapa sistem di otak yang berkaitan dengan timbulnya perasaan takut pada seseorang. Dalam hal ini, amigdala merupakan bagian otak yang sangat berperan besar. Amigdala akan mengaktivasi beberapa neurotransmiter serta bahan-bahan neurokimiawi di otak jika seseorang menghadapi peristiwa traumatik yang mengancam nyawa sebagai respon tubuh untuk menghadapi peristiwa tersebut. Sistem Simpatis dan Parasimpatis Akibat dari perangsangan pada sistem saraf simpatis segara setelah mengalami peristiwa traumatik, maka akan terjadi reaksi fight or flight Periode 28 April Mei

7 reaction.sistem saraf parasimpatis berupa membatasi reaksi sistem saraf simpatis pada beberapa jaringan tubuh, namun respon ini bekerja secara bebas dan tidak berkaitan dengan respon yang diberikan oleh sistem saraf simpatis. Ketekolamin berperan dalam menyediakan energi yang cukup dari beberapa organ vital tubuh dalam bereaksi terhadap tekanan tersebut. Katekolamin yang meningkat ini membuat individu tetap berada dalam kondisi siaga terus menerus. 5 Sejumlah studi menemukan peningkatan konsentrasi epinefrin urin 24 jam pada veteran dengan PTSD dan peningkatan katekolamin urin pada perempuan yang mengalami penyiksaan seksual. Pada PTSD, reseptor β-adrenergik limfosit dan α 2 trombosit mengalami downregulation, kemungkinan sebagi respon terhadap peningkatan kronis katekolamin. 3 Sistem Opioid Abnormalitas ditemukan dengan penurunan konsentrasi β-endorfin plasma pada penderita PTSD. Pada veteran perang yang mengalami PTSD menunjukkan efek analgesik reversibel dengan nalokson untuk stimulus yang berkaitan dengan perang sehingga meningkatkan kemungkinan hiperregulasi sistem opioid serupa dengan hiperregulasi aksis HPA. 3 Faktor Pelepas Kortikotropin dan Aksis Hipotalamus Hipofisis Adrenal Hormon kortisol berperan dalam menghentikan aktivasi sistem saraf simpatik dan beberapa sistem tubuh yang bersifat defentif tadi yang timbul akibat dari peristiwa traumatik yang dialami oleh individu tersebut. Dengan kata lain, hormon kortisol berperan dalam proses terminasi dari respon tubuh dalam menghadapi tekanan.jika hormon kortisol gagal menghentikan proses ini, maka aktivitas katekolamin akan tetap tinggi dan kondisi ini dikaitkan dengan terjadinya konsolidasi berlebihan dari ingatan-ingatan peristiwa traumatik yang dialami. Sejumlah studi menunjukkan konsentrasi kortisol bebas rendah pada plasma dan urin penderita PTSD. Terdapat pengingkatan reseptor glukortikoid pada limfosit dan percobaan dengan corticotropin releasing Periode 28 April Mei

8 hormone (CRF) eksogen menunjukkan respon adenocorticotropic hormone (ACTH)yang tumpul. 5 Sejumlah studi juga menemukan terjadinya hipersupresi kortisol pada pasien yang terpajan trauma dan mengalami PTSD dibandingkan dengan pasien yang terpajan trauma tetapi tidak mengalami PTSD. Secara keseluruhan hiperregulasi aksis HPA berbeda dengan aktivitas neuroendokrin yang biasa terlihat selama stress dan gangguan lainnya seperti depresi.pada studi hewan, stres berhubungan dengan perubahan struktural hipokampus dan pada studi pada veteran perang menunjukkan volume rata-rata yang lebih rendah pada regio hipokampus otak walaupun masih kontorversial. Perubahan struktural pada amygdala, juga menunjukkan perubahan area otak yang terkait dengan rasa takut. Studi pada depresi menujukkan efek serupa pada amigdala dan korteks prafrontal Gambaran Klinis Gambaran klinis dari PTSD adalah mengingat kembali suatu peristiwa yang traumatik, sehingga tampak dengan sengaja menghindari berbagai situasi atau kondisi yang akan mengingatkannya akan peristiwa tersebut, terlihat denganhilangnya emosi, serta keadaan terus terjaga yang cukup konstan. Penderita umumnya datang dengan keluhan berupa gejala-gejala depresi, ide bunuh diri, penarikan diri dari lingkungan sosialnya, kesulitan tidur, penyalahgunaan alkohol/zat adiktif lainnya, serta keluhan fisik yang lainnya (misalnya nyeri kolik, irritable bowel symptoms, dll). Pemeriksaan status mental sering mengungkapkan rasa bersalah, penolakan, dan cemooh. Pasien juga dapat menggambarkan keadaan disosiatif dan serangan panik, serta ilusi dan halusinasi. Uji kognitif menunjukkan hendaya memori dan perhatian.karakteristik dari peristiwa traumatik yang dialami juga dapat mempengaruhi reaksi psikologis yang akan terjadi, seperti: a. Durasi dan intensitas dari stresor yang dialami, Periode 28 April Mei

9 b. Derajatnya dalam kaitan dengan ancaman terhadap ancaman terhadap kehidupan seseorang, c. Berat ringannya kehilangan yang dialami (baik material maupun personal), d. Perilaku korban yang selamat pada waktu menghadapi peristiwa traumatik tersebut, misalnya apakah ia juga menyelamatkan orang lain pada saat kejadian atau dia hanya menyelamatkan diri sendiri. 3,5 2.8 Kriteria Diagnosis DSM (F43.10) Gangguan Stress Pasca Trauma Note: Kriteria ini digunakan untuk dewasa, remaja, dan anak di atas 6 tahun. A. Paparan terhadap ancaman atau kejadian kematian, cedera serius, atau kekerasan seksual, dari satu (atau lebih) kriteria di bawah ini: 1. Langsung mengalami kejadian traumatis. 2. Menjadi saksi mata, peristiwa tersebut terjadi pada orang lain. 3. Menghadapi kejadian traumatis yang terjadi pada keluarga dekat atau teman dekat. Pada kasus ancaman atau kejadian kematian pada keluarga atau teman, kejadian harus kekerasan atau kecelakaan. 4. Menghadapi paparan berulang atau ekstrim kejadian traumatis yang tidak diinginkan. Tidak termasuk paparan lewat media elektronik, televisi, film, atau gambar yang berhubungan dengan pekerjaan. B. Adanya satu (atau lebih) gejala intrusi yang berhubungan dengan kejadian traumatis, dimulai setelah kejadian traumatis terjadi: 1. Kejadian traumatis yang berulang, tidak disadari, dan menjadi ingatan yang mengganggu. Note: Pada anak di atas 6 tahun, mungkin ada mimpi buruk tanpa mengenali isi mimpinya. 2. Mimpi distres yang berulang yang mana isinya dan/atau mempengaruhi mimpi yang berhubungan dengan kejadian traumatis. Periode 28 April Mei

10 Note: Pada anak, mungkin ada mimpi buruk tanpa mengenali isi mimpinya 3. Reaksi disosiatif (misalnya: kilas balik) dengan berperilaku atau berperasaan seolah kejadian traumatis terjadi kembali. (Reaksi dapat terjadi berlanjut, dengan ekspresi paling ekstrim dari kehilangan total kesadaran akan keberadaan sekelilingnya) Note: Pada anak, peragaan trauma spesifik dapat terjadi dalam permainan. 4. Distres psikologis yang terjadi secara intens atau berkepanjangan jika berhadapan dengan hal atau simbol yang berkaitan dengan aspek peristiwa traumatik baik sebagian atau seluruhnya secara internal atau eksternal. 5. Reaksi fisiologis yang berhadapan dengan hal atau simbol yang berkaitan dengan aspek peristiwa traumatik baik sebagian atau seluruhnya secara internal atau eksternal. C. Perilaku penghindaran yang menetap terhadap stimulus yang berkaitan dengan peristiwa traumatik yang dialami dan disertai dengan satu atau kedua gejala di bawah ini: 1. Usaha menghindari ingatan, pikiran, atau perasaan tentang atau mendekati sesuatu yang berhubungan dengan kejadian traumatis. 2. Usaha untuk menghindari atau secara langsung menghindari pengingat eksternal (orang, tempat, pembicaraan, aktivitas, objek, situasi) yang menghidupkan ingatan, pikiran, atau perasaan tentang atau mendekati sesuatu yang berhubungan dengan kejadian traumatis. D. Perubahan negatif ada kognitif, dan mood yang berhubungan dengan kejadian traumatis, diawali atau bertambah parah setelah kejadian traumatis terjadi, yang ditunjukkan dengan dua (atau lebih) gejala di bawah ini: Periode 28 April Mei

11 1. Ketidakmampuan untuk mengingat aspek penting kejadian traumatis (biasa berhubungan dengan amnesia disosiatif dan tidak dipengaruhi faktor lain seperti cedera kepala, alkohol, atau obat-obatan). 2. Kepercayaan yang persisten atau berlebihan atau ekspektasi tentang seseorang, orang lain, atau dunia (contoh: Saya buruk, Tidak ada orang mempercayai saya, Dunia sangat berbahaya, Seluruh sistem saraf saya tidak bekerja permanen ). 3. Gangguan kesadaran menetap tentang penyebab atau hasil dari kejadian traumatis yang menyebabkan individu menyalahkan diri sendiri atau orang lain. 4. Emosi negatif yang menetap (contoh: ketakutan, horor, kemarahan, perasaan bersalah, rasa malu). 5. Penurunan jelas akan ketertarikan atau partisipasi dalam aktivitas 6. Merasa asing atau terpisah dari sekitarnya. 7. Ketidakmampuan untuk mengekspresikan emosi positif (contoh: tidak dapat merasakan kebahagiaan, kepuasan, atau rasa sayang). E. Kemunduran yang jelas pada kewaspadaan dan reaksi yang berhubungan dengan kejadian traumatis, diawali atau bertambah parah setelah kejadian traumatis terjadi, yang ditandai dengan dua (atau lebih) gejala di bawah ini: 1. Perilaku gelisah dan mudah mengalami ledakan kemarahan (dengan sedikit atau tanpa provokasi) yang ditandai dengan perkataan maupun perbuatan pada orang lain atau objek tertentu. 2. Perilaku sembrono atau merusak diri sendiri. 3. Hypervigilance (peningkatan kewaspadaan). 4. Respon terkejut yang berlebihan. 5. Kesulitan berkonsentrasi. 6. Gangguan tidur. Periode 28 April Mei

12 F. Durasi dari gangguan (Kriteria B, C, D, dan E) terjadi lebih dari satu bulan. G. Gangguan menyebabkan penderitaan atau hendaya dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya. H. Gangguan tidak disebabkanoleh efek fisiologis dari zat (obat-obatan, alkohol) atau kondisi medik umum lainnya. Tentukanjika: Dengan gejala disosiatif: gejala individu memenuhi kriteria PTSD dan sebagai respon terhadap stresor, individu juga mengalami gejala menetap atau berulang seperti di bawah ini: 1. Depersonalisasi:Pengalaman menetap atau berulang subjektif bahwa dirinya terasa tidak nyata, asing, atau tidak familiar. 2. Derealisasi: Pengalaman menetap atau berulang sebjektif terhadap lingkungan yang tidak nyata. Note: Untuk menggunakan subtipe ini, gejala disosiatif harus tidak merupakan efek fisiologis dari zat atau kondisi medis umum. Tentukan:Dengan Ekpresi Tertunda: Jika seluruh diagnostik tidak ditemui minimal 6 bulan (walaupun onset maupun gejala terjadi langsung). Gangguan Stress Pasca Trauma Pada Anak 6 Tahun A. Pada anak 6 tahun, paparan terhadap ancaman atau kejadian kematian, cedera serius, atau kekerasan seksual, dari satu (atau lebih) kriteria di bawah ini: 1. Langsung mengalami kejadian traumatis. 2. Menjadi saksi mata, peristiwa tersebut terjadi pada orang lain. 3. Menghadapi kejadian traumatis yang terjadi pada orang tua atau perawatnya. B. Adanya satu (atau lebih) gejala intrusi yang berhubungan dengan kejadian traumatis, dimulai setelah kejadian traumatis terjadi: Periode 28 April Mei

13 1. Kejadian traumatis yang berulang, tidak disadari, dan menjadi ingatan yang mengganggu. 2. Mimpi distres yang berulang yang mana isinya dan/atau mempengaruhi mimpi yang berhubungan dengan kejadian traumatis. 3. Reaksi disosiatif (misalnya: kilas balik) dengan berperilaku atau berperasaan seolah kejadian traumatis terjadi kembali. (Reaksi dapat terjadi berlanjut, dengan ekspresi paling ekstrim dari kehilangan total kesadaran akan keberadaan sekelilingnya). 4. Distres psikologis yang terjadi secara intens atau berkepanjangan jika berhadapan dengan hal atau simbol yang berkaitan dengan aspek peristiwa traumatik baik sebagian atau seluruhnya secara internal atau eksternal. 5. Reaksi fisiologis yang berhadapan dengan hal atau simbol yang berkaitan dengan aspek peristiwa traumatik baik sebagian atau seluruhnya secara internal atau eksternal C. Satu (atau lebih) gejala di bawah ini, baik penghindaran menetap yang berhubungan dengan kejadian traumatis, maupun kemunduran negatif kognitif dan mood berhubungan dengan kejadian traumatis, harus ada, dimulai atau bertambah parah setelah kejadian: Penghindaran Stimulus Menetap 1. Usaha menghindari ingatan, pikiran, atau perasaan tentang atau mendekati sesuatu yang berhubungan dengan kejadian traumatis. 2. Usaha untuk menghindari atau secara langsung menghindari pengingat eksternal (orang, tempat, pembicaraan, aktivitas, objek, situasi) yang menghidupkan ingatan, pikiran, atau perasaan tentang atau mendekati sesuatu yang berhubungan dengan kejadian traumatis Kemunduran Negatif Kognitif 3. Frekuensi emosi negatif yang meningkat. 4. Penurunan jelas akan ketertarikan atau partisipasi dalam aktivitas, termasuk pembatasan bermain. 5. Perilaku menarik diri. Periode 28 April Mei

14 6. Kemunduran menetap ekspresi emosi positif. D. Kemunduran yang jelas pada kewaspadaan dan reaksi yang berhubungan dengan kejadian traumatis, diawali atau bertambah parah setelah kejadian traumatis terjadi, yang ditandai dengan dua (atau lebih) gejala di bawah ini: 1. Perilaku gelisah dan mudah mengalami ledakan kemarahan (dengan sedikit atau tanpa provokasi) yang ditandai dengan perkataan maupun perbuatan pada orang lain atau objek tertentu. 2. Hypervigilance (peningkatan kewaspadaan) 3. Respon terkejut yang berlebihan 4. Kesulitan berkonsentrasi 5. Gangguan tidur E. Durasi dari gangguan terjadi lebih dari satu bulan. F. Gangguan menyebabkan penderitaan atau hendaya dengan orang tua, saudara kandung, teman main, atau perawat atau dengan perilaku sekolah. G. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari zat (obat-obatan, alkohol) atau kondisi medik umum lainnya. Tentukanjika: Dengan gejala disosiatif: gejala individu memenuhi kriteria PTSD dan sebagai respon terhadap stresor, individu juga mengalami gejala menetap atau berulang seperti di bawah ini: 1. Depersonalisasi:Pengalaman menetap atau berulang subjektif bahwa dirinya terasa tidak nyata, asing, atau tidak familiar. 2. Derealisasi: Pengalaman menetap atau berulang sebjektif terhadap lingkungan yang tidak nyata. Note: Untuk menggunakan subtipe ini, gejala disosiatif harus tidak merupakan efek fisiologis dari zat atau kondisi medis umum. Tentukan: Periode 28 April Mei

15 Dengan Ekpresi Tertunda: Jika seluruh diagnostik tidak ditemui minimal 6 bulan (walaupun onset maupun gejala terjadi langsung) PPDGJ-III F43.1 Diagnosis baru ditegakkan bilamana gangguan ini timbul dalam kurun waktu 6 bulan setelah kejadian traumatik berat (masa laten yang berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa bulan, jarang sampai melampai 6 bulan). Kemungkinan diagnosis masih dapat ditegakkan apabila tertundanya waktu mulai saat kejadian dan awitan gangguan melebihi waktu 6 bulan, asal saja manifestasi klinisnya adalah khas dan tidak didapat alternatif ketegori lainnya Sebagai bukti tambahan selain trauma, harus didapatkan bayang-bayang atau mimpi-mimpi dari kejadian traumatik tersebut secara berulang kembali (flashback) Gangguan otonomik, gangguan afek dan kelainan tingkah laku semuanya dapat mewarnai diagnosis tetapi tidak khas Suatu sequelae menahun yang terjadi lambat setelah stress yang luar biasa, misalnya saja beberapa puluh tahun setelah trauma diklasifikasikan dalam kategori F62.0 (perubahan kepribadian yang berlangsung lama setelah mengalami katastrofa) Diagnosis Banding Kunci dari diagnosis PTSD yang tepat adalah pemeriksaan yang teliti dari waktu timbulnya gejala dengan suatu kejadian traumatik sebelumnya. Pasien sering menunjukkan reaksi kompleks terhadap trauma, sehingga klinisi harus hati-hati dalam menentukan PTSD dengan sindrom lain. a. Gangguan Penyesuaian Pada gangguan penyesuaian, penyebab stress bisa melebihi keparahan yang terdapat pada kriteria A PTSD. Diagnosis dari gangguan penyesuaian digunakan ketika respon dari penyebab stress sesuai dengan kriteria A PTSD namun tidak sesuai dengan kriteria PTSD lainnya (atau kriteria gangguan mental lainnya). Gangguan penyesuaian juga dapat didiagnosis ketika pola gejala PTSD yang terjadi dalam menghadapi penyebab stress tidak sesuai dengan kriteria A PTSD. b. Gangguan dan Kondisi Pasca Trauma Lainnya Periode 28 April Mei

16 Tidak semua psikopatologi yang terjadi pada suatu individu yang terkena penyebab stress yang ekstrim harus dikaitkan dengan PTSD. Diagnosis memerlukan paparan terhadap trauma yang mendahului onset atau eksaserbasi dari gejala yang bersangkutan. Selain itu, jika pola respon gejala terhadap penyebab stress yang ekstrim sesuai dengan kriteria gangguan mental lainnya, diagnosis ini harus diberikan, atau sebagai tambahan pada PTSD. Diagnosis dan keadaan lain tidak termasuk jika keadaan itu lebih baik disebut PTSD. Jika parah, pola respon gejala terhadap penyebab stress yang ekstrim mungkin memerlukan diagnosis terpisah. c. Gangguan Stress Akut Gangguan stress akut dapat dibedakan dari PTSD karena pola gejala pada gangguan stress akut terbatas pada durasi 3 hari sampai 1 bulan mengikuti suatu paparan kejadian traumatis. d. Gangguan Cemas dan Gangguan Obsesif Kompulsif Pada OCD, terdapat suatu pikiran mengganggu yang berulang, dan sesuai dengan definisi dari obsesi. Sebagai tambahan, pikiran mengganggu itu tidak terkait dengan suatu kejadian traumatis, biasanya juga terdapat kompulsi, sedangkan gejala PTSD atau gangguan stress akut tidak ditemukan. Bukan merupakan bangkitan dan gejala disosiatif terhadap gangguan panik maupun penghindaran, gelisah, dan kecemasan dari gangguan cemas yang terkait dengan suatu kejadian traumatis. Gejala gangguan kecemasan terhadap perpisahan secara jelas terkait seperti berada jauh dari rumah atau keluarga daripada terhadap suatu kejadian yang traumatis. e. Gangguan Depresif Mayor Gangguan depresi mayor dapat atau tidak dapat didahului dengan suatu kejadian traumatis dan dapat didiagnosis bila gejala PTSD lainnnya tidak ditemukan. Secara spesifik, gangguan depresi mayor tidak sesuai dengan gejala Kriteria B dan C dari PTSD. Juga tidak mencakup sejumlah gejala dari Kriteria D atau E dari PTSD. f. Gangguan Kepribadian Kesulitan interpersonal pada onsetnya atau pada eksaserbasi, setelah paparan kejadian traumatik dapat diindikasikan sebagai PTSD daripada gangguan kepribadian. g. Gangguan Disosiatif Periode 28 April Mei

17 Amnesia disosiatif, gangguan identitas disosiatif, dan gangguan depersonalisasi derealisasi dapat/tidak dapat didahului oleh paparan kejadian traumatik atau dapat/tidak dapat terjadi bersamaan dengan gejala PTSD. Ketika seluruh kriteria PTSD ditemui, dapat juga dipertimbangan subtipe PTSD dengan gejala disosiatif. h. Gangguan Konversi (Gejala Gangguan Neurologis Fungsional) Onset baru dari gejala somatik pada distres pascatrauma dapat diindikasikan sebagai PTSD dibandingkan dengan gangguan gejala neurologis fungsional/gangguan konversi (gejala gangguan neurologis fungsional). i. Gangguan Psikotik Kilas balik PTSD harus dibedakan dengan ilusi, halusinasi, dan gangguan persepsi yang terjadi pada skizofrenia, gangguan psikotik singkat, dan gangguan psikotik lainnya; gangguan depresif dan bipolar dengan gejala psikotik; delirium; gangguan terkait zat/obat; dan gangguan psikotik terkait kondisi medis j. Cedera Otak Traumatik. Ketika cedera otak terjadi dalam konteks kejadian traumatis (misalnya: Kecelakaan traumatis, ledakan bom, trauma akselerasi dan deselerasi), gejala dari PTSD mungkin timbul. Suatu kejadian yang menyebabkan trauma kepala dapat merupakan kejadian traumatis psikologis. Gejala sebelumnya disebut postkonkusi (misalnya: sakit kepala, pusing, sensitif terhadap cahaya dan suara, gelisah, dan kurang konsentrasi) dapat terjadi pada cedera otak dan pada populasi yang bukan cedera otak, termasuk pada individu dengan PTSD. Karena gejala dari PTSD dan TBI (Traumatic Brain Injury) yang terkait gejala neurokognitif dapat saling tumpang tindih, diagnosis banding antara PTSD dan gangguan gejala neurokognitif yang disebabkan oleh TBI mungkin dapat berdasarkan adanya gejala yang dibedakan dari setiap presentasi. Sebaliknya mengulang kembali dan menghindar adalah karakteristik dari PTSD dan bukan merupakan efek dari TBI, disorientasi menetap dan kebingungan lebih spesifik untuk TBI (efek neurokognitif) daripada PTSD Penatalaksanaan Pendekatan paling penting pada pasien trauma adalah dengan memberi dukungan dan semangat untuk membicarakan kejadian dan memberikan pengajaran Periode 28 April Mei

18 mengenai berbagai mekanisme koping. Pemberian obat sedatif dan hipnotik juga dapat membantu. 3 Berdasarkan rekomendasi dari Expert Consensus Panels for PTSD, tatalaksana gangguan stress pasca trauma sebaiknya mempertimbangkan beberapa aspek dibawah ini: 1. Gangguan stress pasca trauma merupakan suatu gangguan yang kronik dan berulang dangan gangguan-gangguan jiwa serius lainnya 2. Antidepresan golongan penghambat selektif dari ambilan serotonin/ssri merupakan obat pilihan pertama kasus ini 3. Terapi yang efektif harus dilanjutkan paling sedikit 12 bulan 4. Exposure threrapy merupaka terapi dengan pendekatan psikososial terbaik yang dianjurkan dan sebaiknya dianjurkan selama 6 bulan. 5 a. Farmakoterapi Lini pertama terapi PTSD adalah Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs), seperti Sertraline (Zoloft) dan Paroxetine (Paxil), karena keberhasilan, tingkat tolerir, dan juga tingkat keamanan obat itu.ssri mengurangi semua gejala PTSD dan sangat efektif dalam memperbaiki gejala khas PTSD, tidak hanya gejala yang mirip depresi atau gangguan ansietas lainnya. Dosis SSRI yang sering digunakan seperti Fluoxetin mg/hr, Sertaline mg/hr atau Fluvoxamine mg/hr.buspirone (BuSpar) adalah obat serotonergik yang juga bisa dipakai. Kemampuan dari obat golongan trisiklik, yaitu Imipramine (Tolfanil) dan juga Amitriptyline (Elavil) juga didukung oleh beberapa percobaan walaupun beberapa percobaan ditemukan temuan negatif, seperti kecacatan desain penelitian yang serius seperti percobaan yang terlalu singkat.dosis Imipramine dan Amytriptilin yang yang biasa digunakanadalah Amiltriplin mg/hr dan Imipramin mg/hr dan lama waktu percobaan pemberian minimal 8 minggu, pasien yang merespon pengobatan dengan baik harus melanjutkan terapi paling tidak 1 tahun sebelum dicoba untuk menghentikan percobaan. Obat-obat lain yang mungkin bermanfaat pada PTSD adalah Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs); (misalnya: Phenelzine (Nardil)), Trazodone (Desyrel), dan anti-konvulsan (misalnya: Karbamazepine (Tegretol), Valproate (Depakene). Pada beberapa penelitian pemberian Reversible Monoamine Periode 28 April Mei

19 Oxidase Inhibitors (RIMAS) juga bermanfaat memberikan perbaikan pada pasien PTSD. Penggunaan agen anti-adrenergic seperti Clonidine (Catapres) dan Propranolol (Inderal), direkomendasikan karena teori hiperaktivitas noradrenergik pada gangguan ini. Tidak ada data positif yang mendukung penggunaan obat anti psikotik (misalnya: Haloperidol (Haldol), sehingga penggunaan obat ini digunakan untuk kontrol jangka pendek pada agresif yang parah dan juga agitasi. 3,5 b. Psikoterapi Intervensi psikoterapi pada PTSD adalah terapi tingkah laku, terapi kognitif, dan juga hypnosis. Psikoterapi psikodinamik mungkin bermanfaat pada pengobatan orang dengan PTSD. Pada beberapa penelitian, rekonstruksi dari peristiwa traumatik dengan cara abreaksi dan catharsis mungkin bisa menjadi salah satu terapi, tetapi psikoterapi itu sendiri harus tergantung dengan tiap individual itu sendiri karena pada beberapa orang mengulang kembali kejadian bisa membuat menjadi sangat tertekan.terapi psikoterapi biasanya memerlukan pendekatan secara kognitif dan juga menyediakan dukungan dan juga perasaan aman Psikoterapi jangka pendek juga meminimalisasi ketergantungan dan juga kemungkinan PTSD menjadi kronik. Perasaan seperti perasaan curiga, paranoid, dan kepercayaan sering mempengaruhi kepatuhan pasien dalam terapi.terapis harus menanggulangi perasaan menyangkal pasien dari kejadian traumatis, meyakinkan mereka untuk bersantai, dan juga menjauhkan mereka dari sumber stress. Pasien harus disarankan untuk tidur dan minum obat-obatan jika perlu. Dukungan dari orang-orang di sekitar lingkungan juga sangat diperlukan seperti dari keluarga dan teman. Pasien harus diyakinkan untuk mengingat kembali dan juga melakukan abreaksi emosional terhadap peristiwa traumatis yang telah dialami dan melakukan rencana untuk pemulihan di kemudian hari. Abreaksi yaitu mengalami emosi yang berkaitan dengan kejadian traumatis mungkin bisa bermanfaat untuk beberapa orang. Wawancara dengan Amobarbital (Amytal) telah digunakan untuk mempermudah proses ini.psikoterapi pascatrauma harus mengikuti model intervensi dengan dukungan, edukasi, peningkatan mekanisme koping, dan penerimaan terhadap peristiwa itu. Ketika PTSD telah timbul, pendekatan dapat dilakukan dengan 2 cara, yang Periode 28 April Mei

20 pertama yaitu pajanan terhadap peristiwa traumatis melalui teknik membayangkan atau pajanan in vivo.pajanan dapat diberikan secara intens, sebagai terapi implosif, atau secara bertingkat yaitu melalui desensitisasi sistematik. Pendekatan yang kedua adalah pendekatan dengan mengajari pasien metode mengendalikan stress, seperti dengan cara teknik relaksasi, dan pendekatan kognitif untuk menghadapi stress. Beberapa data menunjukkan psikoterapi dengan manajemen stress efektif lebih cepat daripada pendekatan dengan teknik pajanan, tetapi hasil terapi dengan teknik pajanan bisa bertahan lebih lama. Psikoterapi lain yang relatif baru dan kontroversial adalah dengan eye movement desensitization and reprocessing (EMDR), yaitu dengan cara pasien fokus pada gerakan lateral jari terapis dengan tetap membayangkan peristiwa trauma yang pernah terjadi. Kepercayaan umum bahwa gejala dapat dikurangi dengan cara mengingat peristiwa traumatis saat dalam keadaan relaksasi dalam. Penggagas dari terapi ini mengatakan bahwa terapi ini lebih efektif daripada terapi PTSD lainnya, dan terapi ini lebih disukai baik klinisi maupun pasien yang telah mencoba terapi ini. Selain terapi individual, terapi kelompok atau terapi keluarga juga dilaporkan efektif dalam menanggulangi PTSD. Keuntungan dari terapi berkelompok adalah saling berbagi pengalaman mengenai peristiwa traumatis yang telah dialami sebelumnya dan juga dukungan dari sesama anggota kelompok. Terapi keluarga biasanya membantu mempertahankan perkawinan ketika gejala PTSD ini memberat. Rawat inap dibutuhkan ketika gejala yang timbul sangat berat atau beresiko untuk bunuh diri ataupun kemungkinan kekerasan lainnya Prognosis Gejala PTSD biasa muncul setelah kejadian traumatis, bisa tertunda mulai dari 1 minggu atau hingga 30 tahun, dengan fluktuasi dari waktu ke waktu dan menjadi paling intens pada periode stress. Jika tidak diobati, sekitar 30% pasien akan menjadi pulih kembali, 40% berlanjut memiliki gejala ringan, 20% berlanjut dengan gejala sedang, dan 10% tidak akan mengalami perubahan gejala atau bahkan bertambah buruk. Setelah 1 tahun, sekitar 50% dari pasien akan menjadi pulih. Periode 28 April Mei

21 Prognosis yang baik dapat terlihat pada onset gejala yang cepat, kurang dari 6 bulan, fungsi premorbid yang baik, dukungan sosial yang kuat, dan tidak adanya gangguan psikiatri, medis, atau gangguan terkait zat lain atau faktor resiko lainnya.orang yang sangat muda dan sangat tua biasanya lebih mengalami kesulitan ketika menghadapi trauma daripada orang dengan umur pertengahan. 3 Periode 28 April Mei

22 BAB III KESIMPULAN Gangguan stress pascatrauma (posttraumatic stress disorder PTSD) adalah suatu sindrom yang timbul setelah seseorang melihat, terlibat didalam, atau mendengar stresor traumatik yang ekstrim dan bereaksi terhadap pengalaman tersebut dengan rasa takut dan tidak berdaya, sehingga mereka secara menetap menghidupkan kembali peristiwa tersebut, dan mencoba menghindari mengingat hal itu. Insiden menderita PTSD sepanjang hidup diperkirakan sekitar 9-15% dan prevalensi seumur hidupnya sekitar 8% populasi umum.ptsd dapat terjadi pada usia berapapun dengan prevalensi tersering dewasa muda akibat pajanan situasi penginduksi. Faktor resiko PTSD bermacam-macam tergantung dari pretraumatik, peritraumatik dan posttraumatik. Patogenesis PTSD tergantung pada setiap etiologi. Etiologi PTSD meliputi: stressor, faktor psikodinamik, faktor perilaku kognitif dan faktor biologis. Penderita umumnya datang dengan keluhan berupa gejala-gejala depresi, ide bunuh diri, penarikan diri dari lingkungan sosialnya, kesulitan tidur, penyalahgunaan alkohol/zat adiktif lainnya, serta keluhan fisik yang lainnya.pemeriksaan status mental sering mengungkapkan rasa bersalah, penolakan, dan cemooh.kriteria diagnosis PTSD dengan menggunakan DSM V atau PPDGJ III. Pendekatan paling penting pada pasien trauma adalah dengan memberi dukungan dan semangat untuk membicarakan kejadian dan memberikan pengajaran mengenai berbagai mekanisme koping. Pemberian obat sedatif dan hipnotik juga dapat membantu.lini pertama terapi PTSD adalah Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs), seperti Sertraline (Zoloft) dan Paroxetine (Paxil). Jika tidak diobati, sekitar 30% pasien akan menjadi pulih kembali, 40% berlanjut memiliki gejala ringan, 20% berlanjut dengan gejala sedang, dan 10% tidak akan mengalami perubahan gejala atau bahkan bertambah buruk. Setelah 1 tahun, sekitar 50% dari pasien akan menjadi pulih. Periode 28 April Mei

23 DAFTAR PUSTAKA 1. Melinda Smith MA and Jeanne Segal, Ph. D. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). [Updated March 2014, Cited May 5 th 2014]. Available from: m 2. American Psychological Association. Post Traumatic Stress Disorder. [Updated 2014, Cited May 5 th 2014]. Available from: 3. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Kaplan & Sadock s Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10 th ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins; American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 5 th ed. USA: American Psychiatric Publishing; Elvira SD. Buku Ajar Psikiatri UI. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; Departemen Kesehatan.Direktorat Jendral Pelayanan Medik.Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa, di Indonesia III.Jakarta: Departemen Kesehatan;1993. Periode 28 April Mei

PTSD POSTTRAUMATIC STRESS DISORDER

PTSD POSTTRAUMATIC STRESS DISORDER PTSD POSTTRAUMATIC STRESS DISORDER Pembimbing: dr.ira Savitri Tanjung, Sp.KJ (K) Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa, Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha Periode

Lebih terperinci

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA Pembimbing : Dr. Prasilla, Sp KJ Disusun oleh : Kelompok II Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta cemas menyeluruh dan penyalahgunaan zat. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)

Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) Oleh : Husna Nadia 1102010126 Pembimbing : dr Prasila Darwin, SpKJ DEFINISI PTSD : Gangguan kecemasan yang dapat terjadi setelah mengalami /menyaksikan suatu peristiwa

Lebih terperinci

GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA

GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA MAKALAH DISKUSI TOPIK GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA Disusun oleh: NUR RAHMAT WIBOWO I11106029 KELOMPOK: VIII KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN Gangguan stres akut (juga disebut shock psikologis, mental shock, atau sekedar shock) adalah sebuah kondisi psikologis yang timbul sebagai tanggapan terhadap peristiwa yang mengerikan.

Lebih terperinci

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER Workplan POST TRAUMATIC STRESS DISORDER Oleh: RIDHA MAWADDAH 0907101010116 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA/BLUD RUMAH SAKIT JIWA BANDA ACEH 2014 POST TRAUMATIC STRESS DISORDER Definisi Posttraumatic

Lebih terperinci

Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma

Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma Materi ini merupakan salah satu bahan kuliah online gratis bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa dan perawat pendamping Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma Oleh: Tirto Jiwo Juni 2012 Tirto Jiwo

Lebih terperinci

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER POST TRAUMATIC STRESS DISORDER 1. Definisi Gangguan stress pasca trauma merupakan sindrom kecemasan, labilitas otonomik, dan mengalami kilas balik dari pengalaman yang amat pedih setelah stress fisik maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran. Istilah kompulsi menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk melakukan

Lebih terperinci

REFERAT GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA

REFERAT GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA REFERAT GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA Oleh: Nurul Syahidah Binti Muhamad Zaki 11-2013-330 Pembimbing: Dr. Ratna Mardiati, Sp.KJ BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT CIBUBUR FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kedaruratan Psikiatri Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik

Lebih terperinci

GANGGUAN STRESS PASCATRAUMA

GANGGUAN STRESS PASCATRAUMA GANGGUAN STRESS PASCATRAUMA Definisi Stress adalah ketegangan fisiologis atau psikologis yang disebabkan oleh rangsangan merugikan, fisik, mental atau emosi, internal atau eksternal, yang cenderung mengganggu

Lebih terperinci

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER Work Plan POST TRAUMATIC STRESS DISORDER Pembimbing: dr.malawati, Sp. KJ Disusun Oleh : T. Okky Radhinal Akhyar 0907101010075 BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Depresif Mayor Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing masing individu. Diagnostic

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS DEFINISI Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di kota-kota besar tiap tahunnya menyebabkan kebutuhan akan transportasi juga semakin meningkat.

Lebih terperinci

Gangguan Terkait dengan Stres

Gangguan Terkait dengan Stres Gangguan Terkait dengan Stres Oleh : M. Faisal Idrus Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti mata kuliah ini diharapkan mahasiswa dapat : 1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan stres? 2. Menjelaskan reaksi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.

Lebih terperinci

Adhyatman Prabowo, M.Psi

Adhyatman Prabowo, M.Psi Adhyatman Prabowo, M.Psi SOLO,2011 KOMPAS.com Beberapa korban bom bunuh diri yang terjadi di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo, mengaku masih mengalami trauma. Korban masih merasa takut

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar dulunya dikenal sebagai gangguan manik

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar dulunya dikenal sebagai gangguan manik BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Gangguan bipolar dulunya dikenal sebagai gangguan manik depresif, yaitu gangguan kronik dari regulasi mood yang dihasilkan pada episode depresi dan mania. Gejala psikotik mungkin

Lebih terperinci

Dua komponennya yaitu kesadaran akan sensasi fisiologis dan kesadaran bahwa ia gugup

Dua komponennya yaitu kesadaran akan sensasi fisiologis dan kesadaran bahwa ia gugup Gangguan Anxietas Gangguan jiwa paling umum di seluruh dunia Dua komponennya yaitu kesadaran akan sensasi fisiologis dan kesadaran bahwa ia gugup Mengganggu proses pembelajaran Anxietas patologis: prevalensi

Lebih terperinci

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Artikel PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Mardiya Depresi merupakan penyakit yang cukup mengganggu kehidupan. Saat ini diperkirakan ratusan juta jiwa penduduk di dunia menderita depresi. Depresi dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang 1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar belakang Penderita gangguan jiwa dari tahun ke tahun semakin bertambah. Sedikitnya 20% penduduk dewasa Indonesia saat ini menderita gangguan jiwa,, dengan 4 jenis penyakit

Lebih terperinci

Gangguan Mental Terkait Trauma. Pusat Kajian Bencana dan Tindak Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI/RSCM

Gangguan Mental Terkait Trauma. Pusat Kajian Bencana dan Tindak Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI/RSCM Gangguan Mental Terkait Trauma Pusat Kajian Bencana dan Tindak Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI/RSCM Gangguan Mental setelah Trauma Trauma 2 minggu 1 bulan 2 bulan 6 bulan Reaksi stres akut Berkabung

Lebih terperinci

16/02/2016 ASKEP KEGAWATAN PSIKIATRI MASYKUR KHAIR TENTAMEN SUICIDE

16/02/2016 ASKEP KEGAWATAN PSIKIATRI MASYKUR KHAIR TENTAMEN SUICIDE ASKEP KEGAWATAN PSIKIATRI MASYKUR KHAIR TENTAMEN SUICIDE 1 Definisi Suicidum (bunuh diri) adalah kematian yang dengan sengaja dilakukan oleh diri sendiri. Tentamen suicidum (percobaan bunuh diri) adalah

Lebih terperinci

GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI. Pembimbing: Dr. M. Surya Husada Sp.KJ. disusun oleh: Ade Kurniadi ( )

GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI. Pembimbing: Dr. M. Surya Husada Sp.KJ. disusun oleh: Ade Kurniadi ( ) GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI Pembimbing: Dr. M. Surya Husada Sp.KJ disusun oleh: Ade Kurniadi (080100150) DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI

Lebih terperinci

EMOSI, STRES DAN KESEHATAN. Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., psi

EMOSI, STRES DAN KESEHATAN. Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., psi EMOSI, STRES DAN KESEHATAN Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., psi unita@ub.ac.id http://www.youtube.com/watch?v=4kbsrxp0wik Respon Perilaku Terhadap Stimuli Emosional Fight vs Flight Fight and Flight Sebagian

Lebih terperinci

Oleh: Raras Silvia Gama Pembimbing: dr. Justina Evy Tyaswati, Sp. KJ

Oleh: Raras Silvia Gama Pembimbing: dr. Justina Evy Tyaswati, Sp. KJ Oleh: Raras Silvia Gama 082011101038 Pembimbing: dr. Justina Evy Tyaswati, Sp. KJ SMF Ilmu Kesehatan Jiwa RSD dr.soebandi Fakultas Kedokteran Universitas Jember 2013 Gangguan Obsesif-kompulsif Gangguan

Lebih terperinci

GAMBARAN KLINIS GANGGUAN KECEMASAN

GAMBARAN KLINIS GANGGUAN KECEMASAN GAMBARAN KLINIS GANGGUAN KECEMASAN Definisi Suatu sinyal yang menyadarkan, memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang untuk mengambil tindakan 2 Beda kecemasan dan ketakutan

Lebih terperinci

BIPOLAR. Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ

BIPOLAR. Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ BIPOLAR Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ Definisi Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta

Lebih terperinci

IPAP PTSD Tambahan. Pilihan penatalaksanaan: dengan obat, psikososial atau kedua-duanya.

IPAP PTSD Tambahan. Pilihan penatalaksanaan: dengan obat, psikososial atau kedua-duanya. IPAP PTSD Tambahan Prinsip Umum I. Evaluasi Awal dan berkala A. PTSD merupakan gejala umum dan sering kali tidak terdiagnosis. Bukti adanya prevalensi paparan trauma yang tinggi, (termasuk kekerasan dalam

Lebih terperinci

Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi 2013

Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kecemasan adalah suatu penyerta yang normal dari pertumbuhan, dari perubahan, dari pengalaman sesuatu yang baru dan belum dicoba, dan dari penemuan identitasnya sendiri

Lebih terperinci

Gangguan Suasana Perasaan. Dr. Dharmawan A. Purnama, SpKJ

Gangguan Suasana Perasaan. Dr. Dharmawan A. Purnama, SpKJ Gangguan Suasana Perasaan Dr. Dharmawan A. Purnama, SpKJ Pendahuluan Mood : suasana perasaan yang pervasif dan menetap yang dirasakan dan memperngaruhi perilaku seseorang dan persepsinya terhadap dunianya.

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL A. Pengertian Isolasi social adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan

Lebih terperinci

REFERAT Gangguan Afektif Bipolar

REFERAT Gangguan Afektif Bipolar REFERAT Gangguan Afektif Bipolar Retno Suci Fadhillah,S.Ked Pembimbing : dr.rusdi Efendi,Sp.KJ kepaniteraanklinik_fkkumj_psikiatribungar AMPAI Definisi gangguan pada fungsi otak yang Gangguan ini tersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai

Lebih terperinci

JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001

JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001 JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Jiwa Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini depresi menjadi jenis gangguan jiwa yang paling sering dialami oleh masyarakat (Lubis, 2009). Depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Depresi 1. Definisi Depresi Depresi merupakan perasaan hilangnya energi dan minat serta timbulnya keinginan untuk mengakhiri hidup. Depresi biasanya disertai perubahan tingkat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres dan Jenis Stres Menurut WHO (2003) stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health,

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI ANSIETAS

PATOFISIOLOGI ANSIETAS PATOFISIOLOGI ANSIETAS Faktor Predisposisi (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa : 1. Peristiwa traumatik 2. Konflik emosional 3. Konsep diri terganggu 4. Frustasi 5. Gangguan

Lebih terperinci

PENYEBAB. Penyebab Obsesif Kompulsif adalah:

PENYEBAB. Penyebab Obsesif Kompulsif adalah: Penyakit Obsesif-Kompulsif ditandai dengan adanya obsesi dan kompulsi. Obsesi adalah gagasan, khayalan atau dorongan yang berulang, tidak diinginkan dan mengganggu, yang tampaknya konyol, aneh atau menakutkan.

Lebih terperinci

DAFTAR KOMPETENSI KLINIK

DAFTAR KOMPETENSI KLINIK Panduan Belajar Ilmu Kedokteran Jiwa - 2009 DAFTAR KOMPETENSI KLINIK Target Kompetensi Minimal Masalah Psikiatrik Untuk Dokter Umum: 1. Mampu mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan kasus psikiatrik

Lebih terperinci

A. Gangguan Bipolar Definisi Gangguan bipolar merupakan kategori diagnostik yang menggambarkan sebuah kelas dari gangguan mood, dimana seseorang

A. Gangguan Bipolar Definisi Gangguan bipolar merupakan kategori diagnostik yang menggambarkan sebuah kelas dari gangguan mood, dimana seseorang A. Gangguan Bipolar Definisi Gangguan bipolar merupakan kategori diagnostik yang menggambarkan sebuah kelas dari gangguan mood, dimana seseorang mengalami kondisi atau episode dari depresi dan/atau manik,

Lebih terperinci

Gangguan Bipolar. Febrilla Dejaneira Adi Nugraha. Pembimbing : dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ

Gangguan Bipolar. Febrilla Dejaneira Adi Nugraha. Pembimbing : dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ Gangguan Bipolar Febrilla Dejaneira Adi Nugraha Pembimbing : dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ Epidemiologi Gangguan Bipolar I Mulai dikenali masa remaja atau dewasa muda Ditandai oleh satu atau lebih episode

Lebih terperinci

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS TUJUAN Memahami pengertian bencana dan krisis Memahami penyebab terjadinya bencana Mengidentifikasi proses terjadinya bencana Mengidentifikasi respons individu terhadap

Lebih terperinci

EMOSI, STRES DAN KESEHATAN. Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., psi

EMOSI, STRES DAN KESEHATAN. Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., psi EMOSI, STRES DAN KESEHATAN Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., psi unita@ub.ac.id http://www.youtube.com/watch?v=4kbsrxp0wik JW Papez mengajukan ide bahwa respon emosional tergantung oleh sistem di forebrain

Lebih terperinci

DEPRESI. Oleh : dr. Moetrarsi, SKF, DTM&H, SpKJ

DEPRESI. Oleh : dr. Moetrarsi, SKF, DTM&H, SpKJ DEPRESI Oleh : dr. Moetrarsi, SKF, DTM&H, SpKJ Definisi Depresi ialah suatu penyakit episodik dimana gejala depresi dapat terjadi sendirian atau disertai oleh mania (penyakit manik-depresif atau bipolar)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER Lab/SMF Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman / RSKD Atma Husada Mahakam Refleksi Kasus POST TRAUMATIC STRESS DISORDER ` Oleh Dinar Wulan H. NIM 0910015051 Pembimbing dr. Denny

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan 2.1.1 Definisi Kecemasan adalah sinyal peringatan; memperingatkan akan adanya bahaya yang akan terjadi dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi

Lebih terperinci

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.

Lebih terperinci

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Pedologi Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Tipe-tipe Penganiayaan terhadap Anak Penganiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia adalah mahluk sosial yang terus menerus membutuhkan orang lain disekitarnya. Salah satu kebutuhannya adalah kebutuhan sosial untuk melakukan interaksi sesama

Lebih terperinci

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER (PTSD)

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER (PTSD) Work Plan POST TRAUMATIC STRESS DISORDER (PTSD) DISUSUN OLEH: FAUZAN LUTHFI AM 1307101030154 BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA RUMAH SAKIT JIWA BANDA ACEH 2014 1. Pendahuluan Kejadian luar biasa dalam kehidupaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kecemasan pada Mahasiswa Tingkat Pertama. Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kecemasan pada Mahasiswa Tingkat Pertama. Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan pada Mahasiswa Tingkat Pertama 2.1.1 Pengertian Kecemasan atau dalam Bahasa Inggris adalah anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kecelakaan lalu lintas yang cukup parah, bisa mengakibatkan cedera

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kecelakaan lalu lintas yang cukup parah, bisa mengakibatkan cedera 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Seseorang yang mengalami hal besar dalam hidupnya, seperti kecelakaan lalu lintas yang cukup parah, bisa mengakibatkan cedera sementara ataupun menetap pada

Lebih terperinci

Materi ini merupakan salah satu Bahan kuliah online gratis Bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa Dan perawat pendamping. Anxiety (kecemasan)

Materi ini merupakan salah satu Bahan kuliah online gratis Bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa Dan perawat pendamping. Anxiety (kecemasan) Materi ini merupakan salah satu Bahan kuliah online gratis Bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa Dan perawat pendamping Anxiety (kecemasan) Oleh: TirtoJiwo, Juni 2012 TirtoJiwo 1 Gelisah atau cemas

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS PSIKIATRI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS PSIKIATRI UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS PSIKIATRI Program Studi : Kedokteran Kode Blok : Blok 20 Blok : PSIKIATRI Semester : 5 Standar Kompetensi : Mampu memahami dan menjelaskan tentang

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih banyak daripada anak yang tidak mengalaminya, tetapi mereka memiliki gejala yang lebih sedikit dibandingkan

Lebih terperinci

GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF (F.42) gangguan kecemasan yang ditandai oleh pikiran-pikiran obsesif yang persisten dan

GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF (F.42) gangguan kecemasan yang ditandai oleh pikiran-pikiran obsesif yang persisten dan GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF (F.42) I. PENDAHULUAN Gangguan Obsesif kompulsif (Obsessive Compulsive Disorder OCD) adalah gangguan kecemasan yang ditandai oleh pikiran-pikiran obsesif yang persisten dan disertai

Lebih terperinci

Pendahuluan Masalah kesehatan jiwa sering terabaikan karena dianggap tidak menyebabkan kematian secara langsung. DALY (disability-adjusted adjusted li

Pendahuluan Masalah kesehatan jiwa sering terabaikan karena dianggap tidak menyebabkan kematian secara langsung. DALY (disability-adjusted adjusted li GANGGUAN ANXIETAS DAN DEPRESI SEBAGAI FAKTOR RISIKO PENYAKIT KARDIOVASKULER DAN PENATALAKSANAANNYA DI PELAYANAN PRIMER Carla R. Marchira Department of Psychiatry, Faculty of Medicine, Gadjah Mada University,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bunuh diri adalah masalah global. Dalam beberapa tahun terakhir, bunuh diri menjadi fenomena yang sering muncul dalam pemberitaan media cetak maupun media elektronik.

Lebih terperinci

Definisi Suatu reaksi organik akut dengan ggn utama adanya kesadaran berkabut (clouding of consciousness), yg disertai dengan ggn atensi, orientasi, m

Definisi Suatu reaksi organik akut dengan ggn utama adanya kesadaran berkabut (clouding of consciousness), yg disertai dengan ggn atensi, orientasi, m DELIRIUM Oleh : dr. H. Syamsir Bs, Sp. KJ Departemen Psikiatri FK-USU 1 Definisi Suatu reaksi organik akut dengan ggn utama adanya kesadaran berkabut (clouding of consciousness), yg disertai dengan ggn

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam ruang lingkup ilmu penyakit dalam, depresi masih sering terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena seringkali pasien depresi

Lebih terperinci

Sinonim : - gangguan mood - gangguan afektif Definisi : suatu kelompok ggn jiwa dengan gambaran utama tdptnya ggn mood yg disertai dengan sindroma man

Sinonim : - gangguan mood - gangguan afektif Definisi : suatu kelompok ggn jiwa dengan gambaran utama tdptnya ggn mood yg disertai dengan sindroma man Gangguan Suasana Perasaan Oleh : Syamsir Bs, Psikiater Departemen Psikiatri FK-USU 1 Sinonim : - gangguan mood - gangguan afektif Definisi : suatu kelompok ggn jiwa dengan gambaran utama tdptnya ggn mood

Lebih terperinci

Gangguan ini dapat ada pada semua usia dan lebih sering pada remaja. 1

Gangguan ini dapat ada pada semua usia dan lebih sering pada remaja. 1 BAB I PENDAHULUAN Gangguan penyesuaian merupakan gangguan jiwa yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit untuk penyakit medik ataupun operasi, namun jarang ada penelitiannya.

Lebih terperinci

Pendahuluan. Dr. Ika Widyawati, SpKJ(K)

Pendahuluan. Dr. Ika Widyawati, SpKJ(K) Pendahuluan Dr. Ika Widyawati, SpKJ(K) Maksud: memberikan cara bagi dokter & peneliti u/ mengorganisir pengamatannya bantuan kepada dokter dalam mengaji & dalam memformulasikan rekomendasi2 begi intervensi

Lebih terperinci

Diagnosis & Tatalaksana Gangguan Depresi & Anxietas di Layanan Kesehatan Primer Dr. Suryo Dharmono, SpKJ(K)

Diagnosis & Tatalaksana Gangguan Depresi & Anxietas di Layanan Kesehatan Primer Dr. Suryo Dharmono, SpKJ(K) Diagnosis & Tatalaksana Gangguan Depresi & Anxietas di Layanan Kesehatan Primer Dr. Suryo Dharmono, SpKJ(K) Yogyakarta, 11 Oct 2014 1 Prevalensi Ganguan Psikiatrik yang lazim di Komunitas dan Pelayanan

Lebih terperinci

PROSES TERJADINYA MASALAH

PROSES TERJADINYA MASALAH PROSES TERJADINYA MASALAH ` PREDISPOSISI PRESIPITASI BIOLOGIS GABA pada sistem limbik: Neurotransmiter inhibitor Norepineprin pada locus cereleus Serotonin PERILAKU Frustasi yang disebabkan karena kegagalan

Lebih terperinci

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia? Skizofrenia Skizofrenia merupakan salah satu penyakit otak dan tergolong ke dalam jenis gangguan mental yang serius. Sekitar 1% dari populasi dunia menderita penyakit ini. Pasien biasanya menunjukkan gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia merupakan individu yang berada pada tahapan dewasa akhir yang usianya dimulai dari 60 tahun keatas. Setiap individu mengalami proses penuaan terlihat dari

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Bipolar I Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Text Revision edisi yang ke empat (DSM IV-TR) ialah gangguan gangguan mood

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Bencana menurut Undang-Undang No.24 tahun 2007 adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan

Lebih terperinci

Gangguan Penyesuaian (Adjustment Disorder)

Gangguan Penyesuaian (Adjustment Disorder) Gangguan Penyesuaian (Adjustment Disorder) Definisi Gangguan penyesuaian (adjustment disorder) merupakan reaksi maladaptif jangka pendek terhadap stressor yang dapat diidentifikasi, yang muncul selama

Lebih terperinci

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG - 121001419 LATAR BELAKANG Skizoafektif Rancu, adanya gabungan gejala antara Skizofrenia dan gangguan afektif National Comorbidity Study 66 orang Skizofrenia didapati

Lebih terperinci

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER (F 43.1)

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER (F 43.1) POST TRAUMATIC STRESS DISORDER (F 43.1) PENDAHULUAN Kejadian trauma adalah kejadian yang melibatkan ancaman atau suatu kejadian nyata dari kematian atau luka yang serius (secara nyata ataupun melalui persepsi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di lingkungan sekitar kita, seperti gempa bumi yang melanda Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. di lingkungan sekitar kita, seperti gempa bumi yang melanda Yogyakarta, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apabila kita menyaksikan dan mendengarkan berita-berita di media massa, maka kita akan mendengarkan beberapa peristiwa yang kerap terjadi di lingkungan sekitar kita,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan

Lebih terperinci

Konsep Kecemasa n. Oleh : Hapsah

Konsep Kecemasa n. Oleh : Hapsah Konsep Kecemasa n Oleh : Hapsah Pengertian Ketegangan, rasa tak aman atau kekhawatiran yg timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yg tidak menyenangkan, tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui.

Lebih terperinci

BIPOLAR. oleh: Ahmad rhean aminah dianti Erick Nuranysha Haviz. Preseptor : dr. Dian Budianti amina Sp.KJ

BIPOLAR. oleh: Ahmad rhean aminah dianti Erick Nuranysha Haviz. Preseptor : dr. Dian Budianti amina Sp.KJ BIPOLAR oleh: Ahmad rhean aminah dianti Erick Nuranysha Haviz Preseptor : dr. Dian Budianti amina Sp.KJ Definisi Bipolar Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengalami trauma sekunder tidak mengalami langsung kejadian. korban trauma. (Figley, McCann & Pearlman, dalam Motta 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengalami trauma sekunder tidak mengalami langsung kejadian. korban trauma. (Figley, McCann & Pearlman, dalam Motta 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Secondary Traumatic Stress Istilah secondary traumatic stress mengacu pada pengalaman kondisi psikologis negatif yang biasanya dihasilkan dari hubungan yang intens dan dekat

Lebih terperinci

SISTEM KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A

SISTEM KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A SISTEM KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A Do Penyusunan gejala Memberi nama atau label Membedakan dengan penyakit lain For Prognosis Terapi (Farmakoterapi / psikoterapi)

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

MOOD DISORDER. DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A / YUNITA KURNIAWATI, S.Psi., M.Psi dita.lecture.ub.ac.id

MOOD DISORDER. DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A / YUNITA KURNIAWATI, S.Psi., M.Psi dita.lecture.ub.ac.id MOOD DISORDER DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A / YUNITA KURNIAWATI, S.Psi., M.Psi dita.lecture.ub.ac.id dita.lecture@gmail.com PENGERTIAN & KARAKTERISTIK UTAMA gangguan yang melibatkan emosi yang berlebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan Obsesif-kompulsif (Obsessive-Compulsive Disorder, OCD) adalah kondisi dimana individu tidak mampu mengontrol dari pikiran-pikirannya yang menjadi obsesi yang

Lebih terperinci

EATING DISORDERS. Silvia Erfan

EATING DISORDERS. Silvia Erfan EATING DISORDERS Silvia Erfan Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan

Lebih terperinci

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2014 adalah kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan

BAB II KONSEP DASAR. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. ( Yosep, 2007 ). Harga

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dengan karakteristik berupa gangguan pikiran (asosiasi longgar, waham),

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dengan karakteristik berupa gangguan pikiran (asosiasi longgar, waham), BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Skizofrenia adalah suatu kumpulan gangguan kepribadian yang terbelah dengan karakteristik berupa gangguan pikiran (asosiasi longgar, waham), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi LAMPIRAN Depresi Teori depresi dalam ilmu psikologi, banyak aliran yang menjelaskannya secara berbeda.teori psikologi tentang depresi adalah penjelasan predisposisi depresi ditinjau dari sudut pandang

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Penelitian Keperawatan Jiwa SITI FATIMAH ZUCHRA BP. 1010324031

Lebih terperinci

GANGGUAN BIPOLAR PENDAHULUAN

GANGGUAN BIPOLAR PENDAHULUAN GANGGUAN BIPOLAR I. PENDAHULUAN Gangguan bipolar merupakan suatu gangguan yang ditandai dengan perubahan mood antara rasa girang yang ekstrem dan depresi yang parah. Pera penderita gangguan bipolar tidak

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. 2.1 Definisi

BAB II PEMBAHASAN. 2.1 Definisi BAB I PENDAHULUAN Pasca melahirkan adalah periode dimana ibu menjalani hari yang melelahkan. Kelelahan ini terkait dengan keadaan sang bayi maupun perubahan kondisi fisik dan psikis ibu, dan hal ini dapat

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika dalam Diagnostic and Statistical Manual

BAB 1. PENDAHULUAN. Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika dalam Diagnostic and Statistical Manual BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) agitasi didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Kesenjangan. tenaga non-medis seperti dukun maupun kyai, (Kurniawan, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Kesenjangan. tenaga non-medis seperti dukun maupun kyai, (Kurniawan, 2015). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan jiwa di Indonesia saat ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua terutama bagi kita yang berkecimpung di bidang kejiwaan seperti psikiater,

Lebih terperinci