POST TRAUMATIC STRESS DISORDER (PTSD)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POST TRAUMATIC STRESS DISORDER (PTSD)"

Transkripsi

1 Work Plan POST TRAUMATIC STRESS DISORDER (PTSD) DISUSUN OLEH: FAUZAN LUTHFI AM BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA RUMAH SAKIT JIWA BANDA ACEH 2014

2 1. Pendahuluan Kejadian luar biasa dalam kehidupaan dapat dialami oleh seseorang mulai sejak dalam kandungan sampai akhir hayatnya. Peristiwa dalam hidup dapat disebabkan alam dan peristiwa atau permasalahan yang ditimbulkan oleh manusia sendiri. Semakin berat peristiwa yang dialami oleh seseorang, semakin besar peluang orang tersebut mengalami gangguan stres pasca trauma yang dikenal sebagai Post Traumatic Stress Disorders (PTSD). Stres pasca trauma umumnya terjadi setelah seseorang mengalami, menyaksikan trauma berat yang mengancam fisik maupun psikis. Trauma ini bisa saja pengalaman dirawat di rumah sakit maupun akibat bencana. Banyaknya peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini di negara kita, seperti tsunami, gempa bumi, gunung meletus dan banjir yang menimbulkan banyak korban baik harta atau jiwa umumnya menimbulkan suatu trauma psikologis yang berat baik bagi korban atau keluarganya. Trauma yang dialami tersebut merupakan faktor stresor yang berat, sehingga dapat menyebabkan suatu keadaan PTSD, apabila orang tersebut tidak dapat mengatasinya. Penderita PTSD tersebut mempunyai gambaran berupa perasaan cemas berlebihan dan ketakutan bila orang tersebut teringat atau melalui tempat peristiwa tersebut terjadi, disertai dengan ketegangan motorik, hiperaktivitas otonom dan kewaspadaan berlebih. Tetapi untuk mendiagnosa PTSD yang terpenting adalah suatu trauma fisik atau psikologis sebagai faktor stresornya. Penanganan penderita PTSD harus diperhatikan secara serius karena pengobatan tidak hanya pada keluhan fisik saja, tetapi juga terhadap psikologisnya, yaitu untuk membantu penderita melupakan peristiwa tersebut dan dapat melanjutkan kehidupannya. sehingga diharapkan penderita PTSD dapat sembuh baik fisik maupun kejiwaannya. Beberapa pasien perawatan intensif mengalami PTSD setelah trauma tinggal di rumah sakit, dan ini adalah pemikiran yang akan diperburuk oleh kenangan waktu mereka di unit perawatan intensif. Saat ini telah ditemukan bahwa jika staf dan keluarga dekat membuat buku harian untuk pasien, yang menampilkan informasi tentang tinggal pasien, keluarga dan perawat dengan disertai foto, kejadian PTSD dapat dikurangi secara signifikan. 1

3 2. Definisi Menurut American Psychological Assosiation, Post Traumatic Stress Disorder adalah gangguan kecemasan yang dapat terbentuk dari sebuah peristiwa atau pengalaman yang menakutkan/mengerikan, sulit dan tidak menyenangkan dimana terdapat penganiayaan fisik atau perasaan terancam. Peristiwa traumatis (traumatic experience) adalah peristiwa yang menyakitkan yang menimbulkan efek psikologis dan fisiologis yang berat. Peristiwa traumatis mencakup tragedi personal, seperti berada dalam kecelakaan yang serius, menjadi korban kekerasan, atau mengalami peristiwa bencana yang mengancam hidup. Peristiwa traumatis dapat terjadi dalam skala yang besar dan dengan segera dapat mempengaruhi seseorang: misalnya, kebakaran, gempa bumi, kerusuhan dan perang.. 3. Etiologi 3.1 Faktor Resiko Terdapat beberapa faktor resiko PTSD. Memiliki kejadian traumatis yang dialami, prediktor PTSD mencakup ancaman yang dirasakan terhadap nyawa, berjenis kelamin perempuan, pemisahan dari orang tua dimasa kecil, riwayat gangguan dalam keluarga, berbagai pengalaman traumatis sebelumnya dan gangguan yang dialami sebelumnya (suatu gagguan anxietas atau depresi). Memiliki intelegensi tinggi tampaknya menjadi faktor protektif, mungkin karena hal itu diasosiasikan dengan keterampilan coping yang lebih baik. Prevalensi PTSD juga meningkat sejalan dengan parahnya kejadian traumatik: sebagai contoh, semakin tinggi pengalaman dalam pertempuran, semakin besar resikonya. Diantara mereka yang memiliki riwayat gangguan dalam keluarga, bahkan sedikit pengalaman pertempuran menyebabkan tingkat kejadian PTSD yang tinggi. Simtom-simtom disosiatif pada saat trauma juga meningkatkan kemungkinan terjadinya PTSD. Disosiasi dapat memiliki peran dalam menetapnya gangguan karena mencegah pasien menghadapi ingatan tentang trauma tersebut. Menurut keane dan koleganya ( 2006 ) mengelompokan faktor resiko PTSD kedalam 3 kategori, yaitu: 2

4 1. Faktor yang sudah ada dan unik bagi setiap individu, Faktor yang sudah ada, seperti kontribusi genetis, jenis kelamin seperti; para pria lebih berpeluang mengalami trauma ( seperti pertarungan ) sedangkan para wanita lebih berpeluang mengalami PTSD. 2. Faktor yang terkait dengan kejadian traumatis Berasal dari penyebab terjadinya kejadian taumatis. Salah satu contohnya yaitu: pengalaman cedera tubuh. Dalam suatu penelitian, tentara yang terluka lebih berpeluang menggalami PTSD mereka yang terlibat dalam pertempuran yang sama, namun tidak terluka. 3. Kejadian-kejadian yang mengikuti pengalaman traumatis. Faktor ketiga, yaitu berfokus pada apa yang terjadi setelah mengalami trauma. 3.2 Faktor Psikologis Para teoris belajar berasumsi bahwa PTSD terjadi karena pengondisian klasik terhadap rasa takut. Seorang wanita yang pernah diperkosa, contohnya, dapat merasa takut untuk berjalan di lingkungan tertentu karena diperkosa di sana. Berdasarkan rasa takut yang dikondisikan secara klasik tersebut, terjadi penghindaran yang secara negatif dikuatkan oleh berkurangnya rasa takut yang dihasilkan oleh ketidakberadaan dalam lingkungan tersebut. Suatu teori psikodinamika yang diajukan oleh Horowitz menyatakan bahwa ingatan tentang kejadian traumatik muncul secara konstan dalam pikiran seseorang dan sangat menyakitkan sehingga secara sadar mereka mensupresikanya atau merepresinya. 3.3 Faktor Biologis Sejarah kecemasan keluarga menunjukan adanya kerentanan biologis menyeluruh untuk PTSD. True dan kawan-kawan (1993) melaporkan bahwa, dengan adanya paparan pertempuran yang sama banyaknya dan dengan memiliki kembaran yang mengalami PTSD, seorang pasangan kembar monozigot (identik) memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengembangkan PTSD dibanding pasangan kembar dizigot. Ini menunjukan adanya pengaruh genetik tertentu dalam perkembangan PTSD. 3

5 3.4 Faktor Sosial dan Kultural Faktor sosial dan kultural berperan penting dalam pengembangan PTSD. Hasil-hasil dari sejumlah studi dengan sangat konsisten menunjukan bila kita memiliki sekelompok orang yang kuat dan suportif, maka kemungkinan kita untuk mengembangkan PTSD setelah mengalami trauma akan jauh lebih kecil. Semakin luas dan mendalam jaringan dukungan sosial, semakin kecil peluang untuk mengembangkan PTSD 4. Tanda dan Gejala Tiga tipe gejala atau symptom yang sering terjadi pada PTSD adalah : 1. Pengulangan pengalaman trauma, ditunjukkan dengan selalu teringat akan peristiwa yang menyedihkan yang telah dialami itu, flashback (merasa seolah-olah peristiwa yang menyedihkan terulang kembali), nightmares (mimpi buruk tentang kejadian-kejadian yang membuatnya sedih), reaksi emosional dan fisik yang berlebihan karena dipicu oleh kenangan akan peristiwa yang menyedihkan. 2. Penghindaran dan emosional yang dangkal, ditunjukkan dengan menghindari aktivitas, tempat, berpikir, merasakan, atau percakapan yang berhubungan dengan trauma. Selain itu juga kehilangan minat terhadap semua hal, perasaan terasing dari orang lain, dan emosi yang dangkal. 3. Sensitifitas yang meningkat, ditunjukkan dengan susah tidur, mudah marah/tidak dapat mengendalikan marah, susah berkonsen -trasi, kewaspadaan yang berlebih, respon yang berlebihan atas segala sesuatu. Simtom-simtom PTSD dikelompokan dalam 3 kategori utama. Diagnosis dapat ditegakan jika simtom-simtom dalam tiap kategori berlangsung selama lebih dari satu bulan. 1. Mengalami kembali kejadian traumatis. Individu kerap teringat pada kejadian tersebut dan mengalami mimpi buruk tentang hal itu. Penderitaan emosional yang mendalam ditimbulkan oleh stimuli yang menyimbolkan kejadian tersebut (petir, mengingatkan seorang veteran pada medan perang) atau tanggal terjadinya pengalaman tertentu (hari dimana seorang wanita mengalami penyerangan seksual). Pentingnya mengalami kembali tidak dapat diremehkan karena kemungkinan merupakan penyebab simtom-simtom kategori lain. Beberapa teori 4

6 PTSD membuat mengalami kembali sebagai ciri utama dengan mengatribusikan gangguan tersebut pada ketidak mampuan untuk berhasil mengintegrasikan kejadian traumatik kedalam skema yang ada pada saat ini. 2. Penghindaran stimuli yang diasosiasikan dengan kejadian terkait atau mati rasa dalam responsivitas. Orang yang bersangkutan berusaha menghindari untuk berpikir tentang trauma atau menghadapi stimuli yang akan mengingatkan pada kejadian tersebut (dapat terjadi amnesia pada kejadian tersebut). Mati rasa adalah menurunya ketertarikan pada orang lain, suatu rasa keterpisahan, dan ketidakmampuan untuk merasakan berbagai emosi positif. Simtom-simtom ini tampaknya hampir konradiktif dengan simtom-simtom pada item 1. Pada PTSD kenyataanya terdapat suatu fluktuasi (penderita bergantian mengalami kembali dan mati rasa). 3. Simtom-simtom peningkatan ketegangan. Simtom-simtom ini mencakup sulit tidur atau mempertahankanya, sulit berkonsentrasi, waspada berlebihan dan respon terkejut yang berlebihan. 5. Diagnosis. Berikut ini adalah kriteria diagnostik untuk gangguan stres pasca trauma menurut DSM-IV yaitu: 1. Orang telah terpapar dengan suatu kejadian traumatik dimana kedua dari berikut ini terdapat : a. Orang mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan dengan suatu kejadian atau kejadian-kejadian yang berupa ancaman kematian atau kematian yang sesungguhnya cedera yang serius atau ancaman kepada integritas fisik diri sendiri atau orang lain. b. Respon orang tersebut berupa takut yang kuat, rasa tidak berdaya atau horor. Catatan: pada anak-anak hal ini diekspresikan dengan perilaku yang kacau atau teragitasi. 2. Kejadian traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu (atau lebih) cara berikut: a. Rekoleksi yang menderitakan, rekuren, dan mengangu tentang kejadian, termasuk bayangan, pikiran atau persepsi. 5

7 Catatan: pada anak kecil, dapat menunjukan permainan berulang dengan tema atau aspek trauma. b. Mimpi menakutkan yang berulang tentang kejadian. Catatan: pada anak-anak, mungkin terdapat mimpi menakutkan tanpa isi yang dapat dikenali. c. Berkelakuan atau merasa seakan-akan kejadian traumatikterjadi kembali ( termasuk perasaan penghidupan kembali pengalaman, ilusi, halusinasi, dan episode kilas balik disosiatif, termasuk yang terjadi selama terbangun atau saat terintoksikasi ). Catatan: pada anak kecil, dapat terjadi penghidupan kembali yang spesifik dengan trauma. d. Penderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian traumatik. e. Reaktifitas psikologis saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian traumatik. 3. Penghindaran stimulus yang persisten yang berhubungan dengan trauma dan kaku kerena responsivitas umum ( tidak ditemukan sebelum trauma ), seperti yang ditujukan oleh tiga ( atau lebih ) berikut ini: a. Usaha untuk menghindari pikiran, perasaan atau percakapan yang berhubungan dengan trauma b. Usaha untuk menghindari aktivitas, tempat atau orang yang menyadarkan rekoleksi dengan trauma. c. Tidak mampu untuk mengingat aspek penting dari trauma. d. Hilangnya minat atau peran serta yang jelas dalam aktivitas yang bermakna. e. erasaan terlepas atau asing dari orang lain. f. Rentang efek yang terbatas (misalnya tidak mampu memiliki perasaan cinta). g. Perasaan bahwa masa depan menjadi pendek (misalnya, tidak berharap memiliki karir, menikah, anak-anak, atau panjang kehidupan normal). 6

8 4. Gejala menetap adanya peningkatan kesadaran (tidak ditemukan sebelum trauma), seperti yang ditujukan oleh dua (atau lebih) berikut: a. Kesulitan untuk tidur atau tetap tertidur b. Iritabilitas atau ledakan kemarahan c. Sulit berkonsentrasi d. Kewaspadaan yang berlebihan e. Respon kejut yang berlebihan. 5. Lama gangguan ( gejala dalam kriteria 1, 2, 3, dan 4 ) adalah lebih dari satu bulan. 6. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi lainya. Sementara itu kriteria diagnostik untuk gangguan stress pasca traumatik menurut PPDGJ III (F43,1) adalah sebagai berikut: 1. Diagnosis baru ditegakkan bilamana gangguan ini timbul dalam kurun waktu 6 bulan setelah kejadian traumatik berat ( masa laten yang berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa bulan, jarang sampai melampaui 6 bulan ). Kemungkinan diagnosis masih dapat ditegakkan apabila tertundanya waktu mulai saat kejadian dan onset gangguan melebihi waktu 6 bulan, asal saja manivestasi klinisnya adalah khas dan tidak didapat alternatif gangguan lainya. 2. Sebagai bukti tambahan selain trauma, harus didapatkan bayang-bayang atau mimpi-mimpi dari kejadian traumatik tersebut secara berulang-ulang kembali ( flashback ). 3. Gangguan otonomik, gangguan afek dan kelainan tingkah laku semuanya dapat mewarnai diagnosis tetapi tidak khas. 4. Suatu sequelae menahun yang terjadi lambat setelah stres yang luar biasa misalnya saja beberapa puluh tahun setelah trauma, diklasifikasikan dalam kategori F 62,0 ( perubahan kepribadian setelah mengalami katastofa ) 7

9 6. Penatalaksanaan Ada 2 macam terapi pengobatan yang dapat dilakukan penderita PTSD, yaitu dengan menggunakan farmakoterapi dan psikoterapi. 1. Farmakoterapi Pengobatan farmakoterapi dapat berupa terapi obat hanya dalam hal kelanjutan pengobatan pasien yang sudah dikenal. Para klinisi mempertimbangkan pengobatan sebagai cara pertam untuk mempertahankan diri dari penyebab munculnya gejala-gejala tersebut. Klien yang mengalami gejala hyperexcitability dan reaksi berulang dapat mengambil keuntungan dari obat anti kecemasan seperti: benzodiazepin. Bagi mereka yang mengalami iritabilitas, agresi implusif atau ingatan mundur dapat mengonsumsi anticonvulsants, seperti: karbamazepina atau valproic acid. Anti depresi, seperti selective serotonin reuptake inhibitors dan monoamine-oxidase inhibitor sering digunakan untuk memberikan terapi bagi gejala kekakuan, gangguan dan menarik diri dari lingkungan sosial. 2. Psikoterapis Meskipun pengobatan dapat mengurangi gejala yang ada, hal yang naif jika kita berfikir bahwa obat-obatan tersebut cukup untuk mengurangi tekanan psikologis dan masalah interpersonal yang dialami oleh para penderita PTSD. Konsekwensinya, para klinisi merekomendasikan psikoterapi berkelanjutan, tidak hanya untuk mengatasi masalah emosional, namun juga untuk memonitor bagaimana reaksi individu terhadap pengobatan medis. a. Teknik menutup, seperti: terapi suportif dan management stress, membantu klien mengemas rasa sakit yang disebabkan oleh trauma. Mereka juga dapat membantu klien mengurangi stres secara lebih efektif dan selama proses tersebut, menghilangkan beberapa masalah sekunder yang disebabkan oleh gejala-gejala tersebut. Pada anxiety management, terapis akan mengajarkan beberapa keterampilan untuk mengatasi gejala PTSD dengan lebih baik. b. Teknik tidak menutup, yang termasuk pengungkapan trauma, meliputi treatment perilaku dengan cara imaginal flooding dan disentisasi sistemik. Menghadapkan penderita PTSD dengan tanda-tanda yang membangkitkan kenangan terhadap kejadian traumatis pada tingkat tertentu atau pada 8

10 situasi ketika individu diajarkan untuk santai, dapat memecahkan reaksi kecemasan terkondisi. c. Terapi cognitive, terapis membantu untuk mengubah kepercayaan yang tidak rasional yang menganggu emosi dan menganggu kegiatan-kegiatan kita. misalnya: seorang korban kejahatan mungkin menyalahkan diri sendiri karena tidak hati-hati. Tujuan kognitif terapi adalah mengidentifikasi pikiran-pikiran yang tidak rasional, mengumpulkan bukti bahwa pikiran tersebut tidak rasional untuk melawan pikiran tersebut yang kemudian mengadopsi pikiran yang lebih realistik untuk membantu mencapai emosi yang lebih seimbang. d. Terapi kognitif perilaku, digunakan bagi berbagai bentuk PTSD. Prinsip dasar terapi perilaku berbasis pemaparan adalah bahwa cara yang terbaik mengurangi atau menghapus rasa takut adalah dengan menghadapkan orang yang bersangkutan dengan sesuatu yang ingin dihindarinya. Semakin banyak bukti yang muncul mengindikasikan bahwa pemaparan terstuktur terhadap kejadian yang berkaitan dengan trauma, kadang kala dengan imajinasi, seperti dalam desentisasi sistematik, memberikan sesuatu yang lebih bermanfaat dari pengobatan medis, dukungan sosial, atau berada dalam lingkungan terapeutik yang aman. e. Terapi bermain, mungkin berguna pada penyembuhan anak dengan PTSD. Terapi memakai permainan untuk memulai topik yang tidak dapat dimulai secara langsung. Hal ini dapat membantu anak lebih merasa nyaman dalam berproses dengan pengalaman traumatiknya. f. Terapi debriefing, juga dapat digunakan untuk mengobati traumatik. Boyce dan condon merekomendasikan bidan untuk melakukan debrefing pada semua wanita yang berpotensi mengalami kejadian traumatik ketika melahirkan. g. Suport group terapi dan terapi bicara, dalam suport group therapy seluruh peserta merupakan penderita PTSD yang mempunyai pengalaman serupa ( misal: korban stunami, korban genpa bumi ) dimana proses terapi merka saling menceritakan tentang pengalaman traumatis mereka, kemudian mereka saling memberi penguatan satu sama lain ( Swalm, 2005 ). 9

11 Sementara dalam terapi bicara memperlihatkan bahwa dalam sejumlah studi penelitian dapat membuktikan bahwa terapi saling berbagi cerita mengenai trauma, mampu memperbaiki kondisi jiwa penderita. Dengan berbagi bisa memperingan beban pikiran dan kejiwaan yang dipendam.bertukar cerita membuat berasa senasib,bahkan merasa dirinya lebih baik dari orang lain. Kondisi disini memacu seseorang untuk bangkit dari trauma yang diderita dan melawan kecemasan. h. Pendidikan dan suportive konseling juga merupakan upaya lain untuk mengobati PTSD. Konselor ahli mepertimbangkan pentingnya penderita PTSD (dan keluarganya) untuk mempelajari gejala PTSD dan berbagai macam treatment (terapi dan pengobatan) yang cocok bagi PTSD. Walaupun seseorang mempunyai gejala PTSD dalam waktu lama, langkah utama yang pada akhirnya dapat ditempuh adalah mengenali gejala dan permasalahanya sehingga dia mengerti apa yang dilakukan untuk mengatasinya. i.. EMDR ( Eye Movement Desentization and Reprocessing ), pada tahun 1989 mulai mempublikasikan sutu pendekatan untuk menangani trauma yang disebut EMDR. EMDR dimaksudkan untuk dilakukan dengan sangat cepat, sering kali hanya memerlukan satu atau dua sesi dan lebih efektif dibanding prosedur pemaparan standar yang dijelaskan sebelumnya. Dalam prosedur ini, pasien membayangkan suatu situasi yang berkaitan dengan masalahnya seperti: kecelakaan mobil yang sangat mengerikan. Dengan tetap membayangkan situasi tersebut, pasien memandang jari terapis dan mengikutinya dengan pandanganya seiring terapis mengerakanya maju mundur kira-kira satu kaki didepan pasien. Proses ini berlangsung selama kurang lebih satu menit atau sampai pasien menuturkan bahwa kengerian bayangan tersebut talah berkurang. Kemudian terapis meminta pasien menceritakan semua pikiran negatif yang muncul dipikiranya, sekali lagi dengan mengarahkan pandanganya pada jari terapis yang terus bergerak. Terakhir terapis, mendorong pasien untuk berfikir secara lebih positif, seperti saya dapat mengatasi hal ini 10

12 dan hal ini juga dilakukan sambil memandang jari-jari terapis yang bergerak. j. Pendekatan psikoanalisis. Pendekatan psikodinamika dari Horowitz memiliki banyak persamaan dengan penanganan yang disebutkan diatas karena dia mendorong pasien untuk membahas trauma dan memaparkan diri mereka pada kejadian yang memicu PTSD. Namun Horowitz menekankan cara trauma berinteraksi dengan kepribadian pratrauma pasien, dan penanganan yang ditawarkanya juga memiliki banyak persamaan dengan berbagai pendekatan psikoanlitik lain, termasuk pembahasan mengenai pertahanan dan analisis reaksi transferensi oleh pasien. Terapi kompleks ini memerlukan verifikasi empiris. Beberapa studi terkendali yang dilakukan sejauh ini hanya memberikan sedikit dukungan empiris terhadap efektifitasnya. Dalam suatu analisis hasil 26 peneliti mengenai treatment terhadap penderita PTSD, para peneliti membandingkan efektivitas bentuk-bentuk utama psikoterapi terhadap lebih dari pasien. Mereka menyimpulkan bahwa sekitar 65% dari pasien yang dirawat melalui psikoterapi PTSD dapat sembuh atau mengalami perbaikan meskipun hampi setengah diantaranya terus mengalami sisa gejala sebagai akibat dari pengunaan obat yang menetap selama bertahun-tahun setelah treatment. Jelas telihat bahwa meskipun treatment dapat menjadi efektif, tindak lanjut berkesinambungan diperlukan untuk membantu para klien menjaga hasil yang dicapai selama masa teratment untuk jangka waktu yang lama. 11

13 KESIMPULAN Post Traumatic Stress Disoreder (PTSD) merupakan ganguan kecemasan, ketidak rentanan emosional yang berlangsung berkelanjutan terhadap suatu kejadian traumatis. Peristiwa traumatis ( traumatic experience )adalah peristiwa yang menyakitkan yang menimbulkan efek psikologis dan fisiologis yang berat.peristiwa traumatis mencakup tragedi personal, seperti berada dalam kecelakaan yang serius, menjadi korban kekerasan, atau mengalami peristiwa bencana yang mengancam hidup.peristiwa traumatis dapat terjadi dalam skala yang besar dan dengan segera dapat mempengaruhi seseorang: misalnya, kebakaran, gempa bumi, kerusuhan dan perang. Faktor penyebab PTSD yaitu: faktor-faktor resiko, faktor psikologis,faktor biologis, faktor sosial dan kultur. Dimana klasifikasi diagnosis dari PTSD dapat dilihat di DSM IV dan PPGDJ III. Berdasarkan diagnosis PTSD dari DSM IV dan PPGDJ III dapat diterapkan treatment yang sesuai, seperti: mengunakan teknik farmakoterapi dan psikoterapi. 12

14 DAFTAR PUSTAKA American Psychiatric Association Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th ed". Washington, DC Davidson, C Gerald dkk Psikologi Abnormal Edisi ke-9. Jakarta. Penerbit: Rajawali Pers. Maslim R Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya Jakarta. Naomi Breslau and James C. Anthony Journal of Abnormal Psychology, Vol. 116, No. 3, Nevid J.S, dkk Psikologi Abnormal Jilid I. Edisi 5. Penerbit Erlangga : Jakarta Tomb, D. A Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. EGC : Jakarta Yusak, Ranimpi Yulius Konflik Sosial dan Post-Traumatic Post Disorder (Gangguan Stres Pasca Trauma). Universitas Kristen Satya Wacana. Volume 18, Nomor 2, Januari

Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)

Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) Oleh : Husna Nadia 1102010126 Pembimbing : dr Prasila Darwin, SpKJ DEFINISI PTSD : Gangguan kecemasan yang dapat terjadi setelah mengalami /menyaksikan suatu peristiwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN Gangguan stres akut (juga disebut shock psikologis, mental shock, atau sekedar shock) adalah sebuah kondisi psikologis yang timbul sebagai tanggapan terhadap peristiwa yang mengerikan.

Lebih terperinci

GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA

GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA MAKALAH DISKUSI TOPIK GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA Disusun oleh: NUR RAHMAT WIBOWO I11106029 KELOMPOK: VIII KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA Pembimbing : Dr. Prasilla, Sp KJ Disusun oleh : Kelompok II Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta cemas menyeluruh dan penyalahgunaan zat. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma

Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma Materi ini merupakan salah satu bahan kuliah online gratis bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa dan perawat pendamping Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma Oleh: Tirto Jiwo Juni 2012 Tirto Jiwo

Lebih terperinci

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER POST TRAUMATIC STRESS DISORDER 1. Definisi Gangguan stress pasca trauma merupakan sindrom kecemasan, labilitas otonomik, dan mengalami kilas balik dari pengalaman yang amat pedih setelah stress fisik maupun

Lebih terperinci

PTSD POSTTRAUMATIC STRESS DISORDER

PTSD POSTTRAUMATIC STRESS DISORDER PTSD POSTTRAUMATIC STRESS DISORDER Pembimbing: dr.ira Savitri Tanjung, Sp.KJ (K) Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa, Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha Periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di kota-kota besar tiap tahunnya menyebabkan kebutuhan akan transportasi juga semakin meningkat.

Lebih terperinci

Adhyatman Prabowo, M.Psi

Adhyatman Prabowo, M.Psi Adhyatman Prabowo, M.Psi SOLO,2011 KOMPAS.com Beberapa korban bom bunuh diri yang terjadi di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo, mengaku masih mengalami trauma. Korban masih merasa takut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di lingkungan sekitar kita, seperti gempa bumi yang melanda Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. di lingkungan sekitar kita, seperti gempa bumi yang melanda Yogyakarta, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apabila kita menyaksikan dan mendengarkan berita-berita di media massa, maka kita akan mendengarkan beberapa peristiwa yang kerap terjadi di lingkungan sekitar kita,

Lebih terperinci

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER Workplan POST TRAUMATIC STRESS DISORDER Oleh: RIDHA MAWADDAH 0907101010116 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA/BLUD RUMAH SAKIT JIWA BANDA ACEH 2014 POST TRAUMATIC STRESS DISORDER Definisi Posttraumatic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini berbagai bencana terjadi di Indonesia. Dimulai dari gempa bumi, tsunami, banjir bandang hingga letusan gunung merapi. Semua bencana tersebut tentu saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran. Istilah kompulsi menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV di Indonesia telah berkembang dari sejumlah kasus kecil HIV dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko tinggi yang memiliki angka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengalami trauma sekunder tidak mengalami langsung kejadian. korban trauma. (Figley, McCann & Pearlman, dalam Motta 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengalami trauma sekunder tidak mengalami langsung kejadian. korban trauma. (Figley, McCann & Pearlman, dalam Motta 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Secondary Traumatic Stress Istilah secondary traumatic stress mengacu pada pengalaman kondisi psikologis negatif yang biasanya dihasilkan dari hubungan yang intens dan dekat

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kedaruratan Psikiatri Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Begitu banyak anak-anak di Nanggroe Aceh Darussalam

Lebih terperinci

JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001

JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001 JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Jiwa Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari

Lebih terperinci

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER Work Plan POST TRAUMATIC STRESS DISORDER Pembimbing: dr.malawati, Sp. KJ Disusun Oleh : T. Okky Radhinal Akhyar 0907101010075 BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian pustaka 2.1.1 Kehamilan 2.1.1.1 Definisi Kehamilan adalah suatu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh, setelah bertemunya sel telur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kecelakaan lalu lintas yang cukup parah, bisa mengakibatkan cedera

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kecelakaan lalu lintas yang cukup parah, bisa mengakibatkan cedera 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Seseorang yang mengalami hal besar dalam hidupnya, seperti kecelakaan lalu lintas yang cukup parah, bisa mengakibatkan cedera sementara ataupun menetap pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Penelitian Keperawatan Jiwa SITI FATIMAH ZUCHRA BP. 1010324031

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Kesenjangan. tenaga non-medis seperti dukun maupun kyai, (Kurniawan, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Kesenjangan. tenaga non-medis seperti dukun maupun kyai, (Kurniawan, 2015). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan jiwa di Indonesia saat ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua terutama bagi kita yang berkecimpung di bidang kejiwaan seperti psikiater,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi LAMPIRAN Depresi Teori depresi dalam ilmu psikologi, banyak aliran yang menjelaskannya secara berbeda.teori psikologi tentang depresi adalah penjelasan predisposisi depresi ditinjau dari sudut pandang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini depresi menjadi jenis gangguan jiwa yang paling sering dialami oleh masyarakat (Lubis, 2009). Depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Bencana menurut Undang-Undang No.24 tahun 2007 adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan

Lebih terperinci

1. Bab II Landasan Teori

1. Bab II Landasan Teori 1. Bab II Landasan Teori 1.1. Teori Terkait 1.1.1. Definisi kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diantaranya adalah tindak kekerasan dan pelecehan seksual yang mengarah

BAB I PENDAHULUAN. dan diantaranya adalah tindak kekerasan dan pelecehan seksual yang mengarah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak terjadi tindak kekerasan yang terjadi di berbagai tempat di lingkungan sekitar kita. Tindak kekerasan yang terjadi berbagai macam dan diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tuntutan-tuntutan yang berlangsung. Tuntutan-tuntutan ini bisa jadi

BAB I PENDAHULUAN. dengan tuntutan-tuntutan yang berlangsung. Tuntutan-tuntutan ini bisa jadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan stres merupakan respon organisme untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan yang berlangsung. Tuntutan-tuntutan ini bisa jadi berupa hal-hal yang faktual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI. Pembimbing: Dr. M. Surya Husada Sp.KJ. disusun oleh: Ade Kurniadi ( )

GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI. Pembimbing: Dr. M. Surya Husada Sp.KJ. disusun oleh: Ade Kurniadi ( ) GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI Pembimbing: Dr. M. Surya Husada Sp.KJ disusun oleh: Ade Kurniadi (080100150) DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI

Lebih terperinci

IPAP PTSD Tambahan. Pilihan penatalaksanaan: dengan obat, psikososial atau kedua-duanya.

IPAP PTSD Tambahan. Pilihan penatalaksanaan: dengan obat, psikososial atau kedua-duanya. IPAP PTSD Tambahan Prinsip Umum I. Evaluasi Awal dan berkala A. PTSD merupakan gejala umum dan sering kali tidak terdiagnosis. Bukti adanya prevalensi paparan trauma yang tinggi, (termasuk kekerasan dalam

Lebih terperinci

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER Lab/SMF Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman / RSKD Atma Husada Mahakam Refleksi Kasus POST TRAUMATIC STRESS DISORDER ` Oleh Dinar Wulan H. NIM 0910015051 Pembimbing dr. Denny

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih banyak daripada anak yang tidak mengalaminya, tetapi mereka memiliki gejala yang lebih sedikit dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk fungsi berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI ANSIETAS

PATOFISIOLOGI ANSIETAS PATOFISIOLOGI ANSIETAS Faktor Predisposisi (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa : 1. Peristiwa traumatik 2. Konflik emosional 3. Konsep diri terganggu 4. Frustasi 5. Gangguan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara-negara maju, modern dan industri. Keempat masalah kesehatan tersebut

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS DEFINISI Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Depresif Mayor Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing masing individu. Diagnostic

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, Dadang yang awalnya ingin melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara serentak batal menikah, karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu 9 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu masih menyisakan pilu bagi banyak pihak, terutama bagi orang yang terkena dampak langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, manusia dan pekerjaan merupakan dua sisi yang saling berkaitan dan tidak bisa dilepaskan; keduanya saling mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya pada usia ini sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan. perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah.

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan. perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Kazdin (2000) dalam American Psychological Association mengatakan kecemasan merupakan emosi yang ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Gangguan Jiwa BAB II TINJAUAN TEORI 2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa Gangguan jiwa merupakan perubahan sikap dan perilaku seseorang yang ekstrem dari sikap dan perilaku yang dapat menimbulkan penderitaan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL A. Pengertian Isolasi social adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh dan terganggu. Penyakit ini

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Stres merupakan fenomena umum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat beberapa tuntutan dan tekanan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan

Lebih terperinci

Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas

Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas Masa nifas adalah masa 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai enam minggu berikutnya. Pengawasan dan asuhan postpartum masa nifas sangat diperlukan yang tujuannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian bencana yang datang silih berganti menimbulkan trauma pada

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian bencana yang datang silih berganti menimbulkan trauma pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejadian bencana yang datang silih berganti menimbulkan trauma pada korbannya, stres pascatrauma merupakan sebuah respon emosional dan behavioral terhadap berbagai

Lebih terperinci

PROSES TERJADINYA MASALAH

PROSES TERJADINYA MASALAH PROSES TERJADINYA MASALAH ` PREDISPOSISI PRESIPITASI BIOLOGIS GABA pada sistem limbik: Neurotransmiter inhibitor Norepineprin pada locus cereleus Serotonin PERILAKU Frustasi yang disebabkan karena kegagalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fobia sering kali dimiliki seseorang. Apabila terdapat perasaan takut

BAB I PENDAHULUAN. Fobia sering kali dimiliki seseorang. Apabila terdapat perasaan takut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fobia sering kali dimiliki seseorang. Apabila terdapat perasaan takut akan sesuatu yang terkadang tidak mengidap sesuatu adalah lucu dan aneh, tetapi bagi orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia secara geografis terletak di wilayah yang rawan bencana. Bencana alam sebagai peristiwa alam dapat terjadi setiap saat, di mana saja, dan kapan saja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan merupakan suatu emosi yang paling sering di alami oleh manusia. Kadang-kadang kecemasan sering disebut sebagai bentuk ketakutan dan perasaan gugup yang dialami

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang 1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar belakang Penderita gangguan jiwa dari tahun ke tahun semakin bertambah. Sedikitnya 20% penduduk dewasa Indonesia saat ini menderita gangguan jiwa,, dengan 4 jenis penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah orang dengan gangguan skizofrenia dewasa ini semakin. terutama di negara-negara yang sedang berkembang seperti indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah orang dengan gangguan skizofrenia dewasa ini semakin. terutama di negara-negara yang sedang berkembang seperti indonesia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah orang dengan gangguan skizofrenia dewasa ini semakin mengalami peningkatan dan menjadi masalah kesehatan masyarakat utama, terutama di negara-negara yang

Lebih terperinci

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2014 adalah kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Setiap individu memiliki berbagai gagasan-gagasan mengenai dirinya, dimana gagasan

Bab I Pendahuluan. Setiap individu memiliki berbagai gagasan-gagasan mengenai dirinya, dimana gagasan Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Setiap individu memiliki berbagai gagasan-gagasan mengenai dirinya, dimana gagasan tersebut muncul sebagai bentuk keinginannya agar diterima oleh sosial dan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. (Djarwanto, 1990)

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. (Djarwanto, 1990) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Skripsi bertujuan agar mahasiswa mampu menyusun dan menulis suatu karya ilmiah, sesuai dengan bidang ilmunya. Mahasiswa yang mampu menulis skripsi dianggap

Lebih terperinci

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG - 121001419 LATAR BELAKANG Skizoafektif Rancu, adanya gabungan gejala antara Skizofrenia dan gangguan afektif National Comorbidity Study 66 orang Skizofrenia didapati

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya,

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi setiap orang yang telah menikah, memiliki anak adalah suatu anugerah dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya, tumbuh dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita gangguan jiwa (skizofrenia). Sampai saat ini penanganan penderita gangguan jiwa masih sangat

Lebih terperinci

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS TUJUAN Memahami pengertian bencana dan krisis Memahami penyebab terjadinya bencana Mengidentifikasi proses terjadinya bencana Mengidentifikasi respons individu terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Interaksi karyawan dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya menghasilkan barang atau jasa. Berdasarkan unjuk kerjanya, karyawan mendapatkan imbalan yang berdampak pada

Lebih terperinci

PENGARUH COG CO NITIV

PENGARUH COG CO NITIV SKRIPSI PENGARUH COGNITIVE BEHAVIORAL THERAPY (CBT) TERHADAP POST TRAUMATIC STRESS DISORDER (PTSD) PADA PASIEN POST KECELAKAAN LALU LINTAS DI RSUP SANGLAH DENPASAR OLEH : NI PUTU DIAH PRABANDARI NIM. 1002105085

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa anak prasekolah (3-5 tahun) adalah masa yang menyenangkan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa anak prasekolah (3-5 tahun) adalah masa yang menyenangkan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa anak prasekolah (3-5 tahun) adalah masa yang menyenangkan dan dipengaruhi dengan segala macam hal yang baru. Anak prasekolah sering menunjukan perilaku yang aktif,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah suatu kondisi medis yang ditandai oleh ketidakmampuan

Lebih terperinci

GAMBARAN KLINIS GANGGUAN KECEMASAN

GAMBARAN KLINIS GANGGUAN KECEMASAN GAMBARAN KLINIS GANGGUAN KECEMASAN Definisi Suatu sinyal yang menyadarkan, memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang untuk mengambil tindakan 2 Beda kecemasan dan ketakutan

Lebih terperinci

Dua komponennya yaitu kesadaran akan sensasi fisiologis dan kesadaran bahwa ia gugup

Dua komponennya yaitu kesadaran akan sensasi fisiologis dan kesadaran bahwa ia gugup Gangguan Anxietas Gangguan jiwa paling umum di seluruh dunia Dua komponennya yaitu kesadaran akan sensasi fisiologis dan kesadaran bahwa ia gugup Mengganggu proses pembelajaran Anxietas patologis: prevalensi

Lebih terperinci

DAFTAR KOMPETENSI KLINIK

DAFTAR KOMPETENSI KLINIK Panduan Belajar Ilmu Kedokteran Jiwa - 2009 DAFTAR KOMPETENSI KLINIK Target Kompetensi Minimal Masalah Psikiatrik Untuk Dokter Umum: 1. Mampu mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan kasus psikiatrik

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran diri (body image) dan dukungan sosial pada tiga orang wanita yang mengalami penyakit kanker payudara yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia

BAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia (lansia) disamping usia yang semakin bertambah tua terjadi pula penurunan kondisi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMANDIRIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS HARIAN PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMANDIRIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS HARIAN PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMANDIRIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS HARIAN PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh Gelar S-1

Lebih terperinci

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri A. Pengertian Defisit Perawatan Diri Kurang perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Maslim, 2001). Kurang perawatan diri adalah

Lebih terperinci

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Sains Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Depresi 1. Definisi Depresi Depresi merupakan perasaan hilangnya energi dan minat serta timbulnya keinginan untuk mengakhiri hidup. Depresi biasanya disertai perubahan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia adalah mahluk sosial yang terus menerus membutuhkan orang lain disekitarnya. Salah satu kebutuhannya adalah kebutuhan sosial untuk melakukan interaksi sesama

Lebih terperinci

Makalah Analisis Kasus : Bencana Merapi. Disusun oleh : Carissa Erani

Makalah Analisis Kasus : Bencana Merapi. Disusun oleh : Carissa Erani Makalah Analisis Kasus : Bencana Merapi Disusun oleh : Carissa Erani 190110080106 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2011 BAB I Ilustrasi Kasus Kasus : Letusan Gunung Merapi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak BAB I PENDAHULUAN 1,1. Latar Belakang Gangguan jiwa adalah suatu sindroma atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ragam fenomena pembunuhan yang terjadi disekitar membuat resah. Terlebih kasus-kasus yang melibatkan pembunuhan tanpa sebab atau dikarenakan kehilangan akal sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung. Rumah sakit X merupakan rumah sakit swasta yang cukup terkenal di

BAB I PENDAHULUAN. Bandung. Rumah sakit X merupakan rumah sakit swasta yang cukup terkenal di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,

Lebih terperinci

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran)

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran) A. Identitas Nama Umur Jenis kelamin Agama Pekerjaan Asal Sekolah Kelas : Nissa (Nama Samaran) : 18 tahun : Perempuan : Islam : Siswa : SMA Negeri 1 Sanden : XII Semester : 1 Alamat B. Deskripsi Kasus

Lebih terperinci

Psikoterapi Singkat Pada Pasien Dengan Kondisi Medis Umum

Psikoterapi Singkat Pada Pasien Dengan Kondisi Medis Umum Psikoterapi Singkat Pada Pasien Dengan Kondisi Medis Umum Andri Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) andri@ukrida.ac.id PENDAHULUAN Psikoterapi adalah bagian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada masa ini anak belum memiliki kemampuan berpikir yang baik. Hal ini membuat mereka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi perubahan pertumbuhan dan perkembangan. Masa remaja mengalami perubahan meliputi perubahan

Lebih terperinci

TERAPI MODALITAS DALAM KEPERAWATAN JIWA

TERAPI MODALITAS DALAM KEPERAWATAN JIWA TERAPI MODALITAS DALAM KEPERAWATAN JIWA TERAPI MODALITAS DALAM KEPERAWATAN JIWA Pendahuluan Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anak adalah individu unik yang berada dalam proses tumbuh kembang dan mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang berbeda dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada pasien kanker amputasi dilakukan sebagai prosedur menyelamatkan jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada pasien kanker amputasi dilakukan sebagai prosedur menyelamatkan jiwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Amputasi adalah menghilangkan satu atau lebih bagian tubuh dan belum pernah terjadi sebelumnya yang bisa sebabkan oleh malapetaka atau bencana alam seperti kecelakaan,

Lebih terperinci