EFIKASI VIRUS NEWCASTLE DISEASE APATHOGENIC SEBAGAI VAKSIN AKTIF PADA AYAM PEDAGING FARIS MAKKAWARU SYUKRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFIKASI VIRUS NEWCASTLE DISEASE APATHOGENIC SEBAGAI VAKSIN AKTIF PADA AYAM PEDAGING FARIS MAKKAWARU SYUKRI"

Transkripsi

1 EFIKASI VIRUS NEWCASTLE DISEASE APATHOGENIC SEBAGAI VAKSIN AKTIF PADA AYAM PEDAGING FARIS MAKKAWARU SYUKRI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESMAVET FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efikasi Virus Newcastle Disease sebagai Vaksin Aktif pada Ayam Pedaging adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Faris Makkawaru Syukri NIM B

4 ABSTRAK FARIS MAKKAWARU SYUKRI. Efikasi Virus Newcastle Disease Apathogenic sebagai Vaksin Aktif pada Ayam Pedaging. Di bimbing oleh SRI MURTINI dan RETNO D. SOEJOEDONO. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari efikasi virus Newcastle Disease (ND) apathogenic sebagai vaksin aktif pada ayam. Sebanyak 100 ekor ayam digunakan dalam penelitian ini kemudian dibagi ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok yang divaksinasi dengan vaksin aktif ND apathogenic pada hari ke-3 dan ke-16, kelompok kedua adalah kelompok yang tidak divaksinasi sebagai kelompok kontrol, sedangkan kelompok ketiga diambil sampel darah pada hari ke-0. Uji tantang dilakukan untuk mengetahui kemampuan vaksin dalam mencegah terjadinya penyakit dilakukan pada minggu ke-2 setelah vaksinasi kedua. Pengukuran antibodi dari awal penelitian sampai minggu ke-4 setelah vaksinasi dengan dilakukan dengan uji haemagglutination inhibition (HI). Uji tantang menunjukkan kematian pada kelompok yang divaksin sebesar 20% dan 60% untuk kelompok yang tidak divaksin. Hasil penelitian menunjukkan vaksin ND apathogenic mampu menginduksi antibodi yang protektif pada ayam. Vaksinasi juga mampu melindungi ayam dari infeksi ND. Kata kunci: Newcastle Disease, uji HI, vaksin aktif ND ABSTRACT FARIS MAKKAWARU SYUKRI. The Efficacy of Newcastle Disease Apathogenic Virus as Active Vaccine in Broiler Chicken. Supervised by SRI MURTINI and RETNO D. SOEJOEDONO. The research was conducted to study the efficacy of apathogenic Newcastle Disease (ND) virus as a live vaccine in broiler chicken. One hundred chickens were used and divided into three groups. The first group was vaccinated with apathogenic ND active vaccine on day 3 and 16, the second group was unvaccinated (control group), while the third group was used as a 0 day blood sampling. Challenge test was done to determine the protection ability of ND active vaccine at two after second vaccination. Antibody titer was measured from first week until the fourth week during research with haemagglutination inhibition (HI) test. The challenged test showed that the mortality number of vaccinated group was smaller (20%) compared to the unvaccinated group (60%). Test results showed that apathogenic ND active vaccine was able to induced antibody titer up to the protective level against the ND virus. Vaccination also able to protect the chicken from ND infection. Keywords: HI Test, ND active vaccine, Newcastle Disease

5 EFIKASI VIRUS NEWCASTLE DISEASE APATHOGENIC SEBAGAI VAKSIN AKTIF PADA AYAM PEDAGING FARIS MAKKAWARU SYUKRI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESMAVET FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

6

7 Judul Skripsi : Efikasi Virus Newcastle Disease Apathogenic sebagai Vaksin Aktif pada Ayam Pedaging Nama : Faris Makkawaru Syukri NIM : B Disetujui oleh Dr Drh Sri Murtini, MSi Pembimbing I Prof Dr Drh Retno D. Soejoedono, MS Pembimbing II Diketahui oleh Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran Hewan Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga penelitian dan skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini ialah kualitas vaksin, dengan judul Efikasi Virus Newcastle Disease Apathogenic sebagai Vaksin Aktif pada Ayam Pedaging. Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung khususnya kepada: 1. Dr Drh Sri Murtini, MSi selaku dosen pembimbing I, yang telah memberikan bimbingan, nasehat, waktu, dan tenaga selama penelitian dan penulisan skripsi. 2. Prof Dr Drh Retno D. Soejoedono, MS selaku dosen pembimbing I, yang telah memberikan bimbingan, nasehat, waktu, dan tenaga selama penelitian dan penulisan skripsi. 3. Keluarga tercinta, Ayah dan Ibu, Kakak serta Adikku atas do a, dorongan, dukungan material maupun tenaga yang diberikan. 4. Tenaga kependidikan Mikrobiologi beserta staff UPHL yang telah membantu selama penelitian. 5. Teman sepejuangan pembimbingan penelitian Kenda Adithya Nugraha dan Noor Rohman Setiawan atas bantuannya dari awal penelitian sampai tahap penyusunan skripsi. 6. Rekan sepenelitian Claudia Putri atas segala bantuannya selama penelitian. 7. Sahabat sekaligus mentor Faisal dan Fendi atas motivasi dan bantuan selama ini. 8. Teman sekamar asrama C1 lorong lima kamar 48 yang telah membimbing saat pertama masuk lingkungan IPB. 9. Teman satu kontrakan di Wisma Aulia yang telah tinggal satu atap dan berbagi selama ini. Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Bogor, Agustus 2015 Faris Makkawaru Syukri

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 4 METODE 4 Waktu dan Tempat 4 Bahan dan Alat 4 Metode Penelitian 5 Analisis Data 8 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 SIMPULAN DAN SARAN 12 Simpulan 12 Saran 12 DAFTAR PUSTAKA 13 LAMPIRAN 15 RIWAYAT HIDUP 18

10 DAFTAR TABEL 1 Strain virus ND yang digunakan dalam vaksin aktif 2 2 Rancangan percobaan penelitian 5 3 Rataan Titer Antibodi (GMT) pada masing-masing kelompok ayam 8 4 Gejala klinis ayam vaksin dan ditantang virus ND (K1) 10 5 Gejala klinis ayam tidak divaksin dan ditantang virus ND (K2) 10 6 Pengamatan jumlah kematian ayam uji tantang virus ND 10 7 Perubahan patologi anatomi ayam uji tantang virus ND 11 DAFTAR GAMBAR 1 Pembagian kelompok ayam 4 DAFTAR LAMPIRAN 1 Data titer antibodi ayam (log 2) 15 2 Analisis data kekebalan ayam 16

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Newcastle Disease merupakan ancaman terhadap industri unggas di seluruh dunia. Berbagai bentuk gejala klinis, variasi kemunculan dan penyebaran varian genetik baru, menjadi tantangan dalam pengenalan dan diagnosis penyakit ini (Cattoli et al. 2011). Newcastle Disease merupakan penyakit pernapasan dan sistemik, bersifat akut dan mudah sekali menular. Penyakit ini disebabkan oleh virus dan menyerang berbagai jenis unggas terutama ayam. Virus Newcastle Disease sangat bervariasi dalam bentuk derajat keparahan penyakit yang disebabkannya. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pada setiap kasus ND selalu ditemukan adanya gejala gangguan pernapasan meskipun dalam bentuk campuran dengan gejala gangguan pencernaan atau gangguan syaraf. Penyakit ini mempunyai dampak ekonomi penting dalam industri perunggasan karena menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi, penurunan produksi telur dalam kuantitas maupun kualitas, gangguan pertumbuhan, biaya penanggulangan penyakit yang tinggi, dan mendukung timbulnya penyakit pernapasan lainnya (Tabbu 2000). Newcastle Disease disebabkan oleh avian paramyxovirus type 1 (APMV- 1) serotipe dari genus Avulavirus dalam subfamili Paramyxovirinae, famili Paramyxoviridae. Jenis Paramyxovirus yang telah diisolasi dari spesies burung telah diklasifikasikan dengan pengujian serologis dan analisis filogenetik menjadi sepuluh subtipe mulai dari APMV-1 hingga APMV-10 (Miller et al. 2010). Virus ND (VND) telah di klasifikasikan dalam APMV-1 (Alexander & Senne 2008). Newcastle Disease pertama kali dilaporkan pada tahun 1926 di Jawa, Indonesia dan di Newcastle, Inggris. Beberapa peneliti melaporkan bahwa ND mungkin telah ditemukan sebelumnya di Eropa, bahkan diduga penyakit ini telah meletup di Korea pada tahun Penyakit ini juga dikenal dengan berbagai nama, yaitu pseudofowl pest, pseudovogel pest, atypishe geflugelpest, pseudopoultry plaque, avian pest, avian distemper, Ranikhet disease, tetelo disease (penyakit tetelo), Korean fowl plaque, dan avian pneumoencephalitis (Tabbu 2000). Kekebalan atau imunitas ayam terhadap VND akan terbentuk setelah ayam bertahan hidup dari serangan VND virulen dan ayam akan mendapatkan kekebalan jangka panjang bahkan hingga seumur hidup dari infeksi VND selanjutnya. Infeksi VND dengan virulensi rendah mengakibatkan adanya respon imun tanpa menyebabkan penyakit yang parah, hal ini merupakan dasar dari vaksinasi. Dasar dari respon imun ada tiga yaitu, antibodi dalam sirkulasi, antibodi yang disekresi untuk kekebalan mukosal, dan kekebalan yang berperantara sel. Newcastle Disease dapat dicegah dengan melakukan vaksinasi (Grimes 2002). Vaksin merupakan sediaan yang mengandung zat imunogenik yang mampu menimbulkan kekebalan aktif. Vaksin dapat dibuat dari bakteri, riketsia dan virus. Vaksin dapat berupa suspensi organisme hidup, inaktif atau fraksifraksinya, dan toksoid. Vaksin virus adalah suspensi virus yang ditumbuhkan dalam telur berembrio atau biakan sel yang sesuai. Vaksin dapat mengandung

12 2 virus hidup atau diinaktifkan maupun komponen imunogeniknya. Vaksin virus hidup umumnya dibuat dari virus galur khas yang virulensinya telah dilemahkan (Depkes 1995). Terdapat dua jenis vaksin secara umum yaitu live vaccine dan killed vaccine. Live vaccine atau vaksin hidup dibuat dari virus yang masih hidup serta dapat menginfeksi sel. Strain virus yang digunakan memiliki tingkat virulensi rendah atau sedang. Vaksin ini meniru infeksi alami virus dan mendorong ketiga respon imun. Killed vaccine adalah virus yang telah diinaktifasi sehingga kehilangan kemampuannya untuk menginfeksi sel. Inaktifasi virus dapat dilakukan dengan penambahan bahan kimiawi, radiasi, atau pemanasan (Senne et al. 2004). Secara umum strain dari virus ND diklasifikasikan menjadi empat tipe patogenitas yaitu: Apathogenic (tidak menyebabkan penyakit), Lentogenic (virulensi dan mortalitas rendah, menurunkan produksi telur), Mesogenic (virulensi sedang, mortalitas hingga 50%, menurunkan produksi telur), Velogenic (virulensi tinggi, menyebabkan penyakit yang parah dengan tingkat mortalitas tinggi). Produksi vaksin hidup ND menggunakan banyak strain dari virus ND selain dari strain velogenic. Delapan dari strain yang digunakan sebagai vaksin tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1 Strain virus ND yang digunakan dalam vaksin aktif Strain F B1 La Sota V4 V4-HR Keterangan Lentogenic. Biasanya digunakan pada ayam muda tetapi cocok digunakan sebagai vaksin pada ayam untuk semua umur. Lentogenic. Sedikit lebih ganas daripada F, digunakan sebagai vaksin untuk ayam semua umur. Lentogenic. Sering menyebabkan tanda-tanda pernapasan saat post vaksinasi, digunakan sebagai booster vaksin dalam flok ayam yang divaksinasi dengan F atau B1 Apathogenic. Digunakan pada ayam untuk semua umur. Apathogenic. Jenis V4 yang tahan panas, termostabil, digunakan untuk ayam semua umur. I-2 Apathogenic. Termostabil, digunakan pada ayam semua umur Mukteswar Komarov Mesogenic. Strain yang invasif, digunakan sebagai booster vaksin. Dapat menyebabkan reaksi yang merugikan (gangguan pernapasan, kehilangan berat badan atau penurunan produksi telur dan bahkan kematian) jika digunakan pada ayam dengan kekebalan tubuh rendah. Biasanya diberikan melalui injeksi. Mesogenic. Kurang patogen daripada Mukteswar, digunakan sebagai booster vaksin. Biasanya diberikan melalui injeksi. a Sumber: Grimes (2002)

13 Rute pemberian vaksin ada berbagai macam tergantung kebutuhan dan kondisi di lapangan. Pemberian vaksin dilakukan melalui spray, tetes mata, air minum, pencampuran dengan makanan dan injeksi. Efektivitas vaksin bervariasi tergantung rute pemberiannya (Alexander et al. 2004). Vaksinasi untuk penyakit ND secara rutin dilakukan di negara-negara di mana strain virulen dari virus ND bersifat endemik. Di negara-negara yang tidak memiliki strain virulen, bila terjadi paparan oleh strain di lapangan yang memiliki virulensi rendah dapat mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi para produsen, sehingga vaksinasi juga dilakukan di negara tersebut. Jenis vaksin yang digunakan dan jadwal vaksinasi dilakukan secara bervariasi tergantung pada potensi ancaman, virulensi dari tantangan virus di lapangan, jenis produksi, dan jadwal produksi (Senne et al. 2004). Umumnya kualitas vaksin ND akan menurun setelah disimpan selama satu atau dua jam dalam suhu kamar. Hal ini membuat vaksin tidak cocok untuk digunakan di daerah terpencil yang memerlukan pengangkutan selama berjam-jam atau dalam beberapa kasus vaksin disimpan sampai beberapa hari pada suhu kamar. Beberapa vaksin dikenal lebih tahan terhadap perubahan suhu karena memiliki sifat termostabil seperti vaksin I-2. Vaksin termostabil masih perlu disimpan dalam lemari es untuk penyimpanan jangka panjang. Namun selama transportasi vaksin tidak akan memburuk secepat vaksin konvensional. Metode evaporative cooling atau pembungkusan vaksin dengan kain lembab dapat mempertahankan viabilitas vaksin selama trasnportasi. Namun jika vaksin disimpan di bawah sinar matahari langsung atau dibiarkan mencapai suhu tinggi (di atas 37 C) selama lebih dari beberapa jam, kualitas vaksin akan menurun dan tidak dapat digunakan lagi (Grimes 2002). Uji Haemagglutination Inhibition (HI) merupakan uji serologis yang paling sering digunakan dalam evaluasi antibodi terhadap ND. Kegunaan uji ini dalam diagnosis bergantung pada status kekebalan unggas yang akan diuji dan kondisi kesehatannya. Virus ND dapat digunakan sebagai antigen dalam berbagai uji serologis seperti: uji netralisasi virus, uji HI dan uji enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) yang akan digunakan dalam penilaian titer antibodi pada unggas. Saat ini, uji HI merupakan uji yang paling banyak digunakan untuk mendeteksi titer antibodi unggas terhadap APMV-1, sedangkan penggunaan kit ELISA komersial untuk menilai titer antibodi pasca vaksinasi umum. Secara umum, uji netralisasi virus, uji titer HI dan titer ELISA berkorelasi pada sekelompok unggas, bukan pada individu unggas (OIE 2012). 3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efikasi vaksin aktif untuk ND yang berasal dari virus ND apatogen, melalui gambaran antibodi dan kemampuannya dalam mencegah terjadinya gejala klinis serta perubahan patologi anatomi pada uji tantang.

14 4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai seberapa besar tingkat kemampuan vaksin dalam meningkatkan imunitas ayam dengan perlindungan terhadap paparan virus ND. METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-April Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap I adalah pengambilan sampel darah ayam pedaging setiap minggu secara berkala di Kandang Unggas Unit Pengelola Hewan Labolatorium (UPHL) Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari hingga Maret Tahap II adalah pengujian laboratoris yang dilakukan di Laboratorium Imunologi Bagian Mikrobiologi Medis Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, pada bulan April Bahan dan Alat Hewan Coba Seratus ekor ayam pedaging umur 1 hari DOC (Day Old Chick) yang diperoleh dari ayam pembibit. Ayam dibagi tiga kelompok yaitu kelompok pertama adalah kelompok yang divaksin sebanyak 40 ekor ayam, kelompok kedua adalah kelompok yang tidak divaksin sebanyak 40 ekor ayam, kelompok 20 ekor ayam digunakan sebagai kelompok awal untuk dievaluasi berat badan dan titer antibodi asal induknya. Hari ketiga, kelompok pertama diberikan vaksin aktif ND, kelompok kedua tidak diberikan vaksin. Hari ke-8, 16, 23, dan 31 dilakukan pengambilan darah dari 10 ekor masing-masing kelompok untuk diperiksa titer antibodinya. Hari ke-29, 10 ekor ayam dari masing-masing kelompok ditantang dengan virus ND Sato dosis 10 4 Chicken Lethal Dose 50 (CLD 50 ). Pengamatan gejala klinis dan kematian dilakukan selama 10 hari. Pada hari ke-10 setelah uji tantang, semua ayam yang masih hidup dinekropsi dan diamati gambaran patologi anatominya.

15 5 100 ekor 40 ekor vaksin ND 40 ekor tidak vaksin ND 20 ekor kontrol 30 ekor tidak ditantang 10 ekor ditantang virus ND 30 ekor tidak ditantang 10 ekor ditantang virus ND Gambar 1 Pembagian kelompok Ayam Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain suspensi sel darah merah (SDM) 5% dan 1%, alkohol 70%, virus ND Sato, vaksin ND, air minum, air gula, pakan ayam (BR-21E), sampel serum ayam, antigen VND, larutan NaCl fisiologis 0.9%, Natrium Sitrat 3.8%, Phosphate Buffer Saline (PBS) 0.01 M. Alat Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain syringe 1 dan 3 ml, tabung mikro 1.5 ml, label, kapas, kandang litter, timbangan, rak, lemari pendingin, mikrokapiler, mikropipet, pipet multichannel, microplate, tips, sentrifus, litter, koran, dan alat-alat nekorpsi. Kelompok Tabel 2 Rancangan percobaan penelitian Perlakuan (hari ke-) K1 Vaksinasi ND Pengambilan serum Pengambilan serum dan vaksinasi ke-2 Pengambilan serum Uji tantang Pengambilan serum Nekropsi pada ayam K2 Tidak Vaksin ND Pengambilan serum Pengambilan serum dan tidak divaksin Pengambilan serum Uji tantang Pengambilan serum Nekropsi pada ayam Metode Penelitian Penyiapan Kandang dan Hewan Coba Persiapan kandang dilakukan dengan desinfeksi kandang dan pemberian sekam dan koran pada lantai kandang. Ayam yang datang dimasukkan dalam kandang yang telah disiapkan sesuai pembagian kelompoknya. Pemberian pakan

16 6 belum dilakukan pada hari pertama, namun diberian air gula guna memperbaiki kondisi dan tenaga DOC yang hilang selama perjalanan. Pemberian minum ad libitum dan pakan setiap hari mulai pada hari ke-2, jumlah pakan yang diberikan dinaikkan secara bertingkat sesuai dengan berat badan dan nafsu makan ayam. Pemeliharaan dilakukan selama 38 hari. Kandang ayam dibagi menjadi 4 tempat, 2 tempat untuk ayam vaksin dan tidak divaksin, 2 tempat pada kandang tantang untuk masing-masing kelompok. Vaksinasi Hewan Coba Rute vaksinasi dilakukan melaui air minum (oral) dengan pencampuran 1000 dosis vaksin kedalam 500 ml air minum. Vaksin diberikan pada hari ke-3 dan hari ke-16 pada 40 ekor ayam. Vaksin yang digunakan pada penelitian ini adalah vaksin aktif dengan dosis sesuai anjuran perusahaan, yaitu Egg Infectious Dose 50 (EID 50 ) per dosisnya. Koleksi Serum Pengambilan darah dilakukan pada saat DOC berumur 1 hari (sebelum vaksinasi) dan 8 hari (setelah vaksinasi) dengan menggunakan syringe 1 ml melalui jantung. Pengambilan darah hari ke-8, 16 dan 31 dilakukan melalui vena brachialis. Sampel darah disimpan dalam lemari pendingin dalam suhu 4 C selama 24 jam hingga terbentuk serum. Serum darah yang terbentuk dipisahkan dan dimasukkan ke dalam tabung mikro 1.5 ml dan diberi label serta disimpan pada suhu -20 C sampai digunakan dalam Uji HI. Uji Tantang Uji tantang dilakukan dengan pemberian virus ND (Newcastle Disease) strain Sato melalui injeksi IM (Intra Muscular) pada hari ke-29. Dosis virus tantang yang digunakan pada uji tantang adalah 10 4 Chicken Lethal Dose 50 (CLD 50 ) dosis per individu Penyiapan Sel Darah Merah (SDM) 1% Darah diambil dari ayam donor, ditambahkan antikoagulan Natrium Sitrat 3.8% dengan perbandingan 4:1. Darah dimasukkan ke dalam tabung dan digoyangkan hingga tercampur. Darah disentrifugasi selama 10 menit pada 1500 g. Supernatan yang terbentuk dibuang, sedangkan SDM yang mengendap dicuci/dibilas dengan menambahkan NaCl fisiologis 0.9% sebanyak supernatan yang dibuang atau dua kali volume darah. Suspensi dihomogenkan dan disentrifugasi kembali. Pencucian dilakukan sebanyak tiga kali. Supernatan hasil pencucian ketiga dibuang, sehingga diperoleh SDM dengan konsentrasi 100%. Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan penambahan NaCl fisiologis 0.9% secara bertingkat menjadi 50%, 5%, dan 1%. Suspensi SDM tersebut dapat langsung digunakan dengan diencerkan terlebih dahulu menjadi suspensi 1% untuk uji Hambat Aglutinasi (uji HI) mikrotitrasi.

17 7 Penyiapan Virus Standar dengan Haemagglutination (HA) Test Sebanyak 25 µl PBS dimasukkan ke sumur microplate (V bottom microplate) baris pada A sampai F, kolom 2 sampai 12, kemudian sebanyak 50 µl antigen ND dimasukkan ke dalam sumur A1 sampai E1. Antigen ND sebanyak 25 µl dipindahkan dari sumur A1 sampai E1 ke dalam sumur A2 sampai E2 menggunakan pipet multichannel dan dihomogenkan 5 kali. Setiap antigen menggunakan tip yang berbeda. Dua puluh lima µl PBS dimasukkan ke dalam sumur B2 dan dihomogenkan 10 kali. Selanjutnya dari sumur B2 dikeluarkan sebanyak 25 µl campuran tersebut sehingga pengenceran pada sumur B2 menjadi 1/3. Kemudian PBS sebanyak 75 µl dimasukkan ke dalam sumur C2 dan dihomogenkan 10. Dari sumur C2 diambil 75 µl campuran pada sumur tersebut sehingga pengencerannya menjadi 1/5. Seratus dua puluh lima µl PBS dipipet ke dalam sumur D2 dan dihomogenkan 10 kali dengan cara memipet naik dan turun. Dari sumur D2 diambil 125 µl suspensi sehingga pengenceran pada sumur tersebut menjadi 1/7. Seratus tujuh puluh lima µl PBS dipipet ke dalam sumur E2 dan dihomogenkan 10 kali dengan cara memipet naik dan turun. Dari sumur E2 diambil 175 µl suspensi sehingga pengenceran pada sumur tersebut menjadi 1/9. Selanjutnya digunakan pipet multichannel dengan tips baru. Dua puluh lima µl suspensi dipipet dari kolom A2 sampai E2 ke dalam A3 sampai E3 ke dalam kolom A4 sampai E4 dan dihomogenkan 5 kali. Langkah ini diulangi hingga kolom A12 sampai E12. Setelah dihomogenkan 5 kali dari A12 sampai E12 dibuang 25 µl suspensi. Selanjutnya dimasukkan 25 µl PBS dan 25 µl SDM 1% (1% v/v) ke dalam setiap sumur. Microplate digoyang-goyangkan selama 10 detik. Kemudian diinkubasi selama 60 menit pada suhu 4 C. Hasil diamati setelah sumur kontrol positif terlihat adanya reaksi penghambatan aglutinasi dengan memiringkan microplate, dengan membandingkan kontrol. Pembacaan dilakukan dengan melihat sumur yang menampakkan terjadinya endapan seperti pada lubang kontrol negatif dinyatakan negatif HA, sedangkan yang menunjukkan terjadinya aglutinasi (penggumpalan SDM) dinyatakan positif HA (OIE 2012). Uji Haemagglutination Inhibition (HI) Microtitration Dua puluh lima µl PBS dimasukkan ke dalam sumur microplate (V bottom microplate), kemudian 25 µl sampel serum ayam dimasukkan ke dalam lubang pertama dan dilakukan pengenceran menggunakan mikropipet dengan cara menghisap dan mengeluarkan campuran sebanyak 5 kali lalu 25 µl campuran dipindahkan pada sumur kedua. Pengenceran dilakukan hingga sumur ke-12. Pada sumur ke-12 sebanyak 25 µl campuran dibuang. Dua puluh lima µl suspensi virus ND standar (4 HAU) dimasukkan ke dalam sumur berisi serum yang telah diencerkan lalu dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu 4 C selama 60 menit, kemudian ditambahkan SDM 1% sebanyak 25 µl kedalam seluruh sumur. Microplate digoyang selama 10 detik agar larutan homogen dan diinkubasi pada suhu 4 C selama 60 menit. Hasil diamati setelah sumur kontrol positif terlihat adanya reaksi penghambatan aglutinasi. Titer antibodi dihitung dengan melihat batas akhir penghambatan aglutinasi sempurna.

18 8 Batas akhir pada pengenceran tertinggi yang mampu menghambat terjadinya aglutinasi secara sempurna dan disebut dengan end point (OIE 2012). Analisis Data Rataan titer antibodi dihitung dengan menggunakan Geometric Mean Titre (GMT) dengan rumus matematis: Keterangan : N = Jumlah contoh serum yang diamati t = Titer antibodi pada pengenceran tertinggi (yang masi dapat menghambat aglutinasi SDM) S = Jumlah contoh serum yang bertiter t n = Titer antibodi pada sampel ke-n Data rataan titer antibodi yang diperoleh dari penelitian dianalisis menggunakan metode analysis of variance (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan untuk membuktikan adanya perbedaan yang nyata dari perlakuan kelompok. Pengamatan gejala klinis dan perubahan patologi anatomi dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan titer antibodi pada kelompok yang tidak divaksin dan tidak ditantang merupakan kondisi kadar antibodi maternal dari awal ayam menetas sampai akhir pemeliharaan. Pada jenis burung, antibodi asal induk diturunkan dari induk ayam yang divaksinasi atau diinfeksi secara alami kepada keturunannya melalui kuning telur. Imunitas pasif ini memiliki durasi yang relatif pendek, biasanya 1 2 minggu dan umumnya kurang dari 4 minggu. Antibodi asal induk memiliki fungsi untuk melindungi anak ayam (beberapa minggu pertama) selama periode ketika sistem kekebalan mereka belum sepenuhnya berkembang. Secara umum transfer antibodi dari induk ke telur dapat melalui kuning telur dan albumin serta transfer dari kuning telur ke embrio melalui sirkulasi embrio (Soares 2008). Titer antibodi yang protektif terhadap ND pada anak ayam yaitu sebesar 2 3 atau lebih (Grimes 2002). Menurut Okwor et al. (2014), antibodi asal induk dapat menetralisasi vaksin jika ayam yang divaksinasi memiliki titer antibodi yang tinggi. Antibodi asal induk terdiri dari berbagai jenis immunoglobulin (Ig), diantaranya yaitu IgG (disebut juga sebagai IgY), IgA, dan IgM (Benčina et al. 2005), Dua kelas yang utama yaitu IgG dan IgA. IgG adalah yang paling efektif, disimpan dalam kuning telur dan diserap dalam sistem peredaran darah oleh anak ayam. Sisanya yaitu IgA disimpan dalam albumin dan bertindak sebagai antibodi lokal pada saluran pernapasan dan usus. IgG menawarkan perlindungan yang lebih umum dan IgA dapat bertindak sebagai pertahanan utama terhadap Infectious Bronchitis Virus dan Newcastle Disease (Fast 2008).

19 Tabel 3 Rataan titer antibodi (GMT) pada masing-masing kelompok ayam Hari ke- Titer antibodi terhadap ND Kelompok vaksin Kelompok tidak divaksin ±0.75b 2 3.4±0.75b ±0.32e 2 7.3±0.95de ±1.71d 2 5.3±1.57c ±1.29c 2 4.0±1.15bc ±2.66c 2 2.1±1.60a Keterangan: huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menyatakan perbedaan yang nyata 9 Hasil pengujian menunjukkan bahwa antibodi asal induk pada ayam pedaging pada penelitian ini mempunyai titer yang tinggi ( 2 4 ) hingga ayam berumur 3 minggu (hari ke-23). Antibodi asal induk baru turun setelah ayam 31 hari. Berdasarkan pemeriksaan antibodi kelompok ayam yang divaksinasi menunjukkan bahwa vaksinasi melalui air minum pada hari ke-3 dan 14 mampu mempertahankan titer antibodi diatas antibodi yang protektif terhadap ND yaitu 2 4. Perbandingan titer antibodi pada kedua kelompok menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. Peningkatan titer antibodi yang cukup tinggi dari hari ke-8 diduga karena 20 ekor ayam kontrol berasal dari kelompok ayam yang berbeda (bukan kelompok vaksin maupun tidak divaksin) dan adanya ketidakseragaman titer antibodi pada flock ayam yang digunakan. Titer antibodi pada ayam minggu ke-2 setelah vaksinasi menunjukkan rataan titer antibodi sebesar untuk kelompok vaksin dan untuk kelompok tidak divaksin dengan perbandingan yang berbeda nyata. Jumlah titer antibodi pada minggu kedua mengalami penurunan dibandingkan dengan minggu pertama. Hal ini diduga terkait dengan cara pemberian vaksin melalui air minum, sehingga respon kekebalannya tidak bertahan lama. Perbedaan nyata pada kelompok vaksin dan tidak divaksin karena ayam telah diberikan vaksinasi ke-2 atau booster pada hari ke-16 dan antibodi asal induk pada kedua kelompok sudah sangat rendah pada minggu kedua. Pada minggu ke-3 titer antibodi pada kelompok ayam vaksin sebesar dan pada tidak divaksin sebesar dan perbandingan titer antibodi pada dua kelompok ayam tidak berbeda nyata. Menurut Natsir (2011) dari pengamatan dilapangan mayoritas kemunculan kasus ND di sekitar minggu ke-3 atau sekitar hari, dan beberapa bisa menyerang lebih dini. Uji tantang pada ayam dilakukan pada hari ke-29 atau diantara minggu ke-3 dan ke-4 setelah vaksinasi, sebagai gambaran umum kemunculan kasus dilapangan. Titer antibodi kelompok ayam vaksin pada hari ke-31, mengalami sedikit peningkatan dari sebelumnya yaitu dan pada kelompok ayam tidak divaksin mengalami penurunan titer antibodi yaitu sebesar dengan perbandingan titer antibodi kedua kelompok yang berbeda nyata. Peningkatan antibodi pada kelompok ayam vaksin merupakan akibat sudah berfungsinya sistem kekebalan dari hasil vaksinasi sebelumnya, sedangkan penurunan pada titer antibodi

20 10 kelompok ayam tidak divaksin merupakan akibat tidak adanya respon kekebalan yang muncul karena kelompok ini tidak diberikan vaksinasi. Respon kekebalan tubuh pada ayam yang optimal bergantung pada beberapa kondisi spesifik seperti kondisi lingkungan, umur ayam, status nutrisi, dan status infeksi pada ayam (Kogut 2009). Selain dari faktor individu, vaksin juga memegang peran penting dalam menginduksi kekebalan ayam, seperti kualitas vaksin (titer, stabilitas, serotype, biotype, inaktivasi, dan adjuvant), administrasi vaksin (rute, keseragaman, kombinasi, program vaksinasi, dan pelarut), dan kondisi ayam (paparan sebelumnya, imunitas pasif, dan imunosupresi). Titer protektif pada ayam yang divaksin mempengaruhi timbulnya gejala klinis pada uji tantang. Gejala klinis ND yang muncul dapat berupa anoreksia, peningkatan temperatur tubuh sampai 43 C (normal: C), lesu, haus, bulu kusam, jengger berdarah, mata tertutup, diare berair, bersin, gangguan pernapasan, dan larings serta farings yang kering. Ayam yang sembuh memperlihatkan tanda kerusakan sistem saraf pusat, dicirikan oleh paresis kaki, ataksia, tortikolis, pergerakan berputar-putar, dan tremor (Fenner et al. 1993). Tabel 4 Gejala klinis ayam vaksin dan ditantang virus ND (K1) Gejala klinis Hari ke- (setelah tantang) Lemas 0/10 0/10 1/9 1/9 0/8 Tremor 0/10 0/10 1/9 1/9 0/8 Diare 0/10 0/10 0/9 0/9 0/8 Kejang 0/10 0/10 0/9 0/9 0/8 Tortikolis 0/10 0/10 0/9 0/9 0/8 Tidak ada kelainan 10/10 10/10 8/9 8/9 8/8 Pemerikasaan gejala klinis pada ayam yang di uji tantang dilakukan tiap pagi dan sore per harinya. Gejala klinis pada kelompok ayam dengan uji tantang dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5. Ayam yang divaksin baru timbul gejala klinis pada hari ke-7 dan hanya 1 ekor yang menunjukkan gejala klinis. Gejala klinis yang timbul hanya sedikit, berupa lesu, tremor, mata bengkak dan kesulitan bernapas. Tabel 5 Gejala klinis ayam tidak divaksin dan ditantang virus ND (K2) Gejala klinis Hari ke- (setelah tantang) Lemas 2/10 0/8 1/6 3/6 0/4 Tremor 0/10 1/8 1/6 1/6 0/4 Diare 0/10 0/8 1/6 0/6 0/4 Kejang 0/10 1/8 0/6 0/6 0/4 Tortikolis 1/10 0/8 0/6 0/6 0/4 Tidak ada kelainan 7/10 6/8 4/6 4/6 4/4

21 11 Pada kelompok ayam tidak divaksin yang ditantang dengan virus ND secara umum memperlihatkan gejala klinis berupa lesu, feses encer dan berwarna putih, gemetar (tremor), kejang, dan kepala terpuntir (tortikolis). Gejala klinis pada kelompok ini juga muncul lebih cepat, yaitu pada hari ke-5. Kelompok ayam vaksin secara umum mampu bertahan dari virus ND tantang. Vaksin pada kelompok ayam ini mampu menahan munculnya gejala klinis, sedang pada kelompok ayam tidak vaksin terdapat banyak gejala klinis yang muncul. Tabel 6 Pengamatan jumlah kematian ayam uji tantang virus ND Kelompok Hari ke Vaksin (K1) 0/10 0/10 1/10 0/9 1/9 Tidak divaksin (K2) 0/10 2/10 2/8 0/8 2/6 Pengamatan jumlah kematian ayam dengan uji tantang virus ND dapat dilihat pada Tabel 6. Kematian ayam vaksin sejumlah 2 ekor dan tidak vaksin sejumlah 6 ekor ayam. Persentase kematian kelompok ayam yang vaksin sebesar 20%, sedangkan persentase kematian untuk ayam tidak divaksinasi sebesar 60%. Tabel 7 Perubahan patologi anatomi ayam uji tantang virus ND Perubahan patologi anatomi (PA) Vaksin (K1) Tidak vaksin (K2) Hati pucat 2/8 3/4 Hati bengkak 1/8 3/4 Ginjal bengkak 4/8 3/4 Hiperemi proventrikulus 1/8 1/4 Hiperemi usus 4/8 4/4 Limpa Bengkak 3/8 3/4 Pemeriksaan patologi anatomi ayam dilakukan pada hari terakhir penelitian. Pada kelompok ayam dengan uji tantang semua ayam hidup yang tersisa diperiksa gambaran patologi anatominya. Perubahan patologi anatomi pada infeksi virus ND meliputi perdarahan ekimotik pada larings, trakea, esophagus, dan disepanjang usus (Fenner et al. 1993). Perubahan patologi anatomi ayam yang terlihat umumnya berupa petechiae pada usus, hati pucat dan bengkak, kebengkakan pada limpa, dan proventrikulus. Perubahan patologi pada kedua kelompok ayam dapat dilihat pada Tabel 7. Pada kelompok ayam vaksin tanpa uji tantang terlihat tidak ada perubahan patologi anatomi, sedangkan pada kelompok tidak divaksin terdapat petechiae pada usus. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh adanya infeksi organisme asing terhadap ayam selama penelitian. Perubahan patologi anatomi pada ayam dengan uji tantang terjadi karena adanya infeksi virus terhadap target organ ayam. Pada ayam kelompok tidak

22 12 divaksin, banyak organ yang mengalami kelainan dan hanya 4 yang bertahan hidup dari sepuluh ayam awal yang diuji. Pada kelompok ayam vaksin, hanya sedikit organ yang menunjukkan perubahan patologi anatomi dan beberapa ayam tidak menunjukkan perubahan patologi anatomi. Ayam pada kelompok ini juga hanya 2 ekor yang megalami kematian. Pada ayam yang tidak divaksinasi menunjukkan perubahan patologi anatomi (PA) berupa hati pucat dan bengkak, ginjal bengkak, hiperemi proventrikulus, hiperemi usus, dan kebengkakan ginjal pada seluruh ayang yang tersisa. Pada ayam yang mati perubahan PA yang ditemui adalah hati pucat dan bengkak, ginjal bengkak, hiperemi proventrikulus, hiperemi usus, dan kebengkakan pada ginjal. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan data dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian vaksin ND aphatogenic mampu menginduksi pembentukan antibodi dan menghasilkan respon kekebalan yang protektif pada ayam pedaging terhadap infeksi virus ND. Saran Perlu dilakukan penelitian dengan jangka waktu yang lebih lama setelah vaksinasi dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap performa ayam setelah vaksinasi.

23 13 DAFTAR PUSTAKA Alexander DJ, Bell JG, Alders RG A Technology Review: Newcastle Disease - With Special Emphasis on Its Effects on Village Chickens. FAO Animal Production and Health. 161(1): Alexander DJ, Senne DA. (2008). Newcastle Disease and Other Avian Paramyxoviruses. In: A Laboratory Manual for the Isolation, Identification and Characterization of Avian Pathogens, Dufour-Zavala L. 4th ed. Swayne DE, Glisson JR, Jackwood MW, Pearson JE, Reed WM, Woolcock PR, editor. Athens (GA): American Association of Avian Pathologists Benĉina D, Narat M, Andrej B, Rojs OZ Transfer of maternal immunoglobulins and antibodies to Mycoplasma gallisepticum and Mycoplasma synoviae to the allantoic and amniotic fluid of chicken embryos. Avian Path. 34(6): doi: / Cattoli J, Susta L, Terregino C, Brown C Newcastle disease: a review of field recognition and current methods of laboratory detection. J Vet Diagn Invest [internet]. [diunduh 2015 Apr 04]; 23(4): doi: / Tersedia pada full.pdf. Departemen Kesehatan RI Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Fast J Maternal Antibody Transfer [internet]. Abbotsfort (CA) [diunduh 2015 Jun 24]; Tersedia pada antibodies.htm. Fenner FJ, Gibbs IPJ, Murphy FA, Rott R, Studdert MJ, White DO Virologi Veteriner. Edisi Kedua. P Harya, Penerjemah. Semarang, IKIP Semarang Press. Terjemahan dari: Veterinary Virology. Grimes SE A Basic Laboratory Manual for the Small-Scale Production and Testing of I-2 Newcastle Disease Vaccine. RAP [internet]. [diunduh 2015 Apr 04]; ISBN Tersedia pada 005/ac802e/ac802e04.htm#bm04.

24 14 Kogut MH Impact of Nutrition on the Innate Immune Response to Infection in Poultry. J Appl Poult Res. 18(1): doi: / japr Miller PJ, Afonso CL, Spackman E, Scott MA, Pedersen JC, Senne DA, Brown JD, Fuller CM, Uhart MM, Karesh WB, et al Evidence for a New Avian Paramyxovirus Serotype-10 Detected in Rockhopper Penguins from the Falkland Islands. J. Virol. 84 (21): Natsir AM Gelombang Serangan Newcastle Disease [internet]. Jakarta (ID): CEVA. [diunduh 2015 Jun 25]. Tersedia pada: Informasi-Teknis/Informasi-lain/Gelombang-Serangan-Newcastle-Disease. [OIE] World Organization for Animal Health Newcastle Disease. OIE Terestrial Manual 2: Okwor GO, El-Yuguda A, Baba SS Profile of Maternally Derived Antibody in Broiler Chicks and In-Ovo Vaccination of Chick Embryo against Newcastle Disease. WJV. 4(1):72-80.doi: /wjv Senne DA, King DJ, Kapczynski DR Control of Newcastle disease by vaccination. Dev Biol [internet]. [diunduh 2015 Apr 23]; 119: Tersedia pada Soares R Passive Immunity: Part 1 [internet]. Libourne (FR): CEVA. Hlm 1-2; [diunduh 2015 Jun 23]. Tersedia pada: focus/contents/ceva/onlinebulletins/ob_2008/article-no18-may08.pdf. Tabbu CR Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Yogyakarta (ID): KANISIUS.

25 15 Lampiran 1 Data titer antibodi ayam (log 2) Minggu ke-0 No Kontrol Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Minggu ke-4 Vaksin Vaksin Vaksin Vaksin Nonvaksin Nonvaksin Nonvaksin Nonvaksin

26 16 Lampiran 2 Analisis data kekebalan ayam Oneway [DataSet0] Titer Descriptives N Mean Std. Std. 95% Confidence Interval Minimum Maximum Deviation Error for Mean Lower Bound Upper Bound Vaksin Non Vaksin 1 Vaksin Non Vaksin 2 Vaksin Non Vaksin 3 Vaksin Non Vaksin 4 Kontrol Total Titer Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic df1 df2 Sig

27 17 Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Duncan a,b Titer Minggu N Subset for alpha = Non Vaksin Kontrol Non Vaksin Vaksin Vaksin Non Vaksin Vaksin Non Vaksin Vaksin Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. Titer ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total

28 18 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jeneponto, pada tanggal 24 November 1993 dari Ayah Muhammad Syukri Sulaiman dan Ibu Syarfah Syam. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis tinggal di Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan sampai saat ini. Penulis melewati pendidikan sekolah dasar di SDN 1 Jeneponto dan lulus pada tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 1 Polombangkeng Utara, lulus tahun Penulis lalu melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Takalar dan lulus tahun Pada tahun yang sama, penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN Undangan. Selama perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi yaitu Cybertron TPB IPB periode 2011/2012, UKM Merpati Putih, Vetzone, Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Ruminansia periode 2013/2014, Ketua Divisi Infokom Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan (IMAKAHI) cabang IPB peroide 2012/2013, Organisasi Mahasiswa Daerah Ikatan Mahasiswa Sulselbar (OMDA IKAMI Sulselbar). Penulis juga menjadi Organizing Committee dalam acara 63 th International Veterinary Student Association (IVSA) Congress Indonesia pada tahun 2014.

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang 11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya 10 MATERI DAN METODA Waktu Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu FKH-IPB, Departemen Ilmu Penyakit Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Newcastle Disease (ND) atau penyakit tetelo disebabkan oleh strain virulen avian Paramyxovirus serotipe tipe 1 (AMPV-1) dari genus Avulavirus yang termasuk dalam subfamily

Lebih terperinci

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE (IBD) PADA AYAM PEDAGING YANG DIVAKSIN IBD KILLED SETENGAH DOSIS DAN DITANTANG DENGAN VIRUS IBD CHARLES JONSON SIREGAR FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 8 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC)

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN 17 METODELOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai Maret 2010 sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Terpadu Bagian Mikrobiologi Medik dan laboratorium Bakteriologi

Lebih terperinci

DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA

DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA ITA KRISSANTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2 WA ODE YUSRAN

GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2 WA ODE YUSRAN GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2 WA ODE YUSRAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

Sel dihitung menggunakan kamar hitung Improved Neaubauer dengan metode perhitungan leukosit (4 bidang sedang) dibawah mikroskop cahaya.

Sel dihitung menggunakan kamar hitung Improved Neaubauer dengan metode perhitungan leukosit (4 bidang sedang) dibawah mikroskop cahaya. 59 LAMPIRAN 1 Penghitungan Jumlah Sel Sebelum Perlakuan Sel dihitung menggunakan kamar hitung Improved Neaubauer dengan metode perhitungan leukosit (4 bidang sedang) dibawah mikroskop cahaya. Hasil penghitungan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM COMPARISON OF HI TEST AND ELISA FOR DETECTING ANTIBODY MATERNAL ND ON DAY OLD CHICK Oleh : Rahaju Ernawati* ABSTRACT This

Lebih terperinci

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) PADA SERUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1 NOVIYANTI

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) PADA SERUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1 NOVIYANTI DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) PADA SERUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1 NOVIYANTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 18 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan April 2013 sampai dengan April 2014. Sampel diambil dari itik dan ayam dari tempat penampungan unggas, pasar unggas dan peternakan

Lebih terperinci

UJI TANTANG DENGAN VIRUS IBD ISOLAT LAPANG PADA AYAM YANG MENDAPATKAN VAKSIN IBD AKTIF DAN INAKTIF KOMERSIL

UJI TANTANG DENGAN VIRUS IBD ISOLAT LAPANG PADA AYAM YANG MENDAPATKAN VAKSIN IBD AKTIF DAN INAKTIF KOMERSIL UJI TANTANG DENGAN VIRUS IBD ISOLAT LAPANG PADA AYAM YANG MENDAPATKAN VAKSIN IBD AKTIF DAN INAKTIF KOMERSIL NATIVE VIRUS CHALLENGE TEST AGAINST VACCINATED CHICKENS WITH COMMERCIAL ACTIVE AND INACTIVE IBD

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DETERMINASI BUAH NAGA MERAH (HYLOCEREUS POLYRHIZUS)

LAMPIRAN A DETERMINASI BUAH NAGA MERAH (HYLOCEREUS POLYRHIZUS) LAMPIRAN A DETERMINASI BUAH NAGA MERAH (HYLOCEREUS POLYRHIZUS) 95 LAMPIRAN B SERTIFIKASI TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR 96 LAMPIRAN C HASIL PERHITUNGAN KLT Hasil Perhitungan Harga Rf pada pemeriksaan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Test of Homogeneity of Variances. Menit ke Levene Statistic df1 df2 Sig

LAMPIRAN. Test of Homogeneity of Variances. Menit ke Levene Statistic df1 df2 Sig LAMPIRAN Lampiran 1 Uji Oneway ANOVA post hoc Duncan Perbandingan antar perlakuan (tanpa anestesi dan anetesi) pada sudut pandang laterolateral (LL) Oneway [DataSet3] G:\data\ajeng\input_LL (perbedaan

Lebih terperinci

GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING KOMERSIAL DEVA PUTRI ATTIKASARI

GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING KOMERSIAL DEVA PUTRI ATTIKASARI GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING KOMERSIAL DEVA PUTRI ATTIKASARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 21 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, mulai Maret sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Mikrobiologi Medis, laboratorium Terpadu unit pelayanan mikrobiologi

Lebih terperinci

RINGKASAN. Kata kunci : Titer antibodi ND, Newcastle Disease, Ayam Petelur, Fase layer I, Fase Layer II

RINGKASAN. Kata kunci : Titer antibodi ND, Newcastle Disease, Ayam Petelur, Fase layer I, Fase Layer II RINGKASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui titer antibody terhadap penyakit Newcastle Disease (ND) pada ayam petelur fase layer I dan fase layer II pasca vaksinasi ND. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

Cara perhitungan dosis ekstrak etanol Bawang Putih

Cara perhitungan dosis ekstrak etanol Bawang Putih Lampiran 1 Cara perhitungan dosis ekstrak etanol Bawang Putih Cara perhitungan dosis buah Bawang Putih Dosis buah bawang putih untuk manusia = 0,5g / kg BB Faktor konversi untuk manusia ke mencit 20g =

Lebih terperinci

RESPON IMUN ANAK BABI PASCA VAKSINASI HOG CHOLERA DARI INDUK YANG TELAH DIVAKSIN SECARA TERATUR ABSTRAK

RESPON IMUN ANAK BABI PASCA VAKSINASI HOG CHOLERA DARI INDUK YANG TELAH DIVAKSIN SECARA TERATUR ABSTRAK RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Denpasar, 13 Desember 1993. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak I Made Wirtha dan Ibu dr. Ni Putu Partini Penulis menyelesaikan

Lebih terperinci

Lampiran Universitas Kristen Maranatha

Lampiran Universitas Kristen Maranatha Lampiran 1 Cara Pembuatan Ekstrak Etanol Biji Mahoni 1. Biji mahoni yang sudah dikupas kemudian dikeringkan dan digiling hingga halus. 2. Serbuk simplisia tersebut di bungkus dengan kain kasa dan dimasukkan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging ABSTRAK Bursa Fabrisius merupakan target organ virus Infectious Bursal Disease (IBD) ketika terjadi infeksi, yang sering kali mengalami kerusakan setelah ayam divaksinasi IBD baik menggunakan vaksin aktif

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. Pemeliharaan ayam penelitian, aplikasi ekstrak temulawak dan vaksinasi AI dilakukan di kandang

Lebih terperinci

Tabel. Pengamatan Jumlah Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella Hama yang diinfeksikan. Persentase Mortalitas (%)Pengamatan ke-

Tabel. Pengamatan Jumlah Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella Hama yang diinfeksikan. Persentase Mortalitas (%)Pengamatan ke- LAMPIRAN 1. Data Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Mortalitas Hama Plutella xylostella pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Tabel.

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PEMBUATAN EKSTRAK ETANOL BIJI PALA

LAMPIRAN 1 PEMBUATAN EKSTRAK ETANOL BIJI PALA LAMPIRAN 1 PEMBUATAN EKSTRAK ETANOL BIJI PALA Biji pala diperoleh dari Bogor karena dari penelitian yang dilakukan oleh jurusan Farmasi FMIPA ITB dengan menggunakan destilasi uap diketahui bahwa biji pala

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Pembuatan Infusa daun Sirih (IDS)

Lampiran 1 : Pembuatan Infusa daun Sirih (IDS) Lampiran 1 : Pembuatan Infusa daun Sirih (IDS) Penelitian ini menggunakan dosis dengan dasar penelitian Vivin K (2008) yang menggunakan ekstrak daun sirih dengan dosis 0,01% sampai 0,1%. Diketahui : 240

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.

Lebih terperinci

LATIHAN SPSS I. A. Entri Data

LATIHAN SPSS I. A. Entri Data A. Entri Data LATIHAN SPSS I Variabel Name Label Type Nama Nama Mahasiswa String NIM Nomor Induk Mahasiswa String JK Numeris 1. 2. TglLahir Tanggal Lahir Date da Daerah Asal Numeris 1. Perkotaan 2. Pinggiran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka

Lebih terperinci

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING 1 I Gst Ayu Agung Suartini(38) FKH - Universitas Udayana E-mail: gaa.suartini@gmail.com Tlf : 081282797188 Deskripsi IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERHITUNGAN DOSIS

LAMPIRAN 1 PERHITUNGAN DOSIS 54 LAMPIRAN 1 PERHITUNGAN DOSIS 1. Perhitungan Dosis Asetosal Dosis Asetosal untuk menimbulkan tukak pada tikus = 800 mg/kg BB (Soewarni Mansjoer, 1994) Berat badan rata-rata tikus = ± 150 gram Dosis Asetosal

Lebih terperinci

Lampiran 1: Data Sebelum Dan Sesudah Perlakuan. Kadar Glukosa Darah Puasa (mg%) Setelah Induksi Aloksan. Setelah Perlakuan

Lampiran 1: Data Sebelum Dan Sesudah Perlakuan. Kadar Glukosa Darah Puasa (mg%) Setelah Induksi Aloksan. Setelah Perlakuan Lampiran 1: Data Sebelum Dan Sesudah Perlakuan Kelompok Perlakuan (n = 4) Kadar Glukosa Darah Puasa (mg%) Setelah Induksi Aloksan Setelah Perlakuan Penurunan Persentase penurunan (%) I 211 51 160 75.83

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERHITUNGAN DOSIS. Perhitungan dosis pembanding (Andriol)

LAMPIRAN 1 PERHITUNGAN DOSIS. Perhitungan dosis pembanding (Andriol) LAMPIRAN 1 PERHITUNGAN DOSIS Perhitungan dosis pembanding (Andriol) Kandungan Andriol (1 kaplet/tablet)= 40 mg Faktor konversi dari dosis manusia (80 mg/70 kg BB) ke dosis mencit yang beratnya 20 g adalah

Lebih terperinci

NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease. tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin ( )

NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease. tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin ( ) Pendahuluan : NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin (078114032) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Newcastle Disease (ND) juga di kenal

Lebih terperinci

LAMPIRAN I SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

LAMPIRAN I SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) LAMPIRAN I SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama lengkap : Tgl lahir : NRP : Alamat : Menyatakan bersedia dan tidak berkeberatan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Dosis infusa rimpang kunyit yang dipakai pada percobaan sebelumnya untuk mencit = 7,8 mg / 0,5 ml (Joao M.C.Ximenes, 2010).

Lampiran 1. Dosis infusa rimpang kunyit yang dipakai pada percobaan sebelumnya untuk mencit = 7,8 mg / 0,5 ml (Joao M.C.Ximenes, 2010). Lampiran 1 Perhitungan Dosis Perhitungan Dosis Kunyit Dosis infusa rimpang kunyit yang dipakai pada percobaan sebelumnya untuk mencit = 7,8 mg / 0,5 ml (Joao M.C.Ximenes, 2010). Berat serbuk rimpang kunyit

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Perhitungan Dosis Pembuatan Infusa Kulit Batang Angsana : Dosis Loperamid

LAMPIRAN 1 Perhitungan Dosis Pembuatan Infusa Kulit Batang Angsana : Dosis Loperamid LAMPIRAN 1 Perhitungan Dosis Kadar infus yang digunakan pada percobaan yaitu 10%, 20%, 30% Tikus 200 g 2 ml x 10% = 10 g/100 ml = 0,1 g/ml x 2 = 0,2 mg/ml Konversi tikus ke mencit = 0,14 Dosis 1 mencit

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 Komisi Etik Penelitian

LAMPIRAN. Lampiran 1 Komisi Etik Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1 Komisi Etik Penelitian 37 38 Lampiran 2 PERSIAPAN PENELITIAN A. Persiapan hewan coba Hewan coba yang digunakan adalah mencit galur Swiss Webster jantan dewasa berumur 6-8 minggu dengan

Lebih terperinci

STUDI KEMAMPUAN VAKSIN ND-IB LIVED: PEMBENTUK KEKEBALAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP PAPARAN VIRUS NEWCASTLE DISEASE PADA AYAM PEDAGING WILYANTI

STUDI KEMAMPUAN VAKSIN ND-IB LIVED: PEMBENTUK KEKEBALAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP PAPARAN VIRUS NEWCASTLE DISEASE PADA AYAM PEDAGING WILYANTI STUDI KEMAMPUAN VAKSIN ND-IB LIVED: PEMBENTUK KEKEBALAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP PAPARAN VIRUS NEWCASTLE DISEASE PADA AYAM PEDAGING WILYANTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

Mencit yang dipilih adalah mencit yang berumur 2-3 bulan dengan berat. rata-rata g dan dipelihara di Labaratorium Biokimia Fakultas

Mencit yang dipilih adalah mencit yang berumur 2-3 bulan dengan berat. rata-rata g dan dipelihara di Labaratorium Biokimia Fakultas a. Pemeliharaan hewan coba Mencit yang dipilih adalah mencit yang berumur 2-3 bulan dengan berat rata-rata 20-30 g dan dipelihara di Labaratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Kandang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan Alur Posedur Pembuatan Pakan Diet Tinggi Lemak. Dicampur rata sampai setengah padat

Lampiran 1. Bagan Alur Posedur Pembuatan Pakan Diet Tinggi Lemak. Dicampur rata sampai setengah padat Lampiran 1. Bagan Alur Posedur Pembuatan Pakan Diet Tinggi Lemak 81% Pakan Standar pellet 551 10% Lemak Kambing 1% Kuning Telur Dicampur rata sampai setengah padat Dibentuk berupa silinder dengan ukuran

Lebih terperinci

Lampiran 1 Identifikasi Tumbuhan

Lampiran 1 Identifikasi Tumbuhan Lampiran 1 Identifikasi Tumbuhan Lampiran 2 Karakteristik Tumbuhan Temu Giring Tumbuhan Temu giring Rimpang Temu Giring Simplisia Rimpang Temu Giring Lampiran 2 (sambungan) 1 2 3 4 5 6 Mikroskopik serbuk

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1. Alur prosedur kerja

DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1. Alur prosedur kerja DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Alur prosedur kerja Hewan coba yang digunakan adalah mencit putih jantan berumur 8-10 minggu galur Swiss Webster sebanyak 25 ekor dengan berat badan 20-25 mg. Hewan coba diperoleh

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

EVALUASI HASIL PENGUJIAN UJI KEAMANAN VAKSIN GUMBORO AKTIF DI BBPMSOH TAHUN

EVALUASI HASIL PENGUJIAN UJI KEAMANAN VAKSIN GUMBORO AKTIF DI BBPMSOH TAHUN EVALUASI HASIL PENGUJIAN UJI KEAMANAN VAKSIN GUMBORO AKTIF DI BBPMSOH TAHUN 2000-2005 NUR K. HIDAYANTO, IDA L. SOEDIJAR, DEWA M.N. DHARMA, EMILIA, E. SUSANTO, DAN Y. SURYATI Balai Besar Pengujian Mutu

Lebih terperinci

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28. 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap semua kelompok ayam sebelum vaksinasi menunjukan bahwa ayam yang digunakan memiliki antibodi terhadap IBD cukup tinggi dan seragam dengan titer antara

Lebih terperinci

RIWAYAT HIDUP. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2005 di SDN 1

RIWAYAT HIDUP. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2005 di SDN 1 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Gianyar, 11 Nopember 1993, merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak I Ketut Ardika dan Ibu Ni Wayan Suarni. Penulis menyelesaikan pendidikan

Lebih terperinci

Perhitungan dosis aloksan, glibenklamid, dan Ekstrak etanol buah mengkudu.

Perhitungan dosis aloksan, glibenklamid, dan Ekstrak etanol buah mengkudu. Lampiran 1 : Perhitungan dosis aloksan, glibenklamid, dan Ekstrak etanol buah mengkudu. 1. Dosis aloksan : Dosis aloksan pada tikus 120 mg/kgbb Pada tikus 200 g : = ( 200 g/1000 g ) x 120 mg/kgbb = 24

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tetelo yang merupakan salah satu penyakit penting pada unggas. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Tetelo yang merupakan salah satu penyakit penting pada unggas. Penyakit ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Newcastle Disease (ND) disebut juga dengan penyakit Tetelo yang merupakan salah satu penyakit penting pada unggas. Penyakit ini ditemukan hampir diseluruh

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Komisi Etik

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Komisi Etik 59 Lampiran 1 Lembar Persetujuan Komisi Etik 59 60 Lampiran 2 Perhitungan Dosis Ekstrak Etanol Coklat Hitam, Fluoxetin 1. Dosis Ekstrak Etanol Coklat Hitam Dosis coklat hitam untuk manusia adalah 85 gram

Lebih terperinci

Jenis Pupuk o B1 B2 B3 B4

Jenis Pupuk o B1 B2 B3 B4 TUTORIAL SPSS RANCANGAN ACAK KELOMPOK (RAK) oleh : Hendry http://teorionline.wordpress.com/ Rancangan acak kelompok (RAK) sering disebut dengan randomized complete block design (RCBD). Pada rancangan ini

Lebih terperinci

Lampiran 1 Jaringan Kolon Mencit Kelompok Kontrol Negatif

Lampiran 1 Jaringan Kolon Mencit Kelompok Kontrol Negatif 56 Lampiran 1 Jaringan Kolon Mencit Kelompok Kontrol Negatif Mukosa normal (perbesaran objektif 4x) Dinding normal(perbesaran objektif 10x) Sel Goblet (+)(perbesaran objektif 40x) 57 Lampiran 2 Jaringan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Prosedur Kerja

LAMPIRAN 1. Prosedur Kerja LAMPIRAN 1 Prosedur Kerja Hewan coba yang digunakan adalah mencit Swiss Webster jantan dewasa berusia 6-8 minggu dengan berat badan 25-30 gram sebanyak 25 ekor. Hewan coba diperoleh dari Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

PROSEDUR PEMBUATAN INFUSA KULIT KAYU RAPAT (Parameria laevigata (Juss.) Moldenke)

PROSEDUR PEMBUATAN INFUSA KULIT KAYU RAPAT (Parameria laevigata (Juss.) Moldenke) 49 LAMPIRAN 1 PROSEDUR PEMBUATAN INFUSA KULIT KAYU RAPAT (Parameria laevigata (Juss.) Moldenke) Pembuatan dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilakukan di kandang pemeliharaan hewan coba Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN STANDARISASI ANTIGEN AI H5N1 KOMERSIAL UNTUK MONITORING TITER ANTIBODI HASIL VAKSINASI AI DI INDUSTRI PETERNAKAN AYAM

PEMBUATAN DAN STANDARISASI ANTIGEN AI H5N1 KOMERSIAL UNTUK MONITORING TITER ANTIBODI HASIL VAKSINASI AI DI INDUSTRI PETERNAKAN AYAM Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2012, hlm. 41-47 ISSN 0853 4217 Vol. 17 No.1 PEMBUATAN DAN STANDARISASI ANTIGEN AI H5N1 KOMERSIAL UNTUK MONITORING TITER ANTIBODI HASIL VAKSINASI AI DI INDUSTRI PETERNAKAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan

Lebih terperinci

TITER ANTIBODI PROTEKTIF TERHADAP NEWCASTLE DISEASE PADA BURUNG UNTA (STRUTHIO CAMELUS)

TITER ANTIBODI PROTEKTIF TERHADAP NEWCASTLE DISEASE PADA BURUNG UNTA (STRUTHIO CAMELUS) TITER ANTIBODI PROTEKTIF TERHADAP NEWCASTLE DISEASE PADA BURUNG UNTA (STRUTHIO CAMELUS) DARMINTO, S. BAHRI, dan N. SURYANA Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata 30, P.O. Box 151, Bogor16114,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Titrasi Virus Isolat Uji Berdasarkan hasil titrasi virus dengan uji Hemaglutinasi (HA) tampak bahwa virus AI kol FKH IPB tahun 3 6 memiliki titer yang cukup tinggi (Tabel ). Uji HA

Lebih terperinci

LAMPIRAN I SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

LAMPIRAN I SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) LAMPIRAN I SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama lengkap : Tgl lahir : NRP : Alamat : Menyatakan bersedia dan tidak berkeberatan

Lebih terperinci

Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 MATERI DAN METODA Vaksin ND ( Newcastle Diseases ) Vaksin ND yang dipergunakan terdiri dari a Ga

Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 MATERI DAN METODA Vaksin ND ( Newcastle Diseases ) Vaksin ND yang dipergunakan terdiri dari a Ga Tenui Teknis Nasional Tenaga Fnngsional Pertanian 2006 PENGAMATAN DAYA PROTEKSI AYAM POST VAKSINASI NEWCASTLE DISEASE DENGAN UJI TANTANG NANA SURYANA Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl RE Martadinata

Lebih terperinci

Lampiran 1: Pengukuran kadar SOD dan kadar MDA Mencit a. Pengukuran kadar SOD mencit HEPAR. Dicuci dalam 1 ml PBS

Lampiran 1: Pengukuran kadar SOD dan kadar MDA Mencit a. Pengukuran kadar SOD mencit HEPAR. Dicuci dalam 1 ml PBS Lampiran 1: Pengukuran kadar SOD dan kadar MDA Mencit a. Pengukuran kadar SOD mencit HEPAR Dicuci dalam 1 ml PBS Ditambahkan 400 μl larutan kloroform/etanol dingin ke dalam 150 μl lisat hati Divortex selama

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN 1 GAMBAR PENELITIAN

LAMPIRAN LAMPIRAN 1 GAMBAR PENELITIAN LAMPIRAN LAMPIRAN 1 GAMBAR PENELITIAN Tikus Jantan Galur Wistar Tikus diberi makan pelet standar Pakan Tinggi Kolesterol Mortir + stamfer 38 39 Buah Belimbing Wuluh Juicer Tikus dipanaskan Pengambilan

Lebih terperinci

Pembuatan Ekstrak Menggunakan Pelarut Organik

Pembuatan Ekstrak Menggunakan Pelarut Organik 60 LAMPIRAN 1 PERHITUNGAN DOSIS Pembuatan Simplisia Kering Akar Pasak Bumi Iris atau rajang bahan baku (akar Pasak Bumi) dengan ketebalan 1 2 cm kemudian masukkan ke dalam oven dengan suhu 500 selama 2

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1 PERSIAPAN PENELITIAN. A. Persiapan Hewan Coba

LAMPIRAN Lampiran 1 PERSIAPAN PENELITIAN. A. Persiapan Hewan Coba LAMPIRAN Lampiran 1 PERSIAPAN PENELITIAN A. Persiapan Hewan Coba Hewan coba yang digunakan adalah 25 ekor mencit jantan galur Swiss Webster berumur delapan minggu dengan berat badan 20 25 g, diperoleh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di unit kandang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di unit kandang III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di unit kandang percobaan PT. Rama Jaya Lampung yang berada di Desa Fajar Baru II, Kecamatan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kode etik penelitian

Lampiran 1. Kode etik penelitian Lampiran 1. Kode etik penelitian 38 Lampiran 2. Skema Penelitian 1. Pembuatan Seduhan Teh Hijau dan Teh Hitam Ditimbang teh hijau dan teh hitam sebanyak 1750 /kg, 3500 /kg dan 7000 /kg Seduhan teh dosis1750

Lebih terperinci

Lampiran 1.Surat Hasil Identifikasi Daun Bangun-bangun

Lampiran 1.Surat Hasil Identifikasi Daun Bangun-bangun Lampiran 1.Surat Hasil Identifikasi Daun Bangun-bangun 79 Lampiran 2. Surat Rekomendasi Persetujuan Etik Penelitian Kesehatan 80 Lampiran 3. Gambar Makroskopik DaunBangun-bangun Gambar Tumbuhan Daun Bangun-bangun

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 25 September 17 Oktober 2012 di unit kandang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 25 September 17 Oktober 2012 di unit kandang III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 25 September 17 Oktober 2012 di unit kandang percobaan PT. Rama Jaya Lampung yang berada di Desa Fajar Baru II, Kecamatan

Lebih terperinci

Lampiran I. Diagram Pembuatan Tepung Limbang Udang Terfermentasi. Limbah udang (kulit) 1000 gram. Dibersihkan dari benda asing

Lampiran I. Diagram Pembuatan Tepung Limbang Udang Terfermentasi. Limbah udang (kulit) 1000 gram. Dibersihkan dari benda asing 78 Lampiran I. Diagram Pembuatan Tepung Limbang Udang Terfermentasi Limbah udang (kulit) 1000 gram Dibersihkan dari benda asing Direndam dengan Filtrat Abu Air Sekam (FAAS) selama 48 jam Dikukus selama

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Perhitungan Dosis

Lampiran 1 : Perhitungan Dosis Lampiran 1 : Perhitungan Dosis Perhitungan dosis infusa kulit jengkol (IKJ) Penelitian yang dilakukan menggunakan variabel dosis IKJ 10%, 20%, 40% dan 80%. Pembuatan dosis IKJ 10% dibuat dengan prosedur

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi daun poguntano (Picria fel-terrae Lour.)

Lampiran 1. Hasil identifikasi daun poguntano (Picria fel-terrae Lour.) Lampiran 1. Hasil identifikasi daun poguntano (Picria fel-terrae Lour.) 114 Lampiran 2 Simplisia daun poguntano (Picria fel-terrae Lour.) A a b Keterangan: a. Gambar daun poguntano b. Gambar simplisia

Lebih terperinci

Lampiran 1 Data Hasil Penelitian Tabel Persen Degranulasi Mastosit Mencit Jantan

Lampiran 1 Data Hasil Penelitian Tabel Persen Degranulasi Mastosit Mencit Jantan Lampiran 1 Data Hasil Penelitian Tabel Persen Degranulasi Mastosit Mencit Jantan Perlakuan Rata-rata jumlah sel Mencit 1 Mencit 2 Mencit 3 Mencit 4 Mencit 5 % Deg Rata-rata jumlah sel % Deg Rata-rata jumlah

Lebih terperinci

Lampiran I. Diagram Pembuatan Tepung Kaki Ayam Broiler. Kaki Ayam Broiler. Direbus pada suhu 80 0 C selama 60 menit. Dioven pada suhu 40 0 C

Lampiran I. Diagram Pembuatan Tepung Kaki Ayam Broiler. Kaki Ayam Broiler. Direbus pada suhu 80 0 C selama 60 menit. Dioven pada suhu 40 0 C 70 Lampiran I. Diagram Pembuatan Tepung Kaki Ayam Broiler Kaki Ayam Broiler Direbus pada suhu 80 0 C selama 60 menit Tulang dan daging dipisahkan untk mempermudah pengeringan Dioven pada suhu 40 0 C Penggilingan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Materi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Materi Penelitian 30 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari sampai bulan Maret 2009 di kandang blok B (unggas) Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, analisa bahan

Lebih terperinci

Daftar Komposisi Buah dan Sayur (per 100 gram)

Daftar Komposisi Buah dan Sayur (per 100 gram) 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Komposisi Buah dan Sayur Daftar Komposisi Buah dan Sayur (per 100 gram) Nutrisi Melon Mangga Wortel Labu Kuning Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Lebih terperinci

LAMPIRAN II HASIL PERHITUNGAN KONVERSI DOSIS

LAMPIRAN II HASIL PERHITUNGAN KONVERSI DOSIS LAMPIRAN 1 61 LAMPIRAN II HASIL PERHITUNGAN KONVERSI DOSIS 1. Larutan Glibenklamid Dosis manusia untuk Glibenklamid sebesar 5 mg dan konversi dosis dari manusia ke mencit = 0,0026 (Sunthornsaj N,et al,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Yogyakarta masih berada pada level physiological needs dengan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Yogyakarta masih berada pada level physiological needs dengan 32 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan Studi Mengenai Hubungan Motivasi Kerja Dan Waktu Kerja Tukang Pada Proyek Konstruksi, dapat diambil kesimpulan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Dalam pengambilan sampel, bahan dan alat yang diperlukan yaitu media transport berupa Brain Heart Infusion (BHI) dalam tabung berukuran 2 ml, sampel usap steril,

Lebih terperinci

EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI

EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK ANI SITI NURFITRIANI.

Lebih terperinci

Waktu Vaksinasi Avian Influenza (AI) yang Tepat untuk Menghasilkan Respon Imunologis Protektif pada Ayam Ras Pedaging

Waktu Vaksinasi Avian Influenza (AI) yang Tepat untuk Menghasilkan Respon Imunologis Protektif pada Ayam Ras Pedaging Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 12 (3): 150-155 ISSN 1410-5020 Waktu Vaksinasi Avian Influenza (AI) yang Tepat untuk Menghasilkan Respon Imunologis Protektif pada Ayam Ras Pedaging The Best Timing

Lebih terperinci

Hari ke-1 Pembelian mencit dari FMIPA ITB Bandung. Hari ke-1 sampai ke-7 Aklitimasi/adaptasi mencit hingga mencapai usia dan berat ideal

Hari ke-1 Pembelian mencit dari FMIPA ITB Bandung. Hari ke-1 sampai ke-7 Aklitimasi/adaptasi mencit hingga mencapai usia dan berat ideal Lampiran 1: Rencana Kerja Penelitian Hari ke-1 Pembelian mencit dari FMIPA ITB Bandung Hari ke-1 sampai ke-7 Aklitimasi/adaptasi mencit hingga mencapai usia dan berat ideal Hari ke-8 Induksi aloksan untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Skematis virus ND. (FAO 2004)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Skematis virus ND. (FAO 2004) 4 TINJAUAN PUSTAKA Newcastle disease Newcastle disease disebut juga penyakit tetelo atau avian pneumoencephalitis. Penyakit ini juga memiliki nama lokal, diantaranya konoku (Ghana bagian barat), twase

Lebih terperinci

Keterangan : E = L 2 + a 2 + b 2 E = intensitas warna L, a, b = dapat dilihat dari hasil pengukuran menggunakan chromameter

Keterangan : E = L 2 + a 2 + b 2 E = intensitas warna L, a, b = dapat dilihat dari hasil pengukuran menggunakan chromameter 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Nilai Intensitas Warna Rumus : Keterangan : E = L 2 + a 2 + b 2 E = intensitas warna L, a, b = dapat dilihat dari hasil pengukuran menggunakan chromameter Tepung tempe

Lebih terperinci

LAMPIRAN A SURAT DETERMINASI TANAMAN PUTRI MALU

LAMPIRAN A SURAT DETERMINASI TANAMAN PUTRI MALU LAMPIRAN A SURAT DETERMINASI TANAMAN PUTRI MALU 69 LAMPIRAN B SERTIFIKAT HEWAN COBA 70 LAMPIRAN C SERTIFIKAT KODE ETIK 71 LAMPIRAN D DASAR PENGGUNAAN DOSIS Dalam penelitian ini penggunaan dosis ditingkatkan

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI VIRUS Avian influenza ASAL BEBEK

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI VIRUS Avian influenza ASAL BEBEK ISOLASI DAN IDENTIFIKASI VIRUS Avian influenza ASAL BEBEK (Isolation and Identification of Avian Influenza Virus from Ducks) HARIMURTI NURADJI, L. PAREDE dan R.M.A. ADJID Balai Besar Penelitian Veteriner,

Lebih terperinci

UJI BANDING ANTAR LABORATORIUM TERHADAP TITER ANTIBODI AYAM PASCA VAKSINASI CORYZA DENGAN METODE HI (Haemaglutination Inhibition)

UJI BANDING ANTAR LABORATORIUM TERHADAP TITER ANTIBODI AYAM PASCA VAKSINASI CORYZA DENGAN METODE HI (Haemaglutination Inhibition) UJI BANDING ANTAR LABORATORIUM TERHADAP TITER ANTIBODI AYAM PASCA VAKSINASI CORYZA DENGAN METODE HI (Haemaglutination Inhibition) SYAEFURROSAD, NENENG A, DAN NM ISRIYANTHI Balai Besar Pengujian Mutu dan

Lebih terperinci

Lampiran 2. Metode Analisa Kimiawi. 2.1 Uji Kadar Air 35

Lampiran 2. Metode Analisa Kimiawi. 2.1 Uji Kadar Air 35 Lampiran 2. Metode Analisa Kimiawi 2.1 Uji Kadar Air Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 35 3 gram dalam cawan porselin yang telah diketahui berat konstannya. Lalu sampel dikeringkan dalam

Lebih terperinci

PRODUKSI ANTIBODI POLIKLONAL ANTI H5N1 PADA MARMOT (Cavia porcellus) YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA H5N1 DAN H5N2 KUNTO WIDYASMORO

PRODUKSI ANTIBODI POLIKLONAL ANTI H5N1 PADA MARMOT (Cavia porcellus) YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA H5N1 DAN H5N2 KUNTO WIDYASMORO PRODUKSI ANTIBODI POLIKLONAL ANTI H5N1 PADA MARMOT (Cavia porcellus) YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA H5N1 DAN H5N2 KUNTO WIDYASMORO FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

ANALISA RAGAM DATA (UJI ANOVA)

ANALISA RAGAM DATA (UJI ANOVA) MATERI III ANALISA RAGAM DATA (UJI ANOVA) STMIK KAPUTAMA BINJAI Wahyu S. I. Soeparno, SE., M.Si Analisa Ragam Satu Arah (Oneway) Analisa ragam satu arah ( oneway ANOVA) digunakan untuk membandingkan mean

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan Lampiran 2. Gambar Talus Rumput Laut Sargassum ilicifolim (Turner) C. Agardh 1 2 3 Makroskopik Tumbuhan Segar Rumput Laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh Keterangan:

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PEMBUATAN EKSTRAK ETANOL BIJI PALA

LAMPIRAN 1 PEMBUATAN EKSTRAK ETANOL BIJI PALA LAMPIRAN 1 PEMBUATAN EKSTRAK ETANOL BIJI PALA Biji pala yng digunakan pada penelitian diperoleh dari Bogor karena berdasarkan penelitian jurusan Farmasi FMIPA ITB dengan destilasi uap diketahui bahwa biji

Lebih terperinci

Statistika untuk Keteknikan Analisis Ragam

Statistika untuk Keteknikan Analisis Ragam Statistika untuk Keteknikan Analisis Ragam Teknik Analisis Ragam : Pengolahan data anova satu arah dan anova dua arah dengan rumus statistik dan SPSS. Oleh Delvi Yanti, S.TP, MP Page 0 1.1 Rumus Anova

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

STATISTICAL STUDENT OF IST AKPRIND

STATISTICAL STUDENT OF IST AKPRIND E-mail : statistikaista@yahoo.com Blog : Contoh Kasus One Way Anova dan Two Way Anova Menggunakan SPSS Lisensi Dokumen: Copyright 2010 ssista.wordpress.com Seluruh dokumen di ssista.wordpress.com dapat

Lebih terperinci