BAB II KAJIAN TEORI. 1) Kemampuan Berpikir Reflektif Matematika. berlawanan arah, yaitu berpikir intelek bersifat discursive yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. 1) Kemampuan Berpikir Reflektif Matematika. berlawanan arah, yaitu berpikir intelek bersifat discursive yang"

Transkripsi

1 xxii BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1) Kemampuan Berpikir Reflektif Matematika Bergson menyatakan bahwa berpikir memiliki dua sisi yang berlawanan arah, yaitu berpikir intelek bersifat discursive yang memainkan peranan penalaran dan berpikir intuisi bersifat non-discursive yang tidak memainkan peranan penalaran (Henden, 2004), kemudian Hamdi (2012) menyebutkan bahwa berpikir intelek disebut juga sebagai kecerdasan reflektif yang mana penalaran memainkan peranan yang sangat penting, sependapat dengan Soedjadi bahwa berpikir reflektif termasuk dalam istilah bernalar yang sering disebut juga dengan berpikir tingkat tinggi. John Dewey mengemukakan suatu bagian dari metode penelitiannya yang dikenal dengan berpikir reflektif (reflective thinking). Dewey berpendapat bahwa pendidikan merupakan proses sosial di mana anggota masyarakat yang belum matang diajak ikut berpartisipasi dalam masyarakat, sedangkan tujuan dari pendidikan adalah memberikan kontribusi dalam perkembangan pribadi dan sosial seseorang melalui pengalaman dan pemecahan masalah yang berlangsung secara reflektif (Kusumaningrum dan Abdul, 2012). Menurut John Dewey definisi mengenai berpikir reflektif adalah: active, persistent, and careful consideration of any belief or supposed xxii 6

2 xxiii 7 from of kownledge in the light of the grounds that support it and the conclusion to which it tends. Jadi, berpikir reflektif adalah aktif, terus menerus, gigih, dan mempertimbangkan dengan seksama tentang segala sesuatu yang dipercaya kebenarannya atau format tentang pengetahuan dengan alasan yang mendukungnya dan menuju pada suatu kesimpulan (Phan, 2009). Sezer menyatakan bahwa berpikir reflektif merupakan kesadaran tentang apa yang diketahui dan apa yang dibutuhkan. Dalam hal ini diperlukan untuk menjembatani kesenjangan situasi belajar (Choy, 2012). Sedangkan menurut Gurol definisi dari berpikir reflektif adalah proses terarah dan tepat dimana individu menganalisis, mengevaluasi, memotivasi, medapatkan makna yang mendalam, menggunakan strategi pembelajaran yang tepat (Mirzaei, 2013). Pendapat lain menurut King dan Kitchener mengenai berpikir reflektif adalah mengenai pemahaman dan mempromosikan pertumbuhan intektual serta berpikir kritis pada remaja dan orang dewasa (Mezirow, 1990). Model ini dilandasi oleh teori John Dewey mengenai konsep berpikir reflektif dan isu-isu epistimologis di hasilkan dari upaya menyelesaikan masalah terstruktur. Berpikir reflektif meliputi memperhitungkan waktu dan hal-hal yang berkaitan, membuat keputusan-keputusan, pemecahan masalah, dan perumusan kesimpulan. Rogers menyatakan bahwa kurangnya definisi atau pengertian yang jelas mengenai berpikir dan kriterianya, tentu hal tersebut berpengaruh xxiii

3 xxiv 8 terhadap pelaksanaan pembelajaran. Dan dari pernyataan tersebut menunjukkan bahwa masih belum ada definisi yang jelas mengenai berpikir reflektif (Suharna, 2013). Kesimpulan peneliti mengenai pengertian berpikir reflektif matematika dari beberapa pendapat ahli di atas adalah kemampuan siswa dalam memberi respon terhadap suatu permasalahan matematika serta siswa harus aktif dan hati-hati dalam memahami permasalahan, mengaitkan permasalahan dengan pengetahuan yang pernah diperolehnya dan mempertimbangkan dengan seksama dalam menyelesaikan permasalahan matematika dan juga memperhatikan waktu dalam merespon suatu masalah, semakin cepat dan tepat dalam merespon masalah matematika, semakin baik juga kemampuan berpikir reflektif matematikanya. Menurut Skemp proses berpikir reflektif (reflective thinking) dapat digambarkan sebagai berikut: (a) informasi atau data yang digunakan untuk merespon berasal dari dalam diri, (b) bisa menjelaskan apa yang telah dilakukan, (c) menyadari kesalahan dan memperbaikinya, dan (d) mengkomunikasikan ide dengan simbol atau gambar bukan dengan objek langsung (Suharna, 2012). Proses berpikir reflektif akan terjadi apabila guru saat pembelajaran berlangsung melakukan interaksi dengan siswa. Hal ini didukung oleh Shermis yang menyatakan bahwa refleksi dalam suatu kelas dapat berlangsung ketika dalam pembelajaran terdapat suatu tanya jawab antar guru dan siswa, biasanya dilakukan pada saat siswa xxiv

4 xxv 9 menyelesaikan soal tertulis yang diberikan oleh guru. Pertanyaanpertanyaan tersebut diberikan sebagai suatu permasalahan bagi siswa, karena siswa pada saat mendapat pertanyaan tersebut merasa bingung dan gugup sehingga siswa dengan cepat memikirkan jawaban apa yang tepat dengan mengaitkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya dalam menjawab pertanyaan dari guru tesebut (Noer, 2008). Menurut Surbeck, Han, & Moyer (1991) fase dalam berpikir reflektif terdiri dari: a. Reaction Reaction yaitu respon awal siswa termasuk guru, diskusi dalam pembelajaran, kegiatan selama pembelajaran, pemberian motivasi, lingkungan, pembelajaran, teman sebaya. Dan artikel yang meraka baca. b. Elaboration Elaboration merupakan inti dari fase berpikir reflektif. Siswa menjelaskan reaksi awal mereka dengan menjelaskan apa yang mereka pikirkan, membuktikan apa yang dipikirkan, memberi contoh, atau menyajikan dalam beberapa situasi. c. Contemplating Fase ini siswa diminta menunjukkan reaksi awal yang digabungkan dengan penyelidikan yang lebih lanjut, yang mengutamakan pengertian pribadi yang mendalam yang bersifat membangun. xxv

5 xxvi 10 Menurut Kember berpikir reflektif digolongkan ke dalam 4 tahap (Mahasneh, 2013), yaitu: a. Habital Action Habitual Action (Tindakan Biasa) di definisikan... a mechanical and automatic activity that is performed with little conscious thought, yaitu kegiatan yang dilakukan dengan sedikit pemikiran yang sengaja. b. Understanding Understanding (Pemahaman) yaitu siswa belajar memahami situasi yang terjadi tanpa menghubungkan dengan situasi lain. c. Reflection Reflection (Refleksi) yaitu aktif terus-menerus, gigih, dan mempertimbangkan dengan seksama tentang segala sesuatu yang dipercaya kebenarannya yang berkisar pada kesadaran siswa. d. Critical Thinking Critical Thinking (Berpikir Kritis) merupakan tingkatan tertinggi dari proses berpikir reflektif yang melibatkan bahwa siswa lebih mengetahui mengapa ia merasakan berbagai hal, memutuskan, dan memecahkan penyelesaian masalah. Dari beberapa pendapat di atas, untuk indikator kemampuan berpikir reflektif matematika, peneliti mengacu pada pendapat Surbeck, Han, & Moyer bahwa fase dalam berpikir reflektif dibagi menjadi 3, yaitu: xxvi

6 xxvii 11 a. Reaction Dalam fase Reaction ini respon awal siswa terhadap permasalahan yang dihadapi dengan sedikit pemikiran yang disengaja, dalam hal ini siswa dapat menyebutkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam permasalahan tersebut. b. Elaboration Pada fase Elaboration ini siswa menjelaskan reaksi awal mereka dengan menjelaskan dan membuktikan apa yang mereka pikirkan dengan mempertimbangkan dengan seksama tentang segala sesuatu yang dipercaya kebenarannya dan membuat rencana penyelesaian masalah dengan membandingkan pengetahuan yang sudah dimilikinya. c. Contemplating Pada fase Contemplating ini siswa diminta menunjukkan reaksi awal yaitu apa yang sudah diketahui dan ditanyakan sebelumnya kemudian digabungkan dengan rencana penyelesaian masalah dengan mengaitkan pengetahuan sebelumnya. Siswa diminta menjelaskan secara detail bagaimana cara mengerjakan soal dan memeriksa kembali hasil jawabannya. Contoh soal: Sebuah kotak amal berbentuk kubus dengan volume 125 cm 3 dipotong sama besar secara vertikal. Kedua belahan tersebut kemudian digabungkan kembali secara vertikal sehingga membentuk suatu tempat xxvii

7 xxviii 12 pensil berbentuk balok. Kotak amal tersebut akan dilapisi dengan alumunium agar tidak kotor. Benarkah luas alumunium yang dibutuhkan untuk melapisi kotak amal tersebut adalah 125 cm 2. Penyelesaian: Fase Reacting Diketahui: Volume kubus = 125 cm 3 Ditanya: Benarkah pernyataan luas alumunium yang dibutuhkan untuk melapisi kotak amal adalah 125 cm 2 Fase Elaboration Langkah pertama adalah membuat skesta gambar dari apa yang telah diketahui. 5 cm 5 cm 5 cm xxviii

8 xxix 13 Dipotong secara vertikal dan sama besar A B 5 cm 2,5 5 cm Kemudian di satukan secara vertikal sehingga membentuk balok 10 cm 2,5 cm 5 cm Langkah selanjutnya adalah menentukan luas alumunium yang dibutuhkan untuk menutupi balok tersebut. Dari hasil potongan kubus secara vertikal yaitu potongan A dan B. Potongan A dan B merupakan balok yang salah satu sisinya terbuka, digabungkan potongan A dan B menghasilkan balok tanpa tutup. Kotak amal yang berbentuk balok tidak memiliki tutup, sehingga luas alumunium yang dibutuhkan = luas permukaan balok tanpa tutup. Fase Contamplating Volume kubus = 125 cm 3 xxix

9 xxx 14 Volume kubus = s cm 3 = s 3 s 3 = 125 cm 3 s = s = 5 cm Luas permukaan balok tanpa tutup = (p x l) + (2 x p x t) + (2 x l x t) = (10 x 5) + (2 x 10 x 2,5) + (2 x 5 x 2,5) = = 125 cm 2 Luas alumunium yang dibutuhkan = luas permukaan balok tanpa tutup = 125 cm 2. Jadi, luas alumunium yang dibutuhkan untuk melapisi kotak amal berbentuk balok adalah 125 cm 2. Dari penyelesaian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pernyataan alumunium yang dibutuhkan untuk melapisi kotak amal berbentuk balok adalah 125 cm 2 adalah benar karena alumunium yang dibutuhkan = luas permukaaan balok tanpa tutup. xxx

10 xxxi 15 2) Intelligence Quotient (IQ) Masyarakat umumnya mengenal inteligensi sebagai istilah yang menggambarkan kecerdasan, kepintaran ataupun kemampuan untuk memecahkan problem yang dihadapi. Feldam mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan memahami dunia, berpikir secara rasional, dan menggunakan sumber-sumber secara efektif pada saat dihadapkan dengan tantangan (Uno,2010), sedangkan menurut Binet inteligensi merupakan sisi tunggal dari karakteristik yang terus berkembang sejalan dengan kematangan seseorang. Sebagaimana dalam definisinya yang telah dikemukakan terdahulu, Binet menggambarkan inteligensi sebagai suatu yang fungsional sehingga memungkinkan orang lain untuk mengamati dan menilai tingkat perkembangan individu (Azwar, 1996). Menurut Thorndike mengatakan bahwa inteligensi adalah kemampuan dalam memberikan respon yang baik dari pandagan kebenaran atau fakta. Teori Thorndike tentang inteligensi didasari oleh riset, kemudian diklasifikasikan kedalam tiga bentuk kemampuan, yaitu (a) kemampuan abstraksi yakni suatu kemampuan untuk bekerja dengan menggunakan gagasan dan simbol-simbol, (b) kemampuan mekanik yaitu suatu kemampuan untuk bekerja dengan menggunakan alat mekanis dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang memerlukan aktivitas indera-gerak (sensory-motor), dan (c) kemampuan sosial yaitu suatu kemampuan untuk menghadapi orang lain di sekitar diri sendiri dengan cara-cara yang efektif (Azwar, 1996). xxxi

11 xxxii 16 Ketiga bentuk kemampuan tersebut tidak terpisah secara ekslusif dan juga tidak selalu berkorelasi satu sama lain dalam diri seseorang. Ada kelompok orang yang sangat cakap dalam kemampuan abstraksi, seperti halnya para akademis, akan tetapi belum tentu semuanya memiliki kecakapan dalam bidang mekanik. Kadang-kadang ada juga orang yang memiliki kecakapan tinggi dalam ketiga bentuk kemampuan tersebut. Untuk itu perlu suatu cara untuk menyatakan tinggi-rendahnya tingkat inteligensi dengan menerjemahkan hasil tes inteligensi kedalam bentuk angka yang dapat menjadi petunjuk mengenai kedudukan tingkat kecerdasan seseorang. Angka tersebut dinyatakan dalam bentuk rasio (quotient) dan dinamai intelligence quotient (IQ). Istilah intelligence quotient (IQ) diperkenalkan untuk pertama kalinya pada tahun 1912 oleh William Stern, pengetahuan mengenai tingkat kemampuan intelektual atau intelegensi siswa akan membantu pengajar menentukan apakah siswa mampu mengikuti pengajaran yang diberikan, serta meramalkan keberhasilan atau gagalnya siswa yang bersangkutan bila telah mengikuti pengajaran yang diberikan (Azwar, 1996). Menurut Anastasi dan Susana (2007) IQ adalah cerminan dari prestaasi pendidikan sebelumnya dan alat prediksi kinerja pendidikan selanjutnya serta merupakan alat prediksi kinerja yang efektif dalam banyak bidang pekerjaan serta aktivitas-aktivitas lain dalam hidup seharihari. Steven dan Howard mengatakan IQ adalah ukuran kemampuan intelektual, analisis, logika, dan rasio seseorang. Dengan demikian, hal xxxii

12 xxxiii 17 ini berkaitan dengan keterampilan berbicara, kesadaran akan ruang, kesadaran akan sesuatu yang tampak, dan penguasaan matematika. IQ mengukur kecepatan kita untuk mempelajari hal-hal baru, memusatkan perhatian pada aneka tugas dan latihan, menyimpan dan mengingat kembali informasi objektif, terlibat dalam proses berpikir, bekerja dengan angka, berpikir abstrak dan analitis, serta memecahkan permasalahan dengan menerapkan pengetahuan yang telah ada sebelumnya (Azwar, 1996). Orang yang memiliki kecerdasan intelektual (IQ) yang cukup tinggi dapat dilihat dari hasil tes, dapat terlihat juga bahwa biasanya orang tersebut memiliki kemampuan matematis, memiliki kemampuan membayangkan ruang, melihat sekeliling secara runtun atau menyeluruh, dapat mencari hubungan antara suatu bentuk dengan bentuk lain, memiliki kemampuan untuk mengenali, menyambung, dan merangkai kata-kata serta mencari hubungan antara satu kata dengan kata yang lain, dan juga memiliki memori yang bagus (Misbach,2008). Dari penjelasan diatas, untuk indikator Inteligence Quotient, peneliti mengacu pada pendapat Misbach (2008). Yaitu: a. Memiliki kemampuan matematis b. Memiliki kemampuan membayangkan ruang c. Melihat sekeliling dengan runtun atau menyeluruh d. Dapat mencari hubungan antara suatu bentuk dengan bentuk lain xxxiii

13 xxxiv 18 e. Memiliki kemampuan untuk mengenali, menyambung, dan merangkai kata-kata serta mencari hubungan antara satu kata dengan kata yang lain f. Memiliki memori yang bagus B. Penelitian yang relevan Penelitian yang akan dilakukan peneliti relevan dengan penelitian yang di lakukan oleh Widiawati (2016) dari penelitian tersebut dihasilkan bahwa kemampuan berpikir reflektif siswa perempuan dalam memecahkan masalah matematika dikatakan baik. Sedangkan kemampuan berpikir reflektif siswa laki-laki dalam memecahkan masalah matematika dikatakan baik. Penelitian lain yang dilakukan oleh Nasriadi (2016) dihasilkan berpikir reflektif matematika dalam memecahkan masalah matematika subjek yang bergaya kognitif reflektif dan subjek yang bergaya kognitif impulsif dalam memecahkan masalah matematika adalah berbeda. Dalam tahapan memecahkan masalah matematika, subjek yang bergaya kognitif reflektif terlihat sangat berhati-hati dalam setiap tahapannya, sehingga sadar saat terjadi kesalahan dan langsung memperbaikinya. Sedangkan subjek yang bergaya kognitif implusif cenderung cepat dan kurang hati-hati dalam memecahkan masalah matematika, sehingga saat terjadi kesalahan tidak menyadarinya. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji tentang kemampuan berpikir reflektif. Perbedaan penelitian ini adalah indikator xxxiv

14 xxxv 19 kemampuan berpikir reflektif dan di tinjau dari IQ. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti mengangkat judul Deskripsi Kemampuan Berpikir Reflektif Matematika ditinjau dari IQ siswa SMP Negeri 8 Purwokerto. C. Kerangka Pikir Kemampuan berpikir reflektif matematika adalah kemampuan siswa dalam memberi respon terhadap suatu permasalahan matematika serta siswa harus aktif dan hati-hati dalam memahami permasalahan, mengaitkan permasalahan dengan pengetahuan yang pernah diperolehnya dan mempertimbangkan dengan seksama dalam menyelesaikan permasalahan matematika. Kemampuan berpikir reflektif juga melihat waktu dalam menyelesaikan suatu masalah, semakin cepat dan tepat dalam menyelesaikan masalah matematika, semakin baik juga kemampuan berpikir reflektif matematikanya. Indikator yang digunakan untuk siswa guna mengukur kemampuan berpikir reflektif matematika, yaitu: a. Reaction Dalam fase Reaction ini respon awal siswa terhadap permasalahan yang dihadapi dengan sedikit pemikiran yang disengaja tanpa menghubungkan dengan situasi lain, dalam hal ini siswa dapat menyebutkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam permasalahan tersebut. b. Elaboration Pada fase Elaboration ini siswa menjelaskan reaksi awal mereka dengan menjelaskan dan membuktikan apa yang mereka pikirkan dengan xxxv

15 xxxvi 20 mempertimbangkan dengan seksama tentang segala sesuatu yang dipercaya kebenarannya dan membuat rencana penyelesaian masalah dengan membandingkan pengetahuan yang sudah dimilikinya. c. Contemplating Pada fase Contemplating ini siswa diminta menunjukkan reaksi awal yaitu apa yang sudah diketahui dan ditanyakan sebelumnya kemudian digabungkan dengan rencana penyelesaian masalah dengan mengaitkan pengetahuan sebelumnya. Siswa diminta menjelaskan secara detail bagaimana cara mengerjakan soal dan memeriksa kembali hasil jawabannya. IQ adalah ukuran kemampuan intelektual, analisis, logika, dan rasio seseorang. Dari penjelasan diatas, untuk indikator Inteligence Quotient, peneliti mengacu pada pendapat Misbach (2008). Yaitu: a. Memiliki kemampuan matematis b. Memiliki kemampuan membayangkan ruang c. Melihat sekeliling dengan runtun atau menyeluruh d. Dapat mencari hubungan antara suatu bentuk dengan bentuk lain e. Memiliki kemampuan untuk mengenali, menyambung, dan merangkai kata-kata serta mencari hubungan antara satu kata dengan kata yang lain f. Memiliki memori yang bagus xxxvi

16 xxxvii 21 Tabel 2.1 Keterkaitan antara indikator Intelligence Quotient (IQ) dengan indikator Kemampuan Berpikir Reflektif Matematika Komponen Intelligence Quotient (IQ) Memiliki kemampuan matematis Memiliki kemampuan membayangkan ruang Melihat sekeliling dengan runtun atau menyeluruh Dapat mencari hubungan antara suatu bentuk dengan bentuk yang lain Memiliki kemampuan untuk mengenali, menyambung, dan merangkai kata-kata serta mencari hubungan Keterkaitan dengan Kemampuan Berpikir Reflektif dalam Matematika Dalam berpikir reflektif siswa di tuntut untuk memiliki kemampuan matematis yang tinggi hal ini untuk menyelesaikan masalah matematika yang di hadapi dengan cepat (Reaction, Elaboration, dan Contemplating) Dalam berpikir reflektif siswa menjelaskan dan membuktikan apa yang mereka pikirkan dalam masalah yang dihadapi (Elaborasi) Dalam berpikir reflektif siswa melihat keseluruhan soal untuk mengetahui apa yang diketahui dan ditanyakan, menyusun rencana, dan menyelesaikan soal (Reaction, Elaboration, dan Contemplating) Dalam berpikir reflektif siswa mecari hubungan yang sudah diketahui dan ditanyakan dengan pengetahuannya untuk menyelesaikan soal yang disajikan (Elaboration dan Contemplating) Dalam berpikir reflektif siswa dapat mengaitkan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya, serta menyususun strategi atau rencana untuk menyelesaikan soal yang dihadapi (Elaboration dan xxxvii

17 xxxviii 22 antara satu kata dengan kata yang lain Memiliki memori yang bagus Contemplating) Dalam berpikir reflektif siswa harus mempunyai memori yang bagus dalam hal ini mengingat pengetahuan sebelumnya untuk menyusun strategi penyelesaian soal dengan cepat (Elaboration dan Contemplating) Berdasarkan tabel diatas dapat diindikasikan bahwa tingkat Intelligence Quotient (IQ) akan mempengaruhi cara berpikir reflektif matematika siswa SMP N 8 Purwokerto. xxxviii

BAB I PENDAHULUAN. 2004). Hal lain yang perlu diperhatikan dalam matematika adalah proses

BAB I PENDAHULUAN. 2004). Hal lain yang perlu diperhatikan dalam matematika adalah proses xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah suatu ilmu yang sangat berperan dalam kehidupan sehari-hari, matematika dapat dipandang sebagai struktur yang terorganisir, alat, pola

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis 6 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Chee (2012) menyatakan bahwa pemikiran reflektif merupakan kesadaran tentang apa yang diketahui dan apa yang dibutuhkan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB II KAJIAN TEORETIK 6 BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kecerdasan Intelektual (IQ) Kecerdasan dalam perspektif psikologi memiliki arti yang beraneka ragam. Menurut Chaplin (Syah, 2011), kecerdasan adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dikenal dengan berpikir reflektif (reflective thinking). Dewey berpendapat bahwa

BAB II KAJIAN TEORI. dikenal dengan berpikir reflektif (reflective thinking). Dewey berpendapat bahwa BAB II KAJIAN TERI A. Berpikir Reflektif John Dewey mengemukakan suatu bagian dari metode penelitiannya yang dikenal dengan berpikir reflektif (reflective thinking). Dewey berpendapat bahwa pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan komunikasi matematis Menurut Wardani (2008) matematika merupakan sebuah alat komunikasi yang sangat kuat, teliti, dan tidak membingungkan. Dalam

Lebih terperinci

3/22/2012. Definisi Intelek : Kekuatan mental manusia dalam berpikir Kecakapan (terutama kecakapan berpikir) Pikiran dan intelegensi

3/22/2012. Definisi Intelek : Kekuatan mental manusia dalam berpikir Kecakapan (terutama kecakapan berpikir) Pikiran dan intelegensi Definisi Intelek : Kekuatan mental manusia dalam berpikir Kecakapan (terutama kecakapan berpikir) Pikiran dan intelegensi 1 Kumpulan kemampuan seseorang yang memungkinkan memperoleh ilmu pengetahuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan mutlak yang harus terpenuhi dari setiap individu, karena dengan pendidikan potensi-potensi individu tersebut dapat dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyadarkan diri manusia di dalam menentukan pilihan-pilihan yang

BAB I PENDAHULUAN. menyadarkan diri manusia di dalam menentukan pilihan-pilihan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyampaian informasi kepada orang lain. Komunikasi merupakan bagian. dalam matematika dan pendidikan matematika.

BAB I PENDAHULUAN. penyampaian informasi kepada orang lain. Komunikasi merupakan bagian. dalam matematika dan pendidikan matematika. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar adalah salah satu bagian dari pendidikan. Belajar dapat dilakukan di rumah, di masyarakat ataupun di sekolah. Pada saat belajar kita akan mengenal proses komunikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan, tumbuh dan berkembangnya intelektualitas manusia dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan, tumbuh dan berkembangnya intelektualitas manusia dan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu upaya dalam penyediaan kondisi yang dapat menciptakan, tumbuh dan berkembangnya intelektualitas manusia dan dapat menyadarkan diri manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. ketahuan, atau intelegensi. Dalam buku Landasan Matematika Andi Hakim

BAB II KAJIAN TEORI. ketahuan, atau intelegensi. Dalam buku Landasan Matematika Andi Hakim BAB II KAJIAN TEORI A. Hakekat Matematika Istilah matematika berasal dari kata Yunani Mathein atau Manthenein, yang artinya mempelajari. Mungkin juga, kata tersebut erat hubungannya dengan kata Sansekerta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ada empat segi keterampilan berbahasa yakni keterampilan menyimak/

I. PENDAHULUAN. Ada empat segi keterampilan berbahasa yakni keterampilan menyimak/ 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada empat segi keterampilan berbahasa yakni keterampilan menyimak/ mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Setiap keterampilan tersebut memunyai hubungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk hidup yang unik, tidak ada seorang individu yang sama persis dengan individu yang lain. Salah satunya adalah dalam hal kecepatan dan kemampuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang melibatkan siswa dalam kegiatan pengamatan dan percobaan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang melibatkan siswa dalam kegiatan pengamatan dan percobaan dengan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Model Pembelajaran CLIS Model pembelajaran CLIS adalah kerangka berpikir untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya kegiatan belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Matematika sebagai salah satu mata pelajaran dasar pada setiap jenjang pendidikan formal, mempunyai peranan yang sangat penting di dalam pendidikan. Selain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Melalui kegiatan ini, aspek-aspek kemampuan pemecahan masalah sangat penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Melalui kegiatan ini, aspek-aspek kemampuan pemecahan masalah sangat penting BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Pemecahan Masalah Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi yang mewarnai pembelajaran matematika saat ini adalah seputar rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar Nasional Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT 8 BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT A. Metode Kerja Kelompok Salah satu upaya yang ditempuh guru untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang kondusif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan tujuan pendidikan formal di sekolah-sekolah atau di lembagalembaga

BAB I PENDAHULUAN. merupakan tujuan pendidikan formal di sekolah-sekolah atau di lembagalembaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar dalam pengertian yang paling umum adalah setiap perubahan perilaku yang diakibatkan pengalaman atau sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karunia Eka Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karunia Eka Lestari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik sebagai alat bantu dalam penerapan ilmu lain maupun dalam pengembangan

Lebih terperinci

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang berperan penting dalam kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sehingga perkembangan matematika menjadi sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lain. Dengan tidak mengesampingkan pentingnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika sebagai salah satu bidang studi yang diajarkan disetiap

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika sebagai salah satu bidang studi yang diajarkan disetiap BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai salah satu bidang studi yang diajarkan disetiap jenjang pendidikan diharapkan dapat memberi sumbangan dalam mencerdaskan siswa dengan jalan mengembangkan

Lebih terperinci

P 41 BERPIKIR REFLEKTIF (REFLECTIVE THINKING ) SISWA SD BERKEMAMPUAN MATEMATIKA TINGGI DALAM PEMAHAMAN MASALAH PECAHAN

P 41 BERPIKIR REFLEKTIF (REFLECTIVE THINKING ) SISWA SD BERKEMAMPUAN MATEMATIKA TINGGI DALAM PEMAHAMAN MASALAH PECAHAN P 41 BERPIKIR REFLEKTIF (REFLECTIVE THINKING ) SISWA SD BERKEMAMPUAN MATEMATIKA TINGGI DALAM PEMAHAMAN MASALAH PECAHAN Hery Suharna Universitas Khairun Ternate, Jn. Bandara Babullah. Kelurahan Akehuda,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu

BAB II KAJIAN TEORITIK. Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Penalaran Matematis Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu melakukan proses bernalar. Matematika terbentuk karena pikiran manusia

Lebih terperinci

PROSES BERPIKIR REFLEKTIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA AVRIABEL.

PROSES BERPIKIR REFLEKTIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA AVRIABEL. PROSES BERPIKIR REFLEKTIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA AVRIABEL Yola Ariestyan 1, Sunardi 2, Dian Kurniati 3 Email: yolaariestyan@gmail.com Abstract. An

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman menuntut disiapkannya penerus bangsa yang siap menghadapi berbagai tantangan. Individu yang siap adalah individu yang sukses

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka 6 BAB II Tinjauan Pustaka A. Keyakinan Keyakinan merupakan suatu bentuk kepercayaan diri seseorang terhadap kemampuan yang dimilikinya. Goldin (2002) mengungkapkan bahwa keyakinan matematika seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju merupakan suatu hal yang sangat urgen dalam masyarakat modern, karena dapat membuat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam perkembangannya, ternyata banyak konsep matematika diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia yang berkualitas adalah modal dasar sekaligus kunci keberhasilan pembangunan nasional. Terwujudnya sumber daya manusia yang berkualitas tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat. Untuk membina

BAB I PENDAHULUAN. kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat. Untuk membina 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha manusia secara sadar untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat. Untuk membina kepribadian tersebut dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu ilmu dan menjadi ilmu dasar bagi ilmu-ilmu yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu ilmu dan menjadi ilmu dasar bagi ilmu-ilmu yang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik atau bisa dikatakan matematika merupakan pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembelajaran membutuhkan strategi yang tepat. Kesalahan

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembelajaran membutuhkan strategi yang tepat. Kesalahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran adalah suatu proses dimana siswa tidak hanya menyerap informasi yang disampaikan guru, tetapi melibatkan berbagai kegiatan dan tindakan yang harus dilakukan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR DALAM PENYELESAIAN MASALAH MATEMATIS

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR DALAM PENYELESAIAN MASALAH MATEMATIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR DALAM PENYELESAIAN MASALAH MATEMATIS Tatik Liana Program Studi Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purworejo Email: nhalyana1@gmail.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu kompetensi guru dalam

I. PENDAHULUAN. belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu kompetensi guru dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu pranata sosial yang menyelenggarakan pendidikan untuk mengembangkan potensi siswa. Keberhasilan pendidikan ini didukung dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan sains dan teknologi yang begitu pesat dewasa ini tidak terlepas dari peranan matematika. Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Risa Aisyah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Risa Aisyah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat dibutuhkan oleh setiap individu. Melalui pendidikan seseorang dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya dengan lebih terarah, karena dalam

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun oleh: BIVIKA PURNAMI A

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun oleh: BIVIKA PURNAMI A 1 IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E BERBANTUAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN SISWA (PTK Kelas VIII D SMP Negeri 2 Sawit Tahun Ajaran 2009 / 2010) SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori. Ini sering dilakukan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat kita temukan dan juga berbagai bidang ilmu yang telah ada dapat dikembangkan

I. PENDAHULUAN. dapat kita temukan dan juga berbagai bidang ilmu yang telah ada dapat dikembangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh penting dalam kemajuan suatu negara. Dengan adanya pendidikan, pengetahuan baru dapat kita temukan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. akan diketahui kemampuan berpikir reflektif siswa. Materi yang digunakan

BAB V PEMBAHASAN. akan diketahui kemampuan berpikir reflektif siswa. Materi yang digunakan BAB V PEMBAHASAN Siswa mempunyai tingkat berpikir yang berbeda satu dengan yang lain. Dengan pengamatan hasil tes tulis dan wawancara berdasarkan indikator tersebut akan diketahui kemampuan berpikir reflektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang mempunyai otak untuk berpikir dibandingkan dengan makhluk lainnya. Salah satu metode kinerja otak manusia adalah dengan merasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kreativitas diperlukan setiap individu untuk menghadapi tantangan dan kompetisi yang ketat pada era globalisasi sekarang ini. Individu ditantang untuk mampu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV mengenai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV mengenai BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV mengenai pengaruh pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis matematis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses pengembangan daya nalar, keterampilan, dan moralitas kehidupan pada potensi yang dimiliki oleh setiap manusia. Pendidikan dikatakan

Lebih terperinci

BAB II KEMAMPUAN PENALARAN ADAPTIF MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM MATERI KUBUS DAN BALOK. 1. Pengertian Model Problem Based Learning

BAB II KEMAMPUAN PENALARAN ADAPTIF MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM MATERI KUBUS DAN BALOK. 1. Pengertian Model Problem Based Learning BAB II KEMAMPUAN PENALARAN ADAPTIF MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM MATERI KUBUS DAN BALOK A. Model Problem Based Learning 1. Pengertian Model Problem Based Learning Wena mendefinisikan problem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antar siswa dan antara guru dengan siswa. Seiring dengan definisi tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. antar siswa dan antara guru dengan siswa. Seiring dengan definisi tersebut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan bahasa. Matematika bukan hanya sekadar alat untuk berpikir dan menemukan pola, melainkan matematika juga sebagai wahana untuk mengkomunikasikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. daya tarik baginya. Menurut Slameto (Djamarah, 2008) minat adalah suatu

BAB II KAJIAN TEORETIK. daya tarik baginya. Menurut Slameto (Djamarah, 2008) minat adalah suatu BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Minat Belajar Minat merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh cukup besar dalam belajar. Apabila bahan pelajaran yang tidak sesuai dengan minat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Pemahaman Konsep Pemahaman konsep merupakan salah satu aspek dari tiga aspek penilaiaan matematika. Menurut Jihad (2012), ada tiga aspek penilaian matematika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek

BAB II LANDASAN TEORI. esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Kemampuan Berpikir Kritis Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. Efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari waktu jam pelajaran sekolah lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat. Manusia dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif, bernalar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berpikir secara umum diartikan sebagai proses yang intens untuk memecahkan masalah dengan menghubungkan satu hal dengan yang lain, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia demi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia demi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia demi kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu, kemajuan suatu bangsa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004:22). Sedangkan menurut Horwart

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB II KAJIAN TEORETIK BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Analitik Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), analisis merupakan penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang selalu menemani perjalanan kehidupan. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan potensinya. Seperti yang dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik, di antaranya kemampuan pemecahan masalah; kemampuan. penalaran dan bukti; kemampuan komunikasi; kemampuan koneksi; dan

BAB I PENDAHULUAN. yang baik, di antaranya kemampuan pemecahan masalah; kemampuan. penalaran dan bukti; kemampuan komunikasi; kemampuan koneksi; dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran matematika, ada 5 (lima) kemampuan dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik untuk memperoleh hasil belajar yang baik, di antaranya kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu unsur dalam pendidikan. Dalam dunia pendidikan, matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan suatu bangsa dan negara. Dengan adanya pendidikan maka akan tercipta suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat membuat setiap orang dapat mengakses segala bentuk informasi yang positif maupun negatif

Lebih terperinci

Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online)

Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online) Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online) URL : http://e-jurnalmitrapendidikan.com JMP Online Vol 1, No. 10, 1021-1030. 2017 Kresna BIP. ISSN 2550-481 DESKRIPSI PENGGUNAAN OTAK KIRI DAN OTAK KANAN PADA PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak awal kemerdekaan hingga sekarang, Indonesia telah memberlakukan enam kurikulum sebagai landasan pelaksanaan pendidikan secara nasional. Diantaranya,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Berpikir Intuitif dalam Matematika. dengan bantuan intuitif untuk mencapai kesimpulan.

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Berpikir Intuitif dalam Matematika. dengan bantuan intuitif untuk mencapai kesimpulan. BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Berpikir Intuitif dalam Matematika Menurut KBBI (2007) intuitif berasal dari kata intuisi yang berarti daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa dipikirkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angkaangka,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angkaangka, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Komunikasi Matematika Komunikasi dalam dunia pendidikan sangatlah penting karena dengan komunikasi dapat mengetahui kemampuan siswa dalam proses belajarnya. Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bermanfaat dalam kehidupan kita. Hampir di setiap bagian dari hidup kita

BAB 1 PENDAHULUAN. bermanfaat dalam kehidupan kita. Hampir di setiap bagian dari hidup kita BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang paling penting dan bermanfaat dalam kehidupan kita. Hampir di setiap bagian dari hidup kita mengandung matematika,

Lebih terperinci

KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINIER DUA VARIABEL (SPLDV) BERDASARKAN GENDER

KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINIER DUA VARIABEL (SPLDV) BERDASARKAN GENDER KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINIER DUA VARIABEL (SPLDV) BERDASARKAN GENDER KELAS VIII DI MTs NEGERI TANJUNGANOM SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tidak dapat berjalan baik, tanpa adanya kerja sama dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tidak dapat berjalan baik, tanpa adanya kerja sama dengan berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pendidikan merupakan bidang garapan yang menyangkut kepentingan segenap kalangan masyarakat yang lebih diprioritaskan untuk masa depan bangsa. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar sampai perguruan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar sampai perguruan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata Pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi untuk membekali siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada pada Undang-Undang Sisdiknas Bab I pasal 3 tertulis sebagai berikut

BAB I PENDAHULUAN. ada pada Undang-Undang Sisdiknas Bab I pasal 3 tertulis sebagai berikut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor yang penting peranannya di dalam proses kehidupan dan perkembangan suatu bangsa. Di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir terjadi di setiap negara, bahkan negara kita Indonesia. Dari pandangan awal bahwa matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan wadah bagi masyarakat untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan wadah bagi masyarakat untuk memperoleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wadah bagi masyarakat untuk memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki agar dapat menghadapi segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia sepanjang hidupnya. Tanpa adanya pendidikan manusia akan sulit berkembang bahkan akan terbelakang. Salah satu

Lebih terperinci

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI INKUIRI SISWA KELAS VII B SMP NEGERI 1 BALONG TAHUN AJARAN 2013/2014

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI INKUIRI SISWA KELAS VII B SMP NEGERI 1 BALONG TAHUN AJARAN 2013/2014 PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI INKUIRI SISWA KELAS VII B SMP NEGERI 1 BALONG TAHUN AJARAN 2013/2014 Kiki Pramudita Amalia Program Studi Pendidikan Matematika Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kontekstual Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam proses pembelajaran adalah teori belajar konstruktivisme. Piaget (Suherman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan diterima dan dipercaya sebagai kekayaan yang sangat berharga karena

I. PENDAHULUAN. Pendidikan diterima dan dipercaya sebagai kekayaan yang sangat berharga karena 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan diterima dan dipercaya sebagai kekayaan yang sangat berharga karena melalui pendidikan dapat dilakukan upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB V PEMBAHASAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan deskripsi dan analisis data berpikir analitis pada bab sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Berpikir Analitis Siswa Bergaya Kognitif

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. VII di MTs Jabal Noer Taman Sidoarjo, (2) Profil pengajuan masalah

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. VII di MTs Jabal Noer Taman Sidoarjo, (2) Profil pengajuan masalah 168 BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN Pada Bab V ini, peneliti akan membahas hasil penelitian, dan diskusi hasil penelitian. Pembahasan hasil penelitian berdasarkan deskripsi data (1) Profil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) Pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seseorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang luar biasa, yang tidak lazim memadukan informasi yang nampaknya tidak

BAB II LANDASAN TEORI. yang luar biasa, yang tidak lazim memadukan informasi yang nampaknya tidak BAB II LANDASAN TEORI II. A. KREATIVITAS II. A. 1. Pengertian Kreativitas Kreativitas merupakan kemampuan untuk melihat dan memikirkan hal-hal yang luar biasa, yang tidak lazim memadukan informasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elita Lismiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elita Lismiana, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas pendidikan nasional ditandai dengan penyempurnaan-penyempurnaan yang terjadi pada setiap aspek pendidikan. Salah satu aspek pendidikan yang

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR MELALUI METODE KONTEKSTUAL

MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR MELALUI METODE KONTEKSTUAL MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR MELALUI METODE KONTEKSTUAL Suci Nurwati Program Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para siswa mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. para siswa mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar atau proses pengajaran merupakan suatu kegiatan melaksanakan kurikulum suatu lembaga pendidikan, agar dapat mempengaruhi para siswa mencapai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB II KAJIAN TEORETIK BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Matematis Penalaran merupakan konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk memperoleh suatu kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Penalaran Matematis Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses belajar mengajar di kelas terdapat keterkaitan yang erat antara guru, siswa, kurikulum, sarana dan prasarana. Guru mempunyai tugas untuk memilih

Lebih terperinci

PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI MI AL HIDAYAH SUMBERSUKO PANDAAN

PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI MI AL HIDAYAH SUMBERSUKO PANDAAN PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI MI AL HIDAYAH SUMBERSUKO PANDAAN Rizma Nur Amalia 148620600180 semester 6 A3 S-1 PGSD Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Marismaamalia01@gmail.com Abstrak Berpikir kritis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar Matematika 1. Hakekat Matematika Berbicara mengenai hakekat matematika artinya menguraikan tentang apa matematika itu sebenarnya. Karena tanpa mengetahui hakekat matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Proses Berpikir Berpikir selalu dihubungkan dengan permasalahan, baik masalah yang timbul saat ini, masa lampau dan mungkin masalah yang belum terjadi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah salah satu ilmu pengetahuan dasar dan memberikan andil yang sangat besar dalam kemajuan bangsa. Pernyataan ini juga didukung oleh Kline (Suherman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan secara sengaja, teratur dan terprogram dengan tujuan untuk mengubah dan mengembangkan perilaku maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran matematika tentu tidak akan terlepas dari masalah matematika. Pemecahan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran matematika,

Lebih terperinci

DESKRIPSI KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF MATEMATIKA DITINJAU DARI INTELLIGENCE QUOTIENT (IQ) SISWA SMP N 8 PURWOKERTO

DESKRIPSI KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF MATEMATIKA DITINJAU DARI INTELLIGENCE QUOTIENT (IQ) SISWA SMP N 8 PURWOKERTO i DESKRIPSI KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF MATEMATIKA DITINJAU DARI INTELLIGENCE QUOTIENT (IQ) SISWA SMP N 8 PURWOKERTO SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Derajat Sarjana Pendidikan

Lebih terperinci