SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN ANALISIS TATA GUNA LAHAN DAN KECUKUPAN AIR IRIGASI DI DUA DESA LINGKAR KAMPUS IPB (DESA CIBANTENG DAN DESA BENTENG)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN ANALISIS TATA GUNA LAHAN DAN KECUKUPAN AIR IRIGASI DI DUA DESA LINGKAR KAMPUS IPB (DESA CIBANTENG DAN DESA BENTENG)"

Transkripsi

1 SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN ANALISIS TATA GUNA LAHAN DAN KECUKUPAN AIR IRIGASI DI DUA DESA LINGKAR KAMPUS IPB (DESA CIBANTENG DAN DESA BENTENG) Oleh : IIN HARTANTI F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 Iin Hartanti. F Identification and Analysis of Land Use and Irrigation Water Sufficiency In Surrounding Villages of IPB Campus Darmaga (Cibanteng Village and Benteng Village). Supervised by : Nora H. Pandjaitan and Sutoyo. ABSTRACT Water is one of the important factors in agriculture cultivation process. Irrigation planning was very important to guarantee water availability especially for paddy field. Water deficiency influenced paddy development and could reduced its productivity. To fulfill plant water requirement, irrigation must be given in right time and quality. The objectives of this research are to identify and analyse land use, irrigation requirements, and irrigation sufficiency in two villages. The result showed that land use in Cibanteng village and Benteng villages were used for settlement, farming and plantation area. Analysing by Map Info software, showed that settlement and farming area in both villages are increased, but the plantation area is decreased. The irrigation water requirement was calculated by Cropwat software and the result for Cibanteng village in second plant time is 1.47 lt/s and for Benteng village is lt/s. The irrigation water sufficiency in Cibanteng village is lt/s and in Benteng village is lt/s. From that irrigation water sufficiency, the farming area in both villages can planted with paddy twice in a year and once planted with dry crop. Key words : land use, irrigation water requirements, irrigation water sufficiency, Cropwat, crop pattern

3 Iin Hartanti. F Identifikasi dan Analisis Tata Guna Lahan dan Kecukupan Air Irigasi di Dua Desa Lingkar Kampus IPB (Desa Cibanteng dan Desa Benteng). Di bawah bimbingan : Nora H. Pandjaitan dan Sutoyo. RINGKASAN Air merupakan salah satu faktor penentu dalam proses produksi pertanian. Oleh karena itu perencanaan irigasi menjadi sangat penting dalam penyediaan air untuk pertanian. Dalam memenuhi kebutuhan air untuk berbagai keperluan usaha tani, maka air irigasi harus diberikan dalam jumlah, waktu dan mutu yang tepat. Jika tidak maka tanaman akan terganggu pertumbuhannya yang pada gilirannya akan mempengaruhi produksi pertanian. Dalam identifikasi tata guna lahan dan kebutuhan air tanaman, diambil dua desa di lingkar kampus IPB yaitu desa Cibanteng dan desa Benteng. Kedua desa tersebut diambil sebagai daerah contoh karena merupakan daerah sub-urban yang memiliki dua sisi kehidupan (kota/perdagangan dan tradisional/pertanian). Untuk keperluan rumah tangga, air didapat dari sumur-sumur maupun mata air, sedangkan untuk kegiatan pertanian dan perikanan air didapat dari sungai maupun situ yang dialirkan melalui selokan kecil. Perubahan tata guna lahan menyebabkan berkurangnya air yang meresap ke dalam tanah, sehingga air langsung melimpas ke permukaan. Limpasan air yang berlebihan akan mempengaruhi daya tampung sungai, situ maupun sumur sumur warga. Penyebab dari kekeringan air adalah adanya penurunan volume air tanah maupun volume air yang ada di situ, adanya kerusakan pada infrastruktur, distribusi air tidak adil (semakin jauh orang tinggal dari situ, semakin sedikit mendapatkan air) dan terjadi perubahan tata guna lahan di desa tersebut, di mana banyak daerah resapan air berubah menjadi pemukiman (terutama untuk tempat kost) atau usaha perindustrian. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi tata guna lahan dan kebutuhan air irigasi di Desa Cibanteng dan Desa Benteng, serta mengidentifikasi kecukupan air irigasi pada tahun 2010 di Desa Cibanteng dan Desa Benteng. Penelitian ini dilaksanakan di dua desa lingkar kampus IPB yaitu Desa Cibanteng dan Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juli Metode yang dilakukan pada penelitian ini di antaranya adalah survei lahan pada masing-masing desa, pengambilan data primer dan data sekunder, pengukuran debit dan perhitungan debit aliran selama 3 bulan ( Februari-April 2010), dengan menggunakan cut throat flume dan dua minggu dengan menggunakan current meter, sehingga diperoleh ketersediaan air irigasi pada saluran irigasi tersebut, pembagian kuesioner kepada 10 orang petani, revisi peta yang sudah ada, dan pendugaan kebutuhan air tanaman untuk masing-masing desa. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Berdasarkan data yang diperoleh, luas pemukiman dan persawahan di kedua desa semakin bertambah, sedangkan luas perkebunan semakin berkurang. Pada Desa Cibanteng, persentase persawahan lebih kecil dari pada areal pemukiman, sedangkan di Desa Benteng persentase areal pemukiman jauh lebih kecil dari pada areal persawahan. Berdasarkan perbandingan data antara profil desa dengan peta Bakosurtanal,

4 terlihat bahwa areal pemukiman dan persawahan di kedua desa lebih luas jika dibandingkan dengan luas pemukiman dari laporan desa. Untuk areal perkebunan yang dihitung dengan program Map Info lebih kecil dari pada luas areal perkebunan berdasarkan laporan desa. Kebutuhan air irigasi untuk kedua desa tersebut masih bisa tercukupi untuk ditanami padi padi palawija. Tetapi petani di kedua desa tersebut sebagian besar hanya satu kali menanam padi walaupun ketersediaan air masih mencukupi. Kebutuhan air irigasi pada masa tanam (MT) II di desa Cibanteng tersebut adalah 1.47 lt/dt, sedangkan untuk Desa Benteng kebutuhan air irigasi adalah sebesar lt/dt. Ketersediaan air irigasi diketahui dari besarnya debit aliran yang mengalir melewati cut throat flume yang dipasang pada saluran irigasi. Hasil pengukuran selama 3 bulan (Februari - April 2010) menunjukkan bahwa ketersediaan air irigasi untuk kedua desa tersebut cukup. Debit rata rata harian yang mengalir di Desa Cibanteng lt/dt, sedangkan di Desa Benteng sebesar lt/dt. Kata kunci : Tata guna lahan, ketersedian air irigasi, kecukupan air irigasi, cut throat flume, pola tanam

5 IDENTIFIKASI DAN ANALISIS TATA GUNA LAHAN DAN KECUKUPAN AIR IRIGASI DI DUA DESA LINGKAR KAMPUS IPB (DESA CIBANTENG DAN DESA BENTENG) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : IIN HARTANTI F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

6 Judul Skripsi : Identifikasi dan Analisis Tata Guna Lahan dan Kecukupan Air Irigasi di Dua Desa Lingkar Kampus IPB (Desa Cibanteng dan Desa Benteng) Nama : Iin Hartanti NIM : F Pembimbing I Menyetujui, Pembimbing II Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA Sutoyo, STP, MSi NIP NIP Mengetahui : Ketua Departemen Teknik Pertanian Dr. Ir. Desrial, MEng NIP Tanggal Ujian : 6 Agustus 2010

7 BIODATA Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Desember 1987 di Magelang. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Suhardi dan Yarwati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1999 di SD Negeri Blongkeng I, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 Salam, Magelang hingga tahun Penulis kemudian menamatkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Ngluwar, Magelang pada tahun 2005, dan melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor, Departemen Teknik Pertanian (TEP-43), Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur SPMB pada tahun Pada bulan Juli sampai Agustus 2009 penulis melaksanakan praktek lapangan dengan judul Aspek Keteknikan Pertanian Pada Daerah Irigasi Angke V, Bogor di Balai PSDA Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane. Sebagai tugas akhir penulis melakukan penelitian dengan judul Identifikasi dan Analisis Tata Guna Lahan dan Kecukupan Air Irigasi Di Dua Desa Lingkar Kampus IPB (Desa Cibanteng dan Desa Benteng) di bawah bimbingan Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA dan Sutoyo, STP, MSi.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga skripsi dengan judul Identifikasi dan Analisis Tata Guna Lahan dan Kecukupan Air Irigasi di Dua Desa Lingkar Kampus IPB (Desa Cibanteng dan Desa Benteng) ini dapat diselesaikan. Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA dan Sutoyo, STP, MSi, selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan. 2. Ir. Mad Yamin, MT selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran. 3. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan motivasi, semangat serta doa dalam pembuatan laporan skripsi ini. 4. Bapak Trisnadi selaku Teknisi Laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika yang selalu memberikan arahan dan bantuannya. 5. Bapak Yusuf selaku Ketua RW Desa Benteng dan Bapak Endang selaku Ketua RT Desa Cibanteng yang telah memberikan bantuan. 6. Farah Fatimah yang selalu bersama dalam suka dan duka selama penelitian. 7. Rekan rekan di Departemen Teknik Pertanian Angkatan 43 khususnya Aprileni D. Saptasari, Sri Hartini, Nurhudaya dan Wahid yang telah membantu dalam melaksanakan penelitian. 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya, yang telah membantu dalam penyusunan laporan skripsi ini. Disadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan skripsi ini, sehingga diharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Bogor, 2010 Penulis

9 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI iv DAFTAR TABEL v DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vii I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 B. Tujuan 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Irigasi 3 B. Kebutuhan Air Tanaman 7 C. Ketersediaan Air Tanaman 13 D. Air Tanah 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 17 B. Bahan dan Alat 17 C. Metode Penelitian 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tata Guna Lahan 27 B. Jaringan Irigasi 29 C. Kebutuhan Air Irigasi 32 D. Ketersediaan Air Irigasi 34 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 36 B. Saran 36 DAFTAR PUSTAKA 37 LAMPIRAN 39

10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Koefisien tanaman padi (kc) 8 Tabel 2. Klasifikasi penggunaan lahan berdasarkan profil desa 28 Tabel 3. Klasifikasi penggunaan lahan berdasarkan peta Bakosurtanal 28 Tabel 4. Luas lahan berdasarkan jenis tanah 29 Tabel 5. Evapotranspirasi padi berdasarkan Cropwat Tabel 6. Luas lahan berdasarkan jenis tanaman 33 1

11 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Penampang cut throat flume tampak atas 14 Gambar 2. Alat pengukur kecepatan aliran 19 Gambar 3. Cut throat flume yang dipasang pada saluran irigasi 20 Gambar 4. Penggaris yang dipasang pada cut throat flume 20 Gambar 5. Proses pengolahan tanah 21 Gambar 6. Areal persemaian 22 Gambar 7. Tanaman padi berumur 10 hari setelah tanam 23 Gambar 8. Periode generatif tanaman padi 23 Gambar 9. Periode pematangan tanaman padi 24 Gambar 10. Tahapan penelitian 26 Gambar 11. Bendung Cihideung 30 Gambar 12. Saluran primer 31 Gambar 13. Saluran kuarter 31

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Peta tata guna lahan Desa Cibanteng dan Desa Benteng 40 Lampiran 2. Peta jenis tanah Desa Cibanteng dan Desa Benteng 41 Lampiran 3. Data iklim 42 Lampiran 4. Hubungan tinggi muka air dengan debit aliran 43 Lampiran 5. Nomogram untuk mencarai koefisien n dan K 44 Lampiran 6. Hasil pengukuran debit dengan cut throat flume 45 Lampiran 7. Debit berdasarkan perhitungan dengan menggunakan current meter 47 Lampiran 8. Selisih debit hasil pengukuran dan hasil perhitungan 48 Lampiran 9. Hasil Kuesioner 49 Lampiran 10. Tampilan hasil perhitungan dalam program Cropwat 50 Lampiran 11. Nilai Crop Water Requirement (CWR) untuk beberapa jenis tanaman 55 Lampiran 12. Petakan lahan (sawah) yang air irigasinya berasal dari cut throat flume 66 Lampiran 13. Luas petakan berdasarkan jenis tanaman 70 vi

13 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu faktor penentu dalam proses produksi pertanian. Oleh karena itu perencanaan irigasi menjadi sangat penting dalam penyediaan air untuk pertanian. Dalam memenuhi kebutuhan air untuk berbagai keperluan usaha tani, maka air irigasi harus diberikan dalam jumlah, waktu, dan mutu yang tepat. Jika tidak maka tanaman akan terganggu pertumbuhannya yang pada gilirannya akan mempengaruhi produksi pertanian. Air irigasi yang berasal dari bendungan memiliki beberapa fungsi dan ketersediaannya semakin terbatas. Petani padi pada lahan irigasi selama ini masih menganggap air sebagai komoditi yang harus ada dengan sendirinya, oleh karena itu mereka perlu disadarkan bahwa air harus digunakan secara hemat dan efisien. Tata guna lahan (land use) adalah suatu upaya dalam merencanakan penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi tertentu, misalnya fungsi pemukiman, persawahan, maupun perkebunan. Tata guna lahan merupakan salah satu faktor penentu utama dalam pengelolaan lingkungan. Keseimbangan antara kawasan budidaya dan kawasan konservasi merupakan kunci dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Ketersediaan air irigasi merupakan faktor penting dalam pengelolaan air irigasi dalam memenuhi kebutuhan air yang diperlukan. Ketersediaan air irigasi bagi pertanian berbeda-beda tergantung pada musim, lokasi sumber air dan usahausaha konservasi air. Curah hujan merupakan sumber yang pokok bagi tersedianya air pengairan terutama air permukaan. Ketersediaan air irigasi yang terbatas perlu dihemat, dan hanya dibenarkan penggunaannya untuk mencukupi kebutuhan atau sesuai dengan kebutuhan saja. Kebutuhan air tanaman merupakan jumlah air yang diperlukan untuk menghasilkan produksi atau bahan kering tanaman yang maksimal. Kebutuhan air tanaman dapat dibedakan menjadi kebutuhan air konsumtif dan kebutuhan air irigasi. Faktor faktor yang mempengaruhi kebutuhan air tanaman adalah jenis tanaman, jenis tanah, iklim, teknik budidaya dan sistem irigasi.

14 Identifikasi tata guna lahan dan kebutuhan air tanaman, diambil dua desa di lingkar kampus IPB yaitu desa Cibanteng dan desa Benteng. Kedua desa tersebut diambil sebagai daerah contoh karena merupakan daerah sub-urban yang memiliki dua sisi kehidupan (kota/perdagangan dan tradisional/pertanian). Untuk keperluan rumah tangga, air didapat dari sumur-sumur maupun mata air, sedangkan untuk kegiatan pertanian dan perikanan air didapat dari sungai maupun situ yang dialirkan melalui selokan kecil. Pada desa desa di atas terdapat fenomena di mana pada bulan-bulan tertentu air mengering atau berlimpah. Perubahan tata guna lahan menyebabkan berkurangnya air yang meresap ke dalam tanah, sehingga air langsung melimpas ke permukaan. Limpasan air yang berlebihan akan mempengaruhi daya tampung sungai, situ maupun sumur sumur warga. Penyebab dari kekeringan air adalah adanya penurunan volume air tanah maupun volume air yang ada di situ, adanya kerusakan pada infrastruktur, distribusi air tidak adil (semakin jauh orang tinggal dari situ, semakin sedikit mendapatkan air) dan terjadi perubahan tata guna lahan di desa tersebut, di mana banyak daerah resapan air berubah menjadi pemukiman (terutama untuk tempat kost) atau usaha perindustrian. B. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi dan menganalisis tata guna lahan di Desa Cibanteng dan Desa Benteng. 2. Menganalisis kebutuhan dan kecukupan air irigasi pada tahun 2010 di Desa Cibanteng dan Desa Benteng.

15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Irigasi Menurut Kalsim (2002), faktor faktor yang mempengaruhi pemilihan sistem irigasi antara lain ketersediaan air, tipe tanah, topografi lahan dan jenis tanaman. Pemilihan sistem irigasi berdasarkan faktor faktor di atas bertujuan untuk menghasilkan pemakaian air oleh tanaman yang paling efisien. Secara umum sistem irigasi dapat dibedakan atas : 1. Sistem Irigasi Bertekanan Sistem irigasi bertekanan dibedakan menjadi dua yaitu irigasi curah dan irigasi tetes. Pada metoda irigasi curah, air irigasi diberikan dengan cara menyemprotkan air ke udara dan menjatuhkannya di sekitar tanaman seperti hujan. Penyemprotan dibuat dengan mengalirkan air bertekanan melalui orifice kecil atau nozzle. Tekanan biasanya didapatkan dengan pemompaan. Untuk mendapatkan penyebaran air yang seragam diperlukan pemilihan ukuran nozzle, tekanan operasional, jarak sprinkler dan laju infiltrasi tanah yang sesuai (Kalsim, 2002). Beberapa keuntungan irigasi curah antara lain: a) Efisiensi pemakaian air cukup tinggi b) Dapat digunakan untuk lahan dengan topografi bergelombang dan kedalaman tanah (solum) yang dangkal, tanpa diperlukan perataan lahan (land grading). c) Cocok untuk tanah berpasir di mana laju infiltrasi biasanya cukup tinggi. d) Aliran permukaan dapat dihindari sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya erosi. e) Pemupukan terlarut, herbisida dan fungisida dapat dilakukan bersama-sama dengan air irigasi. f) Biaya tenaga kerja untuk operasi biasanya lebih kecil daripada irigasi permukaan g) Dengan tidak diperlukannya saluran terbuka, maka tidak banyak lahan yang tidak dapat ditanami h) Tidak mengganggu operasi alat dan mesin pertanian. Menurut Prastowo (2002), pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat aplikasi (applicator, emission device) yang dapat memberikan

16 air dengan debit yang rendah dan frekuensi yang tinggi (hampir terus-menerus) di sekitar perakaran tanaman. Tekanan air yang masuk ke alat aplikasi sekitar 1.0 bar dan dikeluarkan dengan tekanan mendekati nol untuk mendapatkan tetesan yang terus menerus dan debit yang rendah. Sehingga irigasi tetes diklasifikasikan sebagai irigasi bertekanan rendah. Pada irigasi tetes, tingkat kelembaban tanah pada tingkat yang optimum dapat dipertahankan. Sistem irigasi tetes sering didesain untuk dioperasikan secara harian (minimal 12 jam per hari). Irigasi tetes mempunyai kelebihan dibandingkan dengan metoda irigasi lainnya, yaitu: a) Meningkatkan nilai guna air b) Meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil c) Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemberian air d) Menekan resiko penumpukan garam e) Menekan pertumbuhan gulma f) Menghemat tenaga kerja 2. Sistem Irigasi Tidak Bertekanan Menurut Kalsim (2002), sistem irigasi tidak bertekanan merupakan sistem irigasi berdasarkan gaya gravitasi sehingga air dapat mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah. Pada irigasi gravitasi, air diberikan secara langsung melalui permukaan tanah dari suatu saluran atau pipa dimana elevasi muka airnya lebih tinggi dari elevasi lahan yang akan diairi (sekitar cm). Air irigasi mengalir pada permukaan tanah dari pangkal ke ujung lahan dan meresap ke dalam tanah membasahi daerah perakaran tanaman. Sistem irigasi gravitasi dibagi menjadi tiga yaitu irigasi border, irigasi check basin dan irigasi alur. Pada irigasi border, dalam petakan lahan dibuat pematang sejajar sebagai pengendali lapisan aliran air irigasi yang bergerak ke arah kemiringan lahan. Lahan dibagi menjadi beberapa petakan yang sejajar yang dipisahkan masing-masing oleh pematang yang rendah. Masing-masing petakan (border) diberikan air irigasi secara terpisah. Air irigasi menyebar merata sepanjang kemiringan lahan yang dikendalikan oleh pematang tersebut. Pada irigasi check basin, lahan dibagi menjadi petakan-petakan kecil yang hampir datar. Pematang sekeliling petakan dibentuk untuk menahan air irigasi

17 agar tergenang di petakan dan berinfiltrasi. Ukuran basin beragam mulai dari 1 m 2 sampai 1 atau 2 ha. Jika lahan dapat didatarkan secara ekonomis, maka bentuk basin biasanya segi empat. Tetapi jika topografinya bergelombang maka pematang dibuat mengikuti kontur. Biasanya beda elevasi antar pematang bervariasi dari 6-12 cm untuk tanaman palawija dan cm untuk tanaman padi. Ukuran basin tergantung pada debit yang tersedia, ukuran pemilikan lahan dan karaktersitik infiltrasi. Untuk irigasi buah-buahan biasanya dibuat basin berbentuk lingkaran atau segi empat pada setiap pohon. Irigasi alur merupakan sistem pemberian air irigasi dalam bentuk aliran kecil melalui alur (saluran kecil) yang dibuat di antara baris tanaman. Jarak antar alur tergantung pada jenis tanaman yang akan ditanam, tekstur tanah, dan tipe alat atau mesin pertanian yang akan digunakan. Pola pembasahan pada tekstur pasir cenderung ke arah vertikal, sedangkan pada tekstur liat cenderung ke arah horizontal. Kedalaman alur (guludan) umumnya antara 0.15 m 0.4 m, tergantung pada alat/mesin pembuat alur. Jaringan Irigasi Kartasapoetra (1994) mengatakan bahwa jaringan irigasi dibagi dalam jaringan irigasi utama dan jaringan irigasi tersier. Jaringan irigasi utama yaitu bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari bangunan utama (tubuh bendung, bangunan pembilas, pintu pengambilan, bangunan pengelak dan peredam energi, kantong lumpur, tanggul banjir, bangunan pengatur muka air, rumah jaga dan bangunan pelengkap lainnya), saluran primer, saluran sekunder, bangunan bagi, bangunan sadap, saluran pembuangan dan bangunan pelengkap (tanggul, talang, sipon, jembatan, gorong gorong, jembatan, dan tangga cuci). Jaringan irigasi tersier merupakan jaringan irigasi yang terdiri dari bangunan bagi tersier, saluran tersier dan kuarter, saluran pembuang, boks tersier dan kuarter, serta bangunan pelengkap lain yang terdapat di petak tersier. a. Bendung yaitu bangunan yang melintang di palung sungai yang berfungsi untuk menaikkan muka air sungai untuk dialirkan ke lokasi yang memerlukan. b. Saluran primer yaitu saluran yang berfungsi membawa air dari bangunan bagi pada saluran primer sampai bangunan bagi terakhir.

18 c. Saluran sekunder yaitu saluran yang berfungsi untuk membawa air dari bangunan bagi pada saluran sekunder sampai bangunan bagi tersier d. Saluran tersier yaitu saluran yang berfungsi untuk mengairi satu petak tersier yang mengambil air dari saluran sekunder atau saluran primer. Efisiensi Irigasi Menurut Kalsim (2002), secara kuantitatif efisiensi irigasi suatu jaringan irigasi sangat kurang diketahui dan merupakan parameter yang sukar diukur. Kehilangan air irigasi pada tanaman padi berhubungan dengan : (a) kehilangan air di saluran primer, sekunder dan tersier melalui rembesan, evaporasi, pengambilan air tanpa izin, (b) kehilangan akibat pengoperasian termasuk pemberian air yang berlebihan. a. Efisiensi pemakaian air (EPA) Efisiensi pemakaian air (application efficiency) di sawah adalah perbandingan jumlah air irigasi yang diperlukan tanaman (Vn) dengan jumlah air yang sampai ke suatu inlet jalur atau petakan sawah (Vsw). Jumlah air irigasi yang diperlukan tanaman disebut dengan V netto adalah jumlah air yang diperlukan tanaman (W) dikurangi dengan hujan efektif (He). Untuk padi sawah nilai W adalah perjumlahan dari nilai ET, perkolasi, dan genangan. Vn = ET + g + p h (1) EPA = Vn Vsw 100% (2) di mana : Vn = jumlah air irigasi yang diperlukan tanaman (m 3 ) Vsw = jumlah air yang sampai petakan sawah (m 3 ) ET = evapotranspirasi (mm/hari) EPA = efisiensi pemakaian air (%) b. Efisiensi penyaluran Kehilangan air di saluran dapat diukur dengan beberapa metoda. Salah satu metoda adalah inflow outflow atau teknik keseimbangan air pada suatu ruas saluran. Hal ini dapat dilakukan dengan mengukur debit inflow pada pangkal saluran dan dinyatakan dengan persamaan: outflow pada ujung saluran. Efisiensi penyaluran air

19 Debit di pangkal debit di ujung Ec = debit di pangkal dengan : Ec = efisiensi penyaluran (%) x 100% (3) Untuk mendapatkan efisiensi distribusi yang wajar, jaringan tersier harus dirancang dengan baik, dan mudah dioperasikan oleh petani. B. Kebutuhan Air Irigasi 1. Evapotranspirasi Evapotranspirasi tanaman dapat diketahui dengan cara pengukuran dan pendugaan. Metoda pendugaan evapotranspirasi acuan (ETo) dapat digunakan apabila data iklim di daerah tersebut tersedia. Berbagai metoda pendugaan ETo menurut FAO adalah: evaporasi dan Thornthwaite, Blaney dan Criddle, Radiasi, Panci Penman-Monteith. FAO merekomendasikan metoda Penman- Monteith untuk digunakan jika data iklim tersedia (suhu rerata udara harian, jam penyinaran rerata harian, kelembaban relatif rerata harian, dan kecepatan angin rerata harian). Selain itu diperlukan juga data letak geografi dan elevasi lahan di atas permukaan laut. Evapotranspirasi tanaman acuan (reference crop evapotranspiration, ETo) didefinisikan sebagai evapotranspirasi dari tanaman rumput berdaun hijau, tinggi sekitar 15 cm, tumbuh sehat, cukup air, dan menutupi tanah dengan sempurna. Menurut Doorenbos dan Pruitt (1977), evapotranspirasi tanaman untuk tanaman tertentu dihitung dengan persamaan: ETc = kc x Eto (4) Dimana : Etc : evapotranspirasi tanaman tertentu (mm/hari) Eto : evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari) Kc : koefisien tanaman yang tergantung pada jenis dan periode pertumbuhan tanaman. Nilai koefisien tanaman untuk tanaman padi disarankan menggunakan data dari FAO karena nilai kc padi dari beberapa literatur di Indonesia umumnya menggunakan pendugaan evapotranspirasi tanaman acuan dengan metoda yang berlainan. Koefisien tanaman padi yang disarankan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan FAO tercantum pada Tabel 1.

20 Sumber : FAO, Kebutuhan Air Tanaman Tabel 1. Koefisien tanaman padi (kc) Waktu (hst) Varietas Unggul Varietas Lokal Selama penyiapan lahan Kebutuhan air untuk tanaman padi dihitung mulai dari pengolahan tanah sampai panen. a. Periode Pengolahan Tanah Kalsim (2002) mengatakan bahwa keperluan air selama pengolahan tanah mencakup keperluan untuk menjenuhkan tanah dan untuk lapisan genangan yang diperlukan segera setelah tanam. Persamaan yang dapat digunakan untuk menduga keperluan air pada waktu pengolahan tanah adalah : S = [S(a) - S(b)] x N x d x Fl (5) di mana : S : keperluan air pengolahan lahan (mm) S(a) : lengas tanah sesudah pelumpuran (%) S(b) : lengas tanah sebelum pelumpuran (%) N : porositas tanah (%) D Fl b. Periode persemaian : kedalaman lapisan tanah yang dilumpurkan (mm) : kehilangan air selama pelumpuran (mm) Kalsim (2002) mengatakan bahwa areal pesemaian umumnya antara 2-10% dari areal tanam. Lama pertumbuhan antara hari. Jumlah keperluan air di pesemaian kurang lebih sama dengan penyiapan lahan, sehingga keperluan air

21 untuk pesemaian biasanya disatukan dengan keperluan air untuk pengolahan tanah. c. Pertumbuhan vegetatif Kalsim (2002) mengatakan bahwa periode ini merupakan periode berikutnya setelah tanam (transplanting) yang mencakup (a) tahap pemulihan dan pertumbuhan akar yaitu 0-10 hari setelah tanam (hst), (b) tahap pertumbuhan anakan maksimum yaitu hst dan (c) pertunasan efektif dan pertunasan tidak efektif yaitu hst. Selama periode ini akan terjadi pertumbuhan jumlah anakan. Segera setelah tanam, kelembaban yang cukup diperlukan untuk perkembangan akar-akar baru. Kekeringan yang terjadi pada periode ini akan menyebabkan pertumbuhan yang kurang baik dan menghambat pertumbuhan anakan sehingga mengakibatkan penurunan hasil. Pada tahap berikutnya setelah tahap pertumbuhan akar, diperlukan genangan yang dangkal selama periode vegetatif ini. Beberapa kali pengeringan (drainase) membantu pertumbuhan anakan dan juga merangsang perkembangan akar untuk berpenetrasi ke lapisan tanah bagian bawah. Selain itu drainase juga membantu menghambat pertumbuhan anakan tak-efektif (non-effective tillers). d. Periode reproduktif (generatif) Kalsim (2002) mengatakan bahwa periode ini mengikuti periode anakan maksimum dan mencakup tahap perkembangan awal malai (panicle primordia) yaitu hst, masa bunting pada umur hst, pembentukan bunga pada umur hst. Situasi ini dicirikan dengan pembentukan dan pertumbuhan malai. Pada sebagian besar dari periode ini tanaman membutuhkan banyak air. Kekeringan yang terjadi pada periode ini akan menyebabkan beberapa kerusakan yang disebabkan oleh terganggunya pembentukan malai, maupun pembungaan yang berakibat pada pengurangan hasil panen. e. Periode pematangan (ripening atau fruiting) Selama periode pematangan diperlukan sedikit air dan secara berangsurangsur sampai sama sekali tidak diperlukan air sesudah periode matang kuning (yellow ripe). Selama periode ini drainase perlu dilakukan, akan tetapi

22 pengeringan yang telalu awal akan mengakibatkan bertambahnya gabah hampa dan beras pecah (broken kernel), sedangkan pengeringan yang terlambat mengakibatkan tanaman rebah. Kekurangan air selama periode pematangan menyebabkan pengurangan hasil panen. Dengan demikian perencanaan program irigasi di areal yang jumlah air irigasinya terbatas untuk menggenangi sawah pada seluruh periode, prioritas harus diberikan untuk memberikan air irigasi selama periode pertumbuhan akar dan seluruh periode pertumbuhan reproduktif (Kalsim, 2002). 3. CROPWAT Berdasarkan user guide Cropwat (FAO 1998), program ini dapat digunakan untuk menghitung : 1. Evapotranspirasi Tanaman Acuan (Reference Crop Evapotranspiration) 2. Kebutuhan Air Tanaman (Crop Water Requirement) 3. Kebutuhan Air Irigasi (Irrigation Water Requirement) 4. Penjadwalan Air Irigasi (Irrigation Scheduling) Data data yang diperlukan untuk perhitungan kebutuhan air tanaman dengan menggunakan CROPWAT adalah data iklim berupa suhu udara, kelembaban relatif (RH), kecepatan angin, penyinaran matahari dan evapotranspirasi serta data hujan bulanan. Menu utama program software CROPWAT diantaranya : 1. Perhitungan ETo dengan Metode Penman-Monteith Data yang diperlukan untuk menghitung ETo dengan metode Penman- Monteith yaitu : nama stasiun, altitude (elevasi m dpl), koordinat lintang, bujur, data iklim rata-rata harian setiap bulan (Januari-Desember), suhu udara ( 0 C), kelembaban relatif (RH) (%), kecepatan angin (m/det atau km/hari), penyinaran matahari (% atau jam/hari). 2. Crop Water Requirements (CWR) a. Perhitungan hujan efektif ada 5 pilihan: 1) Nilai persentase tertentu dari hujan bulanan (Fixed Percentage): P eff = a. P tot, biasanya nilai a =

23 2) Dependable rain (hujan andalan) didefinisikan sebagai hujan dengan peluang terlewati tertentu: Peluang terlewati 80% menggambarkan kondisi tahun kering, 50% kondisi tahun normal dan 20% kondisi tahun basah. Secara empirik menurut FAO: P ef = 0.6 * P mean - 10; untuk P mean < 60 mm/bulan P ef = 0.8 * P mean - 25; untuk P mean > 60 mm/bulan 3) Berdasarkan rumus empirik Biasanya dikembangkan dengan rumus umum sebagai berikut: P eff = a P mean + b untuk P mean < Z mm P eff = c P mean + d untuk P mean > Z mm Konstanta a, b, c dan d dikembangkan berdasarkan penelitian secara lokal. Hujan bulanan dengan peluang terlewati tertentu (misalnya 75%). Untuk beberapa daerah sudah mempunyai persamaan linier antara hujan bulanan rata-rata dengan hujan bulanan dengan peluang terlewati tertentu. 4) USBR: P ef = P mean x ( P mean )/125; untuk P mean < 250 mm P ef = x P mean ; untuk P mean > 250 mm 5) Hujan tidak diperhitungkan b. Input Crop Data. Data tanaman terdiri dari: nama tanaman, tahap pertumbuhan tanaman, umur tanaman (hari), koefisien tanaman (kc), dalam perakaran (m), depletion level (p), response hasil (Ky) c. Tanggal tanam (planting date) d. Perhitungan CWR dilakukan setiap 10 harian IRR eq = ET c - P eff (6) CWR = IRR eq Etc + P eff (7) Keterangan : ET c : evapotranspirasi tanaman (mm/hari) Kc : koefisien tanaman ETo : evapotranspirasi acuan (mm/hari) IRReq : keperluan air irigasi (mm/hari)

24 P eff : hujan efektif (mm/hari) CWR : crop water requirement (mm/hari) 3. Perhitungan kebutuhan air irigasi untuk padi Berdasarkan user guide Cropwat (FAO 1998), perhitungan keperluan air irigasi untuk padi termasuk untuk evapotranspirasi, perkolasi, penyiapan lahan dan persemaian. Evapotranspirasi dan perkolasi akan terjadi selama petakan sawah tergenang. Selama persemaian ETc dan perkolasi terjadi hanya pada sebagian luasan persemaian. Pada umumnya tinggi genangan air adalah sekitar mm untuk padi varietas unggul, sedangkan untuk varietas lokal antara mm. Maksimum genangan air pada varietas unggul adalah sekitar 15 cm. Untuk menduga keperluan air pada waktu pengolahan tanah dapat digunakan Persamaan 5. Jumlah keperluan air di persemaian kurang lebih sama dengan penyiapan lahan. Sehingga keperluan air untuk persemaian biasanya disatukan dengan keperluan air untuk pengolahan tanah. Maka keperluan air irigasi dapat dihitung dengan persamaan : Keperluan air irigasi = ETc + P + persemaian + pengolahan tanah (8) 4. Penjadwalan irigasi (Irrigation Scheduling) Berdasarkan user guide Cropwat (FAO, 1998), program penjadwalan irigasi memberikan kemungkinan untuk: Mengembangkan dan merancang penjadwalan irigasi yang sesuai dengan kondisi operasional di lapangan Evaluasi lapangan dari program irigasi dalam hal efisiensi penggunaan air irigasi dan hasil produksi Mensimulasikan program irigasi di lapangan pada kondisi kekurangan air, tadah hujan, irigasi suplemen dan lain-lain.

25 C. Ketersediaan Air Irigasi Kartasapoetra (1994) mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan air irigasi bagi lahan pertanian, debit air dari sumber harus cukup untuk disalurkan ke areal pertanian. Agar penyaluran air irigasi ke areal pertanian dapat diatur dengan sebaik baiknya (dalam arti tidak berlebihan atau dapat dimanfaatkan seefisien mungkin), maka dalam pelaksanaannya perlu dilakukan pengukuran debit air. Dengan distribusi yang terkendali dan dengan pengukuran tersebut, maka masalah kebutuhan air irigasi selalu dapat diatasi tanpa menimbulkan gejolak di masyarakat petani pemakai air irigasi. Pengukuran debit dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Dalam pengukuran debit secara langsung, dapat digunakan beberapa alat ukur seperti pintu Romijn, sekat ukur tipe Cipoletti, sekat ukur tipe Thompson, parshall flume dan cut throat flume. Cut throat flume adalah alat ukur debit yang mempunyai bagian yang menyempit (tenggorokan) dengan lebar tertentu. Lebar bagian penyempitan mempunyai ukuran yang berbeda beda, oleh karena itu penggunaan rumus juga disesuaikan dengan ukuran lebar bagian yang menyempit tersebut. Kelebihan alat ukur ini adalah : sederhana dalam pembuatannya, mudah pemasangannya, tidak membutuhkan beda tinggi air (head loss) yang tinggi dan dapat dipasang pada dasar saluran ataupun dibuat permanen dengan konstruksi pasangan batu, semen dan pasir pada saluran. Dalam pelaksanaan pengukuran debit air irigasi secara langsung dengan alat alat ukur tersebut biasanya lebih mudah karena dapat melihat tabel debit air yang tersedia (Kartasapoetra, 1994).

26 inlet outlet Sumber : Kalsim, 2002 Gambar 1. Penampang cut throat flume tampak atas Kartasapoetra (1994) mengatakan bahwa pengukuran debit dapat menggunakan alat pengukur kecepatan aliran (current meter). Current meter merupakan alat pengukur kecepatan aliran yang dilengkapi baling baling yang digerakkan dengan tenaga baterai dan setiap putaran sumbu akan menghasilkan bunyi. Kecepatan aliran diperhitungkan dengan jumlah bunyi atau jumlah putaran setiap waktu. Persamaan yang digunakan untuk current meter adalah : V = an + b (9) a dan b = koefisien yang diperoleh dari pemeriksaan Debit aliran dihitung dengan persamaan : Q = V x A (10) di mana : Q = debit aliran (m 3 /detik) V = kecepatan aliran (m/detik) A = luas penampang saluran (m 2 ) N = jumlah putaran per detik

27 D. Air Tanah Menurut Herlambang (1996), air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat didalam ruang antar butir-butir tanah yang meresap ke dalam tanah dan bergabung membentuk lapisan tanah yang disebut akuifer. Lapisan yang mudah dilalui oleh air tanah disebut lapisan permeable, seperti lapisan yang terdapat pada pasir atau kerikil, sedangkan lapisan yang sulit dilalui air tanah disebut lapisan impermeable, seperti lapisan lempung. Lapisan yang dapat menangkap dan meloloskan air disebut akuifer. Menurut Krussman dan Ridder (1970) dalam Utaya (1990) bahwa macam-macam akuifer antara lain: a. Akuifer Bebas (Unconfined Aquifer) yaitu lapisan lolos air yang hanya sebagian terisi oleh air dan berada di atas lapisan kedap air. Permukaan tanah pada akuifer ini disebut dengan water table (phreatic level), yaitu permukaan air yang mempunyai tekanan hidrostatik sama dengan atmosfer. b. Akuifer Tertekan (Confined Aquifer) yaitu akuifer yang seluruh jumlahnya air yang dibatasi oleh lapisan kedap air, baik yang di atas maupun di bawah, serta mempunyai tekanan jenuh lebih besar dari pada tekanan atmosfer. c. Akuifer Semi tertekan (Semi Confined Aquifer) yaitu akuifer yang seluruhnya jenuh air, dimana bagian atasnya dibatasi oleh lapisan semi lolos air dibagian bawahnya merupakan lapisan kedap air. d. Akuifer Semi Bebas (Semi Unconfined Aquifer) yaitu akuifer yang bagian bawahnya yang merupakan lapisan kedap air, sedangkan bagian atasnya merupakan material berbutir halus, sehingga pada lapisan penutupnya masih memungkinkan adanya gerakan air. Dengan demikian akuifer ini merupakan peralihan antara akuifer bebas dengan akuifer semi tertekan. Akuifer merupakan suatu formasi geologi yang mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan meloloskan air tanah ke sumur-sumur atau mata air. Lapisan pasir atau kerikil adalah salah satu formasi geologi yang dapat bertindak sebagai akuifer. Akuifer yang bagian bawahnya terdapat lapisan - lapisan batuan yang mempunyai kemampuan meloloskan air yang rendah, misalnya lempung, dikenal sebagai akuitard. Semua akuifer mempunyai dua sifat yang mendasar: (i) kapasitas menyimpan air tanah dan (ii) kapasitas mengalirkan air tanah. Ditinjau dari kedudukannya terhadap permukaan, air

28 tanah dapat disebut (i) air tanah dangkal (phreatic), umumnya berasosiasi dengan akuifer tak tertekan, yakni yang tersimpan dalam akuifer dekat permukaan hingga kedalaman antara 15 sampai 40 m, (ii) air tanah dalam, pada umumnya berasosiasi dengan akuifer tertekan, yakni tersimpan dalam akuifer pada kedalaman lebih dari 40 m. Air tanah dangkal umumnya dimanfaatkan oleh masyarakat dengan membuat sumur gali, sementara air tanah dalam dimanfaatkan oleh kalangan industri. Pembentukan Air Tanah Air tanah adalah semua air yang terdapat di bawah permukaan tanah pada zona jenuh air (zone of saturation). Air tanah terbentuk berasal dari air hujan dan air permukaan, yang meresap (infiltrasi) mula-mula ke zona tak jenuh (zone of aeration) dan kemudian meresap semakin dalam (perkolasi) hingga mencapai zona jenuh air dan menjadi air tanah. Air tanah adalah salah satu fase dalam daur hidrologi, yakni suatu peristiwa yang selalu berulang dari urutan tahap yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer; penguapan dari darat atau laut, pengembunan membentuk awan, hujan dan penguapan kembali (Kamus Hidrologi, 1987). Dari daur hidrologi tersebut dapat dipahami bahwa air tanah berinteraksi dengan air permukaan serta komponen-komponen lain yang terlibat dalam daur hidrologi termasuk bentuk topografi, jenis batuan penutup, penggunaan lahan, tumbuhan penutup, serta manusia yang berada di permukaan. Air tanah dan air permukaan saling berkaitan dan berinteraksi. Air tanah dapat terbentuk atau mengalir (terutama secara horisontal), dari recharge area membutuhkan waktu harian, mingguan, bulanan, tahunan, puluhan tahun, ratusan tahun, bahkan ribuan tahun, tinggal di dalam akuifer sebelum muncul kembali secara alami di discahrge area tergantung dari kedudukan zona jenuh air, topografi, kondisi iklim dan sifat-sifat hidrolika akuifer.

29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua desa yaitu desa Cibanteng dan desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli B. Bahan dan Alat 1. Bahan Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain: a. Peta tata guna lahan Desa Cibanteng dan Desa Benteng dengan skala 1 : b. Peta jenis tanah kedua desa dengan skala 1 : c. Data iklim tahun 2009 dan bulan Januari April 2010 meliputi data curah hujan, temperatur, kelembaban, kecepatan angin, lama penyinaran matahari, letak lintang dan ketinggian tempat. d. Data primer berupa data debit dan kuesioner e. Software CROPWAT 2. Alat Alat alat yang digunakan dalam penelitian antara lain: a. Talang ukur (cut throat flume) b. Current meter c. Global Positioning System (GPS) d. Planimeter digital e. Stopwatch f. Meteran g. Seperangkat komputer h. Kamera i. Alat - alat tulis 1

30 C. Metode Penelitian 1. Survei wilayah yang akan diamati Sebelum melaksanakan penelitian, dilakukan survei terhadap lokasi - lokasi yang akan dijadikan tempat penelitian yang meliputi tempat di mana alat ukur debit dipasang, lokasi lahan pertaniannya serta mengamati tata guna lahan pada masing masing desa. 2. Pengambilan data sekunder Pada penelitian ini dilakukan pengambilan data secara primer maupun sekunder. Pengambilan data primer dilakukan dengan pengukuran kecepatan dan debit aliran serta pembagian kuesioner kepada petani. Data data sekunder diperoleh dari laporan desa, skripsi, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), dan Balai Penelitian Tanah. Data data sekunder tersebut misalnya data iklim (kelembaban relatif (RH), temperatur, lama penyinaran matahari, letak lintang, ketinggian tempat, kecepatan angin dan curah hujan), luas desa, luas lahan pertanian masing-masing desa, peta desa dan peta tata guna lahan masing-masing desa dan data koefisien tanaman (Kc). 3. Pengamatan tata guna lahan Pengamatan tata guna lahan dilakukan dengan cara membandingkan hasil survei lapangan dengan peta tata guna lahan yang sudah ada. Dengan demikian dapat diketahui klasifikasi penggunaan lahan pada dua desa yang meliputi luas areal persawahan, pemukiman maupun perkebunan. 4. Pengukuran dan perhitungan debit aliran a. Pengukuran debit dengan current meter Kecepatan aliran air irigasi yang melewati saluran diukur dengan current meter selama satu minggu. Debit aliran diperoleh dengan mengalikan luas penampang saluran dengan kecepatan aliran. Besarnya kecepatan aliran yang diukur dengan current meter dihitung dengan persamaan : V = 0.13 N (11) di mana : V = kecepatan aliran (m/detik) N = jumlah putaran per detik 2

31 Pengukuran kecepatan dilakukan pada beberapa titik pengukuran yaitu: 1) Satu titik pengukuran, jika kedalaman air (D) antara m. Titik pengukuran : 0.6 D Kecepatan rata-rata : V = V 0.6D (12) 2) Dua titik pengukuran, jika kedalaman air (D) antara m. Titik pengukuran : 0.2 D dan 0.8 D Kecepatan rata-rata : V = ½ (V 0.2D + V 0.8D ) (13) 3) Tiga titik pengukuran, jika kedalaman air (D) antara m. Titik pengukuran : 0.2 D, 0.6 D dan 0.8 D Kecepatan rata-rata : V = ¼ (V 0.2D + 2V 0.8D + V 0.8D ) (14) 4) Lima titik pengukuran, jika kedalaman air (D) antara > 6.0 m. Titik pengukuran : pada permukaan aliran, 0.2 D, 0.6 D, 0.8 D dan pada dasar saluran. Kecepatan rata-rata : V = 1/10 (V s + 3V 0.2D + 2V 0.6D + 3V 0.8D + V b ) (15) Gambar 2. Alat pengukur kecepatan aliran Debit hasil pengukuran dengan current meter ini nantinya akan dibandingkan dengan debit hasil pengukuran dengan menggunakan cut throat flume. 3

32 a. Pengukuran debit dengan cut throat flume Cut throat flume merupakan alat pengukur debit yang dipasang pada suatu saluran irigasi, di mana pada dinding cut throat flume tersebut sudah dipasang penggaris yang digunakan untuk membaca tinggi muka air. Selain itu sudah tersedia tabel yang memuat hubungan tinggi muka air dengan debit aliran yang melewati cut throat flume tersebut. Tabel hubungan antara tinggi muka air dan debit aliran disajikan pada Lampiran 4. Pengukuran debit yang masuk ke petak tersier bertujuan mengetahui jumlah air irigasi yang masuk ke lahan, sehingga dapat diprediksi ketersediaan air irigasi yang akan digunakan selama masa tanam. Penggaris untuk membaca ketinggian muka air Gambar 3. Cut throat flume yang dipasang pada saluran irigasi Gambar 4. Penggaris yang dipasang pada cut throat flume 4

33 2. Pembagian dan pengisian kuesioner kepada petani Kuesioner diberikan kepada petani pada desa yang bersangkutan secara acak. Kuesioner berisi pertanyaan pertanyan tentang luas lahan pertanian, pola tanam, berapa kali panen dalam setahun, besarnya debit air yang masuk ke lahan, lama waktu pemberian air irigasi, apakah air irigasi sudah cukup atau kurang, berapa hasil panen dalam satu kali panen, dan lain-lain. 3. Analisis data tata guna lahan dan pembuatan peta Berdasarkan pengamatan tata guna lahan pada dua desa yang diamati, maka akan diperoleh data yang nantinya akan dianalisis perubahan tata guna lahan yang terjadi dari tahun ke tahun. Selain itu akan dibuat peta tata guna lahan yang baru berdasarkan keadaan tata guna lahan yang ada pada saat itu. 4. Pendugaan kebutuhan air tanaman Kebutuhan air untuk tanaman padi dihitung mulai dari pengolahan tanah sampai panen. a. Periode pengolahan tanah Keperluan air selama pengolahan tanah mencakup keperluan untuk menjenuhkan tanah dan suatu lapisan genangan yang diperlukan segera setelah tanam. Untuk menduga keperluan air pada waktu pengolahan tanah dapat digunakan Persamaan 5. Gambar 5. Pengolahan tanah dengan tenaga kerbau 5

34 b. Periode pesemaian Areal pesemaian umumnya antara 2%-10% dari areal tanam. Lama pertumbuhan antara hari. Jumlah keperluan air di pesemaian kurang lebih sama dengan penyiapan lahan. Sehingga keperluan air untuk pesemaian biasanya disatukan dengan keperluan air untuk pengolahan tanah. Gambar 6. Areal persemaian c. Pertumbuhan vegetatif Periode ini merupakan periode berikutnya setelah tanam (transplanting) yang mencakup (a) tahap pemulihan dan pertumbuhan akar (0-10 hari setelah tanam/hst), (b) tahap pertumbuhan anakan maksimum (10-50 hst) dan (c) pertunasan efektif dan pertunasan tidak efektif (35-45 hst). Selama periode ini akan terjadi pertumbuhan jumlah anakan. Segera setelah tanam, kelembaban yang cukup diperlukan untuk perkembangan akar-akar baru. Kekeringan yang terjadi pada periode ini akan menyebabkan pertumbuhan yang kurang baik dan menghambat pertumbuhan anakan sehingga mengakibatkan penurunan hasil. Pada tahap berikutnya setelah tahap pertumbuhan akar, diperlukan genangan yang dangkal selama periode vegetatif ini. Beberapa kali pengeringan (drainase) membantu pertumbuhan anakan dan juga merangsang perkembangan akar untuk berpenetrasi ke lapisan tanah bagian bawah. Selain itu drainase juga membantu menghambat pertumbuhan anakan tak-efektif (non-effective tillers). 6

35 Gambar 7. Tanaman padi berumur 10 hari setelah tanam d. Periode reproduktif (generatif) Periode ini mengikuti periode anakan maksimum dan mencakup tahap perkembangan awal malai (panicle primordia) (40-50 hst), masa bunting (50-60 hst), pembentukan bunga (60-80 hst). Situasi ini dicirikan dengan pembentukan dan pertumbuhan malai. Pada sebagian besar dari periode ini dikonsumsi banyak air. Kekeringan yang terjadi pada periode ini akan menyebabkan beberapa kerusakan yang disebabkan oleh terganggunya pembentukan malai, pembungaan yang berakibat pada pengurangan hasil panen. Gambar 8. Periode generatif tanaman padi e. Periode pamatangan (ripening atau fruiting) Selama periode pematangan diperlukan sedikit air dan secara berangsurangsur sampai sama sekali tidak diperlukan air sesudah periode matang kuning 7

36 (yellow ripe). Selama periode ini drainase perlu dilakukan, akan tetapi pengeringan yang telalu awal akan mengakibatkan bertambahnya gabah hampa dan beras pecah (broken kernel), sedangkan pengeringan yang terlambat mengakibatkan tanaman rebah. Kekurangan air selama periode pematangan menyebabkan pengurangan hasil panen. Dengan demikian perencanaan program irigasi di areal yang jumlah air irigasinya terbatas untuk menggenangi sawah pada seluruh periode, prioritas harus diberikan untuk memberikan air irigasi selama periode pertumbuhan akar dan seluruh periode pertumbuhan reproduktif (Kalsim, 2002). Gambar 9. Periode pematangan tanaman padi 5. Analisis ketersediaan air irigasi Ketersediaan air irigasi untuk suatu petakan sawah dapat dilihat dari besarnya debit air irigasi yang dialirkan dari bangunan ukur sampai ke petakan sawah terakhir. Ketersediaan air irigasi dihitung berdasarkan data debit yang diperoleh dari pengukuran dengan cut throat flume dan current meter. Cut throat flume adalah alat ukur debit yang mempunyai bagian menyempit (tenggorokan) dengan lebar tertentu. Lebar bagian penyempitan mempunyai ukuran yang berbeda - beda, oleh karena itu penggunaan rumus juga disesuaikan dengan ukuran lebar bagian yang menyempit tersebut. Menurut Sapei (2009), persamaan yang digunakan untuk menghitung debit yang melewati cut throat flume adalah : Q = C H n a (16) C = K W (17) 8

37 di mana : Q = debit (m 3 /dt) C = koefisien aliran bebas H a = kedalaman aliran (m) n, K = koefisien (dari nomogram) W = lebar leher talang ukur (m) Bila panjang cut throat flume yang dipasang pada saluran irigasi memiliki panjang 0.9 m, maka dari grafik pada Lampiran 5 diperoleh nilai K = 3.68, n = Sapei (2009) menyatakan bahwa bila lebar penyempitan cut throat flume 30 cm dan panjangnya 90 cm, besarnya debit adalah : Q = Ha 1.84 (18) Besarnya kecepatan aliran yang diukur dengan current meter dihitung dengan Persamaan 11, sedangkan besarnya debit dihitung dengan Persamaan 10. Penelitian dilakukan secara bertahap, dan tahapan pelaksanan penelitian selengkapnya disajikan pada Gambar 10. 9

38 Mulai Pengamatan tata guna lahan Pengambilan data sekunder : Data iklim, letak lintang dan ketinggian tempat Pengukuran dan perhitungan debit aliran Analisis data dan revisi peta tata guna lahan Perhitungan evapotranspirasi dan kebutuhan air tanaman Analisis ketersediaan air irigasi Pembagian kuesioner Hasil revisi peta tata guna lahan Kebutuhan air irigasi Ketersediaan air irigasi Kecukupan air irigasi Selesai Gambar 10. Tahapan penelitian 10

39 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tata Guna Lahan Pada penelitian ini dilakukan identifikasi penggunaan lahan di dua desa yaitu Desa Cibanteng dan Desa Benteng. Kedua desa tersebut termasuk dalam wilayah Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Secara geografis kedua desa tersebut terletak pada koordinat 6 o o LS dan 106 o o BT. Batas batas wilayah Desa Cibanteng yaitu : Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Benteng. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Babakan. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Cihideung Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bojong Jengkol Batas batas wilayah Desa Benteng yaitu : Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Rancabungur Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Babakan. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Cibanteng Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Gedong Barat Tata guna lahan merupakan suatu upaya dalam merencanakan penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk fungsi-fungsi tertentu, misalnya pemukiman, persawahan, maupun perkebunan. Tata guna lahan merupakan salah satu faktor penentu utama dalam pengelolaan lingkungan. Peta tata guna lahan Desa Cibanteng dan Desa Benteng disajikan pada Lampiran 1. Pada peta tersebut dapat dilihat penggunaan lahan yang berbeda beda. Klasifikasi penggunaan lahan pada Desa Cibanteng antara lain untuk pemukiman, pesawahan, perkebunan, sedangkan penggunaan lahan pada Desa Benteng adalah untuk pemukiman, persawahan, perkebunan, semak belukar dan masih terdapat tanah kosong. Data luas lahan kedua desa tersebut disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

40 Tabel 2. Klasifikasi penggunaan lahan berdasarkan profil desa Jenis lahan Desa Cibanteng Desa Benteng ha % ha % Pemukiman Persawahan Perkebunan Semak belukar dan tanah kosong Total Sumber : Profil Desa Cibanteng dan Profil Desa Benteng, 2009 Tabel 3. Klasifikasi penggunaan lahan berdasarkan peta Bakosurtanal Jenis lahan Desa Cibanteng Desa Benteng ha % ha % Pemukiman Persawahan Perkebunan Semak belukar dan tanah kosong Total Sumber : Peta Rupa Bumi Bakosurtanal, 2008 Dari Tabel 2 dan Tabel 3 di atas, klasifikasi penggunaan lahan terlihat adanya perbedaan luas masing masing lahan. Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa areal pemukiman di kedua desa lebih luas jika dibandingkan dengan luas pemukiman dari profil desa (Tabel 2). Areal persawahan dan perkebunan dari profil desa lebih luas dari pada perkebunan berdasarkan peta Bakosurtanal. Selain itu, di Desa Benteng terdapat semak belukar dan tanah kosong yang tidak digunakan untuk keperluan tertentu. Dilihat dari data tersebut, luas lahan Desa Cibanteng lebih kecil dari pada Desa Benteng. Namun, pemukiman Desa Cibanteng lebih besar dari pada pemukiman Desa Benteng. Areal persawahan di Desa Cibanteng jauh lebih kecil jika dibandingkan areal persawahan pada Desa Benteng. Hal ini disebabkan karena dibangunnya perumahan maupun rumah kos yang sebelumnya merupakan areal persawahan maupun perkebunan. Semakin berkurangnya luas persawahan dan perkebunan ini menyebabkan daerah resapan air menjadi berkurang, memperbesar aliran permukaan pada musim penghujan dan meningkatkan sedimentasi. Angkutan sedimen yang terbawa oleh aliran air akan mengendap pada sungai maupun saluran saluran irigasi.

41 Berdasarkan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor (1979), jenis tanah untuk wilayah Desa Cibanteng dan Desa Benteng sebagian besar termasuk dalam jenis tanah latosol. Jenis tanah ini memiliki sifat fisik tanah yaitu tekstur halus, drainase sedang, dan sesuai untuk ditanami padi, tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Peta jenis tanah kedua desa tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2, sedangkan luas lahan berdasarkan jenis tanah di Desa Cibanteng dan Desa Benteng dapat dilihat di Tabel 4. Tabel 4. Luas lahan berdasarkan jenis tanah Jenis tanah Luas (ha) Desa Cibanteng Desa Benteng Latosol Regosol Sumber. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 2010 B. Jaringan Irigasi Irigasi dapat merupakan suatu usaha untuk mendatangkan air dari sumbernya guna keperluan pertanian, mengalirkan dan membagikan air secara teratur dan setelah digunakan dapat pula dibuang kembali. Irigasi digunakan untuk mencukupi kebutuhan air bagi tanaman berupa membasahi lahan (penggenangan) dan menghindari gangguan hama dalam tanah. Untuk dapat mengalirkan air irigasi dari sumbernya menuju lahan pertanian tentunya diperlukan suatu jaringan irigasi. Jaringan irigasi dibagi dalam jaringan irigasi utama dan jaringan irigasi tersier. Jaringan irigasi utama yaitu bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari bangunan utama/bendung, saluran primer, saluran sekunder, bangunan bagi, bangunan sadap, saluran pembuangan dan bangunan pelengkap. Jaringan irigasi tersier merupakan jaringan irigasi mulai air keluar dari bangunan ukur tersier, terdiri dari saluran tersier dan kuarter, saluran pembuang, serta bangunan pelengkap lain yang terdapat di petak tersier. Air irigasi yang mengairi persawahan di Desa Cibanteng dan Desa Benteng bersumber dari sungai Cihideung dengan memanfaatkan bendung Cihideung yang berada di Desa Cihideung Udik. Daerah irigasi tersebut melayani areal seluas 116 ha termasuk areal Desa Cibanteng dan Desa Benteng. Pada daerah irigasi ini terdapat 1 buah bendung, 12 bangunan sadap, 4 bangunan terjun, 2 jembatan,

42 1 buah gorong gorong dan 1 buah got miring. Saluran irigasi terdiri atas saluran primer dengan panjang 5.6 km dan saluran sekunder dengan panjang 3 km (Dinas Bina Marga, Kabupaten Bogor, 2006). Gambar 11. Bendung Cihideung Air irigasi yang mengalir sampai ke petakan sawah dikedua desa dialirkan melalui saluran saluran irigasi yang meliputi saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier dan saluran kuarter. Saluran primer dan sekunder yang ada, dikelola oleh Dinas Bina Marga Kabupaten Bogor, sedangkan saluran tersier dan saluran kuarter dikelola oleh masyarakat setempat. Saluran primer dan sekunder dapat kondisinya masih cukup baik, sedangkan saluran tersier dan kuarter mengalami pendangkalan akibat adanya sampah sehingga aliran air menjadi terhambat.

43 Gambar 12. Saluran primer Gambar 13. Saluran kuarter Sistem irigasi yang terdapat di daerah Desa Cibanteng dan Desa Benteng termasuk dalam sistem irigasi semi teknis. Di dua desa tersebut air irigasi yang dialirkan ke sawah diatur dengan mengoperasikan pintu pintu air yang terdapat pada bangunan bagi. Pembagian air dilakukan tidak dengan seksama tetapi hanya berdasarkan pengalaman petani saja. Irigasi yang dilakukan merupakan sistem irigasi permukaan atau berdasarkan gaya gravitasi sehingga air dapat mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. C. Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan atau pemakaian air setiap tanaman tidak sama pada setiap saat, tetapi sesuai dengan periode pertumbuhan tanaman (umur tanaman), suhu udara dan cuaca. Kebutuhan air untuk irigasi padi sawah terdiri dari : 1. Air untuk pengolahan/penyiapan lahan 2. Air untuk pertumbuhan tanaman yang dinyatakan dengan besarnya evapotranspirasi yang berubah menurut umur tanaman dan iklim setempat. 3. Air untuk mengganti air yang hilang karena perkolasi.

44 Pada penelitian ini kebutuhan air irigasi dihitung menggunakan program Cropwat versi 8.0. Dalam program ini, langkah pertama adalah memasukkan data iklim rerata bulanan tahun 2009 yang diperoleh dari Stasiun Klimatologi Darmaga, Bogor. Selanjutnya diperoleh besarnya evapotranspirasi dalam satu tahun. Perhitungan evapotranspirasi dalam program Cropwat ini menggunakan metode Penman-Monteith. Secara terinci besarnya evapotranspirasi padi disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5. Evapotranspirasi padi berdasarkan Cropwat 8.0 Bulan Dekade Etc (mm/hari) Desa Cibanteng Desa Benteng Maret Maret Maret April April April Mei Mei Mei Juni Juni Juni Di kedua desa lokasi penelitian, tidak semua sawah sumber air irigasinya berasal dari cut throat flume. Di Desa Cibanteng luas sawah yang air irigasinya berasal dari cut throat flume adalah ha, sedangkan Desa Benteng adalah ha. Areal persawahan tersebut ditanami beberapa jenis tanaman baik berupa padi maupun palawija. Jenis jenis tanaman yang ditanam pada saat dilakukan survei yaitu pada masa tanam (MT) kedua disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Luas petakan lahan berdasarkan jenis tanaman

45 Tanaman Luas (ha) Desa Cibanteng Desa Benteng Padi Jagung Singkong Ubi Sayuran Pepaya Total Pola tanam yang diterapkan di Desa Cibanteng dan Desa Benteng hampir sama. Berdasarkan hasil kuesioner dari beberapa responden di kedua desa, sebagian petani menerapkan pola tanam padi padi palawija, dan sebagian menerapkan pola tanam padi palawija palawija dalam satu tahun. Alasan sebagian petani hanya menanam padi dalam setahun karena banyak terdapat hama berupa keong yang mengganggu tanaman padi. Selain padi, jenis tanaman yang biasa ditanam di dua desa yaitu jagung, singkong, ubi dan sayuran. Hasil kuesioner selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9. Tanaman padi biasanya memerlukan waktu hari dari penanaman sampai panen. Dalam penelitian ini waktu persemaian memerlukan waktu 25 hari, pertumbuhan vegetatif selama 30 hari, pertumbuhan generatif selama 40 hari dan periode pematangan memerlukan waktu 15 hari sehingga total waktu yang dibutuhkan sampai panen adalah 110 hari. Penanaman padi yang dilakukan pada saat penelitian merupakan masa tanam (MT) II yang dilakukan pada awal bulan Maret. Pengolahan tanah dilakukan pada bulan Februari sampai bulan Maret. Pengolahan tanah membutuhkan banyak air untuk menjenuhkan tanah selama 25 hari. Periode persemaian dilakukan bersamaan dengan periode pengolahan tanah. Luas areal persemaian yang digunakan yaitu hanya 2% - 10% dari total luas lahan yang akan ditanami padi. Dengan demikian kebutuhan air irigasi untuk persemaian disatukan dengan kebutuhan air irigasi untuk pengolahan tanah.

46 Berdasarkan program Cropwat, kebutuhan air irigasi pada masa tanam (MT) II di Desa Cibanteng adalah 1.68 mm/hari. Selanjutnya nilai tersebut dikalikan dengan luas sawah yang airnya berasal dari cut throat flume yaitu seluas ha, hasilnya adalah 1.47 lt/dt. Untuk Desa Benteng, kebutuhan air irigasinya sebesar 3.1 mm/hari, dengan luas sawah seluas ha sehingga total kebutuhan airnya adalah lt/dt. Setelah diketahui besarnya kebutuhan irigasi, kemudian dibandingkan dengan ketersediaan air yang ada. D. Ketersediaan Air Irigasi Ketersediaan air merupakan air yang berada di sungai, bendungan, waduk dan yang berasal dari mata air. Debit air irigasi yang tersedia dapat berubah setiap waktu tergantung pada besarnya faktor iklim terutama curah hujan, serta daerah tangkapan hujan. Dalam penelitian ini, ketersediaan air irigasi di dua desa dapat diketahui dari besarnya debit yang mengalir melalui cut throat flume yang dipasang pada saluran irigasi. Dengan membaca tinggi muka air pada saluran irigasi maka dapat diketahui besarnya debit aliran yang mengalir. Hubungan antara tinggi muka air dengan debit aliran dari bulan Februari sampai April 2010 dapat dilihat pada Lampiran 6. Selain itu, pengukuran debit juga dilakukan dengan menggunakan current meter selama dua minggu. Pengukuran ini bertujuan untuk membandingkan debit hasil pengukuran dengan cut throat flume yang dipasang pada saluran irigasi. Berdasarkan hasil perbandingan debit, diperoleh selisih rata-rata sebesar 6.24 % di Desa Cibanteng dan di Desa Benteng sebesar 6.61 %. Selisih tersebut masih dapat diterima. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui besarnya debit rata rata harian untuk Desa Cibanteng adalah lt/dt, sedangkan Desa Benteng adalah lt/dt. Besarnya debit tersebut sudah mencukupi kebutuhan air irigasi pada areal persawahan yang ada.

47 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Berdasarkan perbandingan antara profil desa dengan peta Bakosurtanal, terlihat bahwa luas pemukiman dari profil desa lebih kecil dari pada luas pemukiman dari peta Bakosurtanal, sedangkan areal persawahan dan perkebunan dari profil desa lebih luas dari peta Bakosurtanal. Dari data yang diperoleh, diketahui bahwa luas perawahan di kedua desa semakin meningkat. 2. Kebutuhan air irigasi untuk kedua desa tersebut masih bisa tercukupi untuk ditanami padi padi palawija. Tetapi petani di kedua desa tersebut sebagian besar hanya satu kali menanam padi walaupun ketersediaan air masih mencukupi. Kebutuhan air irigasi pada masa tanam (MT) II di desa Cibanteng tersebut adalah 1.47 lt/dt, sedangkan untuk Desa Benteng kebutuhan air irigasi adalah sebesar lt/dt. 3. Ketersediaan air irigasi diketahui dari besarnya debit aliran yang mengalir melewati cut throat flume yang dipasang pada saluran irigasi. Hasil pengukuran selama 3 bulan (Februari - April 2010) menunjukkan bahwa ketersediaan air irigasi untuk kedua desa tersebut cukup. Debit rata rata harian yang mengalir di Desa Cibanteng lt/dt, sedangkan di Desa Benteng sebesar lt/dt. B. Saran 1. Areal persawahan dapat ditanami padi dua kali dalam satu tahun karena ketersediaan air irigasi pada kedua desa tersebut masih mencukupi. 2. Tata guna lahan sebaiknya lebih diprioritaskan pada pertanian karena dapat meningkatkan produktivitas di bidang pertanian.

48 DAFTAR PUSTAKA Allen, R.G Crop Evapotranspiration. FAO Irrigation and Drainage Paper. Utah State University. USA. Astuti, P Analisis Ketersediaan Air Irigasi Daerah Aliran Sungai Kuranji, Sumatra Barat. Tesis. IPB. Bogor. BAKOSURTANAL Peta Rupa Bumi Indonesia. Bogor. Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor Inventarisasi Jaringan Irigasi. Bogor Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum Standar Perencanaan Irigasi KP-04. CV. Galang Persada. Bandung. Doorenbos, J. and Pruitt, W.O Guidelines for Predicting Crop Water Requirements. FAO. Rome. FAO User Guide CROPWAT for Windows (ver ). Rome. Gandakoesoemah, R Ilmu Irigasi. Sumur Bandung. Bandung. Kalsim, DK (edisi ke 2). Efisiensi Irigasi dan Pengukuran Debit Laboratorium Teknik Tanah dan Air, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kalsim, DK (edisi ke 2). Rancangan Irigasi Gravitasi, Drainase dan Infrastruktur. Laboratorium Teknik Tanah dan Air, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kartasapoetra AG, Sutedjo MM, Pollein E Teknologi Pengairan Pertanian (Irigasi). Bumi Aksara. Jakarta. Prastowo Prosedur Rancangan Irigasi Tetes. Laboratorium Teknik Tanah dan Air, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Peta Tanah Semi Detail Daerah Parung Depok Bogor - Ciawi. Bogor Sosrodarsono, S. dan Takeda, K Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnya Paramita. Jakarta. Sujaman, E Kebutuhan Air Tanaman Padi Varietas Cisadane dan Efisiensi Irigasi di Petak Tersier Sindon Ngesrep D.I. Watuweler, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Skripsi. Fateta, IPB, Bogor. Suroso dan Susanto, H.A Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Banjir Dearah Aliran Sungai Banjaran. Jurnal Teknik Sipil, Vol. 3, No. 2. Universitas Jendral Soedirman. Purwokerto.

49 Surya Optimasi Pola Tanam dan Penentuan Jadwal Irigasi Pada Jaringan Irigasi Air Tanah Di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Skripsi. Fateta, IPB, Bogor. Tobing, A. L. P Analisa Kecukupan Air dan Kajian Keragaan Jaringan Irigasi Pada Proyek Rehabilitasi Daerah Irigasi Cisadane Empang. Skripsi. Fateta, IPB, Bogor. Wirawan, S Uji Coba Penggunaan Cut Throat Flume dan Current Meter Untuk Pengukuran Debit dan Kehilangan Air Irigasi Di Saluran Tersier. Skripsi. Fateta, IPB, Bogor.

50

51

52 Lampiran 3. Data Iklim Stasiun Klimatologi Darmaga, Bogor. Garis Lintang : LS Garis Bujur : Elevasi : 190 m dpl Bulan Temperatur ( C) Kelembaban (RH) Lama penyinaran Kecepatan angin Curah hujan Maks. Min. (%) matahari (jam) (km/hari) (mm) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret Sumber : BMKG Dramaga Bogor, 2010

53 Lampiran 4. Hubungan antara tinggi muka air pada cut throat flume dengan debit aliran. Tinggi (cm) Debit (lt/det) Tinggi (cm) Debit (lt/det)

54 Lampiran 5. Nomogram untuk mencari nilai n dan K Sumber : Kalsim, 2002

55 Lampiran 6. Hasil pengukuran debit dengan Cut Throat Flume Februari 2010 Maret 2010 Desa Desa Desa Desa Tanggal Cibanteng Benteng Cibanteng Benteng Tanggal TMA Q TMA Q TMA Q TMA Q (cm) (lt/det) (cm) (lt/det) (cm) (lt/det) (cm) (lt/det) Keterangan : TMA : Tinggi Muka Air Pengukuran dilakukan pukul WIB

56 Lampiran 6. Lanjutan April 2010 Desa Cibanteng Desa Benteng Tanggal TMA (cm) Q (lt/det) TMA (cm) Q (lt/det) Keterangan : TMA : Tinggi Muka Air Pengukuran dilakukan pukul WIB

57 Lampiran 7. Debit berdasarkan perhitungan dengan menggunakan current meter Desa Cibanteng Desa Benteng Tanggal (2010) Cut throat flume Current meter Cut throat flume Current meter TMA Q N V A Q TMA Q N V A Q (cm) (lt/dt) (put/dt) (m/s) (m²) (lt/dt) (cm) (lt/dt) (put/dt) (m/s) (m²) (lt/dt) 15 Februari Februari Februari Februari Februari Februari Februari April April April April April April April Ket : TMA = Tinggi Muka Air

58 Lampiran 8. Selisih debit hasil pengukuran dan hasil perhitungan Desa Cibanteng Bulan Tanggal Q perhitungan Q pengukuran Selisih Q (lt/dt) (lt/dt) lt/dt % Februari April Rata-rata 6.24 Desa Benteng Bulan Tanggal Q perhitungan Q pengukuran Selisih Q (lt/dt) (lt/dt) lt/dt % Februari April Rata-rata 6.61

59 Lampiran 9. Hasil kuesioner Responden Luas sawah (m 2 ) Pola tanam 2009 Rencana pola tanam 2010 Varietas padi yang ditanam Periode tanam MT I MT II MT III Jumlah hasil panen (kw) Padi-padi-ubi Padi-padi-ubi IR 64 Okt - Feb Mar - Jul Agst - Sept Padi-padi-jagung Padi-jagung-sayuran Cisadane Okt - Feb Mar - Jul Agst - Sept Padi-ubi-ubi Padi-ubi-ubi IR 64 Sept - Jan Feb - Jun Jul - Sept Padi-padi-jagung Padi-padi-jagung Cisadane Okt - Feb Mar - Jul Agst - Sept Padi-padi-ubi Padi-padi-ubi Cisadane Okt - Feb Mar - Jul Agst - Sept Padi-sayuran-sayuran Padi-sayuran-sayuran IR 64 Okt - Feb Mar - Jul Agst - Sept Padi-sayuran-ubi Padi-jagung-ubi IR 64 Okt - Feb Mar - Jul Agst - Sept Pad-jagung-sayuran Padi-padi-jagung IR 64 Okt - Feb Mar - Jul Agst - Sept Padi-sayuran-ubi Padi-sayuran-ubi Cisadane Sept - Jan Feb - Jun Jul - Sept Padi-padi-ubi Padi-padi-ubi IR 64 Okt - Feb Mar - Jul Agst - Sept

60 Lampiran 10. Tampilan hasil perhitungan dalam program Cropwat Desa Cibanteng 1. Perhitungan evapotranspirasi tanaman 2. Perhitungan hujan efektif

61 Lampiran 10. Lanjutan 3. Input data tanaman 4. Input data tanah

62 Lampiran 10. Lanjutan 5. Hasil perhitungan Crop Water Requirements (CWR) Desa Benteng 1. Perhitungan evapotranspirasi tanaman

63 Lampiran 10. Lanjutan 2. Perhitungan hujan efektif 3. Input data tanaman

64 Lampiran 10. Lanjutan 4. Input data tanah 5. Hasil perhitungan Crop Water Requirements (CWR)

65 Lampiran 11. Nilai Crop Water Requirement (CWR) untuk beberapa jenis tanaman Desa Cibanteng 1. Padi Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Ket : CWR dalam mm/hari

66 Lampiran 11. Lanjutan 2. Singkong Umur CWR (hst) Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Ket : CWR dalam mm/hari

67 Lampiran 11. Lanjutan 3. Kacang panjang Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Ket : CWR dalam mm/hari

68 Lampiran 11. Lanjutan 4. Ubi Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Ket : CWR dalam mm/hari

69 Lampiran 11. Lanjutan 5. Jagung Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Ket : CWR dalam mm/hari

70 Lampiran 11. Lanjutan 6. Kacang tanah Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Ket : CWR dalam mm/hari

71 Lampiran 11. Lanjutan Ds. Benteng 1. Padi Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Ket : CWR dalam mm/hari

72 Lampiran 11. Lanjutan 2. Singkong Umur CWR (hst) Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Ket : CWR dalam mm/hari

73 Lampiran 11. Lanjutan 3. Kacang panjang Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Ket : CWR dalam mm/hari

74 Lampiran 11. Lanjutan 4. Ubi Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Ket : CWR dalam mm/hari

75 Lampiran 11. Lanjutan 5. Jagung Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Umur (hst) CWR Ket : CWR dalam mm/hari

76 Lampiran 12. Petakan lahan yang air irigasinya berasal dari cut throat flume Desa Cibanteng 50 m Aliran air irigasi Letak cut throat flume 66

77 Lampiran 12. Lanjutan Desa Benteng 50 m Aliran air irigasi Letak cut throat flume 67

78 Lampiran 12. Lanjutan Desa Benteng 50 m Aliran air irigasi Letak cut throat flume 68

79 Lampiran 12. Lanjutan 50 m aliran air irigasi 69

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Irigasi Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan sistem irigasi antara lain ketersediaan air, tipe tanah, topografi lahan dan jenis tanaman. Pemilihan sistem irigasi berdasarkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan secara bertahap dan tahapan pelaksanaan selengkapnya disajikan pada rancangan penelitian (Gambar 1). A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tata Guna Lahan Tata guna lahan merupakan upaya dalam merencanakan penyebaran penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993). batas topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi 2.1.1 Curah hujan rata-rata DAS Beberapa cara perhitungan untuk mencari curah hujan rata-rata daerah aliran, yaitu : 1. Arithmatic Mean Method perhitungan curah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air hujan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air TINJAUAN PUSTAKA Neraca Air Neraca air adalah model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Embung Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang berada di bagian hulu. Konstruksi embung pada umumnya merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu 3 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu Tebu (Sacharum officinarum L.) termasuk ke dalam golongan rumputrumputan (graminea) yang batangnya memiliki kandungan sukrosa yang tinggi sehinga dimanfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai Kabupaten Deli Serdang memiliki iklim tropis yang kondisi iklimnya hampir sama dengan kabupaten Serdang Bedagai. Pengamatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PERNYATAAN...i KERANGAN PERBAIKAN/REVISI...ii LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR...iii ABSTRAK...iv UCAPAN TERIMA KASIH...v DAFTAR ISI...vi DAFTAR GAMBAR...vii DAFTAR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air tanaman adalah banyaknya air yang dibutuhkan tanaman untuk membentuk jaringan tanaman, diuapkan, perkolasi dan pengolahan tanah. Kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Air Tanaman 1. Topografi 2. Hidrologi 3. Klimatologi 4. Tekstur Tanah

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Air Tanaman 1. Topografi 2. Hidrologi 3. Klimatologi 4. Tekstur Tanah Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan oleh faktor-faktor berikut : 1.Penyiapan lahan 2.Penggunaan konsumtif 3.Perkolasi dan rembesan 4.Pergantian lapisan air 5.Curah hujan efektif

Lebih terperinci

Oleh : I.D.S Anggraeni *), D.K. Kalsim **)

Oleh : I.D.S Anggraeni *), D.K. Kalsim **) PERBANDINGAN PERHITUNGAN KEBUTUHAN IRIGASI PADI METODA DENGAN CROPWAT-8.0 (CALCULATION OF PADDY IRRIGATION REQUIREMENT RATIO ON WITH CROPWAT-8.0 METHOD) Oleh : I.D.S Anggraeni *), D.K. Kalsim **) Departement

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

ANALISA KEBUTUHAN AIR IRIGASI DAERAH IRIGASI SAWAH KABUPATEN KAMPAR

ANALISA KEBUTUHAN AIR IRIGASI DAERAH IRIGASI SAWAH KABUPATEN KAMPAR ANALISA KEBUTUHAN AIR IRIGASI DAERAH IRIGASI SAWAH KABUPATEN KAMPAR SH. Hasibuan Analisa Kebutuhan Air Irigasi Kabupaten Kampar Abstrak Tujuan dari penelitian adalah menganalisa kebutuhan air irigasi di

Lebih terperinci

Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1. Pertemuan 2

Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1. Pertemuan 2 Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1 Pertemuan 2 1 Learning Outcomes Pada akhir pertemuan ini, diharapkan : 2 Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia. Potensi

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia. Potensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia. Potensi pertanian tersebut sangat besar, namun masih diperlukan penanganan yang baik agar kebutuhan

Lebih terperinci

EFISIENSI PENYALURAN AIR IRIGASI DI KAWASAN SUNGAI ULAR DAERAH TIMBANG DELI KABUPATEN DELI SERDANG

EFISIENSI PENYALURAN AIR IRIGASI DI KAWASAN SUNGAI ULAR DAERAH TIMBANG DELI KABUPATEN DELI SERDANG EFISIENSI PENYALURAN AIR IRIGASI DI KAWASAN SUNGAI ULAR DAERAH TIMBANG DELI KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI AZIZ ANHAR DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 EFISIENSI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penanaman sangat penting. Oleh karena air menggenang terus-menerus maka

TINJAUAN PUSTAKA. penanaman sangat penting. Oleh karena air menggenang terus-menerus maka TINJAUAN PUSTAKA Lingkungan Tumbuh Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tumbuh baik di daerah tropis maupun subtropis. Untuk padi sawah, ketersediaan air yang mampu menggenangi lahan tempat penanaman sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak.dalam kondisi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak.dalam kondisi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejadian, perputaran dan penyebaran air baik di atmosfir, di permukaan bumi maupun di bawah permukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hidrologi Siklus hidrologi menunjukkan gerakan air di permukaan bumi. Selama berlangsungnya Siklus hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii MOTTO iv DEDIKASI v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR

Lebih terperinci

BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN

BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti diklat ini peseta diharapkan mampu Menjelaskan tentang kebutuhan air tanaman A. Deskripsi Singkat Kebutuhan air tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE Untuk merancang suatu sistem drainase, yang harus diketahui adalah jumlah air yang harus dibuang dari lahan dalam jangka waktu tertentu, hal ini dilakukan untuk menghindari

Lebih terperinci

KEBUTUHAN AIR. penyiapan lahan.

KEBUTUHAN AIR. penyiapan lahan. 1. Penyiapan lahan KEBUTUHAN AIR Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan air irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk

Lebih terperinci

Laju dan Jumlah Penyerapan Air

Laju dan Jumlah Penyerapan Air IRIGASI Apa Komentar Anda? Laju dan Jumlah Penyerapan Air Tergantung kondisi tanah (kadar lengas vs hisapan matrik, hantaran hidrolik, difusitas) Tergantung kondisi tanaman (density akar, kedalaman akar,laju

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN DAN TUJUAN PEMBERIAN IRIGASI Menurut Hasan et al (1980) diacu dalam Wahyudi (1987), irigasi didefinisikan sebagai usaha memberikan air ke dalam tanah dengan maksud untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI DAN KEHILANGAN AIR PADA JARIRINGAN UTAMA DAERAH IRIGASI AIR SAGU. Wilhelmus Bunganaen *)

ANALISIS EFISIENSI DAN KEHILANGAN AIR PADA JARIRINGAN UTAMA DAERAH IRIGASI AIR SAGU. Wilhelmus Bunganaen *) ANALISIS EFISIENSI DAN KEHILANGAN AIR PADA JARIRINGAN UTAMA DAERAH IRIGASI AIR SAGU Wilhelmus Bunganaen *) ABSTRAK Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah menganalisis besarnya efisiensi dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki

I. PENDAHULUAN. jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satu dari komoditas tanaman pangan yang penting di Indonesia selain padi dan jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki arti penting

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung pada bulan Juli - September 2011. 3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang

Lebih terperinci

1. Alur Siklus Geohidrologi. dari struktur bahasa Inggris, maka tulisan hydrogeology dapat diurai menjadi

1. Alur Siklus Geohidrologi. dari struktur bahasa Inggris, maka tulisan hydrogeology dapat diurai menjadi 1. Alur Siklus Geohidrologi Hidrogeologi dalam bahasa Inggris tertulis hydrogeology. Bila merujuk dari struktur bahasa Inggris, maka tulisan hydrogeology dapat diurai menjadi (Toth, 1990) : Hydro à merupakan

Lebih terperinci

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI MELALUI PEMBANGUNAN LONG STORAGE

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI MELALUI PEMBANGUNAN LONG STORAGE PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI MELALUI PEMBANGUNAN LONG STORAGE Abner Doloksaribu, Dina Pasa Lolo abner_doloksaribu@yahoo.com, rdyn_qyuthabiez@yahoo.com Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Studi dan Waktu Penelitian Lokasi Studi

METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Studi dan Waktu Penelitian Lokasi Studi III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Studi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Studi Daerah Irigasi Way Negara Ratu merupakan Daerah Irigasi kewenangan Provinsi Lampung yang dibangun pada tahun 1972 adapun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyumas. Sungai ini secara geografis terletak antara 7 o 12'30" LS sampai 7 o

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyumas. Sungai ini secara geografis terletak antara 7 o 12'30 LS sampai 7 o BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Sungai Pelus merupakan salah satu sungai yang terletak di Kabupaten Banyumas. Sungai ini secara geografis terletak antara 7 o 12'30" LS sampai 7 o 21'31" LS dan 109 o 12'31"

Lebih terperinci

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Kebutuhan Tanaman Padi UNIT JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES Evapotranspirasi (Eto) mm/hr 3,53 3,42 3,55 3,42 3,46 2,91 2,94 3,33 3,57 3,75 3,51

Lebih terperinci

PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI BERDASARKAN HUJAN EFEKTIF DI DESA REMPANGA - KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI BERDASARKAN HUJAN EFEKTIF DI DESA REMPANGA - KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, -3 Juni 010 PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI BERDASARKAN HUJAN EFEKTIF DI DESA REMPANGA - KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA (IRRIGATION CANALS DEVELOPMENT

Lebih terperinci

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013 DEFINISI IRIGASI Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian, meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK & MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

JURUSAN TEKNIK & MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Kompetensi dasar Mahasiswa mampu melakukan analisis evapotranspirasi pengertian dan manfaat faktor 2 yang mempengaruhi evapotranspirasi pengukuran evapotranspirasi pendugaan evapotranspirasi JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Irigasi

TINJAUAN PUSTAKA. rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Irigasi TINJAUAN PUSTAKA Sistem Irigasi Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut (Triatmodjo, 2008:1).Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya. Penerapan ilmu hidrologi

Lebih terperinci

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR 3.1. Kebutuhan Air Untuk Irigasi BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Hidrologi adalah ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam, yang meliputi bentuk berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan-perubahannya antara

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

ANALISA KETERSEDIAAN AIR ANALISA KETERSEDIAAN AIR 3.1 UMUM Maksud dari kuliah ini adalah untuk mengkaji kondisi hidrologi suatu Wilayah Sungai yang yang berada dalam sauatu wilayah studi khususnya menyangkut ketersediaan airnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv MOTTO...... vi ABSTRAK...... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR NOTASI... xi DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifatsifatnya dan hubungan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN Jonizar 1,Sri Martini 2 Dosen Fakultas Teknik UM Palembang Universitas Muhammadiyah Palembang Abstrak

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1 ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1 Purwanto dan Jazaul Ikhsan Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jl. Lingkar Barat, Tamantirto, Yogyakarta (0274)387656

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.2 RUMUSAN MASALAH Error Bookmark not defined. 2.1 UMUM Error Bookmark not defined.

DAFTAR ISI. 1.2 RUMUSAN MASALAH Error Bookmark not defined. 2.1 UMUM Error Bookmark not defined. HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN MOTTO KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI ABSTRAK BAB IPENDAHULUAN DAFTAR ISI halaman i ii iii iv v vii

Lebih terperinci

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI RC14-1361 MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI SISTEM PENGAMBILAN AIR Irigasi mempergunakan air yang diambil dari sumber yang berupa asal air irigasi dengan menggunakan cara pengangkutan yang paling memungkinkan

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR 1 Rika Sri Amalia (rika.amalia92@gmail.com) 2 Budi Santosa (bsantosa@staff.gunadarma.ac.id) 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian berada di wilayah Kabupaten Banyumas yang masuk

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian berada di wilayah Kabupaten Banyumas yang masuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada di wilayah Kabupaten Banyumas yang masuk Daerah Irigasi Banjaran meliputi Kecamatan Purwokerto Barat, Kecamatan Purwokerto Selatan,

Lebih terperinci

KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II

KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II Oleh : Iswinarti Iswinarti59@gmail.com Program Studi Teknik Sipil Undar

Lebih terperinci

KAJIAN KINERJA JARINGAN IRIGASI TETES UNTUK BUDIDAYA BUNGA KASTUBA

KAJIAN KINERJA JARINGAN IRIGASI TETES UNTUK BUDIDAYA BUNGA KASTUBA Skripsi KAJIAN KINERJA JARINGAN IRIGASI TETES UNTUK BUDIDAYA BUNGA KASTUBA ( Euphorbia phulcherrima) DENGAN SISTEM HIDROPONIK DI PT SAUNG MIRWAN BOGOR Oleh: LENI ANDRIANI F14103028 2007 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga

Lebih terperinci

HIBAH PENGEMBANGAN COURSE CONTENT PROGRAM HIBAH KOMPETISI TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

HIBAH PENGEMBANGAN COURSE CONTENT PROGRAM HIBAH KOMPETISI TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI HIBAH PENGEMBG COURSE CONTENT PROGRAM HIBAH KOMPETISI TEKNOLOGI INFORMASI D KOMUNIKASI PERCG IRIGASI D DRAINASE INTERAKTIF BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI Dedi Kusnadi Kalsim Budi Indra Setiawan Asep Sapei

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-1 BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Metodologi yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-2 Metodologi dalam perencanaan

Lebih terperinci

Pengelolaan Air Tanaman Jagung

Pengelolaan Air Tanaman Jagung Pengelolaan Air Tanaman Jagung M. Aqil, I.U. Firmansyah, dan M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros PENDAHULUAN Salah satu upaya peningkatan produktivitas guna mendukung program pengembangan

Lebih terperinci

RANCANGAN TEKNIS RINCI (DED) BANGUNAN UTAMA BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI D.I. SIDEY KABUPATEN MANOKWARI PAPUA TUGAS AKHIR

RANCANGAN TEKNIS RINCI (DED) BANGUNAN UTAMA BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI D.I. SIDEY KABUPATEN MANOKWARI PAPUA TUGAS AKHIR RANCANGAN TEKNIS RINCI (DED) BANGUNAN UTAMA BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI D.I. SIDEY KABUPATEN MANOKWARI PAPUA TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM

Lebih terperinci

TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM

TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM NAMA : ARIES FIRMAN HIDAYAT (H1A115603) SAIDATIL MUHIRAH (H1A115609) SAIFUL

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat mengandung pengertian yang mendalam, bukan hanya berarti penambahan pembangunan

Lebih terperinci

IRIGASI DARI MASA KE MASA DALAM KAITANNYA DENGAN PERANCANGAN. Bahan kuliah minggu I PENDAHULUAN

IRIGASI DARI MASA KE MASA DALAM KAITANNYA DENGAN PERANCANGAN. Bahan kuliah minggu I PENDAHULUAN IRIGASI DARI MASA KE MASA DALAM KAITANNYA DENGAN PERANCANGAN Bahan kuliah minggu I PENDAHULUAN PENGANTAR INDONESIA TERLETAK DI WILAYAH MUSON TROPIS KEBERADAAN AIR SANGAT KHAS (I) HUJAN BANYAK JATUH PADA

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Sumber Daya Air dan Lahan Jurusan Teknik Pertanian dan Laboratorium Ilmu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA Susilah Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh email: zulfhazli.abdullah@gmail.com Abstrak Kecamatan Banda Baro merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR ix DAFTAR ISI Halaman JUDUL i PENGESAHAN iii MOTTO iv PERSEMBAHAN v ABSTRAK vi KATA PENGANTAR viii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xvi DAFTAR LAMPIRAN xvii DAFTAR NOTASI xviii BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Saluran irigasi DI. Kotapala, Kebutuhan air Irigasi, Efisiensi. Pengaliran.

ABSTRAK. Kata kunci : Saluran irigasi DI. Kotapala, Kebutuhan air Irigasi, Efisiensi. Pengaliran. ABSTRAK Daerah Irigasi (DI) Kotapala adalah salah satu jaringan irigasi yang berlokasi di Desa Dajan Peken, Desa Dauh Peken, Desa Delod Peken, dan Desa Bongan yang berada di Kabupaten Tabanan Bali. DI

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian 8 3 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada lahan kebun pala milik pengurus Forum Pala Aceh di Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh, Indonesia.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hidrologi Hidrologi merupakan cabang ilmu geografi yang mempelajari seputar pergerakan, distribusi, dan kualitas air yang ada dibumi. Hidrologi adalah ilmu yang membahas

Lebih terperinci

Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian

Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian 2 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah sebagai berikut : 1. Menjadi panduan untuk petani dalam pengelolaan air hujan dan aliran permukaan di kebun pala untuk menekan penurunan hasil akibat kekurangan

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN 1. PENDAHULUAN TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN Seiring dengan pertumbuhan perkotaan yang amat pesat di Indonesia, permasalahan drainase perkotaan semakin meningkat pula. Pada umumnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Daerah Irigasi Lambunu Daerah irigasi (D.I.) Lambunu merupakan salah satu daerah irigasi yang diunggulkan Propinsi Sulawesi Tengah dalam rangka mencapai target mengkontribusi

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN MINGGU 2 HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN Irigasi dan Drainasi Widianto (2012) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat dan karakteristik tanah untuk menyediakan air bagi tanaman 2. Memahami proses-proses aliran

Lebih terperinci

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*) PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS Oleh: Suryana*) Abstrak Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan secara integratif dari komponen biofisik dan sosial budaya

Lebih terperinci

IRIGASI AIR. Bangunan-bangunan Irigasi PROGRAM STUDI S-I TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

IRIGASI AIR. Bangunan-bangunan Irigasi PROGRAM STUDI S-I TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Bangunan-bangunan Irigasi PROGRAM STUDI S-I TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2013 PENGERTIAN TENTANG IRIGASI Sejak ratusan tahun lalu atau bahkan ribuan

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada II. DAUR HIDROLOGI A. Siklus Air di Bumi Air merupakan sumberdaya alam yang sangat melimpah yang tersebar di berbagai belahan bumi. Di bumi terdapat kurang lebih 1,3-1,4 milyard km 3 air yang terdistribusi

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BANGBAYANG UPTD SDAP LELES DINAS SUMBER DAYA AIR DAN PERTAMBANGAN KABUPATEN GARUT

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BANGBAYANG UPTD SDAP LELES DINAS SUMBER DAYA AIR DAN PERTAMBANGAN KABUPATEN GARUT ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BANGBAYANG UPTD SDAP LELES DINAS SUMBER DAYA AIR DAN PERTAMBANGAN KABUPATEN GARUT Endang Andi Juhana 1, Sulwan Permana 2, Ida Farida 3 Jurnal Konstruksi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Waduk Muara Nusa Dua, Pola Operasi, Debit Andalan, Kebutuhan air baku, Simulasi

ABSTRAK. Kata kunci: Waduk Muara Nusa Dua, Pola Operasi, Debit Andalan, Kebutuhan air baku, Simulasi ABSTRAK Waduk Muara Nusa Dua yang terletak di muara Sungai/Tukad Badung, tepatnya di Jembatan by Pass Ngurah Rai, Suwung, Denpasar, dibangun untuk menyediakan air baku guna memenuhi kebutuhan air bersih.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI IKLIM, TANAH DAN IRIGASI PADA LAHAN POTENSIAL PERTANIAN DI KABUPATEN LANGKAT

IDENTIFIKASI IKLIM, TANAH DAN IRIGASI PADA LAHAN POTENSIAL PERTANIAN DI KABUPATEN LANGKAT IDENTIFIKASI IKLIM, TANAH DAN IRIGASI PADA LAHAN POTENSIAL PERTANIAN DI KABUPATEN LANGKAT SKRIPSI OLEH : RAHMADI RABUN DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu 1. Penelitian sejenis mengenai Kajian Kebutuhan Air Irigasi Pada Jaringan Irigasi sebelumnya pernah ditulis oleh (Oktawirawan, 2015) dengan judul Kajian

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMANFAATAN AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING (LP) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. OLEH : MIADAH F

OPTIMASI PEMANFAATAN AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING (LP) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. OLEH : MIADAH F OPTIMASI PEMANFAATAN AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING (LP) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. OLEH : MIADAH F14102075 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI

SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI 1) Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air disawah untuk tanaman padi ditentukan oleh beberapa faktor antara lain a. Penyiapan lahan b. Penggunaan konsumtif c. Perkolasi dan rembesan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan makhluk hidup. Keberadaan air di muka bumi ini mengikuti suatu proses yang disebut daur hidrologi, yaitu proses yang tercakup ke

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI TIM PENGAMPU MATA KULIAH AGROHIDROLOGI

PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI TIM PENGAMPU MATA KULIAH AGROHIDROLOGI PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI TIM PENGAMPU MATA KULIAH AGROHIDROLOGI Tujuan Menaksir setepat mungkin jumlah kebutuhan air yg harus diberikan pada tanaman mulai dari tempat pengambilan sampai ke lahan

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci