UPACARA OTONAN PADA MASYARAKAT HINDU DI LINGKUNGAN SEKSARI KELURAHAN CAKRA UTARA. Gusti Ayu Santi Patni R

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UPACARA OTONAN PADA MASYARAKAT HINDU DI LINGKUNGAN SEKSARI KELURAHAN CAKRA UTARA. Gusti Ayu Santi Patni R"

Transkripsi

1 UPACARA OTONAN PADA MASYARAKAT HINDU DI LINGKUNGAN SEKSARI KELURAHAN CAKRA UTARA Gusti Ayu Santi Patni R ABSTRACT Sanctification mentally and physically can be obtained by implementing Manusa Yadnya ceremony such as Otonan ceremony. In general, almost all Hindus both in Bali and Lombok conduct Otonan ceremony to their children started at the age of six months Balinese Calendar. This paper will be discuss the form, function and meaning ofotonan ceremony in Seksari. This research is qualitative research, data sources derived from literature, magazines, lontars as well as a reliable informant with documentation, observation and interviews. Otonan ceremony on Hindus in Seksari conducted using every levels of Upakara such as Nista, Madya and Utama, the timing of the ceremony is when the person at the age of 210 days and at the age of 630 days or more, the leader of the ceremony is Ida Pedanda. Otonan ceremony serves to; pay debts, to humanize humans, and foster a sense of togetherness and harmony. Otonan ceremony implies, among others; religious significance, eradicate the filths, and educative meanings. Keyword, otonan, Debt, ceremony. PENDAHULUAN Pelaksanaan yadnya didasarkan pada Tri Rna (tiga hutang), yaitu Dewa Rna, Rsi Rna, dan Pitra Rna, yang dapat dibayar dengan melaksanakan Panca Yadnya. Dimana Dewa Rna dibayar dengan melaksanakan Dewa yadnya dan Bhuta Yadnya, Rsi Rna dibayar dengan melaksanakan Rsi Yadnya, sedangkan Pitra Yadnya dibayar dengan melaksanakan Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya. Demikianlah pemeluk Agama Hindu melaksanakan Yadnya untuk menuntun umat manusia agar dapat mencapai suatu kesempurnaan hidup, kesucian lahir maupun bathin yang merupakan pedoman dalam mewujudkan suatu kebahagiaan. Penyucian lahir bathin ini dapat dilakukan dengan melaksanakan Upacara Manusa Yadnya, seperti Upacara Otonan. Pada umumnya hampir seluruh umat Hindu baik di Bali maupun di Lombok melaksanakan Upacara Otonan pada anakanak mereka pada saat berumur enam bulan penanggal bali (210 hari). Upacara ini biasanya dilanjutkan dengan pemotongan rambut, setelah itu rambut si anak ditempatkan pada kulit belayag, kemudian keesokan harinya dibuang ke Laut, maka selesailah rangkaian Upacara Otonan tersebut dan si anak sudah diperbolehkan turun ke tanah. Demikian pula pada saat upacara berlangsung tentunya dipimpin oleh Pandita atau Pinandita yang tentunya beragama Hindu. 92 Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli Desember 2013

2 Hal ini berbeda dengan apa yang dilakukan oleh masyarakat Hindu di Lingkungan Seksari, Kelurahan Cakra Utara, Upacara Otonan ini baru dianggap selesai jika sudah melaksanakan Upacara Megat bebalik terlebih dahulu. Upacara Megat Bebalik ini dilaksanakan di Kemalik pada Pura Sarasuta atau di Kemalik pada Pura Lingsar. Dan uniknya Upacara Megat Bebalik ini dipimpin oleh Pemangku Kemalik yang beragama Islam. Begitu pula Upakara yang dipergunakan tidak lagi seperti biasa yang dipakai oleh umat Hindu kebanyakan, seperti Sesayut-sesayut, tetapi yang dipakai disini adalah sesajen yang namanya Pesagik yaitu berbagai macam jajan-jajanan dan sayur sayuran yang dikemas sedemikian rupa dan ditaruh di atas penampan. Berdasarkan fenomena di atas saya tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai bentuk, Fungsi dan Makna dari Upacara Otonan yang dilanjutkan dengan Upacara Megat Bebalik yang merupakan rangkaian dari Upacara Otonan pada umat Hindu di Lingkungan Seksari Kelurahan Cakra Utara. BENTUK UPACARA OTONAN PADA UMAT HINDU DI LINGKUNGAN SEKSARI KELURAHAN CAKRA UTARA 1. Sarana Upacara Untuk sarana Upacara otonan di Lingkungan Seksari, Kelurahan Cakra Utara tidaklah sulit didapat, karena semua keperluan yang dibutuhkan bisa diperoleh pada lingkungan sekitar. Juga dapat diperoleh dipasar-pasar yang letaknya tidak jauh dari Lingkungan Seksari. Adapun sarana yang dibutuhkan antara lain : janur, buah-buahan, jajan-jananan, kacang-kacangan, beras, ketan, ayam, bebek, telur ayam, telur bebek, buah kelapa, pane, lesung, guhungan ayam. 2. Tingkatan Upakara/Banten Besar kecilnya Upakara/Banten yang dipersembahkan yang lazim disebut Yadnya dibedakan menjadi 3 (tiga) tingkatan yaitu : Nista, Madya, dan Utama. Adapun pembedaan Yadnya tersebut sangat tergantung dari kemampuan ekonomi dan perhatian setiap keluarga. Dari segi kualitas tingkatan-tingkatan yadnya tersebut tidak ada bedanya, sekalipun dalam pelaksanaannya menggunakan tingkatan yang paling kecil. Hal ini tidak akan merubah dan mengurangi makna dari suatu upacara. Yang terpenting adalah didasari oleh niat suci dan ketulusan hati serta kepercayaan umat yang melangsungkan upacara tersebut. a. Upakara tingkat Nista : Jejanganan, sambutan, jerimpen, kurenan, banten kumara, banten luhu (ari-ari), peras semayut, peras petedun, dan daksina. b. Upakara tingkat Madya : banten tingkat Nista dilengkapi dengan pengulan, pengambean, pemagpag, pengiring, pagah tuwuh, pekekah, dan pulakerti. 93 Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli Desember 2013

3 c. Upakara tingkat Utama :banten tingkat Madya dilengkapi dengan semayut cedok,semayut odel, semayut telaga, semayut pancoran, prabu eboh, gunung sari, banten guling, bebalik/gayah, sumbu, dan banten suci. Dalam prakteknya umat Hindu di Lingkungan Seksari hampir 90% membuat sendiri banten-banten yang diperlukan yang dikerjakan secara gotong-royong oleh keluarga yang melaksanakan Upacara Otonan dengan tetangga dekat mereka. 3. Tata Cara Pelaksanaan Upacara Otonan di Lingkungan Seksari, Kelurahan Cakra Utara Dalam pelaksanaannya ada yang melaksanakan pada saat anak berumur 6 bulan bali (210 hari) yang disebut dengan satu oton, ada yang melaksanakan pada saat anak berumur tiga oton yaitu pada saat anak berumur 18 bulan bali (630 hari), ada pula yang melaksanakan pada saat mereka sudah berkeluarga dan sekalian dengan anak-anak mereka melaksanakan Otonan. Ada juga yang sampai saat ini yang sepanjang hidupnya tetap melaksanakan Upacara Otonan untuk memperingati hari lahirnya, hal ini di sebut dengan Otonan berkelanjutan. UPACARA OTONAN BAGI ANAK YANG DILAKSANAKAN PADA ANAK BERUMUR 6 BULAN (210 HARI) Disini tidak lagi mencari hari baik, seperti Upacara Manusa Yajña yang lainnya. Upacara ini dilaksanakan berdasarkan panca wara, sapta wara dan wuku kelahiran dari si anak, tepat pada saat anak berumur satu oton yaitu pada saat berumur 210 hari. Dimana waktu pelaksanaannya ditentukan oleh Ida Pedanda/Sulinggih yang memimpin upacara saat itu. Bisa dilaksanakan pagi hari, siang hari atau pada sore hari. Sebagai awal dari upacara ini adalah Upacara Tuun Tanah yang dilangsungkan di halaman Natar Kemulan. Waktu pelaksanaannya adalah sekitar pukul sebelum matahari terbit, pagi-pagi buta bersamaan dengan turunnya ayam dari dahan pepohonan. Adapun tata caranya adalah sebagai berikut; 1) Si anak diturunkan di tanah dengan peras petedun sebagai dedampingan dan seekor ayam betina yang remaja, 2). Si anak ditutupi dengan kurungan ayam sambil di keribisi nyahnyah geringsing, 3) Si anak dimintakan basme/sembek pada ibu pertiwi dengan mengambil sedikit tanah dan dioleskan pada dahinya. Selanjutnya orang tua Si anak menghaturkan Banten di Kemulan sesuai dengan tingkatan bebanten, sesuai dengan kemampuan serta kebiasaan dari leluhur mereka. Kalau tingkat Nista; yang di haturkan cukup Banten Bayuhan dan Banten Daksina saja, kalau tingkat Madya; yaitu berupa Banten Daksina, Banten Ayunan, Banten Kelanan, Banten Bayuhan dan Banten Peras, dimana Banten ini disebut Banten 94 Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli Desember 2013

4 Pejati, sedangkan kalau tingkat Utama; yang dihaturkan adalah Banten Suci satu soroh. Sedangkan di tempat sembahyang yang lain cukup dengan Banten Ayunan atau Banten Kelanan dan Banten Canang Alit. Di tempat Ida Pedanda mapuja yaitu di Bale Peliangan, Bantenya juga sesuai dengan tingkatannya yaitu Nista, Madya, Utama. Kalau tingkat Nista; Banten Jerimpen, Banten Kurenan, Banten Jejanganan, Banten Sambutan, Banten Peras dan Banten Daksina serta Banten Peras dan Banten Daksina sebagai arepan pemimpin upacara. Kalau tingkatan Madya; yaitu Banten pada tingkatan Nista dilengkapi dengan Banten Penyegjeg, Banten Pagah Tuwuh, Banten Pengulap, Banten Pengambean, Banten Pemapag, Banten Pengiring, Banten Pekekeh dan Banten Pulakerti. Sedangkan untuk tingkat Utama; Banten pada tingkat Madya dilengkapi dengan Banten Semayut cedok, Banten Semayut Odel, Banten Semayut Telaga, Banten Semayut Pancoran, Banten Prabu Eboh, Banten Semayut Gunung Sari, Banten Guling, Guling Babi, Banten Bebalik Babi, Banten Sumbu, Banten Suci serta di arepan Sulinggih mapuja juga. Banten Suci Setelah selesai menghaturkan Banten maka pemimpin upacara/sulinggih mulai mapuja dengan rangkaian sebagai berikut; 1. Sulinggih mulai memimpin upacara dengan munggah mapuja terlebih dahulu, ngaturang puja pangastawa ke Bhatara Surya. 2. Sulinggih ngaturang pengastawa ke Bhatara/Bhatari, 3. Sulinggih nyirat bebanten, dan menghaturkan bebanten, 4. Sulinggih memberi wangsit untuk ngaturang kerik keramas/pangeresikan ke luhur, 5. Sulinggih ngaturang rayunan ring Ida Hyang Widhi, 6. Sulinggih lalu memberi wangsit untuk mesolasan ke Sor, dengan tujuan untuk nyomia Bhuta Kala agar tidak mengganggu jalannya upacara, 7. Sulinggih ngaturang puja pengastawa ke luhur yang dilanjutkan dengan pengaksama Jagatnata sampai pada mantra Banten peras. Peras berarti sah atau resmi, penggunaan Banten Peras bertujuan untuk mengesahkan atau meresmikan suatu upacara yang diselenggarakan secara lahir bathin. Secara lahir Banten Peras sudah diwujudkan sebagai sarana, dan secara bathin dimohonkan pada persembahannya. 8). Dilanjutkan dengan persembahyangan, yang dilakukan bersama-sama oleh seluruh keluarga termasuk anak yang akan diupacarai, a) Muyung/Sembah Puyung, yaitu sembahyang tanpa sarana yang bermakna sebagai pengosongan pikiran agar lebih konsentrasi dalam persembahyangan berikutnya. b) Muspa ke Surya sebagai pasaksi, menggunakan sarana bunga. 95 Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli Desember 2013

5 c) Muspa ke Bhatara/Bhatari juga sebagai Pasaksi, juga menggunakan sarana bunga dengan tujuan agar Bhatara/Bhatari atau leluhur yang telah suci memberi restu pada anak yang diupacarai. d) Muspa mohon panganugrahan dengan sarana Kawangen, kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa. e) Muspa Otonan sebagai permohonan waranugraha kehadapan Ibu Pertiwi. f) Muyung sebagai penutup persembahyangan, 9). Upacara Mengelilingi Lesung (Lumpang). Penggunaan Lesung merupakan lambang lukisan taman kehidupan sebagai bagian dari bumi untuk wadah kehidupan mahluk hidup ciptaan Tuhan. Upacara ini dilangsungkan di Natar Kemulan dengan sarana sebagai berikut; satu buah Lesung, pane yang berisi air di dalamnya diisi perhiasan, padi, uang bolong, ikan air tawar seperti nyalean, udang, lindung, benang dan lontar. Selain itu ada sarana berupa anak-anakan dari buah Beligo, alutan, telur ayam, lis bajang dan batu, dimana masing-masing sarana ini digendong oleh masingmasing satu orang dengan menggunakan alat gendongan khusus yang disebut dengan Lempot bajang. Lesung dikelilingi sebanyak tiga kali dengan arah putaran ke kanan dengan urutan; yang menggendong alutan (sisa kayu yang telah dibakar setengahnya) paling depan, selanjutnya diikuti dengan yang menggendong telur ayam, Beligo, Lis Bajang, Batu, dan yang paling belakang adalah anak yang diupacarai. Setiap menyelesaikan satu putaran, Lesung diketok dengan batu oleh yang menggendong batu. Ini dilakukan sampai tiga kali putaran. Selesai mengelilingi Lesung semua perlengkapan seperti,alutan, beligo, telur ayam, lis bajang, dan batu diperciki Tirtha oleh Sulinggih. Kemudian anak yang diupacarai di tutup dengan kurungan ayam yang di dalamnya sudah diisi pane yang berisi air dengan berbagai kelengkapan seperti; padi, perhiasan, uang bolong, ikan, lontar. Si anak diharapkan mengambil salah satu dari benda-benda yang ada di dalam pane tersebut. Ini dikenal dengan istilah Magogo-gogoan. 10). Pengguntingan rambut Sarana yang disiapkan adalah; gunting, cincin (bermata merah), bunga tunjung (dapat diganti dengan cempaka), lima seet mingmang, lima buah karwista, dan kulit bulayag. Sebelum rambut digunting terlebih dahulu, gunting, bunga tunjung, karwista, seet mingmang dan cincin diputar tiga kali mengelilingi kepala si anak disertai dengan mantra Om naraca puspa ya namah. Selanjutnya dilakukan pengguntingan rambut yang mana setiap pengguntingan disertai dengan bunga tunjung dan seet mingmang juga digunting. Dimulai dari pengguntingan rambut bagian depan dengan mantra Omsang sadya ya namah, hilanganing papa klesa petaka. Pengguntingan rambut disebelah kanan dengan mantra Om bhang bama dewa ya namah, hilanganing lara roga wigena. Pengguntingan rambut di bagian belakang dengan mantra Om tang tat purusa ya namah, hilangning gagoda satru musuh. Pengguntingan rambut disebelah 96 Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli Desember 2013

6 kiri dengan mantra Om ang hagora ya namah, hilangning gering sasab merana. Dan yang terakhir pengguntingan rambut di tengah dengan mantra Om ing isana ya namah, hilangning sebel kandel sang pinetik. 11). Malukat (Majaya-jaya). Adapun yang malukat adalah anak yang diupacarai dan kedua orang tuanya. Tujuan dari malukat ini adalah untuk membersihkan lahir-bathin. Pembersihan lahir dibersihkan dengan air, dan pembersihan bhatin dengan puja-puja kekuatan bathin pemimpin upacara, menurut Ida Ayu Oka Putra (wawancara, 12 September 2012). 12). Natab Semayut Selanjutnya anak yang diupacarai Natab Semayut, sebagai symbol bahwa anak yang diupacarai mendapat anugrah dari Bhatara Siwa, dan beliau berkenan merestui atau menempati jasmani anak yang diupacarai sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Jasmani kita ditempati oleh kekuatan-kekuatan dari Dewa-Dewa seperti; Dewa Brahma bersemayam di hati, Dewa Wisnu di Empedu, Dewa Iswara di Jantung dan Dewa Rudra di usus. Oleh karena itu waktu Natab Banten tangan diarahkan ke dada (Patni, 2004: 44). 13). Nunas Tirtha Wangsuhpada Nunas Tirtha Wangsuhpada di Kemulan dilakukan setelah selesai Natab Semayut. Tirtha Wangsuhpada ini disebut juga Tirtha Kekuluh/Pakuluh, sebagai simbol Waranugraha dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Bhatara- Bhatari pada anak yang diupacarai dan kedua orang tuanya atas ketulusan hatinya dalam melaksanakan Yajña. 14). Ngutang Jejanganan Ngutang Jejanganan adalah membuang banten Janganan yang sering juga disebut Majejanganan dan Mesambutan, karena sarananya menggunakan Banten Janganan dan Sambutan. Acara ini dilangsungkan pada sore hari menjelang malam yang dikenal dengan waktu Sandi Kala yaitu sekitar pukul waktu setempat. Upacaranya dilangsungkan didepan pintu gerbang pekarangan atau bisa juga di perempatan jalan. Upacara ini sebagai simbol bahwa anak yang diupacarai memberikan suguhan kepada saudara empatnya (Catur Sanak), yang dianggap sangat membantu pertumbuhan dan keselamatan anak sejak mulai terbentuk sampai ia lahir bahkan sepanjang hidupnya di dunia ini. 15). Upacara Megat Bebalik Upacara Megat Bebalik ini dilangsungkan tidak di rumah melainkan di Pura Sarasuta pada Kemalik yang dipimpin oleh Pemangku Kemalik tersebut. Pelaksanaannya ada yang langsung esok harinya, ada pula yang menunggu saat Upacara Piodalan di Pura Sarasuta yang dilangsungkan setiap Purnama Sasih Kedasa. Jika yang mempunyai biaya banyak langsung keesokan harinya, jika yang dananya sedikit menunggu saat Upacara Piodalan yang dikenal dengan istilah Nyurud. Dengan pertimbangan jika langsung bantennya lebih banyak yaitu banten di Pura dan banten di Kemalik, Jika menunggu saat piodalan, bantennya hanya di Kemalik saja yang berupa Banten pesagig yaitu sejenis banten yang menggunakan berbagai jenis kacang-kacangan yang diolah menjadi Urab dan diisi nasi, ditempatkan pada sebuah Penampan dengan 97 Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli Desember 2013

7 diwadahi oleh Limas dari daun pisang, masing-masing jenis Urab diwadahi limas dari daun pisang. Selain itu ada Ponjol (sejenis tempat nasi dari anyaman bambu yang bentuknya bundar dengan tutupnya) diisi; beras, benang, uang sebagai sesari, lekok pelumping, Penyapa yang berisi bahan-bahan nyirih, Anai-ana atau pisau atau gunting, yang mana biasanya alat ini dibawa sendiri oleh Mangku Kemalik yang akan digunakan untuk megat atau memotong Sabuk Bebaliki, Sabuk Bebalik, daun pas-pasan dan daun dapdap, canang atau rampai, air satu tekot. Buah-buahan dan jajan-jajanan juga diwadahi penampan. Juga Tirtha Bebalik pakai periuk atau Toples. UPACARA OTONAN SAAT ANAK BERUMUR TIGA OTON Pelaksanaan upacaranya sama dengan pelaksanaan Upacara Otonan yang dilakukan pada anak yang berusia 210 hari. Hanya saja perbedaannya pada saat anak berusia 210 hari tidak dilaksanakan pengguntingan rambut. Dan Upacara Otonannya disebut Maoton Memaling, Upacara Tuun Tanahnya dilakukan pada saat pagi buta, bersamaan dengan turunnya ayam dari dahan pepohonan. Adapun tatacaranya, anak yang diupacarai diturunkan dan didudukkan di tanah disampingnya ada peras petedun, ayam petedun (ayam betina yang masih remaja), selanjutnya ditutup dengan kurungan ayam (guhungan), dan dari atas kurungan ayam ditaburi Nyah-nyah geringsing (campuran ketan hitam dan putih yang disangrai). Penggunanaan ayam remaja yang betina disini bermakna agar si anak kelak dapat mengambil atau meniru sifat-sifat positif dari ayam seperti energik, pantang menyerah dan mandiri serta dapat berkembang dengan cepat, Setelah anak berusia 630 hari atau lebih diulangi lagi Upacara Otonannya yang dilangsungkan dengan potong rambut, Upacara ini dikenal dengan sebutan Maoton Makuris. Karena pada saat inilah rambut si anak boleh dipotong. Sebelum melaksanakan Upacara Maoton Makuris rambut si anak tidak boleh dipotong atau dikuris. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keselamatan dan kesehatan si anak. Sebab apabila rambut si anak dipotong sebelum berusia tiga oton atau lebih, dikhawatirkan akan mengganggu kesehatan dan keselamatan dari si anak dan juga dikhawatirkan akan trjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kematian. Hal ini dahulu pernah terjadi, maka beranjak dari kejadian tersebut orang-orang tua dahulu salah berucap yang sering disebut Sahud atur. dan menyumpahi keturunannya agar kelak tidak lagi melaksanakan potong rambut sebelum berusia tiga oton atau lebih. Adapun tatacaranya sama dengan Upacara Otonan pada saat anak berusia 210 hari yang langsung potong rambut. Hanya saja Upacara Tuun Tanahnya dilakukan saat Pedanda Munggah Mapuja atau bersamaan dengan saat Upacara Otonan berlangsung, bisa siang hari dan bisa juga sore hari, tidak lagi saat pagi butha seperti Upacara Maoton Mamaling. Setelah Upacara Otonan, dilangsungkan juga Upacara Megat Bebalik yang dilakukan Kemalik yang ada di Pura Sarasuta ataupun Pura Lingsar. 98 Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli Desember 2013

8 UPACARA OTONAN BERKELANJUTAN Dalam melaksanakan Upacara Otonan yang berkelanjutan ini yang dilakukan setiap enam bulan sekali yaitu setiap 210 hari, yaitu setiap hari Otonannya tiba. Menurut Ida Wayan Asta yang lahir pada Senen Pon Sinta, mengatakan bahwa beliau sampai saat ini tetap Natab Semayut saat Otonannya tiba, dengan alasan sekaligus bersamaan dengan hari Some Ribek, agar selalu mawas diri dan mensyukuri hidup sebagai manusia, agar dapat membedakan mana yang benar dan yang salah dalam menjalani kehidupan di dunia ini dan agar selalu diberi tuntunan dan kekuatan dalam menghadapi segala ujian dan cobaan di dunia ini. Dengan tujuan untuk menyucikan lahir bhatin dan untuk mengimbangi dosadosa yang telah kita perbuat, sebab menjadi manusia itu tidak pernah luput dari kesalahan. Menurut Ida Ayu Made Rai, untuk Upacara Otonan berkelanjutan bantennya tergantung kemampuan ekonomi yang bersangkutan. Untuk yang paling kecil cukup Natab Semayut yaitu; Jerimpen, Kurenan, Prascita, Sudamala, Byakaon. Untuk yang lebih kecil lagi cukup Natab Semayt yaitu Jerimpen, Kurenan, Byakaon atau menggunakan Prascita, Sudamala dan Byakaon. Sedangkan yang sederhana adalah dengan melakukan pembersihan pada diri. PEMIMPIN UPACARA Pemimpin Upacara Otonan baik yang melaksanakan pada saat anaknya berumur satu oton atau tiga otonmaupun lebih, adalah Ida Pedanda dimana mereka Masurya. Tetapi untuk Upacara Otonan berkelanjutan biasanya dilaksanakan oleh masing-masing keluarga. Kalau yang Otonan masih anak-anak maka yang memimpin upacaranya adalah orang tuanya atau nenek, kakeknya. Kalau Upakaranya besar tetap saja pemimpin upacaranya adalah Ida Pedanda. Kalau yang Otonan sudah dewasa, biasanya mereka memimpin upacaranya masing-masing. Untuk Upacara Megat Bebalik yang merupakan satu ksatuan dari Upacara Otonan, yang memimpin upacaranya adalah Pemangku Kemalik, yaitu yang memang bertugas di Kemalik yaitu yang beda agama dengan umat Hindu, karena beliau beragama Islam. Memang dari segi keyakinan kita berbeda, namun kepercayan terhadap Tuhan kita sama. Seperti Upacara Megat Bebalik yang dilakukan di Kemalik Lingsar. JENIS DAN BENTUK BANTEN UPACARA OTONAN Jenis yang dimaksudkan adalah sama dengan macam yaitu jenis atau macammacam banten yang dipergunakan dalam Upacara Otonan. 1. Banten Daksina Daksina sebagai lambang tempat berstananya Ida Sang Hyang Widhi, selalu di pergunakan dalam setiap upacara keagamaan. Adapun bentuk dari banten Daksina adalah sebagai berikut : 99 Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli Desember 2013

9 Alasnya terbuat dari daun kelapa yang disebut selepahan yang berbentuk bundar yang disebut dengan serobong daksina (terdiri dari bebedogan dan serembeng), di dalamnya diisi dengan beras satu genggam, benang tukel, uang bolong atau logam 2 keping, diatasnya diisi dengan tampak yaitu jejahitan yang berbentuk bundar (ada juga yang berbentuk palang), lalu diisi dengan kelapa yang serabutnya sudah dibersihkan, namun diujungnya berbentuk lancip, ditambah dengan kojong yang berisi 2 buah pisang mentah, kojong yang berisi 1 biji jambu biji yang masih muda/mentah, kojong yang berisi buah sawo, kojong yang berisi buah belimbing, kojong yang berisi buah kedondong ( kelima buah-buahan mentah ini disebit panca pala), kojong yang berisi sirih tampel dan buah pinang yang sudah dikasturi, gegantusan ( berisi biji-bijian seperti, ketan, injin, kacang dan komak; bumbu-bumbuan seperti, lombok, terasi,garam; bebungkilan seperti, kencur, jahe, laos dan kunyit; dan kemiri bungkulan yang masih ada kulitnya), pesel-peselan yaitu lima jenis daun buah-buahan, yang biasa dipakai adalah: daun manggis, daun durian, daun ceruring, daun kepundung, dan daun salak (kelima daun ini diikat/ dipesel jadi satu), selanjutnya diisi dengan telur itik mentah yang dibungkus dengan ketipat taluh, dan diatasnya diisi dengan canang. 2. Banten Peras Banten Peras digunakan juga sebagai pelengkap Banten dan juga sebagai banten Arepan Sulinggih yang mapuja saat Upacara Otonan. Alasnya taledan peras, di bawahnya diisi segenggam beras, uang kepeng, dan benang bali, tempat pisang 2 yaitu tangkih meikuh, di atasnya diisi dengan pisang dan buahbuahan lainnya serta jajan, diisi dengan tangkih gampel yang diisi kacang, komak, saur, sambel, gerang, bajo, telur dadar, pelas, calon, di atasnya diisi dua buah untek (tumpeng yang tumpul), diisi dengan ayam panggang, dan di atasnya diisi dengan dua buah sampyan peras yang sering disebut dengan sampyan gunting (Jero Taman, wawancara 25 September 2012). Sampyan peras ini sering juga disebut sampyan metangga atau bertingkat merupakan lambang permohonan lahir dan bathin melalui Catur Marga yaitu empat jalan mendekatkan diri pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan selanjutnya (Arwati, 2005 : 16). 3. Banten Jerimpen Alasnya aledan segi empat berisi buah dan jajan (raka-raka), tumpeng satu buah, kojong manak (sebagai tempat lauk seperti kacang, komak, saur sambel, telur dadar, calon, pelas), ayam panggang satu, satu tadah sukla, satu buah tulung busung, satu buah tulung ron dan di atasnya diisi sampyan naga sari, rangkaian dari banten satu pajeg atau satu dandanan atau juga sepasang banten (biasanya dipasangkan dengan banten kurenan) (Jero Taman, wawancara 25 September 2012). Banten jerimpen di Cakra Utara berbeda dengan Jerimpen di Bali, banten jerimpen dibuat dari berbagai jenis jajan seperti begina, bekayu, sirat, kekiping di tempelkan pada sebuah keranjang jerimpen (sejenis anyaman dari bamboo) dialasi dengan sebuah wakul dan dihias dengan sampiyan jerimpen. Sampyannya menggunakan sampyan nagasari, simbolisasi dari inti atau sari dari bumi yaitu makanan sebagai zat yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Naga sebagai simbol bumi dan sari sebagai simbol inti bumi yaitu makanan (Wiana, 2001 : 271). 100 Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli Desember 2013

10 4. Kurenan Alasnya aledan segi empat, berisi dua sisir pisang, raka-raka serba dua buah, tamas dua buah berisi bija-bija, calon dan dua buah untek serta diisi petangas kurenan 2 buah, yang satu petangasnya berisi porosan 11 dan yang satu berisi tubungan 1, tidak menggunakan ayam (Jero Taman, wawancara 16 Januari 2009). Menurut Ida Pedanda Istri Wayan Sebali, banten kurenan ini biasanya selalu berdampingan dengan banten jerimpen. Banten jerimpen maupun banten kurenan alasnya menggunakan dulang atau nare yang berbentuk bundar sebagai simbol bumi, di atasnya diisi aledan segi empat simbol catur loka pala, di atas dulang dan aledan diisi sepasang tamas yang masingmasing tamas berisi beberapa tangkih yang berisi rerasmenan dan di atasnya diisi dengan untek (tumpeng yang tumpul). Kurenan berasal dari kata kuren yang mengandung pengertian pertemuan atau persekutuan purusa dan pradana, baik dengan buruk, positif dengan negatif yang disebut Rwa Bhineda. 5.Pengulap Alasnya aledan berbentuk segi empat, dua sisir pisang, diisi raka-raka, dua buah kojong manak, dua buah tumpeng, dua ekor ayam panggang, satu buah tulung ron, satu buah tulung busung, satu buah tadah sukla ( payasan), dan dua buah sampyan naga sari. Banten pengulap adalah simbol memanggil atau ngulapin atau menstanakan (ngelinggihang) serta mengayat supaya jiwa atau roh tetap ajeg berada dalam diri atau tubuh seseorang yang diupacarai dan selalu menjaga kehidupan seseorang supaya selalu melakukan perbuatan-perbuatan baik (Wijayananda, tt : 5). 6. Banten Pengambean Alasnya aledan, hampir sama dengan Banten pengambean, di atasnya diisi sampyan pengambean, yang mirip dengan sampyan peras dua buah. Pengambean berasal dari kata ambe yang berarti ngaug, mempersatukan atau menyatukan (masikian atau nyikian) yaitu mempersatukan atau menyatukan antara pelinggih dengan yang dilinggihkan atau antara badan dengan jiwa atau Àtman ( Ida Pedanda Wayan Sebali, wawancara 10 September 2012). Hal ini juga ditambahkan oleh Ida Ayu Wayan Candra (wawancara, 10Septembr 1012), bahwa banten pengambean yang dipergunakan dalam Upacara Otonan dimaksudkan untuk menyatukan antara jiwa orang yang diupacarai dengan Ida sang Hyang Widhi Wasa. 7. Banten Penyegjeg Tetandingannya sama dengan jerimpen, ditambah dengan empat buah tumpeng kecil (disebut panak penyegjeg) yang mengelilingi tumpeng besar, empat buah kecongkecong, dan sampyannya disebut sampiyan penyegjeg. Penyegjeg ini berasal dari kata jegjeg yang artinya tegak, kokoh, kekal. Jadi banten penyegjeg ini simbol permohonan terhadap Ida Sang Hyang Widhi mangda iraga jegjeg (supaya kita teguh, kokoh) yang dimaksud disini adalah agar kita memiliki keteguhan pikiran, dan kokoh dalam memperjuangkan diri dalam kehidupan ini. 8. Banten Pagah Tuuh Tetandingannya hampir sama dengan jerimpen, tumpengnya dililit oleh jajan bantal panjang dan benang Tri datu di ujung tumpeng dikasi lobang diisi telur itik rebus, dan sampyan pagah tuuh yang mirip dengan sampiyan penyegjeg. 101 Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli Desember 2013

11 banten Pagah Tuuh ini merupakan rangkaian dari banten satu pajeg yang digunakan pada saat Upacara Manusa Yajna, baik tiga bulanan, Upacara otonan, maupun Upacara Perkawinan. Jika banten ini dipergunakan untuk Upacara Dewa Yajña maka namanya adalah Puncak Manik, tetapi jika dipergunakan dalam Upacara Manusa Yajña namanya adalah Pagah Tuuh. 9. Banten Pajegan Alasnya aledan bunder yang lengkap diisi dengan satu sisir pisang dan raka-raka, nasi sasah diisi satu buah ayam panggang yang diletakkan di atas nasi sasah, lalu diisi jahitan pajegan yang berupa tumpukan dari kojong-kojong yang disusun 5 diisi dengan tumbeg warna, di atasnya sampiyan pajegan yang hampir sama bentuknya dengan sampiyan penjor, banten pajegan inilah yang menamai rangkaian beberapa banten itu disebut satu pajeg atau apajeg. 10. Banten Jejanganan Upakara Jejanganan ini memiliki tetandingan sebagai berikut; sebuah nyiu berisi beras, benang tukelan, uang bolong, di atasnya diisi taledan bunder, di atas taledan diisi daun-daunan yang bisa dimakan oleh sapi seperti; daun nangka, daun amplas,daun pulet, daun bayam, muncuk nyuh, muncuk jaka, daun nanas, daun celegui, daun paku, daun tehing, dan daun bantenan (berjumlah 11), buah gedang, nangka, nanas, pisang, pusuh (ada yang direbus dan ada yangdi bakar). Semua yang di atas itu cara metandingnya numbak empat. Di atasnya diisi jajan-jajanan juga numbak empat. Ditengah-tengahnya diisi tipat jejanganan, pelas gender berbentuk wongwongan, untek, telur dadar, tipat siu, ayam panggang, kojong manak, di atasnya diisi satu tamas bangklong yang isinya berupa nasi cal-calnya yang berbentuk orangorangan yang bernama kaki bangklong, dadong bangklong, dan siisi alam semesta, dimana disimbolkan kaki bangklong dan dadong bangklong sebagai pengasuh bayi. Di atasnya diisi Sampyan Nagasari, air 1 jembung, buhu, tehenan, tetebus, ajengan jangkrik meulam bunga tuhung, nasi suwer, nasi ambu dan nasi peken medarang sanganan lan who-wohan (nasi-nasi ini memakai tempat cemper megondang karang. Belayag biasa 4, belayag metanduk 4, serebet 4(wadahnya kulit cerorot mebulu),, tangkir iga 1 ditengah-tengah, ditambah 1 tulung ron dan 1 tulung sangkur. 11. Banten Sambutan Banten Sambutan ini selalu berdampingan dengan Banten Jejanganan yang saat sore hari, Banten Jejanganan dibuang di depan pintu gerbang, sedangkan Banten Sambutan di bawa berkeliling di tempat ari-ari si anak sambil menempi berasnya, sedangkan kelapanya di pukul-pukul tiga kali ke tanah, lalu bekasnya itu dipakai untuk dioleskan pada dahi si anak agar tidak sambutan. Tetandingannya adalah sebuah Nyiu (alat untuk menempi beras), dialasi dengan taledan bunder, lalu di atasnya diisi beras kira-kira satu kilogram dilingkari benang tukelan, uang bolong 225 atau uang logam, kelapa satu buah yang masih utuh dengan serabutnya, gegantusan 4, telur ayam mentah 4 butir, kalau bayinya laki-laki diisi kecong-kecong yang diisi raka-raka, nasi dan rerasmenan, kalau bayinya wanita diisi kupak kaok yaitu seperti serojan diisi telekosan, isinya juga raka-raka, nasi dan rerasmenan. Diatasnya diisi kelapa yang dipetik dari pohon yang tidak boleh dijatuhkan, jadi dibawa dari atas 102 Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli Desember 2013

12 pohon 1 buah diisi di tengah-tengahnya, di atas kelapa diisi gedogan (kain khusus) diisi uang bolong Di atasnya diisi 1 buah tamas yang berisi raka-raka, tumpeng guru diisi telur, kojong manak berisi raka-raka, dan di atasnya diisi sampyan guhungan yang ujungnya terurai Banten Bajang Tetandingannya; bakul yang sudah robek, dialasi tikar kecil, lelampin (pakaian si bayi 1stel), grenggeng tihing di hiasi kau (tempurung kelapa yang sudah dibersihkan berbentuk seperti piring), penguyegan dari carang dapdap, lelayangan, kekendangan, jukung-jukungan dari serabut kelapa di tancapkan bulu ayam 2, batu bulitan 1, alutan, buah beligo atau pusuh (jantung pisang), tipat siu mentah yang diisi beras hasil mencuri ibu si bayi. Peras, kelanan, jerimpen yang ulamnya anak ayam metambus hasil curian ayah si bayi, kerik keramas 1, boreh dari kunyit pamor, ambuh dari daun semanggi gunung, pupuk dari umbi gamongan, yang masing-masing (boreh, amboh, pupuk) mewadah tekot, telur ayam mentah, tetebus dan gedogan (kain khusus untuk menggendong bayi, alutan, tlur, batu dan beligo). FUNGSI UPACARA OTONAN PADA UMAT HINDU DI LINGKUNGAN SEKSARI KELURAHAN CAKRA UTARA Fungsi yang dimaksudkan disini adalah kegunaan suatu hal yang berhubungan dengan perangkat-perangkat unsur yang dipergunakan dalam Upacara Otonan yang dilaksanakan oleh Umat Hindu di Lingkungan Seksari Kelurahan cakra Utara berdasarkan bentuk dari pelaksanaannya. 1. Membayar hutang (Rna) Dasar umat Hindu melaksanakan Yajna adalah adanya keyakinan bahwa setiap orang yang lahir ke dunia ini memiliki tiga hutang yang disebut dengan Tri Rna. Upacara Otonan ini merupakan hutang/kewajiban orang tua terhadap anak-anak mereka. Kewajiban sebagai orang tua disini tidak hanya meberi nafkah dan membiayai pendidikan anak, tetapi juga menurut Hindu, adalah mengupacarai anaknya dari sejak dalam kandungan sampai menikah setelah itu kembali si anak yang membayar hutang kepada orang tuanya. Hal ini sebagai penghargaan nyawa manusia sehingga secara kejiwaan anak itu merasa dihargai dan diperhatikan. 2. Memanusiakan manusia Upacara Otonan berarti lebih memanusiakan manusia maksudnya disini adalah agar manusia itu bisa menghargai dirinya sebagai manusia tentunya sifat yang dimiliki adalah sifat manusia bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk (wiweka). Manusia selama dalam kandungan ibunya dimanusiakan oleh Catur Sanaknya yaitu; darah, yeh nyom, lamas, dan ari-ari. Namun setelah ia lahir ke dunia ia dimanusiakan oleh lingkungannya, baik 103 Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli Desember 2013

13 lingkungan alam maupun lingkungan manusia. Dalam Upakara Otonan yang berfungsi sebagai penyucian adalah Banten Jejanganan atau Byakala sebagai lambang penyucian jasmani dan Banten prascita sebagai lambang penyucian rohani. Sehingga dengan penyucian ini diharapkan agar manusia dapat lebih bersifat sebagai manusia. 3. Memupuk Rasa Kebersamaan dan Kerukunan Umat Dalam melaksanakan Upacara Otonan ini tentunya melibatkan banyak orang, karena tidak dapat dikerjakan sendiri, contohnya dalam membuat Banten Otonan, dari mencari bahan-bahan yang diperlukan, membuat, menata, sampai mempergunakan Banten untuk sembahyang dilaksanakan secara gotongroyong. Umat Hindu yang ada di Lingkungan Seksari dalam melaksanakan Upacara, baik itu Upacara Manusa Yajna, Pitra Yajna, Dewa Yajna, maupun Yajna yang lain selalu dikerjakan secara gotong-royong, jarang sekali ada yang membeli pada tukang Banten. MAKNA UPACARA OTONAN PADA UMAT HINDU DI LINGKUNGAN SEKSARI KELURAHAN CAKRA UTARA Dalam penelitian ini makna yang dimaksud adalah makna yang berkaitan dengan pelaksanaan Upacara Otonan yang dilaksanakan oleh Umat Hindu di Lingkungan Seksari Kelurahan cakra Utara. 1. Makna Religius Religiusitas berarti pengabdian kepada agama, kesalehan, sedangkan religius berarti bersifat religi (kepercayaan kepada Tuhan dan kepercayaan trhadap adanya kekuatan adikodrati di atas manusia). Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa orang yang religius merupakan individu yang memiliki religiusitas, artinya orang yang memiliki kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan adanya kekuatan di luar kemampuan dirinya akan memiliki pengabdian kepada agama atas kepercayaannya tersebut. Dalam Upacara Otonan, ketaatan umat dalam membuat sarana Otonan dengan penuh rasa bhakti, kepercayaan umat melaksanakan Upacara Otonan terhadap anak-anak mereka maupun terhadap dirinya sendiri dengan penuh keyakinan bahwa dengan melaksanakan Otonan ini umat menyadari dirinya berasal dari Ida Sang Hyang Widhi, dan selalu berlindung pada Beliau. 2. Makna membasmi kekotoran Berdasarkan puja-puja yang dipakai untuk pengguntingan rambut maka pengguntingan rambut tersebut mempunyai makna pembasmi segala kekotoran. Pengguntingan rambut dimulai dari rambut kepala bagian depan, sebelah kanan, ke bagian belakang, sebelah kiri dan tengah. Pengguntingan bagian depan lambang menghilangkan papa klesa petaka, sebelah kanan lambang menghilangkan lara roga wigna, bagian belakang lambang menghilangkan 104 Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli Desember 2013

14 Gagoda satru musuh, di sebelah kiri lambang menghilangkan gering sasab merana, dan bagian tengah lambang menghilangkan sebel kandel sang pinetik Jadi dengan demikian Upacara Otonan memiliki makna membasmi segala bentuk kekotoran. Disini bukan berarti kotoran itu adalah dosa, sebab dosa itu tidak dapat dihapuskan atau dibasmi, namun dapat diimbangi dengan kebaikan. Sebab dosa disini diibaratkan seperti kita menelan pil yang sangat pahit, jika diimbangi dengan minum air yang lebih banyak maka rasa pahitnya akan berkurang, namun kadar obatnya tetap ada. 3. Makna Pendidikan Upacara Otonan ini juga memiliki makna pendidikan yaitu pendidikan Sraddha, pendidikan Etika, dan pendidikan Estetika. Sraddha (keyakinan), disini merupakan dasar dari kita untuk belajar agama Hindu, tanpa ada keyakinan manusia tidak akan dapat merasakan dan membuktikan secara rohani keberadaan Ida Sang Hyang Widhi, sebab beliau akan ada ketika kita meyakininya. Dalam Upacara Otonan tercermin, terutama saat membuat sarana-sarana yang dibutuhkan, seperti majejahitan, membuat jajan, membuat lauk-pauknya, sampai menata Banten dan menghaturkannya tentunya memiliki tata cara serta aturan-aturan seperti dilarang bagi orang yang sedang cuntaka ikut mengerjakannya, pada saat mengerjakannya harus dalam keadaan bersih dan berpakaian yang rapi seperti memakai kain dan senteng/ selendang. Jadi bagi para remaja lebih-lebih ibu-ibu muda yang mau belajar hal ini merupakan saat yang tepat untuk belajar, sebagai generasi penerus kelak. Kegiatan ini merupakan implementasi proses pendidikan secara tidak langsung. PENUTUP Dari pembahasan bab demi bab dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Bentuk Upacara Otonan pada umat Hindu di Lingkungan Seksari Kelurahan Cakra Utara adalah:1) Sarana yang dibutuhkan antara lain; daun-daunan, buah-buahan, jajan-jananan, kacang-kacangan (bija-bija), beras, ketan, ayam, bebek, babi, telur, kelapa, pane, lesung (lumping), kurungan ayam, dan lainlain, 2) Tingkatan Upakara yaitu Nista, Madya dan Utama, 3) Waktu pelaksanaannya antara lain ada yang melaksanakan saat umur 210 hari, ada yang melaksanakan saat umur 630 hari atau lebih, dan ada yang melaksanakan Otonan berkelanjutan 4) Tatacaranya antara lain; Sulinggih munggah mapuja, Ngaturang pengastawa ke Surya, Nyirat bebanten, ngaturang kerik keramas, ngaturang rayunan, Mesolasan ke Sor, persembahyangan bersama, turun ke tanah yang dilanjutkan dengan mengelilingi lesung dan magogo-gogoan, pengguntungan rambut, Majaya-jaya, Natab Semayut, Nunas Tirtha wangsuhpada, Ngutang Jejanganan, Megat Bebalik, dan terakhir membuang 105 Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli Desember 2013

15 rambut ke Segara/Laut, 5) Pemimpin Upacaranya Ida Pedanda dimana mereka masurya, atau orang yang dituakan di keluarnya bagi otonan yang berkelanjutan dan Mangku Kemalik yang beragama Islam untuk upacara Megat Bebalik, 6) Jenis banten antara lain terdiri dari; daksina, peras, jerimpen, kurenan, pengulap, pengambean, penyegjeg, pagah tuuh, pajegan, jejanganan, sambutan, bajang. 2. Upacara Otonan pada umat Hindu di Lingkungan Seksari Kelurahan Cakra Utara berfungsi untuk; Membayar hutang, memanusiakan manusia, dan memupuk rasa kebersamaan dan kerukunan umat. 3. Upacara Otonan pada umat Hindu di Lingkungan Seksari Kelurahan Cakra Utara mengandung makna antara lain; makna religious, makna membasmi kekotoran, dan makna pendidikan. DAFTAR PUSTAKA Pudja, G Bhagawadgita. Surabaya : Paramita. Redana, I Made Panduan Praktis Penulisan Karya Ilmiah dan Proposal. Denpasar : Institut Hindu Dharma Negeri. Santi Patni.R, Gusti Ayu (2004). Skripsi Tatacara Pelaksanaan Upacara Otonan Di Kecamatan Cakranegara. Mataram: Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Gde Pudja Sudarsana, I. B. Putu Ajaran Agama Hindu Makna Upacara Pawetonan. Denpasar : Yayasan Dharma Acarya. Surayin, Ida Ayu Putu, Seri IV Upakara Yajna Manusa Yajna. Surabaya : Paramita. Suyadnya, Wayan, Tradisi Bali Lombok Sebuah Catatan Budaya. Surabaya : Paramita. Titib, I Made, Teologi Dan Simbol-simbol dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita. Tim.1985, Majelis Pembina Lembaga Adat Propinsi Daerah Tingkat I Bali Manusa Yadnya Wiana, I Ketut, 2001.Makna Upacara Yajna Dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita. 106 Shopia Dharma, Volume I Edisi 1 Nomor 1 Juli Desember 2013

Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan

Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan Yulia Ardiani Staff UPT Teknologi Informasi Dan Komunikasi Institut Seni Indonesia Denpasar Abstrak Perayaan kemenangan dharma melawan

Lebih terperinci

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU PADA BANTEN PEMAHAYU ANGGA SARIRA DI DESA MENDOYO DANGIN TUKAD KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU PADA BANTEN PEMAHAYU ANGGA SARIRA DI DESA MENDOYO DANGIN TUKAD KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA NILAI-NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU PADA BANTEN PEMAHAYU ANGGA SARIRA DI DESA MENDOYO DANGIN TUKAD KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA Oleh Ni Made Indra Wahyuni Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar dek.wahyunindra@gmail.com

Lebih terperinci

ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN

ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN Agama Hindu merupakan agama yang ritualnya dihiasi dengan sarana atau upakara. Ini bukan berarti upakara itu dihadirkan semata-mata untuk menghias pelaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri dari beragam suku, ras, budaya, dan agama. Salah satu di antaranya adalah suku Bali yang

Lebih terperinci

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar UPACARA NILAPATI BAGI WARGA MAHA GOTRA PASEK SANAK SAPTA RSI DI BANJAR ROBAN DESA TULIKUP KECAMATAN GIANYAR KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut

Lebih terperinci

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA TUGAS AGAMA DEWA YADNYA NAMA ANGGOTA KELOMPOK 7 KETUT ALIT WIRA ADI KUSUMA (05) ( KETUA ) NI LUH LINA ANGGRENI (27) ( SEKETARIS ) NI LUH DIAH CITRA URMILA DEWI (14) I PUTU PARWATA (33) SMP N 2 RENDANG

Lebih terperinci

BANTEN PIODALAN ALIT PURA AGUNG GIRI KERTHA BHUWANA SANISCARA UMANIS WATUGUNUNG ( SARASWATI )

BANTEN PIODALAN ALIT PURA AGUNG GIRI KERTHA BHUWANA SANISCARA UMANIS WATUGUNUNG ( SARASWATI ) BANTEN PIODALAN ALIT SANISCARA UMANIS WATUGUNUNG ( SARASWATI ) NO A PELINGGIH SARANA BANTEN UPAKARA SATUAN KETERANGAN MEPIUNING MEKARYA SANGANAN SUCI 1 PEJATI 3 SET Padmasana, Dapur Suci, Pinanditha 2

Lebih terperinci

TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu)

TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu) TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu) OLEH: KOMANG HERI YANTI email : heryan36@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu) UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Luh Setiani Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar niluhsetiani833@gmail.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, tidak mungkin ada kebudayaan jika tidak ada manusia. Setiap kebudayaan adalah hasil dari ciptaan

Lebih terperinci

PRAKTIK BENTUK BANTEN PRAYASCITA DI KOTA DENPASAR

PRAKTIK BENTUK BANTEN PRAYASCITA DI KOTA DENPASAR Vol. 1,. 1, Juli 2017, 76-85 PRAKTIK BENTUK BANTEN PRAYASCITA DI KOTA DENPASAR Ni Ketut Sukiani Universitas Warmadewa ketutsukiani@gmail.com ABSTRAK Dalam pelaksanaan upacara agama Hindu di Bali, sangat

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Sebagai salah satu pulau di Indonesia, Bali memiliki daya tarik yang luar biasa. Keindahan alam dan budayanya menjadikan pulau ini terkenal dan banyak

Lebih terperinci

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 89

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 89 UPACARA MAPAG TOYA DI PURA BEDUGUL DESA PAKRAMAN NYANGLAN KECAMATAN BANJARANGKAN KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Teologi Hindu) Oleh I Nyoman Hari Mukti Dananjaya, I Pt. Sudharma, I Md. Adi Surya Pradnya Institut

Lebih terperinci

RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR

RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR (Analisis Pendidikan Agama Hindu) Oleh I Made Agus Sutrisna Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar KAJIAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM TRADISI NGAYAH DI TENGAH AKSI DAN INTERAKSI UMAT HINDU DI DESA ADAT ANGGUNGAN KELURAHAN LUKLUK KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut

Lebih terperinci

UPACARA BAYUH OTON UDA YADNYA DI DESA PAKRAMAN SIDAKARYA KECAMATAN DENPASAR SELATAN KOTA DENPASAR

UPACARA BAYUH OTON UDA YADNYA DI DESA PAKRAMAN SIDAKARYA KECAMATAN DENPASAR SELATAN KOTA DENPASAR UPACARA BAYUH OTON UDA YADNYA DI DESA PAKRAMAN SIDAKARYA KECAMATAN DENPASAR SELATAN KOTA DENPASAR Oleh : Ni Komang Ayu Sri Ratna Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar I Ketut Sudarsana Institut Hindu

Lebih terperinci

Manajemen Data Sistem Informasi Bebantenan Bagian Banten/Upakara Berbasis Web

Manajemen Data Sistem Informasi Bebantenan Bagian Banten/Upakara Berbasis Web Manajemen Data Sistem Informasi Bebantenan Bagian Banten/Upakara Berbasis Web Ni Kadek Riska Sadini, I Ketut Gede Darma Putra, A.A. Kompiang Oka Sudana Jurusan Teknologi Informasi Universitas Udayana,

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA : Balinese Lamak PENCIPTA : Ni Luh Desi In Diana Sari, S.Sn.,M.Sn PAMERAN The Aesthetic Of Prasi 23 rd September 5 th October 2013 Cullity Gallery ALVA

Lebih terperinci

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 68

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 68 PERKAWINAN GAMYA GAMANA ANTARA MASYARAKAT TIONG HOA DENGAN MASYARAKAT BATUR DI SESA BATUR KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Kajian Aksiologi) Oleh Ni Luh Ginanti Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

Oleh Pande Wayan Setiawati Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh Pande Wayan Setiawati Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar EKSISTENSI TRADISI NEKAANG TUMPENG PADA HARI RAYA GALUNGAN DI DESA PAKRAMAN TEMESI KECAMATAN GIANYAR KABUPATEN GIANYAR (PERSPEKTIF PENDIDIKAN SOSIO RELIGIUS) Oleh Pande Wayan Setiawati Institut Hindu Dharma

Lebih terperinci

Putu Weddha Savitri Jurusan Sastra Inggris Universitas Udayana Abstrak

Putu Weddha Savitri Jurusan Sastra Inggris Universitas Udayana Abstrak ANALISIS TEKS PROSEDURAL PADA WACANA MEJEJAHITAN DAN METANDING: STRUKTUR DAN POLA BAHASANYA Putu Weddha Savitri Jurusan Sastra Inggris Universitas Udayana dvi_jayendra@yahoo.com/weddha@fs.unud.ac.id Abstrak

Lebih terperinci

RITUAL PENGLUKATAN PADA HARI TUMPEK WAYANG DI DESA PAKRAMAN BANJARANGKAN KECAMATAN BANJARANGKAN KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Teologi Hindu)

RITUAL PENGLUKATAN PADA HARI TUMPEK WAYANG DI DESA PAKRAMAN BANJARANGKAN KECAMATAN BANJARANGKAN KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Teologi Hindu) RITUAL PENGLUKATAN PADA HARI TUMPEK WAYANG DI DESA PAKRAMAN BANJARANGKAN KECAMATAN BANJARANGKAN KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Teologi Hindu) Oleh I Wayan Murjana Institut Hindu Dhrama Negeri Denpasar wayanmurjana71@gmail.com

Lebih terperinci

HUBUNGAN TIGA PILAR AGAMA HINDU DILIHAT DARI ASPEK EKONOMI 1 I Made Sukarsa 2

HUBUNGAN TIGA PILAR AGAMA HINDU DILIHAT DARI ASPEK EKONOMI 1 I Made Sukarsa 2 HUBUNGAN TIGA PILAR AGAMA HINDU DILIHAT DARI ASPEK EKONOMI 1 I Made Sukarsa 2 Pemahaman agama Hindu bisa didekati dengan tiga cara yaitu dengan mempelajari dan melaksanakan tattwa atau filsafat, bertindak

Lebih terperinci

PEMARGI MELASTI LINGGIH IDA BHATARA RING PURA PUSEH

PEMARGI MELASTI LINGGIH IDA BHATARA RING PURA PUSEH PEMARGI MELASTI 1. PECALANG 2. PRAYASCITA, PENASTASAN 3. UPACARA 4. GONG 5. PESANTIAN 6. IDA BHATARA PUSEH 7. PENATARAN PANDE (MANGKU Gd NOMER) 8. PENATARAN PANDE (MANGKU SARKA) 9. PENATARAN PASEK (WAYAN

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Agus, Bustanuddin, Agama Dalam Kehidupan Manusia, Pengantar Antropologi Agama.Jakarta : Raja Grafindo Persada.2007.

DAFTAR PUSTAKA. Agus, Bustanuddin, Agama Dalam Kehidupan Manusia, Pengantar Antropologi Agama.Jakarta : Raja Grafindo Persada.2007. DAFTAR PUSTAKA Agus, Bustanuddin, Agama Dalam Kehidupan Manusia, Pengantar Antropologi Agama.Jakarta : Raja Grafindo Persada.2007. Kasiran, Moh. 2010. Metodologi Penelitian, Malang: UIN Maliki Press. Sugiono.2011.

Lebih terperinci

PENDIDIKAN NILAI PADA TRADISI NYURUD AYU DALAM UPACARA PIODALAN DI DESA BERANGBANG KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA

PENDIDIKAN NILAI PADA TRADISI NYURUD AYU DALAM UPACARA PIODALAN DI DESA BERANGBANG KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA PENDIDIKAN NILAI PADA TRADISI NYURUD AYU DALAM UPACARA PIODALAN DI DESA BERANGBANG KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA Ni Putu Surya Miniasih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar suryaminiasih90@gmail.com

Lebih terperinci

Oleh Ni Komang Sri Adnyani Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh Ni Komang Sri Adnyani Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar TRADISI MAKINCANG-KINCUNG PADA PURA BATUR SARI DUSUN MUNDUK TUMPENG DI DESA BERANGBANG KECAMATAN NEGARA NEGARA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Komang Sri Adnyani Institut

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Penulis memohon maaf jika ada kesalahan dalam menulis Tugas Akhir ini. Denpasar, 17 Januari I Wayan Mei Sujana

KATA PENGANTAR. Penulis memohon maaf jika ada kesalahan dalam menulis Tugas Akhir ini. Denpasar, 17 Januari I Wayan Mei Sujana KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara maritim yang terdiri dari pulau-pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara maritim yang terdiri dari pulau-pulau dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim yang terdiri dari pulau-pulau dan penduduk yang padat. Sebagaimana dalam Wikipedia (2012) bahwa Indonesia adalah negara kepulauan

Lebih terperinci

Cara Membuat Lawar Bali

Cara Membuat Lawar Bali Cara Membuat Lawar Bali Lawar Siap Putih (Lawar Ayam) Bali Lawar (lawar bali) merupakan masakan tradisional berupa campuran sayur-sayuran dengan daging cincang yang diberi bumbu khas bali dan berasal dari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach BAB IV ANALISIS DATA A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach Dalam teori Joachim wach dapat diamati dalam tiga bentuk ekspressi keagamaan atau pengalaman beragama baik individu

Lebih terperinci

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar henysari74@gmail.com ABSTRAK Dalam pengenalan ajaran agama tidak luput dari

Lebih terperinci

Keindahan Desain Tamiang, Menghiasi Hari Raya Kuningan di Desa Penarungan

Keindahan Desain Tamiang, Menghiasi Hari Raya Kuningan di Desa Penarungan Keindahan Desain Tamiang, Menghiasi Hari Raya Kuningan di Desa Penarungan Yulia Ardiani Staff UPT Teknologi Informasi Dan Komunikasi Institut Seni Indonesia Denpasar Abstrak Salah satu perayaan agama hindu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia juga memiliki keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa dan sub-suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 32 ayat (1) dan

Lebih terperinci

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar TRADISI PERSEMBAHYANGAN TANPA MENGGUNAKAN API DI PURA KAHYANGAN ALAS KEDATON DESA PAKRAMAN KUKUH KECAMATAN MARGA KABUPATEN TABANAN (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari

Lebih terperinci

UPACARA NGEREBEG DI DESA PAKRAMAN MANDUANG KECAMATAN KLUNGKUNG KABUPATEN KLUNGKUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA NGEREBEG DI DESA PAKRAMAN MANDUANG KECAMATAN KLUNGKUNG KABUPATEN KLUNGKUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) UPACARA NGEREBEG DI DESA PAKRAMAN MANDUANG KECAMATAN KLUNGKUNG KABUPATEN KLUNGKUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Wayan Kartini Pratiwi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar iwickpratiwi@gmail.com

Lebih terperinci

Apakah 3 bulanan (Telonan), 7 bulanan (Mitoni dan Tingkepan) masa kehamilan, bagian dari Ajaran Islam?

Apakah 3 bulanan (Telonan), 7 bulanan (Mitoni dan Tingkepan) masa kehamilan, bagian dari Ajaran Islam? Apakah 3 bulanan (Telonan), 7 bulanan (Mitoni dan Tingkepan) masa kehamilan, bagian dari Ajaran Islam? Seorang mantan Pandita Hindu ditanya; [Sebelum masuk Islam beliau bernama Pandita Budi Winarno, setelah

Lebih terperinci

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 13

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 13 EKSISTENSI PURA BEJI AGUNG TEGALTAMU DESA BATUBULAN KECAMATAN SUKAWATI KABUPATEN GIANYAR ( Kajian Teologi Hindu ) Oleh Dewa Ayu Made Santika Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstrak Pura Beji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang penuh dengan keanekaragaman Suku Bangsa, Bahasa, Agama, dan Kebudayaan. Keberagaman budaya bangsa Indonesia bukan berarti untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi tidak akan pernah bisa lepas dari adanya visual dan verbal. Visual ditandai dengan gambar, verbal ditandai dengan lisan maupun tulisan. Antara visual dengan

Lebih terperinci

PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PROVINSI BALI PEDOMAN PELAKSANAAN HARI RAYA NYEPI TAHUN SAKA 1938

PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PROVINSI BALI PEDOMAN PELAKSANAAN HARI RAYA NYEPI TAHUN SAKA 1938 PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PROVINSI BALI PEDOMAN PELAKSANAAN HARI RAYA NYEPI TAHUN SAKA 1938 Om Swastyastu, Sehubungan dengan Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1938 yang jatuh pada Hari : Rabu, Tanggal :

Lebih terperinci

UPACARA WAYONAN DALAM NGEBEKIN DI DESA PAKRAMAN BANYUNING KECAMATAN BULELENG KABUPATEN BULELENG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA WAYONAN DALAM NGEBEKIN DI DESA PAKRAMAN BANYUNING KECAMATAN BULELENG KABUPATEN BULELENG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) UPACARA WAYONAN DALAM NGEBEKIN DI DESA PAKRAMAN BANYUNING KECAMATAN BULELENG KABUPATEN BULELENG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) I Putu Arta Buana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar phutu.artha@yahoo.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan kata Inggris folklore. Kata itu adalah kata majemuk, yang berasal dari dua kata dasar folk dan

Lebih terperinci

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I EKSISTENSI PALINGGIH RATU AYU MAS SUBANDAR DI PURA DALEM BALINGKANG DESA PAKRAMAN PINGGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Teologi Hindu) OLEH : I NENGAH KADI NIM. 09.1.6.8.1.0150 Email

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI-NILAI DALAM TRADISI BARITAN SEBAGAI PERINGATAN MALAM SATU SYURO DI DESA WATES KABUPATEN BLITAR

ANALISIS NILAI-NILAI DALAM TRADISI BARITAN SEBAGAI PERINGATAN MALAM SATU SYURO DI DESA WATES KABUPATEN BLITAR ANALISIS NILAI-NILAI DALAM TRADISI BARITAN SEBAGAI PERINGATAN MALAM SATU SYURO DI DESA WATES KABUPATEN BLITAR Wahyuningtias (Mahasiswa Prodi PGSD Universitas Jember, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Lebih terperinci

BERKURANGNYA PERAJIN PRETIMA DI BANJAR ANGGABAYA PENATIH, DENPASAR TIMUR, BALI. I Wayan Dirana

BERKURANGNYA PERAJIN PRETIMA DI BANJAR ANGGABAYA PENATIH, DENPASAR TIMUR, BALI. I Wayan Dirana BERKURANGNYA PERAJIN PRETIMA DI BANJAR ANGGABAYA PENATIH, DENPASAR TIMUR, BALI I Wayan Dirana Program Studi Kriya, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar diranawayan@yahoo.co.id

Lebih terperinci

EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Ni Putu Sri Ratna Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

DUDONAN UPAKARA/UPACARA LAN RERAHINAN SUKA DUKA HINDU DHARMA BANJAR CILEDUG DAN SEKITARNYA TAHUN 2015

DUDONAN UPAKARA/UPACARA LAN RERAHINAN SUKA DUKA HINDU DHARMA BANJAR CILEDUG DAN SEKITARNYA TAHUN 2015 NO TANGGAL DINA/WUKU DUDONAN UPAKARA/UPACARA LAN RERAHINAN SUKA DUKA HINDU DHARMA BANJAR CILEDUG DAN SEKITARNYA TAHUN 2015 RERAINAN/ PIODALAN/PUJAWALI UPAKARA SANE KATUR PINANDITA SANE MUPUT TEMPEK PENGAREP

Lebih terperinci

UPACARA PENDAHULUAN

UPACARA PENDAHULUAN www.ariefprawiro.co.nr UPACARA PENDAHULUAN I Pasang Tarub & Bleketepe Bleketepe adalah daun kelapa yang masih hijau dan dianyam digunakan sebagai atap atau tambahan atap rumah. Tarub yang biasanya disebut

Lebih terperinci

PEMENTASAN WAYANG LEMAH PADA UPACARA CARU BALIK SUMPAH DI DESA PAKRAMAN KENGETAN KECAMATAN UBUD KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

PEMENTASAN WAYANG LEMAH PADA UPACARA CARU BALIK SUMPAH DI DESA PAKRAMAN KENGETAN KECAMATAN UBUD KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) PEMENTASAN WAYANG LEMAH PADA UPACARA CARU BALIK SUMPAH DI DESA PAKRAMAN KENGETAN KECAMATAN UBUD KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) I Putu Gede Buda Adnyana Institut Hindu Dharma Negeri

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa nilai sosial

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya BAB V ANALISA DATA A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya Upacara kematian ini bersifat wajib bagi keluarga yang telah ditinggal mati. Dalam proses upacara kematian, ada yang

Lebih terperinci

Written by Administrator Monday, 14 September :25 - Last Updated Monday, 14 September :28

Written by Administrator Monday, 14 September :25 - Last Updated Monday, 14 September :28 Tradisi Ultah di Beberapa Negara Tiap negara punya menu khusus untuk merayakan ulang tahun. Menu itu biasanya turun-temurun terus berjalan. Misal, di Indonesia setiap ulang tahun orang menyediakan tumpeng.

Lebih terperinci

PEMENTASAN TARI RATU BAKSAN DI PURATAMPURYANG DESA PAKRAMAN SONGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

PEMENTASAN TARI RATU BAKSAN DI PURATAMPURYANG DESA PAKRAMAN SONGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) PEMENTASAN TARI RATU BAKSAN DI PURATAMPURYANG DESA PAKRAMAN SONGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh I Gede Ari Duarsa Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan dan tumbuh kembangnya sangat diperhatikan. Tak heran banyak sekali orang yang menunggu-nunggu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Kabupaten Jembrana

Lebih terperinci

INSTITUT SENI INDONESIA

INSTITUT SENI INDONESIA KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MERAJUT KEBERSAMAAN PENCIPTA : IDA AYU GEDE ARTAYANI. S.Sn, M. Sn PAMERAN: NASIONAL PESTA KESENIAN BALI XXXIII 10 Juni-9 Juli 2011 Di Taman Budaya Denpasar

Lebih terperinci

A. Struktur Akar dan Fungsinya

A. Struktur Akar dan Fungsinya A. Struktur Akar dan Fungsinya Inti Akar. Inti akar terdiri atas pembuluh kayu dan pembuluh tapis. Pembuluh kayu berfungsi mengangkut air dari akar ke daun. Pembuluh tapis berfungsi mengangkut hasil fotosintesis

Lebih terperinci

Gambar 15. Foto Kendang Dalam Gamelan Terompong Beruk Foto: Ekalaiani, 2011.

Gambar 15. Foto Kendang Dalam Gamelan Terompong Beruk Foto: Ekalaiani, 2011. Musik Iringan dan Prosesi Penyajian Tari Legong Sambeh Bintang Kiriman Ni Wayan Ekaliani, Mahasiswa PS. Seni Tari ISI Denpasar Sebuah pertunjukan hubungan antara tari dan musik tidak dapat dipisahkan,

Lebih terperinci

3. Pengertian Hukum Karmaphala dalam Ajaran Agama Hindu adalah

3. Pengertian Hukum Karmaphala dalam Ajaran Agama Hindu adalah 1. Pengertian Atman adalah. a. Percikan terkecil dari Sang Hyang Widhi Wasa b. Tidak terlukai oleh api c. Tidak terlukai oleh senjata d. Tidak bergerak e. Subha Karma Wasa 2. Fungsi Atman dalam mahluk

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA I GUSTI NGURAH WIRAWAN, S.Sn., M.Sn NIP : 198204012014041001 INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2016 ABSTRAK Saradpulagembal, seperti halnya sesajen

Lebih terperinci

Aplikasi Pembelajaran Membuat Ketupat dengan Animasi Model 3D Berbasis Android

Aplikasi Pembelajaran Membuat Ketupat dengan Animasi Model 3D Berbasis Android Aplikasi Pembelajaran Membuat Ketupat dengan Animasi Model 3D Berbasis Android I Nyoman Artha Wijaya, A. A. K. Oka Sudana, Putu Wira Buana Jurusan Teknologi Informasi Universitas Udayana Bukit Jimbaran

Lebih terperinci

Upacara Kelahiran dan Masa Bayi

Upacara Kelahiran dan Masa Bayi Upacara Kelahiran dan Masa Bayi Kedudukan Ibu dalam Budaya Jawa Seorang Ibu mempunyai kedudukan yang sangat dihormati, karena kodratnya seorang Ibu, Melahirkan seorang anak ke dunia Menyusui, merawat,

Lebih terperinci

MELASTI (Upacara Ritual Masyarakat Hindu) SKRIPSI

MELASTI (Upacara Ritual Masyarakat Hindu) SKRIPSI MELASTI (Upacara Ritual Masyarakat Hindu) SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Dalam Mengikuti Ujian Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN. Secara geografis lokasi penelitian ini berada di Jl. Ketintang Wiyata

BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN. Secara geografis lokasi penelitian ini berada di Jl. Ketintang Wiyata BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. Lokasi Secara geografis lokasi penelitian ini berada di Jl. Ketintang Wiyata Selatan No. 200 i Kelurahan Ketintang Kota Surabaya, dengan luas wilayah 297 Ha. Ketinggian

Lebih terperinci

FUNGSI DAN MAKNA UPACARA MAPAG TOYA DI SUBAK ULUN SUWI DESA NAMBARU KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG. Ni Ketut Ratini * ABSTRAK

FUNGSI DAN MAKNA UPACARA MAPAG TOYA DI SUBAK ULUN SUWI DESA NAMBARU KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG. Ni Ketut Ratini * ABSTRAK FUNGSI DAN MAKNA UPACARA MAPAG TOYA DI SUBAK ULUN SUWI DESA NAMBARU KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG Ni Ketut Ratini * Staff Pengajar STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

MAKALA-KALAAN DALAM PAWIWAHAN DI SANGGAH GEDE DESA ADAT KEROBOKAN KECAMATAN KUTA UTARA KABUPATEN BADUNG

MAKALA-KALAAN DALAM PAWIWAHAN DI SANGGAH GEDE DESA ADAT KEROBOKAN KECAMATAN KUTA UTARA KABUPATEN BADUNG MAKALA-KALAAN DALAM PAWIWAHAN DI SANGGAH GEDE DESA ADAT KEROBOKAN KECAMATAN KUTA UTARA KABUPATEN BADUNG OLEH: Ni Made Rai Yeni raiyeninimade@yahoo.com Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Pembimbing I

Lebih terperinci

KEARIFAN EKOLOGI MASYARAKAT BAYUNG GEDE DALAM PELESTARIAN HUTAN SETRA ARI-ARI DI DESA BAYUNG GEDE, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI

KEARIFAN EKOLOGI MASYARAKAT BAYUNG GEDE DALAM PELESTARIAN HUTAN SETRA ARI-ARI DI DESA BAYUNG GEDE, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI KEARIFAN EKOLOGI MASYARAKAT BAYUNG GEDE DALAM PELESTARIAN HUTAN SETRA ARI-ARI DI DESA BAYUNG GEDE, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI Oleh : DEWA AYU EKA PUTRI 1101605007 PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

UPACARA NGEREBEG DI PURA DUUR BINGIN DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA NGEREBEG DI PURA DUUR BINGIN DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) UPACARA NGEREBEG DI PURA DUUR BINGIN DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Putu Ayuk Denyka Mayrina Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS RITUAL MOLANG AREH

BAB IV ANALISIS RITUAL MOLANG AREH BAB IV ANALISIS RITUAL MOLANG AREH A. Prosesi Pelaksanaan Ritual Molang Areh Terdapat suatu aspek solidaritas primordial dari tradisi ritual molang areh adalah adat istiadat yang secara turun temurun dilestarikan

Lebih terperinci

SKRIP KARYA SENI GENITRI OLEH: I PUTU GEDE WAHYU KUMARA PUTRA NIM: PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN

SKRIP KARYA SENI GENITRI OLEH: I PUTU GEDE WAHYU KUMARA PUTRA NIM: PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN SKRIP KARYA SENI GENITRI OLEH: I PUTU GEDE WAHYU KUMARA PUTRA NIM: 201202010 PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR DENPASAR

Lebih terperinci

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan)

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan) Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar Kelas 1 Kompetensi Inti KD Lama KD Baru 1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya Menunjukkan contoh-contoh ciptaan

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM INFORMASI BEBANTENAN DALAM KAITANNYA DENGAN UPACARA YADNYA

PEMODELAN SISTEM INFORMASI BEBANTENAN DALAM KAITANNYA DENGAN UPACARA YADNYA PEMODELAN SISTEM INFORMASI BEBANTENAN DALAM KAITANNYA DENGAN UPACARA YADNYA Anak Agung Kompiang Oka Sudana 1), Gusti Agung Ayu Putri 1) Ida Ayu Gde Kurnia Jayanti 2) 1) Staff Pengajar Jurusan Teknik Elektro

Lebih terperinci

KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM TRADISI CARU PALGUNA DI DESA PAKRAMAN KUBU KECAMATAN BANGLI KABUPATEN BANGLI

KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM TRADISI CARU PALGUNA DI DESA PAKRAMAN KUBU KECAMATAN BANGLI KABUPATEN BANGLI KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM TRADISI CARU PALGUNA DI DESA PAKRAMAN KUBU KECAMATAN BANGLI KABUPATEN BANGLI Oleh I Wayan Budeyasa Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstract Caru palguna tradition which

Lebih terperinci

EKSISTENSI TIRTHA PENEMBAK DALAM UPACARA NGABEN DI KELURAHAN BALER-BALE AGUNG KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

EKSISTENSI TIRTHA PENEMBAK DALAM UPACARA NGABEN DI KELURAHAN BALER-BALE AGUNG KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) EKSISTENSI TIRTHA PENEMBAK DALAM UPACARA NGABEN DI KELURAHAN BALER-BALE AGUNG KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Dewa Ayu Putu Warsiniasih Institut Hindu Dharma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tradisional yang tersimpan dalam naskah lontar banyak dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan yang berhubungan

Lebih terperinci

PERANG TOPAT 2015 KABUPATEN LOMBOK BARAT Taman Pura & Kemaliq Lingsar Kamis, 26 November 2015

PERANG TOPAT 2015 KABUPATEN LOMBOK BARAT Taman Pura & Kemaliq Lingsar Kamis, 26 November 2015 PERANG TOPAT 2015 KABUPATEN LOMBOK BARAT Taman Pura & Kemaliq Lingsar Kamis, 26 November 2015 I. PENDAHULUAN. Lingsar adalah sebuah Desa yang terletak di Wilayah Kecamatan Lingsar Lombok Barat, berjarak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan pustaka 1.1 Konsep Faktor-faktor Penyebab Perubahan Sosial-Budaya Secara umum, sebab terjadinya suatu perubahan dalam masyarakat adalah karena adanya sesuatu yang dianggap

Lebih terperinci

Oleh: Desak Made Wirasundari Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Dr. Dra. Ida Ayu Tary Puspa, S.Ag, M.Par.

Oleh: Desak Made Wirasundari Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Dr. Dra. Ida Ayu Tary Puspa, S.Ag, M.Par. KEDUDUKAN DAN PERANAN IBU RUMAH TANGGA DALAM PENDIDIKAN SOSIAL PADA ANAK USIA DINI DESA ADAT AMBENGAN DI DESA AYUNAN KECAMATAN ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG Oleh: Desak Made Wirasundari Dewi wirasundaridewi@gmail.com

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA : Persembahan PENCIPTA : I Kadek Puriartha, S.Sn., M.Sn FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2016 DESKRIPSI KARYA SENI FOTOGRAFI

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BALE GADING DALAM UPACARA MAPENDES DI DESA DUDA TIMUR KECAMATAN

PENGGUNAAN BALE GADING DALAM UPACARA MAPENDES DI DESA DUDA TIMUR KECAMATAN PENGGUNAAN BALE GADING DALAM UPACARA MAPENDES DI DESA DUDA TIMUR KECAMATAN Oleh Ni Kadek Yuliani Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar n_yuliani55@yahoo.com Abstract Yajña in Hinduism is an integral part

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Restu Rahayu Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan Raman Utara, Kabupaten Lampung Timur. Wilayah Kecamatan Raman Utara memiliki

Lebih terperinci

NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM PENEMPATAN PATUNG GANESHA DI DESA MANISTUTU KECAMATAN MELAYA KABUPATEN JEMBRANA

NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM PENEMPATAN PATUNG GANESHA DI DESA MANISTUTU KECAMATAN MELAYA KABUPATEN JEMBRANA NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM PENEMPATAN PATUNG GANESHA DI DESA MANISTUTU KECAMATAN MELAYA KABUPATEN JEMBRANA Oleh Ni Made Ardani Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar made.ardani6@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Buah Lokal Pada Pasal 1 Rancangan Peraturan Daerah Perlindungan Buah Lokal disebutkan bahwa buah lokal adalah semua produk buah-buahan baik segar atau yang diolah,

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN PPM) adalah suatu kegiatan intrakurikuler wajib yang memadukan pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi

Lebih terperinci

NGOPI SEPULUH EWU. Ide festival ini terinspirasi dari kebiasaan minum kopi warga Kemiren, yakni tradisi ngopi bareng.

NGOPI SEPULUH EWU. Ide festival ini terinspirasi dari kebiasaan minum kopi warga Kemiren, yakni tradisi ngopi bareng. BARONG IDER BUMI Anda mungkin lebih mengenal Barong sebagai pertunjukan tari dari Bali. Dalam mitologi Bali, Barong adalah perlambang kebaikan, roh pelindung. Musuhnya ialah Rangda si tukang sihir jahat.

Lebih terperinci

SENI BUDAYA BALI. Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali. Oleh (Kelompok 3) :

SENI BUDAYA BALI. Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali. Oleh (Kelompok 3) : SENI BUDAYA BALI Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali Oleh (Kelompok 3) : Dewa Made Tri Juniartha 201306011 Ni Wayan Eka Putri Suantari 201306012 I Gusti Nyoman Arya Sanjaya 201306013 Dicky Aditya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA

BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA 51 BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA A. Ajaran Agama Hindu tentang Penghormatan kepada Lembu Dalam pandangan agama Hindu binatang lembu merupakan binatang yang dihormati dan diagungkan. Lembu merupakan binatang

Lebih terperinci

BAB II IDENTIFIKASI DAN PRIORITAS MASALAH

BAB II IDENTIFIKASI DAN PRIORITAS MASALAH BAB II IDENTIFIKASI DAN PRIORITAS MASALAH 2.1 Permasalahan Keluarga Untuk mengidentifikasi masalah yang dialami keluarga, dilakukan beberapa kali kunjungan di kediaman keluarga dampingan. Selama kunjungan

Lebih terperinci

MAKALAH : MATA KULIAH ACARA AGAMA HINDU JUDUL: ORANG SUCI AGAMA HINDU (PANDHITA DAN PINANDITA) DOSEN PEMBIMBING: DRA. AA OKA PUSPA, M. FIL.

MAKALAH : MATA KULIAH ACARA AGAMA HINDU JUDUL: ORANG SUCI AGAMA HINDU (PANDHITA DAN PINANDITA) DOSEN PEMBIMBING: DRA. AA OKA PUSPA, M. FIL. MAKALAH : MATA KULIAH ACARA AGAMA HINDU JUDUL: ORANG SUCI AGAMA HINDU (PANDHITA DAN PINANDITA) DOSEN PEMBIMBING: DRA. AA OKA PUSPA, M. FIL. H DISUSUN OLEH: I WAYAN AGUS PUJAYANA ORANG SUCI Orang suci adalah

Lebih terperinci

5.1. KESIMPULAN FAKTUAL

5.1. KESIMPULAN FAKTUAL BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. KESIMPULAN FAKTUAL 1. Upacara Tingkapan di Desa Sipaku Area diartikan sebagai pitulungan, yang memiliki maksud bahwa tujuan dilaksanakannya upacara adalah untuk memohon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan,

Lebih terperinci

LAPORAN OBSERVASI SETING LOKAL UPACARA ADAT DISTRIKAN DANAU RANU GRATI DESA RANUKLINDUNGAN KECAMATAN GRATI KABUPATEN PASURUAN

LAPORAN OBSERVASI SETING LOKAL UPACARA ADAT DISTRIKAN DANAU RANU GRATI DESA RANUKLINDUNGAN KECAMATAN GRATI KABUPATEN PASURUAN LAPORAN OBSERVASI SETING LOKAL UPACARA ADAT DISTRIKAN DANAU RANU GRATI DESA RANUKLINDUNGAN KECAMATAN GRATI KABUPATEN PASURUAN NAMA : AHMAD ARIFIN NIM : 140711603936 OFFERING : C Tugas untuk memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN 1.1 Profil Keluarga Dampingan Program Pendampingan Keluarga (PPK) merupakan program unggulan yang dikembangkan sebagai muatan lokal dalam pelaksanaan program KKN

Lebih terperinci

tips: Menyimpan Tahu Segar

tips: Menyimpan Tahu Segar Tip's Memasak Tip's Memasak tips: Kaldu Udang Mendapatkan kaldu udang yang gurih, sangrai atau panggang kulit, dan kepala udang hingga kering dan harum. Angkat lalu rebus dengan air secukupnya di atas

Lebih terperinci

tips: Menyimpan Tahu Segar

tips: Menyimpan Tahu Segar Tip's Memasak Tip's Memasak tips: Kaldu Udang Mendapatkan kaldu udang yang gurih, sangrai atau panggang kulit, dan kepala udang hingga kering dan harum. Angkat lalu rebus dengan air secukupnya di atas

Lebih terperinci

UPACARA NGAJAGA-JAGA DI PURA DALEM DESA ADAT TIYINGAN KECAMATAN PETANG KABUPATEN BADUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA NGAJAGA-JAGA DI PURA DALEM DESA ADAT TIYINGAN KECAMATAN PETANG KABUPATEN BADUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) UPACARA NGAJAGA-JAGA DI PURA DALEM DESA ADAT TIYINGAN KECAMATAN PETANG KABUPATEN BADUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Putu Ayu Ariastuti Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar ayu_aryastuti@yahoo.com

Lebih terperinci