2 DESKRIPSI DATA PENELITIAN
|
|
- Liana Pranata
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 2 DESKRIPSI DATA PENELITIAN Deskripsi Umum Kabupaten Indramayu ada umumnya secara geologis, wilayah Jawa Barat bagian utara terdiri dari dataran aluvial (alluvial plain). Berdasarkan pada peta Physiographic Regions dataran ini memanjang dari Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, hingga Kabupaten Cirebon. Di sebelah selatan dataran aluvial, dalam arah timur barat terdapat zona lipatan utara (Northern Folded Zone). Di sebelah selatannya lagi, terdapat zona pegunungan tengah (Central Volcano Zone). Sementara itu, di pantai selatan Jawa Barat, sepanjang timur-barat terdapat Zona Plato Selatan (Southern Plateau Zone). Kondisi pantai pada umumnya relatif datar di sebelah utara. Semakin ke arah tengah, ketinggian tempat semakin meningkat. Berdasarkan pada peta Digital Elevation Model (DEM) dengan skala 1:25.000, ketinggian tempat di Jawa Barat bagian utara berkisar 1 sampai dengan lebih dari meter di atas permukaan laut (Swarinoto 2004). Secara garis besar, morfologi wilayah Kabupaten Indramayu dibagi menjadi daerah perbukitan rendah bergelombang dan dataran rendah. Perbukitan rendah bergelombang menempati daerah sempit di bagian barat daya membentuk perbukitan yang memanjang dengan arah barat laut-tenggara sedangkan dataran rendah menempati bagian tengah sampai ke utara. Ketinggian wilayah Kabupaten Indramayu berada antara 0-18 m dpl, dimana wilayah dataran rendah menempati bagian terluas dari wilayah Kabupaten Indramayu yakni ± 90% (Haryoko 2004). Kabupaten Indramayu berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Cirebon di tenggara, Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Sumedang, serta Kabupaten Subang di barat. Terdapat 24 kecamatan di Kabupaten Indramayu sejak tahun 2002, yang terdiri dari sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Indramayu, yang berada di pesisir Laut Jawa. Indramayu dilintasi jalur pan tura, yakni salah satu jalur terpadat di Pulau Jawa.
2 8 Wilayah Kabupaten Indramayu meliputi luas Ha dan secara georafis terletak diantara 107º º 36 BT dan 6º 15-6º 40 LS. Pada umumnya keadaan topografi merupakan daerah landai dengan kemiringan tanahnya rata-rata 0% 2%. Jenis tanah di Kabupaten Indramayu meliputi Alluvial (63%), Clay Grumosol (24%) dan Podsolik (12%). Musim hujannya berlangsung pada Oktober sampai dengan Maret dan kemarau pada April sampai dengan September. Kabupaten Indramayu menurut klasifikasi Scmid & Ferguson mempunyai tipe iklim D (iklim sedang) dengan karakteristik : temperatur berkisar ºC. Curah hujan rata-rata per tahun berkisar mm dengan jumlah hari hujan rata-rata 75 hari, curah hujan yang tertinggi pada bulan Januari dengan curah hujan 364 mm, sedangkan curah hujan terendah pada bulan Agustus dengan curah hujan 10 mm ( Keadaan ini berpengaruh terhadap drainase. Jika curah hujan tinggi maka akan terjadi genangan air pada daerah-daerah tertentu (Anonim 2010). Pada umumnya, curah hujan tahunan meningkat mengikuti ketinggian di Jawa Barat bagian utara. Dari pesisir utara, curah hujan meningkat ke arah pedalaman di selatan (Swarinoto 2004). Dari Kabupaten Indramayu di utara ke arah selatan, puncak curah hujan semakin tinggi di Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Majalengka. Curah hujan tahunan semakin berkurang ke arah timur. Kabupaten Indramayu memiliki karakteristik wilayah yang hampir datar dengan ketinggian antara 1-12 meter dari permukaan laut (BMG 2003). Kabupaten Indramayu dipilih sebagai lokasi penelitian karena merupakan salah satu kabupaten yang sangat sensitif terhadap kejadian iklim ekstrim. Luas lahan yang terkena kekeringan pada tahun El Nino selalu melonjak tinggi dibanding tahun normal. Kerugian yang dialami dapat berupa kehilangan investasi yang sudah digunakan untuk kegiatan penanaman, dan kerugian ekonomi akibat gagalnya panen. Pola dan Karakteristik Curah Hujan Salah satu proses alam yang termasuk dalam siklus hidrologi yakni curah hujan. Dengan adanya curah hujan, pergerakan air dari hilir dapat
3 9 terangkut kembali menuju hulu. Hal ini akan tetap berlangsung selama komponen-komponen siklus hidrologi dapat terpenuhi. Curah hujan merupakan air yang jatuh pada permukaan tanah selama jangka waktu tertentu. Jumlah hari hujan dapat dinyatakan per minggu, dekade, bulan, tahun atau satu periode tanam (tahap pertumbuhan tanaman). Intensitas hujan adalah jumlah curah hujan dibagi dengan selang waktu terjadinya hujan. Salah satu proses alam yang termasuk dalam siklus hidrologi adalah curah hujan. Satu hari hujan merupakan periode 24 jam dan terkumpul hujan setinggi 0.5 mm atau lebih. Jika curah hujan kurang dari ketentuan tersebut, maka hari hujan dianggap nol (WMO 1971). Dengan adanya curah hujan, pergerakan air dari hilir dapat terangkut kembali menuju hulu. Hal ini akan tetap berlangsung selama komponen-komponen siklus hidrologi dapat terpenuhi. Curah hujan dapat dikategorikan berdasarkan intensitas curah hujan dengan satuan tinggi curah hujan per satuan waktu dan karakteristik lingkungan saat terjadinya hujan. Curah hujan memiliki keragaman yang besar dalam ruang dan waktu. Keragaman curah hujan menurut ruang sangat dipengaruhi oleh letak geografi (letak terhadap daratan dan lautan), topografi, ketinggian tempat, arah angin dan letak lintang (Bruce & Clark 1966). Keragaman curah hujan terjadi juga secara lokal di suatu tempat yang menyebabkan penyebaran hujan tidak merata. Secara klimatologis pola iklim di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga yakni pola monsun, pola equatorial dan pola lokal. Pola monsun dicirikan oleh bentuk pola hujan yang bersifat unimodal (satu puncak musim hujan). Menurut Aldrian dan Susanto (2003), pola curah hujan Indonesia dibagi menjadi tiga daerah utama dan satu daerah peralihan (pada Gambar 2) : 1 Daerah A merupakan pola yang dominan di Indonesia karena melingkupi hampir seluruh wilayah indonesia. Daerah tersebut memiliki satu puncak pada bulan November-Maret yang dipengaruhi oleh monsun barat laut yang basah dan satu palung pada bulan Mei-September yang dipengaruhi oleh monsun tenggara yang kering. Hal ini menunjukkan perbedaan yang jelas antara musim kemarau dan musim hujan. Selain itu, daerah A berkorelasi kuat dengan perubahan suhu permukaan laut.
4 10 2 Daerah B mempunyai dua puncak yakni pada bulan Oktober-November dan bulan Maret-Mei. Pola ini dipengaruhi oleh pergeseran ke utara dan selatan dari Intertropical Convergence Zone (ITCZ). 3 Daerah C mempunyai satu puncak pada bulan Juni-Juli dan satu palung pada bulan November-Februari. Pola daerah ini merupakan kebalikan dari pola daerah A. Gambar 2 Pola curah hujan di Indonesia (Aldrian dan Susanto 2003) Faktor eksogen curah hujan Secara fisik curah hujan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain SST/anomali Nino 3.4, DMI dan SOI. Berikut merupakan uraian faktor-faktor yang mempengaruhi curah hujan. 1 Sea Surface Temperature (SST) Nino 3.4 Variabilitas iklim Samudra Pasifik memiliki fenomena khas. Fenomena internal dari variabilitas iklim tersebut merupakan sirkulasi zonal (sejajar lintang) arah Timur Barat yang terjadi di Pasifik Timur menuju Pasifik Barat (dekat kepulauan Indonesia) yang disebut sebgai sirkulasi Walker. Gangguan yang terjadi pada sirkulasi Walker dikenal sebagai fenomena ENSO (EL-Nino Southern Oscillation). EL Nino merepresentasikan fase panas (dingin) dari siklus ENSO (Wiratmo 1998). Kondisi SST di Pasifik Ekuator sangat
5 11 berpengaruh pada sirkulasi angin zonal yang terjadi di kawasan mulai dari Indonesia hingga Amerika Selatan. Pada suatu ketika SST Pasifik Equator Tengah dan Timur terjadi lebih tinggi dari rata-ratanya, kondisi tersebut disebut sebagai El-Nino. Gejala ENSO membawa implikasi laut Indonesia lebih dingin pada kejadian El Nino, hal ini mengakibatkan penurunan curah hujan pada tahun El-Nino (Gutman et al. 2000). Sebagai indikator untuk memantau kejadian ENSO, biasanya dipergunakan data SST. Dupe dan Tjasyono (1998) telah melakukan analisis terhadap grafik data SST dan anomali SST untuk seluruh daerah pengamatan El Nino, hasil visual menunjukkan bahwa daerah Nino 3.4 (170 0 BB BB, 5 0 LS-5 0 LU) memperlihatkan sebaran yang lebih berpola sehingga dapat dikategorikan bahwa daerah Nino 3.4 merupakan kawasan yang representatif berperan membangkitkan El-Nino. 2 Anomali Sea Surface Temperature (SST) Nino 3.4 Nilai positif pada anomali SST Nino3.4 mengindikasikan bahwa SST Pasifik Equator Tengah dan Timur terjadi lebih tinggi dari rata-ratanya yang berimplikasi bahwa laut Indonesia lebih dingin. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan hujan di wilayah Indonesia (Gutman et al. 2000). Sebaliknya, nilai negatif mengindikasikan bahwa SST Pasifik Equator Tengah dan Timur terjadi lebih rendah dari rata-ratanya yang berimplikasi bahwa laut Indonesia lebih panas. 3 Southern Oscillation Index (SOI) Southern Oscillation adalah osilasi tekanan di atmosfir kawasan laut Pasitik dan atmosfir kawasan laut Indonesia-Australia. SOI dibuat untuk memonitor osilasi selatan dengan menggunakan nilal perbedaan antara tekanan atmosfer di atas permukaan laut di Darwin (Australia) dan Tahiti (Pasifik Selatan) (Boer 1999). Pada saat tekanan di Tahiti lebih tinggi dibanding dengan tekanan udara di Darwin, nilai SOI akan tinggi (positif). Bersamaan itu suhu muka laut di Pasifik Timur lebih dingin dan sebagai pusat tekanan tinggi dan di Pasifik Barat lebih panas dan menjadi pusat tekanan rendah. Dengan keadaan tersebut terjadi angin pasat yang menguat dan bergesernya pusat konvergensi sirkulasi Walker ke arah Pasifik Barat yang menyebabkan penguapan di wilayah Pasifik
6 12 Barat bertambah dan sebagai dampaknya jumlah hujan di Indonesia meningkat yang umumnya sebagai indikasi munculnya La Nina. Jika tekanan udara di Tahiti lebih rendah dibanding dengan tekanan udara di Darwin, maka nilai SOI rendah (negatif). Permukaan air laut yang panas dan pemanasan daratan oleh radiasi matahari di Pasifik Timur mengakibatkan suhu permukaan lautnya meningkat dan menciptakan pusat tekanan rendah. Sebaliknya, pada wilayah Pasifik Barat yang suhu permukaan lautnya lebih dingin menciptakan pusat tekanan tinggi, angin pasat menjadi melemah seiring dengan bergesernya pusat konvergensi sirkulasi Walker ke Pasifik Tengah dan Timur. Hal ini mengakibatkan penguapan bergeser kearah Pasifik Tengah dan Timur sehingga Pasifik Barat mengalami kekurangan ketersediaan uap air yang ada di udara dan ini merupakan indikasi munculnya El Nino. 4 Indian Ocean Dipole Mode (IODM) IODM merupakan sebuah fenomena samudra dan atmosfer di samudra Hindia yang ditandai dengan anomali negatif suhu permukaan laut di Sumatera dan anomali suhu positif di bagian barat samudra Hindia (Saji et al. 1999). IODM diasosiasikan dengan perubahan angin tenggara di samudra Hindia sehingga akan mempengaruhi daerah konvektif di ekuator, Sirkulasi Walker, dan presipitasi. Indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi fenomena IODM yakni Dipole Mode Index (DMI). DMI merupakan gradien anomali suhu permukaan laut bagian barat dan bagian timur Samudera Hindia. Saji et al. (1999) mempelajari posisi titik anomali suhu permukaan laut (dipole) di Samudra Hindia tropis bagian barat dengan Samudera Hindia tropis bagian timur. DMI positif (+) terjadi saat anomali suhu muka laut Samudera Hindia tropis bagian barat lebih besar daripada di bagian timurnya. Akibatnya, terjadi peningkatan curah hujan dari normalnya di pantai timur Afrika dan Samudera Hindia bagian barat sedangkan di benua maritim Indonesia mengalami penurunan curah hujan dari normalnya yang menyebabkan kekeringan. Kondisi sebaliknya terjadi pada saat DMI negatif (-), seperti yang dikemukakan Ashok et al. (2001).
7 13 Metode Eksplorasi Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data curah hujan bulanan dan faktor eksogen seperti yang telah disebutkan sebelumnya yang terdiri dari SST Nino 3.4, anomali SST 3.4, DMI dan SOI selama 21 tahun dari bulan Januari 1980 sampai dengan Desember Tahap awal yang dilakukan untuk mengidentifikasi model dengan eksplorasi data. Berdasarkan eksplorasi data akan diketahui bentuk sebaran data, pola kecenderungan data terhadap waktu, keeratan hubungan curah hujan dengan faktor eksogen. Pola sebaran dan kesimetrikkan dapat diketahui berdasarkan diagram kotak dan garis. Model deret waktu diidentifikasi dengan menggunakan plot autokorelasi (Auto Correlation Function/ACF) dan plot autokorelasi parsial (Parsial Autocorrelation Function/PACF). Fungsi ACF berguna untuk mengukur keeratan hubungan antara pasangan pengamatan pada waktu t dengan pengamatan pada waktu (t+k) dari proses stokastik yang sama dan hanya dipisahkan oleh selang waktu k. Fungsi PACF berguna untuk mengukur keeratan hubungan antara pasangan pengamatan pada waktu t dengan pengamatan pada waktu (t+k) setelah hubungan linier dalam pengamatan pada waktu (t+1) sampai waktu (t+k-1) telah dihilangkan. Untuk mengukur tingkat keeratan hubungan curah hujan dengan faktor eksogen digunakan plot korelasi silang (Cross Correlation Function/CCF). Hasil Eksplorasi data curah hujan di Indramayu 1 Pendugaan data hilang Stasiun-stasiun penakar curah hujan telah dibangun untuk memantau dan mengetahui pola curah hujan dari waktu ke waktu, di Indramayu terdapat 26 stasiun penakar hujan aktif yang dipergunakan dalam penelitian ini. Gambar 3 menunjukkan tebaran dan posisi masing-masing stasiun tersebut.
8 Gambar 3 Peta stasiun curah hujan di Kabupaten Indramayu (Sumber : BMKG)
9 15 Eksplorasi data curah hujan dilakukan untuk mengetahui kelengkapan data dan pola data yang dipergunakan dalam pemodelan. Berdasarkan hasil eksplorasi, pada setiap bulan terdapat data hilang, seperti yang tercantum pada Gambar 4. Pada bulan Januari terdapat 5.46% data hilang (tertinggi) dan pada bulan Maret terdapat 2.82% (terendah). Gambar 4 Persentase data hilang Data hilang dengan persentase kehilangan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4 mengindikasikan bahwa tidak ada data yang tersimpan pada peubah amatan. Hal tersebut dapat disebabkan berbagai hal di antaranya: alat ukur yang kurang akurat, tidak tercatat dan masalah-masalah teknis lainnya. Data hilang merupakan masalah yang penting dalam berbagai bidang penelitian karena dapat menyebabkan bias dan inefisiensi dalam memprediksi respon dari amatan. Penanganan data hilang dapat dilakukan berdasarkan prosedur : amatan lengkap, imputasi, pembobotan dan pemodelan (Little & Rubin 1987). Di antara teknik yang berbasiskan prosedur yakni metode rata-rata bergerak (moving average). Proses perhitungan pendugaan data hilang dengan rata-rata bergerak dilakukan terhadap semua stasiun-stasiun penakar hujan. Berdasarkan proses tersebut, diperoleh rata-rata nilai Mean Absolute Deviation (MAD) pada setiap bulan (Gambar 5) dengan persentase kehilangan rata-rata sebesar 3.7% memiliki rata-rata galat pendugaan sebesar 34.78%.
10 B u l a n Gambar 5 Persentase nilai Mean absolute deviation (MAD) pada setiap bulan Setelah data dilengkapi, deskripsi data curah hujan ditunjukkan pada Tabel 1. Pada tabel tersebut, nampak bahwa rata-rata yang tinggi terjadi pada musim hujan yakni bulan Desember, Januari, Pebruari dan Maret. Penurunan nilai rata-rata curah hujan terjadi pada saat peralihan musim (April-Mei), demikian juga kenaikkan nilai rata-rata terjadi pada peralihan musim (Oktober- November). Nilai rata-rata curah hujan rendah terjadi pada musim kemarau yakni bulan Juni, Juli, Agustus, dan September. Tabel 1 Nilai curah hujan minimum, maksimum, rata-rata, dan simpangan baku Bulan Minimum Maksimum Rata-rata Simpangan baku Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
11 17 2 Pola sebaran curah hujan Diagram kotak dan garis rata-rata curah hujan di 26 stasiun curah hujan pada bulan Januari 1980 sampai dengan Juni 2000 ditunjukkan pada Gambar 6. Gambar 6 Diagram kotak dan garis curah hujan di setiap stasiun curah hujan dari bulan Januari 1980 sampai dengan bulan Juni 2000 Pada umumnya pola sebaran data di setiap stasiun tidak simetrik dengan banyak pencilan pada nilai-nilai besar dan tampak lebar kotak kuartil antar stasiun curah hujan tidak sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa keragaman data antar stasiun curah hujan tidak homogen. Demikian juga diagram kotak dan garis rata-rata curah hujan di 26 stasiun curah hujan mulai bulan Juli 1980 sampai dengan Desember 2000 (Gambar 7).
12 18 Gambar 7 Diagram kotak dan garis curah hujan di setiap stasiun curah hujan dari bulan Juli 1980 sampai dengan bulan Desember 2000 Pada umumnya pola sebaran data di setiap stasiun tidak simetrik dengan banyak pencilan pada nilai-nilai besar dan tampak lebar kotak kuartil antar stasiun curah hujan tidak sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa keragaman data antar stasiun curah hujan tidak homogen. Ketidakhomogenan ragam dan pola sebaran curah hujan yang tidak simetrik seperti ditunjukkan dengan diagram kotak garis (Gambar 6 dan 7) dapat diatasi dengan melakukan transformasi. Bentuk transformasi data ditentukan dengan metode transformasi kuasa (power transformation), yang dikenalkan dan dikembangkan oleh Box dan Cox sekitar tahun Persamaan transformasi,
13 19 Dengan merupakan parameter transformasi, merupakan curah hujan ke-t,. Nilai untuk masing-masing stasiun ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai masing-masing stasiun curah hujan No Nama Stasiun No Nama Stasiun 1 Anjatan Salam Darma Bugel Gantar TL Kacang Bangkir Cikedung Cidempet Kroya Indramayu Sukadana Jatibarang Smr Watu Juntinyuat Tugu Ked Bunder Kr.Asem Lohbener LW Semut Losarang Wanguk Sudi Mampir GBWetan Krangkeng Bondan SudiKamp Plot autokorelasi dan plot autokorelasi parsial Plot ACF dan PACF curah hujan dilakukan untuk beberapa satsiun yakni stasiun Anjatan, Sumurwatu, Salam Darma, Gantar, Kedokan Bunder dan Sudimampir ditunjukkan pada Gambar 8. Berdasarkan gambar tersebut, stasiun curah hujan memiliki plot ACF dan PACF yang mirip. Pada plot ACF, tampak nilai ACF turun lambat pada lag 12, 24, 36, dan kelipatan 12 lainnya. Hal tersebut menunjukkan adanya pengaruh musiman dengan panjang musiman 12 bulan. Pada plot PACF, tampak nilai PACF yang nyata pada lag 1, sekitar lag 4 dan sekitar lag 12. Nilai PACF yang nyata di sekitar lag 12 menunjukkan adanya pengaruh musiman. Berdasarkan plot ACF dan PACF diduga model deret waktu untuk curah hujan yakni autoregressive lag-(1) atau AR(1) dengan musiman 12 bulan.
14 20 Gambar 8 Plot ACF dan PACF curah hujan untuk stasiun Anjatan, Sumur Watu, SalamDarma, Gantar, Kedokan Bunder dan SudiMampir
15 21 Hasil eksplorasi data eksogen Tebaran nilai SST di kawasan Nino 3.4 ditunjukkan pada Gambar 9, nampak dari gambar bahwa beberapa waktu tertentu terjadi kenaikkan nilai SST yang signifikan dan juga penurunan yang signifikan. Pada saat terjadi kenaikkan suhu yang signifikan akan menurunkan curah hujan di Indonesia. Sebaliknya, pada saat terjadi penurunan suhu yang signifikan, di Indonesia akan terjadi kenaikkan curah hujan. Gambar 9 Tebaran nilai SST di kawasan Nino 3.4 Deskripsi data SST Nino 3.4 ditunjukkan pada Tabel 3. Rata-rata tertinggi tertinggi nilai SST Nino 3.4 terjadi pada bulan Mei sebesar dan terendah terjadi pada bulan November sebesar Nilai ragam antar bulan tidak memperlihatkan adanya perubahan yang mencolok. Hal ini menunjukkan bahwa SST di kawasan tersebut tidak terdapat kecenderungan naik terus ataupun turun terus dari waktu ke waktu. Tabel 3 Nilai SST Nino 3.4 minimum, maksimum, rata-rata, dan simpangan baku Simpangan baku Bulan Minimum Maksimum Rata-rata Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
16 22 Tebaran nilai anomali SST Nino3.4 ditunjukkan pada Gambar 10. Dalam beberapa waktu tertentu menunjukkan nilai positif dan beberapa waktu lainnya negatif. Gambar 10 Tebaran data anomali SST Nino3.4 Deskripsi data anomali SST 3.4 ditunjukkan pada Tabel 4, nilai anomali sebesar 2.48 pada bulan November (tertinggi). Nilai anomali sebesar terjadi pada bulan November (terendah). Nilai ragam sebesar 1.52 terjadi pada bulan Januari (terbesar). Tabel 4 Anomali SST Nino 3.4 minimum, maksimum, rata-rata, dan simpangan baku Bulan Minimum Maksimum Rata-rata Simpangan baku Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Tebaran nilai SOI tampak pada Gambar 11. Pada beberapa tahun tertentu bernilai positif tertinggi, yang berarti jumlah curah hujan di Indonesia
17 23 meningkat. Pada beberapa tahun tertentu bernilai negatif (terendah), yang berarti jumlah curah hujan di Indonesia menurun. Gambar 11 Tebaran nilai SOI Deskripsi data nilai SOI ditunjukkan pada Tabel 5, dengan nilai SOI tertinggi terjadi pada bulan Oktober sebesar 1.61, sedangkan nilai SOI terendah terjadi pada bulan Agustus dengan nilai Tabel 5 Nilai SOI minimum, maksimum,, rata-rata, dan simpangan baku Bulan Minimum Maksimum Rata-rata Simpangan baku Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Tebaran nilai DMI ditunjukkan pada Gambar 12, dari waktu ke waktu nilai DMI cenderung stabil, namun ada beberapa waktu yang menunjukkan nilainya melonjak tajam.
18 24 Gambar 12 Tebaran nilai indeks dipole mode Deskripsi data DMI ditunjukkan pada Tabel 6, nilai DMI terbesar 22.4 (November) sedangkan terendah (Februari). Simpangan baku terbesar terjadi pada bulan April dan terkecil terjadi pada bulan Desember. Tabel 6 Nilai DMI minimum, maksimum, rata-rata, dan simpangan baku Peubah Minimum Maksimum Rata-rata Simpangan baku Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Hubungan antara Curah Hujan dengan Faktor Eksogen Keeratan hubungan antara curah hujan dengan faktor eksogen dapat diketahui berdasarkan plot CCF. Plot CCF antara curah hujan dengan SST Nino 3.4, anomali SST 3.4 ditunjukkan pada Gambar 13. Nilai CCF lag (k) menunjukkan korelasi antara curah hujan pada waktu t dengan SST Nino 3.4 atau anomali SST pada waktu (t+k).
19 25 (a) (g) (b) (h) (c) (i) (d) (j) (e) (k) (f) (l) Gambar 13 (a)-(f) Plot CCF antara curah hujan dan SST Nino 3.4, (g)-(l) plot CCF antara curah hujan dengan anomali SST Nino 3.4
20 26 (a) (g) (b) (h) (c) (i) (d) (j) (e) (k) (f) (l) Gambar 14 (a)-(f) Plot CCF antara curah hujan dan DMI, (g)-(l) plot CCF antara curah hujan dengan SOI
21 27 Pada Gambar 14 tampak CCF antara curah hujan di stasiun Anjatan, Sumur Watu, Salam Darma, Gantar, Kedokan Bunder, dan Sudi Mampir dengan SST Nino 3.4 dan anomali Nino 3.4 memiliki pola yang hampir sama. Korelasi curah hujan dengan SST 3.4 lebih tinggi daripada curah hujan dengan anomali SST 3.4. Oleh karena itu, curah hujan cenderung lebih dipengaruhi SST 3.4 daripada anomali SST 3.4. Nilai korelasi bernilai negatif dan korelasi tertinggi terjadi pada sekitar lag (-2) atau sekitar lag (-1), berarti peningkatan SST Nino 3.4 pada saat (t-2) atau (t-1) cenderung menurunkan curah hujan pada saat (t). Pada Gambar 14 tampak CCF antara curah hujan di stasiun Anjatan, Sumur Watu, Salam Darma, Gantar, Kedokan Bunder, dan Sudi Mampir dengan SOI dan DMI memiliki pola yang hampir sama. Korelasi curah hujan dengan DMI lebih tinggi daripada curah hujan dengan SOI. Oleh karena itu, curah hujan cenderung lebih dipengaruhi DMI daripada SOI. Nilai korelasi bernilai negatif dan korelasi tertinggi terjadi pada lag (-5) atau sekitar lag (-4), berarti peningkatan DMI pada saat (t-5) atau (t-4) cenderung menurunkan curah hujan pada saat (t). Hubungan Spasial antar Stasiun Curah Hujan Hubungan curah hujan antar stasiun curah hujan dapat diketahui melalui plot CCF dan lag-nya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 15. Pada gambar tersebut tampak bahwa nilai CCF tertinggi terjadi pada lag (0), hal ini berarti bahwa curah hujan antar stasiun memiliki keterkaitan pada waktu (t) yang sama. Jarak antar stasiun curah hujan dapat ditentukan melalui jarak geodesi (Smith & Kolenikov 2004). Misalkan dan masing-masing merupakan koordinat (longitude, latitude) dari dua stasiun curah hujan, jarak antar dua stasiun curah hujan Jarak = (km) dengan
22 28 Gambar 15 Plot CCF curah hujan antar stasiun curah hujan
23 29 Plot antara nilai CCF dengan jarak antar curah hujan dan persamaan garis ditunjukkan pada Gambar 16. Berdasarkan gambar tersebut, tampak terdapat hubungan yang erat antara nilai CCF dengan jarak antar stasiun curah hujan, namun bila jarak antar stasiun curah hujan semakin jauh maka nilai CCF antar stasiun curah hujan tidak semakin kecil. Dengan demikian jarak antar stasiun curah hujan tidak mempengaruhi besar curah hujan atau dengan kata lain tidak memiliki hubungan spasial. Gambar 16 Plot antara CCF dengan jarak antar stasiun curah hujan dan persamaan garisnya Simpulan Pada data curah hujan di Indramayu, terdapat korelasi temporal dengan model deret waktu AR (1) dengan pengaruh musiman periode 12 bulan. Curah hujan dipengaruhi oleh faktor eksogen: SST Nino 3.4 pada lag (0) dengan korelasi bernilai negatif, dipengaruhi anomali SST Nino 3.4 pada lag (0) dengan korelasi bernilai negatif yang cukup kecil, dan dipengaruhi oleh DMI dan SOI pada lag (0) dengan korelasi bernilai positif. Meskipun korelasinya cukup kecil, namun faktor eksogen tersebut berperan dalam menentukan curah hujan di suatu lokasi tertentu. Berdasarkan uraian ini, model curah hujan di Indramayu merupakan model deret waktu AR (1). Dalam penelitian ini, model deret waktu AR (1) pada masing-masing lokasi curah hujan digunakan secara simultan dengan menambahkan pengaruh faktor eksogen.
EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA
EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA OLEH : ANDRIE WIJAYA, A.Md FENOMENA GLOBAL 1. ENSO (El Nino Southern Oscillation) Secara Ilmiah ENSO atau El Nino dapat di jelaskan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan bentuk topografi yang sangat beragam, dilewati garis katulistiwa, diapit dua benua dan dua samudera. Posisi ini menjadikan Indonesia
Lebih terperinciMusim Hujan. Musim Kemarau
mm IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Data Curah hujan Data curah hujan yang digunakan pada penelitian ini adalah wilayah Lampung, Pontianak, Banjarbaru dan Indramayu. Selanjutnya pada masing-masing wilayah
Lebih terperinciKATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP
KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan
Lebih terperinciPENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR
PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal
Lebih terperinci4 MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS (VARX)
4 MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS (VARX) Pendahuluan Beberapa penelitian curah hujan dengan satu lokasi curah hujan (tunggal) dengan model ARIMA telah dilakukan, di antaranya oleh Mauluddiyanto (2008)
Lebih terperinciPrakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan
Lebih terperinciKATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP
Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi
Lebih terperinciKATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP
PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten
Lebih terperinciPENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR
PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012
KATA PENGANTAR i Analisis Hujan Bulan Agustus 2012, Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2012, dan Januari 2013 Kalimantan Timur disusun berdasarkan hasil pantauan kondisi fisis atmosfer dan data yang
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).
KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan
Lebih terperinciPENGANTAR. Bogor, September 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR. DEDI SUCAHYONO S, S.Si, M.Si NIP
Prakiraan Musim Hujan 2016/2017 Provinsi Jawa Barat PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang terletak diantara Samudra Pasifik-Hindia dan Benua Asia-Australia, serta termasuk wilayah tropis yang dilewati oleh garis khatulistiwa, menyebabkan
Lebih terperinciPrakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur
http://lasiana.ntt.bmkg.go.id/publikasi/prakiraanmusim-ntt/ Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun
Lebih terperinciPRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)
PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP
1 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2015/2016 di Propinsi Bali merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi Negara Bali. Prakiraan Awal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan merupakan salah satu sumber ketersedian air untuk kehidupan di permukaan Bumi (Shoji dan Kitaura, 2006) dan dapat dijadikan sebagai dasar dalam penilaian, perencanaan
Lebih terperinciANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA
ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil dan Verifikasi Hasil simulasi model meliputi sirkulasi arus permukaan rata-rata bulanan dengan periode waktu dari tahun 1996, 1997, dan 1998. Sebelum dianalisis lebih
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP
KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Siantan Pontianak pada tahun 2016 menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau dan Prakiraan Musim Hujan. Pada buku Prakiraan Musim Kemarau 2016
Lebih terperinciI. INFORMASI METEOROLOGI
I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan
Lebih terperinciBADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG
B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,
Lebih terperinciBADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014
BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,
Lebih terperinciI. INFORMASI METEOROLOGI
I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan
Lebih terperinciKATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S.
i REDAKSI KATA PENGANTAR Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si Penanggung Jawab : Subandriyo, SP Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S. Kom Editor : Idrus, SE Staf Redaksi : 1. Fanni Aditya, S. Si 2. M.
Lebih terperinciI. INFORMASI METEOROLOGI
I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan
Lebih terperinciANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016
B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Tangerang Selatan Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,
Lebih terperinciBADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG
BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp. (021) 7353018, Fax: (021) 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,
Lebih terperinci3 PEWILAYAHAN CURAH HUJAN
3 PEWILAYAHAN CURAH HUJAN Pendahuluan Daerah prakiraan musim (DPM) merupakan daerah dengan tipe hujan yang memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan musim hujan berdasarkan pola hujan
Lebih terperinciANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.
ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang
Lebih terperinciBADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG
B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,
Lebih terperinciPropinsi Banten dan DKI Jakarta
BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,
Lebih terperinciPRAKIRAAN MUSIM 2017/2018
1 Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas perkenannya, kami dapat menyelesaikan Buku Prakiraan Musim Hujan Tahun Provinsi Kalimantan Barat. Buku ini berisi kondisi dinamika atmosfer
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi
Lebih terperinciI. INFORMASI METEOROLOGI
I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG
KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan
Lebih terperinciPRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2017 REDAKSI
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas perkenannya, kami dapat menyelesaikan Buku Prakiraan Musim Kemarau Tahun 2017 Provinsi Kalimantan Barat. Buku ini berisi kondisi dinamika atmosfer
Lebih terperinciTinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar
BAB II Tinjauan Pustaka II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar Matsumoto dan Yamagata (1996) dalam penelitiannya berdasarkan Ocean Circulation General Model (OGCM) menunjukkan adanya variabilitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Studi tentang iklim mencakup kajian tentang fenomena fisik atmosfer sebagai hasil interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan
Lebih terperinciFase Panas El berlangsung antara bulan dengan periode antara 2-7 tahun yang diselingi fase dingin yang disebut dengan La Nina
ENSO (EL-NINO SOUTERN OSCILLATION) ENSO (El Nino Southern Oscillation) ENSO adalah peristiwa naiknya suhu di Samudra Pasifik yang menyebabkan perubahan pola angin dan curah hujan serta mempengaruhi perubahan
Lebih terperinciANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA
ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang jatuh
Lebih terperinciPasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino
Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino G181 Iva Ayu Rinjani dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl.
Lebih terperinciANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA
ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG
Lebih terperinciEVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA
BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail
Lebih terperinci8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI
8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI 8.1 Pendahuluan Padi merupakan makanan utama sekaligus mempunyai nilai politis yang tinggi bagi orang Indonesia, yang menyediakan pendapatan secara musiman dan tenaga kerja
Lebih terperinciANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA
ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG
Lebih terperinciPRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal ISSN :
PRISMA FISIKA, Vol. II, No. (24), Hal. - 5 ISSN : 2337-824 Kajian Elevasi Muka Air Laut Di Selat Karimata Pada Tahun Kejadian El Nino Dan Dipole Mode Positif Pracellya Antomy ), Muh. Ishak Jumarang ),
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016
KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Musim Kemarau 2016 Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Geofisika Kelas 1 Yogyakarta / Pos Klimatologi
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan
Lebih terperinciOleh Tim Agroklimatologi PPKS
Kondisi Indian Oscillation Dipole (IOD), El Nino Southern Oscillation (ENSO), Curah Hujan di Indonesia, dan Pendugaan Kondisi Iklim 2016 (Update Desember 2015) Oleh Tim Agroklimatologi PPKS Disarikan dari
Lebih terperincipersamaan regresi. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan kritis adalah sebagai berikut: CH kritis = ( 0.
9 a : intersep (perubahan salinitas jika tidak hujan) b : slope (kemiringan garis regresi). Koefisien determinasi (r 2 ) masing-masing kelompok berdasarkan klaster, tahun, dan lahan peminihan (A dan B)
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2018
KATA PENGANTAR Prakiraan Musim Kemarau 2018 Publikasi Prakiraan Musim Kemarau 2018 Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
7 d) phase spectrum, dengan persamaan matematis: e) coherency, dengan persamaan matematis: f) gain spektrum, dengan persamaan matematis: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Geografis dan Cuaca Kototabang
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musim Hujan dan Monsun
5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musim Hujan dan Monsun Di tinjau dari aspek geografis, Indonesia diapit oleh dua benua dan dua samudera sehingga memungkinkan adanya tiga sirkulasi atmosfer yang aktif sepanjang
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
8 eigenvalue masing-masing mode terhadap nilai total eigenvalue (dalam persen). PC 1 biasanya menjelaskan 60% dari keragaman data, dan semakin menurun untuk PC selanjutnya (Johnson 2002, Wilks 2006, Dool
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum El Nino El Nino adalah fenomena perubahan iklim secara global yang diakibatkan oleh memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi
Lebih terperinciPengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah
Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah Yohana Fronika a, Muhammad Ishak Jumarang a*, Andi Ihwan a ajurusanfisika, Fakultas Matematika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara agraris yang amat subur sehingga tidak dapat dipungkiri lagi sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Data dalam Badan
Lebih terperinciKEPALA STASIUN KLIMATOLOGI
KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun
Lebih terperinci3. PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM UNTUK PENYUSUNAN MODEL PRODUKSI PERTANIAN
3. PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM UNTUK PENYUSUNAN MODEL PRODUKSI PERTANIAN 15 Berbagai model ramalan produksi tanaman pangan (khususnya padi) telah dikembangkan di Indonesia. Model-model tersebut secara
Lebih terperinciAnalisis Hujan Bulan Juni 2012 Iklim Mikro Bulan Juni 2012 Prakiraan Hujan Bulan Agustus, September dan Oktober 2012
Analisis Hujan Bulan Juni 2012 Iklim Mikro Bulan Juni 2012 Stasiun Klimatologi Pondok Betung Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara dengan populasi ke-empat terbesar dan penghasil beras ke-tiga terbesar di dunia (World Bank, 2000). Indonesia memproduksi sekitar 31 juta ton
Lebih terperinciBab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu
Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian berjudul Pemodelan dan Peramalan Angka Curah Hujan Bulanan Menggunakan Analisis Runtun Waktu (Kasus Pada Daerah Sekitar Bandara Ngurah Rai), menjelaskan
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suhu Permukaan Laut (SPL) Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu benda. Secara alamiah sumber utama bahang dalam air laut adalah matahari. Daerah yang
Lebih terperinciPENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA
Pengaruh Dipole Mode Terhadap Curah Hujan di Indonesia (Mulyana) 39 PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA Erwin Mulyana 1 Intisari Hubungan antara anomali suhu permukaan laut di Samudra
Lebih terperinciAnomali Curah Hujan 2010 di Benua Maritim Indonesia Berdasarkan Satelit TRMM Terkait ITCZ
Anomali Curah Hujan 2010 di Benua Maritim Indonesia Berdasarkan Satelit TRMM Terkait ITCZ Erma Yulihastin* dan Ibnu Fathrio Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis terjadinya anomali curah
Lebih terperinciBADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI
BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI BMKG Alamat : Bandar Udara Mali Kalabahi Alor (85819) Telp. Fax. : (0386) 2222820 : (0386) 2222820 Email : stamet.mali@gmail.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan terjadi kekeringan setiap tahunnya. Bencana kekeringan semakin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan pola dan
Lebih terperinciBuletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Februari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di
Lebih terperinciBuletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR
Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan
Lebih terperinciEl-NINO DAN PENGARUHNYA TERHADAP CURAH HUJAN DI MANADO SULAWESI UTARA EL-NINO AND ITS EFFECT ON RAINFALL IN MANADO NORTH SULAWESI
El-NINO DAN PENGARUHNYA TERHADAP CURAH HUJAN DI MANADO SULAWESI UTARA Seni Herlina J. Tongkukut 1) 1) Program Studi Fisika FMIPA Universitas Sam Ratulangi, Manado 95115 ABSTRAK Telah dilakukan analisis
Lebih terperinciANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA
ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG 1. TINJAUAN UMUM 1.1.
Lebih terperinciFakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Peta lokasi penelitian disajikan pada Lampiran A. Hasil pengolahan data arus polar current rose disajikan pada Lampiran B. Hasil pengolahan data komponen arus setelah
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Segala kritik dan saran sangat kami harapkan guna peningkatan kualitas publikasi ini. Semoga bermanfaat.
KATA PENGANTAR Laporan rutin kali ini berisi informasi analisa hujan yang terjadi pada bulan Mei 2011 di wilayah Banten dan DKI Jakarta. Serta informasi prakiraan hujan untuk bulan Juli, Agustus, dan September
Lebih terperinciAnalisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten
Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten Ankiq Taofiqurohman S Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Bandung 40600 ABSTRACT A research on climate variation
Lebih terperinciPENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI
PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI Maulani Septiadi 1, Munawar Ali 2 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG), Tangerang Selatan
Lebih terperinciBuletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Januari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di
Lebih terperinciHubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat
1 Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat Diyas Dwi Erdinno NPT. 13.10.2291 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika,
Lebih terperinciV. PENYUSUNAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN FENOMENA ENSO DAN IOD UNTUK MENENTUKAN RENCANA TANAM
V. PENYUSUNAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN FENOMENA ENSO DAN IOD UNTUK MENENTUKAN RENCANA TANAM 5.1. Pendahuluan Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim yang mempunyai variabilitas dan fluktuasi
Lebih terperinciFakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan
Lebih terperinciANALISIS KEJADIAN EL-NINO DAN PENGARUHNYA TERHADAP INTENSITAS CURAH HUJAN DI WILAYAH JABODETABEK SELAMA PERIODE PUNCAK MUSIM HUJAN TAHUN 2015/2016
Jurnal Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol.17 No.2, 2016: 67-74 67 ANALISIS KEJADIAN EL-NINO DAN PENGARUHNYA TERHADAP INTENSITAS CURAH HUJAN DI WILAYAH JABODETABEK SELAMA PERIODE PUNCAK MUSIM HUJAN
Lebih terperinciBuletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah Jawa
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tengah dan Timur sepanjang ekuator dan secara kasat mata El Nino tidak. dapat dilihat. Fenomena ini memiliki periode 2-7 tahun.
5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. El Nino El Nino, menurut sejarahnya adalah sebuah fenomena yang teramati oleh para penduduk atau nelayan Peru dan Ekuador yang tinggal dipantai sekitar Samudera Pasifik bagian
Lebih terperinciAnalisis Hujan Bulan Mei 2013 Iklim Mikro Bulan Mei 2013 Prakiraan Hujan Bulan Juli, Agustus dan September 2013
Analisis Hujan Bulan Mei 2013 Iklim Mikro Bulan Mei 2013 Stasiun Klimatologi Pondok Betung Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com
Lebih terperinciPOLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS
POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS Martono Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer LAPANInstitusi Penulis Email: mar_lapan@yahoo.com Abstract Indian
Lebih terperinciDEPRESI DAN SIKLON PENGARUHI CUACA INDONESIA
AKTUALITA DEPRESI DAN SIKLON INDERAJA TROPIS PENGARUHI CUACA INDONESIA DEPRESI DAN SIKLON TROPIS PENGARUHI CUACA INDONESIA Davit Putra, M.Rokhis Khomarudin (Pusbangja ) Cuaca di Indonesia dipengaruhi oleh
Lebih terperinciKAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE
KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE 2005 2013 Herin Hutri Istyarini 1), Sri Cahyo Wahyono 1), Ninis
Lebih terperinciKARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA. Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES. Abstrak PENDAHULUAN
KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES Abstrak Kondisi fisiografis wilayah Indonesia dan sekitarnya, seperti posisi lintang, ketinggian, pola angin (angin pasat dan monsun),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang terletak pada wilayah ekuatorial, dan memiliki gugus-gugus kepulauan yang dikelilingi oleh perairan yang hangat. Letak lintang Indonesia
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan
Lebih terperinciBADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA DINAMIKA STASIUN ATMOSFER METEOROLOGI
Lebih terperinciStasiun Klimatologi Pondok Betung
Stasiun Klimatologi Pondok Betung Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com Website: www.staklimpondokbetung.net
Lebih terperinciPEMBOBOTAN SUB DIMENSION INDICATOR INDEX UNTUK PENGGABUNGAN CURAH HUJAN (Studi Kasus : 15 Stasiun Penakar Curah Hujan di Kabupaten Indramayu)
Xplore, 2013, Vol. 1(1):e3(1-7) c 2013 Departemen Statistika FMIPA IPB PEMBOBOTAN SUB DIMENSION INDICATOR INDEX UNTUK PENGGABUNGAN CURAH HUJAN (Studi Kasus : 15 Stasiun Penakar Curah Hujan di Kabupaten
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
9 menguji kelayakan model sehingga model sementara tersebut cukup memadai. Salah satu caranya adalah dengan menganalisis galat (residual). Galat merupakan selisih antara data observasi dengan data hasil
Lebih terperinciBADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI ANGIN
Lebih terperinciBADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI
BMKG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI Alamat : Bandar Udara Mali Kalabahi Alor (85819) Email : stamet.mali@gmail.com Telp. : (0386) 2222820 Fax. : (0386) 2222820
Lebih terperinciBADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI HUJAN
Lebih terperinci