PROSES PENYIDIKAN OLEH POLRESTA SURAKARTA DALAM MENYELESAIKAN KASUS TINDAK PIDANA PENCURIAN MELALUI ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROSES PENYIDIKAN OLEH POLRESTA SURAKARTA DALAM MENYELESAIKAN KASUS TINDAK PIDANA PENCURIAN MELALUI ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM)"

Transkripsi

1 PROSES PENYIDIKAN OLEH POLRESTA SURAKARTA DALAM MENYELESAIKAN KASUS TINDAK PIDANA PENCURIAN MELALUI ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM) JURNAL PENELITIAN Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta Disusun Oleh : PUTHUT WIDYATMOKO NIM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA 2017

2 1 Judul : PROSES PENYIDIKAN OLEH POLRESTA SURAKARTA DALAM MENYELESAIKAN KASUS TINDAK PIDANA PENCURIAN MELALUI ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM) Nama : PUTHUT WIDYATMOKO NIM : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aksi kejahatan melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) akhirakhir ini semakin meningkat. Dapat dipastikan setiap minggu ada berita di media massa, baik cetak ataupun elektronik terjadi kejahatan di ATM antara lain pencurian, perampokan, penipuan, pembobolan dan yang lainya. Modus kejahatan yang melibatkan ATM dan kartunya (kartu debit), dibagi dalam beberapa kriteria diantaranya Modus Berbasis Kekerasan, pelaku kejahatan sengaja menunggu di lokasi ATM yang sepi dan tidak ada/kurang fasilitas pengamanannya, dan mengancam korban untuk menarik uang tunai, adapun kasus yang lain adalah korban yang telah mengambil uang di ATM di ancam lalu dijambret uangnya. Pelaku kejahatan membobol mesin ATM (baik membongkar paksa di tempat atau bahkan menggondol mesinnya sekaligus). Pelaku biasanya berada di sekitar ATM. Korban yang diincar adalah yang terlihat panik atau kurang mengerti penggunaan ATM (kasihannya seringkali ini adalah masyarakat ekonomi bawah). Pelaku menawarkan bantuan sambil mengintip saat korban memasukkan kode PIN. Atau kadang hanya untuk meyakinkan pengguna untuk menelpon nomor Call Center palsu. Kejahatan di kawasan mesin ATM memang sudah tidak asing lagi. Meskipun hal tersebut tidak diinginkan, namun sikap selalu waspada senantiasa perlu ditingkatkan. Karena saat ini sudah banyak kasus kejahatan yang terjadi di kawasan mesin ATM dengan modus mulai dari pura-pura menjadi Petugas ATM, merusak mesin ATM dan masih banyak lagi. Memang lokasi mesin ATM yang berada ditempat umum rawan terjadi kejahatan. Pasalnya untuk mesin ATM yang berada

3 2 di area umum semuanya dilengkapi dengan keberadaan sekuriti. Berbeda dengan mesin ATM yang berada di kantor-kantor bank yang selama 24 jam dijaga oleh petugas. Kejahatan di mesin ATM, biasanya modus yang dilakukan yaitu dengan menyelipkan benda asing di lubang kartu ATM di mesin. Dengan begitu maka nasabah yang ingin melakukan penarikan bisa terganggu. Setelah nasabah panik lantaran kartunya sudah masuk namun tidak bisa keluar, maka pelaku kejahatan tersebut datang dan berpura-pura menolong sambil mengaku sebagai petugas Bank. Dan biasanya nanti pelaku kejahatan meminta informasi pin nasabah, kemudian memberikan nomor telepon tertentu dan lain sebagainya. Berdasarkan penjabaran di atas dapat dikateogorikan bahwa perbuatan pelaku adalah perbuatan pencurian. Perbuatan ini dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang yang dampaknya bersifat merugikan orang lain baik secara materiil maupun non materiil. Di Indonesia sebagai salah satu negara yang menjunjung tinggi hukum, reaksi formal terhadap kejahatan ini dituangkan dalam KUHP dan diberbagai undang-undang diluar KUHP. Tindak pidana pencurian melalui ATM itu adalah tindakan melanggar hukum dengan sengaja yakni dengan maksud untuk menguasai suatu benda dan benda itu kepunyaan orang lain dan benda itu pada pelaku pencurian bukan karena kejahatan. Oleh karena itu apabila pelaku tindak pidana, maka kebijakan itu merupakan tindakan reprensif. Dengan cara mempertimbangkan aspek-aspek normatif yang menyangkut kesadaran hukum seseorang. Kesadaran hukum seseorang itu harus dibentuk norma-norma hukum sehingga semua pelanggaran hukum volumenya akan makin menipis sejalan dengan makin meningkatnya kesadaran hukum masyarakat. Guna mengungkap kasus tindak pidana pencurian memalaui ATM wewenang yang diberikan kepada penyidik perlu pemeriksaan pendahuluan terhadap pelaku tindak pidana pencurian, ada tahapan tindakan yang dilakukan oleh aparat penyidik. Tugas penyidikan meliputi penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan

4 3 pemeriksaan surat dan tahapan lanjut dari prosedur penyidikan. Salah satu tahap yang perlu mendapatkan perhatian di kalangan penyidik sendiri, agar pelaksanaan penyidikan berjalan dengan baik adalah penangkapan. Penangkapan ini erat hubungannya dengan masalah kewenangan Polri sebagai unsur pelaksana penyidikan pendahuluan. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana proses penyidikan yang dilakukan Polresta Surakarta dalam menyelesaikan kasus tindak pidana pencurian melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM)? 2. Hambatan-hambatan apa saja yang timbul dalam proses penyidikan dalam menyelesaikan kasus tindak pidana pencurian melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM)? 3. Bagaimana cara mengatasi hambatan-hambatan yang muncul dalam proses penyidikan yang dilakukan Polresta Surakarta dalam menyelesaikan kasus tindak pidana pencurian melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM)? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Objektif a. Mengkaji proses penyidikan yang dilakukan Polresta Surakarta dalam menyelesaikan kasus tindak pidana pencurian melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM). b. Mengkaji hambatan-hambatan yang timbul dalam proses penyidikan dalam menyelesaikan kasus tindak pidana pencurian melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM). c. Mengkaji gambaran cara mengatasi hambatan-hambatan yang muncul dalam proses penyidikan yang dilakukan Polresta Surakarta dalam menyelesaikan kasus tindak pidana pencurian melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM). 2. Tujuan Subjektif a. Memperdalam pengetahuan penulis dalam bidang hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan tindak pidana pencurian melalui mesin anjungan tunai mandiri (ATM).

5 4 b. Sebagai persyaratan untuk memperoleh gelas kesarjanaan dalam bidang hukum pidana di Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Memberikan kontribusi pemikiran atau wawasan yang luas bagi penulis sendiri maupun pembaca pada umumnya, sehingga dapat dipergunakan dalam penulisan karya ilmiah di bidang hukum. 2. Manfaat Praktis Memberikan sumbangan pemikiran ataupun masukan bagi berbagai pihak yang memiliki kepentingan dari hasil penelitian ini. BAB II LANDASAN TEORI A. Penyidik dan Penyidikan Penyidik disebutkan dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP jo Pasal 1 angka 13 Undang-undang Kepolisian No 2 tahun 2002, yaitu : "penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Dalam Pasal 6 KUHAP dinyatakan bahwa : 1. Penyidik adalah : 1) Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia 2) Pejabat pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang oleh undang-undang. 2. Syarat kepangkatan pejabat sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Berdasar ketentuan Pasal 7 KUHAP, maka wewenang penyidik dari pejabat kepolisian adalah sebagai berikut : 1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.

6 5 2. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian. 3. Menyuruh berhenti seseorang tersangka atau memeriksa tanda pengenal tersangka. 4. Melakukan penangkapan, penggeledahan, penahanan, dan penyitaan. 5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat. 6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang. 7. Mengambil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. 8. Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan perkara. 9. Mengadakan penghentian penyidikan. 10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Dalam melaksanakan wewenangnya tersebut penyidik dalam pasal 8 KUHAP berkewajiban, yaitu : 1. Penyidik membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan sebagai mana yang tersebut dalam pasal 75 dengan tidak mengurangi ketentuan lain dalam undang-undang hukum acara pidana. Adapun tindakan-tindakan itu adalah : a. pemeriksaan tersangka; b. penangkapan; c. penahanan; d. penggeledahan; e. pemasukan rumah; f. penyitaan benda; g. pemeriksaan surat; h. pemeriksaan saksi; i. pemeriksaan tempat kejadian (TKP); j. pelaksanaan penetapan lain sesuai dengan ketentuan KU HAP. 2. Penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. 3. Penyerahan berkas perkara dilakukan : a. pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara;

7 6 b. dalam hal penyidikan dianggap sudah selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum. B. Tersangka Tindak Pidana Sesuai dengan Pasal 1 butir 14 KUHAP, pengertian tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga keadaannya, sebagai pelaku tindak pidana. Rumusan diatas sebenarnya kurang lengkap, karena orang menyuruh, atau orang membujuk dan orang yang membantu termasuk melakukan tindak pidana. Pengertian pelaku tindak pidana sebenarnya semua orang yang disebut Pasal 55 KUHP, sebagai berikut ; Dihukum seperti pelaku dari suatu perbuatan dapat di hukum : (1) Barang siapa yang melakukan, menyuruh, melakukan atau ikut melakukan perbuatan itu. (2) Barang siapa dengan pemberian, janji, penyalahgunaan kekuasaan atau kepandangan, kekerasan, ancaman atau kebohongan atau dengan memberikan kesempatan, sarana dan keterangan, dengan sengaja telah menggerakkan orang lain untuk melakukan perbuatan itu. (3) Mengenai perbuatan-perbuatan yang terakhir itu hanyalah menyangkut perbuatan-perbuatan yang dengan sengaja telah menggerakkannya untuk dilakukan oleh orang lain, beserta akibatakibatnya. Dengan demikian pelaku dari suatu perbuatan yang dapat dihukum adalah mereka yang melanggar perbuatan tersebut, yakni mereka yang melakukan, menimbulkan akibat, melanggar larangan atau keharusan yang dilarang oleh undang-undang yang untuk melakukannya diisyaratkan adanya kehendak. Adapun untuk pengertian yang menyuruh melakukan, berarti bahwa orang tersebut melanggar hukum, meskipun orang disuruh itu karena keadaan memaksa orang lain yang turut melakukan perbuatan pidana itu, berarti adanya kerja sama dengan pelaku tindak pidana yang disadari oleh kesadarannya turut melakukan perbuatan yang dapat dihukum itu, baik karena janji-janji, pemberian lannya.

8 7 C. Tindak Pidana Pencurian Tindak pidana pencurian adalah sebuah perbuatan yang digolongkan sebagai tindak pidana umum karena diatur dalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan hukum acara untuk menangani tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Tindak pidana pencurian ini oleh Pasal 362 KUHP dirumuskan sebagai mengambil barang, seluruhnya atau sebagain milik orang lain, dengan tujuan memilikinya secara melanggar hukum. Dari rumusan tersebut dapat diuraikan beberapa unsur tindak pidana pencurian adalah sebagai berikut: 1. Mengambil barang Unsur pertama dari tindak pidana pencurian adalah perbuatan mengambil barang. Kata mengambil (wegnemen) dalam arti sempit terbatas pada menggerakan tangan dan jari-jari, memegang barangnya dan mengalihkannya ke tempat lain. Oleh karena sifat tindak pidana pencurian adalah merugikan kekayaan korban, maka barang yang diambil harus berharga Seluruhnya atau sebagian milik orang lain Selain unsur mengambil barang unsur kedua adalah barang yang diambil adalah milik orang lain baik itu orang atau subyek hukum yang lain (badan hukum). Barang yang diambil tidak hanya barang yang berwujud melainkan juga barang yang tidak berwujud sepanjang memiliki nilai ekonomis. 3. Bertujuan untuk dimiliki dengan melanggara hukum Unsur yang harus ada pada tindak pidana pencurian adalah memiliki barangnya dengan melanggar hukum. Definisi memiliki barang adalah memiliki barang adalah perbuatan tertentu dari suatu niat untuk memanfaatkan barang sesuai dengan kehendak sendiri 2. 1 Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Replika Aditama, Bandung, 2008, hlm 15 2 Ibid, Hal 17.

9 8 D. Kejahatan Perbankan Kejahatan dalam dunia maya (cyberspace) menghadirkan berbagai persoalan baru dan berat dengan skala internasional dan sangat kompleks dalam upaya pemberdayaan hukum agar bisa menanganinya. Kejahatan-kejahatan ekonomi termasuk kartu ATM dan pencurian uang merupakan masalah kedua yang sangat mengkhawatirkan bagi dunia perbankan, khususnya yang dilakukan Asia. Dengan berbagai harapan berupa penyelundupan manusia, obat bius, terorisme, pencurian uang lewat kartu ATM maupun internet, penemuan kasus suap dan korupsi hampir setiap hari terungakp menghiasi media-media massa di Asia, bangsa-bangsa Asia perlu sering bekerja sama dengan penuh komitmen untuk menghadapi segala bentuk kejahatan lama maupun baru di bidang ekonomi perbankan yang semakin kronis ini. ATM (Automatic Teller Machine atau Automated Teller Machine, yang di Indonesia juga kadang merupakan singkatan bagi Anjungan Tunai Mandiri) adalah sebuah alat elektronik yang mengijinkan nasabah bank untuk mengambil uang dan mengecek rekening tabungan mereka tanpa perlu dilayani oleh seorang "teller" manusia. Banyak ATM juga mengijinkan penyimpanan uang atau cek, transfer uang atau bahkan membeli perangko Kartu ATM adalah kartu plastik yang diberikan oleh bank yang dapat digunakan oleh pemegangnnya untuk membeli barang-barang dan jasa secara tunai maupun kredit dan bisa berguna sebagai penarikan uang secara tunai. Sedangkan ATM (Automatic Teller Machine) adalah mesin/komputer yang digunakan oleh bank untuk melayani transaksi keuangan seperti penyetoran uang, pengambilan uang tunai,pengecekan saldo, transfer uang dari satu rekening ke rekening lainnya, serta transaksi keuangan sejenis lainnya secara elektronik. Dengan adannya teknologi semacam ini kebutuhan kita dapat lebih mempermudah cara kerja kita bukan hanya itu saja dalam hal pengambilan uang melalui ATM juga lebih mempermudah dan tidak

10 9 banyak memakan waktu untuk mengambil uang secara cepat dan nyaman. Namun semakin tingginnya perputaran uang lewat ATM tanpa kita sadari dalam kehidupan sehari-hari muncul berbagai kejahatan. Salah satu titik kelemahan ATM yang menjadi targetan kejahatan adalah dengan modus pencurian PIN atau memanipulasi kartu ATM si nasabah. Modus pembobolan ATM dengan menggunakan skimmer adalah : 1. Pelaku datang ke mesin ATM dan memasangkan skimmer ke mulut slot kartu ATM. Biasanya dilakukan saat sepi. Atau biasanya mereka datang lebih dari 2 orang dan ikut mengantri. Teman yang di belakang bertugas untuk mengisi antrian di depan mesin ATM sehingga orang tidak akan memperhatikan dan kemudian memeriksa pemasangan skimmer. 2. Setelah dirasa cukup (banyak korban), maka saatnya skimmer dicabut. 3. Inilah saatnya menyalin data ATM yang direkam oleh skimmer dan melihat rekaman no PIN yang ditekan korban. 4. Pada proses ketiga pelaku sudah memiliki kartu ATM duplikasi (hasil generate) dan telah memeriksa kevalidan kartu. Kini saatnya untuk melakukan penarikan dana. Biasanya kartu ATM duplikasi disebar melalui jaringannya ke berbagai tempat. Bahkan ada juga yang menjual kartu hasil duplikasi tersebut. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini penulis mengadakan penelitian di Kota Surakarta dimana peneliti melakukan penelitian terhadap kantor Polresta Surakarta dan juga terhadap masyarakat sekitarnya. Penulis melakukan penelitian di Kota Surakarta khususnya di kantor Polresta Surakarta sebab pada kantor ini penulis mendapatkan hal-hal yang berkaitan dengan apa yang akan penulis teliti serta didalam kantor ini penulis dapat memperoleh kemudahan dalam mengumpulkan data guna penyusunan skripsi ini.

11 10 B. Sifat Penelitian Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini 3. Penelitian yuridis normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsep legis positivis yang menyatakan bahwa hukum adalah identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga-lembaga atau pejabat yang berwenang. Selain itu konsep ini juga memandang hukum sebagai sistem normatif yang bersifat otonom, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat. 4 C. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif, menurut Soerjono Soekanto penelitian deskriptif adalah metode untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala lain yang ada untuk mempertegas hipotesa agar dapat membantu dalam memperkuat teori lama atau dalam rangka menyusun teori baru 5. Jenis penelitian deskriptif ini digunakan peneliti untuk menggambarkan secara jelas tentang peranan keterangan tersangka bagi penyidik dalam pemeriksaan tindak pidana. Sehingga orang dapat mengetahui dengan jelas setelah mendapat gambaran proses tersebut. D. Materi Penelitian Bahan atau materi penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Bahan hukum Primer Mencakup sebagai hukum primer adalah : a. Kitab Undang Undang Hukum Pidana b. Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana 3 Muh. Abdul Kadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Hal Ronny Hanitijo Soemitro, 2008, Metode Penelitian Hukum dan jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal Soerjono Soekanto, 2009, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press. Hal 10.

12 11 c. Undang Undang Kepolisian Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia 2. Bahan Hukum Sekunder Bahan-bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer, meliputi karya-karya ilmiah, hasil penelitian terdahulu. 3. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum yang mempunyai hubungan dengan masalah yang diteliti, yaitu kamus dan bahan penelitian lainnya. E. Teknik Pengumpulan Data 1. Penelitian Lapangan Adapun cara yang dilakukan adalah wawancara. Peneliti menggunakan jenis wawancara bebas terpimpin yaitu wawancara yang bebas tetapi unsur kebebasan itu tidak sampai keluar dari permasalahan. 2. Studi Pustaka Yaitu data yang diperoleh dari buku-buku kepustakaan agar diperoleh data-data permulaan untuk dipergunakan dalam penelitian lapangan. F. Jalannya Penelitian 1. Persiapan penelitian Dilakukan untuk pra research atau pra penelitian dilokasi yang dipilih, setelah mendapat ijin dari lembaga atau instansi yang dijadikan obyek penelitian. 2. Memilih atau menentukan ruang lingkup Setelah melakukan pra research dan dapat mengidentifikasikan permasalahan pokok dilokasi penelitian, maka dilakukan pemilihan masalah sehingga dapat ditentukan judul penelitian. Berdasar pemilihan judul maka ditentukan ruang lingkup penelitian. 3. Merumuskan masalah Dari ruang lingkup diatas kemudian ditentukan perumusan masalah yang akan menjadi pokok penelitian.

13 12 4. Menentukan metodelogi penelitian Setelah langkah-langkah tersebut di atas maka dapat dilakukan pemilihan metode penelitian yaitu pendekatan berdasarkan perumusan masalah adapun metode untuk mendapatkan data dan memecahkan masalah adalah metode diskriptif. 5. Pengumpulan Data Dalam teknik pengumpulan data ini digunakan metode interview dan studi pustaka sehingga baik data primer maupun data sukunder yang didapatkan tidak lagi diragukan keabsahannya dan hasil analisis dapat diuji kembali melalui pengkajian terhadap data yang sudah didapatkan. 6. Analisis Data Analisis data didasarkan atas metode penelitian yang digunakan yaitu analisis kualitatif, dimana dalam penelitian ini spesifikasinya yuridis normatif. 7. Kesimpulan Dari hasil analisis data tersebut kemudian dilakukan penarikan kesimpulan yakni dengan cara induktif dan deduktif, artinya analisis data dari hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. Demikian juga sebaliknya dari hal yang bersifat khusus menuju hal yang bersifat umum. F. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis data kualitatif. Analisis kualitatif adalah tata cara penelitian yang menghasilkan atau deskriptif analisis, dimana apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga pelaksanaannya diteliti dan dipelajari sebagi sesuatu yang utuh 6. Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti. Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat atau kepercayaan orang yang diteliti dan kesemuanya tidak dapat diukur dengan angka. 6 Ibid. Hal 25

14 13 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Proses Penyidikan yang Dilakukan Polresta Surakarta dalam Menyelesaikan Kasus Tindak Pidana Pencurian Melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Tindakan-tindakan hukum yang dapat diambil oleh Polresta Surakarta mengacu pada Pasal 7 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Penyidikan baru dapat dilakukan bilamana penyidik sendiri mengetahui atau telah menerima laporan baik itu datangnya dari penyelidik dengan atau tanpa disertai berita acara maupun dari laporan seseorang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa tindak pidana pencurian itu. Adapun proses penyidikan terhadap tindak pidana pencurian melalui ATM oleh Polresta Surakarta adalah sebagai berikut : a. Menerima Laporan Sesuai dengan tugas dan kewajibannya, maka penyidik harus menerima laporan tentang telah terjadinya suatu tindak pidana pencurian melalui ATM. Dengan laporan tersebut pihak Polresta Surakarta segera melakukan pemeriksaan terhadap pelapor yang juga korban atas pencurian itu. b. Melakukan Tindakan Pertama Setelah menerima laporan dari pelapor maka penyidik mengecek kebenaran laporan atau pengaduan tersebut dengan memeriksa di tempat kejadian. Jika laporan atau pengaduan itu benar telah terjadi peristiwa pidana, maka apabila si tersangka masih berada di tempat tersebut, penyidik dapat melarang si tersangka meninggalkan tempat kejadian. Selanjutnya penyidik mengadakan pemeriksaan seperlunya termasuk memeriksa identitas tersangka atau menyuruh berhenti orang-orang yang dicurigai melakukan tindak pidana dan melarang orang-orang keluar masuk tempat kejadian. Kemudian penyidik harus berusaha mencari dan mengumpulkan bahan-bahan keterangan dan bukti yang digunakan untuk melakukan kejahatan.

15 14 Apabila pemeriksaan di tempat kejadian selesai dilakukan dan barang-barang bukti telah pula dikumpulkan maka selanjutnya harus disusun suatu kesimpulan sementara. Setelah kejadian tersebut telah dapat disimpulkan, maka petugas penyelidik / penyidik mencocokkan barang-barang bukti yang telah dikumpulkan itu satu sama lainnya. Pencocokan barang-barang bukti ini sangat penting, karena barang-barang bukti ini sangat penting, menentukan pembuktian perbuatan si tersangka dalam persidangan. c. Penangkapan dan Penahanan Setelah penyelidik/penyidik menerima laporan atau pengaduan tentang telah terjadinya suatu peristiwa pidana berupa pencurian melalui ATM, maka sebagai kelanjutan daripada adanya tindak yang dilakukan oleh seseorang, apabila penyidik mempunyai dugaan keras disertai bukti-bukti permulaan yang cukup maka penyidik dapat dilakukan penangkapan terhadap tersangka. Berkenaan dengan hal tersebut maka penyidik dapat memaksa berupa penangkapan dan penahanan, maka harus dilandasi keyakinan adanya presumtion of guilt. Hal ini berarti bahwa bahwa sebelum penyidik mengambil keputusan untuk menangkap/menahan, maka penyidik harus mempunyai bukti permulaan yang cukup serta dugaan keras telah dilakukan tindak pidana oleh tersangka. Penangkapan tidak dapat dilakukan secara sewenang-wenang, karena hal itu melanggar hak asasi manusia. Untuk menangkap seseorang, maka penyidik harus mengeluarkan surat perintah penangkapan disertai alasan-alasan penangkapan dan uraian singkat sifat perkara kejahatan yang dipersangkakan. Tanpa surat perintah penangkapan tersangka dapat menolak petugas yang bersangkutan. Dalam melakukan penahanan, pihak penyidik dari Polresta Surakarta mempunyai pertimbangan kekhawatiran terhadap tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan mengurangi melakukan tindak pidana (pencurian melalui

16 15 ATM). Untuk kepentingan penyidikan, jika ternyata tersangka benarbenar melakukan tindak pidana berupa pencurian atau diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti-bukti permulaan yang cukup atau dalam adanya keadaan menimbulkan kekhawatiran tersangka melarikan diri, akan merusak dan menghilangkan barang bukti dan akan mengulangi. c. Penyitaan Adapun maksud diadakan penyitaan diperlukan untuk memberikan keyakinan kepada hakim bahwa tersangkalah yang telah melakukan tindak pidana itu. Pada waktu penyidik akan mengadakan penyitaan suatu barang bukti, maka ia terlebih dahulu harus memperlihatkan surat bukti diri, surat tugas dan sebagainya kepada pemilik barang. d. Pemeriksaan Tersangka dan Saksi Pemeriksaan tersangka dan saksi merupakan bagian atau tahap yang paling penting dalam proses penyidikan. Dari tersangka dan saksi akan diperoleh keterangan-keterangan yang akan dapat mengungkap akan segala sesuatu tentang tindak pidana yang terjadi. Sehubungan dengan itu sebelum pemeriksaan dimulai, penyidik perlu mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan apakah pemeriksa tersangka atau saksi telah ditunjuk orangnya, dimana tersangka atau saksi akan diperiksa dan apakah tersangka atau saksi yang akan diperiksa telah dipanggil sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam hal tersangka dipanggil, maka harus memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari pemeriksaan. Orang yang dipanggil apakah akan didengar keterangannya sebagai tersangka atau saksi wajib datang. Bila tidak datang akan dipanggil sekali lagi dengan perintah kepada petugas/penyidik untuk dibawa kepadanya. Bagi tersangka sebelum terhadap dirinya dimulai pemeriksaan, kewajiban penyidik memberitahukan kepadanya hak

17 16 untuk mendapat bantuan hukum. Tersangka didengar keterangannya tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun. Saksi merupakan suatu alat bukti yang sangat menentukan dalam proses peradilan. Karena saksi itu adalah seseorang dapat memberikan keterangan tentang telah terjadi sesuatu tindak pidana, dimana ia mendengar, melihat dan mengalami sendiri peristiwa tersebut. Saksi diperiksa secara tersendiri, tetapi boleh dipertemukan yang satu dengan yang lain dan mereka wajib memberikan keterangan yang sebenarnya. e. Selesainya Penyidikan Setelah lengkap semua berita acara diperlukan, maka penyidik menyerahkan berkas perkara tersebut kepada penuntut umum yang merupakan pernyerahan dalam tahap pertama yaitu hanya berkasannya perkaranya saja. Dalam hal penyidikan yang dilakukan oleh Polresta Surakarta sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti ke kejaksaan. Apabila pihak Kejaksaan Surakarta berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata kurang lengkap, maka kejaksaan segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi. Setelah berkas perkara dikembalikan oleh penuntut umum untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk penuntut umum. Penyidikan dianggap telah selesai apabila dari Kejaksaan Negeri Surakarta tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari Kejari Surakarta kepada penyidik dari Polresta Surakarta. Dapat disimpulkan bahwa proses penyidikan yang dilakukan Polresta Surakarta dalam menyelesaikan kasus tindak pidana pencurian melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) telah sesuai dengan aturan yang terdapat di dalam KUHAP dan Undang-undang tentang Kepolisian

18 17 No. 2 Tahun Dalam proses penyelidikan dan penyidikan langkahlangkah yang diambil oleh pihak penyelidikan dan penyidik yaitu melakukan penyelidikan, penyidikan, penangkapan, penahanan, dan penyitaan. Melakukan pemeriksaan terhadap para saksi dan tersangka dan menyerahkan berita acara penyidikan kepada penuntut umum. B. Hambatan-hambatan yang Timbul dalam Proses Penyidikan Menyelesaikan Kasus Tindak Pidana Pencurian Melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Pengungkapan kasus pencurian melalui ATM di wilayah Kota Surakarta, pihak penyelidik dan penyidik Polresta Surakarta mengalami hambatan-hambatan dalam mengungkap kasus pencurian ini. Menurut keterangan penyidik Polresta Surakarta, hambatan-hambatan yang dihadapi tim penyelidik dan penyidik Polresta Surakarta antara lain : 1. Barang bukti hasil kejahatan sulit ditemukan disebabkan oleh pelaku disembunyikan dan tersangka mempersulit penyidik mencarinya. 2. Tersangka sempat melarikan diri bersama rekan-rekannya dengan menggunakan mobil, sehingga penyidik harus melakukan pengejaran. 3. Dalam memberikan keterangan dengan berbelit-belit. 4. Uang hasil kejahatannya sudah habis dipergunakan tersangka dan rekan-rekannya 5. Kelompok pelaku dalam usia muda dalam kegiatannya berpindahpindah dan punya jaringan diluar kota sehingga dalam pengungkapan-pengungkapan atau penangkapan kelompok pelaku sering tidak tuntas (hanya sebagian yang tertangkap). 6. Masyarakat kurang memberikan dukungan berupa pemberian informasi mengenai tindak pidana pencurian melalui ATM dan identitas pelaku kepada pihak Kepolisian. 7. Sarana dan prasarana petugas dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan yang kurang memadai.

19 18 C. Cara Mengatasi Hambatan-hambatan yang Muncul dalam Proses Penyidikan yang Dilakukan Polresta Surakarta dalam Menyelesaikan Kasus Tindak Pidana Pencurian Melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) 1. Dalam mencari bukti tindak pidana penyidik perlu melakukan penggeledahan lebih intensif terhadap tersangka. Meminta keterangan kepada saksi tentang kemungkinan adanya bukti. Mengintrogasi tersangka lebih intensif untuk mendapatkan keterangan tentang bukti yang disimpan atau dihilangkan tersangka. 2. Melakukan koordinasi dengan kesatuan lain dengan cara tukar informasi / saling memberitahu data DPO (Daftar Pencarian Orang) dan apabila di daerahnya menemukan orang yang dicari segera memberi kabar dan dilakukan penangkapan. 3. Memberikan penyuluhan (oleh tim penyuluh) kepada masyarakat agar ikut berperan aktif dalam mendukung tugas polisi dalam upaya pengungkapan kasus pencurian melalui ATM. 4. Menggunakan sarana dan prasarana yang ada dengan prinsip tetap meningkatkan kinerja yang profesional dalam rangka melayani masyarakat. 5. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam menanggulangi cybercrime, yakni dengan membuat undang-undang tentang tindak pidana cybercrime. Prinsip kerja ATM pada umumnya sama dengan komputer melalui proses dan pengolahan data setelah kartu ATM dimasukkan kedalam mesin ATM, manakala kartu akan dibaca oleh magnetic card reader yang ada didalam mesin ATM. 6. Perkembangan teknologi dengan adanya ATM yang terdapat diberbagai tempat strategi sering mengundang pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menyalah gunakannya. Banyak kasus seperti pembobolan ATM baik yang melibatkan pihak dalam dari bank yang bersangkutan ataupun tidak. Oleh karena agar lebih memperketat keamanan untuk ATM tersebut.

20 19 7. Pihak nasabah harus lebih hati-hati dalam menggunakan ATM agar tidak dirugikan. Nasabah sebaiknya tidak meminjamkan kartu ATM tersebut dan member PIN kepada sembarang orang. 8. Dalam mengatasi kekurangan atau minimnya sarana dan prasarana dalam mengungkap kasus kejahatan. Dengan demikian perlu dilengkapi sarana dan prasarana yang memadai yang dapat mempercepat dan memperlancar dalam proses penyidikan maupun pemeriksaan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Proses penyidikan yang dilakukan Polresta Surakarta dalam menyelesaikan kasus tindak pidana pencurian melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) telah sesuai dengan aturan yang terdapat di dalam KUHAP dan Undang-undang tentang Kepolisian No. 2 Tahun Dalam proses penyelidikan dan penyidikan langkah-langkah yang diambil oleh pihak penyelidikan dan penyidik yaitu melakukan penyelidikan, penyidikan, penangkapan, penahanan, dan penyitaan. Melakukan pemeriksaan terhadap para saksi dan tersangka dan menyerahkan berita acara penyidikan kepada penuntut umum. 2. Dalam proses penyidikan menyelesaikan kasus tindak pidana pencurian melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) masih belum mampu menyelesaikan seluruh kasus pencurian melalui ATM yang dilaporkan. Hal tersebut di karenakan banyaknya hambatanhambatan yang dihadapi antara lain sulinya dalam mengumpulkan bukti, tersangka dan rekannya melarikan diri, berbelit-belit dalam memberikan keterangan, uang hasil kejahatanya sudah habis, keberadaan tersangka berpindah-pindah, dan sarana dan prasarana petugas dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan yang kurang memadai. 3. Cara mengatasi hambatan-hambatan yang muncul dalam proses penyidikan yang dilakukan polresta surakarta dalam menyelesaikan

21 20 kasus tindak pidana pencurian melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) antara lain tindak pidana penyidik perlu melakukan penggeledahan lebih intensif terhadap tersangka, melakukan koordinasi dengan kesatuan lain dengan cara tukar informasi / saling memberitahu data DPO (Daftar Pencarian Orang) dan apabila di daerahnya menemukan orang yang dicari segera memberi kabar dan dilakukan penangkapan. Memberikan penyuluhan (oleh tim penyuluh) kepada masyarakat agar ikut berperan aktif dalam mendukung tugas polisi dalam upaya pengungkapan kasus pencurian melalui ATM. Menggunakan sarana dan prasarana yang ada dengan prinsip tetap meningkatkan kinerja yang profesional dalam rangka melayani masyarakat. Perlu dilengkapi sarana dan prasarana yang memadai yang dapat mempercepat dan memperlancar dalam proses penyidikan maupun pemeriksaan B. Saran-saran 1. Proses penyidikan tindak pidana pencurian melalui ATM perlu ditingkatkan karena kejahatan ini apabila dibandingkan dengan jenis kejahatan lainnya jumlahnya masih tergolong sangat tinggi. Sehingga perlu adanya langkah-langkah baru selain proses penyidikan pencurian yang telah dilakukan selama ini. Adapun yang menjadi saran penulis dalam proses penyidikan pencurian adalah polisi secara intensif melakukan patroli atau razia-razia di jalan-jalan yang merupakan lokasi strategis untuk mencegah pelaku tindak pidana pencurian. 2. Perlu tindakan mengantisipasi segala macam kemungkinan yang akan muncul menghambat jalannya proses penyidikan, sehingga perlu diperlukan ketelitian dan kejelian dalam mengungkap kasus ini. 3. Diupaya menindaklanjuti solusi yang pat guna mengatasi hambatan yang muncul selama proses penyidikan. Dengan menjalin koordinasi antara kesatuan satu dengan yang lainnya. Dapat juga dilakukan dengan mengajak partisipasi masyarakat sekitar mesin ATM melaporkan segala tindakan yang mencurigakan kepada polisi.

22 21 DAFTAR PUSTAKA Andi Hamzah, 2005, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. Andi Hamzah, 2010, Bunga Rampai Hukum Pidana Dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta Arif Gosita, 2008, Masalah Korban Kejahatan, Jakarta, Akademika Pressindo. Barda Nawawi Arief Kebijakan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung Kitab Undang-undang Hukum Pidana Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Lamintang, 2005, Delik-Delik Khusus Kejahatan Yang Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-lain, Hak Yang Timbul Dari Hak Milik, Bandung, Tarsito. Lamintang, 2009, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, Bandung, Sinar Baru. Moeljatno, 2008, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta, Bina Aksara. Muh. Abdul Kadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung R. Soesilo, 2004, Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus, Bogor, Politea. Soemitro, 2006, Hukum Pidana, Surakarta, FH Unisri. Soerjono Soekanto, 2009, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press.

KAJIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN YANG DILAKUKAN PEREMPUAN (STUDI DI POLRESTA SURAKARTA) JURNAL

KAJIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN YANG DILAKUKAN PEREMPUAN (STUDI DI POLRESTA SURAKARTA) JURNAL KAJIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN YANG DILAKUKAN PEREMPUAN (STUDI DI POLRESTA SURAKARTA) JURNAL Oleh : YOGO NUGROHO NPM: 11100074 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA 2016 KAJIAN PENYIDIKAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama

Lebih terperinci

PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN DAN UPAYA POLRES WONOGIRI DALAM MENANGGULANGINYA

PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN DAN UPAYA POLRES WONOGIRI DALAM MENANGGULANGINYA PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN DAN UPAYA POLRES WONOGIRI DALAM MENANGGULANGINYA JURNAL PENELITIAN Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung meningkat. Semakin pintarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan Penyelidik. Dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral bangsa dan merugikan seluruh lapisan masyarakat, sehingga harus dilakukan penyidikan sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan masyarakat, sehingga berbagai dimensi hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

Bagian Kedua Penyidikan

Bagian Kedua Penyidikan Bagian Kedua Penyidikan Pasal 106 Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan

Lebih terperinci

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

Lebih terperinci

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1 NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1 Abstrak: Nilai yang diperjuangkan oleh hukum, tidaklah semata-mata nilai kepastian hukum dan nilai kemanfaatan bagi masyarakat, tetapi juga

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN POLTABES LOCUSNYA KOTA BESAR KEJAKSAAN NEGERI KOTA PENGADILAN NEGERI PERISTIWA HUKUM PENGADUAN LAPORAN TERTANGKAP TANGAN PENYELIDIKAN, PEYIDIKAN BAP Berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum, artinya segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Penerapan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan Undang-undang No. 8 tahun 1981 yang disebut dengan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini penulis telah melakukan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini penulis telah melakukan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini penulis telah melakukan wawancara dengan responden yang berkaitan dengan Analisis Yuridis Penyidikan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA

BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA A. Peraturan Perundang-undangan Yang Dapat Dijadikan Penyidik Sebagai Dasar Hukum Untuk Melakukan Penanganan Tempat

Lebih terperinci

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia Oleh : Iman Hidayat, SH.MH Abstrak Fungsi penegakan hukum dalam rangka menjamin keamanan, ketertiban dan HAM. Dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan lembaga yang menangani kasus tindak pidana korupsi di Indonesia maupun di Negara-negara lain. Pemberantasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hukum pidana yang tergolong sebagai hukum publik berfungsi untuk melindungi kepentingan orang banyak dan menjaga ketertiban umum dari tindakan tindakan warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana dicantumkan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasar atas kekuasaan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA 1. Wewenang Jaksa menurut KUHAP Terlepas dari apakah kedudukan dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia diatur secara eksplisit atau implisit

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari segi hukum ada perilaku yang sesuai dengan norma dan ada pula perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai dengan norma

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4.1 Kewenangan KPK Segala kewenangan yang

Lebih terperinci

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1 Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1 I. PENDAHULUAN Sebagai akibat aktivitas perekonomian dunia, akhir-akhir ini pemanfaatan hutan menunjukkan kecenderungan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN TERSANGKA PEREMPUAN YANG DILAKUKAN OLEH PENYIDIK POLRESTA SURAKARTA

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN TERSANGKA PEREMPUAN YANG DILAKUKAN OLEH PENYIDIK POLRESTA SURAKARTA PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN TERSANGKA PEREMPUAN YANG DILAKUKAN OLEH PENYIDIK POLRESTA SURAKARTA JURNAL PENELITIAN Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Lebih terperinci

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA Disusun Dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum, yaitu bahwa setiap orang mempunyai hak dan kewajiban terhadap negara dan kegiatan penyelenggaraan negara harus berlandaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di lapangan oleh Kepolisian Republik Indonesia senantiasa menjadi sorotan dan tidak pernah berhenti dibicarakan masyarakat, selama masyarakat selalu mengharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia adalah mendukung atau penyandang kepentingan, kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin

BAB I PENDAHULUAN. tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan industri yang merupakan hasil dari budaya manusia membawa dampak positif, dalam arti teknologi dapat di daya gunakan untuk kepentingan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T No. 339, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Pencucian Uang. Asal Narkotika. Prekursor Narkotika. Penyelidikan. Penyidikan. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELIDIKAN

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dewasa ini pemerintah melakukan pembangunan di segala bidang, tidak terkecuali pembangunan dalam bidang hukum sebagai wujud reformasi di bidang hukum itu sendiri.

Lebih terperinci

KEWENANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PROSES PRA PENUNTUTAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Richard Olongsongke 2

KEWENANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PROSES PRA PENUNTUTAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Richard Olongsongke 2 KEWENANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PROSES PRA PENUNTUTAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Richard Olongsongke 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sadar bahwa mereka selalu mengandalkan komputer disetiap pekerjaan serta tugastugas

BAB I PENDAHULUAN. sadar bahwa mereka selalu mengandalkan komputer disetiap pekerjaan serta tugastugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar-Belakang Keunggulan komputer berupa kecepatan dan ketelitiannya dalam menyelesaikan pekerjaan sehingga dapat menekan jumlah tenaga kerja, biaya serta memperkecil kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada

Lebih terperinci

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA 0 PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Karanganyar) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara hukum dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni Negara Indonesia adalah Negara

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN JUAL BELI TANAH YANG DITANGANI OLEH POLRESTA SURAKARTA

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN JUAL BELI TANAH YANG DITANGANI OLEH POLRESTA SURAKARTA PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN JUAL BELI TANAH YANG DITANGANI OLEH POLRESTA SURAKARTA JURNAL PENELITIAN Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCURIAN DANA NASABAH BANK MELALUI MODUS PENGGANDAAN KARTU ATM (SKIMMER) DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 363 AYAT (5) KITAB UNDANG-

ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCURIAN DANA NASABAH BANK MELALUI MODUS PENGGANDAAN KARTU ATM (SKIMMER) DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 363 AYAT (5) KITAB UNDANG- 62 BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCURIAN DANA NASABAH BANK MELALUI MODUS PENGGANDAAN KARTU ATM (SKIMMER) DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 363 AYAT (5) KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) JUNCTO UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016 PERTIMBANGAN YURIDIS PENYIDIK DALAM MENGHENTIKAN PENYIDIKAN PERKARA PELANGGARAN KECELAKAAN LALU LINTAS DI WILAYAH HUKUM POLRESTA JAMBI Islah 1 Abstract A high accident rate makes investigators do not process

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuhan Yang Maha Esa menganugerahkan kepada setiap manusia akal budi dan nurani, dengan tidak membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya, yang dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan manusia tidak terlepas dengan hukum yang mengaturnya, karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya sebuah hukum. Manusia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA 2.1. Pengertian Berita Acara Pemeriksaaan (BAP) Dan Terdakwa Sebelum masuk pada pengertian

Lebih terperinci

Pembobolan ATM dengan Teknik ATM Skimmer Scam Pembobolan ATM dengan Teknik ATM Skimmer Scam

Pembobolan ATM dengan Teknik ATM Skimmer Scam Pembobolan ATM dengan Teknik ATM Skimmer Scam Pembobolan ATM dengan Teknik ATM Skimmer Scam Di tiga minggu belakangan ini Indonesia sedang diramaikan dengan berita pembobolan ATM. Para nasabah tiba-tiba saja kehilangan saldo rekeningnya akibat dibobol

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus KAJIAN HUKUM TERHADAP PROSEDUR PENANGKAPAN OLEH PENYIDIK MENURUT UU NO. 8 TAHUN 1981 1 Oleh: Dormauli Lumban Gaol 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimanakah prosedur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara merupakan suatu kumpulan dari masyarakat-masyarakat yang beraneka ragam corak budaya, serta strata sosialnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 28, Pasal

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesepuluh, Penelusuran Aset Penelusuran Aset. Modul E-Learning 3

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesepuluh, Penelusuran Aset Penelusuran Aset. Modul E-Learning 3 Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kesepuluh, Penelusuran Aset 3.10 Penelusuran Aset Harta kekayaan yang berasal dari hasil kejahatan merupakan motivasi nafsu bagi tindak kejahatan itu sendi. Ibarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Peraturan perundang-undangan untuk mengatur jalannya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Peraturan perundang-undangan untuk mengatur jalannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan global dewasa ini mendorong meningkatnya mobilitas penduduk dunia dari satu negara ke negara lain. Hal ini menimbulkan berbagai dampak, baik yang menguntungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita Negara Indonesia yang telah dirumuskan para pendiri negara yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita Negara Indonesia yang telah dirumuskan para pendiri negara yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cita-cita Negara Indonesia yang telah dirumuskan para pendiri negara yaitu Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan manusia. Salah satu unsur yang menyebabkan adanya perubahan dan perkembangan hukum adalah adanya ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 SERI E =============================================================== PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan

Lebih terperinci

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack Vol. 23/No. 9/April/2017 Jurnal Hukum Unsrat Kumendong W.J: Kemungkinan Penyidik... KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1 Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Email:wempiejhkumendong@gmail.com Abstrack

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah

Lebih terperinci

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo) PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA (Studi Kasus di Polres Sukoharjo) SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey,

I. PENDAHULUAN. Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey, mengatakan bahwa Teknologi Informasi semakin dibutuhkan dalam kehidupan manusia, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan tugas sehari-hari dikehidupan masyarakat, aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim) tidak terlepas dari kemungkinan melakukan perbuatan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang tidak dapat terelakkan akibat meningkatnya laju pertumbuhan kendaraan bermotor yang cukup tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu realita, bahwa proses sosial, ekonomi, politik dan sebagainya, tidak dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam masyarakat. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) tidak berdasar kekuasaan belaka (machstaat), seperti yang dicantumkan dalam pembukaan, batang tubuh, dan penjelasan

Lebih terperinci

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5 Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5.1 Kewenangan Penyidikan oleh BNN Dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA

BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 12 BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 2.1. Pengaturan Alat Bukti Dalam KUHAP Alat bukti merupakan satu hal yang mutlak adanya dalam suatu persidangan. Macam-macam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan lembaga yang menjalankan tugas kepolisian sebagai profesi, maka membawa konsekuensi adanya kode etik profesi maupun

Lebih terperinci

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Lebih terperinci