PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN JUAL BELI TANAH YANG DITANGANI OLEH POLRESTA SURAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN JUAL BELI TANAH YANG DITANGANI OLEH POLRESTA SURAKARTA"

Transkripsi

1 PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN JUAL BELI TANAH YANG DITANGANI OLEH POLRESTA SURAKARTA JURNAL PENELITIAN Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta Disusun Oleh : CHRISTIAN HUTAMA PUTRA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA 2017

2 1 Judul : PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN JUAL BELI TANAH YANG DITANGANI OLEH POLRESTA SURAKARTA Oleh : CHRISTIAN HUTAMA PUTRA NIM : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan suatu negara yang susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya masih bercorak agraris, bumi, air dan ruang angkasa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur. Bidang yang dimaksud dalam hal ini agar dapat memberikan keadilan dan kemakmuran bagi masyarakat adalah bidang pertanahan. Tanah merupakan suatu sumber daya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia. Hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat hidup akan tetapi lebih dari itu tanah merupakan tempat dimana manusia dapat hidup, tumbuh dan berkembang. Tanah sudah menjadi sumber bagi segala kepentingan hidup manusia dan menjadi bahan komoditas yang umumnya berada dan dikuasai serta dimiliki oleh orang perorangan. Permasalahan tanah ini terkadang juga menimbulkan kejahatan terhadap tanah yang kerap kali dapat menimbulkan perselisihan antar perorangan. Hal ini lebih disebabkan oleh karena ketersediaan tanah yang ada dan terbatas jumlahnya tidak sebanding dengan kebutuhan manusia yang semakin hari semakin tinggi nilai pemenuhan akan penggunaan tanah tersebut. Hal ini menimbulkan terjadinya ketimpangan sosial/ ketidakseimbangan di dalam pemenuhannya sehingga kejahatan terhadap tanah dapat sering terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Kejahatan dalam hal jual beli tanah diantara penipuan dan penggelapan. Dewasa ini banyak sekali terjadi tindak pidana penipuan dengan berbagai macam bentuk dan perkembangannya yang menunjuk pada semakin tingginya tingkat intelektualitas dari

3 2 kejahatan penipuan yang semakin kompleks. Perbuatan penipuan itu selalu ada bahkan cenderung meningkat dan berkembang di dalam masyarakat seiring kemajuan ekonomi, padahal perbuatan penipuan tersebut dipandang dari sudut manapun sangat tercela, karena dapat menimbulkan rasa saling tidak percaya dan akibatnya merusak tata kehidupan masyarakat. Dalam hal ini akan mengupas masalah penipuan dan atau penggelapan yang dilakukan oleh tersangka dengan cara menjual tanah, namun dalam faktanya bahwa setelah tanah tersebut dibayar lunas sertifikat tanah tersebut tidak bisa dilakukan proses balik nama atas nama pembeli. Sebelum lebih jauh memahami pasal penipuan dan penggelapan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 378 KUHP (penipuan) merumuskan : Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling larna 4 (empat) tahun. Pasal 372 KUHP (penggelapan) Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukam memiliki suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp.900,- Memiliki suatu benda oleh seseorang dilakukan dengan cara melawan hukum dengan penipuan, yaitu dengan perbuatan yang tidak sah: memakai nama palsu, tipu muslihat, atau rangkaian kebohongan. Seorang yang melakukan penipun, dengan kata-kata bohongnya itu, menyebabkan orang lain menyerahkan suatu benda kepadanya. Tanpa adanya kebohongan tersebut, belum tentu orang yang bersangkutan akan menyerahkan benda itu secara sukarela. Demikian halnya yang akan dibahas dalam penelitian ini terkait penipuan dan penggelapan

4 3 setelah terjadi kesepatan jual beli tanah, namun setelah tersepakati dan penjual sudah menerima uang dari pembeli. Sertifikat atas tanah tersebut tidak dapat dilakukan balik nama karena masih terdapat kekurangan persyaratan balik nama. Karen pembeli merasa dirugikan, maka meminta kembali uang pembayaran tanah tersebut. Namun berdasarkan keterangan penjual uang hasil penjualan ternah tersebut telah habis. Salah satu aparat hukum yang berwenang untuk menangani kasus tindak pidana penipuan adalah polisi. Dalam upaya menanggulangi tindak pidana penipuan secara tegas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Pasal 14 ayat (1) huruf g, memberi wewenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana dalam hal ini terhadap penipuan, sesuai dengan hukum acara pidana dan aturan perundang-undangan lainnya. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana pelaksanaan penyidikan tindak pidana penipuan jual beli tanah yang ditangani oleh Polresta Surakarta? 2. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi penyidik dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana penipuan jual beli tanah yang ditangani oleh Polresta Surakarta? 3. Bagaimana cara mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi penyidik dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana penipuan jual beli tanah yang ditangani oleh Polresta Surakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Mengkaji masalah pelaksanaan penyidikan tindak pidana penipuan jual beli tanah yang ditangani oleh Polresta Surakarta. 2. Mengkaji tentang hambatan-hambatan yang dihadapi penyidik dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana penipuan jual beli tanah yang ditangani oleh Polresta Surakarta. 3. Mengkaji cara mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi penyidik dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana penipuan jual beli tanah yang ditangani oleh Polresta Surakarta.

5 4 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Diketahui pelaksanaan penyidikan kasus tindak pidana penipuan dalam jual beli tanah. b. Diketahui hambatan yang muncul dalam pelaksanaan penyidikan kasus tindak pidana penipuan dalam jual beli tanah. c. Diketahui cara mengatasi hambatan dalam pelaksanaan penyidikan kasus tindak pidana penipuan dalam jual beli tanah. 2. Manfaat Praktis Sebagai bahan masukan bagi aparat penegak hukum dalam menangani kasus-kasus tindak pidana penipuan secara lebih intensif, berdaya guna dan berhasil guna. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian kasus yang sama atau hampir sama pada kesempatan yang akan datang. BAB II LANDASAN TEORI A. Penyidikan Pengertian penyidikan menurut Lamintang: Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya 1. Pengertian penyidikan tercantum dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP yakni dalam Bab I mengenai Penjelasan Umum, yaitu: Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 1 Lamintang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Dengan Pembahasan Secara Yuridis Menurut Yurisprodensi dan Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana. Bandung: Sinar Baru. Hal 1

6 5 Tugas utama penyidik menurut Pasal 1 ayat (2) KUHAP adalah mencari dan mengumpulkan bukti, dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangka. Tugas utama itu penyidik diberi kewenangan sebagaimana diatur B. Tindak Pidana Tindak pidana ialah perbuatan yang melanggar larangan yang diatur oleh aturan hukum yang diancam dengan sanksi pidana. Dalam rumusan tersebut bahwa yang tidak boleh dilakukan adalah perbuatan yang menimbulkan akibat yang dilarang dan diancam sanksi pidana bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut 2. Menurut Moeljatno pengertian perbuatan pidana adalah pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang mana disertai (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut 3. Unsur-unsur yang harus ada dalam suatu tindak pidana adalah sangat penting agar dapat membedakan bahwa suatu perbuatan termasuk tindak pidana atau bukan. Setiap tindak pidana yang terdapat didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2 macam, yakni unsur-unsur subjektif dan unsur-unsur objektif. Yang dimaksud unsur-unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan yang dimaksud dengan unsur-unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubunganya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakantindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. Berikut ini adalah unsurunsur dari tindak pidana 4 : 1. Unsur-unsur subjektif dari tindak pidana adalah 2 Suharto RM, Hukum Pidana Materiil (Unsur-unsur Objektif sebagai Dasar Dakwaan). Jakarta : Sinar Grafika. Hal Moeljatno Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta : Rineka Cipta. Hal PAF Lamintang Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Cipta Aditya Bakti. Hal 194.

7 6 a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa); b. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP. c. Macam-macam maksud (oogmerk) seperti yang terdapat dalam kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain. d. Merencanakan terlebih dahulu, seperti yang terdapat dalam kejahatan menurut Pasal 340 KUHP. e. Perasaan takut (vrees) seperti yang terdapat dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP. 2. Unsur-unsur subjektif dari tindak pidana adalah a. Sifat melawan hukum b. Kualitas dari pelaku, misalnya seorang pegawai negeri sipil melakukan kejahatan yang diatur dalam menurut Pasal 415 KUHP. c. Kausalitas, yaitu hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat. C. Tindak Pidana Penipuan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa tipu berarti kecoh, daya cara, perbuatan atau perkataan yang tidak jujur (bohong, palsu, dsb), dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali, atau mencari untung. Penipuan berarti proses, perbuatan, cara menipu, perkara menipu (mengecoh) 5. Dengan demikian maka berarti bahwa yang terlibat dalam penipuan adalah dua pihak yaitu orang menipu disebut dengan penipu dan orang yang tertipu. Jadi penipuan dapat diartikan sebagai suatu perbuatan atau membuat, perkataan seseorang yang tidak jujur atau bohong dengan maksud untuk menyesatkan atau mengakali orang lain untuk kepentingan dirinya atau kelompok. Tindak pidana penipuan merupakan kejahatan terhadap harta benda yang diatur dalam Buku II KUHP dalam Bab XXV dari Pasal 378 sampai dengan Pasal 395. Kejahatan penipuan di dalam 5 Ananda, S Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika. Hal 364.

8 7 bentuknya yang pokok diatur di dalam Pasal 378 KUHP yang dirumuskan sebagai berikut: Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Sebagai cara penipuan dalam Pasal 378 KUHP, menurut M. Sudrajat Bassar menyebutkan 6 : 1. Menggunakan nama palsu 2. Menggunakan kedudukan palsu 3. Menggunakan tipu muslihat 4. Menggunakan susunan belit dusta Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat (hoedanigheid) palsu, dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun. D. Unsur-unsur Tindak Pidana Penipuan Pasal 378 KUHP ini merupakan bentuk pokok dari penipuan dengan unsur-unsur : 1. Unsur-unsur objektif : a. Menggerakkan orang lain; Perbuatan menggerakkan orang lain menurut Pasal 378 KUHP tidak disyaratkan dipakainya upaya-upaya seperti yang dimaksud dalam Pasal 55 ayat 1 KUHP yang berupa pemberian, janji, penyalahgunaan kekuasaan, ancaman kekerasan atau mempergunakan kekerasan ataupun dengan memberikan kesempatan, sarana atau keterangan. Melainkan 6 Ibid. Hal 81

9 8 dengan mempergunakan tindakan-tindakan, baik berupa perbuatan-perbuatan ataupun perkataan-perkataan yang bersifat menipu. b. Untuk menyerahkan suatu benda; Penyerahan benda yang menjadi objek dari kejahatan penipuan ini tidaklah disyaratkan, bahwa benda tersebut harus diserahkan langsung oleh orang yang tertipu kepada si penipu, melainkan juga dapat diserahkan oleh orang yang tertipu kepada orang suruhan si penipu, dengan permintaan supaya benda tersebut diserahkan kepada orang yang telah menggerakkan dirinya untuk melakukan penyerahan benda tersebut. c. Untuk mengadakan perjanjian hutang; d. Untuk meniadakan suatu piutang; Istilah utang dalam kalimat menghapuskan piutang mempunyai arti suatu perikatan. Menghapuskan piutang mempunyai pengertian yang lebih luas dari sekedar membebaskan kewajiban dalam hal membayar hutang atau pinjaman uang belaka. e. Dengan mempergunakan upaya berupa : 1) mempergunakan nama palsu; 2) mempergunakan tipu muslihat; 3) mempergunakan sifat palsu; 4) mempergunakan susunan kata-kata bohong. 2. Unsur-unsur subjektif : a. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain Maksud si pelaku dalam melakukan perbuatan menggerakkan harus ditujukan pada menguntungkan diri sendiri atau orang lain, adalah berupa unsur kesalahan dalam penipuan. b. Secara melawan hak Melawan hukum di sini tidak semata-mata diartikan sekedar dilarang oleh undang-undang atau melawan hukum

10 9 formil, melainkan harus diartikan yang lebih luas yakni sebagai bertentangan dengan apa yang dikehendaki masyarakat, suatu celaan masyarakat. BAB III METODE PENELITIAN A. Sifat Penelitian Penelitian yang hendak mengungkap masalah pelaksanaan penyidikan tindak pidana penipuan jual beli tanah yang ditangani oleh penyidik Polresta Surakarta adalah penelitian hukum yang spesifikasinya yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini 7. B. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang penulis lakukan kategori penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif tata kerjanya memberikan data seteliti mungkin tentang aktivitas manusia, gejala-gejala, segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas manusia, sifat-sifat dari benda dan hasil karya manusia, keadaan dan gejala-gejala lainnya 8. C. Materi Penelitian 1. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). b. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 2. Bahan Hukum Sekunder Berupa literatur-literatur hukum dan penulisan-penulisan hukum yang terdapat hubungan dengan pelaksanaan penyidikan tindak pidana penipuan jual beli tanah yang ditangani oleh Polresta Surakarta. 3. Bahan Hukum Tertier a. Ensiklopedia Hukum Indonesia 7 Muh. Abdul Kadir Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Hal Ibid. Hal 102

11 10 b. Kamus Hukum Indonesia c. Yurisprudensi D. Sumber Data 1. Sumber data primer Sumber data primer adalah data yang diperoleh secara langsung di lapangan. Sumber data primer penelitian ini berupa sejumlah data atau keterangan yang diperoleh dari penyelidik dan penyidik Polresta Surakarta yang menangani kasus tindak pidana penipuan jual beli tanah sebagai data pelengkap. 2. Sumber data sekunder Sumber data sekunder adalah data yang dipergunakan sebagai bahan penunjang data primer, berupa buku literatur, peraturan perundang-undangan, berkas acara pidana dan laporan penelitian. E. Teknik Pengumpulan Data 1. Studi Kepustakaan Data pokok dalam penelitian ini berupa data sekunder yakni data yang didapat dengan cara mempelajari buku-buku referensi perpustakaan, namun bahannya memiliki relevansi kuat dengan masalah yang penulis teliti saat ini. 2. Studi Lapangan Data pelengkap berupa data primer diperoleh dari hasil wawancara, yakni teknik pengumpulan data dengan cara peneliti mengadakan wawancara yang terarah kepada Kasat Reskrim Polresta Surakarta dan anggota penyidik Polresta Surakarta mencatat jawaban yang diberikan, baik lisan maupun tulisan, berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dibuat peneliti. F. Jalannya Penelitian 1. Persiapan Penelitian Dalam persiapan penelitian ini dilakukan pemilihan masalah, pemilihan pendekatan, merumuskan masalah, menentukan variabel data, kesemuanya disusun dalam bentuk penelitian. Setelah melalui konsultasi dan revisi dari pembimbing, diajukan kepada Dekan Fakultas Hukum Universitas Slamet

12 11 Riyadi Surakarta guna mendapatkan rekomendasi dan izin di lokasi penelitian. 2. Perizinan Penelitian Perizinan direkomendasi oleh Rektor Universitas Slamet Riyadi Surakarta, ditujukan kepada instansi yang menjadi objek dalam penelitian guna mendapatkan izin riset dalam hal ini adalah Polresta Surakarta. 3. Pengumpulan Data Dalam hal ini pengumpulan data harus ditegaskan permasalahan jenis, sifat dan kategori data serta perlakuan terhadap data yang dikumpulkan. Tujuannya agar pengumpulan data dan penganalisaan terhadap data dapat sesuai dengan tujuan dari penelitian. Dalam pengumpulan data ini digunakan metode wawancara dan studi kepustakaan, sehingga baik data primer maupun data sekunder didapatkan 4. Analisa Data Analisa data didasarkan atas metode penelitian yang digunakan yakni metode deskriptif kualitatif yang spesifikasinya yuridis sosiologis. Agar dapat tercapai hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian maka dibutuhkan ketekunan dari peneliti. Dalam hal ini peneliti menggunakan data yang dapat diperoleh sesuai dengan yang diperoleh dari teknik pengumpulan data. 5. Menarik Kesimpulan Pekerjaan terakhir dari penelitian ini adalah menarik kesimpulan. Dalam teknik penarikan kesimpulan ini penulis menggunakan metode induktif dan deduktif. Artinya menganalisa data-data dari hal-hal yang bersifat umum menuju kepada hal-hal yang bersifat khusus. Peneliti mengambil inti dari hasil yang diperoleh setelah data diolah atau dianalisa kemudian disimpulkan dengan memper-timbangkan aspek-aspek yang berhubungan dengan materi penelitian untuk memperoleh hasil analisa sesuai dengan tujuan penelitian.

13 12 G. Teknik Analisis Data Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data dilakukan dengan cara sistematik terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi 9. Kegiatan yang dilakukan dalam analisis data penelitian hukum normatif dengan cara data yang diperoleh di analisis secara deskriptif kualitatif yaitu analisa terhadap data yang tidak bisa dihitung. Bahan hukum yang diperoleh selanjutnya dilakukan pembahasan, pemeriksaan dan pengelompokan ke dalam bagianbagian tertentu untuk diolah menjadi data informasi. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Pengertian analisa kualitatif adalah cara pemilihan yang menghasilkan data-data deskriptif analisa, yakni apa yang dinyatakan responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku nyata yang diteliti dan dipelajari secara utuh 10. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Penipuan Jual Beli Tanah yang Ditangani Oleh Polresta Surakarta Dasar dari penyidikan dugaan tindak pidana penipuan adalah adanya Laporan Polisi Model B yang diterima dari pelapor atau korban tentang adanya dugaan tindak pidana penipuan terkait dengan jual beli tanah di wilayah hukum Polresta Surakarta, Laporan Polisi model B tersebut diterima oleh Petugas Sentral Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT). Kemudian dilimpahkan penanganannya kepada Unit Reskrim untuk ditangani oleh penyidik atau penyidik pembantu dan dilakukan pemeriksaan awal dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terhadap pelapor atau korban untuk menemukan adanya peristiwa pidana dan apakah sudah cukup bukti. Setelah berkas perkara penyidikan siap, penyidik segera melakukan Tahap I 9 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hal Soerjono Soekanto Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. Hal 20.

14 13 atau pelimpahan berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah berkas perkara dilimpahkan dan tidak ada petunjuk dari Jaksa Penuntut Umum, maka Berkas Perkara sudah dianggap lengkap (P21) oleh jaksa penuntut umum dan penyidik segera melaksanakan Tahap II atau penyerahan Tersangka dan Barang Bukti kepada Jaksa penuntut Umum, proses penyidikan oleh Penyidik selesai setelah melaksanakan Tahap II atau penyerahan tersangka dan barang bukti 11. Pelaksanaan penyelidikan dalam mengawali proses penyidikan yang hanya dilaksanakan oleh SPK disebabkan karena administrasi proses pidana yang mengatur pelaksanaan penyelidikan tidak ditentukan secara jelas. Pelaksanaan kegiatan penyidikan pada dasarnya dilakukan oleh penyidik dan penyidik pembantu. Hal tersebut dimulai setelah laporan polisi diterima oleh penyidik dan penyidik pembantu 12. Proses penyidikan yang dilakukan penyidik dan penyidik pembantu adalah sebaga berikut: 1. Menghubungi pelapor dan melengkapi administrasi penyidikan (Mindik) awal Penyidik setelah menerima laporan dan mendistribusikan laporan tersebut kepada salah satu dari anggota yang berada ibawahnya dengan menilai kemampuan anggota dengan kualitas (bobot) perkaranya. Setelah laporan tersebut di catat dalam buku laporan polisi tingkat kelompok penyidik (pencatatan laporan pada buku ini tidak diatur dalam ketentuan administrasi penyidikan), penyidik atau penyidik pembantu menghubungi pelapor melalui telepon untuk melakukan pemberitahuan awal bahwa perkara yang dilaporkannya ditangani oleh penyidik atau penyidik pembantu tersebut dan membuat kesepakatan tentang waktu pemeriksaan, bila hubungan dengan pelapor tidak dapat dilakukan penyidik melakukan pemanggilan secara resmi melalui 11 Hasil wawancara dengan Penyidik Polresta Surakarta IPDA Bambang Wardaya, SH. Pada hasi Rabu tanggal 14 Desember Hasil wawancara dengan Kasat Reskrim Polresta Surakarta Kompol Saprodin, SH. MH. Pada hari Senin tanggal 12 Desember 2016.

15 14 surat panggilan sebagai saksi. Bersamaan dengan ini administrasi penyidikan (Mindik) ini penyidik dan penyidik pembantu mengajukan administrasi penyidikan awal untuk ditandatangani oleh Kasat selaku penyidik yang terlebih dahulu di paraf oleh Kapokdik dan Kanit. Mindik tersebut terdiri dari surat pemberitahuan kepada pelapor tentang penyidik dan penyidik pembantu yang menangani perkara, surat perintah tugas penggeledahan dan surat panggilan. Administrasi penyidikan ini disusun dalam suatu map yang dirancang khusus dimana didalamnya dimasukkan juga laporan lengkap dengan nota dinas atau diposisi penunjukan penyidik dan penyidik pembantu sebagai petugas pelaksana penyidikan. Masing-masing satuan mempunyai design map yang sama hanya dibedakan pada warna mapnya saja. 2. Pemeriksaan saksi-saksi dan pengumpulan bukti-bukti Pada kegiatan iini, penyidik atau penyidik pembantu berdasarkan pemanggilan resmi atau hubungan melalui telepon bertemu dengan pelapor, diruang pemeriksaan pada jam yang telah ditentukan. Penyidik atau penyidik pembantu melakukan kegiatan pemeriksaan saksi atau tersangka dalam satu hari antara satu orang sampai tiga orang baik itu terkait dalam satu laporan polisi yang sama atau dalam laporan yang berbeda. Setiap keterangan yang disampaikan oleh pelapor, penyidik atau penyidik pembantu selalu menanyakan bukti-bukti lain yang mendukung. Keterangan yang tidak didukung oleh bukti-bukti lain maka keterangan tersebut tidak mempunyai kualitas. 3. Menentukan dan mencari serta melakukan pemeriksaan tersangka Penentuan status orang yang dilaporkan pada surat panggilan tersebut dilakukan dengan hati-hati. Pemanggilan dilakukan terhadap orang yang dilaporkan dengan status sebagai saksi bila penyidik dan penyidik pembantu berdasarkan pemeriksaan saksi dan barang bukri yang didapat dalam penyidikan sebelumnya belum menunjuk bahwa ia pelaku tindak pidana atau belum menunjuk bahwa ia pelaku tindak pidana atau

16 15 belum ditemukannya bahwa peristiwa yang dilaporkan tersebut tindak pidana atau pihak yang dipanggil. Pemanggilan yang dilakukan langsung sebagai tersangka dilakukan bila yakin bahwa peristiwa yang dilaporkan merupakan tindak pidana penipuan, ada bukti-bukti yang mendukung orang yang dilaporkan sebagai pelaku tindak pidana atau untuk memenuhi kepentingan-kepentingan pihak tertentu. 4. Melakukan upaya paksa terhadap orang yang dilaporkan Kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada penyidik dan penyidik pembantu dalam melakukan upaya paksa yang ditujukan untuk mempermudah proses penyidikan terutama dalam suatu pembuktian seringkali pada tindak pidana penipuan penggunaannya hanya untuk memenuhi permintaan pelapor guna mencapai kepentingannya. 5. Melakukan tindakan penyidikan 6. Penyusunan dan penyerahan berkas perkara Hasil dari kegiatan penyidikan yang dituangkan dalam administrasi penyidikan disusun dalam bentuk berkas bila perkara akan dihentikan penyidikannya dengan dikeluarkan surat perintah penghentikan penyidikan (SP3) atau bila perkara akan diserhakan ke penuntut umum. Bagi tersangka yang ditahan, penyusunan dan penyerahan berkas serta pernyataan kelengkapan berkas perkara menjadi hal yang harus diperhitungkan jangka waktu pelaksanaannya. Penyusunan berkas dan penyerahan berkas yang lambat dan bolak-baliknya berkas akibat belum dinyatakan lengkap dapat mengakibatkan tersangka yang ditahan harus dikeluarkan demi hukum. Hal ini menjadi permasalahan bagi penyidik dan mempengaruhi penilaian pimpinan terhadap kinerja penyidik bila tersangka tersebut harus keluar demi hukum karena ketidaktepatan tersangka tersebut yang diperkirakan akan melarikan diri bila dikeluarkan dari penahanan. 7. Pengawasan dan pengendalian penyidikan tindak pidana penipuan Pengawasan dan pengendalian perkara oleh atasan penyidik dan penyidik pembantu sangat berpengaruh terhadap

17 16 proses penyelesaian penyidikan tindak pidana. Kegiatan ini meliputi pendataan dalam buku tugas registrasi administrasi penyidikan, setiap kegiatan penyidikan yang dilakukan dengan melakukan penomoran setiap surat yang dikeluarkan sebagai dasar dilakukannya kegiatan penyidikan tersebut. B. Hambatan-Hambatan yang Dihadapi Penyidik dalam Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Penipuan Jual Beli Tanah yang Ditangani Oleh Polresta Surakarta Penyidik Polresta Surakarta mengalami beberapa hambatan dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana penipuan terkait dengan jual beli tanah tersebut, adalah sebagai berikut : 1. Membuktikan ada terjadinya peristiwa pidana Penyidik harus bisa membuktikan ada terjadinya peristiwa pidana atau syarat materil dari Pasal 378 KUHP. Penyidik harus bisa membuktikan unsur-unsur dari penipuan yaitu dengan memakai rangkaian kebohongan dan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sejumlah uang kepada tersangka, satu kata bohong belum bisa disebut kata bohong, penyidik harus bisa membuktikan minimal 2 (dua) kata bohong yang dikatakan oleh tersangka untuk meyakinkan korban bahwa tanah yang akan dibeli tidak bermasalah, sertifikat dapat segera dibalik nama dengan nama pembeli, sehingga terpenuhi unsur-unsur dari pasal penipuan tersebut dan penyidik bisa membuktikan adanya peristiwa pidana penipuan tersebut. 2. Sumber daya manusia penyidik atau penyidik pembantu Sumber daya manusia penyidik dan penyidik pembantu merupakan salah satu kendala dalam penyidikan, secara akademik penyidik dan penyidik pembantu pada Polresta Surakarta masih tamatan dari SMA, sedangkan orang yang diperiksa sebagai saksi maupun sebagai tersangka sudah sarjana. Masih ada penyidik dan penyidik pembantu yang belum mengikuti pendidikan kejuruan (Dikjur) Reskrim sehingga masih belum paham manajemen atau mekanisme penyidikan. 3. Saksi tidak dapat mengungkap peristiwa pidana

18 17 Saksi yang melihat, mendengar kejadian/peristiwa pidana tidak secara utuh keseluruhan peristiwa pidana mulai dari awal sampai akhir, sering tidak mampu mengungkap atau memberi keterangan secara lengkap peristiwa pidana, sehingga tidak dapat memberikan kesaksian yang dapat dipakai sebagai alat bukti. 4. Barang bukti yang ada kurang lengkap Alat bukti yang disertakan sebagai bukti sah tindak pidana harus lengkap, dan kurang kelengkapan itu juga merupakan salah satu sebab tersangka ditahan lagi, atau dapat diperpanjang jangka waktu penahanannya. C. Cara Mengatasi Hambatan-hambatan yang Dihadapi Penyidik dalam Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Penipuan Jual Beli Tanah yang Ditangani Oleh Polresta Surakarta Upaya yang dilakukan oleh Penyidik Reskrim Polresta Surakarta untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana penipuan jual beli tanah sebagai berikut: 1. Mencari dan membuktikan peristiwa pidana Upaya untuk membuktikan rangkaian kata bohong tersebut adalah penyidik harus mencari saksi yang melihat, mendengar sewaktu terjadinya tindak pidana penipuan tersebut. 2. Meningkatkan sumber daya manusia penyidik Peningkatan mutu sumber daya manusia penyidik atau penyidik pembantu Polresta Surakarta merupakan salah satu upaya menangani hambatan dalam pelaksanaan penyidikan, karena di butuhkan penyidik atau penyidik pembantu yang cerdas secara Akademik, bisa menganalisa suatu perkara dan melaksanakan penyidikan secara professional. Salah satu cara meningkatkan mutu sumber daya penyidik dan penyidik pembantu adalah mengarahkan anggota Unit Reskrim (penyidik pembantu) untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi (strata 1). 3. Saksi sebaiknya mengungkap peristiwa pidana yang dialami sendiri, terutama dalam bentuk-bentuk peristiwa pidana kejahatan penipuan. Saksi-saksi yang dipanggil dan diperiksa, sekurang-

19 18 kurangnya melihat dengan mata kepala sendiri sebagian rentetan atau pragmentasi dari peristiwa pidana yang sedang diperiksa. 4. Penyelesaian secara mediasi Salah satu upaya yang dilakukan oleh Polresta Surakarta adalah dengan cara mediasi, korban sebelum membuat Laporan Polisi di SPKT diupayakan penyelesaiannya melalui Bhabinkamtibmas, RT dan FKPM (Forum Kemitraan Polisi Masyarakat), melakukan penyelesaian secara mediasi pada tingkat Rukun tetangga (RT). Penyelesaian yang diselesaikan secara mediasi hanya untuk kerugian kecil, apabila diselesaikan secara hukum positif akan menimbulkan permasalahan baru dikemudian hari. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pelaksanaan penyidikan tindak pidana penipuan jual beli tanah yang ditangani oleh Polresta Surakarta melanggar Pasal 378 KUHP telah sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Pasal 7 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan, penyidik mempunyai kewenangan dalam proses pelaksanaan penyidikan tersebut. Terjadinya tindak pidana penipuan jual beli tanah diketahui karena adanya laporan. Tersangka dan barang bukti dibawa ke Polresta Surakarta. Penyidikan tindak pidana penipuan berdasarkan Laporan Polisi dari pelapor atau korban, penyidikan tindak pidana dimulai setelah Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) di terbitkan oleh penyidik. Tahap penyidikan dimulai dari pemanggilan saksi, meminta keterangan atau Berita Acara Pemeriksaan (BAP), penyitaan barang bukti, gelar penetapan tersangka, meminta keterangan atau Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tersangka, melengkapi Berkas Perkara dan melaksanakan Tahap I atau Pelimpahan Berkas Perkara. Setelah Jaksa Penuntut Umum menyatakan Berkas Perkara Lengkap (P21), maka penyidik segera melaksanakan tahap II atau pelimpahan tersangka dan barang bukti.

20 19 2. Hambatan-hambatan yang dihadapi penyidik dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana penipuan jual beli tanah yang ditangani oleh Polresta Surakarta dalam hal membuktikan ada terjadinya peristiwa pidana, sumber daya manusia penyidik atau penyidik pembantu, saksi tidak dapat mengungkap peristiwa pidana dan barang bukti yang ada kurang lengkap. 3. Cara mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi penyidik dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana penipuan jual beli tanah yang ditangani oleh Polresta Surakarta adalah mencari dan membuktikan peristiwa pidana, meningkatkan sumber daya manusia penyidik, saksi sebaiknya mengungkap peristiwa pidana yang dialami sendiri, terutama dalam bentuk-bentuk peristiwa pidana kejahatan penipuan, dan penyelesaian secara mediasi B. Saran 1. Guna mendukung proses penyidikan perlu penambahan personel/anggota penyidik. Peningkatan teknik yuridis bagi setiap penyidik maupun penyidik pembantu dalam menjalankan tugasnya sehingga memperlancar penyidikan dan hasil penyidikan (berkas perkara) dapat segera diserahkan kepada Penuntut Umum. 2. Apabila keterangan saksi tidak berhubungan dengan keperluan penyidikan apabila saksi tidak mengetahui dan melihat serta mendengar secara langsung suatu tindak pidana. Oleh karena itu saksi tindak pidana, dalam proses penyidikan harus diperlakukan berdasarkan hak-haknya sebagai saksi Pemeriksaan saksi-saksi harus melalui prosedur penyidikan yang benar sesuai tata cara penyidikan berdasarkan KUHAP. 3. Dalam hal membuktikan suatu kejahatan merek diharapkan pihak Kepolisian mampu benar-benar menguasai perkara ini dengan baik agar pelaku tindak pidana ini dapat dijerat menurut ketentuan Undang-undang yang berlaku.

21 20 DAFTAR PUSTAKA Buku: Adami Chazawi Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia. Malang: Bayumedia Publishing. Ananda, S Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika. Moeljatno Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta : Rineka Cipta. Moeljatno Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta. Muh. Abdul Kadir Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. PAF Lamintang dan C. Djasman Samosir Delik-delik Khusus. Bandung : Tarsito. PAF Lamintang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Dengan Pembahasan Secara Yuridis Menurut Yurisprodensi dan Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana. Bandung: Sinar Baru. PAF Lamintang Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Cipta Aditya Bakti. Peter Mahmud Marzuki Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Soerjono Soekanto Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. Sudrajat Bassar Tindak-tindak Pidana Tertentu di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Bandung : Remadja Karya. Suharto RM, Hukum Pidana Materiil (Unsur-unsur Objektif sebagai Dasar Dakwaan). Jakarta : Sinar Grafika. Wiryono Prodjodikoro Tindak-tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. Bandung: PT. Eresco. Perundang-undangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

KAJIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN YANG DILAKUKAN PEREMPUAN (STUDI DI POLRESTA SURAKARTA) JURNAL

KAJIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN YANG DILAKUKAN PEREMPUAN (STUDI DI POLRESTA SURAKARTA) JURNAL KAJIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN YANG DILAKUKAN PEREMPUAN (STUDI DI POLRESTA SURAKARTA) JURNAL Oleh : YOGO NUGROHO NPM: 11100074 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA 2016 KAJIAN PENYIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Banyak orang, terutama orang awam tidak paham apa arti Penipuan yang sesungguhnya, yang diatur oleh Kitab Undang-undang Hukum Pidana, khususnya Pasal 378, orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Umumnya tindak pidana atau pelanggaran hukum pidana didasari adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang mudah, jalan pintas serta mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang tidak dapat terelakkan akibat meningkatnya laju pertumbuhan kendaraan bermotor yang cukup tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah

Lebih terperinci

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN A. Hal-Hal Yang Menjadi Dasar Penyidik Memerlukan Keterangan Ahli Di Tingkat Penyidikan Terkait dengan bantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia adalah mendukung atau penyandang kepentingan, kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara merupakan suatu kumpulan dari masyarakat-masyarakat yang beraneka ragam corak budaya, serta strata sosialnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 28, Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral bangsa dan merugikan seluruh lapisan masyarakat, sehingga harus dilakukan penyidikan sampai

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu realita, bahwa proses sosial, ekonomi, politik dan sebagainya, tidak dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam masyarakat. Proses

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bukti Permulaan yang Cukup Istilah kesalahan ( schuld) adalah pengertian hukum yang tidak sama dengan pengertian harfiah:fout. Kesalahan dalam hukum pidana berhubungan dengan pertanggungjawaban,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Pencurian 1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Buku kedua, Bab XXII, Pasal 362 yang berbunyi:

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA) PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA) NASKAH HASIL PENELITIAN Disusun Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bentuk klasik perbuatan pidana pencurian biasanya sering dilakukan pada waktu malam hari dan pelaku dari perbuatan pidana tersebut biasanya dilakukan oleh satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA BERLANJUT

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA BERLANJUT KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus Putusan Nomor: 198 /Pid.B/2015/PN.Skt. & Putusan Nomor 145/Pid.B/2016/PN.Skt.)

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, termuat dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 perubahan ke-4. Ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan Undang-undang No. 8 tahun 1981 yang disebut dengan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menjelaskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA

BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA A. Peraturan Perundang-undangan Yang Dapat Dijadikan Penyidik Sebagai Dasar Hukum Untuk Melakukan Penanganan Tempat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Recchstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA Disusun Dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan lembaga yang menangani kasus tindak pidana korupsi di Indonesia maupun di Negara-negara lain. Pemberantasan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perubahan dalam masyarakat Indonesia yang kemudian dikenal sebagai krisis

PENDAHULUAN. perubahan dalam masyarakat Indonesia yang kemudian dikenal sebagai krisis A. Latar Belakang PENDAHULUAN Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang. Namun belakangan

Lebih terperinci

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA Yusup Khairun Nisa 1 Johny Krisnan 2 Abstrak Pembuktian merupakan hal terpenting dalam proses peradilan, proses ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT PASAL 365 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 1 Oleh : Fentry Tendean 2 ABSTRAK Pandangan ajaran melawan hukum yang metarial, suatu perbuatan selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum, artinya segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Penerapan hukum

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI Disampaikan dalam kegiatan Peningkatan Wawasan Sistem Manajemen Mutu Konsruksi (Angkatan 2) Hotel Yasmin - Karawaci Tangerang 25 27 April 2016 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat strukur sosial yang berbentuk kelas-kelas sosial. 1 Perubahan sosial

BAB I PENDAHULUAN. terdapat strukur sosial yang berbentuk kelas-kelas sosial. 1 Perubahan sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan serta pengaruh globalisasi di tengah masyarakat, ikut membuat perubahan yang pesat pada berbagai aspek kehidupan masyarakat mulai

Lebih terperinci

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA ABTRAKSI SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Untuk menjawab permasalahan tersebut diatas, diperlukan data dan informasi yang relevan terhadap judul dan perumusan masalah serta identifikasi masalah, untuk itu agar diperoleh

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN TERSANGKA PEREMPUAN YANG DILAKUKAN OLEH PENYIDIK POLRESTA SURAKARTA

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN TERSANGKA PEREMPUAN YANG DILAKUKAN OLEH PENYIDIK POLRESTA SURAKARTA PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN TERSANGKA PEREMPUAN YANG DILAKUKAN OLEH PENYIDIK POLRESTA SURAKARTA JURNAL PENELITIAN Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian berkembang, salah satu yang mulai tampak menonjol ialah banyaknya kejahatankejahatan yang terjadi

Lebih terperinci

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA 0 PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Karanganyar) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual

Lebih terperinci

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR 2.1. Penyidikan berdasarkan KUHAP Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan Penyelidik. Dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasar atas kekuasaan

Lebih terperinci

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana dibuat adalah untuk melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Mahkamah Agung dengan mengatur hak serta

Lebih terperinci

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo) PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA (Studi Kasus di Polres Sukoharjo) SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN POLTABES LOCUSNYA KOTA BESAR KEJAKSAAN NEGERI KOTA PENGADILAN NEGERI PERISTIWA HUKUM PENGADUAN LAPORAN TERTANGKAP TANGAN PENYELIDIKAN, PEYIDIKAN BAP Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang harus dapat ditegakkan hukumnya. Penghilangan nyawa dengan tujuan kejahatan, baik yang disengaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung meningkat. Semakin pintarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap konsumen atau pembeli. menggunakan berbagai cara dan salah satu caranya adalah berbuat curang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap konsumen atau pembeli. menggunakan berbagai cara dan salah satu caranya adalah berbuat curang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan diarahkan untuk mendukung tumbuhnya dunia usaha diharapkan mampu menghasilkan beraneka barang dan jasa yang pada akhirnya mampu untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan Dactyloscopy adalah ilmu yang mempelajari sidik jari untuk keperluan pengenalan kembali identifikasi orang dengan cara

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang bersifat tidak tertulis, merupakan pedoman bagi setiap individu tentang bagaimana selayaknya berbuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang berinteraksi dengan sesamanya. Dalam kenyataannya tidak ada manusia yang dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia hidup saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Undang Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Undang Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Undang Undang Dasar 1945. Membahas hukum tidak akan lepas dari manusia, karena hukum berperan sangat penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum yang diterapkan di Indonesia saat ini kurang memperhatikan kepentingan korban yang sangat membutuhkan perlindungan hukum. Bisa dilihat dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Dalam hukum acara pidana ada beberapa runtutan proses hukum yang harus dilalui, salah satunya yaitu proses penyidikan. Proses Penyidikan adalah tahapan-tahapan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu III. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan suatu cara yang dipergunakan dalam pelaksanaan suatu penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu permasalahan. Dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan zaman. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari interaksi antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di Indonesia dalam kehidupan penegakan hukum. Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri.

Lebih terperinci

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil. 12 A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang 1. Hukum pidana sebagai peraturan-peraturan yang bersifat abstrak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun

Lebih terperinci

KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH.

KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH. KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH www.siwalima.com Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Maluku Tenggara Barat (MTB), Holmes Matruty dan Pejabat Pelaksana

Lebih terperinci