BAB I PENDAHULUAN. tidak jarang dalam proses penyelesaiannya mengunakan cara-cara kekerasan baik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. tidak jarang dalam proses penyelesaiannya mengunakan cara-cara kekerasan baik"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan sengketa tanah atau yang lebih dikenal dengan konflik agraria di Indonesia telah menjadi sebuah permasalahan yang kompleks saat ini. Banyaknya kasus konflik agraria antara masyarakat, pengusaha dan pemerintah di berbagai daerah tidak kunjung terselesaikan. Konflik agraria yang terjadi di Indonesia mendapat perhatian yang serius dari kalangan masyarakat. Sebab, konflik agraria ini melibatkan hampir seluruh lapisan masyarakat sebagai pemeran konflik dan tidak jarang dalam proses penyelesaiannya mengunakan cara-cara kekerasan baik itu yang terjadi antar kelompok masyarakat maupun dengan pihak aparat negara dalam hal ini kepolisian dan TNI. Banyaknya kasus konflik agraria ini pun tidak ditunjang dengan penyelesaian dibawah peradilan hukum yang baik. Sehingga menimbulkan konflik yang berkepanjangan antara masyarakat, pengusaha dan pemerintah. Konsorium Pembaharuan Agraria tahun 2013 (dalam Pelanggaran Hak Asasi Petani dan Warisan Buruk Masalah Agraria Di Bawah Rezim SBY ) mencatat terdapat 369 konflik agraria dengan luasan mencapai hektar (Ha) dan melibatkan Kepala Keluarga (KK). Dengan jumlah korban mencapai 21 orang tewas, 30 tertembak, 130 menjadi korban penganiayaan serta 239 orang ditahan oleh aparat keamanan. Dengan kata lain, hampir setiap hari terjadi lebih dari satu konflik agraria di tanah air, yang melibatkan 383 KK (1.532 jiwa) dengan luasan wilayah konflik sekurang- 1

2 2 kurangnya Ha. Selain itu, Sepuluh besar provinsi dengan wilayah yang mengalami konflik agraria di tanah air tahun ini adalah: Sumatera Utara (10,84%), Jawa Timur (10,57%), Jawa Barat (8,94%), Riau (8,67%), Sumatera Selatan (26 kasus), Jambi (5,96%), DKI Jakarta (5,69%), Jawa Tengah (4,61%), Sulawesi Tengah (3,52%) dan Lampung (2,98%). Data tersebut hanya menampilkan peta sebaran konflik yang terjadi pada tahun ini, dan belum sepenuhnya menunjukkan bahwa provinsi tersebut memiliki konflik agraria terbanyak. Sebab, bisa jadi provinsi lain mengalami konflik agraria yang tinggi namun tidak meletus (laten) dalam peristiwa konflik agraria di tahun ini. Permasalahan agraria ini tidak pernah lepas dari sejarah panjang perkebunan yang dimulai oleh pemerintahan Belanda yang menjajah Indonesia kala itu. Munculnya perkebunan-perkebunan bentukan belanda yang terfokus pada monopoli dan kerja paksa menjadi titik awal munculnya persoalan ini. Pasca kemerdekaan, Indonesia menjadi sebuah negara baru yang dipimpin pemerintah Orde lama, mengalami kendala dalam berbagai bidang terutama perekonomian. Disisi lain, banyaknya kasus kepemilikan tanah yang sebelumnya masih dalam status ikatan penyewaan dengan pihak pemodal asing pada masa kolonial memberikan permasalahan baru dalam sistem agraria. Setelah 15 tahun merdeka, tepatnya 24 September 1960 lahirlah Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria yang kemudian dikenal dengan istilah UUPA (Gunawan Wiradi 2001:11). Isi dari UUPA 1960 dengan tegas ingin melepaskan diri dari bentuk tata kelola sumber daya alam yang sebelumnya diatur oleh pihak kolonial yang bersifat imperialistis dan monopolistis. Namun hal ini hanya berlangsung hingga

3 3 akhir era Demokrasi Terpimpin yang ditandai dengan munculnya penerbitan UU Kehutanan, UU Pertambangan, dan UU Penanaman Modal pada tahun 1967 yang semangatnya kembali pada corak yang ditinggalkan UUPA 1960 yang dalam R.Deden Dani Saleh (2012:117) Tumbangnya pemerintahan orde lama kemudian diganti dengan rezim orde baru mempunyai orientasi dalam hal peningkatan pertumbuhan perekonomian negara. Perekonomian negara yang stabil dipandang sebagai jaminan untuk membangun sebuah negara yang makmur dan kesejahteraan rakyat terjamin. Pemerintahan orde baru membuat sebuah kebijakan yang menitik beratkan pada sektor pertanian, migas, perkebunan dan kehutanan. Kebijakan ini kemudian memunculkan para pelaku ekonomi yang menginvestasikan modalnya diberbagai sektor tersebut. Orientasi pemerintahan Orde Baru yang lebih menekankan kepada pertumbuhan ekonomi mendorong negara salah satunya memacu perkembangan sektor perkebunan dalam penguasaan tanah. Penguasaan tanah oleh pihak pemerintah maupun swasta dilakukan untuk perluas lahan perkebunan. Lahan dengan status Tanah Negara kemudian dijadikan perkebunan negara atau diberikan kepada perusahaan-perusahaan perkebunan dalam bentuk HGU, Hak Pakai maupun hak lainnya. Persoalan yang muncul kemudian adalah konflik agraria yang terjadi antara pengusaha yang mempunyai HGU dengan rakyat yang telah lama menguasai lahan tersebut atau sering disebut sebagai tanah adat mereka bahkan tanah yang mempunyai surat resmi yang diberikan pada masa orde lama kepada masyarakatpun tidak luput dari perampasan Negara dengan dalih pembangunan. Kemudian tanah tersebut digunakan sebagai proyek perkebunan

4 4 oleh pemerintah atau diberikan HGU kepada pengusaha swasta Dianto Bachriadi dalam Prinsip-Prinsip Reforma Agraria (2001:230). Munculnya berbagai konflik agraria saat ini merupakan implikasi dari kebijakan-kebijakan pemerintah orde baru. Menurut Noer Fauzi dalam tulisannya yang berjudul Penghancuran Populisme dan Pembangunan Kapitalisme: Dinamika Politik Agraria Indonedia Pasca Kolonial dalam Reformasi Agraria (1997:115) terdapat sejumlah konflik agraria yang disebabkan oleh beberapa hal. Beberapa sebab terjadinya konflik itu adalah: 1. Pemerintah yang mewajibkan petani untuk mempergunakan unsur-unsur Revolusi Hijau untuk tercapainya target swasembada beras. 2. Perkebunan-perkebunan yang mengambil alih lahan yang sebelumnya dikuasai oleh rakyat. 3. Pemerintah melakukan pengambilalihan tanah untuk yang dinyatakan sebagai program pembangunan baik oleh pemerintah sendiri maupun pihak swasta. 4. Konflik akibat industri pertambangan dan kehutanan. Terkait dengan konflik agraria yang terjadi di Sumatera Utara khususnya Deli Serdang, pembahasan selanjutnya dikerucutkan pada poin ketiga yaitu pengambilalihan lahan oleh pemerintah dengan dalih program pembangunan. Hal ini terkait dengan awal terjadinya konflik agraria antara Petani Persil IV dengan PTPN II di daerah tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Noer Fauzi selanjutnya, program pembangunan oleh pemerintahan orde baru membutuhkan tanah sebagai lahan untuk membangun pabrik, irigasi, pembangkit lstrik, real estate dan lain

5 5 sebagainya. Untuk itu dalam mendapatkan tanah yang luas pemerintah secara langsung turun tangan membersihkan rintangan yang menghalangi jalannya pembangunan. Campur tangan pemerintah memberi sedikit tekanan kepada para petani sehingga mereka menyerahkan tanah untuk digunakan oleh pemerintah dengan dalih pembangunan. Hal ini dikarenakan otoritarisme yang merupakan ciri politik rezim orde baru menghilangkan kekuatan politik masyarakat dan memusatkan kekuasaan hanya pada pemerintah. Bangkitnya otoritarisme di jaman orde baru berlaku menyeluruh, bukan hanya dibidang politik agraria. Menurut Mas oed 1989 dalam Reformasi Agraria (1997:89) kebangkitan otoritarisme masa Orde Baru dikarenakan oleh tiga hal pokok, pertama, kondisi struktural serta krisis politik dan ekonomi yang diwarisi rejim Soekarno; kedua, koalisi kekuasaan dominan yang mendukung rejim Orde Baru; dan ketiga cara pimpinan koalisi baru itu menantang dan menanggapi berbagai tantangan dan kesempatan tertentu. Tumbangnya kekuasaan Rezim orde baru pada tahun 1998 ternyata memberikan angin segar bagi sebagian kelompok masyarakat yang selama ini hak-haknya dirampas tidak terkecuali para petani persil IV. Tanah para petani Persil IV yang sebelumnya digunakan oleh pemerintah orde baru kemudian diambil alih oleh petani yang dulunya adalah milik mereka. Namun, pengambilalihan lahan oleh Petani Persil IV ini tentu saja tidak berjalan lancar. Dalam mendapatkan kembali tanahnya, Petani Persil IV ini harus berseteru menghadapi PTPN II. Sebab tanah tersebut telah digunakan oleh PTPN II Yang jelas-jelas tidak termasuk dalam HGU. Perjuangan para petani ini dalam mendapatkan lahan pertanian mereka telah menggunakan jalur hukum sebagai

6 6 jalur perjuangan yang legal. Namun, jalur hukum yang mereka tempuh tidak membuahkan hasil yang baik. Sehingga para petani tersebut memilih alternatif lain dalam memperjuangkan haknya yaitu pendudukan lahan yang dilakukan hingga saat ini. Pada tahun 1940 rakyat telah menguasai tanah dan mendirikan bangunan rumah sebagai tempat tinggal dan menanam berbagai tanaman seperti Pohon Durian, Jengkol, Petai, Pisang, Jagung, Padi dan berbagai tanaman lainnya sebagai mata pencaharian mereka sebagai petani. Selanjutnya oleh Negara tanah tersebut dilegalisasi menjadi milik rakyat dengan alas hak sebagai TANAH SUGUHAN Persil IV, seluas lebih kurang 600 Ha, yang meliputi diwilayah Desa Limau Mungkur, Dusun Batuktak Desa Lau Barus dan Dusun Tungkusan desa Tadukan Raga. Akan tetapi pada tahun 1972 masa pemerintahan rezim Orde Baru tanpa alasan yang sah secara hukum, sebagian besar tanah tersebut, yaitu seluas lebih kurang 525 Ha, telah diambil atau dikuasai oleh PTPN IX secara paksa (sekarang PTPN II) dengan cara mengusir bangunan rumah tempat tinggal rakyat hingga sampai hancur dan rata dengan tanah, menebang pohon dan tanamantanaman yang telah ditanam rakyat sebagai mata pencaharian hidup di atas tanah tersebut, yang mengakibatkan rakyat dan anak-anak mereka terlantar sebab kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian. Bahkan pihak PTPN II dengan seenaknya menanam pohon sawit dan karet dan hasilnya mereka nikmati tanpa mempedulikan alas hak dan kehidupan rakyat beserta keluarganya. Karena pada masa itu kondisi politik dalam negeri tidak memungkinkan untuk melakukan perlawanan atas tindakan semena-mena tersebut, akibatnya rakyat merasakan penderitaan yang cukup panjang. Setelah menunggu cukup lama sampai akhirnya

7 7 pecah reformasi tahun 1998 peluang untuk mengambil kembali tanah yang dirampas tersebut terbuka, dengan terlaksananya Pertemuan Dengar Pendapat Komisi A DPRD Tk. II Kabupaten Deli Serdang yang pada saat itu dihdiri oleh Kepala Kantor Pertanahan DS., ADM PTPN II (Persero) Kebun Limau Mungkur, Camat Kec. STM. Hilir, Kades. Tadukan Raga, Kades. Limau Mungkur, dan Kades. Lau Barus Baru tentang permasalahan tanah rakyat pada tanggal 27 Oktober 1998, dimana telah menyebutkan beberapa poin diantaranya yaitu tanah seluas lebih kurang 922 Ha tersebut tetap menjadi milik rakyat. Oleh karena tanah seluas 922 Ha yang menjadi sengketa berada diluar areal tanah Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II, pada tahun 1999 tepatnya saat Replanting, tanah tersebut telah diusahakan oleh rakyat sebagai alat produksi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Beberapa bulan berselang PTPN II kembali mengambil alih paksa tanah dengan membabat habis tanaman palawija bahkan beberapa orang petani juga menjadi korban. Melihat kejadian itu rakyat melakukan gugatan Perdata kepada pihak PTPN II untuk mengembalikan tanah serta membayar ganti rugi peminjaman yang ditaksir sebesar 2,5 milyar rupiah lebih per tahun sejak tahun 1972 sampai ganti rugi tersebut dipenuhi. Selain dari tuntutan diatas, rakyat juga menuntut ganti rugi sebesar 500 milyar rupiah karena dianggap telah melanggar Hak Azasi Manusia. Dengan tuntutan seperti itu maka PTPN II melakukan banding sampai akhirnya mereka mengajuakn Peninjauan Kembali atas putusan Mahkamah Agung. Pada tahun 2005 rakyat kembali melakukan gugatan melalui pengadilan negeri Lubuk Pakam dengan No. 69/PDT.G/2005?PN-LP yang memutuskan bahwa tanah tersebut adalah milik rakyat akan tetapi kembali lagi diajukan banding oleh PTPN

8 8 II dengan dalil bahwa pohon yang tumbuh diatas tanah tersebut adalah milik PT. Secara otomatis tanah tersebut belum dipastikan milik siapa (terperkara) sehingga kedua pihak tidak boleh menguasai lahan. Namun tindakan sepihak telah dilakukan PTPN II melalui Perjanjian dalam bentuk Kerja Sama Operasional (KSO) dengan Pihak Ketiga dengan isi perjanjian untuk memanen kelapa sawit diatas tanah terperkara tersebut. Hal ini adalah tindakan melawan hukum. Masyarakat yang merasa dirugikan segera memasuki lahan dan mencoba menguasai tanah yang mereka anggap adalah milik mereka dengan alas hak yang sah menurut hukum. Akan tetapi di lapangan masyarakat mendapat halangan dari pihak aparat kepolisian dan TNI yang belum jelas alasannya mereka berada di lokasi tersebut. Bahkan Aparat Kepolisian yang ada melakukan penangkapan beberapa warga yang mencoba memanen sawit. Dengan senjata lengkap aparat, akhirnya masyarakat dipaksa mundur dari lahan, dan pihak ketiga tersebut secara bebas melakukan aktivitas memanen. Masyarakat kembali melakukan perlawanan dengan menghadang truk pengangkut buah sawit dengan berbaris tanpa senjata. Karena supir takut menabrak masyarakat yang sebagian besar adalah kaum ibu, maka kendali diambil alih oleh salah satu aparat polisi dan serta merta menabrak masyarakat yang melakukan perlawanan dan akhirnya 3 orang ibu-ibu menjadi korban dan harus dibawa kerumah sakit. Kejadian ini lantas membuat masyarakat sekitar menjadi trauma untuk datang ke lahan, bahkan nyaris ingin melupakan haknya atas tanah. Sampai saat ini rakyat terus di intimidasi dengan aksi-aksi militerisme oleh kepolisiaan dan oknum TNI. ( Dokumentasi SMAPUR).

9 9 Sepanjang terjadinya konflik agraria di beberapa daerah, tentu saja perlawanan yang dilakukan para petani terhadap perampas tanah mereka berbeda. Tidak terkecuali pada konflik agraria yang terjadi di Kecamatan STM HILIR antara Petani Persil IV dengan PTPN II. Di mana konflik agraria ini melibatkan perempuan sebagai salah satu pelaku konflik. Keterlibatan kaum perempuan dalam konflik agraria antara Petani Persil IV dengan PTPN II menjadi sebuah perjuangan yang menarik untuk diperbincangkan. James C. Soutt dalam hasil penelitian sistematis STPN (2012:84) mengungkapkan bahwa perempuan sebagai pengelola rumah tangga yang tinggal di dalam rumah menerima dampak paling berat dari tekanan hidup akibat sengketa tanah. Selanjutnya James menjelaskan dengan ketiadaan penghasilan utama yang diakibatkan oleh hilangnya lahan pertanian mengharuskan perempuan untuk mencari siasat guna menyediakan kebutuhan pangan keluarganya. Penjelasan James tersebut tidak menutup kemungkinan hal itu menjadi salah satu dasar alasan perempuan untuk ikut serta sebagai salah satu pemeran dalam konflik agraria. Secara alami perempuan berpandangan bahwa ketika terjadi sengketa tanah yang melibatkan lahan pertanian mereka berdampak pada kebutuhan hidup keluarga. Sehingga sebagai salah satu anggota keluarga, perempuan juga mempunyai kewajiban untuk ikut serta dalam memperjuangkan hak atas tanah mereka. Dalam banyak dokumentasi yang melibatkan perempuan dalam sengketa tanah dan penggusuran lahan saat ini, penempatan perempuan di garda terdepan menjadi sebuah bentuk perlawanan baru. Penempatan perempuan dijadikan sebagai salah satu upaya mengusir petugas yang berusaha mengambil lahan mereka. Dengan asumsi bahwa petugas pengambilalihan lahan adalah mayoritas

10 10 laki-laki maka ketika berhadapan dengan perempuan, kelelakian mereka merasa terganggu Dian Aries Mujiburohman dkk. dalam hasil penelitan sistematis STPN (2012:84). Kemudian perempuan menjadi sebuah senjata yang melibatkan aspek psikologis dan naluri laki-laki yang tentu saja mempunyai hubungan dengan perempuan sebagai anak, cucu, kakak dan adik. Sehingga dalam upaya pengambilan lahan petani oleh petugas mengalami penundaan. Peranan perempuan yang ikut menyuarakan perampasan tanah mereka merupakan salah satu bukti eksistensi gerakan perempuan Indonesia. Terlepas dari isu-isu kesetaraan gender, anti diskriminasi dan lain sebagainya yang disuarakan oleh gerakan feminis di dalam masyarakat. Hal positif yang terjadi adalah perempuan telah menjadi sebuah kekuatan baru bagi segenap perjuangan di dalam konflik agraria tersebut. Melalui gerakan ini pula, pandangan tentang perempuan setidaknya memberikan kesan yang berbeda. Perempuan tidak lagi dipandang sebagai penunggu yang berada di dalam rumah dari tetapi secara aktif mereka ikut berjuang bersama-sama. Seperti halnya pada konflik agraria di Deli Serdang ini, keikutsertaan perempuan tidak hanya berada di balik layar yang hanya memberikan dukungan moral. Keterlibatan perempuan yang berperan dalam konflik agraria ini menggalang kekuatan mereka dengan bergabung bersama Petani Persil IV. Secara umum perempuan yang dipandang sebagai anggota masyarakat yang lemah berubah menjadi sebuah senjata baru dalam perlawanan mereka. Peranan perempuan sebagai salah satu anggota petani dilakukan dengan keikutsertaan mereka berdemonstrasi dan pendudukan lahan. Selain itu, perempuan yang tergabung dalam Petani Persil IV ini ikut serta dalam merumuskan bentuk

11 11 perlawanan yang mereka lakukan. Keberadaan perempuan yang bersama-sama menggalang kekuatan dengan kaum laki-laki yang tergabung dalam Petani Persil IV ini menjadi sebuah harapan untuk lebih didengarkan dalam menyuarakan permasalahan mereka. Beberapa bentuk perjuangan perempuan dalam konflik agraria telah banyak didokumentasikan, namun sejauh ini belum banyak peneliti yang mengupas sejauh mana keterlibatan perempuan didalamnya. Untuk itu, penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran tentang bentuk peranan dan keterlibatan aktif perempuan di dalamnya. Selain itu penelitian ini hendaknya mampu pula memberikan uraian tentang berbagai kegiatan dan peranan dalam merumuskan perjuangan mereka ditengah-tengah para kaum laki-laki sebagai upaya dalam mempertahankan hak atas tanah mereka Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan pada latar belakang diatas, perlu dilakukan pembatasan masalah yang dirumuskan dalam beberapa pertanyaan, yaitu: 1. Bagaimanakah peranan perempuan dalam konflik agraria antara Petani Persil IV dengan PTPN II di Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang (Desa Limau Mungkur, Dusun Batuktak, Desa Lau Barus, dan Dusun Tungkusan Desa Tadukan Raga)? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perempuan terlibat dalam konflik agraria Petani Persil IV dengan PTPN II di Kecamatan STM Hilir

12 12 Kabupaten Deli Serdang (Desa Limau Mungkur, Dusun Batuktak Desa Lau Barus dan Dusun Tungkusan Desa Tadukan Raga)? 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Dalam sebuah penelitian tentunya mempunyai tujuan dilakukannya penelitian tersebut. Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk menganalisis peranan perempuan dalam konflik agraria Petani Persil IV dengan PTPN II di Desa Limau Mungkur, Dusun Batuktak, Desa Lau Barus dan Dusun Tungkusan Desa Tadukan Raga, Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang 2. Untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi perempuan terlibat dalam konflik agraria Petani Persil IV dengan PTPN II di Desa Limau Mungkur, Dusun Batuktak Desa Lau Barus dan Dusun Tungkusan Desa Tadukan Raga, Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan mafaat, antara lain: a. Manfaat teoritis: 1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang gerakan perempuan dalam konflik agraria. 2. Sebagai bahan pertimbangan dan perbandingan terhadap penelitian sebelumnya mengenai peranan perempuan dalam konflik agraria.

13 13 3. Hasil penelitian ini daharapkan menjadi salah satu sumber informasi terhadap penelitian selanjutnya. b. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kemampuan penulis dalam membuat karya tulis ilmiah tentang peranan perempuan dalam konflik agraria.

BAB I PENDAHULUAN. Baik dari perspektif hukum (hukum tanah dan hukum adat) maupun sosial ekonomi. Ketika

BAB I PENDAHULUAN. Baik dari perspektif hukum (hukum tanah dan hukum adat) maupun sosial ekonomi. Ketika BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Masalah Persengketaan lahan adalah satu kajian studi yang hingga kini menarik untuk diteliti. Baik dari perspektif hukum (hukum tanah dan hukum adat) maupun sosial

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Sejarah lahan tanah jaluran di Sumatera Timur bermula dari kedatangan onderneming swasta yang dimulai oleh J. Nienhuys yang mampu menghasilkan 50 bal tembakau dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris tentu menggantungkan masa depannya pada pertanian. Hal ini dibuktikan oleh banyaknya penduduk Indonesia yang tinggal di perdesaan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat investasi yang sangat menguntungkan. Keadaan seperti itu yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat investasi yang sangat menguntungkan. Keadaan seperti itu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah bagian dari bumi yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa untuk memenuhi kebutuhan papan dan lahan yang menjadikan tanah sebagai alat investasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang tidak seimbang. Dari ketidakseimbangan antara jumlah luas tanah

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang tidak seimbang. Dari ketidakseimbangan antara jumlah luas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan tanah adalah dua unsur yang tak dapat di pisahkan. Bahkan saat manusia mati pun tanah masih sangat diperlukan oleh manusia. Dari pernyataan itu dapat

Lebih terperinci

FORMAT KASUS - KOMPREHENSIF

FORMAT KASUS - KOMPREHENSIF NO. REC. KASUS: 16 KASUS: SENGKETA TANAH PERHUTANI DESA NGEREANAK, KECAMATAN SINGOROJO, KABUPATEN KENDAL. DESKRIPSI: Sejarah Penguasaan Tanah Sebelum masuknya Belanda ke Indonesia Sejarah terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara agraris yang berarti bahwa penduduknya sebagian besar berprofesi sebagai petani dan pendapatan nasional sebagian besar bersumber dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang terbentang luas, terdiri dari pulau-pulau yang besar

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang terbentang luas, terdiri dari pulau-pulau yang besar BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang masalah Negara Indonesia yang terbentang luas, terdiri dari pulau-pulau yang besar dan kecil, serta masyarakatnya mempunyai beraneka ragam agama, suku bangsa, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan rejim ekonomi politik di Indonesia yang terjadi satu dasawarsa terakhir dalam beberapa hal masih menyisakan beberapa permasalahan mendasar di negeri ini.

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 51 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 6.1 Keragaman Penguasaan Lahan Penguasaan lahan menunjukkan istilah yang perlu diberi batasan yaitu penguasaan dan tanah.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan

I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma agraria merupakan jawaban yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan pembangunan pedesaan di berbagai belahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Sesuai penegasan Kepala BPN RI: Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) bukanlah sekedar proyek bagi-bagi tanah, melainkan suatu program terpadu untuk mewujudkan keadilan sosial dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 771/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 771/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 771/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mobilitas penduduk merupakan program yang dicanangkan oleh pemerintah

I. PENDAHULUAN. Mobilitas penduduk merupakan program yang dicanangkan oleh pemerintah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mobilitas penduduk merupakan program yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia ketika Indonesia merdeka untuk meratakan penduduk sehingga penduduk tidak akan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa penghadangan terhadap tentara Jepang di daerah Kubang Garut oleh

Lebih terperinci

BAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA

BAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA BAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA Perkembangan sejarah hukum agraria di Indonesia, dapat dilihat dalam 4 (empat) tahapan, yaitu tahap Indonesia sebelum merdeka (masa kolonial), tahap Pemerintahan

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 276 PK/Pdt/2005

P U T U S A N No. 276 PK/Pdt/2005 P U T U S A N No. 276 PK/Pdt/2005 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata dalam peninjauan kembali telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara

Lebih terperinci

SIARAN PERS Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Eksekutif Daerah Papua (Walhi Papua) & Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia

SIARAN PERS Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Eksekutif Daerah Papua (Walhi Papua) & Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia SIARAN PERS Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Eksekutif Daerah Papua (Walhi Papua) & Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia PELIBATAN PENYANDANG DANA, DALAM KONFLIK PTPN II DAN MASYARAKAT DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan kemakmuran masyarakat telah menempuh berbagai cara diantaranya dengan membangun perekonomian yang kuat, yang

Lebih terperinci

GERAKAN PETANI MELAWAN PTPN II DALAM MEMPERJUANGKAN KEPEMILIKAN TANAH DESA SEI LITUR TASIK KECAMATAN SAWIT SEBERANG KABUPATEN LANGKAT

GERAKAN PETANI MELAWAN PTPN II DALAM MEMPERJUANGKAN KEPEMILIKAN TANAH DESA SEI LITUR TASIK KECAMATAN SAWIT SEBERANG KABUPATEN LANGKAT GERAKAN PETANI MELAWAN PTPN II DALAM MEMPERJUANGKAN KEPEMILIKAN TANAH DESA SEI LITUR TASIK KECAMATAN SAWIT SEBERANG KABUPATEN LANGKAT SKRIPSI Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku Bangsa Gayo menurut daerah kediaman dan tempat tinggalnya dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut Tawar, Gayo Linge yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk

BAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Tanah dapat digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk sandang, pangan dan

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA Mendorong Pengakuan, Penghormatan & Perlindungan Hak Masyarakat Adat di Indonesia Dosen : Mohammad Idris.P, Drs, MM Nama : Devi Anjarsari NIM : 11.12.5833 Kelompok : Nusa Jurusan : S1 SI SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik

I. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman manusia Indonesia hidup bertani dan menetap, dimulai pola penguasaan tanah secara adat dan berlangsung turun temurun tanpa memiliki tanda bukti kepemilikan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. buminya yang melimpah ruah serta luasnya wilayah negara ini. Kekayaan

I. PENDAHULUAN. buminya yang melimpah ruah serta luasnya wilayah negara ini. Kekayaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya, hasil buminya yang melimpah ruah serta luasnya wilayah negara ini. Kekayaan alam yang dimiliki

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 138/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 138/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 138/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan I. PEMOHON 1. Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS); 2. Perkumpulan Sawit Watch; 3. Aliansi Petani Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1.Latar Belakang. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah, sebab tanah

BAB I PENGANTAR. 1.1.Latar Belakang. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah, sebab tanah 1 BAB I PENGANTAR 1.1.Latar Belakang Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah, sebab tanah mempunyai arti dan peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Tanah tidak hanya bernilai ekonomis

Lebih terperinci

KONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) alam memiliki nilai sosial

KONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) alam memiliki nilai sosial KONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) 1. Tanah sebagai salah satu sumberdaya alam memiliki nilai ekonomis serta memiliki nilai sosial politik dan pertahanan keamanan yang tinggi. 2. Kebijakan pembangunan pertanahan

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB VI LANGKAH KE DEPAN BAB VI LANGKAH KE DEPAN Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion 343 344 Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion LANGKAH LANGKAH KEDEPAN Seperti yang dibahas dalam buku ini, tatkala Indonesia memasuki

Lebih terperinci

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 39 BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 5.1 Penguasaan Lahan Pertanian Lahan pertanian memiliki manfaat yang cukup besar dilihat dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diaktualisasikan dalam bingkai formulasi kebijakan sosio-politis yang

I. PENDAHULUAN. diaktualisasikan dalam bingkai formulasi kebijakan sosio-politis yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi sebuah wacana penting dalam ranah civil society. Bagi Indonesia, wacana HAM diterima, dipahami, dan diaktualisasikan dalam bingkai

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 42 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Gambaran Umum Desa Pangradin Desa Pangradin adalah salah satu dari sepuluh desa yang mendapatkan PPAN dari pemerintah pusat. Desa Pangradin memiliki luas 1.175 hektar

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 126/PID/2013/PT-Mdn.

P U T U S A N Nomor : 126/PID/2013/PT-Mdn. P U T U S A N Nomor : 126/PID/2013/PT-Mdn. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ---- PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam peradilan tingkat banding, telah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pada bab ini peneliti akan menyajikan kesimpulan yang berkaitan dengan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pada bab ini peneliti akan menyajikan kesimpulan yang berkaitan dengan 144 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pada bab ini peneliti akan menyajikan kesimpulan yang berkaitan dengan peranan perkebunan dalam kehidupan buruh penyadap karet di perkebunan PT Telaga Kantjana

Lebih terperinci

BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA

BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA Perkembangan Hukum (agraria) yang berlaku di suatu negara, tidak dapat dilepaskan dari politik agraria yang diberlakukan dan atau dianut oleh Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alasan kemunculan hukum, namun dalam usaha-usaha memberikan jawaban akan hukum

BAB I PENDAHULUAN. alasan kemunculan hukum, namun dalam usaha-usaha memberikan jawaban akan hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Para pemerhati dan pemikir hukum belum ada satu pandangan dalam melihat alasan kemunculan hukum, namun dalam usaha-usaha memberikan jawaban akan hukum itu diadakan

Lebih terperinci

Hutan negara yang masih rimba alam, dibiarkan begitu saja selama bertahun-tahun

Hutan negara yang masih rimba alam, dibiarkan begitu saja selama bertahun-tahun Hutan negara yang masih rimba alam, dibiarkan begitu saja selama bertahun-tahun Pembangunan daerah pesisir yang masih terbelakang di wilayah Pantai Barat Kabupaten Madina dimulai dengan pelepasan puluhan

Lebih terperinci

BAB VII PERSEPSI MASYARAKAT LOKAL DI DESA PANGRADIN TERHADAP PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN)

BAB VII PERSEPSI MASYARAKAT LOKAL DI DESA PANGRADIN TERHADAP PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN) 83 BAB VII PERSEPSI MASYARAKAT LOKAL DI DESA PANGRADIN TERHADAP PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN) 7.1 Persepsi Masyarakat Umum Desa Pangradin Terhadap Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN)

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Malaka membuat jalur perdagangan beralih ke pesisir barat Sumatra.

BAB V KESIMPULAN. Malaka membuat jalur perdagangan beralih ke pesisir barat Sumatra. BAB V KESIMPULAN Sumatra Barat punya peran penting dalam terbukanya jalur dagang dan pelayaran di pesisir barat Sumatra. Berakhirnya kejayaan perdagangan di Selat Malaka membuat jalur perdagangan beralih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun

BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma Agraria merupakan penyelesaian yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan ketahanan pangan, dan pengembangan wilayah pedesaan di

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. didukung berbagai sumber lainnya, menunjukkan bahwa terjadinya kontinuitas

BAB V KESIMPULAN. didukung berbagai sumber lainnya, menunjukkan bahwa terjadinya kontinuitas BAB V KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dari temuan penelitian di lapangan dan didukung berbagai sumber lainnya, menunjukkan bahwa terjadinya kontinuitas penguasaan tanah ulayat oleh negara sejak masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pada uraian yang telah diuraikan pada bab hasil dan

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pada uraian yang telah diuraikan pada bab hasil dan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada uraian yang telah diuraikan pada bab hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertian dari kemajemukan identitas perempuan adalah identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Konflik dan tindakan kekerasan dalam kehidupan manusia sekarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Konflik dan tindakan kekerasan dalam kehidupan manusia sekarang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik dan tindakan kekerasan dalam kehidupan manusia sekarang ini semakin meningkat bahkan tidak sedikit korban yang berjatuhan. Secara khusus dalam Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politik. Oleh karena itu, ketersediaan beras yang aman menjadi sangat penting. untuk mencapai ketahanan pangan yang stabil.

BAB I PENDAHULUAN. politik. Oleh karena itu, ketersediaan beras yang aman menjadi sangat penting. untuk mencapai ketahanan pangan yang stabil. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Beras sebagai salah satu bahan pangan pokok memiliki nilai strategis dan mempunyai pengaruh yang besar dalam bidang ekonomi, lingkungan dan sosial politik.

Lebih terperinci

BAB II DESA SIDODADI BATU 8 SEBELUM MUNCULNYA USAHA BATU BATA. Desa ini berdampingan dengan desa-desa lain yang berada pada Kecamatan Pagar

BAB II DESA SIDODADI BATU 8 SEBELUM MUNCULNYA USAHA BATU BATA. Desa ini berdampingan dengan desa-desa lain yang berada pada Kecamatan Pagar BAB II DESA SIDODADI BATU 8 SEBELUM MUNCULNYA USAHA BATU BATA 2.1. Letak Geografis Desa Sidodadi Batu 8 adalah salah satu desa yang berada pada Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

Idham Arsyad Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria

Idham Arsyad Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria Idham Arsyad Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria Reforma Agraria, Jalankeluardarisejumlahpersoalanagrariayang mendasaryang menjadipangkaldarikemiskinanrakyat Indonesia, yang dilakukan dengan

Lebih terperinci

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN DISAMPAIKAN OLEH PROF. DR. BUDI MULYANTO, MSc DEPUTI BIDANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM KEMENTERIAN AGRARIA, TATA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik pada masyarakat di masa mendatang. Pembangunan ekonomi

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik pada masyarakat di masa mendatang. Pembangunan ekonomi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan tingkat kesejahteraan yang lebih baik pada masyarakat di masa mendatang. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan

Lebih terperinci

FORMAT KASUS - KOMPREHENSIF

FORMAT KASUS - KOMPREHENSIF NO. REC. KASUS: 15 KASUS: SENGKETA TANAH PERHUTANI DI DESA KALIREJO, KEC.SINGOROJO,KAB.KENDAL DESKRIPSI: Menurut penuturan warga, mereka mempercayai adanya seseorang yang dianggap sebagai sesepuh desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterlibatan ibu rumah tangga dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat. Kompleksnya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan tanah. Tanah sangat penting bagi manusia sebagi tempat

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan tanah. Tanah sangat penting bagi manusia sebagi tempat A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup, serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kapur barus dan rempah-rempah, jauh sebelum bangsa Barat datang ke Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kapur barus dan rempah-rempah, jauh sebelum bangsa Barat datang ke Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada hakikatnya, Indonesia telah mengenal sistem kebun sebagai sistem perekonomian tradisional dengan penanaman tanaman-tanaman seperti kopi, lada, kapur barus dan rempah-rempah,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. ± 30 km atau sekitar 2 jam jarak tempuh, sementara menuju Kabupaten Aceh

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. ± 30 km atau sekitar 2 jam jarak tempuh, sementara menuju Kabupaten Aceh BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Kondisi Geografis Desa Suka Damai merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Gereudong Pase, Kabupaten Aceh Utara. Ibu kota kecamatan ini berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. 1 Oleh karena itu, pencaharian bertani dan berkebun, 2

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. 1 Oleh karena itu, pencaharian bertani dan berkebun, 2 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bidang perkebunan merupakan salah satu bidang yang termasuk ke dalam sumber daya alam di Indonesia yang memiliki peranan strategis dan berkontribusi besar

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Jabatan : H.

Lebih terperinci

Community Development di Wilayah Lahan Gambut

Community Development di Wilayah Lahan Gambut Community Development di Wilayah Lahan Gambut Oleh Gumilar R. Sumantri Bagaimanakah menata kehidupan sosial di permukiman gambut? Pertanyaan ini tampaknya masih belum banyak dibahas dalam wacana pengembangan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia, namun selama ini selalu dirahasiakan atau ditutup-tutupi oleh keluarga maupun

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN Oleh : Ir. Iwan Isa, M.Sc Direktur Penatagunaan Tanah Badan Pertanahan Nasional PENGANTAR Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa untuk kesejahteraan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah. Manusia hidup di atas

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah. Manusia hidup di atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia ialah karena kehidupan manusia itu sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah. Manusia hidup di atas tanah dan

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada IV. LOKASI PENELITIAN A. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada dinaungan Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan Perda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kawasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kawasan hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kawasan hutan atau hutan tropis yang cukup luas di dunia. Kawasan hutan di Indonesia mencapai ±137,09 Juta ha

Lebih terperinci

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Pemerintah Kabupaten, Provinsi dan Kementerian melaksanakan kebijakan

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Pemerintah Kabupaten, Provinsi dan Kementerian melaksanakan kebijakan 156 V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pemerintah Kabupaten, Provinsi dan Kementerian melaksanakan kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melarat, dan mereka yang berada ditengah tengahnya. Uraian yang dikemukakan Aristoteles itu

BAB I PENDAHULUAN. melarat, dan mereka yang berada ditengah tengahnya. Uraian yang dikemukakan Aristoteles itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak terjadi perubahan dalam kehidupan, kehidupan yang berlangsung di dunia bersifat dinamis. Namun, kita dapat mengetahui perubahan-perubahan yang telah terjadi

Lebih terperinci

28/01/2013 MODEL PEMBANGUNAN YANG MENYIMPANG DARI KONSTITUSI : Landasan Perjuangan P.Agraria: Masyarakat Adil dan Makmur. Pembukaan UUD 1945

28/01/2013 MODEL PEMBANGUNAN YANG MENYIMPANG DARI KONSTITUSI : Landasan Perjuangan P.Agraria: Masyarakat Adil dan Makmur. Pembukaan UUD 1945 MODEL PEMBANGUNAN YANG MENYIMPANG DARI KONSTITUSI : Landasan Perjuangan P.Agraria: Pembukaan UUD 1945 UUD 1945 Pasal 33 ayat 2 &3 UU Pokok Agraria No.5 1960 Area Penyimpangan Konstitusi menuju era Deregulasi,

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM GUNAWAN SASMITA DIREKTUR LANDREFORM ALIANSI PETANI INDONESIA JAKARTA 10 DESEMBER 2007 LANDASAN FILOSOFI TANAH KARUNIA TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PNDAHULUAN. Jepang dalam Perang Raya Asia Timur tahun Namun, ditengah tengah

BAB I PNDAHULUAN. Jepang dalam Perang Raya Asia Timur tahun Namun, ditengah tengah 1 BAB I PNDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemerdekaan Indonesia diperoleh dengan perjuangan yang tidak mudah. Perjuangan tersebut lebih dikenal dengan sebutan revolusi nasional Indonesia. Revolusi nasional

Lebih terperinci

IMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA. Istiana Heriani*

IMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.64 No.2 April 2015 halaman 14-20 14 IMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA Istiana Heriani* ABSTRAK Kepemilikan hak atas tanah merupakan hak dasar yang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG FRONT NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG FRONT NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG FRONT NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu diadakan suatu gerakan rakyat, yang bersendikan demokrasi terpimpin,

Lebih terperinci

Negara Jangan Cuci Tangan

Negara Jangan Cuci Tangan Negara Jangan Cuci Tangan Ariel Heryanto, CNN Indonesia http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160426085258-21-126499/negara-jangan-cuci-tangan/ Selasa, 26/04/2016 08:53 WIB Ilustrasi. (CNN Indonesia)

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor:272/PID.SUS./2015/PT.MDN.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor:272/PID.SUS./2015/PT.MDN.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor:272/PID.SUS./2015/PT.MDN.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara pidana pada peradilan tingkat banding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikaruniakan

Lebih terperinci

Abstract dan Executive Summary LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING

Abstract dan Executive Summary LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING Abstract dan Executive Summary LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING POLA RELASI AKTOR DAN MODEL KEBIJAKAN PENYELESAIAN KONFLIK TANAH PERKEBUNAN (Studi Kasus Di Kabupaten Jember) Oleh: Muhammad Hadi Makmur,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

PEMETAAN POLA SENGKETA TANAH PERKEBUNAN DI KABUPATEN JEMBER

PEMETAAN POLA SENGKETA TANAH PERKEBUNAN DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY LAPORAN PENELITIAN DOSEN PEMULA PEMETAAN POLA SENGKETA TANAH PERKEBUNAN DI KABUPATEN JEMBER Warah Atikah, SH., M.Hum. NIDN. 0025037306 Di danai oleh: DIPA Universitas Jember

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN 29 Bab perubahan struktur agraria ini berisi tentang penjelasan mengenai rezim pengelolaan TNGHS, sistem zonasi hutan konservasi TNGHS, serta kaitan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perkebunan didalam perekonomian di Indonesia memiliki perananan yang cukup strategis, antara lain sebagai penyerapan tenaga kerja, pengadaan bahan baku untuk

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan pemanfaatan lahan antara masyarakat adat dan pemerintah merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Salah satu kasus yang terjadi yakni penolakan Rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan organisasi politik yang dapat berperan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan organisasi politik yang dapat berperan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan organisasi politik yang dapat berperan sebagai penyalur aspirasi masyarakat, dimana partai politik menjadi penghubung antara penguasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang biak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam masalah yang dihadapi pada saat ini. Masalah pertama yaitu kemampuan lahan pertanian kita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan sawah memiliki manfaat sebagai media budidaya yang menghasilkan bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki manfaat bersifat fungsional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Riau mempunyai Visi Pembangunan Daerah Riau untuk jangka panjang hingga tahun 2020 yang merupakan kristalisasi komitmen seluruh lapisan masyarakat Riau, Visi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berdomisili di daerah pedesaan dan memiliki mata pencaharian disektor

I. PENDAHULUAN. berdomisili di daerah pedesaan dan memiliki mata pencaharian disektor 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia berdomisili di daerah pedesaan dan memiliki mata pencaharian disektor pertanian. Sampai saat ini,

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL. A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional

BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL. A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional 24 BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional Setelah pergulatan selama 12 tahun, melalui prakarsa Menteri Pertanian Soenaryo,

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (pendapatan) yang tinggi. Petani perlu memperhitungkan dengan analisis

BAB I PENDAHULUAN. (pendapatan) yang tinggi. Petani perlu memperhitungkan dengan analisis BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tanaman karet merupakan salah satu komoditi yang menduduki posisi cukup penting sebagai devisa non-migas dan menunjang pembangunan ekonomi Indonesia, sehingga memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan suatu negara untuk menjadi lebih baik dari aspek kehidupan merupakan cita-cita dan sekaligus harapan bagi seluruh rakyat yang bernaung di dalamnya.

Lebih terperinci

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum. bermanfaat bagi seluruh masyarakat merupakan faktor penting yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum. bermanfaat bagi seluruh masyarakat merupakan faktor penting yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum yang bermanfaat bagi seluruh masyarakat merupakan faktor penting yang harus diperhatikan pemerintah dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang banyak memberikan sumber kehidupan bagi rakyat Indonesia dan penting dalam pertumbuhan perekonomian. Hal tersebut

Lebih terperinci

EKONOMI KERAKYATAN. Endang Mulyani

EKONOMI KERAKYATAN. Endang Mulyani EKONOMI KERAKYATAN Endang Mulyani Perum Griya Purwa Asri Blok C/258 Purwomartani Kalasan Sleman Yogyakarta Tilp 0274 (4395728) HP 081328060390 Pendidikan Ekonomi FISE UNY Tilp 586168, Psw 387 Email: endangmulyani_uny@

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Presiden dan kepala daerah Pilihan Rakyat. Pilihan ini diambil sebagai. menunjukkan eksistensi sebagai individu yang merdeka.

BAB I PENDAHULUAN. Presiden dan kepala daerah Pilihan Rakyat. Pilihan ini diambil sebagai. menunjukkan eksistensi sebagai individu yang merdeka. 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Reformasi 1998 menghadirkan perubahan proses demokrasi di Indonesia. Pemilihan Presiden/ Wakil Presiden hingga Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung,

Lebih terperinci