TINJAUAN PUSTAKA Proses Pembentukan Gambut
|
|
- Ade Jayadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 6 TINJAUAN PUSTAKA Proses Pembentukan Gambut Lahan gambut merupakan daerah dengan akumulasi bahan organik yang sebagian lapuk, dengan kadar abu sama dengan atau kurang dari 35%, kedalaman gambut sama dengan atau lebih dari 50 cm, dan kandungan karbon organik (berdasarkan berat) minimal 12% (Ditjenbun, 2012). Lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang (black swamp) atau daerah cekungan yang drainasenya buruk. Bahan organik penyusun gambut berasal dari sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Timbunan sisa tanaman semakin lama semakin bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan transportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik (Hardjowigeno, 1986). Pembentukan gambut di Indonesia diduga terjadi tahun yang lalu (Andriesse, 1994). Pembentukan gambut membutuhkan waktu yang sangat panjang. Gambut tumbuh dengan kecepatan rata-rata antara 0-3 mm per tahun (Agus dan Subiska, 2008). Proses pembentukan gambut diawali dari danau dangkal yang ditumbuhi oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah, kemudian tanaman yang mati dan melapuk secara bertahap membentuk lapisan yang kemudian menjadi lapisan transisi antara lapisan gambut dengan substratum (lapisan di bawahnya) berupa tanah mineral. Tanaman berikutnya tumbuh pada bagian yang lebih tengah dari danau dangkal dan secara perlahan membentuk lapisan gambut sehingga danau tersebut menjadi penuh. Akibat proses pembentukannya disebabkan oleh topografi daerah cekungan maka bagian gambut yang tumbuh mengisi danau dangkal tersebut disebut dengan gambut topogen.
2 7 Gambut topogen biasanya relatif subur (eutrofik) karena adanya pengaruh tanah mineral, sehingga tanaman tertentu dapat tumbuh subur diatasnya. Hasil pelapukan tanaman itu juga membentuk lapisan gambut baru yang semakin lama membentuk kubah (dome) gambut yang permukaannya cembung. Gambut yang tumbuh diatas gambut topogen dikenal dengan gambut ombrogen. Gambut ini lebih rendah kesuburannya dibandingkan dengan gambut topogen karena hampir tidak ada pengkayaan mineral (Gambar 1). Spesies tanaman hutan yang dapat tumbuh dengan baik pada lapisan ini, seperti Koompassia malaccensis, Durio carinatus, Jackia ornate, Tetramerista glabra, Shorea sp., Eugenia sp., E. acuminatissima, E. clavamyrtus, E. claviflora, Dyera sp.., dan Licuala acutifida. Gambar 1. Pembentukan gambut, gambut ombrogen diatas gambut topogen (Agus dan Subiska, 2008 mengutip van de Meene, 1982) Klasifikasi Gambut Gambut diklasifikasikan berdasarkan berbagai karakteristik diantaranya yaitu berdasarkan tingkat kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi pembentukannya. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi: Gambut saprik (matang) yaitu gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna cokelat tua sampai hiitam dan bila diremas kandungan seratnya < 15%.
3 8 Gambut hemik (setengah matang) yaitu gambut setengah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna cokelat dan bila diremas bahan seratnya 15-75%. Gambut fibrik (mentah) yaitu gambut yang belum melapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna cokelat dan bila diremas > 75% seratnya masih tersisa. Bahan fibrik biasanya ditemukan di lapisan bawah dalam profil gambut. Keadaan kering biasanya dimulai dari bagian atas gambut, sedangkan bagian bawah masih dalam keadaan tergenang. Oleh sebab itu bahan fibrik biasanya ditemukan pada lapisan bawah bahan hemik dan saprik. Gambut fibrik banyak mengandung serat yang dipertahankan dalam bentuk asalnya dan dapat diidentifikasi asal botaninya. Gambut yang berumur lebih tua banyak didominasi oleh gambut saprik yaitu mengandung lebih banyak humus. Bahan humus merupakan produk akhir proses humifikasi yang terjadi di dalam gambut dan bersifat stabil. Kedalaman gambut sangat bervariasi hingga lebih dari 10 meter (Hooijer et al, 2006). Berdasarkan kedalamannya gambut dibedakan menjadi Gambut dangkal ( cm), Gambut sedang ( cm), Gambut dalam ( cm), dan Gambut sangat dalam (> 300 cm). Tingkat kesuburan gambut ditentukan oleh kandungan bahan mineral dan basa-basa, bahan substratum/dasar gambut dan ketebalan lapisan gambut. Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut dibedakan menjadi: Gambut eutrofik, merupakan gambut yang kaya akan bahan mineral dan basa-basa serta unsur hara lainnya. Gambut yang relatif subur biasanya adalah gambut yang tipis dan dipengaruhi oleh sedimen sungai atau laut. Gambut mesotrofik, merupakan gambut yang agak subur karena memiliki kandungan mineral dan basa-basa sedang. Gambut oligotofik, merupakan gambut yang tidak subur karena miskin mineral dan basa-basa. Bagian kubah gambut dan gambut tebal yang jauh dari pengaruh lumpur sungai biasanya tergolong gambut oligotrofik. Berdasarkan proses dan lokasi pembentukannya, gambut dibagi menjadi gambut pantai, gambut pedalaman dan gambut transisi. Gambut pantai merupakan
4 9 gambut yang terbentuk dekat pantai dan mendapat pengayaan mineral dari air laut. Gambut pedalaman merupakan gambut yang terbentuk di daerah yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut tetapi hanya oleh air hujan. Gambut transisi adalah gambut yang terbentuk diantara kedua wilayah tersebut yang secara tidak langsung dipengaruhi air pasang laut. Karakteristik Lahan Gambut Karakteristik Fisik Karakterisasi fisik yang penting dalam pemanfaatannya untuk pertanian diantaranya yaitu kadar air, berat isi (bulk density, BD), daya menahan beban (bearing capacity), subsiden (penurunan permukaan), dan mengering tidak balik (irreversible drying). Kadar air gambut erat kaitannya dengan berat isi (BD). Menurut Mutalib et al. (1991) kadar air gambut berkisar antara % dari berat keringnya. Kadar air yang tinggi pada gambut menyebabkan berat isi (BD) menjadi rendah, gambut menjadi lembek dan daya menahan bebannya rendah (Nugroho et al, 1997; Widjaja-Adhi, 1997). Berat isi (BD) pada lapisan gambut memiliki nilai yang bervariasi tergantung pada tingkat dekomposisinya. Gambut lapisan atas memiliki BD antara 0.1 sampai 0.2 g cm -3, sedangkan gambut fibrik yang umumnya berada di lapisan bawah memiliki BD lebih rendah dari 0,1 g cm -3. Akan tetapi menurut Tie and Lim (1991) gambut pantai dan gambut di jalur aliran sungai bisa memiliki BD > 0.2 g cm -3 karena adanya pengaruh tanah mineral. Lahan gambut yang didrainase akan mengalami penyusutan volume, sehingga permukaan tanah akan menurun (subsiden). Selain itu menurut Agus dan Subiska (2008) subsiden juga terjadi karena adanya proses dekomposisi dan erosi. Laju subsiden dalam 2 tahun pertama setelah lahan gambut didrainase bisa mencapai 50 cm. Laju subsiden pada tahun berikutnya berkisar antara 2-6 cm per tahun tergantung dari kematangan gambut dan kedalaman saluran drainase. Gambut memiliki sifat mengering tidak balik (irreversible drying). Gambut yang telah mengering, dengan kadar air < 100% (berdasarkan berat), tidak dapat menyerap air lagi kalau dibasahi. Gambut yang telah mengering
5 10 sifatnya sama dengan kayu kering yang mudah hanyut dibawa aliran air dan mudah terbakar dalam keadaan kering (Widjaja-Adhi, 1988). Apabila gambut terbakar akan sulit dipadamkan karena api/bara api masih menyala di bawah permukaan. Karakteristik Kimia Komposisi utama bahan gambut adalah lignin, selulosa dan hemiselulosa (Wershaw et al., 1996). Kandungan lignin yang tinggi pada gambut bersal dari vegetasi kayu-kayuan. Lignin merupakan sumber utama asam organik aromatik, terutama asam-asam fenolat. Asam-asam organik aromatik dicirikan jumlah gugus fungsi fenolat-oh yang tinggi, sedangkan asam-asam organik alifatik dicirikan oleh jumlah gugus fungsi COOH yang tinggi. Jumlah dan jenis asam-asam fenolat ditentukan oleh bahan asal gambut. Karakteristik kimia gambut sangat ditentukan oleh kandungan mineral, ketebalan, jenis mineral pada substratum (di dasar gambut), dan tingkat dekomposisi gambut. Gambut memiliki kandungan bahan organik yang sangat tinggi namun kandungan unsur N, P, K, Ca, Mg, Zn, Cu, Mo dan Bo yang rendah (Balitra, 1988 dalam Akbar dan Priyanto, 2008). Agus dan Subiska (2008) menambahkan, kandungan mineral gambut di Indonesia umumnya kurang dari 5% dan sisanya merupakan bahan organik. Fraksi organik terdiri atas senyawasenyawa humat sekitar 10 hingga 20% dan sebagian besar lainnya adalah senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa, lignin, tannin, resin, suberin, protein dan senyawa lainnya. Tingkat kemasaman pada lahan gambut umumnya relatif tinggi dengan kisaran ph 3-5. Namun demikian ph gambut cukup ditingkatkan sampai ph 5. Hal ini dikarenakan gambut tidak memiliki potensi Al yang beracun. Selain itu peningkatan ph sampai tidak lebih dari 5 dapat memperlambat laju dekomposisi gambut. Kandungan kation basa pada gambut oligotropik seperti Ca, Mg, K dan Na umumnya sangat rendah terutama pada gambut tebal. Semakin tebal gambut, basa-basa yang dikandungnya semakin rendah dan reaksi tanah menjadi semakin masam (Drissen dan Suhardjo, 1976). Sifat lain dari gambut yaitu memiliki
6 11 kapasitas tukar kation (KTK) yang tergolong tinggi, sehingga kejenuhan basa (KB) menjadi sangat rendah. Berdasarkan laporan Tim Institut Pertanian Bogor (1974) tanah gambut pedalaman di Kalampangan, Kalimantan Tengah mempunyai nilai KB kurang dari 10%, demikian juga gambut di pantai Timur Riau (Suhardjo dan Widjaja-Adhi, 1976). Walaupun KTK gambut tinggi, namun daya pegangnya rendah terhadap kation yang dapat dipertukarkan sehingga apabila dilakukan pemupukan harus dilakukan beberapa kali (split application) dengan dosis rendah agar hara tidak banyak tercuci. Lahan gambut secara alamiah memiliki tingkat kesuburan rendah yang salah satunya disebabkan kandungan beragam asam-asam organik yang sebagian bersifat racun oleh tanaman. Asam-asam tersebut merupakan bagian aktif dari tanah yang menentukan kemampuan gambut untuk menahan unsur hara. Pengaruh buruk asam-asam organik yang sebagian bersifat racun bagi tanaman dapat dilakukan dengan menambahkan bahan-bahan yang banyak engandung kation polivalen seperti Fe, Al, Cu dan Zn. Kation-kation tersebut membentuk ikatan koordinasi dengan ligan organik membentuk senyawa komplek yang disebut dengan Khelat. Oleh karena itu untuk mengurangi sifat racun dari asam organik dan untuk menambah kesuburan tanah dapat digunakan amelioran yang mengandung kation polivalen (Sabiham et al., 1997; Saragih, 1996). Kandungan unsur mikro pada gambut sangat rendah dan diikat cukup kuat (khelat) oleh bahan organik (Rachim, 1995) sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Kondisi reduksi yang kuat menyebabkan unsur mikro direduksi ke bentuk yang tidak dapat diserap tanaman. Kandungan lignin gambut di Indonesia (dan di daerah tropis lainnya) lebih tinggi dibandingkan dengan gambut yang berada di daerah yang memiliki iklim sedang. Hal ini dikarenakan gambut di Indonesia terbentuk dari pohon-pohonan (Drissen dan Suhardjo, 1976). Dalam keadaan anaerob lignin yang mengalami proses degradasi akan terurai menjadi senyawa humat dan asam-asam fenbolat (Kononova, 1968). Asam-asam fenolat dan derivatifnya bersifat meracuni tanaman (fitotoksik) dan menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat. (Drissen, 1978; Rachim, 1995).
7 12 Potensi Lahan Gambut untuk Pertanian Meningkatnya kebutuhan pangan dan bahan baku industri bagi penduduk yang populasinya makin meningkat memaksa pemerintah untuk memperluas areal budidaya pertanian. Lahan gambut yang saat ini menempati 9-11% dari luasan daratan di Indonesia merupakan lahan marginal untuk pertanian (kesuburan rendah, ph sangat masam dan drainase yang jelek) pun menjadi sasaran untuk melakukan budidaya berbagai komoditas pertanian. Berdasarkan data Departemen Pertanian RI (2012) luas areal tanaman padi di Provinsi Kalimantan Tengah mengalami peningkatan pada tahun yaitu 203,595 ha menjadi 214,480 ha, sementara itu luas areal perkebunan karet meningkat dai 256,596 Ha menjadi 264,947 Ha. Berdasakan arahan Departemen Pertanian (BB Litbang SDLP, 2008), lahan gambut yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman pangan seperti padi, jagung, kedelai dan ubikayu disarankan pada gambut dangkal (< 100 cm). Pada tanaman tahunan seperti karet dan kelapa sawit, lahan gambut dengan ketebalan antara m tergolong sesuai marjinal (kelas kesesuaian lahan S3), sedangkan gambut yang tipis termasuk agak sesuai (kelas kesesuaian S2) dan gambut dengan ketebalan 2-3 m tidak sesuai untuk tanaman tahunan kecuali ada sisipan/pengkayaan lapisan tanah atau lumpur mineral (Djainudin et al., 2003). Data BB Litbang SDLP (2008) menunjukkan bahwa saat ini luas lahan gambut di Indonesia adalah 14,905,574 Ha. Jika diklasifikasikan menurut kedalaman gambutnya, maka sebaran gambut di Indonesia yaitu 5.2 juta Ha D1 (gambut dangkal), 3.92 juta Ha D2 (gambut sedang), 2.8 juta Ha D3 (gambut dalam) dan 3 juta Ha D4 (gambut sangat dalam). Pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya pertanian tidak luput dari permasalahan aspek lingkungan. Lahan gambut memiliki sifat yang sangat rapuh (fragile) sehingga mudah terjadi degradasi apabila mengalami gangguan terhadap ekosistemnya. Apabila lahan gambut terusik akan menyebabkan air tanah menjadi sangat cepat turun dan gambut mengalami kekeringan serta mengkerut (subsidence). Penurunan air pada gambut dapat mendorong laju dekomposisi bahan organik lebih cepat sehingga emisi CO 2 dan N 2 O semakin meningkat. Oleh
8 13 karena itu, pengembangan lahan gambut untuk perluasan areal pertanian harus dengan pengelolaan yang tepat demi mencegah terjadinya degradasi. Pemerintah pun saat ini telah mengatur penggunaan lahan gambut untuk kegiatan pertanian diantaranya melalui Peraturan Menteri No. 14 Tahun 2009 tentang Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Budidaya Kelapa Sawit. Dalam Peraturan Menteri tersebut diatur bahwa pengusahaan budidaya kelapa sawit dapat dilakukan di lahan gambut tetapi harus memenuhi persyaratan yang dapat menjamin kelestarian fungsi lahan gambut. Persyaratan tersebut antara lain: (a) diusahakan hanya pada lahan masyarakat dan kawasan budidaya, (b) ketebalan lapisan gambut kurang dari 3 (tiga) meter, (c) substratum tanah mineral di bawah gambut bukan pasir kuarsa dan bukan tanah sulfat masam; (d) tingkat kematangan gambut saprik (matang) atau hemik (setengah matang); dan (e) tingkat kesuburan gambut tergolong eutropik. Emisi Karbon Dioksida pada Lahan Gambut Lahan gambut memiliki peranan yang sangat besar sebagai pengendali iklim global karena dapat menyimpan unsur C (karbon) dalam jumlah yang besar. Lahan gambut menyimpan karbon yang jumlahnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tanah mineral. CO 2 akan diikat oleh biomass tanaman selama proses fotosintesis kemudian disimpan dalam tanah sebagai karbon organik melalui perubahan residu tanaman menjadi bahan organik tanah setelah residu tersebut dikembalikan ke tanah, sehingga tanah gambut dapat bertindak sebagai rosot (sink) CO 2 atmosfer (Rinnan et al., 2003). Menurut Joosten (2007) lahan gambut menyimpan 550 Gigaton C atau setara dengan 30% karbon tanah, 75% dari seluruh karbon atmosfer, setara dengan seluruh karbon yang dikandung biomassa (massa total makhluk hidup) daratan dan setara dengan dua kali simpanan karbon semua hutan di seluruh dunia. Lahan gambut apabila dalam kondisi alami berkontribusi dalam menjaga kestabilan lingkungan, tetapi sebaliknya dapat menjadi sumber berbagai masalah lingkungan apabila kestabilan lahan gambut terganggu. Perubahan fungsi gambut dari penambat karbon menjadi sumber emisi dapat melalui dua cara yaitu: (1)
9 14 pembakaran, dalam hal ini degradasi lahan gambut yang menghasilkan emisi gas CO 2 dan (2) drainase lahan gambut yang menyebabkan dekomposisi aerobik. Menurut Kirk (2004), proses dekomposisi terdiri atas 2 tahap, yaitu (1) pembentukan asam organik, asetik, propinat dan butirat, ditambah gugus alfatik dan phenolic, (2) konversi asam-asam organik tersebut menjadi gas. Pada kondisi aerob hasil dekomposisi berupa CO 2, NO - 3, SO 2-4 dan residu resisten. Hasil dekomposisi pada kondisi anaerob berupa CO 2, H 2, CH 4, N 2, NH 4, H 2 S, bagian terdekomposisi dan residu humik. Selama kebutuhan oksidator anorganik tercukupi, CO 2 merupakan hasil akhir utama dalam dekomposisi bahan organik. Namun setelah oksidator anorganik habis terpakai, digantikan oleh proses metanogen sehingga proporsi CH 4 meningkat seperti digambarkan reaksi sebagai berikut (Kirk, 2004): SOM 0 + a H 2 O SOM 1 + B CH 3 COOH + C H 2 + d CO 2 CH 3 COOH CH 4 + CO 2 H 2 + CO 2 CH 4 + H 2 O Transformasi karbon dari gambut ditandai dengan terbentuknya asamasam organik, CH 4 dan CO 2 sebagai hasil akhir (Alexander, 1977; Hartley dan Whitehead, 1984). Asam-asam organik seperti vanilat, vanillin, ferulat dan asam lainnya merupakan sumber karbon yang akan dimanfaatkan oleh mikroorganisme dan kemudian dilepas ke udara, sementara cincin karbonnya membentuk asam protokatekuat yang pada proses degradasi selanjutnya cincin karbon ini akan terbuka (Alexander, 1977). Asam protokatekuat jarang diidentifikasi dan jumlahnya relatif sedikit (Hrtley dan Whitehead, 1984). Emisi Metan pada Tanah Gambut Metan merupakan salah satu komponen gas rumah kaca yang memiliki kontribusi terbesar kedua setelah CO 2 yaitu sekitar 17% (walaupun dikalikan dengan global warming potentialnya setinggi 23 kali CO 2 ). Menurut Shine et al. (1995), metan mempunyai kemampuan menyerap sinar infra merah yang dipancarkan oleh permukaan bumi sebesar 21 kali dibandingkan dengan CO 2. Pada tanah gambut emisi metan diakibatkan oleh metabolisme bakteri metanogen. Menurut Alexander (1977), laju pembentukan CH 4 secara akumulatif ditentukan
10 15 oleh keberadaan bahan dasar, populasi dan aktivitas mikrob penghasil CH 4 dan lingkungannya. Gambut dapat memproduksi dan mengkonsumsi metana secara simultan dibawah kondisi lingkungan tertentu. Menurut Sylvia et al. (1998), total emisi CH 4 diperkirakan sebesar 410 TG CH 4 -C th -1. Emisi langsung dari lahan basah sekitar 32% dari total emisi ke atmosfer. Di lahan basah, mikrob pengoksidasi CH 4 dapat mengkonsumsi lebih dari 90% CH 4 di daerah anaerobic sebelum mencapai atmosfer, sehingga oksidasi metana di lahan basah merupakan satu dari faktor terbesar yang mempengaruhi siklus global metana. Metanogen dalam tanah memproduksi metana melalui dua jalan utama, yaitu: CO 2 + H 2 CH 4 (reduksi CO 2 ) CH 3 COOH CH 4 + CO 2 (fermentasi asetat) Pada kondisi anaerobik, dekomposisi bahan organik sangat lambat dan karbon dilepaskan sebagai CH 4. Gas CH 4 terbentuk dari asam organik atau gas C oleh bakteri metanogen, kemudian CH 4 ditranslokasikan ke zona aerasi dari bahan gambut yang memungkinkan untuk teroksidasi dan dilepaskan sebagai CO 2. Menurut Roulet dan Moore (1993), emisi CH 4 menurun dengan meningkatnya kedalaman muka air tanah. Tingginya emisi CH 4 berasosiasi dengan jaringan pembuluh vascular dan dalamnya perakaran tanaman yang meningkatkan efisiensi pergerakan CH 4 dari lapisan anaerobic ke atmosfer. Emisi CH 4 dari lahan gambut tergantung pada produksi dan konsumsi CH 4 dan kemampuan transport gas ke permukaan oleh tanah dan tanaman. Metana yang dihasilkan oleh aktivitas metanogen ini akan dilepaskan dari zona reduktif ke atmosfer melalui tiga proses yaitu difusi, ebulisi, dan sistem jaringan tanaman (Redeker et al., 2003; Rinnan et al., 2003). Ebulisi merupakan suatu proses lepasnya bentuk gelembung gas dari pelarut yang volatile dari dalam larutan ke permukaan tanah dan ke atmosfer. Bentuk gelembung gas terbentuk secara spontan jika larutan menjadi jenuh dengan pelarut yang volatile. Pembentukan gelembung gas CH 4 dalam tanah melebihi CO 2 walaupun kedua gas tersebut dalam proporsi yang sama, karena CH 4 20 kali lebih volatile daripada CO 2 (Kirk, 2004).
11 16 Emisi Dinitrogen Oksida pada Lahan Gambut Gas N 2 O mempunyai peranan yang penting dalam pemanasan global. Proses pembentukan gas N 2 O melalui dua tahap yaitu, nitrifikasi dan denitrifikasi. Proses nitrifikasi terjadi pada kondisi aerobic dan terdapat dalam dua langkah (Haynes, 1986). Langkah pertama adalah oksidasi NH - 4 menjadi NO - 2, reaksinya adalah sebagai berikut: NH ½ O 2 NO H + + H 2 O + energi Bakteri yang berperan dalam reaksi ini adalah bakteri nitrosomonas. Langkah berikutnya adalah oksidasi NO menjadi NO 3 dengan reaksi sebagai berikut: NO ½ O 2 NO energi Bakteri yang berperan adalah nitrobacter. Hasil dari nitrifikasi berupa NO 3 akan diubah menjadi N 2 O dalam proses denitrifikasi. Denitrifikasi merupakan langkah terakhir dalam siklus N dan terjadi pada kondisi anaerobic. Transformasi N melalui proses denitrifikasi sangat dipengaruhi oleh ph. Pada kondisi netral N 2 O direduksi menjadi hasil akhir berupa N 2 oleh enzim nitous oxide yang tereduksi atau enzim nitrogenase (Hardy dan Knight, 1966; Stouthamer, 1988). Pada kondisi masam maupun denitrifikasi oleh denitrifier yang tidak mempunyai enzim N 2 O reduktase akan mengemisikan N 2 O. Berdasarkan kontribusinya dalam pemanasan global, gas N 2 O merupakan komponen gas rumah kaca yang berkontribusi cukup kecil di atmosfer yaitu sekitar 7% (Arrouays et al., 2002). Namun di atmosfer masa hidup dari N 2 O sangat panjang yaitu sekitar 150 tahun. Besarnya fluks N 2 O dari lahan gambut terutama yang digunakan untuk budidaya pertanian dipengaruhi oleh teknik budidayanya. Perlakuan penambahan bahan organik, pengelolaan air dan pemberian pupuk nitrogen akan berinteraksi mempengaruhi besarnya emisi yang dihasilkan.
12 17 Ameliorasi Amelioran merupakan bahan yang dapat ditambahkan ke tanah sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan kondisi fisik dan kimia. Amelioran dapat berupa bahan organik maupun anorganik. Kriteria amelioran yang baik bagi lahan gambut diantaranya memiliki kejenuhan basa (KB) yang tinggi, mampu meningkatkan derajar ph secara nyata, memiliki kandungan unsur hara yang lengkap, mampu memperbaiki struktur tanah, dan mampu mengusir senyawa beracun terutama asam-asam organik. Lahan gambut di Indonesia pada umumnya bereaksi masam, memiliki tingkat kesuburan yang rendah, dan miskin unsur hara. Unsur hara mikro lahan gambut umumnya terdapat dalam jumlah yang sangat rendah, sehingga menyebabkan gejala defisiensi bagi tanaman. Menurut Andriesse (1988), gugus karboksilat dan fenolat pada tapak pertukaran kation gambut dapat membentuk ikatan kompleks dengan unsur mikro sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Pemberian bahan amelioran seperti pupuk organik, tanah mineral, zeolit, dolomit, fosfat alam, pupuk kandang, kapur pertanian, abu sekam, purun tikus (Eleocharis dulcis) dapat meningkatkan ph tanah dan basa-basa tanah (Subiska et al., 1997; Mario, 2002; Salampak, 1999). Setiap aspek kimia logam polivalen dalam tanah berhubungan dengan pembentukan kompleks logam organik (Stevenson, 1982). Pembentukan senyawa kompleks merupakan suatu reaksi antara ion logam dan ligan melalui pasangan elektron. Melalui ikatan logam dan asam organik memungkinkan beberapa kation dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan reaktivitas asam-asam fenolat, sehingga tidak membahayakan tanaman. Pemberian Fe 3+ dengan dosis 5% dari jerapan maksimum mampu menekan konsentrasi asam ferulat hingga 90% pada gambut Jambi (Saragih, 1996), sementara pada gambut Kalimantan Tengah konsentrasi asam kumarat mampu ditekan sampai 30% dari konsentrasi awal (Salampak, 1999). Pembentukan kompleks antara molekul organik dengan ion logam dengan lebih dari satu ikatan akan meningkatkan kestabilan kompleks tersebut sehingga proses degradasi yang melepaskan C-organik ke udara dapat ditekan. Pemberian Fe 3+ sampai dosis 5% dari erapan maksimum telah mampu menurunkan pelepasan
13 18 karbon sebesar 22.94% CO 2 dan 23.01% CH 4 pada gambut Jambi, 27.67% CO 2 dan 32.97% CH 4 pada gambut Kalimantan Tengah (Sulistyono, 2000). Bahan-bahan yang kaya akan kation polivalen seperti tanah mineral dan terak baja (electric furnace slag) dapat digunakan untuk meningkatkan kestabilan bahan gambut dan mengatasi bahaya asam-asam organik. Pemberian amelioran bahan tanah mineral dengan kandungan Fe 2 O 3 sebesar 22.06% telah digunakan Salampak (1999) untuk ameliorasi gambut Kalimantan Tengah. Ameliorasi dengan bahan tanah mineral sampai 7.5% erapan maksimum Fe menekan konsentrasi asam-asam fenolat. Selanjutnya dikatakan pemberian amelioran meningkatkan hara dalam tanah dan kadar hara dalam tanaman serta meningkatkan bobot kering tanaman dan bobot gabah isi. Penambahan bahan organik sebagai amelioran ditengarai dapat meningkatkan emisi N 2 O dari tanah (Arcara et al., 1999; Friedel et al., 1999; Mogge et al., 1999; Pidello et al., 1996; Whalen, 2000). Bahan organik yang mempunyai kandungan karbon tinggi serta mudah termineralisasi seperti pupuk kandang diduga mampu meningkatkan biomas mikroba sehingga dapat meningkatkan emisi N 2 O dari tanah pertanian. Karbon yang mudah termineralisasi meliputi karbon larut dalam air maupun asam lemak mudah menguap (volatile fatty acid / VFA) serta karbon antron reaktif (anthrone-reactive carbon). Analisis Usahatani Pada dasarnya analisis usahatani adalah upaya untuk menilai manfaat (Output) dan biaya (cost) yang tercakup dalam suatu proses usahatani sehingga sumberdaya yang ada dapat dialokasikan secara efektif dan efisien. Menurut Gitingger (2008), biaya merupakan segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan sedangkan manfaat adalah segala sesuatu yang membantu tujuan. Kadariah et al. (1990) menyebutkan bahwa tujuan analisis usahatani adalah untuk (1) mengetahui tingkat keuntungan yang dicapai dalam suatu usahatani, (2) menghindari pemborosan pemakaian sumberdaya, (3) melakukan penilaian terhadap peluang investasi, dan (4) menentukan prioritas kegiatan usahatani. Soekartawi (2002)
14 19 menambahkan bahwa analisis usahatani dimaksudkan untuk mencari informasi tentang keragaan suatu usahatani yang dilihat dari berbagai aspek. Indikator yang dapat dipakai untuk menilai kelayakan usahatani diantaranya dengan menggunakan B/C ratio. Rasio manfaat terhadap biaya (B/C ratio) merupakan perbandingan antara pendapatan bersih dengan biaya total yang dikeluarkan. Suatu usahatani dapat dikatakan menguntungkan apabila nilai B/C ratio lebih besar dari satu. Suatu usahatani dapat dikatakan efektif apabila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki dengan sebaik-baiknya; dan dikatakan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input). Indikator yang dapat dipakai untuk suatu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan yaitu revenue cost rasio (R/C rasio). Rasio penerimaan terhadap biaya (R/C ratio) merupakan perbandingan antara penerimaan dengan biaya total yang dikeluarkan. Suatu usaha tani dikatakan efisien dan menguntungkan apabila nilai R/C rasionya lebih dari satu (R/C > 1), semakin tinggi nilai R/C rasio berarti penerimaan yang diperoleh semakin besar. Apabila nilai R/C rasio lebih kecil dari satu (R/C < 1) maka suatu usahatani dikatakan tidak menguntungkan dan tidak efisien jika dilakukan, sedangkan apabila R/C = 1 artinya usahatani tersebut tidak memberikan manfaat sama sekali.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik
Lebih terperinciPengelolaan lahan gambut
Pengelolaan lahan gambut Kurniatun Hairiah Sifat dan potensi lahan gambut untuk pertanian Sumber: I.G.M. Subiksa, Fahmuddin Agus dan Wahyunto BBSLDP, Bogor Bacaan Sanchez P A, 1976. Properties and Management
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut 2.1.1 Pengertian Tanah Gambut Gambut mempunyai banyak istilah padanan dalam bahasa asing, antara lain peat, bog, moor, mire, atau fen. Gambut diartikan sebagai material
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Gambut berperanan penting dalam biosfer karena gambut terlibat dalam siklus biogeokimia, merupakan habitat tanaman dan hewan, sebagai lingkungan hasil dari evolusi, dan referen
Lebih terperinciPEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 )
PEMBAHASAN UMUM Dari kajian pengaruh pupuk N terhadap fluks CO 2 hasil respirasi bahan gambut menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara dosis urea dengan tingkat kematangan gambut. Penambahan dosis urea
Lebih terperincidampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau
dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya
Lebih terperinciADI PRADIPTA P
i KAJIAN PENGGUNAAN AMELIORAN PUPUK KANDANG TERHADAP EMISI GAS RUMAH KACA PADA TANAH YANG DIAMBIL DARI BEBERAPA AGROEKOSISTEM KEBUN KARET DI LAHAN GAMBUT ADI PRADIPTA P052100061 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau Bahan gambut dari Riau dianalisis berdasarkan karakteristik ekosistem atau fisiografi gambut yaitu gambut marine (coastal peat swamp),
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Pengertian Lahan Rawa Pengertian Tanah Gambut
3 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Lahan Rawa Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun selalu jenuh air atau tergenang air dangkal. Swamp adalah istilah umum untuk rawa yang menyatakan wilayah lahan atau
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (Noor, 2001).
TINJAUAN PUSTAKA Lahan Gambut Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut Tanah gambut adalah tanah yang berbahan induk organik atau berasal dari sisa-sisa tanaman masa lampau dan berdasarkan kriteria USDA (2006) digolongkan
Lebih terperinci, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh
TINJAUAN PUSTAKA Penggenangan Tanah Penggenangan lahan kering dalam rangka pengembangan tanah sawah akan menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia yang mempengaruhi kapasitas tanah dalam
Lebih terperinciII. TINJAUAN LITERATUR
II. TINJAUAN LITERATUR 2.1. Prospek dan Permasalahan Kelapa Sawit di Lahan Gambut Perkembangan usaha dan infestasi kelapa sawit terus mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Luas areal perkebunan kelapa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sulfat masam merupakan salah satu jenis lahan yang terdapat di kawasan lingkungan rawa dan tergolong ke dalam lahan bermasalah karena tanahnya memiliki sifat dakhil
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang
Lebih terperinciIr. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si
Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si PERMASALAHAN AIR TEKNOLOGI PENGELOLAAN AIR Dalam pengelolaan tata air makro pada lahan rawa lebak menggunakan SISTEM POLDER. Pada sistem polder diperlukan bangunan air,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Gambut Pengertian Tanah Gambut Sifat-Sifat Kimia Tanah Gambut
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Gambut 2.1.1. Pengertian Tanah Gambut Menurut BBP 2 SLP (2006) tanah gambut adalah tanah-tanah yang jenuh air, tersusun dari bahan organik berupa sisa-sisa tanaman dan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata 1,4 ton/ha untuk perkebunan rakyat dan
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar dunia setelah Malaysia dengan luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 14.164.439 ha (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas
Lebih terperinciPertemuan 10 : PERMASALAHAN LAHAN LEBAK UNTUK PERTANIAN. Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si
Pertemuan 10 : PERMASALAHAN LAHAN LEBAK UNTUK PERTANIAN Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si Musim hujan Tanah mineral Tanah Organik PERMASALAHAN AIR Banjir tahunan dapat terjadi, sebagai akibat dari volume
Lebih terperinciBeberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :
SIFAT KIMIA TANAH Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : 1. Derajat Kemasaman Tanah (ph) Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai ph. Nilai ph menunjukkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman yang banyak mengonsumsi pupuk, terutama pupuk nitrogen (N) adalah tanaman padi sawah, yaitu sebanyak 72 % dan 13 % untuk palawija (Agency for Agricultural Research
Lebih terperinciBAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah
Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik
TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari (inframerah atau gelombang panas) yang dipancarkan oleh bumi sehingga tidak dapat
Lebih terperinciLAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA PENYEBAB Kebakaran hutan penebangan kayu (illegal logging, over logging), perambahan hutan, dan konversi lahan Salah
Lebih terperinciPERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN
PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN Tanah sulfat masam merupakan tanah dengan kemasaman yang tinggi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan kedua setelah padi. Selain itu, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri lainnya.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan
Lebih terperinciLahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan
Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan Fahmuddin Agus dan I.G. Made Subiksa Balai Penelitian Tanah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor 2008 Lahan Gambut: Potensi untuk
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah gambut adalah material organik yang terbentuk dari bahan-bahan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Gambut Tanah gambut adalah material organik yang terbentuk dari bahan-bahan organik, seperti dedaunan, batang dan cabang serta akar tumbuhan. Bahan organik ini terakumulasi
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. sedikit mengalami perombakan. Dalam pengertian ini tidak berarti bahwa setiap
TINJAUAN PUSTAKA Tanah Gambut Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.
I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih
TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Tentang Tanah Andisol Andisol merupakan tanah yang mempunyai sifat tanah andik pada 60% atau lebih dari ketebalannya, sebagaimana menurut Soil Survey Staff (2010) : 1. Didalam
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah yang miskin akan unsur hara, salah satunya adalah
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut
20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh
Lebih terperinciTopik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon
Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan gambut yang terdapat di daerah tropika diperkirakan mencapai juta hektar atau sekitar 10-12% dari luas
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan gambut yang terdapat di daerah tropika diperkirakan mencapai 30-45 juta hektar atau sekitar 10-12% dari luas lahan gambut di dunia (Rieley et al., 2008). Sebagian
Lebih terperinciPENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2. Rasional
PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2 Rasional Penambahan pupuk N pada lahan gambut dapat mempengaruhi emisi GRK. Urea merupakan pupuk N inorganik
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Gambut Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan tersebut terus bertambah karena proses dekomposisi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. - Karet (Hevea Brasiliemis) merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang - Karet (Hevea Brasiliemis) merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia sehari-hari. Hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami
8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Ultisol dan Permasalahan Kesuburannya Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami kesuburan tanah marginal tergolong rendah. Hal ini ditunjukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus dan Neraca Nitrogen (N) Menurut Hanafiah (2005 :275) menjelaskan bahwa siklus N dimulai dari fiksasi N 2 -atmosfir secara fisik/kimiawi yang meyuplai tanah bersama
Lebih terperinciPEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT
Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 14/Permentan/PL.110/2/2009 Tanggal : 16 Februari 2009 PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Peningkatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah yang dalam dan KTK yang tergolong sedang sampai tinggi menjadikan tanah ini memunyai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik meliputi semua bahan yang berasal dari jasad hidup, baik tumbuhan maupun hewan. Bahan organik tanah (BOT) merupakan kumpulan senyawa-senyawa
Lebih terperinci1 Asimilasi nitrogen dan sulfur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tingkat tinggi merupakan organisme autotrof dapat mensintesa komponen molekular organik yang dibutuhkannya, selain juga membutuhkan hara dalam bentuk anorganik
Lebih terperinciKegiatan ini didasarkan kepada keberhasilan petani tradisional Kalimantan Selatan dalam membudidayakan padi
PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha-usaha untuk mereklamasi daerah pasang surut sebagai daerah pemukiman transmigrasi dan pengembangan persawahan telah dirintis sejak awal Pelita I. Langkah ini merupakan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam bidang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam bidang pertanian, sebab tanah merupakan media tumbuh dan penyedia unsur hara bagi tanaman.
Lebih terperinciADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. yang besar bagi kepentingan manusia (Purnobasuki, 2005).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara megabiodiversitas memiliki diversitas mikroorganisme dengan potensi yang tinggi namun belum semua potensi tersebut terungkap. Baru
Lebih terperinciPEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN
PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN Terbentuknya gambut pada umumnya terjadi dibawah kondisi dimana tanaman yang telah mati tergenang air secara terus menerus, misalnya pada cekungan atau depresi,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu
Lebih terperinciBAB IV BASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV BASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Tanaman Padi Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman padi hingga masulcnya awal fase generatif meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan maksimum, jumlah
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut berasal dari pelapukan vegetasi yang tumbuh di sekitarnya. Proses
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Lahan gambut merupakan tanah hasil akumulasi timbunan bahan organik yang terbentuk secara alami dalam jangka waktu yang lama. Bahan organik tersebut berasal dari
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai sumber daya alam sangat penting dalam meyediakan sebahagian besar kebutuhan hidup manusia, terutama pangan. Pada saat ini kebutuhan akan pangan tidak
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau
TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah Lahan sawah adalah lahan yang dikelola sedemikian rupa untuk budidaya tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau sebagian dari masa pertumbuhan padi.
Lebih terperinciPENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT. Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor
PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor Indonesia memiliki lahan rawa yang cukup luas dan sebagian besar
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kualitas tanah dalam hal kemampuannya untuk menyediakan unsur hara yang cocok dalam jumlah yang cukup serta dalam keseimbangan yang tepat
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya
Lebih terperinciMATERI-9. Unsur Hara Mikro: Kation & Anion
MATERI-9 Unsur Hara Mikro: Kation & Anion Unsur Hara Mikro: Kation & Anion Pengelolaan tanaman secara intensif, disadari atau tidak, dapat menjadi penyebab munculnya kekurangan ataupun keracunan unsur
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian
Lebih terperinciIV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH
IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH Komponen kimia tanah berperan terbesar dalam menentukan sifat dan ciri tanah umumnya dan kesuburan tanah pada khususnya. Bahan aktif dari tanah yang berperan dalam menjerap
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Radjagukguk (2001) menyatakan bahwatanah gambut adalah tanah-tanah
TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Tanah Gambut Radjagukguk (2001) menyatakan bahwatanah gambut adalah tanah-tanah yang terdapat pada deposit gambut. Ia mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi dan kedalaman
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Beberapa Sifat KimiaTanah Gambut dalam Pot yang Diberi Raw Mix Semen dan Mikroorganisme Efektif M-Bio
IV HSIL DN PEMHSN 4.1 eberapa Sifat KimiaTanah Gambut dalam Pot yang Diberi Raw Mix Semen dan Mikroorganisme Efektif M-io 4.1.1 Sifat Kimia Tanah Gambut Sebelum Perlakuan Sifat tanah gambut berbeda dengan
Lebih terperinciPENUTUP. Status terkini lahan gambut
PENUTUP 1 Markus Anda dan 2 Fahmuddin Agus 1 2 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114. 2 Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk
TINJAUAN PUSTAKA Lahan Gambut Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fluks dan Total Fluks Gas Metana (CH 4 ) pada Lahan Jagung, Kacang Tanah, dan Singkong Pada Gambar 4, 5 dan 6 menunjukkan fluks CH 4 pada lahan jagung, kacang tanah dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Agronomis Kelapa Sawit
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agronomis Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) sebagai tanaman pendatang dari Afrika Barat ternyata budidayanya di Indonesia telah berkembang sangat pesat dan sampai
Lebih terperinciD4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.
D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. 1 Pokok bahasan meliputi latar belakang penyusunan IPCC Supplement, apa saja yang menjadi
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan hakekatnya merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dari generasi ke generasi. Sudah sejak lama, komitmen pertambangan
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Di Sumatra Utara areal pertanaman jagung sebagian besar di tanah Inceptisol yang tersebar luas dan berdasarkan data dari Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Sumatera Utara
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Lahan Gambut
II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Lahan Gambut Gambut adalah material organik (mati) yang terbentuk dari bahan -bahan organik, seperti dedaunan, batang dan cabang serta akar tumbuhan, yang terakumulasi dalam kondisi
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:
Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9 PENGARUH JENIS DAN DOSIS BAHAN ORGANIK PADA ENTISOL TERHADAP ph TANAH DAN P-TERSEDIA TANAH Karnilawati 1), Yusnizar 2) dan Zuraida 3) 1) Program
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tanah merupakan salah satu komponen sistem lahan yang didefinisikan sebagai benda alam yang tersusun dari 3 frasa, yaitu padatan, cair, dan gas, yang berada dipermukaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan bagian penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan kondisi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti
TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Tanah-tanah yang tersedia untuk pertanian sekarang dan akan datang adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti ordo Ultisol. Ditinjau dari
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran
TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Survei tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk dapat membedakan tanah satu dengan yang lain yang kemudian disajikan dalam suatu peta (Tamtomo,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di agroekosistem kelapa sawit yang berada pada 2 (dua) lokasi yang berbeda yaitu Kebun Meranti Paham
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara
Lebih terperinciPERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK
PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat
Lebih terperinciProgram Studi Rekayasa Kehutanan, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung
NERACA KARBON : METODE PENDUGAAN EMISI CO 2 DI LAHAN GAMBUT Cahya Anggun Sasmita Sari 1), Lidya Astu Widyanti 1), Muhammad Adi Rini 1), Wahyu Isma Saputra 1) 1) Program Studi Rekayasa Kehutanan, Sekolah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sterculiceae dari genus Theobroma, berasal dari Amazone dan daerah-daerah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tanaman kakao ( Theobroma cacao L) adalah salah satu famili Sterculiceae dari genus Theobroma, berasal dari Amazone dan daerah-daerah tropis lainnya di Amerika
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol
18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol Ultisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai horizon argilik atau kandik dengan nilai kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation basa) pada
Lebih terperinci