BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PEMERINTAH KABUPATEN WAKATOBI KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN WAKATOBI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PEMERINTAH KABUPATEN WAKATOBI KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN WAKATOBI"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang sanitasi selama ini belum menjadi perhatian penting untuk menjadi kegiatan yang diprioritaskan. Hal ini terlihat bahwa Indonesia berada di posisi bawah karena pemahaman penduduknya mengenai pentingnya Sanitasi masih rendah. Pembangunan Sanitasi di Indonesia masih berada di urutan terbawah di antara negaranegara tetangga di Asia Tenggara. Di samping itu, memperhatikan kondisi Sanitasi saat ini, perlu keberlanjutan dan keterpaduan berbagai program agar Sanitasi di daerah dapat lebih baik. Untuk itu penetapan target pembangunan Sanitasi mutlak diperlukan agar upaya pembangunan tersebut dapat diselenggarakan dengan lebih terarah. Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup, kondisi lingkungan permukiman serta kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari. Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK) Kabupaten Kabupaten Wakatobi adalah suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif pada tingkat kota yang dimaksudkan untuk memberikan arah yang jelas, tegas dan menyeluruh bagi pembangunan sanitasi Kabupaten Kabupaten Wakatobi dengan tujuan agar pembangunan sanitasi dapat berlangsung secara sistematis, terintegrasi, dan berkelanjutan. Guna menghasilkan strategi sanitasi kabupaten sebagaimana tersebut di atas, maka diperlukan suatu kerangka kerja yang menjadi dasar dan acuan bagi penyusunan strategi sanitasi kabupaten dengan tujuan agar strategi sanitasi tersebut memiliki dasar hukum yang jelas dan dapat diimplementasikan. Kerangka kerja strategi sanitasi Kabupaten Kabupaten Wakatobi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Strategi Sanitasi Kabupaten Kabupaten Wakatobi. Kerangka kerja sanitasi ini merupakan salah satu produk yang dihasilkan oleh kelompok kerja sanitasi. Pengembangan layanan sanitasi kabupaten harus didasari oleh suatu rencana pembangunan sanitasi jangka menengah (3 sampai 5 tahunan) yang komprehensif dan bersifat strategis. Rencana jangka menengah yang juga disebut Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) itu memang dibutuhkan mengingat kabupaten/kota di Indonesia akan memerlukan waktu bertahun-tahun (multi years) untuk memiliki layanan sanitasi yang memenuhi prinsip PEMUTAKHIRAN SSK BAB I 1

2 layanan Sanitasi menyeluruh. Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) juga dibutuhkan sebagai pengikat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD-SKPD) dan para pelaku pembangunan sanitasi lainnya untuk dapat terus bersinergi mengembangkan layanan sanitasi kabupaten/kotanya. Setelah disepakati, Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) akan diterjemahkan ke dalam rencana tindak tahunan (annual action plan). Isinya, informasi lebih rinci dari berbagai usulan kegiatan (program atau proyek) pengembangan layanan sanitasi kabupaten yang disusun sesuai tahun rencana pelaksanaannya. Dalam penyusunan dokumen Pemutakhiran SSK Kabupaten Kabupaten Wakatobi yang sebelumnnya telah menyusun dokumen SSK tahun 2013 dilaksanakan oleh Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kabupaten Kabupaten Wakatobi dibentuk dan dikoordinir oleh Bappeda Kabupaten Kabupaten Wakatobi dan menjadi titik pusat dalam perencanaan, pemantauan dan evaluasi sanitasi. Pokja Sanitasi Kabupaten Kabupaten Wakatobi secara struktural dibentuk dengan Surat Keputusan Bupati Kabupaten Wakatobi Nomor 462 Tahun 2008 Tanggal 1 Agustus 2012 tentang Pembentukan Tim Koordinasi/Pengarah dan Pelaksana Sanitasi Kabupaten Wakatobi. Keputusan Bupati ini memuat tugas dan kewajiban baik tim pengarah maupun tim pelaksananya, yang terdiri dari Unsur Ketua : Sekretaris Daerah Kabupaten Kabupaten Wakatobi, Sekretaris : Asisten Administrasi Umum Setdakab Kabupaten Wakatobi, Bidang-Bidang, meliputi : Bidang Perencanaan, Bidang Pendanaan, Bidang Teknis, Bidang Kesehatan, Komunikasi dan Pemberdayaan Masyarakat, Bidang Monitoring dan Evaluasi dan Sekretariat. Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK) Kabupaten Kabupaten Wakatobi berisi visi, misi, dan tujuan pembangunan sanitasi Kabupaten Kabupaten Wakatobi berikut strategi-strategi pencapaiannya. Tiap-tiap strategi kemudian diterjemahkan menjadi berbagai usulan kegiatan berikut komponen-komponen kegiatan indikatifnya. Cakupan suatu Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) akan meliputi : Aspek Teknis; mencakup strategi dan usulan kegiatan pengembangan sektor sanitasi yang terdiri dari (a) layanan sub sektor air limbah domestik, (b) layanan sub sektor persampahan, dan (c) sub sektor drainase lingkungan, serta sektor air bersih dan aspek Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Aspek Pendukung; mencakup strategi dan usulan kegiatan pengembangan komponen (a) Kebijakan Daerah dan Kelembagaan, (b) Keuangan (c) Komunikasi, (d) Keterlibatan Pelaku Bisnis, (e) Pemberdayaan Masyarakat, aspek Jender dan Kemiskinan, (f) Monitoring dan evaluasi PEMUTAKHIRAN SSK BAB I 2

3 Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK) yang disusun oleh Pokja Sanitasi Kabupaten Kabupaten Wakatobi ini mengacu kepada 4 karakteristik utama yang akan tercermin dalam prosesnya maupun produknya, yaitu: 1. Intersektor dan terintegrasi 2. Mensinkronkan pendekatan top down dengan bottom up 3. Skala kota (city wide) 4. Berdasarkan data empiris (dari studi-studi pendukung Buku Putih Sanitasi) Agar diperoleh strategi yang tepat, pemutakhiran strategi sanitasi kabupaten (SSK Kabupaten Wakatobi) ini sangat penting untuk dijadikan sebagai pedoman semua pihak dalam mengelola sanitasi secara komprehensif, berkelanjutan dan partisipatif guna memperbaiki perencanaan dan pembangunan sanitasi dalam rangka mencapai target-target pencapaian layanan sektor sanitasi Kabupaten Kabupaten Wakatobi. Untuk itu, dipandang perlu menyusun Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kota (SSK) Kabupaten Kabupaten Wakatobi Tahun Ruang lingkup lokasi (cakupan Pemutakhiran SSK) adalah terdapat pada 8 wilayah kecamatan Kabupaten Kabupaten Wakatobi, dimana dalam penentuan wilayah kajian dari penyusunan Pemutakhiran SSK adalah dengan penentuan target area dilakukan secara geografi dan demografi dan kesepakatan Pokja Sanitasi Kabupaten Kabupaten Wakatobi. Maksud penyusunan Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) adalah tersusunnya dokumen perencanaan strategis sanitasi kabupaten yang dapat dijadikan rujukan perencanaan pembangunan sanitasi Kabupaten Kabupaten Wakatobi dalam jangka menengah (5 tahunan). Tujuan dari penyusunan dokumen kerangka kerja Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) ini adalah: a. Tujuan Umum Kerangka kerja Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) ini disusun sebagai rencana pembangunan sektor sanitasi dan dijadikan sebagai pedoman pembangunan sanitasi Kabupaten Kabupaten Wakatobi Tahun b. Tujuan Khusus 1) Kerangka kerja Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) ini dapat memberikan gambaran tentang arah kebijakan pembangunan Sanitasi Kabupaten Kabupaten Wakatobi selama 5 tahun yaitu Tahun PEMUTAKHIRAN SSK BAB I 3

4 2) Dipergunakan sebagai dasar penyusunan strategi dan langkah-langkah pelaksanaan kebijakan, serta penyusunan program jangka menengah dan tahunan sektor sanitasi. 3) Dipergunakan sebagai dasar dan pedoman bagi semua pihak (instansi, masyarakat dan pihak swasta) yang akan melibatkan diri untuk mendukung dan berpartisipasi dalam pembangunan sanitasi Kabupaten Kabupaten Wakatobi. Hubungan Dokumen Startegi Sanitasi Kabupaten dengan RPJMD RPJMD sebagai penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dipergunakan sebagai sumber dasar bagi penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten. Oleh karena itu, Strategi Sanitasi Kabupaten ini merupakan penjabaran operasional dari RPJMD khususnya yang berkaitan dengan pembangunan sanitasi yang bersifat lintas sektor, komprehensif, berkelanjutan dan partisipatif sesuai dengan konsep dasar pemikiran RPJMD. Munculnya isu kerusakan lingkungan, ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan prinsip-prinsip penataan ruang, maupun tumpang tindih penataan ruang menjadikan pengelolaan tata ruang wilayah kabupaten yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dijadikan sebagai Misi Kedua Pembangunan Pemerintahan Kabupaten Kabupaten Wakatobi untuk periode yang tertuang dalam RPJMD. Hubungan Dokumen Startegi Sanitasi Kabupaten dengan Renstra SKPD Renstra SKPD sebagai penjabaran dari RPJMD juga dipergunakan sebagai bahan penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten. Renstra SKPD dipergunakan sebagai dasar dari penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten ini, maka implementasi pembangunan sanitasi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan SKPD yang terkait dengan sanitasi. Hubungan Dokumen Startegi Sanitasi Kabupaten (SSK) dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kabupaten Wakatobi Dokumen Startegi Sanitasi Kabupaten (SSK) Kabupaten Wakatobi dipergunakan sebagai salah satu bahan dasar bagi penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten, dimana untuk rencana tahun 2016 perkiraan jumlah penduduk dan volume sektor sanitasi diperhitungkan sesuai dengan perkiraan dan prediksi dalam RTRW. Strategi Sanitasi Kabupaten mengarah pada operasionalisasi teknis khususnya sektor yang terkait sanitasi PEMUTAKHIRAN SSK BAB I 4

5 dari RTRW, agar pada saat pengendalian pemanfaatan ruang wilayah, terlaksana pula implementasi dari Dokumen Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK). Hubungan Dokumen Startegi Sanitasi Kabupaten (SSK) dengan Rencana Aksi Daerah (RAD) Sustainable Development Goals (SDGs) Salah satu tujuan disusunnya Strategi Sanitasi Kabupaten adalah memberikan bahan dasar penetapan kebijakan daerah dalam pengelolaan sanitasi di masa yang akan datang berdasarkan target prioritas yang disepakati bersama yang tertuang dalam Rencana Aksi Daerah (RAD) Sustainable Development Goals (SDGs). Pencapaian target 7 Goal, dan berdasarkan salah satu indikatornya, yaitu : Rumah tangga yang memanfaatkan akses sanitasi dasar (pengolahan air limbah, pengelolaan sampah, sistem drainase) pada tahun 2019 meningkat menjadi 81% dari tahun 2015 sebesar 76,17%. Gambar 1.1. Skematik Posisi SSK dan Kaitannya Dengan Dokumen Perencanaan Lain 1.2. Metodologi Penyusunan Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten Wakatobi ini disusun oleh Pokja Sanitasi secara partisipatif dan terintegrasi lewat diskusi, lokakarya dan pembekalan baik yang dilalukan oleh Tim Pokja sendiri maupun dengan dukungan fasilitasi dari Tim Konsultan PPSP (PF Provinsi Sulawesi Tenggara dan CF Kabupaten Kabupaten Wakatobi). Metode yang digunakan dalam penyusunan Pemutakhiran SSK ini menggunakan beberapa pendekatan dan PEMUTAKHIRAN SSK BAB I 5

6 alat bantu yang secara bertahap untuk menghasilkan dokumen perencanaan yang lengkap. Serangkaian kegiatan dan metode dilakukan bersama pokja baik lokakarya dan pelatihan, diskusi dan pembekalan. Metode penyusunan Pemutakhiran SSK ini, terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut : 1. Melakukan penilaian dan pemetaan kondisi sanitasi kota saat ini (dari review Buku Putih Sanitasi dan SSK), untuk belajar dari fakta sanitasi guna menetapkan kondisi sanitasi yang tidak diinginkan. Pada tahap ini Pokja mengkaji kembali Buku Putih Sanitasi Kabupaten dan Dokumen Strategi Sanitasi Kabupaten yang sebelumnya untuk memastikan kondisi yang ada saat ini, khususnya kondisi yang tidak diinginkan atau permasalahan-permasalahan yang ada dalam pengelolaan sanitasi Kabupaten Kabupaten Wakatobi. Kondisi semua sub sektor layanan sanitasi yang terdiri; sub sektor air limbah, sub sektor persampahan, sub sektor drainase lingkungan dan sektor air bersih serta aspek pendukung. Metode yang digunakan adalah kajian data sekunder dan kunjungan lapangan untuk melakukan verifikasi informasi. 2. Menetapkan kondisi sanitasi yang diinginkan ke depan yang dituangkan kedalam visi, misi sanitasi kabupaten/kota, dan tujuan serta sasaran pembangunan sanitasi kabupaten. Dalam perumusan bagian ini tetap mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan dokumen perencanaan lainnya yang ada di Kabupaten Kabupaten Wakatobi. 3. Menilai kesenjangan antara kondisi saat ini dengan kondisi yang diinginkan. Analisis kesenjangan digunakan untuk mendiskripsikan issue strategis dan kendala yang mungkin akan dihadapi dalam mencapai tujuan. 4. Merumuskan pemutakhiran strategi sanitasi kabupaten yang menjadi basis penyusunan program dan kegiatan pembangunan sanitasi kabupaten jangka menengah (5 tahunan). Dengan alat analisis SWOT mengkaji kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman dan Diagram Sistem Sanitasi. Adapun proses penyusunan Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Kabupaten Kabupaten Wakatobi tersebut, yaitu: 1. Jenis dan Sumber Data a. Arsip dan dokumen yang berkaitan dengan aktivitas program masing-masing dinas/badan/kantor terkait, baik langsung maupun tidak langsung, misalnya yang berupa data statistik, proposal, laporan, foto dan peta. PEMUTAKHIRAN SSK BAB I 6

7 b. Data-data sekunder meliputi Kabupaten Kabupaten Wakatobi Dalam Angka, Kecamatan Dalam Angka, produk perencanaan lainnya yang terkait yang ada Kabupaten Kabupaten Wakatobi seperti RTRW, RPIJM, RPJMD, PDRB, Profile Kabupaten dan lainlain. 2. Pengumpulan Data Proses pengumpulan data yang dilakukan yaitu menggunakan berbagai teknik antara lain : a. Desk Study (kajian literatur, data sekunder) b. Field Research (observasi, wawancara responden) 3. Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Penyusunan Pemutakhiran SSK ini yaitu dengan merumuskan program dan kegiatan pembangunan sanitasi kabupaten jangka menengah Strategi Sanitasi Kabupaten Kabupaten Wakatobi (5 tahunan). Alat analisis yang digunakan adalah analisis SWOT mengkaji kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Gambar 1.2. Alur dan Proses Kegiatan Penyusunan Dokumen Pemutakhiran SSK PEMUTAKHIRAN SSK BAB I 7

8 1.3. Dasar Hukum Dalam penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten berlandaskan pada beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku di tingkat nasional atau pusat, provinsi maupun daerah. Program Pengembangan Sanitasi Permukiman di Kabupaten Kabupaten Wakatobi didasarkan pada aturan-aturan dan produk hukum yang meliputi : UNDANG-UNDANG 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1966 Tentang Hygiene. 2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. 6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Daerah. 7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. 8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. 10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1982 Tentang Pengaturan Air. 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air. 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 Tentang Sungai. 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. 5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan. PEMUTAKHIRAN SSK BAB I 8

9 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2000 Tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 123 Tahun 2001 Tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air. 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2002 Tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 123 Tahun 2001 Tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air. KEPUTUSAN MENTERI 1. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 35/MENLH/7/1995 tentang Program Kali Bersih. 2. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Usaha dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi degan AMDAL 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/Menkes/SK/IV/2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. 4. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu air Limbah Domestik. 5. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 1205/Menkes/Per/X/2004 tentang pedoman Persyaratan Kesehatan Pelayanan Sehat Pakai Air (SPA). 6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. PERDA 1. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Wakatobi (Lembaran Daerah Kabupaten Wakatobi Tahun 2008 Nomor 3); 2. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas dan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Wakatobi (Lembaran Daerah Kabupaten Wakatobi Tahun 2008 Nomor 5) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Wakatobi (Lembaran Daerah Kabupaten Wakatobi Tahun 2010 Nomor 21); 3. Peraturan daerah No. 1 Tahun 2010 tentang pengelolaan keuangan daerah (Lembaran Daerah kabupaten Wakatobitahun 2010 Nomor 1) 4. Peraturan Daerah No. 14 Tahun 2010 tentang Pajak Air tanah 5. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Wakatobi Tahun Anggaran 2016; 6. Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi Nomor 3 Tahun 2012 tentang retribusi pelayanan persampahan/kebersihan PEMUTAKHIRAN SSK BAB I 9

10 1.4. Sistematika Penulisan Pembahasan Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Kabupaten Kabupaten Wakatobi dalam dokumen ini terdiri dari 6 (Enam) Bab. Bab 1, 2 dan 3 dari Dokumen SSK ini merupakan Arah Pembangunan Sanitasi Kabupaten atau sering juga disebut sebagai Kerangka Kerja Sanitasi yang memberikan arahan jangka panjang (20 tahunan), dan jangka menengah (5 tahunan) untuk pembangunan sanitasi kabupaten secara komprehensif, yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengadvokasi para pengambil keputusan di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat. Sedangkan Bab 4, 5 dan 6 memberikan gambaran rinci tentang substansi upaya-upaya strategis yang akan dilakukan. Adapun muatan dari masing-masing Bab dokumen Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Kabupaten Kabupaten Wakatobi, adalah : Bab 1 Pendahuluan, dengan uraian berupa ; Latar Belakang, Metodologi Penyusunan, Dasar Hukum dan Sistematika Penulisan. Bab 2 Profil Sanitasi Saat Ini, memberikan penjelasan tentang Gambaran umum wilayah, Kemajuan pelaksanaan SSK, Profil sanitasi saat ini, Area beresiko dan Permasalahan mendesak. Bab 3 Strategi Percepatan Pembangunan Sanitasi, menjelaskan tentang Visi dan Misi sanitasi, Tahapan pengembangan sanitasi, Tujuan dan sasaran pembangunan sanitasi serta Skenario pencapaian sasaran dalam pembangunan sanitasi. Bab 4 Strategi Pengembangan Sanitasi, memaparkan tentang Program dan kegiatan percepatan pembangunan sanitasi setiap sektor sanitasi, yaitu : sektor Air Limbah Domestik, Persampahan, Drainase dan PHBS terkait sanitasi. Bab 5 Program, Kegiatan dan Indikasi Pendanaan Sanitasi, menjelaskan tentang Ringkasan Program dan Kegiatan Sanitasi, Kebutuhan biaya pengembangan sanitasi dengan sumber pendanaan pemerintah, Kebutuhan biaya pengembangan sanitasi dengan sumber pendanan non pemerintah. Bab 6 Monitoring Dan Evaluasi Capaian SSK, menjelaskan tentang strategi Monev yang akan dilakukan sebagai Implementasi SSK 5 (lima) tahun kedepan. PEMUTAKHIRAN SSK BAB I 10

11 BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI 2.1 GAMBARAN WILAYAH Kondisi Geografis : Kabupaten Wakatobi merupakan kabupaten baru yang terbentuk berdasarkan Undangundang Republik Indonesia No. 29 Tahun 2003, yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Buton. Kabupaten Wakatobi terletak dikepulauan Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi Tenggara, secara geografis terletak dibagian Selatan garis khatulistiwa, memanjang dari Utara ke Selatan diantara Lintang Selatan (sepanjang ± 160 km) dan membentang dari Barat ke Timur diantara ,64 0 Bujur Timur (sepanjang ± 120 km). Secara administratif batas wilayah kawasan kabupaten Wakatobi adalah sebagai berikut : a. Batas sebelah Utara : Kabupaten Buton dan Muna b. Batas sebelah Selatan : Laut Flores c. Batas sebelah Barat : Kabupaten Buton d. Batas sebelah Timur : Laut Banda Administrasi Luas wilayah Kabupaten Wakatobi adalah sekitar km², terdiri dari daratan seluas ± 823 km² atau hanya sebesar 3,00 persen dan luas perairan (laut) ± km 2 atau sebesar 97,00 persen dari luas Kabupaten Wakatobi. Atas dasar kondisi tersebut, maka potensi sektor perikanan dan kelautan serta sektor pariwisata berbasis wisata laut/bahari menjadi sektor andalan daerah Kabupaten Wakatobi. Kabupaten Wakatobi terdiri dari 8 (delapan) Kecamatan, yaitu Kecamatan Wangi-Wangi, Wangi-Wangi Selatan, Kaledupa, Kaledupa Selatan, Tomia, Tomia Timur, Binongko dan Kecamatan Togo Binongko. Wilayah kecamatan terluas adalah kecamatan Wangi-Wangi dengan luas 241 km² atau 29,40 persen yang sekaligus merupakan wilayah ibu kota kabupaten. Sedangkan kecamatan yang wilayahnya paling kecil adalah Kecamatan Kaledupa, yaitu seluas 45,50 km² atau 5,53 persen dari total luas wilayah daratan Kabupaten Wakatobi. Luas Wilayah Kebupaten Wakatobi menurut kecamatan disajikan pada Tabel 1. PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 11

12 Gambar 2.1 : Peta Wilayah Kajian SSK PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 12

13 Tabel 2.1 : Nama dan Luas Wilayah per-kecamatan serta Jumlah Kelurahan Luas Wilayah Nama Kecamatan Kecamatan Wangi- Wangi Kecamatan Wangi- Wangi Selatan Kecamatan Kaledupa Kecamatan Kaledupa Selapan Kecamatan Tomia Kecamatan Tomia Timur Kecamatan Binongko Jumlah Kelurahan/Desa Kecamatan 5 Togo Binongko T O T A L (Ha) Administrasi (%) thd total administrasi 29% 25% 6% 7% 6% 8% 11% 8% 100% Sumber : Wakatobi Dalam Angka / Analisis Pokja (Ha) 2.568, ,00 519,00 630,00 511,00 732,00 984,00 658, ,00 Terbangun (%) thd luas Terbangun (%) thd luas administrasi 29% 11% 25% 11% 6% 11% 7% 11% 6% 11% 8% 11% 11% 11% 7% 10% 100% 86% Kependudukan Penduduk Kabupaten Wakatobi berdasarkan data Statistik tahun 2015 berjumlah jiwa.,dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,7 persen per tahun Berikut ini merupakan jumlah penduduk Kabupaten Wakatobi yang kemudian dilakukan perhitungan proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Wakatobi tahun 2015 sampai 2020 per kecamatan di Kabupaten Wakatobi dengan tahun dasar tahun 2014.Jumlah Kepala Keluarga (KK) pada tahun 2015 telah mencapai dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) terbanyak terdapat pada kecamatan Wangi-Wangi Selatan sebesar KK. Secara keseluruhan jumlah Penduduk dan kepala keluarga (KK) saat ini dan proyeksinya untuk 5 tahun kedepan dapat dilihat pada table dibawah ini : PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 13

14 Tabel 2.2 :Jumlah penduduk dan Kepala Keluarga saat ini dan Proyeksinya untuk 5 tahun Kecamatan Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk Kecamatan Wangi- Wangi Kecamatan Wangi- Wangi Selatan Kecamatan Kaledupa 0 Kecamatan Kaledupa Selapan Kecamatan Tomia 0 Kecamatan Tomia Timur 0 Kecamatan Binongko 0 Kecamatan Togo Binongko Wilayah Perkotaan Wilayah Perdesaan Total (Perkotaan dan Perdesaan) Tahun Tahun Tahun Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Sumber : Wakatobi Dalam Angka * hasil Analisis Pokja pengolahan data PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 14

15 Tabel 2.3 : Tingkat pertumbuhan penduduk dan kepadatan saat ini dan proyeksinya untuk 5 tahun Kecamatan Tingkat Pertumbuhan (%) Kepadatan Penduduk Kecamatan Wangi-Wangi (orang/ha) ,39% 0,39% 0,39% 0,39% 0,39% 0,39% 1,00 0,25 1,00 0,25 1,00 0,25 Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kecamatan Kaledupa Kecamatan Kaledupa Selapan 0,25% 0,25% 0,25% 0,25% 0,25% 0,25% 0,07% 0,07% 0,07% 0,07% 0,07% 0,07% 0,13% 0,13% 0,13% 0,13% 0,13% 0,13% 1,22 0,31 1,23 0,31 1,23 0,31 2,24 0,56 2,24 0,56 2,24 0,56 1,16 0,29 1,16 0,29 1,16 0,29 Kecamatan Tomia 0,09% 0,09% 0,09% 0,09% 0,09% 0,09% Kecamatan Tomia Timur 0,06% 0,06% 0,06% 0,06% 0,06% 0,06% 1,50 0,37 1,50 0,37 1,50 0,37 1,27 0,32 1,27 0,32 1,27 0,32 Kecamatan Binongko Kecamatan Togo Binongko 0,15% 0,15% 0,15% 0,15% 0,15% 0,15% 0,19% 0,19% 0,19% 0,19% 0,19% 0,19% 0,93 0,23 0,93 0,23 0,93 0,23 0,77 0,19 0,77 0,19 0,77 0,19 Jumlah 1,33% 1,33% 1,33% 1,33% 1,33% 1,33% 10,08 2,52 10,10 2,52 10,11 2,53 Sumber : Wakatobi dalam Angka Dalam Angka Tahun 2015 / Hasil Analisis Pokja PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 15

16 Sumber data jumlah penduduk miskin Kabupaten Wakatobi diambil dari data Kecamatan se Kabupaten Wakatobi. Sumber data kemiskinan lainnya hanya menyajikan data penduduk miskin tingkat rekapan Kecamatan dan tingkat kabupaten, sehingga sumber data tersebut tidak dapat digunakan pada penyusunan buku putih sanitasi Kabupaten Wakatobi. Tabel 2.4 Kemiskinan Kabupaten Wakatobi menurut kecamatan Nama Kecamatan Jumlah keluarga miskin (KK) Kec. Binongko 582 Kec. Togo Binongko 344 Kec. Tomia 472 Kec. Tomia Timur 293 Kec. Kaledupa Kec. Kaledupa Selatan 577 Kec. Wangi-Wangi 1.69 Kec. Wangi-Wangi Selatan Sumber : TPKD Kab. Wakatobi tahun 2016 Kebijakan Pembangunan a. Rencana Struktur Ruang Kabupaten Wakatobi 1 Rencana Sistem Perkotaan Wilayah Kabupaten desa pusat pertumbuhan sebagai pusat pelayanan lingkungan (PPL) adalah kawasan perdesaan dengan desa pusat yang berfungsi sebagai pusat distribusi barang, jasa dan informasi, didukung adanya potensi dominan yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan perkembangan kawasan dan mempunyai akses memadai. PPL setiap kecamatan dikembangkan 1 (satu) pusat pelayanan lingkungan dengan jangkauan pelayanan antar desa. Penghubung jaringan antara PPK dan PPL dan antar PPL dengan PPL adalah jalan lokal primer. 2 Fungsi Pusat Pelayanan Penentuan fungsi pusat pelayanan bertujuan untuk mengetahui fungsi yang diemban oleh tiap kota. Oleh karena itu pengembangan kota diarahkan sebagai pusat-pusat pelayanan regional sebagai : PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 16

17 Pusat administrasi wilayah Kabupaten Pusat perdagangan, jasa dan pemasaran Pusat perhubungan dan komunikasi Pusat produksi industri pengolahan Pusat pelayanan sosial. Selanjutnya kelengkapan dalam penyediaan sarana dan prasarana baik sosial maupun ekonomi pada dasarnya tergantung pada hirarki kota yang bersangkutan. Selain itu, terdapat fungsi kota sebagai pusat administrasi pemerintah yang mempunyai sifat pelayanan hirarki menurut status administrasi (ibukota kabupaten dan ibukota kecamatan). Penentuan fungsi kota didasari oleh kelengkapan fasilitas pusat pelayanannya yang akan dikembangkan di tiap kota. Adapun fungsi kota didasari oleh alasan tertentu, yaitu: Fungsi pusat pelayanan sosial dan ekonomi bagi wilayah belakang dari keberadaan kota sebagai pusat pengumpul atau simpul kegiatan perdagangan. Fungsi pusat komunikasi dan hubungan dilihat dari keberadaan transportasi utama (terminal darat) dan akses jaringan transportasi utama. Fungsi pusat kegiatan industri dilihat dari perkembangan dan dominasi kegiatan sektor dimasing-masing wilayah dan kemudahan hubungan ke pusat komunikasi dan perhubungan. Untuk menetapkan sistem perkotaan di Kabupaten Wakatobi sesuai dengan masing-masing orde/hirarki yang direncanakan dalam kurung waktu 20 tahun yang akan datang, maka perlu arahan fungsi masing- masing kota di Kabupaten Wakatobi sampai dengan akhir tahun perencanaan. Disamping fungsi pusat pelayanan pada umumnya, terdapat pula kota-kota kecamatan yang akan diberi beban khusus menjadi pusat pemerintahan/ibukota kabupaten. Lebih jelasnya mengenai penentuan pusat-pusat kegiatan dan fungsi pelayanannya dapat dilihat pada Tabel 3.1. Sedangkan kebutuhan sarana dan prasarana wilayah yang dikembangkan untuk mendukung fungsi dari pusat-pusat kegiatan dapat dilihat pada Tabel 3.2. PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 17

18 Tabel 2.5 Rencana Sistem Pusat-Pusat Kegiatan Di Kabupaten Wakatobi Tahun No. Hirarki Kawasan/Wilayah Fungsi Pelayanan Wilayah Pelayanan 1 Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp) 2 Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) Kawasan Perkotaan Wangi- Wangi sebagai ibukota kabupaten yang mencakup Kecamatan Wangi-Wangi dan Wangi- Wangi Selatan Kawasan Usuku di Kecamatan Tomia Timur yang mencakup Kelurahan Tongano Barat, Tongano Timur, Bahari dan Kelurahan Patipelong dan Desa Timur Pusat pemerintahan kabupaten Pusat pelayanan sosial Perdagangan dan jasa Simpul pelayanan jaringan transportasi wilayah/perhubungan dan komunikasi Kota pendukung pusat kegiatan wilayah Pusat pelayanan kegiatan Pariwisata/ Tourism Service Center Pusat lokal pemerintahan Pusat pelayanan sosial Perdagangan dan jasa Pusat pelayanan kegiatan Pariwisata/ Tourism Service Center Simpul pelayanan jaringan transportasi wilayah/perhubungan dan komunikasi Kota pendukung pusat kegiatan wilayah Seluruh wilayah kabupaten (regional) Sebagian wilayah kecamatan sebelah selatan wilayah kabupaten (regional) PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 18

19 3 Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) Ambeua Ibukota Kaledupa sebagai Kecamatan Langge sebagai Ibukota Kecamatan Kaledupa Selatan Waha sebagai Ibukota Kecamatan Tomia Rukuwa sebagai Ibukota Kecamatan Binongko Pusat pemerintahan lokal Pusat pelayanan sosial Perdagangan dan jasa Simpul pelayanan jaringan transportasi wilayah/perhubungan dan komunikasi Kota pendukung pusat kegiatan lokal Wilayah pulau dan kecamatan (sub regional) Popalia sebagai Ibukota Kecamatan Togo Binongko PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 19

20 No. Hirarki Kawasan/Wilayah Fungsi Pelayanan Wilayah Pelayanan 4 Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) Desa Waha di Kecamatan Wangi- Wangi Desa Liya Mawi di Kecamatan Wangi- Wangi Selatan Kelurahan Buranga di Kecamatan Kaledupa Desa Peropa di Kecamatan Kaledupa Selatan Desa Patua di Kecamatan Tomia Desa Kahianga di Kecamatan Tomia Timur Desa Lagongga di Kecamatan Binongko Desa Waloindi di Kecamatan Togo Binongko Pusat pemerintahan lokal Pusat pelayanan sosial Perdagangan dan jasa Simpul pelayanan jaringan transportasi antar desa Wilayah Kecamatan dan antar desa (Lokal) Sumber: Hasil Analisis, Tahun 2012 PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 20

21 Tabel 2.6 Kebutuhan Sarana dan Prasarana Wilayah (PKWp, PKLp, PPK dan PPL) Di Kabupaten Wakatobi No. Jenis Keterangan 1 Fasilitas Pendidikan Pelayanan Primer (PKWp) TK, SD/Ibtidaiyah, SLTP/Tsanawiyah, SMU/Aliyah Perguruan Tinggi Pelayanan Primer (PKLp) TK, SD/Ibtidaiyah. SLTP/Tsanawiyah, SMU/Aliyah Perguruan Tinggi Pelayanan Sekunder (PPK) TK, SD/Ibtidaiyah. SLTP/Tsanawiyah, SMU/Aliyah Pelayanan Tersier (PPL) TK, SD/Ibtidaiyah. SLTP/Tsanawiyah Sarana Wilayah Fasilitas Kesehatan Fasilitas Ibadah Fasilitas Perdagangan Rumah Sakit, Rumah Sakit, Apotek, Rumah Puskesmas Apotek, Rumah Bersalin, Apotek, Rumah Bersalin, Bersalin, Puskesmas Pembantu Puskesmas Puskesmas Mesjid, Langgar Mesjid, Langgar Mesjid, Langgar Mesjid, Langgar Pusat Perbelanjaan Niaga, Pusat Perbelanjaan Lingkungan, Pertokoan, Induk dan Pasar Pusat Perbelanjaan dan Niaga, Pusat Perbelanjaan Lingkungan, Pertokoan, Pasar Pusat Perbelanjaan Lingkungan, Pertokoan, Pasar Pertokoan, Pelayanan Lingkungan Pusat PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 21

22 No. Jenis Keterangan Pelayanan Primer (PKWp) Pelayanan Primer (PKLp) Pelayanan Sekunder (PPK) Pelayanan Tersier (PPL) 5 Fasilitas Pendukung Pembangkit Listrik, Pengolahan Air Bersih, Telekomunikasi, Drainase Pembangkit Listrik, Pengolahan Air Bersih, Telekomunikasi, Drainase Jaringan Listrik, Jaringan Air Bersih, Jaringan Telekomunikasi, Drainase Jaringan Listrik, Jaringan Air Bersih, Jaringan Telekomunikasi, Drainase 6 Prasarana Perhubungan Terminal, Pelabuhan Barang dan Penumpang, Bandar Udara Terminal, Pelabuhan Barang dan Penumpang, Bandar Udara Pelabuhan/ Dermaga, Terminal Terminal 7 Prasarana Wilayah Prasana Jalan Jalan Kolektor, Jalan Lokal Jalan Kolektor, Jalan Lokal Jalan Lokal Jalan Lokal 8 Ruang Terbuka Hijau Taman dan Lapangan Olahraga, Jalur Hijau Taman dan Lapangan Olahraga, Jalur Hijau Taman dan Lapangan Olahraga, Jalur Hijau Taman, Jalur Hijau Sumber : Hasil Analisis, Tahun 2010 PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 22

23 3 Rencana Sistem Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Perdesaan A. Rencana Pengembangan Sistem Permukiman Perkotaan Sistem permukiman perkotaan pada dasarnya merupakan faktor pembentuk perkembangan wilayah atau sebagai pengembangan ekonomi wilayah. Sistem permukiman perkotaan ini disebut juga dengan sistem kota-kota. Dalam kaitannya dengan pengembangan wilayah, sistem pengembangan sistem kota-kota ini lebih ditekankan pada fungsi dan peranan yang akan diemban serta sistem hirarki kota-kota. Sistem kota-kota di Kabupaten Wakatobi yang direncanakan sebagai berikut : Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp) Wangi-Wangi Kota dengan hirarki paling tinggi (hirarki dalam skala Kabupaten Wakatobi) adalah Wangi-Wangi yaitu sebagai Ibukota Kabupaten Wakatobi saat ini. Kota tersebut diharapkan dapat melayani kota- kota yang memiliki hirarki pelayanan lebih rendah dibawahnya dalam wilayah Kabupaten Wakatobi. Wangi-Wangi menjadi pusat orientasi pergerakan simpul jasa dan pusat pelayanan regional Kabupaten Wakatobi. Dalam pengembangannya hirarki tertinggi harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana perkotaan sesuai dengan fungsi kotanya sebagai pusat pelayanan jasa dan pemerintahan. Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) Usuku Kawasan Usuku yang direncanakan/promosi dengan hirarki Pusat Kegiatan Lokal (hirarki dalam skala Kabupaten Wakatobi) sebagai pusat pelayanan wilayah Selatan Kabupaten Wakatobi dengan pertimbangan wilayah dengan karakteristik kepulauan dan memperpendek rentang/jarak pelayanan. Kawasan Usuku diharapkan dapat melayani kota-kota yang memiliki hirarki pelayanan lebih rendah dibawahnya di wilayah Selatan Kabupaten Wakatobi. Kawasan Usuku menjadi pusat orientasi pergerakan simpul jasa dan pusat pelayanan regional Kabupaten Wakatobi wilayah Tengah/Selatan. Dalam pengembangannya hirarki tertinggi harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana perkotaan sesuai dengan fungsi kotanya sebagai pusat pelayanan jasa dan pemerintahan. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) Pusat pelayanan kawasan yaitu kota yang juga berfungsi sebagai ibukota kecamatan di wilayah Kabupaten Wakatobi sebagai pusat PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 23

24 pelayanan skala kawasan. Kota tersebut diharapkan dapat melayani wilayah yang memiliki hirarki pelayanan lebih rendah dibawahnya dalam skala kawasan. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) Pusat Pelayanan Lingkungan yaitu sebagai desa/kelurahan pusat pertumbuhan wilayah yang berfungsi sebagai pusat pelayanan skala antar desa. desa/kelurahan diharapkan dapat melayani wilayah yang memiliki hirarki pelayanan lebih rendah dibawahnya. Sistem hirarki perkotaan yang terbentuk seperti di atas dikarenakan terdapatnya dua aspek utama yaitu, pertama kemampuan pelayanan suatu kota yang diperlihatkan oleh ukuran besarnya kota (masa kota), kedua kemampuan kemudahan pelayanan (orientasi) yang diperlihatkan oleh tingkat aksesibilitas terhadap kota-kota yang ada dan karakteristik wilayah kepulauan. Atas dasar hal tersebut diatas, guna menetapkan sistem hirarki kota-kota di Kabupaten Wakatobi hingga tahun 2032 harus dipertimbangkan beberapa hal, yaitu : a. Berpijak pada kebijakan spasial di tingkat Provinsi dan Kabupaten (RTRWP dan RTRWK). b. Berpedoman pada kebijaksanaan spasial di tingkat kebijakan daerah dalam pengembangan perkotaan (dalam hal ini mengacu pada RPJM dan RPJP). c. Berdasarkan atas penilaian ukuran besarnya kota sesuai indeks pertumbuhan penduduk, dan indeks tingkat aksesibilitas. d. Harus mencerminkan adanya pusat-pusat permukiman yang berfungsi sebagai pusat pemasaran dan pelayanan sosial yang hirarki. e. Kota sebagai pusat permukiman tersebut harus mempunyai kelengkapan fasilitas sosial ekonomi dan berorienatasi pasar dan cenderung memiliki jumlah penduduk banyak. Dalam hal ini ibukota- ibukota kecamatan dapat dikembangkan sebagai pusat permukiman. B. Rencana Pengembangan Sistem Permukiman Perdesaan Wilayah perdesaan sebagai daerah hinterland kota, perlu diintegrasikan dengan sistem kota-kota yang ada agar wilayah perdesaan juga dapat tumbuh dan berkembang selaras dengan pertumbuhan dan perkembangan kawasan perkotaan. Berdasarkan sistem hirarki kota-kota yang telah disebutkan di atas, untuk mengintegrasikan kawasan perdesaan terhadap kawasan perkotaan, Wilayah Kabupaten Wakatobi perlu dikembangkan menjadi beberapa kawasan pengembangan dalam hal ini dapat dibentuk beberapa desa-desa dari tiap-tiap kecamatan yang memiliki potensi untuk dikembangkan dan menjadi pusat simpul bagi desa-desa PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 24

25 sekitarnya (desa pusat pertumbuhan/dpp). Desa-desa pusat pertumbuhan tersebut menjadi orientasi pelayanan dalam skala lingkungan bagi desa-desa sekitarnya. Berdasarkan hasil identifikasi dan analisa pelayanan skala desa yang dilakukan, terdapat desa-desa yang diproyeksikan menjadi pusat permukiman skala desa/lingkungan, yang memegang peranan dan fungsi strategis di masing-masing kecamatan di Wilayah Kabupaten Wakatobi meliputi : a. Kecamatan Wangi-wangi, desa pusat pelayanan: Desa Waha b. Kecamatan Wangi-wangi Selatan, desa pusat pelayanan: Desa Liya Mawi. c. Kecamatan Kaledupa, desa pusat pelayanan: Kelurahan Buranga. d. Kecamatan Kaledupa Selatan, desa pusat pelayanan: Desa Peropa. e. Kecamatan Tomia, desa pusat pelayanan: Desa Patua. f. Kecamatan Tomia Timur, desa pusat pelayanan: Desa Kahianga. g. Kecamatan Binongko, desa pusat pelayanan: Desa Lagongga. h. Kecamatan Togo Binongko, desa pusat pelayanan: Desa Waloindi. 3.2 Rencana Sistem Jaringan Transportasi Transportasi merupakan hal pokok bagi aktivitas dan mobilitas masyarakat yang dapat berpengaruh terhadap penyediaan barang dan jasa, kebutuhan konsumsi serta kualitas hidup. Sistem transportasi yang ada di Kabupaten Wakatobi belum menunjukkan adanya pengelolaan yang maksimal, dimana dipengaruhi terbatasnya sarana dan prasarana transportasi, sehingga perlu adanya perencanaan pembangunan prasarana dan sarana transportasi yang dapat mendukung kelancaran pola interaksi antar maupun inter wilayah baik transportasi darat, laut maupun udara. Fungsi utama sistem prasarana transportasi adalah suatu kegiatan untuk memindahkan manusia dan barang dari suatu tempat ke tempat lain. Sistem transportasi berfungsi untuk menjembatani keterkaitan fungsional antar kegiatan sosioekonomi di Kabupaten Wakatobi. Sesuai dengan fungsi tersebut, maka kebijakan pengembangan sistem transportasi diarahkan untuk menunjang pengembangan wilayah di Kabupaten Wakatobi. Tujuan pengembangan sistem transportasi adalah : a. Meningkatkan pertumbuhan wilayah Kabupaten Wakatobi agar dapat berkembang secara serasi bersama-sama dengan wilayah yang ada di sekitarnya, dengan sasarannya adalah: membuka daerah-daerah yang terisolasi dalam wilayah Kabupaten PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 25

26 Wakatobi; meningkatkan interaksi antar dan inter wilayah Kabupaten Wakatobi; dan menunjang perkembangan sektor-sektor kegiatan utama di Kabupaten Wakatobi. b. Pengembangan sistem transportasi yang bertujuan untuk mendukung pemerataan pembangunan, yaitu dengan sasaran : memperlancar koleksi dan distribusi arus barang dan jasa serta meningkatkan mobilitas penduduk di Kabupaten Wakatobi; dan meningkatkan keterhubungan ke wilayah-wilayah potensi yang masih terisolasi. c. Pengembangan sistem transportasi yang bertujuan untuk mendukung kegiatan pariwisata, yaitu dengan sasaran: meningkatkan hubungan kawasan pariwisata dengan dunia luar (asing maupun domestik). mempertinggi aksesibilitas dan mobilitas pergerakan penumpang dan barang. : Rencana pengembangan infrastruktur moda transportasi darat, laut dan udara adalah 1. Mengembangkan sistem jalan lingkar setiap pulau, Pulau Wangi- Wangi, P. Kaledupa, P. Tomia dan P. Binongko untuk mengakses wilayah di sekeliling pulau utama; 2. Meningkatkan/membuka jalan jalur antar kecamatan sebagai upaya membuka aksesibilitas pergerakan manusia dan barang sekaligus dalam upaya membuka daerah terisolir serta mempercepat pembangunan wilayah; 3. Mengembangkan dan meningkatkan fungsi jalan Lokal Primer sebagai penghubung antar PKWp, PPK dan PPL, seperti Ibukota Kecamatan Kaledupa dengan Ibukota Kecamatan Kaledupa Selatan (P. Kaledupa) dan antar ibukota kecamatan di setiap pulau; 4. Meningkatkan jalan kolektor primer sebagai penghubung antara Ibukota kabupaten dengan outlet (bandara udara dan pelabuhan ferry); 5. Meningkatkan fungsi bandara udara di Pulau Wangi-Wangi sebagai pintu masuk bagian Barat Kabupaten Wakatobi dan Pulau Tomia sebagai pintu masuk bagian Selatan Kepulauan Wakatobi; PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 26

27 Gambar 2.2 : Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Wakatobi Sumber : RTRW Kabupaten Wakatobi PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 27

28 Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Wakatobi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wakatobi, merupakan penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara yang dijabarkan dalam bentuk pola pemanfaatan ruang yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan struktur tata ruang wilayah Kabupaten Wakatobi. Pola ruang meliputi; rencana kawasan lindung dan kawasan budidaya Secara umum materi yang terkandung dalam rencana pola ruang wilayah adalah sebagai berikut; (i) arahan pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budidaya, (ii) pengembangan kawasan permukiman, kehutanan, pertanian, perkebunan, perikanan, perindustrian, pariwisata dan kawasan lainnya, dan (iii) rencana pengembangan permukiman perdesaan dan perkotaan. Pada dasarnya ketentuan teknis dalam pola ruang wilayah secara makro didasarkan pada kondisi fisik dasar wilayah perencanaan. Dengan kondisi karakteristik fisik wilayah, maka dapat diketahui deliniasi antara kawasan lindung dan kawasan budidaya. Rencana Kawasan Lindung Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam serta sumberdaya buatan guna pembangunan berkelanjutan, yang juga dapat diartikan bahwa kawasan lindung apabila dijamah akan berakibat terhadap daerah bawahannya atau daerah sekitarnya. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, maka perlu dilakukan penetapan kawasan lindung. Pada dasarnya, penetapan kawasan lindung merupakan perwujudan dan pengembangan struktur tata ruang yang berdasarkan pada prinsip pembangunan berkelanjutan. Kawasan-Kawasan Lindung seperti yang dimaksud di atas disesuaikan dengan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung meliputi : A. Kawasan hutan lindung B. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, terdiri dari : 1. Kawasan bergambut; dan 2. Kawasan konservasi dan resapan air. C. Kawasan perlindungan setempat, terdiri dari : PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 28

29 1. Sempadan pantai; 2. Sempadan sungai; 3. Kawasan sekitar danau/waduk; dan 4. Kawasan sekitar mata air. D. Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya, terdiri dari : 1. Kawasan suaka alam; 2. Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya; 3. Kawasan pantai berhutan bakau; 4. Taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam; dan 5. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. E. Kawasan rawan bencana alam, terdiri dari : 1. Kawasan rawan letusan gunung api; 2. Kawasan rawan gempa bumi; 3. Kawasan rawan tanah longsor; 4. Kawasan rawan gelombang pasang; dan 5. Kawasan rawan banjir. F. Kawasan lindung geologi, terdiri dari; 1. Kawasan cagar alam geologi; 2. Kawasan rawan bencana geologi; 3. Kawasan keunikan bentang alam (karst); dan 4. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah; G. Kawasan lindung lainnya, terdiri dari : 1. Cagar biosfer; 2. Ramsar; 3. Taman buru; 4. Kawasan perlindungan plasma nutfah; 5. Kawasan pengungsian satwa; 6. Terumbu karang; dan 7. Kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi. Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan Undang-Undang tentang Penataan Ruang menjelaskan bahwa penentuan kawasan lindung didasarkan atas beberapa kriteria fisik tanah meliputi ketinggian, kelerengan, daerah resapan air, dan sifat khusus lainnya sehingga dapat digolongkan ke dalam kawasan yang harus dilindungi. Pada prinsipnya pengendalian atau pengelolaan kawasan lindung, adalah di dalam kawasan lindung dilarang melakukan kegiatan budidaya, kecuali yang tidak PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 29

30 mengganggu fungsi lindung. Pada kawasan suaka alam dan cagar budaya dilarang melakukan kegiatan budidaya apapun, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan tidak mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan, serta ekosistem yang ada. Flora dan fauna yang ada di dalam kawasan lindung, perlu dilindungi dan dipertahankan kelestariannya. Perlu adanya rehabilitasi hutan atau reboisasi pada unit lahan pada hutan lindung yang saat ini tidak berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan cagar alam, hutan lindung atau dalam kawasan hutan yang pada kondisi sekarang sudah berubah fungsi, maka langkah selanjutnya pemerintah daerah dan instansi terkait harus segera memproses untuk mengembalikan fungsi kawasan dengan pertimbangan karakteristik wilayah kepulauan. Kawasan Hutan Lindung Sebaran lokasi kawasan hutan lindung di Kabupaten Wakatobi, dapat dibagi kedalam 2 (dua) kawasan, yaitu: (i) kawasan lindung darat dan (ii) kawasan lindung laut. Kawasan lindung darat yaitu semua kawasan lindung yang ditetapkan sebagai hutan lindung di daratan, sedangkan kawasan lindung laut, yaitu kawasan perairan laut yang ditetapkan sebagai kawasan lindung yang termasuk didalamnya adalah pulau-pulau tak berpenghuni. Penetapan kawasan hutan lindung di Kabupaten Wakatobi mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor S. 465/Menhut- II/2011, tanggal 9 Agustus 2011 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Bukan Hutan seluas Ha dan Perubahan Antar Fungsi Kawasan Hutan seluas Ha di Propinsi Sulawesi Tenggara. Mengacu pada SK Menteri Kehutanan tersebut maka luas kawasan hutan darat di Kabupaten Wakatobi adalah ,76 Ha, dengan pola sebaran hampir di semua pulau. Secara rinci luas dan sebaran kawasan hutan lindung di Kabupaten Wakatobi, meliputi Pulau Wangi-Wangi seluas ,75 Ha, Pulau Kaledupa + 570,03 Ha, Pulau Tomia seluas + 913,86 Ha, Pulau Binongko seluas ,95 Ha, sehingga luas kawasan hutan lindung wilayah darat pulau-pulau utama adalah ,60 Ha. Untuk pulaupulau berpenghuni lainnya, luas kawasan hutan lindung mencakup ,97 Ha, dengan meliputi Pulau Kapota seluas + 812,27 Ha, Pulau Lentea seluas + 166,35 Ha dan Pulau Darawa seluas + 272,35 Ha, sehingga luas kawasan lindung wilayah darat pulau-pulau berpenghuni adalah 8.366,57 Ha. Sedangkan luasan kawasan hutan lindung pada pulau-pulau tak berpenghuni adalah seluas PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 30

31 ,19 Ha, dengan sebaran meliputi Pulau Oroho seluas ,82 Ha, Pulau Simpora seluas + 97,22 Ha, dan Pulau Lentea Tomia seluas + 423,15 Ha. Berdasarkan luasan kawasan hutan lindung tersebut maka proporsi kawasan hutan lindung yang ada adalah 12,18% dari total luas wilayah darat Kabupaten Wakatobi yaitu seluas Ha. Dengan melihat letak geografis Kabupaten Wakatobi yang merupakan daerah kepulauan, dengan kondisi iklim yang tergolong panas maka kawasan hutan lindung yang ada perlu dipertahankan keberadaannya. Hal ini sangat penting untuk menjaga kestabilan iklim mikro dan mempertahankan kawasan tangkapan air guna ketersediaan cadangan air tanah sebagai sumber utama air minum di wilayah Kabupaten Wakatobi. Untuk rencana kawasan hutan lindung di Kabupaten Wakatobi pada dasarnya tetap mengacu pada SK Menteri Kehutanan Nomor S.465/Menhut- II/2001, dengan total luasan areal kawasan hutan lindung adalah ,76 Ha. Adapun rencana kawasan hutan lindung di Kabupaten Wakatobi akan menyebar pada titik kawasan di masing- masing pulau, yaitu sebagai berikut : a. Kawasan hutan lindung pulau Wangi-Wangi dan sekitarnya, mencakup bagian Utara, Selatan, Timur dan Tengah Pulau Wangi- Wangi, bagian Tengah Pulau Oroho dan bagian Barat dan Tengah Pulau Kapota di Kecamatan Wangi-Wangi dan Wangi-Wangi Selatan; b. Kawasan hutan lindung pulau Kaledupa mencakup bagian Timur dan Selatan pulau Kaledupa, bagian Utara Pulau Lentea, bagian Timur dan Selatan Pulau Darawa di Kecamatan Kaledupa dan Kaledupa Selatan; c. Kawasan hutan lindung pulau Tomia mencakup bagian Barat, Timur, Selatan pulau Tomia dan daratan Pulau Lentea Tomia di Kecamatan Tomia dan Tomia Timur; dan d. kawasan hutan lindung pulau Binongko mencakup bagian Timur dan Selatan Pulau Binongko di Kecamatan Binongko dan Togo Binongko. Lebih jelasnya mengenai rencana kawasan hutan lindung di Kabupaten Wakatobi menurut wilayah kepulauan disajikan pada Tabel 4.1. PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 31

32 Tabel 2.7 Rencana Kawasan Lindung Menurut Wilayah Kepulauan Di Kabupaten Wakatobi Tahun No. Pulau Luas Hutan Lindung (Ha) % 1 Binongko 1.043,95 10,42 2 Tomia 1.337,01 13,34 3 Kaledupa 1.008,73 10,06 4 Wangi-Wangi 6.632,06 66,18 Jumlah ,76 100,00 Sumber: Hasil Analisis, Tahun 2012 Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya Kawasan Resapan Air Untuk menentukan suatu wilayah ke dalam jenis kawasan dapat dilihat dari jenis batuannya. Untuk wilayah Kabupaten Wakatobi yang memiliki topografi bukit dengan susunan struktur geologi batuan gamping dominan, potensi daerah resapan air untuk cadangan air sangat tinggi terutama pada goa-goa yang tersebar di setiap kecamatan. Upaya pelestarian terhadap kawasan ini mutlak sangat diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan ekosistem di wilayah ini dan sebagai kawasan penyimpan cadangan air. Sebagai wilayah yang beriklim panas dan struktur tanah berkapur maka wilayah Kabupaten Wakatobi tergolong daerah yang rawan krisis air minum. Oleh karena itu perlu dilakukan langkah antisipasi dengan menyediakan lahan cadangan yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air (cathmant area), yang mana kawasankawasan yang selama ini telah berfungsi sebagai kawasan resapan air tetap dipertahankan keberadaan dan fungsinya. Keberadaan kawasan resapan air tersebut sangat penting untuk menyimpan dan menyerap air ke dalam tanah ketika terjadi hujan mengingat wilayah Kabupaten Wakatobi tergolong memiliki curah hujan yang tinggi sehingga dapat menjaga ketersediaan air tanah, Keberadaan kawasan resapan air ini juga sekaligus dapat menjadi kawasan penyangga karena secara ekologis berperan penting menjaga keseimbangan iklim kawasan serta melindungi kawasan bawahannya dari aliran air permukaan. Rencana pengembangan kawasan resapan air di wilayah Kabupaten Wakatobi akan diarahkan pada kawasan-kawasan hutan yang selama ini masih tetap terjaga, terutama pada kawasan yang berada di daerah ketinggian, yang meliputi : a. kawasan hutan di sekitar Waginopo, Tindoi, Tindoi Timur, Pookambua, Posalu, hutan Ehata, hutan Wabue-bue, Kaendea Teo, hutan Longa di Kecamatan Wangi-Wangi PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 32

33 dengan luas kurang lebih 714,68 Ha. b. kawasan hutan di sekitar Matahora dan hutan Sara Liya di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan dengan luas kurang lebih 245,58 Ha. c. kawasan hutan di sekitar Sandi Kecamatan Kaledupa Selatan dengan luas kurang lebih 72,71 Ha. Kawasan Perlindungan Setempat A. Kawasan Sempadan Sungai Sebagian wilayah kabupaten Wakatobi memiliki sungai yaitu di kecamatan Wangi-Wangi, Wangi-Wangi Selatan, Kaledupa dan Kaledupa Selatan. Alur sungai yang terdapat di wilayah Kabupaten Wakatobi khususnya yang berada di wilayah Kecamatan Wangi-Wangi, Wangi- Wangi Selatan, Kaledupa dan Kaledupa Selatan bentangannya tidak terlalu lebar. Sungai-sungai tersebut saat ini sebagian telah mengalami kekeringan dan hanya mengalirkan air pada waktu musim penghujan, utamanya yang terdapat di kecamatan Wangi-Wangi dan Wangi-Wangi Selatan. Hal ini disebabkan oleh kegiatan penggundulan hutan pada daerah hulu. Namun demikian mengingat pentingnya fungsi sungai dalam pengaliran air ketika terjadi hujan maka aktivitas masyarakat di sekitar daerah aliran sungai tersebut tetap harus dikendalikan dan dibatasi dengan penetapan kawasan sempadan sungai. Langkah ini dilakukan guna mempertahankan kondisi sungai agar tetap berfungsi dengan baik dan tidak terganggu oleh aktivitas pembangunan yang dilakukan oleh manusia, misalnya membuang sampah di badan sungai dan memanfaatkan sempadan sungai untuk mendirikan bangunan sehingga menyebabkan gangguan fungsi sungai, misalnya sedimentasi dan penumpukan sampah di badan sungai. Dampaknya adalah terjadinya genangan dan banjir pada saat turun hujan. Sesuai dengan karakteristik sungai yang terdapat di wilayah Kabupaten Wakatobi maka penetapan kawasan sempadan sungai juga disesuaikan aktivitas guna lahan di sepanjangn alur sungai. Pada kawasan di luar permukiman kawasan sempadan sungai ditetapkan sekurang-kurangnya antara meter di kiri dan kanan sungai. Adapun daerah permukiman seperti di kawasan perkotaan Wangi-Wangi yang mencakup kecamatan Wangi-Wangi dan Wangi-Wangi Selatan maupun di kecamatan Kaledupa dan Kaledupa Selatan garis sempadan sungai ditetapkan minimal meter sebagai daerah bebas dari kegiatan manusia atau aktivitas permukiman penduduk. B. Kawasan Sempadan Mata Air Wilayah kabupaten Wakatobi memiliki banyak sumber mata air khususnya PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 33

34 mata air goa. Mata air tersebut selama ini menjadi sumber air utama bagi sebagian besar masyarakat pada keempat pulau di kabupaten Wakatobi. Karena itu sebagai sumber air utama yang dipergunakan penduduk untuk keperluan air bersih khususnya air minum, maka keberadaannya perlu dijaga agar tidak terganggu oleh berbagai aktivitas yang dapat menyebabkan penurunan fungsi dan kualitas airnya sebagai sumber air baku bagi penduduk. Upaya yang dilakukan untuk menjaga dan mempertahankan fungsi kawasan mata air tersebut adalah dengan menetapkan kawasan sempadan mata air pada setiap mata air yang selama ini dipergunakan sebagai sumber air baku, baik yang dikelola oleh PDAM maupun mata air yang hanya dipergunakan oleh masyarakat lokal sebagai sumber air. Secara umum penetapan kawasan sempadan mata air di Kabupaten Wakatobi mengacu pada peraturan normatif yaitu Keppres 32 Tahun Adapun rencana kawasan sempadan mata air pada sumber- sumber mata air utama yang terdapat di Kabupaten Wakatobi ditetapkan radius minimal 200 meter dari mata air Wa Gehe-Gehe dan mata air Longa di Kecamatan Wangi-Wangi, mata air Te e Bete, Te e Liya, Hu u, Kampa, Balande dan Te e Fo ou di Kecamatan Wangi- Wangi Selatan, mata air Batambawi dan mata air Lenteaoge di Kecamatan Kaledupa Selatan, mata air He ulu dan mata air Te e Luo di Kecamatan Tomia Timur, dan mata air Lia Meangi di Kecamatan Togo Binongko. C. Kawasan Sempadan Pantai Kabupaten Wakatobi sebagai wilayah perairan dan kepulauan dimana sebagian besar aktivitas permukiman tumbuh dan berkembang di wilayah pesisir pantai. Perkembangan aktivitas permukiman di wilayah pesisir tersebut membawa konsekuensi terganggunya fungsi pantai sebagai ruang publik. Hal ini karena akses masyarakat menuju ke kawasan pantai menjadi terbatas karena terhalang aktivitas bangunan permukiman penduduk. Untuk meningkatkan fungsi pantai sebagai ruang publik serta menjada fungsi ekologis dan nilai estetis pantai maka diperlukan upaya mempertahankan fungsi kawasan pantai, dengan pembatasan berbagai aktivitas pembangunan fisik di sekitar pantai melalui menetapkan kawasan sempadan pantai. Kawasan sempadan pantai merupakan kawasan di sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Kawasan sempadan pantai di Kabupaten Wakatobi terdapat di semua kecamatan pada setiap pulau yang lebarnya proporsional atau disesuaikan dengan peraturan dan ketentuan yang ditetapkan di daerah setempat. Adapun rencana kawasan sempadan pantai yang ditetapkan di Kabupaten Wakatobi, meliputi : PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 34

35 a. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak minimal 100 meter dari titik pasang air tertinggi ke arah darat yang terdapat pada seluruh pulau di Kabupaten Wakatobi; dan b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai yang terdapat seluruh pulau di Kabupaten Wakatobi. PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 35

36 Gambar2.3 : Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Wakatobi PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 36

37 2.2 KEMAJUAN PELAKSANAAN SSK a. Air Limbah Domestik Tabel 2.8 : Kemajuan SSK Sektor Air Limbah SSK (Periode Sebelumnya) SSK (Saat Ini) Tujuan Sasaran Data Dasar Status Saat Ini (1) (2) (3) (4) Menurunnya Jumlah KK yang jumlah KK yang tidak mempunyai tidak mempunyai jamban Tersedianya infrastruktur pengelolaan air limbah domestik yang memenuhi standar teknis dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat Menurunnya prosentase kejadian BABS Menurunnya Prosentase tanki septik yang tidak memenuhi standar teknis Meningkatnya prosentase Rumah Tangga yang melakukan penyedotan tinja Tersedia sarana pengelola grey water di beberapa kawasan permukiman jamban dari 30% menjadi 0% di tahun 2018 Prosentase penduduk yang melaksanakan praktik BABS dari 25% menjadi 0% pada tahun 2019 Prosentase tanki septik yang tidak memenuhi standar teknis dari 56% menjadi 20% pada tahun 2018 Prosentase rumah tangga yang melakukan penyedotan tanki septic dari 0% menjadi 36 % pada tahun 2018 Prosentase kawasan permukiman yang telah memiliki sarana pengelola grey water yang mencapai 10% pada tahun 2018 Jumlah KK yang tidak mempunyai jamban dari 30% menjadi 0% di tahun 2019 Prosentase penduduk yang melaksanakan praktik BABS dari 25% menjadi 0% pada tahun 2019 Prosentase tanki septik yang tidak memenuhi standar teknis dari 56% menjadi 10% pada tahun 2019 Prosentase rumah tangga yang melakukan penyedotan tanki septic dari 0% menjadi 10 % pada tahun 2019 Prosentase kawasan permukiman yang telah memiliki sarana pengelola grey water yang mencapai 15% pada tahun 2019 Tersedianya Regulasi / Kebijakan daerah yang Tersedianya masterplan sistem pengelolaan air Belum Mempunyai Master Plan Air Limbah Master Plan Air Limbah selsai pada tahun 2018 PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 37

38 mengatur sistem pengelolaan air limbah domestik Tersedianya sumber daya manusia yang mempunyai kapasitas dalam sistem pengelolaan air limbah domestik Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan infrastruktur pengelolaan air limbah domestik Meningkatnya peran serta dunia usaha dan masyarakat dalam pengelolaan air limbah domestik limbah kabupaten skala Tersedianya peraturan daerah yang mengatur sistem pengelolaan air limbah domestik Terpenuhinya SDM yang mendukung operasional dan pemeliharaan fasilitas pengelolaan air limbah komunal Meningkatnya jumlah infrastruktur air limbah domestik yang dibangun oleh dunia usaha dan masyarakat yang Belum Mempunyai Perda pengelolaan Air Limbah Merubah perilaku dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan air limbah permukiman Mendorong partisipasi dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan pengembangan dan pengelolaan air limbah permukiman b. Pengelolaan Persampahan Tabel 2.9 : Kemajuan SSK Sektor Persampahan SSK (Periode Sebelumnya) SSK (Saat Ini) Tujuan Sasaran Data Dasar Status Saat Ini (1) (2) (3) (4) PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 38

39 Tersedianya sarana dan prasarana persampahan yang memenuhi standar teknis dengan cakupan layanan yang memadai Meningkatkan pengelolaan TPA Menyediakan pedoman teknis dan rencana induk pengelolaan persampahan skala kabupaten Meningkatkan peran serta dunia usaha dan masyarakat dalam pembangunan serta pemeliharaan sarana dan prasarana persampahan Meningkatnya sarana dan prasarana yang mengurangi timbulan sampah kelaut Menurunnya jumlah masyarakat yang membuang sampah sembarangan Masyarakat telah mendapatkan layanan angkutan persampahan TPA telah menggunakan sistem Sanitary Landfill pada tahun 2018 Pembangunan sarana dan prasarana persampahan telah mengikuti pedoman teknis dan rencana induk mulai tahun 2015 Meningkatnya peran masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam pembangunan serta pemeliharaan sarana dan prasarana persampahan Prosentase masyarakat yang membuang sampah ke laut 15.9% prosentase masyarakat yang membuang sampah sembarangan sebesar 40% cakupan layanan angkutan persampahan masih 14% TPA masih open dumping Belum mempunyai masterplan Persampahan Masyarakat belum berperan aktif dalam pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana persampahan Pada tahun 2019 tidak ada lagi masyarakat yang membuang sampah ke laut Tahun 2019 tidak ada lagi masyarakat yang membuang sampah sembarangan Meningkatkan layanan persampahan sampai 60% pada tahun 2019 TPA Sanitary Landfill sementara di kerjakan Dokumen Masterplan Persampahan sudah selesai sebelum tahuin 2019 Prosentase peran aktif dalam pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana persampahan yang mencapai 50% tahun 2019 PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 39

40 c. Drainase Tabel 2.10: Kemajuan SSK Sektor Drainase SSK (Periode Sebelumnya) SSK (saat ini) Tujuan Sasaran Data Dasar Status Saat Ini Tersusunnya masterplan sistem jaringan drainase (1) (2) (3) (4) tersusunnya Kebijakan/perda tentang pembangunan dan pemeliharaan drainase Terbangunnya sarana dan prasarana drainase yang memenuhi standar teknis Optimalisasi sarana dan prasarana jaringan drainase yang telah terbangun Meningkatnya peran stakeholder dalam pembangunan dan penanganan drainase Pembangunan infrastruktur sistem drainase Kabupaten lebih terarah dan terintegrasi tahun 2018 Kebijakan/perda tentang pembangunan dan pemeliharaan drainase Berkurannya daerah rawan genangan di Kabupaten Wakatobi tahun 2018 meningkatnya fungsi seluruh jaringan drainase yang telah terbangun Dunia usaha dan masyarakat telah berperan aktif dalam pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana saluran drainase Belum mempunyai master plan Drainase Belum mempunyai perda pembangunan dan pemeliharaan drainase Menurunnya Kawasan rawan genangan pada 6 kawasan dalam Ibukota kabupaten Presentase drainase yang tidak berfungsi dengan baik sebesar 75% Tersusunnya 1 dokumen masterplan drainase Kabupaten Ditetapkannya 1 dokumen/perda tentang drainase Tidak ada lagi genangan pada tahun 2019 saluran drainase berfungsi dengan baik di tahun 2019 Dunia usaha dan masyarakat berperan aktif dalam pengelolaan drainase mencapai 10% pada tahun 2019 PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 40

41 2.3 PROFIL SANITASI SAAT INI a. Air Limbah Domestik Kondisi umum pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten Wakatobi baik dari aspek teknis maupun aspek non teknis (Kelembagaan, Kebijakan, Keuangan, PMJK, Media dan Komunikasi serta Penyedia layanan kesanitasian) dapat diuraikan sebagai berikut PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 41

42 PRODUK INPUT Black Water Grey Water (A) USER INTERFACE Wc Leher Angsa (B) PENGUMPULAN &PENAMPUNGAN / PENGOLAHAN AWAL Tangki Septik (C) PENGANGKUTAN / PENGALIRAN (D) (SEMI) PENGOLAHAN AKHIR TERPUSAT (E) DAUR ULANG DAN /ATAU PEMBUANGAN AKHIR Tanah Laut WC Helikopter Tanah WC Gali Kamar Mandi Pipa Paralon, Drainase/Selokan Laut Tanah Tempat cuci piring/pakaian PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 42

43 Sumber : Survey Tim Teknis Pokja Sanitasi Kabupaten Wakatobi Tahun 2016 Sistem pengelolaan air limbah di Kabupaten Wakatobi menggunakan sistem onsite. Sistem onsite adalah suatu sistem pengelolaan air limbah dimana black water dan grey water dikumpulkan dan diolah dalam lahan milik pribadi dengan teknologi seperti tangki septik. Selain itu adanya fasilitas komunal skala kecil seperti tangki septik yang melayani 5 hingga 10 KK, komunal MCK dan MCK++. PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 43

44 Tabel 2.11:Cakupan Layanan Air Limbah Saat Ini Di Kabupaten Wakatobi Akses Layak Akses Dasar KK No Kecamatan Jumlah Penduduk (KK) Tangki Septik Individual Aman Tangki Septik Komunal (10 KK) MCK Tangki Septik Komunal (<10 KK) Ipal Komunal Ipal Kawasan Ipal Kota Tangki Septik Individual Belum Aman Cubluk BABS ( KK) (i) (ii) (iii) (iv) (v) (vi) (vii) (viii) (ix) (x) (xi) (xii) (xiii) 1 Binongko Togo Binongko Tomia Tomia Timur Kaledupa Kaledupa Selatan Wangi-Wangi Wangi-Wangi Selatan Sumber : Buku Putih Sanitasi Wakatobi 2013, Analisis Pokja 2016 PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 44

45 Tabel 2.12 : Kondisi Prasarana dan Sarana Pengelolaan air Limbah Domestik No Jenis Satuan Jumlah/ Kapasitas Berfungsi Kondisi Tdk berfungsi Keterangan (i) (ii) (iii) (iv) (v) (vi) (vii) SPAL Setempat (Sistem Onsite) 1 Tangki Septik Komunal <10 KK unit Belum ada 2 MCK unit Truk Tinja unit Belum ada 4 IPLT ; Kapasitas unit Belum ada SPAL Terpusat (Sistem Ofsite) 1 Tangki Septik Komunal > 10 KK unit Belum ada 2 IPAL Komunal unit Belum ada 3 IPAL Kawasan unit Belum ada 4 IPAL Kota unit Belum ada Sumber : Analisis Pokja 2016 IPLT : Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja IPAL : Instalasi Pengolahan Air Limbah PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 45

46 Gambar2.4 : Peta Cakupan Akses dan Sistem layanan air Limbah Domestik Per Kecamatan PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 46

47 1. Kelembagaan dan Peraturan Pemangku kepentingan dalam pembangunan air limbah Kabupaten Wakatobi sejauh ini hanya melibatkan pemerintah Kabupaten Wakatobi dari perencanaan, pengadaan sarana, pengelolaan, pengaturan dan pembinaan serta monitoring dan evaluasi, sedangkan dari pihak swasta dan masyarakat belum menunjukkan keterlibatan sama sekali. Di dalam struktur Pemerintahan Kabupaten Wakatobi, urusan kewenangan pengelolaan air limbah berada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Pekerjaan Umum yakni pada seksi Drainase Permukiman & perumahan, Lingkungan dan Air Minum, serta Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Wakatobi yang oleh Pemerintah Daerah diberikan tugas dan tanggungjawab untuk menangani pengelolaan air limbah. PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 47

48 b. Persampahan 1. Sistem dan Infrastruktur Produk input Sampah Organik (A) (B) (C) (D) (E) (F) User interface Pengumpulan setempat Penampungan Sementara (tps) Pengangkutan (semi) pengolahan akhir terpusat Daur ulang/pembuangan akhir Tabel Diagram Sistem Sanitasi Pengelola an Persamp ahan Motor Sampah TPA Keranjang Sampah Motor Sampah Truk Sampah Laut Gerobak Sampah Pekarangan/Lahan Kosong Dibakar Sampah Anorganik PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 48

49 TPA Keranjang Sampah Motor Sampah Truk Sampah Laut Gerobak Sampah Pekarangan/Lahan Kosong Dibakar PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 49

50 Tabel 2.14 : Timbulan Sampah Per Kecamatan di Kabupaten Wakatobi Timbulan Sampah No Kecamatan Jumlah Penduduk Jiwa Sampah dikelola mandiri disumber Sampah Terproses 3 R Sampah terangkut ke TPA Sampah Tidak Terproses Total % (m3/hari) % (m3/hari) % (m3/hari) % (m3/hari) % (m3/hari) 1 Binongko Togo Binongko Tomia Tomia Timur Kaledupa Kaledupa Selatan Wangi-Wangi % 423, % 423, % 423,125 8 Wangi-Wangi Selatan % 442, % 442, % 442,325 Catatan : - asumsi timbulan sampah 2,5 Liter/Org/Hari - Pemilahan Sampah dilakukan di TPA (terproses 3R) presentase % Sumber :Tim Pokja PPSP Wakatobi 2016 (data diolah) PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 50

51 Tabel 2.15 : Kondisi Prasarana dan Sarana Persampahan No Jenis Prasarana /Sarana Satuan Jumlah/ luas total terpakai Kapasitas / daya tampung M 3 Ritasi /hari Baik Kondisi Rusak Ringan Rusak Berat (i) (ii) (iii) (iv) (v) (vi) (vii) (viii) (ix) (x) 1 Pengumpul Setempat - Gerobak Unit Motor Sampah Unit Kendaraan Pick Unit Up 2 Tempat Penampungan Sementara (TPS) - Bak Biasa Unit Container Unit Tranfer Stasiun Unit SPA (Stasiun Peralihan Antar) 3 Pengangkutan Unit Dump Truck Unit Arm Roll Truck Unit Comactor Truck Unit Pengolahan Sampah - TPS 3R Unit ITF -Unit Ket PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 51

52 - Bank Sampah Unit - Incinerator Unit 5 TPA/TPA Regional Konstruksi : lahan urug saniter/lahan urug terkendali/ penimbunan terbuka Operasional : lahan urug saniter/lahan urug terkendali/ penimbunan terbuka - Luas Total TPA yang terpakai Ha 1, Luas sel landfill Ha 5, Daya Tampung TPA 6 Alat Berat (M 3 /hari Bulldozer Unit Bakloader Unit Truck tanah Unit IPL : Sistem kolam/aerasi Hasil pemeriksaan lab (BOD dan COD) - Efluen di Inlet - Efluen di Outlet Mg/l Sumber : Dinas Kebersihan Kabupaten Wakatobi, 2016 PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 52

53 Gambar 2.5 : Peta Cakupan Akses dan Sistem Persampahan PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 53

54 2. Kelembagaan dan Peraturan Di dalam struktur Pemerintahan Kabupaten Wakatobi, urusan kewenangan pengelolaan persampahan berada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Kebersihan Pertamanan, Pemakaman dan Pemadam Kebakaran serta Badan Lingkungan Hidup (BLH) Bidang Persampahan dan yang bertanggungjawab dalam hal penanganan sampah. c. Drainase Seiring pertumbuhan penduduk kota maka permasalahan drainase juga mulai meningkat seperti banjir dan genangan. Pada umumnya sistem ataupun kondisi pembangunan drainase saat ini masih bersifat an sehingga belum dapat menyelesaikan masalah banjir dan genangan secara tuntas. 1. Lokasi Genangan dan Perkiraan Luas Genangan Tabel 2.16 : Lokasi Genangan dan Perkiraan Luas Genangan No Lokasi Genangan Wilayah Genangan Infrastruktur Luas Ketinggian Lama Frekuensi Penyebab Jenis Ket (Ha) (m) (jam/hari) (kali/tahun) 1 Kel. Pongo 5 0,3-0,5 5 2 kali/tahun Hujan Belum ada - 2 Desa Komala 2 0,3-0,5 4 2 kali/tahun Hujan Belum ada - 3 Kel. Mandati I 3 0,3-0,5 5 2 kali/tahun Hujan Drainase - Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kab. Wakatobi Tahun 2016 PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 54

55 2. Sistem dan Infrastruktur Tabel 2.17 : Kondisi sarana dan prasarana drainase perkotaan di Kabupaten Wakatobi No Jenis Prasarana /Sarana Satuan Bentuk Penampang Saluran Dimensi Kondisi Frekuensi Ting Tidak Pemeliharaan Lebar Berfungsi gi Berfungsi (kali/tahun) (i) (ii) (iii) (iv) (v) (vi) (vii) (viii) Saluran 1 - Saluran Primer m Saluran Sekunder m Trapesium Saluran Tersier m Bangunan Pelengkap - Rumah Pompa - Pintu Air Unit Kolam Retensi Unit Trash rack/saringan Sampah Unit Catatan : Belum ada data tentang panjang drainase di Kabupaten Wakatobi Sumber : Dinas PU Kabupaten Wakatobi Tahun 2016 PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 55

56 Gambar2.6 : PetaLokasi Genangan Kabupaten Wakatobi PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 56

57 3. Kelembagaan dan Peraturan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Wakatobi yang menangani dan terkait dalam pengelolaan drainase adalah Dinas Pekerjaan Umum, Tata Ruang, Pertambangan dan Energi. Pada Dinas Pekerjaan Umum, penanganan drainase lingkungan melekat pada Bidang Cipta Karya yang membawahi Seksi Pengembangan Air Bersih dan Drainase 2.4 Area Berisiko Dan Permasalahan Mendesak Sanitasi a. Area Berisiko dan Permasalahan AIr Limbah Domestik Permasalahan yang ada dalam pengelolaan air limbah Kabupaten Wakatobi adalah: Tabel : Area Berisiko Sanitasi Air Limbah Domestik No Area Berisiko Wilayah Prioritas Air Limbah Domestik Resiko 4 Kecamatan Kaledupa : Matigola Makmur, Sama Bahari Kecamatan Wangi-Wangi : Pongo, Wanci, Wandoka, Wandoka Selatan, Wandoka Utara Kecamatan Wangi-Wangi Selatan: Mandati I, Mandati II, Mandati III, Mola Bahari, Mola Samaturu, Mola Nelayan Bakti, Mola Utara, Mola Selatan Resiko 3 Kecamatan Tomia : Lamanggau, Waha Kecamatan Tomia Timur : Bahari, Patipelong, Tongano Barat, Tongano Timur Kecamatan Kaledupa : Ambeua, Ambeua Raya, Lau Lua, Lefuto, Sombano, Waduri Kecamatan Kaledupa Selatan : Tanjung, Tanomeha Kecamatan Wangi-Wangi : Koroe Onowa, Pada Raya Makmur, Patuno, Pookambua, Posalu, Sombu, Tindoi, Tindoi Timur, Waelumu, Waetuno, Waha, Wapia-pia Kecamatan Wangi-Wangi Selatan : Kabita, Kabita Togo, Kapota, Kapota Utara, Komala, Liya Bahari Indah, Liya Mawi, Numana, Wungka Sumber : Olah Data Instrumen Profil Sanitasi Wakatobi, 2016 PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 57

58 Tabel 2.19: Permasalahan Utama Sektor Air Limbah Domestik No Permasalahan Mendesak 1. Aspek Teknis: Pengembangan Sarana dan Prasarana (user interface-pengolahan awal-pengangkutanpengolahan akhir-pembuangan akhir) serta Dokumen Perencanaan Teknis 30% penduduk Wakatobi tidak memiliki jamban 25% warga Wakatobi masih melaksanakan praktik BABS Potensi pencemaran lingkungan akibat 56% tanki septik terindikasi cubluk Adanya potensi pencemaran air tanah akibat tidak tersedia fasilitas IPLT Sebagian besar warga membuang langsung grey water ke tanah atau badan air 2. Aspek Non Teknis: Pendanaan, kelembagaan, Peraturan dan Perundang-undangan, Peranserta Masyarakat dan Dunia Usaha/Swasta, Komunikasi Tidak ada Regulasi/Peraturan daerah yang mengatur pengelolaan air limbah domestik Minimnya sumber daya manusia atau aparatur pemerintahan yang memahami sistem dan teknis pengelolaan air limbah domestik Rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sarana pengelolaan air limbah Belum ada keterlibatan pihak swasta dalam pengelolaan air limbah domestik PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 58

59 Gambar2.7 : Peta Area Beresiko Air Limbah ( Kecamatan Wangi-Wangi dan Wangi-Wangi Selatan ) PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 59

60 Gambar2.7.a : Peta Area Beresiko Air Limbah ( Kecamatan Kaledupa dan Kaledupa Selatan ) PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 60

61 Gambar2.7.b : Peta Area Beresiko Air Limbah ( Kecamatan Tomia dan Tomia Timur ) PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 61

62 Gambar2.7.c : Peta Area Beresiko Air Limbah ( Desa Runduma ) PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 62

63 Gambar2.7.d : Peta Area Beresiko Air Limbah ( Kecamatan Binongko dan Togo Binongko ) PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 63

64 b. Area Berisiko dan Permasalahan Persampahan Tabel 2.20 : Area Berisiko Persampahan No Area Berisiko Wilayah Prioritas Persampahan Resiko 4 Kecamatan Kaledupa : Mantigola Makmur, Ollo Selatan Kecamatan Wangi-Wangi : Pongo, Wanci, Wandoka, Wandoka Selatan, Wandoka Utara Kecamatan Wangi-Wangi Selatan : Mandai I, Mandati II, mandati III, Mola Bahari, Mola Nelayan Bakti, Mola Samaturu, Mola Selatan, mola Utara Resiko 3 Kecamatan Tomia : Lamanggau, Patua, Patua II Kecamatan Tomia Timur : Bahari Kecamatan Kaledupa : Ambeua, Ambeua Raya, Kalimas, Lagiwae, Laulua, Lefuto, Ollo Selatan, Kecamatan Kaledupa Selatan : Tanjung, Tanomeha Kecamatan Wangi-Wangi : Koroe Onowa, Pada Raya Makmur, Patuno, Waelumu, Waetuno, Waha, Wapia-pia Kecamatan Wangi-Wangi Selatan : Kabita, Kabita Togo, Kapota, Kapota Utara, Komala, Liya Bahari Indah, Liya Mawi, Liya Togo, Numana, Wisata kolo Sumber :Hasil Olah Data Instrumen Profil Sanitasi Kabupaten Wakatobi, 2016 Lokasi-lokasi area beresiko persampahan diatas didasarkan pada hasil Pengolahan Data Sekunder, Index Resiko EHRA yang dianalisis oleh tools instrument Profil sanitasi. Permasalahan yang ada dalam pengelolaan persampahan Wakatobi adalah: PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 64

65 Tabel 2.21 : Permasalahan Utama Sektor Persampahan No Permasalahan Mendesak 1. Aspek Teknis: Pengembangan Sarana dan Prasarana (user interface-pengolahan awal-pengangkutanpengolahan akhir-pembuangan akhir) serta Dokumen Perencanaan Teknis Potensi /dampak kerusakan ekosistem laut akibat 15.9% masyarakat yang membuang sampah kelaut Potensi /dampak kerusakan lingkungan akibat 40% masyarakat membuang sampah tidak pada tempatnya akibat jumlah TPS yang tidak memadai Layanan angkutan persampahan hanya mencakup 14% wilayah kabupaten Sarana angkutan persampahan sering mengalami kerusakan Adanya potensi pencemaran lingkungan akibat pengelolaan TPA 2. Aspek Non Teknis: Pendanaan, kelembagaan, Peraturan dan Perundang-undangan, Peranserta Masyarakat dan Dunia Usaha/Swasta, Komunikasi Minimnya dukungan masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam pembangunan sarana dan prasarana persampahan Peran serta masyarakat dalam pengurangan timbulan sampah melalui praktek 3R hanya dilaksanakan di 14 desa dan kelurahan Sumber :Pokja Sanitasi, 2016 PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 65

66 Gambar2.8 : Peta Area Beresiko Sampah ( Kecamatan Wangi-Wangi dan Wangi-Wangi Selatan PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 66

67 Gambar 2.8.a : Peta Area Beresiko Sampah ( Kecamatan Kaledupa dan Kaledupa Selatan PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 67

68 Gambar 2.8.b : Peta Area Beresiko Sampah ( Kecamatan Tomia dan Tomia Timur ) PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 68

69 Gambar 2.8.c : Peta Area Beresiko Sampah ( Pulau Runduma ) PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 69

70 Gambar 2.8.d : Peta Area Beresiko Sampah ( Kecamatan Binongko dan Togo Binongko ) PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 70

71 c. Area Berisiko dan Permasalahan Drainase Tabel 2.22 : Area Berisiko Drainase No Area Berisiko Wilayah Prioritas Drainase Resiko 4 Kecamatan Wangi-Wangi : Pongo, Wanci, Wandoka, Wandoka Utara, Wandoka Selatan Kecamatan Wangi-Wangi Selatan : Mandati I, Mandati II, mandati III Resiko 3 Kecamatan Kaledupa : Ambeua, Ambeua Raya, Balasuna, Balasuna Selatan, Horuo, Laulua Lefuto, Ollo Kecamatan Kaledupa Selatan : Kaswari, Langge, Peropa Sandi, Tampara Kecamatan Wangi-Wangi : Pada Raya Makmur, Patuno, Waelumu, Waetuno, Waha, Wapia-Pia Kecamatan Wangi-Wangi Selatan : Kabita, Kabita Togo, Kapota, Kapota Utara, Komala, Liya Bahari Indah, Liya Mawi, Numana Sumber :Hasil Olah Data Instrumen Profil Sanitasi Kabupaten Wakatobi, 2016 PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 71

72 Tabel 2.23 : Permasalahan Utama Sektor Drainase No Permasalahan Mendesak 1. Aspek Teknis: Pengembangan Sarana dan Prasarana (user interface-pengolahan awal-pengangkutanpengolahan akhir-pembuangan akhir) serta Dokumen Perencanaan Teknis Belum ada target pengelolaan drainase kabupaten Belum ada peralatan pembersihan drainase Belum ada DED sistem drainase Belum ada peta jaringan drainase Sebagian drainase masih buntu Belum ada jadwal berkala tentang pembersihan drainase masih ada beberapa titik genangan di beberapa kawasan Belum ada perda yang mengatur tentang pengelolaan drainase 2. Aspek Non Teknis: Pendanaan, kelembagaan, Peraturan dan Perundang-undangan, Peranserta Masyarakat dan Dunia Usaha/Swasta, Komunikasi Belum ada perda yang mengatur tentang pengelolaan drainase Perilaku warga yang masih membuang sampah di drainase Kurangnya sosialisasi dan komunikasi tentang drainase melalui media Anggaran pembangunan dan pengelolaan drainase terbatas penempatan SDM yang tidak sesuai dengan kompetensinya Sumber : Instrumen Profil Sanitasi Kabupaten Wakatobi, 2016 PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 72

73 Gambar2.9 : Peta Area Beresiko Drainase (Kecamatan Wangi-Wangi dan Wangi-Wangi Selatan PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 72

74 Gambar 2.9.a : Peta Area Beresiko Drainase (Kecamatan Kaledupa dan Kaledupa Selatan ) PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 73

75 Gambar2.9b : Peta Area Beresiko Drainase (Kecamatan Tomia dan Tomia Timur ) PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 74

76 Gambar2.9c : Peta Area Beresiko Drainase (Pulau Runduma ) PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 75

77 Gambar2.9d : Peta Area Beresiko Drainase (Kecamatan Binongko dan Togo Binongko ) PEMUTAKHIRAN SSK BAB II 76

78 BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI Kerangka pengembangan sanitasi merupakan sistem sanitasi di masa depan yang akan menjadi tolak ukur pengembangan sanitasi dalam kerangka perencanaan jangka pendek (1-2 tahun), jangka menengah (5 tahun) dan jangka panjang (10 15 tahun). Agar ada jaminan bahwa sistem sanitasi yang dipilih sesuai dengan kebutuhan daerah dan kondisi saat ini, maka beberapa dokumen menjadi acuan antara lain Buku Putih Sanitasi (BPS), Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK), Memorandum Program Sanitasi (MPS), Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten. Dalam dokumen ini menjelaskan secara singkat tentang gambaran umum situasi sanitasi Kabupaten Wakatobi, Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten yang akan memberikan arahan tentang pembangunan dankebijakan umum sanitasikabupaten saat ini dan arah ke depan serta tujuan dan sasaran pembangunan sektor sanitasi yang meliputi sub sektor air limbah, sub sektor persampahan, sub sektor drainase lingkungan dan sector pembangunan sanitasi lainnya. 3.1 VISI DAN MISI SANITASI Pembangunan sanitasi di wilayah Kabupaten Wakatobi dilakukan dalam upaya pencapaian visi Kabupaten yaitu Menjadi Kabupaten Maritim Yang Sejahtera dan Berdaya Saing. Pembangunan sanitasi di Kabupaten Wakatobi mengaju pada pendekatan multi stake holders dan menjadikan masyarakat sebagai subjeknya.kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kabupaten Wakatobi telah menyepakati rumusan visi dan misi sanitasi, dengan tetap berpedoman pada visi dan misi Kabupaten sebagaimana dijabarkan dalam tabel berikut ini : PEMUTAKHIRAN SSK BAB III 77

79 Tabel 3.1 : Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten Wakatobi Visi Kab/Kota Misi Kab/Kota Visi Sanitasi Kab/Kota Misi Sanitasi Kab/Kota Menjadi Kabupaten Maritim Yang Sejahtera dan Berdaya Saing 1. Mendorong peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat; 2. Meningkatkan pengelolaan dan pelestarian sumberdaya alam; 3. Meningkatkan kualitas dan daya dukung infrastruktur wilayah; " Terwujudnya Kabupaten Wakatobi yang bersih dan sehat melalui pembangunan dan peningkatan layanan sanitasi yang ramah lingkungan tahun 2020" Misi Air Limbah Domestik: 1. Mengembangkan Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik yang Berwawasan Lingkungan 2. Menyediakan Peraturan dan Perangkat Daerah Pengelola Air Limbah Domestik 3. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam pengelolaan air limbah domestik 4. Mendorong Peran Serta Aktif Masyarakat dan Dunia Usaha dalam Pengelolaan Air Limbah. 4. Meningkatkan kualitas pelayanan publik dan tata kelola pemerintahan; dan PEMUTAKHIRAN SSK BAB III 78

80 5. Mengembangkan situasi yang kondusif bagi kehidupan masyarakat yang inovatif. Misi Persampahan: 1. Melaksanakan sistem pengelolaan persampahan yang inovatif dan berbudaya; 2. Menyiapkan masterplan sistem pengelolaan persampahan yang handal; 3. Mendorong peran stakeholder dan kelembagaan adat dalam pengelolaan persampahan; 4. Menyiapkan regulasi/perda pengelolaan persampahan; 5. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan kesejahteraan masyarakat dalam pengelolaan persampahan. Misi Drainase 1. Menyiapkan masterplan dan DED sistem jaringan drainase 2. Mengembangkan sistem jaringan drainase yang terarah dan terintegrasi 3. Mendorong peran stakeholder dalam pengelolaan drainase 4. Menyiapkan dan mengimplementasikan regulasi/perda tentang pembangunan dan pemeliharaan drainase 5. Meningkatkan kapasitas kelembagaan SDM dan pendanaan dalam pengelolaan drainase. Misi Perilaku Hidup Bersih Sehat 1. Meningkatan kemandirian masyarakat dalam PHBS 2. Menyiapkan regulasi tentang PEMUTAKHIRAN SSK BAB III 79

81 kawasan PHBS dan lingkungan sehat; 3. Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam ber PHBS; 4. Meningkatkan akses masyarakat terhadap air minum yang berkualitas; dan 5. Meningkatkan akses masyarakat terhadap jamban yang memenuhi syarat kesehatan. 3.1 Pentahapan Pengembangan Sanitasi Tahapan Pengembangan Sanitasi Strategis dan permasalahan mendesak, posisi pengelolaan sanitasi serta area berisiko sanitasi di Kabupaten Wakatobi yang tertuang dalam Buku Putih Sanitasi, SSK, dan MPS sebagai hasil analisis Pokja Sanitasi, akan menjadi salah satu dasar yang bersifat urgen dalam penentuan arah dan tahapan pengembangan sanitasi Kabupaten. Dalam perumusan pengembangan pengelolaan sanitasi, dibagi menjadi beberapa tahap yaitu, tahap jangka pendek (1 5 tahun), menengah (5 10 tahun), jangka panjang (10 15 tahun), maupun kombinasi antara 2 tahapan tersebut. Penentuan tahapan didasarkan oleh beberapa kriteria yang meliputi : 1. Kepadatan penduduk adalah jumlah jiwa yang berada dan bertempat tinggal di kelurahan atau desa per hektar. 2. Kondisi ekstrem adalah kelurahan atau desa yang didefinisikan sebagai daerah genangan yang diakibatkan oleh pengaruh tinggi daratan terhadap permukaan air laut. 3. Pusat kota (CBD) adalah wilayah yang berfungsi sebagai wilayah perdagangan dan jasa baik pada saat ini maupun maupun pada masa mendatang yang didasarkan pada dokumen RTRW kabupaten. 4. Area berisiko merupakan hasil dari analisa area berisiko sanitasi, yaitu kelurahan atau desa yang berada pada skor 3 dan 4. PEMUTAKHIRAN SSK BAB III 80

82 a. Tahapan Pengembangan Air Limbah Domestik Tahapan pengembangan air limbah domestik berdasarkan hasil instrument profil sanitasi didapatkan tahapan prioritas penanganan pengolahan air limbah domestik di Kabupaten Wakatobi digambarkan pada peta berikut : PEMUTAKHIRAN SSK BAB III 81

83 Gambar 3.1 : Peta Zona dan Sistem Air Limbah Kabupaten Wakatobi ( Pulau Wangi-Wangi ) PEMUTAKHIRAN SSK BAB III 82

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang Sanitasi di berbagai daerah selama ini belum menjadi prioritas, terlihat di Indonesia berada di posisi bawah karena pemahaman penduduknya mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Strategi sanitasi kota (SSK) Kota Mamuju adalah suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif pada tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Srategi Sanitasi Kabupaten Karanganyar 2012 I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Srategi Sanitasi Kabupaten Karanganyar 2012 I LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Strategi sanitasi kota (SSK) Kabupaten Karanganyar adalah suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif pada

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N

B A B I P E N D A H U L U A N B A B I P E N D A H U L U A N 1.1. LATAR BELAKANG Kondisi sanitasi di Kabupaten Bojonegoro yang telah digambarkan dalam Buku Putih Sanitasi Kabupaten Bojonegoro mencakup sektor air limbah, persampahan,

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN SSK LAMPUNG TIMUR Tahun 2016

PEMUTAKHIRAN SSK LAMPUNG TIMUR Tahun 2016 Created on 10/3/2016 at 9:8:38 Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk memenuhi target pembangunan sektor sanitasi, yang meliputi pengelolaan air limbah domestik, pengelolaan persampahan, dan

Lebih terperinci

STRATEGI SANITASI KOTA KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI

STRATEGI SANITASI KOTA KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK) Kabupaten Kepulauan Meranti adalah pembangunan sanitasi yang ditetapkan untuk memecahkan permasalahan sanitasi seperti yang tertera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kondisi umum sanitasi di Indonesia sampai dengan saat ini masih jauh dari kondisi faktual yang diharapkan untuk mampu mengakomodir kebutuhan dasar bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sanitasi merupakan salah satu sektor yang memiliki keterkaitan yang erat dengan kemiskinan, tingkat pendidikan, kepadatan penduduk, perilaku hidup bersih dan sehat,

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN KUDUS. Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

Bab 1 Pendahuluan PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN KUDUS. Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG 1.1. LATAR BELAKANG Bab 1 Sektor sanitasi merupakan sektor yang termasuk tertinggal jika dibandingkan dengan sektor lain. Berdasarkan data yang dirilis oleh UNDP dan Asia Pacific MDGs Report 2010, disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pemerintah Republik Indonesia telah memberlakukan kebijakan pembangunan sanitasi sebagai bagian dari strategi nasional bidang sanitasi dan higienitas untuk diterapkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN

PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup,

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2016

PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2016 PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) TAHUN 2016 Visi Kabupaten : Menjadi Kabupaten Maritim Yang Sejahtera dan Berdaya Saing PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN (PPSP) OLEH POKJA AMPL PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pemerintah Kabupaten Kendal melalui Pokja AMPL Kabupaten Kendal berupaya untuk meningkatkan kondisi sanitasi yang lebih baik melalui program Percepatan Pembangunan

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005 2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten OKU TIMUR

Strategi Sanitasi Kabupaten OKU TIMUR 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan bidang Sanitasi di berbagai daerah selama ini belum menjadi prioritas, terlihat di Indonesia berada di posisi bawah karena pemahaman penduduknya mengenai pentingnya Sanitasi

Lebih terperinci

Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014

Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014 Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014 Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Tahun 2014 STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK)

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Empat Lawang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Strategi Sanitasi Kabupaten Empat Lawang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perilaku hidup bersih dan sehat setiap masyarakat adalah cermin kualitas hidup manusia. Sudah merupakan keharusan dan tanggung jawab baik pemerintah maupun masyarakat

Lebih terperinci

POKJA PPSP KABUPATEN SAROLANGUN BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

POKJA PPSP KABUPATEN SAROLANGUN BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencapaian target MDGs di bidang sanitasi memerlukan kebijakan dan strategi yang efektif. Oleh karena itu, diperlukan berbagai program dan kegiatan yang terukur dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pokja AMPL Kota Makassar

BAB 1 PENDAHULUAN. Pokja AMPL Kota Makassar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencapaian target MDGs di bidang sanitasi memerlukan kebijakan dan strategi yang efektif. Oleh karena itu, diperlukan berbagai program dan kegiatan yang terukur dan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kota Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN

Strategi Sanitasi Kota Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyebab kondisi sanitasi yang buruk adalah kemiskinan. Permasalahan tersebut juga sama dengan permasalahan sosial lainnya yang tidak lepas juga dari persoalan

Lebih terperinci

BUKU PUTIH SANITASI KAB. WAKATOBI (POKJA SANITASI 2013) BAB I PENDAHULUAN

BUKU PUTIH SANITASI KAB. WAKATOBI (POKJA SANITASI 2013) BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sektor sanitasi merupakan salah satu sektor pelayanan publik yang mempunyai kaitan erat dengan kesehatan masyarakat. Rendahnya kualitas sanitasi menjadi salah satu

Lebih terperinci

Rangkuman visi, misi, tujuan, sasaran, dan arah penahapan sesuai yang telah ditetapkan.

Rangkuman visi, misi, tujuan, sasaran, dan arah penahapan sesuai yang telah ditetapkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor sanitasi merupakan salah satu sektor pelayanan publik yang mempunyai kaitan erat dengan kesehatan masyarakat. Rendahnya kualitas sanitasi menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN KABUPATEN BONE PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN KABUPATEN BONE PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Strategi sanitasi Kabupaten (SSK) Bone adalah suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif pada tingkat kabupaten.

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan. Strategi Sanitasi Kabupaten Sleman 2015 I-1

Bab 1 Pendahuluan. Strategi Sanitasi Kabupaten Sleman 2015 I-1 Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Takdir geografis Kabupaten Sleman yang merupakan bagian dari ekologi gunung api aktif Gunung Merapi, dari puncak hingga dataran lereng kaki, menjadikan keseluruhan

Lebih terperinci

STRATEGI SANITASI KABUPATEN CIAMIS BAB I

STRATEGI SANITASI KABUPATEN CIAMIS BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu sektor yang memiliki keterkaitan sangat erat dengan kemiskinan. Sanitasi yang tidak memadai atau kurang baik di Kabupaten Ciamis berdampak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang 1-1

PENDAHULUAN Latar Belakang 1-1 Bab 1 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan perkembangan wilayah dewasa ini semakin meningkat, namun tidak diimbangi secara optimal dengan penyediaan layanan sektor sanitasi dasar yang layak bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN MADIUN

BAB I PENDAHULUAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN MADIUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir 30% penduduk Indonesia masih buang air besar sembarangan (BABS), baik langsung maupun tidak langsung 18,1% diantaranya di perkotaan. Genangan di permukiman dan

Lebih terperinci

STRATEGI SANITASI KABUPATEN TANA TORAJA BAB I PENDAHULUAN

STRATEGI SANITASI KABUPATEN TANA TORAJA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepedulian masyarakat dan pemerintah terhadap penyehatan lingkungan dalam mendukung kualitas lingkungan perlu ditingkatkan. Ketidaktahuan dan pemahaman masyarakat

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor sanitasi yang mencakupi bidang air limbah, persampahan dan drainase merupakan salah satu sektor pelayanan publik yang mempunyai kaitan erat dengan kesehatan

Lebih terperinci

STRATEGI SANITASI KABUPATEN KABUPATEN TANGGAMUS PROPINSI LAMPUNG

STRATEGI SANITASI KABUPATEN KABUPATEN TANGGAMUS PROPINSI LAMPUNG PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN TAHUN 2013 STRATEGI SANITASI KABUPATEN KABUPATEN TANGGAMUS PROPINSI LAMPUNG POKJA SANITASI KABUPATEN TANGGAMUS POKJA BADAN SANITASI PERENCANAAN KABUPATEN

Lebih terperinci

STRATEGI SANITASI KOTA KAB. SIDENRENG RAPPANG

STRATEGI SANITASI KOTA KAB. SIDENRENG RAPPANG BAB 1 PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyebab utama buruknya kondisi sanitasi di Indonesia adalah lemahnya perencanaan pembangunan sanitasi: tidak terpadu, salah sasaran, tidak sesuai

Lebih terperinci

STRATEGI SANITASI KOTA KENDARI BAB I PENDAHULUAN

STRATEGI SANITASI KOTA KENDARI BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Strategi Sanitasi Kota (SSK) Kota Kendari adalah suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pengembangan sanitasi secara komprehensif yang dimaksudkan

Lebih terperinci

STRATEGI SANITASI KABUPATEN HALMAHERA BARAT

STRATEGI SANITASI KABUPATEN HALMAHERA BARAT 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Halmahera Barat adalah suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategis pembangunan sanitasi secara komprehensif pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Grobogan 1-1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang    Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Grobogan 1-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Strategi sanitasi kabupaten bintan Tahun anggaran Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Strategi sanitasi kabupaten bintan Tahun anggaran Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Purworejo BAB I PENDAHULUAN

Strategi Sanitasi Kabupaten Purworejo BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyebab kondisi sanitasi yang buruk adalah kemiskinan. Permasalahan tersebut juga sama dengan permasalahan sosial lainnya yang tidak lepas juga dari persoalan

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Strategi Sanitasi Kota (SSK) Kabupaten Aceh Singkil merupakan suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup,

Lebih terperinci

Bab I : Pendahuluan I Latar Belakang

Bab I : Pendahuluan I Latar Belakang 1 Bab : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Belajar dari pengalaman kegagalan berbagai daerah dalam mengelola pembangunan khususnya yang berkaitan dengan dampak negatif dari pembangunan yang kurang peduli terhadap

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Target RPJMN, RPJMD Provinsi dan kondisi Kota Depok. Jawa Barat. Cakupan pelayanan air limbah domestic pada tahun 2013 sebesar 67-72%

Tabel 1.1 Target RPJMN, RPJMD Provinsi dan kondisi Kota Depok. Jawa Barat. Cakupan pelayanan air limbah domestic pada tahun 2013 sebesar 67-72% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu sektor yang memiliki keterkaitan sangat erat dengan kemiskinan tingkat pendidikan, kepadatan penduduk, daerah kumuh dan akhirnya pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2015 Kabupaten Gunungkidul melakukan pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK). Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten Gunungkidul dilakukan karena usia

Lebih terperinci

Guna menghasilkan strategi sanitasi Kabupaten sebagaimana tersebut di

Guna menghasilkan strategi sanitasi Kabupaten sebagaimana tersebut di PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Kabupaten Sukoharjo adalah suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif pada tingkat

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Masalah Sanitasi, khususnya sanitasi di perkotaan adalah isu yang sampai hari ini belum terselesaikan secara maksimal bahkan sehingga sangat memerlukan perhatian semua

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Balangan

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Balangan STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi sesungguhnya masih menjadi isu strategis di Indonesia. Tidak hanya di tingkat masyarakat, namun juga pada sisi para pengambil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang Bab 1 1.1. Latar Belakang Penyediaan layanan sektor sanitasi dasar yang layak bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya bagi masyarakat berpendapatan rendah dan bertempat tinggal di kawasan padat dan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang. 1.2 Wilayah cakupan SSK

1.1 Latar Belakang. 1.2 Wilayah cakupan SSK Bab 1: Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sektor sanitasi merupakan salah satu sektor pelayanan publik yang mempunyai kaitan erat dengan kesehatan masyarakat. Rendahnya kualitas sanitasi menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Penyebab utama buruknya kondisi sanitasi karena lemahnya perencanaan pembangunan sanitasi : tidak terpadu, salah sasaran, tidak sesuai kebutuhan, dan tidak berkelanjutan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hingga saat ini akses masyarakat terhadap layanan sanitasi permukiman (air limbah domestik, sampah rumah tangga dan drainase lingkungan) di Indonesia masih relatif

Lebih terperinci

Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten Kutai Timur

Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten Kutai Timur Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten Kutai Timur 2015-2019 Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu sektor yang memiliki keterkaitan sangat erat dengan kemiskinan, tingkat

Lebih terperinci

b. Kecamatan Padang Panjang Timur, terdiri dari : 1. Kelurahan Koto Panjang; Bagian C Lampiran

b. Kecamatan Padang Panjang Timur, terdiri dari : 1. Kelurahan Koto Panjang; Bagian C Lampiran Bab 1: Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sektor sanitasi merupakan salah satu sektor pelayanan publik yang mempunyai kaitan erat dengan kesehatan masyarakat. Rendahnya kualitas sanitasi menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pembangunan bidang sanitasi di berbagai daerah selama ini belum menjadi prioritas, sehingga perhatian dan alokasi pendanaan pun cenderung kurang memadai. Disamping

Lebih terperinci

BAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN

BAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Latar Belakang Aspek Sanitasi adalah sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat karena berkaitan dengan kesehatan, pola

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) merupakan dokumen perencanaan jangka menengah (5 tahun) yang memberikan arah bagi pengembangan sanitasi di Kabupaten Cilacap karena

Lebih terperinci

Pendahuluan 1. BAB I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

Pendahuluan 1. BAB I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG Pendahuluan 1 BAB I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG Selama ini pembangunan di sektor sanitasi dan pengelolannya kurang mendapatkan perhatian dan prioritas di berbagai daerah di Indonesia, dimana baru 51

Lebih terperinci

Rencana Strategis Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lingga

Rencana Strategis Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lingga BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI III.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD Terbitnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

Universal Access cakupan akses 100% untuk air minum dan sanitasi dalam rangka. 1.1 Latar Belakang

Universal Access cakupan akses 100% untuk air minum dan sanitasi dalam rangka. 1.1 Latar Belakang . Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup, kondisi lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akses terhadap air bersih dan sanitasi telah diakui PBB sebagai hak asasi manusia melalui deklarasi dalam Sidang Umum PBB yang berlangsung pada akhir bulan Juli 2010.

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Landak 2013 BAB I PENDAHULUAN

Strategi Sanitasi Kabupaten Landak 2013 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang S anitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup,

Lebih terperinci

Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Buru Selatan Tahun 2015 BAB I PENDAHULUAN

Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Buru Selatan Tahun 2015 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen Memorandum Program Sanitasi ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan dan pertumbuhan perekonomian Kota Yogyakarta yang semakin baik menjadikan Kota Yogyakarta sebagai kota yang memiliki daya tarik bagi para pencari kerja.

Lebih terperinci

STARTEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) KELOMPOK KERJA AMPL KABUPATEN ENREKANG

STARTEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) KELOMPOK KERJA AMPL KABUPATEN ENREKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perkembangan pembangunan kota yang terus berkembang dan pertumbuhan populasi penduduk dengan berbagai aktifitasnya yang terus meningkat dengan pesat menyebabkan pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran Pembangunan Millennium (Millennium Development Goals atau disingkat dalam bahasa Inggris MDGs) adalah delapan tujuan yang diupayakan untuk dicapai pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Strategi Sanitasi Kota (SSK) adalah suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif pada tingkat kota yang dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Access) akses sanitasi layak di akhir tahun Dalam upaya untuk mencapai target 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Access) akses sanitasi layak di akhir tahun Dalam upaya untuk mencapai target 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Strategi pengembangan sanitasi yang dituangkan di dalam dokumen Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) ini merupakan suatu dokumen perencanaan jangka menengah (5 Tahun)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Pembangunan sanitasi di Kabupaten Hulu Sungai Utara masih banyak dilakukan secara parsial, dimana masing-masing SKPD melaksanakan kegiatannya sesuai dengan tugas pokok

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen Memorandum Program Sanitasi ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan

Lebih terperinci

KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN BERAU BAB I PENDAHULUAN

KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN BERAU BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sanitasi didefinisikan sebagai upaya membuang limbah cair domestik dan sampah untuk menjamin kebersihan dan lingkungan hidup sehat, baik ditingkat rumah tangga maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Grobogan Halaman 1 1

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Grobogan Halaman 1 1 BAB I PENDAHULUAN 2.1 LATAR BELAKANG Rendahnya kepedulian masyarakat dan pemerintah terhadap peranan penyehatan lingkungan dalam mendukung kualitas lingkungan menyebabkan masih rendahnya cakupan layanan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Berdasarkan pengalaman masa lalu pelaksanaan pembangunan sanitasi di Kab. Bima berjalan secara lamban, belum terintegrasi dalam suatu perencanaan komprehensipif dan

Lebih terperinci

STRATEGI SANITASI KOTA. 1.1 Latar Belakang

STRATEGI SANITASI KOTA. 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Strategi Sanitasi Kota (SSK) Kabupaten Aceh Singkil merupakan suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Target Millenium Development Goals (MDGs) menempatkan manusia sebagai fokus utama pembangunan yang mencakup semua komponen kegiatan yang tujuan akhirnya ialah kesejahteraan

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG. Pendahuluan 1

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG. Pendahuluan 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Selama ini pembangunan di sektor sanitasi dan pengelolaannya kurang mendapatkan perhatian dan prioritas di berbagai daerah di Indonesia, dimana baru

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Menimbang : PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luas wilayah Republik Indonesia dengan sebaran pulau, jumlah masyarakat permukiman dengan kendala pencapaian lingkungan sehat saat ini menjadi sasaran pembangunan pemerintah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Millenium Development Goals (MDG s) atau tujuan pembangunan millennium adalah upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui komitmen bersama antara

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Balangan BAB 1 PENDAHULUAN

Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Balangan BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup serta kondisi lingkungan yang dapat memberikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung Bab - 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu pelayanan dasar yang kurang mendapatkan perhatian dan belum menjadi prioritas pembangunan di daerah. Dari berbagai kajian terungkap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyusunan Dokumen Memorandum Program Sanitasi (MPS) merupakan tindaklanjut dari penyusunan Dokumen Buku Putih (BPS) dan Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Kabupaten

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL. PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber: LN 1997/96;

Lebih terperinci

Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten Klungkung Bab 1 Pendahuluan

Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten Klungkung Bab 1 Pendahuluan Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup serta kondisi lingkungan yang dapat memberikan kenyamanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, pencemaran, dan pemulihan kualitas lingkungan. Hal tersebut telah menuntut dikembangkannya berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan sanitasi sampai saat ini masih belum menjadi prioritas dalam pembangunan daerah. Kecenderungan pembangunan lebih mengarah pada bidang ekonomi berupa pencarian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Karimun sebagai daerah yang sangat berpengaruh pada pasang surut dan yang sebagian besar dikelilingi oleh lautan dan penduduk yang masih banyak mendiami pesisir

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN MINAHASA UTARA

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN MINAHASA UTARA 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan sanitasi permukiman di Indonesia bertujuan meningkatkan kondisi dan kualitas pelayanan air limbah, pengelolaan persampahan, drainase, dan kesehatan. Targetnya adalah pada

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK)

STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) POKJA SANITASI KABUPATEN BERAU Tahun 2011 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sanitasi didefinisikan

Lebih terperinci