BAB VII STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI SULAWESI TENGGARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VII STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI SULAWESI TENGGARA"

Transkripsi

1 BAB VII STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI SULAWESI TENGGARA A. Angkutan Jalan 1. Jaringan Pelayanan Angkutan Jalan Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan Minimal Bidang perhubungan daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota, jenis pelayanan dasar adalah angkutan jalan, salah satu di antaranya adalah jaringan pelayanan angkutan jalan. Standar pelayanan minimal yang ditetapkan dalam hal ini adalah tersedianya angkutan umum yang melayani wilayah yang tersedia jaringan jalan untuk jaringan Propinsi. Artinya, angkutan kota antar kabupaten/kota dalam propinsi. Nilai yang ditetapkan dengan batas waktu tahun 2014 adalah 100%, yang dilaksanakan oleh dinas Perhubungan Propinsi. Jaringan lalu lintas dan angkutan jalan adalah serangkaian simpul dan/atau ruang kegiatan yang saling terhubungkan untuk penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan. 1 Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum disusun berdasarkan: a. tata ruang wilayah; b. tingkat permintaan jasa angkutan; c. kemampuan penyediaan jasa angkutan; d. ketersediaan jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; e.kesesuaian dengan kelas jalan; f. keterpaduan intramoda angkutan; dan g. keterpaduan antarmoda angkutan. Jaringan trayek dan kebutuhan kendaraan bermotor umum disusun dalam bentuk rencana umum jaringan trayek 2 Penyusunan rencana umum jaringan trayek dilakukan secara terkoordinasi dengan instansi terkait. Rencana umum jaringan trayek terdiri atas: a. jaringan trayek lintas batas Negara, b. jaringan trayek antarkota antar provinsi, c. jaringan trayek antarkota dalam provinsi; d. jaringan trayek perkotaan; dan e. jaringan trayek perdesaan. Rencana umum jaringan trayek dikaji ulang secara berkala paling lama 5 (lima) tahun 3 Untuk mewujudkan angkutan antar kota dalam propinsi dibutuhkan dua aspek yaitu; a. jaringan jalan propinsi, dan b. angkutan yang disebut AKDP (Angkutan Kota Dalam Propinsi). Ada kalanya, tersedia jaringan jalan propinsi namun belum dilayani angkutan atau AKDP. Sekarang di propinsi Sulawesi Tenggara terdapat jumlah jaringan propinsi sebanyak 7 (Tujuh) dengan rincian seperti tabel berikut. 1 Undang Undang. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pada Pasal 1 2 Ibid, Pasal Ibid, Pasal 145 VII-1

2 Tabel 7.1. Jaringan Jalan Propinsi Yang Sudah Dilayani & Belum Dilayani AKDP Sudah Kekurangan Kebutuhan Jaringan jalan Dilayani Kebutuhan Km ( AKDP) Propionsi (Jmlh AKDP) ( AKDP) 1 Batuputih ,800 Tolala 2 Raterate Lapoa 56, Lambuya 68, Kendarai II 4 Lepolepo 5, Nangananga 5 Nangananga 18, Tobimata 6 Nangananga 36, Punggaluku 7 Wara Raha 103, , Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika. c.q. Bidang Program Propinsi Sulawesi Tenggara, 2013 Berdasarkan data tersebut di atas, nilai capaian tersedianya angkutan umum yang melayani wilayah yang telah tersedia jaringan jalan untuk jaringan jalan propinsi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut; % Pelayanan Angkutan Jalan Jaringan Jalan Propinsi Terlayani Angkutan Umum Jaringan Jalan Propinsi 7 Jaringan Jalan Propinsi Terlayani 7 Jaringan Jalan Propinsi = 100 % Sementara berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan. 81 Tahun 2011 tentang standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi diharuskan mencapai nilai 100 %. Ternyata angka tersebut sudah tercapai pada tahun 2012, hal ini disebabkan karena jaringan jalan propinsi dan pelayanan AKDP merupakan kebutuhan mendasar dalam aktivitas masyarakat untuk beraktifitas. Di samping itu, jalan propinsi juga banyak melintasi pemukiman. VII-2

3 Gambar 7.1. Jaringan Jalan Nasional dan Jalan Provinsi di Sulawesi Tenggara VII-3

4 2. Jaringan Prasarana Angkutan Jalan Jaringan prasarana angkutan jalan dalam hal ini ditekankan pada ratio terminal Tipe A terhadap jumlah jaringan jalan nasional. Karena dengan danya terminal tipe A, adalah merupakan indikasi adanya pegerekan penduduk dari satu propinsi ke propinsi lainnya. Terminal penumpang tipe A berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara, angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan. Fasilitas utama terminal terdiri dari: a. jalur pemberangkatan kendaraan umum; b. jalur kedatangan kendaraan umum; c. tempat parkir kendaraan umum selama menunggu keberangkatan, termasuk di dalamnya tempat tunggu dan tempat istirahat kendaraan umum; d. bangunan kantor terminal; dan e. tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar; f.menara pengawas; g. loket penjualan karcis; h. rambu-rambu dan papan informasi, yang sekurangkurangnya memuat petunjuk jurusan, tarif dan jadual perjalanan; i. pelataran parkir kendaraan pengantar dan/atau taksi. Sementara fasilitas penunjang adalah meliputi; a. kamar kecil/toilet; b. musholla; c. kios/kantin; d. ruang pengobatan; e. ruang informasi dan pengaduan; f. telepon umum; g. tempat penitipan barang; h. taman 4 Lokasi tapak terminal penumpang tipe A harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. terletak dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara;b terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas III A; c. mempunyai akses jalan masuk dan/atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurang-kurangnya 100 m di Pulau Jawa dan 50 m di pulau lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal 5 Lokasi tampak terminal penumpang tipe A harus memenuhi persyaratan sebagai berikut; a. terletak dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas Negara, b. terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas III A, c. jarak antara 2 ( dua ) terminal penumpang tipe A, sekurang-kurangnya 20 km di Pulau Jawa, dan 30 Km di Pulau Sumatera dan 50 Km di Pulau Lainnya, d. luas lahan yang tersedia sekurang-kurangnya 5 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan Sumatera, dan 3 Ha di Pulau lainnya, e. mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa dan 50 meter dan 50 meter di pulau lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal 6 Persyaratan yang telah digaris di atas, tidak dapat dibandingkan dengan terminal tipe A yang ada di provinsi Sulawesi Tenggara, hal ini dikarenakan di Sulawesi Uatara tidak terdapat terminal tipe A. Yang ada hanya terminal tipe B sedangkam untuk AKAP Yang ada hanyan terminal-terminal bayangan dimana para pengemudi memarkir, menaikkan penumpang dibeberapa ruas jalan khususnya yang ada di kota Kendari 4 Keputusan Menteri Perhubungan N0. 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi pada Pasal 2 ayat ( 2), Pasal 4 dan Pasal 5 5 Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat. SK.1361/AJ. 106/DRJD/2003 tentang Penetapan Simpul Jaringan Transportasi Jalan Untuk Terminal Penumpang Tipe A di Seluruh Indonesia pada Pasal 5 6 Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat. SK.76/AJ/102DRJD/2000 tentang Penetapan Simpul Jaringan Transportasi Jalan Untuk Terminal Penumpang Tipe A di Seluruha Indonesia pada Pasal 5 VII-4

5 Berdasarkan data dan informasi dari Dinas Perhubungan & Informatika c.g Bidang Program Propinsi Sulawesi Tenggara jumlah terminal tipe A tidak terdapat teminal tipe A, tetapi sudah ada rencana membangun terminal tipe A di yang meneurut rencana akan di bangun di daerah Powatu. Karena itu, nilai capaian tersedianya terminal angkutan penumpang tipe A untuk melayani angkutan umum dalam trayek antar kota antar propinsi (AKAP) atau angkutan lintas batas Negara (ALBN) dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut: % Prasarana Angkutan Jalan Prasarana Penumpang Tipe A Jumlah Jaringan Pelayanan AKAP/ ALBN 0 0 = 0 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan. 81 Tahun 2011, nilai pelayanan terminal tipe A ditetapkan 0%. Hal ini berarti persentase yang harus dicapai hingga tahun 2014 diharuskan 100% atau setera dengan jumlah terminal tipe A sebanyak 7 unit. Jumlah tersebut tampaknya relatif sulit dicapai, mengingat permasalahan tanah di daerah sekarang menjadi salah satu problem utama yang dihadapi dalam pembangunan nasional.. Dilihat dari jumlah terminal yang ada di provinsi Sulawesi Tenggara, yang tidak memiliki terminal tipe A, untuk lebih jelasnya nama, lokasi dan tipe terminal tipe A yang ada di provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat berdasarkan data dan informasi dari Dinas Perhubungan dan Infornatika c.q Bidang Program Provinsi Sulawesi Tenggara, terlihat pada tabel dibawah ini. Tabel 7.2. Nama dan Lokasi Terminal yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara Dalam Tahun 2013 Nama Kab/ Kota Nama Terminal Tipe 1 Kab Kolaka Terminal Pomala C Terminal Larumbalangi B Terminal Kota (Latambaga) C Terminal Rate-rate C 2 Kab Konawe Terminal Konawe C 3 Kab Konawe Selatam Terminal Konawe Selatan C 4 Kota Kendari Terminal Puwatu B Terminal Bau bau B 5 Kab Muna Terminal Muna C VII-5

6 Gambar 7.2. Lokasi Terminal AKDP di Provinsi Sulawesi Tenggara Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di VII-6

7 Berdasarkan informasi dari Dins Perhubungan & Informatikan c.q. Bidang Program Provinsi Sulawesi Tenggara, sekarang ini telah direncanakan pembangunan terminal tipe A di satu (1) lokasi yaitu: Terminal tipe A yang direncanakan akan dibangun di Provinsi Sulawesi Tenggara ada di Kota Kendari tepatnya di daerah Powatu yang akan di siapkan oleh pemerintah daerah setempat untuk menampung bus-bus pelayanan AKAP yang selama ini menggunakan bahu jalan sebagai terminal bayangan untuk mengangkut penumpang. Dalam rangka mewujudkan pembangunan terminal tipa A tersebut, kerjasama Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Tenggara dan Pemerintah Pusat yang dalam hal ini Kemeterian Perhubungan perlu ditingkatkan, agar pembangunan terminal tersebut dapat terealisir dan dapat segera beroperasi melayani masyarakat. Kondisi Terminal Pomala Kondisi Terminal Larumbalangi Kondisi Terimal Latambaga Kondisi Terminal Raterate Kondisi Terminal Konawe Kondisi Terminal Puwatu Gambar 7.3. Beberapa Terminal di Sulawesi Tenggara VII-7

8 3. Fasilitas Perlengkapan Jalan Fasilitas perlengkapan jalan berfungsi untuk menjamin kelancaran arus lalu lintas kendaraan bermotor dan keselamatan bagi para pengendara. Karena itulah, fasilitas perlengkapan jalan telah diupayakan pembangunan di Propinsi Sulawesi Tenggara. Fasilitas perlengkapan jalan adalah meliputi; a. rambu, b. marka, c. pagar pengaman, d. deliniator,e. cermin tikungan, f. paku jalan, g. alat pemberi isiyarat lalu lintas, dan lampu penerangan. Fasilitas perlengakapan jalan tersebut telah dibangun di jalan nasional, jalan propinsi, dan jalan kabupaten/kota. Namun dalam hal ini, kajian akan difokuskan pada pembangunan/pemasangan fasilitas perlengkapan jalan propinsi. Lebih jelasnya pembangunan/pemasangan perlengkapan jalan pada jalan propinsi dapat dilihat sebagai berikut; a. Fasilitas Perlengkapan Rambu Rambu-rambu lalu lintas di jalan yang selanjutnya disebut rambu adalah salah satu dari perlengkapan jalan, berupa lambang, huruf, angka, kalimat dan/atau perpaduan di antaranya sebagai peringatan, larangan, perintah atau petunjuk bagi pemakai jalan 7 Fasilitas perlengkapan rambu telah dibangun di jalan propinsi pada ruas jalan sebanyak empat puluh lima (45). Dari sejumlah kebutuhan perlengkapan rambu di ruas jalan propinsi, ternyata hingga sekarang belum terpenuhi secara keseluruhan, hal ini mungkin disebabkan karena keterbatasan anggaran yang telah tersedia. Lebih jelasnya profil pembangunan/pemasangan rambu di ruas jalan propinsi dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 7.3. Fasilitas Pembangunan Rambu di Beberapa Ruas Jalan Propinsi Sultra 7 Keputusan Menteri Perhubungan. 61 Tahun 1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lntas di Jalan pada Pasal 1 point (1) Ruas Ruas Jalan Tahun 2012 Panjang Kebutuhan Terpasang Sisa Jalan (KM) (unit) (unit) (unit) 15, Kendari Bts Kota (Arah Wawotobi/ Kolaka) Mandonga Lepolepo 9, Lepolepo Ambesa 49, Tampo Raha 29, Jl. A. Yani (Raha) 1, Jl. M.H. Thamrin (Raha) 0, Jl. Gatot Subroto (Raha) 4, Tampo Raha 5, Raha Lakapera 63, Jl. Jendral Sudirman 0, (Raha) Jl. DR. Sutomo (Raha) 0, Jl. Basuki Rachmat 1, (Raha) Lakapera Wara 38, Baubau Pasarwajo 48, Banabungi Jl. Ks. Tubun (Baubau) 0, Jl. Jend. Sudirman 0, (Baubau) Jl. Sultan Hasanudin 0, VII-8

9 Tahun 2012 Panjang Kebutuhan Ruas Jalan Terpasang Sisa S Ruas Jalan (KM) (unit) (unit) (unit) u Jl. Pahlawan (Baubau) 6, m Ps. Wajo/ Wakoko 18, b Tanamaeta Metanauwe e Metanawe Lasalimu 36, r (Dermaga Ferry) : Lasalimu Kamaru 23, Kamaru Lawele 28, D Lawele Bubu 31, i Bubu Ronta 31, Ronta Lambale 5, Lambale Ereke 29, Alangga Punggaluku 29, S Tinanggea Alangka 16, u Baubau Wakangka 55, m Wakangka Batas Buton 5, b / Muna e Alangga Motaha 36, r Motaha Lambuya 28, Kendari II Motaha 39, Belalo Una Aha D i (Analahi) Polipolia Lapoa 53, n 36 a 37 s Raterate Polipolia Raterate Polipolia Baula Polipolia 20,133 21,400 37, P Polipolia Lapoa 15, e Batuputih Porehu 13, r Porehu Tolala 36, Jl. RA. Kartini (Baubau) 0, Jl. Murhum (Baubau) 1, Jl. Gajah Mada (Baubau) 8, Total 964, Sumber : Dinas hubungan & Informatika Propinsi Sulawesi Tenggara, 2013 Berdasarkan kebutuhan dan realisasi pembangunan/pemasangan rambu pada beberapa ruas jalan proinsi, maka nilai capaian persentase perlengkapan rambu di jalan Propinsi Sulawesi Tenggara dapat dihitung dengan rumus 8 % Fasilitas perlengkapan rambu Fasilitas Perlengkapan Rambu Jalan Terpasang di Jalan Propinsi Total Kebutuhan Fasilitas Rambu di Jalan Propinsi 214 unit = 6,83 % unit 39, Maligano Ronta Peraturan Pemerintah. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota VII-9

10 Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk rambu ditetapkan pada tahun 2014 diharapkan mencapai nilai 60 %. Berkenaan dengan itu, nilai capaian capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 53,17% (60% - 6,83% = 53,17%). Untuk mencapai nilai sebesar 53,17%, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya mengalokasikan dana yang relative besar, agar dapat mencapai ketertigalan dengan angka yang masih sangat jauh tersebut, agar keselamatan pengguna jalan di Provinsi Sulawesi Tenggara dapat lebih terjamin. b. Fasilitas Perlengkapan Marka Marka jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan atai di atas permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis serong serta lambing lainnya yang berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas 9. Fasilitas perlengkapan marka memiliki peran untuk memberikan batasan ruang lalu lintas kendaraan bermotor dan keselamatan berlalu lintas. Karena itulah pembangunan/pemasangan marka telah diupayakan pembangunannya di empat puluh lima (45) ruas jalan propinsi di Sulawesi Tenggara. Lebih jelasnya profil pembangunan/pemasangan perlengkapan marka di ruas jalan propinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 7.4. Fasilitas Perlengkapan Marka di Beberapa Ruas Jalan Propinsi Sultra Ruas Ruas Jalan Panjang Reaisasi Tahun 2012 Kebutuhan Jalan Kiri Kanan (meter) (KM) meter meter 15, Kendari Bts Kota (Arah Wawotobi/ Kolaka) Mandonga Lepolepo 9, Lepolepo Ambesa 49, Tampo Raha 29, Jl. A. Yani (Raha) 1, Jl. M.H. Thamrin (Raha) 0, Jl. Gatot Subroto (Raha) 4, Tampo Raha 5, Raha Lakapera 63, Jl. Jendral Sudirman (Raha) 0, Jl. DR. Sutomo (Raha) 0, Jl. Basuki Rachmat (Raha) 1, Lakapera Wara 38, Baubau Pasarwajo 48, Banabungi Jl. Ks. Tubun (Baubau) 0, Jl. Jend. Sudirman (Baubau) 0, Jl. Sultan Hasanudin 0, (Baubau) Jl. Pahlawan (Baubau) 6, Ps. Wajo/ Wakoko 18, Tanamaeta Metanauwe Metanawe Lasalimu 36, (Dermaga Ferry) 9 Keputusan Menteri Perhubungan. 60 Tahun 1993 tentang Marka Jalan Pada Pasal 1 point (1) VII-10

11 Panjang Reaisasi Tahun 2012 Kebutuhan Ruas Jalan Jalan Kiri Kanan Ruas (meter) (KM) meter meter Lasalimu Kamaru 23, Kamaru Lawele 28, Lawele Bubu 31, Bubu Ronta 31,436 94, Ronta Lambale 5, Lambale Ereke 29, Alangga Punggaluku 29, Tinanggea Alangka 16, Baubau Wakangka 55, S S Wakangka Batas Buton / 5, u Muna m Alangga Motaha 36, b Motaha Lambuya 28, e Kendari II Motaha 39, r Belalo Una Aha (Analahi) 39, : Polipolia Lapoa 53, Raterate Polipolia 20, D37 i 38 n 39 a 40 s Raterate Polipolia Baula Polipolia Maligano Ronta Polipolia Lapoa Batuputih Porehu 21,400 37, ,331 13, Porehu Tolala 36, P Jl. RA. Kartini (Baubau) 0, e Jl. Murhum (Baubau) 1, Jl. Gajah Mada (Baubau) 8, Total 964, Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Sulawesi Tenggara, 2013 Berdasarkan kebutuhan dan realisasi pembangunan/pemasangan marka pada beberapa ruas jalan provinsi di Sulawesi Tenggara, maka nilai capaian persentase perlengkapan rambu di jalan Propinsi Sulawesi Tenggara dapat dihitung dengan rumus 10 % Fasilitas perlengkapan rambu; Fasilitas Perlengkapan Marka Jalan Terpasang di Jalan Propinsi Total Kebutuhan Fasilitas Marka di Jalan Propinsi meter meter = 0,18 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk marka jalan ditetapkan pada tahun 10 Peraturan Pemerintah. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Perhitungan Standar Pelayanan Bidang Perhubungan VII-11

12 2014 diharapkan mencapai nilai 60%. Berkenaan dengan itu, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 59,82 % (60% - 0,18 % = 59,82 %). Untuk mencapai nilai sebesar 59,82 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan tersebut agar tercapainya kebutuhan marka terealisasi. Gambar 7.4. Kondisi Marka di salah satu jalan di Provinsi Sulawesi Tenggara c. Fasilitas Perlengkapan Pagar Pengaman Pagar pengaman berfungsi untuk melindungi daerah atau bagian jalan yang membahayakan bagi lalu lintas, digunakan pada daerah seperti adanya: a. jurang atau lereng dengan kedalaman lebih dari 5 (lima) meter; b. tikungan pada bagian luar jalan dengan radius tikungan lebih dari 30 (tiga puluh) meter; dan c. bangunan pelengkap jalan tertentu. Pagar pengaman secara fisik bisa berupa: a. pagar rel yang bersifat lentur (guardrail); b. pagar kabel (wire rope); dan c. pagar beton yang bersifat kaku seperti beton penghalang lalu lintas (concrete barrier/jersey barrier). Pagar pengaman dipasang pada tepi luar badan jalan dengan jarak paling dekat 0,6 (nol koma enam) meter dari marka tepi jalan. Pemilihan jenis pagar pengaman harus empertimbangkan: 1). kecepatan rencana; 2). ruang yang tersedia untuk mengakomodasikan defleksi pagar saat terjadi tabrakan; 3). memiliki kekuatan yang bisa menahan laju kendaraan yang hilang kendali; 4). dapat mengurangi dampak tabrakan tanpa menimbulkan kecelakaan yang lebih parah; 5). dapat mengarahkan kembali kendaraan yang hilang kendali ke jalur lalu lintas dengan baik. Pagar pengaman dilengkapi dengan tanda dari bahan bersifat reflektif dengan warna sesuai dengan warna patok pengarah pada sisi yang sama 11 Fasilitas perlengkapan pagar pengaman memiliki peran yang relatif besar untuk memberikan keamanan bagi pengendara kendaraan bermotor dan keselamatan berlalu lintas. Karena itulah pembangunan/pemasangan pagar pengaman telah diupayakan dibeberapa ruas jalan yang dianggap berbahaya bagi kendaraan bermotor. Namun dari semua kebutuhan yang telah ditetapkan, hingga sekarang belum semuanya terealisir. Lebih jelasnya gambaran dan realisasi pembangunan/pemasangan pagar pengaman di beberapa ruas jalan Propinsi Sulawesi tenggara dapat dilihat pada tabel berikut. 11 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum. 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan Pada Pasal 36 VII-12

13 Tabel 7.5. Fasilitas Perlengkapan Pagar Pengaman di Beberapa Ruas Jalan Propinsi Sulawesi Tenggara Ruas Ruas Jalan Panjang Reaslisasi Tahun 2012 Kebutuhan Jalan Kiri Kanan (meter) (KM) (meter) (meter) 15, Kendari Bts Kota (Arah Wawotobi/ Kolaka) Mandonga Lepolepo 9, Lepolepo Ambesa 49, Tampo Raha 29, Jl. A. Yani (Raha) 1, Jl. M.H. Thamrin (Raha) 0, Jl. Gatot Subroto (Raha) 4, Tampo Raha 5, Raha Lakapera 63, Jl. Jendral Sudirman 0, (Raha) Jl. DR. Sutomo (Raha) 0, Jl. Basuki Rachmat (Raha) 1, Lakapera Wara 38, Baubau Pasarwajo 48, Banabungi Jl. Ks. Tubun (Baubau) 0, Jl. Jend. Sudirman 0, (Baubau) Jl. Sultan Hasanudin 0, (Baubau) Jl. Pahlawan (Baubau) 6, Ps. Wajo/ Wakoko 18, Tanamaeta Metanauwe Metanawe Lasalimu 36, (Dermaga Ferry) Lasalimu Kamaru 23, Kamaru Lawele 28, Lawele Bubu 31, Bubu Ronta 31, Ronta Lambale 5, Lambale Ereke 29, Alangga Punggaluku 29, Tinanggea Alangka 16, Baubau Wakangka 55, Wakangka Batas Buton / 5, Muna Alangga Motaha 36, Motaha Lambuya 28, Kendari II Motaha 39, Belalo Una Aha 39, (Analahi) Polipolia Lapoa 53, Raterate Polipolia 20, Raterate Polipolia 21, Baula Polipolia 37, Maligano Ronta Polipolia Lapoa 15, Batuputih Porehu 13, Porehu Tolala 36, Jl. RA. Kartini (Baubau) 0, Jl. Murhum (Baubau) 1, VII-13

14 Panjang Reaslisasi Tahun 2012 Kebutuhan Ruas Jalan Jalan Kiri Kanan Ruas (meter) (KM) (meter) (meter) Jl. Gajah Mada (Baubau) 8, Total 964, Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Sulawesi Tenggara, 2013 Kementerian Pekerjaan Umum, 2013 Dari perolehan data, kebutuhan dan realisasi pembangunan/pemasangan pagar pengaman pada beberapa ruas jalan provinsi, maka nilai capaian persentase perlengkapan pagar pengaman di jalan Propinsi Sulawesi Tenggara dapat dihitung dengan rumus 12 % Fasilitas perlengkapan pagar pengaman ; Fasilitas Perlengkapan Pagar Pengaman Jalan Terpasang di Jalan Propinsi = x 100% Total Kebutuhan Fasilitas Pagar Pengaman di Jalan Propinsi 350 meter meter = 0,11 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Pagar Pengaman di jalan propinsi ditetapkan pada tahun 2014 diharapkan mencapai nilai 60%. Berkenaan dengan itu, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 59,89% (60% - 0,11% = 59,89%). Untuk mencapai nilai sebesar 59,89%, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan tersebut. Gambar 7.5. Kondisi Pagar Pengaman di salah satu jalan di Provinsi Sulawesi Tenggara 12 Peraturan Pemerintah. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota VII-14

15 d. Fasilitas Perlengkapan Deliniator Patok tanda tikungan (delineator) adalah suatu unit konstruksi yang diberi tanda yang dapat memantulkan cahaya (refektif) berfungsi sebagai pengarah dan sebagai peringatan bagi pengemudi pada waktu malam hari, bahwa di sisi kiri atau kanan delineator adalah daerah berbahaya. Unit konstruksi dapat berupa pipa besi atau pipa plastic yang diberi tanda yang dapat memantulkan cahaya (reflektif) 13. Karena itu, peranan delineator sebagai pengaman bagi pengendara kendaraan bermotor sangat diperlukan. Melihat perananan tersebut cukup besar, maka di Propinsi Sulawesi Tengara telah dilakukan pembangunan/pemasangan dan lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 7.6. Fasilitas Perlengkapan Deliniator di Beberapa Ruas Jalan Propinsi Sulawesi Tenggara Ruas Ruas Jalan Reaslisasi Tahun 2012 Panjang Kebutuhan Kiri Kanan Jalan (KM) (meter) (meter) (meter) 15, Kendari Bts Kota (Arah Wawotobi/ Kolaka) Mandonga Lepolepo 9, Lepolepo Ambesa 49, Tampo Raha 29, Jl. A. Yani (Raha) 1, Jl. M.H. Thamrin (Raha) 0, Jl. Gatot Subroto (Raha) 4, Tampo Raha 5, Raha Lakapera 63, Jl. Jendral Sudirman (Raha) 0, Jl. DR. Sutomo (Raha) 0, Jl. Basuki Rachmat (Raha) 1, Lakapera Wara 38, Baubau Pasarwajo 48, Banabungi Jl. Ks. Tubun (Baubau) 0, Jl. Jend. Sudirman (Baubau) 0, Jl. Sultan Hasanudin (Baubau) 0, Jl. Pahlawan (Baubau) 6, Ps. Wajo/ Wakoko Tanamaeta 18, Metanauwe Metanawe Lasalimu (Dermaga 36, Ferry) Lasalimu Kamaru 23, Kamaru Lawele 28, Lawele Bubu 31, Bubu Ronta 31, Ronta Lambale 5, Lambale Ereke 29, Alangga Punggaluku 29, Tinanggea Alangka 16, Baubau Wakangka 55, Wakangka Batas Buton / Muna 5, Alangga Motaha 36, Motaha Lambuya 28, Kendari II Motaha 39, Keputusan Menteri Perhubungan. 3 Tahun 1994 tentang Pengendali Pengamanan Pemakai Jalan Pada Pasal 22 VII-15

16 Reaslisasi Tahun 2012 Panjang Kebutuhan Ruas Jalan Kiri Kanan Ruas Jalan (KM) (meter) (meter) (meter) Belalo Una Aha (Analahi) 39, Polipolia Lapoa 53, Raterate Polipolia 20, Raterate Polipolia 21, Baula Polipolia 37, Maligano Ronta Polipolia Lapoa 15, Batuputih Porehu 13, Porehu Tolala 36, Jl. RA. Kartini (Baubau) 0, Jl. Murhum (Baubau) 1, Jl. Gajah Mada (Baubau) 8, S Total 964, Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Sulawesi Tenggara, 2013 Kementerian Pekerjaan Umum, 2013 Dengan data kebutuhan dan realisasi pembangunan/pemasangan deliniator pada beberapa ruas jalan proinsi seperti telah dijelaskan sebelumnya, maka nilai capaian persentase perlengkapan delineator di jalan Propinsi Sulawesi Tenggara dapat dihitung dengan rumus 14 % Fasilitas perlengkapan deliniator ; Fasilitas Perlengkapan Deliniator Jalan Terpasang di Jalan Propinsi Total Kebutuhan Fasilitas delineator di Jalan Propinsi meter meter = 15,68 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Pagar Pengaman di jalan propinsi ditetapkan pada tahun 2014 diharapkan mencapai nilai 60 %. Berkenaan dengan itu, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 44,32 % (60% - 15,68% = 44,32%). Untuk mencapai nilai sebesar 44,32%, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertinggalan tersebut 14 Peraturan Pemerintah. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Standar Pelayanan Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten /Kota VII-16

17 Gambar 7.6. Delineator yang ada di provinsi Sulawesi Tenggara e. Fasilitas Perlengkapan Cermin Tikungan Cermin tikungan adalah kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi sebagai alat untuk menambah jarak pandang pengemudi kendaraan bermotor. Kelengakapan tambahan dapat berupa suatu unit konstruksi yang terdiri dari cermin, bingkai cermin, tiang penyangga dan pengikatnya. Cermin tikungan dipasang pada tepi jalan pada lokasi-lokasi dimana pandangan pengemudi kendaraan bermotor sangat terbatas atau terhalang khususnya pada tikungan tajam dan persimpangan jalan. Pembuatan cermin tikungan dapat menggunakan cermin cembung dari bahan plastic 15. Dengan memperhatikan peranan perlengkapan cermin tikungan dalam operasional kendaraan, maka di Propinsi Sulawesi Tenggra telah dilakukan pembangunan/pemasangan. Namun ternyata belum semua ruas jalan propinsi terpenuhi adanya perlengkapan jalan cermin tikungan, dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 7.7. Fasilitas Perlengkapan Cermin Tikungan di Beberapa Ruas Jalan Propinsi Sulawesi Tenggara Ruas Ruas Jalan Kendari Bts Kota (Arah Wawotobi/ Kolaka) Reaslisasi Tahun 2012 Panjang Kebutuhan Terpasang Sisa Jalan (KM) (Unit) (Unit) (unit) 15, Mandonga Lepolepo 9, Lepolepo Ambesa 49, Tampo Raha 29, Jl. A. Yani (Raha) 1, Jl. M.H. Thamrin (Raha) 0, Jl. Gatot Subroto (Raha) 4, Tampo Raha 5, Keputusan Menteri Perhubungan. 3 Tahun 1994 tentang Pengendali Pengaman Pemakai Jalan Pada Pasal 18 s/d Pasal 20 VII-17

18 Reaslisasi Tahun 2012 Panjang Kebutuhan Ruas Jalan Terpasang Sisa Ruas Jalan (KM) (Unit) (Unit) (unit) Raha Lakapera 63, S Jl. Jendral Sudirman 0, u (Raha) m Jl. DR. Sutomo (Raha) 0, b Jl. Basuki Rachmat 1, e (Raha) r Lakapera Wara 38, Baubau Pasarwajo 48, Banabungi Jl. Ks. Tubun (Baubau) 0, Jl. Jend. Sudirman 0, (Baubau) Jl. Sultan Hasanudin 0, (Baubau) Jl. Pahlawan (Baubau) 6, S Ps. Wajo/ Wakoko 18, u Tanamaeta Metanauwe m Metanawe Lasalimu 36, b (Dermaga Ferry) e Lasalimu Kamaru 23, r Kamaru Lawele 28, Lawele Bubu 31, : Bubu Ronta Ronta Lambale 31,436 5, D27 i28 n Lambale Ereke Alangga Punggaluku Tinanggea Alangka Baubau Wakangka 29,000 29,008 16,816 55, a Wakangka Batas 5, s Buton / Muna Alangga Motaha 36, P Motaha Lambuya 28, e Kendari II Motaha 39, r Belalo Una Aha 39, h (Analahi) u Polipolia Lapoa 53, b Raterate Polipolia 20, u Raterate Polipolia 21, n Baula Polipolia 37, g a Maligano Ronta n Polipolia Lapoa 15, Batuputih Porehu 13, & Porehu Tolala 36, Jl. RA. Kartini (Baubau) 0, Jl. Murhum (Baubau) 1, Jl. Gajah Mada (Baubau) 8, Total 964, Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Sulawesi tenggara, 2013 Kementerian Pekerjaan Umum, 2013 Dari gambaran kebutuhan dan realisasi cermin tikungan di beberapa ruas jalan sebanyak empat puluh lima (45), berdasarkan informasi sudah ada beberapa yang terpasang cermin tikungan. Sementara jumlah kebutuhan terdapat sebanyak 30 unit sedangkan yang tereaslisasi sebanyak 6 unit dan sisanya 24 unit belum terpasang. VII-18

19 Dengan demikian, nilai capaian persentase perlengkapan cermin tikungan di jalan Propinsi Sulawesi Tenggra dapat dihitung dengan rumus 16 % Fasilitas perlengkapan cermin tikungan ; Fasilitas Perlengkapan Cermin Tikungan Terpasang di Jalan Propinsi Total Kebutuhan Fasilitas Cermin Tikungan di Jalan Propinsi 6 unit 30 unit = 20 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk cermin tikungan di jalan propinsi ditetapkan pada tahun 2014 diharapkan mencapai nilai 60%. Berkenaan dengan itu, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 60%. Padahal, nialai capaian pada tahun 2013 hanya 20%, hal ini berarti yang harus dicapai hingga tahun dpan adalah sebesar 40 %, karena nilaia capaian pada tahun 2013 hanya 20%.. Artinya, perhatian Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Tenggara terhadap pemasangan cermin tikungan sudah ada namun belum signifikan. Karena itu, untuk mencapai pembangunan/pemasangan cermin tikungan sebesar 60%, Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Tenggara sebaiknya ada perhatian dan mengalokasikan dana agar dapat mencapai ketertigalan tersebut Gambar 7.7. Kondisi Cermin Tikungan di Sultra 16 Peraturan Pemerintah. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Perhitungan Standar Pelayanan Bidang Perhubungan VII-19

20 f. Fasilitas Perlengkapan Paku Jalan Paku jalan adalah salah satu perlengkapan jalan untuk menjamin keselamatan lalu lintas. Paku jalan harus diperhatikan para pengendara, dan ditaati pada saat mengendara. Paku jalan dengan memantul cahaya berwarna kuning digunakan untuk pemisah jalur atau jalur lalu lintas. Paku jalan dengan pemantul cahaya berwarna kuning digunakan untuk pemisah jalan atau lajur lalu lintas alan dengan memantul cahaya berwarna merah ditempatkan pada garis batas di sisi jalan. Sementara paku jalan yang berwarna putih ditempatkan pada garis batas sisi kanan jalan. Paku jalan sebagai tandar pada permukaan jalan tidak boleh menonjol lebih dari 15 millimeter di atas permukaan jalan, dan apabila paku jalan dilengkapi dengan reflector tidak boleh menonjol lebih dari 40 millimeter di atas permukaan jalan 17. Paku jalan dapat ditempatkan: 1) batas tepi jalur lalu lintas, 2) paku jalan dengan pemantul cahaya berwarna kuning digunakan untuk pemisah jalan atau lajur lalu lintas, 3) paku jalan dengan pemantul cahaya berwarna mereh ditempatkan pada garis sisi batas sisi kiri jalan, 4) paku jalan dengan pemantul cahaya berwarna putih ditempatkan pada garis sisi batas sisi kanan jalan 18. Melihat peranan paku jalan untuk menjaga keselamatan berkendaraan, di Propinsi Sulawesi tenggra telah membangun/memasang paku jalan dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 7.8. Fasilitas Perlengkapan Paku Jalan di Beberapa Ruas Jalan Propinsi Sulawesi Tenggara Ruas Ruas Jalan Panjang Jalan (KM) Kebutuhan (unit) Dalam Tahun 2012 Terpasang Sisa (unit) (unit) Kendari Bts Kota (Arah Wawotobi/ Kolaka) 15, Mandonga Lepolepo 9, Lepolepo Ambesa 49, Tampo Raha 29, Jl. A. Yani (Raha) 1, Jl. M.H. Thamrin (Raha) 0, Jl. Gatot Subroto (Raha) 4, Tampo Raha 5, Raha Lakapera 63, Jl. Jendral Sudirman (Raha) 0, Jl. DR. Sutomo (Raha) 0, Jl. Basuki Rachmat (Raha) 1, Lakapera Wara 38, Baubau Pasarwajo 48, Banabungi Jl. Ks. Tubun (Baubau) 0, Jl. Jend. Sudirman (Baubau) 0, Jl. Sultan Hasanudin (Baubau) 0, Jl. Pahlawan (Baubau) 6, Ps. Wajo/ Wakoko Tanamaeta Metanauwe Metanawe Lasalimu (Dermaga Ferry) 18, , Keputusan Menteri Perhubungan. 60 Tahun 1993 tentang Marka Jalan Pada Pasal 16 dan Pasal Lampiran III Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat. SK.116/AJ.404/DRJD/97 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Paku Jalan VII-20

21 Panjang Dalam Tahun 2012 Kebutuhan Ruas Jalan Jalan Terpasang Sisa Ruas (unit) (KM) (unit) (unit) Lasalimu Kamaru 23, Kamaru Lawele 28, Lawele Bubu 31, Bubu Ronta 31, Ronta Lambale 5, Lambale Ereke 29, Alangga Punggaluku 29, Tinanggea Alangka 16, Baubau Wakangka 55, Wakangka Batas Buton / - 5, Muna Alangga Motaha 36, Motaha Lambuya 28, Kendari II Motaha 39, Belalo Una Aha (Analahi) 39, Polipolia Lapoa 53, Raterate Polipolia 20, Raterate Polipolia 21, Baula Polipolia 37, Maligano Ronta Polipolia Lapoa 15, Batuputih Porehu 13, Porehu Tolala 36, Jl. RA. Kartini (Baubau) 0, Jl. Murhum (Baubau) 1, Jl. Gajah Mada (Baubau) 8, Total 964, Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Sulawesi Tenggara, 2013 Kementerian Pekerjaan Umum, 2013 Berdasarkan data kebutuhan dan realisasi perlengkapan paku jalan seperti dijelaskan sebelumnya pada beberapa ruas jalan sebanyak tiga puluh empat ( 34), nilai capaian persentase perlengkapan paku jalan di jalan Propinsi Nusa Tengara Timur dapat dihitung dengan rumus 19 % Fasilitas perlengkapan paku jalan ; Fasilitas Perlengkapan Paku Jalan Terpasang di Jalan Propinsi Total Kebutuhan Fasilitas Paku Jalan di Jalan Propinsi 700 unit unit = 0,15 % 19 Peraturan Pemerintah. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah dan Daerah Kabupaten/Kota VII-21

22 Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Paku Jalan di jalan propinsi ditetapkan pada tahun 2014 diharapkan mencapai nilai 60%. Tetapi nilai capaian yang dicapai pada tahun 2013 hanya sebesar 0,15%, artinya nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 59,85% (60% - 0,15% = 59,85%). Untuk mencapai nilai sebesar 59,85%, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya memiliki perhatian dan mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan. Gambar 7.8. Kondisi Paku Jalan di salah satu jalan di Provinsi Sulawesi Tenggara g. Fasilitas Perlengkapan Alat Pemberi Isiyarat Lalu Lintas Alat pemberi isyarat lalu lalu lintas adalah perangkat peralatan teknis yang menggunakan isyarat lampu untuk mengatur lalu lalulintas orang/atau kendaraan di persimpangan atau pada ruas jalan. Fungsi alat pemberi isyarat lalu lintas adalah ; a. lampu warna hijau menyala setelah lampu warna merah padam, mengisyaratkan kendaraan harus berjalan, b. lampu warna kuning menyala setelah lampu warna hijau padam, mengisyaratkan kendaraan yang belum sampai pada batas berhenti atau sebelum alat pemberi isyarat lalu lalintas, bersiap untuk berhenti dan bagi kendaraan yang sudah sedemikian dekat dengan batas berhenti sehingga tidak dapat berhenti lagi dengan aman dapat berjalan, c. lampu warna merah menyala setelah lampu kuning padam, mengisyaratkan kendaraan harus berhenti sebelum batas berhenti dan apabila jalur lalu lintas tidak dilengkapi dengan batas berhenti, kendaraan harus berhenti sebelum alat pemberi isyarat lalu lalintas 20. Demikian halnya di Propinsi Sulawesi Tenggara, pembangunan/pemasangan perlengkapan alat pemberi isyarat lalu lintas telah dilakukan, namun dalam kenyataannya realisanya belum sepenuhnya. Lebih jelasnya perkembangan perlengkapan isyarat lalu lalintas dapat dilihat pada tabel berikut.. 20 Keputusan Menteri Perhubungan. KM 62 Tahun 1993 tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas pada Pasal 1 ayat (1) dan pasal 8 VII-22

23 Tabel 7.9. Fasilitas Perlengkapan Alat pemberi Isiyarat Lalu Lintas di Beberapa Ruas Jalan Propinsi Sulawesi Tenggara Ruas Ruas Jalan Kendari Bts Kota (Arah Wawotobi/ Kolaka) Panjang Jalan (KM) 15,989 Jlm Simp/ Ruas Jalan (Titik) Kebutuhan APILL/WL 1set/ titik Dalam Tahun 2012 Terpasang (unit) Sisa (unit) 2 WL=2 WL = Mandonga Lepolepo 9,497 1 WL=1 - WL= Lepolepo Ambesa 49,608 1 WL=1 WL= Tampo Raha 29, Jl. A. Yani (Raha) 1,000 2 WL=2 - WL= Jl. M.H. Thamrin ,500 (Raha) Jl. Gatot Subroto ,100 (Raha) Tampo Raha 5,008 2 WL=2 - WL= Raha Lakapera 63,334 3 WL=3 - WL= Jl. Jendral Sudirman 2 WL=2 - WL=2 0,300 (Raha) Jl. DR. Sutomo (Raha) 0, Jl. Basuki Rachmat ,100 (Raha) Lakapera Wara 38,569 2 WL=2 - WL= Baubau Pasarwajo 2 WL=2 - WL=2 48,023 Banabungi Jl. Ks. Tubun (Baubau) 0,100 2 WL=2 - WL= Jl. Jend. Sudirman 1 WL=1 - WL=1 0,400 (Baubau) Jl. Sultan Hasanudin ,900 (Baubau) Jl. Pahlawan (Baubau) 6, Ps. Wajo/ Wakoko Tanamaeta Metanauwe 18,575 2 WL=2 - WL= Metanawe Lasalimu 2 WL=2 - WL=2 36,439 (Dermaga Ferry) Lasalimu Kamaru 23,088 2 WL=1 - WL= Kamaru Lawele 28,199 1 WL=1 - WL= Lawele Bubu 31,331 3 WL=3 - WL= Bubu Ronta 31,436 3 WL=3 WL= Ronta Lambale 5,444 4 WL=4 - WL= Lambale Ereke 29,000 2 WL=2 - WL= Alangga Punggaluku 29,008 1 WL=1 WL= Tinanggea Alangka 16,816 1 WL=1 - WL= Baubau Wakangka 55,746 1 WL=1 - WL= Wakangka Batas 2 WL=2 - WL=2 5,616 Buton / Muna Alangga Motaha 36,901 3 WL=3 - WL= Motaha Lambuya 28,989 4 WL=4 - WL= Kendari II Motaha 39,703 1 WL=1 - WL= Belalo Una Aha 2 WL=2 - WL=2 39,303 (Analahi) Polipolia Lapoa 53,655 4 WL=4 - WL= Raterate Polipolia 20,133 2 WL=2 - WL= Raterate Polipolia 21,400 1 WL=1 WL=1 - VII-23

24 Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di Ruas Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Sulawesi Tenggara, 2013 Kementerian Pekerjaan Umum, 2013 Bertitik tolak dari data kebutuhan dan realisasi perlengkapan Alat Pember Isyarat Lalu Lintas jalan seperti dijelaskan sebelumnya pada beberapa ruas jalan sebanyak empat puluh lima (45), maka nilai capaian persentase perlengkapan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lalulintas di Propionsi Sulawesi Tenggara dapat dihitung dengan rumus 21 % Fasilitas perlengkapan paku jalan ; Fasilitas Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas Terpasang di Jalan Propinsi Total Kebutuhan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas di Jalan Propinsi 8 unit 80 unit = 10% Ruas Jalan Panjang Jalan (KM) Jlm Simp/ Ruas Jalan (Titik) Kebutuhan APILL/WL 1set/ titik Dalam Tahun 2012 Terpasang (unit) Sisa (unit) Baula Polipolia 37,760 1 WL=1 - WL= Maligano Ronta WL=3 - WL= Polipolia Lapoa 15,331 3 WL=3 - WL= Batuputih Porehu 13,900 2 WL=2 - WL= Porehu Tolala 36,900 4 WL=4 - WL= Jl. RA. Kartini 1 WL=1 - WL=1 0,779 (Baubau) Jl. Murhum (Baubau) 1,632 2 WL=2 - WL= Jl. Gajah Mada 3 WL=3 - WL=3 8,521 (Baubau) Total 964, WL= Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas di jalan propinsi ditetapkan pada tahun 2014 mencapai nilai 60%. Tetapi nilai capaian yang dicapai pada tahun 2013 hanya sebesar 10%, artinya nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 50% (60 % - 10% = 50% ). Untuk mencapai nilai sebesar 50%, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya memiliki perhatian dan mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mengejar ketertingalan. 21 Peraturan Pemerintah. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan Standar Pelayanan Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah dan Daerah Kabupaten/Kota VII-24

25 h. Fasilitas Perlengkapan Lampu Penerangan Gambar 7.9. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas Di Sultra Lampu penerangan jalan adalah bagian dari bangunan perlengkapan jalan yang dapat diletakkan atau dipasang di kiri/kanan jalan dan atau di tengah (di bagian mediun jalan ) yang digunakan untuk menerangi jalan mapun lingkungan di sekitar jalan yang diperlukan termasuk persimpangan jalan, jalan layang, jembatan dan jalan di bawah tanah. Atau juga dapat disebut lampu penerangan adalah suatu unit lengkap yang terdiri dari sumber cahaya, elemen optik, elemen elektronik dan struktur penopang serta tiang lampu 22. Penerangan jalan di kawasan perkotaan mempunyai fungsi antara lain ; a. menghasilkan kekontrasan antara objek dan permukaan jalan, b. sebagai alat bantu navigasi pengguna jalan, c. menghilangkan keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan, khususnya pada malam hari, d. mendukung keamanan lingkungan dan e. memberikan keindahan lingkungan jalan 23. Berdasarkan informasi dari Dinas Perhubungan dan Informatika c.q. Bidang Program Propinsi Sulawesi Tenggara, standar jenis lampu yang digunakan di jalan pada propinsi adalah mengacu pada SNI (Standar Nasional Indonesia) dan lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut Tabel Fasilitas Perlengkapan Lampu Penerangan di Beberapa Ruas Jalan Propinsi Sulawesi Tenggara Ruas Ruas Jalan Panjang Jalan (KM) Kebutuhan (unit) Dalam Tahun 2012 Terpasang Sisa (unit) (unit) Kendari Bts Kota (Arah Wawotobi/ Kolaka) 15, Mandonga Lepolepo 9, Lepolepo Ambesa 49, Badan standar Nasional, SNI ( Standar Nasional Indonesia ), ICS , SNI 7391 pada hal 2: Badan Standar Nasional, SNI ( Standar Nasional Indonesia ), ICS , SNI 7391 pada hal 4, 2008 VII-25

26 Panjang Kebutuhan Dalam Tahun 2012 Ruas Jalan Jalan (unit) Terpasang Sisa Ruas (KM) (unit) (unit) Tampo Raha 29, Jl. A. Yani (Raha) 1, Jl. M.H. Thamrin (Raha) 0, Jl. Gatot Subroto (Raha) 4, Tampo Raha 5, Raha Lakapera 63, Jl. Jendral Sudirman (Raha) 0, Jl. DR. Sutomo (Raha) 0, Jl. Basuki Rachmat (Raha) 1, Lakapera Wara 38, Baubau Pasarwajo Banabungi 48, Jl. Ks. Tubun (Baubau) 0, Jl. Jend. Sudirman (Baubau) 0, Jl. Sultan Hasanudin (Baubau) 0, Jl. Pahlawan (Baubau) 6, Ps. Wajo/ Wakoko Tanamaeta 18,575 Metanauwe Metanawe Lasalimu (Dermaga 36,439 Ferry) Lasalimu Kamaru 23, Kamaru Lawele 28, Lawele Bubu 31, Bubu Ronta 31, Ronta Lambale 5, Lambale Ereke 29, Alangga Punggaluku 29, Tinanggea Alangka 16, Baubau Wakangka 55, Wakangka Batas Buton / Muna 5, Alangga Motaha 36, Motaha Lambuya 28, Kendari II Motaha 39, Belalo Una Aha (Analahi) 39, Polipolia Lapoa 53, Raterate Polipolia 20, Raterate Polipolia 21, Baula Polipolia 37, Maligano Ronta S Polipolia Lapoa 15, Batuputih Porehu 13, Porehu Tolala 36, Jl. RA. Kartini (Baubau) 0, Jl. Murhum (Baubau) 1, Jl. Gajah Mada (Baubau) 8, Total 964, Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Sulawesi Tenggara, 2013 Kementerian Pekerjaan Umum, 2013 Berdasarkan data kebutuhan dan realisasi perlengkapan Alat Pember Isyarat Lalu Lintas jalan seperti dijelaskan sebelumnya pada beberapa ruas jalan sebanyak tiga VII-26

27 puluh empat ( 34), maka nilai capaian persentase perlengkapan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lalulintas di Propionsi Nusa Tengara Timur dapat dihitung dengan rumus 24 % Fasilitas perlengkapan lampu penerangan ; Fasilitas Lampu Penerangan Yang Terpasang di Jalan Propinsi Total Kebutuhan Lampu Penerangan di Jalan Propinsi 452 unit unit = 31,11 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bahwa tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Lampu Penerangan di jalan propinsi ditetapkan pada tahun 2014 mencapai nilai 60%. Tetapi nilai capaian yang dicapai pada tahun 2013 hanya sebesar 31,11%, artinya nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat sebesar 28,89% (60% - 9,35 % = 50,65% ). Untuk mencapai nilai sebesar 28,89%, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya memiliki perhatian dan mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan. Gambar Kondisi Lampu Penerangan di Sulawesi Tenggara 4. Keselamatan Keselamatan dalam hal ini adalah ditekankan pada keselamatan angkutan umum yang melayani trayek antarkota dalam propinsi (AKDP ) pada suatu propinsi. Sekarang ini 24 Peraturan Pemerintah. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan Standar Pelayanan Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah dan Daerah Kabupaten/Kota VII-27

28 jumlah AKDP di Propinsi Sulawesi Tenggara per kabupaten/kota dengan berbagai jenis kendaraan relatif banyak, dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut; Tabel Jumlah AKDP Per Kabupaten/Kota di Propinsi Sulawesi Tenggara Dalam Tahun 2013 Kab/Kota Jenis Kendaraan BB BS BK MPU 1 Kab Bombana Kab Buton Kab ButonTenggara Kab Kolaka Kab Kolaka Timur Kab Kolaka Tenggara Kab Konawe Kab Konawe Selatan Kab Konawe Tenggara Kab Muna Kab Wakatobi Kota Bau-Bau Kota Kendari Jumlah Total Keseluruhan Sumber: Dinas Perhubungan & Informamatika c.q. Bidang Program dan Bidang Angkutan Darat, Propinsi Sulawesi Tenggara, 2013 Berdasarkan data tersebut, total AKDP di Propinsi Sulawesi Tenggara terdapat 1.104unit. Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari resiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan, dan/atau lingkungan 25. Karena itu, setiap kendaraan yang berlalu lintas diperlukan adanya kelaikan kendaraan. Keselamatan dalam hal ini, dimaksudkan terpenuhinya standar keselamatan bagi angkutan umum yang melayani trayek Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP). Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, Kendaraan, Jalan, dan/atau lingkungan 26. Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal yang meliputi: a. keamanan; b. keselamatan; c. kenyamanan; d. keterjangkauan; e. kesetaraan; dan f. keteraturan. 27. Angkutan adalah perpindahan orang/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan umum di ruang lalu lintas jalan. Angkutan umum adalah angkutan orang/atau barang yang menggunakan kendaraan umum dengan dipungut bayaran. Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari resiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan, dan/atau lingkungan Peraturan Menteri Perhubungan. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Hal Undang Undang. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pada Pasal 1 ayat (31) 27 Ibid 28 Peraturan Menteri Perhubungan. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota pada Halaman 10 VII-28

29 Pelayanan angkutan kota antar dalam propinsi dilaksanakan dengan cirri-ciri sebagai berikut; a. mempunyai jadwal tetap, drbsgsimsns tercantum dalam jam perjalanan pada kartu pengawasan mobil bus yang dioperasikan. b. pelayanan angkutan dilakukan bersifat cepat atau lambat, c. dilayani dengan mobil bus besar atau sedang, baik untuk pelayanan ekonomi mapun pelayanan non ekonomi, d. tersedia terminal penumang sekurangkurangnya tipe B, pada awal pemberangkatan, persilangan, dan terminal tujuan, e. prasarana jalan yang dilalui dalam pelayanan angkutan antar kota dalam propinsi tercantum dalam izin trayek yang telah ditetapkan 29. Di daerah yang sarana transportasinya belum memadai, pengangkutan orang dapat dilakukan dengan mobil barang. Pengangkutan orang dengan menggunakan mobil barang, wajib memenuhi persyaratan; a. ruangan muatan dilengkapi dengan dinding yang tingginya sekurang-kurangnya 0,6 m, b. tersedia luas lantai ruang muatan sekurangkurangnya 0,4 m2 per penumpang, c. memiliki dan membawa surat keterangan mobil barang mengangkut penumpang 30 Kendaraan yang digunakan untuk antar kota dalam propinsi harus dilengkapi; a. nama perusahaan dan nomor urut kendaraan yang dicantumkan, dan belakang kendaraan. b. papan trayek yang memuat asal dan tujuan serta kota yang dilalui dengan dasar putih tulisan hitam yang ditempatkan di bagian depan dan belakang kendaraan. c. jenis trayek yang dilayani ditulis secara jelas dengan huruf balok, melekat pada badan kendaraan sebelah kiri dan kanan dengan tulisan Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi, e. jati diri pengemudi yang ditempatkan pada dashboard yang dikeluarkan oleh masing-masing perusahaan angkutan, f. fasilitas bagasi sesuai kebutuhan, tulisan standar pelayanan, daftar tarif yang berlaku, g. dilengkapi dengan adanya kotak obat dengan isinya, h. alat pemantau untuk kerja pengemudi, yang sekurang-kurangnya dapat merekam kecepatan kendaraan dan perilaku pengemudi dalam mengoperasikan kendaraan. 31. Dalam hal pengoperasian angkutan, pengusaha angkutan yang telah memperoleh izin trayek diwajibkan mengutamakan keselamatan dalam pengoperasikan kendaraan 32 sehingga tidak terjadi kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa. Untuk memperoleh izin operasi, pemohon wajib memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis. Dalam persyaratan teknis tel;ah ditegaskan pemohon diwajibkan memiliki atau menguasai kendaraan bermotor yang laik jalan yang dibuktikan dengan fotokopi Surat Tanda mor Kendaraan Bermotor sesuai domisili perusahaan dan fotokopi Buku Uji 33 Untuk menjamin keselamatan, kelaikan kendaraan untuk operasional harus dipastikan siap pakai. Artinya, semua komponen yang diharuskan diuji secara berkala harus dipastikan sudah terpenuhi. Pelaksanaan uji berkala kendaraan dimaksudkan untuk 34 ; a. memberikan jaminan keselamatan secara teknis terhadap penggunaan kendaraan bermotor di jalan, b. melestarikan lingkungan dari kemungkinan pencemaran yang 29 Keputusan Menteri Perhubungan. KM 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum pada Pasal Peraturan Pemerintah. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan pada Pasal 3 31 Ibid Pasal Ibid Pasal 62 point j 33 Ibid Pasal 67 point c 34 Keputusan Menteri Perhubungan. KM.71 Tahun 1993 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor Pada Pasal 2 ayat (1) VII-29

30 diakibatkan oleh pengguna kendaraan bermotor di jalan. Beberapa komponen yang diharuskan diuji secara berkala adalah sebagai berikut 35 ; a. uji suspense roda (Pit wheel Suspension Tester) dan kondisi teknis bagian bawah kendaraan, b. uji rem, c. lampu utama, d. speedometer, e. uji emisi gas buang meliputi; uji karbon monoksida (CO), hidro karbon (HC), dan ketebalan asap gas buang, f. berat kendaraan, g. kincup roda depan (side slip tester), h. suara (sound level meter), i. dimensi kendaraan (lebar, panjang, tinggi dan sumbu roda), j. tekanan udara (kompressor rem, tekanan udara ban), k. kaca film. Untuk menjamin keselamatan para penumpang, setiap kendaraan dilengkapi dengan fasiliats tanggap darurat. Fasilitas tanggap darurat dalam hal ini adalah berupa; a. alat pemukul/pemecah kaca (martil), b. alat pemadam kebakaran, c. alat kendali darurat pembuka pintu utama yang dirancang dan ditempatkan sedemikian rupa sekurangkurangnya dua buah pada setiap kanan kiri sisi dalam kendaraan bermotor sehingga mudah dioperasikan dari dalam baik oleh awak kendaraan mapun penumpang yang bekerja secara otomatis 36. Kelengkapan fasilitas tanggap darurat standar kendaraan bermotor angkutan penumpang, wajib dipenuhi dengan persyaratan teknis: a. Jumlah tempat keluar darurat sekurang-kurangnya 37 : 1) Satu tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan kiri, jika muatannya tidak lebih dari 26 penumpang 2) Dua tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan kiri, jika muatannya antara 27 dan 50 penumpang 3) Tiga tempat keluar darurat pada setiap sisi jika muatannya antara 51 dan 80 penumpang 4) Empat tempat keluar darurat pada setiap sisi jika muatannya lebih dari 80 penumpang b. Khusus untuk mobil penumpang yang jumlah muatannya lebih dari 27 penumpang, diwajibkan memiliki pintu darurat minimal 2 buah pada sisi kiri-kanan c. Pada sisi kiri, jumlah tempat keluar dapat dikurangi dengan satu, jika pada dinding belakang tempat pintu yang lebarnya paling sedikit 430 millimeter d. Tempat keluar darurat berupa jendela harus memenuhi persyaratan: 1) Memiliki ukuran minimum 600 millimeter x 430 milimeter dan apabila memiliki ukuran sekurang-kurangnya millimeter x 430 millimeter disamakan dengan memiliki dua tempat keluar darurat 2) Mudah dan cepat dapat dibuka atau dirusak atau dilepas 3) Sudut-sudut jendela yang berfungsi sebagai tempat keluar darurat tidak runcing 4) Tidak dirintangi oleh tongkat-tongkat atau jeruji pelindung e. Tempat keluar darurat berupa pintu yang dipasang pada dinding samping kanan, harus memenuhi persyaratan: 1) Memiliki lebar sekurang kurangnya 430 millimeter 2) Mudah dibuka setiap waktu dari dalam f. Tempat keluar darurat diberi tanda atau petunjuk dengan tulisan yang menjelaskan tempat keluar darurat dan tata cara membukanya 35 Ibid, Pasal 12 ayat (1) 36 Keputusan DSirektur Perhubungan Darat. SK.1763/AJ.501/DRJD/1003 tentang Petunjuk teknis Tanggap Darurat Kecelakaan Kendaraan Bermotor Angkutan Penumpang pada Pasal 5 37 Ibid, Pasal 6 VII-30

31 g. Tempat duduk di dekat tempat keluar darurat harus mudah dilepas atau dilipat dan diberi warna tempat duduk yang berbeda dari warna tempat duduk lainnya h. Kaca mobil bud wajib menggunakan kaca keselamatan (Safety Glass), dengan ketentuan sebagai berikut; 1) Kaca bagian depan harus memakai jenis Laminated 2) Kaca bagian samping kiri-kanan dan belakang memakai jenis tempered Berdasarkan berbagai peraturan seperti telah dijelaskan sebelumnya, selanjutnya akan dijadikan sebagai patokan penilaian dan/atau pengecekan terhadap beberapa AKDP yang ada di Terminal Kota Kendari. Beberapa pendekatan yang dilakukan adalah; a. Melakukan wawancara terhadap Sopir AKDP di Terminal Dari hasil wawancara terhadap Sopir AKDP ternyata kendaraan yang dibawa, ternyata melakukan uji kendaraan bermotor secara berkala. Hal ini dibuktikan dengan adanya Buku Uji Kendaraan Bermotor yang berada dalam mobil. Beberapa komponen yang terlihat dalam Buku Uji Kendaraan tersebut, adalah adanya kelaikan kendaraan bermotor terlihat pada beberapa aspek yang diuji, dan lebih jelasnya seperti dalam tabel berikut. Tabel Kelengkapan Persyaratan Kelaikan AKDP Di Propinsi Sulawesi Tenggara Komponen Persyaratan Kebaradaan di AKDP Propinsi Sulawesi Tenggara Suspensi Roda ( Pit Wheel Suspension Tester Rem Lampu Utama Speedometer Emisi Gas Buang : a. Uji Karbon Monoksida ( CO b. Hidro Karbon ( HC) c. Ketebalan Asap Gas Buang Berat Kendaraan Kincup Roda Depan ( Side Slip Tester ) Suara ( Sound Level Meter ) Dimensi Kendaraan ( Lebar, Panjang, Tinggi dan Sumbu Roda ) Tekanan Udara ( Kompressor Rem, Tekanan Udara Ban) Kaca Film Memenuhi persyaratan Memenuhi persyaratan Memenuhi persyaratan Memenuhi persyaratan Memenuhi persyaratan -memenuhi persyaratan -memenuhi persyaratan -memenuhi persyaratan Memenuhi persyaratan Memenuhi persyaratan Memenuhi persyaratan Memenuhi persyaratan Memenuhi persyaratan Memenuhi persyaratan Sumber: Wawancara & Pengamatan di Lapangan b. Melakukan wawancara dengan pihak DLLAJ (Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya) Dari hasil wawancara dengan LLAJ yang sedang bertugas di jalan, ternyata petugas LLAJ melakukan razia secara berkala untuk pemeriksaan terhadap AKDP yang sedang operasional, apakah sudah melakukan Uji Berkala Kendaraan Bermotor. Bilamana tidak melakukan uji berkala kendaraan bermotor sesuai dengan yang dipersyaratkan, maka AKDP tidak diperkenankan beroperasi. Karena kelaikan kendaraan bermotor terutama AKDP adalah merupakana salah satu ketentuan yang telah disepakati oleh pengusaha AKDP dalam waktu pengurusan izin operasional. VII-31

32 Kelaikan kendaraan AKDP pada hakekatnya merupakan keharusan untuk menamin keselamatan operasional yang secara implisit para penumpang. c. Melakukan wawancara dengan Dinas Perhubungan & Infromatika c.q. Bidang Angkutan Darat Propinsi Sulawesi Tenggara. Dari hasil wawancara dengan Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Darat, telah ditegaskan bahwa kelaikan operasional AKDP merupakan keharusan dalam rangka menjamin keselamatan para penumpang. Bilamana berdasarkan hasil pemeriksaan dari petugas LLAJ masih terdapat AKDP yang belum memenuhi kelaikan operasional, maka konsekwensinya izin operasional dapat dicabut. Namun sebelumnya pengusaha angkutan tersebut diberikan surat peringatan dan/atau dipanggil untuk diperingati. Tetapi, harus diakui, pada umumnya kendaraan yang sudah berusia 10 tahun ke atas, bahkan sudah mencapai usia 14 tahun, sering ditemukan kurang taan melakukan uji berkala kendaraan bermotor. Pada hal, dari total AKDP yang ada diperkirakan 7 % sudah berusia 14 tahun ke atas. Kalaupun dilakukan uji berkala kendaraan bermotor, sebelumnya diganti dulu bannya dan setelah selesai pengujian diganti lagi ban tersebut. Hal ini sering ditemukan terutama AKDP yang sudah berumumur relatif lama. Hal ini juga bilamana diperhatikan secara seksama ban yang digunakan AKDP tampaknya sudah sangat tipis. Inilah menjadi salah satu tantangan para pertugas. Dengan demikian, dari total AKDP yang ada di Propinsi Sulawesi tenggara sebanyak unit, diantaranya yang kurang memenuhi kelaikan kendaraan bermotor adalh 7 % x unit = 78 unit. Artinya, diperkirakan jumlah AKDP di Propinsi NTT yang kurang memenuhi kelaikan kendaraan bermotor adalah sebanyak 78 unit, dan ini sering ditemui di daerah yang relatif jauh dari Balai Uji Kelaikan Kendaraan Bermotor. Dari perhitungan tersebut, jumlah AKDP yang memenuhi standar keselamatan di Propinsi Sulawesi Tenggara terdapat unit. Dari hasil perhitungan tersebut, nilai capaian terpenuhinya standar keselamatan bagi angkutan umum yang melayani trayek antarkota dalam propinsi (AKDP ) pada Propinsi Sulawesi Tenggara dapat dihitung dengan menggunakan rumus; Nilai persentase AKDP memenuhi standar keselamatan Angkutan umum AKDP memenuhi standar keselamatan dalam propinsi = X 100% Total angkutan umum AKDP dalam propinsi unit unit = 97 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, terpenuhinya standar keselamatan bagi angkutan umum yang melayani trayek antarkota dalam propinsi (AKDP) hingga tahun 2014 ditetapkan 100%. Hal ini berarti, nilai capaian yang harus dipenuhi hingga tahun 2014 adalah; 100 % - 97 % = 7 %. Untuk mencapai nilai 100 % pada tahun 2014, sebaiknya perlu dilakukan razia secara rutin diberbagai VII-32

33 daerah Propinsi Sulawesi Tenggara, sehingga bagi AKDP di daerah maupun yang perkotaan secara bertahap memiliki kesadaran melakukan uji berkala kelaikan kendaraan yang dalam hal ini AKDP. Di samping, itu perlu dilakukan dan diintensifkan uji kelaikan kendaraan bermotor berjalan. Artinya, petugas uji kendaraan bermotor melakukan uji kendaraan di jalan, tentunya petugas harus membawa peralatan uji kendaraan bermotor. Kegiatan uji kendaraan bermotor di beberapa titik jalan tertentu, harus bekerjasaman dengan petugas DLAJ dengan petugas Balai Uji Kendaraan Bermotor. Untuk memberikan efek jera bagi pengusaha AKDP atau pemilik AKDP bagi AKDP yang ditemui belum melakukan uji berkala kendaraan bermotor dan ternyata ada beberapa komponen kendaraan yang tidak layak akan dikenakan biaya yang berlipat ganda dari yang biasa, dan/atau izin operasional AKDP dicabut. Dengan demikian, diharapkan bagi pengusaha AKDP memiliki kesadaran untuk melakukan secara rutin uji kelaikan kendaraan bermotor pada Balai Uji yang ada di daerah. Berdasarkan peraturan seperti telah dijelaskan sebelumnya, untuk menjamin keselamatan para penumpang, setiap kendaraan harus dilengkapi dengan fasilitas tanggap darurat. Fasiliats tanggap darurat yang sesuai dengan aturan diperlukan bagi angkutan umum termasuk AKDP kemudian ini dijadikan sebagai acuan untuk mengecek atau melihat apakah AKDP yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara memiliki fasilitas tanggap darurat dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut Tabel Keberadaan Fasilitas Tanggap Darurat di AKDP Propinsi Sulawesi Tenggara Dalam Tahun Fasilitas Tanggap Darurat Sesuai Dengan Peraturan Pada Angkutan Umum Alat pemukul/pemecah Kaca ( Martil ) Alat Pemadam Kebakaran Alat Kendali Darurat Pembuka Pintu Utama Yang Dirancang dan ditempatkan pada setiap kanan kiri sisi dalam kendaraan bermotor secara otomatis Kelengkapan fasilitas tanggap darurat standar kendaraan bermotor meliputi: a. Satu (1) tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan kiri, jika muatannya muatannya tidak lebih dari 26 penumpang b. Dua (2) tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan kiri, jika muatannya antara 27 dan 50 penumpang c. Tiga tempat keluar darurat pada setiap sisi jika muatannya antara 51 dan 80 penumpang d. Empat (4) tempat keluar darurat pada setiap sisi jika mauatnnya lebih dari 80 penumpang Mobil penumpang yang jumlah muatannya lebih dari 27 penumpang diwajibkan memiliki pintu darurat minimal 2 buah pada sisi kiri-kanan Pada sisi kiri, jumlah tempat keluar dapat dikurangi dengan satu (1), jika pada dinding belakang tempat pintu lebarnya paling sedikit 430 millimeter Tempat keluar darurat berupa jendela harus memenuhi persyaratan: a. memiliki ukuran minimum 600 millimeter x 430 millimeter apabila memiliki ukuran sekurang kurangnya millimeter x 430 millimeter disamakan dengan Keberadaan Fasilitas Pada AKDP Ada Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada VII-33

34 Fasilitas Tanggap Darurat Sesuai Dengan Peraturan Pada Angkutan Umum memiliki dua (2) tempat keluar darurat b. mudah dan cepat dapat dibuka atau dirusak dan/atau dilepas c. sudut-sudut jendela yang berfungsi sebagai tempat keluar darurat tidak runcing d. tidak dirintangi oleh tongkat-tongkat atau jeruji pelindung 8 Tempat keluar darurat berupa pintu yang dipasang pada dinding kanan, harus memenuhi persyaratan; a. memiliki lebar sekurang-kurangnya 430 millimeter b. mudah dibuka setiap waktu dari dalam 9 Tempat keluar darurat diberi tanda atau petunjuk dengan tulisan yang menjelaskan tempat keluar darurat dan tata membukanya 10 Tempat duduk di dekat tempat keluar darurat harus mudah dilepas atau dilipat dan diberi warna tempat duduk yang berbeda dari warna tempat duduk lainnya 11 Kaca mobil wajib menggunakan kaca keselamatan (Safety Glass), dengan ketentuan sebagai berikut: a. Kaca bagian depan harus memakai jenis Laminated b. Kaca bagian samping kiri-kanan dan belakang memakai jenis tempered Sumber: Hasil wawancara & Pengamatan di lapangan, 2013 Keberadaan Fasilitas Pada AKDP Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada Ada Deri 11 (sebelas) persyaratan yang diharuskan sebagai fasilitas darurat di 5 AKDP sebagai sampel di Terminal Puwatu di Kota Kendari, yang ada hanya martil dan pemadam kebakaran, serta kaca bagian depan menggunakan laminated serta kaca bagian samping kiri kanan menggunakan jenis Tempered. Lima mobil yang yang digunakan sebagai sampel pengamatan di Terminal Puwatu adalah mobil penumpang berupa mobil xenia, avanza dan APV. Karena memang kendaraan yang dijadikan sebagai sarana AKDP yang ada di terminal Puwatu Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tengga adalah seperti itu, hal ini dapat dilihat dari gambar mobil AKDP yang ada di Kota Kendari Sulawesi Tenggara sebagai berikut. Gambar Beberapa Mobil AKDP yang ada di Sulawesi Tenggara 5. Sumber Daya Manusia (SDM) Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimaksudkan dalam hal ini adalah tersedianya SDM yang memiliki kompetensi sebagai pengawas kelaikan kendaraan pada perusahaan VII-34

35 angkutan umum, pengelola terminal dan pengelola perlengkapan jalan 38 lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut: a. Tersedianya SDM Yang Memiliki Kompetensi Sebagai Pengawas Kelaikan Kendaraan Pada Perusahaan Dalam rangka menjamin kelaikan kendaraan setiap hari, diharuskan setiap perusahaan angkutan memiliki SDM yang mempunyai kompetensi memperbaiki kendaraan pada saat kendaraan sampai di pool usai melakukan operasional. Tugas SDM tersebut, memeriksa secera keseluruhan kendaraan secara rutin, apakah laik operasional atau tidak. Apalagi, bilamana ada keluhan sopir, diharapkan sesegera mungkin dapat melakukan pemeriksaan dan perbaikan. Dengan demikian, diharapkan keselamatan para penumpang dapat lebih terjamin. Hal ini adalah sesuai bahwa standar pelayanan angkutan orang, dimana setiap perusahaan angkutan umum wajib memenuhi standar yang terdiri dari; a. keamanan, keselamatan dan kenyamanan 39. Setiap perusahaan yang memiliki izin trayek, diwajibkan memenuhi persyaratan admistratif dan teknis. Persyaratan administratif adalah meliputi beberapa aspek, antara lain; a. menguasai fasilitas penyimpanan /pool kendaraan bermotor yang dibuktikan dengan gambar lokasi dan bangunan serta surat keterangan mengenai pemilikan atau penguasaan, b. memiliki atau bekerjasama dengan pihak lain yang mampu menyediakan pemeliharaan kendaraan bermotor sehingga dapat merawat kendaraan untuk tetap dalam kondisi laik jalan 40 Berdasarkan wawancara dengan Dinas Perhubungan Propinsi Nusa Tenggara Timur c.q. Bidang Program, jumlah pengusaha angkutan antar kota dalam Propinsi Sulawesi Tenggara dalam tahun 2013 terdapat sebanyak 18 (delapan belas). Sesuai dengan aturan seperti telah dijelaskan sebelumnya, setiap perusahaan angkutan diwajibkan memiliki SDM yang memiliki kompetensi sebagai pengawas kelaikan kendaraan yang pada dasarnya berada dalam lingkungan perusahaan angkutan tersebut atau bekerja sama dengan pihak lain untuk menjamin kelaikan operasional kendaraan. Tetapi dalam kenyataannya, sebagian besar perusahaan tersebut cenderung memilih kerjasama dengan pihak lain, dan sebagian lagi justru memiliki SDM yang memiliki pompetensi dalam perbaikan kendaraan yang langsung berada dalam naungan perusahaan angkutan. Berdasarkan informasi dari beberapa pengusaha angkutan, pilihan bekerjasama dengan pihak lain sangat menguntungkan, karena tidak setiap hari kendaraan mengalami kerusakan, jika kendaraan mengalami kerusahaan SDM dari pihak kerjasama dipanggil untuk memperbaiki. Sementara jika memiliki sendiri biayanya relatif mahal, karena harus membeli peralatan dan menggaji setiap bulan. Sementara dengan bekerjasama dengan pihak lain, pembayarannya hanya sebatas waktu tenaga SDM tersebut digunakan dalam perbaikan kendaraan. Makna memiliki SDM yang memiliki kompetensi dalam sebagai pengawasan kelaikan kendaraan perusahaan adalah sama dengan bekerjasa sama dengan pihak lain dalam pemeliharaan kendaraan. Artinya, yang penting kendaraan dapat laik operasional pada 38 Peraturan Menteri Perhubungan. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota pada Lampiran hal 2 39 Undang Undang. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalam pada Pasal 141 point a,b dan c. 40 Keputusan Menteri Perhubungan. 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum pada Pasal 45 ayat (1) dan ayat (2) pada point c.d. dan e. VII-35

36 saat digunakan. Karena itu, persentase capaian pengusaha AKDP yang memiliki komptensi dalam pengawasan kelaikan kendaraan dapat dihitung dengan rumus; Nilai % pengusaha memiliki SDM yang berkompotensi Pengusaha Angkutan Yang Memiliki SDM Yang Berkompetensi = x100 % Pengusaha Angkutan AKDP Dalam Propinsi = 100 % b. SDM Pengelola Terminal Tipe B SDM pengelola terminal sangat diperlukan, mengingat terminal adalah merupakan pangkalan kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang, serta perpindahan moda angkutan. Jumlah SDM seperti di Terminal Tipe B, Pueatu Kota Kendari berjumlah 10 orang. Di antara SDM yang berjumlah 10 orang, di antaranya 3 orang sebagai tenaga administrasi, dan satu (1) orang sebagai Kepala Terminal, dan enam (6) orang ditempatkan sebagai tenaga operasional di terminal. Berdasarkan data dan informasi dari lapangan, setiap terminal kegiatan dikelompokkan pada tiga bagian, yaitu regu I, regu II dan Regu III. Regu I bertugas untuk mengawasai dan mengatur kedatangan kendaraan ke dalam terminal. Regu II bertugas untuk mengawasi dan mengatur kendaraan dalam terminal, dan Regu III bertugas mengawasai dan mengatur keberangkatan kendaraan dari terminal. Dari hasil pengamatan di lapangan khususnya pada terminal tipe B, Jumlah SDM pada setiap regu rata-rata ditempatkan 2 (dua) orang. Berdasarkan informasi dari Kepala Terminal Tipe B Puwatu Kota Kendari, dengan jumlah 10 orang, keteraturan keluar masuk AKDP dapat dilakukan. Orang yang ditempatkan pada setiap regu, pada umumnya sudah mendapat pelatihan pengelolan terminal. Pada Umumnya, setiap terminal Tipe B di Propinsi Kupang rata-rata memiliki SDM sepuluh (10) orang, bahkan ada yang lebih dari sepuluh (10) orang. Di Propinsi NTT terdapat lima belas (15) Terminal Tipe B yang tersebar di berbagai kabupaten/kota lebih jelasnya lihat tabel berikut. Tabel Nama dan Lokasi Terminal yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara Dalam Tahun 2013 Nama Kab/ Kota Nama Terminal Tipe 1 Kab Kolaka Terminal Pomala C Terminal Larumbalangi B Terminal Kota (Latambaga) C Terminal Rate-rate C 2 Kab Konawe Terminal Konawe C 3 Kab Konawe Selatam Terminal Konawe Selatan C 4 Kota Kendari Terminal Puwatu B Terminal Bau bau B VII-36

37 Nama Kab/ Kota Nama Terminal Tipe 5 Kab Muna Terminal Muna C Sumber : Dinas Perhubungan dan Informatika Provinsi Sulawesi Tengga, 2013 Stastistik Direktorat Jenderal Perhubungan Darat- Kementerian Perhubungan, 2012 Dengan menggunakan data jumlah Terminal Tipe B dan jumlah SDM pada setiap terminal, dimana setiap Terminal Tipe B ditempatkan SDM sebanyak sepuluh (10) orang yang sudah dianggap memadai, maka dapat dihitung nilai persentase capaian SDM pada Terminal Tipe B dengan rumus; % nilai capaian SDM pada terminal Tipe B Terminal Tipe B Yang Sudah Memiliki SDM Yang Profesional = x 100% Total Terminal Tipe B Dalam Propinsi 3 3 = 100 % Berdasarkan Peraturan Mneteri Perhubungan. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan capaian terminal tipe B memiliki SDM yang profesiona sebagai pengelo dalam tahun 2014 ditetapkan 100 %. Hal ini berarti, Propinsi Sulawesi Tenggara dalam tahun 2013 sudah mencapai angka 100 %. Dengan adanya akan tersebut, diharapkan pengelolaan terminal tipe B di Propinsi Sulawesi Tenggara lebih frofesional, artinya lalu lalintas AKDP keluar masuk melalui terminal tipe B akan mencapai yang terbaik c. SDM Pengelola Perlengkapan Jalan Berdasarkan hasil wawancara dengan personil Bidang Program Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Sulawesi Tenggara, bahwa SDM ( Sumber Daya Manusia ) sebagai pengelola perlengkapan jalan berada pada Dinas Perhubungan & Informatika. SDM tersebut ditempatkan di Bidang Perhubungan Darat khususnya di Seksi Keselamatan. Jumlah SDM yang khusus mengelola perlengkapan jalan sekarang ini kurang lebih 18 orang, dan jumlah tersebut sudah mencukupi berdasarkan pengalaman selama ini. Jika ada kegiatan pengelolaan alat perlengkapan jalan, maka dengan memberdayakan tenaga SDM sebanyak 18 orang, kegiatan perlengkapan jalan dapat diatasi dengan baik. Di antara SDM tersebut sudah banyak mengikuti Diklat pengelolaan perlengkapan jalan baik yang diselenggarakan Pemerintah Daerah maupun pemerintah pusat. B. Angkutan Sungai dan Danau Angkutan Sungai dan Danau hingga sekarang belum diberdayakan sebagai alat transportasi di propinsi Sulawesi Tenggara, karena itu bahasan tentang angkutan sungai dan danau belum ada kajian. VII-37

38 C. Angkutan Penyeberangan 1. Jaringan pelayanan Angkutan Penyeberangan Angkutan penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya. Dalam kaitan ini di Propinsi Sulawesi Tenggara terdapat jaringan lintas angkutan penyeberangan, dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Jaringan Pelayanan Angkutan Penyeberangan Di Propinsi Sulawesi Tenggara Dalam Tahun Jaringan Lintas Pelayanan 1 Kolaka - Bajoe 2 Bau-Bau - Waara 3 Torobulu - Tampo 4 Kendari - Langara 5 Mawasangka - Dongkala 6 Tondasi - Bira 7 Lasusua Siwa 8 Kamaru-wanci Sumber: Kantor Cabang ASDP Propinsi Sulawesi Tenggara, 2013 Berdasarkan informasi dari kepala Cabang ASDP Propinsi Sulawesi Tenggara, jaringan yang sudah terlayani hingga tahun 2013 adalah seperti dalam tabel berikut. Tabel Jaringan Pelayanan Angkutan Penyeberangan Di Propinsi Sulawesi Tenggara Yang Sudah Terlayani Dalam Tahun 2013 Jaringan Pelayanan Kapal Yang Melayani 1 Kolaka - Bajoe Kmp. Tuna 2 Kolaka - Bajoe Kmp. Merak 3 Kolaka - Bajoe Kmp. Kota Bumi 4 Kolaka - Bajoe Kmp. Muchlisa 5 Kolaka - Bajoe Kmp. Mishima 6 Kolaka - Bajoe Kmp. Windu Karsa 7 Kolaka - Bajoe Kmp. Kota Muna 8 Kolaka - Bajoe Kmp. Renny II 9 Kolaka - Bajoe Kmp. Permata Nusantara 10 Bau-Bau - Waara Kmp. Pulau Rubiah 11 Bau-Bau Waara Kmp. Mujair 12 Torobulu - Tampo Kmp. Semumu 13 Torobulu - Tampo Kmp. Nuku 14 Kendari - Langara Kmp. Ariwangan 15 Mawasangka - Dongkala Kmp. Madidihang 16 Tondasi - Bira Kmp. Belida 17 Lasusua Siwa Kmp. Poncan Moane 18 Kamaru-wanci KMP.Bahtera mas Sumber: Kantor Cabang ASDP Propinsi Sulawesi Tenggara, 2013 Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Sulawesi Tenggara, 2013 VII-38

39 Berdasarkan data tersebut di atas, nilai capaian tersedianya jaringan pelayanan angkutan penyeberangan yang beroperasi pada lintas antar kabupaten/kota dalam propinsi Sulaweesi Tenggara yang menghubungkan jalan propinsi yang terputus oleh perairan dapat dihitung dengan rumus % pelayanan angkutan penyeberangan Jaringan lintas yang telah terlayani angkutan penyeberangan Jaringan lintas angkutan penyeberangan dalam propinsi 8 8 = 100 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi untuk capaian tersedianya jaringan pelayanan angkutan penyeberangan yang beroperasi antar kabupaten/kota dalam tahun 2014 nilai capaian ditetapkan 75%. Hal ini berarti, Propinsi Sulawesi Tenggara telah mengalami kemajuan yang cukup pesat dalam melayani angkutan antar kabupaten/ kota yang terputus oleh perairan karena capaian kinerjanya telah 100%. Angkutan penyeberangan yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara telah melayani beberapa pulau, dan lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar peta berikut. VII-39

40 Gambar Lokasi Pelabuhan Penyeberangan Provinsi Sultra VII-40

41 2. Jaringan Prasarana Angkutan Penyeberangan Dalam hal ini, analisis jaringan prasarana angkutan penyeberangan ditekankan pada pelabuhan penyeberangan. Angkutan penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya 41. Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara terdiri dari berbagai pulau, karena itu angkutan penyeberangan memiliki peran yang cukup besar untuk mempersatukan wilayah dan mobilisasi pergerakan barang dan penumpang. Pelabuhan penyeberangan di Propinsi Sulawesi Tenggara tersebar di berbagai pulau dan lebih jelasnya sebaran pelabuhan penyeberangan di Propinsi Sulawesi tenggara dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Nama-Nama Pelabuhan dan Lokasi di Propinsi Sulawesi Tenggara Dalam Tahun 2013 Nama Pelabuhan Lokasi 1 Pelabuhan Torobulu Konawe Selatan 2 Pelabuhan Tampo Pulau Muna 3 Pelabuhan Tondasi Kab Muna 4 Pelabuhan Wara Kab Buton 5 Pelabuhan Bau-Bau Kota Bau-Bau 6 Pelabuhan Kamaru Kab Buton 7 Pelabuhan Wanci Kab Wakatobi 8 Pelabuhan Kendari Kota Kendari 9 Pelabuhan Wawoni Konawe Selatan 10 Pelabuhan Donggala Kab Bombana 11 Pelabuhan Mawasangka Kab Buton Sumber : Kantor Cabang ASDP Propinsi Sulawesi Tenggara, 2013 Statistik Ditjen Perhubungan Darat, 2012 Dari hasil wawancara dengan Kepala Cabang ASDP di Propinsi Sulawesi Tenggara, sekarang ini jumlah kebutuhan pelabuhan penyeberangan sebenarnya terdapat sebelas (11) unit, dan yang ada serta beroperasi saat ini adalah 11 unit sehingga dirasa telah mencukupi memobilisasi penduduk yang terputus dengan adanya perairan. Berdasarkan data tersebut di atas, terutama data pelabuhan yang sudah ada dan kebutuhan pembangunan pelabuhan penyeberangan di Propinsi Sulawesi Tenggara, maka jumlah kebutuhan pelabuhan penyeberangan terdapat sebanyak sebelas (11) unit. Dan pelabuhan yang sudah ada dan layak untuk digunakan sebelas (11) unit. Berkenaan dengan itu, dengan memperhatikan data pelabuhan penyeberangan seperti telah dijelaskan sebelumnya, maka nilai capaian tersedianya pelabuhan penyeberangan pada setiap kabupaten/kota yang melayani angkutan penyeberangan dapat dihitung dengan menggunakan rumus; % Pelabuhan penyeberangan dalam suatu propinsi Pelabuhan Penyeberangan Dalam Suatu Propinsi = x 100% Pelabuhan Kebutuhan Pelabuhan Penyeberangan Dalam Suatu Propinsi 41 Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat.AP/005/6/14/DRJD/2011 Tentang Daftar Penumpang dan Kendaraan Angkutan Penyeberangan Pada Pasal 1 ayat (1) VII-41

42 11 unit 11 unit = 100 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi untuk nilai capaian tersedianya pelabuhan penyeberangan pada tahun 2014 ditetapkan 75 %. Karena itu, maka dapat dikatakan jaringan prasarana angkutan penyebrangan yang ada di sulawesi tenggara telah mencapai target yang ditetapkan oleh pemerintah pusat yaitu 100%. Sehingga diharapkan alur penyebrangan dan mibilisasi penduduk yang terputus oleh perairan dapat di sambungkan dengan penyebrangan ini dan penduduk menjadi lebih mudah mobilisasi keluar kota atau antar kabupaten yang ada di sulawesi tenggara. 3. Keselamatan Keselamatan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah terpenuhinya keselamatan kapal dengan ukuran di bawah 7 GT dan kapal yang beroperasi pada lintas penyeberangan antar kabupaten/kota dalam propinsi. Berhubung di Propinsi Sulawesi Tenggara belum ada yang menggunakan kapal di bawah 7 GT sebagai angkutan penyeberangan, maka dalam hal ini belum ada bahasan kapal di bawah 7 GT. Karena itu, bahasan akan difokuskan pada kapal penyeberangan, karena kapal penyeberangan telah digunakan sebagai angkutan antar kabupaten/kota dalam propinsi Sulawesi Tenggara. Lebih jelasnya jumlah kapal penyeberangan di Propinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel berikut; Tabel Jumlah Kapal Penyeberangan di Propinsi Sulawesi Tenggara Dalam Tahun 2013 Nama Kapal Nama Kapal 1 Kmp. Tuna 10 Kmp. Pulau Rubiah 2 Kmp. Merak 11 Kmp. Mujair 3 Kmp. Kota Bumi 12 Kmp. Semumu 4 Kmp. Muchlisa 13 Kmp. Nuku 5 Kmp. Mishima 14 Kmp. Ariwangan 6 Kmp. Windu Karsa 15 Kmp. Madidihang 7 Kmp. Kota Muna 16 Kmp. Belida 8 Kmp. Renny II 17 Kmp. Poncan Moane 9 Kmp. Permata Nusantara 18 KMP.Bahtera mas Sumber : Direktorat LLASDP, 2013 Kepala Cabang ASDP Propinsi Sulawesi Tenggara, 2013 Kapal tersebut telah melayani beberapa lintasan, dan lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Jumlah Kapal Penyeberangan di Propinsi Sulawesi Tenggara Dalam Tahun 2013 Nama Kapal Lintas Yang Dilayani 1 Kmp. Tuna Kolaka - Bajoe 2 Kmp. Merak Kolaka - Bajoe 3 Kmp. Kota Bumi Kolaka - Bajoe VII-42

43 Nama Kapal Lintas Yang Dilayani 4 Kmp. Muchlisa Kolaka - Bajoe 5 Kmp. Mishima Kolaka - Bajoe 6 Kmp. Windu Karsa Kolaka - Bajoe 7 Kmp. Kota Muna Kolaka - Bajoe 8 Kmp. Renny II Kolaka - Bajoe 9 Kmp. Permata Nusantara Kolaka - Bajoe 10 Kmp. Pulau Rubiah Bau-Bau - Waara 11 Kmp. Mujair Bau-Bau Waara 12 Kmp. Semumu Torobulu - Tampo 13 Kmp. Nuku Torobulu - Tampo 14 Kmp. Ariwangan Kendari - Langara 15 Kmp. Madidihang Mawasangka - Dongkala 16 Kmp. Belida Tondasi - Bira 17 Kmp. Poncan Moane Lasusua Siwa 18 KMP.Bahtera mas Kamaru-wanci Sumber : Direktorat LLASDP, 2013 Kepala Cabang ASDP Propinsi Sulawesi Tenggara, 2013 Kapal penyeberangan seperti telah disebutkan dalam tabel di atas, haruslah memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan, serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan adanya sertfikat setelah dilakukan pemeriksaan. Dari hasil pengamatan pada 6 kapal angkutan penyeberangan dan wawancara dengan Kapten Kapal tersebut serta Kepala Cabang ASDP Propinsi Sulawesi Tenggara, ternyata semua aspek yang dipersyaratkan adalah layak operasi. Hal ini juga dibuktikan adanya sertifikat pada setiap aspek kapal yang dipersyaratkan, dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Aspek Keselamatan Yang Dibuktikan Dengan Adanya Sertifikat Aspek Keselamatan Keberadaan Srtfikat Material Konstruksi Bangunan Permesinan dan Perlistrikan Stabilitas Tata Susunan Radio Elektronik Perlengkapan Alat Penolong Ada sertifikast Ada sertifikat Ada sertifikat Ada sertifikat Ada sertifikat Ada sertifikat Ada sertifikat Ada sertifikat Ada sertifikat Sumber: Hasil wawancara dan pengataman di lapangan, 2013 Definisi operasional adalah terpenuhinya standar keselamatan dan/ atau terpenuhinya standar keselamatan kapal dengan ukuran dibawah 7 GT yang beroperasi pada lintas penyeberangan antarkabupaten/kota dalam propinsi terhadap jumlah kapal angkutan di bawah 7 GT pada lintas penyeberangan antarkabupaten/ kota dalam propinsi. Dari hasil wawancara dengan Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Angkutan Darat, di Propinsi Sulawesi tenggara belum ada kapal di bawah 7 GT yang berfungsi sebagai angkutan penyeberangan. Karena itu, kapal di bawah 7 GT tidak dapat diperhitungkan. Berkenaan dengan itu, nilai capaian terpenuhinya standar keselamatan bagi kapal yang berukuran di bawah 7 GT dan kapal penyeberangan antarkabupaten/kota dalam propinsi dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut; VII-43

44 % Keselamatan Kapal Kapal dibawah 7 GT + Kapal penyeberangan memenuhi standar keselamatan Kapal Dibawah 7 GT + Kapa penyeberangan lintas antar kab/kota dlm Prop = 100 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi untuk nilai capaian tersedianya pelabuhan penyeberangan pada tahun 2014 ditetapkan 100 %. Karena itu, standar yang telah ditetapkan sekarang ini sudah tercapai. Artinya, jaminan keselamatan angkutan penyeberangan dalam beroperasi sudah lebih terjamin, kecuali karena adanya faktor alam atau kondisi gelombang yang tinggi tidak diperhitungkan dalam hal ini. Pengertian masing masing aspek keselamatan adalah sebagai berikut; a. Material Persyaratan material adalah kapal yang berbedera Indonesia yang diwajibkan melakukan klasifikasi kapal atau kapal yang wajib kelas dengan kententuan; a. panjang > = 20 m dan atau, b. tonase > = 100 GT dan atau, c. mesin penggerak > = 250 PK dan atau, d. yang melakukan pelayaran Internasional meskipun telah memiliki sertifikat dari Biro Klasifikasi asing 42. Lingkup klasifikasi kapal meliputi: a. lambung kapal, instalasi mesin, instalasi listrik, perlengkapan jangkar, b. Instalasi pendingin yang terpasang permanen dan merupakan bagian dari kapal, c. Semua perlengkapan dan permesinan yang dipakai dalam operasi kapal, d. Sistem konstruksi dan perlengkapan yang menentukan tipe kapal 43. Sebelum kapal dapat diregistrasi di BKI, kapal tersebut harus memenuhi persyaratan dan peraturan teknik BKI. Pemenuhan tersebut melalui proses persetujuan gambar teknik yang selanjutnya dilakukan survey di lapangan. Untuk kapal yang dibangun sesuai dengan persyaratan peraturan klasifikasi akan ditetapkan notasi klas kapal tersebut pada saat selesainya pemeriksaan secara keseluruhan melalui survey klasifikasi dengan hasil yang memuaskan. Untuk kapal yang sudah dioperasikan, BKI juga melaksanakan survey periodei untuk menjamin bahwa kapal masih meemnuhi persyaratan klasifikasi kapal. Seandainya terjadi kerusakan yang mungkin berpengaruh terhadap kondisi klasifikasi diantara masa survey periodic, maka pemilik kapal dan/atau operatornya diwajibkan menginformasikan kerusakan tersebut kepada BKI. 42 Peraturan Menteri Perhubungan. 7 Tahun Tahun 2013 tentang Kewajiban Klasifikasi Bagi Kapal Berbendera Indonesia Pada Badan Klasifikasi Pasal VII-44

45 Dalam melaksanakan proses klasifikasi, BKI mengimplementasikan peraturan teknik meliputi; a. evaluasi teknis terhadap rencana desain dan dokumen yang berkaitan dengan kapal yang akan dibangun untuk memeriksa pemenuhan terhadap peraturan yang berlaku; b. melaksanakan survey dan pemeriksaan proses konstruksi kapal di galangan kapal oleh surveyor klasifikasi dan juga pemeriksaan pada fasilitas produksi yang menghasilkan komponen utama kapal, seperti pelat baja, permesinan, generator, propeller dll untuk menjamin bahwa kapal dan komponennya dibangun sesuai dengan persyaratan klasifikasi; c. pada saat selesainya pembangunan tersebut diatas dan berdasarkan laporan hasil pemeriksaan selama pembangunan, bila seluruh persyaratan dipenuhi, maka BKI akan menerbitkan sertifikat klasifikasi; d. Pada saat kapal tersebut beroperasi/ berlayar, pemilik kapal harus mengikuti program survey periodik dan diluar survey periodic untuk mempertahankan klasifikasinya. Kapal yang sudah memiliki klasifikasi, diwajibkan untuk terus melaksanakan survey yang dipersyaratkan untuk mempertahankan status klasifikasinya. Jenisjenis survey periodik ini, antara lain survey pembaruan kelas (class renewal), survey tahunan, (annual survey), survey antara (intermediate survey) dan survey dok (docking/bottom survey). Selain itu survey poros baling-baling, boiler, permesinan dan survey khusus lainnya sesuai dengan persyaratan klasifikasi. BKI akan menerbitkan survey status dan diinformasikan kepada pemilik. Klasifikasi kapal dilaksanakan berdasarkan pengertian bahwa kapal dimuati, dioperasikan dan dirawat dengan cara yang benar oleh awak kapal yang kompeten dan kualifikasi. Pemilik kapal bertanggung jawab untuk menjamin bahwa perawatan kapal dilakukan dengan cara yang benar hingga survey periodik berikutnya sesuai dengan persyaratan. Juga menjadi kewajiban pemilik kapal atau yang mewakilinya untuk menginformasikan kepada surveyor klasifikasi saat survey diatas kapal, semua kejadian atau kondisi yang berpengaruh terhadap status klasifikasi. Bila kondisi mempertahankan klasifikasi ini tidak dipenuhi, maka BKI akan menegguhkan (suspend) atau mencabut (withdrawn) status klasifikasinya berdasarkan referensi persyaratan klasifikasi. Kapal mungkin akan kehilangan status kualifikasinya untuk sementara atau atau secara permanen. Demikian juga, kapal yang tidak melaksanakan survey periodik tepat waktu sesuai dengan peraturan klasifikasi,maka BKI akan menangguhkan (suspend) status klasifikasinya. Surveyor klasifikasi dalam melaksanakan survey meliputi ; a. Keseluruhan pemeriksaan item survey sesuai dengan daftar isian yang telah didesain sesuai dengan persyaratan kualifikasi; b. Pemeriksaan yang lebih mendetail terhadap bagian-bagian tertentu; c. menyaksikan (witness) proses pengujian (testing), pengukuran (measurement) dan percobaan (trial) untuk meyakinkan pemenuhan terhadap persyaratan klasifikasi. Bila mana surveyor menemukan korosi, kerusakan struktur atau kerusakan lambung kapal, permesinan dan peralatan terkait dimana menurut opini surveyor akan mempengaruhi status klasifikasi kapal tersebut, maka surveyor akan mengeluarkan rekomendasi untuk mengatasi ketidaksesuaian tersebut diatas. Rekmendasi tersebut wajib dilaksanakan oleh pemilik kapal untuk melakukan VII-45

46 tindakan perbaikan dan repair pada periode waktu tertentu dalam rangka mempertahankan klasifikasinya. Semua status klasifikasi kapal, berupa sertifikat dan laporan survey yang dikeluarkan oleh BKI dijadikan referensi dalam mengambil keputusan oleh pihakpihak yang terlibat dalam operasional kapal tersebut.pihak asuransi mempergunakannya untuk menetapkan premi asuransi dan klaim asuransi, pihak pemilik muatan mempergunakannya untuk jaminan bahwa muatannya diangkut oleh kapal yang laik, pihak pemilik kapal mempergunakannya untuk mengetahui status kondisi kapal dan perawatannya serta untuk kepentingan komersial memasarkan jasanya angkutannya dan pihak Pemerintah mempergunakannya sebagai law enforcemen untuk memberikan clearance atau surat ijin berlayar. Pada sertifikat telah terlihat material dengan kode sebagai berikut ; HTS ; Hight Tensile Steel AL ; Alumuniun FRP ; Fiber Reinforced K ; Kayau b. Konstruksi Konstruksi kapal adalah kekuatan kapal untuk menahan terjangan air yang mampu mengakibatkan tegangan-tegangan konstruksi kapal. Karena itu, haluan sebuah kapal merupakan bagian yang paling besar mendapatkan tekanan dan tegangan, sebagai akibat terjangan terhadap air dan pukulan-pukulan ombak. Untuk mengatasi tegangan-tengangan tersebut, konstruksi haluan sebuah kapal harus dibangun cukup kuat dengan cara sebagai berikut; 1) Di depan sekat pelanggaran bagian bawah, dipasang wrangwrang terbuka yang cukup tinggi yang diperkuat dengan perkuatan-perkuatan melintang dan balok-balok geladak 2) Wrangwrang dipasang membentang dari sisi yang satu ke sisi lainnya, dimana bagian atasnya diperkuat lagi dengan sebuah flens. Pada bagian tengah-tengah wrang secara membujur dipasang penguat tengah (center girder) yang berhenti pada jarak beberapa gading linggi depan 3) Gading-gading pada haluan, biasanya jaraknya lebih rapat satu sama lain. Pada jarak 15 % panjang kapal terhitung dari linggi depan, gading-gading pada bagian bawah ( deep framing) diperkuat, (20 % lebih kuat) kelinganya lebih rapat, juga pelat lutut antara gadinggading dengan kulit kapal, dan juga lajur-lajur di dekat lunas, pelatnya dipertebal Untuk mengetahui, apakah kostruksi layak digunakan maka BKI selalu melakukan pemeriksaan. Jika ternyata layak dan data tahannya baik, BKI memberikan sertifikasi. Sertifikasi konstruksi kapal penyeberangan yang ada di Bengkulu memperlihatkan adanya sertifikasi yang dikeluarkan BKI, artinya persyaratan operasional masih terjamin. c. Bangunan Bangunan kapal adalah bentuk dan/atau ukuran sebuah kapal yang terdiri dari ukuran membujur/memanjang (longtidunial) dan ukuran melintang/melebar VII-46

47 (transversal) sesuai dengan yang dipersyaratkan. Bangunan kapal harus mampu mencerminkan kelaikan operasional kapal pada saat berlayar. Bangunan kapal akan menggambarkan beberapa aspek: 1) Panjang; a) LOA (Length Over All) artinya Panjang seluruhnya atau juga disebut panjang maksimum kapal dari titik linggi haluan sampai pada titik paling belakang pada linggi buritan b) LBP (Length Between Perpartikuler), artinya jarak membujur titik potong linggi haluan dengan garis air (musim panas) c) LOWL (Length On Board Water Line), artinya panjang membujur sepanjang garis air (musim panas) d) Panjang kapal dapat dikelompokkan pada tiga bagian yaitu: a. panjang seluruhnya disebut LOA,b. Panjang menurut kelas, c. panjang terdaftar /RB, d. panjang sepanjang garis air (LOWL) 2) Lebar : a) Lebar terdaftar (Registered Breadth) ialah lebar seperti yang tertera di dalam sertifikat kapal ) b) Lebar Tonase (Tonnage Breadth) ialah lebar sebuah kapal dari bagian dalam wilayah keringat lambung yang satu sampai ke bagian dalam wilayah keringat lambung lainnya, diukur pada lebar terbesar dan sejajar lunas 3) Dalam : a) Dalam ( Depth) ialah jarak tegak diukur dari titik terendah badan kapal sampai ke geladak lambung bebas. Jarak ini merupakan dalam menurut Biro klasifikasi dimana kapal tersebut dikelaskan b) Dalam Tonase ialah dalam yang dihitung mulai dari alas dasar sampai geladak lambung 4) Ukuran Tegak (Vertikal): a) Sarat kapal ialah jarak tegak diukur dari titik terendah badan kapal sampai garis air. Jarak ini sering di istilahkan dengan sarat moulded b) Lambung bebas (Free Board) ialah jarak tegak dari garis air sampai geladak lambung bebas atau garis deck ( Deck Line ) 5) Tonase; a) Kapal adalah sebuah benda terapung yang digunakan untuk sarana pengangkutan di atas air. Besarnya kecilnya kapal dinyatakan dalam ukuran memanjang, membujur, melintang, tegak dalam dan ukuran isi maupun berat disebut tonase. Kegunaan ukuran ukuran ini adalah untuk mengetahui besar kecilnya sebuah kapal, besar kecilnya daya angkut kapal dan besarnya bea yang akan dikeluarkan b) Tonase sebuah kapal dapat dirinci sebagai ebrikut; (1) Isi kotor ( Gross Tonnage ) GT (2) Isi kotor besarnya tertera di sertifikasi kapal, isi kotor merupakan jumlah VII-47

48 (3) Isi ruangan di bawah geladak ukur atau geladak tonase (4) Isi ruangan/tempat-tempat antara geladak kedua dan geladak atas (5) Isi ruangan-ruangan yang tertutup secara permanen pada geladak atas atau geladak di atasnya (6) Isi dari ambang palka ( ½ % dari BRT kapal ) (7) Isi atau volume ruangan ruangan di bawah geladak ukur mengandung pengertian volume dari ruangan-ruangan yang dibatasi: (a) di sebelah atas oleh geladak jalan terus paling atas (b) Di sebelah bawah oleh bagian atas dari jalur dasar dalam (c) Di sebelah samping oleh bagian sebelah dalam gading-gading Bangunan kapal, telah diformulasikan dalam bentuk gambar. Jika ada yang kurang tepat, maka harus diperbaiki, sehingga opearsional kepal tidak mengalami kendala. Oleh kapten kapal penyeberangan sebagai sampel studi telah memperlihatkan sertifikasi bangunan, sebagai bukti bahwa bangunan kapal telah laik digunakan dan laik berlayar. d. Permesinan dan Perlistrikan Mesin listrik merupakan alat listrik yang berputar dan dapat mengubah energi mekanis menjadi energy listrik ( menggunakan Generator AD/DC ) serta dapat mengubah energi listrik menjadi energy mekanis (menggunakan Motor AC/DC ). Di ain pihak juga dapat menditribusikan energy listrik dari satu rangkaian ke rangkaian lain ( menggunakan Transformator ) dengan tegangan yang bias berubah-ubah dan dengan frekuensi yang tetap melalui suatu medium berupa medan magnet atas dasar prinsip Elektro Magnetis.44. mesin dan listrik adalah suatu yang hakiki dan sangat diperlukan dalam operasional kapal, karena itu kelayakan mesin dan lsitrik harus disertifikasi. Dari ahsil wawancana dengan Kapten Kapal angkutan penyeberangan telah memperlihatkan adanya sertifikasi BKI dalam mesin dan lsirtik, artinya masin dan listrik yang digunakan masih layak digunakan dalam operasional kapal. e. Stabilitas Stabilitas kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak kembali sewaktu kapal pada saat diapungkan, tidak miring ke kiri atau ke kanan, demikian pula pada saat berlayar disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang bekerja padanya pada saat kapal diolengkan oleh ombak atau angin, kapal dapat tegak kembali. Stabilitas kapal dapat dogolongkan dalam dua (2) jenis yaitu 45 : 1) Stabilitas melintang kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak kembali sewaktu kapal menyenget dalam arah melintang yang disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang berdampak pada kapal. 2) Stabilitas membujur kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak kembali sewaktu kapal menyenget dalam arah membujur yang disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang berdampak pada kapal 44 www. national _ blogspot.com/2009/07/defenisi mesin listrik.html, SOLAS, 1984 VII-48

49 Untuk menjaga stabilitas kapal dalam pelayaran diperlukan adanya beberapa perangkat alat, yaitu 46 : 1) Sirip lambung adalah sirip lunas atau disebut juga sebagai Bilge Keel yang berfungsi untuk meningkatkan friksi melintang kapal sehingga lebih sulit untuk terbalik dan menjaga stabilitas kapal. Bisanya digunakan pada kapal dengan bentuk V 2) Tangki menyeimbang merupakan tangki yang berfungsi menstabilkan posisi kapal dengan mengalirkan air ballast kapal dari kiri ke kanan kalau kapal miring ke kiri dan sebaliknya kalau miring ke kanan tangki ini berfungsi untuk menjaga stabilitas kapal 3) Sirip stabilisir merupakan sirip di lunas kapal yang dapat menyesuaikan posisinya pada saat kapal oleng sehingga dapat menjaga stabilitas kapal Mengingat stabilitas kapal sangat urgen bagi operasional, BKI selalu mengingatkan perlu survey secara berkala, agar kapal dapat lebih nyaman, aman serta selamat dalam pelayaran. Kapten kapal, telah memperlihatkan adanya sertifikat stabilitas kapal penyeberangan, sebagai bukti bahwa secara berkala telah dilakukan sertifikasi. f. Tata Susunan Tata susunan adalah penempatan alat-alat keselamatan sesuai dengan fungsinya dan bilamana dibutuhkan secara cepat dapat didapatkan terutama dalam keadaan darurat. Tentunya harus dibantu dengan koridor yang tersedia diserta dengan adanya tanda penujuk. Alat-alat penolong tersebut adalah sebagai berikut 47 ; 1) Alat penolong otomatis ( inflatable liferafts ), yaitu rakit penolong yang ditiup secara otomatis. Alat peniupnya merupakan satu atau lebih botol angina (asam arang) yang diletakkan diluar lantai rakit, 2) Alat-alat apung (Buoyant apparatus). Alat apung ini, dapat terapung, dan dapat menahan orang-orang sehingga dapat tetap terapung. Alat apung meliputi: Sekoci penolong Pelampung penolong, c.rakit penolong yang ditiup secara otomatis dan Baju penolong. Hal ini berguna untuk menolong jiwa manusia pada waktu terjadi kecelakaan kapal yang sangat mendadak. 3) Line throwing apparatus ( alat untuk melempar tali ). Alat ini gunanya untuk melemparkan tali di atas kapal penumpang dan barang harus dilengkapi dengan sebuah alat pelempar tali. Alat tersebut harus dapat melemparkan tali paling sedikit sejauh 230 meter. Kegunaan alat pelempar tali itu ialah untuk mengadakan hubungan tali antara kapal yang dalam keadaan membutuhkan pertolongan dengan kapal lain, atau antara kapal yang kandas dengan si penolong didaratan. Alat pelempar tali yang sering atau umum dipergunakan oleh kapal kapal ialah jenis Schermuly. 4) Alat keselamatan pelayaran meliputi alat penolong yang terdiri dari; (1) Alatalat penolong (live saving appliance), (2) Sekoci (life boat) beserta perlengkapannya, (3) Alat-alat peluncur dewi-dewi (davits), (4) Pelampung penolong (life buoy), Baju penolong otomatis (life jacket or life belt), Rakit 46 htp;//pelayaran.net/tag/pengertian-stabilitas kapal, SOLAS 1960 ( International Convention for The Safety 0f at Life At Sea, 1960 ) VII-49

50 penolong otomatis (inflatable life raft), Dan lainnya, (5) Alat-alat pemadam kebakaran. (Fire Appliances) dan (6) Tanda-tanda bahaya dengan cahaya atau suara (light and sound signals). 5) Pelampung Penolong ( Life Buoy ) meliputi dua (2) macam yaitu bantuk lingkiran dan bentuk tapal kuda. 6) Dewi-Dewi (davits), adalah alat untuk meluncurkan sekoci dari kapal ke air, yang terdiri dari; (1) Dewi-dewi dengan system berputar (radial), dan (2) Dewi-dewi system menuang/brengsel (luffing davist). Dewi-dewi dengan system berputar adalah digunakan untuk menurunkan sekoci-sekoci kerja, dan melayani tali-tali. Sementara Dewi-Dewi dengan system menuang ( brengsel/ luffing davits) adalah digunakan sebagai sekoci penolong kapal pelayaran samudra atau juga hal ini disebut system gravitasi atau kombinasi antara dua system di atas. 7) Sekoci, adalah bagian dari perlengapak pelayaran yang harus dipenuhi pada syarat-syarat pembuatan kapal termasuk konstruksi, mekanis perlengkapannya untuk menurunkan dan mengankat sekoci. Sekoci ini terdiri dari dua bagian yaitu sekoci penolong yang terbuka dengan lambung dan tetap dan disisi dalamnya terdapat kotak-kotak udara, serta sekoci biasa yang terbuka tanpa ada perubahan kotak-kotak udara sebagai alat penambah daya apung. Ditinjau dari segi fungsinya, sekoci dikelompokkan tiga (3 ) bagian yaitu; (a) Sekoci penolong, untuk menolong awak kapal apabila terjadi kecelakaan. (b) Sekoci penyeberang, gunanya untuk mengangkut awak kapal dari tengah laut ke pantai atau sebaliknya. Pada kapal barang kadang-kadang sekoci ini juga dipergunakan untuk menarik tongkang-tongkang muatan dari darat ke kapal dan sebaliknya dimana kebetulan tidak ada motor boat yang tersedia. (c) Sekoci meja, untuk memindahkan barang-barang yang berat dan untuk mengangkut perlengakapan perbaikan kapal. Ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan sekoci penolong dan umumnya mempunyai dasar yang rata. Tata susun peralatan tersebut ditempatkan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh BKI (Biro Klasifikasi Indonesia), dan oleh Kapten Kapal Penyeberangan sebagai sampel studi telah memperlihatkan penempatan alat keselamatan yang ada sesuai dengan prosedur yang telah diisyaratkan. Penempatan sekoci-sekoci penolong di atas kapal harus memenuhi persyaratan sebagai berikut 48 ; 1) Harus ditempatkan sedemikian rupa hingga dapat diluncurkan atau diturunkan keair, dalam waktu sesingkat mungkin dan tidak boleh lebih dari. 2) Dapat diturunkan dengan mudah, cepat dan aman walaupun miring 15o. 3) Para pelayar harus dapat cepat dan aman masuk dalam sekoci. 4) Tidak boleh dipasang pada sisi atau bagian belakang kapal,bilamana diturunkan keair akan membahayakan karena dekat propeller. 5) Di atas kapal penumpang penempatan sekoci-sekoci itu diperbolehkan satu diatas lainnya atau berjejer dengan catatan apabila penempatan yang satu diatas yang lainnya harus terdapat alat yang baik untuk menumpu serta menjaga kerusakan pada sekoci yang dibawanya. 48 Solas, 1974 VII-50

51 6) Untuk kapal barang berukuran kecil, yang daerah pelayarannya terbatas, yang praktis hanya dapat membawa satu sekoci penolong saja maka penempatannya sedemikian rupa dapat diturunkan baik daris isi kiri atau pun dari sisi kanan dengan mudah, umumnya ditempatkan pada Derek dibelakang cerobongnya. Dari hasil pengamatan di beberapa kapal menjadi yang menjadi sampel studi, terlihat bahwa penempatan alat penolong telah ditempatkan sesuai dengan aturan, dan kapten kapal telah menunjukkan sertfikasi tata susunan alat penlong. Karena pentingnya tata susunan alat penolong tersebut, secara utin ada verifikasi dari BKI, sehingga pada saat terjadi musibah, para awak kapal dapat dipastikan dan para penumpang dapat menggunakan secara efektif. Semua alat penolong tersebut, telah ditempatkan pada kapal penyeberangan yang beropearsi di Propinsi Sulawesi Tenggara. g. Radio Radio adalah teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara modulasi dan radiasi ekeltromagnetik (gelombang elektromagnetik). Gelombang ini melintasi dan merambat lewat udara dan bias juga merambat lewat ruang angkasa yang hampa udara, karena gelombang ini tidak memerlukan medium pengangkut seperti molekul udara 49. Radio sebagai salah satu media memiliki karakteristik cepat dalam menyampaikan pesan, luas jangkauannya dalam arti tidak mengenal medan, tidak terikat waktu, ringan dan dapat dibawa kemanapun, murah dan tidak memerlukan banyak konsentrasi karena radio hanya untuk didengarkan 50 Radio sangat berfungsi untuk operasional kapal, dan biasanya jenis radio yang digunakan adalah ; 1) GMDSS (Global Maritime Distress Safety System) GMDSS adalah satu paket keselamatan yang disetujui secara internasional yang terdiri dari prosedur keselamatan, jenis-jenis peralatan, protocolprotokol komunikasi yang dipakai untuk meningkatkan keselamatan dan mempermudah saat menyelamatkan kapal dan perahu. GMDS terdiri dari beberapa system dan system ini berfungsi untuk ; a. bersiap siaga (termasuk memantau posisi dari unit yang mengalami kecelakaan), b. menggkoordinasikan Serach and Rescue, mencari lokasi (mengevakuasi korban untuk kembali kedaratan), c. menyiarkan informasi maritime mengenai keselamatan, komunikasi umum, dan komunikasi antar kapal. Radio komunikasi yang spesifik diperlukan sesuai dengan daerah operasi kapal, bukan berdasarkan tonase. Sistem tersebut juga terdiri dari peralatan pemancar sinar berulang sebagai tanda bahaya serta memiliki sumber power darurat untuk menjalan fungsinya VII-51

52 2) EPIRB (Emergency Position Indicating Radio Beacon) h. Navigasi EPIRB berfungsi untuk mendeteksi keberadaan/lokasi satu benda (kapal laut) yang sedang mengalami distress atau musibah sehingga mempermudah tim SAR atau tim penolong untuk mengetahui lokasi dimana kapal laut mengalami distress atau musibah sehingga cepat untuk mengadakan pertolongan atau bantuan. EPIRB adalah merupkan salah satu alat keselamatan yang berada di atas kapal. Untuk kapal boat atau kapal kecil biasanya ditempatkan di sisi luar main deck atau tempat untuk mudah di realase 52 Dari hasil pengamatan di beberapa kapal sebagai sampel studi, kapal penyeberangan yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara telah menggunakan EPIRB. Berdasarkan informasi dari kapten kapal, teknologi ini sangat akurat digunakan dan penggunaannya juga relative lebih mudah. Karena radio adalah merupakan salah satu alat keselamatan yang harus ada peda setiap kapal, maka BKI (Biro Klasifikasi Indonesia) melakukan survey atau memeriksa tentang kehandalan radio yang digunakan. Setelah dilakukan survey, dan dinyatakan baik, maka selanjutnya diberikan sertfikat radio. Di dalam kapal penyeberangan sebagai sampel studi, kapten kapal telah menujukkan adanya sertifikasi radio, dan alat ini diharuskan diperiksa agar dalam pelayaran terhindar dari permsalahan pada waktu digunakan. Kenavigasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran, Telekomunikasi-Pelayaran, hidrografi dan meteorologi, alur dan perlintasan, pengerukan dan reklamasi, pemanduan, penanganan kerangka kapal, salvage, dan pekerjaan bawah air untuk kepentingan keselamatan pelayaran kapal. Sementara Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran adalah peralatan atau sistem yang berada di luar kapal yang didesain dan dioperasikan untuk meningkatkan keselamatan dan efisiensi bernavigasi kapal dan/atau lalu lintas kapal 53. Pada setiap kapal diharuskan memiliki kenavigasian,dengan maksud untuk menjamin keselamatan berlayar. Karena bernavigasi berfungsi melayarkan kapal dari suatu tempat ketempat lain. Sistem navigasi di laut mencakup beberapa aspek kegiatan pokok antara lain; a. menentukan tempat kedudukan (posisi) dimana kapal berada di permukaan bumi, b. mempelajari serta menentukan rute/jalan yang harus ditempuh agar kapal dengan aman, cepat, selamatn, dan efisien sampai ke tujuan, c. menentukan haluan antara tempat tolak dan tempat tiba yang diketahui sehingga jauhnya/jaraknya dapat ditentukan, d. menentukan tempat tiba bilamana titik tolak haluan dan jauh jauh diketahui 54 Karena itu, navigasi adalah proses melayarkan kapal dari suatu tempat ke tempat lain dengan lancer aman dan efisien. Alat navigasi dibagi menjadi dua (2) macam yaitu alat navigasi konvensional dan elektronik. Di dalam kapal, yang digunakan adalah navigasi elektronik yaitu radar. Radar singkatan dari Radio Detection AND Ranging yaitu peralatan navigasi elektronik yang berfungsi mendeteksi dan mengukur jarak 52 kerjanya 53 Peraturan Pemerintah. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian Pada Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) 54 SOLAS, 1974 VII-52

53 suatu objek dalam pelayaran. Di samping itu, juga memberikan petunjuk adanya kapal, pelampung, kedudukan pantai dan objek lain disekeliling kapal, alat ini juga dapat memberikan baringan dan jarak antara kapal dan objek-objek lainnya. Mengingat peranan navigasi dalam pelayaran, secara periodek diharus melakukan survey atau uji kelayakan, sehingga keamanan dan keselamatan berlayar dapat lebih terjamin. Kapal yang ditetapkan sebagai sampel studi telah memperlihatkan sertfikasi navigasi yang dikeluarkan oleh BKI. Artinya, navigasi yang ada di kapal penyeberangan tersebut laik digunakan, dan berdasarkan informasi dari Kapten Kapal secara rutin harus diperikasa kelaikan operasional penggunaan alat tersebut, sehingga tidak mengalami permasalahan pada waktu kapal berlayar. i. Alat pertolongan Nama kapal penyeberangan yang menghubungkan Kendari Langara adalah KMP Ariwangan dengan GRT ± 400 dengan kapasitas penumpang 400 orang. Sesuai dengan ketentuan SOLAS dengan kapal GT hingga 500 dengan jarak lintasan yang dilayani mil, harus memenuhi persyaratan keselamatan/alat pertolongan sebagai berikut 55 ; 1) Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit 2) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang 3) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya) 4) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang 5) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya) 6) Means Of Rescue (alat penolong) 7) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%) 8) Helicopter Pick Up Area (area 53sytem 53ter) 9) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi) 10) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan) 11) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units) 12) SART (2 Unit) 13) Distress Flare 12 14) Emergency Communication (alat komunikasi darurat) 15) General Emergency Alarm (alarm darurat umum) 16) Public Address System (53ystem informasi umum) 17) Life Buoys (pelampung) 8 unit 18) Muster list and Emergency instruction 19) (tanda berkumpul dan instruksi bahaya) 20) 1 Unit Survival Craft (perahu kerja) 21) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship 22) (sekoci penolong pada dua sisi kapal) Di lain pihak, persyaratan bangunan kapal penyeberangan yang ada di Pripinsi Sulawesi Tenggara telah sesuai untuk persyaratan pelayanan minimal 56. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut; 55 SOLAS, Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat. AP.005/3/DPRD/2003 Tentang Petunjuk Teknis Persyaratan Pelayanan Minimal Kapal Penyeberangan VII-53

54 Tabel Persyaratan Bangunan Untuk Pelayanan Kapal Penyeberangan & di Lokasi Studi Persyaratan Bangunan Kapal Penyeberangan Berdasarkan Aturan Pintu Rampa a.terdiri 2 pintu, dipasang bagian haluan dan buritan (Tipe RO-RO) atau samping kiri dan kanan yang berguna sebagai jalan keluar dan masuk kendaraan b.di lintas-lintas tertentu yang mempunyai peralatan tangga samping (elevated sideramp), kapal yang melayani harus mempunyai gelakdak atas untuk kendaraan (upper car deck ) dan membuat dudukan atau tumpuan untuk rampa dermaga sehingga dapat langsung digunakan untuk jalan keluar masuk kendaraan Spesifikasi Teknis Pintu Rampa: a.panjang ; harus disesuaikan dengan kondisi yang dilayani b.lebar: minimum 4 m c.kecepatan buka/tutup pintu: - membuka penuh maksimal 2 menit - menutup penuh maksimal 3 menit -Daya dukung ; harus mampu mendukung beban kendaraan minimal: JBB 17,50 ton MST 8 ton Ruang Untuk Kendaraan: a.lantai ruang kendaraan harus dirancang mampu menahan kendaraan minimal JBB 17,50 ton dan MST 8 ton untuk muatan berat atau truk; 1) Kendaraan kecil/sedan minimal 2,50 m 2) Kendaraan besar/truk dan campuran minimal 3,80 m 3) Kendaraan trailer/peti kemas minimal 4,70 m Ruang kendaraan yang tertutup harus disediakan lampu penerangan, system sirkulasi udara, tangga/jalan keluar/masuk bagi pengemudi, serta harus ditempelkan/ditulisi tanda larangan Dilarang Merokok, dan Penumpang Dilarang Tinggal di Ruang Kendaraan serta Dilarang Menghidupkan Mesin Kendaraan Selama pelayaran Sampai Pintu Rampa Dibuka Kembali, yang dapat terlihat jelas dan mudah dibaca Jarak minimal antar kendaraan: a. Jarak antara masing-masing kendaraan pada sisi kiri dan kanan adalah 60 cm Kapal Penyeberangan di Sulawesi Tenggara 1.Pintu Rampa a.terdiri 2 pintu, dipasang bagian haluan dan buritan (Tipe RO-RO) atau samping kiri dan kanan yang berguna sebagai jalan keluar dan masuk kendaraan b.di lintas-lintas tertentu yang mempunyai peralatan tangga samping (elevated side-ramp), kapal yang melayani harus mempunyai gelakdak atas untuk kendaraan (upper car deck) dan membuat dudukan atau tumpuan untuk rampa dermaga sehingga dapat langsung digunakan untuk jalan keluar masuk kendaraan 1.Spesifikasi Teknis Pintu Rampa: a.panjang ; harus disesuaikan dengan kondisi yang dilayani b. Lebar: minimum 4 m c. Kecepatan buka/tutup pintu: - membuka penuh maksimal 2 menit - menutup penuh maksimal 3 menit -Daya dukung ; harus mampu mendukung beban kendaraan minimal: JBB 17,50 ton MST 8 ton Ruang Untuk Kendaraan: a.lantai ruang kendaraan harus dirancang mampu menahan kendaraan minimal JBB 17,50 ton dan MST 8 ton untuk muatan berat atau truk; 4) Kendaraan kecil/sedan minimal 2,50 m 5) Kendaraan besar/truk dan campuran minimal 3,80 m 6) Kendaraan trailer/peti kemas minimal 4,70 m Ruang kendaraan yang tertutup harus disediakan lampu penerangan, system sirkulasi udara, tangga/jalan keluar/masuk bagi pengemudi, serta harus ditempelkan/ditulisi tanda larangan Dilarang Merokok, dan Penumpang Dilarang Tinggal di Ruang Kendaraan serta Dilarang Menghidupkan Mesin Kendaraan Selama pelayaran Sampai Pintu Rampa Dibuka Kembali, yang dapat terlihat jelas dan mudah dibaca 5.Jarak minimal antar kendaraan: VII-54

55 6 Persyaratan Bangunan Kapal Penyeberangan Berdasarkan Aturan b. Jarak antara muka dan belakang masingmasing kendaraan adalah 30 cm c. Untuk kendaraan yang sisi sampingnya bersebelahan dengan dinding kapal, berjarak 60 cm dihitung dari lapisan dinding dalam atau sisi luar gadinggading ( frame) d. Jarak sisi antara kendaraan dengan tiang penyangga ( web frames ), adalah cm Antara pintu rampa haluan/buturian dengan batas sekat pelanggaran, dilarang untuk dimuati kendaraan Untuk lintas-lintas peneberangan yang kondisi lautnya berombak kuat sehingga membuat sudut kemiringan kapal mencapai lebih dari 10 0, kemiringan yang dimuat dalam kapal harus dilengkapi dengan system pengikatan (lashing) Kapal Penyeberangan di Sulawesi Tenggara a. Jarak antara masing-masing kendaraan pada sisi kiri dan kanan adalah 60 cm b. Jarak antara muka dan belakang masing-masing kendaraan adalah 30 cm c. Untuk kendaraan yang sisi sampingnya bersebelahan dengan dinding kapal, berjarak 60 cm dihitung dari lapisan dinding dalam atau sisi luar gading-gading ( frame) d. Jarak sisi antara kendaraan dengan tiang penyangga ( web frames ), adalah cm 6.Antara pintu rampa haluan/buturian dengan batas sekat pelanggaran, dilarang untuk dimuati kendaraan 7.Untuk lintas-lintas peneberangan yang kondisi lautnya berombak kuat sehingga membuat sudut kemiringan kapal mencapai lebih dari 10 0, kemiringan yang dimuat dalam kapal harus dilengkapi dengan system pengikatan ( lashing) Sumber : -Hasil Pengamatan & Wawancara Terhadap Kapten Kapal dan Kepala Cabang ASDP Propinsi Sulawesi Tenggara, Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat. AP.005/3/13/DPRD/2003 Tentang Petunjuk Teknis Persyaratan Pelayanan Minimal Kapal Penyeberangan Gambar Kondisi angkutan penyebrangan di Provinsi Sultra VII-55

56 D. Angkutan Laut Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di 1. Jaringan Pelayanan Angkutan Laut Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal 57. Angkutan Laut adalah kegiatan angkutan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut 58. Berdasarkan informasi dari Dinas Perhubungan & Informatika c.q Bidang Program Propinsi Sulawesi Tenggara hingga sekarang belum ada angkutan laut yang melayani antar kabupaten/kota dalam propinsi. Sekarang ini, yang ada adalah angkutan pelayanan kapal perintis. Pelayaran- Perintis adalah pelayanan angkutan di perairan pada trayek-trayek yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk melayani daerah atau wilayah yang belum atau tidak terlayani oleh angkutan perairan karena belum memberikan manfaat komersial 59. Peraran kapal perintis sangat diperlukan pada daerah yang kondisi ekonomi daerah dan masyarakat masih lemah. Karena itu, untuk memobilisasi pergerakan masyarakat dan barang dari dan ke daerah tersebut adanya kapal perintis. Sekarang ini, jumlah kapal perintis di Propinsi Sulawesi Tenggara terdapat sebanyak tiga ( 3 ) unit kapal utama yang terdiri dari dua (2) kapal utama dan satu (1) kapal pembantu, dan lebih jelasnya lihat tabel berikut. Tabel Jumlah Kapal Perintis di Propinsi Sulawesi Tenggara Dalam Tahun 2013 Kode Kapal Pangkalan Kapal Utama Trayek Pengganti 1 R - 22 Kendari KM Abadi Setia IX KM Teratai I 2 R- 23 Kendari KM Sumber Lestari III - Sumber : Direktorat LALA, Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, 2013 Sementara jaringan jaringan trayek yang telah dilayani oleh angkutan kapal perintis dalam suatu propinsi dapat dilihat pada tabel berikut 57 Undang Undang. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pada Pasal 1 Ayat (3 ) 58 Peraturan Pemerintah. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan Pada Pasal 1 Ayat (2 ) 59 Undang Undang. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pada Pasal 1 ayat (8) VII-56

57 Tabel Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di Rencana Dan Realisasi Jaringan Kapal Perintis di Propinsi Sulawesi Tenggara Dalam Tahun Provinsi/ Pangkalan Kode Trayek Jaringan Trayek dan Jarak Mil Jumlah Jarak (Mil) Ukuran dan Type Kapal *) Lama Pelayaran 1 Round Voyage Target Frekuensi Per Tanggal 31/12/ Kendari R - 22 Kendari Wanci (P. Wangi Wangi) Bobong (P. Taliabu) Lasalimu Wanci (P. Wangi Wangi) -27- Burunga (P. Kaledupa) -31- Usuku (P. Tomia) Bau Bau / Banabungi -62- Sikeli Kolaka Makassar / Biringkasi Kolaka Sikeli -62- Bau Bau / Banabungi -43- Raha -8- Maligano -57- Kendari DWT / GT. 325 Coaster 16 HARI 23 Voyage R - 23 Kendari -25- Langara -58- Minamanga/Ereke -28- Lasalimu -60- Usuku (P. Tomia) -17- Papalia (P.Binongko) -95- Batu Atas -42- Bau Bau / Banabungi -32- Talaga -30- Sikeli Boepinang -65- Kolaka Makassar / Biringkasi Kolaka -65- Boepinang -35- Sikeli- 30- Talaga -32- Bau Bau / Banabungi -42- Batu Atas -95- Papalia / P. Binongko -17- Usuku / P. Tomia -60- Lasalimu -28- Minamange / Ereke -58- Langara -25 Kendari DWT / GT. 325 Coaster 18 HARI 20 Voyage Sumber : Direktorat LALA, Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, 2013 VII-57

58 Untuk melihat capaian tersedianya angkutan kapal perintis yang melayani per jaringan di Propinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat sebagai berikut; a. Jaringan trayek dengan Kode R.22 Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang melayani jaringan dengan Kode R.22, langkah pertama yang harus diketahui adalah kapasitas kapal perintis. Berdasarkan data dan informasi, kapasitas kapal perintis Kode R.22 dengan KM. Abadi Setia IX adalah 238 orang. Kapal tersebut memiliki 23 Voyage. Dengan demikian, kapasitas KM Abadi Setia IX dalam satu (1) tahun = 238 orang x 23 = orang. Sementara jumlah penumpang yang diangkut kapal tersebut adalah sebanyak 312 orang. Karena itu, nilai capaian tersedianya angkutan kapal perintis yang melayani trayek dengan Kode R.22 dapat dihitung dengan rumus; % Jaringan Trayek Linier Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun Rata rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun 328 orang orang = 4,35 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan tersedianya kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam propinsi pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada alternatif jalan ditetapkan 100 % hingga tahun Sementara nilaian capain kapal tersebut dalam tahun 2011 hanya sebesar 4,35 %, Hal ini berarti perkembangan penduduk yang menggunakan kapal perintis belum begitu banyak, dan untuk iru perlu peningkatan konektivitas sehingga dalam tahun 2014 akan dapat tercapai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi Aspek lain yang perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 4,35 % dalam tahun 2011, berarti pada trayek tersebut belum perlu penambahan kapal, bahkan perlu penmbahan konektivitas pada daerah lainnya. Karena apabila lebih besar dari 65 % (enam puluh lima perseratus) diizinkan penambahan 1 ( satu ) unit kapal dalam satu jaringan trayek tersebut. Sementara apabila lebih kecil dari 65 % ( enam puluh lima perseratus ) tidak akan diizinkan penambahan kapal dalam satu jaringan trayek tersebut Peraturan Menteri Perhubungan. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal 23 VII-58

59 b. Jaringan trayek dengan Kode: R.23 Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang melayani jaringan dengan Kode R.23, langkah pertama yang harus diketahui adalah kapasitas kapal perintis. Berdasarkan data dan informasi, kapasitas KM Sumber Lestari III dengan Kode R.23 terdapat 200 orang. Kapal tersebut memiliki 20 Voyage. Dengan demikian, kapasitas KM Sumber Lestari III dalam satu (1) tahun dihitung dengan cara 20 voyage X 200 orang = orang. Sementara jumlah penumpang yang diangkut kapal tersebut dalam satu (1) tahun yaitu pada tahun 2011 terdapat 210 orang. Karena itu, nilai capaian tersedianya angkutan kapal perintis yang melayani trayek dengan Kode R.23 dapat dihitung dengan rumus; % Jaringan Trayek Linier Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun Rata rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun 210 orang orang = 5,25 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan tersedianya kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam propinsi pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada alternatif jalan ditetapkan 100 % hingga tahun Sementara nilaian capain dalam tahun 2011 hanya 5,25 %. Hal ini berarti perkembangan penduduk yang menggunakan kapal perintis belum begitu banyak, mungkin karena adanya alternative transportasi yang digunakan public. Karena itu bilamana disbanding nilai capaian tersedianya kapal perintis angkutan laut dengan standar yang ditetapkan 100 % hingga tahun 2014, maka nilai yang harus dicapai sehingga mencapai 100 % adalah 100 % - 5,25 % = 94,75 % Aspek lain yang perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 100 % dalam tahun 2011, berarti pada jaringan tersebut belum perlu penambahan kapal, bahakna perlu penambahan konektivitas sebagai layanan kapal KM Sumber Lestari III. Hal ini adalah sesuai dengan ketentuan dimana nilai yang dicapai melampaui atau lebih dari dari 65 % ( enam puluh lima perseratus ) diizinkan penambahan 1 ( satu ) unit kapal dalam satu jaringan trayek tersebut. Sementara bilamana lebih kecil dari 65 % ( enam puluh lima perseratus ) tidak akan diizinkan penambahan kapal dalam satu jaringan trayek tersebut Peraturan Menteri Perhubungan. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal 23 VII-59

60 Gambar Jaringan Trayek R-22 Pangkalan Kendari Pangkalan Kendari (Provinsi Sulawesi Tengah) Trayek R-27 R-22 Kendari Wanci (P. Wangi Wangi) Bobong (P. Taliabu) Lasalimu -24- Wanci (P. Wangi Wangi) -27- Burunga (P. Kaledupa) -31- Usuku (P. Tomia) Bau Bau / Banabungi -62- Sikeli Kolaka Makassar / Biringkasi Kolaka Sikeli -62- Bau Bau / Banabungi -43- Raha -8- Maligano -57- Kendari Jarak : Mil Lama Pelayaran : 16 Hari Frekuensi : 23 Voyage Ukuran Kapal : 500 DWT BOBONG (P. TALIABU) Nama Kapal : Kontraktor : Domisili Perusahaan : Kontrak : tice of Readyness : KENDARI VII-60

61 Gambar Jaringan Trayek R-23 Pangkalan Kendari Pangkalan Kendari (Provinsi Sulawesi Tengah) Trayek R-28R-23 Kendari -25- Langara -58- Minamanga/Ereke -28- Lasalimu -60- Usuku (P. Tomia) -17- Papalia (P.Binongko) -95- Batu Atas -42- Bau Bau / Banabungi -32- Talaga -30- Sikeli -35- Boepinang -65- Kolaka Makassar / Biringkasi Kolaka -65- Boepinang -35- Sikeli- 30- Talaga -32- Bau Bau / Banabungi -42- Batu Atas -95- Papalia / P. Binongko -17- Usuku / P. Tomia -60- Lasalimu -28- Minamange / Ereke -58- Langara -25 Kendari Jarak : Mil Lama Pelayaran : 18 Hari Frekuensi : 20 Voyage Ukuran Kapal : 500 DWT Nama Kapal : Kontraktor : Domisili Perusahaan : Kontrak : Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di tice of Readyness : KENDARI BOEPINANG MINAMINANGA/ EREKE VII-61

62 2. Jaringan Prasarana Angkutan Laut Di Propinsi Sulawesi Tenggara, hingga sekarang belum ditemukan adanya kapal angkutan laut antarkota/kabupaten dalam propinsi, melainkan antar propinsi. Tetapi yang ada adalah kapal perintis angkutan laut yang beroperasi antarkota/kabupaten dalam propinsi Sulawesi Tenggara. Karena itulah, yang menjadi kajian dalam hal ini adalah kapal perintis angkutan laut, yang penekanannya adalah jaringan prasarana angkutan laut kapal perintis. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari atas daratan dan/atau perairan dengan batasbatas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi. Sementara angkutan laut adalah kegiatan angkutan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut kapal perintis. Dalam angkutan laut, haruslah tersedia alur pelayaran di laut, artinya alur pelayaran dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayani kapal angkutan laut. Untuk menjamin kelancaran berlabuh, diperlukan adanya dermaga, yaitu sebagai tempat kapal bersandar untuk naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang. Untuk lebih jelasnya pelabuhan yang sudah ada di Propinsi Sulawesi Tengara dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Pelabuhan Kapal Laut Perintis di Propinsi Sulawesi Tenggara Per Kode Trayek Dalam tahun 2013 Kode Trayek Pelabuhan Yang Belum Terbangun Jumlah Pelabuhan R 22 Kendari, Wanci ( P. Wangi Wangi ), Bobong, ( 7 P.Talibau ), Raha, Baubau/Banabungi, Usuku ( P. Tomia ), R- 23 Kendari, Langara, Usu ( P. Tomia ), Batu 8 Atas,Talaga, Kolaka, Minange, Ereka, Jumlah 17 Sumber : Kementerian Perhubungan Ditjen perhubungan Laut, Direktorat Pelabuhan & Pengerukan, 2013 Sementara rencana pembangunan pelabuhan kapal laut perintis di Propinsi Sulawesi Tenggara per trayek dapat dilihat pada tabel berikut Tabel Rencana Pembangunan Pelabuhan Kapal Laut Perintis Per Kode Trayek Dalam Tahun 2013 Kode Trayek Pelabuhan Yang Belum Terbangun Jumlah Pelabuhan R 22 Laisalimu, Burunga (P.Kaledupa), Banubungi, 6 Sikeli, Maligano R- 23 Minamanga/Ereka, Papalia (P.Binongko), Boepinang 3 Jumlah 9 Sumber : Kementerian Perhubungan Ditjen perhubungan Laut, Direktorat Pelabuhan & Pengerukan, 2013 Berdasarkan data tersebut, jumlah kebutuhan pelabuhan terdapat 28 unit dan pelabuhan yang sudah terbangun 23 unit dan rencana pembangunan pelabuhan kapal laut perintis ditetapkan 5 unit. VII-62

63 Berkenaan dengan itu, nilai capaian tersedianya dermaga kapal laut perintis dapat dihitung dengan rumus: % Tingkat Pelayanan Dermaga dalam satu propinsi Kabupaten/Kota dalam propinsi yang memiliki alur pelayaran dan Tidak ada alternatif jalan 17 unit. 26 unit = 65, 14 % Berdasarkan peraturan Menteri Perhubungan. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan telah ditetapkan, bahwa tersedianya dermaga kapal laut perintis hingga tahun 2014 mencapai 100 %. Karena itu, nilai yang harus dicapai hingga tahun 2014 adalah sebesar 34,86 % (100% - 65,14%). Nilai sebesar 100 % kemungkinan besar akan dapat tercapai, karena Sembilan (9) dermaga dalam tahun 2013 ini sedang dalam proses pembangunan. Sembilan (9) nama-nama pembangunan pelabuhan/dermaga pada setiap trayek jaringan pelayanan ( R22 dan R23 ) dapat dilihat pada tabel sebelumnya, dimana dalam tahun 2013 semuanya direncanakan selesai dibangun. VII-63

64 Gambar Peta Jaringan Trayek Lintasan Pelabuhan di Sulawesi Tenggara VII-64

BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI PAPUA BARAT

BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI PAPUA BARAT BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI PAPUA BARAT A. Angkutan Jalan 1. Jaringan Pelayanan Angkutan Jalan Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Lebih terperinci

BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR A. Angkutan Jalan 1. Jaringan Pelayanan Angkutan Jalan Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.193, 2013 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERLENGKAPAN JALAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERLENGKAPAN JALAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERLENGKAPAN JALAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, MENIMBANG : a. bahwa untuk mengoptimalkan penggunaan fasilitas perlengkapan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RAMBU RAMBU, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DALAM WILAYAH KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN Menimbang: a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminal Menurut Abubakar I, dkk (1995) bahwa terminal transportasi merupakan : 1. Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagi pelayanan umum. 2. Tempat

Lebih terperinci

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI TERMINAL Terminal merupakan titik dimana penumpang dan barang masuk atau keluar dari sistem jaringan transportasi. Ditinjau dari sistem jaringan transportasi secara keseluruhan, terminal merupakan simpul

Lebih terperinci

Dr. Nindyo Cahyo Kresnanto

Dr. Nindyo Cahyo Kresnanto Dr. Nindyo Cahyo Kresnanto Terminal Halte Bandara Pelabuhan Simpul Tranportasi Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai pelayanan umum. Tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG T E R M I N A L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG (ZoSS). Pasal 1 (1) Pengaturan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas pada Zona Selamat Sekolah dilakukan dengan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN Menimbang : a. Bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

TERMINAL. Mata Kuliah : Topik Khusus Transportasi Pengajar : Ir. Longdong Jefferson, MA / Ir. A. L. E. Rumayar, M.Eng

TERMINAL. Mata Kuliah : Topik Khusus Transportasi Pengajar : Ir. Longdong Jefferson, MA / Ir. A. L. E. Rumayar, M.Eng TERMINAL DEFINISI TERMINAL Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995, Terminal Transportasi merupakan: 1. Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai pelayanan umum. 2. Tempat pengendalian,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA PENJABARAN APBD

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA PENJABARAN APBD Lampiran II Peraturan Gubernur Nomor : 95 Tahun 2013 Tanggal : 31 Desember 2013 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA PENJABARAN APBD TAHUN ANGGARAN 201 Urusan Pemerintahan : 1. 07 Urusan Wajib Perhubungan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1244, 2014 KEMENHUB. Jalan. Marka. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur:

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur: TERMINAL Dalam pencapaian pembangunan nasional peranan transportasi memiliki posisi yang penting dan strategi dalam pembangunan, maka perencanaan dan pengembangannya perlu ditata dalam satu kesatuan sistem

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENEMPATAN RAMBU LALU LINTAS, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 31 TAHUN 2013 BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RAMBU- RAMBU, MARKA JALAN

Lebih terperinci

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas.

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas. Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG PENGATURAN RAMBU-RAMBU LALU LINTAS,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN FASILITAS PARKIR PADA KAWASAN TERTIB LALU LINTAS WILAYAH KOTA DAN PENGGUNAAN JALUR KHUSUS SEPEDA DI KABUPATEN

Lebih terperinci

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-1 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-2 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH 1. Angkutan kereta api adalah kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kereta api. 2. Awak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH, LARANGAN, DAN PETUNJUK PADA RUAS JALAN DALAM KABUPATEN SIAK / KOTA SIAK SRI INDRAPURA BUPATI SIAK,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 05 TAHUN 2006 T E N T A N G MARKA JALAN, RAMBU LALU LINTAS DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS JALAN DALAM KOTA PANGKALPINANG DENGAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1. Ruang Lingkup Acuan normatif Definisi dan istilah Kendaraan Bermotor Mobil Penumpang...

DAFTAR ISI. 1. Ruang Lingkup Acuan normatif Definisi dan istilah Kendaraan Bermotor Mobil Penumpang... DAFTAR ISI 1. Ruang Lingkup...3 2. Acuan normatif...3 3. Definisi dan istilah...3 3.1 Kendaraan Bermotor...3 3.2 Mobil Penumpang...4 3.3 Mobil Bus...4 3.4 Jumlah Berat yang Diperbolehkan...4 3.5 Jumlah

Lebih terperinci

4. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,

4. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR: 25 TAHUN 2014 TENTANG PENGATURAN PENGGUNAAN JARINGAN JALAN DAN GERAKAN ARUS LALU LINTAS DI WILAYAH PERKOTAAN KABUPATEN BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007 PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DI WILAYAH KABUPATEN REJANG LEBONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan lalu lintas yang teratur,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENEMPATAN RAMBU LALU LINTAS, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DI KABUPATEN MURUNG RAYA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KEGIATAN PARKIR KENDARAAN DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGATURAN MARKA JALAN, RAMBU LALU LINTAS DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DI JALAN DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI FINAL KNKT-07-04-06-02 LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN KECELAKAAN TUNGGAL MOBIL BUS AKAP JATUH KE DALAM JURANG DAN MASUK SUNGAI

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN LALU LINTAS DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN LALU LINTAS DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN LALU LINTAS DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS JALAN JALAN TOL CIREBON (PALIMANAN KANCI)

Lebih terperinci

Penempatan marka jalan

Penempatan marka jalan Penempatan marka jalan 1 Ruang lingkup Tata cara perencanaan marka jalan ini mengatur pengelompokan marka jalan menurut fungsinya, bentuk dan ukuran, penggunaan serta penempatannya. Tata cara perencanaan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Terminal Terminal dapat dianggap sebagai alat pemroses, dimana suatu urutan kegiatan tertentu harus dilakukan untuk memungkinkan suatu lalu lintas (kendaraan, barang,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI E NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI E NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI E NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DI JALAN DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS, RAMBU LALU LINTAS DAN MARKA JALAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS, RAMBU LALU LINTAS DAN MARKA JALAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS, RAMBU LALU LINTAS DAN MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Inspeksi Keselamatan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Inspeksi Keselamatan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Inspeksi Keselamatan Jalan Komite Nasional Keselamatan Transportasi, memuat bahwa (Inspeksi Keselamatan Jalan) IKJ merupakan pemeriksaan sistematis terhadap jalan atau segmen

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOM0R 25 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOM0R 25 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOM0R 25 TAHUN 2000 TENTANG RAMBU-RAMBU, MARKA JALAN, DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DALAM WILAYAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ALAT PENGENDALI LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN,

Lebih terperinci

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5468 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BLACKSPOT INVESTIGATION WORKSHOP Surabaya, Mei 2012

BLACKSPOT INVESTIGATION WORKSHOP Surabaya, Mei 2012 BLACKSPOT INVESTIGATION WORKSHOP Surabaya, 30-31 Mei 2012 Pengemudi dan pengendara menangkap 90% informasi melalui mata mereka! Engineer harus menyampaikan informasi berguna melalui rambu-rambu dan garis

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG, Menimbang : a. bahwa Lalu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.276, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Dana Alokasi Khusus. Keselamatan Transportasi Darat. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 9

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS TOL CIKAMPEK PURWAKARTA PADALARANG (CIPULARANG)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 108 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM TIDAK DALAM TRAYEK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 19/PRT/M/2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 19/PRT/M/2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 19/PRT/M/2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 49 TAHUN 2014 TENTANG ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 49 TAHUN 2014 TENTANG ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 49 TAHUN 2014 TENTANG ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II JEMBRANA NOMOR 18 TAHUN 1994 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II JEMBRANA NOMOR 18 TAHUN 1994 T E N T A N G PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II JEMBRANA NOMOR 18 TAHUN 1994 T E N T A N G PENETAPAN TANDA-TANDA/PERLENGKAPAN JALAN PADA RUAS-RUAS JALAN NASIONAL, JALAN PROPINSI YANG BERADA DALAM IBU KOTA

Lebih terperinci

2018, No Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 881) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan U

2018, No Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 881) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan U No.328, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU-PR. Penetapan Kelas Jalan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMO 05/PRT/M/2018 TENTANG PENETAPAN KELAS JALAN BERDASARKAN FUNGSI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS JALAN TOL LINGKAR LUAR JAKARTA (JORR) I E1 SEKSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminal Terminal dapat dianggap sebagai alat pemroses, dimana suatu urutan kegiatan tertentu harus dilakukan untuk memungkinkan suatu lalu-lintas ( kendaraan, barang, dan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Inspeksi Keselamatan Jalan Inspeksi keselamatan jalan menurut Komite Nasional Keselamatan Transportasi (2016) merupakan pemeriksaan sistematis terhadap jalan atau segmen jalan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi,

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, 18 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Menurut Miro (2002), seiring dengan perkembangan jaman, objek yang diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, produksi ekonomi, pendapatan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2014 TENTANG RAMBU LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2014 TENTANG RAMBU LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2014 TENTANG RAMBU LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 5 TAHUN : 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 5 TAHUN 20007 PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH, LARANGAN, PETUNJUK DAN PERINGATAN PADA JALAN TOL BOGOR RING ROAD SEKSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keselamatan Jalan Komite Nasional Keselamatan Transportasi, menyatakan bahwa Inspeksi Keselamatan Jalan (IKJ) merupakan pemeriksaan sistematis terhadap jalan atau segmen jalan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Jalan Wonosari, Piyungan, Bantul, banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang

BAB III LANDASAN TEORI. Jalan Wonosari, Piyungan, Bantul, banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi pasti akan menimbulkan korban jiwa dan juga kerugian secara materil. Kasus inilah yang juga sering terjadi di Jalan Wonosari,

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG PENUNDAAN OPERASIONAL KENDARAAN ANGKUTAN BARANG MELEWATI RUAS JALAN BY PASS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Buku Panduan Lalu Lintas (APIL) ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS (APIL)

Buku Panduan Lalu Lintas (APIL) ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS (APIL) Buku Panduan Lalu Lintas (APIL) ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS (APIL) Saka Bhayangkara Polres Bantul 2012 ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS (APIL) Alat pemberi isyarat lalu lintas berfungsi untuk mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan suatu kegiatan pada dinas dapat terukur dan teridentifikasi dari capaian setiap indikator program/kegiatan. Pada Dinas, Komunikasi dan Informatika meliputi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 04 TAHUN 2003 TENTANG PERLENGKAPAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 04 TAHUN 2003 TENTANG PERLENGKAPAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 04 TAHUN 2003 TENTANG PERLENGKAPAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk menunjang kelancaran, keamanan dan

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 20 TAHUN 2005 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI WILAYAH KABUPATEN KUTAI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT BINA SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN. Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT BINA SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN. Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT BINA SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI KAWASAN TERBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan BAB V MEDIAN JALAN 5.1 Macam-macam Median Jalan 1. Pemisah adalah suatu jalur bagian jalan yang memisahkan jalur lalulintas. Tergantung pada fungsinya, terdapat dua jenis Pemisah yaitu Pemisah Tengah dan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. hanya melibatkan satu kendaraan tetapi beberapa kendaraan bahkan sering sampai

BAB III LANDASAN TEORI. hanya melibatkan satu kendaraan tetapi beberapa kendaraan bahkan sering sampai 19 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi pasti akan menimbulkan korban jiwa dan juga kerugian secara materil. Kasus inilah juga yang sering terjadi di Jalan Tanjakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keselamatan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keselamatan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keselamatan Jalan Keselamatan jalan adalah upaya dalam penanggulangan kecelakaan yang terjadi di jalan raya yang tidak hanya disebabkan oleh faktor kondisi kendaraan maupun pengemudi,

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 10 TAHUN 2002 T E N T A N G PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan meningkatnya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4104/2003 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4104/2003 TENTANG KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS NOMOR 4104/2003 TENTANG PENETAPAN KAWASAN PENGENDALIAN LALU LINTAS DAN KEWAJIBAN MENGANGKUT PALING SEDIKIT 3 ORANG PENUMPANG PERKENDARAAN PADA RUAS RUAS JALAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : TAHUN 2007 SERI : PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJALENGKA,

Lebih terperinci

TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

PENJABARAN PERUBAHAN APBD

PENJABARAN PERUBAHAN APBD Lampiran II Peraturan Gubernur Nomor Tanggal : 48 TAHUN 2015 : 23 Oktober 2015 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA PENJABARAN PERUBAHAN APBD TAHUN ANGGARAN 2015 Urusan Pemerintahan : 1.03 Urusan Wajib

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012 TENTANG KELAS JALAN, PENGAMANAN DAN PERLENGKAPAN JALAN KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 9 Tahun 200 Lampiran : (satu) berkas TENTANG TATALAKSANA PENYELENGGARAAN PELAYANAN DI TERMINAL BIS - KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci