BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI PAPUA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI PAPUA BARAT"

Transkripsi

1 BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI PAPUA BARAT A. Angkutan Jalan 1. Jaringan Pelayanan Angkutan Jalan Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan Minimal Bidang perhubungan daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota, jenis pelayanan dasar adalah angkutan jalan, salah satu di antaranya adalah jaringan pelayanan angkutan jalan. Standar pelayanan minimal yang ditetapkan dalam hal ini adalah tersedianya angkutan umum yang melayani wilayah yang tersedia jaringan Propinsi. Nilai yang ditetapkan dengan batas waktu tahun 2014 adalah 100 %, yang dilaksanakan oleh dinas Perhubungan Propinsi. Jaringan lalu lintas dan angkutan jalan adalah serangkaian simpul dan/atau ruang kegiatan yang saling terhubungkan untuk penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan. 1 Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum disusun berdasarkan: a. tata ruang wilayah; b. tingkat permintaan jasa angkutan; c. kemampuan penyediaan jasa angkutan; d. ketersediaan jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; e.kesesuaian dengan kelas jalan; f. keterpaduan intramoda angkutan; dan g. keterpaduan antarmoda angkutan. Jaringan trayek dan kebutuhan kendaraan bermotor umum disusun dalam bentuk rencana umum jaringan trayek 2 Penyusunan rencana umum jaringan trayek dilakukan secara terkoordinasi dengan instansi terkait. Rencana umum jaringan trayek terdiri atas: a. jaringan trayek lintas batas Negara, b. jaringan trayek antarkota antarprovinsi, c. jaringan trayek antarkota dalam provinsi; d. jaringan trayek perkotaan; dan e. jaringan trayek perdesaan. Rencana umum jaringan trayek dikaji ulang secara berkala paling lama 5 (lima) tahun 3. Untuk mewujudkan angkutan antar kota dalam propinsi dibutuhkan dua aspek yaitu; a. jaringan jalan propinsi, dan b. angkutan yang disebut AKDP ( Angkutan kota dalam propinsi). Ada kalanya, tersedia jaringan jalan propinsi namun belum dilayani angkutan atau AKDP. Propinsi Papua Barat yang berumur kurang lebih 6 tahun sekarang ini memiliki jaringan antarkota/kabupaten dalam propinsi sebanyak tigabelas (13) jaringan jalan. Peranan jaringan jalan propinsi dan angkutan kota dalam propinsi relatif besar untuk memobilisasi pergerakan barang dan penumpang antar kota dalam propinsi, bahkan tidak kalah pentinya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.lebih jelasnya profil jaringan jalan Propinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel berikut. 1 Undang Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pada Pasal 1 2 Ibid, Pasal Ibid, Pasal 145 IV-1

2 Tabel 4.1. Jaringan Jalan Propinsi di Propinsi Papua Barat Dalam Tahun 2013 No Jaringan Jalan Yang Sudah Terlayani AKDP 1 Manokwari ( Kota Manokwari - Manokwari Selatan (Kab Manokwari Selatan) 2 Manokwari (Kota Manokwari) Manokwari Selatan (Kab Manokwari ) Pengunugan Arfak ( Kab Arfak ) 3 Manokwari ( Kota Manokwari ) Kembar ( Kab Trambrauw ) 4 Sorong ( Kota Sorong ) Teminambau ( Kab Sorong Selatan ) 5 Sorong ( Kota Sorong ) Mega ( Kab Tambrauw ) 6 Sorong ( Kota Sorong ) Ayamaru ( Kab Sorong selatan ) Maybart (Kab Maybart ) 7 Sorong ( Kab Sorong ) - Aimas (Kan Sorong Selatan ) 8 Manokwari (Kota Manokwari ) Ransiki (Kab Manokwari Selatan) 9 Sorong ( Kota Sorong ) Aimas ( Kab Sorong Selatan ) 10 Sorong - Klamono Ayamaru Maruni ( Rencana ) 11 Manokwari Manuri Mameh Binturi ( Rencana ) 12 Sorong Malebon Megan ( Rencana ) 13 Fakfak Hurumber Bomben (Rencana) Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013 Ditjen Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum, 2013 Jaringan jalan propinsi seperti dijelaskan sebelumnya, sebaiknya dimanfaatkan sebagai prasarana angkutan seperti halnya AKDP. Artinya, jaringan jalan propinsi dan angkutan adalah merupakan suatu sistem untuk mendorong adanya transportasi dan pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional pada umumnya. Karena itu, jaringan jalan propinsi harus dilayani adanya AKDP. Berdasarkan data dan informasi dari Dinas Perhubungan & Informtika Propinsi Papua Barat, dari tiga belas jaringan propinsi yang sudah dilayani AKDP hanya Sembilan (9) jaringan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.2. Jaringan Jalan Propinsi Yang Sudah Terlayani AKDP DI Propinsi Papua Barat Dalam Tahun 2013 Jmlh Jmlh No Jaringan Jalan Yang Sudah Terlayani AKDP Kebutuhan AKDP AKDP Yang AKDP Belum Ada Terpenuhi 1 Manokwari (Kota Manokwari Manokwari Selatan (Kab Manokwari Selatan) 2 Manokwari (Kota Manokwari) Manokwari Selatan (Kab Manokwari) Pengunugan Arfak (Kab Arfak) 3 Manokwari (Kota Manokwari) Kembar (Kab Trambrauw) 4 Sorong (Kota Sorong) Teminambau (Kab Sorong Selatan ) 5 Sorong (Kota Sorong) Mega ( Kab Tambrauw) 6 Sorong (Kota Sorong) Ayamaru (Kab Sorong Selatan) Maybart (Kab Maybart) 7 Sorong (Kab Sorong) - Aimas (Kan Sorong Selatan) IV-2

3 No Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di Jaringan Jalan Yang Sudah Terlayani AKDP Jmlh AKDP Yang Ada Kebutuhan AKDP Jmlh AKDP Belum Terpenuhi 8 Manokwari (Kota Manokwari) Ransiki (Kab Manokwari Selatan) 9 Sorong (Kota Sorong) Aimas (Kab Sorong Selatan) 10 Sorong - Klamono Ayamaru Maruni (Rencana) 11 Manokwari Manuri Mameh Binturi (Rencana) 12 Sorong Malebon Megan (Rencana) Fakfak Hurumber Bomben (Rencana) Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013 Ditjen Bina Marga- Kementerian Pekerjaan Umum, 2012 Berdasarkan data tersebut di atas, nilai capaian tersedianya angkutan umum yang melayani wilayah yang telah tersedia jaringan jalan jalan propinsi dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut 4 ; % Pelayanan Angkutan Jalan Jaringan Jalan Propinsi Terlayani Angkutan Umum Jaringan Jalan Propinsi 9 13 = 69,23 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, jaringan jalan propinsi disetiap propinsi sudah terlayani hingga tahun 2014 dengan nilai 100 %. Namun kenyataannya, hingga tahun 2012 nilai capaian hanya sebesar 69,23 %. Artinyam masih ada jaringan jalan propinsi yang belum terlayani, dan hal ini disebabkan karena masih banyak jaringan jalan yang dalam kondisi rusak. Akibatnya, para pengusaha angkutan/pemilik kendaraan AKDP kurang berminat melayani jalan propinsi yang sudah ada. Kondisi jalan dalam kondisi rusak sangat tidak layak dilintas AKDP. Sebagai gambaran kondisi jalan dan AKDP sedang melintas jalan propinsi dapat dilihat pada gambar berikut. 4 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota IV-3

4 Gambar 4.1. Jaringan Trayek AKDP Provinsi Papua Barat Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di IV-4

5 Gambar 4.2. Kondisi fisik jalan propinsi dan angkutan Dalam kondisi jalan rusak, mengakibatkan kendaraan cepat rusak dan biaya operasional akan tinggi disebabkan waktu tempuh semakin lama. Apalagi dalam kondisi hujan, jalan menjadi berlumpur. Di lain pihak, kendaraan yang digunakan mengakibatkan biaya pemeliharaan sangat tinggi dan mudah rusak. Dalam rangka mengatasi permasalahan kerusakan jalan propinsi sekarang ini, sebaiknya pemerintah daerah Propinsi Papua Barat mengalokasikan anggaran relatif lebih banyak untuk perbaikan jalan propinsi. Karena dengan perbaikan jalan propinsi, mobilisai pergerakan barang dan penumpang antar kabupaten/kota dalam Propinsi Papua Barat semakin lancar. Akibatnya, akan berdampak positit terhadap peningkatan nilai tambah berbagai komoditas antar kabupaten/kota yang ada di Propinsi Papua Barat. Lebih jelasnya kondisi jalan propinsi dan kondisi jalan nasional maupun kabupaten di Propinsi Papua Barat dapat dilihat pada gambar berikut. IV-5

6 Gambar 4.3. Kondisi perkerasan jalan di Propinsi Papua Barat, 2013 IV-6

7 SKETSA KONDISI RUAS JALAN MANOKWARI-SORONG SORONG KM 546 Prafi KM 96 MANOKWARI Kebar KM 201 Warmare Maruni Klamono KM 498 Ayamaru Kambuaya KM 369 Fategoni Susumuk Ke Teminabuan Snopy Ayawasi KM 271 Kumurkek Ke Bintuni Ke Bintuni Keterangan : - ASPAL - KERIKIL - HUTAN = 147 KM = 329 KM = 70 KM Gambar 4.4. Kondisi Ruas Perkerasan Jalan Sorong Manokwari IV-7

8 Gambar 4.5. Jaringan Jalan Provinsi Papua IV-8

9 2. Jaringan Prasarana Angkutan Jalan Jaringan prasarana angkutan jalan dalam hal ini ditekankan pada ratio terminal Tipe A terhadap jumlah jaringan nasional. Karena dengan adanya terminal tipe A, merupakan indikasi adanya pegerekan penduduk dari satu propinsi ke propinsi lainnya. Terminal penumpang tipe A berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara, angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan. Fasilitas utama terminal terdiri dari: a. jalur pemberangkatan kendaraan umum; b. jalur kedatangan kendaraan umum; c. tempat parkir kendaraan umum selama menunggu keberangkatan, termasuk di dalamnya tempat tunggu dan tempat istirahat kendaraan umum; d. bangunan kantor terminal; dan e. tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar; f.menara pengawas; g. loket penjualan karcis; h. rambu-rambu dan papan informasi, yang sekurangkurangnya memuat petunjuk jurusan, tarif dan jadual perjalanan; i. pelataran parkir kendaraan pengantar dan/atau taksi. Sementara fasilitas penunjang adalah meliputi; a. kamar kecil/toilet; b. musholla; c. kios/kantin; d. ruang pengobatan; e. ruang informasi dan pengaduan; f. telepon umum; g. tempat penitipan barang; h. taman 5 Lokasi tapak terminal penumpang tipe A harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. terletak dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara;b terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas III A; c. mempunyai akses jalan masuk dan/atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurang-kurangnya 100 m di Pulau Jawa dan 50 m di pulau lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal 6 Lokasi tampak terminal penumpang tipe A harus memenuhi persyaratan sebagai berikut; a. terletak dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas Negara, b. terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas III A, c. jarak antara 2 ( dua ) terminal penumpang tipe A, sekurang-kurangnya 20 km di Pulau Jawa, dan 30 Km di Pulau Sumatera dan 50 Km di Pulau Lainnya, d. luas lahan yang tersedia sekurang-kurangnya 5 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan Sumatera, dan 3 Ha di Pulau lainnya, e. mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa dan 50 meter dan 50 meter di pulau lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal 7 Berdasarkan data dan informasi dari Dinas Perhubungan & Informatika c.g Bidang Program Propinsi Papua Barat jumlah ternyata terminal tipe A hingga sekarang belum ada di Propinsi Papua Barat. Sementara jaringan jalan nasional terdapat satu (1) dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut. 5 Keputusan Menteri Perhubungan N0. 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi pada Pasal 2 ayat ( 2), Pasal 4 dan Pasal 5 6 Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK.1361/AJ. 106/DRJD/2003 tentang Penetapan Simpul Jaringan Transportasi Jalan Untuk Terminal Penumpang Tipe A di Seluruh Indonesia pada Pasal 5 7 Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK.76/AJ/102DRJD/2000 tentang Penetapan Simpul Jaringan Transportasi Jalan Untuk Terminal Penumpang Tipe A di Seluruha Indonesia pada Pasal 5 IV-9

10 Gambar 4.6. Jaringan Jalan Nasional Provinsi Papua Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di IV-10

11 Berdasarkan data dalam peta tersebut di atas, ternyata jalan nasional/arteri terdapat satu(1), sementara jumlah terminal tipe A di Propinsi Papua Barat hingga sekarang belum ada. Berkenaan dengan itu, nilai capaian tersedianya terminal angkutan penumpang tipe A pada setiap propinsi untuk melayani angkutan umum dalam trayek antarkota antar propinsi (AKAP) atau angkutan lintas batas Negara (ALBN) dihitung dengan menggunakan rumusan 8 ; Prasarana Penumpang Tipe A Jumlah Jaringan Pelayanan AKAP/ALBN 0 1 = 0 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan Mnimal Bidang Perhubungan untuk daerah Propinsi telah ditetapkan bahwa dalam tahun 2014 nilai capaian ditetapkan sebesar 100 %. Hal ini tidak mungkin dapat dicapai, mengingat Propinsi Papua Barat, baru terbentuk kurang lebih 5 tahun. Karena itu, peluang untuk pembangunan Terminal Tipe A belum ada, apalagi dengan kondisi sekarang, sulitnya mencari lahan untuk dijadikan terminal tipe A. Namun untuk beberapa tahun mendatang ada kemungkinan bilamana masyaratakat setempat memiliki tingkat kesadaran bahwa pembangunan berdampak positif dalam kehidupan masyarakat seperti halnya pembangunan terminal Tipe A. Gambar 4.7. Kondisi Salah Satu Terminal di Provinsi Papua Barat 8 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota IV-11

12 Gambar 4.8. Rencana Pembangunan Terminal AKAP Provinsi Papua Barat IV-12

13 3. Fasilitas Perlengkapan Jalan Fasilitas perlengkapan jalan yang telah dibangun di Propinsi Barat adalah meliputi; a. rambu, b. marka, c. pagar pengaman, d. Deliniator, e. Cermin tikungan, f. paku jalan, g. alat pemberi isiyarat lalu lalu lintas, dan lampu peneranga. Fasilitas perlengakapan jalan telah dibangun pada ruas jalan jalan propinsi. Lebih jelasnya pembangunan perlengkapan jalan di bebera ruas jalan propinsi dapat dilihat sebagai berikut; a. Fasilitas Perlengkapan Rambu Rambu-rambu lalu lintas di jalan yang selanjutnya disebut rambu adalah salah satu dari perlengkapan jalan, berupa lambing, huruf, angka, kalimat dan/atau perpaduan di antaranya sebagai peringatan, larangan, perintah atau petunjuk bagi pemakai jalan 9 Fasilitas perlengkapan rambu telah dibangun di jalan propinsi pada ruas jalan sebanyak enambelas (16). Dari sejumlah kebutuhan perlengkapan rambu di ruas jalan propinsi, ternyata hingga sekarang belum terpenuhi secara keseluruhan, hal ini mungkin disebabkan karena keterbatasan anggaran yang telah tersedia dan dilain pihak karena kondisi jalan yang masih banyak rusak. Lebih jelasnya profil pembangunan/pemasangan rambu di ruas jalan propinsi dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.3. No Fasilitas Pembangunan Rambu di Beberapa Ruas Jalan Propinsi Papua Barat Terpasang Hingga Panjang Kebutuhan Tahun 2012 Ruas Jalan (Km ) (Unit) 1 Jln Yos Sudarso-Jln Basuki Rahmat ( Sorong) 2 Bts Kota Sorong- Klamodo 3 Klamodo-Bts Kab Sorong- Sorong Selatan 4 Bts Kab Sorong Terpasang (Unit) Sisa (Unit) 18, , , , Selatan- Kambuaya 5 Kabuaya- Susumak 25, Susumak-Kumurkeh 12, Kumurkeh-Ayamasi- Snopy- Bts Kab Sorong 137, Snopy Bts Kab Sorong Selatan- manokware Prafi-Warmare-Maruni 68, Maruni- Jln Drs Esau Sesa ( Manokware) 40, Maruni-Oransbari 54, Oransbari- Ransiki 39, Ransiki- Mameh 53, Mameh- Buntuni 70, Keputusan Menteri Perhubungan No. 61 Tahun 1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lntas di Jalan pada Pasal 1 point (1) IV-13

14 No Ruas Jalan Panjang (Km ) Kebutuhan (Unit) Terpasang Hingga Tahun 2012 Terpasang Sisa (Unit) (Unit) 15 Bomberai- Baham- Hurimber 113, Bts Kota Fakfak- Hurimber - Kokas 26, TOTAL 869, Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013 Ditjen Bina Marga- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013 Berdasarkan kebutuhan dan realisasi pembangunan/pemasangan rambu pada beberapa ruas jalan proinsi, maka nilai capaian persentase perlengkapan rambu di jalan Propinsi Papua Barat dapat dihitung dengan rumus 10 % Fasilitas perlengkapan rambu Fasilitas Perlengkapan Rambu Jalan Terpasang di Jalan Propinsi Total Kebutuhan Fasilitas Rambu di Jalan Propinsi 278 unit unit = 8,94 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, bawah tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk rambu ditetapkan pada tahun 2014 mencapai nilai 60 %. Sementara nilai capaian tahun 2012 hanya 8,94 %. Berkenaan dengan itu, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 51,06 % ( 60 % - 8,94 % = 51,06 % ). Untuk mencapai nilai sebesar 51,06 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan tersebut.di lain pihak, arus lalu lalintas dan kecelakan juga akan dapat dihindarkan. 10 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota IV-14

15 Gambar 4.9. Rambu yang terdapat di Provinsi Papua Barat b. Fasilitas Perlengkapan Marka Marka jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau di atas permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis serong serta lambing lainnya yang berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas 11. Fasilitas perlengkapan marka memiliki peran untuk memberikan batasan ruang lalu lintas kendaraan bermotor dan keselamatan berlalu lintas. Karena itulah pembangunan/pemasangan marka telah diupayakan pembangunannya di enambelas (16) ruas jalan propinsi di Papua Barat. Lebih jelasnya profil pembangunan/pemasangan perlengkapan marka di ruas jalan Propinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 4.4. Fasilitas Pembangunan Marka di Beberapa Ruas Jalan Propinsi Papua Barat Terpasang Hingga Panjang Kebutuhan Tahun 2012 No Ruas Jalan (Km ) (meter) Terpasang (meter) Sisa (meter) 1 Jln Yos Sudarso-Jln Basuki Rahmat 18, ( Sorong) 2 Bts Kota Sorong- Klamodo 30, Klamodo-Bts Kab Sorong- Sorong Selatan 60, Bts Kab Sorong Selatan- Kambuaya 67, Kabuaya- Susumak 25, Susumak-Kumurkeh 12, Kumurkeh-Ayamasi- Snopy- Bts Kab Sorong 137, Snopy Bts Kab Sorong Selatan- manokware Prafi-Warmare-Maruni 68, Maruni- Jln Drs Esau Sesa ( Manokware) 40, Keputusan Menteri Perhubungan No. 60 Tahun 1993 tentang Marka Jalan Pada Pasal 1 point (1) IV-15

16 No Ruas Jalan Panjang (Km ) Kebutuhan (meter) Terpasang Hingga Tahun 2012 Terpasang Sisa (meter) (meter) 11 Maruni-Oransbari 54, Oransbari- Ransiki 39, Ransiki- Mameh 53, Mameh- Buntuni 70, Bomberai- Baham- 113, Hurimber 16 Bts Kota Fakfak- Hurimber - Kokas 26, TOTAL 869, Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013 Ditjen Bina Marga- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013 Berdasarkan kebutuhan dan realisasi pembangunan/pemasangan marka pada beberapa ruas jalan proinsi, maka nilai capaian persentase perlengkapan marka jalan di Propinsi Papua Barat dapat dihitung dengan rumus 12 % Fasilitas perlengkapan marka Fasilitas Perlengkapan Marka Jalan Terpasang di Jalan Propinsi = x 100 % Total Kebutuhan Fasilitas Marka di Jalan Propinsi meter metert = 1,51 % Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, bawah tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk marka ditetapkan pada tahun 2014 mencapai nilai 60 %. Sementara nilai capaian tahun 2012 hanya 1,51 %. Berkenaan dengan itu, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 58,49 % ( 60 % - 1,51 % = 58,49 % ). Untuk mencapai nilai sebesar 58,49 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan tersebut. Di lain pihak, arus lalu lintas dan kecelakan juga akan dapat dihindarkan. 12 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota IV-16

17 Gambar Kondisi Marka di Provinsi Papua Barat c. Fasilitas Pagar Pengaman Pagar pengaman berfungsi untuk melindungi daerah atau bagian jalan yang membahayakan bagi lalu lintas, digunakan pada daerah seperti adanya: a. jurang atau lereng dengan kedalaman lebih dari 5 (lima) meter; b. tikungan pada bagian luar jalan dengan radius tikungan lebih dari 30 (tiga puluh) meter; dan c. bangunan pelengkap jalan tertentu. Pagar pengaman secara fisik bisa berupa: a. pagar rel yang bersifat lentur (guardrail); b. pagar kabel (wire rope); dan c. pagar beton yang bersifat kaku seperti beton penghalang lalu lintas (concrete barrier/jersey barrier). Pagar pengaman dipasang pada tepi luar badan jalan dengan jarak paling dekat 0,6 (nol koma enam) meter dari marka tepi jalan. Pemilihan jenis pagar pengaman harus empertimbangkan: 1). kecepatan rencana; 2). ruang yang tersedia untuk mengakomodasikan defleksi pagar saat terjadi tabrakan; 3). memiliki kekuatan yang bisa menahan laju kendaraan yang hilang kendali; 4). dapat mengurangi dampak tabrakan tanpa menimbulkan kecelakaan yang lebih parah; 5). dapat mengarahkan kembali kendaraan yang hilang kendali ke jalur lalu lintas dengan baik. Pagar pengaman dilengkapi dengan tanda dari bahan bersifat reflektif dengan warna sesuai dengan warna patok pengarah pada sisi yang sama 13 Fasilitas perlengkapan pagar pengaman memiliki peran yang relatif besar untuk memberikan keamanan bagi pengendara kendaraan bermotor dan keselamatan berlalu lintas. Karena itulah pembangunan/pemasangan pagar pengaman telah diupayakan dibeberapa ruas jalan yang dianggap berbahaya bagi kendaraan bermotor. Namun dari semua kebutuhan yang telah ditetapkan, hingga sekarang belum semuanya terealisir. Lebih jelasnya gambaran dan realisasi pembangunan/pemasangan pagar pengaman di beberapa ruas jalan Propinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel berikut 13 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan Pada Pasal 36 IV-17

18 Tabel 4.5. Fasilitas Pembangunan Pengaman di Beberapa Ruas Jalan Propinsi Papua Barat Terpasang Hingga Panjang Kebutuhan Tahun 2012 No Ruas Jalan (Km ) (meter) Terpasang (meter) Sisa (meter) 1 Jln Yos Sudarso-Jln 18, Basuki Rahmat ( Sorong) 2 Bts Kota Sorong- 30, Klamodo 3 Klamodo-Bts Kab 60, Sorong- Sorong Selatan 4 Bts Kab Sorong 67, Selatan- Kambuaya 5 Kabuaya- Susumak 25, Susumak-Kumurkeh 12, Kumurkeh-Ayamasi- 137, Snopy- Bts Kab Sorong 8 Snopy Bts Kab Sorong Selatan- manokware 9 Prafi-Warmare-Maruni 68, Maruni- Jln Drs Esau 40, Sesa ( Manokware) 11 Maruni-Oransbari 54, Oransbari- Ransiki 39, Ransiki- Mameh 53, Mameh- Buntuni 70, Bomberai- Baham- 113, Hurimber 16 Bts Kota Fakfak- 26, Hurimber - Kokas TOTAL 869, Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013 Ditjen Bina Marga- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013 Dari perolehan data kebutuhan dan realisasi pembangunan/pemasangan pagar pengaman pada beberapa ruas jalan propinsi, maka nilai capaian persentase perlengkapan pagar pengaman di jalan Propinsi Papua Barat dapat dihitung dengan rumus 14 % Fasilitas perlengkapan pagar pengaman; Fasilitas Perlengkapan Pagar Pengaman Jalan Terpasang di Jalan Propinsi Total Kebutuhan Fasilitas Pagar Pengaman di Jalan Propinsi 230 meter = 3,58 % meter 14 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota IV-18

19 Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Pagar Pengaman di jalan propinsi ditetapkan pada tahun 2014 mencapai nilai 60 %. Sementara nilaian capaian pada tahun 2012 hanya 3,5 %. Berkenaan dengan itu, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 56,42 % ( 60 % - 3,58 % = 56,42 % ). Untuk mencapai nilai sebesar 56,42 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan dan di lain pihak, keamanan dan kelancaran lalu lintas angkutan jalan dapat direalisir.. Gambar Pagar Pengaman di Provinsi Papua Barat d. Fasilitas Perlengkapan Jalan Deliniator Patok tanda tikungan (delineator) adalah suatu unit konstruksi yang diberi tanda yang dapat memantulkan cahaya (refeltif) berfungsi sebagai pengarah dan sebagai peringatan bagi pengemudi pada waktu malam hari, bahwa di sisi kiri atau kanan delineator adalah daerah berbahaya. Unit konstruksi dapat berupa pipa besi atau pipa plastik yang diberi tanda yang dapat memantulkan cahaya (reflektif ) 15. Karena itu, peranan delineator sebagai pengaman bagi pengendara kendaraan bermotor sangat diperlukan. Melihat perananan tersebut cukup besar, maka di Propinsi Papua Barat telah dilakukan pembangunan/pemasangan dan lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.6. No Fasilitas Pembangunan Deliniator di Beberapa Ruas Jalan Propinsi Papua Barat Terpasang Hingga Panjang Kebutuhan Tahun 2012 Ruas Jalan (Km ) (meter) 1 Jln Yos Sudarso-Jln Basuki Rahmat ( Sorong) 2 Bts Kota Sorong- Klamodo 3 Klamodo-Bts Kab Sorong- Sorong Selatan 4 Bts Kab Sorong Selatan- Kambuaya Terpasang (meter) Sisa (meter) 18, , , , Keputusan Menteri Perhubungan No. 3 Tahun 1994 tentang Pengendali Pengamanan Pemakai Jalan Pada Pasal 22 IV-19

20 No Ruas Jalan Terpasang Hingga Panjang Kebutuhan Tahun 2012 (Km ) (meter) Terpasang Sisa (meter) (meter) 5 Kabuaya- Susumak 25, Susumak-Kumurkeh 12, Kumurkeh-Ayamasi- Snopy- Bts Kab Sorong 137, Snopy Bts Kab Sorong Selatan- manokware Prafi-Warmare-Maruni 68, Maruni- Jln Drs Esau Sesa ( Manokware) 40, Maruni-Oransbari 54, Oransbari- Ransiki 39, Ransiki- Mameh 53, Mameh- Buntuni 70, Bomberai- Baham- Hurimber 113, Bts Kota Fakfak- Hurimber - Kokas 26, TOTAL 869, Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013 Ditjen Bina Marga- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013 Dengan data kebutuhan dan realisasi pembangunan/pemasangan deliniator pada beberapa ruas jalan provinsi seperti telah dijelaskan sebelumnya, maka nilai capaian persentase perlengkapan delineator di jalan Propinsi Papua Barat dapat dihitung dengan rumus 16 % Fasilitas perlengkapan deliniator; Fasilitas Perlengkapan Deliniator Jalan Terpasang di Jalan Propinsi Total Kebutuhan Fasilitas delineator di Jalan Propinsi 350 meter meter = 20,85 % Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Pagar Pengaman di jalan propinsi ditetapkan pada tahun 2014 mencapai nilai 60 %. Sementara nilai capaian perlengkapan delineator pada tahun 2012 hanya 20,8 %. Haol ini berarti, 16 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Standar Pelayanan Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten /Kota IV-20

21 nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 39,15 % ( 60 % - 20,85 % = 39,15 % ). Untuk mencapai nilai sebesar 39,15 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertinggalan. Gambar Kondisi Delinearator di Provinsi Papua Barat e. Fasilitas Perlengkapan Jalan Cermin Tikungan Cermin tikungan adalah kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi sebagai alat untuk menambah jarak pandang pengemudi kendaraan bermotor. Kelengakapan tambahan dapat berupa suatu unit konstruksi yang terdiri dari cermin, bingkai cermin, tiang penyangga dan pengikatnya. Cermin tikungan dipasang pada tepi jalan pada lokasi-lokasi dimana pandangan pengemudi kendaraan bermotor sangat terbatas atau terhalang khususnya pada tikungan tajam dan persimpangan jalan. Pembuatan cermin tikungan dapat menggunakan cermin cembung dari bahan plastic 17. Dengan memperhatikan peranan perlengkapan cermin tikungan dalam operasional kendaraan, maka di Propinsi Papua Barat telah dilakukan pembangunan/pemasangan. Namun ternyata belum semua ruas jalan propinsi terpenuhi adanya perlengkapan jalan cermin tikungan, dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.7. Fasilitas Pembangunan Cermin Tikungan di Beberapa Ruas Jalan Propinsi Papua Barat No Ruas Jalan Terpasang Hingga Panjang Kebutuhan Tahun 2012 (Km ) (unit) Terpasang Sisa (unit) (unit) 1 Jln Yos Sudarso-Jln 18, Basuki Rahmat ( Sorong) 2 Bts Kota Sorong- 30, Klamodo 3 Klamodo-Bts Kab Sorong- Sorong Selatan 60, Bts Kab Sorong 67, Selatan- Kambuaya 5 Kabuaya- Susumak 25, Susumak-Kumurkeh 12, Keputusan Menteri Perhubungan No. 3 Tahun 1994 tentang Pengendali Pengaman Pemakai Jalan Pada Pasal 18 s/d Pasal 20 IV-21

22 No Ruas Jalan Terpasang Hingga Panjang Kebutuhan Tahun 2012 (Km ) (unit) Terpasang Sisa (unit) (unit) 7 Kumurkeh-Ayamasi- 137, Snopy- Bts Kab Sorong 8 Snopy Bts Kab Sorong Selatan- manokware 9 Prafi-Warmare-Maruni 68, Maruni- Jln Drs Esau 40, Sesa ( Manokware) 11 Maruni-Oransbari 54, Oransbari- Ransiki 39, Ransiki- Mameh 53, Mameh- Buntuni 70, Bomberai- Baham- 113, Hurimber 16 Bts Kota Fakfak- 26, Hurimber - Kokas TOTAL 869, Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013 Ditjen Bina Marga- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013 Dari gambaran kebutuhan dan realisasi cermin tikungan di beberapa ruas jalan sebanyak enam belas (16), hingga sekarang belum ada yang terpasang cermin tikungan. Sementara jumlah kebutuhan terdapat sebanyak dua puluh satu (14) unit. Dengan demikian, nilai capaian persentase perlengkapan cermin tikungan di jalan Propinsi Papua Barat dapat dihitung dengan rumus 18 % Fasilitas perlengkapan cermin tikungan; Fasilitas Perlengkapan Cermin Tikungan Terpasang di Jalan Propinsi Total Kebutuhan Fasilitas Cermin Tikungan di Jalan Propinsi 0 unit 14 unit = 0 % Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Pagar Pengaman di jalan propinsi pada tahun 2014 ditetapkan mencapai nilai 60 %. Sementara nilai capaian pada tahun 2012 hanya sebesar 0 %. Berkenaan dengan itu, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 60 %. Padahal, nialai capaian pada tahun 2012 hanya 0 %, hal ini berarti yang harus dicapai hingga tahun 18 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Perhitungan Standar Pelayanan Bidang Perhubungan IV-22

23 adalah sebesar 60 %. Artinya, perhatian Pemerintah Daerah Propinsi Papua Barat terhadap pemasangan cermin tikungan selama ini belum ada. Karena itu, untuk mencapai pembangunan/pemasangan cermin tikungan sebesar 60 %, Pemerintah Daerah Propinsi Papua Barat sebaiknya ada perhatian dan mengalokasikan dana agar dapat mencapai ketertigalan. Dengan adanya, cerminj tikungan diharapkan lalu lintas kendaraan bermotor akan semakin lancer dan di lain pihak, angka kecelakaan dapat dihindarkan. f. Fasilitas Perlengkapan Jalan Paku Jalan Paku jalan adalah salah satu perlengkapan jalan untuk menjamin keselamatan lalu lintas. Paku jalan harus diperhatikan para pengendara, dan ditaati pada saat mengendara. Paku jalan dengan memantul cahaya berwarna kuning digunakan untuk pemisah jalur atau jalur lalu lintas. Paku jalan dengan pemantul cahaya berwarna kuning digunakan untuk pemisah jalan atau lajur lalu lintas jalan dengan memantul cahaya berwarna merah ditempatkan pada garis batas di sisi jalan. Sementara paku jalan yang berwarna putih ditempatkan pada garis batas sisi kanan jalan. Paku jalan sebagai tandar pada permukaan jalan tidak boleh menonjol lebih dari 15 millimeter di atas permukaan jalan, dan apabila paku jalan dilengkapi dengan reflector tidak boleh menonjol lebih dari 40 millimeter di atas permukaan jalan 19. Paku jalan dapat ditempatkan: 1) batas tepi jalur lalu lintas, 2) paku jalan dengan pemantul cahaya berwarna kuning digunakan untuk pemisah jalan atau lajur lalu lintas, 3) paku jalan dengan pemantul cahaya berwarna mereh ditempatkan pada garis sisi batas sisi kiri jalan, 4) paku jalan dengan pemantul cahaya berwarna putih ditempatkan pada garis sisi batas sisi kanan jalan 20. Melihat peranan paku jalan untuk menjaga keselamatan berkendaraan, di Propinsi Papua Barat telah membangun/memasang paku jalan dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.8. Fasilitas Pembangunan Paku Jalan di Beberapa Ruas Jalan Propinsi Papua Barat No Ruas Jalan Panjang (Km ) Kebutuhan (unit) Terpasang Hingga Tahun 2012 Terpasang (unit) Sisa (unit) 1 Jln Yos Sudarso-Jln 18, Basuki Rahmat ( Sorong) 2 Bts Kota Sorong- 30, Klamodo 3 Klamodo-Bts Kab 60, Sorong- Sorong Selatan 4 Bts Kab Sorong 67, Selatan- Kambuaya 5 Kabuaya- Susumak 25, Susumak-Kumurkeh 12, Kumurkeh-Ayamasi- Snopy- Bts Kab Sorong 137, Keputusan Menteri Perhubungan No. 60 Tahun 1993 tentang Marka Jalan Pada Pasal 16 dan Pasal Lampiran III Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK.116/AJ.404/DRJD/97 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Paku Jalan IV-23

24 No Ruas Jalan Panjang (Km ) Kebutuhan (unit) Terpasang Hingga Tahun 2012 Terpasang (unit) Sisa (unit) 8 Snopy Bts Kab Sorong Selatan- manokware 9 Prafi-Warmare-Maruni 68, Maruni- Jln Drs Esau 40, Sesa ( Manokware) 11 Maruni-Oransbari 54, Oransbari- Ransiki 39, Ransiki- Mameh 53, Mameh- Buntuni 70, Bomberai- Baham- 113, Hurimber 16 Bts Kota Fakfak- 26, Hurimber - Kokas TOTAL 869, Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013 Ditjen Bina Marga- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013 Berdasarkan data kebutuhan dan realisasi perlengkapan paku jalan seperti dijelaskan sebelumnya pada beberapa ruas jalan sebanyak enambelas (16), nilai capaian persentase perlengkapan paku jalan di jalan Propinsi Papua Barat dapat dihitung dengan rumus 21 % Fasilitas perlengkapan paku jalan; Fasilitas Perlengkapan Paku Jalan Terpasang di Jalan Propinsi Total Kebutuhan Fasilitas Paku Jalan di Jalan Propinsi unit unit unit = 3,89 % Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Paku jalan di jalan propinsi pada tahun 2014 ditetapkan mencapai nilai 60 %. Sementara nilai capaian pada tahun 2012 hanya 3,89 %. Artinya, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 56,11 % ( 60 % - 3,89 % = 56,11 % ). Untuk mencapai nilai sebesar 56,11 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya memiliki perhatian dan mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan.karena paku jalan tidak kalah pentinya dalam konteks pembangunan. 21 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah dan Daerah Kabupaten/Kota IV-24

25 Gambar Kondisi Paku Jalan di Provinsi Papua Barat g. Fasilitas Perlengkapan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas Alat pemberi isyarat lalu lalu lintas adalah perangkat peralatan teknis yang menggunakan isyarat lampu untuk mengatur lalu lalulintas orang/atau kendaraan di persimpangan atau pada ruas jalan. Fungsi alat pemberi isyarat lalu lintas adalah ; a. lampu warna hijau menyala setelah lampu warna merah padam, mengisyaratkan kendaraan harus berjalan, b. lampu warna kuning menyala setelah lampu warna hijau padam, mengisyaratkan kendaraan yang belum sampai pada batas berhenti atau sebelum alat pemberi isyarat lalu lalintas, bersiap untuk berhenti dan bagi kendaraan yang sudah sedemikian dekat dengan batas berhenti sehingga tidak dapat berhenti lagi dengan aman dapat berjalan, c. lampu warna merah menyala setelah lampu kuning padam, mengisyaratkan kendaraan harus berhenti sebelum batas berhenti dan apabila jalur lalu lintas tidak dilengkapi dengan batas berhenti, kendaraan harus berhenti sebelum alat pemberi isyarat lalu lalintas 22. Demikian halnya di Propinsi Papua Barat, pembangunan/pemasangan perlengkapan alat pemberi isyarat lalu lintas telah dilakukan, namun dalam kenyataannya realisanya belum sepenuhnya tercapai. Lebih jelasnya perkembangan perlengkapan isyarat lalu lalintas dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.9. Alat pemberi Isyarat Lalu Lintas di Beberapa Ruas Jalan propinsi Papua Barat Panjang Jlh/ Simpang Kebutuhan (APIL/WL Terpasang Hingga Tahun 2012 Ruas Jalan (Km) /R.jalan (Titik) (1set/Titik) Terpasang Sisa (unit) 1. Jln Yos Sudarso-Jln Basuki Rahmat ( Sorong 2. Bts Kota Sorong- Klamodo 3.Klamodo-Bts Kab Sorong- Sorong Selatan (unit) 18,32 2 WL=2 - WL=2 30,09 1 WL=1 - WL=1 60,08 3 WL=3 - WL=3 4.Bts Kab Sorong 67,73 3 WL=3 - WL=3 22 Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 62 Tahun 1993 tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas pada Pasal 1 ayat (1) dan pasal 8 IV-25

26 Ruas Jalan Panjang (Km) Jlh/ Simpang /R.jalan (Titik) Kebutuhan (APIL/WL (1set/Titik) Terpasang Hingga Tahun 2012 Terpasang (unit) Sisa (unit) Selatan- Kambuaya 5.Kabuaya- Susumak 25,86 2 WL=2 - WL=2 Susumak-Kumurkeh 12,34 2 WL=2 - WL=2 6.Kumurkeh- Ayamasi- Snopy- Bts Kab Sorong 7.Snopy Bts Kab Sorong Selatanmanokware 8. Prafi-Warmare- Maruni 9.Maruni- Jln Drs Esau Sesa (Manokware) 137,81 1 WL=1 - WL= WL=1 - WL=1 68,8 1 WL=1 - WL=1 40,12 3 WL=3 - WL=3 10. Maruni-Oransbari 54,06 2 WL=2 - WL=2 11 Oransbari- 39,32 2 WL=2 - WL=2 Ransiki 12.Ransiki- Mameh 53,21 2 WL=2 - WL=2 13 Mameh- Buntuni 70,56 1 WL=1 - WL=1 14.Bomberai- 113,28 1 WL=1 - WL=1 Baham- Hurimber 15.Bts Kota Fakfak- Hurimber - Kokas 26,65 3 WL=3 - WL=3 TOTAL 869, Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013 Ditjen Bina Marga- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013 Bertitik tolak dari data kebutuhan dan realisasi perlengkapan Alat Pember Isyarat Lalu Lintas jalan seperti dijelaskan sebelumnya pada beberapa ruas jalan sebanyak limabelas (15), maka nilai capaian persentase perlengkapan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lalulintas di Propionsi Papua Barat dapat dihitung dengan rumus 23 % Fasilitas perlengkapan paku jalan; Fasilitas Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas Terpasang di Jalan Propinsi Total Kebutuhan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas di Jalan Propinsi 0 unit = 0 % 30 unit 23 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan Standar Pelayanan Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah dan Daerah Kabupaten/Kota IV-26

27 Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas di jalan propinsi pada tahun 2014 ditetapkan mencapai nilai 60 %. Sementara nilai capaian yang dicapai pada tahun 2012 hanya sebesar 0 %, artinya nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 masih 60 %. Untuk mencapai nilai sebesar 60 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya memiliki perhatian dan mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan. h. Fasilitas Perlengkapan Jalan Lampu Penerangan Lampu penerangan jalan adalah bagian dari bangunan perlengkapan jalan yang dapat diletakkan atau dipasang di kiri/kanan jalan dan atau di tengah (di bagian mediun jalan) yang digunakan untuk menerangi jalan mapun lingkungan di sekitar jalan yang diperlukan termasuk persimpangan jalan, jalan laying, jembatan dan jalan di bawah tanah. Atau juga dapat disebut lampu penerangan adalah suatu unit lengkap yang terdiri dari sumber cahaya, elemen optok, elemen elektronik dan struktur penopang serta tiang lampu 24. Penerangan jalan di kawasan perkotaan mempunyai fungsi antara lain ; a. menghasilkan kekontrasan antara objek dan permukaan jalan, b. sebagai alat bantu navigasi pengguna jalan, c. menghilangkan keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan, khususnya pada malam hari, d. mendukung keamanan lingkungan dan e. memberikan keindahan lingkungan jalan 25. Berdasarkan informasi dari Dinas Perhubungan dan Informatika c.q. Bidang Program Propinsi NTT, standar jenis lampu yang digunakan di jalan pada propinsi adalah mengacu pada SNI (Standar Nasional Indonesia) dan lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Lampu Penerangan di Beberapa Ruas Jalan Propinsi Papua Barat Panjang Kebutuhan Terpasang Hingga Tahun 2012 No Ruas Jalan (Km ) (unit) Terpasang (unit) Sisa (unit) 1 Jln Yos Sudarso-Jln Basuki Rahmat 18, ( Sorong) 2 Bts Kota Sorong- Klamodo 30, Klamodo-Bts Kab Sorong- Sorong Selatan 60, Bts Kab Sorong Selatan- Kambuaya 67, Kabuaya- Susumak 25, Susumak-Kumurkeh 12, Kumurkeh-Ayamasi- Snopy- Bts Kab Sorong 137, Snopy Bts Kab Sorong Badan standar Nasional, SNI ( Standar Nasional Indonesia ), ICS , SNI 7391 pada hal 2: Badan Standar Nasional, SNI ( Standar Nasional Indonesia ), ICS , SNI 7391 pada hal 4, 2008 IV-27

28 No Ruas Jalan Panjang (Km ) Kebutuhan (unit) Terpasang Hingga Tahun 2012 Sisa (unit) Terpasang (unit) Selatan- manokware 9 Prafi-Warmare-Maruni 68, Maruni- Jln Drs Esau 40, Sesa ( Manokware) 11 Maruni-Oransbari 54, Oransbari- Ransiki 39, Ransiki- Mameh 53, Mameh- Buntuni 70, Bomberai- Baham- 113, Hurimber 16 Bts Kota Fakfak- Hurimber - Kokas 26, TOTAL 869, Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013 Ditjen Bina Marga- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013 Dari data kebutuhan dan realisasi perlengkapan Alat Pember Isyarat Lalu Lintas jalan seperti dijelaskan sebelumnya pada beberapa ruas jalan sebanyak enambelas ( 16), maka nilai capaian persentase perlengkapan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lalulintas di Propionsi Papua Barat dapat dihitung dengan rumus 26 % Fasilitas perlengkapan lampu penerangan; Fasilitas Lampu Penerangan Yang Terpasang di Jalan Propinsi Total Kebutuhan Lampu Penerangan di Jalan Propinsi unit unit = 16,05 % Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Lampu Penerangan di jalan propinsi ditetapkan pada tahun 2014 mencapai nilai 60 %. Namun dalam kenyataannya pada tahun 2012 nilai capaian hanya 16,05 %. Artinya, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 43,95 % ( 60 % - 16,05 % = 43,95 % ). Untuk mencapai nilai sebesar 43,95 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya memiliki perhatian dan mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan dan di lain pihak lalu lintas angkutan jalan serta kecelakaan dapat terhindar. 26 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan Standar Pelayanan Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah dan Daerah Kabupaten/Kota IV-28

29 4. Keselamatan Gambar Kondisi Penerangan Jalan di Provinsi Papua Barat Keselamatan dalam hal ini adalah ditekankan pada keselamatan lalu lintas angkutan umum yang melayani trayek antarkota dalam propinsi (AKDP) pada Propinsi Papua Barat. Keselamatan. Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari resiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan, dan/atau lingkungan 27. Karena itu, setiap kendaraan yang berlalu lintas diperlukan adanya kelaikan kendaraan. Keselamatan lalu lintas maksudnya adalah standar keselamatan bagi angkutan umum yang melayani trayek Antar Kota Dalam Propinsi Papua Barat (AKDP). Sementara keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan, dan/atau lingkungan 28. Karena itu, perusahaan angkutan umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal yang meliputi: a. keamanan; b. keselamatan; c. kenyamanan; d. keterjangkauan; e. kesetaraan; dan f. keteraturan. 29. Angkutan adalah perpindahan orang/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan umum di ruang lalu lintas jalan. Di lain pihak, angkutan umum adalah angkutan orang/atau barang yang menggunakan kendaraan umum dengan dipungut bayaran. Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari resiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan, dan/atau lingkungan 30. Pelayanan angkutan antar kota dalam propinsi dilaksanakan dengan ciri-ciri sebagai berikut; a. mempunyai jadwal tetap, trayek tercantum dalam jam perjalanan dan pada kartu pengawasan mobil bus yang dioperasikan. b. pelayanan angkutan dilakukan 27 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Hal Undang Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pada Pasal 1 ayat (31) 29 Ibid 30 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota pada Halaman 10 IV-29

30 bersifat cepat atau lambat, c. dilayani dengan mobil bus besar atau sedang, baik untuk pelayanan ekonomi mapun pelayanan non ekonomi, d. tersedia terminal penumang sekurang-kurangnya tipe B, pada awal pemberangkatan, persilangan, dan terminal tujuan, e. prasarana jalan yang dilalui dalam pelayanan angkutan antar kota dalam propinsi tercantum dalam izin trayek yang telah ditetapkan 31. Di daerah yang sarana transportasinya belum memadai, pengankutan orang dapat dilakukan dengan mobil barang. Pengangkutan orang dengan menggunakan mobil barang, wajib memenuhi persyaratan; a. ruangan muatan dilengkapi dengan dinding yang tingginya sekurang-kurangnya 0,6 m, b. tersedia luas lantai ruang muatan sekurang-kurangnya 0,4 m2 per penumpang, c. memiliki dan membawa surat keterangan mobil barang mengangkut penumpang 32 Kendaraan yang digunakan untuk antar kota dalam propinsi harus dilengkapi; a. nama perusahaan dan nomor urut kendaraan yang dicantumkan, dan belakang kendaraan. b. papan trayek yang memuat asal dan tujuan serta kota yang dilalui dengan dasar putih tulisan hitam yang ditempatkan di bagian depan dan belakang kendaraan. c. jenis trayek yang dilayani ditulis secara jelas dengan huruf balok, melekat pada badan kendaraan sebelah kiri dan kanan dengan tulisan Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi, e. jati diri pengemudi yang ditempatkan pada dashboard yang dikeluarkan oleh masing-masing perusahaan angkutan, f. fasilitas bagasi sesuai kebutuhan, tulisan standar pelayanan, daftar tarif yang berlaku, g. dilengkapi dengan adanya kotak obat dengan isinya, h. alat pemantau untuk kerja pengemudi, yang sekurang-kurangnya dapat merekam kecepatan kendaraan dan perilaku pengemudi dalam mengoperasikan kendaraan. 33. Dalam hal pengoperasian angkutan, pengusaha angkutan yang telah memperoleh izin trayek diwajibkan mengutamakan keselamatan dalam pengoperasikan kendaraan sehingga tidak terjadi kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa 34. Untuk memperoleh izin operasi, pemohon wajib memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis. Dalam persyaratan teknis tel;ah ditegaskan pemohon diwajibkan memiliki atau menguasai kendaraan bermotor yang laik jalan yang dibuktikan dengan fotokopi Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sesuai domisili perusahaan dan fotokopi Buku Uji 35 Untuk menjamin keselamatan, kelaikan kendaraan untuk operasional harus dipastikan siap pakai. Artinya, semua komponen yang diharuskan diuji secara berkala harus dipastikan sudah terpenuhi. Pelaksanaan uji berkala kendaraan dimaksudkan untuk 36 ; a. memberikan jaminan keselamatan secara teknis terhadap penggunaan kendaraan bermotor di jalan, b. melestarikan lingkungan dari kemungkinan pencemaran yang diakibatkan oleh pengguna kendaraan bermotor di jalan. Beberapa komponen yang 31 Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum pada Pasal Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan pada Pasal 3 33 Ibid Pasal Ibid Pasal 62 point j 35 Ibid Pasal 67 point c 36 Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.71 Tahun 1993 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor Pada Pasal 2 ayat (1) IV-30

31 diharuskan diuji secara berkala adalah sebagai berikut 37 ; a. uji suspense roda (Pit wheel Suspension Tester ) dan kondisi teknis bagian bawah kendaraan, b. uji rem, c. lampu utama, d. speedometer, e. uji emisi gas buang meliputi; uji karbon monoksida (CO), hidro karbon (HC), dan ketebalan asap gas buang, f. berat kendaraan, g. kincup roda depan (side slip tester), h. suara (sound level meter), i. dimensi kendaraan (lebar, panjang, tinggi dan sumbu roda), j. tekanan udara (kompressor rem, tekanan udara ban), k. kaca film. Untuk menjamin keselamatan para penumpang, setiap kendaraan dilengkapi dengan fasiliats tanggap darurat. Fasilitas tanggap darurat dalam hal ini adalah berupa; a. alat pemukul/pemecah kaca (martil), b. alat pemadam kebakaran, c. alat kendali darurat pembuka pintu utama yang dirancang dan ditempatkan sedemikian rupa sekurangkurangnya dua buah pada setiap kanan kiri sisi dalam kendaraan bermotor sehingga mudah dioperasikan dari dalam baik oleh awak kendaraan mapun penumpang yang bekerja secara otomatis 38. Kelengkapan fasilitas tanggap darurat standar kendaraan bermotor angkutan penumpang, wajib dipenuhi dengan persyaratan teknis: a. Jumlah tempat keluar darurat sekurang-kurangnya 39 : 1) Satu tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan kiri, jika muatannya tidak lebih dari 26 penumpang 2) Dua tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan kiri, jika muatannya antara 27 dan 50 penumpang 3) Tiga tempat keluar darurat pada setiap sisi jika muatannya antara 51 dan 80 penumpang 4) Empat tempat keluar darurat pada setiap sisi jika muatannya lebih dari 80 penumpang b. Khusus untuk mobil penumpang yang jumlah muatannya lebih dari 27 penumpang, diwajibkan memiliki pintu darurat minimal 2 buah pada sisi kirikanan c. Pada sisi kiri, jumlah tempat keluar dapat dikurangi dengan satu, jika pada dinding belakang tempat pintu yang lebarnya paling sedikit 430 millimeter d. Tempat keluar darurat berupa jendela harus memenuhi persyaratan: 1) Memiliki ukuran minimum 600 millimeter x 430 milimeter dan apabila memiliki ukuran sekurang-kurangnya millimeter x 430 millimeter disamakan dengan memiliki dua tempat keluar darurat 2) Mudah dan cepat dapat dibuka atau dirusak atau dilepas 3) Sudut-sudut jendela yang berfungsi sebagai tempat keluar darurat tidak runcing 4) Tidak dirintangi oleh tongkat-tongkat atau jeruji pelindung e. Tempat keluar darurat berupa pintu yang dipasang pada dinding samping kanan, harus memenuhi persyaratan: 1) Memiliki lebar sekurang kurangnya 430 millimeter 2) Mudah dibuka setiap waktu dari dalam 37 Ibid, Pasal 12 ayat (1) 38 Keputusan DSirektur Perhubungan Darat No. SK.1763/AJ.501/DRJD/1003 tentang Petunjuk teknis Tanggap Darurat Kecelakaan Kendaraan Bermotor Angkutan Penumpang pada Pasal 5 39 Ibid, Pasal 6 IV-31

32 f. Tempat keluar darurat diberi tanda atau petunjuk dengan tulisan yang menjelaskan tempat keluar darurat dan tata cara membukanya g. Tempat duduk di dekat tempat keluar darurat harus mudah dilepas atau dilipat dan diberi warna tempat duduk yang berbeda dari warna tempat duduk lainnya h. Kaca mobil bus wajib menggunakan kaca keselamatan (Safety Glass), dengan ketentuan sebagai berikut; 1) Kaca bagian depan harus memakai jenis Laminated 2) Kaca bagian samping kiri-kanan dan belakang memakai jenis tempered Berdasarkan berbagai peraturan seperti telah dijelaskan sebelumnya, selanjutnya akan dijadikan sebagai patokan penilaian dan/atau pengecekan terhadap beberapa AKDP yang ada di Terminal Kota Kupang. Beberapa pendekatan yang dilakukan adalah; a. Melakukan wawancara terhadap Sopir AKDP di Terminal Wossi Terminal Wossi berada di Kota Manokwari. Terminal ini digunakan sebagai persinggahan dan/ atau naik turun penumpang ke Kabupaten Pengunungan Arfak dan Kabupaten Monokwari Selatan. Sekilas gambar terminal dan jenis armada yang digunakan sebagai AKDP dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar Terminal Wossi di Kota Manokwari Gbr. AKDP Di terminal Wossi dilakukan wawancara terhadap enam (6) Sopir AKDP dan tentang AKDP yang dugunakan. Ternyata dari hasil wawancara, AKDP yang dibawa secara berkala dilakukan uji berkala. Hal ini dibuktikan dengan adanya Buku Uji Kendaraan Bermotor dan Stiker di badan mobil AKDP. Beberapa aspek yang terlihat dalam Buku Uji Kendaraan adalah adanya kata-kata baik pada komponen yang diuji. Lebih jelasnya komponen yang diuji dapat dilihat pada tabel berikut. IV-32

33 Tabel Kelengkapan Komponen Persyaratan Kelaikan AKDP Di Propinsi Papua Barat No Komponen Persyaratan Kebaradaan di AKDP Di Propinsi NTT Suspensi Roda (Pit Wheel Suspension Tester Rem) Lampu Utama Speedometer Emisi Gas Buang : a. Uji Karbon Monoksida (CO) b. Hidro Karbon (HC) c. Ketebalan Asap Gas Buang Berat Kendaraan Kincup Roda Depan (Side Slip Tester) Suara (Sound Level Meter) Dimensi Kendaraan (Lebar, Panjang, Tinggi dan Sumbu Roda) Tekanan Udara (Kompressor Rem, Tekanan Udara Ban) Kaca Film Memenuhi persyaratan Memenuhi persyaratan Memenuhi persyaratan Memenuhi persyaratan Memenuhi persyaratan - memenuhi persyaratan - memenuhi persyaratan - memenuhi persyaratan Memenuhi persyaratan Memenuhi persyaratan Memenuhi persyaratan Memenuhi persyaratan Memenuhi persyaratan Sumber: Hasil Wawancara dan pengamatan terhadap 6 orang sipir & 6 kendaraan Dapat disimpulkan, bahwa AKDP yang ada di Kota Manokwari telah layak operasional. Keharusan melakukan uji kendaraan bermotor secara berkala di Propinsi Papua Barat telah ditetapkan oleh Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin keselamatan berkendaraan bermotor. Di lain pihak, razia terhadap kendaraan dilakukan secara rutin per bulan, dengan maksud agar pemilik AKDP selalu waspada terhadap keselamatan. b. Melakukan wawancara dengan pihak DLLAJ (Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan) Dari hasil wawancara dengan LLAJ yang sedang bertugas di jalan, ternyata petugas LLAJ secara rutin melakukan razia per bulan. Dari hasil uji dan/atau pemeriksaan secara berkala untuk AKDP diharapkan akan terjamin keselamatan bagi para penumpang. Di lain pihak, dari hasil uji kendaraan akan dapat diketahui komponen kendaraan yang perlu diperbaiki atau diganti. Bilamana AKDP tidak melakukan uji berkala secara rutin sesuai dengan ketentuan, AKDP tidak diperkenankan beroperasi, dan tentunya sebelumnya sudah ada beberapa kali surat peringatan. Kelaikan operasional kendaraan merupakan persyaratan utama, apalagi pada daerah yang berbukit, dan naik turun. Sebelumnya, dalam proses pengurusan perizinan,kelaikan operasional AKDP adalah merupakana salah satu ketentuan yang telah disepakati oleh pengusaha AKDP. Kelaikan kendaraan AKDP pada hakekatnya merupakan keharusan untuk menamin keselamatan operasional yang secara imlisit para penumpang. c. Melakukan wawancara dengan Dinas Perhubungan dan Infromatika c.q. Bidang Angkutan Darat Propinsi Papua Barat. Dari hasil wawancara dengan Dinas Perhubungan dan Informatika c.q. Bidang Darat, telah ditegaskan bahwa kelaikan operasional AKDP merupakan keharusan dalam rangka menjamin keselamatan para penumpang. Bilamana berdasarkan IV-33

34 hasil pemeriksaan dari petugas LLAJ masih terdapat AKDP yang belum memenuhi kelaikan operasional, maka konsekwensinya izin operasional dapat dicabut. Namun sebelumnya pengusaha angkutan tersebut diberikan surat peringatan dan/atau dipanggil untuk diperingati. Tetapi, harus diakui, pada umumnya kendaraan yang sudah berusia lama atau tua, sering ditemukan kurang taat melakukan uji berkala Karena itulah, secara rutin dilakukan razia dengan masud untuk tetap taat melakukan uji berkala baik yang sudah berumur tua maupun yang relatif masih baru. Berdasarkan informasi dari Dinas Perhubungan Informatika c.g Bidang Perhubungan Darat, jumlah AKDP di Propinsi Papua Barat terdapat 524 unit. Dari jumlah AKDP tersebut, dipastikan secara rutin melakukan uji berkala. Bilamana AKDP tidak melakukan uji berkala akan terlihat di Stiker yang dipasang dalam badan AKDP dan biasanya dihentikan oleh DLLAJ. Berdasarkan hasil wawancara maka nilai capaian terpenuhinya standar keselamatan bagi angkutan umum yang melayani trayek antarkota dalam propinsi (AKDP) pada Propinsi Papua Barat dapat dihitung dengan menggunakan rumus 40 ; Angkutan umum AKDP memenuhi standar keselamatan Total angkutan umum AKDP dalam propinsi X 100 % 524 unit 424 unit = 100 % Bertitik tolak dari Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, terpenuhinya standar keselamatan bagi angkutan umum yang melayani trayek antarkota dalam propinsi (AKDP) hingga tahun 2014 ditetapkan 100 %. Hal ini berarti, nilai capaian sudah tercapai pada saat sekarang ini (tahun 2013). Untuk mencapai nilai 100 % perlu dipertahankan adanya razia secara rutin diberbagai daerah Propinsi Papua Barat, sehingga bagi AKDP di daerah maupun yang perkotaan tetap memiliki kesadaran melakukan uji berkala kelaikan kendaraan yang dalam hal ini AKDP. Di samping, itu perlu dilakukan dan diintensifkan uji kelaikan kendaraan bermotor berjalan. Artinya, petugas uji kendaraan bermotor melakukan uji kendaraan di jalan, tentunya petugas harus membawa peralatan uji kendaraan bermotor. Kegiatan uji kendaraan bermotor di beberapa titik jalan tertentu, harus ada kerjasama antara Balai Uji Kendaraan Bermotor dengan petugas DLAJ. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan efek jera bagi pengusaha AKDP, agar selalu hati-hati dalam keselamatan operasional kendaraan, sehingga secara rutin melakukan uji berkala kendaraan bermotor. 40 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota IV-34

35 Berdasarkan peraturan seperti telah dijelaskan sebelumnya, untuk menjamin keselamatan para penumpang, setiap kendaraan harus dilengkapi dengan fasilitas tanggap darurat. Fasiliats tanggap darurat yang sesuai dengan aturan diperlukan bagi angkutan umum termasuk AKDP kemudian ini dijadikan sebagai acuan untuk mengecek atau melihat apakah AKDP yang ada di Propinsi Papua Barat memiliki fasilitas tanggap darurat dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut Tabel Keberadaaan Fasilitas Tanggap Darurat di AKDP Propinsi Papua Barat Dalam Tahun 2013 Keberadaan Fasilitas Tanggap Darurat Sesuai Dengan No Fasilitas Peraturan Pada Angkutan Umum Pada AKDP Alat pemukul/pemecah Kaca ( Martil ) Alat Pemadam Kebakaran Alat Kendali Darurat Pembuka Pintu Utama Yang Dirancang dan ditempatkan pada setiap kanan kiri sisi dalam kendaraan bermotor secara otomatis Kelengkapan fasilitas tanggap darurat standar kendaraan bermotor meliputi: a. Satu (1) tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan kiri, jika muatannya muatannya tidak lebih dari 26 penumpang b. Dua (2) tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan kiri, jika muatannya antara 27 dan 50 penumpang c. Tiga tempat keluar darurat pada setiap sisi jika muatannya antara 51 dan 80 penumpang d. Empat (4) tempat keluar darurat pada setiap sisi jika mauatnnya lebih dari 80 penumpang Mobil penumpang yang jumlah muatannya lebih dari 27 penumpang diwajibkan memiliki pintu darurat minimal 2 buah pada sisi kiri-kanan Pada sisi kiri, jumlah tempat keluar dapat dikurangi dengan satu (1), jika pada dinding belakang tempat pintu lebarnya paling sedikit 430 millimeter Tempat keluar darurat berupa jendela harus memenuhi persyaratan: a. memiliki ukuran minimum 600 millimeter x 430 millimeter apabila memiliki ukuran sekurang kurangnya millimeter x 430 millimeter disamakan dengan memiliki dua (2) tempat keluar darurat b. mudah dan cepat dapat dibuka atau dirusak dan/atau dilepas c. sudut-sudut jendela yang berfungsi sebagai tempat keluar darurat tidak runcing d. tidak dirintangi oleh tongkat-tongkat atau Ada Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada IV-35

36 No Fasilitas Tanggap Darurat Sesuai Dengan Peraturan Pada Angkutan Umum jeruji pelindung Tempat keluar darurat berupa pintu yang dipasang pada dinding kanan, harus memenuhi persyaratan; a. memiliki lebar sekurang-kurangnya 430 millimeter b. mudah dibuka setiap waktu dari dalam Tempat keluar darurat diberi tanda atau petunjuk dengan tulisan yang menjelaskan tempat keluar darurat dan tata membukanya Tempat duduk di dekat tempat keluar darurat harus mudah dilepas atau dilipat dan diberi warna tempat duduk yang berbeda dari warna tempat duduk lainnya Kaca mobil wajib menggunakan kaca keselamatan ( Safety Glass ), dengan ketentuan sebagai berikut: a. Kaca bagian depan harus memakai jenis Laminated b. Kaca bagian samping kiri-kanan dan belakang memakai jenis tempered Keberadaan Fasilitas Pada AKDP Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada Ada Sumber: Kumpulan dari berbagai peraturan terkait dengan fasilitas Tanggap darurat Hasil wawancara dan pengamatan pada AKDP Dari 11 (sebelas) persyaratan yang diharuskan sebagai fasilitas darurat ditetapkan hanya enam (6) AKDP sebagai sampel di Terminal Wosi. Dari hasil pengamatan, yang ada hanya martil dan pemadam kebakaran, serta kaca bagian depan menggunakan laminated serta kaca bagian samping kiri kanan menggunakan jenis Tempered. 5. Sumber Daya Manusia ( SDM ) Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimaksudkan dalam hal ini adalah tersedianya SDM yang memiliki kompetensi sebagai pengawas kelaikan kendaraan pada perusahaan angkutan umum, pengelola terminal dan pengelola perlengkapan jalan 41. Lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut: a. Tersedianya SDM Yang Memiliki Kompetensi Sebagai Pengawas Kelaikan Kendaraan Pada Perusahaan Untuk menjamin kelaikan kendaraan setiap hari, dipersyaratkan setiap perusahaan angkutan memiliki SDM yang mempunyai kompetensi memperbaiki kendaraan pada saat kendaraan sampai di pool usai melakukan operasional. Tugas SDM 41 Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota pada Lampiran hal 2 IV-36

37 adalah memeriksa secera keseluruhan kendaraan secara rutin setelah usai beroperasi, apakah laik operasional atau tidak dan/atau perlu pergantian beberapa komponen. Apalagi, jika ada keluhan sopir, diharuskan sesegera mungkin dapat melakukan pemeriksaan dan perbaikan. Dengan demikian, kendaraan layak operasional dan diharapkan keselamatan para penumpang dapat lebih terjamin. Hal ini adalah sesuai dengan persyaratan standar pelayanan angkutan orang, dimana setiap perusahaan angkutan umum wajib memenuhi standar yang terdiri dari; a. keamanan, keselamatan dan kenyamanan 42. Setiap perusahaan yang memiliki izin trayek, diwajibkan memenuhi persyaratan admistratif dan teknis. Persyaratan administratif adalah meliputi beberapa aspek, antara lain; a. menguasai fasilitas penyimpanan /pool kendaraan bermotor yang dibuktikan dengan gambar lokasi dan bangunan serta surat keterangan mengenai pemilikan atau penguasaan, b. memiliki atau bekerjasama dengan pihak lain yang mampu menyediakan pemeliharaan kendaraan bermotor sehingga dapat merawat kendaraan untuk tetap dalam kondisi laik jalan 43 Berdasarkan wawancara dengan Dinas Perhubungan Propinsi Papua Barat c.q. Bidang Program, jumlah pengusaha angkutan antar kota dalam Propinsi Papua Barat dalam tahun 2013 terdapat sebanyak 5 (lima). Sesuai dengan aturan seperti telah dijelaskan sebelumnya, setiap perusahaan angkutan diwajibkan memiliki SDM yang memiliki kompetensi sebagai pengawas kelaikan kendaraan yang pada dasarnya berada dalam lingkungan perusahaan angkutan tersebut atau bekerja sama dengan pihak lain untuk menjamin kelaikan operasional kendaraan. Tetapi dalam kenyataannya, sebagian besar perusahaan tersebut cenderung memilih kerjasama dengan pihak lain, dan sebagian lagi justru memiliki SDM yang memiliki pompetensi dalam perbaikan kendaraan yang langsung berada dalam naungan perusahaan angkutan. Berdasarkan informasi dari beberapa pengusaha angkutan, pilihan bekerjasama dengan pihak lain sangat menguntungkan, karena tidak setiap hari kendaraan mengalami kerusakan, jika kendaraan mengalami kerusahaan SDM dari pihak kerjasama dipanggil untuk memperbaiki. Sementara jika memiliki sendiri biayanya relatif mahal, karena harus membeli peralatan dan menggaji setiap bulan. Sementara dengan bekerjasama dengan pihak lain, pembayarannya hanya sebatas waktu tenaga SDM tersebut digunakan dalam perbaikan kendaraan. Makna memiliki SDM yang memiliki kompetensi sebagai pengawas kelaikan kendaraan bermotor dalam perusahaan adalah sama dengan bekerjasa sama dengan pihak lain dalam pemeliharaan kendaraan. Artinya, yang penting kendaraan dapat laik operasional pada saat digunakan. Karena itu, persentase capaian pengusaha AKDP yang memiliki komptensi dalam pengawasan kelaikan kendaraan dapat dihitung dengan rumus 44 ; 42 Undang Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalam pada Pasal 141 point a,b dan c. 43 Keputusan Menteri Perhubungan No. 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum pada Pasal 45 ayat (1) dan ayat (2) pada point c.d. dan e. 44 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota IV-37

38 Pengusaha Angkutan Yang Memiliki SDM Yang Berkompetensi x100 % Pengusaha Angkutan AKDP Dalam Propinsi 5 pengusaha AKDP 5 = 100 % b. SDM Pengelola Terminal Tipe B SDM pengelola terminal sangat diperlukan, mengingat terminal adalah merupakan pangkalan kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang, serta perpindahan moda angkutan. Jumlah SDM seperti di Terminal Wossi Tipe B, terdapat 15 orang. Di antara SDM yang berjumlah 15 orang, terdapat 5 orang sebagai tenaga administrasi, dan satu (1) orang sebagai Kepala Terminal, dan delapan (9) orang ditempatkan sebagai tenaga operasional di terminal termasuk keamanan Berdasarkan data dan informasi dari lapangan, setiap terminal kegiatan dikelompokkan pada tiga bagian, yaitu regu I, regu II dan Regu III. Regu I bertugas untuk mengawasai dan mengatur kedatangan kendaraan ke dalam terminal. Regu II bertugas untuk mengawasi dan mengatur kendaraan dalam terminal, dan Regu III bertugas mengawasai dan mengatur keberangkatan kendaraan dari terminal. Dari hasil pengamatan di lapangan khususnya pada terminal tipe B, Jumlah SDM pada setiap regu rata-rata ditempatkan 3 ( dua) orang. Berdasarkan informasi dari Kepala Terminal Tipe B Wossi, dengan jumlah 15 orang, keteraturan keluar masuk AKDP dapat diwujudkan. Orang yang ditempatkan pada setiap regu, pada umumnya sudah mendapat diklat dan/atau pelatihan pengelolan terminal. Pada Umumnya, setiap terminal Tipe B di Propinsi Papua Barat ( 15 ) orang, bahkan ada yang lebih dari sepuluh (15 ) orang. Di Propinsi Papua Barat terdapat beberapa terminal Tipe B yang tersebar di berbagai kabupaten/kota lebih jelasnya lihat tabel berikut. Tabel Jumlah Terminal Tipe B di Propinsi Papua Barat Per Kabupaten/Kota Dalam Tahun 2013 No Kab/Kota Lokasi Terminal Nama Terminal Tipe 1 Manokwari Daerah bypas Wossi B 2 Kab Fakfak Fakfak Fakfak B 3 Kab Sorong Jln A.Yani Sorong B Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013 Statistik Ditjen Perhubungan Darat- Kementerian Perhubungan, 2012 Luas ( M2) Dengan menggunakan data jumlah Terminal Tipe B dan jumlah SDM pada setiap terminal, dimana setiap Terminal Tipe B ditempatkan SDM sebanyak limabelas IV-38

39 (15) orang yang sudah dianggap memadai, maka dapat dihitung nilai persentase capaian SDM pada Terminal Tipe B dapat dihitung dengan rumus 45 ; % nilai capaian SDM pada terminal Tipe B Terminal Tipe B Yang Sudah Memiliki SDM Yang Profesional = x 100% Total Terminal Tipe B Dalam Propinsi = 100 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan capaian kinerja terminal tipe B memiliki SDM yang professional sebagai pengelola dalam tahun 2014 ditetapkan 100 %. Hal ini berarti, Propinsi Papua Barat dalam tahun 2013 sudah mencapai angka 100 %. Dengan adanya nilai tersebut, diharapkan pengelolaan terminal tipe B di Propinsi Papua Barat lebih frofesional, artinya lalu lalintas AKDP keluar masuk melalui terminal tipe B akan semakin baik. c. SDM Pengelola Perlengkapan Jalan Berdasarkan hasil wawancara dengan personil Bidang Program Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, SDM (Sumber Daya Manusia) sebagai pengelola perlengkapan jalan berada pada Dinas Perhubungan & Informatika. SDM tersebut ditempatkan di Bidang Perhubungan Darat khususnya di Seksi Keselamatan dan Kenyamanan. Jumlah SDM yang khusus mengelola perlengkapan jalan sekarang ini terdapat sepuluh (10) orang, dan berdasarkan informasi dari Bidang Perhubungan Darat jumlah tersebut sudah mencukupi bertitik tolak dari pengalaman selama ini. Jika ada kegiatan pengelolaan alat perlengkapan jalan, maka dengan memberdayakan tenaga SDM sebanyak 10 orang, kegiatan perlengkapan jalan dapat diatasi dengan baik. Di antara SDM tersebut sudah banyak mengikuti Diklat pengelolaan perlengkapan jalan baik yang diselenggarakan Pemerintah Daerah maupun pemerintah pusat. Dengan demikian, SDM pengelola perlengkapan jalan relatif sudah memiliki skill di bidang perlengkapan jalan. B. Angkutan Sungai dan Danau Angkutan Sungai dan Danau hingga sekarang belum diberdayakan sebagai alat transportasi di propinsi Papua Barat, karena itu bahasan tentang angkutan sungai dan danau belum ada kajian. 45 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota IV-39

40 C. Angkutan Penyeberangan 1. Jaringan pelayanan Angkutan Penyeberangan Angkutan penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisanhkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya. Di Propinsi Papua Barat terdapat jaringan lintas angkutan penyeberangan, dan lebih jelasnya dilihat tabel berikut. Tabel Jaringan Pelayanan Angkutan Penyeberangan Di Propinsi Papua Barat Dalam Tahun 2013 No Jaringan Pelayanan 1 Sorong - Segat 2 Segat - Seremuk 3 Seremuk - Konda 4 Konda Teminambun 5 Mugun - Kais 6 Kais - Inarwatan 7 Inanwatan - Kokonda 8 Bade - Mur - Kepi 9 Monokware - Numfor 11 Kais - Inawatan 12 Inawatan - Kokonda 13 Sorong Saonek 14 Saonek - Kabarai 15 Kabarai - Waigima 16 Sorong - Waigima 17 Teminabuan - Mogem Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013 Berdasarkan informasi dari Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, jaringan yang sudah terlayani hingga tahun 2013 adalah seperti dalam tabel berikut. Tabel Jaringan Pelayanan Angkutan Penyeberangan Di Propinsi Papua Barat Sudah Terlayani Dalam Tahun 2013 No Jaringan Pelayanan Kapal Yang Melayani 1 Monokwari Nufor (50 Mil) KMP Teluk Cendrawasih 2 Sorong Saonek (40 Mil) KMP Kursi 3 Sorong Karabai (60 Mil ) KMP Kursi 4 Sorong Waigima (120 Mil) KMP Kursi 5 Sorong Segat (40 Mil) KMP Kursi, KMP Komodo 6 Segat Seremuk (55 Mil) KMP Kursi 7 Seremuk Konda (Teminabuan)/33 Mil KMP Kursi 8 Teminabuan Mogem (75 Mil) KMP Komodo Sumber: Kantor Cabang ASDP Propinsi Kupang, 2013 Berdasarkan data tersebut di atas, kebutuhan jaringan pelayanan angkutan penyeberangan terdapat tujuh belas (17), sementara lintas angkutan penyeberangan IV-40

41 yang sudah terlayani hanya delapan han delapan (8) jaringan. Karena itu, nilaia capaian tersedianya jaringan pelayanan angkutan penyeberangan yang beroperasi pada lintas antarkabupaten/kota dalam Propinsi Papua Barat yang menghubungkan jalan propinsi yang terputus oleh perairan dapat dihitung dengan rumus 46 % pelayanan angkutan penyeberangan Jaringan lintas yang telah terlayani angkutan penyeberangan Jaringan lintas angkutan penyeberangan dalam propinsi 8 17 = 47 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi untuk capaian tersedianya lintas pelayanan angkutan penyeberangan yang beroperasi antarkabupaten/kota dalam propinsi pada tahun 2014 nilai capaian ditetapkan 75 %. Sementara nilai capaian hanya 47 %. Hal ini berarti, yang perlu diupayakan hingga dapat sasaran yang telah ditetapkan sebesar 75 %, maka nilai capaian yang tertinggal yaitu sebesar 28 % (75 % - 47 % = 28 %) diperlukan adanya kerjasama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah. 2. Jaringan Prasarana Angkutan Penyeberangan Dalam analisis jaringan prasarana angkutan penyeberangan difokuskan pada pelabuhan penyeberangan. Dalam hal ini telah ditegaskan, bahwa pelabuhan penyeberangan adalah pelabuhan yang digunakan untuk melayani kegiatan angkutan penyeberangan. Karena angkutan penyeberangan berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya, maka peranan prasarana angkutan penyeberangan sangat penting. Pelabuhan penyeberangan di Propinsi Papua Barat hanya terdapat di dua (2) lokasi. Lebih jelasnya jumlah pelabuhan penyeberangan di Propinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Nama-Nama Pelabuhan dan Lokasi di Propinsi Papua Barat Dalam Tahun 2013 No Nama Pelabuhan Lokasi 1 Pelabuhan Manokwari Kota Manokwari 2 Pelabuhan Sorong Kabupaten Sorong Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013 Direktorat Lalu Lintas ASDP- Ditjen Perhubungan darat, Kementerian Perhubungan, Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota IV-41

42 Dari hasil wawancara Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat hanya dua(2) unit pelabuhan penyeberangan, sementara kebutuhan sesuai dengan lintas pelayanan penyeberangan relatif cukup banyak. Lebih jelasnya kebutuhan pelabuhan penyeberangan di Propinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel beriut. Tabel Kebutuhan Pelabuhan Penyeberangan di Propinsi Papua Barat Dalam Tahun 2013 No Kebutuhan Pelabuhan Lokasi 1 Pelabuhan Segat Segat 2 Pelabuha Seremuk Seremuk 3 Pelabuhan Manokwari Manokwari 4 Pelabuhan Sorong Sorong 5 Pelabuhan Konda Konda 6 Pelabuhan Teminambun Teminambun 7 Pelabuhan Mugun Mugun 8 Pelabuhan Kais Kais 9 Pelabuhan Inanwatan Inanwatan 10 Pelabuhan Kokonda Kokonda 11 Pelabuhan Bade Bade 12 Pelabuhan Mur Mur 13 Pelabuhan Kepi Kepi 14 Pelabuhan Numfor Numfor 15 Pelabuhan Saonek Saonek 16 Pelabuhan Kabarai Kabarai 17 Pelabuhan Waigima Waigama 18 Pelabuhan Mogen Mogen Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013 Direktorat ASDP, Ditjen Perhubungan Darat- Kemneterian Perhubungan, 2013 Berdasarkan data pelabuhan yang sudah ada yang belum terbangun sesuai dengan kebutuhan, ternyata pelabuhan yang sudah ada hingga saat ini hanya dua (2) unit, sementara kebutuhan pelabuhan penyeberangan secara keseluruhan di Propinsi Papua Barat terdapat delapan belas (18) unit. Dengan memperhatikan data pelabuhan penyeberangan seperti telah dijelaskan sebelumnya, maka nilai capaian tersedianya pelabuhan penyeberangan pada setiap ibukota kabupaten/kota yang memiliki pelayanan angkutan penyeberangan dapat dihitung dengan menggunakan rumus 47 ; % Pelabuhan penyeberangan dalam suatu propinsi Pelabuhan Penyeberangan Dalam Suatu Propinsi x 100% Pelabuhan Kebutuhan Pelabuhan Penyeberangan Dalam Suatu Propinsi 47 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota IV-42

43 2 unit 18 unit = 11,11 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, untuk nilai capaian tersedianya pelayanan pelabuhan penyeberangan pada tahun 2014 ditetapkan 75 %. Sementara nilai capaian pada tahun 2012 hanya sebesar 11,11 %. Berkenaan dengan itu, yang harus dicapai hingga tahun 2014 adalah sebesar 63,89 % (75 % - 11,11 % = 63 %). Untuk mewujudkan pelabuhan tersebut hingga tahun 2014, maka diperlukan adanya kerjasama antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat terutama dalam pembiyaan. Di samping itu, juga diperlukan adanya komitmen pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah dalam pembangunan pelabuhan, mengingat daerah Propinsi Papua Barat terdiri dari pulau. Salah satu alternatif yang dapat menghubungkan wilayah PropinsI Papua Barat adalah dengan membangun pelabuhan penyeberangan, sehingga arus pergerakan barang dan penumpang antar pulau dapat diwujudkan. Berdasarkan Cetak Biru Transportasi Penyeberangan Direktorat LLASDP, , rencana pembangunan pelabuhan penyeberangan di Propinsi Papua Barat dapat dilihat pada tebel berikut 48. Tabel Rencana Pembangunan Pelabuhan di Propinsi Papua Barat Dalam Tahun No Rencana Pembangunan Lokasi Pelabuhan 1 Waigeo Kab Raja Empat 2 Fakfak Kab Pakfak 3 Waisor Kab Teluk Wondama Sumber: Cetak Biru- Direktorat LLASDP, Ditjen Perhubungan Darat- Kementarian Perhubungan Diharapkan dengan adanya rencana tersebut dan dapat terealisir hingga tahun 2014, maka kinerja Propinsi Papua Barat dalam pembangunan/pengadaan pelabuhan penyeberangan akan lebih meningkat. 3. Keselamatan Keselamatan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah terpenuhinya keselamatan kapal dengan ukuran di bawah 7 GT dan kapal yang beroperasi pada lintas penyeberangan antar kabupaten/kota dalam propinsi. Berhubung di Propinsi Papua Barat belum ada yang menggunakan kapal di bawah 7 GT sebagai angkutan penyeberangan, maka dalam hal ini belum dapat dibahas. Karena itu, bahasan akan difokuskan pada kapal angkutan penyeberangan, karena sekarang ini telah digunakan sebagai angkutan antar kabupaten/kota dalam Propinsi Papua Barat. Lebih jelasnya jumlah kapal penyeberangan di Propinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel berikut; 48 Direktorat LLASDP, Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, 2010 IV-43

44 Tabel Jumlah Kapal Penyeberangan di Propinsi NTT Dalam Tahun 2013 No Nama Kapal GRT KMP Teluk Cendrawasih 478 KMP Kursi 173 KMP Komodo 193 Sumber : Direktorat LLASDP, 2013 Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat 2013 Kapal tersebut telah melayani beberapa lintasan, dan lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Jumlah Kapal Penyeberangan di Propinsi Papua Barat Dalam Tahun 2013 No Nama Kapal GRT Lintas Yang Dilayani 1 Monakwari - Numfor 478 KMP Teluk Cendrawasih II 2 Sorong - Saonek 173 KMP Kursi 3 Saonek - Karabai 173 KMP Kursi 4 Sorong - Waigama 173 KMP Kursi 5 Sorong Seget 173/193 KMP Kursi, KMP Komodo 6 Seget - Seremuk 173 KMP Kursi 7 Seremuk- Konda/Teminabuan 173 KMP Kursi 8 Teinabuan - Mogen 193 KMP Komodo Sumber : Direktorat LLASDP, 2013 Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat 2013 Kapal penyeberangan tersebut di atas, haruslah memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan, serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan adanya sertfikat setelah dilakukan pemeriksaan. Dari hasil pengamatan dari 8 kapal angkutan penyeberangan dan wawancara dengan Kapten Kapal Penyeberangan serta Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat c.q Bidang Perhubungan Laut Propinsi Papua Barat ternyata semua aspek kapal tersebut layak digunakan dan/atau memiliki persyaratan laik operasional, hal ini dibuktikan dengan adanya sertifikat. Lebih jelasnya aspek keselamatan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Apek Keselamatan Yang Dibuktikan Dengan Adanya Sertifikat di Propinsi Papua Barat No Aspek Keselamatan Keberadaan Srtfikat Material Konstruksi Bangunan Permesinan dan Perlistrikan Stabilitas Ada sertifikast Ada sertifikat Ada sertifikat Ada sertifikat Ada sertifikat IV-44

45 No Aspek Keselamatan Keberadaan Srtfikat Tata Susunan Radio Elektronik Perlengkapan Alat Penolong Ada sertifikat Ada sertifikat Ada sertifikat Ada sertifikat Sumber: SOLAS, 1974 Hasil wawancara dan pengamatan di lokasi studi Definisi operasional adalah terpenuhinya standar keselamatan dalam prosentase baik kapal di bawah 7 GT dan kapal yang beroperasi pada lintas penyeberangan antarkabupaten/kota dalam propinsi terhadap total jumlah kapal angkutan di bawah 7 GT ditambah kapal yang beroperasi pada lintas penyeberangan antarkabupaten/kota dalam propinsi. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, kapal di bawah 7 GT belum ada yang digunakan sebagai angkutan penyeberangan. Berkenaan dengan itu, nilai capaian terpenuhinya standar keselamatan bagi kapal angkutan penyeberangan antarkabupaten/kota dalam propinsi dihitung dengan menggunakan rumus berikut 49 ; % Keselamatan Kapal Kapal dibawah 7 GT + Kapal penyeberangan memenuhi standar keselamatan Kapal Dibawah 7 GT + Kapa penyeberangan lintas antar kab/kota dlm Prop 3 3 = 100 % Pengertian masing masing aspek keselamatan adalah sebagai berikut; a. Material Persyaratan material adalah kapal yang berbedera Indonesia yang diwajibkan melakukan klasifikasi kapal atau kapal yang wajib kelas dengan kententuan; a. panjang > = 20 m dan atau, b. tonase > = 100 GT dan atau, c. mesin penggerak > = 250 PK dan atau, d. yang melakukan pelayaran Internasional meskipun telah memiliki sertifikat dari Biro Klasifikasi asing 50. Lingkup klasifikasi kapal meliputi: a. lambung kapal, instalasi mesin, instalasi listrik, perlengkapan jangkar, b. instalasi pendingin yang terpasang permanen dan merupakan bagian 49 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota 50 Peraturan Menteri Perhubungan No. 7 Tahun Tahun 2013 tentang Kewajiban Klasifikasi Bagi Kapal Berbendera Indonesia Pada Badan Klasifikasi Pasal 2 IV-45

46 dari kapal, c. Semua perlengkapan dan permesinan yang dipakai dalam operasi kapal, d. sistem konstruksi dan perlengkapan yang menentukan tipe kapal 51. Sebelum kapal dapat diregistrasi di BKI, kapal tersebut harus memenuhi persyaratan dan peraturan teknik BKI. Pemenuhan tersebut melalui proses persetujuan gambar teknik yang selanjutnya dilakukan survey di lapangan. Untuk kapal yang dibangun sesuai dengan persyaratan peraturan klasifikasi akan ditetapkan notasi klas kapal tersebut pada saat selesainya pemeriksaan secara keseluruhan melalui survey klasifikasi dengan hasil yang memuaskan. Untuk kapal yang sudah dioperasikan, BKI juga melaksanakan survey periode untuk menjamin bahwa kapal masih memenuhi persyaratan klasifikasi kapal. Seandainya terjadi kerusakan yang mungkin berpengaruh terhadap kondisi klasifikasi diantara masa survey periodik, maka pemilik kapal dan/atau operatornya diwajibkan menginformasikan kerusakan tersebut kepada BKI. Dalam melaksanakan proses klasifikasi, BKI mengimplementasikan peraturan teknik meliputi; a. evaluasi teknis terhadap rencana desain dan dokumen yang berkaitan dengan kapal yang akan dibangun untuk memeriksa pemenuhan terhadap peraturan yang berlaku; b. melaksanakan survey dan pemeriksaan proses konstruksi kapal di galangan kapal oleh surveyor klasifikasi dan juga pemeriksaan pada fasilitas produksi yang menghasilkan komponen utama kapal, seperti pelat baja, permesinan, generator, propeller dll untuk menjamin bahwa kapal dan komponennya dibangun sesuai dengan persyaratan klasifikasi; c. pada saat selesainya pembangunan tersebut diatas dan berdasarkan laporan hasil pemeriksaan selama pembangunan, bila seluruh persyaratan dipenuhi, maka BKI akan menerbitkan sertifikat klasifikasi; d. Pada saat kapal tersebut beroperasi/ berlayar, pemilik kapal harus mengikuti program survey periodik dan diluar survey periodic untuk mempertahankan klasifikasinya. Kapal yang sudah memiliki klasifikasi, diwajibkan untuk terus melaksanakan survey yang dipersyaratkan untuk mempertahankan status klasifikasinya. Jenisjenis survey periodik ini, antara lain survey pembaruan kelas (class renewal), survey tahunan, (annual survey), survey antara (intermediate survey) dan survey dok (docking/bottom survey). Selain itu survey poros baling-baling, boiler, permesinan dan survey khusus lainnya sesuai dengan persyaratan klasifikasi. BKI akan menerbitkan survey status dan diinformasikan kepada pemilik. Klasifikasi kapal dilaksanakan berdasarkan pengertian bahwa kapal dimuati, dioperasikan dan dirawat dengan cara yang benar oleh awak kapal yang kompeten dan kualifikasi. Pemilik kapal bertanggung jawab untuk menjamin bahwa perawatan kapal dilakukan dengan cara yang benar hingga survey periodik berikutnya sesuai dengan persyaratan. Juga menjadi kewajiban pemilik kapal atau yang mewakilinya untuk menginformasikan kepada surveyor klasifikasi saat survey diatas kapal, semua kejadian atau kondisi yang berpengaruh terhadap status klasifikasi. Bila kondisi mempertahankan klasifikasi ini tidak dipenuhi, maka BKI akan menegguhkan (suspend) atau mencabut (withdrawn) status klasifikasinya 51 IV-46

47 berdasarkan referensi persyaratan klasifikasi. Kapal mungkin akan kehilangan status kualifikasinya untuk sementara atau atau secara permanen. Demikian juga, kapal yang tidak melaksanakan survey periodik tepat waktu sesuai dengan peraturan klasifikasi,maka BKI akan menangguhkan (suspend) status klasifikasinya. Surveyor klasifikasi dalam melaksanakan survey meliputi ; a. keseluruhan pemeriksaan item survey sesuai dengan daftar isian yang telah didesain sesuai dengan persyaratan kualifikasi; b. pemeriksaan yang lebih mendetail terhadap bagian-bagian tertentu; c. menyaksikan (witness) proses pengujian (testing), pengukuran (measurement) dan percobaan (trial) untuk meyakinkan pemenuhan terhadap persyaratan klasifikasi. Bila mana surveyor menemukan korosi, kerusakan struktur atau kerusakan lambung kapal, permesinan dan peralatan terkait dimana menurut opini surveyor akan mempengaruhi status klasifikasi kapal tersebut, maka surveyor akan mengeluarkan rekomendasi untuk mengatasi ketidaksesuaian tersebut diatas. Rekmendasi tersebut wajib dilaksanakan oleh pemilik kapal untuk melakukan tindakan perbaikan dan repair pada periode waktu tertentu dalam rangka mempertahankan klasifikasinya. Semua status klasifikasi kapal, berupa sertifikat dan laporan survey yang dikeluarkan oleh BKI dijadikan referensi dalam mengambil keputusan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam operasional kapal tersebut. Pihak asuransi mempergunakannya untuk menetapkan premi asuransi dan klaim asuransi, pihak pemilik muatan mempergunakannya untuk jaminan bahwa muatannya diangkut oleh kapal yang laik, pihak pemilik kapal mempergunakannya untuk mengetahui status kondisi kapal dan perawatannya serta untuk kepentingan komersial memasarkan jasanya angkutannya dan pihak Pemerintah mempergunakannya sebagai law enforcemen untuk memberikan clearance atau surat ijin berlayar. Pada sertifikat telah terlihat material dengan kode sebagai berikut; HTS ; Hight Tensile Steel AL ; Alumuniun FRP ; Fiber Reinforced K ; Kayau b. Konstruksi Konstruksi kapal adalah kekuatan kapal untuk menahan terjangan air yang mampu mengakibatkan tegangan-tegangan konstruksi kapal. Karena itu, haluan sebuah kapal merupakan bagian yang paling besar mendapatkan tekanan dan tegangan, sebagai akibat terjangan terhadap air dan pukulan-pukulan ombak. Untuk mengatasi tegangan-tengangan tersebut, konstruksi haluan sebuah kapal harus dibangun cukup kuat dengan cara sebagai berikut; 1) Di depan sekat pelanggaran bagian bawah, dipasang wrangwrang terbuka yang cukup tinggi yang diperkuat dengan perkuatan-perkuatan melintang dan balok-balok geladak 2) Wrangwrang dipasang membentang dari sisi yang satu ke sisi lainnya, dimana bagian atasnya diperkuat lagi dengan sebuah flens. Pada bagian IV-47

48 tengah-tengah wrang secara membujur dipasang penguat tengah (center girder) yang berhenti pada jarak beberapa gading linggi depan 3) Gading-gading pada haluan, biasanya jaraknya lebih rapat satu sama lain. Pada jarak 15 % panjang kapal terhitung dari linggi depan, gading-gading pada bagian bawah (deep framing) diperkuat, (20 % lebih kuat) kelinganya lebih rapat, juga pelat lutut antara gadinggading dengan kulit kapal, dan juga lajur-lajur di dekat lunas, pelatnya dipertebal Untuk mengetahui, apakah kostruksi layak digunakan maka BKI selalu melakukan pemeriksaan. Jika ternyata layak dan data tahannya baik, BKI memberikan sertifikasi. Sertifikasi konstruksi kapal penyeberangan yang ada di Bengkulu memperlihatkan adanya sertifikasi yang dikeluarkan BKI, artinya persyaratan operasional masih terjamin. c. Bangunan Bangunan kapal adalah bentuk dan/atau ukuran sebuah kapal yang terdiri dari ukuran membujur/memanjang (longtidunial) dan ukuran melintang/melebar (transversal) sesuai dengan yang dipersyaratkan. Bangunan kapal harus mampu mencerminkan kelaikan operasional kapal pada saat berlayar. Bangunan kapal akan menggambarkan beberapa aspek: 1) Panjang; a) LOA (Length Over All) artinya Panjang seluruhnya atau juga disebut panjang maksimum kapal dari titik linggi haluan sampai pada titik paling belakang pada linggi buritan b) LBP (Length Between Perpartikuler), artinya jarak membujur titik potong linggi haluan dengan garis air ( musim panas) c) LOWL (Length On Board Water Line), artinya panjang membujur sepanjang garis air (musim panas) d) Panjang kapal dapat dikelompokkan pada tiga bagian yaitu: a. panjang seluruhnya disebut LOA,b. Panjang menurut kelas, c. panjang terdaftar /RB, d. panjang sepanjang garis air (LOWL) 2) Lebar : a) Lebar terdaftar (Registered Breadth) ialah lebar seperti yang tertera di dalam sertifikat kapal ) b) Lebar Tonase (Tonnage Breadth) ialah lebar sebuah kapal dari bagian dalam wilayah keringat lambung yang satu sampai ke bagian dalam wilayah keringat lambung lainnya, diukur pada lebar terbesar dan sejajar lunas 3) Dalam : a) Dalam (Depth) ialah jarak tegak diukur dari titik terendah badan kapal sampai ke geladak lambung bebas. Jarak ini merupakan dalam menurut Biro klasifikasi dimana kapal tersebut dikelaskan b) Dalam Tonase ialah dalam yang dihitung mulai dari alas dasar sampai geladak lambung IV-48

49 4) Ukuran Tegak (Vertikal): a) Sarat kapal ialah jarak tegak diukur dari titik terendah badan kapal sampai garis air. Jarak ini sering di istilahkan dengan sarat moulded b) Lambung bebas (Free Board) ialah jarak tegak dari garis air sampai geladak lambung bebas atau garis deck (Deck Line) 5) Tonase; a) Kapal adalah sebuah benda terapung yang digunakan untuk sarana pengangkutan di atas air. Besarnya kecilnya kapal dinyatakan dalam ukuran memanjang, membujur, melintang, tegak dalam dan ukuran isi maupun berat disebut tonase. Kegunaan ukuran ukuran ini adalah untuk mengetahui besar kecilnya sebuah kapal, besar kecilnya daya angkut kapal dan besarnya bea yang akan dikeluarkan b) Tonase sebuah kapal dapat dirinci sebagai ebrikut; (1) Isi kotor (Gross Tonnage) GT (2) Isi kotor besarnya tertera di sertifikasi kapal, isi kotor merupakan jumlah (3) Isi ruangan di bawah geladak ukur atau geladak tonase (4) Isi ruangan/tempat-tempat antara geladak kedua dan geladak atas (5) Isi ruangan-ruangan yang tertutup secara permanen pada geladak atas atau geladak di atasnya (6) Isi dari ambang palka (½ % dari BRT kapal) (7) Isi atau volume ruangan ruangan di bawah geladak ukur mengandung pengertian volume dari ruangan-ruangan yang dibatasi: (a) di sebelah atas oleh geladak jalan terus paling atas (b) di sebelah bawah oleh bagian atas dari jalur dasar dalam (c) di sebelah samping oleh bagian sebelah dalam gading-gading Bangunan kapal, telah diformulasikan dalam bentuk gambar. Jika ada yang kurang tepat, maka harus diperbaiki, sehingga opearsional kapal tidak mengalami kendala. Oleh kapten kapal penyeberangan sebagai sampel studi telah memperlihatkan sertifikasi bangunan, sebagai bukti bahwa bangunan kapal telah laik digunakan dan laik berlayar. d. Permesinan dan Perlistrikan Mesin listrik merupakan alat listrik yang berputar dan dapat mengubah energi mekanis menjadi energy listrik (menggunakan Generator AD/DC) serta dapat mengubah energi listrik menjadi energy mekanis (menggunakan Motor AC/DC). Di ain pihak juga dapat menditribusikan energy listrik dari satu rangkaian ke rangkaian lain (menggunakan Transformator) dengan tegangan yang bias berubah-ubah dan dengan frekuensi yang tetap melalui suatu medium berupa medan magnet atas dasar prinsip Elektro Magnetis. 52. mesin dan listrik adalah 52 www. national _ blogspot.com/2009/07/defenisi mesin listrik.html, 2010 IV-49

50 suatu yang hakiki dan sangat diperlukan dalam operasional kapal, karena itu kelayakan mesin dan lsitrik harus disertifikasi. Dari ahsil wawancana dengan Kapten Kapal angkutan penyeberangan telah memperlihatkan adanya sertifikasi BKI dalam mesin dan lsirtik, artinya masin dan listrik yang digunakan masih layak digunakan dalam operasional kapal. e. Stabilitas Stabilitas kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak kembali sewaktu kapal pada saat diapungkan, tidak miring ke kiri atau ke kanan, demikian pula pada saat berlayar disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang bekerja padanya pada saat kapal diolengkan oleh ombak atau angin, kapal dapat tegak kembali. Stabilitas kapal dapat dogolongkan dalam dua (2) jenis yaitu 53 : 1) Stabilitas melintang kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak kembali sewaktu kapal menyenget dalam arah melintang yang disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang berdampak pada kapal. 2) Stabilitas membujur kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak kembali sewaktu kapal menyenget dalam arah membujur yang disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang berdampak pada kapal Untuk menjaga stabilitas kapal dalam pelayaran diperlukan adanya beberapa perangkat alat, yaitu 54 : 1) Sirip lambung adalah sirip lunas atau disebut juga sebagai Bilge Keel yang berfungsi untuk meningkatkan friksi melintang kapal sehingga lebih sulit untuk terbalik dan menjaga stabilitas kapal. Bisanya digunakan pada kapal dengan bentuk V 2) Tangki menyeimbang merupakan tangki yang berfungsi menstabilkan posisi kapal dengan mengalirkan air ballast kapal dari kiri ke kanan kalau kapal miring ke kiri dan sebaliknya kalau miring ke kanan tangki ini berfungsi untuk menjaga stabilitas kapal 3) Sirip stabilisir merupakan sirip di lunas kapal yang dapat menyesuaikan posisinya pada saat kapal oleng sehingga dapat menjaga stabilitas kapal Mengingat stabilitas kapal sangat urgen bagi operasional, BKI selalu mengingatkan perlu survey secara berkala, agar kapal dapat lebih nyaman, aman serta selamat dalam pelayaran. Kapten kapal, telah memperlihatkan adanya sertifikat stabilitas kapal penyeberangan, sebagai bukti bahwa secara berkala telah dilakukan sertifikasi. f. Tata Susunan Tata susunan adalah penempatan alat-alat keselamatan sesuai dengan fungsinya dan bilamana dibutuhkan secara cepat dapat didapatkan terutama dalam keadaan 53 SOLAS, htp;//pelayaran.net/tag/pengertian-stabilitas kapal, 2011 IV-50

51 darurat. Tentunya harus dibantu dengan koridor yang tersedia diserta dengan adanya tanda penujuk. Alat-alat penolong tersebut adalah sebagai berikut 55 ; 1) Alat penolong otomatis (inflatable liferafts), yaitu rakit penolong yang ditiup secara otomatis. Alat peniupnya merupakan satu atau lebih botol angina (asam arang) yang diletakkan diluar lantai rakit, 2) Alat-alat apung (Buoyant apparatus). Alat apung ini, dapat terapung, dan dapat menahan orang-orang sehingga dapat tetap terapung. Alat apung meliputi: Sekoci penolong Pelampung penolong, c.rakit penolong yang ditiup secara otomatis dan Baju penolong. Hal ini berguna untuk menolong jiwa manusia pada waktu terjadi kecelakaan kapal yang sangat mendadak. 3) Line throwing apparatus (alat untuk melempar tali). Alat ini gunanya untuk melemparkan tali di atas kapal penumpang dan barang harus dilengkapi dengan sebuah alat pelempar tali. Alat tersebut harus dapat melemparkan tali paling sedikit sejauh 230 meter. Kegunaan alat pelempar tali itu ialah untuk mengadakan hubungan tali antara kapal yang dalam keadaan membutuhkan pertolongan dengan kapal lain, atau antara kapal yang kandas dengan si penolong didaratan. Alat pelempar tali yang sering atau umum dipergunakan oleh kapal kapal ialah jenis Schermuly. 4) Alat keselamatan pelayaran meliputi alat penolong yang terdiri dari; (1) alat-alat penolong (live saving appliance), (2) sekoci (life boat) beserta perlengkapannya, (3) alat-alat peluncur dewi-dewi (davits), (4) pelampung penolong (life buoy), Baju penolong otomatis (life jacket or life belt), Rakit penolong otomatis (inflatable life raft), Dan lainnya, (5) Alat-alat pemadam kebakaran. (Fire Appliances) dan (6) Tanda-tanda bahaya dengan cahaya atau suara (light and sound signals). 5) Pelampung Penolong (Life Buoy) meliputi dua (2) macam yaitu bantuk lingkiran dan bentuk tapal kuda. 6) Dewi-Dewi (davits), adalah alat untuk meluncurkan sekoci dari kapal ke air, yang terdiri dari; (1) dewi-dewi dengan system berputar (radial), dan (2) dewi-dewi system menuang/brengsel (luffing davist). Dewi-dewi dengan system berputar adalah digunakan untuk menurunkan sekoci-sekoci kerja, dan melayani tali-tali. Sementara Dewi-Dewi dengan system menuang ( brengsel/ luffing davits) adalah digunakan sebagai sekoci penolong kapal pelayaran samudra atau juga hal ini disebut system gravitasi atau kombinasi antara dua system di atas. 7) Sekoci, adalah bagian dari perlengapak pelayaran yang harus dipenuhi pada syarat-syarat pembuatan kapal termasuk konstruksi, mekanis perlengkapannya untuk menurunkan dan mengankat sekoci. Sekoci ini terdiri dari dua bagian yaitu sekoci penolong yang terbuka dengan lambung dan tetap dan disisi dalamnya terdapat kotak-kotak udara, serta sekoci biasa yang terbuka tanpa ada perubahan kotak-kotak udara sebagai alat penambah daya apung. Ditinjau dari segi fungsinya, sekoci dikelompokkan tiga (3 ) bagian yaitu; (a) Sekoci penolong, untuk menolong awak kapal apabila terjadi kecelakaan. (b) Sekoci penyeberang, gunanya untuk mengangkut awak kapal dari tengah laut ke pantai atau sebaliknya. Pada kapal barang kadang-kadang sekoci ini juga dipergunakan untuk menarik tongkang- 55 SOLAS 1960 ( International Convention for The Safety 0f at Life At Sea, 1960 ) IV-51

52 tongkang muatan dari darat ke kapal dan sebaliknya dimana kebetulan tidak ada motor boat yang tersedia. (c) Sekoci meja, untuk memindahkan barangbarang yang berat dan untuk mengangkut perlengakapan perbaikan kapal. Ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan sekoci penolong dan umumnya mempunyai dasar yang rata. Tata susun peralatan tersebut ditempatkan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh BKI ( Biro klasifikasi Indonesia ), dan oleh Kapten Kapal Penyeberangan sebagai sampel studi telah memperlihatkan penempatan alat keselamatan yang ada sesuai dengan prosedur yang telah diisyaratkan. Penempatan sekoci-sekoci penolong di atas kapal harus memenuhi persyaratan sebagai berikut 56 ; 1) harus ditempatkan sedemikian rupa hingga dapat diluncurkan atau diturunkan keair, dalam waktu sesingkat mungkin dan tidak boleh lebih dari. 2) dapat diturunkan dengan mudah, cepat dan aman walaupun miring 15o. 3) para pelayar harus dapat cepat dan aman masuk dalam sekoci. 4) tidak boleh dipasang pada sisi atau bagian belakang kapal,bilamana diturunkan keair akan membahayakan karena dekat propeller. 5) di atas kapal penumpang penempatan sekoci-sekoci itu diperbolehkan satu diatas lainnya atau berjejer dengan catatan apabila penempatan yang satu diatas yang lainnya harus terdapat alat yang baik untuk menumpu serta menjaga kerusakan pada sekoci yang dibawanya. 6) untuk kapal barang berukuran kecil, yang daerah pelayarannya terbatas, yang praktis hanya dapat membawa satu sekoci penolong saja maka penempatannya sedemikian rupa dapat diturunkan baik daris isi kiri atau pun dari sisi kanan dengan mudah, umumnya ditempatkan pada Derek dibelakang cerobongnya. Dari hasil pengamatan di beberapa kapal menjadi yang menjadi sampel studi, terlihat bahwa penempatan alat penolong telah ditempatkan sesuai dengan aturan, dan kapten kapal telah menunjukkan sertfikasi tata susunan alat penlong. Karena pentingnya tata susunan alat penolong tersebut, secara utin ada verifikasi dari BKI, sehingga pada saat terjadi musibah, para awak kapal dapat dipastikan dan para penumpang dapat menggunakan secara efektif. Semua alat penolong tersebut, telah ditempatkan pada kapal penyeberangan yang beropearsi di Propinsi Papua Barat. g. Radio Radio adalah teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara modulasi dan radiasi ekeltromagnetik (gelombang elektromagnetik). Gelombang ini melintasi dan merambat lewat udara dan bias juga merambat lewat ruang angkasa yang hampa udara, karena gelombang ini tidak memerlukan medium pengangkut seperti molekul udara 57. Radio sebagai salah satu media memiliki 56 Solas, IV-52

53 karakteristik cepat dalam menyampaikan pesan, luas jangkauannya dalam arti tidak mengenal medan, tidak terikat waktu, ringan dan dapat dibawa kemanapun, murah dan tidak memerlukan banyak konsentrasi karena radio hanya untuk didengarkan 58 Radio sangat berfungsi untuk operasional kapal, dan biasanya jenis radio yang digunakan adalah ; 1) GMDSS (Global Maritime Distress Safety System) GMDSS adalah satu paket keselamatan yang disetujui secara internasional yang terdiri dari prosedur keselamatan, jenis-jenis peralatan, protocolprotokol komunikasi yang dipakai untuk meningkatkan keselamatan dan mempermudah saat menyelamatkan kapal dan perahu. GMDS terdiri dari beberapa sistem dan system ini berfungsi untuk ; a. bersiap siaga ( termasuk memantau posisi dari unit yang mengalami kecelakaan), b. menggkoordinasikan Serach and Rescue, mencari lokasi ( mengevakuasi korban untuk kembali kedaratan ), c. menyiarkan informasi maritime mengenai keselamatan, komunikasi umum, dan komunikasi antar kapal. Radio komunikasi yang spesifik diperlukan sesuai dengan daerah operasi kapal, bukan berdasarkan tonase. Sistem tersebut juga terdiri dari peralatan pemancar sinar berulang sebagai tanda bahaya serta memiliki sumber power darurat untuk menjalan fungsinya 59 2) EPIRB (Emergency Position Indicating Radio Beacon) EPIRB berfungsi untuk mendeteksi keberadaan/lokasi satu benda (kapal laut) yang sedang mengalami distress atau musibah sehingga mempermudah tim SAR atau tim penolong untuk mengetahui lokasi dimana kapal laut mengalami distress atau musibah sehingga cepat untuk mengadakan pertolongan atau bantuan. EPIRB adalah merupkan salah satu alat keselamatan yang berada di atas kapal. Untuk kapal boat atau kapal kecil biasanya ditempatkan di sisi luar main deck atau tempat untuk mudah di realase 60 Dari hasil pengamatan di beberapa kapal sebagai sampel studi, kapal penyeberangan yang ada di Propinsi Papua Barat telah menggunakan EPIRB. Berdasarkan informasi dari kapten kapal, teknologi ini sangat akurat digunakan dan penggunaannya juga relative lebih mudah. Karena radio adalah merupakan salah satu alat keselamatan yang harus ada peda setiap kapal, maka BKI ( Biro Klasifikasi Indonesia ) melakukan survey atau memeriksa tentang kehandalan radio yang digunakan. Setelah dilakukan survey, dan dinyatakan baik, maka selanjutnya diberikan sertifikat radio. Di dalam kapal penyeberangan sebagai sampel studi, kapten kapal telah menujukkan adanya sertifikasi radio, dan alat ini diharuskan diperiksa agar dalam pelayaran terhindar dari permsalahan pada waktu digunakan kerjanya IV-53

54 h. Navigasi Kenavigasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran, Telekomunikasi-Pelayaran, hidrografi dan meteorologi, alur dan perlintasan, pengerukan dan reklamasi, pemanduan, penanganan kerangka kapal, salvage, dan pekerjaan bawah air untuk kepentingan keselamatan pelayaran kapal. Sementara Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran adalah peralatan atau sistem yang berada di luar kapal yang didesain dan dioperasikan untuk meningkatkan keselamatan dan efisiensi bernavigasi kapal dan/atau lalu lintas kapal 61. Pada setiap kapal diharuskan memiliki kenavigasian,dengan maksud untuk menjamin keselamatan berlayar. Karena bernavigasi berfungsi melayarkan kapal dari suatu tempat ketempat lain. Sistem navigasi di laut mencakup beberapa aspek kegiatan pokok antara lain; a. menentukan tempat kedudukan ( posisi ) dimana kapal berada di permukaan bumi, b. mempelajari serta menentukan rute/jalan yang harus ditempuh agar kapal dengan aman, cepat, selamatn, dan efisien sampai ke tujuan, c. menentukan haluan antara tempat tolak dan tempat tiba yang diketahui sehingga jauhnya/jaraknya dapat ditentukan, d. menentukan tempat tiba bilamana titik tolak haluan dan jauh jauh diketahui 62 Karena itu, navigasi adalah proses melayarkan kapal dari suatu tempat ke tempat lain dengan lancer aman dan efisien. Alat navigasi dibagi menjadi dua (2) macam yaitu alat navigasi konvensional dan elektronik. Di dalam kapal, yang digunakan adalah navigasi elektronik yaitu radar. Radar singkatan dari Radio Detection AND Ranging yaitu peralatan navigasi elektronik yang berfungsi mendeteksi dan mengukur jarak suatu objek dalam pelayaran. Di samping itu, juga memberikan petunjuk adanya kapal, pelampung, kedudukan pantai dan objek lain disekeliling kapal, alat ini juga dapat memberikan baringan dan jarak antara kapal dan objekobjek lainnya. Mengingat peranan navigasi dalam pelayaran, secara periodek diharus melakukan survey atau uji kelayakan, sehingga keamanan dan keselamatan berlayar dapat lebih terjamin. Kapal yang ditetapkan sebagai sampel studi telah memperlihatkan sertfikasi navigasi yang dikeluarkan oleh BKI. Artinya, navigasi yang ada di kapal penyeberangan tersebut laik digunakan, dan berdasarkan informasi dari Kapten Kapal secara rutin harus diperikasa kelaikan operasional penggunaan alat tersebut, sehingga tidak mengalami permasalahan pada waktu kapal berlayar. i. Alat pertolongan Berdasarkan ketentuan SOLAS dengan kapal GT hingga 500 dengan jarak lintasan yang dilayani mil, harus memenuhi persyaratan keselamatan/alat pertolongan sebagai berikut 63 ; 1) Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit 2) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya) 3) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang 4) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya) 61 Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian Pada Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) 62 SOLAS, SOLAS, 1974 IV-54

55 5) Means Of Rescue (alat penolong) 6) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%) 7) Helicopter Pick Up Area (area 55ystem55ter) 8) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi) 9) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan) 10) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units) 11) SART (2 Unit) 12) Distress Flare 12 13) Emergency Communication (alat komunikasi darurat) 14) General Emergency Alarm (alarm darurat umum) 15) Public Address System (ystem informasi umum) 16) Life Buoys (pelampung) 8 unit 17) Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan instruksi bahaya) 18) 1 Unit Survival Craft (perahu kerja) 19) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship 20) (sekoci penolong pada dua sisi kapal) Dari hasil wawancara dari Kapten Kapal Angkutan Penyeberangan persyaratan bangunan kapal penyeberangan yang ada di Propinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Persyaratan Pelayanan Bangunan Kapal Penyeberangan Yang Ada di Propinsi Papua Barat Sebagai Lokasi Studi No 1 2 Persyaratan Bangunan Kapal Berdasarkan Aturan Pintu Rampa a.terdiri 2 pintu, dipasang bagian haluan dan buritan ( Tipe RO-RO) atau samping kiri dan kanan yang berguna sebagai jalan keluar dan masuk kendaraan b.di lintas-lintas tertentu yang mempunyai peralatan tangga samping (elevated side-ramp), kapal yang melayani harus mempunyai gelakdak atas untuk kendaraan (upper car deck ) dan membuat dudukan atau tumpuan untuk rampa dermaga sehingga dapat langsung digunakan untuk jalan keluar masuk kendaraan Spesifikasi Teknis Pintu Rampa: a.panjang ; harus disesuaikan dengan kondisi yang dilayani b.lebar: minimum 4 m c.kecepatan buka/tutup pintu: - membuka penuh maksimal 2 menit - menutup penuh maksimal 3 menit -Daya dukung ; harus mampu mendukung beban kendaraan Kapal di Propinsi Papua Barat Pintu Rampa a.terdiri 2 pintu, dipasang bagian haluan dan buritan ( Tipe RO-RO) atau samping kiri dan kanan yang berguna sebagai jalan keluar dan masuk kendaraan b.di lintas-lintas tertentu yang mempunyai peralatan tangga samping (elevated side-ramp),kapal yang melayani harus mempunyai gelakdak atas untuk kendaraan (upper car deck) dan membuat dudukan atau tumpuan untuk rampa dermaga sehingga dapat langsung digunakan untuk jalan keluar masuk kendaraan Spesifikasi Teknis Pintu Rampa: a.panjang ; harus disesuaikan dengan kondisi yang dilayani b. Lebar: minimum 4 m c. Kecepatan buka/tutup pintu: - membuka penuh maksimal 2 menit - menutup penuh maksimal 3 menit -Daya dukung ; harus mampu mendukung beban kendaraan IV-55

56 No Persyaratan Bangunan Kapal Berdasarkan Aturan minimal: JBB 17,50 ton MST 8 ton Ruang Untuk Kendaraan: a.lantai ruang kendaraan harus dirancang mampu menahan kendaraan minimal JBB 17,50 ton dan MST 8 ton untuk muatan berat atau truk; 1) Kendaraan kecil/sedang minimal 2,50 m 2) Kendaraan besar/truk dan campuran minimal 3,80 m 3) Kendaraan trailer/peti kemas minimal 4,70 m Ruang kendaraan yang tertutup harus disediakan lampu penerangan, system sirkulasi udara, tangga/jalan keluar/masuk bagi pengemudi, serta harus ditempelkan/ditulisi tanda larangan Dilarang Merokok, dan Penumpang Dilarang Tinggal di Ruang Kendaraan serta Dilarang Menghidupkan Mesin Kendaraan Selama pelayaran Sampai Pintu Rampa Dibuka Kembali, yang dapat terlihat jelas dan mudah dibaca Jarak minimal antar kendaraan: a. Jarak antara masing-masing kendaraan pada sisi kiri dan kanan adalah 60 cm b. Jarak antara muka dan belakang masing-masing kendaraan adalah 30 cm c. Untuk kendaraan yang sisi sampingnya bersebelahan dengan dinding kapal, berjarak 60 cm dihitung dari lapisan dinding dalam atau sisi luar gading-gading ( frame) d. Jarak sisi antara kendaraan dengan tiang penyangga ( web frames ), adalah cm Antara pintu rampa haluan/buturian dengan batas sekat pelanggaran, dilarang untuk dimuati kendaraan Untuk lintas-lintas peneberangan yang kondisi lautnya berombak Kapal di Propinsi Papua Barat minimal: JBB 17,50 ton MST 8 ton Ruang Untuk Kendaraan: a.lantai ruang kendaraan harus dirancang mampu menahan kendaraan minimal JBB 17,50 ton dan MST 8 ton untuk muatan berat atau truk; 4) Kendaraan kecil/sedang minimal 2,50 m 5) Kendaraan besar/truk dan campuran minimal 3,80 m 6) Kendaraan trailer/peti kemas minimal 4,70 m Ruang kendaraan yang tertutup harus disediakan lampu penerangan, system sirkulasi udara, tangga/jalan keluar/masuk bagi pengemudi, serta harus ditempelkan/ditulisi tanda larangan Dilarang Merokok, dan Penumpang Dilarang Tinggal di Ruang Kendaraan serta Dilarang Menghidupkan Mesin Kendaraan Selama pelayaran Sampai Pintu Rampa Dibuka Kembali, yang dapat terlihat jelas dan mudah dibaca 5.Jarak minimal antar kendaraan: a. Jarak antara masing-masing kendaraan pada sisi kiri dan kanan adalah 60 cm b. Jarak antara muka dan belakang masing-masing kendaraan adalah 30 cm c. Untuk kendaraan yang sisi sampingnya bersebelahan dengan dinding kapal, berjarak 60 cm dihitung dari lapisan dinding dalam atau sisi luar gading-gading ( frame) d. Jarak sisi antara kendaraan dengan tiang penyangga ( web frames ), adalah cm 6.Antara pintu rampa haluan/buturian dengan batas sekat pelanggaran, dilarang untuk dimuati kendaraan.untuk lintas-lintas peneberangan yang kondisi lautnya berombak kuat IV-56

57 D. Angkutan Laut Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di No Persyaratan Bangunan Kapal Berdasarkan Aturan Kapal di Propinsi Papua Barat kuat sehingga membuat sudut kemiringan kapal mencapai lebih sehingga membuat sudut kemiringan kapal mencapai lebih dari 10 0, 7 dari 10 0, kemiringan yang dimuat kemiringan yang dimuat dalam dalam kapal harus dilengkapi kapal harus dilengkapi dengan dengan system pengikatan system pengikatan (lashing) (lashing) Sumber: Hasil wawancara dan pengamatan pada kapal di Propinsi Papua Barat, 2013 Artinya, kapal angkutan penyeberangan yang ada di Propinsi Papua Barat telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan sesuai dengan standar pelayanan kapal angkutan penyeberangan. 1. Jaringan Pelayanan Angkutan Laut Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal 64. Angkutan Laut adalah kegiatan angkutan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut 65. Berdasarkan informasi dari Dinas Perhubungan & Informatika c.q Bidang Program Propinsi Papua Barat hingga sekarang belum ada angkutan laut yang melayani antar kabupaten/kota dalam Propinsi Papua Barat. Angkutan laut yang melayani antarkota/kabupaten dalam Propinsi Papua Barat adalah angkutan laut perintis. Pelayaran-Perintis adalah pelayanan angkutan di perairan pada trayek-trayek yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk melayani daerah atau wilayah yang belum atau tidak terlayani oleh angkutan perairan karena belum memberikan manfaat komersial 66. Peraran kapal laut perintis sangat diperlukan pada daerah yang kondisi ekonomi daerah dan masyarakat masih lemah. Karena itu, untuk memobilisasi pergerakan masyarakat dan barang dari dan ke daerah tersebut diperlukan adanya kapal laut perintis. Sekarang ini, jumlah kapal perintis di Propinsi Papua Barat terdapat sebanyak tujuh (7) unit kapal utama dan enam (6) kapal pengganti. Dengan demikian, total keseluruhan dua belas (12) unit, dan lebih jelasnya lihat tabel berikut. Tabel Jumlah Kapal Laut Perintis di Propinsi Papua Barat Dalam Tahun 2013 No Kode Trayek Pangkalan Kapal Utama Kapal Pengganti 1 R - 55 Manokware KM Kasuari pasifik I 2 R- 56 Manokwari KM Delta Mas II KM Bejo Maru 3 R - 57 Manokwari KM Kasuari pasifik KM Bintang Jasa III III 4 R - 58 Manokwari KM Meranti KM Bintang Satya 5 R - 59 Sorong KM Kasuari Pasifik KM Kumala Bakti II 6 R - 60 Sorong KM Raja Empat KM Jatim 64 Undang Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pada Pasal 1 Ayat (3 ) 65 Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan Pada Pasal 1 Ayat (2 ) 66 Undang Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pada Pasal 1 ayat (8) IV-57

58 No Kode Trayek Pangkalan Kapal Utama Kapal Pengganti 7 R- 61 Sorong KM. Silver Whale KM. Bintang Satya Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013 Direktorat LALA, Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, 2013 Sementara jaringan trayek yang telah dilayani angkutan kapal laut perintis di Propinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel berikut. IV-58

59 Tabel Jaringan Kapal Perintis di Propinsi Papua Barat Dalam Tahun 2013 REALISASI JARINGAN KAPAL PERINTIS PROVINSI PAPUA BARAT DALAM TAHUN 2013 No. Provinsi/ Pangkalan Kode Trayek Jaringan Trayek dan Jarak Mil Jumlah Jarak (Mil) Ukuran dan Type Kapal *) Lama Pelayaran 1 Round Voyage Target Frekuensi Per Tanggal 31/12/ Manokwari R - 55 Manokwari -71- Saukorem Sorong Arandai -80- Bintuni -40- Babo -79- Kokas -80- Fak Fak -80- Karas Kaimana Karas -80- Fak Fak -80- Kokas -79- Babo -40- Bintuni -80- Arandai Sorong Saukorem Manokwari KM. Kasuari Pacific I / 500 DWT 16 HARI 23 Voyage R - 56 Manokwari Biak Manokwari -53- Ransiki -11- Yenbekiri -9- Yamakan -17- Sabubar -31- Yende -12- Asedane -19- Windesi -26- Wasior -6- Ambumi -10- Dusner -10- Ambumi -6- Wasior -26- Windesi -19- Asedane -12- Yende -31- Sabubar Yamakan -9- Yenbekiri -11- Ransiki -53- Manokwari DWT / GT. 220 Coaster 12 HARI 31 Voyage R - 57 Manokwari -71- Saukorem -24- Wanden -17- Waibem -7- Wau -17- Warmandi -18- Saubeba -14- Kwoor Hopmare -16- Werur -12- Sausapor -71- Sorong -71- Sausapor -12- Werur -16- Hopmare -10- Kwoor Saubeba -18- Warmandi -17- Wau -7- Waibem -17- Wanden -24- Saukorem -71- Manokwari Wasior Manokwari 794 KM. Kasuari Pacifik III / 500 DWT 13 HARI 28 Voyage R - 58 Manokwari -71- Saukorem Sausapor -74- Sorong -48- Waisai Kapadiri -24- P.Ayu -52- P.Fani P.Ayu -24- Kapadiri -70- Waisai Sorong -74- Sausapor Saukorem -71- Manokwari Wasior Manokwari KM. Kasuari Pacifik II / 500 DWT 13 HARI 29 Voyage IV-59

60 2 Sorong R - 59 Sorong -93- Yellu -77- Bula -64- Geser -60- Gorom -35- Kesui Fak Fak Kaimana -68- Teluk Etna Pomako PP KM. Sabuk Nusantara 32/ GT HARI 25 Voyage R - 58 Sorong -38- Waisai -30- Urbinasopen Yembekaki -12- Mneir -16- Kabare -23- Lamlam (Kapadiri) -38- P.Ayu -61- P.Fani -61- P.Ayu -25- Kabare -16- Mneir -12- Yembekaki Urbinasopen -30- Waisai -38- Sorong -37- Saonek -42- Waisilip -36- Selfele -10- Manyaifun -12- Mutus -10- Meosmengkara -24- Waisilip -42- Saonek -37- Sorong -38- Waisai -15- Wersamben -15- Waifoi -8- Beo -8- Kabilol -41- Waisai -38- Sorong DWT / GT. 220 Coaster 16 HARI 23 Voyage R - 59 Sorong -43- Seget -40- Segun -56- Seremuk -42- Saifi -8- Konda -12- Teminabuan -68- Kais -10- Mugim -35- Inanwatan -43- Kokoda -46- Arandai Bintuni -40- Babo -79- Kokas -36- Kokoda -43- Inanwatan -35- Mugim Kais -68- Teminabuan -12- Konda -8- Saifi -42- Seremuk -56- Segun -40- Seget -43- Sorong DWT / GT. 220 Coaster 14 HARI 26 Voyage R - 60 Sorong -47- Mega -20- Sausapor -15- Werur -14- Hopmare -10- Kwoor -14- Saubeba -20- Warmandi -20- Wau Waibem -10- Imbuan -20- Saukorem -20- Imbuan -10- Waibem Wau -20- Warmandi -20- Saubeba -14- Kwoor -10- Hopmare Werur -15- Sausapor -20- Mega Sorong -85- Kabare -35- P.Ayu (Dorekar) -80- P.Fani -80- P.Ayu (Dorekar) -35- Kabare -85- Sorong Waisai 35- Selfele -15- P. Kawe P. Wayaf -15- P. Sayang -15- P. Wayak -21- P. Kawe -15- Selfele -35- Waisai -38- Sorong DWT / GT. 325 Coaster 19 HARI 21 Voyage R - 61 Sorong -74- Sausafor Saukorem -71- Manokwari Windesi -26- Wasior -26- Windesi Manokwari -71- Saukorem Sausafor -74- Sorong -93- Yellu Bintuni -40- Babo -79- Kokas -79- Babo -40- Bintuni Yellu -93- Sorong DWT / GT. 480 Coaster 17 HARI 22 Voyage R - 62 Sorong -95- Kabare -35- P.Ayu -80- P.Fani -80- P.Ayu -35- Kabare -85- Sorong -43- Seget -40- Segun -93- Teminabuan Inanwatan -43- Kokoda -36- Kokas -36- Kokoda -43- Inanwatan Teminabuan -93- Segun -40- Seget -43- Sorong DWT / GT. 480 Coaster 15 HARI 24 Voyage IV-60

61 Untuk mengetahui capaian tersedianya angkutan kapal perintis yang melayani per jaringan di Propinsi Papua Barat dapat dilihat sebagai berikut; a. Jaringan trayek dengan Kode R. 55 Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang dengan Kode R.55, langkah pertama yang harus diketahui adalah kapasitas kapal perintis. Berdasarkan data dan informasi, kapasitas kapal perintis Kode R.55 dengan nama KM. Kasuari Pasifik I memiliki 250 orang. Kapal tersebut memiliki 23 Voyage. Dengan demikian, kapasitas KM Kasuari pasifik I dalam satu (1) tahun = 250 orang x 23 = orang. Sementara jumlah penumpang yang diangkut dalam tahun 2011 terdapat sebanyak 540 orang. Karena itu, nilai capaian tersedianya angkutan kapal perintis yang melayani trayek dengan Kode R.55 dapat dihitung dengan rumus 67 ; % Jaringan Trayek Linier Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun Rata rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun 540 Orang = 9,47 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan tersedianya kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam propinsi pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada alternatif jalan ditetapkan 100 % hingga tahun Sementara nilaian capain sekarang ini hanya mencapai 9,47 %, artinya perkembangan penduduk yang menggunakan kapal perintis belum begitu berkembang. Faktor lain mungkin disebabkan karena perkembangan penduduk pada beberapa pulau sebagai daerah lintasan belum begitu banyak, aktivitas penduduk antar daearah terutama sebagai lintasan kapal laut perintis belum begitu berkembang dan di lain pihak pendapatan perkapitan bagi masyarakat di daerah lintasan belum bergitu berkembang. Aspek lain yang perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 9,47 % dalam tahun 2011, adalah bahwa kapal yang melayani trayek tersebut perlu meningkatkan konektivitas ke beberapa pulau lainnya, sehingga keberadaan kapal dapat menjangkau beberapa pulau lainnya. Pada trayek ini tidak perlu peningkatan dan atau penambahan kapal, karena nilaian capaiannya masih relatif rendah yaitu hanya 9,47 %. Kecuali jika nilaia capaiannya mencapai lebih besar dari 65 % (enam puluh lima perseratus) dapat diizinkan penambahan 1 (satu) unit kapal 67 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota IV-61

62 dalam satu jaringan trayek tersebut. Sementara jika lebih kecil dari 65 % tidak akan diizinkan penambahan kapal dalam satu jaringan trayek tersebut 68 b. Jaringan trayek dengan Kode: R.56 Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang melayani jaringan dengan Kode R.56, langkah pertama yang harus diketahui adalah kapasitas kapal perintis tersebut. Berdasarkan data dan informasi, kode trayek R.56 dengan KM Delta Mas II memiliki kapasitas 150 orang. Kapal tersebut memiliki Voyage 31. Dengan demikian, kapasitas KM Delta Mas II dalam satu (1) tahun terdapat orang (31 Voyage x 150 orang = orang). Sementara di lain pihak, dalam tahun 2011, jumlah penumpang KM. Delta II dalam tahun 2011 terdapat orang. Karena itu, nilai capaian tersedianya angkutan kapal laut perintis yang melayani trayek dengan Kode R.56 dapat dihitung dengan rumus 69 ; % Jaringan Trayek Linier Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun Rata rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun Orang orang = 39,65 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan tersedianya kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam propinsi pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada alternatif jalan ditetapkan 100 % hingga tahun Sementara nilaian capain sekarang ini baru mencapai 39,65 %, hal ini berarti perkembangan penduduk yang menggunakan kapal laut perintis belum begi berkembang. Hal ini mungkin disebabkan karena keadaan ekonomi masyarakat pada jaringan tersebut masih relatif rendah. Faktor lain, mungkin disebabkan karena aktifitas antar pulau/daerah ke wilayah yang termasuk dalam jaringan tersebut belum begitu berkembang. Bilamana dibanding nilai capaian tersedianya kapal perintis angkutan laut sebesar 39,65 % terdapat standar yang ditetapkan 100 % hingga tahun 2014, maka nilai yang harus dicapai adalah 60,35 % ( 100 % - 39,65 % = 60,35 %) Aspek lain yang perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 39,65 % dalam tahun 2011, berarti kapasitas kapal yang tersedia masih banyak belum dimanfaatkan. Pada jaringan tersebut, belum bias penambahan kapal, bahkan 68 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota IV-62

63 diperlukan penambahan konektivitas kapal Delta Mas II dan voayage sehingga target yang ditetapkan hingga tahun 2014 sebesar 100 % dapat tercapai. Hal ini adalah sesuai dengan ketentuan dimana nilai yang dicapai melampaui atau lebih dari dari 65 % ( enam puluh lima perseratus ) diizinkan penambahan 1 ( satu ) unit kapal dalam satu jaringan trayek tersebut. Sementara bilamana lebih kecil dari 65 % tidak akan diizinkan penambahan kapal dalam satu jaringan trayek tersebut 70. Dalam hal ini, karena kinerja kapal angkutan laut perintis belum maksimal, maka sebaiknya jaringan pelayanan perlu ditambah. c. Jaringan trayek dengan Kode R.57 Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang melayani jaringan dengan Kode R.57, langkah pertama yang harus diketahui adalah kapasitas kapal perintis. Berdasarkan data dan informasi, kapasitas kapal perintis Kode R.577 dilayani dengan nama KM. Kasuria Pasisifik III terdapat sebanyak 250 orang. Kapal tersebut memiliki 28 Voyage. Dengan demikian, kapasitas KM Kausuari dalam satu (1) tahun terdapat sebanyak 7000 orang ( 250 orang x 28 Voyage = orang ). Sementara jumlah penumpang yang diangkut dalam tahun 2011 oleh KM.Kasuria PASIFIK III terdapat sebanyak orang. Karena itu, nilai capaian tersedianya angkutan kapal laut perintis yang yang melayani trayek dengan Kode R.57 dapat dihitung dengan rumus 71 ; % Jaringan Trayek Linier Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun Rata rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun Orang orang orang = 116 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan tersedianya kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam propinsi pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada alternatif jalan ditetapkan 100 % hingga tahun Sementara nilaian capain sekarang ini sudah mencapai 116 %, hal ini berarti kapsitas kapal angkutan laut perintis sudah melampaui, dikarenakan perkembangan penduduk yang menggunakan kapal perintis relatif cukup pesat. Aspek lain yang perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 116 % dalam tahun 2011, berarti kapal yang melayani trayek tersebut perlu penambahan kapal, 70 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota IV-63

64 karena jumlah angkutan kapal sudah melampaui kapasitas. Hal ini telah sesuai dengan ketentuan, bilamana nilaia capaian lebih besar dari 65 % dapat diizinkan penambahan 1 ( satu ) unit kapal dalam satu jaringan trayek tersebut. Tetapi jika dalam jaringan tersebut, belum melampaui angka 65 %, maka pada jaringan tersebut belum diizinkan penambahan kapal 72 d. Jaringan trayek dengan Kode R.58 Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang melayani jaringan dengan Kode R.58, langkah pertama yang harus diketahui adalah mengetahui kapasitas kapal perintis tersebut. Berdasarkan data dan informasi, kode trayek dengan R.58 yang dilayani dengan nama KM Meranti memiliki kapasitas 125 orang. Trayek tersebut memiliki voyage 29. Dengan demikian, kapasitas KM Meranti dalam satu (1) tahun terdapat orang ( 125 orang x 29 voyage ). Sementara jumlah penumpang yang diangkut secara keseluruhan dalam tahun 2011 terdapat sebanyak orang. Dengan demikian, nilai capaian tersedianya angkutan kapal perintis yang melayani trayek dengan Kode R.58 dapat dihitung dengan rumus 73 ; % Jaringan Trayek Linier Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun Rata rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun Orang orang = 355,55 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan tersedianya kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam propinsi pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada alternatif jalan ditetapkan 100 % hingga tahun Sementara nilai capain sekarang ini sudah mencapai 355,55 %, hal ini berarti sudah melampaui batas yang telah ditetapkan, dikarenakan hasrat perkembangan penduduk menggunakan kapal laut perintis sangat besar. Perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 355,55 % % dalam tahun 2011, berarti pada trayek tersebut perlu penambahan kapal, kapasitas yang telah ditetapkan sudah dilampaui kurang lebih tiga kali dari kapasitas yang ada. Hal ini senada dengan ketentuan yang telah ditetapkan, bilamana nilaia capaian lebih besar dari 65 % dapat diizinkan diizinkan penambahan 1 (satu) unit kapal dalam 72 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota IV-64

65 satu jaringan trayek tersebut. Namun bilamana nilai capaian kapal dalam suatu jaringan, belum melampaui angka 65 %, maka pada jaringan tersebut belum diizinkan penambahan kapal 74 e. Jaringan trayek dengan Kode R.59 Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang melayani jaringan Kode R.59 dengan kapal KM. Kasuria Pasifik II, langkah pertama yang harus diketahui adalah kapasitas kapal perintis tersebut. Berdasarkan data dan informasi, kapasitas kapal perintis dengan nama KM. Kasuari Pasifik memiliki kapasitas 250 orang. Kapal tersebut memiliki 25 Voyage. Dengan demikian, kapasitas KM. Kasuria Pasifik II dalam satu (1) tahun terdapat sebanyak orang ( 250 Voyage orang x 25 Orang = orang. Sementara jumlah penupang yang diangkut dalam tahun 2011 terdapat orang. Berkenaan dengan itu, nilai capaian tersedianya angkutan kapal laut perintis yang melayani trayek dengan Kode R.59 dapat dihitung dengan rumus 75 ; % Jaringan Trayek Linier Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun Rata rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun Orang orang = 214 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan tersedianya kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam propinsi pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada alternatif jalan ditetapkan 100 % hingga tahun Sementara nilai capain sekarang sudah mencapai 214 %, hal ini berarti sudah melampaui batas kapasitas yang ada dikarenakan perkembangan penduduk yang menggunakan kapal perintis relatif mengalami peningkatan. Faktor lain yang perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 214 % dalam tahun 2011, berarti pada trayek tersebut perlu penambahan kapal, karena kapasitas sudah melampaui batas. Penambahan kapal pada jaringan trayek ini, adalah sesuai dengan ketentuan, dimana apabila nilai capaian lebih besar dari 65 %, maka diizinkan penambahan 1 (satu) unit kapal dalam satu jaringan trayek tersebut 74 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota IV-65

66 termasuk kapasitas yang lebih besar. Sementara bilamana nilai capaian di bawah 65 %, maka pada jaringan tersebut tidak perlu penambahan kapal laut perintis. 76 f. Jaringan trayek dengan Kode R. 60 Dalam rangka menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang melayani jaringan dengan Kode R.60, langkah pertama yang harus diketahui adalah kapasitas kapal perintis. Berdasarkan data dan informasi, kapasitas kapal perintis Kode R.60 dilayani dengan nama KM. Raja Ampat terdaat 150 orang. Kapal tersebut memiliki 23 Voyage. Dengan demikian, kapasitas kapal KM. Raja Ampat dalam satu (1) tahun terdapat orang ( 23 Voyage x 150 orang ). Sementara jumlah penumpang yang diangkut kapal KM. Raja Empat dalam satu (1) tahun terdapat orang. Karena itu, nilai capaian tersedianya angkutan kapal perintis yang melayani trayek dengan Kode R.60 dapat dihitung dengan rumus 77 ; % Jaringan Trayek Linier Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun Rata rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun Orang orang = 86,37 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan tersedianya kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam propinsi pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada alternatif jalan ditetapkan 100 % hingga tahun Sementara nilai capain sekarang sudah mencapai 86,37 %, hal ini berarti perkembangan penduduk yang menggunakan kapal perintis sudah mulai meningkat. Di lain pihak, dengan angka nilai capaian 86,37 % dalam tahun 2011, berarti pada jaringan tersebut diperlukan penambahan kapal. Hal ini disebabkan karena sudah melampuai kapasitas dan penambahan kapal tersebut adalah sesuai dengan ketentuan, dimana apabila nilai capaian lebih besar dari 65 % maka dapat diizinkan penambahan 1 ( satu ) unit kapal dalam pada jaringan trayek tersebut. Sementara jika nilai capaian kurang dari 65 %, maka pada jaringan tersebut belum dapat diizinkan penambahan kapal 78. Sekarang, nilai capaian kapal laut perintis 76 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota 78 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal 23 IV-66

67 dalam tahun 2011 sudah mencapai 86,37 %, berarti perlu penambahan satu (1) unit kapal laut perintis. g. Jaringan trayek dengan Kode R. 61 Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang melayani jaringan dengan Kode R.61, langkah pertama yang harus diketahui adalah kapasitas kapal perintis. Berdasarkan data dan informasi, kapasitas kapal perintis Kode R.61 dilayani dengan nama KM. Silver Whale dengan kapasitas terdaat 150 orang. Kapal tersebut memiliki 26 Voyage. Dengan demikian, kapasitas kapal KM. Silver Whale dalam satu (1) tahun terdapat orang ( 26 Voyage x 150 orang ). Sementara jumlah penumpang yang diangkut KM. Silver Whale dalam tahun 2011 terdapat sebanyak orang. Karena itu, nilai capaian tersedianya angkutan kapal laut perintis yang melayani trayek dengan Kode R.61 dapat dihitung dengan rumus 79 ; % Jaringan Trayek Linier Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun Rata rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun Orang orang = 112,31 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan tersedianya kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam propinsi pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada alternatif jalan ditetapkan 100 % hingga tahun Sementara nilai capain sekarang sudah mencapai 112,31 %, hal ini berarti perkembangan penduduk yang menggunakan kapal perintis terus mengalami peningkatan. Akibatnya, jumlah angkutan sudah melampaui kapasitas yang telah ditetapkan. Aspek lain yang perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 112,31 % dalam tahun 2011, berarti pada jaringan tersebut diperlukan penambahan kapal. Hal ini adalah sesuai dengan ketentuan, dimana apabila nilai capaian lebih besar dari 65 % diizinkan penambahan 1 (satu) unit kapal dalam satu jaringan trayek tersebut. Sementara jika nilai capaian kurang dari 65 %, maka pada jaringan tersebut belum dapat diizinkan penambahan kapal 80. Sekarang, nilai capaian kapal laut perintis dalam tahun 2011 sudah mencapai 112,31 %, berarti perlu penambahan satu (1) 79 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota 80 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal 23 IV-67

68 unit kapal laut perintis berikut kapasitas. Secara singkat jaringan pelayanan kapal angkutan laut perintis dapat dilihat pada tabel berikut. IV-68

69 Gambar Jalur Trayek R-74 Pangkalan Manokwari Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di P. FANI Pangkalan Manokwari (Provinsi Papua Barat) Trayek R-74 Manokwari -71- Saukorem Sausapor -74- Sorong -48- Waisai -70- Kapadiri -24- P.Ayu -52- P.Fani -52- P.Ayu -24- Kapadiri -70- Waisai -48- Sorong -74- Sausapor Saukorem -71- Manokwari Wasior Manokwari Jarak : Mil Lama Pelyaran : 13 Hari P. AYU Frekuensi : 29 Voyage Ukuran Kapal : 500 DWT Nama Kapal : KM. KASUARI PASIFIK II KAPADIRI WAISAI Kontraktor : Domisili Perusahaan : Kontrak : NOR : SAUSAPOR SAUKOREM SORONG MANOKWARI WASIOR IV-69

70 Gambar Jalur Trayek R-73 Pangkalan Manokwari Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di HOPMARE SORONG MANOKWARI Pangkalan Manokwari (ProvinsiPapua Barat) Trayek R-73 Manokwari -71- Saukorem -24- Wanden -17- Waibem -7- Wau -17- Warmandi -18- Saubeba -14- Kwoor -10- Hopmare -16- Werur -12- Sausapor -71- Sorong -71- Sausapor -12- Werur -16- Hopmare -10- Kwoor -14- Saubeba -18- Warmandi -17- Wau -7- Waibem -17- Wanden -24- Saukorem -71- Manokwari Wasior Manokwari Jarak : 794 Mil Lama Pelyaran : 13 Hari Frekuensi : 28 Voyage Ukuran Kapal : 500 DWT Nama Kapal : KM. KASUARI PASIFIK III Kontraktor : Domisili Perusahaan : Kontrak : NOR : WASIOR IV-70

71 Gambar Jalur Trayek R-75 Pangkalan Sorong Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di Pangkalan Sorong (Provinsi Papua Barat) Trayek R-75 Sorong -93- Yellu -77- Bula -64- Geser -60- Gorom -35- Kesui Fak Fak Kaimana -68- Teluk Etna Pomako PP SORONG Jarak : Mil Lama Pelyaran : 15 Hari Frekuensi : 25 Voyage Ukuran Kapal : 1200 GT Nama Kapal : KM. SABUK NUSANTARA 32 Kontraktor : Domisili Perusahaan : Kontrak : YELLU NOR : FAK FAK BULA KAIMANA GESER GOROM KESUI TELUK ETNA POMAKO IV-71

72 Gambar Jalur Trayek R-76 Pangkalan Sorong Pangkalan Sorong (Provinsi Papua Barat) P.FANI Trayek R-76 Sorong -38- Waisai -30- Urbinasopen -25- Yembekaki -12- Mneir -16- Kabare -23- Lamlam (Kapadiri) -38- P.Ayu -61- P.Fani -61- P.Ayu -25- Kabare -16- Mneir -12- Yembekaki -25- Urbinasopen -30- Waisai -38- Sorong -37- Saonek -42- Waisilip -36- Selfele -10- Manyaifun -12- Mutus -10- Meosmengkara Waisilip -42- Saonek -37- Sorong -38- Waisai -15- Wersamben -15- Waifoi -8- Beo -8- Kabilol -41- Waisai -38- Sorong Jarak : 863 Mil Lama Pelyaran : 16 Hari Frekuensi : 23 Voyage P. AYU Ukuran Kapal : 350 DWT Nama Kapal : Kontraktor : Domisili Perusahaan : Kontrak : NOR : KABILOL LAMLAM MNIER SELFELE MANYAIPUN MUTUS BEO WAIFOI WERSAMBIN YEBENKAKI MEOSMENGKARA WAISAI URBINASOPEN SAONEK SORONG IV-72

BAB VII STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI SULAWESI TENGGARA

BAB VII STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI SULAWESI TENGGARA BAB VII STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI SULAWESI TENGGARA A. Angkutan Jalan 1. Jaringan Pelayanan Angkutan Jalan Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan. 81 Tahun 2011 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.193, 2013 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN Menimbang: a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG T E R M I N A L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 108 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM TIDAK DALAM TRAYEK

Lebih terperinci

BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB V STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR A. Angkutan Jalan 1. Jaringan Pelayanan Angkutan Jalan Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang

Lebih terperinci

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1244, 2014 KEMENHUB. Jalan. Marka. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERLENGKAPAN JALAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERLENGKAPAN JALAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERLENGKAPAN JALAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, MENIMBANG : a. bahwa untuk mengoptimalkan penggunaan fasilitas perlengkapan

Lebih terperinci

TERMINAL. Mata Kuliah : Topik Khusus Transportasi Pengajar : Ir. Longdong Jefferson, MA / Ir. A. L. E. Rumayar, M.Eng

TERMINAL. Mata Kuliah : Topik Khusus Transportasi Pengajar : Ir. Longdong Jefferson, MA / Ir. A. L. E. Rumayar, M.Eng TERMINAL DEFINISI TERMINAL Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995, Terminal Transportasi merupakan: 1. Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai pelayanan umum. 2. Tempat pengendalian,

Lebih terperinci

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur:

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur: TERMINAL Dalam pencapaian pembangunan nasional peranan transportasi memiliki posisi yang penting dan strategi dalam pembangunan, maka perencanaan dan pengembangannya perlu ditata dalam satu kesatuan sistem

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR :SK.967/AJ.202/DRJD/2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR :SK.967/AJ.202/DRJD/2007 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR :SK.967/AJ.202/DRJD/2007 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SEKOLAH DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Menimbang : a. bahwa dengan memperhatikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1. Ruang Lingkup Acuan normatif Definisi dan istilah Kendaraan Bermotor Mobil Penumpang...

DAFTAR ISI. 1. Ruang Lingkup Acuan normatif Definisi dan istilah Kendaraan Bermotor Mobil Penumpang... DAFTAR ISI 1. Ruang Lingkup...3 2. Acuan normatif...3 3. Definisi dan istilah...3 3.1 Kendaraan Bermotor...3 3.2 Mobil Penumpang...4 3.3 Mobil Bus...4 3.4 Jumlah Berat yang Diperbolehkan...4 3.5 Jumlah

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN Menimbang : a. Bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH, LARANGAN, DAN PETUNJUK PADA RUAS JALAN DALAM KABUPATEN SIAK / KOTA SIAK SRI INDRAPURA BUPATI SIAK,

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tenta

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tenta No.516, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. Penyelenggaraan Angkutan Orang. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 5 TAHUN : 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 5 TAHUN 20007 PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RAMBU RAMBU, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DALAM WILAYAH KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5468 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

Dr. Nindyo Cahyo Kresnanto

Dr. Nindyo Cahyo Kresnanto Dr. Nindyo Cahyo Kresnanto Terminal Halte Bandara Pelabuhan Simpul Tranportasi Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai pelayanan umum. Tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan

Lebih terperinci

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI TERMINAL Terminal merupakan titik dimana penumpang dan barang masuk atau keluar dari sistem jaringan transportasi. Ditinjau dari sistem jaringan transportasi secara keseluruhan, terminal merupakan simpul

Lebih terperinci

-2- Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

-2- Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.494, 2016 KEMENHUB. Angkutan Bermotor. Pencabutan. Orang. Kendaraan PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 32 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG (ZoSS). Pasal 1 (1) Pengaturan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas pada Zona Selamat Sekolah dilakukan dengan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 22 Tahun : 2011 Seri : E PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminal Menurut Abubakar I, dkk (1995) bahwa terminal transportasi merupakan : 1. Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagi pelayanan umum. 2. Tempat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 84 TAHUN 1999 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 84 TAHUN 1999 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 84 TAHUN 1999 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS JALAN JALAN TOL CIREBON (PALIMANAN KANCI)

Lebih terperinci

TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.187, 2012 TRANSPORTASI. Kendaraan Bermotor. Pelanggaran. Pemeriksaan. Tata Cara. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5346) PERATURAN

Lebih terperinci

2018, No Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 881) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan U

2018, No Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 881) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan U No.328, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU-PR. Penetapan Kelas Jalan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMO 05/PRT/M/2018 TENTANG PENETAPAN KELAS JALAN BERDASARKAN FUNGSI

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 31 TAHUN 2013 BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RAMBU- RAMBU, MARKA JALAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1)

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) 1. Fungsi Marka jalan adalah : a. Untuk memberi batas jalan agar jalan terlihat jelas oleh pemakai jalan Yang sedang berlalu lintas dijalan. b. Untuk menambah dan mengurangi

Lebih terperinci

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas.

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas. Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG PENGATURAN RAMBU-RAMBU LALU LINTAS,

Lebih terperinci

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-1 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-2 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH 1. Angkutan kereta api adalah kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kereta api. 2. Awak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas

Lebih terperinci

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI FINAL KNKT-07-04-06-02 LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN KECELAKAAN TUNGGAL MOBIL BUS AKAP JATUH KE DALAM JURANG DAN MASUK SUNGAI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS TOL CIKAMPEK PURWAKARTA PADALARANG (CIPULARANG)

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 05 TAHUN 2006 T E N T A N G MARKA JALAN, RAMBU LALU LINTAS DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS JALAN DALAM KOTA PANGKALPINANG DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi penilaian. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah 2.2 Angkutan Undang undang Nomer 22 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG, Menimbang : a. bahwa Lalu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum, angkutan dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM TIDAK DALAM TRAYEK

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM TIDAK DALAM TRAYEK PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM TIDAK DALAM TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH, LARANGAN, PETUNJUK DAN PERINGATAN PADA JALAN TOL BOGOR RING ROAD SEKSI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : TAHUN 2007 SERI : PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJALENGKA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2574/AJ.403/DRJD/2017

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2574/AJ.403/DRJD/2017 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2574/AJ.403/DRJD/2017 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN INSPEKSI KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR

Lebih terperinci

Penempatan marka jalan

Penempatan marka jalan Penempatan marka jalan 1 Ruang lingkup Tata cara perencanaan marka jalan ini mengatur pengelompokan marka jalan menurut fungsinya, bentuk dan ukuran, penggunaan serta penempatannya. Tata cara perencanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Transportasi diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat yang lain, di mana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM... 4 BAB II ASAS DAN TUJUAN... 6 BAB III RUANG LINGKUP KEBERLAKUAN UNDANG-UNDANG...

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.133,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. SPM. Angkutan Massal. Berbasis Jalan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 10 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENEMPATAN RAMBU LALU LINTAS, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan lalu lintas yang teratur,

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 273 (1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS JALAN TOL LINGKAR LUAR JAKARTA (JORR) I E1 SEKSI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002 PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENTUAN BERLALU LINTAS DENGAN MENGGUNAKAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DALAM WILAYAH KOTA SAMARINDA W A L I K O T A S A M A R I N D A Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003. Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO)

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003. Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO) KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003 Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO) DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan meningkatnya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGATURAN MARKA JALAN, RAMBU LALU LINTAS DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DI JALAN DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1993 TENTANG KENDARAAN DAN PENGEMUDI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1993 TENTANG KENDARAAN DAN PENGEMUDI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1993 TENTANG KENDARAAN DAN PENGEMUDI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas

Lebih terperinci

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan BAB V MEDIAN JALAN 5.1 Macam-macam Median Jalan 1. Pemisah adalah suatu jalur bagian jalan yang memisahkan jalur lalulintas. Tergantung pada fungsinya, terdapat dua jenis Pemisah yaitu Pemisah Tengah dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA

Lebih terperinci

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468); 4. Peraturan Presiden Nomor 47

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468); 4. Peraturan Presiden Nomor 47 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.306, 2015 KEMENHUB. Terminal. Penumpang Angkutan jalan. Pelayanan. Standar. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 19/PRT/M/2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 19/PRT/M/2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 19/PRT/M/2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.276, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Dana Alokasi Khusus. Keselamatan Transportasi Darat. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 9

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007 PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DI WILAYAH KABUPATEN REJANG LEBONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa salah satu upaya mewujudkan jaminan keselamatan

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS JALAN TOL SEMARANG (SEKSI A, SEKSI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1993 T E N T A N G PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan suatu kegiatan pada dinas dapat terukur dan teridentifikasi dari capaian setiap indikator program/kegiatan. Pada Dinas, Komunikasi dan Informatika meliputi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK.1763/AJ.501/DRJD/2003 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK.1763/AJ.501/DRJD/2003 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK.1763/AJ.501/DRJD/2003 TENTANG PETUNJUK TEKNIS TANGGAP DARURAT KECELAKAAN KENDARAAN BERMOTOR ANGKUTAN PENUMPANG DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Di Jalan Dengan Kendaraan Bermotor Umum; LEMBARAN DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan;

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-15-2004-B Perencanaan Separator Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat ini objek tersebut

Lebih terperinci