SEKOLAH TINGGI HUKUM MILITER BAGIAN PENELITIAN
|
|
- Lanny Irawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 SEKOLAH TINGGI HUKUM MILITER BAGIAN PENELITIAN SORVEI SOSIAL/PENELITIAN LEMBAGA SEKOLAH TINGGI HUKUM MILITER TENTANG URGENSI PEMBENTUKAN PENGADILAN MILITER PERTEMPURAN DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER DI INDONESIA TA. 2016
2 SEKOLAH TINGGI HUKUM MILITER Jakarta, Maret Latar Belakang 1 Pengadilan pertempuran, atau Pengadilan Militer Pertempuran, merupaklan salah satu bagian dari sistem peradilan di Indonesia, khususnya keberadaannya dalam sistem peradilan militer. Sistem peradilan, menurut Bagir Manan, dapat ditinjau dari beberapa segi. Pertama, segala sesuatu berkenaan dengan penyelenggaraan peradilan. Di sini sistem peradilan akan mencakup kelembagaan, sumber daya, tata cara, prasarana dan sarana, dan lain-lain. Kedua, sistem peradilan diartikan sebagai proses mengadili (memeriksa dan memutus perkara). 1 Pengertian sistem peradilan menurut Bagir Manan pada pengertian yang pertama menunjukkan bahwa sistem peradilan dalam arti yang sangat luas. Sedangkan pengertian yang kedua menunjukkan pengertian sistem peradilan dalam artian yang sempit, yang hanya meliputi proses mengadili. Sistem peradilan sering diartikan secara sempit sebagai sistem pengadilan yang menyelenggarakan keadilan atas nama negara atau sebagai suatu mekanisme untuk menyelesaikan perkara. 2 Pengertian yang demikian merupakan pengertian dalam artri sempit, karena hanya melihat dari aspek struktural yaitu system of courts sebagai suatu institusi, dan hanya melihat dari aspek kekuasaan mengadili atau menyelesaikan perkara (administer justicela mechanism for the resolution of disputes). 3 Jadi, sistem peradilan pada hakikatnya identik dengan sistem penegakan hukum, karena proses peradilan pada hakikatnya suatu proses penegakan hukum yang identik dengqan sistem kekuasaan kehakiman. Karena, kekuasaan kehakiman pada dasarnya merupakan kekuasaan menegakkan hukum. Berdasarkan pengertian yang luas, sistem peradilan dalam arti kelembagaan, maka untuk dapat memahami kelembagaan peradilan di Indonesia 1. Bagirmsnsn, memeriksa dan memutus perkara. 2 Barda Nawawi Arief, Reformasi Sistem Peradlan (Sistem Penegakan Hukum di Indonesia), Semarnag: BP Undip, 2011, Hlm Ibid.
3 2 dapat dilihat pada konstitusi. Kelembagaan peradilan di Indonesia di dalam konstitusi UUD 1945, pada Pasal 24 ayat (2): telah diatur Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Pasal 24 UUD 1945 ini kemudian dijabarkan dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, pada pasal 18, dirumuskan: Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Peradilan Militer sebagai salah satu badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, terdiri dari: 1. Pengadilan Militer; 2. Pengadilan Militer Tinggi; 3. Pengadilan Militer Utama; dan 4. Pengadilan Militer Pertempuran. 4 Pengadilan Militer Pertempuran bersifat mobil mengikuti gerakan pasukan dan berkedudukan serta berdaerah hukum di daerah pertempuran. 5 Sebagai bagian dari suatu sistem peradilan (Peradilan Pidana), maka Pengadilan Militer Pertempuran dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman di bidang hukum pidana, harus juga merupakan suatu rangkaian perwujudan dari kekuasaan menegakkan hukum pidana yang terdiri dari 4 (empat) sub sistem, yaitu: (1) Kekuasaan Penyidikan, oleh badan/lembaga Penyidik; (2) Kekuasaan Penuntutan oleh badan/lembaga Penuntut Umum; (3) Kekuasaan Mengadili dan menjatuhkan putusan/pidana, oleh badan pengadilan; (4) Kekuasaan pelaksanaan putusan/pidana oleh badan/aparat pelaksana/eksekusi. Selain itu, dalam sistem peradilan militer melibatkan kelembagaan Papera (Perwira Penyerah Perkara) dan Atasan yang Berhak Menghukum/Ankum. Selain kelembagaan tersebut, sebagai bagian dalam Sistem Penegakan hukum Pidana melalui proses acara pidana, tidak dapat dipisahkan adalah peran 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, Pasal Ibid. Pasal 46
4 3 Penasihat Hukum. Fungsi penasihat hukum di lingkungan TNI AD berada pada Direktorat Hukum TNI AD beserta jajaran Hukum TNI AD di tingkat Komando Utama/Kotama, yaitu Kumkotama. Fungsi/tugas Hukum TNI AD dirumuskan: Tugas hukum TNI AD sebagai salah satu fungsi teknis militer umum TNI AD mempunyai tugas pokok menyelenggarakan bantuan, dukungan hukum dan perundang-undangan dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi TNI AD. 6 Pada sisi yang lain, bantuan hukum kepada Prajurit/Militer merupakan hak konstitusional dan sekaligus rawatan kedinasan. Oleh sebab itu, Prajurit/Militer yang berstatus sebagai Tersangka/Terdakwa mempunyai hak untuk diberikan bantuan hukum secara kedinasan. Bantuan hukum kepada Prajurit/Militer pada kondisi masa damai sudah dilakukan oleh Perwira Hukum dari jajaran Ditkumad dan/ atau Kumkotama. Namun, karena sistem peradilan militer juga ada satu kelembagaan Pengadilan Militer Pertempuran. Maka, bagaimana peran Penasihat Hukum dalam proses Pengadilan Militer Pertempuran perlu mendapat perhatian. Oleh sebab itu, melalui makalah singkat ini akan dikemukakan pokok-pokok pemikiran dengan tema: URGENSI PEMBENTUKAN PENGADILAN MILITER PERTEMPURAN DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER DI INDONESIA TA Maksud dan Tujuan a. Maksud. Makalah ini dimaksudkan sebagai bahan diskusi peserta Rakornis Babinkum TNI TA 2015 guna mencari bentuk atau sistem Pengadilan Militer Pertempuran yang ideal guna perbaikan dari Sistem yang ada dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, khususnya berkaitan dengan peran dan fungsi Peran Perwira Hukum dalam mengemban tugas sebagai penasihat hukum. b. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari hasil pembahasan dalam Rabiniscab akan diperoleh masukan baik untuk penytempurnaan sistem pengadilan militer pertempuran dan khususnya terkait dengan peran dan fungsi Peran Perwira Hukum dalam mengemban tugas sebagai penasihat hukum. 3. Dasar Hukum Pemberian Nasehat/Bantuan Hukum. 6 Organisasi dan Tugas Ditkumad.
5 Nasehat/Bantuan hukum bagi Prajurit 4 dalam proses Pengadilan Militer Pertempuran, didasarkan pada perundang-undangan yang berlaku, yaitu: a. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, dirumuskan pada Pasal 215: (1) Untuk kepentingan pembelaan perkaranya, Tersangka atau Terdakwa berhak mendapat bantuan hukum di semua tingkat pemeriksaan. (2) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan dari dinas bantuan hukum yang ada di lingkungan Angkatan Bersenjata (sekarang Tentara nasional Indonesia). b. Udang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, bahwa bantuan hukum merupakan salah satu dari sekian bentuk rawatan dan layanan kedinasan. Dalam Pasal 50 ayat (1) ditegaskan bahwa Prajurit dan Prajurit Siswa memperoleh rawatan dan layanan kedinasan, salah satunya adalah, bantuan hukum; c. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit TNI. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit TNI dalam Pasal 41 mempertegas kembali tentang rawatan kedinasan,bantuan hukum bagi Prajurit. d. Peraturan Panglima TNI Nomor: Perpang/21/IV/2008 tentang Nasihat dan bantuan Hukum di Lingkungan TNI. e. Peraturan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Perkasad/130/IX/2007 tanggal 13 September 2007 tentang Buku Petunjuk Teknik Penyelenggaraan Bantuan Hukum. f. Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Kep/63/XII/2004 tanggal 2 Desember 2004 tentang Organisasi dan Tugas Direktorat Hukum TNI AD. 4. Pengertian Nasehat/Bantuan Hukum. Bantuan hukum diberikan rumusan pengertian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit, adalah segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang meliputi pemberian nasihat hukum dan bantuan hukum dalam rangka penyelesaian perkara baik di dalam maupun di luar pengadilan,
6 5 Pada tataran undang-undang memang tidak dibedakan antara bantuan hukum dan nasihat hukum. Namun, pada tingkat Peraturan Panglima TNI dibedakan antara Bantuan Hukum dan Nasihat Hukum. Dimana bantuan hukum adalah segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang dilakukan baik secara tertulis maupun tidak tertulis di luar pengadilan ataupun di dalam pengadilan secara langsung beracara di segala tingkat pengadilan guna bertindak selaku kuasa, mewakili, mendampingi, membela, atau melakukan tindakan hukum lainnya untuk kepentingan dinas sebagai bagian dari rawatan kedinasan dan di luar rawatan kedinasan terhadap Prajurit TNI serta PNS di lingkungan TNI. Sedangkan Nasihat Hukum, adalah segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan yang dilakukan dengan memberikan konsultasi hukum baik secara tertulis maupun tidak tertulis kepada dinas, Prajurit TNI dan PNS di lingkungan TNI serta untuk kepentingan rawatan kedinasan dan bukan untuk kepentingan rawatan kedinasan yang dilakukan di luar sidang pengadilan. 5. Prinsip-prinsip pemberian Nasehat/Bantuan Hukum dalam Proses Pengadilan Militer Pertempuran. Proses beracara pidana pada Pengadilan Militer Pertempuran siudah barang tentu terdapat khekhususan jika dibandingkan dengan proses beracara pada Pengadilan Militer; Pengadilan Militer Tinggi; dan Pengadilan Militer Utama. Pada Pengadilan Militer Pertempuran sudah barang tentu terdapat keadaan yang luar biasa dimana terdapat keadaan pertempuran. Oleh sebab itu, dalam pemberian nasehat/bantuan hukum pada Pengadilan Militer Pertempuran harus memperhatian prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Mengutamakan Kepentingan Militer/ Kepentingan Pertahanan Negara. Digelarnya persidangan Pengadilan Militer Pertempuran pada kondisi pertempuran, tentu terdapat kondisi yang bersifat mendesak dan khusus. Dalam kondisi kondisi yang bersifat mendesak dan khusus yaitu satuan-satuan militer sedang menjalankan tugas pokoknya untuk mempertahankan Negara dan kutuhan dan kedaulatan Negara. Oleh sebab itu, kepentingan militer dan kepentingan pertahanan Negara harus
7 6 lebih diutamakan dari kepentingan individu dan atau kelompok, termasuk kepentingan Tersangka/Terdakwa. b. Tetap memberikan Perlindungan Hak-hak Tersangka/Terdakwa. Meskipun kepentingan militer dan kepentingan pertahanan Negara diutamakan, tetapi pemberinan nasehat/bantuan hukum tetap harus dapat memberikan perlindungan hak-hak Tersangka/ Terdakwa. Artinya jaminan hak-hak dan perlindungan Tersangka/Terdakwa dari kesewenanganwenangan penegak hukum harus dapat diberikan secara proporsional. c. Kecepatan Penyelesaian Perkara. Persidangan Pengadilan Militer Pertempuran digelar pada kondisi yang bersifat mendesak dan khusus yaitu dalam kondisi pertempuran. Oleh sebab itu, konsentrasi dan prioritas adalah tercapainya tugas pokok yang ingin dicapai dalam pertempuran yaitu tetap tegak dan utuhnya wilayah negara dan kedaulatan Negara. Tetapi di sisi lain, bahwa hukum tetap harus ditegakkan sesuai prinsip Viat Justitia Ruat Cellum (hukum harus ditegakkan meskipun langit akan runtuh). Maka, hukum harus ditegakkan sekalipun situasi dalam pertempuran. Namun demikian persidangan harus dilakukan secara cepat. Maka pemberian bantuan/nasehat Hukum harus menyesuaikan dengan kecepatan penyelesaian perkara. d. Bantuan Hukum sebagai hak konstitusional. Meskipun tidak secara eksplisit dirumuskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa bantuan hukum adalah hak konstitusional, Namun jika disimak dari rumusan Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang secara tegas memberikan pengakuan, jaminan,perlindungan dan kepastian hukum yang adil bagi setiap orang tanpa membedakan suku, agama, atau kedudukan derajat hidupnya. Kemudian, pengakuan dan jaminan ini dipertegas lagi dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Maka, dapatlah diartikan bahwa hak untuk mendapat bantuan hukum adalah hak konstitusional warga Negara. Dengan demikian, Negara berkewajiban untuk memenuhi hak setiap warga Negara untuk memperoleh bantuan hukum, karena akses terhadap keadilan dalam rangka pemenuhan hak untuk diadili secara adil
8 7 merupakan salah satu ciri negara hukum. Artinya, negara berkewajiban menjamin segala hak masyarakat yang berhubungan dengan hukum, termasuk jaminan untuk mendapatkan bantuan hukum. e. Bantuan hukum Prajurit TNI merupakan Rawatan dan Layanan Kedinasan. Tidak terkecuali, sebagaimana warga negara pada umumnya, Prajurit TNI dan keluarganya juga dijamin untuk mendapatkan bantuan hukum. Secara tegas menurut Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia bahwa bantuan hukum merupakan salah satu dari sekian bentuk rawatan dan layanan kedinasan. Pasal 50 ayat (1) menegaskan bahwa Prajurit dan Prajurit Siswa memperoleh rawatan dan layanan kedinasan, yang meliputi; a. Penghasilan yang layak; b. Tunjangan keluarga; c. Perumahan/asrama/mess; d. Pawatan kesehatan; e. Pembinaan mental dan pelayanan kegamaan; f. Bantuan hukum; g. Asuransi kesehatan dan jiwa; h. Tunjangan hari tua; dan i. Asuransi penugasan operasi militer. Bahkan tidak hanya anggota TNI tetapi bantuan hukum juga diberikan kepada Keluarga Prajurit, sebagaimana diatur dalam Pasal 50 ayat (3), bahwa Keluarga Prajurit memperoleh rawatan kedinasan, yang meliputi; a. Rawatan kesehatan; b. Pembinaan mental dan keagamaan; c. Bantuan hukum. Selanjutnya di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit TNI pada Pasal 41 juga mempertegas kembali tentang rawatan kedinasan,bantuan hukum bagi Prajurit. 6. Penyelenggaraan Pemberian Nasehat/Bantuan Hukum dalam Proses Pengadilan Militer Pertempuran.
9 8 Pemberian Nasehat/Bantuan Hukum dapat dilaksanakan di dalam maupun di luar pengadilan. a. Tahap Perencanaan. 1) Meneliti administrasi permohononan masehat/bantuan hukum. 2) Mempelajari dan menganaliasa permasalahan hukum yang dihadapi. 3) Mengumpulkan data yang terkait dengan penyelesaian perkara. 4) Menyusun dan merumuskan rencana nasehat/bantuan hukum dalam proses di pengadilan militer pertempuran. e) Menentukan langkah-langkah dalam penanganan penyelesaian perkara. b. Tahap persiapan. 1) Menyiapkan personel Perwira Hukum yang akan melaksanakan pemberian nasehat/bantuan hukum. 2) Menyiapkan surat perintah dan surat kuasa untuk dasar bertindak sebagai penasehat hukum dalam penanganan perkara. 3) Mengadakan koordinasi dengan instansi yang terkait dalam rangka pelaksanaan nasehat/bantuan hukum. 4) Menyiapkan alat bukti yang ada hubungannya dengan perkara yang ditangani. 5) Menyiapkan peraturan perundang-undangan, jurisprudensi dan referensi yang terkait dan berpengaruh dalam rangka pelaksanaan bantuan hukum. c. Tahap Pelaksanaan. Pada tahap pelaksanaan, Perwira Hukum yang melaksanakan tugas sebagai Penasehat Hukum harus memahami, pelaksanaan beracara di persidangan Pengadilan Militer Pertempuran. 1) Bantuan hukum dalam proses Pengadilan Militer Pertempuran dengan Sistem Acara Pemeriksaan Khusus.. 2) Pengadilan Militer Pertempuran, memeriksa dan memutus perkara pidana dalam tingkat pertama dan terakhir.
10 9 3) Pengadilan Militer Pertempuran, memeriksa dan memutus perkara pidana yang dilakukan oleh mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1997, di daerah pertempuran, yaitu:: a) Prajurit; b) yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan Prajurit; c) anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undang-undang; d) seseorang yang tidak masuk golongan pada huruf a, huruf b, dan huruf c tetapi atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. 4) Pengadilan Militer Pertempuran bersifat mobil mengikuti gerakan pasukan dan berkedudukan serta berdaerah hukum di daerah pertempuran. 5) Terhadap putusan Pengadilan Militer Pertempuran bahwa pengadilan memutus perkara pidana dalam tingkat pertama dan terakhir, Terdakwa atau Oditur dapat mengajukan Kasasi. 6) Sistem Pembuktian dalam proses pemeriksaan di Pengadilan Militer Pertempuran. Sistem Pembuktian dalam proses pemeriksaan di Pengadilan Militer Pertempuran secara um,um adalah sama dalam acara pemeriksaan biasa. Yaitu sistem pembuktian Berdasarkan Undangundang secara Negatif. Artinya, dalam menyatakan dan menjatuhkan putusan bahwa terdakwa terbukti bersalah harus didasarkan pada: Keyakinan Hakim dan didukung oleh sekurangkurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah menurut Undang-undang. 7) Alat bukti dalam proses Pengadilan Militer Pertempuran. Alat bukti yang digunakan adalah berdasarkan Pasal 172 Undangundang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. (1) Alat bukti yang sah ialah: a. keterangan saksi; b. keterangan ahli;
11 10 c. keterangan terdakwa; d. surat; dan e. petunjuk. Alat bukti dalam acara pemeriksaan khusus dalam Pengadilan Militer Pertempuran, selain alat bukti mmenurut Pasal 172 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tersebut di atas, ditambah lagi dengan: (1) Pengetahuan Hakim dapat dijadikan sebagai salah satu alat bukti. Yang dimaksud dengan pengetahuan hakim adalah hal apa yang dilihat, didengar, dan dialami sendiri oleh hakim di luar siding mengenai hal-hal yang menyangkut paut dengan perkara yang disidangkannya dan karenanya diyakini kebenarannya. (2) Barang bukti cukup dibuktikan dengan adanya surat keterangan yang dibuat atas sumpah pejabat yang bersangkutan. 8) Pemeriksaan di siding Pengadilan Militer Pertempuran berpedoman pada ketentuan yang diatur dalam bagian ketiga tentang Pemeriksaan di Sidang Pengadilan dan bagian keempat Acara Pemeriksaan Biasa Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Berlaku dalam Acara pemeriksaan Khusus Pengadilan Militer Pertempuran sepanjang tidak bertentangan dengan Acara Pemeriksaan Khusus. d. Tahap Pengakhiran. a) Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pemberian bantuan hukum. b) Melaporkan pelaksanaan kegiatan pemberian
12 0 PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LINGKUNGAN PERADILAN PERTEMPURAN Skema Proses Penyelesaian Perkara Pidana Dalam Peradilan PELAKU KEPPERA Dansatgas DILMILPUR SIDANG POMPUR IDIK OLAH KARA OTMILPUR SPH/BAPAT PAPERA PUTUSAN DAKWAAN PELAPOR SEMPURNAKAN BERKAS KEPTUPRA KEPKUMPLIN DANSAT SBG ANKUM
13 0 7. Prospeksi Peran Penasehat Hukum dalam proses Pengadilan Militer Pertempuran. Harus diakui bahwa peran penasehat hukum dalam proses Pengadilan Militer Pertempuran memang belum teruji dalam praktik penyelenggaraan pemberian nasehat atau bantuan hukum di persiadangan Pengadilan Militer Pertempuran. Karena, Pengadilan Militer Pertempuran meskipun sudah diatur dan dicantumkan beberapa hal terkait dengan hukum acaranya, memang relative belum dilaksanakan. Sehingga pengalaman para Perwira Hukum dalam penyelenggaraan bantuan/nbasehat hukum di Pengadilan Militer Pertempuran memang relative masih miskin pengalaman, karena memang hamper belum pernah digelar Pengadilan Militer Pertempuran. Prospek ke depan terkait dengan pengaturan mekanisme dan beracara di Pengadilan Militer Pertempuran, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dan pemikiran untuk penyempurnaan UU Nomor 31 Tahun 1997 terkait dengan penyempurnaan Pengadilan Militer Pertempuran beserta hukum acaranya yang bersifat khusus: a. Pengadilan Militer Pertempuran, memeriksa dan memutus perkara pidana dalam tingkat pertama dan terakhir. Telah dirumuskan di dalam Pasal 204 ayat (3) bahwa Pengadilan Militer Pertempuran, memeriksa dan memutus perkara pidana dalam tingkat pertama dan terakhir. Ketentuan ini hendak menegaskan bahwa perkara yang diperiksa dan diadili dalam Pengadilan Militer pertempuran bersifat final and binding (pertama dan terakhir dan bersifat mengikat).. Namun, ternyata, dalam atuyran selanjutnya yaitu dalam Pasal 204 ayat (4) masih dimungkikan bagi Terdakwa dan Oditur Militer untuk mengajukan Kasasi. Ketentuan ini justru bertentangan dan menyimpang dari ketentuan tersebut Pasal 204 ayat (2). Seharusnya sesuai dengan sifat dari Pengadilan Militer Pertempuran dengan acara pemeriksaan khusus dan dengan mengingat kondisi pertempuran, maka seyogyanya Pasal 204 ayat (4) tidak dirumuskan. Artinya, putusan penngadilan Militer
14 1 Pertempuran betul-betul bersifat final and binding, Pengadilan Militer Pertempuran, memeriksa dan memutus perkara pidana dalam tingkat pertama dan terakhir. Dengan diberikan kesempatan Kasasi bagi Terdakwa atau Oditur Militer, maka kecebnderungan untuk diajukan Kasasi akan sangat besar. SEbaiknya terhadap putusan Pengadilan Militer Pertempuran memeriksa dan memutus perkara pidana dalam tingkat pertama dan terakhir b. Alat bukti dalam proses pembuktian pengadilan Militer Pertempuran. Sudah dijelaskan di bagian atas, bahwa alat bukti dalam proses Pengadilan Militer Pertempuran selain lima alat bukti yang sah menurut hukum acara pidana umum dan hukum acara pidana militer, ditambah satu lagi alat bukti berupa Pengetahuan hakim. Selain pengamatan hakim, kiranya perlu dipikirkan untuk ditambah satu alat bukti lagi yaitu alat bukti elektronik. Dengan petimbangan bahwa seiring dengan perkembangan teknologi informasi, dan pada sisi yang lain dapat dibayangkan akan sulitnya mencari alat bukti di daerah pertempuran, maka alat bukti dalam pemeriksaan Pengadilan Militer Pertempuran perlu diperluas lagi dengan menambah bukti elektronik sebagai salah satu alat bukti yang sah. c. Perlu ada rumusan dan penjelasan tentang pengertian atau hakikat pertempuran dalam konteks Pengadilan Militer Pertempuran. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer sebagai sumber hukum Pengadilan Militer Pertempuran, tidak memberikan batasan pengertian dan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan pertempuran. Dengan tidak diberikan rumusan pengertian dan penjelasan tersebut, maka dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam memberikan makna pertempuran. Apakah hakikat pertempuran akan disejajarkan pengertiannya dengan Perang. Apakah hakikat perang dan
15 2 pertempuran dalam arti hukum pidana akan diartikan sama dengan hakikat perang dalam arti hukum humaniter/ hukum internasional. Pengertian Perang dan pengertian pertempuran dalam hukum pidana diberikan arti yang berbeda. Waktu perang menurut hukum pidana diberikan perluasan pengertian sebagaimana diatur dalam Pasal 96 KUHP dan pasal 58 dan 59 KUHPM. Menurut SR Sianturi, dalam waktu perang tersebut kemungkinan pertempuran-pertempuran telah ada. Tetapi juga mencakup keadaan-keadaan yang lebih luas, meliputin keadaan baru mobilisasi umum, atau ekspedisi militer. JIka terjadi pertempuran sebenarnya telah pula terjadi keadaan waktu perang sesuai dengan pengertian waktu perang. 7 Sedangkan pengertian pertempuran menurut SR Sianturi, adalah perkelahian secara fisik antara dua pihak yang saling berlawanan/bermusuhan dimana masing-masing fihak berusaha mengalahkan fihak yang lainnya untuk mencapai suatu tujuan terentu. 8 Pertempuran pada dasarnya dilaksanakan dengan operasi serangan, pertahanan, gerak mundur, penggantian, gerilya, lawan gerilya dll. 9 Guna memberikan kejelasan lingkup pertempuran yang dimaksud dalam konteks Pengadilan Militer Pertempuran perlu dipikirkan bersama dengan satuan-satuan lain. Apalagi jika dihadapkan dengan Undang-undang Nomor 23 Prp Th 1959 tentang Keadaan Bahaya. Apakah eskalasi dalam keadaan darurat militer dapat diartikan sama dengan waktu pertempuran sudah ada. Demikian juga dihadapkan dengan jenis Operasi Militer yang diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang mebedakan antara OMP dan OMSP. Apakah ketika melakukan tugas operasi OMP sudah dapat dairtikan sama dengan masa pertempuran. Maka, perlu pemikiran secara mendalam untuk meberikan batasan pengertian pertempuran dimaksud, 7 SR Sianturi, Hukum Pidana Militer di Indonesia, Jakarta; Alumni Ahaem-Petehaem, 1985, hlm Ibid, hlm Ibid.
16 3 8. PENUTUP a. Kesimpulan. Berdasarkan uraian singkat tentang KOnsepsi Peran Penasehat Hukum dalam Proses Pengadilan Militer Pertempuran, dapat diambil kesimpulan sbb: 1) Peran Penasehat Hukum dalam proses Pengadilan Militer Pertampuran adalah memberikan pendampingan, nasehat dan bantuan hukum kepada Tersangka atau Terdakwa yang diperiksa dan diadili di pengadilan Militer Pertempuran. 2) Pemberian Nasehat /bantuan hukum dalam proses Pengadilan Militer pertempuran, mempunyai prinsip-prinsip khusus yang harus diperhatikan oleh Penasehat Hukum, antara lain: a) Mengitamakan kepentingan militer/ Pertahanan Negara. b) Memberikan perlindungan hak-hak Tersangka/ Terdakwa secara proporsional. c) Kecepatan dalam penyelesaian perkara. d) Nasehat/Bantuan hukum kepada Tersangka/Terdakwa meskipun dalam keadaan pertempuran tetap merupakan hak konstituisonal setiap warga Negara. e) Nasehat/Bantuan hukum bagi Prajurit merupakan rawatan/layanan kedinasan. 3) Penyelenggaran nasehat/bantuan hukum dalam Pengadilan Militer Pertempuran menggunakan sistem Aacara Pemeriksaan khusus. Maka Penasehat hukum harus memahami beberapa hal dalam acara pemeriksaan khusus: a) Pengadilan Militer Pertempuran memeriksa dan memutus perkara pidana dalam tingkat pertama dan terakhir.
17 4 b) Tetapi Oditur dan Terdakwa masih dapat mengajukan kasasi. c) Sistem pembuktian sama dengan Acara Pemeriksaan Biasa, yaitu sistem pembuktian menurut Undang Undang secara Negatif. d) Terdapat perluasan penambahan alat bukti berupa Pengetahuan Hakim. 4) Undang-undang Peradilan Militer belum memberikan batasan pengertiqan dan penjelasan tentang pertempuran dalam konteks Pengadilan Militer Pertempuran.. b. Saran 1) disarankan bahwa jika Pengadilan Militer Pertempuran memegang prinsip sebagai pengadilan yang memeriksa dan memutus perkara dalam tingkat pertama dan terakhir, maka hak mengajukan kasasi bagi Oditur dan Terdakwa sebaiknya tidak diberikan. 2) Alat bukti dalam Pengadilan Militer Pertempuran disarankan untuk ditambah satu alat bukti lagi yaitu alat bukti elektronik, dengan mengingat sulitnya membuktikan dan mencari alat bukti di dalam perkara yang terjadi dalam pertempuran. c. Perlu ada rumusan dan penjelasan tentang pengertian atau hakikat pertempuran dalam konteks Pengadilan Militer Pertempuran.
18 5 DAFTAR PUSTAKA Buku H.Bagir Manan, Sistem Peradilan Berwibawa, Yogyakarta: Penerbit UII, Barda Nawawi Arief, Reformasi Sistem Peradlan (Sistem Penegakan Hukum di Indonesia), Semarnag: BP Undip, 2011 SR Sianturi, Hukum Pidana Militer di Indonesia, Jakarta; Alumni Ahaem- Petehaem, Peraturan Republik Indonesia, UUD Negara Republik Indonesia Tahun Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indoensia.. Perpu Nomor. 23 Tahun 1959 Tentang Pencabutan Undang- Undang Nomor 74 Tahun 1957 Dan Penetapan Keadaan Bahaya.
PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA)
PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.257, 2014 PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5591) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara yang secara geografis sangat luas wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah sepatutnya Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan salah satu satuan pertahanan yang dimiliki oleh negara Indonesia. Tugas dari TNI sendiri adalah menjaga keutuhan dan kedaulatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hal tersebut berarti bahwa negara Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara
Lebih terperinciPENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA
1 PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA A. Latar Belakang Masalah Bahwa negara Indonesia adalah negara yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara
Lebih terperinciNOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara
Lebih terperinciPROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)
PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sistem peradilan hukum di Indonesia dibedakan menjadi empat
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sistem peradilan hukum di Indonesia dibedakan menjadi empat lingkungan peradilan, yaitu peradilan Umum (Sipil) dan Peradilan tata usaha negara, peradilan agama dan
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 257) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER I. UMUM Tentara Nasional Indonesia merupakan bagian tidak terpisahkan dari rakyat Indonesia, lahir dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemberian sanksi atas perbuatan pidana yang dilakukan tersebut. 1. pidana khusus adalah Hukum Pidana Militer.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pidana merupakan suatu bagian dari tatanan hukum yang berlaku di suatu negara yang berisikan perbuatan yang dilarang atau tindakan pidana itu sendiri,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Tentara Nasional Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Tentara Nasional Indonesia sebagai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Tentara Nasional Indonesia
Lebih terperinci2016, No perkembangan peraturan perundang-undangan sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
No.1393, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Hukuman Disiplin. Penjatuhan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENJATUHAN HUKUMAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Tentara Nasional Indonesia sebagai
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 84, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3713)
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 84, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3713) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER
Lebih terperinciPEMECATAN PRAJURIT TNI
PEMECATAN PRAJURIT TNI Putusan Hakim tidaklah mungkin memuaskan semua pihak. Putusan hakim juga bukan Putusan Tuhan, namun Hakim yang manusia tersebut adalah wakil Tuhan di dunia dalam memberikan Putusan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian sudah seharusnya penegakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Ini berarti bahwa negara Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara harus
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA
NASKAH PUBLIKASI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA Disusun oleh: ADAM PRASTISTO JATI NPM : 07 05 09661
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna. Dalam suatu kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif maupun yang sudah modern
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang khas dalam struktur kenegaraan. Sebagai tulang punggung pertahanan negara, institusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tiang penyangga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tiang penyangga kedaulatan Negara yang bertugas untuk menjaga, melindungi dan mempertahankan keamanan serta kedaulatan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.
Lebih terperinciHAL-HAL YANG PERLU PENGATURAN DALAM RUU PERADILAN MILITER
1. Pendahuluan. HAL-HAL YANG PERLU PENGATURAN DALAM RUU PERADILAN MILITER Oleh: Mayjen TNI Burhan Dahlan, S.H., M.H. Bahwa banyak yang menjadi materi perubahan dalam RUU Peradilan Militer yang akan datang,
Lebih terperinciURGENSI PERADILAN TATA USAHA MILITER DI INDONESIA. Oleh: Kapten Chk Sator Sapan Bungin, S.H.
URGENSI PERADILAN TATA USAHA MILITER DI INDONESIA Oleh: Kapten Chk Sator Sapan Bungin, S.H. 1. Pendahuluan. Pengadilan Tata Usaha Militer yang sering disingkat dengan istilah PTUM merupakan salah satu
Lebih terperinciPEMERIKSAAN PERKARA DESERSI SECARA IN ABSENSIA DI PERSIDANGAN
PEMERIKSAAN PERKARA DESERSI SECARA IN ABSENSIA DI PERSIDANGAN 1. Hakikat Tindak Pidana Desersi Oleh: Mayjen TNI Drs. Burhan Dahlan SH. MH. Tindak pidana desersi merupakan tindak pidana yang secara khusus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap Negara dapat dipastikan harus selalu ada kekuatan militer untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap Negara dapat dipastikan harus selalu ada kekuatan militer untuk mendukung dan mempertahankan kesatuan, persatuan dan kedaulatan sebuah negara. Seperti
Lebih terperinciyang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-undang Dasar 1945 Pasal 25A Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu tentang Pertahanan dan Keamanan, Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut,
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di muka maka penulis
BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di muka maka penulis mengambil kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan sebagai berikut : 1. Proses beracara pidana di Pengadilan
Lebih terperinciSTANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER
STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER I. KETENTUAN UMUM A. Tujuan 1. Meningkatkan kualitas pelayanan pengadilan bagi prajurit TNI dan masyarakat pencari keadilan. 2. Meningkatkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Orang hanya menganggap bahwa yang terpenting bagi militer adalah disiplin. Ini tentu benar,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara manapun di dunia ini, militer merupakan organ yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap Negara, salah satu penopang kedaulatan suatu Negara ada pada
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciPETUNJUK PENGISIAN ADVISBLAAD PANITERA
PETUNJUK PENGISIAN ADVISBLAAD PANITERA I. Penelitian berkas perkara oleh Panitera. 1. Bentuk Dakwaan: a. Tunggal : Adalah tehadap terdakwa hanya didakwakan satu perbuatan yang memenuhi Uraian dalam satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini hukum di Indonesia mengalami suatu perubahan dan perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang direncanakan tersebut jelas
Lebih terperinciSTANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER
STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER I. KETENTUAN UMUM A. Tujuan 1. Meningkatkan kualitas pelayanan pengadilan bagi prajurit TNI dan masyarakat pencari keadilan. 2. Meningkatkan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI
PERATURAN PENGUASA PERANG TERTINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG MAHKAMAH ANGKARAN DARAT, ANGKATAN LAUT DAN ANGKATAN UDARA DALAM KEADAAN PERANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3703)
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3703) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a. bahwa pertahanan negara
Lebih terperinciBAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang
BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI Tindak pidana desersi merupakan tindak pidana militer yang paling banyak dilakukan oleh anggota TNI, padahal anggota TNI sudah mengetahui mengenai
Lebih terperinciPEMBERHENTIAN DENGAN TIDAK HORMAT PRAJURIT TNI
1 PEMBERHENTIAN DENGAN TIDAK HORMAT PRAJURIT TNI Oleh : Kolonel Chk Hidayat Manao, SH Kadilmil II-09 Bandung Putusan Hakim tidaklah mungkin memuaskan semua pihak. Putusan Hakim juga bukan Putusan Tuhan,
Lebih terperinciRAHASIA UJIAN AKADEMIK DIKTUKPA TNI AD TA 2015 MATA UJIAN : PENGMILCAB CHK WAKTU : 2 X 45 MENIT TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2014
MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT PANITIA PUSAT SELEKSI CASIS DIKTUKPA/BA TNI AD TA 2015 UJIAN AKADEMIK DIKTUKPA TNI AD TA 2015 MATA UJIAN : PENGMILCAB CHK WAKTU : 2 X 45 MENIT TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2014 PETUNJUK
Lebih terperinciMengenal Sistem Peradilan di Indonesia
Mengenal Sistem Peradilan di Indonesia HASRIL HERTANTO,SH.MH MASYARAKAT PEMANTAU PERADILAN INDONESIA DISAMPAIKAN DALAM PELATIHAN MONITORING PERADILAN KBB, PADA SELASA 29 OKTOBER 2013 DI HOTEL GREN ALIA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu menimbulkan keresahan serta rasa tidak aman pada masyarakat. Tindak pidana yang terjadi di Indonesia juga
Lebih terperinciTINDAK PIDANA DESERSI DALAM KUHPM. Oleh : Kolonel CHK (Purn) JACOB LUNA SUMUK, SH
TINDAK PIDANA DESERSI DALAM KUHPM Oleh : Kolonel CHK (Purn) JACOB LUNA SUMUK, SH I. PENDAHULUAN 1. Pengertian Desersi a. Menurut Kamus Hukum Belanda Indonesia halaman 69 karangan Mr. H. Van Der Tas : Desersi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan salah satu satuan pertahanan yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan salah satu satuan pertahanan yang dimiliki oleh negara Indonesia. Tugas dari TNI sendiri adalah menjaga keutuhan dan kedaulatan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017 Keterangan Saksi Yang Diberikan di Bawah Sumpah dan Tidak Hadir Dalam Persidangan Disamakan Nilainya dengan Keterangan Saksi Di Bawah Sumpah Yang Diucapkan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG PELAKSANAAN TEKNIS INSTITUSIONAL PERADILAN UMUM BAGI ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinci1. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.
Tugas dan wewenang Mahkamah Agung adalah a. Memeriksa dan memutus 1) permohonan kasasi, 2) sengketa tentang kewarganegaraan, dan 3) permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG PELAKSANAAN TEKNIS INSTITUSIONAL PERADILAN UMUM BAGI ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 2009 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA I. UMUM TNI merupakan suatu profesi Warga Negara yang mengaktualisasikan
Lebih terperinciberat dengan tahapan sebagai berikut :
58 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Prajurit di Lingkungan KOREM 072 Yogyakarta maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Penyelesaian
Lebih terperinciLAPORAN SURVEI SOSIAL/PENELITIAN
SEKOLAH TINGGI HUKUM MILITER BAGIAN PENELITIAN LAPORAN SURVEI SOSIAL/PENELITIAN TENTANG PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI DI LINGKUNGAN TNI ANGKATAN DARAT JAKARTA 2016 1 PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI DI LINGKUNGAN
Lebih terperinciBAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang
BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM UNTUK TERSANGKA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA JUNCTO UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciAPA ITU CACAT HUKUM FORMIL?
APA ITU CACAT HUKUM FORMIL? Oleh : Kolonel Chk Hidayat Manao, SH, MH Kadilmil II-09 Bandung Dalam praktek peradilan hukum pidana, baik Penyidik POM TNI, Oditur Militer, Penasihat Hukum (PH) dan Hakim Militer
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai negara hukum tersebut terbaca dalam Penjelasan Undang-Undang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Negara hukum Indonesia sudah berdiri sejak lebih dari enam puluh sembilan tahun lamanya. Kualifikasi sebagai negara hukum
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Undang Undang Nomor 7 tahun 1946 tentang peraturan tentang
337 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Terjadinya Ketidakmandirian Secara Filosofis, Normatif Dalam Sistem Peradilan Militer Peradilan militer merupakan salah satu sistem peradilan negara yang keberadaannya
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 3, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3668) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan I. PEMOHON 1. Elisa Manurung, SH 2. Paingot Sinambela, SH, MH II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Pasal 1
Lebih terperinciTinjauan Putusan terhadap Penyimpangan Ketentuan Hukum Acara Pemeriksaan Koneksitas Oleh : Letkol Chk Parluhutan Sagala 1
Tinjauan Putusan terhadap Penyimpangan Ketentuan Hukum Acara Pemeriksaan Koneksitas Oleh : Letkol Chk Parluhutan Sagala 1 1. Latar Belakang Pada saat undang-undang dibahas dan dibicarakan oleh legaislatif,
Lebih terperinciPENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Mencermati Peradilan di Indonesia
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Mencermati Peradilan di Indonesia PENGERTIAN PERADILAN Peradilan adalah suatu proses yang dijalankan di pengadilan yang
Lebih terperinciPENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1963 TENTANG PEMBENTUKAN MAHKAMAH MILITER LUAR BIASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.
PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1963 TENTANG PEMBENTUKAN MAHKAMAH MILITER LUAR BIASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang : 1. bahwa masih terjadi perkara-perkara yang merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1246, 2012 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukuman Disiplin. Penjatuhan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENJATUHAN
Lebih terperinciPENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN MASALAHNYA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBINAAN DISIPLIN PRAJURIT DI KESATUANNYA
PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN MASALAHNYA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBINAAN DISIPLIN PRAJURIT DI KESATUANNYA 1. PENDAHULUAN Fakta dalam praktek peradilan pidana sering ditemukan pengadilan menjatuhkan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat sebagai TNI merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat sebagai TNI merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rakyat Indonesia, lahir dan berjuang bersama rakyat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera,
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 3-2002 lihat: UU 1-1988 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 51, 1982 (HANKAM. POLITIK. ABRI. Warga negara. Wawasan Nusantara. Penjelasan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciPENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA ANGKATAN DARAT (TNI AD) YANG TINDAK PIDANA. Oleh : Dr. Ruslan Abdul Gani, SH, MH
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA ANGKATAN DARAT (TNI AD) YANG TINDAK PIDANA Oleh : Dr. Ruslan Abdul Gani, SH, MH Abstrak Penelitian ini membahas tentang Penegakan hukum terhadap
Lebih terperinciNOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPROBLEMATIKA PERCEPATAN PENYELESAIAN PERKARA DALAM KAPASITAS KOMANDAN SATUAN SEBAGAI BAGIAN DARI SISTEM PERADILAN MILITER DI INDONESIA
PROBLEMATIKA PERCEPATAN PENYELESAIAN PERKARA DALAM KAPASITAS KOMANDAN SATUAN SEBAGAI BAGIAN DARI SISTEM PERADILAN MILITER DI INDONESIA Oleh LETKOL CHK. BUDI PURNOMO, S.H., M.H. KADILMIL I-01 BANDA ACEH
Lebih terperinciPERAN DINAS HUKUM TNI AU TERHADAP PRAJURIT DALAM PENDAMPINGAN KASUS PIDANA MILITER (Studi Kasus Lanud Adi Soemarmo Surakarta) NASKAH PUBLIKASI
PERAN DINAS HUKUM TNI AU TERHADAP PRAJURIT DALAM PENDAMPINGAN KASUS PIDANA MILITER (Studi Kasus Lanud Adi Soemarmo Surakarta) NASKAH PUBLIKASI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Persyaratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia selain sebagai mahkluk individu juga merupakan mahkluk sosial
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai mahkluk individu juga merupakan mahkluk sosial di mana manusia selalu ingin berinteraksi dengan sesama manusia lainnya. Di dalam suatu
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di Indonesia dalam kehidupan penegakan hukum. Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.
Lebih terperinciTempat tinggal : Jl. Gajah Mada Kab. Kutai Barat Kalimantan Timur
PENGADILAN MILITER I-07 BALIKPAPAN P U T U S A N Nomor : 06-K/PM.I-07/AD/I/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Militer I-07 Balikpapan yang bersidang di Balikpapan dalam memeriksa
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas pada bab-bab
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Bahwa proses penyelesaian perkara
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1950 TENTANG MENETAPKAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN PENGADILAN/KEJAKSAAN DALAM LINGKUNGAN PERADILAN KETENTARAAN" (UNDANG-UNDANG DARURAT
Lebih terperinciPERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENERAPAN PIDANA TERHADAP ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA YANG MELAKUKAN DESERSI
PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENERAPAN PIDANA TERHADAP ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA YANG MELAKUKAN DESERSI (Studi Kasus Pengadilan Militer I-03 Padang) TESIS Oleh : ANNY YUSERLINA NO BP. 0921211110 BP.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Pembangunan dan pembinaan serta pembaharuan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 4, 1988 (ADMINISTRASI. HANKAM. ABRI. Warga Negara. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciPENERAPAN HUKUM BAGI ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN DESERSI 1 Oleh : Devit Mangalede 2
PENERAPAN HUKUM BAGI ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN DESERSI 1 Oleh : Devit Mangalede 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana hukum mengatur tentang tindak pidana bagi
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum. dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 amandemen keempat.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang UUD 1945 pada Pasal 1 ayat (3) menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum.negara Indonesia menjamin setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
Lebih terperinci